Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang kaya dan subur. Kekayaan alam dan laut

melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke. Keragaman dan keunikannya serta

kekayaan dan keragaman budaya berperan sebagai sumber devisa negara, selain

itu juga mempunyai daya tarik dalam sektor pariwisata alam (ecotourism). Salah

satu sektor potensi yang dapat dikembangkan adalah pariwisata, karena hampir

setiap desa di Indonesia memliki potensi pariwisata yang bisa dikelola baik dari

kebudayaan hingga wisata alam yang bisa dijadikan sebuah konsep bisnis yang

bisa dijalankan oleh masyarakat desa. Pariwisata akan menjadi sumber daya yang

potensial yang dapat mendatangkan penghasilan, dan juga sebagai industry yang

bersih yang tidak menimbulkan polusi serta dapat mendukung terbukanya tenaga

kerja1. Setiap wilayah atau desa memiliki potensi yang berbeda-beda, dimana

potensi tersebut dimanfaatkan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf

perekonomian keluarga. Pengembangan desa wisata dapat mendongkrak ekonomi

masyarakat dan akses sarana prasarana yang dibutuhkan. Desa yang maju dan

berdaya akan meningkatkan pendapatan asli daerah2.

1
Janianton Damanik, Membangun Pariwisata dari Bawah, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2015, Hal 148.
2
Gunawan Sumodiningrat, Membangun Indonesia dari Desa, Yogyakarta: Media Pressindo, 2016,
Hal 1.

1
Sehubungan dengan diterapkannya Otonomi daerah yang mana berlandaskan

pada Undang- Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa

penyelenggaraan Pemerintah Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat, serta paningkatan daya saing Daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu

daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia3. Selanjutnya dengan

berlandaskan undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa pemerintah

desa diberikan peluang dalam mengembangkan potensi yang ada didesa dengan

tujuan memajukan perekonomian masyarakat desa dan memperkuat masyarakat

desa sebagai subjek pembangunan4.

Berdsasarkan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

kepariwisataan menjelaskan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah (Bab I, Pasal I, Ayat

3). Undang- undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan digariskan bahwa pembangunan pariwisata perlu ditingkatkan

untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan

penerimaan devisa serta memperkenalkan alam kebudayaan bangsa Indonesia5.

Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan

kegiatan wisata, pengusahaan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait.

3
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
5
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan

2
Pembangunan kepariwisataan pada dasarnya merupakan upaya pemanfaatan dan

pengembangan daya tarik wisata, yang terbentuk dalam bentuk, antara lain

kekayaan alam yang indah, keragamanan flora dan fauna, kemajemukan tradisi

dan seni budaya serta peninggalan sejarah dan purbakala. Pengembangan daya

tarik wisata tersebut apabila dipadukan dengan pengembangan usaha pariwisata,

seperti: usaha perjalanan wisata, usaha penyediaan akomodasi, transportasi

wisata, usaha makanan dan minuman diharapkan akan dapat meningkatkan daya

tarik serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan juga mendukung

adanya pengembangan daya tarik wisata yang baru. Hasil yang optimal dapat

diperoleh apabila upaya pengembangan tersebut didukung oleh pembangunan

prasarana kepariwisataan yang memadai6.

Dalam system pariwisata, ada banyak factor yang berperan dalam

mengerakkan system. Aktor tersebut adalah insan-insan pariwisata yang ada pada

berbagai sektor. Secara umum, insane pariwisata dikelompokkan dalam tiga pilar

utama, yaitu: (1) masyarakat, (2) swasta, dan (3) pemerintah. Yang termasuk

masyarakat adalah masyarakat umum yang ada pada destinasi, sebagai pemilik

sah dari berbagai sumberdaya yang merupakan modal pariwisata, seperti

kebudayaan. Dimasukkan kedalam kelompok masyarakat ini juga tokoh-tokoh

masyarakat, intelektual, LSM, dan media massa.selanjutnya dalam kelompok

swasta adalah asosiasi usaha pariwisata dan para pengusaha, sedangkan kelompok

6
A.j Muljadi, Kepariwisataan dan Perjalanan, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hal 47-48.

3
pemerintah adalah pada berbagai wilayah administrasi, mulai dari pemerintah

pusat, Negara bagian, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya7.

Kabupaten Bengkalis sebagai daerah otonomi memiliki wewenang untuk

mengelola beragam objek wisata yang kaya dan berpotensi bagi perkembangan

pariwisata khususnya di Kecamatan Rupat yang memungkinkan untuk

dikembangkan melalui kerjasama bisnis dan investasi di sektor pariwisata.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 19 Tahun 2011

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2015 yang

menyebutkan bahwa Pulau Rupat dijadikan kawasan pariwisata dan agribisnis.

Beberapa program kegiatan dalam rangka melaksanakan pengembangan

pariwisata adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan Pusat Pendidikan dan Agrobisnis di Pulau Bengkalis


dengan locus pengembangan pusat pendidikan di Kecamatan Bengkalis

dan pengembangan agrobisnis di Kecamatan Bantan.

2. Pembangunan Pusat Pariwisata dan Agrobisnis di Pulau Rupat dengan


locus pengembangan pusat pariwisata di Kecamatan Rupat Utara dan

pengembangan agrobisnis di Kecamatan Rupat.

3. Pembangunan Pusat Industri dan Pelabuhan serta Agriindustri di kawasan


Bukit Batu dan Siak Kecil dengan locus pengembangan industri dan

pelabuhan di Kecamatan Bukit Batu dan pengembangan agriindustri di

Kecamatan Siak Kecil.

7
I Gde Pitana, Sosiologi Pariwisata (Kajian sosiologis terhadap struktur, system, dan dampak-
dampak pariwisata), Yogyakarta: ANDI, 2015, Hal 96-97.

4
4. Pembangunan Kawasan Transit dan Petropolitan di kawasan Mandau dan
Pinggir dengan locus pengembangan kawasan utama di Kecamatan

Mandau danpengembangan sektor pendukung di Kecamatan Pinggir.

Desa Sungai Cingam Salah Satu desa di pulau Rupat yang Memiliki Potensi

Alam yang sangat Strategis yang langsung berbatasan dengan selat Melaka (

Malaysia ) yaitu pantai Ketapang yang panjangnya Mencapai ± 5.000 M dan

merupakan Tempat Wisata yang selalu di kunjungi oleh masayarakat sekitar dan

masyarakat luar. Pantai di desa Sungai Cingam salah satu pantai yang menjadi

harapan penduduk desa untuk dijadikan tempat wisata karena memiliki potensi

yang sangat besar. Pantai yang terbentang luas tersebut merupakan objek wisata

alam yang memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

Potensi wisata adalah berbagai sumberdaya yang dimiliki oleh suatu

tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction)

yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan

aspek- aspek lainnya. Menurut Cooper potensi obyek wisata terdiri dari attraction,

accessibility,dan amenity. Penjelasan tentang konsep tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Atraksi Wisata (Attraction)

Atraksi wisata diartikan yang mencakup daya tarik alam, budaya, maupun

buatan/ artificial, seperti event atau yang sering disebut sebagai minat khusus

5
(special interest)8. Adapun potensi wisata yang terdapat di Desa Sungai Cingam

Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis dapat dilihat tabel berikut ini :

Tabel 1
Potensi Wisata yang dimiliki Desa Sungai Cingam Tahun 2017-2018

WISATA ALAM WISATA WISATA AIR


SEJARAH
1. Hamparan 1. Rumah 1. Berenang
pantai pasir wayang 2. Memancing
putih pantai kulit
3. Banana boat
ketapang 2. Ritual
2. Pantai turap tahunan
Alohong mandi
3. Hamparan syafar
hutan
mangrove
4. Menyelusuri
Sungai-sungai
kecil di hutan
mangrove
5. Menikmati
Sunset dan
Sunrise
6. Menikmati
hamparan
persawahan
7. Berkemah
Sumber : Olahaan Penulis Tahun 2018

b. Amenitas Wisata (Amenity)

Amenitas adalah tersedianya fasilitas-fasilitas dasar atau pendukung yang

berada di obyek wisata yang ditujukan untuk memberikan kenyamanan kepada

wisatawan. Fasilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang memberikan kemudahan

8
Dyanita Nawangsari, Jurnal Pengembangan Wisata Pantai Desa Watu Karung dan Desa
Sendang Kabupaten Pacitan Tahun 2017, Vol. 4 No. 1 Tahun 2018, Hal 32.

6
bagi wisatawan dalam menikmati kegiatan wisata, misalnya restoran, tempat

ibadah, toko-toko souvenir dan cinderamata, , kantor informasi wisata, fasilitas

kesehatan, dan fasilitas keamanan9. Fasilitas yang ada di Pantai ketapang adalah

sebagai berikut:

Tabel 2
Fasilitas dan Kondisi Pantai Ketapang Tahun 2018

No Fasilitas Kondisi

Buruk Baik

1 Jalan 

2 Pos Jaga 

3 Pintu Gerbang Masuk 

4 Kamar mandi/WC 

5 Spot Foto 

6 Mushola 

9
Dyanita Nawangsari, Jurnal Pengembangan Wisata Pantai Desa Watu Karung dan Desa
Sendang Kabupaten Pacitan Tahun 2017, Vol. 4 No. 1 Tahun 2018, Hal 32.

7
7 Gazebo 

8 Rumah Makan 

9 Toko Souvenir 

10 Pukesmas 

Sumber : Olahan Penulis Tahun 2018

c. Aksesibilitas Wisata (Accsesibility)

Aksesibilitas wisata adalah sarana yang memberikan kemudahan kepada

wisatawan untuk mencapai daerah tujuan wisata. Faktor-faktor yang penting

didalam aksesibilitas meliputi: denah perjalanan wisata, data atraksi wisata,

bandara, transportasi darat, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ketempat wisata,

biaya untuk transportasi dan banyaknya kendaraan ketempat wisata10.

Objek wisata yang berada di Desa Sungai Cingam untuk menuju Pantai

ketapang memakan waktu sekitar 7 jam jika bergerak dari Pekanbaru. Di awali

dengan perjalanan darat menuju kota Dumai selama kurang lebih 5 jam lalu

dilanjutkan dengan menyebrangi lautan dengan menggunakan Roro sekitar 1 jam.

Ketika sudah berada di Pulau Rupat maka ada petunjuk jalan yang akan

mengantarkan ke Objek wisata Pantai ketapang tersebut.

Dengan melihat fakta banyaknya potensi wisata yang di miliki Desa

Sungai Cingam, banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan untuk dapat

lebih maju dan dikenal oleh seluruh masyarakat baik yang berada di desa tersebut

maupun dari luar desa bahkan luar daerah, salah satunya adalah Pantai Ketapang.

10
Dyanita Nawangsari, Jurnal Pengembangan Wisata Pantai Desa Watu Karung dan Desa
Sendang Kabupaten Pacitan Tahun 2017, Vol. 4 No. 1 Tahun 2018, Hal 32.

8
Pemerintah haruslah melakukan pengelolaan yang benar-benar dapat menggali

potensi tersebut agar potensi tersebut bisa dinikmati oleh para wisatawan dan

masyarakat sekitar. Tidak hanya mengali potensi saja, tetapi pemerintah juga

harus memaksimalkan kinerjanya dalam mengembangkan potensi alam yang ada

di Desa Sungai Cingam. Sehingga Pantai Ketapang yang berada di Desa Sungai

Cingam bisa menjadi destinasi wisata terbaik yang bisa dikunjungi oleh para

wisatawan.

