Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Aneli Zhulfah (J3J119021)
2. Eliza Aulia Lubis (J3J119074)
3. Naomi Everetta (J3J119186)
4. Muhammad Dhandi D. (J3J219375)
Berdasarkan bacaan dan teori Sosiologi Agribisnis, jawablah pertanyaan berikut ini :
1. Apakah Masyarakat di Pagar Alam dan Rejang Lebong, dapat dikategorikan
masyarakat agribisnis-agroindustri, jelaskan !
Agribisnis adalah bisnis yang berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir.
Buktinya :
“ Para istri memiliki kekuasaan lebih tinggi dalam perdagangan hasil kebun
keluarga mereka, mulai dai hulu sampai hilir.” (Hal 21 A 1)
“ Jika sebagian besar pada keluarga petani padi di Sumatera Selatan atau
Indonesia pada umumnya laki-laki memiliki peran sangat besar dalam
menentukan pengelolaan hasil sawah atau kebun, dimulai dari jenis yang akan
ditanam hingga membelanjakan uang, di Pagar alam perempuan yang
menentukan. Laki-laki terbatas mengelola kebun, perempuan menentukan apa
sebaiknya yang akan ditanam, dan menentukan penggunaan uang yang
diperoleh.” ( Hal 21 A 2)
“Ketika tim jelajah Musi 2010 menyinggahi pasar sayur di Pagar Alam,
beberapa pengumpul sayuran yang tampak sibuk menerima telepon pesanan
sayuran dari Palembang mengutarakan, mereka menjadi juragan sayur karena
tidak betah menghanggur di rumah, sementara suami suda sibuk di ladang.
“saya lebih baik mengurus perdagangan sayuran, Apalagi anak-anak saya sudah
sekolah semuanya” ujar satri ana (42) yang memiliki satu kiosa di sentra
perdagangan sayur yang disebut Pasar Terminal.” (Hal 21 A 4)
“ Sayuran itu dikirim oleh sekitar 10 pedagang besar di sana. setelah itu masih
ada pedagang-pedagang sayur besar lainnya di kecamatan kecamatan sentra
sayuran di Rejang Lebong.” (Hal 23 A 15)
2. Berdasarkan kriteria Lukman Soetrisno, apakah masyarakat Di kedua lokasi telah
memenuhi kriteria masyarakat industri ? jelaskan !
Kriteria Lukman Soestrisno :
1. Rasionalisme tinggi
2. kreativitas tinggi
3. komitmen tinggi
4. objektif dan taat hukum
5. toleransi tinggi
6. peduli lingkungan
“Ketika ditemui, Suharto sedang merawat tanaman seledri yang bisa dipanen
sebanyak 30 kali dalam setahun dan memberikan keuntungan 4 sampai 5 kali
lipat. Dia hanya butuh biaya sekitar Rp 7 juta untuk menanami ladang yang
tidak lebih dari 1 hektar, tetapi bisa mendatangkan keuntungan sebesar Rp 30
juta hingga panen berakhir.”
Evolusi kebudayaan adalah masyarakat yang bergerak secara lambat (berevolusi) dari
tingkat rendah ke yang lebih tinggi dan kompleks. kecepatan perkembangannya berada
di setiap wilayah maka dari itu kita dapat menjumpai masyarakat yang sudah maju, dan
masyarakat yang masih hidup dalam proses menuju kemajuan dan masyarakat yang
masih hidup seperti zaman dahulu.
Buktinya :
“Sekitar 20 tahun lalu, Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua belum
mengenal uang belas (TNBD) masih menggunakan sistem barter dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Mereka belum menggunakan uang sebagai alat tukar
sekarang mereka sudah menggunakan uang dan membelanjakan sendiri sesuai
dengan kebutuhan dengan demikian sangat tidak realistis jika ada anggapan bahwa
orang Rimba belum berubah tentu saja perubahan yang terjadi pada mereka
terkesan sangat lambat dan sulit di observasi, karena sejumlah faktor yang
mempengaruhi.” (Hal 25 A 1)
“Sejumlah anak-anak mereka juga ikut pendidikan formal di sekolah dan bahkan
bersedia dikunjungi penyiar agama. Penampilan mereka juga tidak berbeda dengan
orang desa, terutama jika mereka ke pasar. Begitupun dengan mereka yang masih
berada di hutan terutama di sekitar TNBD, juga mengalami perubahan. Sudah ada
di antara anak mereka Ia mendapatkan pendidikan alternatif (baca-tulis-hitung)
yang dimulai dikembangkan WARSI sejak 2 tahun belakangan, dan beberapa
diantaranya sudah memiliki kemampuan baca tulis dan menghitung.” (Hal 26 A 4)
“ Beberapa kelompok orang rimba di TNBD, juga sudah ada gejala mengendorkan
norma tabu, yang selama ini membatasi kontak (social interaction) mereka dengan
Orang Melayu yang berladang dekat mereka. Selama ini kontak dengan mereka
dibatasi dengan ketat. Pelanggaran ketentuan ini adalah dengan mengurangi
hambatan kultural yang bertujuan agar mereka mudah mengakses pertukaran
barang atau jasa yang lebih menguntungkan diantara Orang Rimba dengan Orang
Melayu.” (Hal 26 A 7)
Buktinya :
“ Dibidang pengembangan ekonomi mereka sudah mulai menanam pohon karet di
ladang menetap ke tempat-tempat yang dinilai strategis semakin terbuka Hal itu
merupakan perubahan yang signifikan karena selama ini orang Rimba dipandang
sebagai masyarakat pemburu meramu yang membutuhkan mobilitas tinggi.” (Hal 26 A
6)
“ Namun dalam perjalanan kemudian rumah yang disediakan tidak semua di huni tetapi
dijual Karena orang Rimba tidak melihat sebagai kebutuhan mereka. kelompok
Besiring juga mengalami dilematis dalam pemilihan jati diri antara identitas orang
Rimba dan orang Melayu (desa). Ternyata mereka tidak bersaing hidup dan memiliki
mata pencaharian seperti orang desa (Melayu). Untuk kembali ke dalam hutan, sebagai
mana orang rimba umumnya, sudah agak berat karena sudah memeluk agama,
terancam diasingkan. akibatnya mereka mencari alternatif lain dari sumber nafkah,
diantaranya mencuri buah kelapa sawit milik orang desa ( Melayu) dan transmigran.
Ditindak justru di bumbui dengan tuntutan bawah kebun kelapa sawit itu awalnya
berasal dari lahan-lahan mereka. dengan menjadi orang desa, mereka juga mengenal
judi dan menonton video (VCD) porno di rumah-rumah warga desa. Puncaknya adalah
ketika salah seorang perempuan menantu orang Rimba ( besiring) diperkosa orang
desa. Sejak peristiwa itu, beberapa kelompok besiring, terutama perempuan minta
kembali ke hutan. Jika suaminya keberatan, mereka bercerai dan anaknya ikut ke
dalam hutan.” (Hal 27 A 9)
“ Orang Rimba menyambut baik pengobatan secara medik. kehadiran dokter yang
difasilitasi oleh warsi sejak tiga tahun belakangan diterima dengan tangan terbuka,
walau pengobatan tetap dengan pola mereka.” (Hal 26 A 5)