Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas

hidup. Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa arti

dan hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup

dan kehidupan yang benar. Karena itulah fokus pendidikan diarahkan kepada

pembentukan kepribadian unggul dengan menitikbertakan pada proses

pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan keimanan. Puncak pendidikan

adalah tercapainya titik kesempurnaan kualitas hidup (Dedy Mulyasana,

2011:2).

Sejarah pendidikan di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan

dalam kurikulum, hingga yang terakhir yang sedang marak dibicarakan

adalah adanya kurikulum 2013 yang dalam pelaksanaannya mengalami

banyak sekali hambatan. Kurikulum 2013 disusun dengan tujuan untuk

menyempurnakan kurikulum sebelumnya dengan pendekatan belajar aktif

berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa (Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan: 2013: 10). Selain itu, kurikulum 2013 dirancang untuk

mengembangkan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan

dan sikap. Dengan begitu peserta didik tidak hanya diharapkan bertambah

pengetahuan dan wawasannya, tetapi juga meningkat kecakapan dan

1
2

keterampilannya serta semakin mulia karakter dan kepribadiannya

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan: 2013: 3).

Perbedaan teknis antara kurikulum 2013 dengan kurikulum

sebelumnya salah satunya adalah adanya buku guru dan buku siswa yang

sudah disediakan oleh pemerintah pusat sebagai buku yang layak digunakan

yang tercantum dalam Permendikbud RI Nomor 71 Tahun 2013 tentang buku

teks pelajaran dan buku panduan guru untuk pendidikan dasar dan menengah

(Dokumen Kurikulum 2013). Buku guru menjabarkan usaha minimal yang

harus dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan buku

siswa menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan.

Berdasarkan pemaparan diatas terkait perbedaan teknis antara

kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya, apakah hal tersebut sesuai

dengan perkembangan berpikir dan perkembangan keagamaan siswa Sekolah

Menengah Pertama (SMP) kelas VII. Perlu kita ketahui bersama bahwa

tujuan umum pendidikan yang berlaku di Indonesia disebut tujuan pendidikan

nasional. Tiap-tiap negara mempunyai tujuan pendidikan nasional. Untuk

negara kita, tujuan pendidikan nasional yaitu menurut UU No. 2 Tahun 1989

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan:

“pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman

dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,


3

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah

yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara

menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral

dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama

yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan

ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah psikomotorik (keterampilan,

terampil mengolah data, mengemukakan pendapat dan kerjasama).

Kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

dirancang untuk mengantarkan siswa kepada peningkatan keimanan dan

ketaqwaan kepada Allah SWT serta pembentukan akhlak yang mulia.

Keimanan dan ketaqwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang

dalam tujuan akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama

Islam, sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan keasadaran untuk

melaksanakannya dengan benar. Dengan demikian kurikulum dan

pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa

kepada pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara

penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dengan kemampuan

pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akahlakul karimah.

Pengembangan nilai-nilai akhlakul karimah yang dimaksud yakni

pengembangan pribadi siswa tentang pola keyakinan yang terdapat dalam


4

sistem keyakinan suatu masyarakat tentang hal baik yang harus dilakukan dan

hal buruk yang harus dihindari (Nurul Zuriah, 2008:19).

Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, adalah

“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara (UU dan Pemerintah RI tentang Pendidikan,

2006:5) Dalam pengertian dasar, pendidikan adalah proses menjadi, yakni

menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan

bakat, watak, kemampuan, dan hati nuraninya secara utuh (Dedy Mulyasana,

2011:5).

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang dasar, fungsi,

dan tujuan pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional

“berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warg negara yang

demokratis serta bertanggujawab (UU dan Pemerintah RI tentang Pendidikan,

2006:8-9).

Dalam konteks ini, maka tujuan pendidikan nasional tidak jauh

berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama Islam. Muhaimin menjelaskan


5

bahwa secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk

“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta

didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman

dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan

pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin, 2004:78).

Berdasarkan pengertian dan tujuan diatas, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa pendidikan nasional dan pendidikan agama Islam

mengemban misi untuk membangun manusia sempurna (insan kamil). Salah

satu cara untuk membangun bangsa dan jati diri yang utuh, dibutuhkan sistem

pendidikan yang memiliki alat pendidikan yang berkualitas salah satunya

adalah buku, serta didukung dengan materi-materi pendidikan agama yang

berkualitas. Dan ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang baik.

Dengan demikian, pendidikan agama Islam yang menjadi bagian dari

pendidikan nasional harus bermutu dan berkualitas.

Di dalam GBPP PAI disekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan

agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,

memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan untuk

menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama

dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin,

2004:75-76). Hal ini menjelaskan bahwa siswa harus disiapkan dari berbagai

bimbingan serta pengajaran agar dapat memahami dan mengamalkan agama

Islam khususnya dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam.


6

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan, di

antaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut

memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan

standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar

kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar

sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar

penilaian pendidikan. Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan

nasional tersebut telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan yang

merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk mencapai

kompetensi lulusan tersebut perlu ditetapkan Standar Isi yang merupakan

kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta

didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu.

Untuk memenuhi kebutuhan masa depan dan menyongsong

Generasi Emas Indonesia Tahun 2045, telah ditetapkan Standar

Kompetensi Lulusan yang berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus

Demografi Indonesia, dan Potensi Indonesia menjadi Kelompok 7 Negara


7

Ekonomi Terbesar Dunia, dan sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia

terhadap pembangunan peradaban dunia. Ruang lingkup materi dan tingkat

kompetensi peserta didik yang harus dipenuhi atau dicapai pada suatu

satuan pendidikan dalam jenjang dan jenis pendidikan tertentu dirumuskan

dalam Standar Isi untuk setiap mata pelajaran.

Terkait dengan hal diatas maka Permendikbud No. 21 pasal 1 Tahun

2016 tentang standar isi satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa:

1. Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya

disebut Standar Isi terdiri dari Tingkat Kompetensi dan Kompetensi

Inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

2. Kompetensi Inti meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan

dan ketrampilan.

3. Ruang lingkup materi yang spesifik untuk setiap mata pelajaran

dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti

untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis

pendidikan tertentu.

