Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM I

TINJAUAN PUSTAKA: (minimal 2 paragraf; 1 paragraf minimal 3 kalimat)


2.1 Ketersediaan Pangan
Ketersediaan (food availabillity) adalah bagian daripada kasus ketersediaan pangan
dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi
sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.
Adapun definisi ketersediaan pangan menurut para ahli, antara lain;
1. Hanani (2012), Ketersediaan pangan upaya yang dilakukan guna mampu mencukupi
pangan yang didefenisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang
aktif dan sehat.
2. Dinkes Propsu (2006), Artinya pangan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga baik jumlah, mutu, dan keamananya.
Ketersediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi
standart energi bagi individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari.
Ketersediaan pangan dapat diwujudkan melalui proses kedaulatan pangan dan
penganekaragaman pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak negara dan
bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan
bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Berikut definisi dan pengertian ketahanan pangan dari beberapa sumber buku: 
 Menurut FAO (2016), ketahanan pangan adalah kondisi dimana individu atau rumah
tangga menerima akses secara fisik ataupun ekonomi untuk mendapatkan pangan bagi
seluruh anggota rumah tangga dan tidak berisiko kehilangan keduanya. 
 Menurut FIVIMS (2005), ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada
segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup,
aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya
(food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. 
 Menurut Undang-undang No.18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah sebuah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan
(sustainable). 
 Menurut Oxfam (2001), ketahanan pangan adalah kondisi ketika setiap orang dalam
segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas
yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini
yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan
melalui pembelian, pertukaran maupun klaim). 
 Menurut DEPTAN (1996), ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai
dengan budaya setempat dari waktu ke waktu agar tetap hidup sehat.

Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Pembangunan ketahanan pangan dan gizi dilakukan secara
sistemik dengan melibatkan lintas sektor. Pendekatan ini diarahkan untuk mewujudkan
ketersediaan pangan yang memadai melalui produksi pangan domestik dan perdagangan;
tercapainya stabilitas ketersediaan dan akses pangan secara makro-meso dan mikro,
tercukupinya kualitas (keragaman dan keamanan pangan) dan kuantitas konsumsi pangan
yang didukung oleh perbaikan infrastruktur. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan
dukungan kebijakan ekonomi makro yang mampu mewujudkan stabilitas ekonomi menjamin
stabitas pasokan dan harga pangan
Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh
baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan
pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok
pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah
maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat
nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan 2009)
Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik
yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan
maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin
mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara
kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas (Dewan Ketahanan
Pangan 2009).
2.2 Faktor-faktor ketersediaan Pangan
Dalam rangka mengetahui tingkat ketahanan pangan suatu wilayah beserta faktor-faktor
pendukungnya, telah dikembangkan suatu sistem penilaian dalam bentuk IKP yang mengacu
pada definisi ketahanan pangan dan subsistem yang membentuk sistem ketahanan pangan.
Sembilan indikator yang digunakan dalam penyusunan IKP merupakan turunan dari tiga aspek
ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Pemilihan
indikator yang digunakan dalam IKP didasarkan pada: (i) hasil review terhadap indeks
ketahanan pangan global; (ii) tingkat sensitivitas dalam mengukur situasi ketahanan pangan
dan gizi; (iii) keterwakilan tiga pilar ketahanan pangan; dan (iv) ketersediaan data secara rutin
untuk periode tertentu (tahunan) serta mencakup seluruh kabupaten/kota dan provinsi.
Sembilan indikator yang dipilih sebagai dasar penentuan IKP adalah sebagai berikut:
1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produksi bersih. Rasio konsumsi
normatif per kapita terhadap produksi bersih komoditas padi, jagung, ubi kayu dan ubi
jalar, serta stok beras pemerintah daerah. Produksi bersih didekati dari angka
produksi setelah dikurangi susut, tercecer, penggunaan untuk benih, pakan dan
industri non pangan. Sedangkan konsumsi normatif ditentukan sebesar 300
gram/kapita/hari. Data produksi padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar serta stok beras
pemerintah daerah menggunakan angka tetap 2020 dari BPS dan Kementerian
Pertanian.
2. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Indikator ini
menunjukkan nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi
standar minimum kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh
seorang individu untuk hidup secara layak. Penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan tidak memiliki daya beli yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya sehingga akan mempengaruhi ketahanan pangan (DKP dan WFP 2013;
FAO 2015). Data persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
bersumber dari Susenas 2020, BPS.
3. Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65
persen terhadap total pengeluaran. Distribusi pengeluaran untuk pangan dari total
pengeluaran merupakan indikator proksi dari ketahanan pangan rumah tangga. Teori
Engel menyatakan semakin tinggi tingkat pendapatan maka persentase pengeluaran
rumah tangga untuk konsumsi pangan akan semakin turun. Pengeluaran pangan
merupakan proksi yang baik untuk mengukur kesejahteraan dan ketahanan pangan
(Suhardjo 1996; Azwar 2004). Makin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara,
maka pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil (Deaton dan
Muellbauer 1980). Data yang digunakan bersumber dari Susenas 2020, BPS.
4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik. Tersedianya fasilitas listrik di suatu
wilayah akan membuka peluang yang lebih besar untuk akses pekerjaan dengan
mendorong aktivitas ekonomi di suatu daerah. Karena itu, ketersediaan tenaga listrik
dijadikan salah satu indikator kesejahteraan suatu wilayah atau rumah tangga, yang
