Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PKKMB RESUME II

URGENSI PENDIDIKAN ETIKA DALAM MEMBENTUK


KARAKTER DAN KEPRIBADIAN MAHASISWA

Oleh :

Nama : I Komang Andi Setiawan


NPM : 202232122130
Nomor Absen : 34
Gugus :6
Kelompok : Nusa

UNIVERSITAS WARMADEWA
Tahun 2023
Pendidikan ialah usaha sadar secara teratur dan sistematis yang dilakukan
oleh pendidik kepada peserta didik guna mempengaruhi peserta didik sehingga
memiliki sifat dan karakter yang sesuai harapan dan cita-cita pendidikan. Oleh
karena itu, pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam
proses kehidupan insan. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu proses
pembelajaran yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan –
kebiasaan yang diwariskan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Upaya
pewarisan tersebut dapat melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian. Hal
tersebut dapat diterapkan di sekolah oleh pendidik kepada peserta didik melalui
proses pembelajaran yang baik tanpa mengesampingkan pendidikan karakternya.
Pendidikan moral secara terminologi lebih cenderung terhadap penyampaian
nilai-nilai yang benar dan salah berdasarkan kebiasaan maupun adat yang berlaku
di masyarakat pada umumnya. Pendidikan moral dapat diartikan sebagai ilmu
yang mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan manusia. Menurut Harderman, ada
empat faktor yang berperan dalam perkembangan nalar moral antara lain: tingkat
intelegensi, sikap orang tua, status sosial ekonomi, dan latar belakang
kebudayaan. Sedangkan Clarizio dan Mc. Coy menyatakan ada tiga hal yang
berpengaruh dalam perkembangan moral yaitu: cara pengasuhan anak, faktor
kebudayaan dan tingkat intelegensi. Dari kedua pendapat tersebut terdapat
kesamaan pandangan bahwa faktor intelegensi dan kebudayaan dapat
mempengaruhi perkembangan moral. Sedangkan faktor lain seperti status sosial
ekonomi orang tua, sikap orang tua, dan cara pengasuhan orang tua bukan berarti
tidak berpengaruh dalam perkembangan moral, namun jika ditelaah secara lebih
lanjut, faktor- faktor sosial ekonomi, sikap orang tua, dan cara mengasuh anak,
sebenarnya telah tercakup dalam faktor kebudayaan.
Pendidikan karakter merupakan upaya sadar dan terencana guna
mewujudkan kualitas kemanusiaan yang baik, baik untuk individu maupun
masyarakat. Pendidikan karakter juga dapat dikatakan sebagai suatu usaha
menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik agar peserta didik senantiasa
berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya.
Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dibandingkan pendidikan
moral. Hal ini dikarenakan pendidikan karekter tidak hanya mengajarkan tentang
benar dan salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik
kepada peserta didik sehingga peserta didik mampu merasakan dan mau
melaksanakan hal baik tersebut.
Adapun tujuan dari pendidikan karakter menurut Kemendikbud yaitu:
“mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didiksebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
mengembangkan kebiasaan dan perilaku pesertadidik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi
penerusbangsa; mengembangkan kemampuan pesertadidik untuk menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan; mengembangkan
lingkungan kehidupansekolahsebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan.
Pembangunan karakter adalah upaya untuk mewujudkan tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea-
4 yaitu “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Berpijak pada amanat tersebut, maka
pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh
pendidikan yang diselenggarakan melalui sistem pendidikan nasional. Tujuan
pendidikan tersebut tampaknya masih jauh dari harapan masyarakat Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka, pelaksanaan pendidikan berjalan seadanya dan telah
berhasil mencetak manusia intelektual, alim tapi kurang bermoral.
Kenyataan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami krisis
moral baik di tingkat penguasa maupun rakyat jelata (biasa). Pendidikan moral
pada lembaga pendidikan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi sudah
diberikan dan diatur dalam kurikulum yang berlaku. Pendidikan moral yang
diharapkan untuk membentuk karakter individu telah diajarkan pada semua
kalangan baik kalangan pejabat tinggi negara (melalui Lemhanas), pegawai negeri
(pada saat diklat prajabatan) sampai pada kegiatan organisasi kemasyarakatan,
ternyata gagal membawa masyarakat kita ke arah yang lebih baik dalam hal
membentuk karakter bangsa. Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
kejahatan seksual, penggunaan obat- obat terlarang dan kegiatan menyimpang
lainnya bukan dilakukan oleh manusia yang tidak berpendidikan, akan tetapi
sebagian besar pelakunya adalah mereka yang berpendidikan bahkan
berpendidikan tinggi.
Berkaitan dengan etika yang perlu dibangun mahasiswa, dewasa ini sedang
marak tema tentang ‘character building’ dalam dunia pendidikan. Apabila kita
simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas
mentransfer ilmu saja, namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama
adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar
menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Kita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian
ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya. Hal ini cukup
beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus
berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi
secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini
diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu
Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera
nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa
atau rakyatnya menjadi "pemimpi" dalam menggapai kemakmuran yang dicita-
citakan.
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional
pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan
peran pendidikan pada negaranegara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada
transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul
beban lebih berat. Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer
ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi)
yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter
dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial
bagi notion building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara
dan bangsa yang lebih maju dan beradab dan beretika.
Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk
membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan
mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan
untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically demokratis
dan beretika, sehingga betul-betul menjadi Indonesia baru yang madani, yang
bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan
berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh,
membesarkan dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki
keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta
berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu
masyarakat madani Indonesia.
Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya
yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan
lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung
kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut.
Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar
lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan
demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan
pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana
disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah
untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan
kasih sayang.
Sedangkan pendidikan karakter melalui kampus bagi para mahasiswa, tidak
semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu
penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain
sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan
hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilainilai yang
baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-
nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter
(characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada
di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran
Agama, Sejarah, Moral dan sebagainya.
Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat.
Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak
seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap
keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter.
Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai
yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara
keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di
sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada
pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan
sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad
Dahlan. Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang
mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan,
tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini
dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran
etika.
Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang harus dilakukan
secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan kegiatan
yang diterapkan secara terus menerus tersebut diharapkan anak dapat melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang
dimaksud meliputi pembentukan moral agama, perasaan/emosi, kemampuan
bermasyarakat dan disiplin.
Tujuan dari pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini
mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai
moral agama dan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Pengembangan
dan pendidikan moral dalam membentuk kepribadian seseorang bertujuan untuk:
melatih hidup tertib dan teratur; melatih sosialisasi; menanamkan toleransi dan
sikap tenggang rasa; merangsang keberanian, tanggung jawab, sikap bangga dan
bersyukur; melatih pengendalian emosi; melatih seseorang agar mampu menjaga
dirinya sendiri; serta menanamkan sikap simpati, empati, gotong royong,
menerima, dan menghargai.

Anda mungkin juga menyukai