Anda di halaman 1dari 7

PERAN MAHASISWA MELALUI GERAKAN DIVERSIFIKASI

PANGAN UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN DAN


KEMANDIRIAN PANGAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19
Oleh: Mariyam Suroyya
Universitas Islam Malang
2020

I. Pendahuluan
Saat ini pandemi COVID-19 menjadi sesuatu yang paling ditakuti di dunia.
Penyebaran wabah COVID-19 yang sangat cepat tidak hanya menginfeksi sektor
kesehatan, namun sektor-sektor lain juga mendapat pengaruh dari adanya virus tersebut.
Dcode (2020) memperkirakan terdapat beberapa sektor yang berpotensi kalah dan
menjadi pemenang dalam jangka pendek akibat COVID-19. Layanan kesehatan,
pengolahan dan perdagangan makanan, e-commerce dan teknologi informasi &
komunikasi berpotensi menjadi pemenang, sedangkan pariwisata, transportasi, dan
konstruksi menjadi sektor yang berpotensi kalah. Kondisi ini telah menekan
pertumbuhan ekonomi global dan menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang
semakin meluas, termasuk di sektor pangan dan pertanian. Namun ditengah
mewabahnya virus ini, sektor pertanian justru menjadi pengaman dalam menghadapi
wabah tersebut,. Pangan menjadi kebutuhan prioritas yang harus dipenuhi bagi seluruh
masyarakat sehingga kegiatan produksi pertanian di masa pandemi COVID-19 harus
tetap berjalan.
Sektor pertanian selama ini dikenal sebagai satu-satunya sektor ekonomi yang
paling bertahan dari berbagai gejolak dan krisis. Bahkan pertanian dianggap sebagai
sektor yang paling tangguh dalam membantu stabilitas ekonomi Indonesia. Dalam
pidato penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan di hadapan anggota dewan,
Presiden menegaskan keseriusan pemerintah dalam memprioritaskan sektor ketahanan
pangan. Alokasi anggaran untuk sektor tersebut sebesar Rp104,2 triliun. Presiden juga
menyampaikan tiga program utama untuk mencapai ketahanan pangan. Fokus utama
yaitu mendorong produksi komoditas pangan dengan membangun sarana dan prasaran
serta dan penggunaan teknologi. Kedua, revitalisasi sistem pangan nasional dengan
memperkuat korporasi petani, nelayan dan distribusi pangan. Langkah ketiga adalah
pengembangan food estate untuk meningkatkan produktivitas pangan.
Kementerian Pertanian sendiri telah mengeluarkan surat edaran sekjen.
Kementerian Pertanian No1056/SE/RC 10/03/2020 tentang strategi dalam pencegahan
dan perlindungan Covid-19. Pertama, penyediaan bahan pangan pokok utamanya beras
dan jagug bagi 267 juta masyarakat Indonesia. Kedua, percepatan ekspor komoditas
strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi. Ketiga, sosialisasi kepada petani
dan petugas lapangan (PPL dan POPT) untuk pencegahan berkembangnya virus corona
sebagaimana standar WHO dan pemerintah. Keempat,pembuatan dan pengembangan
pasar tani disetiap provinsi, optimasi pangan lokal, koordinasi infrastruktur logistik, dan
e-marketing dan kelima, program kegiatan padat karya agar sasaran pembangunan
pertanian dicapai dan masyarakat langsung menerima dana tunai.
Dampak penyebaran COVID-19 menyebabkan terganggunya pasokan pangan
dan kenaikan harga pangan di wilayah terdampak. Dalam beberapa kasus, tidak sedikit
masyarakat berperilaku panic buying dalam menyikapi kejadian COVID-19.
Masyarakat berbondong-bondong memborong bahan pangan di pasar untuk dijadikan
stok dalam memenuhi kebutuhan selama jangka waktu tertentu. Tidak ada yang bisa
memprediksi kapan berakhirnya COVID-19. Sebab, begitu banyak yang tidak diketahui
tentang COVID-19 termasuk seberapa cepat penyebarannya dan efektivitas tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, muncul pertanyaan yang
mendasar, “Mampukah sektor pertanian mengantisipasi dampak COVID-19?”.
Tulisan ini merupakan hasil studi literatur dengan menelaah berbagai kondisi dan
perkembangan penyebaran COVID-19 melalui berbagai pemberitaan di media masa dan
media sosial yang saat ini terjadi di Indonesia, bagaimana pengaruhnya di bidang
pangan pertanian secara umum. Dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi berbagai
sumber informasi dan pemberitaan tersebut, penulis memfokuskan pada data dan
informasi yang mendukung peran pemerintah dalam pemenuhan ketersediaan pangan,
serta terobosan inovasi dalam penyediaan kemudahaan akses pangan yang diperlukan.
Begitu juga, rumusan berbagai alternatif strategi dan langkah kebijakan agar pemenuhan
kebutuhan pangan masyarakat dapat selalu terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
Untuk itu penulis mengajak mahasiswa selaku agent of social change untuk ikut terlibat
langsung dalam program mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan Indonesia di
tengah pandemi COVID-19.
II. Isi
Dalam situasi penyebaran COVID-19 ini, ketersediaan pangan menjadi isu yang
mendominasi mengingat kebutuhan pangan bagi masyarakat menjadi prioritas. Dalam
kondisi wabah, kecukupan pangan tidak hanya dari sisi kuantitas yang dimakan, tetapi
juga kualitas dan kandungan gizi. Ketersediaan dan stabilitas harga pangan menjadi
perhatian serius dalam menghadapi situasi terburuk saat mewabahnya COVID-19. Hal
itu memerlukan sinergitas lintas sektor, karena Kementerian Pertanian tidak akan
mampu mengatasi permasalahan tersebut sendiri.
Untuk memastikan kecukupan pangan yang berkualitas tersebut, Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian bersama supplier dan produsen pangan telah
menandatangani kesepakatan bersama tentang ketersediaan, stabilisasi pasokan, dan
harga pangan. Kesinambungan dan sinergitas berbagai kebijakan ketahanan pangan
juga sangat diperlukan untuk menjamin kemudahan akses masyarakat terhadap bahan
pangan. Jadi, bukan hanya sisi ketersediaannya, tapi juga sisi keterjangkauan harga
pangan.
Keterjangkauan pangan berkaitan erat dengan harga pangan. Harga pangan yang
terlalu tinggi akan menyulitkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya. Harga pangan yang tidak terjangkau
dipengaruhi dua faktor, yakni kurangnya produktivitas pangan dan panjangnya rantai
distribusi pangan. Produksi pangan sulit ditingkatkan karena banyaknya konversi lahan
pertanian, alat pertanian masih tradisional, dan rusaknya jaringan irigasi. Sementara
rantai distribusi pangan dari petani ke konsumen masih terlalu panjang. Akibatnya harga
yang ada di pasaran menjadi tinggi dan tidak berdaya saing.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga
keterjangkauan harga pangan adalah dengan meningkatkan produktivitas dan
memotong rantai pasok pangan. Peningkatan produktivitas pangan dapat dilakukan
antara lain efektivitas dan efisiensi implementasi redistribusi lahan, modernisasi mesin
penggilingan dan alat pertanian lain, peningkatan kualitas konstruksi jaringan irigasi.
Rantai pasok pangan dapat dipangkas dengan cara mengoptimalkan Toko Tani
Indonesia (TTI) dan pembentukan BUMDes. BUMDes dapat dimanfaatkan untuk
menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang
dikelola desa dan/atau kerja sama antardesa. Dengan adanya BUMDes diharapkan
masyarakat bisa memajukan desanya masing-masing. Selain hal tersebut, Pemerintah
telah melakukan pengawasan agar stabilitas harga pangan tetap stabil. Salah satunya
dengan dibentuknya Satuan Tugas atau Satgas Pangan yang merupakan sinergi antara
Polri, Kemendag, Kemendagri, KPPU, Bulog, dan Kementan.
Untuk terus terjaganya persediaan bahan pangan yang segar dan sehat, petani
perlu didorong terus meningkatkan produksi setiap hari dengan menanam dan memanen
bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat secara berkelanjutan. Proses dan produksi
pangan harus dipastikan dilakukan secara efisien, efektif, dan berdaya saing dengan
penerapan pertanian presisi dari hulu sampai hilir dan dapat dilacak (traceable),
sehingga dipastikan keamanannya untuk dikonsumsi. Akibat pembatasan interaksi dan
pergerakan manusia, memberikan peluang sekaligus tantangan pentingnya
bertransformasi memperkuat modernisasi pertanian secara berkelanjutan. Keadaan ini
memerlukan kehadiran petani-petani milenial dengan jiwa entrepreneurship yang
handal.
Salah satu kegiatan penguatan pangan lokal adalah dengan Gerakan
Diversifikasi pangan lokal. Menurut Pakpahan dan Suhartini (1989) Diversifikasi
pangan merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar memvariasikan makanan
pokok yang dikonsumsi sehingga tidak terfokus pada satu jenis saja. Konsep
diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi pangan
diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan
konsumsi bahan pangan non beras.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal,
Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia menggelar Gerakan Diversifikasi Pangan serentak
secara nasional pada Rabu (19/8/2020). Gerakan ini dibuka secara resmi oleh Menteri
Pertanian, Syahrul Yasin Limpo di Halaman Gedung PIA (Pusat Informasi Agribisnis)
Kantor Pusat Kementan, Jakarta. Selain dapat memberi manfaat bagi kesehatan,
diversifikasi pangan juga sebagai bagian dari antisipasi atas peringatan organisasi
pangan dan pertanian PBB yang memprediksi banyak negara akan mengalami krisis
pangan pada masa pandemi ini.
Tantangan utama yang dihadapi dalam menggiatkan diversifikasi pangan adalah
mengubah pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan beras ke non beras. Untuk
mengubah pola konsumsi tersebut, maka banyak hal yang perlu disiapkan, antara lain
penyediaan bahan pangan non beras, pengolahannya yang harus sesuai citarasa
masyarakat, kemasan menarik, dan keterjangkauan harga dengan memperhitungkan
daya beli masyarakat. Berbagai kegiatan tersebut tentu tidak bisa dilakukan oleh satu
dua instansi, tetapi harus bersinergi dan melibatkan lintas sektor dan pelaku yang
terkoordinasi dengan baik.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mendorong seluruh
mahasiswa di berbagai perguruan tinggi nasional untuk terjun langsung membantu
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan diversifikasi pangan lokal dan
pendampingan pekarangan pangan lestari. Menurut Mentan, mahasiswa memiliki peran
penting dalam membuat suatu terobosan dan inovasi yang tidak biasa untuk kepentingan
masyarakat Indonesia. Menurutnya, kerja sama ini sangat penting karena persoalan
pertanian tidak bisa diselesaikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) saja.
Melainkan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, terutama Perguruan Tinggi
sebagai mercusuar utama.
Disinilah seharusnya mahasiswa bisa mengambil peran penting tersebut.
Sepenggal pidato founding father bangsa ini, bapak Soekarno, “Beri aku 10 pemuda
(mahasiswa) akan kugoncangkan dunia. yang mengisyaratkan begitu penting peran
mahasiswa dalam mengubah kehidupan bangsa ini. Mahasiswa merupakan generasi
muda yang memiliki peranan penting dalam memperkokoh ketahanan nasional
khususnya dalam gerakan diversifikasi pangan. Mahasiswa adalah insan akademis yang
juga sebagai makhluk sosial. Dengan tingkat intelektual yang dimiliki mahasiswa,
diharapkan dapat memberikan perubahan yang berarti terhadap ketahanan pangan di
Indonesia.
Fungsi agent of social change yang melekat pada jati diri mahasiswa pada saat ini,
hendaklah bukan sebatas slogan-slogan demontrasi saja. Namun suatu pemikiran yang
yang rekonstruktif dan solutif terhadap permasalahan ketahanan pangan di masa
pandemi dan setelahnya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita artikan bahwa
mahasiswa sebagai agent of social change harus memiliki pribadi yang unggul. Ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan mahasiswa dalam mewujudkan gerakan
diversifikasi pangan di masa pandemi COVID-19, antara lain:
1. Terjun langsung membantu pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
diversifikasi pangan lokal dan pendampingan pekarangan pangan lestari.
2. Membuat suatu terobosan dan inovasi yang tidak biasa untuk menjaga
ketahanan pangan Indonesia
3. Memberi contoh langsung untuk mengubah pola konsumsi dari bahan pangan
beras ke non beras untuk mensukseskan program diversifikasi pangan.
4. Mengkampanyekan gerakan diversifikasi pangan baik secara offline maupun
online melalui media sosial
5. Melakukan pendekatan dan keberpihakan kepada petani
6. Bergabung bersama asosiasi petani untuk membantu pendampingan distribusi
7. Melakukan diskusi terbuka
8. Melakukan komunikasi yang intens dengan petani sehingga dapat memacu
produksi hasil pertanian
9. Melakukan sosialisasi, edukasi dan penyuluhan terkait kegiatan petani untuk
tetap sesuai protokol kesehatan
III. Penutup
Dengan terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan maka pembangunan
bangsa ini dapat berjalan dengan lancar serta membawa bangsa ini kepada kejayaan dan
kesejahteraan. Oleh karena itu, tidak boleh dilupakan dalam menjaga ketahanan pangan
selama pandemi COVID-19 ialah memastikan petani kita tetap sehat, sejahtera, dan
semangat agar tetap terus berproduksi. Kedaulatan pangan akan sulit diwujudkan jika
petani sebagai pelaku utama usaha tani tidak sejahtera. Maka, negara harus hadir untuk
menjamin kesejahteraan petani, menjaga semangat mereka, dan memastikan
kesehatannya di tengah pandemi COVID-19. Dalam mewujudkan diversifikasi pangan
negara membutuhkan peran mahasiswa sebagai generasi muda yang rekonstruktif dan
solutif agar petani tetap sehat dan sejahtera untuk mewujudkan ketahanan dan
kemandirian pangan di masa pandemi dan setelahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dewan Ketahanan Pangan. Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi Tahun 2015-2109.
Diterbitkan oleh Kementan Tahun 2015
Hermanto. 2017. Perdagangan, Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Dalam Buku “Merah Putih Swasembada Pangan, Menghapus Ego Sektoral” .
Kementerian Pertanian 2017.
Pakpahan, A. Dan S.H. Suhartini.1989. Permintaan Rumah Tangga Kota di Indonesia
Terhadap Keanekaragaman. Jurnal Agro Ekonomi, 8(2): 64-77. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor
Renita Sariah. 2020. Membangun Sinergitas Lintas Sektor Dalam Menghadapi Covid-
19. Vol 01 No 02:Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian

Anda mungkin juga menyukai