pada akhirnya berdampak pada kondisi ketahanan pangan (DKP dan WFP 2013).
Rumah tangga tanpa akses listrik diduga akan berpengaruh terhadap kerentanan
pangan dan gizi. Data persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik
berumber dari Susenas 2020, BPS.
5. Rata-rata lama sekolah perempuan di atas 15 tahun. Rata-rata lama sekolah
perempuan adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk perempuan berusia
15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Tingkat pendidikan perempuan
terutama ibu dan pengasuh anak sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan
gizi, dan menjadi hal yang sangat penting dalam pemanfaatan pangan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan pendidikan berhubungan erat
dengan penyerapan pangan dan ketahanan pangan (Khan dan Gill 2009). Sumber
data yang digunakan berasal dari Data Susenas 2020, BPS.
6. Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih. Persentase rumah tangga tanpa
akses ke air bersih, yaitu persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air
minum yang berasal dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang
terlindung dan air hujan (termasuk air kemasan) dengan memperhatikan jarak ke
jamban minimal 10 m. Akses terhadap air bersih memegang peranan yang sangat
penting untuk pencapaian ketahanan pangan. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, daerah dengan akses terhadap air bersih rendah memiliki kejadian
malnutrisi yang tinggi (Sofiati 2010). Peningkatan akses terhadap fasilitas sanitasi dan
air layak minum sangat penting untuk mengurangi masalah kesehatan khususnya
diare, sehingga dapat memperbaiki status gizi melalui peningkatan penyerapan zat-
zat gizi oleh tubuh (DKP dan WFP 2015; Kavosi et al. 2014). Sumber data berasal dari
data Susenas 2020, BPS.
7. Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk.
Ketersediaan tenaga kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, bidan,
tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga
keteknisian medis) yang cukup di suatu wilayah akan memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal kepada masyarakat yang pada gilirannya dapat menekan
penyakit-penyakit infeksi yang berdampak pada masalah gizi, sekaligus
mengkampanyekan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Rasio jumlah penduduk per
tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk akan mempengaruhi tingkat
kerentanan pangan suatu wilayah (Lubis 2010; Sofiati 2010). Data tenaga kesehatan
bersumber dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Tahun
2020, Kementerian Kesehatan.
8. Persentase balita dengan tinggi badan di bawah standar (stunting). Balita stunting
adalah anak di bawah lima tahun yang tinggi badannya kurang dari -2 Standar Deviasi
(-2 SD) dengan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dari referensi khusus untuk
tinggi badan terhadap usia dan jenis kelamin (Standar WHO 2005). Status gizi balita
merupakan salah satu indikator yang sangat baik digunakan pada kelompok
penyerapan pangan (Pemprov NTT et al. 2015). Data stunting diperoleh dari hasil
Prediksi Stunting (SAE) tahun 2020, Kementerian Kesehatan.
9. Angka harapan hidup pada saat lahir. Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir
dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Angka
harapan hidup merupakan salah satu dampak dari status kesehatan di suatu wilayah.
Meningkatnya angka harapan hidup menandakan adanya perbaikan kualitas
konsumsi dan kesehatan ibu hamil, status kesehatan secara fisik dan psikis
masyarakat pada umumnya, termasuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan. Angka harapan hidup saat lahir berasal dari Data Susenas 2020, BPS.
Adapun faktor±faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan yakni stok, produksi,
impor dan ekspor. Pada sisi kebutuhan pangan penduduk, ketersediaan pangan
berhubungan terutama dengan faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya.
Jumlah penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang
dibutuhkan atau yang perlu disediakan. Faktor-faktor yang tampaknya sangat
mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi
dan tersedia, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi, dan harga pangan. Secara umum,
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga
(Lestari, dkk,

2.3 Pengelompokan ketersediaan pangan

2.4 Neraca Bahan Makanan


PRAKTIKUM II
TINJAUAN PUSTAKA: (minimal 2 paragraf; 1 paragraf minimal 3 kalimat)
2.1 Kebutuhan Gizi
Istilah gizi berasal dari bahasa Arab giza yang berarti zat makanan,
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan
makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Pengertian
lebih luas bahwa gizi diartikan sebagai proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan,
penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat
gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga. (Djoko Pekik Irianto, 2006:
2).
I Dewa Nyoman Suparisa dkk (2002: 17-18) Menjelaskan bahwa
gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi.
Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ serta menghasilkan energi.
Menurut Sunita Almatsier (2009: 8) zat-zat gizi yang dapat
memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein, oksidasi zatzat gizi ini
menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan
kegiatan atau aktivitas. Ketiga zat gizi termasuk zat organik yang
mengandung karbon yang dapat dibakar, jumlah zat gizi yang paling banyak terdapat
dalam pangan dan disebut juga zat pembakar. Selanjutnya Sunita Almatser (2009: 42-44)
mengemukakan bahwa fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi tubuh.
Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia, sumber
karbohidrat adalah padi-padian, atau sereal, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula.
Menurut Asmira Sutarto (1980: 10) secara umum fungsi zat makanan adalah sebagai
berikut: 1. Memberi bahan untuk membangun tubuh dan memelihara serta memperbaiki bagian-
bagian tubuh yang hilan dan rusak. 2. Memberi kekuatan atau tenaga, sehingga kita dapat
bergerak dan bekerja. 3. Memberi bahan untuk mengatur proses-proses dalam tubuh. 4.
Membangun dan memelihara tubuh. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk
mendapatkan kualitas gizi yang baik makanan yang kita konsumsi setiap hari harus
mengandung zat-zat gizi, misalnya di Indonesia telah lama masyakaratnya dianjurkan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna yaitu nasi, sayur, lemak, buah dan susu,
sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat gizi akan
membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas, maka gizi merupakan suatu zat
yang terdapat dalam makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan
mineral yang penting bagi manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan manusia,
memelihara proses tubuh dan sebagai penyedia energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Menurut Rizqie Auliana (2001: 1) beberapa zat gizi dapat dibuat oleh tubuh sendiri dan
sebagian besar lainnya harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Zat gizi
yang diperlukan tubuh terdiri dari Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa gizi adalah bahan makanan yang dikonsumsi oleh
tubuh untuk menghasilkan tenaga, membangun dan memelihara jaringan dalam tubuh.
Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 165) Masa kanak-kanak merupakan fase
pertumbuhan, dan untuk menunjang kondisi tersebut perlu diperhatikan asupan makanan untuk
menunjang kondisi tersebut dengan memperhatikan berbagai hal antara lain:
1) cukup kalori. 2) cukup lauk nabati (tahu,tempe) maupun hewani (daging, ikan, dan
telur) 3) Tersedia sayuran hijau. 4) Sayuran dimasak dengan minyak (tumis) yang
akan mempermudah penyerapan vitamin A, D, E, dan K. 5) Komposisi sumber
makanan protein adalah hewani dibanding nabati adalah 1:1, sedangkan protein
hewani sebaiknya 5 gram/hari berasal dari hewan dan 10 gram/hari berupa ikan. 6)
Apabila anak sulit mengkonsumsi susu, dapat diganti produk olahan susu seperti keju,
es krim dll.
Menurut Marsetyo dan Karta Sapoetra (2005: 3) “Kadar zat makanan pada setiap bahan
makanan tidak sama, ada yang rendah ada pula yang tinggi, karena itu dengan
memperhatikan 4 sehat 5 sempurna yang dianjurkan pemerintah, setiap bahan makanan
akan saling melengkapi zat makanan/ gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia
guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, serta energi yang cukup guna
melaksanakan kegiatan-kegiatannya”.
2.2 Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi antara lain untuk metabolisme basal (metabolisme dalam keadaan
istirahat), aktivitas sehari-hari dan proses pertumbuhan. Zat-zat gizi yang merupakan sumber
energi ini disebut makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein. Dianjurkan
jumlah energi dari karbohidrat 50-60%, lemak 20-25% dan selebihnya dari protein.
Dari keenam unsur gizi, tubuh akan memperoleh sumber energi untuk bermain, belajar,
bekerja, serta sumber pembangunan untuk pertumbuhan yang normal, juga zat pengatur demi
kelancaran prosesproses didalam tubuh dan kesehatan yang baik. Energi yang diperlukan
untuk kerja otot diperlukan dari makanan yang dikonsumsi setiap hari, terdiri atas zat gizi makro
meliputi karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan energi dihasilkan melalui proese
metabolisme di dalam tubuh. Guyton yang dikutip Djoko Pekik I (2006: 35) mendefinisikan
metabolisme sebagai proses kimia yang memungkinkan sel-sel untuk dapat melangsungkan
kehidupan.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi
Suatu penyalit timbul akibat interaksi berbagai factor baik internal maupun eksternal.
Dalam epidemiologi dikenal istilah trias epidemiologi (Host, Agen dan Environment) yang
berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah Kesehatan lainnya. Timbulnya penyakit
berkaitan dengan gangguan interaksi antara factor penjamu, agen dan lingkungan (Bustan,
2006).
Status gizi dipengaruhi oleh berbagai factor yang saling terkait, terutama asupan
makanan dan penyakit infeksi. Kedua factor tersebut dipengaruhi oleh daya beli keluarga, besar
keluarga, kebiasaan makan, pelayanan Kesehatan dasar, sanitasi serta factor lingkungan dan
sosial lainnya. Sedangkan menurut UNICEF (1998) status gizi dipengaruhi oleh penyebab
langsung dan tidak langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi adalah sebagai berikut :
1. Umur
Umur merupakan salah satu factor yang turut menentukan kebutuhn gizi seseorang.
Semakin tinggi umur semakin menurun kemampuan seseorang untuk melakukan
aktifitas sehingga membutuhkan energi yang lebih besar )Kartasapoetra dan
Marsetyo, 2008). Hal ini dapat dilihat dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan, dimana kebutuhan gizi dibedakan dalam tingkatan umur dan jenis kelamin.
Dalam siklus kehidupan, secara berurutan perubahan gizi menggambarkan suatu
diferensiasi yang didasarkan atas umur dan jenis kelamin pada perkembangan dan
pertumbuhan fisik tubuh.

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu factor yang turut menentukan kebutuhn gizi
seseorang. Perempuan lebih banyak mengandung lemak dalam tubuhnya yang berarti
bahwa lebih banyak jaringan tidak aktif di dalam tubuhnya. Energi minimal yang
diperlukan perempuan sepuluh persen lebih rendah daripada yang diperlukan oleh
laki-laki (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2008). Kebutuhan zat gizi anak laki- laki
berbeda dengan anak perempuan dan biasanya lebih tinggi karena anak laki- laki
memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2007).

3. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyebab langsung pada masalah gizi. Hadirnya penyakit
infeksi dalam tubuh anak akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi anak.
Sebagai reaksi pertama akibat adanya infeksi adalah menurunnya nafsu makan anak
yang berarti bahwa berkurangnya masukan (intake) zat gizi ke dalam tubuh anak.
Keadaan berangsur memburuk jika infeksi disertai muntah yang mengakibatkan
hilangnya zat gizi. Penyakit yang tidak menguras cadangan energi sekalipun, jika
berlangsung lama dapat mengganggu pertumbuhan karena menghilangkan nafsu
makan anak (Arisman, 2004).
4. Pengetahuan Gizi
Hasil penelitian Irawati, 1998 tentang pemberian tambahan pengetahauan gizi dan
kesehatan pada murid SD menyatakan bahwa pengetahuan gizi sebaiknya diberikan
sejak dini sehinga dapat memberi kesan mendalam dan dapat menuntun anak dalam
memilih makanan yang tepat. Selain itu, anak juga dapat memahami dan menerapkan
pengetahuan yang diperoleh untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dalam
kehidupan sehari-hari menurut. Pengetahuan gizi anak selain didapat dari orang tua
dan lingkungan sekitar juga dapat diperoleh dari berbagai media seperti televisi
(iklan), radio, koran, spanduk dan pendidikan gizi yang diperoleh dari sekolah.

5. Kebiasaan Makan Pagi


Makan pagi (yang lebih dikenal dengan sarapan) merupakan salah satu kebiasaan
makan yang dilakukan di pagi hari sebelum memulai aktivitas. Di Indonesia,
kebiasaan makan sehari-hari terdiri dari makan pagi, siang dan malam. Jarak waktu
antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama waktu tidur metabolisme
dalam tubuh tetap berlangsung, sehingga pada pagi hari perut sudah kosong.
Kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh. Rendahnya kadar gula dalam
darah dapat menimbulkan rasa lemas, malas dan berkeringat dingin (Muhilal, 1998).

6. Pendidikan Orang Tua


Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena berhubungan dengan kemampuan
seseorang menerima dan memahami sesuatu. Tingkat pendidikan ikut mempengaruhi
pola konsumsi makan melalui cara pemilihan makanan dalam hal kualitas maupun
kuantitas (Hidayat, 1980 dalam Mardatillah, 2008). Pendidikan orang tua terutama
ayah mempunyai hubungan yang timbal balik dengan pekerjaan. Pendidikan ayah
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi harta rumah tangga dan komoditi pasar
yang di konsumsi karena dapat mempengaruhi sikap dan kecenderungan dalam
mimilih barang-barang konsumsi (Mosley dan Chen, 1985). Sedangkan pendidikan ibu
akan mempengaruhi status gizi anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka
akan semakin baik pula status gizi anaknya. Tingkat pendidikan juga berkaitan
dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan
akan semakin baik pula pemahamannya dalam pemilihan bahan makanan.

7. Pekerjaan Orang Tua


Status pekerjaan orang tua juga mempunyai andil yang cukup besar dalam masalah
gizi. Pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan penghasilan keluarga yang
mempengaruhi daya beli keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas besar
kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, baik kualitas maupun
kuantitas. Orang tua dengan mata pencaharian yang relatif tetap jumlahnya
setidaknya dapat memberikan jaminan sosial yang relatif lebih aman kepada keluarga
dibandingkan dengan ayah dengan pekerjaan tidak tetap (Kunanto, 1991 dalam
Maulina, 2001). Sedangkan status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi perilaku dan
kebiasaan makan anak.

8. Konsumsi Zat Gizi


Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi
berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang
bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai
dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas
fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada ibu hamil, dan ibu
menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk
pembentukan jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI yang sesuai dengan
kesehatan (Almatsier, 2003).
Manusia selalu membutuhkan energi untuk melakukan segala bentuk aktivitas fisik.
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme
untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi
untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Semakin banyak aktivitasnya maka akan semakin
besar energi yang dibutuhkan.
Makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein merupakan sumber
energi. Energi yang masuk melalui makanan harus seimbang dengan energi yang
dibutuhkan. Hasil survei gizi di berbagai daerah menunjukkan bahwa meskipun
dijumpai konsumsi energi dibawah kecukupan, dalam kenyataannya mereka masih
sanggup melakukan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan lain di sektor pertanian.
Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberi gambaran perlunya diupayakan
suatu keseimbangan (balance) zat-zat gizi yang dikonsumsi. Semakin bervariasi atau
beranekaragam menu kita, maka semakin tercapai keseimbangan dalam interaksi
antara berbagai macam zat gizi. Kegunaan angka kecukupan gizi antara lain untuk
menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi
penduduk/golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil survei
gizi/makanan (Muhilal, dkk, 1998).

2.4 Kecukupan Protein


Diperlukan untuk pembentukan dan perbaikan semua jaringan
di dalam tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut, dan
kuku. Protein pembentukan hormon untuk pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang aus, perkembangan seks dan metabolisme.
Disamping itu, protein berguna untuk melindungi supaya
keseimbangan asam dan basa di dalam darah dan jaringan terpelihara,
selain itu juga mengatur keseimbangan air di dalam tubuh. Selain
fungsi tersebut, menurut Joko Pekik (2006: 15) protein juga berfungsi
sebagai:
a) Membangun sel tubuh
b) Mengganti sel tubuh
c) Membuat air susu, enzim dan hormon
d) Membuat protein darah
e) Menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh
f) Pemberi kalori
k
Menurut Sunita Almatsier (2009: 96-97) fungsi protein yaitu:
1) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan dan sel-sel tubuh.
2) Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, hormon-hormon
seperti tiroid, insulin, dan epinerfin adalah protein, demikian
pula berbagai enzim.
3) Mengatur keseimbangan air, cairan-cairan tubuh terdapat
dalam tiga kompartemen: intraseluler (di dalam sel),
ekstraseluler/ interselular (di luar sel), intravaskular (di dalam
pembuluh darah).
4) Memelihara netralitas tubuh, protein tubuh bertindak sebagai
buffer, yaitu bereaksi dengan asam basa untuk pH pada taraf
konstan.
5) Pembentukan anti bodi, kemampuan tubuh untuk memerangi
infeksi bergantung pada kemampuan tubuh memproduksi anti
bodi.
6) Mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah,
dari darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke
dalam sel-sel.
7) Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat
karena menghasilkan 4 kalori/g protein.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa protein adalah
merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur-unsur C, H, O, N,
dan kadang-kadang juga mengandung unsur P dan S. Berdasarkan
sumber atau asalnya, protein dibedakan atas protein nabati (tumbuhan),
misalnya kacang-kacangan, tahu, tempe, kacang kedelai dan gandum,
protein hewani seperti daging, telur, susu, keju, ikan dan lain-lain. 1
gram protein menghasilkan 4 kalori.

2.5 Kecukupan Lemak


Molekul lemak terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) seperti halnya
karbohidrat. Fungsi utama lemak adalah memberikan tenaga kepada tubuh. Satu gram lemak
dapat dibakar untuk menghasilkan sembilan kalori yang diperlukan tubuh. Disamping fungsinya
sebagai sumber tenaga, lemak juga merupakan bahan pelarut dari beberapa vitamin yaitu
vitamin: A, D, E, dan K. Bahan-bahan makanan yang mengandung lemak banyak akan
memberi rasa kenyang yang lama, selain itu lemak memberi rasa gurih pada makanan. Menurut
sumbernya lemak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lemak nabati dan lemak hewani.
Menurut Sunita almatsier (2009: 52) klasifikasi lipida menurut fungsi biologisnya di dalam
tubuh yaitu: ( 1) Lemak simpanan yang terutama terdiri atas trigliserida yang disimpan di dalam
depot-depot di dalam jaringan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak merupakan simpanan
sumber zat gizi esensial. Komposisi asam lemak trigliserida simpanan lemak ini bergantung
pada susunan lemak. (2) Lemak struktural yang terutama terdiri atas fosfolipida dan kolestrol. Di
dalam jaringan lunak lemak struktural ini, sesudah protein merupakan ikatan struktural paling
penting di dalam tubuh. Di dalam otak lemak-lemak struktural terdapat dalam konsentrasi tinggi.
Fungsi lemak menurut Sunita Almatsier (2009: 60) antara lain:
1) Lemak meupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kalori untuk
setiap gram, yaitu 2,5 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein
dalam jumlah yang sama.
2) Lemak merupakan sumber asam lemak esensial, asam linoleat, dan linolinat.
3) Alat angkut vitamin larut lemak yaitu membantu transportasi dan absorpsi vitamin larut
lemak A, D, E, dan K.
4) Menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein, sehingga protein tidak
digunakan sebagai sumber energi.
5) Memberi rasa kenyang dan kelezatan, lemak memperlambat sekresi asam lambung,
dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang
lebih lama. Disamping itu lemak memberi tekstur yang disukai dan memberi kelezatan
khusus pada makanan.
6) Sebagai pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan.
7) Memelihara suhu tubuh, lapisan lemak dibawah kulit mengisolasi tubuh dan
mencegah kehilangan panas secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga
dalam memelihara suhu tubuh.
8) Pelindung organ tubuh, lapisan lemak yang menyelubungi organ tubuh seperti
jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ tersebut tetap di tempatnya dan
melindungi terhadap benturan dan bahaya lain.

Konsumsi lemak sebanyak 15-30 % kebutuhan energi total dianggap baik untuk
kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk
membantu penyerapan vitamin larut lemak. Di antara lemak yang dikonsumsi sehari-
hari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak
jenuh, dan 3-7% dari lemak tidak jenuh ganda. Konsumsi kolestrol yang dianjurkan
adalah <300 mg sehari.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa lemak adalah merupakan senyawa
kimia yang mengandung unsur C, H, dan O. Banyak terdapat dalam lauk pauk (daging
berlemak) dan minyak (minyak goreng). Satu gram lemak mengandung sembilan
kalori dalam tubuh.
2.6 Metode recall Makanan.
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden
disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jamyang lalu (kemarin).
Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau
dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam
penuh. (12)
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh
cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu untuk mendapatkan data kuantitatif, maka
jumlah konsumsi makanan individu dinyatakan secara teliti dengan menggunakan alat URT
(sendok, gelas, piring dll) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali, maka data yang diperoleh kurang
representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam
sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwaminimal 2 kali recal 24 jam tanpa berturut-turut,
dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih
besar tentang intake harian individu.
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai
berikut:
Kelebihan metode recall 24 jam:
1. Mudah melaksanakannya serta tidak membebani responden
2. Biaya relatif murah, karena tidak perlu alat khusus dan temapat
luas.
3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
4. Dapat digunakan untuk responden buta huruf.
5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila
hanya dilakukan recall satu hari.
2. Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.
3. The flat slope syndrome yaitu kecenderungan bagi responden yang
kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit.
4. Membutuhkan tenaga yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang
dipakai menurut kebiasaan masyarakat.
5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan
penelitian.
6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall
jangan dilakukan saat panen, hari pasar, hari akhir pekan.
Karena keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan
oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka
untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan beberapa kali pada hari yang
berbeda.(12)
Tabel 1. Tabulasi Makanan INDIVIDU Yang Dikonsumsi 1x 24 jam yang lalu

JENIS JUMLA KOMPOSISI ENERGI


N TOTA
MAKANA H Karbohidra Protei Lema Karbohidra Protei Lema
O L
N (gram) t n k t n k
1 Nasi 300
goreng gram
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

TOTAL

Perhitungan Komposisi:
DKBM/100 x Jumlah yang dikonsumsi
Perhitungan ENERGI:
Komposisi komponen x komponen
Keterangan: Karbo = 4 Protein = 9 Lemak=9
Tabel 2. Angka kecukupan Energi Individu 1x 24 jam yang lalu

JENIS ENERGI Waktu dan Lama Energi yang Total Energi Kegiatan
Kegiatan dibutuhkan
ENERGI INTERNAL: 8 JAM

TIDUR

ENERGI
EKSTERNAL:

Semua kegiatan
kalian
1 Sholat 1 jam
2 Berjalan 2 jam
3 Dst, Rebahan 3 jam

SDA
Total

Anda mungkin juga menyukai