Anda di halaman 1dari 4

Integrasi Pendidikan Karakter

Integrasi Pendidikan Karakter Bangsa


dalam Kurikulum
DIAH HARIANTI *)

Abstrak
Pemerintah telah menyusun bahan ajar untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
kemudian menjadi bahan pelatihan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Progam tersebut
kemudian ditindaklanjuti dengan sarasehan nasional pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Strategi pengembangan kurikulum untuk dapat mencapai tujuan pendidikan karakter dilakukan
melalui berbagai cara; melalui integrasi muatan pendidikan karakter dalam mata pelajaran
yang telah ada di masing-masing satuan pendidikan; melalui muatan lokal; melalui kegiatan
Pengembangan Diri.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasionalpada
2010 telah menetapkan bentuk performance dari nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat
dimulai oleh satuan pendidikan. Bentuk performance tersebut bisa dimulai dari yang mudah
dan segera terlihat, baru kemudian dapat dilakukan pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter yang lebih sulit dan kompleks.
Kata kunci: karakter, kurikulum, performa

Pendahuluan
Banyak permasalahan pendidikan yang dihadapi Indonesia saat ini. Masalah yang paling krusial
dan menjadi keprihatinan banyak pihak adalah merosotnya nilai-nilai moral sebagian masyarakat
kita. Hal itu ditandai dengan semakin maraknya kekerasan di jalan, di keluarga bahkan di sekolah;
korupsi masih belum dapat dikurangi secara maksimal karena sudah cenderung membudaya;
perusakan terhadap lingkungan hidup tanpa rasa takut: etika menipis: sopan santun di jalanan
hilang, ngetem tanpa mempedulikan kepentingan pengendara lain, sopan santun terhadap orangtua
juga berkurang, budaya antri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja; tenggang rasa
tidak ada: kepedulian terhadap nasib orang lain sedikit; tanggungjawab terhadap pekerjaan dan
tugas kurang. Belum lagi permasalahan karakter bangsa seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr.
Yahya Muhaimin: lembek, rapuh, mudah masuk angin, tidak percaya diri, malas, kurang
kompetitif, dan lain sebagainya.
Semua ini menimbulkan ketidakharmonisan dalam bernegara. Pertanyaannya bagaimana kita
dapat memperbaikinya? Apa saja yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh para pelaku
bidang pendidikan dalam menghadapi masalah negara seperti tersebut di atas? Lebih spesifik
lagi, apa kebijakan pemerintah dalam menghadapi masalah keterpurukan pendidikan nilai-nilai
kehidupan tersebut? Bagaimana agar permasalahan tersebut bisa diselesaikan?
Banyak pihak di luar pemerintah yang telah secara nyata menanggapi permasalahan tersebut
dengan melakukan berbagai hal dalam rangka mengusahakan agar pendidikan memiliki peran
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pihak-pihak tersebut antara lain Yayasan Jati Diri
Bangsa, yayasan yang dikelola oleh Ibu Ratna Megawangi, sekolah-sekolah di bawah Al Hikmah,
dan masih banyak lagi sekolah-sekolah yang lebih menekankan pendidikannya pada pendidikan
moral dan pengembangan nilai-nilai yang baik.

30 Jurnal AKRAB! Volume I Edisi 3/September/2010, HARIANTI


Integrasi Pendidikan Karakter

Pemerintah sendiri sejak beberapa tahun ini menanggapi secara positif pihak-pihak yang telah
bekerja untuk perbaikan moral bangsa dan melaksanakan dengan resmi usaha-usaha pelaksanaan
pendidikan karakter bangsa. Dimulai dengan disusunnya bahan ajar untuk pendidikan budaya
dan karakter bangsa yang kemudian menjadi bahan pelatihan pendidikan budaya dan karakter
bangsa sebagai salah satu program seratus hari Kementerian Pendidikan Nasional pada Kabinet
Bersatu Jilid II Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir tahun 2009 sampai dengan
awal tahun 2010. Progam tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan sarasehan nasional pendidikan
budaya dan karakter bangsa pada bulan Januari 2010 di mana hadir disitu berbagai tokoh yang
peduli dan sangat mengkhawatirkan kondisi karakter bangsa kita. Pendidikan karakter bangsa
kemudian menjadi tema utama peringatan Hari Pendidikan Nasional.

Pembahasan
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral,
dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan
karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan
budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter
bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta
didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan
budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan
nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan
fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta
didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi
mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki
masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter
bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses
pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi
dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka
dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Pada umumnya jika mencari siapa yang bertanggungjawab terhadap substansi pendidikan, kita
akan berpaling ke kurikulumnya. Apakah yang diajarkan di satuan pendidikan/sekolah? Kita
akan mencari apa saja yang diajarkan melalui kurikulum di sekolah. Adakah kurikulum juga
berisi tentang pendidikan budaya dan karakter bangsa? Bagaimana mengajarkannya?
Pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan
keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan
yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai
dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah;

Jurnal AKRAB! Volume I Edisi 3/September/2010, HARIANTI 31


Integrasi Pendidikan Karakter

oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui
semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Pada dasarnya Standar Isi sebagai standar acuan bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulum
satuan pendidikan masing-masing telah mengandung isi-isi pendidikan karakter, yaitu pendidikan
nilai-nilai luhur yang mengembangkan afeksi peserta didik sehingga menjadi peserta didik yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab seperti
yang diamanahkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Analisis yang dilakukan telah menunjukkan bahwa berbagai mata pelajaran yang ada, baik di
kurikulum pendidikan dasar maupun pendidikan menengah, baik yang tujuan utamanya untuk
pengembangan afektif maupun untuk pengembangan kognitif, seperti misalnya Matematika dan
IPA, telah memiliki tujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur manusia, seperti misalnya
jujur, kerja keras, disiplin, tenggang rasa, peduli dan lain-lain.
Tetapi dalam implementasinya, dengan keterbatasan potensi tenaga kependidikan maupun sarana
dan prasarananya masih banyak satuan pendidikan yang belum dapat mencapai tujuan pendidikan
tersebut dengan maksimal. Bahkan masih banyak satuan pendidikan yang dengan terengah-
engah berusaha mencapai standar minimal untuk memenuhi Ujian Nasionalnya.
Walaupun demikian, satuan pendidikan harus disadarkan bahwa pencapaian tujuan pendidikan
karakter, yang merupakan usaha pendidikan yang sangat penting, harus dapat dilaksanakan
bersamaan dengan tujuan lulus ujian nasional. Keduanya, bersama dengan kompetensi yang
lain, menjadi bekal peserta didik untuk dapat terjun ke masyarakat sebagai warga negara yang
beradab. Oleh sebab itu, satuan pendidikan harus didorong untuk mengembangkan kurikulumnya
tidak saja untuk dapat mencapai tujuan minimal, yaitu misalnya lulus Ujian Nasional, tetapi
juga harus didorong untuk menyusun pembelajaran yang mengembangkan akhlak mulia peserta
didik dalam pendidikan karakter.
Strategi yang dilaksanakan dalam pengembangan kurikulum untuk dapat mencapai tujuan
pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui integrasi muatan
pendidikan karakter dalam mata pelajaran yang telah ada di masing-masing satuan pendidikan.
Cara ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar yang ada dalam mata pelajaran dan menetapkan indikator dan pembelajarannya. Dengan
demikian maka semua tenaga kependidikan yang mengampu mata pelajaran tersebut memiliki
tanggungjawab untuk mengembangkan pendidikan karakter dalam mata pelajaran masing-
masing.
Cara berikutnya melalui Muatan Lokal. Satuan Pendidikan dapat menetapkan salah satu mata
pelajaran atau kajian dalam muatan lokal sebagai ujud dari pendidikan karakter di satuan
pendidikan tersebut. Untuk itu maka satuan pendidikan atau daerah dapat menetapkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi yang diinginkan untuk menjadi kegiatan pembelajaran pendidikan
karakter.
Cara yang juga banyak bisa digunakan selain melalui mata pelajaran yang sudah ada dan muatan
lokal adalah dalam kegiatan Pengembangan Diri. Kegiatan Pengembangan Diri adalah kegiatan
satuan pendidikan untuk mendorong peserta didik mencapai kepribadian dan kompetensi sesuai
dengan bakat, minat dan kondisi/permasalahan masing-masing. Maka kegiatan utama dalam
Pengembangan Diri adalah kegiatan ekstra kurikuler, bimbingan konseling serta pelaksanaan
pembiasaan dan pembudayaan yang baik pada peserta didik. Pembiasaan di sini termasuk
pelaksanaan kegiatan rutin yang baik, pemberian teladan dari guru dan tenaga kependidikan
yang lain, pendidikan yang bersifat spontan pada saat itu juga ketika terjadi tindakan yang perlu

32 Jurnal AKRAB! Volume I Edisi 3/September/2010, HARIANTI


Integrasi Pendidikan Karakter

dikoreksi maupun diapresiasi, pelaksanaan kegiatan-kegiatan terjadwal dalam kalender


pendidikan yang tidak dimasukkan dalam mata pelajaran, seperti misalnya pesta seni, bazar,
mengundang nara sumber, workshop dan lain sebagainya.
Ketiga cara tersebut diharapkan dapat saling melengkapi pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah, sehingga pendidikan karakter terlihat dalam performance satuan pendidikan, baik
fisik maupun perilaku pendidik, tenaga kependidikan yang lain dan terutama pada peserta
didiknya. Pendidikan karakter menjadi usaha pembudayaan lingkungan sekolah sehingga
menjadi nafas dari sekolah tersebut.
Dalam kegiatan perintisan pendidikan karakter di beberapa satuan pendidikan maupun dalam
pelatihan bagi pelatih (TOT) yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum pada tahun 2010, kami
telah menetapkan bentuk performance dari nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dimulai
oleh satuan pendidikan. Bentuk performance tersebut diharapkan bisa dimulai dari yang mudah
dan segera terlihat, baru kemudian dapat dilakukan pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter yang lebih sulit dan kompleks.
Bentuk performance tersebut adalah: yang pertama bersih, rapi, nyaman. Berikutnya adalah
disiplin dan kemudian sopan santun. Tiga bentuk performance tersebut diharapkan merupakan
nilai-nilai dasar yang dapat dilaksanakan secara minimal oleh satuan pendidikan yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan bentuk performance dari nilai-nilai yang lain yang dapat dipilih oleh
satuan pendidikan, seperti misalnya: religius, cinta budaya setempat, cinta tanah air, dan lain
sebagainya.
Dengan demikian diharapkan satuan pendidikan memiliki bentuk-bentuk dasar pendidikan
karakter untuk menjaga kebersihan dan kerapihan serta menjauhkan diri dari permusuhan dan
bersikap sopan kepada siapapun tetapi juga mampu menegakkan disiplin. Baru kemudian
masing-masing satuan pendidikan mengembangkan berbagai nilai-nilai dalam pendidikan
karakter yang diinginkan oleh masing-masing satuan pendidikan, sehingga menjadi mozaik
yang indah dari bentuk keberagaman negara kesatuan Republik Indonesia.

Penutup
Persoalan pendidikan karakter bangsa adalah masalah kita semua, mengingat masalah-masalah
sosial yang muncul sebagai akibat tergerusnya moral masyarakat, telah mengganggu pergaulan
sosial di tengah-tengah kita, dan sebetulnya merugikan mereka sendiri.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional memang memilliki kewajiban untuk
menanamkan moral luhur dan nilai-nilai positif lewat satuan-satuan pendidikan formal. Namun
dukungan masyarakat melalui pendidikan informal terutama di lingkungan keluarga, juga ikut
menentukan keberhasilan upaya pendidikan karakter bangsa. **

*) Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Nasional

Daftar Pustaka
Hp. Suradi., dkk. 1986. Sejarah Pemikiran Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Sejarah.
Soeparno, M. 1992. Rekayasa Pembangunan Watak dan Moral Bangsa. Jakarta: PT Purel
Mondial.

Jurnal AKRAB! Volume I Edisi 3/September/2010, HARIANTI 33

Anda mungkin juga menyukai