Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan nasional

yang penting. Tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatan sumber

daya manusia secara berkelanjutan melalui perbaikan gizi untuk mewujudkan

keluarga mandiri dan sadar gizi. Disamping itu tujuan pembanguan peternakan

adalah untuk meningkatkan lapangan kerja, kesejahteraan peternak, dan

menambah devisa negara. Permintaan akan daging dan produk ternak lainnya

terus meningkat. Tingginya angka permintaan produk peternakan, maka harus

dibarengi dengan meningkatnya perkembangan sektor peternakan. Salah satu

peternakan yang berkembang pesat adalah peternakan non ruminansia,

khususnya peternakan babi (Perdana et al., 2017).

Indonesia memiliki keanekaragaman spesies babi. Salah satu babi lokal

yang ada dan masih berkembang sampai saat ini adalah babi Bali.

Perkembangan babi Bali masih baik karena babi Bali memiliki keunggulan

dapat beradaptasi dengan pola pemeliharaan yang tradisional yaitu dengan

pemberian pakan yang seadanya. Babi Bali juga dipakai sebagai tabungan bagi

masyarakat Bali yang dikenal dengan nama “tatagan banyu” (Suyadnya,

1987).

Keunggulan - keunggulan yang dimiliki oleh babi Bali tersebut tidak

dibarengi dengan performa pertumbuhan dan reproduksi yang baik. Ber-

dasarkan permasalahan tersebut maka pada tahun 1951 pemerintah

1
melakukan impor babi bangsa Landrace. Namun seiring berjalannya waktu

para peternak babi lebih cenderung memilih babi Landrace dibandingkan

dengan babi Bali (Soewandi et al., 2013).

Ciri-ciri babi Landrace adalah berwarna putih dengan bulu yang halus,

badan panjang, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, kaki kuat,

dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat serta tebal, lemaknya lebih tipis.

Babi Landrace mempunyai karkas yang panjang, pahanya besar, daging di

bawah dagu tebal dengan kaki yang pendek. Babi Landrace menjadi pilihan

pertama para peternak karena pertumbuhannya cepat, konversi makanan

sangat bagus dan temperamennya jinak (Dewi, 2017).

Pengelompokan komponen-komponen manajemen pemeliharaan

anak babi landrace dari lahir sampai disapih yang diterapkan oleh peternak di

Kabupaten Tabanan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat intensitas

manajemen pemeliharaan anak babi yang diterapkan. Oleh sebab itu perlu

dilakukan penelitian berupa persentase baik/buruk dari komponen manajemen

pemeliharaan anak babi landrace dari lahir sampai disapih pada setiap

peternak di Kabupaten Tabanan untuk memperoleh hasil yang optimal dalam

beternak.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbedaan komponen manajemen pemeliharaan anak babi

landrace dari lahir sampai disapaih di Kabupaten Tabanan?

1.3 Tujuan Penulisan

2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen

pemeliharaan anak babi landrace dari lahir sampai disapih yang baik

sehingga usaha peternakan babi yang dilakukan dapat memperoleh hasil

yang optimal.

1. 4 Manfaat Penulisan
1. Bagi peneliti, diharapakan mampu mengetahui dan memberikan

informasi bagaimana cara manajemen pemeliharaan anak babi dari lahir

sampai disapih.
2. Bagi masyarakat dan peternak, diharapkan penelitian ini mampu

memberikan informasi tentang manejemen pemeliharaan anak babi dari

lahir sampai disapih agar memperoleh hasil yang maksimal dalam beternak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Ternak Babi

Babi merupakan hewan yang telah dipelihara dan dikembangkan sejak

dahulu untuk tujuan memenuhi kebutuhan akan daging bagi umat manusia.

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki

potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan

yang menguntungkan antara lain: laju petumbuhan yang cepat, jumlah anak

per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisien ransum yang baik (70-80%), dan

persentase karkas yang tinggi (65-80%) . Selain itu, babi mampu

memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang

bermutu tinggi (Sumardani et al., 2016).

Usaha peternakan babi merupakan usaha yang sudah dilakukan dalam

kurun waktu yang cukup lama, namun belum ditemukan informasi tertulis,

kapan sebetulnya peternakan babi di Indonesia dimulai. Kenyataan di

lapangan menunjukkan bahwa skala usaha peternakan babi sangat beragam.

Di beberapa daerah seperti di Tapanuli Utara, Nias, Toraja, Nusa Tenggara

Timur, Bali, Kalimantan Barat, dan Irian Jaya ternak babi dipelihara sebagian

besar sebagai usaha sambilan keluarga. Usaha ternak babi ini memiliki

kelenturan bisnis yang tinggi, artinya hasil usaha ternak babi berupa anak

babi, babi muda, babi dewasa, induk dan pejantan afkir yang pada setiap

umur dapat dijual peternak dan pasar untuk itupun ada setiap tahun. Usaha

ternak babi perlu dikembangkan karena dapat dijadikan usaha pokok maupun

usaha sampingan sehingga mampu menopang kehidupan bagi banyak

keluarga petani/peternak (Soewandi et al., 2013)

4
Ternak babi berdasarkan fase pertumbuhannya dapat dibagi menjadi tiga

yaitu : Starter, fase hidup anak babi semenjak menyusui sampai umur 8 atau

sampai 11 minggu, Grower, fase hidup anak babi sesudah fase stater sampai

dengan umur 10 atau sampai 24 minggu, Finisher, anak babi yang menjelang

dewasa (Sampurna et al., 2011).

Budiasa et al., (2014) mengatakan peternak akan mendapat

keuntungan bila hasil produksi mencapai standar yang ditetapkan. Ada

beberapa sifat kualitatif ternak babi yang bermanfaat ekonomi

menguntungkan peternak, seperti daya produksi, jumlah dan bobot anakan

saat lahir, disapih dan dibesarkan, mortalitas rendah serta efisiensi

penggunaan pakan yang.

2.2 Manajemen Pemeliharaan Induk


Lama kebuntingan induk babi relatif konstan yaitu berkisaran 114 hari

atau 3 bulan 3 minggu 3 hari (Agri, 2011). Pengetahuan peternak terhadap

masa kebuntingan induk babi sangat penting dalam menentukan kualitas anak

babi yang dihasilkan karena dengan mengetahui umur kebuntingan induk

babi, peternak dapat menentukan manajemen pemeliharaan yang tepat

(Ardana et al., 2008).


Manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan seperti tidak

memberikan tambahan pakan pada awal kebuntingan untuk menekan kematian

embrio seminimal mungkin, penambahan pakan pada usia kebuntingan

selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi induk dan calon anak, menjaga

kebersihan kandang dan kesehatan induk serta menyediakan kandang induk

bunting dan kandang induk melahirkan (Ardana et al., 2008).

5
2.3 Manajemen Pemeliharaan Sesaat Setelah Lahir

Sistem pemeliharaan ternak babi untuk induk yang akan segera

melahirkan diawasi oleh peternak 1 x 24 jam (Kojo, 2014).

2.3.1 Pembersihan Tubuh Anak Babi

Anak babi yang baru lahir segera ditolong dan dibersihkan

selaput lendir yang menutupi tubuhnya, terutama lubang mulut dan

hidung (Kojo, 2014).

Penanganan awal yang dilakukan pada anak babi setelah

lahir adalah dengan pembersihan lendir pada badan dengan

menaburkan bubuk mistar pada seluruh badan kemudian

memasukkan ke dalam box sementara (Manurung, 2014). Dengan

demikian anak babi menjadi kering dan mencegahnya dari

kedinginan. Lepaskan sesegera mungkin setiap cairan yang

mengganggu lobang hidung dan mulut. Apabila anak babi tidak

dapat bernafas secara bebas, pegang kedua kaki belakang dengan

kepala ke bawah dan ayunkan perlahan untuk mempercepat

pelepasan cairan dari lobang hidung. Juga, dengan mengurut pelan-

pelan pada bagian dadanya dan mengisap keluar cairan dari lobang

hidung dapat merangsang pernafasan (Diandinar, 2008).

2.3.2 Pemotongan Gigi

Anak babi lahir dengan empat pasang gigi atau delapan gigi

tajam, dua pasang pada tiap rahang disebut gigi “hitam”, gigi

6
“jarum” atau gigi “serigala”. Meskipun gigi tersebut cukup penting

pada anak babi, namun gigi tersebut harus dipotong karena lebih

banyak menimbulkan kerugian daripada keuntungannya bagi

peternak. Pemotongan gigi harus dilakukan dengan beberapa alasan

diantaranya yaitu gigi sangat efektif menghindari luka pada puting

induk saat menyusu dan luka akibat perkelahian antar anak, maka

dilakukan pemotongan gigi (Manurung, 2014). Yang kedua apabila

anak babi berkelahi untuk merebut satu puting susu atau bermain

sesamanya, gigi dapat menyebabkan luka pada muka dimana luka

tersebut dapat menjadi jalan masuknya penyakit yang disebabkan

oleh mikroorganisme (Didi, 2009) .

Salah satu tujuan dari peternakan babi adalah

memaksimumkan anak babi dapat hidup. Pemotongan gigi harus

tidak menghasilkan gigi yang hancur dibawah garis gusi dan harus

dilakukan secara higienis (Fatonah, 2014).

2.3.3 Pemotongan Ekor

Selain pemotongan gigi, juga dilakukan pemotongan ekor

hal ini dilakukan untuk mencegah anak babi menggigit ekor anak

babi lain yang dapat menyebabkan pendarahan serta untuk menjaga

kesehatan dan kebersihan. Pemotongan ekor juga memudahkan

perkawinan bagi anak babi yang akan dijadikan induk (Manurung,

2014).

7
Pada saat pemotongan ekor perdarahan akan semakin

sedikit apabila alat yang digunakan tumpul seperti pigtail electric

docking. Pada umumnya perhatian khusus harus diberikan terhadap

kesehatan dan kebersihan selama melakukan pemotongan ekordi

usaha peternakan (Alzamakhsyari, 2015). Kementerian Pertanian

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya manusia

Pertanian 2013 menyatakan bahwa Pemotongan ekor pada saat

anak babi umur 1- 3 hari, panjang ekor yang disisakan 0,6-1,3 cm.

2.3.4 Pemotongan Tali Pusar

Tali pusar anak babi yang baru lahir harus dipotong pendek.

Tali pusar merupakan bagian dari tubuh sehingga harus segera diberi

perlakuan. Tali pusar yang tidak tertangani dengan baik bisa menjadi

pintu masuk bibit penyakit bagi anak babi (Rumah Ternak, 2016).

Pemotongan tali pusar dilakukan segera setelah anak babi

dilahirkan (Manurung, 2014). Tali pusar dipisahkan kira-kira 2,5 cm

dan bekas luka pemotongan diberikan desinfektan berupa obat merah

atau betadine (Kojo, 2014).

2.3.5 Mendapat Colostrum Induk

Kolostrum adalah cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar

susu induk selama 2 – 3 hari pertama setelah kelahiran. Kolostrum

mengandung faktor – faktor yang penting bagi kesehatan dan

pertumbuhan anak babi. Kandungan utamanya adalah faktor

kekebalan tubuh ( immune Factor ) yang akan melindungi anak babi

8
dari infeksi kuman – kuman patogen ( berbahaya ) dan faktor

pertumbuhan ( Growth Factor ) yang akan mempersiapkan awal

pertumbuhan yang pesat bagi anak babi, kandungan lainnya adalah

laktoferin, hormon, vitamin, enzim, asam – asam amino dan nutrisi

lain yang berguna bagi anak babi (Ardana, 2006).

Infeksi penyakit yang serting muncul pada anak babi 2

minggu pertama adalah mencret/diare. Diare pada anak babi yang

sedang menyusui menimbulkan kematian yang sangat tinggiterutama

pada hari ke 14 dan hari kie 20. Anti bodi dalam colostrum ini sangat

membantu dalam mencegah problem mencret pada anak babi

(Preasetyo et al., 2013).

2.4 Manajemen Pemeliharaan Anak Babi Sebelum Disapih

Saat lahir, anak babi memiliki kaki dan kepala yang relatif besar

dengan permukaan tubuh yang luas dibandingkan dengan bobot

badannya. Karena anak babi memiliki lapisan lemak yang sangat terbatas

(1 – 2% ) dan benar – benar tidak ada rambut penutup, maka temperature

sekitarnya seharusnya 35°C. Bila temperatur kurang dari 35°C, anak babi

akan menggunakan air susu yang diperoleh dan glikogen (sumber energi)

cadangan tubuhnya mempertahankan panas tubuhnya. Cadangan

glikogen hanya dapat memenuhi kebutuhannya sekitar 7– 8 jam. Anak

babi yang baru lahir tak mungkin tahan hidup tanpa memperoleh air susu

yang cukup dan temperature lingkungan yang memadai (Sihombing,

2006).

9
Untuk mencegah kematian anak babi akibat defisiensi besi yang

umum terjadi maka setelah umur 2–3 hari anak babi diberi larutan besi

yang dioles pada puting susu induk, diberi per oral atau suntikan khusus.

Keadaan kandang harus dijaga bersih, kering, dan suhunya diatur agar

anak babi dan induknya nyaman ( Aritonang et al., 1989 ).

Pemotongan gigi anak babi dimaksudkan agar tidak melukai puting

susu induk atau menyebabkan luka antara sesama anak babi .telinga

dengan keretakan atau tato diperlukan dalam pembuatan silsilah yang

berguna pada program seleksi (Aritonang et al., 1989).

2.4.1 Kastrasi

Menurut Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian 2011. Kastrasi

dilakukan kepada anak babi jantan yang dipelihara sebagai babi

potong yaitu pada umur 2-3 minggu. Ini dimaksudkan untuk

mempertahankan kualitas daging, untuk menjinakkan babi jantan

yang mempunyai sifat kanibal dan agar babi jantan yang jelek tidak

mengawini betina.

Tebal lemak punggung merupakan salah satu penilaian

kualitas karkas babi, yang di pengaruhi oleh tipe babi, umur,

makanan, bobot hidup dan kastrasi (Aritonang et al., 2011).

2.4.2 Pakan

10
Babi muda diberi pakan dengan cara creep feeding didalam

kandang kelahiran dari umur 7 sampai 10 hari. Jumlah pakan yang

diberikan sedikit saja dengan pemberian 2 atau 3 kali sehari agar

pakan yang diberikan itu senantiasa baru dan segar. Pada waktu babi

muda itu mulai bisa makan (yaitu pada umur sekitar 2 minggu)

pakan disediakan lebih banyak. Air minum yang bersih dan segar

disajikan tidak bersama-sama dengan air minum untuk induknya.

Bahan yang digunakan untuk ransum starter haruslah bahan yang

bener-bener berkualitas bagus dan yang sifatnya palatable (disukai)

supermentasi zat besi sulfat. Disamping itu antibiotik juga diberikan

di dalam ransum starter untuk pencegahan penyakit serta

merangsang laju pertumbuhan (Shopia, 2017).

2.4.3 Perkandangan

Unit atau bangsal kandang tempat induk melahirkan anak

babi dan petak – petak kandang ini dilengkapi dengan rel atau palang

pengaman, atau kerangkeng (stall ) melahirkan anak babi. Induk babi

bersama anak babinya ditinggal di petak kandang tersebut sampai

anak babi disapih. Mungkin juga induk serta anak babi dipindahkan

ke unit kandang mengasuh anak babi (genjik) setelah 2 – 3 minggu

lahir ( Sihombing, 2006 ).

2.5 Kerangka Konsep

11
Keberhasilan dalam sektor peternakan tidak lepas dari produktifitas

ternak yang optimal. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

produktifitas pertumbuhan anak babi adalah manajemen pemeliharaanya

yang belum maksimal. Komponen manejemen pemeliharaan yang akan

dibahas adalah a) manajemen pemeliharaan induk b) manajemen

pemeliharaan sesaat setelah lahir : pembersihan tubuh anak babi,

pomotongan gigi, pemotongan ekor, pemotongan tali pusar, dan mendapat

colostrum induk, c) manajemen pemeliharaan sebelum disapih : kastrasi,

pakan, dan perkandangan. Selanjutnya diamati analisis klaster antara

manajemen pemeliharaan anak babi dari lahir sampai disapih terhadap

pertumbuhan anak babi.

Data yang diperoleh dari seluruh peternak babi kemudian diamati

ada tidaknya perbedaan komonen manajemen pemeliharaan anak babi

landrace dari lahir sampai disapih pada 60 sampel peternakan diseluruh

kecamatan di Kabupaten Tabanan.

Skema 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

12
Peternakan Babi Landrace Di Kabupaten Tabanan

Manajemen Pemeliharaan Anak Babi Dari Lahir Sampai Disapih

Pemeliharaan Sesaat Setelah Lahir Dan Pemeliharaan Sebelum Di Sapih

Pembersihan Tubuh Anak Babi


Pemotongan Gigi
Pemotongan Ekor
Pemotongan Tali Pusar
Pemberian Colostrum Induk
Kastrasi
Pakan Tambahan
Perkandangan

Analisis Biplot Antara Konponen Manajemen Pemeliharaan Anak

Babi

2.6 Hipotesis

13
Berdasarkan kerangka konsep yang diuraikan diatas, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tidak semua peternakan menerapkan komponen manajemen pemeliharaan

yang baik pada anak babi landrace dari lahir sampai disapih di Kabupaten

Tabanan.

14
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak babi landrace

dari lahir samapai disapih pada 60 peternak di Kabupaten Tabanan tahun

2018.

3.2 Bahan dan Peralatan yang Digunakan

Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengambilan data

penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Kuisioner dengan daftar pertanyaan mengenai manajemen

pemeliharaan anak babi dari lahir sampai disapih yang meliputi a)

manajemen pemeliharaan induk b) manajemen pemeliharaan sesaat

setelah lahir : pembersihan tubuh anak babi, pomotongan gigi,

pemotongan ekor, pemotongan tali pusar, dan mendapat colostrum

induk, c) manajemen pemeliharaan sebelum disapih : kastrasi, pakan,

dan perkandangan.
2. Alat tulis dan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian.

3.3 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan yaitu menggunakan metode survey

dengan purposive sampling untuk menentukan Kabupaten Tabanan

sebagai lokasi penelitian dari 8 kabupaten yang ada di Provinsi Bali.

15
3.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas yang digunakan berhubungan dengan komponen-

komponen manajemen pemeliharaan anak babi meliputi pembersihan

tubuh anak babi, pomotongan gigi, pemotongan ekor, pemotongan tali

pusar, mendapat colostrum induk, kastrasi, dan jenis pakan. Variabel

terikat yang digunakan adalah baik dan buruknya manajemen peternak.

Variabel terkendali yaitu ras babi dan umur babi.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan kuisioner (angket), wawancara dan pengamatan secara

langsung di lapangan. Data diambil dari 60 peternak di Kabupaten

Tabanan yang mencakup 10 Kecamatan yaitu Kecamatan Baturiti,

Kecamatan Penebel, Kecamatan Marga, Kecamatan Kediri, Kecamatan

Tabanan, Kecamatan Kerambitan, Kecamatan Selemadeg Timur,

Kecamatan Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Barat, dan Kecamatan

Pupuan. Diambil 6 sampel disetiap Kecamatan.

3.6 Prosedur Penelitian

Wawancara dilakukan secara terstruktur, dimana daftar pertanyaan

sudah dibuat secara sistematis oleh peneliti. Penyusunan daftar pertanyaan

diawali dengan identitas responden, baru masuk kedalam poin-poin yang

sudah tertera pada kuisioner. Pada penelitian ini, responden yang dipilih

dari pemilik ternak atau bisa dari anggota keluarga peternak yang dirasa

mampu untuk menjawab pertanyaan dari peneliti.

16
3.7 Analisi Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis Biplot, dengan

mempersentasekan menajemen pemeliharaan anak babi setiap kecamatan

di Kabupaten Tabanan dengan 2 komponen variabel yaitu baik dan buruk.

Kemudian dilakukan analisis Biplot menggunakan program SPSS.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan disetiap Kecamatan di Kabupaten Tabanan,

Provinsi Bali pada 60 peternak. Penelitian pendahuluan telah dilakukan

dari bulan Agustus dan akan diakhiri pada bulan Januari.

DAFTAR PUSTAKA

Agri, F.2011. Cara mudah usaha ternak. Cahaya Atma. Yogyakarta.

17
Alzamakhsyari, LA. 2015. “Pemotongan Ekor, Identifikasi, Kastrasi, dan

Pemberian Fe pada Anak Babi”. Dapertemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Ardana. 2006. Peran Colostrum Pada Anak Babi. Galuh Farma.

Ardana, I.B.K, Putra D.K.H. 2008. Ternak Babi; Manajemen Reproduksi,

Produksi, dan Penyakit. Cetakan Pertama. Udayana University Press.

Aritonang, S. N., J. Pinem, S. Tarigan. 2011. Pendugaan Bobot Karkas dan Tebal

Lemak Punggung Babi Duroc Jantan Berdasarkan Umur Ternak. Jurnal

Peternakan Indonesia. Vol. 13(2).

Budiasa, M. K., I. B. K. Ardana, Ita Octarina Purba. 2014. Penampilan

Reproduksi Induk Babi Landrace yang Dipelihara Secara Intensif di

Kabupaten Badung. Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 3(2): 163-168.

Diandanar. 2008. Manajemen Kelahiran Anak Babi yang Baru Lahir. Diakses tgl:

28/10/ 2018. https://diandinar.wordpress.com/2009/12/28/manajemen-.

Didi. 2009. Manajemen Anakan Babi. Jakarta (ID) : Artikel Ternak Pr.

Fatonah, AF. 2015. Manajemen Pemeliharaan Anak Babi Pemotongan Tali Pusar

dan Pemotongan Gigi. Diakses tgl: 22/10/2018.

http://astifatmawatifatonah.blogspot.com/2015/10/laporan-praktikum-

manajemen_14.html.

18
Ginting, N., Aritonang, G. 1989. Teknik Beternak Babi di Indonesia. PT Rekan

Anda Setiawan, Jakarta.

Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Pertanian. 2011. Kastrasi pada Babi Jantan.

Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya

manusia Pertanian. 2013. Pemotongan Ekor pada Anak Babi Baru Lahir.

Kojo, Revo, K., V. V. J. Panelewen., M. A. V. Manese, Nansi Santa. 2014.

Efesiensi Penggunaan Input Pakan dan Keuntungan pada Usaha Ternak

Babi di Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Zootek.

Vol. 34 No. 1: 62-74

Manurung, DP. 2014. “Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata

Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatra Utara”. Skripsi

Dapertemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor.

Mayani, Kristina, Dewi, G.A. 2017. Materi Ilmu Ternak Babi. Universitas

Udayana.

Perdana, I. M. A. W., I W. Sukanata, N.L.G. Sumardani. 2017. Analisis Kelayakan

Finansial Usaha Pengemukan Babi Landrace Persilangan. Peternakan

Tropika. Vol.5 No. 2 :427-436.

19
Prasetyo, H., I. B. K. Ardana, M. K. Budiasa. 2013. Studi Penampilan Reproduksi

(Litter size, Jumlah Sapih, Kematian) Induk Babi pada Peternakan

Himalaya Kupang. Indonesia Medicus Veterinus. Vol. 2(3) : 261-168.

Rumah Ternak. 2016. Manajemen Pemeliharaan Babi. Diakses tgl: 22/10/2018.

https://rumahternak21.blogspot.com/2016/08/manajemen-pemeliharaan-

babi.html.

Sampurna, I P, Suatha, I K, Menia, Z. 2011. Pola Pertumbuhan Dimensi Panjang

dan Lingkar Tubuh Babi Landrace. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 14

No.1.

Shofia, P. 2017. Manajemen Komuditas Ternak Babi. Diakses tgl: 22/10/2018.

http://veterinaryone.blogspot.com/2017/01/manajemen-komoditas-ternak-

babi.html

Sihombing. 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University.

Yogyakarta.

Soewandi, B. D. P., Sumadi, Tety Hartatik. 2013. Estimasi Output Babi di

Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Buletin Veteriner. Vol.37(3): 165-172.

Sumardani, N. I. G., I N. Ardika. 2016. Populasi dan Performa Reproduksi Babi

Bali Betina di Kabupaten Karangasem Sebagai Plasma Nutfah Asli Bali.

Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 19 No.3.

20
Suyadnya, I. P. 1987. Peningkatan Produksi Anak Babi Bali Melalui Superovulasi

dan Pemacuan. Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

LAMPIRAN KUISIONER

Perbedaan Komponen Manajemen Pemeliharaan Anak Babi Landrace Dari

Lahir Sampai Disapih Di Kabupaten Tabanan.

21
1. Tatalaksana saat anak babi lahir
a. Apakah tempat induk babi melahirkan dalam keadaan bersih? (Ya /

Tidak)
b. Apakah tempat induk babi melahirkan dalam keadaan kering? (Ya /

Tidak)
c. Apakah saat anak babi saat lahir tubuhnya langsung dibersihkan/dilap

dengan kain? (Ya / Tidak)


d. Apakah saat anak babi lahir lubang hidungnya dibersihkan dari cairan?

(Ya / Tidak)
e. Apakah saat anak babi lahir tali pusarnya dipotong kira-kira 2cm dari

panggkal ? (Ya / Tidak)


f. Apakah saat anak babi lahir giginya dipotong? (Ya / Tidak)
g. Apakah saat anak babi lahir ekornya dipotong? (Ya / Tidak)
h. Apakah saat anak babi lahir langsung mendapat colostrum/air susu dari

induknya? (Ya / Tidak)


2. Tatalaksana anak babi setelah lahir
a. Apakah tempat anak babi dengan induk berbeda ketika tidak sedang

menyusui? (Ya / Tidak)


b. Apakah tempat anak babi dalam keadaan bersih? (Ya / Tidak)
c. Apakah tempat anak babi dalam keadaan kering? (Ya / Tidak)
d. Apakah tempat anak babi berisikan lampu penghangat? (Ya / Tidak)
e. Apakah anak babi diberikan susu tambahan selain susu dari induknya?

(Ya / Tidak)
f. Apakah anak babi diberikan minuman tambahan selain susu induknya?

(Ya / Tidak)
g. Apakah anak babi diberikan makanan tambahan selain susu induknya?

(Ya / Tidak)
h. Apakah anak babi diberikan vitamin? (Ya / Tidak)
i. Apakah anak babi diberikan obat- obatan? (Ya / Tidak)
j. Apakah anak babi jantan setelah umur 2 minggu dilakukan kastrasi?

(Ya / Tidak)
k. Apakah kastrasi dilakukan sendiri? (Ya / Tidak)
l. Apakah kastrasi dilakukan oleh dokter hewan ? (Ya / Tidak)
3. Tatalaksana saat babi akan disapih
a. Pada umur berapa anak babi disapih? (..............)

22
b. Apakah kandang penyapihan ditempat khusus ? (Ya / Tidak)
c. Apakah ada pakan khusus yang diberikan ? (Ya / Tidak)
d. Apakah ada susu khusus yang diberikan ? ( Ya / Tidak)

23

Anda mungkin juga menyukai