Pemanfaatan sumber daya alam memiliki beberapa makna penggunaan

potensi alam local dalam pembangunan desa, pengelolaan sumber daya alam

secara berkelanjutan, dan kelembagaan pengelolaan local dalam Badan Usaha

Milik Desa11. Dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada di kawasan Desa

Sungai Cingam maka berdasarkan Peraturan Desa Sungai Cingam Nomor 2

Tahun 2017 maka dibentuklah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Cingam

Jaya, yang mana BUM Desa Cingam Jaya ini diberi wewenang langsung oleh

Kepala Desa untuk mengelola serta mengembangkan potensi-potensi yang ada di

Pantai Ketapang, dalam hal ini Masyarakat setempat juga dilibatkan dalam

membantu proses pengelolaan dan pengembangan potensi wisata Pantai

Ketapang.

Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa),diyakini bisa

membawa tatanan ekonomi di wilayah perdesaan menjadi lebih baik. BUM Desa

adalah usaha kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat yang bersifat unik

11
Nata Irawan, Tata Kelola Pemerintahan Desa Era UU Desa, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2017, Hal 164.

9
yang mengandung bisnis sosial12. BUM Desa merupakan satu pilar kesejahteraan

bangsa yang didirikan atas dasar komitemen bersama masyarakat desa untuk

saling berkerja sama, selain bergotong royong, dan menggalang kekuatan

ekonomi rakyat, demi mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat

desa. Pembentukan BUM Desa merupakan bentuk penguatan lembaga-lembaga

ekonomi desa serta alat pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam

jenis potensi yang ada di desa. Lebih dari itu BUM Desa menjadi tulang

punggung perekonomian pemerintah desa guna mencapai peningkatan

kesejahteraan warganya13.

Berdasarkan Peraturan Badan Usaha Milik Desa Nomor 2 Tahun 2017

pasal 10 BUM Desa Cingam Jaya terdiri dari unit usaha yang mengelola jenis

usaha sesuai hasil pembahasan dan kesepakatan dalam Musyawarah desa dalam

tata kelola potensi wisata dalam menjalankan usaha ekonomi desa secara

maksimal bagi usaha pengembangan Desa Wisata meliputi :

a. Kantin Wisata

b. Kantor dan gudang

c. Banana boat lengkap

d. Souvenir

e. Laptop

f. Camera digital dan print photo digital

g. Manajemen operasional
12
Herry Kamaroesid, tata cara pendirian dan pengelolaan badan usaha milik desa, Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2016, hal 10
13
Gusman Zakaria, Revolusi Mental, Jakarta : Gramedia.2017, hal 110.

10
Pada tahun 2017 Pemerintah Desa Sungai Cingam bersama dengan

BUM Desa Cingam Jaya berkerja sama dengan KKN TEMATIK di Desa

Sungai Cingam dalam merenovasi pantai ketapang. Dalam hal ini KKN

TEMATIK di desa Sungai cingam membuat Program Kerja untuk wisata

pantai ketapang. Kemudian program Objek wisata Pantai ketapang di Desa

Sungai Cingam dikelola oleh BUM Desa Cingam Jaya juga berkerjasama

dengan masyarakat. Masyarakat ini tergabung dalam suatu kepanitiaan

karang taruna yang dibentuk oleh pemerintah desa Sungai Cingam untuk

mengelola kegiatan di lokasi objek wisata Pantai Ketapang, seperti kegiatan

pemungutan retribusi karcis masuk objek wisata, mengatur area parkir dan

layanan informasi objek wisata serta promosi melalui media sosial untuk

menarik pengujung objek wisata. Selain itu, untuk menarik pengujung objek

wisata juga dilakukan atraksi wisata seperti acara pesta pantai tahunan yang

disebut mandi syafar dengan mengadakan panggung musik, arena bermain

banana boat serta istana balon untuk anak-anak. Acara musik tersebut

memanfaatkan panggung wisata dan perlengkapan musik yang telah dikelola

oleh BUM Desa Cingam Jaya. Berikut adalah data pengujung objek wisata

Pantai Ketapang :

Tabel 3
Jumlah Pengunjung Pantai Ketapang Tahun 2017-2018

No. Tahun Jumlah Pengujung (Orang)


1. 2016 1452

2. 2017 1986

11
Jumlah 3438

Sumber : Badan Usaha milik Desa (BUMDes) Cingam Jaya 2018

Dalam perkembangannya, pengelolaan wisata Pantai Ketapang

sudah mulai mendapat perhatian dari masyarakat sekitar dan pemerintah

dalam hal pengelolaan pengembangan kepariwisataan. Melihat objek wisata

pantai ketapang sebagai daya tarik yang ada di Desa Sungai Cingam ini perlu

adanya proses keberlanjutan pembangunan dan pengembangan dalam

pengembangan wisata sehingga dapat lebih mengundang wisatawan untuk

datang.

Namun, upaya pengelolaan wisata Pantai Ketapang di Desa Sungai

Cingam masih terdapat permasalahan yang menganggu dalam proses

pertumbuhan produk dan pasar wisatanya, Beberapa masalah yaitu antara lain:

1. Belum adanya manajemen pengelolaan potensi wisata oleh BUM Desa

Cingam Jaya sebagai Badan pengelola yang ditunjuk oleh pemerintah desa

Sungai Cingam dalam pengelolaan objek wisata di Desa Sungai Cingam,

sebagai acuan kerja jangka menengah dan jangka panjang. Hal ini terjadi

disebabkan minimnya pengetahuan dan skill dalam perencanaan pengelolaan

objek wisata di Desa Sungai Cingam.

2. Masyarakat lokal yang tinggal di kawasan objek wisata Pantai Ketapang di

Desa Sungai Cingam belum mampu menggali dan memanfaatkan potensi-

potensi yang dimiliki.

12
3. Belum optimalnya keterlibatan dari seluruh Stakeholders, seperti keterlibatan

dari pihak pemerintah daerah, pihak swasta/pelaku bisnis dan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian agar

penelitian tersebut dapat terfokus dan terencana. Mengingat pentingnya tata kelola

kepariwisataan yang baik dalam pengelolaan objek wisata untuk mengembangkan

potensi yang dimiliki di Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten

Bengkalis. Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis merumuskan

permasalahan yakni : “Bagaimana Tata Kelola Objek Wisata di Desa Sungai

Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis?“.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata kelola objek wisata di Desa

Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis yang berkaitan dengan:

1. Partisipasi Masyarakat Terkait

2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan

3. Kemitraan

4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut

5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat

6. Daya Dukung Lingkungan

7. Monitor dan Evaluasi

8. Akuntabilitas Lingkungan

13
9. Pelatihan pada Masyarakat

10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk keperluan teoritis

terutama bagi kalangan akademis dan berguna untuk kepentingan yang bersifat

teoritis dan praktis, yakni:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan

pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

dibidang ilmu pemerintahan dalam kajian tata kelola objek wisata.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan dan

masukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian dan bahan

referensi bagi penulis yang ingin melanjutkan penelitian yang sama.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Studi Terdahulu

2 Tabel 4
Matriks Penelitian Terdahulu
Nama, Tahun, Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Kartini, 2016, Pemerintah Kabupaten Siak Penelitian Kartini tentang
Pengelolaan Kawasan melalui Dinas Pariwisata Pengelolaan kawasan wisata
Wisata Hutan Zamrud Pemuda dan Olahraga dalam Hutan Zamrud di kelola
oleh Pemerintah melaksanakan tugas dan
langsung oleh Dinas
Daerah Kabupaten fungsinya untuk
Siak Tahun 2013- mengembangkan dan pariwisata pemuda dan
2015. mengelola wisata alam Olahraga sedangkan
kawasan hutan zamrud belum penelitian sekarang actor

14
maksimal. Hal ini dapat pemerintah yang terlibat
terlihat dari 4 variabel hanya pemerintah desa pada
penghambat, yaitu anggaran, wisata pantai ketapang.
sarana dan prasarana,
kemitraan dan sumber daya
manusia.
Ildha N. Maiwa, 2016, Pengelolaan yang dilakukan Penelitian Ildha
Pengelolaan destinasi oleh Pemerintah Kabupaten menggunakan teori
wisata oleh Solok dalam mengelola objek manajemen untuk mengetahui
pemerintah Kabupaten wisata Danau Singkarak
pengelolaan yang dilakukan
Solok tahun 2014- terdiri dari tahapan
2015 (studi objek perencanaan yang oleh Pemerintah kabupaten
wisata danau perencanaan objek wisata solok pada studi wisata danau
singkarak) Danau Singkarak memiliki singkarak, sedangkan
banyak hambatan dikarenakan penelitian sekarang
perencanaan terhadap Danau menggunakan teori
Singkarak yang telah disusun kepariwisataan untuk
tidak terealisasikan. Tidak
mengetahui tata kelola wisata
adanya investor, tidak adanya
pembebasan lahan oleh oleh pemerintah desa,
masyarakat setempat, SDM masyarakat, dan pengusaha
yang kurang professional, pada studi objek wisata pantai
masyarakat yang kurang sadar ketapang.
wisata dan tidak adanya
kesepakatan bersama antara
pemerintah dengan
masyarakat.
3 Sumber Tabel : Olahan Penulis 2018

3.4.1 Kerangka Teori

3.4.1.1 Tata Kelola Kepariwisataan

Soewarno mengemukakan bahwa “pengelolaan adalah pengendalian atau

menyelenggarakan berbagai sumber daya secara berhasil guna untuk mencapai

sasaran”. Objek dan daya tarik wisata umumnya terdiri atas sumber daya atau

objek yang bersifat hayati dan non hayati, dimana masing-masing memerlukan

pengelolaan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya pengelolaan objek dan daya

15
tarik wisata harus memperhitungkan berbagai sumber daya wisatanya saya

berdayaguna agar mencapai sasaran yang diinginkan14.

Keberadaan sektor pariwisata dalam suatu wilayah dapat memberikan

dampak positif maupun negative. Namun, pada dasarnya tergantung pada

manajemen dan tata pengelolaan kepariwisataan yang diperankan oleh segenap

pemangku kepentingan (stakeholder) baik dari unsur pemerintah, industri

masyarakat yang ada pada wilayah tersebut. Pencapaian tujuan dari misi

pembangunan kepariwisataan yang baik berkelanjutan (sustainable tourism) dan

berwawasan lingkungan hanya akan dapat terlaksana manakala dalam proses

pencapaiannya dapat dilakukan melalui tata kelola kepariwisataan yang baik

(good tourism governance).

Pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip

pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam komunitas

dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisata Nya

serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Menurut Cok, pengelolaan

pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada

kearifan lokal dan special lokal sense yang merefleksikan keunikan

peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.

Suryo Sakti Hadiwijoyo, ”Perencanaan pariwisata perdesaan berbasis masyarakat”, Yogyakarta:


14

Graha Ilmu, 2012, hal 57.

16
2. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang

menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata.

3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada

kekhasan budaya lokal.

4. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan

lingkungan lokal.

5. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan

pengembangan pariwisata jika terbukti Memberikan manfaat positif,

tetapi sebaliknya mengendalikan dan atau menghentikan Aktivitas

pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas (carrying capacity)

lingkungan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain

mampu meningkatkan pendapatan masyarakat15.

Aspek-aspek yang diperlukan dalam perencanaan kepariwisataan adalah:

1. Wisatawan yaitu melalui kegiatan penelitian untuk mengetahui

karakteristik wisatawan, asal negara wisatawan, motivasi perjalanan, dan

kebiasaan wisatawan, sehingga lebih mudah dalam memberikan fasilitas

yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan.

2. Transportasi yaitu bagaimana fasilitas angkutan baik udara, laut dan darat

yang tersedia dan dapat digunakan oleh wisatawan baik internasional

maupun di dalam negeri.

15
I.Gde Pitana & I Ketut Surya Diarta, Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta: ANDI OFFSET,
2009, Hal 81-82.

17
3. Daya tarik wisata yaitu suatu aspek utama dalam pariwisata yang akan

dijual agar memberikan kepuasan kepada wisatawan atau pengunjung

perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan, antara lain

akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, serta tempat penjualan

hasil pengrajin masyarakat berupa souvenir dan fasilitas umum yang baik

dan bersih dengan mudah dapat dijumpai oleh wisatawan.

4. Pemasaran yaitu suatu kegiatan yang diperlukan untuk memperkenalkan

produk-produk pariwisata yang akan ditawarkan kepada calon wisatawan,

melalui kegiatan promosi untuk menarik sebanyak mungkin pengunjung

datang ke daerah tujuan pariwisata yang ditawarkan.

5. Sumber daya manusia yaitu tenaga kerja yang berkecimpung bidang

pariwisata sebagai pelaku usaha pariwisata sebaiknya tersedia cukup dan

professional16.

3.4.1.2 Tata Kelola Kepariwisataan yang Baik

Bambang Sunaryo mengemukakan bahwa: prinsip dari penyelenggaraan tata

kelola kepariwisataan yang baik adalah adanya koordinasi dan sinkronisasi

program antar pemangku kepentingan yang ada serta pelibatan partisipasi aktif

yang sinergis (terpadu dan saling menguatkan) antara pihak pemerintah, swasta/

industri pariwisata dan masyarakat setempat yang terkait. Selanjutnya Bambang

Sunaryo menjelaskan bahwa secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan

pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan lingkungan

sehingga terciptanya good tourism governance akan dapat dengan mudah dikenali

16
A.j Muljadi, Kepariwisataan dan Perjalanan, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hal 79-80

18
melalui berbagai ciri penyelenggaraan yang berbasis pada prinsip-prinsip prinsip-

prinsip sebagai berikut:

1. Partisipasi Masyarakat Terkait

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol

pembangunan kepariwisataan yang ada dengan ikut terlibat dalam

menentukan visi, misi dan tujuan pembangunan kepariwisataan,

mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan dilindungi

dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan

daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam

mengimplementasikan rencana dan program yang telah disusun

sebelumnya.

2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan

Para pelaku dan pemangku kepentingan yang harus terlibat secara

aktif dan produktif dalam pembangunan kepariwisataan meliputi

kelompok dan institusi LSM lembaga swadaya syarakat bidang pariwisata,

kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi industri wisata ,

asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan

serta yang akan menerima manfaat dari kegiatan kepariwisataan.

3. Kemitraan

19
Kepemilikan lokal pembangunan kepariwisataan harus mampu

memberikan kesempatan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk

masyarakat. Setempat usaha fasilitas penunjang kepariwisataan serta hotel,

restoran, cinderamata, transportasi wisata. Seharusnya dapat

dikembangkan dan dipelihara bersama masyarakat setempat melalui model

kemitraan yang strategis.

4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut

Secara berlanjut pembangunan kepariwisataan harus dapat

menggunakan sumber daya yang dibutuhkan secara berlanjut koma yang

artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya

yang tidak dapat diperbarui (irreversible) secara berlebihan. Dalam

pelaksanaannya, program kegiatan pembangunan kepariwisataan harus

menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan

Diperbaiki dengan menggunakan Kriteria kriteria dan standar standar

internasional yang sudah baku.

5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat

Aspirasi dan tujuan masyarakat setempat hendaknya dapat

diakomodasikan dalam program kegiatan kepariwisataan, agar kondisi

yang kondisi yang harmonis antara: pengunjung/wisatawan, pelaku usaha

dan masyarakat setempat dapat diwujudkan dengan baik. Misalnya

kerjasama dalam membangun pengembangan atraksi wisata budaya atau

20
kultural tourism Partnership dapat dilakukan mulai dari tahap

perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

6. Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan dalam pembangunan kepariwisataan

yang harus dipertimbangkan dan dijadikan pertimbangan utama dalam

mengembangkan berbagai fasilitas dan kegiatan kepariwisataan meliputi

daya dukung fisik,biotic, sosial-ekonomi dan budaya. Pembangunan dan

pengembangan harus sesuai dengan dan serasi dengan batas-batas

kapasitas local dan daya dukung lingkungan yang ada.

7. Monitor dan Evaluasi

Program kegiatan monitor dan evaluasi dalam pembangunan

kepariwisataan yang berlanjut mencakup mulai dari kegiatan penyusunan

pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-

indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata sampai

dengan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi keseluruhan kegiatan.

8. Akuntabilitas Lingkungan

Perencanaan program pembangunan kepariwisataan harus selalu

memberi perhatian yang besar pada kesempatan untuk mendapatkan

pekerjaan, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat

yang tercermin dengan jenis dalam kegiatan yang tercermin dengan jelas

21
dalam kegiatan dalam kebijakan, program dan strategi pembangunan

kepariwisataan yang ada.

9. Pelatihan pada Masyarakat

Terkait pembangunan kepariwisataan secara berlanjut selalu

membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan

untuk membekali pengetahuan dan keterampilan masyarakat dan

meningkatkan kemampuan bisnis secara vocational dan professional.

10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut juga membutuhkan

program-program promosi dan advokasi penggunaan jalan penggunaan

lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lanskap (sense of place) dan

identitas budaya masyarakat setempat secara baik. Kegiatan kegiatan dan

penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan

pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi

pengunjung atau wisatawan.

Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan dan perencanaan yang

sistematis. Sebagai contoh, pemerintah pada semua level terlibat dalam

mempersiapkan infrastruktur, penggunaan tanah atau tata ruang, dan

sebagainya. Untuk tercapainya sebuah perencanaan yang sistematis diperlukan

sebuah proses perencanaan strategis (the strategic planning process).

22
Umumnya perencanaan strategis dalam pariwisata terdiri dari beberapa

tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan bisnis/usaha apa yang akan dimasuki, yang biasanya dicirikan

oleh misi organisasi yang tergantung pada jenis usaha yang dimasuki. Misi

organisasi mungkin dapat dilihat dan diketahui dengan mudah tetapi misi

organisasi terkadang tidak dapat secara eksplisit dikenali. Misalnya sebuah

hotel tidak dengan tegas mengatakan kata ‘hotel’ dalam misi perusahaan

nya tetapi ‘memaksimalisasi pengembalian aset dan menciptakan

kesejahteraan yang berkelanjutan untuk para pemegang saham’. Biasanya

untuk organisasi pemerintah dengan audiens yang berbeda yang akan di

yakinkan, mempunyai misi yang jelas, misalnya ‘untuk mengakselerasi

pertumbuhan sosial ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan dari

industri pariwisata bagi negara’.

2. Menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan

utama organisasi seperti penguasaan pasar yang melibatkan pengenalan

produk baru. Tujuan organisasi, haruslah mempunyai jangka waktu yang

mengindikasikan Kapan tujuan tersebut akan diwujudkan. Hal ini akan

memberikan kerangka waktu menetapkan tujuan jangka pendek, dan

strategi pencapaian serta tindakan yang diperlukan.

3. Mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan. Kualitas keputusan organisasi yang diambil

sangat tergantung pada kualitas informasi yang dikumpulkan. Sebuah

perusahaan atau organisasi mempunyai sistem informasi internal, tetapi

23
organisasi juga memerlukan informasi eksternal yang cukup sebagai dasar

pengambilan keputusan. Sumber informasi mungkin berasal dari instansi

pemerintah, industri, atau sumber lainnya. Pengetahuan dan informasi

yang didapat harus diolah secara sistematis berdasarkan Tujuan yang akan

dicapai. Biasanya tahapan ini memerlukan waktu lama.

4. Menganalisis informasi, terutama yang berkaitan dengan kekuatan,

kelemahan, peluang dan tantangan dari organisasi. Biasanya informasi

yang dikumpulkan dan dianalisis dapat dikelompokkan menjadi dua: (a)

informasi yang berkaitan dengan kondisi dan keadaan masa kini, baik

yang menyangkut organisasi itu sendiri maupun lingkungan di luar

organisasi yang dapat mempengaruhi kehidupan organisasi, dan; (b)

informasi yang dapat membantu berencana memberikan perkiraan masa

depan, misalnya dengan menggunakan analisis SWOT.

5. Menentukan tujuan khusus yang menentukan aktivitas yang diperlukan

dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi secara keseluruhan.

6. Menentukan strategi dalam mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

7. Mendistribusikan sumber daya ke masing-masing program aksi untuk

memberikan dampak pada strategi yang diambil.

8. Mengimplementasikan rencana

9. Mengontrol dan memonitor hasil dan membuat perbaikan jika

diperlukan17.

17
I.Gde Pitana & I Ketut Surya Diarta, Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta: ANDI OFFSET,
2009, hal 109-110.

24
3.5 Kerangka Berpikir

Pemerintah Desa BUMDES

Prinsip Tata Kelola kepariwisataan yang baik:

1. Partisipasi Masyarakat Terkait


2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan
3. Kemitraan
Pengelolaan 4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut
5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat
6. Daya Dukung Lingkungan
7. Monitor dan Evaluasi
8. Akuntabilitas Lingkungan
9. Pelatihan pada Masyarakat
10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

Masyarakat Pengusaha

25
1.7 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakam salah satu kerangka untuk memudahkan

peneliti dalam menjelaskan berbagai konsep yang akan dioperasionalkan

dalam penelitian ini. Untuk mencegah terjadinya kesalahan pengertian pada

penelitian ini, maka berikut definisi konsep peneitian ini:

1) Tata kelola adalah tahapan kegiatan atau langkah-langkah yang dilakukan

untuk mengali dan mengembangkan berdasarkan potensi yang ada.

2) BUM Desa adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan inisiatif pemerintah

desa dan masyarakat melalui musyawarah dengan tujuan untuk mengelola

potensi yang ada di desa agar berkembang lebih optimal.

3) Pengelolaan Objek Wisata adalah pelaksanaan suatu kegiatan yang meliputi

fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta

mengerakkan, mengorganisasikan dan mengarahkan suatu tempat yang

memiliki sumber daya wisata yang bisa dikembangkan yang mempunyai daya

tarik bagi wisatawan.

4) Tata kelola Objek Wisata adalah perencanaan pengelolaan yang dilakukan

oleh aktor-aktor pariwisata yaitu pemerintah, pihak swasta/pengusaha, dan

masyarakat dalam mengelola potensi wisata.

5) Objek wisata pantai Ketapang adalah objek wisata yang terdapat di Desa

Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis.

3.6 Metode Penelitian

3.6.1 Pendekatan Penelitian

26
Dalam penelitian mengenai tata kelola objek wisata di Desa Sungai Cingam

Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis menggunakan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif menurut Nasution pada hakekatnya ialah mengamati orang

dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami

bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Metode penelitian kualitatif

adalah metode (jalan) penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji

atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi didalamnya dan

tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil

penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran

kuntitas, namun makna (segi kualitas) dari fenomena yang diamati.

3.6.2 Jenis Penelitian

4 Penelitian deskriptif menurut Suharsimi merupakan penelitian yang

dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala

yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian

dilakukan. Penelitian deskriptif sebagai kegiatan meliputi pengumpulan data

dalam rangka menguji hipotesis atau jawaban pertanyaan yang menyangkut

keadaan pada waktu yang sedang berjalan.

4.4.1 Lokasi Penelitian

5 Penelitian ini di lakukan di Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten

Bengkalis. Pemilihan lokasi penelitian ini alasannya yaitu di Desa Sungai

Cingam memiliki potensi wisata pantai Ketapang yang bisa dikelola dan

dikembangkan secara langsung oleh pemerintah Desa, pengusaha maupun

masyarakatnya. Namun potensi tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik

27
oleh masyarakat sekitar objek wisata yang seharusnya membuka peluang

usaha bagi masyarakat sekitarnya.

5.4.1 Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder yang diperoleh melalui observasi langsung.

a. Data Primer

Data primer merupakan kata-kata atau tindakan orang yang diamati

atau di wawancarai. Data primer adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian

atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer dalam

penelitian yaitu informan penelitian yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Adapun data yang

diperoleh dari informan adalah hasil wawancara dan fakta dilapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

orang yang melakukan penelitian dari seumber-sumber yang telah ada.

Data ini, biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan

peeneliti terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini adalah struktur

pengurusan BUM Desa Cingam Jaya, Peraturan Desa Pembentukan BUM

Desa Cingam Jaya, Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 19

tahun 2011, RPJM Tahun 2010-2015, jurnal penelitian terdahulu, dan

28
lampiran data-data lain yang dipublikasikan yang mana dapat mendukung

dan menjelaskan masalah penelitian.

1.8.5 Sumber Data

1.8.5.1 Informan

Informan adalah orang dalam pada lokasi tempat penelitian

diadakan, atau dapat juga orang yang merupakan anggota masyarakat

setempat. Meskipun informan membantu dalam proses pengumpulan data

tetapi informan tidak dapat melakukan analisis data, jadi informan

fungsinya hanya sekedar memberikan input yang berupa informasi data

yang berkaitan dengan penelitian. Kegunaan informan bagi peneliti adalah

membantu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar, serta memberikan

informasi untuk memudahkan peneliti dalam beradaptasi dengan

masyarakat serta informasi yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat

setempat.

Menurut Moleong informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar (lokasi atau tempat)

penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini dijelaskan

pada table berikut ini:

Tabel 5
Informan Penelitian

No Informan

1 Kepala Desa Sungai Cingam

29
2 Direktur BUM Desa Cingam Jaya

3 Masyarakat Sekitar objek wisata

4 Pengusaha

5 Pihak lain yang berkaitan dengan tata kelola objek wisata Pantai

Ketapang

Sumber Tabel : Olahan Penulis 2018

1.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Dalam suatu penelitian, wawancara adalah teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui

bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan

keterangan pada sipeneliti. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi

data yang diperoleh melalui observasi.

b. Observasi

Observasi adalah peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengamati

yang terfokus pada kejadian, gejala, atau sesuatu dengan maksud menafsirkan,

menggungkapkan faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah

yang mengaturnya aktivitas individu-individu di lokasi penelitian.

30
c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi, pengumpulan data yang berkaitan erat dengan tata

kelola objek Wisata di Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten

Bengkalis yang bersumber pada catatan-catatan, peraturan perundang-

undangan, arsip-arsip, dokumen, gambar atau foto dan laporan lainnya yang

berkaitan dengan penelitian ini.

1.4.2 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah kualitatif, yaitu dengan

menguraiakan dan menjelaskan hasil-hasil penelitian dalam bentuk kata-kata lisan

maupun tertulis. Teknik analisis data pada penelitian ini mengacu pada

Milles & Huberman dalam Sugiyono yang terbagi dalam tiga langkah, yaitu :

1. Reduksi data (Data Reduction) Reduksi data yaitu suatu proses

pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,pengabstrakan

dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di

lapangan.

2. Penyajian data (Display Data) Setelah data dipilah-pilah dan

disesuaikan dengan fokus penelitian maka peneliti melakukan

penyajian data. Peneliti menyajikan data yang bermakna tersebut

dalam bentuk narasi atau uraian yang lebih mudah dipahami dan lebih

komunikatif.

3. Penarikan kesimpulan (Verifikasi) Setelah data disajikan peneliti

melakukan penarikan kesimpulan awal berdasarkan hasil temuan data.

31
Setelah data diverifikasi berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan

konsistendengan kondisi saat dilakukan penelitian, maka peneliti

menarik kesimpulan sebagaikesimpulan akhir sesuai dengan tujuan

penelitian yang telah ditetapkan.

32
BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sebagai pengantar untuk dapat menguraikan analisa data berbagai data

temuan berkaitan dengan rumusan permasalahan, terlebih dahulu perlu adanya

deskripsi lokasi penelitian agar dapat mengetahui gambaran secara umum latar

belakang keadaan dilokasi penelitian, sehingga kerangka pembahasan analisa data

nantinya menjadi komprehensif.

2.1 Gambaran Umum Kabupaten Kampar

2.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Bengkalis meliputi bagian pesisir Timur Pulau Sumatera antara

2°30! Lintang Utara (LU), -0°17 Lintang Utara atau 100°52 Bujur Timur (BT), -

102°52 Bujur Timur (BT), -102° Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Bengkalis adalah 30.646.83 km², meliputi pulau-pulau (daratan) dan lautan.

Kabupaten Bengkalis pusat pemerintahannya dan menjadi ibukotanya adalah Kota

Bengkalis dan terletak di Pulau Bengkalis. Wilayah adminsitrasinya sebagian

diantaranya meliputi wilayah di Pulau Sumatera seperti Duri, Dumai. Jarak antara

Duri – Bengkalis 106 kilometer, Dumai- Bengkalis 78 kilometer, kedua wilayah

tersebut berada di Pulau Sumatera yang dipisahkan oleh laut.

Secara rinci, batas Kabupaten Bengkalis adalah sebagai berikut:

 Utara: Selat Malaka.

 Selatan: Kabupaten Siak dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

33
 Barat: Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kota Dumai.

 Timur: Selat Malaka dan Kabupaten Kepulauan Meranti

Wilayah Kabupaten Bengkalis meliputi daratan dan lautan. Tercatat sebanyak

17 pulau besar dan beberapa pulau kecil termasuk dalam wilayah Kabupaten

Bengkalis. Ibukota Kabupaten Bengkalis berada di Pulau Bengkalis yang

merupakan pulau terbesar. Pada Pada tahun 2017, Kabupaten Bengkalis terdiri

dari 11 Kecamatan yang terletak di daratan dan kepulauan, yaitu: untuk wilayah

daratan meliputi Kecamatan Mandau, Kecamatan Pinggir, Kecamatan Bathin

Solapan, Kecamatan Talang Muandau, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Siak

Kecil, dan Kecamatan Bandar Laksamana, Sedangkan wilayah kepulauan meliputi

Kecamatan Rupat, Kecamatan Rupat Utara, Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan

Bantan.

Peta Kabupaten Bengkalis

34
2.1.2 Pemerintahan

Mayoritas PNS di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis pada

tahun 2017 berpendidikan sarjana (53,43%). Sementara untuk PNS yang

berpendidikan setingkat SMA 26,10 persen, Diploma 18,99 persen dan SLTP ke

bawah 1,49 persen. Ditinjau dari segi golongan kepangkatan, golongan III

mendominasi lebih dari 50 persen, sedangkan golongan I 0,93 persen, golongan II

28,90 serta golongan IV sebesar 19,36 persen.

Jumlah anggota DPRD Kabupaten Bengkalis pada tahun 2017 berjumlah 45

orang, diantaranya 41 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Keanggotaan

DPRD Kabupaten Bengkalis terbentuk menjadi 7 fraksi. Terdapat dua fraksi

dengan jumlah anggota yang setara pada tahun ini yaitu Fraksi Partai Amanat

Nasional dan Partai Golongan Karya masing-masing 8 orang, disusul Fraksi PDIP

35
dan Gerakan Indonesia Raya masing-masing sebanyak 5 orang. Selanjutnya

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 6 orang, dan yang paling sedikit adalah dari

Fraksi Partai Demokrat sebanyak 4 orang.

1.1.1 Kondisi Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis, pada tahun 2017 adalah sebesar

559.081 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,59 persen atau lebih

rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, dengan luas wilayah sekitar 7.773,93 km2, secara rata-rata setiap

km2 di Kabupaten Bengkalis ditempati oleh 72 penduduk pada tahun 2017.

Terlihat bahwa setiap tahun semakin besar kepadatan penduduk di Kabupaten

Bengkalis, hal ini terjadi karena jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan

sedangkan luas wilayah tidak mengalami perubahan.

Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah

penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin yang

nilainya lebih besar dari 100. Pada tahun 2017, untuk setiap 100 penduduk

perempuan terdapat 105 penduduk laki-laki.

1.1.2 Visi dan Misi Kabupaten Bengkalis

Visi pembangunan Kabupaten Bengkalis 2016-2021 yang merupakan

kerangka awal penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) yang merupakan telaahan atas penjabatan visi dan misi Bupati dan

Wakil Bupati Bengkalis telah ditetapkan. Yaitu, “Terwujudnya Kabupaten

Bengkalis sebagai Model Negeri Maju dan Makmur di Indonesia.

36
Misi Kabupaten Bengkalis adalah :

1. Terwujudnya pemerintahan yang berwibawa, transparan dan

bertanggungjawab serta dapat melaksanakan kepimpinan dengan bijak,

berani dan ikhlas.

2. Terwujudnya pengelolaan seluruh potensi daerah dan sumber daya

manusia untuk kemakmuran rakyat.

3. Terwujudnya penyediaan infrastruktur yang berkualitas untuk

kesejahteraan rakyat.

4. Dalam rangka menjadikan Kabupaten Bengkalis sebagai negeri yang maju

dan makmur, Kabupaten Bengkalis akan dibagi menjadi empat pusat

kegiatan pembangunan secara spesial, yakni:

 Gerbang Utama. Fokus menjadikan Pulau Bengkalis sebagai Pusat

Pemerintahan, Pusat Pendidikan Terpadu dan Pusat Pengembangan

Budaya Melayu Serumpun.

 Gerbang Laksamana. Fokus menjadikan Kecamatan Bukit Batu dan

Kecamatan Siak Kecil sebagai Kawasan Industri Wisata Religius,

Pelabuhan ekspor-impor, pusat pengembangan pertanian, perkebunan

dan peternakan modern yang pro rakyat.

 Gerbang Permata, Fokus menjadikan Kecamatan Mandau dan

Kecamatan Pinggir sebagai Pusat Pengembangan Industri,

Pertambangan, Perdagangan, Ketenagakerjaan, Peternakan, Pertanian

dan Perkebunan.

37
 Gerbang Pesisir. Fokus untuk menjadikan Pulau Rupat sebagai pusat

pariwisata unggulan daerah, perkebunan, peternakan, kelautan dan

perikanan.

2.2 Gambaran Umum Kecamatan Tambang

2.2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Rupat

Kecamatan Rupat merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam

wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis. Secara geografis, kecamatan

Rupat berbatasan dengan:

 Utara : Kecamatan Rupat Utara

 Selatan : Kecamatan Bengkalis

 Barat : Kota Dumai

 Timur :Selat Malaka

Berdasarkan posisinya tersebut, sebagian besar desa di Kecamatan

Rupat berada di pesisir pantai, hanya Desa Parit Kebumen dan Desa

Pangkalan Pinang yang terletak di daratan serta Desa Pangkalan Nyirih, Desa

Hutan Panjang, Desa Dungun Baru, dan Desa Pancur Jaya yang berada di

daerah aliran sungai. Luas wilayah Kecamatan Rupat adalah 894,35 km2 Desa

terluas adalah Desa Makeruh dengan luas 151 km2 dan desa terkecil adalah

Desa Pangkalan Pinang dengan luas 11 km2. Desa dengan jarak lurus terjauh

dari ibukota Kecamatan Rupat adalah Desa Makeruh dengan jarak lurus 78

km. Dan jarak terdekat adalah Desa Batu Panjang sebagai ibukota Kecamatan

Rupat.

38
No Desa/Kelurahan Luas Wilayah(km2)

1. Tanjung Kapal 124,00


2 Batu Panjang 32,00
3 Terkul 100,00
4 Pergam 30,00
5 Teluk Lecah 34,00
6 Sungai Cingam 75,35
7 Pangkalan Nyirih 73,00
8 Hutan Panjang 45,00
9 Makeruh 151,00
10 Sukarjo Mesim 26,00
11 Parit Kebumen 24,00
12 Darul Aman 102,00
13 Sri Tanjung 28,00
14 Pancur Jaya 13,00
15 Pangkalan Pinang 11,00
16 Dungun Baru 28,00
Jumlah 896,35

PETA WILAYAH KECAMATAN RUPAT

39
1.1.3 Pemerintahan

Kecamatan Rupat mempunyai 16 Desa/Kelurahan yang sudah definitif

dari status hukumnya. Dimana Tanjung Kapal, Batu Panjang, Terkul dan

Pergam merupakan kelurahan di kecamatan Rupat. Sedangkan Teluk Lecah,

Sei Cingam, Pangkalan Nyirih, Hutan Panjang, Makeruh, Sukarjo Mesim,

Parit Kebumen, Darul Alam, Sri Tanjung, Pancur Jaya, Dungun Baru dan

Pangkalan Pinang merupakan desa dari status pemerintahannya di kecamatan

Rupat. Sampai akhir tahun 2018, kecamatan Rupat memiliki 91 RW dan 239

RT dengan perangkat desa sebanyak 120 orang.

1.1.4 Kondisi Penduduk

Jumlah penduduk kecamatan Rupat pada tahun 2015 berjumlah 33.063 jiwa,

yang terdiri dari 16.982 jiwa laki-laki dan 16.081 jiwa perempuan. Dengan sex

40
rasio sebesar 106, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang sangat besar untuk

komposisi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, karena dalam 100 orang

perempuan terdapat 106 orang laki-laki. Dengan luas wilayah kecamatan Rupat

896,35 km² dan jumlah penduduknya 33.063 jiwa, menghasilkan kepadatan

penduduk sebesar 37, yang artinya dalam setiap 1 km² dihuni oleh sekitar 37

orang.

2.3 Gambaran Umum Desa Tarai Bangun

2.3.1 Kondisi Geografis Desa Sungai Cingam

Letak Geografis desa Sungai Cingam yang sangat strategis, dimana

berada pada posisi ditengah-tengah antara dua Kecamatan yakni Kecamatan

Rupat dan Kecamatan Rupat Utara sekaligus sebagai jalur penghubung kedua

Kecamatan membuat Desa Sungai Cingam sebagai salah satu desa yang

menjadi tumpuan dari segala aspek kehidupan.

Desa Sungai Cingam merupakan salah satu dari 16 (Enam Belas) desa

diwilayah Kecamatan Rupat, yang terletak 75 KM kearah Selatan dari

Ibukota Kecamatan (Batu Panjang) yang berbatasan dengan Sebelah Timur

Selat Melaka, Sebelah Barat dengan Desa Pangkalan Nyirih dan Desa Pancur

Jaya, Sebelah Utara Desa Makruh dan Sebelah Selatan Desa Teluk Lecah dan

Desa Parit Kebumen. Dengan luas wilayah adalah +75,35 Ha dengan batas

wilayah.

Desa Sungai Cingam Terdiri dari 5 (Lima)Dusun :

1. Dusun H. Abu Bakar

2. Dusun Sri Makmur

41
3. Dusun Pangkalan Buah

4. Dusun Sri Menanti

5. Dusun Alohong

2.3.2. Pemerintahan

Adapun Kepala Desa-Kepala Desa yang pernah memerintah di Desa

Sungai Cingam adalah sbb :

1. Kepala Desa : H. SURO BIN KEROMO : (Tahun : 1947-1964)

2. Kepala Desa : H. MISRO : (Tahun : 1965-1971)

3. Kepala Desa : AJIS : (Tahun : 1972-1974)

4. Kepala Desa : MHD. INDUN : (Tahun : 1975-1991)

5. Kepala Desa : MUNANDAR : (Tahun : 1992-1999)

6. Kepala Desa : TAHER : (Tahun : 2000-2006)

7. Kepala Desa : AZMAN : (Tahun : 2007

SEKARANG)

2.3.3 Kondisi Penduduk

Berdasarkan data sensus penduduk bulan Desember tahun 2017

jumlah penduduk Sungai Cingam berjumlah +2.368 jiwa, yang terdiri dari

 Laki-laki : 1.211 Jiwa

 Perempuan : 1.157 Jiwa

42
Yang terdiri dalam 18 RT, 6 RW dan 5 Dusun. Mayoritas penduduk di

Desa Sungai Cingam adalah Suku Jawa disamping suku-suku lainya yang

hanya sebagian kecil saja seperti suku Melayu dan Tionghoa.

2.3.4 Gambaran Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Cingam Jaya

Berdasarkan Peraturan Desa Sungai Cingam Nomor 2 Tahun 2017

Tentang Pembentukan, tugas pokok, fungsi dan kedudukan BUM Desa

Cingam Jaya melaksanakan urusan dalam pengelolaan objek wisata pantai

Ketapang. Dalam melaksanakan urusan tersebut BUM Desa Cingam Jaya

mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. pemanfaatan sumber daya di desa, termasuk sumber daya pertanian di

Desa;

b. pengelolaan jasa produksi pertanian;

c. pengelolaan dan pengembangan toko saprotan;

d. pengelolaan dan pengembangan desa wisata;

e. pengelolaan dan pengembangan produksi perikanan;

f. pengelolaan dan pengembangan usaha ekonomi desa simpan pinjam;

g. pengolahan hasil pertanian; dan

h. pengelolaan dan pengembangan usaha lainnya.

Untuk mencapai tujuan dan pemanfaatan modal secara tepat sasaran, BUM Desa

“Cingam Jaya” melakukan kegiatan usaha:

a. pemanfaatan dan pengelolaan potensi pasar dalam bentuk sarana produksi

pertanian;

43
b. jasa produksi pertanian meliputi:

1. olah lahan;

2. pembibitan;

3. tanam;

4. panen;

5. penampungan hasil pertanian, dan

6. penanganan pasca panen.

c. pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;

d. pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan;

e. pengelolaan dan pemasaran air minum desa (pansimas);

f. pengelolaan dan pengembangan pasar desa;

g. pengelolaan dan pengembangan desa wisata;

h. pengelolaan dan pengembangan pungutan desa (tiket) masuk kawasan

pariwisata;

i. pengelolaan dan pengembangan jasa perantara / jasa keuangan;

j. pengelolaan dan pengembangan usaha ekonomi desa simpan pinjam; dan

k. usaha lain yang memanfaatkan sumber daya di desa untuk kepentingan

skala desa.

Struktur Organisasi Bum Desa Cingam Jaya Desa Sungai Cingam


Kecamatan Rupat

KOMISARIS
AZMAN

44
DIREKTUR
SETIA IRAWAN

KETUA PENGAWAS WAKIL PENGAWAS


DENI FADLI MARYAM

SEKRETARIS
AS’ARI

ANGGOTA
RAJISMAN

Biodata Kepengurusan Bumdesa Cingam Jaya Desa Sungai Cingam

NO NAMA JABATAN PENDIDIKAN

1 AZMAN KOMISARIS SMA

2 SETIA IRAWAN DIREKTUR S1

3 SUBANDI BENDAHARA S1

4 SAPIRAH SEKRETARIS D3

5 DENI FADLI KETUA PENGAWAS D3

6 AS’ ARI WAKIL KETUA S1


PENGAWAS

7 MARYAM SEKRETARIS SMA


PENGAWAS

8 RAJISMAN ANGGOTA SMA

Sumber : Kantor Desa Sungai Cingam 2018

45
46
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai Tata Kelola Objek Wisata di Desa

Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis, yaitu:

3.1 Kondisi Badan Objek Wisata Pantai Ketapang di Desa Sungai Cingam

Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis

Desa Sungai Cingam Salah Satu desa yang Memiliki Potensi Alam Yang
sangat Strategis yang langsung berbatasan dengan selat Melaka ( Malaysia )
yaitu pantai yang di jadikan Sebagai salah satu IKON kecamatan Rupat dan
masyarakat desa Sungai cingam yaitu pantai Teluk ketapang yang
panjangnya Mencapai ± 5.000 M dan merupakan tempat Wisata yang selalu
di kunjungi oleh masyarakat sekitar dan masyarakat luar.

Berikut adalah sarana dan prasarana yang ada di Pantai Ketapang :

1. lokasi parkir

2. Gerai BUMDes Cingam Jaya

47
3. Tempat untuk sholat

4. Toilet dan tempat bilas

48
5. Penyewaan pelampung untuk berenang di pantai

6. Banana Boat

7. Spot foto untuk mengabadikan moment di Pantai ketapang

49
1.1 Identifikasi Tata Kelola Objek Wisata di Desa Sungai Cingam

Sebagaimana dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode kualitatif yang menganalisis lebih mendalam terhadap data-data yang

diperoleh. Data yang dimaksud dalam hal ini yaitu wawancara yang dilakukan

pada pihak-pihak yang di anggap berkompeten terhadap permasalahan dalam

focus penelitian. Dalam hal ini tata kelola objek wisata Pantai Ketapang di Desa

Sungai Cingam yang terfokus terhadap kerja sama antara pemerintah, masyarakat,

dan swasta.

50
Hasil penelitian yang dilakukan penulis akan dibagi berdasarkan focus

masalah yang dibahas terkait dengan teori yang digunakan yaitu tata kelola

kepariwisataan yang baik menurut Bambang Sunaryo yakni sebagai berikut :

1.2 Partisipasi Masyarakat Terkait dalam Tata Kelola Objek Wisata di Desa

Sungai Cingam

Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk

terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat

bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek

pembangunan.

Strategi pelaksanaan partisipasi dicapai dengan cara melibatkan masyarakat

dalam sharing informasi, merumuskan tujuan, menentukan kebijakan,

mengalokasikan sumber-sumber pendanaan, mengoperasikan program, serta

mendistribusikan manfaat yang diperoleh. Masyarakat dilibatkan sejak tahap

perencanaan hingga implementasi dan pemerataan hasil-hasilnya.

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata pada prinsipnya adalah

partisipasi dalam mengelola sumber daya. Oleh karena itu, perlu dirumuskan

model yang relevan dalam pelaksanaan program tersebut. Model dipandang

sebagai acuan dalam merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi

51
program. Sebagai sebuah pendekatan, model yang dirumuskan harus

merepresentasikan partisipasi masyarakat dalam setiap aspeknya18.

Sunaryo (2013:78) menyebutkan bahwa masyarakat hendaknya ikut serta

dalam mengawasi ataupun mengontrol setiap pembangunan kepariwisataan yang

ada. Keikutsertaan dapat meliputi keterlibatannya dalam penentuan visi, misi atau

tujuan pembangunan kepariwisataan, pengidentifikasian potensi daya tarik wisata

beserta upaya pengembangan ataupun pengelolaannya, hingga partisipasi dalam

pengimplementasian rencana dan program yang telah disusun sebelumnya.

Peneliti menilai adanya partisipasi masyarakat pada objek wisata pantai

ketapang telah dimulai sejak pembentukan BUMDesa Cingam Jaya sebagai

pengelola yang di tunjuk langsung oleh pemerintah desa untuk mengelola pantai

ketapang. Berdasarkan anggaran rumah tangga BUMDesa Cingam Jaya

kewajiban masyarakat desa dalam penyelenggaraan bum desa cingam jaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Ikut serta memajukan unit usaha yang dikelola BUMDesa;

b. Menghormati hak warga desa lainnya dalam upaya memperoleh

pelayanan yang diberikan BUMDesa

c. Turut serta dalam program atau kegiatan yang dilakukan oleh BUMDesa.

Dalam hal ini berdasarkan wawancara dengan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Azman sebagai

Kepala Desa sekaligus Komisaris BUMDesa Cingam Jaya mengenai Partisipasi

PENGEMBANGAN DESA WISATA


18 Made Heny Urmila Dewi,
BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DI DESA
WISATA JATILUWIH TABANAN, BALI, Vol. 3, No. 2, 2013

52
masyarakat yang terkait dalam tata kelola objek wisata Pantai Ketapang di Desa

Sungai Cingam dalam menjalankan kerja sama, di Kantor Desa pada tanggal 22

Febuari 2019, beliau mengatakan :

…”keterlibatan masyarakat dalam objek wisata Pantai Ketapang pada

hari ini desa sudah membentuk suatu badan usaha yaitu BUMDesa yang

di bentuk pada tanggal 15 Mei tahun 2017 bercerita tentang peran serta

masyarakat dalam pengelolaan ini di desa telah membentuk BUMDesa

yang didalamnya itu terdiri dari beberapa unit salah satunya yaitu unit

parkir,unit banana, gerai BUMDesa, wahana air termasuk taman pantai.

Penyampaian selanjutnya oleh Bapak Setia Irawan sebagai Direktur

BUMDesa Cingam Jaya pada tanggal 16 Febuari 2019, beliau mengatakan :

…”yang jelas partisipasi masyarakat disini seluruh masyarakat desa

Sungai Cingam yang paling utama dan tidak lari dari pemerintah desa. Seluruh

masukan terutama pada setiap acara yang akan diadakan dan mengundang

Berdasarkan hasil wawancara di Desa Sungai CPeneliti menilai bahwa adanya

partisipasi masyarakat pada kampong wisata di Kotagede telah dimulai sejak

pembentukan kampung wisata, perencanaan program, pelaksanaan, hingga

keikutsertaan mengawasi aktivitas pengelolaan kampong wisata mendukung

penelitian Ardianto (2016:65) yang menjelaskan bahwa bentuk partisipasi

masyarakat dalam mendukung tata kelola pariwisata meliputi keikutsertaan

masyarakat membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta

pelayanannya. Selain itu penerapan prinsip tersebut dalam penyelenggaraan

kampong wisata di kawasan Kotagede juga sesuai dengan Perwal Yogyakarta No.

53
115 tahun 2015, dimana pada pasal 5 dijelaskan salah satu persyaratan teknis

penyelenggaraan kampung wisata yaitu penyelenggaraan yang harusnya berbasis

pada masyarakat.

Secara keseluruhan penyelenggaraan kampung wisata di Kotagede telah sesuai

dengan prinsip partisipasi masyarakat terkait. Akan tetapi dalam penerapan

prinsip tersebut masih terkendala beberapa permasalahan, yakni terkait kegiatan

kampung wisata yang hanya diikuti anggota masyarakat tertentu, komunitas lokal

belum seluruhnya diikutsertakan, masyarakat kampung wisata yang cenderung

pasif dalam berpartisipasi, generasi muda yang juga tidak terlalu dilibatkan,

hingga terkait rendahnya upaya pengawasan kegiatan kampung wisata oleh

masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Andra Maistar sebagai

Kepala Desa sekaligus Komisaris BUM Desa Taiba Smart Tarai Bangun

mengenai BagaimanaKepala Desa dengan pengelola BUM Desa dalam

Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk

terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat

bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek

pembangunan.

Strategi pelaksanaan partisipasi dicapai dengan cara melibatkan masyarakat

dalam sharing informasi, merumuskan tujuan, menentukan kebijakan,

54
mengalokasikan sumber-sumber pendanaan, mengoperasikan program, serta

mendistribusikan manfaat yang diperoleh. Masyarakat dilibatkan sejak tahap

perencanaan hingga implementasi dan pemerataan hasil-hasilnya.

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata pada prinsipnya adalah

partisipasi dalam mengelola sumber daya. Oleh karena itu, perlu dirumuskan

model yang relevan dalam pelaksanaan program tersebut. Model dipandang

sebagai acuan dalam merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi

program. Sebagai sebuah pendekatan, model yang dirumuskan harus

merepresentasikan partisipasi masyarakat dalam setiap aspeknya19.

Sunaryo (2013:78) menyebutkan bahwa masyarakat hendaknya ikut serta

dalam mengawasi ataupun mengontrol setiap pembangunan kepariwisataan yang

ada. Keikutsertaan dapat meliputi keterlibatannya dalam penentuan visi, misi atau

tujuan pembangunan kepariwisataan, pengidentifikasian potensi daya tarik wisata

beserta upaya pengembangan ataupun pengelolaannya, hingga partisipasi dalam

pengimplementasian rencana dan program yang telah disusun sebelumnya.

Peneliti menilai adanya partisipasi masyarakat pada objek wisata pantai

ketapang telah dimulai sejak pembentukan BUMDesa Cingam Jaya sebagai

pengelola yang di tunjuk langsung oleh pemerintah desa untuk mengelola pantai

ketapang. Berdasarkan anggaran rumah tangga BUMDesa Cingam Jaya

kewajiban masyarakat desa dalam penyelenggaraan bum desa cingam jaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

PENGEMBANGAN DESA WISATA


19 Made Heny Urmila Dewi,
BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DI DESA
WISATA JATILUWIH TABANAN, BALI, Vol. 3, No. 2, 2013

55
d. Ikut serta memajukan unit usaha yang dikelola BUMDesa;

e. Menghormati hak warga desa lainnya dalam upaya memperoleh

pelayanan yang diberikan BUMDesa

f. Turut serta dalam program atau kegiatan yang dilakukan oleh BUMDesa.

Dalam hal ini berdasarkan wawancara dengan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Azman sebagai

Kepala Desa sekaligus Komisaris BUMDesa Cingam Jaya mengenai Partisipasi

masyarakat yang terkait dalam tata kelola objek wisata Pantai Ketapang di Desa

Sungai Cingam dalam menjalankan kerja sama, di Kantor Desa pada tanggal 22

Febuari 2019, beliau mengatakan :

…”keterlibatan masyarakat dalam objek wisata Pantai Ketapang pada

hari ini desa sudah membentuk suatu badan usaha yaitu BUMDesa yang

di bentuk pada tanggal 15 Mei tahun 2017 bercerita tentang peran serta

masyarakat dalam pengelolaan ini di desa telah membentuk BUMDesa

yang didalamnya itu terdiri dari beberapa unit salah satunya yaitu unit

parkir,unit banana, gerai BUMDesa, wahana air termasuk taman pantai.

Penyampaian selanjutnya oleh Bapak Setia Irawan sebagai Direktur

BUMDesa Cingam Jaya pada tanggal 16 Febuari 2019, beliau mengatakan :

…”yang jelas partisipasi masyarakat disini seluruh masyarakat desa

Sungai Cingam yang paling utama dan tidak lari dari pemerintah desa. Seluruh

masukan terutama pada setiap acara yang akan diadakan dan mengundang

Berdasarkan hasil wawancara di Desa Sungai CPeneliti menilai bahwa adanya

partisipasi masyarakat pada kampong wisata di Kotagede telah dimulai sejak

56
pembentukan kampung wisata, perencanaan program, pelaksanaan, hingga

keikutsertaan mengawasi aktivitas pengelolaan kampong wisata mendukung

penelitian Ardianto (2016:65) yang menjelaskan bahwa bentuk partisipasi

masyarakat dalam mendukung tata kelola pariwisata meliputi keikutsertaan

masyarakat membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta

pelayanannya. Selain itu penerapan prinsip tersebut dalam penyelenggaraan

kampong wisata di kawasan Kotagede juga sesuai dengan Perwal Yogyakarta No.

115 tahun 2015, dimana pada pasal 5 dijelaskan salah satu persyaratan teknis

penyelenggaraan kampung wisata yaitu penyelenggaraan yang harusnya berbasis

pada masyarakat.

Secara keseluruhan penyelenggaraan kampung wisata di Kotagede telah sesuai

dengan prinsip partisipasi masyarakat terkait. Akan tetapi dalam penerapan

prinsip tersebut masih terkendala beberapa permasalahan, yakni terkait kegiatan

kampung wisata yang hanya diikuti anggota masyarakat tertentu, komunitas lokal

belum seluruhnya diikutsertakan, masyarakat kampung wisata yang cenderung

pasif dalam berpartisipasi, generasi muda yang juga tidak terlalu dilibatkan,

hingga terkait rendahnya upaya pengawasan kegiatan kampung wisata oleh

masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Andra Maistar sebagai

Kepala Desa sekaligus Komisaris BUM Desa Taiba Smart Tarai Bangun

mengenai BagaimanaKepala Desa dengan pengelola BUM Desa dalam

1.3 Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan

57
Sunaryo (2013:78) menilai bahwa para pelaku dan pemangku kepentingan

hendaknya terlibat secara aktif dan produktif dalam upaya pembangunan

keparwisataan. Pelaku disini meliputi seluruh pihak yang berpengaruh dan

berkepentingan serta menerima manfaat dari kegiatan pariwisata. Sesuai dengan

paparan teoritis dari Sunaryo tersebut, sehingga dalam tata kelola objek wisata di

Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis para pemangku

kepentingan tentu harus terlibat dalam seluruh proses demi tercapainya tujuan

dalam penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik.

Penerapan prinsip keterlibatan segenap pemangku kepentingan dalam Good

Tourism Governance (Sunaryo, 2013:78) belum optimal melihat keaktifan dan

sinergitas pemangku kepentingan belum sepenuhnya terwujud. Penerapan prinsip

tersebut sejauh ini terhambat oleh beberapa faktor, seperti terkait minimnya

kontribusi pemerintah lokal, rendahnya komunikasi pemerintah dengan aktor

lainnya hingga terkait masalah keaktifan BUMDesa Cingam jaya itu sendiri.

1.4 Kemitraan

Kemitraan atau partnership dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi

antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam rangka mencapai

suatu tujuan bersama. Sunaryo (2013:78) menjelaskan bahwa usaha-usaha

wisata sebagai fasilitas penunjang kepariwisataan seharusnya dapat

dikembangkan dan dipelihara bersama dengan masyarakat setempat melalui

model kemitraan yang sinergis. Lebih lanjut Sunaryo (2013:78) juga

memaparkan bahwa keterkaitan antara swasta (pelaku-pelaku usaha)

58
pariwisata dengan masyarakat setempat harus diupayakan dalam menunjang

kepemilikan lokal dari berbagai usaha tersebut.

Berdasarkan paparan tersebut maka indikator ketercapaian dari prinsip

kemitraan kepemilikan lokal menurut Sunaryo meliputi adanya kemitraan

dalam pengelolaan wisata dan adanya upaya bersama dalam pengembangan

dan pemeliharaan usaha fasilitas penunjang wisata. Prinsip kemitraan

kepemilikan local dalam penyelenggaraan kampung wisata di kawasan

Kotagede terlihat jelas dari berbagai kemitraan dan kerjasama yang dilakukan

oleh kampung wisata bersama sejumlah pihak swasta atau pelaku usaha

pariwisata yang ada. Meskipun dalam prakteknya penerapan prinsip tersebut

masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan kebermanfaatan ataupun

dampak dari adanya kemitraan belum dapat dirasakan oleh masyarakat

kampung wisata pada umumnya. Kemitraan juga masih berupa Corporate

Social Responsibility (CSR) secara umum, dan belum dilakukan khusus

dengan kampung wisata. Kemitraan disini belum mampu mendorong

munculnya kepemilikan lokal dari berbagai usaha fasilitas penunjang wisata di

Kotagede.

1.5 Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut

Setiap proses pembangunan hendaknya diarahkan untuk menghasilkan apa yang

telah direncanakan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sebaik

mungkin (Jubaedah, Dawud, Mulyadi, et al, 2008:32). Pembangunan

59
kepariwisataan seharusnya dapat menggunakan sumber daya yang dibutuhkan

secara berlanjut, yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari

penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan.

Program

kegiatan pembangunan kepariwisataan dalam pelaksanaannya harus menjamin

bahwa sumber daya yang dipergunakan dapat dipelihara dan diperbaiki (Sunaryo,

2013:79).

Pemanfaatan sumber daya dalam penyelenggaraan kampung wisata di Kawasan

Kotagede berdasarkan temuan hasil penelitian meliputi pemanfaatan sumber daya

manusia, sumber daya alam, sumber daya budaya, sumber daya minat khusus dan

ditambah dengan sumber daya modal. Hal tersebut sejalan dengan pemaparan dari

Pitana dan Diarta (2009:68), yang menjelaskan bahwa sumber daya dalam

pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak

langsung mempunyai potensi untuk dikembangkan guna mendukung pariwisata.

Lebih lanjut Pitana dan Diarta (2009:68) menyampaikan bahwa sumber daya yang

terkait dengan pengembangan pariwisata umumnya berupa sumber daya alam,

sumber daya budaya, sumber daya manusia, dan sumber daya minat khusus.

Penyelenggaraan kampung wisata di Kotagede secara keseluruhan telah

memenuhi prinsip pemanfaatan sumber daya secara berlanjut. Hal tersebut terlihat

dari bagaimana kedua kampung wisata dalam memanfaatkan berbagai sumber

daya yang digunakannya dengan tanpa mengesampingkan faktor keberlanjutan,

mulai dari pemanfaatan sumber daya alam, manusia, budaya dan minat khusus,

hingga sumber daya modal. sejalan dengan penelitian Ardianto (2016:70) yang

60
menyebutkan bahwa pemanfaatan sumber daya di Kabupaten Natuna cukup baik

dimana pemerintah memanfaatkan sumber daya alam yang tidak berlebihan serta

pembangunan sektor wisata dianggap tidak merusak lingkungan dan kindahan

alam yang tercipta. Hambatan yang dihadapi lebih terkait dengan masalah internal

sumber daya manusia organisasi kampung wisata, terkait keterbatasan modal yang

dimiliki oleh

kampung wisata itu sendiri, dan terkait pemanfaatan sumber daya budaya yang

masih terkotak-kotak.

1.6 Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat

Aspirasi dan tujuan masyarakat setempat hendaknya dapat diakomodasikan dalam

program kegiatan kepariwisataan, agar kondisi yang harmonis antara setiap

komponen pariwisata yang terlibat dapat diwujudkan dengan baik, mulai dari

tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran (Sunaryo, 2013:79).

Berdasarkan pemaparan tersebut maka ketercapaian prinsip mengakomodasi

aspirasi masyarakat dapat dinilai dari ada atau tidaknya upaya menampung,

menyalurkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Sesuai dengan prinsip tersebut, pada penyelenggaraan kampung wisata di

Kawasan Kotagede sudah terdapat upaya guna menampung, menyalurkan, dan

menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait kampung wisata. Kegiatan tersebut

dilakukan oleh dua aktor yakni dari pengelola atau pengurus kampung wisata itu

61
sendiri serta dari pemerintah. Swasta belum aktif terlibat dalam kegiatan tersebut

dikarenakan kerjasama yang terjalin dengan kampung wisata masih bersifat

umum dan keduanya pun masih berdiri sendiri-sendiri diluar kemitraan yang

dilakukan. Sejalan

dengan penelitian Ardianto (2016:71) yang menyatakan bahwa Pemerintah

Kabupaten Natuna juga telah merekomendasikan aspirasi masyarakat guna

mendukung pengembangan pariwisata. Prinsip mengakomodasi aspirasi

masyarakat meskipun telah diterapkan namun masih kurang optimal. Adapun

penerapan prinsip tersebut terhambat oleh keaktifan masyarakat setempat dalam

menyampaikan aspirasinya yang masih tergolong rendah, dimana aspirasi masih

banyak terhenti pada akar rumput dan belum tersalurkan sepenuhnya sampai pada

pengelola kampung wisata ataupun aktor pembuat kebijakan.

1.7 Daya Dukung Lingkungan

Sunaryo (2013:79) menjelaskan bahwa terkait daya dukung (carrying capacity)

lingkungan dalam tata kelola kepariwisataan yang baik (good tourism

governance), yang harus dijadikan pertimbangan utama dalam mengembangkan

berbagai fasilitas dan kegiatan kepariwisataan meliputi daya dukung fisik, biotik,

sosial-ekonomi, dan budaya. Sunaryo (2013:79) juga menjelaskan bahwa

pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas

kapasitas lokal dan daya dukung lingkungan yang ada. Prinsip daya dukung

62
lingkungan pada kampung wisata di kawasan Kotagede telah sesuai dan

terpenuhi. Hal tersebut terlihat dari bagaimana kondisi fisik, biotik,

sosialekonomi, dan kondisi budaya dalam mendukung penyelenggaraan kampung

wisata dan melibatkan peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat.

Selain itu dalam kegiatan wisata yang diselenggarakan pun tidak melampaui

ambang batas dari kapasitas lokal serta daya dukung lingkungan kampung wisata

itu sendiri. Hal tersebut mendukung penelitian

1.8 Monitor dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi program merupakan dua kegiatan terpadu dalam rangka

pengendalian suatu program. Sunaryo (2013:79-80) menyampaikan bahwa

kegiatan monitoring dan evaluasi dalam program tata kelola kepariwisataan yang

baik (good tourism governance) mencakup mulai dari kegiatan penyusunan

pedoman, pengembangan indikator atau batasan dalam mengukur pelaksanaan

monitoring dan evaluasi keseluruhan kegiatan hingga evaluasi dampak kegiatan

pariwisata. Indikator ketercapaian dari prinsip ini menurut pemahaman peneliti

meliputi: adanya pengawasan dan evaluasi program wisata, adanya pedoman

pengawasan dan evaluasi program, serta adanya batasan atau indikator untuk

mengukur dampak kegiatan wisata. Ketercapaian prinsip monitoring dan evaluasi

program dalam penyelenggaraan kampung wisata di kawasan Kotagede

63
disesuaikan dengan teori Good Tourism Governance dinilai masih belum

optimal.

Terdapat upaya untuk memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan kampung

wisata oleh beberapa pihak berdasarkan pada pedoman-pedoman sederhana. Hal

tersebut mendukung penelitian Ardianto (2016:73) yang juga memaparkan bahwa

terdapat upaya evaluasi dan monitor program kegiatan wisata yang dilakukan oleh

pemerintah.

Akan tetapi dalam prakteknya penyelenggaraan kampung wisata belum

sepenuhnya termonitor dan terevaluasi secara intensif. Penerapan prinsip tersebut

secara keseluruhan terhambat oleh minimnya pendataan kegiatan kampung wisata

di Kotagede yang dapat dilaporkan, rendahnya kesadaran masyarakat untuk aktif

terlibat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kampung wisata, masih

sederhananya pedoman yang digunakan, dan kegiatan pengawasan oleh

pemerintah Kota belum secara khusus merujuk pada masing-masing kampung

melainkan masih dilakukan secara general.

1.9 Akuntabilitas Lingkungan

Perencanaan program pembangunan kepariwisataan menurut Sunaryo

(2013:80) harus selalu memberi perhatian yang besar pada kesempatan untuk

mendapatkan pekerjan, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesehatan

masyarakat setempat yang tercermin dengan jelas dalam kebijakan, program

dan strategi pembangunan kepariwisataan yang ada. Pengelolaan dan

64
pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin

akuntabilitas kinerja yang tinggi serta memastikan bahwa sumber-sumber

yang ada tidak di eksplorasi secara berlebihan. Ketercapaian prinsip

akuntabilitas lingkungan dapat diukur dengan melihat ada atau tidaknya

manfaat bagi kualitas kehidupan dan lingkungan masyarakat (sosial, ekonomi

dan budaya) serta ada atau tidaknya pemanfaatan sumber daya yang menjamin

kelestarian lingkungan (alam) dengan tidak dieksploitasi berlebih.

Ketercapaian prinsip tersebut secara keseluruhan masih belum optimal. Hal ini

dikarenakan dalam kaitannya dengan poin kebermanfaatan bagi kualitas

manusia dan lingkungan masyarakat, khususnya menyangkut kebermanfaatan

sosial dan ekonomi, penyelenggaraan kampung wisata masih belum mampu

memberikan pengaruh yang besar dan luas untuk masyarakat sekitar. Hal

tersebut terhambat oleh belum adanya pondasi yang kokoh dan jaringan

kerjasama yang luas dalam penyelenggaraan kampung wisata, sehingga

aktivitas wisata yang dilakukan oleh kampung wisata sendiri masih sangat

minim. Disamping itu masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan kampung

wisata masih terbatas pada masyarakat tertentu.

Hal serupa juga disebutkan oleh Dorojati dan Astuti (2016:84) dalam

penelitiannya dimana meskipun sudah terdapat organisasi yang mengelola

wisata di kampung wisata Prenggan, namun belum dirasakan kebermanfaatan

kegiatannya bagi masyarakat.

65
1.10 Pelatihan pada Masyarakat

Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut menurut Sunaryo (2013:80) selalu

membutuhkan pelaksanaan programprogram pendidikan dan pelatihan untuk

membekali pengetahuan dan ketrampilan serta meningkatkan kemampuan dan

kapasitas masyarakat sebagai sumber daya yang potensial. Pelatihan sebaiknya

diarahkan pada topik-topik pelatihan yang berkaitan dengan wawasan

keberlanjutan pembangunan kepariwisataan. Prinsip pelatihan pada masyarakat

terkait dalam Good Tourism Governance menurut Sunaryo (2013:80) dapat

diukur dengan melihat ada atau tidaknya program pendidikan dan pelatihan

masyarakat terkait kepariwisataan.

Secara keseluruhan prinsip pelatihan terhadap masyarakat terkait telah terlihat

dari adanya berbagai program pendidikan dan/atau pelatihan masyarakat terkait

kepariwisataan yang telah diselenggarakan pada kampung wisata di kawasan

Kotagede Kota Yogyakarta. Berbeda dengan hasil penelitian dari Ardianto

(2016:74) yang memaparkan bahwa pemerintah daerah yang dalam hal ini

merujuk pada Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna belum menerapkan program

pelatihan bagi masyarakat terkait, pelatihan kepariwisataan hanya pernah

diberikan kepada pegawai Dinas Pariwisata dalam bentuk seminar ataupun

workshop.

Adapun program pendidikan dan pelatihan pada kampung wisata di Kotagede

diselenggarakan baik itu oleh pemerintah maupun pihak swasta. Walaupun dalam

prakteknya masih terdapat beberapa kendala dalam penyelenggaraan kegiatan

66
tersebut, meliputi: kegiatan dari pemerintah yang cenderung digeneralisasikan,

tidak adanya indikator penilaian hasil ataupun capaian program di masyarakat,

hingga masalah terkait kegiatan yang belum dilakukan secara berkala

berkelanjutan.

1.11 Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

Kelokalan Sunaryo (2013:80) menyebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan

yang berlanjut juga membutuhkan program promosi dan advokasi penggunaan

lahan dan kegiatan yang mampu merepresentasikan karakter tempat (sense of

place) dan identitas budaya masyarakat setempat secara baik. Prinsip promosi dan

advokasi budaya lokal dapat diukur dengan melihat ada atau tidaknya promosi

wisata, yang mana promosi mengedepankan karakter tempat, nilai masyarakat dan

identitas budaya setempat.

Prinsip promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan belum sepenuhnya

diterapkan. Pada penyelenggaraan kampung wisata di kawasan Kotagede Kota

Yogyakarta, penerapan prinsip masih terhambat oleh upaya promosi yang ada

namun minim dilakukan, media promosi seperti website yang belum

dioptimalkan, dan terbatasnya kerjasama dengan pihak swasta ataupun pelaku

wisata lokal dalam kaitannya dengan upaya melakukan promosi bersama. Hasil

penelitian tersebut sedikit mendukung penelitian Ardianto (2016:53) yang

67
menyatakan bahwa sejauh ini Dinas Pariwisata telah melakukan upaya promosi

dan pemasaran pariwisata.

H. Sistemetika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

68
Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian. Kemudian juga

berisikan tentang rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan dan disertakan

teori-teori yang dibahas dalam penelitian dengan dilengkapi studi terdahulu.

Terakhir yaitu berisikan metode penelitian yang dilakukan peneliti untuk

digunakan dalam penelitian ini.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu di Desa

Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis.

BAB III ISI DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan tentang pembahasan mengenai tata kelola objek wisata di

Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis yang berkaitan

dengan:

1. Partisipasi Masyarakat Terkait

2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan

3. Kemitraan

4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut

5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat

6. Daya Dukung Lingkungan

7. Monitor dan Evaluasi

8. Akuntabilitas Lingkungan

9. Pelatihan pada Masyarakat

10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan

69
BAB IV PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari peneliti yang diperoleh dari hasil

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Damanik , Janianton. 2015. Membangun Pariwisata dari Bawah. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Kaelan, 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:

Paradigma.

70
Kamaroesid ,Herry. 2016. Tata Cara Pendirian Dan Pengelolaan Badan Usaha

Milik Desa. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Muljadi A.J. 2014.Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Rajawali Pers.

Pitana , I Gde & Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.

Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Pitana, I Gde. 2015. Sosiologi Pariwisata (Kajian sosiologis terhadap struktur,

system, dan dampak-dampak pariwisata). Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Sabarguna, Boy S. Analisis data pada penelitian kualitatif. Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

Sumodiningrat , Gunawan.2016. Membangun Indonesia dari Desa. Yogyakarta:

Media Pressindo.

Sunaryo, Bambang. 2013.Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep

dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Sutoro, Eko, Dkk. 2014. Desa Membangun Indonesia, Forum Pengembangan

Pembaruan Desa (Fppd).

Irawan, Nata. 2017. Tata Kelola Pemerintahan Desa Era UU Desa. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan

Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Zakaria, Gusman. 2017. Revolusi Mental. Jakarta : Gramedia.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

71
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan

Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 19 Tahun 2011 tentang RPJM

Permendesa nomor 4 tahun 2015 tentang BUM Desa

Peraturan Desa Nomor 2 tahun 2017 tentang Peraturan Badan Usaha Milik Desa

Cingam jaya.

Skripsi

Kartini. 2016. Pengelolaan Kawasan Wisata Hutan Zamrud oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Siak Tahun 2013-2015. Ilmu Pemerintahan. Fisip.

Universitas Riau.

Maiwa, Ildha. N. 2016. Pengelolaan Destinasi Wisata oleh Pemerintah

Kabupaten Solok Tahun 2014-2015 (Studi Objek Wisata Danau Singkarak).

Ilmu Pemerintahan. Fisip. Universitas Riau.

Jurnal

Wulan, Tunjung. 2013. Identifikasi Potensi dan Masalah Desa Wonosoco dalam

Upaya Pengembangan sebagai Desa Wisata di Kabupaten Kudus. Volume 1

Nomor 1.

Dyanita Nawangsari. 2018. Jurnal Pengembangan Wisata Pantai Desa Watu

Karung Dan Desa Sendang Kabupaten Pacitan Tahun 2017, Vol. 4 No. 1.

72
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan serta diuraikan

oleh peneliti pada bab sebelumnya mengenai Posisi Masyarakat dalam

Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Kecamatan Tambang

Kabupaten Kampar, maka diperoleh kesimpulan:

1. AdanyaBUMDesamampumeningkatkan kemampuan masyarakat dalam

mengembangkan usaha yang dimilikinya.Beberapa unit usaha yang di

didirikan BUMDesa memberi manfaat kepada masyarakat

desa serta membantu masyarakat memobilisasi potensiyang dimilikinya.

Dengan adanya BUMDesaterutama pada unit usaha simpan pinjam

memberikan motivasi masyarakat dalam mengembangkan usahanya guna

meningkatkan pendapatanperekonomian keluarga. Pengelolaan BUM Desa

Tarai Bangun dan Parit Baru dilakukan secara baik.Adanya berbagai unit

usaha yang di kelola oleh BUM Desa Tarai Bangun dan Parit Baru

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan

usahanya dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Kemudian untuk anggota pemanfaat unit usaha simpan pinjam BUM Desa

Tarai Bangun dan Parit Baru masih terdapat masyarakat yang tidak tepat

waktu dalam pengembalian pinjaman dikarenakan kurangnya kemampuan

dan tanggung jawab masyarakat dalam membayar tunggakan..

73
1.2 Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mencoba memberikan saran

dan masukan sebagai berikut:

1. Disarankan untuk kedepan Badan Usaha Milik Desa Tarai Bangun dan

Parit Baru semakin banyak unit usaha yang sudah direncanakan akan

terealisasikan, sehingga dapat menyelamatkan masyarakat miskin dari

keterpurukan.

2. Diharapkan dengan adanya sanksi tegas yang diberikan oleh pengelola

Badan Usaha Milik Desa Tarai Bangun dan Parit Baru seperti denda

hingga pelelangan dapat memberikan anggota masyarakat pemanfaat

memiliki kesadaran dan bertanggung jawab agar membayar pinjamannya

tepat waktu sehingga Badan Usaha yang ada di desa dapat terus berlanjut

tidak gulung tikar akibat anggota pemanfaat yang banyak menunggak.

Badan Usaha Milik Desa merupakan suatu lembaga perekonomian

masyarakat yang seharusnya dapat dikelola secara bersama dengan

meningkatkan kesadaran akan tanggungjawab masing-masing baik itu

masyarakat maupun pengelola Badan Usaha Milik Desa itu sendiri.

74
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Abdullah, Rozali. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Ishak, 2010. Posisi Politik Masyarakat Dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Penaku.
Kaelan, 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:
Paradigma.
Kamaroesid, Hery. 2016. Tata Cara Pendirian Dan Pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Koentjaraningrat.1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT
Gramedia.
Pambudi, Himawan, Dkk. 2001.Politik Pemberdayaan Jalan Mewujudkan
Otonomi Desa.Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rauf, Rahyunir dan Yusri Munaf. 2014. Lembaga Kemasyarakat Di Indonesia.
Pekanbaru: Zanafa Publishing.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bandung (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sujianto dan Syofian. 2017. Transformasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Desa.Pekanbaru: UR Press.
Sumodiningrat, Gunawan dan Ari Wulandari. 2016. Membangun Indonesia Dari
Desa. Yogyakarta: Media Pressindo.
Wasistiono, Sadu dan Irwan Tahir. 2006. Prospek Pengembangan Desa.
Bandung: Fokusmedia.

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

75
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2010 tentang BUMDes
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
Peraturan Daerah Kampar Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan
Usaha Milik Desa
Peraturan Bupati Kampar Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Badan Usaha Milik Desa
Peraturan Desa Tarai Bangun Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDesa) TAIBA SMART
Peraturan Desa Parit Baru Nomor 001 Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa (BUM Desa) Matahari Harapan Desa Parit Baru

Skripsi:
Algi Fajri. 2017. ‘’Peranan Pemimpin Informal Dalam Pembangunan Desa (Studi
di Desa Pulau Terap Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar)” Skripsi.
FISIP, Ilmu Pemerintahan, Universitas Riau. Pekanbaru.
NoviyantiNurhasanah. 2015. “Rekruitmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
dari Jalur Tenaga Honorer Kabupaten Kampar Tahun 2012” Skripsi.
FISIP, Ilmu Pemerintahan, Universitas Riau. Pekanbaru.

Jurnal:
Ridlwan, Zulkarnain. 2014. Jurnal Urgensi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)
Dalam Pembangunan Perekonomian Desa. Volume 8. Nomor 3. Edisi
September.
Suwarsono. 2014. Jurnal Posisi Politik Komisi Pemberantasan Korupsi Analisis
Pemangku Kepentingan Pada Organisasi Publik. Volume 3. Nomor 1.
Edisi Januari.
Semuel Batlajery, jurnal Penerapan Fungsi-Fungsi Manajemen Pada Aparatur
Pemerintahan Kampung Tambat Kabupaten Merauke, Volume 7 Nomor 2
Edisi Oktober

Website:
http://mbem-ntuw-aqoe.blogspot.com/2012/04/posisi-peran-sosial-norma
control.htmlDiunggah Tanggal 11 September 2018
http://www.riaudailyphoto.com/2012/04/visi-dan-misi-kabupaten-
kampar.htmlDiunggah Tanggal 29 Oktober 2018

76
Dokumen:
Laporan Pertanggungjawaban Pengelola BUM Desa Taiba Smart Tahun 2016-
2017.
Laporan Pertanggungjawaban Pengelola BUM Desa Matahari Harapan Tahun
2016-2017.

77

Anda mungkin juga menyukai