Anda di halaman 1dari 59

RUANG LINGKUP DAN

PERKEMBANGAN ILMU
ANTROPOLOGI
Annisa Yuri Eka Ningrum, SKM, M.Si
Antropologi Dan Gizi

Di dunia, diperkirakan ratusan juta orang


menderita gizi buruk dan kekurangan gizi.
Angka yang tepat tidak ada, tidak ada
mengenai sensus kelaparan, dan
perbedaan antara gizi cukup dan gizi
kurang merupakan jalur yang lebar, bukan
suatu garis yang jelas.
Lanjutan
Apapun tolok ukur kita, kelaparan ( dan
sering mati kelaparan) merupakan
hambatan paling besar bagi perbaikan
kesehatan di negara-negara di dunia.
Kekurangan gizi menurunkan daya tubuh
terhadap infeksi, menyebabkan banyak
penyakit kronis, dan menyebabkan orang
tidak mungkin melakukan kerja keras.
Kekurangan protein-kalori dalam periode
kanak-kanak setelah disapih
menyebabkan kerusakan otak yang
permanen.
Lanjutan

Banyak dari masalah kekurangan


gizi karena ketidakmampuan
negara-negara non industri untuk
menghasilkan cukup makanan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk
mereka yang berkembang.
Lanjutan
Hanya peningkatan-peningkatan
yang besar dalam produk makanan
di dunia, melalui metode-metode
pertanian yang lebih baik saja yang
dapat mengurangi gizi buruk dan
kekurangan gizi yang berasal dari
kekurangan kalori dan protein yang
menyolok.
Lanjutan
Namun banyak dari masalah juga
tergantung pada kepercayaan-
kepercayaan yang keliru, yang terdapat
dimana-mana, mengenai hubungan
antara makanan dan kesehatan, dan
juga tergantung pada kepercayaan-
kepercayaan, pantangan-pantangan dan
upacara-upacara yang mencegah orang
memanfaatkan sebaik-baiknya makanan
yang tersedia bagi mereka.
Lanjutan

