Anda di halaman 1dari 6

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sultra terus meningkatkan kinerja dalam rangka

terwujudnya ketahanan pangan pangan di daerah sebagaimana yang


diamanahkan dalam Undang Undang no. 18 tentang Pangan. Koordinasi,
pengawasan dan sosialisasi pun terus digencarkan. Lantas, bagaimana kondisi
ketahanan pangan di daerah ini? Berikut penjelasan Kepala BKP Sultra, Ir Yesna
Suwarni MSc;
Apa arti penting ketahanan pangan di daerah?
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Undang-Undang
nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan
budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama pembangunan daerah maupun
nasional. Ada tiga alasan utama yang melandasi adanya kesadaran dari semua
komponen masyarakat atas pentingnya ketahanan pangan yakni : (1) Akses atas
pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu
pemenuhan hak azasi manusia ; (2) Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan
basis bagi pembentukan sumber daya manusia berkwalitas dan; (3) Ketahanan pangan
merupakan basis bagi ketahanan ekonomi suatu daerah. Dengan demikian ketahanan
pangan memegang peranan penting bagi kehidupan suatu daerah, karena itu Pemda
bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup secara
kwantitas maupun kwalitas bagi penduduknya secara adil, merata dan berkelanjutan.
Bagaimana kondisi ketahanan pangan di daerah ini?
Pembangunan ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui tiga aspek utama yang
sekaligus dapat menggambarkan kondisi ketahanan pangan suatu daerah/wilayah
yakni, ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup bagi seluruh
penduduknya, distribusi pangan yang lancar dan merata, dan konsumsi pangan setiap
individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan. Dengan demikian,
pembangunan ketahanan pangan suatu daerah merupakan tugas dan tanggung jawab
bersama lintas SKPD teknis terkait. Dari aspek ketersediaan terkait dengan Dinas
Pertanian dan Peternakan, aspek distribusi terkait dengan Dinas Perhubungan dan
Dinas Peridustrian dan Perdagangan dan dari aspek konsumsi terkait dengan Dinas
Kesehatan. Terhadap ketiga aspek ini BKP Sultra terus melakukan analisis secara
regular, sehingga dapat dipastikan bahwa perkembangan ketahanan pangan daerah
kita dalam kondisi yang aman.
Terkait ketersediaan pangan, apakah ada kemungkinan terjadi rawan pangan di
daerah ini?
Wilayah Sultra memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dalam penyediaan
kebutuhan pangan masyarakat baik pangan pokok sumber energi, sumber protein
maupun pangan sumber vitamin dan mineral. Selaras dengan itu, pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten senantiasa menjadikan peningkatan produksi sebagai
fokus program dan kegiatan setiap tahun anggaran pembangunannya dalam rangka
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.Berdasarkan angka ramalan II Badan Pusat
Statistik Nasional, produksi beras Sultra tahun 2015 mencapai 359.000 ton. dengan
kebutuhan konsumsi beras 96 kg/kapita/thn maka untuk jumlah penduduk Sultra 2,5
juta jiwa dibutuhkan 240.600 ton selama satu tahun ini, dengan demikian masih
terdapat stock (surplus) beras sebesar +106 ton. Dari jumlah stock tersebut, maka
kondisi ketahanan pangan kita aman hingga Mei 2016. Keadaan surplus produksi beras
seperti ini sudah terjadi setiap tahun. Demikian halnya dengan beberapa jenis komoditi
pangan pokok lokal lainnya yang juga mengalami surplus. Untuk jagung terdapat stock
+28.000 ton, Ubi kayu 100.000 ton dan sagu +4.005 ton. Sedangkan untuk bahan
pangan daging ayam memiliki stock +5.900 ton dan daging sapi +1.900 ton, kecuali
telur ayam mengalami defisit disebabkan oleh suplai dari Sulsel memang berkurang
sementara peternak ayam petelur di Sulawesi Tenggara kurang bergairah karena
harga pakan yang cukup mahal.

BACA JUGA : Tingkatkan Kualitas Konsumsi Pangan Melalui Gerakan P2KP

Bagaimana dengan keamanan pangan yang keseharian dikonsumsi masyarakat


Sultra?
Keamanan pangan merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan
ketahanan pangan. Keamanan pangan diarahkan untuk mencegah pangan yang
beredar di pasar dari kemungkinan cemaran mikroorganisme, kimia dan benda fisik
lainnya yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi. Secara umum, aspek keamanan pangan di Sultra masih perlu
mendapatkan perhatian serius. Masyarakat baik produsen maupun konsumen belum
banyak memahami akan pentingnya keamanan pangan. Bahkan sebagian masyarakat
masih menganut prinsip yang penting makan dan kenyang dan belum sama sekali
memperhatikan aspek keamanan pangannya. Dari hasil pengawasan menunjukkan
bahwa masih ada bahan pangan terutama bahan pangan segar yang beredar dan
menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari dengan kondisi tidak aman. Hasil pengujian
laboratorium maupun rapid test terhadap beberapa jenis sayur dan buah terdeteksi
mengandung residu pestisida dan formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Karena itu masih perlu terus ditingkatkan pengawasan pada setiap rantai pangan mulai
dari petani sampai pada pengolahan di tingkat rumah tangga (from farm to table) agar
pangan yang dikonsumsi masyarakat benar-benar tidak tercemar dan aman untuk
dikonsumsi. Pengawasan keamanan pangan ini juga dilakukan secara terpadu dengan
instansi teknis lainnya yang tergabung dalam struktur Jejaring Keamanan Pangan
Daerah (JKPD). Untuk pengawasan dalam proses produksi pangan segar sayur dan
buah dilakukan oleh UPTB- OKKPD Badan Ketahatan Pangan bekerjasama dengan
Dinas Pertanian dan Peternakan dan Dinas Perkebunan dan Hortikultura. Untuk
pengawasan di tingkat pasar dilakukan terpadu dengan Balai Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) Sultra dan Balai Karantina kelas II Kendari.

BACA JUGA : Ini Tips Memilih Pangan Segar dan Aman

BKP Sultra mewujudkan ketahanan pangan berbasis sumberdaya lokal,


maksudnya?
Undang-undang Pangan nomor 12 tahun 2012 mengamanatkan Pemerintah Daerah
untuk bertanggung jawab atas ketersediaan dan produksi pangan lokal di daerah.
Berdasar hal tersebut, maka BKP Sultra memiliki visi Mewujudkan Ketahanan Pangan
Masyarakat Sulawesi Tenggara Berbasis Sumber Daya Lokal. Visi ini juga didasari
oleh kenyataan bahwa selain untuk komoditas beras, di Sultra juga sangat potensial
untuk program diversifikasi pangan. Pengembangan pangan pokok lokal selain beras
memiliki prospek cukup strategis di daerah ini, selain karena potensi lahan untuk
prodduksi sagu dan pengembangan jagung dan berbagai jenis umbi cukup tersedia,
juga karena masyarakat Sultra masih tetap mempertahankan budaya dan kearifan lokal
dalam mengkonsumsi pangan pokok lokal itu sebagai menu makanan sehari-
hari.Potensi ini merupakan kekuatan yang sangat baik dan dapat terus dikembangkan
dan dimanfaatkan untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan dalam
rangka memperkuat ketahanan pangan daerah ini.
Sumberdaya lokal dimaksud ternyata belum bisa diandalkan sebagai konsumsi
utama, mengapa?
Meski potensi pangan pokok lokal selain beras cukup tinggi, namun harus diakui bahwa
memang pangan pokok lokal ini belum menjadi makanan utama. Hal ini disebabkan
oleh adanya kebiasaan masyarakat yang sangat tergantung pada beras sebagai
makanan pokok utamanya, dan menganggap pangan pokok lokal lain dengan bahan
sagu, jagung dan umbi sebagai makanan inferior atau makanan kelas dua. Masih
sangat kental image di masyarakat bahwa belum kenyang kalau belum makan nasi.
Selain itu, program Pemerintah melalui penyediaan beras miskin telah banyak
mempengaruhi pola konsumsi masyarakat yang sebelumnya sudah mengkonsumsi
pangan pokok lokal non beras kembali beralih ke beras.
Lantas upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
lokal dimaksud?
Berbagai upaya telah dilakukan dalam pengembangan pangan pokok lokal di Sultra.
Upaya ini dimaksudkan untuk mengubah mindset masyarakat ke arah pola konsumsi
Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) dan menurunkan rata-rata konsumsi
beras per kapita sebesar 1,5 persen/tahun. Upaya pengembangan dimaksud antara lain
:
1. Pemerintah Provinsi telah mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 13 tahun 2010
tentang Aksi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis
Sumber Daya Lokal, dan telah ditindaklanjuti oleh seluruh kabupaten melalui Peraturan
Bupati/Walikota untuk lebih mengoperasinalkan di daerah masing-masing. Kita
mendengar program one day no rice (sehari tanpa nasi) dari Pemerintah Provinsi
Sultra dan Kota Kendari. Ada pula program Sikkato dari Pemerintah Kota Kendari.
Bahkan, Walikota Kendari telah beberapa kali menerima penghargaan nasional atas
prestasi mengembangkan pangan lokal di Kota Kendari. Tentu saja hal ini adalah
sesuatu yang patut dibanggakan. Begitu juga di kabupaten-kabupaten lain telah
memiliki gerakan-gerakan untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal daerahnya.

BACA JUGA : Gubernur Canangkan Gerakan Tanam Cabai

2. Sosialisasi dan promosi melalui pameran di tingkat nasional. Di tingkat provinsi,


bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK tingkat Provinsi diselenggarakan lomba
cipta menu berbahan baku non beras pada setiap tahun. Selain itu, juga dilakukan
kampanye kreatif dengan melibatkan anak sekolah, tokoh masyarakat formal dan non
formal

3. Mengembangkan produk pangan pokok lokal melalui Model Pengembangan Pangan


Pokok Lokal (MP3L). Kegiatan ini diarahkan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap beras dan mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan
potensi pangan local setempat. Kelompok sasaran MP3L difasilitasi dengan mesin dan
peralatan dan diberikan pembinaan untuk menghasilkan produk olahan baku
(intermediate product) dalam bentuk tepung sagu kering dan tepung kaopi sebagai
bahan sinonggi dan kasoami.

4. Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Halu Oleo Kendari dalam


rangka meningkatkan kwalitas dan nilai gizi produk tepung sagu dan tepung kaopi
sehingga menarik untuk digunakan sebagai bahan pangan pokok.

Bagaimana hasilnya?
Dari berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya pengembangan pangan
lokal menunjukkan hasil yang menggembirakan. Di Kota Kendari telah terdapat 23
rumah makan yang menyajikan paket sinonggi sebagai menunya, juga di beberapa
hotel memilki paket kuliner sinonggi pada hari-hari tertentu. Di Wakatobi, makanan khas
lokal kasoami menjadi menu pada acara-acara pertemuan yang bertaraf internasional
sekalipun. Demikian pula halnya di beberapa kabupaten lainnya telah memiliki rumah
makan dengan menu pangan khas daerah masing-masing. Hal yang menggembirakan
lainnya adalah kelompok-kelompok binaan telah meghasilkan produk bahan baku
berupa tepung sagu dengan kwalitas yang sangat baik sebagai bahan sinonggi dan mie
sagu. Begitu juga dengan produk tepung ubi kayu dalam bentuk tepung kaopi kering
sebagai bahan baku kasoami. Dengan kemasan dan daya simpan yang lebih lama,
produk olahan baku kedua jenis pangan lokal ini sudah menjadi oleh-oleh bagi tamu
dari luar yang berkunjung ke daerah ini.
Dengan kondisi yang ada apa bisa daerah ini mewujudkan kedaulatan dalam
pangan?
Kita memiliki sumber daya alam yang potensial untuk diusahakan dengan berbagai
komoditas pangan. Kita juga memiliki kearifan budaya lokal yang masih terus
dipertahankan. Kedua hal ini merupakan potensi yang sangat mendukung untuk
dikembangkan dalam memantapkan kemandirian pangan daerah kita. Pada saat yang
sama, Pemda baik provinsi maupun kabupaten senantiasa menjadikan prioritas
berbagai program dan kegiatan peningkatan produksi untuk mendukung terwujudnya
kedaulatan pangan di daerah masing-masing. Oleh karena itu, Saya sangat yakin ke
depan kita pasti bisa mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan daerah Sulawesi Tenggara. (***)

Anda mungkin juga menyukai