Anda di halaman 1dari 32

SKPG

OVERVIEW
• Ketika kondisi pangan bagi negara sampai dengan perorangan tidak
terpenuhi maka kondisi yang akan terjadi adalah kondisi kerawanan
pangan
• Kerawanan pangan dapat diartikan adalah kondisi tidak tersedianya
pangan yang cukup bagi individu/perorangan untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
• Kerawanan pangan juga dapat didefinisikan sebagai kondisi apabila
rumah tangga (anggota rumah tangga) mengalami kurang gizi sebagai
akibat tidak cukupnya ketersediaan pangan (physical unavailability of
food), dan/atau ketidakmampuan rumah tangga dalam mengakses
pangan yang cukup, atau apabila konsumsi makanannya (food intake)
berada dibawah jumlah kalori minimum yang dibutuhkan
FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA KONDISI
RAWAN PANGAN DISEBABKAN A.L :
a. Tidak adanya akses secara ekonomi bagi
individu/rumah tangga untuk memeperoleh pangan
yang cukup
b. Tidak adanya akses secara fisik bagi individu rumah
tangga untuk memperoleh pangan yang cukup
c. Tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang
produktif individu/rumah tangga
d. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam
jumlah, mutu, ragam,keamanan, serta
keterjangkauan harga.
RAWAN PANGAN
• Kerawananan pangan dapat dipengaruhi oleh
daya beli masyarakat yang ditentukan oleh
tingkat pendapatannya.
• Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat
dan menurunnya daya beli pangan akan
memperburuk konsumsi energi dan protein
masyarakat
RAWAN PANGAN
Kondisi rawan pangan dapat dibedakan
berdasarkan waktunya yaitu
– Rawan pangan kronis : ketidakmampuan rumah
tangga untuk memenuhi standar minimum
kebutuhan pangan anggotanya pada periode lama
karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset
produktif, dan kekurangan pendapatan
– Rawan pangan transien : suatu keadaan rawan
pangan yang bersifat mendadak dan sementara yang
disebabkan oleh perbuatan manusia maupun alam
Kerawanan pangan di Indonesia dapat diketahui dari tingkat
kecukupan gizi masyarakat yang diukur dari Angka Kecukupan
Gizi (AKG).

• AKG merupakan tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai


cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang
sehat di suatu negara.
• AKG diperoleh dari data Susenas BPS yang dikumpulkan setiap
triwulan dalam tahun.
• Angka kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita
per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
(WNPG) 2004 adalah 2000 kkal.
• Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG)
suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan
konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi
dengan jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu.
Berdasarkan Tabel 1. Persentase Angka Rawan Pangan Tahun 2008-2012,
diperoleh bahwa pada tahun 2012 ternyata masih terdapat 47,64 juta penduduk
atau 19,46 persen dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami kondisi
sangat rawan pangan dan apabila dibiarkan terjadi selama dua bulan berturut-
turut akan menjadi rawan pangan akut yang menyebabkan kelaparan (BPS, 2013)
Hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) BPS menjelaskan bahwa ada 13
kelompok makanan yang digunakan untuk mengetahui kecukupan kalori per hari
yaitu:
(1) padi-padian;
(2) umbi-umbian;
(3) ikan;
(4) daging;
(5) telur dan susu;
(6) sayur-sayuran;
(7) kacang-kacangan;
(8) buah-buahan;
(9) minyak dan lemak;
(10)bahan minuman;
(11)bumbu-bumbuan;
(12)konsumsi lainnya;
(13)makanan dan minuman jadi.

Konsumsi bahan makanan tersebut akan mempengaruhi jumlah kalori yang


dihasilkan per harinya.
*Konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal dapat dipengaruhi oleh penurunan kuantitas
konsumsi pangan. Penurunan tersebut apabila ditinjau dari aspek permintaan dan
penawaran bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa hal:

a. Permintaan bahan pangan  dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti harga pangan
dan pendapatan seseorang. Terkait dengan kecukupan konsumsi pangan, fluktuasi
harga memberi pengaruh pada jenis makanan dan ketersediaan pangan yang
dikonsumsi. Disisi lain, pendapatan juga berpengaruh terhadap jenis dan banyaknya
bahan pangan yang dikonsumsi. rumah tangga dengan pendapatan yang cukup,
cendrung akan mengkonsumsi bahan pangan yang lebih banyak dan mampu
mencukupi kebutuhan kalorinya per hari.
b. Penawaran bahan pangan  Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
penawaran bahan pangan adalah biaya produksi bahan pangan tersebut. Tidak
adanya kenaikan produktivitas dan efisiensi, kenaikan harga faktor-faktor produksi
akan menaikan biaya produksi. Apabila dikaitkan dengan kecukupan kebutuhan
kalori, kenaikan biaya produksi bahan pangan akan berpengaruh pada penurunan
jumlah produksi bahan pangan yang dihasilkan, sehingga jumlah penawaran akan
berkurang. Penawaran yang berkurang akan berpengaruh pada pemenuhan bahan
makanan,dimana ketersediaan pangan berkurang.
LPPD
• Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang masuk
dalam kategori rawan pangan dan gizi setiap tahun
membuat pemantauan rutin terhadap kondisi pangan dan
gizi di suatu daerah perlu dilakukan
• Beberapa peraturan yang mendukung pelaporan situasi
pangan dan gizi di daerah tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada
Pemerintah bahwa kepala daerah wajib melaporkan
situasi ketahanan pangan di daerah sebagai bagian dari
LPPD.
APA SKPG ITU?
• Sistem informasi yang dapat digunakan
sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk
mengetahui situasi pangan dan gizi
masyarakat
TUJUAN SKPG SASARAN
1. Menganalisis situasi • Sasaran kegiatan Sistem
pangan dan gizi Kewaspadaan Pangan dan
2. Meningkatkan Gizi tahun 2013 adalah
kemampuan petugas terpetakannya situasi
dalam menganalisis pangan dan gizi dan
situasi pangan dan gizi terantisipasinya kejadian
3. Mengantisipasi terjadinya rawan pangan secara dini di
rawan pangan 33 provinsi dan 421
kabupaten/kota.
• Sasaran kegiatan Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi tahun 2013 adalah
terpetakannya situasi pangan dan gizi dan
terantisipasinya kejadian rawan pangan secara
dini di 33 provinsi dan 421 kabupaten/kota.
INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
tahun 2013 antara lain :
• Indikator Output : tersedianya analisis situasi pangan
dan gizi
• Indikator Outcome : terlaksananya investigasi dan
penanggulangan rawan pangan
• Indikator Impact : teratasinya kerawanan pangan di
wilayah yang telah dilakukan intervensi penanganan
kerawanan pangan
APA KELUARAN SKPG ?
 
Keluaran SKPG disuatu Kabupaten/Kota adalah sebagai
berikut:
 
1. Tersedianya Peta kecamatan daerah rawan pangan dan
gizi.
2. Adanya ramalan produksi ketersediaan makanan pokok. 
3. Diketahuinya perkembangan pola konsumsi dan status
gizi.
4. Adanya rumusan kebijakan bidang pangan dan gizi.
HASIL SKPG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI
DASAR PELAKSANAAN:

Investigasi untuk menentukan tingkat dan


kedalaman kejadian kerawanan pangan dan
kedalaman kejadian kerawanan pangan dan gizi
di lapangan
BAGAIMANA LANGKAH-LANGKAH SKPG DI KABUPATEN/KOTA?

1. Mengumpulkan dan menyajikan data pangan


dan gizi dari sektor terkait.
2. Menyiapkan analisis hasil kajian data untuk
pemetaan, peramalan dan pemantauan
pangan dan gizi.
3. Menyampaikan hasil analisis (informasi
pangan dan gizi) pada setiap kesempatan
pertemuan koordinasi.
SKPG
• Tahun 2010, Badan Ketahanan Pangan telah menyempurnakan
suatu alat analisis pemantauan situasi pangan dan gizi yang
dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
• Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan
Pangan Nomor 43 Tahun 2010 tentang Pedoman Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi merupakan serangkaian proses
untuk mengantisipasi kejadian rawan pangan dan gizi melalui
pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan
penyebaran informasi situasi pangan dan gizi. Kegiatan SKPG
terdiri dari analisis data situasi pangan dan gizi bulanan dan
tahunan serta penyebaran informasi.
• Data bulanan dan tahunan tersebut
menginformasikan tentang 3 (tiga) aspek utama
yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan
pangan yang menjadi dasar untuk menganalisis
situasi pangan dan gizi di suatu daerah.
• Hasil SKPG dapat digunakan sebagai dasar
pelaksanaan investigasi untuk menentukan
tingkat kedalaman kejadian kerawanan pangan
dan gizi di lapangan serta intervensi dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan
masyarakat.
B. INDIKATOR SISTEM KEWASPADAAN
PANGAN DAN GIZI
Situasi pangan dan gizi suatu daerah pada kegiatan SKPG, secara garis besar
dibagi menjadi dua komponen, yaitu