4. Standar Isi untuk muatan peminatan kejuruan pada SMK/MAK

setiap program keahlian diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal

Pendidikan Menengah.

5. Pencapaian Kompetensi Inti dan penguasaan ruang lingkup materi

pada setiap mata pelajaran untuk setiap kelas pada tingkat kompetensi

sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu ditetapkan oleh

Pusat Kurikulum dan Perbukuan.


8

6. Perumusan Kompetensi Dasar pada setiap Kompetensi Inti untuk

setiap mata pelajaran sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan

tertentu ditetapkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

7. Perumusan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti Sikap Spiritual

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (6) pada mata pelajaran

Pendidikan Agama dan Budipekerti disusun secara jelas.

8. Perumusan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti Sikap Soial

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pada mata pelajaran Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan disusun secara jelas.

Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada

Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari Peraturan Menteri

ini. (lampiran permendikbud nomor 21 tahun 2016 tentang standar isi

pendidikan dasar dan menengah).

Kurikulum 2013 lahir sebagai bentuk respon terhadap kebutuhan

masyarakat dalam membangun generasi muda bangsanya, serta sebagai solusi

untuk menjawab tantangan dunia pendidikan yang kian banyak dihadapkan

dengan berbagai macam persoalan. Mulai dari degredasi moral,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga persaingan global

(Kemendikbud Dokumen 2013, 2012:2). Kurikulum selain sebagai sebuah

mata pelajaran dan pengalaman belajar bagi peserta didik, juga dimaknai

dengan program/rencana pembelajaran, yang tidak hanya berisi tentang

program kegiatan, tetapi juga berisi tentang tujuan yang harus ditempuh, alat

evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, serta sumber dan


9

alat atau media yang diharapkan mampu menunjang pencapaian tujuan

tersebut (Ali Mudlofir, 2012:3).

Sumber belajar yang digunakan dalam upaya tersebut adalah

penggunaan buku teks dalam pembelajaran. Buku teks merupakan salah satu

instrumen penting untuk menghasilkan output pendidikan yang berkualitas,

karena dengan adanya buku, pelaksanaan pendidikan dapat berjalan dengan

lebih lancar dan terarah. Guru dapat mengelola kegiatan pembelajaran secara

efektif dan efisien dengan memanfaatkan buku sebagai pedoman

pembelajaran. Demikian pula siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran

dengan baik melalui sarana buku yang dimiliki. Atas dasar itulah bangsa

eropa (yang termasuk bangsa maju) berpendapat bahwa “education without

book is unthinkable” (Masnur Muslich, 2010:23).

Pada dasarnya penentuan dan pemilihan buku teks sebagai buku

pegangan siswa menjadi hal yang sangat penting sebelum proses

pembelajaran dilaksanakan. Hal ini dilaksanakan agar buku teks yang dipakai

sebagai buku pegangan siswa dapat dipahami dengan mudah dan tepat.

Kualitas buku teks tidak hanya mengacu pada isi materi saja melainkan juga

pada relevansi buku teks terhadap perkembangan siswa atau anak didik pada

masanya (Masnur Muslich, 2010:24).

Selain dari pada itu, hal yang paling penting dalam pendidikan

adalah materi pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan salah satu

komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam

membantu siswa mencapai kompetensi dasar dan standar kompetensi. Materi


10

pembelajaran (instructional materials) adalah bahan yang diperlukan untuk

pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai

siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi

pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan

kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat

mencapai sasaran. Materi dipilih untuk kegiatan pembelajaran hendaknya

materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang tercantun dalam kurikulum.

Pemilihan materi pembelajaran untuk dituangkan dalam kurikulum

senantiasa berdasarkan pada analisis scope dan sequence. Scope atau ruang

lingkup isi kurikulum dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan

kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan isi kurikulum.

Menentukan Scope bahan pelajaran memerlukan beberapa kriteria. Menurut

Nasution, kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.

2. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan

generasi yang lampau.

3. Bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin

ilmu.

4. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia.

Menentukan sequence atau urutan isi kurikulum dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek perkembangan kognitif siswa. Salah satu

diantaranya mengacu pada tahap-tahap perkembangan kognitif menurut


11

beberapa tokoh, salah satu diantaranya menurut Piaget dan Kohlberg (Kokom

Komalasari, 2013:28).

Sedangkan menurut Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl

bahwa terdapat empat jenis pengelompokan pengetahuan, antara lain

pengetahuan faktual, prosedural dan metakognitif (Lorin W. Anderson dan

David R. Krathwohl, 2015:67).

Adapun materi pelajaran dapat dibedakan menjadi: pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). Pengetahuan

menunjuk pada informasi yang disimpan dalam pikiran (mind) siswa, dengan

demikian pengetahuan berhubungan dengan berbagai informasi yang harus

dihafal dan dikuasai oleh siswa, sehingga manakala diperlukan siswa dapat

mengungkapkan kembali. Keterampilan (skill) menunjuk pada tindakan-

tindakan (fisik dan non fisik) yang dilakukan seseorang dengan cara yang

kompeten untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap menunjuk pada

kecenderungan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma

yang diyakini kebenarannya oleh siswa (Wina Sanjaya, 2011: 141-142).

Jadi kesimpulannya, penyajian materi yang sesuai dengan

perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik akan sesuai dan tepat

sasaran, sebaliknya penyajian materi yang tidak memperhatikan

perkembangan peserta didik tidak akan ada maknanya bagi peserta didik.

Secara umum karakterikstik pemikiran remaja pada tingkat SMP

yakni operasional formal ini diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara


12

abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang

tersedia (Desmita, 2012:107).

Sedangkan perkembangan jiwa dan agama pada remaja (13-16

tahun) yakni setelah si anak melalui (umur 12 tahun), berpindah ia dari masa

kanak-kanak yang terkenal tenang, tidak banyak debat dan soal, mereka

memasuki masa goncang, karena pertumbuhan cepat di segala bidang terjadi.

Pertumbuhan jasmani yang pada umur sekolah tampak serasi, seimbang dan

tidak terlalu cepat, berubah menjadi goncang, tidak seimbang dan berjalan

sangat cepat, yang menyebabkan si anak mengalami kesukaran. Pertumbuhan

yang paling menonjol terjadi pada umur-umur ini, adalah pertumbuhan

jasmani yang cepat, seolah-olah ia bertambah tinggi dengan kecepatan yang

jauh lebih terasa dari pada masa kanak-kanak dulu (Zakiah Darajat,

2010:132).

Fungsi utama buku adalah sebagai media informasi yang pada

awalnya dalam bentuk tulisan tangan, kemudian dan belakangan ini dalam

bentuk elektronik. Kehadiran buku baik dalam bentuk cetakan maupun dalam

bentuk elektronik telah memberika pengaruh besar dalam proses belajar dan

membelajarkan sehingga menurut Ashby (dalam Sitepu) menimbulkan

revolusi dalam pendidikan. Kalau sebelumnya guru merupakan sumber utama

dalam proses pembelajaran, kemudian buku menjadi sumber utama kedua

kemungkinan orang dapat belajar dari buku tanpa kehadiran guru.


13

Dalam konteks yang luas, buku teks pelajaran mengandung bahan

belajar yang dapat memberikan kemampuan kepada siswa sesuai dengan

tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum serta merupakan tahapan dalam

pencapaian tujuan pendidikan tingkat institusional dan tujuan pendidikan

nasional. Oleh karena itu, isi buku teks merupakan penjabaran atau uraian

dari materi pokok bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum.

Dilihat dari isi dan penyajiannya, buku teks pelajaran berfungsi

sebagai pedoman manual bagi siswa dalam belajar dan bagi guru dalam

membelajarkan siswa untuk bidang studi atau mata pelajaran tertentu.

Pedoman belajar bagi siswa berarti siswa menggunakannya sebagai acuan

utama dalam:

1. Mempersiapkan diri secara individu atau kelompok sebelum kegiatan

belajar di kelas.

2. Berinteraksi dalam proses pembelajaran di kelas.

3. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru; dan

4. Mempersiapkan diri untuk tes atau ujian formatif dan sumatif.

Bagi guru buku teks pelajaran dipergunakan sebagai acuan dalam:

1. Membuat desain pembelajaran.

2. Mempersiapkan sumber-sumber belajar lain.

3. Mengembangkan bahan belajar yang kontekstual.

4. Memberikan tugas; dan

5. Menyusun bahan evaluasi.


14

Memperhatikan fungsi buku teks pelajaran dalam proses

pembelajaran, penulis buku teks pelajaran perlu mengacu secara ketat dalam

mengembangkan isi buku teks pelajaran, dan perlu memperhatikan:

1. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.

2. Kebenaran, kemutakhiran, dan ketepatan informasi yang disampaikan

berdasrkan disiplin ilmu yang bersangkutan.

3. Kedalaman dan keluasan bahan pembelajaran dikaitkan dengan

kemmapuan yang perlu dicapai siswa.

4. Metode pencapaian pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan

pembelajaran; dan

5. Bahasa yang dipergunakan sesuai dengan kemampuan berbahasa siswa.

Oleh karena itu, kedudukan dan fungsi buku teks pelajaran seperti

yang telah diuraikan, salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam

pembangunan pendidikan nasional khususnya dalam meningkatkan

kesempatan memperoleh pendidikan dan mutu pendidikan nasional adalah

dengan mengadakan buku teks pelajaran mulai awal tahun 1970-an.

Kekhasan isi, penyajian, bahasa dan grafika buku teks pelajaran

mengakibatkan tidak semua buku pelajaran dapat dijadikan buku teks

pelajaran dan pada awal tahun 1970-an tidak ada satu bukupun yang telah

terbit dapat ditetapkan sebagai buku teks pelajaran di SD, SLTP, dan SLTA

(Sitepu, 2012:20-22).
15

Dunia kita ini adalah dunia buku. Agaknya tidak dapat ditawar-tawar

lagi bahwa peradaban kita kini adalah peradaban buku. Dengan ungkapan

seperti itu, ingin ditegaskan betapa pentingnya kedudukan buku dalam

kehidupan kita pada masa modern ini. Atau dengan kata lain, dunia kita kini

adalah dunia baca.

Dengan pertolongan buku-buku (dan media cetak lainnya), ilmu

pengetahuan dapat dihimpun ke dalam suatu wadah (toko dan dana) yang

selalu tersedia secara permanen. Perlu kita sadari benar-benar, dari semua

buku maka buku teks atau buku pelajaran merupakan sarana/instrument yang

paling baik dan ampuh bagi pendanaan seperti itu (Henry Guntur Tarigan,

2009:14-15).

Pada dasarnya fungsi sebuah buku teks seperti halnya yang

disebutkan oleh Greene dan Petty (dalam Tarigan:2009), merumuskan

beberapa peranan dan kegunaan buku teks sebagai berikut:

1. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai

pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan

pengajaran yang disajikan.

2. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan

bervariasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai

dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan dimana

keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh di bawah kondisi-

kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenanrnya.


16

3. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapih dan bertahap mengenai

keterampilan-keterampilanekspresional yang mengemban masalah pokok

dalam komunikasi.

4. Metode dan sarana penyajian bahan dalam buku teks harus memenuhi

syarat-syarat tertentu. Misalnya harus menarik, menantang, merangsang,

berbvariasi sehingga siswa benar-benar termotivasi untuk mempelajari

buku teks tersebut.

5. Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan juga

sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan tugas- tugas praktis.

6. Di samping sebagai sumber bahan buku teks juga berperan sebagai

sumber atau alat evaluasi dan pengajaran remidial yang serasi dan tepat

guna (Henry Guntur Tarigan, 2009:17).

Seperti halnya dengan buku teks PAI dan Budi Pekerti juga memiliki

fungsi yang sama seperti buku teks pada umumnya. Buku teks PAI dan Budi

Pekerti sebagai sumber belajar haruslah menyajikan materi yang sistematis,

bervariasi, teratur, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus memiliki

daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap buku

tersebut. Oleh karena itu, buku teks PAI dan Budi Pekerti itu hendaknya

menantang, merangsang, dan menunjang aktivitas dan kreativitas siswa.

Karakteristik buku teks yang baik dan berkualitas menurut Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP), harus memenuhi empat unsur

kelayakan, yaitu: kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan

kelayakan grafik (Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 2013 tentang


17

perubahan atas peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan pasal43 ayat 5, lihat

http://puskurbuk.net/web13/penilaian-buku-teks/pelajaran.html, diakses ada 1

Juni 2017pukul 14.14 WIB).

Kelayakan isi merupakan kriteria kelayakan yang berhubungan

dengan kesesuaian uraian materi dengan Kompetensi Inti (KI) dan

Kompetensi Dasar (KD), keakuratan, dan materi pendukung. Kelayakan

penyajian berhubungan dengan teknik penyajian, penyajian pembelajaran,

dan kelengkapan penyajian. Sedangkan kelayakan bahasa berii kesesuaian

bahasa dengan tingkat perkembangan siswa, pemkaian bahasa yang

komunikatif, memenuhi syarat keruntutan dan keterpaduan alur berpikir.

Adapun kelayakan kegrafika mencakup ukuran, desian kulit, dan desain isi

buku (Masnur Muslich, 2010:292-205).

Dalam mnyelenggarakan pendidikan nasional, buku teks pelajaran

juga dijadikan salah satu sumber belajar yang perlu diatur dalam standar

pendidikan nasional. Khususnya tentang buku teks pelajaran disebutkan

bahwa buku teks yang dipakai di sekolah dinilai oleh Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan

Nasional.

Kedudukan buku teks pelajaran yang begitu penting dalam model

pembelajaran serta diperkuat oleh peraturan menteri pendidikan nasional

membuat perlu mengetahui lebih jauh fungsi buku teks itu dalam proses

pembelajaran (Sitepu, 2012:18-20).


18

Buku teks haruslah mencerminkan sudut pandang yang jelas. Apa

prinsip-prinsip yang digunakan, pendekatan apa yang dianut, metode apa

yang digunakan serta teknik-teknik pengajaran yang digunakan.Buku teks

sebagai pengisi bahan haruslah menampilkan sumber bahan mantap.

Susunannya teratur, sistematis. Jenisnya bervarasi, kaya. Daya penariknya

kuat karena sesuai dengan minat siswa, bahkan memenuhi kebutuhan siswa.

Lebih dari itu, buku teks itu menantang, merangsnag serta menunjang

aktivitas dan kreativitas siswa.

Buku teks sebaiknya menyajikan bahan secara mendalam. Ini

berguna bagi penyelesaian tugas dan pelatihan yang dituntut dari siswa.

Disamping sebagai sumber bahan, buku teks juga dijadikan sebagai sumber

atau alat evaluasi dan pengajaran remedial. Artinya, disamping bahan,

tersedia alat evaluasi (Henru Guntur Tarigan, 2009:17-18).

Dari uraian-uraian diatas, tergambarlah kepada kita betapa

pentingnya peranan buku teks bagi pembelajaran khususnya pelajaran

PAI.Representasi materi dalam buku teks Pendidikan Agama Islam yang

sesuai dengan perkembangan peserta didik sangat penting karena agama

mengatur manusia bagaimana berhubungan dengan Tuhan dan sesamanya.

Jika pendidikan tidak bisa memenuhi tuntutan psikologi perkembangannya,

maka agama akan ditinggalkan.


19

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di

dengan judul: “Representasi Materi Pendidikan Agama Islam Perspektif

Perkembangan Berpikir dan Keagamaan Peserta Didik (Telaah terhadap Buku

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP kelas VII terbitan

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan)”.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

I. Identifikasi Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi

penelitian sebagai berikut:

a. Penyesuian dalam pemakaian kurikulum pendidikan kurang sesuai

dengan psikologis peserta didik.

b. Perhatian dan kepeduliaan pemerintah terhadap apa yang dibutuhkan

peserta didik khususnya untuk tingkat SMP (remaja awal) belum

maksimal.

II. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang melebar dan tidak fokus maka

peneliti menentukan batasan-batasan masalah yang diteliti ini, yaitu:

A. Materi PAI dan Budi pekerti untuk SMP kelas VII pada buku

terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan.

B. Materi PAI dan Budi pekerti SMP kelas VII perspektif

perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik.


20

C. Rumusan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah dan batasan masalah di atas,

maka dalam rumusan masalah dalam penelitian yang berjudul “Representasi

Materi Pendidikan Agama Islam Perspektif Perkembangan Berpikir dan

Keagamaan (Telaah terhadap Buku PAI dan Budi Pekerti Terbitan

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan)”, yaitu:

1. Bagaimana struktur penyajian isi materi buku PAI dan Budi pekerti

untuk SMP kelas VII pada buku terbitan Kementrian pendidikan dan

kebudayaan?

2. Bagaimana kesesuaian materi PAI dan Budi pekerti SMP kelas VII

perspektif perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik?

D. Tujuan Penelitian

Selanjutnya dengan berpedoman pada rumusan masalah di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisismateri PAI dan Budi pekerti untuk SMP kelas VII

pada buku terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan.

2. Untuk menganalisismateri PAI dan Budi pekerti SMP kelas VII

perspektif perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik.

E. Kegunaan Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian, sesungguhnya penelitian ini,

utamanya didedikasikan untuk dunia pendidikan, selain sebagai persyaratan

dalam menempuh gelar Megister Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini

secara khusus bisa berguna untuk sebagai berikut:


21

1. Bagi peneliti

Penulis buku teks Pendidikan Agama Islam dan budi pekerti selanjutnya

untuk dapat menghadirkan buku yang berkualitas sesuai dengan

perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik.

2. Bagi sekolah

Agar hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam memilih dan

menentukan buku teks yang akan digunakan untuk peserta didik.

3. Bagi pemerintah

Agar selalu memperbaiki pendidikan di Indonesia menuju Indonesia

cerdas melalui pelaksanaan kurikulum yang sesuai dengan kondisi

masyarakat di Indonesia.

F. Kerangka Pemikiran

1. Materi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,

hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan

ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-

Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman. Disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut

agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama

dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa

(kurikulum PAI).
22

Menurut Zakiah Darajat (dalam Abdul Majid, 2014), PAI adalah

suatu usaha untuk mmebina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa

dapat memahami kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati

makna tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan

Islam sebagai pandangan hidup.

Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenangkan tentang

pendidikan agama, seperti Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal

Islam penuh dengan nilai-nilai) yang harus dipraktikan; hubungan agama

lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhan-

Nya; penghayaran nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan dan

masih terdapat sederet respons kritis terhadap pendidikan agama. Hal ini

disebabkan oleh penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama yang

diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis di

kelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.

