Anda di halaman 1dari 19

PERAN KEBIJAKAN RASKIN TERHADAP ALOKASI PENGELUARAN RUMAH

TANGGA PETANI DALAM UPAYA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN: Studi


Kasus di Desa Gambarsari Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga

The Role of Raskin to Farmers Household Allocation Expenditure in Supporting Food Security:
Case Study in Gambarsari Village Kemangkon Sub-District Purbalingga Regency

Noviar Wicaksono, Sri Widarni, Ari Purwaningsih


Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
Alamat Koresponden: noviar.wicaksono@gmail.com

ABSTRAK
Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) merupakan program pemerintah dalam upaya
meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan kepada keluarga miskin melalui
pendistribusian beras. Desa Gambarsari adalah salah satu desa di Kecamatan Kemangkon Kabupaten
Purbalingga yang mendapatkan Raskin dan hampir semua penerima Raskin adalah petani. Oleh karena
itu penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui (1) tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
dilihat dari persentase pengeluaran untuk pangan pada rumah tangga petani penerima Raskin, (2) faktor-
faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga petani, dan (3) peran Raskin terhadap
alokasi pengeluaran rumah tangga petani. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data
yang diperoleh adalah data primer dengan metode wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic random sampling. Data dianalisis menggunakan
analisis deskriptif, persentase pengeluaran pangan, dan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis
menunjukkan bahwa persentase pengeluaran pangan sebelum menerima Raskin yaitu sebesar 68 persen
dan sedangkan setelah menerima Raskin yaitu sebesar 67,87 persen. Besarnya persentase tersebut lebih
besar dari 60 persen sehingga tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani dikategorikan sebagai
rumah tangga rawan pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga
petani adalah pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan usia kepala rumah tangga. Subsidi Raskin
yang diperoleh rumah tangga petani dialokasikan untuk pengeluaran pangan berupa komoditas daging
sebesar 9,87 persen, ikan sebesar 3,92 persen, dan tembakau sebesar 2,87 persen. Sedangkan subsidi
Raskin yang dialokasikan untuk pengeluaran non pangan berupa pengeluaran kesehatan sebesar 30,77
persen, perumahan sebesar 4,77 persen, dan transportasi sebesar 3,39.
Kata Kunci: Raskin, alokasi pengeluaran pangan, ketahanan pangan

ABSTRACT
Rice for Poor Household (Raskin)is a goverment program which is aimed to help poor household in
fullfilling their main food need. Raskin is aimed to strengthen the food security of poor household who
farmers. One of village, which has the big increase of quote Raskin and almost of the receiver Raskin is
farmer, is Gambarsari Village Kemangkon Sub District. The research aims to (1) know the food
security level farmer household through percentage of household food allocation expenditure, (2) know
the factors which have the influence toward the farmer household food allocation expenditure, and (3)
know the role of Raskin policy to the household allocation expenditure. The used research method was
case study. The data were primary data through interview method, questionnaire, and literature study.
The used sampling method was systematic random sampling. The data were analyzed by descriptive
analysis, percentage of food allocation expenditure, and multiple linear regression analysis. The result
of this research shows that the percentage of food allocation expenditure before receiving Raskin is 68
percent and after receiving Raskin is 67,87 percent. Those percentages are bigger than 60 percent. It
means Raskin doesn’t change the level of farmer household food security is still categorized as food-
insecure. The farmer household food allocation expenditure is influenced by income, the number of
dependents, and the age of patriarch. The Raskin subsidized is allocated for food expenditure as many
as 9,87 percent for meat, 3,92 percent for fish, and 2,87 percent for cigarette. The Raskin subsidized is
allocated for non-food expenditure as many as 30,77 percent for health, 3,92 percent for housing, and
3,39 percent for transportation.
Keywords: Raskin, food allocation expenditure, food security

1
PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan bagian dari suatu proses terbentuknya suatu peradaban


manusia. Pelaksanaan pembangunan sangat diharapkan oleh berbagai lapisan masyarakat
guna mengatasi dan memerangi masalah kemiskinan. Akan tetapi, lebih dari 50 persen
penduduk miskin adalah petani. Kemiskinan akan sangat mempengaruhi ketahanan
pangan petani mengingat petani merupakan sumber penghidupan pangan suatu negara.
Salah satu program yang ditujukan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan adalah
kebijakan Raskin. Raskin merupakan program pemerintah dalam upaya meningkatkan
ketahanan pangan dan memberikan perlindungan kepada keluarga miskin melalui
pendistribusian beras (Bulog, 2011).
Kabupaten Purbalingga merupakan kabupaten yang mengalami peningkatan jumlah
pagu Raskin terbesar dari data pagu tahun 2008 sampai pagu tahun 2011 di Provinsi Jawa
Tengah. Peningkatan pagu tersebut dikarenakan peningkatan rumah tangga miskin yang
bekerja sebagai petani. Salah satu desa dengan pertambahan jumlah pagu Raskin yang
besar dan hampir semua penerima Raskin bekerja sebagai petani adalah Desa Gambarsari
Kecamatan Kemangkon. Kebijakan Raskin berperan dalam upaya peningkatan ketahanan
pangan. Pengukuran tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani dilakukan melalui
alokasi pengeluaran pangan rumah tangga sebelum dan sesudah petani menerima Raskin.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani dilihat dari persentase pengeluaran untuk pangan pada rumah tangga petani
penerima Raskin, 2) Mengetahui pengaruh faktor pendapatan rumah tangga, pendidikan
kepala rumah tangga, jumlah tanggungan keluarga, usia kepala rumah tangga, dan jumlah
subsidi Raskin yang diterima terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani, dan 3)
Mengetahui peran Raskin terhadap alokasi pengeluaran rumah tangga petani. Hasil
penelitian ini diharapkan 1) Dapat menjadi rujukan bagi pengambilan kebijakan dan
program tentang ketahanan pangan di masa yang akan datang bagi pihak-pihak yang
berwenang seperti Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Kecamatan Kemangkon, dan Desa
Gambarsari, 2) Dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam kajian program Raskin terkait
dengan ketahanan pangan keluarga, 3) Dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian-
penelitian lebih lanjut mengenai bidang yang sejenis.

2
METODE DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten


Purbalingga. Tempat penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
Desa Gambarsari merupakan desa yang 50 persen lebih wilayah desa diperuntukan untuk
daerah persawahan dan lebih dari 90 persen petani dikategorikan sebagai petani miskin.
Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah penerima Raskin yang besar
berdasarkan data PPLS 2008 dan 2011. Sekitar 90 persen penerima Raskin tersebut adalah
petani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas (Nazir, 2011). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari -
Maret 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kuesioner, dan studi
pustaka. Data yang diambil adalah data primer yang merupakan data diambil secara
langsung melalui wawancara, meliputi alokasi pengeluaran rumah tangga dan jumlah
Raskin yang diterima. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic
random sampling.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi
konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan dan minuman.
2. Rumah Tangga adalah seorang/ sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur.
Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-
hari bersama menjadi satu.
3. Pengeluaran untuk pangan rumah tangga adalah jumlah pendapatan rumah tangga
yang dialokasikan untuk kebutuhan pangan yang dibeli oleh rumah tangga,
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) pada periode satu bulan.
4. Pengeluaran untuk nonpangan rumah tangga adalah jumlah pendapatan rumah tangga
yang dialokasikan untuk kebutuhan nonpangan yang dibeli oleh rumah tangga,
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) pada periode satu bulan.