1. Situasi pangan mencakup dua aspek pembahasan, yaitu aspek ketersediaan


dan aspek akses.
 Aspek ketersediaan berkaitan dengan kenaikan atau penurunan produksi bahan
pangan yang berpengaruh pada kecukupan konsumsi bahan pangan.
 Aspek akses berkaitan dengan fluktuasi harga pangan dan berpengaruh pada daya
beli masyarakat untuk mengakses bahan pangan

2. Situasi gizi suatu masyarakat berkaitan dengan kondisi kesehatan balita,


dimana berpengaruh pada tumbuh kembang balita. Situasi tersebut akan
menggambarkan kondisi kecukupan pangan suatu daerah dan potensi
terjadinya ketidakcukupan pangan.
1. ANALISIS SKPG BULANAN
a. Ketersediaan Pangan
Indikator yang digunakan pada aspek
ketersediaan adalah luas tanam dan luas puso dari
empat komoditas, yaitu padi, jagung, ubi kayu dan ubi
jalar. Berdasarkan analisis, akan diperoleh persentase
luas tanam dan luas puso pada bulan berjalan/bulan
analisis dibanding dengan rata-rata luas tanam bulan
bersangkutan lima tahun terakhir. Nilai persentase
yang dihasilkan akan menunjukan tingkat rawan
pangan wilayah tersebut.
b. Akses Pangan
Aspek akses pada analisis SKPG bulanan
menggunakan indikator fluktuasi delapan komoditas
harga pangan. Hasil analisis akan menghasilkan
persentase rata-rata harga bulan berjalan delapan
komoditas dibandingkan dengan rata-rata harga tiga
bulan sebelumnya. Berdasarkan nilai persentase
yang dihasilkan akan menunjukan tingkat rawan
pangan wilayah tersebut.
ASPEK PEMANFATAN PANGAN
Aspek ketiga yaitu aspek pemanfaatan,
menggunakan indikator kesehatan balita.
Ada tiga indikator yang digunakan untuk analisis
SKPG bulanan, yaitu sebagai berikut:
2. ANALISIS SKPG TAHUNAN
a. Aspek ketersediaan
• Situasi pangan dan gizi pada aspek
ketersediaan pangan tahunan diketahui
berdasarkan angka rasio ketersediaan pangan.
Ini diperoleh dengan menghitung ketersediaan
pangan serealia per kapita per hari dibanding
nilai konsumsi normatif (300 gram).
Nilai konsumsi normatif didasarkan pada pola
konsumsi pangan di Indonesia yang menunjukkan
bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal
dari serealia.

Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah


2,000 Kkal, dan untuk mencapai 50% kebutuhan kalori
dari serealia dan umbi-umbian (menurut angka Pola
Pangan Harapan), maka seseorang harus
mengkonsumsi kurang lebih 300 gr serealia per hari.
Oleh sebab itu dalam analisis ini, kita memakai 300
gram sebagai nilai konsumsi normatif (konsumsi yang
direkomendasikan).
b. Aspek Akses Pangan
• Aspek akses pangan dinilai dengan
pendekatan persentase KK Pra-KS dan KS-1
alasan ekonomi berdasarkan data setahun
terakhir.
C. ASPEK PEMANFAATAN PANGAN
• Indikator status gizi balita yang dinilai dengan
prevalensi gizi kurang pada balita di masing-
masing yang dikumpulkan sekali setahun
melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG).

Anda mungkin juga menyukai