Kristiya Septian Putra, Implementasi Pendidikan Agama Islam Melalui Budaya Religius Di Sekolah,
Jurnal Kependidikan, Vol. III No. 2 November 2015
Dewasa ini, masyarakat Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat (era
globalisasi). Era ini memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan
masyarakat, akibat arus globalisasi sebagai konsekuensi logis dari gencarnya arus informasi antar
negara melalui berbagai media informasi dengan teknologi canggih telah terjadi perang pemikiran
dan hegemoni kebudayaan yang satu atas kebudayaan yang lain dengan membawa nilai-nilai yang
mengalahkan nilai-nilai luhur sebelumnya terutama nilai-nilai keagamaan, yang mengakibatkan
merosotnya moral bangsa (Said Agil, 2015:25). Permasalahan tersebut merupakan suatu tantangan
bagi sekolah sebagai pendidikan formal untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, yang
nantinya akan terjadi terutama pada kalangan siswa.
Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pendukung akan keberhasilan pendidikan
agama khususnya di sekolah adalah menciptakan budaya agama (religious culture), pendidikan
karakter dan sekolah yang ramah anak, sebagai bentuk pengembangan Pendidikan Agama Islam
(PAI) dalam berbagai bentuk kegiatan, baik kurikuler, ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler yang satu
sama lain saling terintegrasi.
Dari beberapa pengertian tentang budaya dan agama, dalam kaitannya untuk memberikan
definisi budaya religius, tidak hanya menggabungkan pengertian dari kedua kata tersebut. Akan tetapi
perlu dimaknai secara luas adalah sekumpulan ajaran dan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru,
petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekolah (Asmaun Sahlan, 2010:77).
Dengan demikian, budaya religius sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran
agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga
sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak
ketika warga sekolah mengikuti budaya yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah
sudah melakukan ajaran agama.
Budaya agama (Religious culture) adalah sekumpulan ajaran dan nilai-nilai agama yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala
sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekolah. Antara agama dan budaya
keduanya sama-sama melekat pada diri seorang beragama dan di dalamnya sama-sama terdapat
keterlibatan akal fikiran mereka. Dari aspek keyakinan maupun aspek ibadah formal, praktik agama
akan selalu bersamaan, dan bahkan berinteraksi dengan budaya. Kebudayaan sangat berperan
penting di dalam terbentuknya sebuah praktik keagamaan bagi seseorang atau masyarakat.
Dengan demikian, budaya religius sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran
agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga
sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak
ketika warga sekolah mengikuti budaya yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah
sudah melakukan ajaran agama.
Perwujudan budaya religius (religious culture) sebagai bentuk pengembangan PAI di sekolah
meliputi: (1) 5 S (Senyum , Salam, Sapa, Sopan, Santun), (2) tadarus AlQur'an, (3) Halal Bihalal, (4)
PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), (5) Tali Asih, (6) Kantin Kejujuran, (7) Iuran qurban, (8) Sholat
dhuhur berjamaah, (9) Istighosah dan doa bersama, (10) pesantren kilat di bulan ramadhan, (11)
Pedulu lingkungan.
Budaya tersebut terbukti dapat meningkatkan spiritualitas siswa, meningkatkan rasa
persaudaraan dan toleransi, meningkatkan kedisiplinan dan kesungguhan dalam belajar dan
beraktifitas, dapat meningkatkan sikap sebagai bentuk penghormatan dan keyakinan akan
mendapatkan berkah dari gurunya berupa manfaat ilmu pengetahuan yang di dapat dari guru, serta
dapat menjadikan mentalitas siswa lebih stabil sehingga lebih bersemangat dalam belajar.
MEMBANGUN SEKOLAH YANG BERKARAKTER (Selesai)
Asep Juanda, Membangun Sekolah Yang Berkarakter , Jurnal Pendidikan, Vol. IV No. 1 7 Juli 2022,
Sekolah berkarakter adalah sekolah yang menanamkan nilai-nilai budaya karakter dalam diri
setiap warga sekolah melalui berbagai kegiatan baik dalam proses pembelajaran, maupun
penciptaan suasana lingkungan sekolah sehingga budaya karakter menjadi sikap batin dan landasan
dalam bersikap dan bertingkah laku. Oleh karena itu proses pembelajaran menjadi sangat penting di
dalamnya, sebagai sarana menanamkan nilai-nilai karakter yang berbudaya.
Pendidikan Karakter merupakan suatu usaha manusia secara sadar serta terencana bertujuan
untuk mendidik dan memberdayakan setiap potensi peserta didik. Selain itu, pendidikan berkarakter
ini juga berguna untuk membangun karakter setiap individu sehingga dapat menjadi individu yang
bisa memiliki manfaat untuk individu tersebut dan juga lingkungan sekitarnya.
Sistem pendidikan ini akan menanamkan nilai-nilai karakter tertentu pada setiap peserta
didik yang didalamnya terdapat beberapa komponen pengetahuan, kemauan atau kesadaran, serta
tindakan untuk melakukan nilai positif tersebut.
Pendidikan karakter (character education) sangat erat hubungannya dengan sistem pendidikan
moral yang dimana tujuannya adalah untuk melatih dan membentuk kemampuan setiap individu
secara terus menerus agar kearah hidup yang lebih baik lagi.
Merupakan cara terbaik untuk membentuk perilaku individu sebelum masuk ke dunia kerja/
usaha. Sebagai cara untuk mengajarkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari kerja suatu
peradaban. Dari penjelasan tersebut kita menyadari bahwa pendidikan karakter sangat penting bagi
setiap orang. Dengan begitu, maka para guru, dosen, dan orang tua, sudah seharusnya senantiasa
menanamkan nilai-nilai karakter yang baik kepada anak didiknya.
Pengertian sekolah ramah anak Berdasarkan Panduan Sekolah Ramah Anak (2015) yang
dibuat oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, definisi konsep sekolah
ramah anak adalah bentuk pendidikan formal, nonformal, serta informal. Sekolah ramah anak
merupakan sekolah yang memiliki sifat aman, bersih, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, demi
menjamin, memenuhi, serta melindungi hak anak serta perlindungan anak sekolah dari segala
bentuk diskriminasi dan kekerasan di bidang pendidikan. Selain melindungi, menjamin, serta
memenuhi hak anak, sekolah ramah anak juga turut mendukung partisipasi anak, khususnya dalam
hal perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, serta mekanisme pengaduan yang berkaitan
dengan pemenuhan hak dan perlindungannya di sekolah dan dunia pendidikan. Baca juga: Manfaat
Keragaman Karakteristik di Sekolah
Ciri-ciri sekolah ramah anak Menurut Ratnasari Diah Utami, dkk, dalam jurnal Implementasi
Penerapan Sekolah Ramah Anak pada Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Dasar (2017), sekolah
ramah anak memiliki lima ciri, yaitu:
1. Adanya perlakukan adil bagi murid laki-laki dan perempuan (non diskriminasi)
Dikutip dari jurnal Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA) Jenjang Satuan Pendidikan Anak
Usia Dini Se-Kecamatan Semarang Selatan (2011) karya Kristanto dan kawan-kawan, tenaga
kependidikan harus memberikan perlakuan yang adil kepada murid laki-laki dan perempuan.
Perlakuan adil ini artinya memberi kasih sayang, perhatian, dan pembelajaran yang setara, tanpa
membedakan agama, kondisi ekonomi, kondisi fisik, dan budaya dari anak tersebut. Tidak hanya itu,
seluruh tenaga kependidikan juga harus menghormati hak anak dan juga melindunginya.
2. Proses pembelajaran yang baik sehingga anak merasa nyaman
Suasana pembelajaran harus dibuat sebaik mungkin supaya anak merasa nyaman, aman, lebih aktif
dan kreatif, serta lebih percaya diri. Agar bisa tercapai, hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan
metode pembelajaran yang inovatif dan variatif. Contohnya aktivitas pembelajaran di luar ruangan,
guru menggunakan alat bantu supaya pembelajaran lebih menarik, menggunakan lingkungan sekitar
sekolah untuk aktivitas pembelajaran, menggunakan permainan untuk menarik minat anak, dan lain
sebagainya.
3. Proses pembelajaran didukung media ajar
Kegiatan belajar mengajar bisa dilakukan lewat berbagai media ajar, seperti buku, alat bantu atau
peraga, dan lain-lain. Tujuannya supaya membantu daya serap siswa dan membuat mereka lebih
menarik dalam mengikuti aktivitas pembelajaran.
4. Adanya keterlibatan murid
Tidak hanya guru, murid juga harus terlibat dalam aktivitas pembelajaran. Artinya siswa harus
didorong untuk mau mengembangkan kompetensi mereka. Misalnya dengan melakukan
pembelajaran praktik, learning by doing, dan lain sebagainya.
5. Keterlibatan murid dalam penciptaan lingkungan sekolah
Agar siswa merasa nyaman dan aman di lingkungan sekolah, mereka juga harus dilibatkan dalam
aktivitas penyusunan dan penciptaan lingkungan sekolah senyaman mungkin. Misalnya dalam kelas,
siswa diajak menyusun bangku dan menghias kelas sesuai yang mereka mau. Selain lima ciri di atas,
Sekolah Ramah Anak (SRA) juga memiliki empat ciri lainnya, yaitu anak tidak pernah mendapat
perlakuan tidak mengenakkan, tidak ada tindakan kekerasan, tata tertib sekolah transparan dan adil,
serta anak merasa nyaman dan aman ketika berada di sekolah. Prinsip sekolah ramah anak.