Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KE DESA UMBUL PONGGOK

(diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester


mata Kuliah Hukum Tata Negara)

Dosen pengampu:
1. Dr. Elan, M.pd.
2. Cahyono, M.pd.

Penyusun :
MIRAZEIN GAUTAMI
NPM. 195010041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGAMEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDANG
2020

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan hasil kunjungan ke desa umbul ponggok.

Pembuatan laporan ini merupakan tugas wajib dan diajukan untuk


memenuhi Ujian Tengah Semester mata Kuliah Hukum Tata Negara.

Laporan ini telah saya susun semaksimal mungkin dan tentunya mendapat
bantuan dari berbagai pihak, sehingga saya mampu menyusun makalah ini dengan
tepat waktu. Dengan itu saya sangat berterimakasih kepada banyak pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
susunan bahasa maupun penulisan. Oleh karena itu, saya menerima saran dan
kritik dari pembaca sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini.

Bandung, 17 Maret
2020

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL KUNJUNGAN...................v

BAB 1......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1. Latar Belakang........................................................................................1

1.3. Manfaat Penulisan...................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................4

KAJIAN TEORI....................................................................................................4

2.1 Kajian Hukum Tata Negara........................................................................4

2.1.1. Pengertian Hukum Tata Negara............................................................4

2.1.2. Sumber Hukum Tata Negara.................................................................5

2.1.3. Subjek dan Objek Hukum Tata Negara...............................................6

2.1.4. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu lain..............................7

2.2 Kajian Pemerintahan Daerah.....................................................................9

2.2.1. Pengertian Pemerintahan Daerah.........................................................9

2.2.2. Undang Undang Pemerintahan Daerah..............................................10

2.2.3. Tujuan Pemerintahan Daerah.............................................................15

2.3. Kajian Pemerintahan Desa.......................................................................15

2.3.1. Pengertian Pemerintahan Desa............................................................15

2.3.2........................................................Undang Undang Pemerintahan Desa


...........................................................................................................................16

2.3.3. Tujuan Pemerintahan Desa..................................................................18

BAB III..................................................................................................................20

iii
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................20

3.1. Hasil............................................................................................................20

3.1.1. Profil Desa..............................................................................................20

3.1.2. Struktur Pemerintahan Desa...............................................................21

BAB IV..................................................................................................................22

PENUTUP.............................................................................................................22

4.1. Simpulan.....................................................................................................22

4.2. Saran...........................................................................................................22

Daftar Pustaka......................................................................................................23

Lampiran..............................................................................................................24

A. Lampiran 1 Hasil Observasi........................................................................24

B. Lampiran 2 Hasil Wawancara.................................................................30

C. Pedoman Dokumentasi.............................................................................31

iv
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

MIRAZEIN GAUTAMI

NPM. 195010041

Laporan ini telah disahkan dan disetujui oleh

Kepala Desa Umbul Ponggok,

Dosen Pengampu

NIPY.

Mengetahui,
Ketua Program Studi PPKn,

Asep Deni Normansyah, M.Pd.


NIPY.1115950

v
vi
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jejak pengaturan tentang Desa dapat ditelusuri jauh sebelum Indonesia
merdeka. Kumpulan masyarakat yang terikat pada adat tertentu hidup di Desa-
Desa atau nama lain sesuai dengan karakteristik setempat. Dalam hubungan
organisasi pemerintahan Hindia Belanda, Desa diakui sebagai suatu kesatuan
hukum yang berdasar pada adat. Hakim-hakim Desa diakui secara resmi pada
tahun 1935.

Sejarah perjalanan tata Pemerintahan Desa selama ini berubah-ubah


seiring dengan dinamika kondisi dan situasi politik nasional. Perubahan itu
sejalan dengan politik hukum nasional yang dituangkan ke dalam peraturan
perundang-undangan.
Ketika Indonesia merdeka, Pemerintahan Desa mempunyai landasan
konstitusional. Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan “Pembagian daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang
dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara,
dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Penjelasan UUD 1945 menyatakan lebih lanjut konsep pembagian daerah
itu. “Dalam territoir Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende
landschappen dan Volksgemeenshappen, seperti Desa di Jawa dan Bali,
negeri di Minangkabau, dusun, dan marga di Palembang, dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-
hak asal usul daerah tersebut”.
Kedudukan Desa telah diatur sejak awal kemerdekaan melalui UU No. 1
Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional
Daerah yang mengakui kewenangan otonom Desa misalnya pada pemungutan

1
pajak kendaraan dan rooiver gooningen. Pada waktu itu ada kekhawatiran
yang dipelopori oleh Soepomo bahwa struktur pemerintahan yang baru akan
menghilangkan keberadaan struktur Pemerintahan Desa yang masih hidup,
sehingga perlu diberi perlindungan dan waktu untuk mempelajari
(menginventarisasi) lagi keberadaan masyarakat Desa (adat). Kemudian tiga
tahun sesudahnya dalam UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai daerah otonom, yang
dibagi ke dalam kelompok Daerah Otonom Biasa dan Daerah Otonom
Istimewa. Diatur pula mengenai bentuk dan susunan serta wewenang dan
tugas Pemerintahan Desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur
dan mengurus pemerintahannya sendiri.
Diwarnai dinamika hubungan pusat dan daerah seperti pemberontakan
PRRI/Permesta, lahirlah sejumlah regulasi lain yang mengatur tentang Desa,
antara lain UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah,
dan UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja. Desapraja adalah kesatuan
masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus
rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda
sendiri. Aturan ini dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya Daerah
Tingkat III di seluruh wilayah Indonesia.

