Anda di halaman 1dari 15

Volume 7 No.

1 Februari 2019 73

MODAL SOSIAL DAN KEBERHASILAN KELOMPOK WANITA


TANI KARTIKA DI NEGERI RUMAHTIGA KECAMATAN
TELUK AMBON
SOCIAL CAPITAL AND THE SUCCESS OF KARTIKA FARMER GROUPS IN
RUMAHTIGA VILLAGE TELUK AMBON DISTRICT

Nathalia E. F. Gomies1, Aphrodite M. Sahusilawane2, Marcus J. Pattinama2


1
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kota Ambon
2
Program Pasca Sarjana Magister Agribisnis Universitas Pattimura
Jln. Dr. Tamaela Kelurahan Urimesing Kecamatan Nusaniwe, Ambon

E – mail : nathaliagomies00@gmail.com
aphrodite_milana@yahoo.com
mjpattinama@gmail.com

Abstrak

Keberhasilan kelompok tani tidak terlepas dari dukungan partisipasi dan kerjasama yang tinggi dari
anggotanya. Salah satu modal yang berperan penting dalam menumbuhkan partisipasi dan kerjasama
kelompok adalah modal sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat modal sosial dan
tingkat keberhasilan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartika di Negeri Rumah Tiga, Kecamatan Teluk
Ambon, Kota Ambon dalam Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Sampel dalam
penelitian ini yakni anggota KWT Kartika yang berjumlah 30 orang.Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data primer (observasi dan wawancara dengan responden) dan data sekunder (data
yang diperoleh dari berbagai literatur dan instansi yang berkaitan dengan masalah penelitian). Data
yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan skala Likert, kemudian dijelaskan
secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial pada KWT Kartika di Negeri
Rumah Tiga tergolong tinggi.Selain itu, tingkat keberhasilan KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga juga
tergolong tinggi.

Kata kunci: Modal sosial; kelompok wanita tani; KPRL; tingkat keberhasilan

Abstact

The success of a farm group is inseparable from the support of participation and cooperation among
the members. One of the capitals that plays an important role in improving group participation and
collaboration is social capital. This study was aimed to determine the level of social capital and the
success rate of Farm Women’s Group (KWT) in Rumahtiga village, Teluk Ambon District, Ambon
City within the program of the Sustainable Food House Area (KRPL). Samples used in this study were
30 members of KWT Kartika. The data obtained in this research were primary data (observation and
interviews with respondents) and secondary data (data were gained from various literatures and
institutions related to research problems). Furthermore, the data collected was analyzed by applying
Likert scale and explained qualitatively. The results of the study had shown that social capital at KWT
Kartika in Rumahtiga was high. Moreover, the success rate of KWT Kartika in Rumahtiga was also
high.

Keywords: Social capital, Success rate, Farm Women’s Group, KRPL


74 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Pendahuluan

Kebijakan perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan organisasi


atau kelompok sangat membutuhkan dukungan modal sosial sebagai salah satu modal
penting dalam pembangunan pertanian. Hal ini karena modal sosial adalah bagian
dari karakter organisasi yakni; rasa saling percaya, norma, dan jaringan kerja yang
memudahkan terjadinya koordinasi dan kerjasama (Putnam, 1993). Modal mosial
kelompok tani adalah aset, nilai dan usaha kelompok tani yang didasarkan pada
kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) yang turut
menentukan pengembangan aktivitas kelompok tani (Wuysang, 2014).
Salah satu bentuk kebijakan pemerintah dengan memanfaatkan peran wanita
dalam pengembangan dan penganekaragaman konsumsi pangan berkualitas adalah
optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL). Program KPRL telah dilakukan di 497 desa di Indonesia.Selanjutnya
pada tahun 2013, kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep
KRPL dilakukan di lima ribu desa baru dan 1.280 desa lanjutan tahun kabupaten/kota
di 33 provinsi (Kementerian Pertanian RI, 2013).
Pemerintah Kota Ambon melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota
Ambon, pada tahun 2013 membentuk delapan Kelompok Wanita Tani (KWT)
penerima manfaat kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Kelompok wanita tani penerima manfaat
kegiatan KPRL di Kota Ambon terdiri dari delapan kelompok namun memiliki
aktivitas dan perkembangan kelompok yang berbeda-beda.
Keberhasilan Program KRPL tidak terlepas dari penggunaan modal-modal
yang dimiliki. Modal sosial merupakan salah satu modal yang berperan penting
terutama dalam pembangunan pertanian. Hal ini karena pembangunan pertanian
sebagai sektor penting membutuhkan kerjasama yang baik semua pihak yang terlibat
(Girsang, 2007). Keberhasilan KelompokWanita Tani (KWT) dalam Program
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KPRL) juga ditentukan oleh unsur modal sosial
Volume 7 No. 1 Februari 2019 75

