Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan pada hakekatnya merupakan sarana utama bagi suatu negara

untuk meningkatkan sumber daya manusianya dalam mengikuti perkembangan

dunia. Oleh karena itu, pendidikan patut memperoleh perhatian utama dalam

perbaikan kualitas manusia. Kalau tidak, suatu bangsa akan ketinggalan dengan

bangsa lainnya di dunia. Pendidikan pada dasarnya merupakan sarana strategis

untuk meningkatkan potensi bangsa agar mampu berkiprah dalam tataran yang

lebih global. Pendidikan sebagai ‘investment in people’ untuk pengembangan

individu dan masyarakat, dan disisi lain pendidikan merupakan sumber untuk

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pendidikan perlu dimantapkan, sehingga

dapat difungsikan sebagai penelitian, menemukan dan memupuk bakat,

meningkatkan kemampuan manusia untuk menyesuaikan dan mengubah

kesempatan kerja dalam pertumbuhan ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan

keterampilan dan ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk masa yang akan

datang. (Yusuf Syamsu, 2012: 42).

Sebagaimana dikatakan Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah daya

upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), fikiran (intelek)

dan jasmani, dalam pengertian tidak dapat dipisah-pisahkan bagian-bagian itu

agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupam dan penghidupan

anak. Dalam mencapai usaha tersebut, maka pendidikan harus diarahkan kepada

1
keseluruhan aspek moral. Pendidkkan harus diarahkan kepada pemberian

pertolongan kepada anak agar pada dirinya terdapat kemampuan untuk bertingkah

atas dasar keputusan akal (reson) nya sendiri atau kata hatinya sendiri.

(Saifullah,1982:29).

Dalam Penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 Tahun 2003 dikemukakan bahwa manusia membutuhkan pendidikan dalam

kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan

potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan

diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara

Indonesia.

Sebagai suatu sub komponen penting dalam sistem pendidikan,

menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan diantaranya

bergantung pada status sosial, termasuk di dalamnya pengetahuan dan

keterampilan guru, bahwa guru itu merupakan manusia terhormat dalam segala

aspek, yang harus menjadi suri tauladan di kelas, baik bagi peserta didik maupun

masyarakatnya, baik dari kemampuan berpikir atau ilmu pengetahuan yang

dimiliki, sikap maupun tutur kata dan tingkah lakunya. Tutur kata dan tingkah

laku tersebut diwujudkan di dalam budi pekerti yang baik bagi setiap orang,
2
karena pendidikan itu tertuju kepada pembentukan nilai, sedangkan pengajaran

tertuju kepada pembentukan akal atau intelektual. Artinya, setiap ilmu

pengetahuan yang sudah diketahui, dapat diwujudkan melalui budi pekerti yang

baik atau moralitas yang baik.

Berkenaan dengan hal tersebut maka upaya untuk menegakkan budi

pekerti (akhlak) merupakan suatu keharusan mutlak. Sebab akhlak yang mulia

akan menjadi pilar utama tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa.

Untuk mewujudkan dan sekaligus mendidik akhlak yang baik yang tidak dapat

kita lupakan adalah lembaga pendidikan kita, sekolah/ madrasah. Pendidikan

adalah investasi masa depan bangsa (social investment), termasuk investasi untuk

menancapkan perilaku sosial yang penuh dengan praktek atau etika. Oleh karena

itu, lewat sekolah atau madrasah, anak-anak kita dididik sekaligus dibiasakan

untuk berperilaku yang baik dan menjunjung tinggi etika sosial di negara tercinta

Indonesia. Mengingat pentingnya peranan sekolah dalam proses menciptakan

peserta didik yang memiliki budi pekerti luhur, maka perlu adanya suri teladan

dari seluruh elemen yang ada di sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa,

karyawan sekolah, penjaga sekolah dalam mempraktekan nilai-nilai budi pekerti

dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.

Budi pekerti sebagai pelajaran dimasukkan dalam mata pelajaran Akhlak.

Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan budi pekerti dalam bingkai

pendidikan Islam dirancang berjenjang menurut usia dan kelas para siswa. Inti

pendidikan budi pekerti ini bersumber pada keimanan Akhlak serta ibadat. Pada

tataran keimanan dan akhlak, pendidikan diarahkan kepada penumbuhan perasaan

3
keimanan dan keagamaan dalam hati anak-anak dengan cara memberikan cerita-

cerita pendek tentang orang-orang saleh yang taat kepada agama, orang yang

berani mempertahankan kebenaran, berbakti kepada ibu-bapak, seia-sekata

dengan saudaranya, saling menyayangi antar teman dan sahabat serta berbuat baik

untuk umum (masyarakat). Selain itu dalam tataran tindakan, siswa dididik untuk

bersantun dalam bercakap-cakap dengan sesama murid, mempunyai kepedulian

sosial yang tinggi dan tanggap terhadap pemanfaatan hari-hari besar agama untuk

berukuwah. Sedangkan dalam tataran Ibadah, materi diarahkan pada penerapan

ajaran dan kewajiban-kewajiban agama dalam tindakan sehari-hari dengan

tuntutan guru. Pada jenjang yang lebih tinggi ajaran ibadat dipadukan dengan Al-

Qur’an. (Yahya Umar, 2000:51).

Budi pekerti merupakan bagian dari Heart dengan tujuan mendidik siswa

mampu berpikir secara rasional, mendidik anak-anak agar mampu bekerja dengan

teratur dan sungguh-sungguh, mendidik anak-anak agar mampu bekerja dengan

teratur dan sungguh-sungguh, mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang

berwatak dan berbudi pekerti yang baik, serta menanamkan rasa persatuan. Pada

1926, K.H. Hasyim Asy’ari (1871-1947) mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) yang

juga memperhatikan masalah pendidikan. Pendidikan di kalangan NU lebih

dikenal dengan pendidikan Ma’arif. Tujuan pendidikan Ma’arif adalah: (1)

menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan yang dapat membentuk pandangan

hidup bagi anak didik sesuai ajaran Ahlussunah waljama’ah, (2) menanamkan

sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerjasama dengan pihak lain untuk

lebih baik, keterampilan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, (3)

4
menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi dan

ukhrawi sebagai sebuah kesatuan, dan (4) mananamkan penghayatan terhadap

nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis. Dengan demikian

budi pekerti ditanamkan berdasarkan ajaran Ahlussunah waljama’ah dan nilai-

nilai ajaran agama Islam secara dinamis.

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu

pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana

membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang

berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat

serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan

kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari serta

kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam

perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang

bersama oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa sebagai dasar

mereka dalam memahami budi pekerti di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama

dalam transmisi kultural antar generasi. (Zamroni, 2003:149).

Budaya sekolah/ kultur sekolah berpengaruh terhadap peningkatan

prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi guru serta

produktivitas dan kepuasan kerja guru. Untuk menciptakan kultur sekolah yang

positif dibutuhkan adanya kesadaran dan motivasi terutama dari diri masing-

masing warga sekolah. Guru sebagai ujung tombak di lapangan harus mampu

memberikan motivasi dan inspirasi bagi siswa. Kebiasaan guru yang datang tepat

5
waktu dan melaksanakan tugas mengajar dengan baik, sikap dan cara berbicara

saat berkomunikasi dengan siswa dan unsur sekolah lainnya, disiplin dalam

melaksanakan tugas merupakan kebiasaan, nilai dan teladan yang harus senantiasa

dijaga dalam kehidupan sekolah.

Kebiasaan-kebiasaan positif tersebut terpelihara dan mendarah daging

dalam diri seluruh warga sekolah, maka diwujudkan dalam perilaku sehari-hari,

dan dibutuhkan adanya rasa memiliki terhadap sekolah. Rasa memiliki terhadap

sekolah itu dapat diwujudkan dengan cara watak siswa diselaraskan dan diarahkan

kepada tujuan yang lebih layak bagi dirinya untuk diterapkan dalam hidup

sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan ini dihubungkan oleh

kemampuan berfikir untuk menafsir dan menerapkan kebiasaan tersebut sehingga

dapat dikatakan bahwa kebiasaan merupakan alat berfikir. Keterlibatan siswa di

sekolah juga merupakan kemampuan berfikir dalam menafsir lingkungan yang

berubah-ubah akan membentuk perilaku luwes dalam situasi yang lain sehingga

adanya rasa saling memiliki terhadap sekolah dan terbentuknya kesadaran yang

mampu mengikuti pengalaman baru di lingkungan sekolah tersebut. Pengalaman

tentang dunia nyata atau lingkungan hidup sangat berperan sekali dalam

menanamkan perilaku budi pekerti karena seorang siswa tidak terpenuhi fungsi

hidup sosialnya dengan akibat lebih jauh kurang berkembangnya budi pekerti.

Oleh karena itu budaya sekolah merupakan sarana yang sangat berperan penting

dalam meningkatkan budi pekerti siswa di lingkungan sekolah atau madrasah dan

akan terus menerus berkembang dan tidak dapat dibuat-buat sehingga dapat

6
membantu siswa untuk mencari dan memperoleh unsur budi pekerti serta

memotivasi bagi perkembangan dirinya.

Budaya sekolah menjadi sarana utama dalam kegiatan proses belajar-

mengajar di sekolah yang diperlukan pembinaan awal mengenai perilaku budi

pekerti agar tidak terjadi pelanggaran yang menjadikan siswa senang melakukan

tindakan yang kurang baik, sering bertengkar, kurang disiplin, sikap yang

melanggar dan tidak mematuhi norma di sekolah. Maka dari itu pembinaan budi

pekerti harus senantiasa ditingkatkan melalui kegiatan dan kebiasaan yang terus-

menerus dan berkembang di sekolah.

Secara eksplisit pelaksanaan budi budi pekerti sesungguhnya telah

dilaksanakan pada saat seorang guru agama ketika mengajar pendidikan agama

lewat pokok bahasan, materi akhlak, dan secara tidak langsung pendidikan akhlak

diberikan pada muatan materi pokok bahasan lainnya. Namun dalam

pelaksanaannya kurang adanya beberapa hal yang perlu mendapat perhatian

sehingga hasilnya belum optimal. Hal ini dikarenakan karena pertama, terlalau

kognitif, pendekatan yang dilakukan terlalu berorientasi pada pengisian otak,

memberi tahu mana yang baik mana yang buruk, yang sepatutnya dilakukan dan

yang tidak sepatutnya, dan seterusnya. Kedua, problema yang bersumber dari

siswa itu sendiri, yang berdatangan dan latar belakang keluarga yang beraneka

ragam, yang sebagiannya ada yang sudah tertata dengan baik akhlaknya masing-

masing dan ada yang belum. Ketiga, terkesan bahwa tanggung jawab tersebut

terkesan berada dipundak guru agama saja. Keempat, keterbatasan waktu,

7
ketidakseimbangan antara waktu yang tersedia dengan bobot materi yang sudah

direncanakan.

Pembelajaran budi pekerti tidak cukup hanya diberikan pada pelajaran

agama saja melainkan dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan juga sangat

penting yaitu dalam mengorientasikan pada pemberian topik-topik atau bagian-

bagian dari apa yang disebut budi pekerti yang menyangkut moral dan perilaku

siswa. Sedangkan prakteknya harus diukur dari kehidupan keseharian dan harus

dilihat kepribadiannya, serta tingkah laku terutama di lingkungan sekolah.

Pada hakikatnya guru PKn mempunyai tugas dan peran yang sangat

penting dalam menyiapkan para siswa kelak sebagai warga masyarakat sekaligus

sebagai warga negara yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

pendidikan budi pekerti mempunyai dasar secara konseptual yang mengandung

komitmen utama dalam pencapaian dimensi pengembangan serta peningkatan

budi pekerti yang berkepribadian yang baik dan mandiri serta tanggung jawab di

dalam sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan orientasi pada komitmen tersebut, maka peran dan fungsi

serta tanggung jawab guru PKn pada setiap jenjang pendidikan sangat diharapkan

untuk mau dan mampu menjadikan para siswa sebagai calon warga masyarakat

sekaligus sebagai warga negara yang baik serta religius, jujur, disiplin, tanggung

jawab, toleran, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai kebenaran dan keadilan,

peka terhadap lingkungan, mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka dan penuh

8
pengertian terhadap kritik dan saran, patuh dan taat terhadap peraturan, tidak suka

berbuat onar, kreatif, inovatif. (Zuriah,2007: 134).

Guru Pendidikan Kewarganegaraan berwewenang dan bertanggung

jawab terhadap pendidikan budi pekerti bagi murid-murid, baik secara individual

atau klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Paling tidak dirinya harus

bisa menjadi panutan dalam bersikap, bertutur kata dan bertingkah laku, dan juga

menjadi panutan bagi para siswa serta harus bisa menjadi teladan bagi siswa di

sekolah. Keteladanan dan kebiasaan ditambah dengan rasionalisasi pada tingkat

satuan pendidikan yang lebih tinggi. Maka budi pekerti merupakan upaya

pembinaan bagi para siswa agar menjadi orang-orang yang berwatak sekaligus

berkepribadian mulia sesuai nilai, norma, moral agama dan kemasyarakatan, serta

budaya bangsa dan membentuk watak sekaligus kepribadian diharapkan tercermin

lewat sikap dan perilakunya dalam hidup dan kehidupan sehari-hari, seperti

religius, jujur, toleran, disiplin, tanggung jawab, memiliki harga diri dan percaya

diri, peka terhadap lingkungan, demokratis, cerdas, kreatif, dan inovatif.

(Zuriah,2007 134-135).

Berdasarkan fakta yang ada bahwa di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu

terdapat masalah yang perlu ditelaah lebih lanjut mengenai budi pekerti yang

dijalankan melalui sarana budaya sekolah yang ada di madrasah tersebut

diantaranya masih banyak siswa yang masih melanggar tata tertib sekolah, seperti

terlambat datang ke sekolah, jarang mengerjakan tugas, bolos sekolah melakukan

tindakan yang kurang baik, sering bertengkar, terutama melalui peran guru PKn

terhadap perilaku-perilaku para peserta didiknya. Apa yang menyebabkan siswa


9
cenderung melanggar norma dan seperti apa guru PKn menyikapi hal tersebut.

Maka tindakan yang harus dilakukan sebagai suatu wujud budaya sekolah untuk

meningkatkan budi pekerti yang baik yaitu dengan cara siswa diajarkan

bagaimana cara memakai seragam yang baik, budaya salam, cara berbicara

terhadap guru dan teman, cara makan dan minum, berdoa atau membaca

Al’Qur’an sebelum / sesudah belajar, doa bersama, melaksanakan sholat wajib

berjamaah, peringatan hari besar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Jika kebiasaan

tersebut telah dijalankan dengan baik maka akan terwujud budaya sekolah yang

tertata dengan baik. Hal ini yang sangat mempengaruhi prestasi dan perilaku

siswa - siswi di madrasah tersebut. Melalui jiwa dan ke kekuatan sekolah yang

memungkinkan dapat tumbuh berkembang di lingkungan yang ada sebagai suatu

sarana dalam meningkatkan budi pekerti sejak siswa yang terlibat dan mengenal

lingkungan serta pergaulan yang ada di madrasah tersebut.

Penulis ingin melakukan penelitian di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu

tersebut, karena madrasah tersebut memiliki peserta didik yang notabene dengan

penerapan nilai-nilai budi pekerti, dan budaya sekolah. Karena di MTs Hasyim

Asy’ari Kota Batu mempunyai sejarah islam dan budaya sekolah yang sangat

kental, sehingga penanaman nilai-nilai budi pekerti di sekolah ini sangat

diperhatikan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai “Peran Guru PKn dalam

meningkatkan Budi Pekerti Siswa melalui Budaya Sekolah di MTs Hasyim

Asy’ari Kota Batu”. Hal ini sebagai upaya untuk mencetak generasi yang

10
memiliki budi pekerti yang baik sesuai dengan nilai-nilai dalam agama. Sehingga

siswa tidak hanya memiliki kecerdasan dalam hal kognitif saja tetapi juga mereka

memiliki kecerdasan afektif yang ditunjukan dalam tingkah laku mereka dalam

kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan di atas

dirinci lebih lanjut dalam beberapa indikator permasalahan, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana peran guru PKn dalam menanamkan budi pekerti siswa di MTs

Hasyim Asy’ari Kota Batu?

2. Bagaimana Peran Guru PKn dalam meningkatkan budi pekerti siswa melalui

budaya sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu?

3. Apa faktor yang menjadi pendukung dan kendala dalam meningkatakan budi

pekerti siswa melalui budaya sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran dan keefektifan penelitian,

maka peneliti membatasi penelitian agar tidak menyimpang dari pokok bahasan.

Adapun batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Peran guru PKn dalam menanamkan budi pekerti siswa di MTs Hasyim

Asy’ari Kota Batu.

2. Peran guru PKn dalam meningkatkan budi pekerti siswa melalui budaya

sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

3. Faktor pendukung dan kendala dalam meningkatkan Budi Pekerti siswa

melalui budaya sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

11
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru PKn dalam menanamkan budi

pekerti siswa di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

2. Untuk mengetahui peran guru PKn dalam meningkatkan budi pekerti siswa

melalui budaya sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

3. Untuk mendeskripsikan faktor – faktor apa saja yang menjadi pendukung dan

kendala dalam meningkatkan budi pekerti siswa melalui budaya sekolah di

MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian

referensi di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu dalam upaya meningkatkan budi

pekerti siswa dengan bentuk sarana budaya sekolah dan peran guru PKn pada

kegiatan proses pembelajaran kelas maupun di luar kelas. Tentunya hal ini juga

sangat memberikan konstribusi yang baik dan bermanfaat bagi para siswa dan

terutama guru PKn yang mencetak siswa menjadi yang berkompeten pada bidang

pendidikan. Hal ini juga sangat bermanfaat bagi semua siswa di MTs Hasyim

Asy’ari dengan memiliki prinsip yang dihasilkan melalui peningkatkan budi

pekerti melalui budaya sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu.

12
2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi Lembaga :

1. Mendukung cita-cita dan visi-misi MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu dalam

keikutsertaannya mewujudkan budi pekerti siswa yang baik serta budaya

sekolah yang berkualitas dan unggul.

2. Memberikan suatu konsep penerapan budi pekerti siswa melalui sarana

budaya sekolah yang lebih mudah diterima dan dipahami oleh siswa-

siswanya.

3. Mendorong terciptanya budaya sekolah yang berkualitas sesuai dengan

tujuan MTs Hasyim Asy’ari Kota batu.

b. Bagi Penulis :

Merupakan sarana belajar untuk mengetahui lebih dalam tentang materi

penelitian yang telah dipilih, di mana nantinya bisa menjadi bahan untuk melatih

dan mengasah watak dan perilaku diri penulis dalam menjalani aktifitas hidup

keseharian dan sebagai bahan untuk pembelajaran diri terhadap nilai – nilai luhur

mengenai budi pekerti dalam berkehidupan sosial.

c. Bagi Siswa

Sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman untuk menumbuhkan sikap

budi pekerti terhadap siswa. Sehingga siswa menjadi faktor penentu yang dapat

mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

13
Dengan adanya penelitian ini dapat berkontribusi bagi siswa di dalam proses

belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki

tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal serta berguna sebagai

landasan untuk memberikan masukan dalam upaya pembinaan budi pekerti

terhadap para siswa, sehingga siswa senantiasa memiliki perilaku yang baik dalam

setiap pergaulannya.

d. Bagi Jurusan Civic Hukum/ PPKn

Sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman bagi mahasiswa agar

terbentuknya individu yang memiliki budi pekerti yang luhur, mempunyai

pengetahuan dan wawasan, keterampilan, sikap hidup dan pola perilaku yang

berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

e. Bagi peneliti selanjutnya

Menjadi referensi penelitian berikutnya baik pengetahuan secara teoritis

maupun secara praktis tentang “Peran Guru PKn dalam meningkatkan Budi

Pekerti Siswa melalui Budaya Sekolah di MTs Hasyim Asy’ari Kota Batu”.

1.6 Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam hal ini bertujuan agar tidak terjadi

kesalahpahaman dalam menginterpretasikan istilah – istilah yang terdapat dalam

judul skripsi, maka perlu diberikan penegasan istilah sebagai berikut:

1. Guru adalah sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidik dan

membimbing peserta didik agar bisa menjadi panutan di dalam sekolah. Secara

normatif, dalam UU No. 14 Tahun 2005 bab 1 Ketentuan Umum, Pasal I ayat 1

disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

14
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (Mujtahid, 2009:112).

2. Peran guru pendidikan kewarganegaraan yaitu sesuai dengan sifat mata

pelajarannya, guru PKn selain bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan yang

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak didik, ia pun

bertugas untuk menanamkan, membina dan mengembangkan sikap serta

perilaku mereka yang sesuai dengan falsafah bangsa yaitu pancasila.

(Ruminiati, 2007: 30-35).

3. Budi Pekerti merupakan akumulasi dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang

dipraktikkan ke dalam sikap, kata-kata, dan tingkah laku sehari-hari. Jadi, budi

pekerti adalah perpaduan dari hasil pemikiran dan rasa yang diwujudkan dalam

suatu tindakan atau tingkah laku manusia. Tingkah laku inilah yang

memunculkan perbuatan-perbuatan dengan perasaan seketika dan mudah tanpa

memerlukan lagi pemikiran dan pertimbangan yang lain. (Retno Widyastuti:

2010: 5).

4. Budaya sekolah merupakan jaringan kompleks dari berbagai interaksi aktor

dalam sekolah yang dimanifestasikan dalam tradisi dan ritual yang dibangun di

antara guru, murid, orang tua, administrator untuk menghadapi berbagai

tantangan dan tujuan. Selain itu, budaya sekolah bisa dimaknai dengan harapan

bagaimana seseorang berperilaku berdasarkan nilai-nilai yang telah ada yang

juga mencerminkan tujuan dari sekolah itu sendiri. (Adi Kurnia dan bambang

Qomaruzzman: 2012 : 24 ).

15

Anda mungkin juga menyukai