Anda di halaman 1dari 16

Materi Pelengkap Modul (MPM) Kepemimpinan Kewirausahaan

PERLUNYA PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI

AMT UNTUK MENGHASILKAN LULUSAN YANG MANDIRI

Oleh
Tim Widyaiswara BPSDMD Prov. Jateng

Pendahuluan

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea ke empat


mengamanatkan bahwa tujuan Pemerintah Republik Indonesia adalah,
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam rangka usaha mencerdaskan kehidupan bangsa,
pemerintah berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang tidak saja ditujukan untuk mengejar nilai akademik
(angka// ranking/ Indeks Prestasi), tetapi juga untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

Pendidikan menjadi faktor penentu kejayaan suatu bangsa di masa depan. Jepang
misalnya, bisa tampil sebagai bangsa yang kuat dan memukau dunia karena
menerapkan strategi pendidikan yang pas yang digali dari budaya Jepang. Bangsa
Jepang adalah bangsa pembelajar terbaik di dunia. Mereka belajar seperti
melakukan ibadah agama, yang dipraktekkan dengan penuh semangat karena
paham betul kegunaannya. Menyotek adalah melanggar agama sehingga
merupakan aib. Belajar dan mencari ilmu adalah jiwa dari masyarakat Jepang.
Semangat belajar yang tinggi sudah terbentuk sejak ratusan tahun. Sejak
masuknya Konfusianisme menjadi dasar kepercayaan Jepang. Sejak para elite
Samurai mulai meninggalkan pedangnya dan mengajar di sekolah sekolah, dan
sejak Restorasi Meiji. Konfusius juga mengajarkan pengikutnya untuk banyak

1
membaca. Melalui sistem pendidikan yang efektif nilai nilai budaya tersebut
tertanam kuat dalam masyarakat Jepang.

Walaupun berbagai agama yang dianut di Indonesia memaknai bahwa pendidikan


adalah sebagai ibadah, faktanya masih banyak murid menuju sekolah hanya
sekedar menggugurkan kewajiban. Menyontek masih banyak dijumpai disekolah
terutama pada saat ujian akhir, agar mendapat Nilai Ebtanas Murni yang baik.
Mungkin karena perguruan tinggi tidak percaya kepada mutu sekolah di
bawahnya, untuk bisa diterima sebagai mahasiswa kemampuan murid diuji lagi
dan tidak sekedar berdasar nilai NEM. Menurut mantan Rektor Universitas
Diponegoro Semarang, Prof. Dr. dr. Susilo Wibawo, Ms Med, pendidikan dikatan
berhasil jika :

a. Mampu mengurangi pengangguran


b. Mampu meningkatkan taraf hidup

Oleh karena itu perlu dirumuskan strategi pendidikan yang pas untuk
menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, sehingga
selaras dengan tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan nasional menurut UUD 1945 (versi Amandemen),


pasal 31, ayat 3 menyebutkan:

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan


nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan


teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Penjabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-


Undang Sisdiknas No.20, tahun 2003, pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

2
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis.

Bila dicermati dengan seksama, tujuan pendidikan nasional dirumuskan


tidak hanya untuk mencerdaskan kemampuan intelektual saja (Intelektual
Quotion)), tetapi juga kecerdasan emosional (Emotional Quotion), dan kecerdasan
spiritual (Spiritual Quotion). Tujuan pendidikan tersebut selaras dengan falsafah
dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, yang berisi nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia.

Dengan demikian tujuan pendidikan, tidak hanya menghasilkan anak didik yang
mengabdi kepada angka-angka tetapi ada keseimbangan antara pengetahuan,
(kognitif),ketrampilan (psikomotorik), dan sikap mental (attitude) yang baik
sehingga pada akhirnya mampu menghasilkan anak didik mandiri yang
diharapkan berhasil menciptakan kerja bagi dirinya sendir (bukan menenteng
ijazah untuk mencari kerja). Oleh karena ini sesaat setelah dilantik menjadi
Menteri di Kementrian Pendidikan Nasional , Moh Nuh mencanangkan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Seiring dengan program pemerintah
tersebut sekolah memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan melalui
pengintegrasian pendidikan karakter tersebut kedalam program pendidikan secara
keseluruhan. Sebagai lembaga sekolah diharapkan menjadi “Centre of Nation
Character Building”, pusat pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter
bukan mata pelajaran, tetapi nilai nilai karakter itu harus ditanamkan kepada
kepada para peserta didik melalui pembelajaran di kelas maupun di luar kelas

Kemendiknas menjelaskan karakter adalah “watak, tabiat, akhlak dan kepribadian


seseorang yang terbentuk hasil interaksi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral,dan norma seperti
jujur, berani bertindak, pat dipercaya, dan hormat pada orang lain. Dengan
demikian tujuan pendidikan tidak hanya mengejar/ mengabdi kepada nilai atau

3
angka akademik saja (Intelektual Quotient/ IQ), tetapi perlu menyeimbangkan
antara Intelektual Quotient (IQ), Emotional Quotiont (EQ), dan Spiritual Quotient
(SQ). Daniel Goleman (1997), dalam bukunya Kecerdasan Emosi berpendapat
sumbangan Intelektual Quotient terhadap kesuksesan seseorang maksimal 20 %,
sisanya yang 80 % sangat ditentukan oleh kecerdasan lainnya.

Menurut Grand Design Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan Nasional


(2010), pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan peserta didik agar
memiliki nilai nilai luhur dan perilaku berkarakter, yang meliputi ranah olah pikir,
olah hati, olah raga dan olah rasa

Sedangkan menurut Suyanto, ranah pendidikan karakter paling tidak harus


mencakup sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai nilai luhur universal
manusia yang meliputi :

1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya

2. Kemandirian dan tanggung jawab

3. Kejujuran/ Amanah

4. Hormat dan santun

5. Dermawan, suka tolong menolong

6. Percaya diri dan pekerja keras

7. Kepemimpinan dan keadilan

8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan

Dari definisi di atas jenis dan jumlah pilar yang dipilih tentu akan berbeda
antara daerah satu dengan daerah lainnya, antar sekolah satu dengan sekolah
lainnya, tergantung urgensi dan kondisi daerah atau sekolah masing masing

4
Apakah tujuan pendidikan tersebut di atas sudah dijabarkan secara konsisten
dengan strategi pendidikan yang sesuai

Strategi pendidikan saat ini dan permasalahannya

Dalam pergerakan pendidikan di Indonesia, awalnya lebih diutamakan


susunan dan materi kurikulum pendidikan akademik. Akibatnya, sering terjadi
perubahan dan penambahan materi yang serba tanggung sehingga tidak efektif
bagi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.

Hal ini menjadi lebih buruk lagi hasilnya oleh sistem target dalam hal belajar
mengajar dengan memakai standar NEM. Dalam masyarakat yang berperilaku
santai, sistem NEM mendorong sekolah untuk memanipulasi angka, baik dengan
membocorkan materi ujian maupun membiarkan murid menyontek atau
mengangkat nilai. Oleh karena itu, fungsi pendidikan sudah berubah dari tujuan
mendidik murid menjadi memperalat murid demi memelihara “nama baik”
sekolah. Padahal untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi NEM
tidaklah menentukan secara otomatis dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.

Mestinya pendidikan harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang sesuai budaya


bangsa. Untuk bangsa Indonesia yang hidup dalam alam timur dan berbudaya
santai, materi pendidikan utama yang diberikan ialah untuk mengubah watak
budaya santai agar menjadi manusia pekerja keras, kreatif, ulet, tekun, dan
mandiri.

Disamping itu perlu penyeimbang dalam strategi pendidikan kita bukan hanya
terfokus kepada kepandaian intelektual tetapi perlu kepandaian emosional maupun
spiritual.

Secara garis besar permasalahan akibat strategi pendidikan nasional yang kurang
sesuai adalah:
1. Rendahnya kualitas pendidikan, dan kurang adanya pemerataan
memperoleh pendidikan, hal ini dikarenakan pendidikan kurang menggali
dari nilai-nilai yang menjadi budaya bangsa.

5
2. Pendidikan hanya mengabdi kepada kepentingan angka-angka. Hanya
terfokus pada penggunaan otak kiri. Kurang ada penyeimbang dalam hal
kecerdasan.
3. Pendidikan belum mampu menciptakan lulusan pencipta kerja.

Strategi pendidikan yang diharapkan

Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas maka perlu merumuskan


strategi. Sebelum membahas strategi yang diharapkan, perlu merefleksi sebentar
esensi pendidikan yang dicita citakan oleh Ki Hajar Dewantoro sebagai pelopor
Pendidikan Nasional, menurut Rektor Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa
(UST) Prof. Dr. Johar, Ms, salah satu prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantoro
adalah : Ngerti, Ngroso, Nglakoni (kognitif, afektif, psikomotorik)

Selama ini yang banyak dikenal masyarakat tujuan pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantoro hanyalah Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangunkarso, Tut
Wuri Handayani (dibelakang memberi dorongan/semangat). Tentu hal ini tidak
salah dan bahkan setiap siswa/ anak didik hafal diluar kepala ajaran luhur
tersebut. Soal implementasi perlu pengkajian lebih lanjut.

Ajaran Ngerti, Ngroso, lan Nglakoni bernialai filosofi tinggi dan nyaris
tak pernah diketahui anak didik apalagi awam. Nyaris tidak terdengar. Padahal
arti ajaran tersebut sungguh bernilai sangat tinggi

Ngerti : diartikan mengetahui, mengerti persoalan, situasi dan


kondisi (pemahaman terhadap konsep)

Ngroso : bisa merasakan sesuatu benar atau salah, perasaan akan


membimbing seseorang, mencari jalan sesuai dengan
nuraninya. (penghayatan sampai ke hati)

Nglakoni : berarti mampu menjalankan tugas, kehendak berdasarkan


ngerti dan ngroso (mampu menerapkan/
mengimplemantasikan)/

6
Apabila sebagian besar pemimpin, pejabat bangsa ini mampu
mengimplemantasikan ajaran Ngerti, Ngroso, Nglakoni, niscaya negeri ini tak
akan seperti sekarang ini. Sayangnya pendidikan saat ini berfokus kepada angka-
angka yang esensinya kurang berdampak nyata terhadap kehidupan berkarakter.

Prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantoro seluruhnya berintikan


pembangunan karakter bangsa bukan sekedar membuat orang menjadi pandai.
Percuma saja menjadikan orang pandai tapi tak berkarakter baik. Prinsip Ki Hajar
Dewantoro ini sesungguhnya sesuai dengan kebijakan Menteri Pendidikan
Nasional seperti yang sudah diuraikan sebelumnya

Walaupun pendidikan budaya dan karakter bangsa sudah dicanangkan beliau,


tetapi sampai saat ini dampaknya belum terlihat nyata. Dalam penerapan
mestinya esensi mengajar antara guru dan dosen mestinya berbeda.

Guru sebagai pembangunan budaya manusia, sedangkan dosen sebagai


pembangunan budaya ilmu. Dalam prakteknya banyak sekolah yang masih
memfokuskan pada otak kiri, keberhasilan anak didik hanya diukur dengan angka
angka saja.

Disamping perlu merefleksi esensi pendidikan menurut Bapak pencetus


sistem pendidikan nasional, dalam merumuskan strategi pendidikan perlu
memperhatikan esensi tujuan pendidikan adalah pemberdayaan. Dengan demikian
yang diutamakan pendidikan di Indonesia bukan siap pakai/ kerja (ada link and
match dengan dunia industri), tetapi lulusan yang siap beradaptasi menghadapi
perubahan yang sedemikian cepat di era global seperti saat ini sehingga mampu
menciptakan pekerjaan/ mandiri

Perlu direnungkan pula gagasan mantan Rektor Undip tentang keistimewaan


keberhasilan pendidikan yaitu mampu mandiri.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka strategi/ /praktik pendidikan yang


ditawarkan dalam tulisan ini adalah

7
1. Pendidikan Multi Budaya (Multi Culture Education)

Strategi pendidikan suatu bangsa semestinya ditentukan oleh konsep


ideologi bangsa, bukan oleh konsep politik suatu pemerintahan.

Konsep politik pemerintahan lazimnya terpakai pada suatu negara yang


menganut sistem diktator.

Selain ditentukan oleh konsep ideologi bangsa, juga ada kesetaraan dalam
pendidikan di sekolah, tanpa membedakan dari kelompok mana (siapa)
berasal, sehingga dapat mempromosikan kesetaraan pendidikan untuk
semua siswa dari berbagai kelompok.

Dengan demikian mampu mengetahui, menerima, dan menghargai


perbedaan-perbedaan mendasar antara orang-orang yang berbeda budaya
(Adler dalam Deddy Ilulyana 2001; 233)

Beberapa pendekatan dalam memperbaiki kurikulum multi budaya dapat


dilakukan melalui beberapa tingkatan (level) integrasi pada muatan multi
budaya sebagai berikut. Pendekatan kontribusi, pendekatan bahan
tambahan, pendekatan transformasi dan pendekatan aksi sosial.

Hal ini selaras dengan Permenpan No. 39 tahun 2012 yang merupakan
revisi dari Kepmenpan No. 25 tahun 2002. tentang pengembangan
implementasi nilai nilai Budaya Kerja. Pola lama nilai nilai budaya kerja
sudah dirumuskan oleh pemerintah sejumlah 17(tujuh belas pasang nilai),
Sedangkan pola baru nilai nilai yang akan menjadi acuan dam bekerja
dirumuskan atau digali sendiri berdasarkan ajarn agama, falsafah negara,
kebiasaan yang berkembangkan di masyarakat (kearifan lokal)

2. Konsep pendidikan menurut UNESCO

a. Ada 4 (empat) pilar pendidikan menurut UNESCO

1) Learning to know

8
Sejalan dengan hakikat penerapan ilmu pengetahuan pada proses
pembelajaran Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Sebagai
makhluk Tuhan diberi kemampuan untuk mengelola kemajuan
taraf hidup manusia (Transfer of Learning).

2) Learning to Do

Anak membahas, belajar aktif, penugasan meringkas buku, artikel


untuk mengembangkan manusia seutuhnya (Activa Learning).

3) Learning to be

Menciptakan manusia terdidik yang mandiri.

Biar percaya diri, pemahaman dan pengenalan dirinya secara tepat


dengan penuh kebahagiaan dan menemukan dirinya (Joy of
Learning)

4) Learning to live together

Perlunya pendidikan nilai kemanusiaan, moral, agama yang


melandasi hubungan antar manusia 1 budaya damai, culture of
peace.

b. Pendidikan seumur hidup menurut UNESCO.

UNESCO menetapkan pendidikan seumur hidup adalah pendidikan


yang harus :

1) Meliputi seluruh hidup setiap individu.

2) Mengarah pada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan


penyempurnaan secara sistematik pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.

3) Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran dirinya (self


fullfillment) setiap individu.

9
4) Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.

5) Mengakui kontribusi dan semua pengaruh pendidikan yang


mungkin terjadi termasuk yang formal, nonformal, dan informal.

3. Pendidikan Kewirausahaan

Mc Clelland mengatakan negara dikatakan maju paling tidak dibutuhkan


2% penduduknya berwirausaha.

Perlu pola pendidikan yang dibekali materi-materi wirausaha sejak dini


agar siswa bisa mandiri. Meskipun di Jawa Tengah sudah dicanangkan
Rakit Usaha (Gerakan Pengbangkitan Kewirausahaan) sejak tahun 2008,
tetapi gemanya sampai sekarang kurang dapat dirasakan. Padahal salah
satu agendanya adalah memberikan materi Kewirausahaan sejak anak
didik usia dini. Sudah saatnya materi ini diberikan dalam wujuh kurikulum
resmi bukan hanya sabagai tambahan. Apalagi visi jawa Tengah saat ini
yaitu Menuju Jawa Tengah Semakin Sejahtera dan Berdikari. Mandireng
diri perlu dibangun sejak anak usia dini karena ini bukan merupakan
perbaikan cepat

Materi yang dirasa cocok untuk mengembangkan jiwa wirausaha/ mandiri


(yang sebenarnya sudah dimiliki ketika manusia dilahirkan) adalah
Achievement Motivation Training (AMT)

Apa itu AMT (Achievement Motivation Training)

Achievement Motivation Training atau lebih dikenal dengan


Pengembangan Motivasi Berprestasi, adalah suatu metodologi pelatihan
yang telah berhasil dikembangkan oleh Prof. DR. David C. MC, Clelland
dan rekan rekannya dari Harvard University, setelah mengadakan
percobaan percobaan dan penelitian penelitian selama hampir 25 tahun.

10
Dari pengalaman di beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Mexico,
beberapa negara di Amerika Latin, Eropa, Jepang, India dan Papua New
gine, pelaksanaan program ini telah menunjukkan hasil yang nyata, antara
lain yaitu, adanya perubahan pola pikir dan pola tingkah laku yang sesuai
dengan tuntutan nilai nilai yang berkembang sesuai dengan kemajuan
suatu negara serta meningkatnya perkembangan perekonomian negara
negara yang bersangkutan khususnya di sektor industri.

Mengingat banyaknya hasil yang dicapai oleh program pelatihan AMT


yang diselenggarakan di negara negara tersebut, maka timbul gagasan
untuk mengembangkan dan menerapkannya di Indonesia

Dari pengalaman selama ini pula, semakin jelaslah bahwa perkembangan


ekonomi suatu negara tergantung pada manusianya sebagai salah satu
faktor produksi yang dinamis, karena manusia inilah yang akan mengolah
faktor produksi lainnya

Secara garis besar maksud dan tujuan mangadaptasi dan mengembangkan


program AMT adalah:

Untuk mengembangkan Kewirausahaan (entrepreunership) di Indonesia

Membantu menstimulir masyarakat Indonesia untuk memiliki ciri ciri


orang yang sukses (Need for Achievement/ N-Ach tinggi)

Membantu masyarakat Indonesia untuk mengenal siapa dirinya dalam


rangka pencapaian tujuan (goal setting), yang prestatif yaitu berarti bagi
dirinya sendiri, realistis, ada tantangan, dapat diukur dan ada batasan
waktu yang ditentukan

Secara Makro Ekonomi , tujuan program pelatihan ini untuk meningkatkan


perkembangan sektor industri dan pengembangan potensi ekonomi di
daerah

11
Pelatihan AMT sangat berbeda dengan jelas pelatihan yang lain, untuk
lebih memahaminya seperti tergambar pada skema di bawah ini :

Pelatihan Umum

Pengetahuan Sikap Keterampilan

Kemampuan

Mampu

Pengembangan Diri
Produktivitas

Pengenalan Diri

Mau

Pelatihan Khusus / AMT

Dari diagram tersebut terlihat AMT termasuk jenis pelatihan khusus,


berbeda dengan jenis pelatihan yang umum, karena pendekatan AMT dari
segi kejiwaan. Pelatihan umum menghasilkan kemampuan, yaitu

12
gabungan dari kognitif, afektif dan psikomotorik, AMT menghasilkan
kemauan, semangat, tahan banting dalam menghadapi persoalan.
Gabungan antara mampu dan mau untuk mengembangkan diri sehingga
menghasilkan produktivitas kerja. Produktivitas secara filosofis artinya
adalah suatu sikap mental yang memandang bahwa mutu kehidupan hari
ini lebih baik dari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini. Sikap ini perlu
ditanamkan kepada anak didik, karena kalau hari ini sama dengan kemarin
termasuk golongan yang merugi, apalagi kalau hari ini lebih buruk dari
kemarin termasuk golongan yang tercela. Golongan yang beruntung
adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Sehingga dari hari
kehari berubah teru ke arah yang lebih baik

Sepert dijalaskan sebalumnya, AMT dikembangkan pertama kali


oleh Prof. Dr. C. Mc Clelland dari Harvard University Amerika Serikat.

Sebelum AMT dikembangkan dibeberapa negara termasuk Indonesia,


ternyata Mc Clelland telah mengadakan beberapa penelitian antara lain.

1. Hubugan Need for Achievement (N-Ach) dengan pemilihan karier

Sebagai eksperimen diadakan penelitian terhadap mahasiwanya.


Sesudah mereka menyelesaikan studi tetap diteliti, karier apakah
yang dipilih oleh mereka. Beberapa tahun kemudian diadakan
penyelidikan dan hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa yang
memiliki keinginan barprestasi tinggi (N_Ach tinggi) ternyata
sekitar 66% dari meraka mamilih karier sebagai pengusaha,
sedangkan yang 34% lainnya memilih karier di bidang lain. Tetapi
pada mahasiswa yang keinginan berprestasi nya rendah hanya 10%
yang memilih karier sebagai pengusaha, sedangkan yang 90 %
memilih karier dibidang lain. Dengan demikian terlihat ada
hubungan antara tinggi rendahnya keinginan berprestasi terhadap
pemiliha karier