anggota KWT, yakni partisipasi dalam jejaring sosial, timbal balik, kepercayaan, dan
kepatuhan terhadap norma, nilai dan ukuran proaktif (Ramansyah, 2015). Mengingat
modal sosial merupakan salah satu modal penting dalam mendukung keberhasilan
program KRPL, maka perlu dilakukan kajian tentang modal sosial dan keberhasilan
Kelompok Wanita Tani Kartika di Negeri Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon,
Kota Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat modal sosial dan
tingkat keberhasilan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartika di Negeri Rumah Tiga,
Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon dalam Program Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL).

Metode Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartika di


Negeri Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon. Lokasi penelitian dipilih
secara sengaja, dimana pada lokasi penelitian terdapat salah satu KWT yang
mempunyai ciri khas anggota yang berasal dari lingkungan militer (TNI), yakni ibu-
ibu Persit. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota KWT Kartika yang
berjumlah 30 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan
responden menggunakan bantuan kuisioner yang telah disiapkan.Sementara data
sekunder diperoleh dari literatur-literatur serta instansi yang terkait dengan tema
penelitian.
Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara kemudian dibuat dalam
beberapa kategori dengan menggunakan skala Likert, dimana variabel penelitian
diukur dengan cara menguraikan indikator-indikator variabel dalam bentuk item
pertanyaan (Sugiyono, 2016). Jawaban dari masing-masing item pertanyaan diberi
skor (bobot) 1-3, dimana skor 1 sangat tidak setuju/tidak percaya (TS/TP), skor 2
cukup setuju/cukup percaya (CS/CP), skor 3 setuju/percaya (S/P). Nilai tiap
76 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

pertanyaan dari masing-masing variabel dibuat dalam bentuk rata-rata, selanjutnya


nilai rata-rata tersebut dari tiap variabel dijumlahkan untuk mengetahui tingkat modal
sosial dari masing-masing variabel. Kemudian hasil penjumlahan variabel selanjutnya
digolongkan pada beberapa kategori berdasarkan skala Likert dan dijelaskan secara
kualitatif.Pengukuran masing-masing variabel dengan menggunakan asumsi dasar
interval kelas atau rentang kelas seperti berikut :

Nilai Tertinggi = Skor Tertinggi x Jumlah Responden


Nilai Terendah = Skor Terendah x Jumlah Responden
Interval Kelas = nilai tertinggi – nilai terendah : jumlah kelas
Nilai Tertinggi = 3 x 30 = 90
Nilai Terendah = 1 x 30 = 30
Interval Kelas = 150 – 30 : 3 = 20
Kategori kelas :
20 – 41 = Rendah/Tidak Berhasil
42 – 62 = Sedang/Cukup Berhasil
> 62 = Tinggi/Berhasil

Pembahasan

Modal Sosial Kelompok Wanita Tani Kartika

Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu unsur penting modal sosial dalam
membangun suatu hubungan agar tetap berjalan dengan baik. Menurut Fukuyama
(2008), kepercayaan merupakan unsur utama dalam modal sosial. Hal ini karena
kepercayaan menjadi syarat utama dalam memperlancar hubungan kerjasama yang
dibangun oleh kedua belah pihak yang melakukan kerjasama. Hasil penelitian
menunjukan bahwa modal sosial berdasarkan kepercayaan pada KWT Kartika
tergolong kategori tinggi.Berikut modal sosial pada KWT Kartika berdasarkan
kepercayaan (tabel 1).
Volume 7 No. 1 Februari 2019 77

Tabel 1 menunjukkan bahwa kepercayaan menjadi salah satu unsur modal


sosial yang penerapannya dalam KWT Kartika tergolong baik. Tingginya
kepercayaan antarsesama anggota dalam KWT Kartika dalam kelompok disebabkan
oleh adanya keterbukaan informasi, baik mengenai bantuan-bantuan yang diterima
oleh kelompok maupun informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan
kelompok (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang diselenggerakan secara
bersama atau melibatkan semua anggota dalam kelompok.

Tabel 1. Modal Sosial pada KWT Kartika Berdasarkan Kepercayaan


Kepercayaan Nilai Kategori
Ketua 90 Tinggi
Bendahara 87 Tinggi
Anggota 78 Tinggi
Penyuluh 87 Tinggi
Rata-Rata 86 Tinggi

Selain itu, kepercayaan kelompok pada pihak di luar kelompok yakni


penyuluh juga tergolong tinggi. Hal ini disebabkan kehadiran penyuluh yang juga
bersifat rutin.Tidak hanya berkaitan dengan kegiatan pendampingan di lapangan,
namun penyuluh juga berpartisipasi dalam kegitan-kegiatan lain seperti perencanaan
dan evaluasi yang dilakukan oleh KWT Kartika.

Nilai-Nilai
Hasbullah (2006), menyatakan bahwa nilai adalah suatu ide yang dianggap
benar dan penting oleh anggota komunitas serta diwariskan secara turun temurun.
Nilai mempunyai peranan penting dalam membangun suatu relasi, dimana dapat
menjadi pengontrol bagi indvidu berperilaku dalam suatu komunitas. Hasil penelitian
menunjukan bahwa modal sosial pada KWT Kartika berdasarkan nilai-nilai tergolong
kategori tinggi.Berikut modal sosial berdasarkan pada KWT Kartika.
78 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Tabel 2. Modal sosial pada KWT Kartika berdasarkan nilai-nilai

Nilai-Nilai Nilai Kategori


Kejujuran 90 Tinggi
Tolong-Menolong 85 Tinggi
Kerjasama 73 Tinggi
Rata-Rata 83 Tinggi

Tabel 2 menunjukan bahwa penerapan nilai-nilai dalam KWT juga tergolong


baik. Nilai kejujuran berdasarkan perhitungan skor Likert, tertinggi penerapannya
dibandingkan penerapan nilai-nilai lainnya (tolong-menolong dan kerjasama). Hal ini
terutama berkaitan dengan penilaian terhadap aktivitas dalam kelompok
(perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Seperti contoh kejujuran dalam pendanaan, pemberian bantuan input produksi yang
sesuai serta pembagian hasil yang dilakukan secara adil atau merata untuk semua
anggota kelompok.
Indikator lain dalam nilai yang penerapannya juga tergolong tinggi yakni
tolong-menolong. Tolong-menolong yang dilakukan oleh KWT Kartika tidak hanya
sebatas aktivitas tolong-menolong sebagai bagian dari anggota KWT Kartika,
melainkan juga aktivitas sosial lainnya diluar kepentingan kelompok dilakukan
sebagai bagian dari tanggungjawab individu untuk saling tolong-menolong antar
sesama.
Sementara kerjasama dalam kelompok berkaitan dengan kerjasama dalam
saling tukar informasi antar sesama anggota kelompok, terutama mengenai hal-hal
teknis yang berkaitan dengan sistem budidaya. Selain itu, kerjasama juga dilakukan
dengan pihak lain yakni pihak yang memberikan bantuan dana dalam pendanaan
program. Adanya rasa saling percaya antar sesama anggota dalam kelompok maupun
pada pihak diluar kelompok menjadi salah satu penyebab kerjasama dapat diterapkan
dengan baik dalam mendukung berbagai aktivitas dalam kelompok.
Volume 7 No. 1 Februari 2019 79

Norma
Selain kepercayaan dan nilai, unsur lain modal sosial yang mempunyai
peranan penting dalam menjaga suatu hubungan tetap berjalan dengan baik adalah
norma. Putnam (1993), mendefenisikan norma sebagai sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi oleh anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu. Norma
pada dasarnya terbentuk karena adanya kinginan untuk menjaga suatu hubungan tetap
berjalan dengan baik, atau sebagai kontrol dalam pelaksanaan nilai-nilai yang ada
dalam suatu komunitas.Berdasarkan hasil perhitungan skala Likert, modal sosial
berdasarkan norma pada KWT Kartika tergolong kategori tinggi.

Tabel 3. Modal sosial pada KWT Kartika berdasarkan norma


Norma Nilai Kategori
Aturan 90 Tinggi
Sangsi 82 Tinggi
Keadilan 83 Tinggi
Rata-Rata 85 Tinggi

Aturan yang terdapat dalam kelompok tani dilokasi penelitian berkaitan


dengan penggunaan bantuan kelompok secara bijaksana serta kesepakatan lain yang
ditetapkan bersama oleh kelompok. Kesepakatan dalam kelompok meliputi partisipasi
anggota dalam setiap aktivitas kelompok, baik dalam pertemuan kelompok maupun
kegiatan di lahan pekarangan kelompok.Menurut anggota kelompok, perlu adanya
aturan dalam kelompok maskipun tidak tertulis.Hal ini karena dengan adanya aturan,
maka ada batasan bagi individu dalam menggunakan bantuan kelompok secara
bijaksana.Selain itu, kerjasama yang dibangun dapat berjalan efektif karena didukung
oleh aturan.
Sementara berkaitan dengan sangsi, menurut sebagian besar anggota perlu
adanya sangsi bila telah ditetapkan aturan meskipun tidak tertulis. Namun, menurut
sebagian anggota tidak perlu adanya sangsi, dimana hal ini menjaga agar keterlibatan
individu dalam kelompok bukan merupakan suatu paksaan, akan tetapi adanya
80 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

keinginan individu untuk berpartisipasi secara sukarela. Disisi lain, belum pernah
terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok terhadap aturan yang telah
disepakati bersama. Hal ini dikarenakan menurut anggota, meskipun aturan dalam
kelompok tidak tertulis, namun menjaga hubungan baik dengan ketua sebagai atasan
yang menjalankan serta mengawasi jalannya program adalah prioritas.
Hubungan internal dalam kelompok antar anggota kelompok dengan ketua
kelompok sebagai atasan agar tetap berjalan baik, ketaatan anggota terhadap aturan
kelompok juga untuk menunjukan adanya kekompokkan dalam kelompok.Sementara
mengenai keadilan dalam kelompok, ketua dianggap telah bijaksana yakni adil dalam
memberikan bantuan, maupun dalam pelaksanaan bagi hasil dalam kelompok.
Tingginya penerapan norma dalam KWT Kartika juga disebabkan oleh
pelaksanaan program karena adanya suatu kewajiban untuk mematuhi aturan.
Kewajiban untuk mematuhi aturan tersebut tidak hanya berasal dari kesepakatan
dalam kelompok, melainkan didominasi atau sangat dipengaruhi oleh adanya sistem
komando. Dalam sistem tersebut, peran atasan lebih dominan dimana perintah atasan
menjadi kewajiban untuk dilaksanakan oleh semua anggota KWT Kartika. Jadi norma
dalam KWT Kartika penerapannya yang tergolong tinggi karena adanya keharusan
bagi anggota untuk melaksankan perintah atasan.

Jaringan
Jaringan merupakan salah satu unsur modal soaial yang dapat digunakan oleh
individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya. Lawang (2004), jaringan
dalam modal sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok
lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Jaringan
yang luas dapat memberikan akses bagi individu dalam memanfaatkan sumberdaya-
sumberdaya penting yang dapat membantu pencapain tujuan (Putnam,1993). Hasil
penelitian menunjukan bahwa modal sosial pada KWT Kartika tergolong kategori
Sedang. Berikut modal sosial pada KWT kartika berdasarkan jaringan yang dibangun
Volume 7 No. 1 Februari 2019 81

Tabel 4. Modal sosial pada KWT Kartika berdasarkan jaringan


Jaringan Nilai Kategori
Anggota 77 Tinggi
Penyuluh 49 Sedang
Rata-Rata 61 Sedang

Tabel 4 menunjukan bahwa jaringan yang dibangun KWT Kartika hanya


berkaitan dengan kelompok sebagai bagian dari program, dimana jaringan yang
dibangun dengan pihak luar kelompok hanya dengan penyuluh, selain pihak pemberi
bantuan dana. Hal ini karena orientasi pembentukan kelompok tidak untuk
keuntungan ekonomi, melainkan untuk tujuan konsumsi yang lebih aman. Dengan
demikian tidak adanya kerjasama dengan pihak lain seperti pedagang untuk tujuan
benefit. Selain itu, jaringan yang dibangun dengan penyuluh masih tergolong
sendang. Hal ini karena sebagian anggota tidak selalu berpartisipasi dalam aktivitas
kelompok yang didalamnya melibatkan penyuluh serta lebih sering melakukan
pertukaran informasi budidaya dengan teman sekelompok.

Rekapitulasi Modal Sosial pada KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata dari empat variabel
modal sosial (kepercayaan, nilai, norma dan jaringan) yakni 79. Hal ini menunjukan
bahwa modal sosial pada KWT Kartika tergolong kategori tinggi (79 > 62).Berikut
rekapitulasi modal sosial pada KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga.

Tabel 5. Rekapitulasi modal sosial pada KWT Kartika di negeri Rumah Tiga
Variabel Modal Sosial Nilai Kategori
Kapercayaan 86 Tinggi
Nilai 83 Tinggi
Norma 85 Tinggi
Jaringan 61 Sedang
Rata-Rata 79 Tinggi
82 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Tabel 5 menunjukan bahwa modal sosial menjadi salah satu modal penting
yang dimiliki KWT Kartika dalam pelaksanaan Program Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan. Adanya rasa saling percaya antara anggota maupun pada pihak diluar
kelompok, ketaatan terhadap norma kelompok menjadi salah satu modal penting
dalam membangun hubungan kerjasama, baik antara sesama anggota maupun dengan
pihak lain.
Hubungan kerjasama yang dibangun dengan melibatkan anggota dalam
kelompok maupun pihak luar kelompok (penyuluh dan pihak yang memberikan
pendanaan program), tidak hanya memberikan akses informasi untuk memperoleh
inovasi baru (pengetahuan dan keterampilan), namun juga berguna dalam mendukung
ekonomi keluarga melalui pendapatan yang diperoleh dari usahatani secara
vertikultur. Dengan demikian, modal sosial hanya dapat dikatakan sebagai suatu
modal apabila mampu memberikan keuntungan ekonomi (Lawang, 2004).

Tingkat Keberhasilan KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga

Tingkat Partisipasi
Partisipasi menjadi salah satu unsur penting untuk dapat menilai keberhasilan
suatu kelompok dalam melaksanakan aktivitasnya (melaksanakan suatu program atau
aktivitas lainnya). Hasbullah (2006), mendefenisikan partisipasi sebagai kemampuan
anggota kelompok atau anggota masyarakat untuk menyatukan diri dalam suatu pola
hubungan. Partisipasi dapat menunjukan adanya kerjasama anggota dalam sebuah
kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.Berdasarkan hasil
penelitian, partisipasi KWT Kartika tergolong kategori tinggi. Nilai skor Likert yang
diperoleh dari perhitungan empat indikator partisipasi yakni partisipasi dalam
perencanaan program, partisipasi dalam pelaksanaan program, partisipasi dalam
evaluasi program dan partisipasi dalam pemanfaatan hasil, adalah 78 (> 62) (tabel 6).
Volume 7 No. 1 Februari 2019 83

Tabel 6 menunjukan bahwa partisipasi anggota KWT Kartika mulai dari tahap
perencanaan hingga pemanfaatan hasil menunjukan program tergolong
tinggi.Meskipun demikian, untuk indikator pelaksanaan khususnya keikutsertaan
anggota dalam kegiatan pembuatan bibit tanaman masih tergolong sedang. Hal ini
karena sebagian anggota, terkadang tidak mengikuti atau hanya mengikuti sebagian
dari total kegiatan pembuatan bibit tanaman. Kehadiran sebagian anggota yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kegiatan atau aktivitas lain pada saat yang bersamaan.
Selain itu, untuk tahap pemanfaatan hasil yakni keaktifan dalam membangun
usaha mikro berbasis pangan lokal juga tergolong kategori sedang. Hal ini disebabkan
rata-rata responden masih sebatas membuat perencanaan terhadap jenis usaha
mikroberbasis pangan lokal yang akan diusahakan. Sementra sebagian dari responden
juga sama sekali belum mempunyai perencanaan dalam membangun usaha mikro
berbasis pangan lokal.

Tabel 6. Tingkat partisipasi KWT Kartika dalam program P2KP


Partisipasi Nilai Kategori
Tahap Perencanaan
Mengikuti sosialisasi program 89 Tinggi
Memehami tujuan program 81 Tinggi
Memberikan ide atau gagasan 78 Tinggi
Rata-rata 83 Tinggi
Tahap Pelaksanaan
Mengikuti pelatihan pembuatan bibit tanaman 60 Sedang
Mengikuti pelatihan pembuatan kebun bibit 80 Tinggi
Mengikuti kegiatan perawatan tanaman 79 Tinggi
Rata-rata 73 Tinggi
Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Mengikuti kegiatan pemantauan dan evaluasi 81 Tinggi
Memberikan penilaian 78 Tinggi
Rata-rata 80 Tinggi
Tahap Pemanfaatan Hasil
Pemanfaatan hasil (konsumsi, konsumsi dan dijual, hanya dijual) 80 Tinggi
Pemanfaatan pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya 76 Tinggi
Keaktifan dalam usaha mikro berbasis pangan lokal 56 Sedang
Rata-rata 71 Tinggi
Rata-Rata Partisipasi 76 Tinggi
84 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Tabel 6 menunjukan bahwa partisipasi anggota KWT Kartika mulai dari tahap
perencanaan hingga pemanfaatan hasil menunjukan program tergolong tinggi.
Meskipun demikian, untuk indikator pelaksanaan khususnya keikutsertaan anggota
dalam kegiatan pembuatan bibit tanaman masih tergolong sedang. Hal ini karena
sebagian anggota, terkadang tidak mengikuti atau hanya mengikuti sebagian dari total
kegiatan pembuatan bibit tanaman. Kehadiran sebagian anggota yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kegiatan atau aktivitas lain pada saat yang bersamaan.
Tahap pemanfaatan hasil yakni keaktifan dalam membangun usaha mikro
berbasis pangan lokal juga kategori sedang. Hal ini disebabkan rata-rata responden
masih sebatas membuat perencanaan terhadap jenis usaha mikro berbasis pangan
lokal yang akan diusahakan. Sementara sebagian dari responden juga sama sekali
belum mempunyai perencanaan dalam membangun usaha mikro berbasis pangan
lokal.

Tingkat Pemanfaatan Lahan Pekarangan


Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan lahan pekarangan
KWT Kartika tergolong kategori tinggi. Nilai skor yang diperoleh dari perhitungan
tiga indikator yakni pemanfaatan pekarangan ramah lingkungan, keberlanjutan
pemanfaatan pekarangan dan keragaman komoditas yang ditanam adalah 70 (> 62).
Berikut tingkat pemanfaatan pekarangan KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga.

Tabel 7 menunjukan bahwa jenis pupuk yang digunakan tergolong kategori


tinggi, jenis pupuk yang digunakan oleh seluruh anggota KWT Kartika adalah jenis
pupuk organik. Sementara untuk jenis pestisida yang digunakan meskipun tergolong
tinggi, namun nilai tersebut (70) menunjukan bahwa jenis pestisida yang digunakan
oleh anggota KWT Kartika tidak hanya pestisida nabati atau organik, namun juga
menggunakan jenis pestisida kimia. Selain itu, kemampuan anggota dalam membuat
jenis pupuk organik tergolong kategori sedang. Hal ini karena sebagian anggota tidak
mampu mebuat jenis pestisida organik dan sebagian anggota mampu membuat pupuk
organik tetapi kesulitan dalam memperoleh bahan-bahan yang akan digunaka
Volume 7 No. 1 Februari 2019 85

Tabel 7. Tingkat pemanfaatan pekarangan KWT Kartika dalam program P2KP


Pemanfaatan Lahan Pekarangan Nilai Kategori
Pemanfaatan Pekarangan Ramah Lingkungan :
Penggunaan jenis pupuk 90 Tinggi
Penggunaan jenis pestisida 70 Tinggi
Kemampuan membuat pupuk organic 62 Sedang
Rata-rata 74 Tinggi
Keberlanjutan Pemanfaatan Pekarangan :
Sumber perolehan benih/bibit 65 Tinggi
Perencanaan jenis komoditas untuk ditanam 65 Tinggi
Rata-rata 65 Tinggi
Keragaman Jenis Komoditas yang Ditanam :
Jumlah komoditi yang ditanam 80 Tinggi
Rotasi Tanaman 66 Tinggi
Penerapan model vertikultur 69 Tinggi
Rata-rata 72 Tinggi
Rata-Rata Tingkat Pemanfaatan Pekarangan 70 Tinggi

Tabel 7 juga menunjukan bahwa sumber benih/bibit yang digunakan masih


diperoleh dari toko-toko pertanian serta mengenai perencaanaan jenis komoditi yang
ditanam, sebagian anggota tidak mempunyai perencanaan tentang jenis komodti yang
akan ditanan. Jenis komoditi yang ditanam cukup bervariasi yakni dua sampai tiga
jenis komoditi, dimana sebagian anggota menerapkan sistem rotasi tanaman dan
sebagian tidak menerapkan sistem rotasi tanaman. Selain itu, meskipun model
vertikultur, merupakan model pengelolaan pekarangan yang dianjurkan, namun
sebagian anggota belum menerapkan model tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan
keinginan individu dan keterbatasan modal untuk menerapkan model vertikultur.
86 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Kesimpulan

Modal sosial pada KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga tergolong kategori
tinggi yakni 79 (> 62). Nilai rata-rata yang diperoleh masing-masing variabel yakni
kepercayaan 86, nilai-nilai 85, norma 83 dan jaringan 61. Tingginya penerapan
modal social dalam KWT Kartika disebabkan oleh rasa saling percaya, kerjasama
serta kepatuhan terhadap aturan kelompok.Sementara tingkat keberasilan KWT
Kartika berdasarkan indikator tingkat partisipasi dan tingkat pemanfaatan lahan
tergolong kategori tinggi.Tingkat keberhasilan KWT Kartika di Negeri Rumah Tiga
berdasarkan tingkat partisipasi yakni 76 (> 62) dan tingkat pemanfaatan lahan
pekarangan 70 (> 62).

Daftar Pustaka

Fukuyama, F. 2008. Trust, Kebijakan-kebijakan Sosial. Yogyakarta: Qolam.


Girsang, W. 2007. Laporan Akhir Penyusunan Komoditas Unggulan Per Kecamatan
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Hasbullah, J. 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. Jakarta : MR-United Press.
Kementerian Pertanian RI, 2013. Pedoman Pelaksanaan Gerakan percepatan
Konsumsi Pangan (P2KP). Pusat Penganekaragaman Konsumsi Pangan.
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
Lawang R, MZ. 2004. Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologi(suatu Pengantar).
Jakarta:Fisip UI Press Jakarta.
Putnam R. 1993. The Prosperous Community ; SOSIAL Capital and Public Life,The
American Prospect, 13-65-78.
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataf dan R&D. Bandung:
Alfabeta,
Amin, Syamsiar. 2016. “Pengaruh Unsur Modal Sosial Terhadap Keberhasilan
Kelompok Tani-Ternak Penerima Bantuan Program Sarjana Membangun
Desa (SMD) di Kabupaten Bone”. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Hassanudin Makassar.
Volume 7 No. 1 Februari 2019 87

Wuysang, R. 2014. “Modal Sosial KelompokTani Dalam Meningkatkan Pendapatan


Keluarga SuatuStudi Dalam Pengembangan Usaha Kelompok Tani di Desa
Tincep Kecamatan Sonder”. Acta Diurna 3 (3) :-
Ramansyah, F., Sayamar, E., Yulid, R. 2015. “Analisis Modal Sosial Anggota
Kelompok Wanita Tani dalam Program Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari (M-KRPL) di Desa Tualang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak”.
Jurnal Jom Faperta. 2 (1) : -

Anda mungkin juga menyukai