2
1.2. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang Kajian Hukum Tata Nrgara


2. Mengetahui tentang Kajian Pemerintahan Daerah
3. Mengetahui tentang Kajian Pemerintahan Desa
4. Mengetahui tentang Profil Desa Umbul Ponggok
5. Mengetahui tentang Sistem Pemerintahan Desa Umbul Ponggok
6. Mengetahui tentang Tata Kelola Pemerintahan Desa Umbul Ponggok
7. Mengetahui tentang Hubungan Pemerintahan Desa dengan Pemda
Kab/Kota dan Provinsi

1.3. Manfaat Penulisan


1. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca untuk
mengetahui sedikitnya mengenai Desa Ponggok.
2. Bagi Penyusun
Sebagai sarana belajar dan sebagai ilmu baru dengan terjun
langsung sehingga dapat melihat dan merasakan Desa Ponggok itu seperti
apa.

3
BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Hukum Tata Negara

2.1.1. Pengertian Hukum Tata Negara

a) Cristian Van Vollenhoven


Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan
dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang
masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-
sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat
hukum yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta
menentukan pula susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.

b) J. H. A. Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
negara.Negara adalah organisasi jabatan-jabatan.Jabatan merupakan
pengertian yuridis dan fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian
yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan organisasi yang terdiri
dari fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun
dalam keseluruhannya, maka dalam pengertian yuridis, negara merupakan
organisasi jabatan

c) Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara
dan bentuk pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat hukum yang
atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang
selanjutannya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat
perlengkapan yang memegang kekuasaan dari masyarakat hukum itu,
beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat
perlengkapan negara itu.

4
2.1.2. Sumber Hukum Tata Negara

a) Sumber Materiil
Seperti yang di ketahui bersama segala sesuatu yang ada di
Indonesia haruslah berasal dan bersumber dari pancasila. Pancasila adalah
sumber hukum materiil bagi semua hukum yang ada di Indonesia. Begitu
juga dengan sumber hukum tata negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
Menjadi Inspirasi sekaligus Bahan (Materi) dalam Menyusun Semua
Peraturan Hukum Tatanegara. Pancasila juga sekaligus sebagai Alat
Penguji Setiap Peraturan Hukum Tatanegara yang Berlaku, Apakah
Bertentangan atau Tidak dengan Nilai-nilai Pancasila seperti yang
tercantum di dalam ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 1, 2, 3, Serta UU.
No. 12 Tahun 2012 Pasal 2.

b) Sumber Formil
Sumber Formil hukum di Indonesia yaitu UUD 1945. UUD 1945 Sebagai
Hukum Dasar Tertulis yang Merupakan Bentuk Peraturan Perundang-
undangan Tertinggi yang Menjadi Dasar dan Sumber (Formil) Bagi Semua
Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Ketatanegaraan Indonesia
seperti yang telah tercantum dalam Ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 3,
Serta UU. No. 12 Tahun 2011 Pasal 3. Bentuk & Tata Urutan Perundangan
Sebagai Bagian Dari Sumber Formil Htn Indonesia (UU. No. 12 tahun
2011 pasal 7) yaitu antara lain sebagai berikut :

 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)


 Ketetapan MPR (TAP MPR)
 Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU).
 Peraturan Pemerintah (PP).
 Peraturan Presiden (PERPRES).
 Peraturan Daerah (PERDA).
o PERDA provinsi

5
o PERDA Kota/Kabupaten
o Peraturan Desa.

c) Konvensi

Sesudah sumber hukum formil dan materiil dari hukum tata negara
Indonesia. Di Indonesia hukum tata negara juga bersumber dari konvensi.
Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan adalah sebuah sumber dari hukum
tata negara Indonesia. Kebiasaan dalam Praktek Ketatanegaraan yang
Dilakukan Berulang-ulang, sehingga memiliki Kekuatan yang Sama
dengan Undang-undang. Karena Diterima dan Dijalankan, Tidak jarang
dapat menggeser Peraturan Hukum Tertulis.

Contoh :

- Pidato Presiden Setiap Tanggal 17 Agustus


- Pidato Presiden Setiap Awal Tahun Minggu Pertama Bulan Januari.

d) Traktat
Traktat atau perjanjian internasional. Perjanjian Internasional
(Bilatral Maupun Multilatral) yang terkait dengan sebuah Hukum
Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun
Multilatral) yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Indonesia. Misalnya
yaitu : Traktat Asean, UDHR PBB.

2.1.3. Subjek dan Objek Hukum Tata Negara

a) Subjek Hukum Tata Negara

1. Penguasa/ tokoh/pejabat negara


2. Warga Negara
3. Organisasi Negara

b) Objek Hukum Tata Negara

6
1. Organisasi negara,baik tingkat pusat maupun daerah.
2. Struktur,tugas dan wewenang dari alat perlengkapan negara.
3. Hubungan antar alat perlengkapan negara baik secara vertikal maupun
horizontal.
4. Wilayah negara,sistem pemerintahannya.
5. Kedudukan serta hak-haknya.
6. Hubungan antara warga negara dengan pemerintah dan sebaliknya.