13
2. Hubungan Need for Achievement ( N-Ach ) dengan kewirausahaan

Penelitian berikutnya yaitu untuk mengetahui apakah ada


hubungan antara tingkat N-Ach dengan Kewirausahaan. MC
Clelland mengundang beberapa orang dari luar kampus yang terdiri
dari berbagai ragam macam profesi antara lain, guru,
pengacara,pekerja bank, dokter, pengusaha dan lain lain. Mereka
diminta kerelannya untuk menulis cerita dan diadakan pengukuran
tingkat N-Ach, ternyata hasilnya menunjukkan bahwa pengusaha
pada umumnya memiliki tingkat N-Ach lebih tinggi dibanding
profesi lain, MC.Clelland dan kawan kawan menyimpulkan ada
hubungan yang erat antara kewirausahaan dengan tingkat Need for
Achievement yang tinggi

3. Hubungan Need for Achievement dengan perkembangan ekonomi

Dalam hal ini MC Clelland mencoba mengumpulkan cerita cerita rakyat


yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dari berbagai negara. Cerita
tersebut kemudian diukur tingkat N-Ach nya Nilai N-Ach masing masing
negara diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah, ternyata urutan
tersebut seakan akan menggambarkan urutan tingkat kemajuan ekonomi
dari negara yang bersangkutan

Simpulan

Demikianlah wacana strategi pendidikan yang diharapkan mampu


menghasilakan anak didik yang tidak hanya mengejar angka angka akademis
(cerdas secara intelektual) saja, tetapi juga cerdas secara emosional dan
spiritualnya, sehingga MANDIRI dan diharapkan mampu bersaing di era global
seperti sekarang ini. Sebagus apapun strategi pendidikan kalau tidak
diimplementasikan akan sia sia belaka, perlu komitmen yang tingi dari seluruh
pemangku kepentingan.

14
Strategi tersebut akan berdampak secara nyata bila dibarengi dengan perubahan
olah pikir , olah sikap dan olah perilaku.

Selain itu proses belajar mengajar hendaknya dikondisikan dalam keadaan


menyenangkan seperti yang disampaikan Peter Kline dalam “The Learning
Revolution”, yaitu “Learning is most effective when it’s fun”.

Artinya pembelajaran akan jauh lebih efektif bila suasana belajar mengajar
menyenangkan. Selaras j dengan yang disampaikan Ibu Ratna Megawangi bahwa
Sekolah bahasa Inggrisnya School.berasal dari bahasa Yunani Scholea artinya
tempat untuk bersenang senang. Demikian juga Bobbi De Porter dalam bukunya,
“ Quantum Teaching”, menganjurkan agar sistem pengajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga menggairahkan dan menyenangkan.

Sayangnya banyak guru yang tidak memahami hal tersebut, sehingga pada saat
proses belajar mengajar suasana kelas menjadi demikian menegangkan, guru
hanya berstempel sebagai pengajar tetapi bukan guru berstempel sebagai
pendidik

Harus ada perubahan pola pikir dalam memandang pendidikan, dari yang tadinya
beban menjadi sesuatu yang menyenangkan . Dengan demikian pendidikan di
negeri ini selalu mengalami perbaikan yang berkelanjutan..

Anak didik bergairah menuju sekolah untuk mebangun Indonesia kedepan yang
lebih cerah. Amin 3x

Daftar Pustaka

De Porter, Bobby, 1999, Quantum Teaching, Bandung, Mizan Utama Media.

Goleman, Daniel, 1997, Emotional Intellegence, Kecerdasan Emosional,


Mengapa EQ lebih penting daripada IQ, Tterjemahan T. Hermoyo,
Jakarta, Gramedia.

Purwanto, Iwan,2012, Manajemen Strategi, Bandung, Yrama Widya.

15
Sagala, syaiful,2011. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan, Bandung, Alfabeta .

S. Nadkarni, Manohar,1976, Adaptasi dan Modifikasi AMT,


Jakarta,Departeman Perindustrian.

Triguno,1996, Budaya Kerja, Jakarta, Golden Terayon Press.

Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas (2010), Grand Design Pendidikan


Karakter.

Permenpan dan Reformasi Birokrasi No. 39 Tahun 2012 tentang Pedoman


Pengembangan Budaya Kerja.

Undang Undang No: 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

16

Anda mungkin juga menyukai