NIM : 8690422204
AKSI NYATA
Jurnal Refleksi
Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia memiliki ciri khas yang membedakannya
dengan bangsa lain. Ciri khas tersebut terletak pada nilai keberagaman yang dimiliki bangsa
Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku, budaya, bahasa, ras, agama, dan adat istiadat
yang membentuk sebuah identitas diri. Setiap warga berperan dalam menjaga, melestarikan, dan
mengembangkan nilai keberagaman tersebut demi keutuhan dan penegasan identitas bangsa.
Upaya menghayati nilai-nilai Pancasila tercermin dalam setiap pikiran, perbuatan dan sikap warga
saat berinteraksi dan bersosialisasi di lingkungan masyakat setempat bahkan di lingkungan global.
Pancasila memiliki lima sila yang dijadikan sebagai dasar negara. Menurut Kaelan (2000: 13),
nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila bukan hasil konseptual seseorang, tetapi diambil dari nilai
kultural hasil proses refleksi filosofis para pendiri negara. Hal tersebut dijadikan sebagai tolak ukur
dan pegangan hidup masyarakat. Menilik sejarah masa lalu, Pancasila dijadikan sebagai pedoman
dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka dari penjajah. Namun seiring
berkembangnya zaman, nilai yang terkandung dalam ideologi tersebut semakin terkikis.
Banyaknya paham, budaya, dan ideologi bangsa lain yang masuk dikarenakan adanya pengaruh
globalisasi mengikis rasa solidaritas dan mengubah paradigma masyarakat terhadap ideologi
Pancasila. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Karman (2017) bahwa globalisasi
memberikan ancaman hilangnya jati diri bangsa Indonesia. Selain itu adanya revolusi industry 4.0
merubah segala lini dan tatanan kehidupan masyarakat. Menurut Ryamizard Rayacudu (Kemhan,
2017), kunci kekuatan RI dalam menghadapi keniscayaan arus modernisasi dan globalisasi baru
dengan memperkuat identitas bangsa serta membangun persatuan dan kesatuan yang kokoh dari
seluurh komponen bangsa melalui penguatan kesadaran bela negara dan penanaman nilai-nilai
Pancasila (revitalisasi nilai Pancasila) dalam menghadapi tantangan dan dinamika global. Senada
dengan pendapat tersebut, pemerintah pun tengah berupaya menguatkan kembali nilai-nilai
pancasila sebagai identitas nasional salah satunya melalui pendidikan. Salah satu contoh penerapan
pancasila pada bidang pendidikan yaitu pembentukan karakter profil pelajar Pancasila. Pendidikan
karakter profil pelajar Pancasila tidak cukup diajarkan, namun juga efektif ditumbuhkan rasa
mencintai nilai-nilai dan karakter baik serta membiasakan untuk mempraktikkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menerapkan karakter profil pelajar Pancasila tidak
semudah dalam membalikkan telapak tangan, banyak tantangan yang perlu dihadapi antara lain:
Perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik
Penanaman karakter profil pelajar Pancasila selaras dengan teori pengajaran karakter dari Lickona,
bahwa proses pendidikan karakter mancakup 3 aspek. Pertama, bagaimana anak-anak diberi
pengetahuan dan pemahaman akan nilai-nilai tersebut yang universal (moral knowing) sehingga
pada akhirnya membentuk beliefs. Kedua, sistem pendidikan harus berperan aktif mendukung dan
mengkondisikan nilai-nilai kebaikan tersebut sehingga semua anak mencintai nilai tersebut
sebagai kebaikan yang dianut (moral feeling). Ketiga, setelah membentuk pemahaman dan sikap,
maka dengan penuh kesadaran anak-anak akan bertindak dengan nilai-nilai kebaikan (moral
behavior) sebagai ekspresi martabat dan harga dirinya. Adapun beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dalam Pendidikan Abad ke-21 di ekosistem
sekolah (kelas) sebagai berikut:
Elemen beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia
diwujudkan dalam kegiatan berikut.
a. Mengintegrasikan unsur budaya dan kearifan local dalam setiap pembelajaran, misalnya
pada pembelajaran teks legenda, guru mengambil contoh legenda yang ada di daerah
setempat Legenda Candi Gedong Songo (Jawa Tengah), Legenda Sangkuriang (Jawa
Barat), Legenda Danau Toba (Sumatera Utara), dan sebagainya.
b. Mengenakan batik sebagai lambang identitas budaya lokal untuk daerah Jawa Tengah batik
dikenakan setiap hari rabu dan kamis sebagai wujud cinta budaya lokal.
c. Mengenakan pakaian adat atau daerah masing-masing saat memperingati hari nasional
misalnya Sumpah Pemuda dan Hari Kebangkitan Nasional.
d. Penguatan nilai budaya lokal melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah misalnya
mengadakan ekstrakulikuler gamelan, angklung, tari daerah, dan sebagainya.
a. Guru memberikan tugas kepada peserta didik yang dapat mengasah kemampuan berpikir
kritis misalnya mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari.
b. Memberikan soal HOTS untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa.
c. Membiasakan siswa bertanya, menalar, mengidentifikasi, menganalisis, dan membuat
karya atau produk setiap kegiatan pembelajaran.
d. Guru menerapkan pembelajaran yang mampu mengasah kemampuan berpikir kritis siswa
misalnya dengan menerapkan model PBL, inquiry, discovery learning, dan sebagainya.
a. Guru memberikan tugas diferensiasi produk untuk mengasah krativitas siswa misalnya
peserta didik membuat mind map, video pembelajaran, komik strip, pod case, dan
sebagainya.
b. Guru mengajak peserta didik memanfaatkan limbah lingkungan untuk membuat barang
kerajinan tangan sebagai salah satu contoh mengembangkan kreativitas siswa dan bernilai
jual untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan anak.