BIAYA PELUANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan selalu bertemu dengan biaya peluang. Menurut
Mankiw (2012) “The cost of something is what you give up to get it” (Biaya adalah sesuatu
yang kita keluarkan atau korbankan untuk memperoleh sesuatu). Untuk mendapatkan sesuatu
yang kita butuhkan dan inginkan, terkadang kita harus mengorbankan sesuatu yang biasanya
berupa uang untuk membeli sesuatu tersebut. Biaya yang berhubungan dengan uang disebut
sebagai biaya langsung.
Jenis-jenis Biaya
1. Biaya Sehari-hari
Biaya sehari-hari adalah biaya yang dikeluarkan secara rutin untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia yang vital. Ciri-ciri biaya sehari-hari adalah sebagai berikut:
Merupakan prioritas pengeluaran.
Harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Bila perlu
mengorbankan kepentingan lain.
2. Biaya Peluang
Biaya peluang adalah pengorbanan yang dilakukan seseorang karena mengambil sebuah
pilihan. Dengan kata lain biaya peluang adalah alternatif terbaik yang dikorbankan ketika
kita membuat pilihan atau menentukan keputusan. Berbeda dengan biaya langsung yang
berhubungan dengan uang, biaya peluang tidak harus uang. Ciri khas biaya peluang
adalah sebagai berikut:
Perhitungan biaya peluang tidak selalu berhubungan dengan uang. Bisa berupa
waktu, kesenangan, keuntungan di masa depan, dan lain-lain.
Memiliki banyak kemungkinan penggunaan.
Pengambilan keputusan biaya peluang tergantung pada tujuan dan situasi individu.
Contoh 2: Bila Dahlan memutuskan untuk menggunakan uangnya yang terbatas untuk
membeli buku pelajaran, maka Dahlan akan kehilangan kesempatan untuk membeli
satu unit Tongsis. Di sini biaya peluangnya adalah satu unit Tongsis.
Dari lima tawaran tersebut, tinggal dua tawaran yang menarik hati pak Bagol. Dan
pak Bagol memutuskan memilih bekerja di Astra dengan gaji Rp.6.000.000,00- per bulan.
Pilihan pak Bagol untuk bekerja di Astra telah menghilangkan peluang terbaiknnya untuk
bekerja di Pratama Auto Service dengan gaji Rp.7.000.000,00- per bulan. Karena
Opportunity Cost selalu diukur dari nilai peluang terbaik yang dikorbankan atau yang tidak
dipilih maka besarnya biaya peluang yang ditanggung pak Bagol dengan bekerja di Astra
adalah sebesar Rp.7.000.000,00- per bulan.
Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus mengatakan bahwa biaya peluang dari
suatu keputusan terjadi karena melakukan pilihan terhadap barang langka dengan
mengorbankan barang lain. Biaya peluang adalah nilai dari barang atau jasa yang dilepaskan.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Lipsey mengartikan bahwa biaya peluang adalah biaya
yang dikorbankan untuk menggunakan sumber daya bagi tujuan tertentu yang diukur dengan
manfaat yang hilang karena tidak digunakan untuk tujuan lain. Dengan kata lain, diukur
dengan satuan barang lain yang seharusnya dapat diperoleh.
Berdasarkan konsep biaya peluang tersebut, bahwa dalam menentukan pilihan banyak
sekali seseorang yang akhirnya mengorbankan aktifitas alternatifnya. Hal tersebut
menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang lain.
Karena adanya kelangkaan sumber daya, maka kapanpun seseorang membuat pilihan
dan ia akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh yang lain. Konsep biaya peluang
(Opportunity Cost) dapat digambarkan melalui batas kemungkinan produksi. Batas
kemungkinan produksi (Production Possibility Frontier (PPF)) adalah jumlah keseluruhan
produksi yang dapat dicapai oleh suatu perusahaan, lembaga atau perekonomian, dengan
menggunakan sumber daya yang terbaik dengan sarat pengetahuan teknologi dan jumlah
input yang tersedia. PPF menggambarkan daftar barang dan jasa yang tersedia untuk
masyarakat. Dalam grafik batas kemungkinan produksi disebut kurva batas kemungkinan
produksi (Production Possibility Frontier Curve).
Hakikatnya sumber daya untuk memproduksi dua komoditas tidaklah sama. Setiap
penambahan satuan komoditas pertama yang diproduksi akan menyebabkan jumlah
komoditas pertama yang telah diproduksi sama dengan kesempatan atau peluang yang hilang
atau jumlah komoditas selanjutnya yang harus dikorbankan.
Pada tabel di atas terlihat bahwa ketika perusahaan memproduksi satu kendaraan lebih
banyak maka kemampuan perusahaan untuk memproduksi kendaraan lain akan berkurang.
Hal inilah yang disebut sebagai biaya peluang (Opportunity Cost).
Untuk melihat kombinasi yang paling menguntungkan bagi perusahaan melalui biaya
peluang, dapat kita asumsikan begini:
Kita lihat pada kemungkinan A, ketika perusahaan memproduksi 33 unit motor maka
kemampuan untuk memproduksi mobil sebanyak 2 unit. Pada kemungkinan B, ketika
perusahaan memproduksi motor sebanyak 24 unit, maka kemampuan perusahaan untuk
memproduksi mobil adalah sebanyak 8 unit, dan kemungkinan C produksi motor sebanyak
18 unit sedangkan mobil 15 unit. Sementara itu kita lihat pada kemungkinat D dan E
kemampuan produksi perusahaan menjadi terbalik, yakni ketika produksi motor 5 unit,
produksi mobil 20 unit dan ketika produksi motor hanya 3 unit, produksi mobil sebanyak 28
unit. Jika dilihat dari kurva batas kemungkinan produksi (Production Possibility Frontier
Curve) maka hasilnya sebagai berikut:
Dari kurva di atas kita dapat melihat bahwa kombinasi paling optimal adalah ketika produksi
motor 18 unit dan produksi mobil 15 unit. Kombinasi tersebut adalah kombinasi
kemungkinan C. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa kombinasi paling menguntungkan
bagi perusahaan adalah kombinasi kemungkinan C. Kenapa yang dipilih kemungkinan C
bukan kemungkinan A yang memiliki jumlah kombinasi lebih besar yakni 35 sedangkan
kemungkinan C hanya 33?
Kita lihat pada kemungkinan A, pada kemungkinan ini produksi motor sebanyak 33 unit
sedangkan produksi mobil sebanyak 2 unit dan hasil dari kedua kombinasi tersebut sebanyak
35 unit. Jika dilihat dari segi permintaan, perusahaan akan dihadapkan pada dua permintaan
yakni permintaan sepeda motor dan permintaan mobil dari konsumen. Seandainya
perusahaan memilih kemungkinan A maka perusahaan akan dapat memenuhi permintaan
sepeda motor sebanyak 33 unit sedangkan pemenuhan permintaan konsumen dan hal ini
mungkin akan menjadi sebuah kekecewaan bagi pelaku permintaan mobil yang tidak puas
karena permintaannya kurang terpenuhi, jika sudah begitu kredibilitas perusahaan di mata
konsumen mungkin akan turun.
Lain lagi jika perusahaan memilih kemungkinan C, meskipun total kombinasi produksi hanya
33 tetapi ketidakseimbangan antara pemenuhan permintaan sepeda motor dan permintaan
mobil tidak terlalu terlihat sehingga kepuasan konsumen akan lebih tinggi, jika sudah
demikian keuntungan bagi perusahaan akan maksimal.
GENERAL EQUILIBRIUM OF WELFARE
Keseimbangan umum adalah kondisi dimana jumlah permintaan sama dengan jumlah
penawaran. Jumlah barang pada keadaan itu disebut kuantitas seimbang. Tingkat harga yang
membentuk keadaan keseimbangan itu disebut harga keseimbangan. Keseimbangan umum
terjadi apabila pasar uang dan pasar barang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama
dan keseimbangan itu diperoleh keseimbangan pendapatan nasional dan keseimbangan
tingkat bunga.
Apabila suku bunga berada di atas tingkat keseimbangan, pasokan uang melibihi
permintaan. Mekanisme penyesuaian berjalan karena pada tingkat bunga tersebut,
Opportunity Cost memegang uang menjadi terlalu tinggi. Masyarakat akan berusaha
mengurangi porsi uang dalam portofolio kekayaannya untuk ditukarkan dengan aset yang
memberikan bunga, misal obligasi. Penurunan permintaan uang diimbangi dengan kenaikan
permintaan aset tersebut. Akibatnya, harga aset tersebut akan naik dan tingkat bunganya
menurun.
Yang dimaksud dengan keseimbangan umum dalam pasar mampu menjadi alat
distribusi kesejahteraan melalui tercapainya keseimbangan antara harga dan kuantitas
diseluruh pasar industri secara simultan atau umum. Mekanisme pasar mampu menjadi alat
distribusi kesejahteraan melalui distribusi pertukaran. Lewat pertukaran tersebut terjadi
distribusi kekayaan dan atau pendapatan dengan pembayaran atas penggunaan faktor
produksi dan atau pembelian barang dan jasa. Yang menjadi masalah adalah bahwa proses
tercapainya keseimbangan tersebut diasumsikan berlangsung dalam satu pasar yang terisolasi
dengan pasar lainnya. Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Keadaan di pasar yang
satu mempengaruhi pasar lainnya. Jika perusahaan-perusahaan dari industri lain (terutama
yang mengalami kerugian) untuk memasuki industri sepatu. Proses masuk keluar tersebut
berhenti pada saat seluruh perusahaan dalam seluruh industri menikmati laba normal.
Dalam perekonomian diasumsikan hanya ada dua industri, sebut saja industri pembuatan
pakaian jadi ( garmen ) dan sepatu. Struktur pasar adalah persaingan sempurna.
Keseimbangan awal masing-masing industri pada titik A (Pg) dan B (Ps ,Qs) dimana setiap
perusahaan dalam setiap industri hanya menikmati laba normal (kurva AC = kurva
permintaan).Jika industri garmen menghadapi peningkatan permintaan (kurva Dg), harga
meningkat ke Pg (dengan output) yang menyebabkan perusahaan-perusahaan dalam industri
garmen menikmati laba super normal. Sementara itu industri sepatu mengalami penurunan
permintaan sehingga harga turun dari Ps ke Ps. Perusahaan-perusahaan dalam industri sepatu
mengalami kerugian ekonomi. Hal ini ditambah dengan adanya laba super normal pada
industri garmen, memotivasi perusahaan-perusahaan dalam industri sepatu meninggalkan
industri tersebut dan memasuki industri garmen. Akibatnya penawaran di industri garmen
meningkat ke Sg yang mengakibatkan harga turun kembali ke Pg dengan jumlah output Qg.
Perusahaan-perusahaan dalam industri garmen akhirnya hanya menikmati laba normal.
Dalam industri sepatu, karena ada (banyak) perusahaan yang pergi, kapasitas produksi
menurun. Akibatnya penawaran menurun ke Ss yang mendorong harga naik kembali ke Ps
dengan output Qs. Perusahaan-perusahaan yang masih bertahan dalam industri sepatu
mengalami perbaikan, sehingga dapat kembali menikmati laba normal. Jika kedua industri
telah mencapai keseimbangan, perekonomian dikatakan telah berada dalam keseimbangan
umum. Penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam perekonomian dua pasar bila satu pasar
mencapai keseimbangan, maka pasar yang satunya juga mencapai keseimbangan. Prinsip ini
dapat digunakan dalam konteks yang lebih luas. Dalam suatu perekonomian yang terdiri dari
n pasar, jika n-1 pasar berada dalam keseimbangan, maka pasar ke n akan mengalami
keseimbangan. Pernyataan ini disebut sebagai hukum Walras (Walras Law).
(c)
Ekonomi memiliki tugas untuk memberi prinsip yang rasional bagi bisnis sebagai
kegiatan ekonomi, sehingga kegiatan ekonomi tersebut tidak hanya mengarah diri pada
kebutuhan hidup manusia perorang dan jangka pendek saja, tetapi juga memberi surplus bagi
kesejahteraan banyak orang dalam negara (Mikhael Huda:2000).
Ilmu ekonomi kesejahteraan adalah salah satu cabang ekonomi yang normatif. Bidang
bahasan dari dari ekonomi kesejahteraan berkaitan dengan pertanyaan apa yang buruk dan
apa yang baik. Bidang kajian tersebut sangat berbeda dengan bidang kajian cabang ilmu
ekonomi pasitif. Seperti ilmu ekonomi tenaga kerja, sejarah perekonomian, perdagangan
internasional, moneter serta ekonomi makro. Setiap ilmu ekonomi positif mencoba
menjelaskan berbagai fenomena empirik (Allan M. Feldman: 2000).
Jadi dari pengertian di atas bisa kita temukan bahwa ekonomi kesejahteraan
membahas tentang bagaimana akhirnya kegiatan ekonomi bisa berjalan secara optimal.
Ekonomi kesejahteraan dalam bahasanya juga akan memikirkan prinsip keadilan bagi seluruh
lapisan masyarakat. Kajian ini mengarahkan kegiatan ekonomi akan memberikan dampak
positif terhadap pelaku ekonomi. Yang mana dalam pengertian yang lebih luas pembahasan
dalam ekonomi kesejahteraan adalah pembahasan yang tidak terlepas dari konteks ilmu
sosial.
Keadaan pasar yang begitu kompetitif untuk mencari keuntungan, merupakan salah
satu hal yang menjadi penghambat untuk menuju kesejahteraan. Kompetitif dalam pasar
merupakan hal yang sangat wajar, karena persaingan menjadi sesuatu yang wajib dalam
mekanisme pasar.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kegiatan pasar akan banyak mempengaruhi
optimal atau tidaknya kegiatan ekonomi tersebut. Kompetisi dalam pasar juga bisa
menimbulkan dampak negatif untuk terwujudnya ekonomi kesejahteraan. Dimana kompetisi
pasar membuat konteks sosial yang harus diperhatikan dalam pencapaian ekonomi
kesejahteraan menjadi lebih sulit tercapai.
Ukuran Kesejahteraan
Ukuran tingkat kesejahteraan manusia selalu mengalami perubahan. Pada 1950-an, sejahtera
diukur dari aspek fisik, seperti gizi, tinggi dan berat badan, harapan hidup, serta income. Pada
1980-an, ada perubahan di mana sejahtera diukur dari income, tenaga kerja, dan hak-hak
sipil. Pada 1990-an, Mahbub Ul-Haq, sarjana keturunan Pakistan, merumuskan ukuran
kesejahteraan dengan yang disebut Human Development Index (HDI). Dengan HDI,
kesejahteraan tidak lagi ditekankan pada aspek kualitas ekonomi-material saja, tetapi juga
pada aspek kualitas sosial suatu masyarakat. Kesejahteraan hidup seseorang dalam realitanya,
memiliki banyak indikator keberhasilan yang dapat diukur. Dalam hal ini Thomas dkk,
(2005:15) menyampaikan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di
representasikan dari tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan,
tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan
peningkatan produktivitas masyarakat. Kesemuanya itu merupakan cerminan dari
peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah kebawah.
Todaro secara lebih spesifik mengemukakan bahwa fungsi kesejahteraan W (walfare) dengan
persamaan sebagai berikut:
W = W (Y, I, P)
Kriteria Pareto
Kriteria yang paling banyak digunakan dalam menilai ekonomi kesejahteraan adalah pareto
criteria yang dikemukakan oleh ekonom berkebangsaan Italia bernama Vilfredo Pareto.
Kriteria ini menyatakan bahwa suatu perubahan keadaan (eg. Intervention) dikatakan baik
atau layak jika dengan perubahan tersebut ada (minimal satu) pihak yang diuntungkan dan
tidak ada satu pihakpun yang dirugikan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pareto criteria adalah pareto improvement dan
pareto efficient. Kedua hal ini akan mempengaruhi pengambilan keputusan suatu kebijakan
ekonomi. Adapun yang dimaksud dengan pareto improvement adalah jika keputusan
perubahan masih dimungkinkan menghasilkan minimal satu pihak yang better off tanpa
membuat pihak lain worse off. Pareto efficient adalah sebuah kondisi di mana tidak
dimungkinkan lagi adanya perubahan yang dapat mengakibatkan pihak yang diuntungkan
(bettering off) tanpa menyebabkan pihak lain dirugikan (worsening off).
Dalam teori ekonomi mikro ada yang dikenal dengan teori Pareto yang menjelaskan tentang
tiga jenis tingkatan kesejahteraan, yaitu pertama pareto optimal. Dalam tingkatan pareto
optimal terjadinya peningkatan kesejahteraan seseorang atau kelompok pasti akan
mengurangi kesejahteraan orang atau kelompok lain. Kedua, pareto non optimal. Dalam
kondisi pareto non-optimal terjadinya kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi
kesejahteraan orang lain. Ketiga, pareto superior. Dalam kondisi pareto superior terjadinya
peningkatan kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi kesejahteraan tertinggi dari
orang lain. Menurut teori pareto tersebut, ketika kondisi kesejahteraan masyarakat sudah
mencapai pada kondisi pareto optimal maka tidak ada lagi kebijakan pemerintah yang dapat
dilakukan. Kelemahan dari konsep Pareto Optimal adalah tidak dapat digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah sosial yang mendasar dari distribusi dan redistribusi. Ekonomi
kesejahteraan konvensional pada saat mempunyai masalah dalam alokasi dan mencoba
memecahkan masalah alokasi tersebut berdasarkan pada pertimbangan nilai yang berubah-
ubah dari alokasi tersebut. Pertimbangan nilai yang berubah-ubah tersebut berlaku pada
fungsi kesejahteraan konvensional. Pengertian ini bukan dasar yang kokoh dari ilmu ekonomi
kesejahteraan (Chowdhury,1999).