Memang pola pembelajaran tersebut bukanlah khas pola pendidikan

agama. Pendidikan secara umum pun diakui oleh para ahli dan pelaku

pendidikan negara kita yang juga engidap masalah yang sama. Masalah

besar dalam pendidikan selama ini adalah kuatnya dominasi pusat dalam

penyelenggaraan pendidikan sehingga yang muncul uniform-sentralistik

kurikulum, model hafalan dan monolog, materi ajar yang banyak, serta

kurang menekankan pada pembentukan karakter bangsa.

Mata pelajaran PAI itu secara keseluruhannya terliput dalam lingkup

Al-Qur’an dan Al-Hadis, keimanan, akhlak, fiqih/ibadah, dan sejarah,


23

sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup PAI mencakup

perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia

dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya

maupun lingkungannya (hablum minallah wa hablum minannas).

Jadi PAI merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam

mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan

mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau

pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah

dtetapkan (Abdul Majid, 2014: 11-13).

Keberadaan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada setiap jenjang

satuan pendidikan sudah menjadi program pendidikan nasional yang wajib

ada dan harus dilaksanakan karena merupakan bagian dari program

pendidikan nasional. Oleh sebab itu, karena PAI termasuk bagian dari

program pendiidkan nasional maka memiliki fungsi strategis dalam proses

sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai agama Islam, disamping berfungsi

sebagai pengembangan intelektual.

Jika kita lihat dari perspektf tujuannya, tentunya PAI selain

berfungsi mencerdaskan intelektual tentunya berfungsi pula dalam

mencerdaskan emosional dan spiritual (ESQ). Dengan demikian, akan

tercipa peserta didik insan kamil dan ulil albab yakni manusia-manusia

yang lebih mengutamakan bisikan-bisikan ilahiyah (god spot) dari pada

bisikan-bisikan hawa nafsu dan syithan.


24

Sementara materi PAI bagi remaja yang ada saat ini masih belum

mampu membentuk karakter akan tetapi masih pada taraf pengetahuan.

Materi-materi yang diajarkan masih banyak disajikan dengan cara

mengutamakan hafalan atau pemahaman belum sampai pada taraf

penerapan dan pengamalan. Sehingga selalu ada kesenjangan antara

wilayah pengetahuan dan pengamalan antara materi yang diajarkan dengan

hasil yang diinginkan (Suparta, 2016:281-282).

Hakikat dari dilaksanakannya PAI pada setiap sekolah tentunya tidak

jauh beda dengan hakikat ajaran Islam itu sendiri. Sementara hakikat

ajaran Islam itu adalah untuk dipelajari, dipahami, dan diamalkan (Suparta,

2016: 286).

Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah meliputi aspek Al-

Qur’an/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah

umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub

mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Al-Qur’an Hadis, Fiqih,

Akidah Akhlak, dan sejarah (kebudayaan) Islam. Hubungan antara satu

aspek/mata pelajaran dngan aspek/mata pelajaran lainnya dapat dilihat

pada gambar dibawah ini:


25

AGAMA
ISLAM

ALQURAN DAN HADIS


(BERBAHASA ARAB)

SISTEM KEHIDUPAN
IBADAH
1. Politik
2. Ekonomi
SYARI’AH 3. Sosial
4. Keluarga
AKIDAH 5. Budaya
N MUAMALAH 6. Iptek (Sainteks)
7. Orkes
8. Lingkungan
AKHLAK hidup
9. Hankam
10. Dan
seterusnya

Sejarah

Pada gambar diatas dapat dijelaskan kedudukan dan kaitan yang erat

antara beberapa aspek/mata pelajaran PAI, yaitu: Al-Quran-Hadis

merupakan sumber utama pelajaran ajaran Islam, dalam arti merupakan

sumber akidah (keimanan), syari’ah (ibadah, muamalah) dan akhlak,

sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah (ushuluddin)

atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syari’ah (ibadah,

muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari akidah, dalam arti sebagai

manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup).

Syari’ah merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan

manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lain. Dalam
26

hubungannya dengan Allah diatur dalam ibadah dalam arti khas (thaharah,

shalat, zakat, puasa, dan haji), dan dalam hubungannya sesama manusia

dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti luas.

Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup

manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan

manusia dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia

dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan

kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya

(politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni,

iptek, olahraga/kesehatan dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang

kokoh. Sedangkan tarikh (sejarah-kebudayaan) Islam merupakan

perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam

usaha bersyari’ah (beribadah dan bermuamalah) serta berakhlak serta

dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh akidah

(Muhaimin, 2012: 140-142).

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta

didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-

kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada semua jalur, jenjang

pendidikan. (PP No. 5 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan

keagamaan) Sedangkan PAI menurut Chabib Toha adalah sebutan yang

diberikan kepada salah satu subjek pelajaran yang harus dipelajari oleh
27

siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu

(Chabib Toha, 2004:4).

Dalam konteks ini buku PAI dan Budi Pekerti adalah buku yang

berisi tentang uraian materi PAI dan Budi Pekerti, yang memberikan

pengetahuan serta membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta

didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, disusun secara sistematis

berdasarkan kurikulum tertentu dan telah melalui seleksi berdasarkaan

tujuan pembelajaran, orientasi pembelajaran serta mengacu pada

perkembangan peserta didik.

Pengelompokan pengetahuan yakni isi materi menurut Lorin W.

Anderson dan David R. Krathwohl, antara lain:

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan

oleh para pakar dalam menjelaskan, memahami, dan secara sistematis

menata disiplin ilmu mereka (W. Anderson dan David R. Krathwohl,

2015:67).

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori,

klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi-

pengetahuan yang lebih kompleks dan merata. Pengetahuan ini meliputi

skema, model, atau teori yang implisit atau eksplisit dalam beragam

model psikologi kognitif (Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl,

2015: 71).
28

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan

sesuatu. Pengetahuan ini kerap kali berupa rangkaian langkah-langkah

yang harus diikuti (W. Anderson dan David R. Krathwohl, 2015:77).

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif pengetahuan tentang kognisi secara umum

kesadaran akan, serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri (Lorin

W. Anderson dan David R. Krathwohl, 2015:82).

Merujuk pada pemaparan diatas jadi dapat disimpulkan bahwa

pengelompokan pengetahuanada empat antara lain pengetahuan faktual,

konseptual, proseduran dan metakognitif, dima keempat pengelompokan

pengetahuan tersebut dapat membedakan materi-materi apa saja yang

termasuk fakta, konsep, prosedural dan metakognitif.

Dengan demikian, bagaimanapun jenis kurikulum yang

digunakan, dalam kegiatan belajar mengajar, yang terpenting adalah dalam

pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut disempurnakan atau

dilengkapi dengan berbagai aktivitas walaupun hanya berperan sebagai

pelengkap. (Abdul Majid, Dian Andayani, 2005:78-81).

2. Perkembangan Berpikir dan Keagamaan

Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif

yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan mengalaman.

(Masnur Muslich, 2010:97-98) Menurut F.J. Monks, pengertian

perkembangan menunjuk pada “suatu proses ke arah yang lebih baik


29

sempurna dan tidak dapat diulang kembali”. Perkembangan menunjuk

pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.

Perkembangan juga diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap menuju

kearah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,

berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar (FJ. Monks, dkk,

2006:1).

Secara serampangan bahwa berpikir adalah apabila intonasi atau

nada suara seseorang yang berbicara tidak terdengar. Namun demikian,

pada hakikatnya, berpikir adalah suatu rahmat dan karunia dari Allah

SWT yang dengannya Dia membedakan dan menaikkan

derajat/kedudukan manusia dari seuruh ciptaan-Nya (Zaleha Izhab

Hassoubah, 2004: 19-20). Firman Allah tentang keutamaan berpikir

dapat dilihat dibeberapa ayat Al-Qur’an, antara lain:




Artinya: “Dan Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian)
diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa
yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang
benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya
kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya”(QS. Al-Rum {30}:8).

Menurut kerangka pikiran Gardner dalam bukunya Santrock

berpendapat bahwa intelegensi muncul dalam bentuk delapan keahlian

yaitu: verbal, matematika, spesial, tubuh-kinestetik, musik, intrapersonal,

interpersonal, dan naturalis (John W. Santrock, 2015:141).


30

Plato beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam

hati. Sehubungan dengan pendapat Plato ini adalah pendapat yang

mengatakan bahwa berpikir adalah aktivitas idesional. Pada pendapat

yang terakhir itu dikemukakan dua kenyataan, yaitu:

a. Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif,

dan;

b. Bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris dan

bukan motoris, walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir

itu mempergunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas” (Sumadi

Suryabrata, 2014: 54).

Dalam konteks ini yang akan dibahas adalah perkembangan

berpikir dan keagamaan peserta didik pada jenjang kelas VII SMP.

Perkembangan peserta didik (fase remaja) merupakan segmen

perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan

matangnya organ-organ fisik. Menurut konopka masa remaja ini

meliputi: remaja awak(12-15tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan

remaja akhir (19-22 tahun). Sementara salzman mengemukakan bahwa

remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (Dependence)

terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat

seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan

iu-isu moral (Syamsu Yusuf LN, 2004: 184).

Pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), pola berpikir

anak sudah mampu diajak memahami dan melihat nilai-nilai hidup


31

berdasarkan pertanggung jawabannya serta dasar pemikirannya. Aturan

dalam hidup bersama tidak sekedar demi aturan, tetapi demi tujuan yang

baik dalam hidup bersama tersebut. Dikarenakan tujuan yang baik inilah

maka tingkah laku manusia harus sejalan dengan tujuan tersebut. Pada

jenjang pendidikan menengah semakin terbuka kemungkinan untuk

menawarkan nilai-nilai hidup agar menjadi pekerti manusia melalui

segala kemungkinan kegiatan, tidak hanya pada unsur akademis semata

(Nurul Zuri’ah, 2008:51).

Remaja pada jenjang SMP (usia 11 atau 12 tahun hingga

dewasa) berada pada tahap operasional formal (formal operations stage).

Ia dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak

berhuhubungan dengan realitas konkret. Penalaran ilmiah juga cenderung

membaik begitu para siswa mampu melakukan pemikiran operasional

formal. Tiga kemampuan operasional formal yaitu penalaran logis

mengenai gagasan-gagasan hipotesis, penyusunan dan pengujian

hipotesis serta pemisahan dan pengendalian variabel.

Tahap keempat dan terahir perkembangan kognitif Piaget

tersebut, dimana proses-proses penalaran logis diterapkan ke ide-ide

abstrak dan juga objek-objek konkret (Jeanne Ellis Ormrod, 2008:47).

Pada umumnya keberagamaan seseorang di pengaruhi oleh

pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa

kecilnya. Seseorang yang pada masa kecilnya tidak mendapatkan

pendidikan agama, akan berpengaruh pada masa dewasanya. Boleh jadi


32

ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Akan lain

halnya dengan orang yang pada masa kecilnya berada dilingkungan taat

beragama. Maka dengan sendirinya orang tersebut akan mempunyai

kecenderungan kepada hidup dalam aturan beragama, terbiasa

menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama, dan

dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama (Zakiah Daradjat,

1996:35).

Menurut Zakiah (1970:122-125), masih ada beberapa patokan

umum yang menjadi ciri yang dialami oleh remaja dalam perkembangan

jiwa keagamaannya, antara lain sebagai berikut:

a. Pertumbuhan jasmani secara cepat telah selesai

Hal ini berarti bahwa dari segi jasmani mereka telah matang. Artinya

segala fungsi jasmaniah mulai atau telah dapat bekerja.

b. Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai

Pada usia remaja, mereka telah mampu memahami hal-hal yang

abstrak dan sekaligus telah mampu mengambil kesimpulan abstrak

dari sesuatu yang bersifat indrawi.

c. Pertumbuhan pribadi belum selesai

Hal ini berarti bahwa dalam usia ini, pribadi mereka masih

mengalami kegoncangan dan ketidakpastian. Dari segi jasmaniah,

mereka merasa cukup matang dan seperti orang dewasa.

d. Pertumbuhan jiwa sosial masih berjalan


33

Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial

bagi remaja. Mereka akan merasa sangat sedih, apabila diremehkan

atau dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya.

e. Keadaan jiwa agama yang tak stabil

Tak jarang, kita melihat remaja pada umur-umur ini mengalami

kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama. Misalnya,

mereka kadang-kadang sangat tekun menjalankan ibadah, tetapi pada

waktu lain, enggan melaksanakannya, bahkan mungkin menunjukan

sikap seolah-olah anti agama (Bambang Syamsul Arifin, 2015:65-

68).

G. Kajian Pustaka

Untuk mendukung penelaahan yang lebih komprehensif, maka penulis

berusaha melakukan kajian awal terhadap pustaka atau karya-karya yang

mempunyai relevansi dengan topik yang ingin diteliti.

Berdasarkan penelusuran yang telah peneliti lakukan ada beberapa

penelitian yang relevan dengan apa yang akan dilakukan peneliti, diantaranya

adalahPenelitian yang dilakukan oleh Rahmini dengan judul Penggunaan

Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kelas VII Terbitan

Kemendikbud Tahun 2013 sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran PAI Siswa

SMPIT Abu Bakar Yogyakarta. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui

substansi dan komposisi buku PAI dan Budi Pekerti kelas VII sehingga layak

digunakan bahan ajar di SMPIT Abu Bakar Yogyakarta. Hasil dari penelitian

ini adalah 1) SMPIT menerima dengan positif keberadaan buku PAI dan Budi
34

Pekerti, 2) substansi dan komposisi buku PAI dan Budi Pekerti terdiri dari 13

BAB yang memuat kompetensi inti, yaitu sikap spiritual, sikap sosial,

pengetahuan dan keterampilan, 3) kelebihan Buku PAI dan Budi Pekerti

materinya lengkap, bahasa yang digunakan sesuai dengan perkembangan

peserta didik, penyajian buku penuh dengan unsur motivasi. Persamaan

penelitian Rahmini dengan penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah

salah satu obyeknya sama yaitu Buku PAI dan Budi Pekerti kelas VII. Namun

ada sedikit perbedaan, karena yang akan di teliti kali ini adalah Buku PAI dan

Budi Pekerti edisi revisi. Perbedaan lainnya adalah terletak pada fokus

penelitian dan jenis penelitian yang dipakai. Penelitian Rahmini berfokus

untuk mengetahui kelayakan buku sebagai bahan ajar di SMPIT Abu Bakar

Yogyakarta. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih berfokus pada

keterwakilan materi buku perspektif perkembangan berfikir dan

perkembangan keagamaan dengan jenis penelitian kualitatif dan kepustakaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Zeni Hafidzotun Nisa’ yang berjudul

Analisis Buku Teks Pendidikan Agama Islam Untuk SMA, Perspektif

Kesetaraan Gender. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa adanya

perspektif kesetaraan gender dalam buku teks PAI untuk SMA terbitan

Erlangga karya syamsuri. Persamaan penelitian Zeni dengan penelitian yang

akan dilakukan terletak pada obyeknya, yaitu buku PAI. Adapun

perbedaannya terletak pada perspektif analisisnya.

Penelitian yang ditulis oleh Wildan Bakhtiar dengan judul Analisis

Buku Teks Belajar Bahasa Arab Untuk MI Kelas V Karya Ahmad Syaekhudin
35

Dkk. (Perspektif Psikologi Perkembangan Kognitif Anak). Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa penyajian materi dalam buku sesuai dengan teori

perkembangan kognitif anak, penggunaan bahasa dalam buku sesuai dengan

teori perkembangan kognitif anak, dan kegiatan latihan dalam buku sesuai

dengan teori perkembangan kognitif anak. Persamaan penelitian Wildan

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada obyeknya yaitu

menganalisis dan menelaah materi buku perspektif yang dipakai sama-sama

psikologi perkembangan. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan kali ini

terletak pada jenis buku, yaitu buku teks PAI dan Bahasa Arab, juga

perspektif psikologi perkembangan yang digunakan lebih terfokus yaitu

perkembangan berfikir dan perkembangan keagamaan.

Penelitian yang ditulis oleh Mudrikah denganJudul Analisis Isi Buku

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VII berdasarkan

Perspektif Psikologi Perkembangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

materi PAI dan Budi Pekerti untuk SMP kelas VII ditinjau dari pespektif

perkembangan sikap sosial sudah sesuai, menjadikan pendidikan sebagai

tempat pengembangan keterampilan sosial, untuk mengembangkan

kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Namun dalam pengembangan

kepribadian individu belum memfasilitasi peserta didik untuk mengenal

kelebihan dan kekurangan dari peserta didik. Persamaan penelitian Mudrikah

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada obyek penelitian

yaitu materi PAI dan Budi Pekerti SMP kelas VII terbitan kemendikbud.

Adapun perbedaannya terletak pada perspektif psikologinya yaitu perspektif


36

psikologi pengembangan dengan perspektif yang lebih terfokus yakni

perspektif perkembangan berfikir dan perkembangan keagamaan peserta

didik.

Pemaparan diatas telah menjelaskan secara rinci bahwa penelitian

yang dilakukan oleh peneliti jelas berbeda dengan peneltia-penelitian

sebelumnya. Walaupun dari beberapa penelitian menunjukan objek penelitian

sama yaitu buku materi PAI, namun dipenelitian ini telah difokuskan pada

representasi materi Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP

kelas VII terbitan Kemendikbud perspektif tugas perkembangan berfikir dan

keagamaan peserta didik.

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah suatu penelitian yang tidak menggunakan prosedur

matematic atau statistic dalam melakukan analisis data.

Dilihat dari segi obyeknya, penelitian ini termasuk penelitian

kepustakaan (Library Research). Library Research dilakukan dengan

menelaah dokumen arsip, koran, majalah, jurnal, maupun buku-buku

yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

2. Obyek dan fokus penelitian

Obyek penelitian ini adalah buku teks PAI dan Budi Pekerti SMP kelas

VII terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan fokus

penelitiannya yaitu isi materi dalam buku teks PAI dan Budi Pekerti SMP
37

kelas VII terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perspektif

perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik.

3. Sumber Data Penelitian

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang menjadi bahan utama

dalam penelitian, deskripsi penyelidikan yang ditulis orang yang

melakukannya. (Hamid Darmadi, 2013:6) dalam hal ini peneliti

menggunakan buku yang berjudul “Pendidikan Agama Islam dan

Budi Pekerti SMP Kelas VII” sebagai sumber data primer penelitian

ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data pendukung bahan utama,

diantara bahan pendukung yang peneliti gunakan dan menjadi

pembahasan dalam penelitian yaitu:

Buku yang berjudul “Buku Guru Pendidikan Agama Islam dan

Budi Pekerti SMP Kelas VII (Edisi Revisi)”, yang ditulis oleh atau

disusun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode

dokumentasi, metode dokumentasi yaitu termasuk dalam metode

pengumpulan data-data dengan jalan menganalisis data yang dibutuhkan

dalam penelitian, yaitu berupa sumber-sumber data dari beberapa


38

literatur yang terkait dengan tema penelitian. (Suharsimi Arikunto,

1998:274)

Dalam hal ini dokumen yang dimaksud adalah buku teks PAI

dan Budi Pekerti SMP kelas VII. Yang mana materi dalam buku PAI dan

Budi Pekerti di analisis dengan menggunakan perspektif perkembangan

berpikir dan keagamaan peserta didik.

5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk

mengolah data primer maupun data sekunder. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif, selayaknya data yang didapatkan

yaitu melalui analisis dokumen karena penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan Library Research maka teknik pengumpulan data diperoleh

melalui dokumentasi.

Sementara dalam pengolahan datanya, peneliti menggunakan

metode content analysis atau analisis isi yaitu dengan memberikan

interpretasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan, dalam hal ini

dijelaskan oleh Holsti bahwa analisis isi merupakan sembarang teknik

penelitian yang ditujukan untuk membuat kesimpulan degan cara

mengidentifikasi karakteristik tertentu pada pesan-pesan secara sistematis

dan objektif. (Stefan Titscher dkk, 2009:97)

Kemudian peneliti menggunakan buku-buku yang digunakan

untuk menganalisis sumber data utama atau primer, antara lain:


39

1. Buku yang berjudul “Masa Perkembangan Anak (edisi 2)”, yang

ditulis oleh John W. Santrock tahun 2011.

2. Buku yang berjudul “Adolescence (Perkembangan Remaja) Edisi

Keenam”, yang ditulis oleh John W. Santrock, tahun 2003

3. Buku yang berjudul “Psikologi Perkembangan Peserta Didik

(panduan bagi orang tua dan guru dalam memahami anak usia SD,

SMP, atau SMA)”, yang ditulis oleh Dra. Desmita, M.Si. tahun 2010.

4. Buku yang berjudul “Psikologi perkembangan Anak & Remaja”, yang

ditulis oleh Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. tahun 20004.

5. Buku yang berjudul “Text Book Writing, Dasar-Dasar Pemahaman,

Penulisan dan Pemakaian Buku Teks”, yang ditulis oleh Masnur

Muslich tahun 2010.

6. Buku yang berjudul “Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia”, yang

ditulis oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009.

7. Buku yang berjudul “Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,

Pengajaran dan Asesmen”, yang ditulis oleh Lorin W. Anderson dan

David R. Krathwohl tahun 2015.

8. Buku yang berjudul “Dinamika Perkembangan Remaja”, yang ditulis

oleh Juantika Nurihsan dan Mubiar Agustin tahun 2016.

9. Buku yang berjudul “Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta

Didik), yang ditulis oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori

tahun 2015.
40

Sedangkan discourse analisys disebut juga analisis wacana.

Analisis wacana adalah suatu metode untuk mempelajari dan

menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kualitatif

terhadap pesan yang tidak tampak. (Bungin, 2007:186) dengan demikian,

terdapat perbedaan yang jelas dari kedua teknik tersebut yaitu jika

content analisys lebih menekankan teks tersurat atau muatan teks yang

kongkrit (nyata) maka discourse analisys lebih menekankan pada teks

tersirat atau muatan teks yang abstrak (tersembunyi). Dengan demikian,

maka kedua teknik content analisys dan discourse analisys akan saling

melengkapi, sehingga penulis dapat mengetahui makna dari isi pesan

baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam buku teks Pendidikan

Agama Islam dan Budi Pekerti SMP kelas VII terbitan Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan.

I. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan tesis ini diawali dengan halaman formalitas yang

terdiri halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman

motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

Pada Bab pertama berisi pendahuluan yang menjabarkan latar

belakang masalah yang menarik perhatian penulis untuk meneliti hingga

tersusunlah rumusan masalah. Kemudian diungkapkan tujuan dan manfaat

penelitian tersebut secara teoritik dan praktik, hingga terbentuklah suatu

kerangka pemikiran serta penjabaran metode penelitian yang digunakan baik

objek penelitian ataupun sistematika pembahasan.


41

Pada Bab kedua akan diuraikan landasan teori mengenaai materi PAI,

perkembangan berfikir dan perkembangan kegamaan peserta didik. Dimana

didalam pembahasan materi PAI terdapat pengertian materi PAI, ruang

lingkup, landasan-landasan dan karakterstik buku PAI dan budi pekerti untuk

SMP kelas VII terbitan Kemendikbud. Dalam pembahasan perkembangan

berfikir akan diuraikan tentang hakikat perkembangan berfikir, ruang lingkup

dan jenis perkembangan berfikir serta karakteristik perkembangan berfikir

siswa remaja awal (SMP). Dalam pembahasan perkembangan keagamaan

akan diuraikan tentang hakikat perkembangan keagamaan, ruang lingkup

perkembangan keagamaan serta karakteristik perkembangan keagamaan

siswa remaja Awal (SMP).

Pada Bab ketiga menguraikan tentang metodologi penelitian yaitu

memaparkan kondisi obyektif buku PAI & Budi Pekerti SMP Kelas VII

terbitak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada Bab keempat tentang hasil penelitian tentang materi PAI dan

Budi pekerti untuk SMP kelas VII pada buku terbitan Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan, kesesuaian materi PAI dan Budi pekerti untuk SMP kelas

VII perspektif perkembangan berpikir dan keagamaan peserta didik.

Dan yang terakhir adalah Bab kelima membahas tentang kesimpulan

dan saran. Dan setelah lima bab, kemudian diikuti dengan daftar pustaka,

lampiran-lampiran.

Anda mungkin juga menyukai