Kebiasaan gizi disebabkan oleh


kebiasaan-kebiasaan yang buruk.
Hal ini tidak terbatas pada negara-
negara di Dunia Ketiga saja, tetapi
ditemukan juga dalam jumlah yang
berlimpah di negara-nagara
Berkembang termasuk Amerika.
Lanjutan
Karena masalah gizi di seluruh dunia
didasarkan atas bentuk-bentuk budaya,
maupun karena kurang berhasilnya
pertanian, maka semua organisasi-organisasi
pengembangan internasional maupun
nasional, menaruh perhatian tidak semata-
mata pada pertambahan peroduksi makanan
melainkan juga pada kebiasaan-kebiasaan
makanan tradisional yang berubah, untuk
mencapai keuntungan maksimal dari gizi
yang diperoleh dari makan yang tersedia.
Lanjutan
Hal ini merupakan tugas yang luarbiasa sukar untuk
dilakukan, karena kebiasaan makanan merupakan
yang paling menentang perubahan diantara semua
kebiasaan. Apa yang kita sukai dan tidak kita sukai,
kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang
dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan, dan
keyakinan-keyakinan kita dalam hal makanan yang
berhubungan dengan keadaan kesehatan dan
pantangan ritual, telah ditanamkan sejak usia
muda.Hanya dengan susah payah orang dapat
melepaskan diri dari ikatan-ikatan kebiasaan makan
sejak usia muda, untuk memulai dengan makanan
yang samasekali berlainan.
Lanjutan
Karena kebiasaan makan, seperti semua
kebiasaan, hanya dapat dimengerti
dalam konteks budaya yang
menyeluruh, maka program-program
pendidikan gizi yang efektif yang
mungkin menuju perbaikan kebiasaan
makan harus didasarkan atas pengertian
tentang makanan sebagai suatu pranata
sosial yang memenuhi banyak fungsi.
Lanjutan
Studi mengenai makanan dalam konteks
budayanya, yang menunjuk kepada
masalah-masalah yang praktis ini, jelas
merupakan suatu peranan para ahli
antropologi. Para ahli antropologi sejak
hari pertama dalam penelitian lapangan-
nya, telah mengumpulkan keterangan
tentang praktek-praktek makan dan
kepercayaan tentang makanan dari
penduduk yang mereka observasi.
Antropologi Gizi
Pemikiran di atas melahirkan
ANTROPOLOGI GIZI: meliputi disiplin ilmu
tentang gizi dan antopologi yang
memperhatikan gejala-gejala antropologi
yang mengganggu status gizi manusia.
Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah
dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada
variabel gizi yang berubah-ubah dalam
kondisi lingkungan yang beraneka ragam,
menggambarkan bahan-bahan yang
merupakan titik perhatian dalam antropologi
gizi.
Lanjutan
Aspek-aspek penting dalam antropologi gizi:
1) Sifat sosial, budaya dan psikologis dari
makanan (yaitu peranan-peranan sosial-
budaya dari makanan, yang berbeda
dengan peranan-peranan gizinya).
2) Cara-cara di mana dimensi-dimensi sosial-
budaya dan psikologis dari makanan
berkaitan dengan masalah gizi yang cukup,
terutama dalam masyarakat-masyarakat
tradisional.
Makanan Dalam Konteks Budaya
Para ahli antropologi memandang
kebiasaan makan sebagai suatu
kompleks kegiatan masak-memasak,
masalah kesukaan dan ketidaksukaan,
kearifan rakyat, kepercayaan-
keparcayaan, pantangan-pantangan,
dan tahyul-tahyul yang berkaitan
dengan produksi, persiapan dan
konsumsi makanan.
Lanjutan
Para ahli antropologi melihat makanan
mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak
kategori budaya lainnya. Perhatian khusus
diberikan terhadap peranan makanan dalam
kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang
memperkuat kembali hubungan-hubungan
sosial, sanksi-sanksi , kepercayaan-
kepercayaan dan agama, menentukan
banyak pola ekonomi dan menguasai
sebagian besar dari kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu kebiasaan makan memainkan
peranan sosial dasar yangpenting dalam
mengatasi soal makan untuk tubuh manusia.
Lanjutan
Makanan dalam konteks budaya
dapat dilihat dalam bagaimana:
1) Kebudayaan dalam menentukan
makanan.
2) Nafsu makan dan lapar.
3) Klasifikasi makanan dalam
masyarakat.
4) Peranan-peranan simbolik dari makan
1. Kebudayaan Dalam Menentukan
Makanan

Sebagai suatu gejala budaya,


makanan bukanlah semata-mata
suatu produk organik dengan
kualitas-kualitas biokimia, yang
dapat dipakai oleh organisma
yang hidup, termasuk manusia,
untuk mempertahankan hidup.
Lanjutan
Dalam setiap masyarakat , makanan dibentuk
secara budaya. Bagi sesuatu yang akan dimakan, ia
memerlukan pengesahan budaya, dan keaslian.
Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam
keadaan kelaparan yang akut, akan memperguna-
kan semua zat gizi yang ada sebagai makanan.
Karena pantangan agama, tahyul, kepercayaan
tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang
kebetulan dalam sejarah, ada bahan-bahan
makanan begizi baik yang tidak boleh dimakan,
mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”.
Nutrien (Nutrient) VS Makanan
(Food).

Penting untuk membedakan antara nutrimen


(nutriment) dengan makanan (food).
Nutrimen adalah suatu konsep biokimia,
yaitu suatu zat yang mampu untuk
memelihara dan menjaga kesehatan
organisme yang menelannya. Sedangkan
makanan adalah konsep budaya, yaitu suatu
zat yang dianggap sesuai (diterima) bagi
kebutuhan gizi kita”.
Lanjutan
Sedemikian kuat kepercayaan-
kepercayaan kita mengenai apa
yang dianggap makanan dan bukan
makanan sehingga sangat sukar
untuk meyakinkan orang untuk
menyesuaikan makanan tradisional
mereka demi kepentingan gizi yang
baik
Lanjutan
Kita mengenal variasi makanan yang sangat
banyak untuk disantap akibat multi etnik dan
sistem produksi makanan yang berlimpah
ruah. Namun ada banyak makanan bergizi
yang sangat dihargai oleh warga budaya lain
yang kita kenal, tapi tidak kita anggap
sebagai makanan. Mungkin sekali, suatu
makanan yang dari segi gizi dapat diterima,
dapat digolongkan sebagai makanan, tapi kita
tidak menganggap itu sebaqgai makanan
karena tidak pernah atau dilarang
memakannya.
Lanjutan

Pilihan-pilihan pribadi lebih


mengurangi lagi variasi makanan
yang disantap oleh setiap
individu, karena tidak seorang
pun dari kita yang menkmati
secara mutlak segala sesuatu
yang diakui olh kebudayaan kita
sebagai makanan
Lanjutan
Pengalaman-pengalaman masa
kecil, banyak mempengaruhi
kegemaran kita pada makanan di
usia dewasa. Makanan yang kita
kena semasa kanak-kanak tetap
menarik kita, sedangkan yang
baru kita kenal setelah dewasa
lebih mudah untuk ditolak.
Lanjutan

Menurut Jelliffe dan Bennett:


“Manusia di mana saja, bahkan
dalam keadaan yang sukar
sekalipun, hanya makan dari
sebagian bahan-bahan yang
sebenarnya dapat dimakan dan
tersedia”
2. Nafsu Makan Dan Lapar
Nafsu makan dan lapar adalah gejala
yang berhubungan, namun berbeda.
Nafsu makan dan apa yang diperlukan
untuk memuaskannya adalah konsep
budaya yang dapat sangat berbeda
antara suatu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar
menggambarkan suatu kekurangan gizi
yang dasar dan merupakan merupakan
suatu konsep fisiologis.
Lanjutan
Dalam banyak masyarakat, definisi lengkap dari
makanan tidak dapat dibuat tanpa merujuk pada
konsep makanan dan waktu makan. Misalnya
dalam survey gizi di pedesaan sering tidak
diperhatikan konsep makan di temjpat yang diteliti.
Waktu ditanyakan makanan apa yang sudah
dimakan pada hari sebelumnya? Jawaban yang
diperoleh adalah sederet daftar makanan yang
disantap pada setiap waktu makan di tempat
tersebut. Akibatnya, banyak macam makanan yang
bergizi dan penting termasuk makanan kecil tidak
termasuk dalam analisis, sehingga hasil survey gizi
mereka menjadi tidak seimbang dengan yang
sebenarnya.
Lanjutan

Contoh lain, misalnya orang Jawa


mengaku belum makan sekalipun
sudah makan roti atau jagung dan
makan berat lainnya, karena
belum makan nasi sekalipun roti
atau jagung tersebut dimakan
pada waktu makan siang.
3. Klasifikasi Makanan Dalam
Masyarakat
Dalam setiap masyarakat, makanan
diklasifikasikan dengan cara-cara yang
bervariasi dan berbeda-beda pada
setiap kebudayaan. Pengklasifikasian
bisa berdasarkan waktu makan, status
dan prestise, menurut jenis pertemuan
(sosial, usia, keadaan sakit dan sehat),
menurut nilai-nilai simbolik dan ritual,
dan lain-lain.
Lanjutan
Pertimbangan status memainkan peranan penting,
terutama dalam merubah kebiasaan makan. Hasil
penelitian Cussler dan deGive menemukan di
kalangan rakyat kecil kulit putih dan hitam di
Amerika Serikat bagianh Tenggara, makanan yang
berwarna terang lebih berprestise daripada
makanan yang berwarna gelap. Pilihan di kalangan
luas terhadap beras putih giling, misalnya, yang
dalam hal gizi kurang baik daripada beras coklat
yang tidak digiling erat kaitannya dengan ide-ide
prestise tersebut.
Lanjutan
Contoh lain, makanan yang dipandang
bermutu dan berkelas adalah makanan-
makanan yang dibungkus secara
modern dan diiklankan secara luas.
Makanan seperti itu tampanya mempu-
nyai daya tarik yang sangat besar bagi
orang-orang di negara sedang berkem-
bang, meskipun banyak dari makanan-
makanan sejenis ini lebih rendah gizinya
dibandingkan dengan makanan
tradisional.
Lanjutan
Klasifikasi makanan yang paling
tersebar luas dan yang penting
kaitannya dengan kesehatan adalah
dikhotomi “panas dingin”. Melalui
keseimbangan makanan yang
bijaksana dan penghindaran jumlah
yang berkelebihan antara panas dan
dingin, maka kesehatan dapat
dipertahankan sebaik-baiknya.
Lanjutan
Contoh, di sebuah desa di India bagian
Utara, makanan termasuk panas adalah
kacang polong yang sudah dikupas, gula
kasar, susu kerbau, telur, ikan, daging,
bawang merah dan bawang putih. Susu
dianggap tidak boleh dimakan dengan
daging maupun dengan ikan karena panas
yang dihasilkannya. Makan makanan yang
ekstra panas secara teratur dan sebagai
kebiasaan akan menghasilkan
temperamen yang panas dan lekas
marah.
4. Peranan-peranan Simbolik dari Makanan
Selain merupakan hal pokok dalam hidup, makanan
penting juga bagi pergaulan sosial. Makanam dapat
dimanipulasikan secara simbolis untuk menyatakan
persepsi terhadap hubungan antara individu-individu dan
kelompok-kelompok atau dalam kelompok untuk
meramalkan bagaimana kehidupan sosial terjadi.

Ungkapan simbolis tersebut dapat dilihat dalam:


a) Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
b) Makana sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
c) Makanan dan stres
d) Simbolisme makanan dalam bahasa.
a) Makanan Sebagai Ungkapan
Ikatan Sosial
Menawarkan makanan (dan kadang-kadang
minuman) sering dianggap menawarkan
kasih sayang, perhatian dan persahabatan.
Menerima makanan yang ditawarkan adalah
mengakui dan menarima perasaan yang
diungkapkan dan untuk membalasnya.
Mengajak makan malam seseorang dapat
diartikan ada perhatian khusus pada orang
tersebut.
Lanjutan
Tidak memberi makanan atau gagal
menawarkan makanan dalam suatu
konteks di mana hal itu justru diharap -
kan dari segi budaya, adalah menyata-
kan kemarahan atau permusuhan. Sama
halnya menolak makanan yang
ditawarkan adalah menolak tawaran
kasih sayang atau persahabatan, atau
mengungkapkan permusuhan pada si
pemberi.
Lanjutan
Ungkapan simbolik berupa ajakan/
undangan/tawaran makan, erat
kaitannya dengan peningkatan gizi
karena makanan yang ditawarkan
akan terseleksi karena menyangkut
status yang mengundang/menawar-
kan dan yang diundang/ditawari
makan.
Makanan Sebagai Ungkapan Dari
Kesetiakawanan Kelompok
Ada beberapa jenis makanan yang berfungsi
sebagai makanan untuk mempersatukan
kelompok. Kelompok suku bangsa dan
kelompok usia di Amerika memiliki makanan
yang bagi mereka berfungsi sebagai lambang
identitas, soul food (makanan jiwa) untuk
orang kulit hitam, makanan dari jagung di
daerah Amerika Barat Daya untuk
masyarakat Chicano, dan makanan sehat,
makanan alamiah serta macrobiotic untuk
banyak orang muda.
Lanjutan

Makanan simbolis lainnya termasuk


domba di negara-negara Arab, tuak
pohon palma dari Afrika Barat,
minuman teh dan sake dari Jepang,
ikan lokal diacar dengan jeruk
(ceviche) dan couscous di Saharan
Afrika.
Makanan Dan Stres
Makanan-makanan khusus dapat
merupakan pencerminan identitas dari
yang memakannya, melebihi benda-benda
budaya lainnya. Dengan demikian
makanan memberi rasa kententraman
dalam keadaan-keadaan yang menyebab
kan stres. Kita akan merasa aman di saat
kita jauh di tempat tinggal kita, bila kita
bisa makan makanan kebiasaan kita yang
kita bawa sebagai bekal.
Lanjutan
Nilai keamanan psikologis dari
makanan juga dibuktikan dengan
suatu kecenderungan umum untuk
makan melebihi biasanya dan
makan makanan kecil di antara
waktu-waktu makan, apabila
seseorang merasa tidak bahagia
atau mengalami keadaan stres yang
berat.
Simbolisme Makanan Dalam
Bahasa
Pada tingkatan yang berbeda,bahasa mencer
minkan hubungan-hubungan psikologis yang
sangat dalam di antara makanan, persepsi
kepribadian dan keadaan emosional. Kata-
kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk
menggambarkan kualitas-kualitas makanan
digunakan juga untuk menggambarkan
kualitas-kualitas manusia: dingin, hangat,
manis, asam, pahit, keras, empuk, kering,
segar, lunak dsb.
Lanjutan
Kata-kata untuk mendeskripsikan
persiapan makanan adalah juga
kata-kata yang digunakan untuk
melukiskan situasi kejiwaan seperti
hangat artinya mulai marah,
terbakar artinya marah, mendidih
artinya sangat marah, menguap
artinya panas hati dsb.
Lanjutan
Dalam bahasa Indonesia ada
ungkapan yang berarti “manis, enak
dipandang”, “semangat tempe” (=
lemah), “orangnya dingin” , “muka
manis”, “muka asam”, “sudah
makan asam garam” (= banyak
pengalaman), dan “si cabe rawit” (=
anak yang cerdik).
Pembatasan Budaya Terhadap
Kecukupan Gizi

Walaupun gizi buruk di dunia ini


banyak disebabkan oleh kekurangan
pangan yang mutlak , masalahnya
bertambah parah akibat berbagai
kepercayaan budaya dan pantangan-
pantangan yang sering membatasi
pemanfatan makanan yang tersedia.
Lanjutan
Maka dalam perencanaan kesehat-
an, masalahnya tidak terbatas pada
pada pencarian cara-cara untuk
menyediakan lebih banyak bahan
makanan, melainkan harus pula
dicarikan cara-cara untuk memasti-
kan bahwa bahan makanan yang
tersedia digunakan secara efektif.
Lanjutan
Pembatasan budaya tersebut dapat dilihat
dalam:
(1) Kegagalan Untuk Melihat Hubungan
Antara Makanan Dan Kesehatan.
(2) Kegagalan untuk mengenali kebutuhan

gizi pada anak-anak.


1. Kegagalan Untuk Melihat Hubungan
Antara Makanan Dan Kesehatan
Dasar kearifan konvensional mengenai
makanan ditandai oleh kesenjangan yang
besar dalam pemahaman tentang bagaimana
makanan itu bisa dugunakan sebaik-baiknya.

Yang terpenting dari kesenjangan itu adalah


kegagalan yang berulang kali terjadi untuk
mengenal hubungan yang pasti antara
makanan dan kesehatan.
Lanjutan
Susunan makanan yang cukup
cenderung ditafsirkan dalam rangka
kuantitas bukan kualitasnya.
mengenai makanan pokok yang cukup,
bukan pula dari keseimbangannya
dalam hal berbagai makanan.
Karena itu, gizi buruk bisa terjadi di
tempat-tempat di mana sebenarnya
makanan cukup.
Lanjutan
Contoh: Persepsi mengenai hubungan
antara makanan dan kesehatan berupa
suatu pandangan keliru yang meluas:
Makanan yang kaya protein, terutama
daging dan susu tidak boleh dimakan
oleh anak-anak yang mengidap penyakit
cacing karena dianggap “menyebabkan
cacing-cacing muncul”
Lanjutan
Pada banyaki masyarakat, usia atau kondisi
seseorang dapat dipakai sebagai alasan
untuk melarang makanan-makanan tertentu.
Di beberapa bagian Afrika Barat misalnya,
telur tidak diberikan kepada anak-anak kecil
karena adanya kepercayaan bahwa telur
akan menunda menutupnya ubun-ubun (pada
orang Yoruba di Nigeria), bahwa anak laki-
laki yang makan telur akan menjadi pencuri )
orang Yoruba), sedangkan anak perempuan
yang makan telur akan mempunyai moral
yang longgar (menurut orang Ghana).
Lanjutan
Hasil penelitian menemukan: ayah
dari seorang anak yang menderita
kekurangan gizi parah adalah
seorang peternak ayam yang ber-
hasil, yang menjual ratusan telur
setiap minggunya, namun tidak per-
nah terpikirkan olehnya untuk mem-
beri makan telur pada anaknya.
2. Kegagalan Untuk Mengenali
Kebutuhan Gizi Pada Anak-anak
Kesenjangan besar yang kedua dalam
kearifan makanan tradisional pada
masyarakat terutama di pedesaan
(petani) adalah seringnya kegagalan
mereka untuk mengenal bahwa anak-
anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan
gizi khusus, baik sebelum maupun
setelah penyapihan.
Lanjutan
Sikap-sikap serampangan mengenai
gizi bagi8 anak-anak sering bersumber
pada kepercayaan bahwa anak-anak
tidak harus dipaksa untuk berbuat
sesuatu yang tidaki mereka kehendaki.
Anak-anak,sebagaimana orang dewasa,
diperbolehkan untuk memilih apa yang
mereka ingini danh menolak yang tidak
mereka sukai.
Lanjutan
Hambatan-hambatan dalam gizi
seperti di atas dan yang terutama
mengakibatkan kekurangan protein
yang gawat dalam makanan anak-
anak , seringkali menjurus kepada
penyakit kekurangan kalori yang
dikenal sebagai kwashiorkor.
Lanjutan

Gejala-gejala kwashiorkor yang pertama ditemukan


di Ghana pada awal tahun 1930-an oleh seorang
dokter Inggris, Cicely Williams, adalah rambut
kemerah-merahan, tinggi badan tidak bertambah,
edema, pucat dan apatis. Kecuali jika keadaannya
ditangani dengan cermat, anak-anak yang sakit itu
biasanya meninggal.

Nama penyakit itu sendiri berasal dari bahasa Ga ,


bahasa penduduk pantai Ghana yang berarti
“penyakit yang menjangkiti anak-anak yang lebih
besar bila adiknya lahir”.
Lanjutan
Penyembuhan kwashiorkor yang tepat kadang-
kadang terhambat karena kepercayaan yang
menyatakan bahwa penyebabnya adalah faktor
psikologis. Bilamana anak yang baru disapih
menjadi mudah tersinggung dan menunjukkan
sikap apati, masabodoh, menangis, lekas marah
dan rewel – semua yang merupakan gejala-gejala
dari sindroma kwashiorkor – para ibu menjelaskan-
nya sebagai chipil (bhs Meksiko) , marah kepada
ibu mereka yang tidak lagi memberikan air susu
dan cemburu pada saudara yang mereka rasakan
akan datang.
Lanjutan
Di Uganda kelakuan ini, yang dikenal dokter
sebagai gejala kwashiorkor, disebut obwosi.

Meskipun persaingan tetap merupakan dasar


penjelasan psikologis, obwosi dijelaskan
agak berlainan, bahwa orang percaya obwosi
disebabkan oleh rasa cemburu dari anak
yang belum dilahirkan, dan penyapihan anak
yang sudah dilakukan adalah perlu karena
anak yang dalam kandungan akan meracuni
susu ibunya.
Lanjutan
Sehubungan dengan perbaikan kesehatan,
masalahnya bukanlah kwashiorkor
dinterpretasikan sebagai chipil atau obwosi
yang terjadi akibat persaingan antara
saudara sekandung, karena kekurangan
protein atau gabungan dari kedua hal itu.
Masalahnya adalah karena menurut etiologi-
etiologi lokal, penyakit itu seluruhnya
ditafsirkan dalam istilah psikologi, dan
makanan tidak dilihat tidak mempunyai
hubungan dengan masalah tersebut.
Lanjutan

Karena itu pertanyaan yang harus


diajukan adalah, apakah para ibu itu
dapat menerima penjelasan yang ber
dasarkan gizi dan mau serta mampu
merubah praktek-praktek pemberian
makan anak-anak yang mereka
lakukan selama ini?.

Anda mungkin juga menyukai