3
5. Pendidikan adalah tahapan pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh oleh
seseorang, yang dinyatakan dalam satuan tahun.
6. Usia adalah satuan waktu yang mengukur lamanya waktu keberadaan seseorang hidup
di dunia ini, yang dinyatakan dalam satuan tahun.
7. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang biaya hidupnya
ditanggung oleh kepala keluarga yang terdiri dari kepala keluarga itu sendiri, istri,
anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal seatap dan sedapur, yang dinyatakan
dalam satuan jiwa.
8. Pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan yang dihasilkan oleh kepala rumah
tangga dan ibu rumah tangga serta anak, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)
pada periode waktu satu bulan.
9. Jumlah subsidi Raskin yang diterima adalah jumlah beras subsidi yang diberikan
pemerintah kepada setiap rumah tangga miskin untuk setiap bulannya, yang
dinyatakan dalam satuan kilogram.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif,
persentase pengeluaran pangan, dan analisis regresi linier berganda.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode yang bermaksud membuat
pencanderaan mengenai situasi atau kejadian, memberikan gambaran atau ringkasan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar
fenomena. Analisis deskriptif pada penelitian ini menjelaskan tentang peranan Raskin
dalam mendukung ketahanan pangan berdasarkan alokasi pengeluaran rumah tangga
petani.
2. Analisis Pengeluaran Pangan
Analisis pengeluaran pangan digunakan persentase pengeluaran pangan pada
tingkat rumah tangga. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
PP
PF = × 100%
TP
Keterangan:
PF: Persentase Pengeluaran Pangan (persen)
PP: Pengeluaran untuk Pangan Rumah Tangga Petani (Rp/bulan)
TP: Total Pengeluaran Rumah Tangga Petani (Rp/bulan)
(Ilham, 2002)
Adapun kriteria persentase pengeluaran pangan adalah sebagai berikut:

4
a. Persentase pengeluaran pangan rendah berarti kurang dari 60 persen bagian
pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa rumah
tangga tahan pangan memiliki kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi
karena mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang
tinggi secara fisik.
b. Persentase pengeluaran pangan tinggi berarti lebih dari 60 persen bagian
pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Hal ini mengindikasikan rendahnya
pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah tangga tersebut. Rendahnya
pendapatan yang dimiliki oleh rumah tangga, rumah tangga rawan pangan dalam
mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat memenuhi kecukupan energi
(Purwaningsih, 2010).
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analsis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui apakah variabel
bebas (X1, X2, X3, X4, X5) terhadap variabel terikat (Y). Secara umum model regresi
linier berganda dapat ditulis sebagai berikut (Simbolon, 2011):
Υ = α + þ1X1 + þ2X2 + . . . + þ5X5 + µ

Keterangan :

Υ : Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Miskin (Rp/ Bulan)


α : Konstanta
þ1… þ5 : Koefisien Regresi
X1 : Pendidikan Kepala Rumah Tangga Petani (Tahun)
X2 : Usia Kepala Rumah Tangga Petani (Tahun)
X3 : Jumlah Tanggungan Keluarga Rumah Tangga Petani (Orang)
X4 : Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rp/ Bulan)
X5 : Jumlah Subsidi Raskin yang Diterima (Kg)

Berdasarkan hipotesis penelitian, proses selanjutnya adalah melakukan


pembuktian hipotesis dengan teknik analisis sebagai berikut:
a. Pengujian pengaruh variabel pendidikan, usia, jumlah tanggungan, pendapatan,
dan jumlah subsidi terhadap pengeluaran pangan secara simultan digunakan uji F.
Uji simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh secara nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas,
dengan hipotesis kerja (hipotesis nol) yang digunakan adalah: Tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) terhadap variabel terikat

5
(Y), dengan hipotesis alternatifnya adalah: Terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis statistiknya dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : þ1 = þ2 = þ3 = þ4 = þ5 = 0
Ha : þ1≠ þ2 ≠ þ3 ≠ þ4 ≠ þ5 ≠ 0 (minimal salah satu þ ≠ 0)
F-hitung dibandingkan dengan F-tabel pada derajat signifikansi 5 persen dan
nilai probabilitas F-statistik. Apabila nilai statistik F-hitung kurang dari sama
dengan F-tabel atau nilai probabilitas F-statistik lebih besar dari tingkat
kepercayaan (α) 5 persen maka terima H0 atau tolak Ha, artinya variabel bebas
yang diuji secara bersama-sama atau keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat. Apabila nilai statistik F-hitung lebih besar F-tabel atau nilai
probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat kepercayaan (α) 5 persen maka
tolak H0 atau terima Ha, artinya variabel bebas yang diuji secara bersama-sama
atau keseluruhan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat dapat
diketahui dengan melihat koefisien determinasi (R Square). Bila R Square
mendekati 1, maka sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat semakin
besar. Bila R Square mendekati 0, berarti sumbangan dari variabel bebas terhadap
variabel terikat semakin lemah.
b. Pengujian pengaruh variabel pendidikan, usia, jumlah tanggungan, pendapatan,
dan jumlah subsidi terhadap pengeluaran pangan secara parsial digunakan uji t.
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat, dengan hipotesis kerja (hipotesis nol) yang digunakan
adalah: Tidak ada pengaruh yang signifikan positif antara variabel bebas (X1, X2,
X3, X4, X5) terhadap variabel terikat (Y), dengan hipotesis alternatifnya adalah:
Terdapat pengaruh yang signifikan positif antara variabel bebas (X1, X2, X3, X4,
X5) terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis statistiknya dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : þi ≤ 0
Ha : þi > 0
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai statistik t-hitung lebih
kecil sama dengan t-tabel atau nilai probabilitas t-statistik lebih besar dari tingkat
kepercayaan (α) 5 persen maka terima H0 atau tolak Ha, artinya variabel

6
bebas

7
yang diuji secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Apabila
nilai statistik t-hitung lebih besar t-tabel atau nilai probabilitas t-statistik lebih kecil
dari tingkat kepercayaan (α) 5 persen maka tolak H0 atau terima Ha, artinya
variabel bebas yang diuji secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Deklarasi World Food Security tahun 1996 di Roma mendefinisikan ketahanan


pangan sebagai makanan yang tersedia setiap saat, setiap seorang bisa mengakses, gizi
yang tersedia cukup dalam hal kuantitas dan variasi, dan diterima dalam budaya tertentu.
Berdasarkan Teori Engel yang dijelas oleh Ilham (2002) menyatakan bahwa indikator
ketahanan pangan dapat diterangkan atas dasar persentase pengeluaran pangan rumah
tangga. Adapun informasi tentang rata-rata persentase pengeluaran pangan petani sebelum
menerima Raskin tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Persentase Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Sebelum
Menerima Raskin di Desa Gambarsari
Persentase Jumlah Rumah Persentase Rata-rata Persentase
No. Pengeluara Tangga Responde Pengeluaran Pangan
n Pangan Responden n (%) (%)
(%)
1. ≤ 60 1 2,9 59,42
2. > 60 33 97,1 76,58
Rata-rata 68
Sumber: Data primer diolah, 2013.

Adapun informasi tentang rata-rata persentase pengeluaran pangan petani setelah


menerima Raskin tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Persentase Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Setelah
Menerima Raskin di Desa Gambarsari
Persentase Jumlah Rumah Persentase Rata-rata Persentase
No. Pengeluara Tangga Responden Pengeluaran Pangan
n Pangan Responden (%) (%)
(%)
1. ≤ 60 1 2,9 59,36
2. > 60 33 97,1 76,37
Rata-rata 67,87
Sumber: Data primer diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 memberikan informasi bahwa rata-rata


pengeluaran pangan sebelum menerima Raskin adalah 68 persen, sedangkan setelah

8
menerima Raskin adalah 67,87 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya Raskin

9
tidak mempengaruhi rata-rata pengeluaran pangan. Walaupun terdapat perubahan rata-rata
pengeluaran pangan, perubahan yang terjadi sangat kecil bahkan mendekati tidak berubah
sama sekali. Oleh karena itu, adanya Raskin tidak mengubah tingkat ketahanan pangan
yang dikategorikan sebagai rumah tangga rawan pangan. Dengan kata lain, rumah tangga
petani masih belum memiliki kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena tidak
mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga petani di Desa


Gambarsari Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga diuji dengan menggunakan
metode analisis regresi linier berganda. Variabel terikat (variabel Y) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah perngelauarn pangan rumah tangga petani (Rp/ Bulan) di Desa
Gambarsari. Variabel bebas yang digunakan adalah pendidikan kepala rumah tangga
petani (X1), usia kepala rumah tangga petani (X2), jumlah tanggungan keluarga rumah
tangga petani (X3), pendapatan rumah tangga petani (X4), dan jumlah subsidi Raskin yang
diterima rumah tangga petani (X5).
Tabel 3. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan di Desa
Gambarsari
Derajat Koefisien Adjusted R. F
No. Sumber Sig.
Bebas determinasi Square Hitung
(R2)
1. Regression 5
2. Residual 28 0,696 0,642 12.839 0.000
Sumber: Data primer diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi


pengeluaran pangan rumah tangga petani secara simultan. Analisis tersebut diuji dengan
menggunakan uji F, yaitu apakah variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) secara bersama-
sama mempengaruhi variabel terikat (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen
atau alfa (α) sebesar 5 persen. Hasil analisis menunuukka bahwa nilai F hitung sebesar
12,839 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai F hitung tersebut lebih besar dari
pada F tabel atau nilai signifikansinya dibawah 0,05 atau 5 persen. Oleh karena itu,
keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima, artinya variabel bebas (X1,
X2, X3, X4, X5) secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (Y).
Nilai koefisien determinasi (R2 atau R Square) pada Tabel 21 menunjukkan bahwa
nilai R2 sebesar 0,696. Nilai tersebut menggambarkan bahwa sumbangan variabel bebas

1
0
(X1, X2, X3, X4, X5) terhadap variabel terikat (Y) adalah sebesar 69,6 persen dan sisanya
sebesar 30,4 persen merupakan sumbangan dari variabel lain yang tidak dimasukkan ke
dalam model yang diajukan dalam penelitian ini.
Adapun uji asumsi klasik faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan
rumah tangga petani di Desa Gambarsari Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya kolerasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebasnya (Ghozali, 2001).
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
No. Variabel Bebas Tolerance VIF
1. Usia 0.752 1.329
2. Pendapatan 0.519 1.928
3. Tingkat Pendidikan 0.796 1.257
4. Tanggungan 0.414 2.416
5. Jumlah Raskin 0.539 1.855
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Hasil perhitungan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada variabel
independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,1 yang berarti tidak ada
korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95 persen. Hasil perhitungan
nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan bahwa tidak ada satu
variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, yang berarti tidak ada
korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95 persen. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi sehingga data yang digunakan dapat dikatakan baik
karena tidak mengandung hubungan antar tiap variabel bebasnya.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hipotesis statistik yang digunakan untuk mencari gejala heteroskedastisitas adalah
sebagai berikut:
H0 : Terjadi Homoskedastisitas
Ha : Terjadi Heteroskedastisitas
1
1
Tabel 5. Heteroskedasticity Test White
F-statistics 1.348368 Prob. F 0.2942
Obs*R-Squared 22.94098 Prob. Chi-Square 0.2917
Scaled explained SS 31.48327 Prob. Chi-Square 0.0491
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 5 memberikan informasi bahwa F-statistik model uji white
bernilai 1,348368 dengan probabilitas 0,2942. Nilai probabilitas tersebut lebih besar
dari α yaitu sebesar 5 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel bebas
pada model uji white secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap
residualnya. Demikian juga hasil R2 yaitu sebesar 22,94098 dengan probabilitas
0,2917. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dari α yaitu sebesar 5 persen. Oleh
karena itu, hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa berarti data yang digunakan tidak
bersifat heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model
regresi memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Berdasarkan hasil output
menunjukkan bahwa Gambar 2 Histogram dan Gambar 3 Normal P-P Plot of
Regression Stanc dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola
distribusi yang tidak mencek ke sebelah kiri maupun kanan dan normal. Sedangkan
pada grafik normal plot terlihat titik-titik membentuk satu garis diagonal, serta
penyebarannya tidak menjauh dari garis diagonal.

Gambar 1. Histogram

10
Gambar 2. Normal P-P Plot of Regression Stanc

Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa residual dalam


model pengeluaran pangan rumah tangga petani di Desa Gambarsari Kecamatan
Kemangkon Kabupaten Purbalingga memiliki distribusi yang normal.
Tabel 6. Coefficients
Standardized
Unstandarized Coefficient
Mode Coefficients t Sig.
l
B Std. Error Beta
(constant) -292660.804 384663.109 -0.761 0.453
Usia 13114.446 6255.803 0.252 2.096 0.045
Pendapatan 0.207 0.064 0.463 3.203 0.003
Tk. Pendidikan -1953.271 21129.574 -0.011 -0.092 0.927
Tanggungan 171254.697 50755.028 0.546 3.374 0.002
Jumlah Raskin -22138.538 23431.951 -0.134 -0.945 0.353
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeluaran pangan rumah tangga petani secara parsial. Analisis tersebut diuji dengan
menggunakan uji t, yaitu apakah variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) secara parsial
mempengaruhi variabel terikat (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen atau alfa
sebesar 5 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya variabel usia, pendapatan, dan
tanggungan yang memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari alfa sebesar 5 persen. Oleh
karena itu, keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima, artinya variabel
usia, pendapatan, dan tanggungan secara parsial mempengaruhi variabel pengeluaran
pangan rumah tangga petani.

Peran Raskin terhadap Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Kebijakan Raskin memang dibuat oleh pemerintah dalam memperkuat ketahanan


pangan nasional terhadap masyarakat yang rawan pangan. Kerawanan pangan yang
disebabkan oleh tingkat kemiskinan masyarakat yang tinggi di Indonesia. Kemiskinan
menyebabkan ketidak mampuan masyarakat dalam mencukupi ketersediaan pangan,

1
keterjangkauan dalam memperoleh pangan, dan meningkatkan kualitas makanan dan

1
nutrisinya. Berdasarkan pengukuran tingkat ketahanan pangan, kebijakan Raskin tidak
mengubah rumah tangga petani rawan pangan menjadi rumah tangga petani yang tahan
pangan. Akan tetapi, Raskin berperan dalam peningkatan alokasi pengeluaran rumah
tangga. Hal tersebut dapat dilihat dari alokasi pengeluaran pangan dan non pangan yang
dikeluarkan oleh rumah tangga petani. Perubahan alokasi pengeluaran pangan tersaji
dalam tabel 5.
Tabel 5. Persentase Perubahan Pengeluaran Pangan Petani di Desa Gambarsari
No. Pengeluaran Pangan Persentase Perubahan (%)
1. Padi – padian (15,11)
2. Umbi – umbian 1,62
3. Ikan 3,92
4. Daging 9,87
5. Telur dan Susu 1,17
6. Sayur – sayuran 0,81
7. Kacang – kacangan 1,14
8. Buah – buahan 1,88
9. Minyak dan Lemak 0
10. Minuman 0,35
11. Bumbu – bumbuan 0
12. Tembakau 2,87
13. Konsumsi lain –lain 1,01
14. Minuman jadi 0
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 5 menerangkan bahwa rata-rata pengeluaran pangan berupa padi-
padian mengalami penurunan sebesar 15,11 persen. Hal ini dikarenakan adanya bantuan
subsidi Raskin yang diberikan kepada petani di Desa Gambarsari. Oleh karena itu,
kontribusi subsidi Raskin terhadap pengeluaran baik pangan maupun non pangan dapat
diketahui melalui perubahan rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan. Kontribusi
subsidi Raskin yang diberikan oleh rumah tangga petani digunakan untuk membeli
pengeluaran pangan berupa umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, kacang-kacangan,
buah-buahan, minuman, tembakau, dan konsumsi lain. Di Desa Gambarsari, kontribusi
subsidi Raskin paling besar digunakan untuk pengeluaran produk hewani, yaitu daging
dan ikan. Kenaikan pengeluaran pangan berupa daging sebesar 9,87 persen dan ikan
sebesar 3,9 persen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa harga daging dan ikan yang cukup
mahal membuat petani jarang sekali mengonsumsi komoditas pangan tersebut. Namun,
ketika petani memperoleh subsidi Raskin, petani memanfaatkan subsidi Raskin tersebut
untuk membeli komoditas yang menurut mereka jarang sekali dikonsumsi, yaitu daging
dan ikan. Selain daging dan ikan, komoditas yang banyak dialokasikan oleh petani setelah

1
memperoleh Raskin adalah tembakau, yaitu konsumsi rokok. Pengeluaran untuk rokok
mengalami peningkatan sebesar 2,87 persen. Hal tersebut didukung oleh kebiasaan petani
yang tidak terlepas dari rokok. Kebudayaan Jawa di pedesaan yang sangat kental dengan
rokok tersebut membuat petani memanfaatkan subsidi Raskin untuk membeli rokok.
Kenaikan pengeluaran pangan setelah mendapatkan Raskin juga terlihat pada
komoditas tembakau, umbi-umbian, ikan, telur dan susu, kacang-kacangan, sayur-sayuran,
minuman, dan konsumsi lain. Pengeluaran hewani seperti telur dan susu mengalami
peningkatan konsumsi, yaitu sebesar 1,17 persen. Peningkatan pengeluaran untuk
komoditas umbi-umbian yaitu sebesar 1,62 persen. Peningkatan pengeluaran untuk
komoditas sayur-sayuran yaitu sebesar 0,81 persen. Peningkatan pengeluaran untuk
konsumsi lain yaitu sebesar 1 persen. Peningkatan pengeluaran untuk komoditas kacang-
kacangan seperti tahu, tempe, kacang tanah, dan kacang hijau yaitu sebesar 1,14 persen.
Sedangkan peningkatan untuk konsumsi minuman seperti gula, teh, kopi, dan lainnya
yaitu sebesar 0,35 persen. Adapun pengeluaran untuk konsumsi minyak dan lemak,
bumbu-bumbuan, dan minuman jadi tidak mengalami perubahan setelah petani
memperoleh subsidi Raskin.
Tabel 6. Persentase Kenaikan Pengeluaran Non Pangan Petani di Desa
Gambarsari No. Pengeluaran Non Pangan
Persentase Kenaikan (%)
1. Sandang 0
2. Perumahan 4,77
3. Pendidikan 0
4. Transportasi 3,39
5. Kesehatan 30,77
6. Iuran 0
7. Telekomunikasi 1,43
8. Perlengkapan Mandi 0
9. Perlengkapan Cuci 1,08
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 6 memberikan informasi bahwa kenaikan pengeluaran non
pangan terbesar adalah biaya kesehatan yaitu sebesar 30,77 persen. Hal ini disebabkan
beberapa petani sudah berada dalam usia yang rentan penyakit sehingga perlu
pemeriksaan ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya secara rutin. Akan tetapi,
biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Walaupun petani sudah memegang kartu Jamkesmas, namun kartu tersebut tidak berlaku
untuk pengobatan-pengobatan lain diluar obat dan pemeriksaan, misalnya pengobatan
tradisional, akupuntur, dan lain-lain. Oleh sebab itu, adanya subsidi Raskin dapat

1
dimanfaatkan oleh petani untuk kebutuhan kesehatannya. Pengeluaran non pangan lainnya

1
yang banyak dialokasikan petani ketika setelah menerima Raskin adalah perumahan dan
transportasi. Pengeluaran non pangan berupa perumahan mengalami kenaikan sebesar
4,77 persen. Alokasi perumahan terdiri dari pengeluaran administrasi (misalnya sewa
rumah dan PBB) dan konsumsi energi rumah tangga (misalnya bahan bakar minyak tanah
dan gas). Kebanyakan pengeluaran perumahan digunakan untuk mengonsumsi energi
rumah tangga yaitu membeli tabung gas. Sebesar 3,39 persen kenaikan pengeluaran non
pangan berupa transportasi. Petani memanfaatkan subsidi Raskin untuk pengeluaran
transportasi berupa konsumsi bahan bakar bensin bagi yang memiliki kendaraan bermotor
sampai uang transportasi untuk anak sekolah. Sebesar 1,43 persen kenaikan terjadi untuk
pengeluaran non pangan berupa telekomunikasi. Sedangkan 1,08 persen kenaikan terjadi
untuk pengeluaran non pangan berupa perlengkapan cuci. Komoditas pengeluaran non
pangan berupa sandang, pendidikan, iuran, dan perlengkapan mandi tidak mengalami
perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa subisidi Raskin yang diberikan pemerintah tidak
dimanfaatkan oleh petani untuk mengomsumsi komoditas-komoditas tersebut.
SIMPULAN

1. Persentase pengeluaran pangan sebelum mendapatkan Raskin adalah 68 persen.


Persentase pengeluaran pangan setelah mendapatkan Raskin adalah 67,87 persen.
Kedua persentase tersebut lebih besar dari 60 persen, artinya tingkat ketahanan
pangan di Desa Gambarsari masih dikategorikan sebagai rawan pangan sehingga
adanya kebijakan Raskin tidak mengubah tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani
adalah pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan usia kepala rumah tangga.
3. Peran Raskin mempengaruhi alokasi pengeluaran pangan dan non pangan. Setelah
menerima Raskin, subsidi Raskin yang diperoleh rumah tangga petani dialokasikan
untuk pengeluaran pangan berupa komoditas daging sebesar 9,87 persen, ikan sebesar
3,92 persen, dan tembakau sebesar 2,87 persen. Sedangkan subsidi Raskin yang
dialokasikan untuk pengeluaran non pangan berupa pengeluaran kesehatan sebesar
30,77 persen, perumahan sebesar 4,77 persen, dan transportasi sebesar 3,39.

SARAN

1
1. Perlu kajian yang lebih mendalam terhadap banyaknya rumah tangga tidak miskin
yang menerima Raskin, apakah hal ini merupakan fenomena masyarakat ataukah
kesalahan yang dilakukan oleh petugas. Apabila banyak rumah tangga tidak miskin
yang aktif minta Raskin maka tugas pemerintah untuk menghapus budaya ini. Apabila
rumah tangga tidak miskin menerima Raskin secara pasif (karena diberi oleh petugas)
maka pemerintah perlu menerapkan sistem reward and punishment yang jelas dan
tegas.
2. Perlu dilakukan evaluasi implementasi Raskin secara berkala oleh pemerintah
Kabupaten Purbalingga terkait jumlah pemberian subsidi Raskin kepada setiap rumah
tangga miskin.
3. Kebijakan yang dibuat haruslah berorientasi terhadap peningkatan produksivitas
petani dan pendapatan petani seperti kebijakan land reform policy, kemudahan dalam
mengakses permodalan untuk usaha tani, maksimalisasi agroindustri, diversifikasi
pangan, dan lain-lain.
4. Tingginya alokasi pengeluaran tembakau perlu diwaspadai mengingat rokok
membahayakan kesehatan. Rumah tangga petani perlumengurangi pengeluaran untuk
tembakau dan dialihkan untuk pengeluaran pangan lain

DAFTAR PUSTAKA

Bulog. 2011. Pedoman Umum Raskin. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan


Rakyat Republik Indonesia. Indonesia.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas


Diponegoro, Semarang. 294 hal.

Ilham, N. dan B. M. Sinaga. 2002. Penggunaan Pangsa Pengeluaran Pangan Sebagai


Indikator Komposit Ketahanan Pangan. IPB. Bogor.

Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. 620 hal.

Purwaningsih, Y., S. Hartono, Masyhuri, dan J. H. Mulyo. 2010. Pola Pengeluaran


Pangan Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa
Tengah. (On-Line). http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/1301 diakses
tanggal 25 Februari 2013.

Simbolon, F. J. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan


Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Tuntungan. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai