Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Safitri

NIM : A61123705
Bidang : Matematika

History pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan sampai saat ini banyak


mengalami perubahan, meliputi tujuan pendidikan, sistem pendidikan, dan kurikulum.
Pendidikan adalah proses pembelajaran ilmu baik pengalaman maupun pengetahuan dan
keterampilan ada pula pembentukan karakter dan hasil pendidikan tersebut. Seorang guru
berperan penting dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan menerapkan
pembelajaran yang menghamba pada siswa yang dituangkan dalam kurikulum merdeka
belajar, diharapkan siswa dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Menurut
KHD, pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan
dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin.
Sedangkan pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang
dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik
itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,
agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Pendidikan juga merupakan tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam


masyarakat. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan
yang dapat diteruskan atau diwariskan. Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan
namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’
agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar
memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. KHD
juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi. Namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga
memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Kekuatan
sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang masih samar-samar.
Pendidikan bertujuan untuk menuntun (memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan garis
samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak
bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa
Berkaitan dengan sosio kultural, latar belakang sosial budaya adalah faktor-faktor yang berasal
dari lingkungan sosial dan budaya di mana seseorang tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor
ini dapat berupa kondisi ekonomi, pendidikan, agama, suku, adat istiadat, dan norma sosial.
Latar belakang sosial budaya dapat memengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
terhadap anak-anaknya. Pola asuh adalah cara orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
Pola asuh ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk latar belakang sosial budaya orang tua.
Pola asuh adalah cara orang tua mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan
sebagai suatu pola interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak dalam wujud pengasuhan tertentu
dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Latar
belakang sosial budaya dapat memengaruhi nilai-nilai yang dianut oleh orang tua. Nilai-nilai
ini kemudian akan tercermin dalam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Berikut adalah
beberapa contoh bagaimana latar belakang sosial budaya dan pola asuh dapat memengaruhi
perkembangan anak:

• Suku bangsa. Suku bangsa merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri
fisik, bahasa, dan budaya yang sama. Suku bangsa memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan kepribadian, perilaku, dan pola pikir individu. Suku bangsa
tertentu memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda-beda. Nilai-nilai dan
norma-norma ini dapat memengaruhi pola asuh orang tua. Misalnya, suku bangsa yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan cenderung lebih menekankan pola asuh
yang kooperatif dan kolaborasi.
• Agama. Agama merupakan sistem keyakinan dan praktik yang memberikan pedoman
hidup bagi individu. Agama memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan
kepribadian, perilaku, dan pola pikir individu. Agama juga memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang dapat memengaruhi pola asuh orang tua. Misalnya, agama yang
menekankan nilai-nilai disiplin cenderung lebih menekankan pola asuh yang otoriter.
• Ekonomi. Kelas sosial merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tingkat
ekonomi, pendidikan, dan status sosial yang sama. Kelas sosial memiliki pengaruh yang
besar terhadap perkembangan kepribadian, perilaku, dan pola pikir individu. Kondisi
ekonomi keluarga dapat memengaruhi pola asuh orang tua. Misalnya, keluarga yang
memiliki kondisi ekonomi yang baik cenderung lebih memberikan kesempatan kepada
anak-anaknya untuk mengembangkan potensinya.
• Di masyarakat pedesaan, pola asuh yang diterapkan cenderung lebih menekankan
pada nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kerja keras. Hal ini dikarenakan
masyarakat pedesaan umumnya memiliki kehidupan yang lebih sederhana dan saling
bergantung satu sama lain.
• Di masyarakat perkotaan, pola asuh yang diterapkan cenderung lebih menekankan
pada nilai-nilai individualitas, persaingan, dan prestasi. Hal ini dikarenakan masyarakat
perkotaan umumnya memiliki kehidupan yang lebih kompleks dan kompetitif.
• Di masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, pola asuh yang diterapkan
cenderung lebih menekankan pada nilai-nilai keagamaan, seperti ketakwaan, kejujuran,
dan toleransi.

Pemahaman tentang pengaruh latar belakang sosial budaya dan pola asuh terhadap
perkembangan anak penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat. Dengan memahami
latar belakang sosial budayanya sendiri, serta latar belakang sosial budaya masyarakat kita
dapat menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak-anak.

Berkiatan dengan perjalanan pendidikan indonesia serta pemikiran KHD dengam makna
mengenai budi pekerti, sistem aming, pendidikan indonesia dan kodrat alam dan kodrat zaman.
Dalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada siswa, membuat saya berusaha
mengenali karakteristik dan latar belakang dari setiap siswa secara lebih mendalam yang
kemudian menjadi sebuah informasi yang dapat membantu saya dalam menerapkan
pembelajaran berdiferensiasi. Serta memposisikan diri sebagai seorang guru yang sesuai
dengan semboyan Ki Hajar Dewantara. Sehingga diharapkan dapat menumbuhkan siswa yang
memiliki kesadaran akan budaya dan kebudayaan indonesia serta kesadaran akan pentingnya
persatuan dan toleransi dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai