Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN PANGAN LOKAL DENGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG KETAHANAN PANGAN, DIVERSIFIKASI, POLA KONSUMSI DAN AKG PAPER

disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal

Oleh : KELOMPOK 3 THP B RIZKY AMALIA NURUL HARDIYANTI SITI AMINAH ABRAHAM ANDRI P. PRIMA BAGUS 121710101059 121710101055 121710101050 121710101058 121710101076

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI HASILPERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014

ABSTRAK Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam daerah yang memiliki keanekaragaman, salah satunya adalah pangan lokal yang berupa hasil pertanian maupun olahan yang hanya terdapat didaerah tertentu dan merupakan ciri khas daerah dan masyarakatnya. Jenis pangan lokal yaitu ketela pohon, sukun, jagung, kelapa dan lain-lain. Pertambahan penduduk dan ketergantungan masyarakat pada satu atau dua jenis pangan lokal Indonesia yang semakin banyak mengakibatkan bertambahnya kebutuhan konsumsi pangan yang mengancam ketahanan pangan. Diversifikasi diterapkan dengan mengetahui terlebih dahulu pola konsumsi masyarakat pada setiap daerah untuk memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu. Keragaman zat gizi tersebut juga diperlukan untuk mencukupi AKG (Angka Kecukupan Gizi). Keamanan pangan juga perlu diperhatikan mengingat tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih rendah akan hal ini dikarenakan mayoritas merupakan kalangan menengah kebawah. Saat ini Indonesia tidak sepenuhnya swasembada pangan sehingga memerlukan impor. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman potensi tentang pentingnya

pangan lokal yang ada di Indonesia sehinggan terjadi peningkatan potensi agar tercapainya ketahanan pangan. Kata Kunci : Pangan, pangan lokal, diversifikasi, ketahanan pangan, keamanan pangan, pola konsumsi, AKG.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara terdiri dari berbagai daerah yang memiliki keanekaragaman masing-masing. Keanekaragaman tersebut bisa meliputi budaya, tradisi, kepercayaan, adat istiadat dan makanan khas. Makanan khas atau pangan lokal suatu daerah selalu menyita banyak perhatian masyarakat dimana makanan

merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Beberapa jenis pangan lokal yaitu ketela pohon, sukun, jagung, kelapa dan lain-lain. Pertambahan mengakibatkan penduduk Indonesia kebutuhan

bertambahnya

konsumsi pangan. Ketergantungan masyarakat pada satu atau dua jenis pangan lokal merupakan salah satu penyebab berkurangnya ketahanan pangan nasional. Untuk itu perlu dilakukan diversifikasi keragaman pangan zat gizi guna memperoleh melepas

sekaligus

ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu. Keragaman zat gizi diperlukan untuk mencukupi AKG (Angka Kecukupan Gizi). Diversifikasi perlu diterapkan dengan mengetahui terlebih dahulu pola konsumsi masyarakat pada setiap daerah. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Keamanan pangan juga diperhatikan mengingat masyarakat Indonesia masih rendah tingkat kesadarannya akan hal ini dikarenakan mayoritas merupakan kalangan menengah kebawah.

Indonesia sendiri tidak sepenuhnya swasembada pangan, dalam arti tidak seluruh wilayah dapat memenuhi sendiri kebutuhan pangannya yang

beraneka ragam sehingga memerlukan impor. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman potensi tentang pentingnya pangan lokal yang ada di Indonesia sehingga terjadi peningkatan potensi agar tercapainya ketahanan pangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ruang Lingkup Pangan Lokal Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia karena jika tidak ada pangan manusia tidak akan mampu bertahan hidup. Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi

konsumen lokal pula. Sehingga produk pangan

lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat karena itu, produk ini sering kali menggunakan nama daerah (Hariyadi, 2010). Di sisi lain, pangan lokal atau pangan tradisional dapat berperan sebagai survival

strategi bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem ketahanan pangan. Pola pangan tradisional dapat menjadi pelengkap makanan pokok selain beras (Puji Lestari, A,S, dkk, 2007).

Ketahanan Pangan Menurut FAO, ketahanan pangan

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana setiap orang pada setiap saat dapat mengakses secara aman dan mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup untuk menjalankan aktivitas hidupnya. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah

ketersediaan pangan, distribusi pangan dan

konsumsi

pangan.

Terwujudnya

ketahanan

pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. Ketahanan pangan tidak hanya

menyangkut aspek jumlah, tetapi juga mutu, keamanan, dan gizi pangan. Selain itu juga berkaitan dengan penegakan hukum seperti penerapan standardisasi dan pengawasanmutu pangan. Meskipun telah dilakukan usaha untuk memperbaiki pangan rakyat tetapi masih di titik beratkan pada peningkatan produksi. Padahal, peningkatan produksi tidak menjamin

peningkatan ketahanan pangan (Latief dkk, 2000). Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya

Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun

umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia

(1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni akses semua orang setiap saat pada

pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Di Indonesia sesuai dengan Undang-

undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Diversifikasi Kasryno, et al (1993) memandang

diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat. Diversifikasi pangan ini mencakup aspek

produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.