2.1.4. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu lain

a) Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara


Ilmu Negara mempelajari Negara dalam pengertian abstrak artinya
tidak terikat waktu dan tempat. Ilmu Negara mempelajari konsep-
konsep dan teori-teori mengenai negara, serta hakekat negara.
Hukum Tata Negara mempelajari Negara dalam keadaan konkrit
artinya negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam
suatu negara.Hukum Tata Negara mempelajari negara dari segi struktur.
Dengan demikian hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata
Negara adalah Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan
praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih
lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori
tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata
Negara.
b) Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik
Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang
mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik
mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut.
Setiap produk Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau
keputusan politik karena setiap Undang-Undang pada hakekatnya
disusun dan dibentuk oleh Lembaga-Lembaga politik, sedangkan

7
Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk hukum
yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan
Negara yang diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang
sudah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara. Dengan kata lain Ilmu
Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata Negara sebaliknya
Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan.
Menurut Barrents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka
manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging yang
membalut kerangka tersebut.
c) Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata
Negara dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit Hukum
Administrasi Negara adalah sisanya setelah dikurangi oleh Hukum Tata
Negara. Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan
kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya
hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan
wewenang.
Hukum Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk
serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.
Menurut Budiman Sinaga, mengenai perbedaan antara Hukum Tata
Negara dengan Hukum Administrasi Negara terdapat banyak pendapat.
Secara sederhana, Hukum Tata Negara membahas negara dalam
keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi Negara membahas
negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini memang
betul-betul bergerak, misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha
Negara. Keputusan itu harus diserahkan/dikirimkan dari Pejabat Tata
Usaha Negara kepada seseorang.
d) Hukum Internasional
C. Parry dalam bukunya, “Manual of Public International
Law” (dikutip oleh Wade and Phillips) mengatakan bahwa: HI
berkaitan dengan hubungan luar negeri suatu Negara dengan Negara-
negara lain. HTN mengatur hubungan Negara dengan warga negaranya

8
dan pihak-pihak lain di dalam wilayah Negara. Keduanya
memperhatikan mengenai masalah pengaturan nilai-nilai dan proses
hukum kekuasaan besar yang dimiliki oleh Negara modern. Pada
prinsipnya sistem hukum nasional dan HI berlaku pada level berbeda,
tetapi satu cabang penting HTN adalah hukum nasional yang
berhubungan dengan kekuasaan pemerintah untuk mengadakan
perjanjian internasional- traktat dengan Negara-negara lain yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban internasional baru.
Selain itu, ada juga teori Selbsi-limitation theorie, yang
diperkenalkan oleh penganut paham monism, terutama yang terkenal :
George Jellineck dan Zorn berpendapat bahwa Hukum Internasional itu
tidak lain daripada HTN yang mengatur hubungan luar suatu Negara.
HI bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat
di luar kemauan Negara.
Kedua pandangan di atas menunjukan bahwa HTN dan HI
memiliki hubungan yang saling membutuhkan dimana HTN memiliki
fungsi-fungsi yang bermanfaat bagi penerapan HI. HI pun memiliki
fungsi-fungsi penting bagi penerapan HTN.

2.2 Kajian Pemerintahan Daerah

2.2.1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atau lebih jelasnya, Pemerintahan
Daerah adalah pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).

Berdasarkan UUD No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 1, Pemerintah Daerah


adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD

9
berdasarkan asa tonomi dan juga pembantuan dengan prinsip otonomi yang
seluas-luasnya dengan system dan juga prinsip NKRI sebagaimana yang
dimaksud dalam UUD RI Tahun 1945.

Menurut Pasal 1 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah daerah


adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang
memimpin dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi suatu
kewenangan daerah otonom.

2.2.2. Undang Undang Pemerintahan Daerah

a) UU No. 1 tahun 1945


Setelah berlalunya sejarah kemerdekaan Indonesia, pemerintah
negara Indonesia yang telah terbentuk mulai memikirkan bagaimana
sebaiknya pemerintahan di negara ini berlangsung. Maka dari itu, kuasa
legislatif yang masih dipegang oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat) mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 1
tahun 1945 yang mengatur tentang kedudukan Komite Nasional Daerah
(KND).
Komite ini dibentuk dalam rangka mempersiapkan pemilihan
umum. KND terdapat pada beberapa tingkatan daerah, yaitu Kabupaten,
Kota, dan Keresidenan. KND diharapkan menjadi BPRD (Badan
Perwakilan Rakyat Daerah) yang setara dengan DPRD pada saat ini. Di
dalam UU ini juga ditentukan bahwa 5 orang dari KND menjadi Badan
Eksekutif yang bersama dengan kepala daerah menjalankan kewajiban
untuk mengatur rumah tangga di daerahnya.

b) UU No. 22 Tahun 1948

Kegentingan situasi politik karena adanya agresi militer terhadap


Indonesia yang dilakukan oleh Belanda memberikan beberapa pengaruh
kepada negara ini. Salah satunya yaitu disahkannya UU No. 22 tahun 1948
yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan daerah bagian Jawa,
Madura, Sumatera, dan Kalimantan.

10
Di dalam UU ini dicantumkan ketentuan bahwa segala urusan
rumah tangga daerah diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan apabila
terdapat urusan yang belum diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah
yang lebih tinggi wewenangnya dapat diatur oleh pemerintah daerah.
Ketentuan ini merupakan awal dari berlakunya otonomi daerah.

c) UU No. 44 Tahun 1950


Undang-Undang yang mengatur mengenai pemerintahan daerah di
Indonesia yang selanjutnya yaitu UU no. 44 tahun 1950 yang mengatur
perihal terkait Pokok-pokok pemerintahan daerah bagian Sulawesi,
Maluku, dan Nusa Tenggara.  UU ini merupakan pengaturan lebih lanjut
dari UU No. 22 tahun 1948. Sejatinya UU ini lebih dikenal dengan istilah
UU NIT atau Negara Indonesia Bagian Timur. UU ini diberlakukan pada
tanggal 15 Juni 1950.

Dalam UU ini disebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan daerah


otonomi di wilayah NIT, yaitu Daerah (tingkat I), Daerah Bagian (Tingkat
II), dan Daerah Anak Bagian. Secara sengaja, UU ini ditetapkan dalam
rangka sebagai salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI. UU ini tetap
berlaku hingga tahun 1957. Selain itu, UU ini juga merupakan adaptasi
dari UU No. 22 tahun 1948.

d) UU No. 1 tahun 1957


Salah satu UU yang mengatur pemerintahan daerah di Indonesia
pada masa lalu yaitu UU No. 1 tahun 1957 yang mengatur tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan daerah. Keberadaan UU ini dilatarbelakangi oleh
terjadinya perkembangan urusan ketatanegaraan negara ini semenjak
negara Indonesia menjadi berbentuk kesatuan.

Pemerintah daerah pun terdiri dari dua lembaga berdasarkan UU


ini, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif dan
Dewan Pemerintahan Daerah selaku lembaga eksekutif yang menjalankan

11
pemerintahan. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah juga turut disebutkan
di dalam UU ini.

e) UU No. 18 tahun 1965


Adanya dekrit presiden 5 Juli 1959 yang merupakan salah satu ciri
demokrasi terpimpin turut melahirkan perubahan dalam aspek
ketatanegaraan di tanah air. Perubahan tersebut juga turut mengubah
tatanan pemerintahan daerah. Maka dari itu, terbitlah UU No. 18 tahun
1965 yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan daerah.
UU ini merupakan pengejawantahan dari manifesto politik RI yang
digulirkan oleh Presiden Sukarno sebagai GBHN (Garis-garis Besar
Haluan Negara).

Di dalam UU ini disebutkan bahwa pemerintah daerah terdiri dari


kepala daerah sebagai lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan Daerah
sebagai lembaga legislatif. Disebutkan pula bahwa pemerintah daerah
memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur urusan rumah tangga
daerahnya.

f) UU No. 19 tahun 1965


UU yang mengatur pemerintahan daerah di Indonesia yang
selanjutnya kita bahas yaitu UU no. 19  tahun 1965 yang mengatur tentang
desa praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terbentuknya
daerah tingkat III di seluruh wilayah Indonesia.

Adanya UU ini juga merupakan buntut dari keberadaan dekrit


presiden RI tanggal 5 juli 1959 sehingga segala peraturan perundang-
undangan tentang tata perdesaan yang masih mengandung sifat feodal dari
penjajah harus diganti dengan UU ini.

Yang dimaksud dengan desapraja sendiri yaitu kesatuan


masyarakat hukum yang tertentu batas daerahnya, berhak untuk mengurus

12
rumah tangganya sendiri, memilih siapa pemimpinnya, dan memilik harta
benda sendiri.

g) UU No. 5 tahun 1974


UU No. 18 tahun 1965 hanya bertahan dalam masa
pemberlakuannya selama sembilan tahun. UU tersebut pada akhirnya
digantikan oleh UU no. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan
di daerah.

UU yang lahir pada masa pemerintahan orde baru ini


menyesuaikan pengaturan pemerintah daerah sesuai dengan perubahan
ketatanegaraan yang terjadi di Indonesia pada masa itu.
Yang baru dari UU ini ialah diaturnya ibukota negara Indonesia Jakarta.
UU ini mengamanahkan adanya UU yang secara khusus mengatur
mengenai jalannya kedaulatan rakyat di ibukota negara tersebut.

Selain itu, UU ini juga mengatur salah satu aspek dalam asas
desentralisasi yaitu penambahan penyerahan urusan kepada daerah
ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

h) UU No. 5 tahun 1979


Sebagai UU yang pertama kali secara khusus mengatur
pemerintahan desa, UU No. 19 tahun 1965 yang terbit pada era demokrasi
terpimpin tidak lagi sesuai dengan kondisi ketatanegaraan yang ada di
tanah air. Maka dari itu, terbitlah UU no. 5 tahun 1979 yang mengatur
tentang pemerintahan desa pada masa pemerintahan orde baru pula.

Dengan adanya UU ini diharapkan kedudukan pemerintahan desa


dapat diseragamkan dengan tetap mengindahkan keragaman kondisi desa
dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku agar memperkuat
pemerintahan desa sehingga semakin mampu untuk menggerakkan
masyarakat dalam partisipasinya mencapai tujuan pembangunan

13
nasional dan melaksanakan administrasi desa yang semakin meluas dan
efektif.

i) UU No. 22 tahun 1999


UU yang mengatur pemerintahan daerah di Indonesia selanjutnya
yaitu UU no. 22 tahun 1999 yang mengatur tentang tentang pemerintahan
daerah. UU ini mulai diundangkan pada era demokrasi reformasi. Di
dalam UU ini disebutkan bahwa jenis dan tingkatan daerah yang berlaku
yaitu daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Yang membedakan dengan UU pemerintahan daerah yang
sebelumnya yaitu di dalamnya disebutkan bahwa kepala daerah beserta
perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah dan
DPRD sebagai badan legislatif daerah.

j) UU No. 32 tahun 2004


UU ini merupakan UU yang mengatur pemerintahan daerah yang
paling sering kita temui tentang pemerintahan daerah. Dengan adanya UU
ini diharapkan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah juga dilaksanakan untuk
mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat melallui peningkatan
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

Semua hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan segala


prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, kekhususan dan keistimewaan
suatu daerah dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesia.

k) UU No. 9 Tahun 2015


Setelah UU No. 32 tahun 2004, terdapat dua UU lain yang
membahas pemerintahan daerah, yaitu UU No. 12 tahun 2008 dan UU No.
23 tahun 2014. Namun, UU tentang pemerintahan daerah yang paling baru
dan yang berlaku saat ini ialah UU No. 9 tahun 2015. Keberadaan UU ini

14
tidak lepas dari adanya pengaruh dari perubahan aturan mengenai
pemilihan kepala daerah.

Adapun  perubahan yang terjadi adalah penegasan dari pembantu


tugas kepala daerah, yaitu wakil kepala daerah. Selain itu, disebutkan pula
wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota. Di dalam UU ini juga
diatur segala tugas dari kepala daerah yang baru dan berbagai ketentuan
baru yang lainnya. UU ini dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 18 Maret
2015 oleh presiden Joko Widodo.

2.2.3. Tujuan Pemerintahan Daerah

Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat atau public agar kesejahteraan


rakyat dapat tercapai dengan cepat selain sebagai sarana pendidikan politik di
tingkat lokal.

2.3. Kajian Pemerintahan Desa

2.3.1. Pengertian Pemerintahan Desa

Menurut UU no. 6 tahun 2014, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum


yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sutarjo Kartohadikusumo, Desa adalah kesatuan hukum tempat


tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.

Pemerintahan desa adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengelola


wilayah tingkat desa. Sistem pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa dan

15
Perangkat Desa (Sekretaris Desa, Kebayan, Lado, Modin, Patengan, Ketua
BUMDes dan Kamituo) dan Badan Permusyawaratan Desa. Kepala desa dipilih
oleh penduduk desa secara langsung.

2.3.2. Undang Undang Pemerintahan Desa

Undang-Undang Desa adalah seperangkat aturan mengenai


penyelenggaran pemerintah desa dengan pertimbangan telah berkembang dalam
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat,
maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera. Undang-Undang ini juga mengatur materi mengenai
Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa,
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat
Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan
Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa,
Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan
Pengawasan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan
khusus yang hanya berlaku untuk Desa Adat sebagaimana diatur dalam Bab XIII.

Salah satu poin yang paling krusial dalam pembahasan RUU Desa, adalah terkait
alokasi anggaran untuk desa, di dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang
Keuangan Desa. Jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan
sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah. Kemudian
dipertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan
geografi. Hal ini dalam rangka meningkatkan masyarakat desa karena
diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar 1.4 miliar berdasarkan
perhitungan dalam penjelasan UU desa yaitu, 10 persen dari dan transfer daerah
menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp. 59, 2 triliun, ditambah dengan
dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 triliun. Total dana untuk desa
adalah Rp. 104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu desa se Indonesia.

16
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

 Status

UU Desa mencabut Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844).

 Latar Belakang

Latar belakang yang menjadi pertimbangan pengesahan Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah:

a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan
mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga
dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
c. bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Desa;

 Dasar Hukum

17
Landasan hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan
Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

2.3.3. Tujuan Pemerintahan Desa

Pemerintah negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan
negara Indonesia. Desa yang memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera. Dengan demikian, tujuan ditetapkannya pengaturan Desa
dalam Undang-Undang ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

 memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada


dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia;

18
 memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia;
 melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
 mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
 membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab;
 meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
 meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna
mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional;
 memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional; dan
 memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

19
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil

3.1.1. Profil Desa

Ponggok adalah sebuah desa yang terletak


di kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia dengan jumlah
penduduk mencapai 1.488 jiwa di tahun 2017[1]. Desa Ponggok saat ini
telah dikembangkan menjadi desa wisata air, mengingat Desa Ponggok
memiliki potensi air yang melimpah. Di Desa Ponggok terdapat beberapa
umbul seperti Umbul Besuki, Umbul Sigedang, Umbul Ponggok, Umbul
Kapilaler, serta Umbul Cokro. Pada setiap umbul ini dapat dijumpai
pemandangan alam yang indah serta air yang jernih, didukung dengan
suasana pedesaan yang asri maka sangat sesuai jika desa ini
dikembangkan menjadi sebuah desa wisata.

Selain dikembangkan untuk daerah wisata, sumber air yang


melimpah dimanfaatkan oleh warga Desa Ponggok untuk
membudidayakan ikan, terutama ikan nila. Desa Ponggok memiliki lahan
potensial seluas 8.0 ha dan lahan yang digunakan untuk usaha di sektor
perikanan seluas 5 ha dengan penghasilan produksi 0.57 ton perhari.
Selain budidaya ikan Nila di Desa Ponggok juga terdapat budidaya udang
galah, dimana budidaya ini dapat menghasilkan 1 kuintal perbulan. Selain
udang galah dan nila, warga desa juga mulai mengembangkan budidaya
ikan koi sebagai alternatif untuk mendapatkan penghasilan.

Potensi Desa Ponggok lainnya adalah adanya perhatian yang besar


terhadap perkembangan Desa Ponggok baik dari warga masyarakat Desa
Ponggok maupun aparat Desa Ponggok. Selain itu Desa Ponggok memilik
banyak lembaga desa (institusi lokal) yang mendukung perkembangan
dan pembangunan pariwisata di Desa Ponggok seperti BUMDES,

20
Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), Pokdakan, Unit Pengelola
Lingkungan (UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS).

3.1.2. Struktur Pemerintahan Desa

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA PONGGOK

DASAR PERDA No. 46 Tahun 2017

Kepala Desa

Sekertariat Desa

Kepala Seksi Kepala Seksi Kaur Tata Usaha


Kaur Keuangan Kaur
Pemerintahan Kesejahteraan & Dan Umum Perencanaan
Pelayanan

Kadus 1 Kadus 2

21
BAB IV

PENUTUP
4.1. Simpulan
Ponggok adalah desa yang terletak di kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa
Tengah, Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 1.488 jiwa di tahun
2017. Desa ini dulunya miskin, sekarang Desa Ponggok menjadi Desa yang
makmur. Pemerintah sejak 2015 telah mengalokasikan sebagian kecil
anggarannya untuk program desa. Dimana program tersebut bertujuan untuk
membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Desa Ponggok sekarang dikenal dengan desa Wisata karna Desa ini telah
dikembangkan menjadi Desa Wisata Air. Salah satunya adalah Umbul
Ponggok.

Berkat adanya perkembangan di Desa Ponggok membuat masyarakat


didalamnya juga menjadi kaya. Pemerintah desa mengadakan program
beasiswa 1 rumah 1 sarjana, perlindungan kesehatan (pemdes menanggung
BPJS kesehatan), rehab rumah sanitasi air bersih penataan pemukiman,
perlindungan sosial untuk lansia.

4.2. Saran
Kepada pihak Pemerintah Desa, diharapkan untuk terus merencanakan
pengembangan Desa Ponggok menjadi Desa yang memiliki masyarakat
sejahtera baik sosial maupun ekonomi melalui bidang-bidang kepariwisataan
yang ada di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.

22
Daftar Pustaka

NABILA, Amira Dzatin; WIDIYASTUTI, Dyah. Kajian Atraksi, Amenitas dan


Aksesibilitas untuk Pengembangan Pariwisata Umbul Ponggok di
Kabupaten Klaten. Jurnal Bumi Indonesia, 2018, 7.3.

Kadesa. 2016. http://kedesa.id/id_ID/wiki/pendahuluan/ (di akses 13 maret 2020)

Guru Pendidikan. 2014. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-hukum-


tata-negara/ (di akses 13 maret 2020)

Henri, 2018. “Pengerian, klasifikasi dan objek hukum tata negara”


https://butew.com/2018/03/23/pengertianklasifikasi-dan-objek-hukum-tata-
negara/ (di akses 14 maret 2020)

Beranda Hukum, 2016. “Subjek dan Objek Hukum Tata Negara”


https://www.berandahukum.com/p/subjek-dan-objek-hukum-tata-negara.html (di
akses 14 maret 2020)

Wikipedia, 2019. “Undang-Undang Desa” https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-


Undang_Desa ( Di akses 16 Maret 2020)

Ruang Guru, 2016. “Pemerintah Daerah : Pengertian, Definisi, Tujuan dan


Fungsinya Lengkap” https://www.ruangguru.co.id/pemerintah-daerah-pengertian-
definisi-tujuan-dan-fungsinya-lengkap/ (di akses 16 maret 2020)

Wikipedia, 2017. “ Ponggok, Polanharjo, Klaten”


https://id.wikipedia.org/wiki/Ponggok,_Polanharjo,_Klaten (di akses 16 maret
2020)

23
Lampiran

A. Lampiran 1 Hasil Observasi


1. Sejarah Desa Ponggok

Desa Ponggok awalnya merupakan desa yang unik karena ada sebuah
mata air yang sangat jernih yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat desa
Ponggok khususnya dan masyarakat desa lain yang pada umumnya. Cerita
punya cerita oleh para leluhur / pinisepuh dulu mata air atau yang sering kita
sebut umbul, bahwa umbul tersebut diperkirakan akan menjadi sebuah telaga
yang sangat besar dan bisa menggenangi pemukiman penduduk sekitarnya,
karena mempercayai ada sebuah firasat munculnya sepasang ikan yang
menyerupai gereh pethek. Guna mengantisipasi agar umbul air tidak
membesar oleh nenek moyang kemudian menanggap ledhek yang diiringi oleh
gamelan komplit dengan niyogonya yang kemudian waranggono beserta
gamelannya hilang dan secara tiba-tiba datang seekor burung pungguk yang
sangat besar hinggap di plogrok/pojok pohon gayam.Dengan bahasa isyarat
burung pungguk tersebut bisa menunjukan salah satu alat gamelan yang
menyerupai gong masih utuh terpelihara dengan baik. Karena jasa burung
yang berada di plogrok masyarakat sekitar tertuju di plogrok untuk melihat
keberadaan burung pungguk yang terkesan ajaib itu.
Untuk mengingat peristiwa tersebut kemudian oleh para pinisepuh desa ini
dinamakan Kampung Ponggok. Sampai sekarang pun mata air yang disebut
Umbul Ponggok digunakan untuk mandi bahkan dipercayai oleh masyarakat
luas merupakan sumber mata air yang suci bisa membawa berkah khususnya
di waktu menjelang puasa, ada sebuah tradisi Padusan Umbul Ponggok yang
sampai sekarang di era modern tradisi padusan Umbul Ponggok masih ada dan
selalu dikunjungi banyak orang. Bahkan pada masa penjajahan Belanda, desa
ini dijadikan sebuah kota kewedanan karena lokasi yang sangat strategis dan
berpotensi maka dibangun sebuah pabrik gula yang dikelilingi bangunan loji
yang besar dan sangat megah menghadap timur bersebelahan dengan umbul
yang ditandai Prasasti Bunga Tanjung, yang sampai saat ini juga masih utuh

24
untuk hiasan di depan SD Negeri Ponggok. Tempat kantor telepon dan rel
jalan lori pengangkut tebu melintasi areal sawah-sawah dengan perkembangan
terakhir pabrik gula di Ponggok digunakan sebagai gudang sedang pabriknya
berada diwilayah kecamatan karanganom. Pemerintah Desa Ponggok
terbentuk setelah adanya ukur tanah yang meliputi dukuh Ponggok, Jeblogan,
Kiringan dan Umbulsari yang dijabat oleh seorang Kepala Desa I bernama
Amat Sumangun dan dilanjutkan Kepala Desa II bernama R. Karto Hudoyo.
Sehabis G30 S PKI Kepala Desa III dijabat Bp. Jinu Sastro Mulyono sampai
tahun 1988 dilanjutkan Kepala Desa IV Bp. H. Sunarta dari tahun 1990 s/d
2007 yang masa berakhirnya 12 Januari 2007, diadakan pemilihan kepala desa
kembali yang akhirnya pejabat Kepala Desa V sekarang Bp. Junaedhi
Mulyono,SH beliau akan menjabat sampai tahun 2019.

Kegiatan pemerintahan desa Ponggok waktu itu dilakukan di kediaman


perangkat desanya masing-masing karena belum mempunyai sarana-prasarana
kantor Pemerintahan Desa termasuk meja, kursi, almari dan peralatan kantor
lainnya. Pemerintah desa Ponggok diawali dengan tidak adanya kas desa yang
ada hanya mempunyai satu hektar tanah saja yang produktif seluas 6300 m²
menghasilkan rata-rata Rp. 250.000 s/d Rp. 1.000.000 setiap tahunnya. Jadi
wajar kalau desa Ponggok dikategorikan desa termiskin se-Kecamatan
Polanharjo, namun dibalik itu desa Ponggok cukup berpotensi yang mana
dapat menghidupi daerah-daerah lain karena melimpahnya air. Mata air
Ponggok arah selatan mengalir ke Kecamatan Karanganom ke Timur sampai
Kecamatan Ceper dipergunakan untuk irigasi sawah dan air minum. Awal
tahun 1990 H. Sunarta yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala desa
dengan swadaya masyarakat dapat membangun Balai Desa lengkap dengan
peralatan kantornya. Dengan banyaknya pembangunan fasilitas-fasilitas umum
Desa Ponggok mendapatkan juara II Pos Kamling tingkat eks-Karesidenan
dan juara III Kepala Desa berprestasi sehingga tahun 1999 Bp. Sunarta terpilih
kembali menjabat sebagai Kepala Desa Ponggok untuk kedua kalinya. Sebagai
Kepala Desa dengan masa jabatan 8 tahun waktu itu Ponggok bekerjasama
dengan PT. TIV ( AQUA ) dengan cara melepaskan tanah kas untuk
pelindung mata air karena pabrik membutuhkan bahan baku air yang cukup

25
mineralnya, sedang posisi lahan yang di bor oleh PT. TIV berdekatan dengan
Umbul Sigedang maka Merk AQUA membubuhkan nama Sigedang. Dari
pelepasan tanah Desa Ponggok dibeli oleh PT. TIV ( AQUA ) Desa Ponggok
mendapatan penggantian lahan seluas 7,8150 Ha.

Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bekerjasama dengan PT. TIV sbb:

Kas semula 1,1475 Ha bertambah menjadi 3,955 Ha.


Jatah tenaga kerja 40% untuk Desa Ponggok yang terserap.
PAD bertambah setiap bulan tidak berkurang dari Rp. 30.000.000,-
Pembangunan infrastruktur dapat dibiayai dari kas desa.
Menambah satu perangkat desa.
Adanya dana CSR untuk pembangunan desa.
Dan masih banyak keuntungan lainnya.

Bp. Junaedhi Mulyono,SH. Dengan visi dan misinya sebagai Kepala Desa
terpilih sekarang, sebagian implementasi visi dan misinya sudah terlaksana
yaitu dengan adanya pembangunan sarana-prasarana dan perubahan wajah
desa sudah terlihat perkembangannya yang sangat signifikan sekali. Dalam
periode sebelumnya sarana dan prasarana umum sudah terselesaikan maka
ditahun 2014 sampai 2019.Periode kepemimpinan kedua menitik beratkan
pada program penataan lingkungan, kesehatan, rumah tangga dan penataan
potensi desa sebagai tujuan wisata untuk menambah kesejahteraan
masyarakat, dengan mengacu pada master plan Desa Ponggok tahun 2013 s/d
2025. Yang menitik beratkan dalam Investasi Pariwisata dengan merevitalisasi
objek-objek wisata di Desa Ponggok, berikut dengan strategi perencanaan
kawasan wisata dan penyusunan rencana paket desa wisata yang bertujuan
untuk penataan lingkungan dan kelestarian sumber air yang ada di desa
Ponggok. Hal tersebut merupakan salah satu perencanaan dalam implementasi
visi dan misi Desa Ponggok yang juga tertuang dalam perencanaan
pembangunan desa yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
serta sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Desa Ponggok. Dengan slogan

26
Ponggok Pasti Bisa, Desa Ponggok senantiasa bertekad meraih cita-cita dan
kemakmuran bersama.
2. Letak Geografis Desa
Kecamatan suatu wilayah yang membagi habis wilayah
administrasi. Kabupaten Blitar terbagi menjadi 22 Kecamatan.
Kecamatan Ponggok secara administrasi terbagi menjadi 15 Desa
(tidak ada Kelurahan). Kecamatan Ponggok secara Geografis mempunyai
luas 103,83 km2 terdiri dari 15 desa. Dengan jumlah penduduk 101,126
jiwa, terdiri dari laki laki : 51.483 jiwa dan perempuan : 49.643 jiwa.
Kepadatan penduduk : 974 jiwa/km2, jumlah keluarga 31.096
dengan jumlah rumah tangga sebesar : 28.039 rumah tangga.
Adapun tinggi rata rata 162 m diatas permukan laut (DPL). Curah.
Hujan rata rata 102mm/tahun.
Batas Batas Kecamatan Ponggok :
Sebelah Utara : Kabupaten Kediri
Sebelah Selatan : Kec. Srengat Kab. Blitar
Sebelah Barat : Kec. Udan Awu Kab. Kediri
Sebalah Timur : Kec. Nglegok dan Kec. Sanan Kulon Kab.
Blitar
Nama nama Desa Geografis Topografi, Ketinggian dan Letaknya :

DESA GEOGRAFI TOPOGRAF KETINGGIAN LETAK DESA


I
Ponggok Bukan pesisir Dataran 167 DPL Diluar kawasan hutan
Pojok Bukan pesisir Dataran 167 DPL Diluar kawasan hutan
Kawedusan Bukan pesisir Dataran 169 DPL Diluar kawasan hutan
Jati lengger Bukan pesisir Dataran 187 DPL Diluar kawasan hutan
Bendo Bukan pesisir Dataran 150 DPL Diluar kawasan hutan
Maliran Bukan pesisir Dataran 168 DPL Ditepi kawasan hutan
Karang Bukan pesisir Dataran 167 DPL Ditepi kawasan hutan
bendo
Candirejo Bukan pesisir Dataran 180 DPL Diluar kawasan hutan
Sidorejo Bukan pesisir Dataran 173 DPL Diluar kawasan hutan
Bacem Bukan pesisir Dataran 172 DPL Diluar kawasan hutan
Gembongan Bukan pesisir Dataran 173 DPL Diluar kawasan hutan
Ringin Bukan pesisir Dataran 163 DPL Diluar kawasan hutan

27
anyar
Kebon Bukan pesisir Dataran 168 DPL Diluar kawasan hutan
duren
Dadap Bukan pesisir Dataran 160 DPL Diluar kawasan hutan
langu
Langon Bukan pesisir Dataran 170 DPL Diluar kawasan hutan
Kecamatan Bukan pesisir Dataran 162 DPL Diluar kawasan hutan

3. Visi dan Misi Desa Ponggok

VISI
Mewujudkan Desa Ponggok yang mandiri dan berkelanjutan yang memiliki
Sumber Daya Manusia cerdas dan berkepribadian, struktur ekonomi yang
berdaya saing, merata dan berkeadila, lingkungan hidup yang terjaga dengan
penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.

MISI
1. Membangun kualitas Sumber Daya Manusia yang cerdas dan berintegritas
2. Membangun struktur ekonomi desa yang tangguh dan berdaya saing
3. Membuka akses ekonomi desa untuk pemerataan kesejahteraan dan
keadilan bagi warga desa 
4. Meningkatkan kualotas lingkungan permukiman yang nyaman huni dan
bermartabat 
5. Melestarikan sumber mata air dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat, konservasi dan edukasi
6. Peningkatan kualitas infrastruktur, sarana dan prasarana desa
7. Peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik dan akses partisipasi
warga mulai dari perencanaan, implementasi dan pengawasan program-
program desa
8. Mengembangkan seni, tradisi, budaya dan kearifan lokal dalam aspek
membangun kohesi kehidupan masyarakat desa.
9. Mewujudkan desa yang berwawasan pengurangan resiko bencana dengan
mengedepankan aspek pemberdayaan masyarakat 

28
10. Membangun kolaborasi strategis berbasis potensi dengan pemerintah,
dunia usaha, LSM dan desa-desa lainnya
11. Menguatkan lembaga keagamaan dalam rangka membangun
spiritualitas dan berperan dalam aspek sosial ekonomi umat

4. Sarana dan Prasarana Desa Ponggok


a. Kesehatan
b. Pendidikan
c. Transportasi
d. Tempat ibadah
e. Tempat wisata

29
B. Lampiran 2 Hasil Wawancara
1. Apa saja program yang dilaksanakan di Desa ponggok ini?
Jawaban :
a. Beasiswa 1 rumah 1 sarjana
b. Rehab rumah, sanitasi, air bersih, penataan permukiman
c. Perlindungan kesehatan (pemdes menanggung BPJS kesehatan)
d. Perlindungan sosial untuk LANSIA

2. Pengembangan usaha apa yang dilakukan Bumdes tirta Mandiri Desa


Ponggok?
Jawaban :
a. Pengelolaan wisata Umbul Ponggok
b. Toko Desa
c. Ponggok ciblon Resto & water park
d. Persewaan gedung, property & event
e. Budidaya & kolam

3. Apa yang digunakan untuk mencapai kemandirian desa?


Jawaban :
Ada 4 pendekatan pembangunan yang digunakan ntuk mencapai
kemandirian desa, yaitu:
a. Pendekatan spasial (rencana tata ruang wilayah)
b. Pendekatan sektoral (sektor riil dan sektor keuangan)
c. Pendekatan pembangunan SDM (masyarakat, pemdes dan lembaga
sosial masyarakat)
d. Pendekatan teknologi informasi (pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi).

30
C. Pedoman Dokumentasi
a. Jumlah warga desa

b. Jumlah Perangkat Desa

31
c. Struktur organisasi desa

d. Kegiatan observasi dan Wawancara

32
33

Anda mungkin juga menyukai