Anda di halaman 1dari 52

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi persediaan pangan di masyarakat kita saat ini didominasi dengan beras

dan gandum sebagai makanan pokok sehari-hari dengan melupakan keaneka-ragaman

hayati yang menjadi ciri khas pangan pokok setiap daerah. Provinsi Sulawesi Utara

terdiri dari 11 Kabupaten dan 4 Kota dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.270.596

jiwa (Perda No 4/2011) dimana 3 dari Kabupaten tersebut merupakan Daerah Kepulauan

yang berada wilayah perbatasan pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI dengan

kondisi geografis yang unik yaitu langsung berhadapan dengan samudera pasifik. Hal

tersebut membuat konektifitas untuk pelayaran antar pulau dalam rangka distribusi

kebutuhan pokok seperti pangan dll sangat tergantung terhadap cuaca dan iklim setempat,

juga memerlukan biaya yang besar untuk transportasinya. Dengan demikian ketersediaan

sumber-sumber pangan masyarakat di wilayah tersebut akan sangat tergantung terhadap

ketersediaan infrastruktur dan situasi serta kondisi alam. Namun, kita sadari bahwa alam

telah menyediakan sumberdaya pangan lokal yang dapat menjadi andalan masyarakat di

daerah tersebut yaitu kepulauan Kabupaten Talaud, Sangihe dan Sitaro, tetapi

kenekaragaman hayati sumberdaya pangan lokal tersebut mulai ditinggalkan sejalan

dengan modernisasi dan dinamika pembangunan yang bergulir sangat cepat saat ini.

Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, merumuskan bahwa pangan lokal adalah pangan yang diproduksi

setempat ( satu wilayah/daerah) untuk tujuan ekonomi dan konsumsi. Pangan lokal

tersebut dapat berupa bahan pangan baik komoditas primer maupun sekunder. Dibanyak

1
daerah keberadaan pangan lokal belum diusahakan dengan intensif, baik usaha budidaya

maupun pasca panennya. Hal ini tentu saja salah satunya tergantung pada kebijakan

Pemerintah Daerah. Ketahanan pangan merupakan ketersediaan pangan dan kemampuan

seseorang untuk dapat mengaksesnya. World Health Organization mendefinisikan tiga

komponen utama ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan dan

pemanfaatan pangan. Jadi sebuah rumah tangga dapat dikatakan memiliki ketahanan

pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan, atau dihantui ancaman

kelaparan.

Sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan

identifikasi produk pangan lokal di propinsi SULUT khususnya di daerah kabupaten

kepulauan dalam rangka mendukung kelestarian keragaman hayati untuk ketahanan

pangan daerah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana komoditi pangan lokal di propinsi Sulawesi Utara khususnya di

kabupaten kepulauan SITARO, Sangihe, dan Talaud, serta ketersediaannya?

2. Apakah ada kebijakan pemerintah Daerah tentang pengembangan pangan lokal

dan implementasinya?

3. Bagaimana rekomendasi untuk masukan bagi Pemerintah Daerah dalam

mengelola pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber daya alam yang perlu

dilestarikan?

2
C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi produk pangan lokal

yang ada di kabupaten kepulauan di Sulawesi Utara dalam rangka menunjang ketahanan

pangan nasional. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah:

1. Melakukan Identifikasi Produk Pangan Lokal di Provinsi Sulawesi Utara

utamanya di daerah perbatasan pulau-pulau terluar yaitu Kepulauan Talaud,

Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro sebagai sumber pangan lokal yang

perlu dilestarikan keanekarragaman dan ketersediaannya untuk menjadi

penyanggah salah satu sumber ketahan pangan daerah.

2. Mengetahui kebijakan pemerintah Daerah tentang pengembangan pangan lokal

dan implementasinya.

3. Menyiapkan rekomendasi untuk masukan bagi Pemerintah Daerah dalam

mengelola pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber daya alam yang perlu

dilestarikan.

D. Sasaran

Sasaran melalui kegiatan ini adalah:

1. Tersedianya data dan informasi terkait ketersediaan sumberdaya dan

keanekaragaman hayati pangan lokal sebagai salah satu penyanggah ketahanan

pangan di Provinsi Sulawesi Utara utamanya Kabupaten Kepulauan Talaud,

Kepulauan Sangihe dan Kepulauan SITARO.

2. Mengetahui penerapan kebijakan Pemerintah Daerah dan Implementasinya

tentang pengelolaan pangan lokal.

3
3. Adanya rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk kebijakan penggunaan

pangan lokal untuk konsumsi masyarakat setempat .

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi, identifikasi pangan local dan analisa

komponen gizi pada beberapa pangan local yaitu sagu dan daluga di daerah-daerah

kepulauan yaitu Kabupaten Sangihe, Sitaro dan Talaud dengan data pembanding

identifikasi pangan local daerah kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Minahasa

Utara.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esenial bagi manusia untuk

mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, mineral, dan air menjadi landasan utama bagi manusia untuk

mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan.

Pengertian pangan dalam UU RI No. 18 tahun 2012 sebagai berikut, segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, keutanan,

perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan

ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan

perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif

secara berkelanjutan.

Ketersediaan pangan diartikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan melalui

produksi domestik dan melalui perdagangan (impor). Dari cakupan wilayah ketahanan

pangan dapat bersifat nasional, daerah atau wilayah termasuk di dalamnya rumah tangga,

individu baik di perkotaan maupun di pedesaan. Begitu juga akan pengendaliannya yang

5
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pedagang ataupun rumah tangga

dan juga individu.

Pangan dikelompokkan menjadi dua yakni pangan hewani dan pangan nabati.

Pangan hewani meliputi daging, ikan, kerang, telur, susu dan hasil susu. Sementara

pangan nabati meliputi 1) serelia/ biji dan famili Gramineae, 2) Kacang-kacangan/ biji

dari famili Legumunoseae, 3) sayuran dalam bentuk akar-akaran, daun-daunan, pucuk-

pucuk, labu dan sayur buah. 4) biji-bijian semua biji yang tidak termasuk serelia dan

kacang-kacangan, 5) buah-buahan segar dan kering, bumbu dan rempah-rempah, serta 6)

pangan lainnya seperti madu, gula, jamur.

B. Sumber Daya Lokal

Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarkata setempat sesuai

dengan potensi dan kearifan lokal. Sedangkan Pangan Pokok adalah Pangan yang

diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya

dan kearifan lokal. Pengembangan pemanfaatan sumber daya lokal ditujukan untuk

peningkatan mutu dan penganekaragaman pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah

tergalinya potensi pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang

bermutu, beragam dan terjangkau di tingkat rumah tangga.

Penganekaragaman pangan perlu dilakukan untuk mendukung terwujudnya

ketahanan pangan. Dukungan pemerintah daerah penting dalam mengembangkan

keanekaragaman pangan terutama yang bersumberdaya pangan lokal. Banyak potensi

daerah yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengankaragaman pangan, demikian

6
pula daerah di wilayah perbatasan pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI seperti

daerah kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud.

1. Kabupaten Kepulauan Talaud.

Kabupaten Kepulauan Talaud secara administratif adalah bagian dari Provinsi

Sulawesi Utara. Jumlah penduduknya adalah 91.067 jiwa. Kabupaten Kepulauan Talaud

merupakan daerah bahari dengan luas lautnya sekitar 37.800 Km (95,24%) dan luas

wilayah daratan 1.251,02. Terdapat tiga pulau utama di Kabupaten Kepulauan Talaud,

yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu, dan Pulau Kabaruan. Ibu kota kabupaten yaitu

Melonguane terletak di sisi selatan pulau Karakelang. Letak dari Kepulauan Talaud

terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi. Secara geografis terletak antara 04 40 - 05

40 LU dan 126 20 - 127 00 BT. Wilayah ini adalah kawasan paling utara di

Indonesia timur, berbatasan dengan daerah Davao del Sur, Filipina di sebelah utara.

Kabupaten Kepulauan Talaud dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Kabupaten Kepulauan Talaud

7
Kepulauan Talaud memiliki luas lahan pertanian sawah 984 Ha dan lahan

pertanian bukan sawah 20.481 Ha, dengan jumlah rumah tangga yang berusaha di

sektor pertanian sebanyak 16.819. Sebagian besar lahan pertanian bukan sawah

digunakan untuk tanaman perkebunan. Perkebunan masih tetap menjadi sentra

kegiatan ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud. Pala, kopi, kakao, vanili, lada dan

cengkeh masih bisa diandalkan. Namun dari keenam komoditas tersebut, pala yang

diunggulkan. Kelapa juga merupakan komoditas tanaman terbesar yang dihasilkan.

Selain tanaman perkebunan, kabupaten kepulauan Talaud memiliki potensi tanaman

pangan yang belum tergarap maksimal.

2. Kabupaten Kepulauan Sangihe

Secara Geografis Kabupaten Kepulauan Sangihe terletak di antara 02o07'30" -

04o49'00" LU - 125o10'00" - 125o46'00" BT, Secara keseluruhan luas wilayahnya

mencapai 11.863,58 km2 yang terdiri dari daratan seluas 736,98 km 2 atau 6,2 % dan

lautan seluas 11.126,61 km2. Perbatasan wilayahnya adalah di sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Talaud dan Laut Maluku, di sebelah barat

berbatasan dengan Laut Sulawesi, di sebelah utara berbatasan dengan Mindanau, dan

di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Sitaro, wilayah ini

terbagi atas 15 Kecamatan dan 167 Desa. Kabupaten Kepulauan Sangihe dapat dilihat

pada Gambar 2.

8
Gambar 2. Peta Kabupaten Kepulauan Sangihe

Komoditi unggulan Kabupaten Kepulauan sangihe yaitu sektor pertanian,

Perkebunan dan jasa. Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah Jagung dan Ubi

kayu, Sub sektor perkebunan komoditi yang diunggulkan berupa kakao, pala, Kopi,

Kelapa dan cengkeh. Pariwisatanya yaitu wisata alam, wisata adat dan budaya (BPS

Prov. Sulawesi Utara, 2014).

3. Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (SITARO)

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro memiliki penduduk sejumlah

63.533 jiwa dengan 17.374 Kepala Keluarga. Penduduk pada umumnya bermata

pencaharian sebagai Nelayan dan Petani. Terdapat setidaknya 3 etnis yakni: Etnis

9
Siau dan Tagulandang yang dipengaruhi budaya dan adat Etnis Sangihe; serta Etnis

Biaro yang dipengaruhi budaya Minahasa.

Gambar 3. Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Sitaro

Dari Gambar 3, dapat dilihat Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan

Biaro yang terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara yang terdiri dari 47 buah

pulau besar dan kecil dimana 10 buah pulau diantaranya berpenghuni dan 37 buah

pulau tidak berpenghuni. 80% wilayahnya merupakan lautan dengan panjang garis

pantai 98,6 km dengan luas wilayah 275,96 km2. Terletak pada koordinat: 02 4

13 02 52 47 LU dan 125 09 28 125 24 25 BT.

Keadaan tanah sangat subur dan cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan

berbagai jenis tanaman terutama tanaman pertanian dan perkebunan. Hal ini terkait

10
dengan jalur Sirkum Pasifik yang melintasi wilayah ini yang ditandai dengan

keberadaan sejumlah gunung berapi (Gunung Api Karangetang di Pulau Siau

dan Gunung Api Ruang di Pulau Tagulandang) yang hingga saat ini masih aktif

menyemburkan material perut bumi sebagai pupuk alami.

C. Beberapa Ragam Jenis Pangan Lokal

Terdapat beberapa jenis tanaman pangan lokal di wilayah Indonesia khususnya di

Sulawesi Utara dan manfaat dari jenis tanaman pangan tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

1. Ubi kayu/Ketela pohon

Gambar 4. Ketela Pohon/Ubi Kayu

Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima) adalah tanaman

perdu tahunan tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae, memiliki akar tunggang

dan sejumlah akar cabang yang membesar menjadi umbi akar. Singkong yang dimakan

bagian dalam umbinya yang berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong

sering dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung banyak

karbohidrat, namun miskin protein. Kandungan gizi singkong dapat dilihat pada tabel 1.

11
Tabel 1. Komposisi Kimia Singkong/Ubi kayu per 100 gram

Komponen Singkong Putih Singkong Kuning


Energi (Kal) 146 157
Protein (g) 1.20 0.80
Lemak (g) 0.30 0.30
Karbohidrat (g) 34.70 37.90
Ca (mg) 33.00 33.00
P (mg) 40.00 40.00
Fe (mg) 0.70 0.70
Vitamin A (SI) 0 385
Vitamin B1 (mg) 0.06 0.06
Vitamin C (mg) 30 30
Air (g) 62.50 60
Bagian yang dapat dimakan (g) 75 75
Sumber : Widyaastuti (2012)

Sementara daunnya sumber zat besi yang sangat berguna dalam pembentukan sel-

sel darah merah, maka daun singkong yang masih muda dimakan sebagai lalap atau

dibuat sayur daun singkong. Daun singkong mengandung Protein 6.8 gram, Kalsium 165

mg, Fosfor 54 mg, Besi 2.0 mg, Vitamin A 11000 IU, dan Vitamin C 275 mg.

2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Terdapat tiga jenis ubi jalar yang populer dibudidayakan di Indonesia yaitu ubi

jalar berwarna putih kecoklatan, merah dan ungu. Ketiga jenis ubi jalar tersebut memiliki

varietas unggul dengan produktivitas tinggi. Beberapa varietas ubi jalar yang populer

antara lain cilembu, ibaraki, lampeneng, georgia, borobudur, prambanan, mendut, dan

kalasan. Bagian yang dimanfaatkan dari ubi jalar adalah akarnya yang membentuk umbi.

12
Ubi jalar merupakan salah satu bahan makanan yang sangat sehat dan sangat baik.

Hal ini karena ubi jalar memiliki kandungan gizi karbohidrat kompleks yang tinggi,

sehingga membuat energi tidak sekaligus terlepas, melainkan secara bertahap. Ubi jalar

juga mengandung vitamin C tinggi berguna untuk merawat elastisitas kulit, serta vitamin

A dan beta carotene dari warna ungu, oranye dan merah ubi untuk melindungi paru dan

mencegah kanker paru dan kanker mulut. Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Ubi Jalar per 100 gram

Sumber Energi Protein Lemak Karbo Ca Fosfor Fe Vit A Vit C


(kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (SI) (mg)

Ubi Putih 123,0 1,80 0,70 27,90 30,0 33,0 49,0 60,0 22,0

Ubi Merah 123,0 1,80 0,70 27,90 30,0 30,0 49,0 7.700,0 22,0

Ubi Kuning 126,0 1,10 0,40 32,30 57,0 26,0 52,0 900,0 35,0

Sumber: Suprapti (2003)

Ubi jalar merupakan makanan yang memiliki rasa manis yang bebas lemak

(indeks glikemiknya rendah), sehingga cocok bagi penderita diabetes karena dapat

mengontrol kadar gula darah. Selain itu, juga mengandung vitamin B6 yang dapat

mencegah serangan jantung dan kalium yang berfungsi menstabilkan tekanan darah dan

dapat mengurangi stres. Serat tinggi dan kandungan zat besi, folat, tembaga, dan mangan

pun ada pada ubi jalar

13
Gambar 5. Beberapa Jenis Ubi Jalar

3. Talas (Colocasia esculenta L.)

Dibeberapa daerah di Indonesia dan di sejumlah daerah tropis, umbi talas ini

dijadikan sebagai makanan pokok. Karena umbi talas sebagai sumber karbohidrat

pengganti beras yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kandungan gizi talas

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Gizi Talas per 100 gram bagian

Sumber Kalori Protein Lemak Karbohidrat Ca Fosfor Fe Vit B1 Vit C


(kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

Talas 120,0 1,50 0,30 28,20 31,0 67,0 0.70 0,05 2,0

Sumber: Widyaastuti (2012)

Salah satu daerah yang makanan pokoknya umbi talas adalah kabupaten

Kepulauan Sitaro, Sangihe dan Talaud. Talas merupakan tumbuhan yang 90% bagiannya

dapat dimanfaatkan. Bagian tanaman talas yang dapat dimakan yaitu umbi, tunas muda

dan tangkai daun. Sedangkan pelepah dan daun talas dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pangan, obat, maupun pembungkus makanan. Dalam talas terdapat kandungan gizi

14
karbohidrat yang tinggi pada umbinya, mengandung rendah lemak, dan protein.

Kandungan protein pada daun talas lebih tinggi dari umbinya. Selain itu, dalam umbi

talas juga mengandung vitamin, diantaranya vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan

betakaroten (nutrisi setara vitamin A), serta terdapat kandungan serat yang cukup baik.

Gambar 6. Talas (Colocasia esculenta L.)

4. Sagu (metroxylon spp)

Pohon sagu adalah pohon yang hidup secara berumpun diareal rawa-rawa dengan

akar rimpang yang panjang dan bercabang-cabang. Menurut Bintoro, dkk (2010), sagu

dapat digolongkan dua golongan besar, yaitu pertama sagu yang berbunga atau berbuah

dua kali (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan kedua, sagu yang berbunga

atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai kandungan pati tinggi.

Potensi produksi sagu dapat mencapai 20-40 ton pati kering per Ha per tahun,

apabila dibudidayakan dengan baik. Tepung sagu yang didapat dari batang sagu

merupakan sumber karbohidrat yang tinggi sehingga dapat di konsumsi sebagai makanan

pokok. Selain itu pati sagu dapat dijadikan bahan baku industri, misalnya bahan baku

15
penyedap makanan (monosodium glutamate), asam laktat, gula cair (high fructo syrup)

dan bahan baku energy terbarukan (Anonym, 2013).

Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata

terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10 mg kalsium,

1,2 mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil.

Komposisi kimia sagu tergantung dari jenis sagu tersebut. Pada Tabel 4. dapat dilihat

komposisi kimia sagu yang ada di beberapa tempat di Indonesia

Tabel 4. Komposisi Kimia Sagu Asal Indonesia

Komponen Asal sagu

Sukabumi* Maluku* Papua**

Tumi Molat Ihur Hapholo Hapholo Yepha Yepha


Hungleu Longsay Hungleu hongsay

Air (%b/b) 14,01 16,90 17,03 15,37 - - - -

Abu(%bb) 0,18 0,27 0,22 0,26 - - - -

Lemak(%bb) 0,09 0,06 0,03 0,12 0,11 0,07 0,08 0,12

Protein(%bb) 0,37 0,30 0,48 0,25 0,06 0,12 0,19 0,25

Karbohidrat(%bb) 85,29 82,55 82,37 82,27 81,19 86,12 80,01 83,31

Serat kasar(%bb) 0,62 0,87 0,63 0,70 - - - -

Amilosa(%bb) 34,15 33,82 34,96 30,90 28,63 29,52 27,55 27,34


Amilopektin(%bb) 52,76 55,38 53,42 57,32 52,79 52,83 56,54 55,43

Sumber: Purwani dkk (2006) dan Tenda et al. (2005)

5. Umbi daluga

Tanaman daluga (Xanthosoma sp) termasuk dalam family Araceae, berdaun

sempurna, tangkai dari pelepah daun, kulit umbi berwarna coklat kelabu, bersisik dan

kasar. Daging umbi berwarna putih kekuningan dengan tekstur daging padat dengan rasa

16
umbi agak manis dan pulen. Tanaman ini dapat dipanen setelah berumur 10 bulan sampai

3 tahun, dengan berat umbi 2-5 kg/umbi. Tanaman daluga dapat hidup di daerah yang

cukup berair dan agak terlindung dari sinar matahari, dan dapat berkembang biak dengan

biji atau secara vegetative (Layuk, et al, 2010).

Dahulu, umbi daluga dijadikan makanan pokok di beberapa daerah di kabupaten

Sangihe dan Talaud, namun sejak masyarakat mengenal beras, umbi daluga telah menjadi

makanan selingan yang diolah menjadi kue ketang-ketang dan olahan kue lainnya.

Bahkan tanaman ini tidak lagi dibudidayakan namun hanya tumbuh secara liar dan tidak

dirawat. Umbi daluga dan hasil olahannya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Umbi daluga (Xanthosoma sp)

D. Produk Hasil Diversifikasi Olahan Pangan

Diversifikasi pangan adalah sebuah program yang mendorong masyarakat untuk

memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsinya sehingga tidak terfokus pada satu

17
jenis. Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memvariasikan konsumsi

masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada nasi. Indonesia memiliki beragam hasil

pertanian yang sebenarnya bisa difungsikan sebagai makanan pokok

seperti sukun, ubi, talas, sagu dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung

utama diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan pada pemerintahan Indonesia menjadi

salah satu cara untuk menuju swasembada beras dengan minimalisasi konsumsi beras

sehingga total konsumsi tidak melebihi produksi. Definisi diversifikasi pangan tertuang

dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Ariani, 2005).

Diversifikasi pangan juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat

sehingga nutrisi yang diterima oleh tubuh dapat bervariasi dan seimbang. diversifikasi

merupakan salah satu pilar ketahanan pangan yang dapat membantu terwujudnya

pola pangan harapan yang maksimal. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960-an

telah merintis upaya perbaikan kualitas makanan dan gizi keluarga melalui berbagai

program atau kegiatan perbaikan menu makanan rakyat. Upaya tersebut diawali

dengan pelaksanaan Applied Nutrition Program (ANP) yang merupakan cikal

bakal program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Kemudian sejak tahun

1990, di Departemen Pertanian untuk memperbaiki gizi dan peningkatan pendapatan

keluarga miskin terutama di pedesaan telah melaksanakan Program Diversifikasi

Pangan dan Gizi (Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, 2009).

Beberapa jenis komoditi pangan lokal yang dapat digunakan untuk diversifikasi

pangan adalah jagung, talas, ubi kayu, ubi jalar, sagu, kentang dan tanaman pangan

lainnya. Dari komoditi pangan lokal tersebut dapat dihasilkan produk pangan siap

konsumsi, antara lain beras jagung instan, donat talas, criping talas, mie basah ubi jalar,

18
dan berbagai aneka olahan lainnya yang diolah dari tepung jagung, tepung talas, tepung

umbi-umbian lainnya. Berbagai jenis produk pangan hasil diversifikasi pangan dari ubi

talas dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Berbagai jenis produk pangan hasil diversifikasi pangan dari ubi talas yaitu

kue kering, kripik, brownies dan mie.

E. Nilai Tambah dan Daya saing Daerah

Daya saing daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan barang

dengan standar mutu barang yang diakui dan diberlakukan secara bersama-sama atau

lebih dikenal dengan standar international, dengan harga bersaing dan memberikan

manfaat pengembalian yang baik bagi sumberdaya yang digunakan.

19
Daerah Kepulauan Talaud, Sangihe dan SITARO sebagai bagian terluar dari

Negara Indonesia akan terdampak langsung oleh pemberlakukan pasar tunggal akibat

berlakunya MEA sehingga akan mempengaruhi pola hidup utamanya pola makan sesuai

dengan ketersediaan pangan yang ada di pasaraan, dan hal ini akan menggeser budaya

konsumi pangan local jika tidak diantisipasi dengan ketersediaan teknologi pengolahan

pangan untuk diversifikasi produk. Produk pangan olahan dari Negara tetangga dan

akan menggilas produk pangan lokal didaerah ini jika tidak didukung dengan kebijakan

dan regulasi serta teknologi pengolahan pangan dalam bentuk diversifikasi produk yang

bernilai gizi serta memenuhi standar keamanan pangan yang berlaku. Untuk hal ini kita

tidak bisa mengatakan tidak siap.

Mengapa harus berubah, harus ada diversifikasi pangan lokal? Karena adanya

tekanan dunia global ( meningkatnya persyaratam mutu di pasar global akibatnya makin

susah untuk akses ke pasar dan meningkatnya biaya untuk melakukan bisnis) , regional

(kompetisi semakin ketat, akibatnya kita berkewajiban untuk meningkatkan infrastruktur

mutu) dan domestic (perubahan teknologi, mengakibatkan permintaan produk baru yang

memenuhi standar layanan konsumen semakin tinggi). Hal hal inilah antara lain yang

akan menjadi tantangan baru dalam kita melindungi produk pangan local, namun jika kita

mampu mamanfaatkan peluang-peluang bisnis yang tercipta maka diversifikasi pangan

local akan menjadi lokomotif penggerak ekonomi daerah untuk tumbuh lebit baik

sehingga masyarakat akan makin sejahtera.

20
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 3 ( tiga) dari Kabupaten yaitu kabupaten Kepulauan

Sitaro, kabupaten Kepulauan Sangihe, dan kabupaten Kepulauan Talaud dengan

pertimbangan kabupaten-kabupaten tersebut merupakan Daerah Kepulauan yang berada

wilayah perbatasan pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI.

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Oktober sampai dengan

Desember 2015.

B. Metode Penelitian

Tahap-tahap penelitian sebagai berikut:

Tahap pertama, Identifikasi sumber pangan lokal daerah.

Tahap kedua, analisis kandungan gizi pangan pokok daerah dan potensi

pengembangan pengolahan

C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

1. Sumber data

Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh langsung dari responden terpilih di lapang dan analisis di

laboratorium produk pangan lokal. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil

penelusuran sumber yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

21
2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer (sumber pangan lokal) dengan metode Rapid Assesment

dilakukan melalui wawancara langsung terhadap masyarakat setempat. Sedangkan

kandungan gizi pangan pokok lokal yang diperoleh dianalisis di laboratorium yang

terakreditasi .

E. Prosedur analisis

1. Kadar air

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu

105C selama 3 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Pengeringan ini diulangi sampai sampel mencapai berat konstan.

Berat awal Berat akhir


% Kadar Air = x 100%
Berat awal

2. Kadar abu

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan di atas bunsen, setelah itu

dipanaskan (sampai tidak ada asap yang keluar). Porselin dan bahan yang telah

menjadi abu dimasukkan ke dalam tanur selama 3 jam dengan suhu 600C sampai abu

menjadi putih, kemudian ditimbang.

3. Kadar Protein

Sampel ditimbang 2 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl. Tambahkan 10 g

campuran selen dan 30 ml H2SO4 pekat. Kemudian didestruksikan dalam ruang asam

hingga larutan menjadi hijau jernih.

22
Setelah didinginkan, diencerkan dengan air suling 250 ml dan dipindahkan ke

dalam labu didih 500 ml serta ditambahkan beberapa butir batu didih. Tambahkan 120

ml NaOH 30 % dan hubungkan dengan alat penyuling. Sulingkan hingga 200 ml dari

cairan tersulingkan. Hasil sulingan atau destilat ditampung dengan Larutan H2SO4

0,25 N berlebihan. Titar kelebihan H2SO4 dengan NaOH 0,5 N (a ml) dengan

menggunakan indikator sebagai penunjuk. Blanko dikerjakan seperti di atas (b ml).

(b a) x N x 0,014 x 5,95
% Protein = x 100%
Berat Sampel

Keterangan :

a = ml titar untuk contoh

b = ml titar untuk blanko

N = normalitas NaOH

4. Kadar lemak

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan dalam timble.

Selanjutnya dimasukkan dalam alat soxhlet dan ekstrak dengan pelarut heksan

selama 6 jam. Sebagai penampung adalah labu lemak yang bobotnya diketahui.

Kemudian timble diambil, pelarut heksan disuling sampai habis dan lemak dalam

labu dipanaskan dalam oven pengering pada suhu 103-1050C kira-kira 1 jam.

Dinginkan dalam desikator dan timbang hingga berat konstan.

Berat akhir
% Kadar lemak = x 100%
Berat awal

23
5. Kadar karbohidrat (by difference)

% Karbohidrat = 100% - A

A = Protein + Lemak + Kadar Air + Kadar Abu

24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Survey dan Pengumpulan Data

Sesuai Kerangka Acuan Kerja ( KAK) yang telah disususn, maka survey maka

survey akan dilakukan di lokasi terpilih yaitu 3 ( tiga) Kabupaten terluar Provinsi

Sulawesi Utara yaitu Kabupaten Taluad, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten

Kepulauan Siau Tagulandang dan Biaro ( SITARO). Namun demikian karena satu dan

lain hal, maka data hanya dapat diperoleh dari Kabupaten Kepulauan SITARO serta

contoh pangan lokal untuk dianalisis komposisi kimianya diperoleh dari pasar tradisional

di Sitaro dan Manado. Sebagai pembanding tim juga melakukan survey potensi pangan

lokal di 2 ( dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Bolaang

Mongondow Timur.

B. Identifikasi Sumber Pangan Lokal

Masalah pangan bukan merupakan masalah sekarang saja tetapi sudah merupakan

masalah di masa lampau dan juga akan menjadi masalah di masa akan datang. Pengertian

umum swasembada untuk suatu produk di suatu negara akan tercapai apabila secara netto

jumlah produk dalam negeri minimal mencapai 90% dari jumlah konsumsi domestiknya,

baik untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, industri, maupun neraca perdagangan

nasional (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010:3).

Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), bahwa dari seluruh beras yang

beredar di pasar dunia, 80%-nya diserap oleh Indonesia (Louhenapessy, 2010:114). Dari

data tersebut jelas bahwa ketahanan pangan Indoensia terus bermasalah apabila terus

25
akan bertumpu pada swasembada beras, oleh karena itu konsep diversifikasi pangan

harus terus dikembangkan dan diimplementasikan.

Identifikasi sumber pangan lokal untuk penganekaragaman pangan di kabupaten

kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe, dan Kepukauaan Talaud, provinsi Sulawesi Utara.

Berdasarkan UU No. 18 tahun 2012, Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh

masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Sedangkan pangan pokok

adalah pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan

potensi sumber daya dan kearifan lokal.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis tanaman sebagai

sumber pangan lokal di wilayah pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI provinsi

Sulawesi Utara sebagai berikut:

1. Kabupaten Kepulauan Sitaro

Komoditi pertanian yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi masyarakat adalah tanaman pala, kelapa dan cengkih. Penghasil

buah pala terbanyak adalah pulau Siau, yang memiliki kualitas yang baik dan aroma yang

spesifik. Luas Lahan tanaman perkebunan dan produktivitasnya (Tabel 5).

Tabel 5. Statistik Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Kepulauan Sitaro, 2012-


2014

Uraian 2012 2013 2014


Luas Areal (ha) 4.445,13 4.445,13 5.808,30
Kelapa
Produksi (ton) 3.324,13 3.324,24 3.248,93
Luas Areal (ha) 529,08 561,18 741,39
Cengkeh
Produksi (ton) 315,63 316,17 373,19
Luas Areal (ha) 4.180,80 4.411,79 5.370,74
Pala
Produksi (ton) 3.330,44 3.426,55 5.445,81
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro

26
Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terdapat makanan lokal hasil

pertanian di daerah tersebut yang menjadi makanan pokok sebagai sumber pangan lokal.

Produktivitas tanaman pangan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro tahun 2015

dapat dilihat pada Gambar 9.

7
7
6
6

2 1.2
0.7
1

0
Padi ladang Jagung Kacang tanah Ubi kayu

Gambar 9. Histogram Produktivitas Tanaman Pangan Kabupaten Kepulauan Siau


Tagulandang Biaro
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro

Tanaman pangan tetap diusahakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan

di daerah ini. Dari beberapa jenis tanaman pangan yang ada di Kabupaten Kepulauan

Sitaro, ubi kayu merupakan tanaman pangan dengan tingkat produktivitas tertinggi yaitu

7 ton per hektar. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilai produktivitas ini

penurunan yang sangat curam, dimana produktivitas tahun sebelumnya mencapai 30 ton

per hektar. Disisi lain, tanaman pangan yang tingkat produktivitasnya paling kecil adalah

kacang tanah, yaitu 0,7 ton per hektar. Meski demikian, produktivitas ini melambung

27
hampir enam kali lipat dari tahun sebelumnya. Disamping itu juga terdapat buah salak

yang merupakan komoditas andalan dari pulau Tagulandang.

2. Kabupaten Kepulauan Sangihe

Sama seperti Kabupaten Sitaro, Kabupaten Sangihe juga memiliki komoditas

pertanian unggulan yaitu kelapa, cengkeh, pala, kakao, vanili, kopi, kacang tanah, dan

jambu mete, akan tetapi sebagai sumber pangan lokal untuk makanan pokok masyarakat

kabupaten Sangihe memiliki hasil tanaman seperti, sagu, sagu baruk, daluga, talas, ubi

kayu, ubi jalar dan pisang. Berdasarkan hasil wawancara, pola konsumsi bahan pokok

telah bergeser dari umbi-umbian dan sagu pada beras, Padahal produksi padi di daerah ini

lebih rendah dari produksi umbi-umbian. Rincian Data di Bidang Pertanian Penggunaan

Lahan : 97,542,1 Ha (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil Produksi Komoditi Pertanian Kabupaten Sangihe Tahun 2014

No. Komoditi Produksi (Ton)


1 Kelapa 15.964,47
2 Padi Sawah 66
3 Padi Ladang 29
4 Cengkih 2.745,50
No. Komoditi Produksi (Ton)
5 Jagung 1.158
6 Pala 1.556,20
7 Kacang Tanah 288
8 Ubi Kayu 8.240
9 Ubi Jalar 3.003
10 Sagu 14.295
11 Buah-buahan 19.244
12 Sayur-sayuran 4.371
(sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Sangihe).

28
Sagu Baruk asal Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara memiliki keunggulan, yaitu

potensi produksi pati basah 70-90 kg/batang atau 30-45 kg pati kering/batang. Sagu

baruk merupakan salah satu sumber karbohidrat berpotensi diolah menjadi berbagai

produk pangan

3. Kabupaten Kepulauan Talaud

Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki jenis tanaman sebagai sumber pangan lokal

seperti, sagu, daluga, talas, pisang, dan ubi jalar.

Tabel 7. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian di Kabupaten Talaud

Komoditi Produksi 2011 (Ton) Produksi 2012 (Ton)


Jagung 4.250 1.978
Ubi kayu 12.379 6.964
Ubi jalar 14.408 6.675

Ketiga Kabupaten Kepulauan di atas memiliki komoditi pertanian lokal yang

berpotensi sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat di masing-masing daerah

tersebut, antara lain yaitu umbi-umbian dan sagu yang merupakan sumber karbohidrat

yang tinggi sebagai sumber energy.

Sebagai pembanding tim juga melakukan survey potensi pangan lokal di 2 ( dua)

Kabupaten yaitu Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Bolaang Mongondow

Timur.

5. Kabupaten Minahasan Tenggara

Kabupaten Minahasa Tenggara memiliki komoditi unggulan daerah dibidang

pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. komoditi pangan local dibidang

pertanian antara lain jagung, kedele, nenas, pisang, ubi jalar dan ubi kayu serta tanaman

29
horti lainnya. hasil produksi tanaman pangan local di kabupaten Minahasa Tenggara

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi Komoditi Pangan Lokal Daerah Kabupaten Minahasa tenggara

Jenis Komoditi Hasil produksi (ton)


2013 2012 2011
Jagung 37.130 34.462
37.153
Kedele 82 74 114
Nenas 3
Pisang 759
Ubi jalar 2.333 1.175 1.385
Ubi kayu 3.531 4.397 4.621
Sumber : Mitra Dalam Angka (2014).

Dari tabel ini dapat dilihat jagung memiliki hasil produksi yang terbanyak dan terus

meningkat dari tahun ke tahun, diikuti hasil produksi ubi kayu, namun mengalami

penurunan produksi pada tahun 2013. Kemudian produksi ubi jalar juga mengalami

kenaikan dari tahun 2011, berbanding terbalik dengan produksi kedele yang terus

menurun. Nanas dan pisang, walaupun dalam jumlah kecil mengalami kenaikan.

6. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Kabupaten Bolaang Mongondow Timur memiliki sektor tanaman pangan mencakup

padi dan palawija serta hortikultura.Padi dan palawija meliputi tanaman padi (padi sawah

dan padi ladang), jagung,ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang kedelai. Produksi

padi di kabupatenBolaang Mongondow Timur selama periode 2012- 2013 mengalami

kenaikan.Pada tahun 2012 produksi sebanyak 20.332 ton naik menjadi 20.964 ton

padatahun 2013. Kenaikan ini di indikasikan karena bertambahnya luas panen yang ada.

30
Kenaikan produksi ini juga terjadi pada tanaman jagung .produksi jagungmengalami

kenaikan dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012sebanyak 11.179 ton naik

menjadi 11.704 ton pada tahun 2013. Tanaman lainyang mengalami penurunan produksi

tahun 2013 adalah kacang hijau, ubi kayu,dan ubi jalar.

Sektor hortikultura mencakup tanaman sayur- sayurandan buah-buahan, untuk

kabupaten Bolaang Mongondow Timur sentra hortikultura terletak di kecamatan

Modayag dengan komoditi dengan produksi terbesar di tahun 2013 adalah kentang

mencapai 36.193,6 ton, bawang daun 11064 ton, kubis 882,7 ton,petsai 6.325 ton dan

tomat 841,15 ton. Sektor perkebunan di kabupaten Bolaang Mongondow

Timurdidominasi oleh kelapa, cengkih, kakao. Berikut ini dalam tabel 9, menggambarkan

tentang produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Tabel 9. Produksi Tanaman Perkebunan Tiap Kecamatan di KabupatenBolaang


Mongondow Timur Tahun 2013
Kecamatan Kelapa Cengkih Kopi Kakao

1. Nuangan 3.871,28 134,40 5,31 135,052

2. Tutuyan 2.148,80 247,11 1,96 74,21

3. Kotabunan 2.048,19 108,67 2,63 64,50

4. Modayag 306,25 371,47 431,81 95,085

5. Modayag Barat 618,74 18,37 142,67 103, 32

Jumlah 8.993,24 880,02 584,6 470,78

Sumber : Bolaang Mongondow Timur Dalam Angka 2014.

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa kelapa merupakan komoditi perkebunan dengan

hasil terbanyak dengan produksi 8.993,24 ton, dimana kecamatan- kecamatan yang

berada di pesisir seperti Kecamatan Nuangan, Kotabunan dan Tutuyan mendominasi

31
produksi kelapa. Komoditi terbanyak selanjutnya adalah cengkih. produksi cengkih

merata di tiap- tiap kecamatan dikabupaten Bolaang Mongondow Timur kecamatan

dengan produksi terbanyak adalah Kecamatan modayag dengan 371,47 ton. Produksi

kopi di kabupaten Bolaang Mongondow Timur 584,6 Ton dan terpusat di Kecamatan

Modayag dan Modayag Barat dengan produksi berturut- turut 431,81dan 142,67 hal ini di

karenakan jenis kopi yang ditanam di Kabupaten BolaangMongondow Timur berjenis

Arabika yang hanya cocok di tanam di daerah dengan ketinggian tertentu sebagai syarat

tumbuh kembang tanaman kopi. Sedangkan tanaman Kakao dengan produksi 470,78 ton

tumbuh merata di seluruh kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

C. Kandungan Gizi Pangan Pokok Lokal

Hasil analisis pangan lokal yang menjadi pangan pokok sebagai sumber energy

tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Kandungan Gizi Sagu dan Umbi Daluga Segar

No Komponen Basah (%)


Sagu Baruk Daluga
1 Kadar air 41.73 67.08
2 Kadar abu 0.12 1.06
3 Protein 0.11 0.90
4 Lemak 0,35 0,33
5 Karbohidrat 57.65 29.75

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa sagu baruk basah memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi yaitu 57,65% dengan kadar air 41,73% dan rendahnya kandungan

protein dan lemak berturut-turut 0,11% dan 0,35% serta kadar abu 0,12%. Sedangkan

untuk daluga, kandungan karbohidratnya lebih rendah dari sagu baruk yaitu 29,75%,

32
dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu 67,08%. Namun kadar protein daluga cukup

tinggi dari sagu baruk yaitu 0,90% serta lemak 0,33% dan kadar abu 1,06%.

Tabel 11. Kandungan Gizi Tepung Sagu dan Tepung Umbi Daluga

No Komponen Tepung (%)


Sagu Baruk Daluga
1 Kadar air 14.39 11,60
2 Kadar abu 0.07 2,50
3 Protein 0.11 1,18
4 Lemak 0,04 0,87
5 Karbohidrat 85,37 83,85

Dari Tabel 11 dapat dilihat kandungan gizi dari tepung sagu baruk dan tepung

daluga, dimana kandungan karbohidrat tepung sagu baruk dan tepung daluga yang tinggi

yaitu berturut-turut 85,37% dan 83,85%, dengan kadar airnya berturut-turut 14,39% dan

11,60%. Tepung sagu baruk juga mengandung protein 0,11%, lemak 0,04% dan kadar

abu 0,07%. Demikian dengan tepung daluga memiliki kandungan protein 1,18%, lemak

0,87% dan kadar abu 2,50%. Hasil analisis laboratorium ini menunjukkan bahwa pangan

lokal berupa sagu dan daluga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga

dapat dijadikan sebagai sumber energi pangan pokok.

D. Potensi Pengembangan Pangan Lokal

Menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas, industri kecil berbasis

pertanian perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan nilai tambah sumber pangan

lokal dan menjadikan desa sebagai pusat perekonomian masyarakat pedesaan. Pada

umumnya, berbagai produk makanan seperti roti, biskuit, dan mie menggunakan tepung

terigu sebagai bahan bakunya. Untuk keperluan tersebut, Indonesia harus mengimpor

33
terigu dengan nilai yang terus meningkat. Ketergantungan terhadap terigu menyebabkan

tingginya devisa yang disediakan dan hal ini sangat membebani keuangan pemerintah.

Sebaliknya, Indonesia memiliki sumber daya hayati yang potensial untuk

dikembangkan menjadi bahan pangan dan sumber energi. Beraneka umbi-umbian lokal

seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, daluga, dan sagu merupakan sumber bahan pati dan

tepung yang dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dan subsitusi tepung

terigu.

E. Sistem Pengembangan Agroindustri

1 Platform Pengembangan Sistem Agroindustri

Permasalahan pada produk pertanian adalah bagaimana meningkatkan produksi

dalam lahan yang terbatas, upaya pengendalian faktor-faktor pengganggu produksi dan

dalam peningkatan nilai tambah dari produk menjadi produk siap dikonsumsi (jadi) atau

untuk proses pengolahan yang lebih lanjut (bahan untuk diolah kembali) Ada banyak

peluang pengembangan sektor ini, antara lain pembuatan sirop pala, buah kemasan atau

kaleng, makanan kue atau jajanan (pala manis, kue kelapa, dll.), sirup, anggur buah dan

lain-lain. Untuk pengembangan hortikultra ini perlu juga memperhatikan beberapa jenis

komoditi unggulan andalan di kabupaten kepulauan Talaud, Sangihe, dan Sitaro, seperti

sagu, sagu baruk, daluga, pala, cengkih, salak dll. Dari komoditi unggulan ini maka dapat

dibuatlah platform pengembangan agroindustri yang diharapkan akan menghasilkan

rekomendasi tentang usaha untuk memantapkan potensi lokal demi kemakmuran

masyarakat.

34
2. Keseimbangan dalam Pengembangan Pangan, Energi dan Pariwisata

Potensi secara sekilas dapat terlihat juga di daerah lokasi lahan yang sudah

ditetapkan sebagai kawasan agropolitan di daerah Kepulauan yang berada wilayah

perbatasan pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI. Dengan adanya beberapa jenis

tanaman yang cukup banyak. Berdasarkan hasil identifikasi tanaman lokal daerah

tersebut, maka potensi tanaman unggulan lokal seperti pala, cengkih, sagu, daluga, dan

buah salak, layak untuk dikaji sehingga menghasilkan rekomendasi yang menyeluruh

dalam pengembangan sistem agroindustri di daerah Kepulauan yang berada wilayah

perbatasan pulau-pulau terluar paling utara dari NKRI.

Untuk itu pabrik skala kecil untuk industri hilir, misalnya tepung sagu baruk,

tepung dalugu, sirup pala, atau selai salak akan menjadi perhatian, termasuk juga untuk

menghasilkan panganan khas Sangihe. Dengan adanya pabrik skala kecil ini, maka

sistem agroindustri ini akan dapat menjadi contoh pengembangan teknologi klaster

terpadu yang diharapkan dapat menjadi andalan kabupaten kepulauan Talaud, Sangihe,

dan Sitaro di Tingkat Nasional. Diharapkan juga dapat dimanfaatkan untuk kawasan

wisata kuliner.

3. Perhatian pada Lingkungan

Tidak dapat dipungkiri, untuk memaksimalkan produksi, terlebih lagi untuk

meningkatkan pendapatan seringkali aspek lingkungan tidak diperhatikan. Oleh karena

itu dalam pengembangan sistem ini, maka pengembangan tanaman atau buah yang segar

dengan memperhatikan limbahnya.

Apabila akan dikembangkan pabrik pengolahan atau pengolahan pasca panen

diupayakan yang ramah lingkungan (minimized waste industry) dari industri hilir

35
komoditas lokal dan akan juga dikaji untuk menghasilkan rekomendasi jenis teknologi

yang sesuai untuk industri hilir produk unggulan dan potensial yang ada.

4. Perhatian pada Keberlanjutan, Kelembagaan dan Bisnis

Pengembangan suatu usaha agroindustri perlu memperhatikan keberlanjutan. Selain

faktor lingkungan, maka untuk keberlanjutan perlu diperhatikan faktor daya dukung

usaha untuk keberlanjutan. Oleh karena itu orientasi pada profit dengan memperhatikan

potensi lokal (SDM dan SDA) yang ada akan direkomendasikan dengan

merekomendasikan system kelembagaan dalam upaya keberlanjutan agroindustri

tanaman lokal di masa mendatang.

Potensi daerah untuk pengembangan produk tanaman lokal dari aspek sumberdaya

baik alam, manusia, finansial dan infrastruktur sebenarnya bukanlah masalah, sehingga

memudahkan upaya pengembangan yang nanti diharapkan akan dapat dirancang sesuai

potensi dan prospek komoditi ini baik skala lokal, nasional maupun internasional.

Pendekatan sistem agribisnis akan dimanfaatkan sebagai instrument pengembangan

kelembagaan dan kemitraan di Kepulauan Talaud, Sangihe, dan Sitaro. Hubungan

komponen agribisnis sebagaimana dijelaskan pada Gambar 10.

Gambar 10. Sistem agribisnis

36
Komponen agriservis sebagai penyedia layanan jasa terdiri dari layanan saprodi,

bimbingan/penyuluhan, konsultan, lembaga penelitian dan pengabdian pada masyarakat,

perbankan dan perencana pengembangan komoditi lokal di tingkat

kabupaten/kota/propinsi dan kementerian. Perbankan sebagai penyedia jasa finansial

untuk melayani komponen agriservis, agriproduksi, agroindustri, agriniaga dan

agrikonsumen .

Komponen agriproduksi terdiri dari para produsen yang tergabung dalam

Kelompok Tani atau Gapoktan yang memanfaatkan atau mengalokasikan berbagai

sumberdaya dengan karakternya masing-masing untuk menghasilkan komoditi lokal.

Alokasi sumberdaya diusahakan efektif untuk mencapai produktivitas optimal dan siap

untuk langsung dipasarkan ataupun ditingkatkan nilai tambah melalui proses

industrialisasi. Proses produksi komoditi lokal harus disertai dengan petunjuk praktek

pertanian yang baik (Good Agricultural Practise/GPA) dan Standar Operation

Procedure (SOP) yang tersedia dalam bentuk dokumen yang dapat dengan mudah

diakses. Alih teknologi dari sumber pengembangan dan informasi teknologi diberdayakan

melalui hubungan kerja. Model pengembangan kelembagaan dapat dilihat pada Gambar

11.

37
PERANGKAT PERANGKAT
PERANGKAT ORGANISASI
PERANGKAT KERAS MANUSIA INFORMASI
ORGAWARE
TECHNOWARE HUMANWARE INFORWARE

TREND EKONOMI GLOBAL

KAMPUS INFRA STRUKTUR PELAKU


LITBANG TEKNOLOGI AGRIBISNIS

PEMERINTAH

Gambar 11. Model Pengembangan Kelembagaan


Pendekatan sistem usahatani konvensional yang hanya berfokus pada peningkatan

produksi perlu untuk dipertimbangkan menjadi sistem pertanian yang berorientasi pada

pasar. Pendekatan ini tentunya berbasis pada sistem dan agribisnis, sehingga diharapkan

akan meningkatkan nilai tambah produk, supply-demand yang stabil serta berorientasi

keuntungan. Untuk mencapai keadaan tersebut peranan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang

disertai sistem manajemen yang baik merupakan kunci utama.

Peranan IPTEK di tingkat petani selama ini masih relatif terbatas, yang

disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya masih rendahnya tingkat pendidikan petani,

akses informasi tentang IPTEK yang terbatas, sempitnya kepemilikan lahan dan akses

pasar. Salah satu alternatif untuk mengubah sistem pertanian konvensional ke sistem

pertanian agribisnis adalah dengan membangun sentra-sentra pengembangan kawasan

pertanian terpadu dan atau sistem klaster. Dalam pengembangan sistem klaster. Klaster

industri adalah:

38
Kumpulan/kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk

umum, ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau

penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer (Anonimous, 2010);

Kelompok industri dengan focal/core industry yang saling berhubungan secara

intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun

related industry (Sumilat, 2009);

Konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang saling berkompetisi,

komplementer, atau saling terkait, yang melakukan bisnis satu dengan lainnya

dan/atau memiliki kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi dan

infrastruktur (Tutuka et al, 2009).

Jadi, klaster industri pada dasarnya merupakan jaringan dari sehimpunan industri

yang saling terkait (industri inti / core industries yang menjadi fokus perhatian,

industri pendukungnya / supporting industries, dan industri terkait / related industries),

F. Model-Model Pendekatan Pengembangan Agroindustri

Model pendekatan perlu dilakukan dalam pengembangan agroindustri daerah

(Kabupaten Kepulauan Talaud, Sangihe, dan Sitaro). Pendekatan perlu dilakukan

berdasarkan pada keadaan kini, potensi pengembangan, peluang di tingkat daerah dan

peluang di tingkat Nasional untuk kemudian dilakukan studi kebijakan dan perencanaan.

Studi kebijakan di tingkat daerah dan tingkat Nasional, dengan memperhatikan

prospeknya di tingkat internasional. Studi perencanaan ini pada dasarnya merupakan

suatu proses yang ditempuh guna meneliti dan mengkaji berbagai aspek yang terkait

dengan suatu rencana pengembangan kawasan apakah dapat dilaksanakan secara berhasil

39
atau tidak. Tingkat keberhasilan harus bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi pihak

pemerintah, swasta maupun bagi masyarakat.

Pendekatan yang ditempuh perlu mempertimbangkan berbagai aspek secara

sistemik, sehingga dapat memberikan informasi yang komprehensif bagi semua pihak

yang terkait. Pendekatan ini dapat ditempuh dengan mengelompokkan ke dalam

karakteristik kebutuhan penanganan kegiatan, yaitu:

a) Pendekatan Teoritis dan Legalitas

b) Pendekatan Partisipatif

c) Pendekatan Benchmarking

d) Pendekatan Sistem

e) Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

f) Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu.

Pendekatan yang digunakan untuk masing-masing karakteristik pekerjaan tersebut akan

dijelaskan pada bagian sub-bab berikut ini.

a. Pendekatan Teoritis dan Legalitas

Pendekatan teoritis dilakukan dengan cara melaksanakan studi literatur (desk

study) terhadap faktor-faktor yang sangat kuat relevansinya dengan studi kelayakan ini,

yang dalam hal ini berupa : (i) kajian terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan

pengembangan kawasan pertanian terpadu, studi-studi terkait, maupun dengan studi-studi

sektoral yang pernah dilaksanakan, (ii) review atau kajian terhadap pengembangan sektor

industri dan tata ruang kawasan pertanian terpadu.

Pendekatan legalitas ini pada dasarnya adalah mengakomodasikan semua legalitas

yang sudah pernah dibuat dan berlaku untuk menjadi pedoman pada pengembangan

selanjutnya. Pedoman merupakan legalitas yang tingkatan kekuatan hukumnya lebih


40
tinggi. Apabila ada perbedaan di antara legalitas yang ada, akan dipakai ketentuan yang

ada pada ketetapan legalitas yang lebih tinggi. Sedangkan apabila legalitas lebih rinci

berbeda dengan apa yang akan dikembangkan, dapat diabaikan dan dapat dibuat

ketentuan transisi untuk mengakomodasikan adanya perbedaan tersebut agar tidak

menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu yang menjadi obyek bagi legalitas yang

lebih rinci tersebut pada waktu sebelumnya.

Karena yang dipakai dasar dalam pendekatan ini adalah aspek legalitas, maka

urutan tingkat kekuatan hukum yang digunakan juga mengikuti ketentuan legal yang ada.

Dalam kaitannya dengan penyusunan pedoman, pendekatan ini digunakan agar apa yang

akan dilakukan/direncanakan tidak melanggar ketentuan yang lebih tinggi yang sudah

ada, dan dapat mengakomodasikan ketentuan transisi jika diperlukan karena kebijakan

detail sebelumnya. Oleh karena itu, kebijakan mulai dari Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah (PP), Pengganti Undang-Undang, PP, Peraturan Presiden, Keputusan

Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan

Gubernur/Bupati, maupun Keputusan Gubernur/Bupati yang terkait pengembangan

kawasan industri akan diperhatikan dan diakomodasikan dalam kegiatan pengembangan

berikutnya.

b. Pendekatan Partisipatif

Pendekatan partisipatif (participatory) digunakan untuk memperoleh urutan

prioritas pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai stakeholders untuk

melengkapi data potensi kawasan yang sudah dihasilkan. Selain melalui penyebaran

kuesioner dan wawancara, pendekatan partisipatif ini juga dilakukan dengan melalui

pembahasan-pembahasan / seminar-seminar untuk mengkaji lebih lanjut hasil analisis

yang telah dibuat. Pertimbangan menggunakan participatory approach adalah, bahwa


41
saat ini pemaksaan kehendak dan perencanaan dari atas sudah tidak relevan lagi. Di era

reformasi ini perlu melibatkan berbagai pihak dalam setiap kegiatan pembangunan.

Manfaat penggunaan pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai

kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk

semua pihak. Keuntungan lainnya yang akan diperoleh adalah jaminan kelancaran

implementasi hasil kajian ini di kemudian hari. Gambar 12 menunjukkan model

pendekatan partisipatif

Masyarakat Swasta

Pemerintah

Gambar 12. Model Pendekatan partisipatif

Sepenuhnya disadari bahwa penggunaan participatory approach akan

menimbulkan berbagai persoalan dalam prosesnya, terutama masalah keterbatasan waktu.

Masalah ini akan dicoba diminimalkan melalui persiapan materi dan pelaksanaan diskusi

/wawancara yang matang.

Diantara persoalan-persoalan yang akan muncul dalam participatory approach adalah

pemilihan stakeholders yang akan dilibatkan. Ada dua pilihan solusi untuk masalah ini:

Pertama, menyebarkan undangan secara terbuka melalui media masa dan yang

lainnya, dan membebaskan setiap yang berminat untuk berurun rembug. Persoalannya

kemudian adalah mengontrol jalannya pembahasan. Kesulitan tersebut terutama

42
disebabkan oleh kemungkinan terlalu banyaknya pihak yang datang, tetapi belum

tentu kepentingan secara langsung. Dengan sendirinya akan sulit memperoleh suatu

kesepakatan.

Kedua, melalui undangan terbatas. Kesulitan solusi kedua ini adalah dalam penentuan

daftar undangan. Ada kemungkinan terjadi kesalahan mengundang. Pihak-pihak yang

diundang belum tentu mewakili stakeholders secara keseluruhan. Dengan berbagi

masalah dan kendala tersebut, solusi pelaksanaan participatory approach yang mana

yang akan dipilih, akan tetapi dalam proses pelaksanaan studi optimalisasi, antara tim

teknis dangan konsultan.

c. Pendekatan Benchmarking

Pada pendekatan ini, perencanaan pengembangan kawasan dibuat berdasarkan

hasil pengamatan dan pembelajaran atas apa yang sudah dilakukan oleh pihak lain / di

lokasi lainnya untuk diterapkan di lokasi kajian dengan perbaikan/penyempurnaan

berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pihak lain yang sudah lebih

dulu melakukan hal yang serupa. Pendekatan Benchmarking ini banyak dilakukan oleh

para peneliti dan perancang teknologi di Jepang dalam membuat produk teknologinya.

Bahkan seringkali benchmarking ini dilakukan dengan melakukan delivery time atas

produk hasil benchmarking tersebut lebih cepat daripada produk basis benchmarking.

Pada pendekatan ini perlu dilakukan pengamatan atau investigasi atas apa yang

sudah dilakukan oleh pihak lain untuk hal yang serupa. Dalam hal ini, apa yang sudah

dilakukan pihak lain dalam pengembangan perumahan di kawasan perkebunan dan

kawasan pertambangan di dalam maupun di luar negeri perlu dilakukan sebagai basis

dalam melakukan benchmarking termasuk di luar negeri. Secara diagramatis, pendekatan

benchmarking (Gambar 13).


43
Pengamatan/ Perbaikan/ Produk baru
Proses/hasil/
Investigasi/ Penyempurnaan/ yang lebih
/Produk/Teknologi/
Spionase Perubahan disempurnakan
sebagai basis
atas basis lebih baik dr sbg hasil
Benchmarking
Benchmarking basis Benchmark Benchmarking

Gambar 13. Diagram Konseptual Pendekatan Benchmarking

d. Pendekatan Sistem

Pada dasarnya semua makhluk ciptaan Tuhan dibuat dalam kerangka sistem.

Begitu juga dengan apa yang sudah dibangun oleh manusia, juga langsung berinteraksi

sebagai salah satu subsistem dalam alam yang luas dan dapat saling mempengaruhi

terhadap alam yang telah diciptakan oleh Tuhan. Oleh karena itu, segala macam yang

dibuat manusia, harus diusahakan untuk tidak memberikan efek yang negatif terhadap

alam yang telah diciptakan oleh Tuhan termasuk manusia di dalamnya. Apabila efek

negatif ini terjadi, maka manusia yang merupakan salah satu subsistem di dalamnya juga

akan terkena imbasnya.

Pada dasarnya pendekatan ini mendasarkan pemahaman bahwa setiap apa yang

ada di alam semesta adalah merupakan sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem /

komponen/elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan sistem, yaitu menuju

keseimbangan sistem (steady state). Apabila sistem mengalami gangguan, maka sistem

akan berinteraksi antar subsistemnya untuk menuju pada keseimbangan baru.

Keseimbangan baru ini dapat merupakan kondisi yang berbeda dengan kondisi semula

atau dapat menuju kondisi sementara dan kemudian kembali pada kondisi semula.

44
Jumlah sistem yang ada di alam semesta tidak terbatas, karena sistem yang satu

dapat menjadi subsistem lainnya yang lebih besar. Demikian seterusnya sampai jumlah

tak hingga. Demikian juga suatu sistem besar memiliki subsistem yang lebih kecil, dan

seterusnya subsistem yang lebih kecil tersebut juga memiliki subsistem lagi yang lebih

kecil. Demikian seterusnya sampai jumlah tak hingga.

Pendekatan ini digunakan dalam pengembangan kawasan, agar pedoman yang

dihasilkan dapat menjadikan sistem yang sudah terbentuk sebelumnya menuju

keseimbangan baru yang memberikan efek positif bagi manusia dari berbagai aspek

(fisik, ekonomi, keamanan, lingkungan, dan aspek lainnya). Secara diagramatis,

pendekatan ini dapat dilihat pada Gambar 14.

SISTEM X
SubSistem X-1 SubSistem X-2

R S K N

L J
T N

SubSistem X-3
SubSistem X-N

A B D E

F N
C

Gambar 14. Diagram Konseptual Pendekatan Sistem

e. Pendekatan Sistem Pembangunan Berkelanjutan

Apabila proses pembangunan dilakukan dengan berorientasi jangka pendek, maka

akan terjadi penghamburan sumber daya yang sia-sia. Jika hal ini terus dilakukan, maka

suatu saat sumber daya yang tersedia akan habis. Jika sumber daya habis, maka manusia

juga akan punah dan kehidupan manusia akan tidak berlanjut. Untuk menghindari hal

tersebut, maka dikembangkan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable

45
Development). Pada pendekatan ini sangat memperhatikan prinsip berkelanjutan kawasan

dan sumber daya harus betul-betul dipahami dan dilaksanakan. Tetapi secara lengkap

pendekatan ini berupaya untuk meningkatkan keberlanjutan dari berbagai aspek, yaitu

meliputi :

Sustainable Economically, bahwa pola penanganan pembangunan harus berkelanjutan

secara ekonomi,

Sustainable Socio Cultur Political, bahwa pembangunan harus memperhatikan

pemerataan pembangunan bagi masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial

budaya-politik. Artinya, bagaimana berbagai kelompok masyarakat dapat memiliki

pemerataan akses terhadap hasil dan proses pembangunan,

Sustainable Environmentally, bahwa pola penanganan pembangunan harus

memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

f. Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu

Pendekatan ini merupakan pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu

serta didasarkan pada potensi pada permasalahan yang ada, baik dalam wilayah

perencanaan maupun dalam konstelasi regional. Pendekatan menyeluruh memberikan arti

bahwa peninjauan permasalahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan

wilayah/kawasan dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula kepentingan yang lebih

luas, baik antar wilayah dengan daerah hinterland-nya yang terdekat maupun yang lebih

jauh lagi. Secara terpadu mengartikan bahwa dalam penyelesaian permasalahan tidak

hanya dipecahkan sektor per sektor, dimana dalam perwujudannya dapat berbentuk

koordinasi dan sinkronisasi antar sektor.

46
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pangan Lokal yang tersedia dan teridentifikasi di Kabupaten kepulauan Talaud,

Sangihe dan Sitaro sesuai keaneka-ragmanan hayati yang ada dan pola konsumsi

masyarakat local adalah jenis umbi-umbian seperti umbi daluga (Xanthosoma

sp.), Talas (Colocasia esculenta L.), Ketela Pohon (Manihot utilissima) dan yang

bersumber dari jenis palma adalah Sagu Baruk. Untuk hal ini telah dilakukan

analisis komposisi kimia (proximate analylis) terhadap Daluga dari Kabupaten

Talaud dan Sagu Baruk dari Kabupaten Sangihe dan SITARO seperti yang

digambarkan dalam Tabel 8, dimana kandungan karbohidrat tepung sagu baruk

85,37% tepung daluga 83,85%, sedangkan kadar airnya berturut-turut 14,39% dan

11,60%. Tepung sagu baruk juga mengandung protein 0,11%, lemak 0,04% dan

kadar abu 0,07%. Demikian dengan tepung daluga memiliki kandungan protein

1,18%, lemak 0,87% dan kadar abu 2,50%.

2. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauaan Talaud, Sangihe dan

SITARO adalah melestarikan Keaneka-ragaman Hayati Sumberdaya Alam

Pangan Lokal melalui berbagai kebijakan yang tertuang didalam rencana kerja,

program dan kegiatan SKPD terkait seperti Badan ketahanan Pangan, Dinas

Pertanian, Peternakan dan Kehutanan serta Dinas perindustrian dan Perdaganan.

3. Berdasarkan komposisi kimia yang terkandung didakam tepung Daluga dan Sagu

Baruk diatas, dan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat local, maka kami

merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah di Kabupaten Kepulauaan Talaud,

47
Sangihe dan SITARO agar melakukan diversifikasi produk Pangan lokal

berdasarkan potensi Sumberdaya Alam yang ada yaitu produk turunan hasil

olahan dari Daluga, Talas, Ketela Pohon dan Sagu menjadi produk baru yang

mempunyai cita rasa yang unggul dan menarik, memiliki daya saing sehingga

mampu bersanding dengan produk pangan sejenis yang masuk dari luar daerah

namun beredar dipasar local dan bahkan mulai menggeser keberadaan pangan

lokal di pasaran sehingga dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian

masyarakat.

B. Saran

B.1). Untuk Pemerintah Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sangihe dan

SITARO

1. Dalam rangka mengidentifikasi potensi pangan lokal di daerah serta untuk

mendapatkan data yang akurat, valid dan dapat dipertanggung jawabkan maka tim

peneliti masih memerlukan waktu dan dana untuk survey langsung kelapangan yang

menjadi objek penelitian yaitu Daerah Kepulauan Talaud, Sangihe dan SITARO.

2. Diharapkan Pemerintah Daerah di Daerah Kepulauan Talaud, Sangihe dan SITARO

telah mengimplementasikan hasil-hasil dari program dan kegiatan yang dilakukan

oleh SKPD terkait dalam rangka melestarikan keaneka-ragaman hayati sumberdaya

alam pangan local dalam rangka menyanggah ketatahan pangan di daerah.

3. Agar Pemerintah Daerah Kepulauan Talaud, Sangihe dan SITARO dapat

memanfaatkan ketersediaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk pengolahan

pangan sesuai kebutuhan dalam meningkatkan daya saing produk pangan local

48
berbasis keaneka ragaman hayati yang ada seperti Daluga, Talas (Colerea) ,Ketela

Pohon dan yang bersumber dari jenis palma adalah Sagu.

B.2). Untuk UPTB LitBang BAPPEDA SULUT sebagai penyedia jasa penelitian .

1. Untuk mendapatkan hasil penelitian seperti yang diharapkan, kiranya dalam

pelaksanaan penelitian yang memerlukan data primer dan harus ditemukan

dilapangan / fokus penelitian yang berada di luar daerah, perlu disiapkan dana untuk

melakukan survey dilapangan.

2. Dalam pelaksanaan penelitian maka kebutuhan ATK seperti kertas, tinta untuk printer

dan kebutuhan lainnya agar dapat disiapkan sehingga kebutuhan tim peneliti dapat

terpenuhi.

49
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Program Diversifikasi. Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian


(http://bkp.deptan.go.id/file/) diakses 10 Januari 2016

Anonimous. 2010. Membuka Aksi Klaster Idaman. Buletin Perencana no.4:2. Balai
Penelitian

Anonym.2011.http://www.academia.edu/9968706/jenis_karakteristik_pemanfaatan_dan_
penanganan_umbi-umbian (jenis, karakteristik, pemanfaatan,dan penanganan umbi-
umbian. Diakses 29 Desember 2015

Anonym. 2013. Angka sementara hasil sensus pertanian 2013. Badan pusat statistic
kabupaten kepulauan talaud.

Anonym. 2013. Pedoman Budidaya Sagu (Metroxylon spp) Yang Baik. Lampiran
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
134/Permentan/OT.140/12/2013.

Anonym. 2014. https://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/profil-kabupaten-kep-


sangihe. 29 Desember 2015

Anonym. 2014. http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/71/name/


sulawesi-utara/detail/7106/minahasa-utara. diakses 10 Januari 2016

Anonym. 2015. Statistik Daerah Kepulauan Siau Tagulandag Biaro. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.

Anonym. 2015. http://sulut.bps.go.id/ diakses 3 Januari 2016

Anonym. 2015. http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/05/khasiat-beras-analog.


diakses 3 Januari 2016.

Ariani M. 2005. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia: Antara Harapan dan


Kenyataan. Pusat Analisis Social Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Litbang
Departemen Pertanian.Jakarta

Binotoro, M. H, H. M. Yanuar, J. Purwanto, S. Amarilis. 2010. Sagu dilahan Gambut.


IPB press. Bogor.

Corrie Buata. 2013. Tradisi upacara manee pada masyarakat pesisir pulau kakorotan di
kepulauan talaud sulawesi utara. Universitas pendidikan indonesia.
Repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Lapadjawa J. 2010. Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten


Bolaang Mongondow Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSRAT. Manado
50
Layuk, P. A. Latif dan Adnan. 2010. Karakteristik dan Sifat Fisikokimia Tepung Umbi
Daluga (Xanthosoma sp.). Proseding Seminar Nasional di Jayapura 7-8 Oktober
2010.

Louhenapessy j. E. 2010. Sagu: harapan dan tantangan. Jakarta. Bumi aksara

Purwani E. Y, Widaningrum R, Thahir. 2006. Effect Of Moisture Treatment Of Sago


Strach On Its Noodle Quality. Indonesian Journal of Agriculture Science 7 (1): 8-14

Sumilat, C.A.J. 2009. Kemitraan Usaha Besar, Menengah, Kecil dan Koperasi. Buletin
Ilmia Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan. ISSN: 1410-2412 No.
09.1.02.60 p:46-57

Suprapti m. L. 2003. Tepung ubi jalar: pembuatan dan pemanfaatannya. Cetakan


pertama. Penerbit kanisius. Yogyakarta

Syakir M. 2011. Potensi tanaman sagu sebagai bahan baku energy. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor. Perspektif Vol 12 No. 2. Desember 2013. Hal
57-64. ISSN: 1412-8004.

Tenda E. T, H. Novarianto, J. Limbongan. 2005. Diversity of Sago Palm in Indonesia and


Consevation Strategy. Paper present in The Eight International Sago Symposium.
Jayapura, Papua, 4-6 Agustus 2005.

Tutuka, R., Siregar R.B dan R. Yanita. 2009. Kajian Sistem Insentif dalam Pengalihan
Teknologi. Buletin Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan.
No.09.199.52, p. 40-49

Widyastuti, Endrika. 2012. Karakteristik Umbi Umbian. Universitas Brawijaya.


Malang.

Lampiran 1

TIM PENELITIAN

51
Tim Penelitian terdiri dari:

Pejabat Fungsional Peneliti pada UPT LitBang BAPPEDA Provinsi SULUT

Peneliti lainnya yang ditunjung berdasarkan SK Pimpinan sbb :

No Nama Jabatan Keterangan


1 Dra. H.Jacoba ROEROE, Peneliti Madya Bid. Ketua Tim Peneliti
M.Si Pembangunan Berkelanjutan
pd UPTB LITBANG
BAPPEDA SULUT
2 DR.Ir. Lady, C.E.Ch. Koordinator Program Studi Anggota Tim
Lengkey, MS Teknik Pertanian, Jut TETA Peneliti
FAPERTA UNSRAT
3. DR. Ir. G. S. S. Djarkasi, Ketua Program Studi Ilmu Anggota Tim
MSc Pangan Program Pascasarjana Peneliti
UNSRAT
4 Nelly Selvia Tongkels, S.TP, Koordinator Prog.Studi Anggota Tim
MSi AGROTEKNOLOGI ,Dosen Peneliti
Fakultas Pertanian UKIT di
Tomohon
5 Sintje Lembong ,SH Kasubsie. Kerjasama Anggota Tim
Penelitian dan Data Spasial, Peneliti
UPTB LitBang BAPPEDA
SULUT

52

Anda mungkin juga menyukai