Demikian

pula

Suhardjo

(1998)

menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan dan diversifikasi produksi pangan. Sementara, Soetrisno (1998)

mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Secara lebih tegas, Pakpahan menyatakan dan Suhartini konteks (1989) Indonesia

dalam

diversifikasi atau keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh

penambahan konsumsi bahan pangan non beras.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan seperti indeks Herfindahl, indeks Simpson dan indeks Entropy. Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat dinilai tanpa melalui ukuran indeks tetapi dengan melihat pola pengeluaran keluarga atau arah perkembangan konsumsi pangan. (Pakpahan, 1990).

Pola Konsumsi Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia karena jika tidak ada pangan manusia tidak akan mampu bertahan hidup. Pola konsumsi pangan atau pola makan dapat diatikan sebagai cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor social

budaya dimana mereka hidup.

Kesehatan

seseorang

tergantung

dari

tingkat konsumsi seseorang tersebut. Faktor yang paling banyak mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia adalah faktor ekonomi. Dimana faktor ekonomi pada Negara berkembang memiliki pendapatan per kapita

tinggi. Akibat dari perbedaan tingkat ekonomi ini timbul berbagai macam gangguan pola konsumsi dan pemenuhan gizi bagi tubuh. Status ekonomi seseorang menunjukkan daya beli masyarakat terhadap produk pangan dalam pemenuhan kebutuhan gizi sehari-hari.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) Zat gizi adalah substansi pangan yang memberikan pertumbuhan, energy, diperlukan dan untuk atau

perkembangan

pemeliharaan kesehatan, kelebihan dapat

bila kekurangan atau perubahan

menyebabkan

karakteristik biokimia dan fisiologis tubuh.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semuaorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh,aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Fungsi dari Angka kecukupan gizi

(AKG) adalah sebagai patokan dalam penilaian dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi. Angka kecukupan gizi mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Iptek gizi dan ukuran antropometri penduduk.

Hubungan Diversifikasi dengan Ketahanan Pangan Di Indonesia, masyarakat cenderung bergantung pada satu bahan pangan pokok yaitu beras sehingga diperlukan pemberdayaan potensi pangan lokal dari berbagai daerah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu diversifikasi

pangan yang dilakukan untuk penganekaragaman pangan sehingga masyarakat tidak bergantung pada satu atau dua bahan pangan. Dengan berkurangnya ketergantungan masyarakat pada satu atau dua bahan pangan maka ketahanan pangan lama kelamaan akan terwujud.

Dikarenakan kebutuhan akan satu atau dua bahan pangan tertentu akan berkurang dan digantikan oleh pangan lokal yang juga berpotensi untuk menjadi bahan pangan pokok pengganti. Hal ini juga akan mengurangi impor sehingga ketahanan pangan akan terwujud karena ketahanan pangan suatu negara terwujud apabila negara tersebut mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri (swasembada).

KESIMPULAN

Dari paper yang telah kami susun, dapat diperoleh kesimpulan yaitu :

1. Pola konsumsi masyarakat pada suatu daerah akan mempengaruhi terpenuhi atau tidaknya AKG. 2. Keragaman zat gizi yang terwujud dengan adanya diversifikasi diperlukan untuk

mencukupi AKG. 3. Keamanan pangan perlu diperhatikan dalam perwujudan ketahanan pangan. 4. Semakin banyaknya diversifikasi pangan lokal yang dilakukan maka ketahanan pangan semakin terwujud.

DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal. Bogor : IPB Press. Kasryno, et al. 1993. Aneka Macam Produk Olahan Jagung. Yogyakarta : Kanisius. Latief, D., Atmarita, Minarto, Abas Basuni dan Robert Tilden, 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan

Selama Krisis Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.VII. Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia. Jakarta. Maxwell dan Frankenberger. 1992. Evaluating Government Policy for Food Security: Indonesia. University of British Columbia. Berlin Pakpahan dan Suhartini (1989). Permintaan Rumah Tangga Kota di Indonesia. Yogyakarta : Kanisius. Pakpahan, Muchtar. 1990. Potret Negara Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. Puji Lestari, A,S., Maksum, M., Widodo, K.H. 2007. Peran Makanan Tradisional Berbahan Baku Ubi Kayu Terhadap Sistem Ketahanan Pangan di Tinjau dari Perspektif Ekonomi Rumah Tangga. Suhardjo. 1998. Pola Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia. DepartemenGizi Masyarakat FEMA IPB dan Badan Litbangkes Kemenkes RI. Bogor. Soetrisno.1998. Pembangunan Pertanian dan pengembangan Agroindustri. Pertanian dan pangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai