Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR (HANDOUT)

MANAJEMEN KESEHATAN HEWAN DALAM UPAYA PENINGKATAN


PERFORMAN SAPI INDUKAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK JAWA TENGAH

1. MARTOYO, SP ( Kab. Sragen )


2. DALYONO, SPt ( Kab. Sragen )
3. WIHARDI, SPt ( Kab. Brebes)
4. IMAM SATIYANA, SPt ( Kab. Brebes)
5. MUHAMMAD NIAM, S.Pt ( Kab. Pati )
6. DEWI RETNO ASIH, S.Pt ( Kab. Pati )
7. MANIS RAHMAWATI N, SPt ( Kab. Tegal )
8. SRIBUDI SUSWANTO ( Kab. Tegal )
9. CATUR PURWANTO, SST (BBPP Batu)

BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU JAWA TIMUR

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Diklat tematik merupakan salah satu model pelatihan yang lebih menekankan
keterlibatan peternak dalam proses pelatihan, sehingga peternak dapat mengidentifikasikan
permasalahan yang terjadi di lapangan kerja secara langsung dan kompeten dalam
merencanakan penyelesaian permsalahan yang ditemukan. Keberadaan kegiatan diklat
tematik ini, diharapkan mendukung keberhasilan salah satu program Kementerian Pertanian
yang difokuskan pada keberhasilan sapi indukan wajib bunting (SIWAB), sebab kegiatan ini
difokuskan pada kebutuhan wilayah.

Sebagai langkah operasional keberhasilan pelatihan yang mendukung peningkatan


angka kebuntingan dalam kegiatan upaya khusus sapi indukan wajib bunting (UPSUS
SIWAB), perlu disusun Bahan Ajar (Handout) yang akan memudahkan peternak dalam
mempelajari materi diklat.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu upaya dalam peningkatan populasi sapi indukan dilakukan melalui Upaya
Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang merupakan kegiatan yang
terintegrasi, menggunakan pendekatan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya peternakan untuk mencapai kebuntingan 3 juta ekor dari 4 juta
akseptor Sapi/Kerbau pada tahun 2018. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan yang meliputi
Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi, Penyediaan Semen
Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; Distribusi dan Ketersediaan Semen
Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer;Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan
Konsentrat; Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.
(Pedoman Pelaksanaan UPSUS SIWAB Tahun 2017, Ditjennak).

Kesehatan hewan memiliki peran penting dalam dukungan keberhasilan peningkatan


populasi kaitannya dengan penanganan gangguan reproduksi. Dampak adanya gangguan
reproduksi dapat dilihat dari rendahnya service perconception (S/C), panjangnya calving
interval (CI), kemajiran, dan rendahnya angka kelahiran. Manajemen pemeliharaan dan
penanganan reproduksi yang kurang tepat khususnya manajemen pakan dapat mempengaruhi
berat badan dan akan berpengaruh terhadap reproduksi ternak. Penurunan berat badan pada
umumnya dipengaruhi oleh parasit darah dan kecacingan, terapi terhadap parasit dan
peningkatan kualitas dan kuantitas pakan dapat membantu memperbaiki status reproduksi
serta status kesehatan sapi dan kerbau. Dalam pelayanan kesehatan reproduksi ternak, peran
dokter hewan sebagai medik reproduksi dan paramedik veteriner dalam bidang reproduksi
yaitu Asisten Teknis Reproduksi (ATR), petugas pemeriksa kebuntingan (PKb), dan
Inseminator (Petugas IB) diharapkan dapat melaksanakan perannya sesuai dengan ilmu dan
keterampilan yang telah dimiliki, dan diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku. Petugas penanganan reproduksi melaksanakan tugas dan kewajiban secara terpadu
dibawah penyeliaan dokter hewan.

Berdasarkan data penanganan gangguan reproduksi Tahun 2015 pada ternak


ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan kerbau) kasus gangguan reproduksi disebabkan
hipofungsi ovarium, corpus luteum persisten, peradangan saluran reproduksi (endometritis,
metritis) oleh karena penanganan kelahiran dan pelayanan inseminasi yang tidak sesuai
prosedur (legeartis). Upaya perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh baik yang
menyangkut ketepatan program, SDM, fasilitas sarana dan prasarana, kelembagaan,sistem
pelayanan serta perangkat pedoman sebagai acuan petugas penanganan gangguan reproduksi
di lapangan.

Di beberapa daerah terdapat permasalahan berkaitan dengan gangguan reproduksi.


Peningkatan pengetahuan peternak tentang kesehatan ternaknya mutlak diperlukan dalam
upaya meningkatkan performan sapi indukan agar terhindar dari gangguan reproduksi. Untuk
itu perlu adanya Buku Ajar (Handout) tentang Manajemen Kesehatan Hewan dalam upaya
peningkatan performan reproduksi sapi indukan.
BAB II.
MATERI INTI
A. PENYAKIT CACINGAN

Beberapa macam penyakit yang sering menggangu performa reproduksi sapi indukan
kurang diperhatikan mulai stadium awal adalah penyakit cacingan (Helmithiasis). Diduga
bahwa hampir semua sapi yang dipelihara secara tradisional pada kondisi petani terserang
penyakit cacingan (. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh serangan parasit cacing
tergantung pada : Jenis cacing, jumlah cacing yang menyerang, umur sapi yang terserang dan
kondisi pakan.

Kasus cacingan yang terjadi pada sapi disinyalir dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menjadi predisposisi (pemicu) penyakit tersebut. Faktor-faktor tersebut di antaranya
umur, musim atau kondisi lingkungan, keberadaan vektor (inang antara) dan metode
pemeliharaan. Jika dilihat dari umur serangannya, kasus cacingan pada sapi dapat menyerang
semua umur. Namun, berdasarkan jumlah kasus yang terjadi di lapangan, pedet cenderung
memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap kasus cacingan. Pedet lebih rentan
terserang penyakit cacingan karena memiliki daya tahan tubuh yang belum optimal.

Kasus cacingan terutama sering ditemukan pada saat musim hujan atau kondisi
lingkungan lembab dan basah yang umumnya disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang
kurang baik. Kondisi tersebut menjadi media yang cocok untuk perkembangan telur cacing
menjadi bentuk yang siap masuk ke dalam tubuh sapi. Pada peternakan sapi skala kecil,
umumnya sanitasi atau kebersihan kandang masih sangat minim, sehingga kandang lebih
sering dalam kondisi yang kotor dan becek. Oleh karena itu, besar kemungkinannya sapi yang
dipelihara dalam kandang seperti ini terserang cacingan.

Beberapa jenis cacing yang menyerang sapi membutuhkan inang antara seperti siput
air tawar dalam siklus hidupnya. Pada kondisi yang lembab, hewan ini mampu hidup dan
berkembang biak dengan sangat baik. Maka tak heran pada saat musim hujan siput air tawar
ini sering kita jumpai karena populasinya yang bertambah banyak. Apabila dikaitkan dengan
kasus cacingan pada sapi, kondisi ini tentu saja dapat meningkatkan resiko serangan parasit
cacing pada ternak sapi.

Jika ditinjau dari metode pemeliharaannya, sapi yang dipelihara dengan sistem
tradisional (ekstensif) lebih beresiko terserang penyakit cacingan dibandingkan dengan sapi
yang dipelihara dengan sistem yang lebih modern (intensif). Pada pemeliharaan dengan
sistem ekstensif, sapi dibiarkan bebas merumput atau mencari makan sendiri di lahan
penggembalaan. Padahal tidak jarang tempat-tempat yang dijadikan sebagai lahan
penggembalaan tersebut telah terkontaminasi telur atau larva cacing. Sedangkan pada
pemeliharaan dengan sistem intensif, sapi sepanjang hari dikandangkan dan pakan diberikan
pada waktu tertentu oleh pemilik ternak. Hal ini tentu saja dapat mengurangi resiko sapi untuk
kontak dengan telur maupun larva cacing. Parasit cacing dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan:

1. Cacing Gilig (Nematoda)


2. Cacing Pita (Cestoda)

3. Cacing Hati (Trematoda)

Gejala cacingan sangat tergantung dari jenis cacing yang menyerang ternak sapi.
Tetapi pada umumnya gejala cacingan dapat terlihat sebagai berikut: badan kurus, bulu kusam
dan berdiri, diare atau bahkan sembelit. Untuk menyiasati harga obat yang mahal dan
dampak/efek samping obat kimia yang tidak diharapkan maka perlu diupayakan obat-obatan
tradisional. Obatobatan tradisional juga mempunyai efektifitas yang tidak kalah dengan obat-
obatan modern.

Penyebab dari penyakit cacing hati yaitu cacing yang disebut dengan Fasciola Gigantica.
Penyakit Cacing hati sapi memiliki ciri-ciri bentuk segitiga dan pipih, berwarna abu-abu
kehijauan sampai warna kecoklatan dengan panjang tubuh cacing tersebut dapat mencapai
sekitar 2-3 centimeter.

Terdapat nya cacing di hati ternak sapi salah satu nya diakibatkan oleh pemberian pakan
rumput-rumput persawahan atau pun sapi memakan rumput yg menempel di tanah, serta
rumput/dedaunan yang mengandung larva setelah dihinggapi oleh siput. Karena itulah cacing-
cacing ini akan tumbuh dan berkembang di hati sapi.

Dibawah ini adalah ciri-ciri sapi yang telah terkena penyakit cacing hati:
1. Tubuh sapi terlihat kurus dan lemah
2. Nafsu makan dan minum ternak sapi berkurang

3. Sapi sering mencret

4. Mulut dan hidung sapi kering

5. Telinga sapi terlihat terkulai

6. Mata terlihat suram, cekung dan selalu mengantuk

7. Temperatur atau suhu tubuh sapi naik turun

8. Detak jantung dan pernapasan sapi tidak normal

9. Sapi ketika berjalan sempoyongan

10. Bulu tampak kusut dan kulit tidak elastis.

Penyakit Demam Tiga Hari pada Sapi

Demam tiga hari pada sapi atau (Bovine Ephemeral Fever) merupakan salah
satu penyakit viru arbo pada ruminansia terutama sapi dan kerbau, yang penularannya
melalui vektor nyamuk. Penyakit ini ditandai dengan demam selam tiga hari, kekauan,
dan kelumpuhan, namun demikian dapat sembuh spontan dalm tiga hari, karena itu
nama BEF atau demam tiga hari lebih sering digunakan (Yeruhman et al 2007; Zheng et
al 2011;Sendraw Indrawati, 2013).

Penyebab Penyakit :

Penyakit demam tiga hari (three day sickness) disebut juga dengan penyakit
bovine ephemeral fever (BEF). Merupakan penyakit sapi yang bersifat akut yang disertai
demam, dengan angka yang sakit tinggi, tetapi dengan angka kematian yang rendah.
Selain sapi, kerbau juga dapat terserang penyakit BEF, tetapi ringan.

Bovine ephemeral fever (BEF), disebabkan oleh virus Rhabdovirus yang


termasuk dalam famili yang sama dengan virus rabies dan vesicular stomatitis. Virus
tersebut ditularkan oleh serangga. Nyamuk dan lalat pasir dicurigai sebagai vektor,
sedangkan cullicoides dianggap sebagai vektor yang paling mungkin.

Puncak kasus penyakit ini biasanya terjadi di bulan Januari dan Juli, bulan
januari karena pada musim penghujan sehingga kandang sapi menjadi becek dan
meyebabkan tempat bertelur nyamuk lalu pada bulan juli suhu pada siang hari cukup
tinggi dan malam hari suhu sangat dingin. Adanya perbedaan suhu meyebabkan telur
nyamuk dan lalat mudah menetas.

Pada kondisi sapi yang lemah sangat rentan terkena penyakit ini. Virus yang
masuk akan berkembang baik dalam organ tubuh seperti paru–paru, limpa dan kelenjar
limpa. Selanjutnya penderita akan memperlihatkan gejala penyakit yang kebanyakan
terjadi dalam waktu 2–4 hari.
BAB III

PENGENDALIAN DAN PENGOBATAN

Pengendalian penyakit cacingan


1. Jagalah kandang tetap bersih terutama dari sisa pakan, bila ada sisa pakan segera jauhkan
dari kandang atau dibuat kompos.
2. Segera lakukan pengobatan bila ada sapi yang menunjukkan gejala cacingan
3. Perhatikan kondisi lingkungan, daerah penggembalaan dan kandang, hindari tanah yang
lembab dan basah atau banyak kubangan.

4. Lakukan penggembalaan bergilir, jangan menggunakan padang penggembalaan secara


terus menerus.

5. Meskipun cacing ini akan mati jika kita panaskan pada suhu tinggi atau suhu sekitar 70
derajat celsius. Akan tetapi jika tetap dikonsumsi atau kita makan, bisa menimbulkan rasa
mual bahkan akan terjadi muntah-muntah yang mengonsumsinya. Jika kita ingin membeli
daging sapi, ada baiknya membeli hati sapi di tempat daging khusus ataupun bisa juga di
pasar swalayan yang sudah mempunyai jaminan kebersihan dan kesehatan sapi potong.

Pengobatan Tradisional
♦ Mata ternak dicuci / ditetesi dengan larutan tem-bakau dibiarkan selama 3 – 5 menit
kemudian cacing diambil dengan tangan biasa atau pinset.
Contoh penggunaan beberapa jenis tanaman yang tumbuh di sekitar area yang dapat
digunakan sebagai obat cacing :
 Buah pinang digongseng (goreng tanpa minyak) kemudian ditumbuk halus 1 sendok
makan dicampur air 1 cangkir kemudian diberikan kepada ternak.
 Buah atau daun nenas diberikan kepada ternak sekitar 600 mg/kg BB setelah sebelumnya
dibersihkan durinya.Buah atau daun nenas ini lebih efektif untuk cacing nematoda. Tetapi
harus diingat pemberian daun atau buah nenas tidak boleh pada ternak yang sedang
bunting.

 Bawang putih yang biasa digunakan untuk memasak di dapur juga mempunyai khasiat
anti-cacing yang sangat efektif, terutama untuk melawan infestasi cacing Ascaris. sp,
Enterobius dan semua jenis cacing paru-paru. Keuntungan lain dari bawang putih adalah
adanya kandungan antibiotika alami yang sangat aman dan tidak meninggalkan residu di
sapi, antibiotika ini akan berperan sebagai ”growth promotor” pada laju pertumbuhan sapi.
Pada pengobatan sapi-sapi muda penggunaan bawang putih sangat disarankan karena tidak
pernah ditemukan efek samping yang merugikan.

Ciri-ciri dan gejala umum demam/BEF;

a. Sapi terlihat lemah lesu


b. Sapi demam tinggi
c. Susah bergerak dan berdiri, nafas sesak dan gemetar
d. Timbul ingus pada hidung
e. Nafsu makan turun
f. Pada sapi perah produksi susu menurun
Pencegahan dan pengobatan demam pada sapi;

a. Sanitasi lingkungan
b. Penggunaan insektisida pada kandang
c. Berikan obat penurun panas dan usahakan sapi banyak minum air
d. Pemberian gula merah dan garam dapur pada air minum sapi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengumpulan data potensi dan permasalahan dilakukan dengan pengumpulan data


primer dan data sekunder.
2. Penyuluhan tentang pemupukan berimbang pada tanaman padi dapat meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap petani.
3. Praktek seleksi benih padi

B. Saran

1. Penyuluh Pertanian diharapkan dapat lebih menggali potensi dan permasalahan di


desa secermat mungkin sehingga data yang dikumpulkan dapat lebih lengkap
sehingga dapat menetukan prioritas masalah.
2. Petani diharapkan dapat melakukan pemupukan berimbang pada tanaman padi
3. Pemerintah setempat diharapkan lebih memperhatikan potensi desanya melalui
pengembangan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan.
BAB VI
PENUTUP

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, Buku Ajar ini dapat tersusun.
Kepada semua pihak yang telah membantu, kami mengucapkan terima kasih. Kekurangan
pengetahuan dan keterbatasan waktu sehingga dalam penyajian kurang sempurna, maka
segala kritik, saran serta bimbingan senantiasa kami harapkan untuk perbaikan dalam
penyusunan monografi yang kan datang.

Akhirnya penyusun mohon maaf atas segala kekurangan dan mudah – mudahan buku
ajar berguna bagi yang berkepentingan.

Anda mungkin juga menyukai