Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA

KERAWANAN PANGAN KABUPATEN


SITUBONDO

BAB II
TINJAUAN TEORI DAN
KEBIJAKAN
Dalam bab ini menguraikan beberapa teori dan kebijakan yang terkait dengan penyusunan peta
kerawanan pangan di Kabupaten Situbondo

2.1.

TINJAUAN TEORI

2.1.1. Ketahanan Pangan


Menurut undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan bahwa ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Oleh karena itu mengacu pada Undang-undang tersebut maka

upaya

mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi
kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan
pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral
serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan
kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya
pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan
kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga
yang terjangkau.
Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992), bahwa ketahanan pangan
sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap
waktu untuk keperluan hidup sehat. World Food Summit 1996 memeperluas pengertian di
atas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.
Sedangkan World Bank 1996, bahwa ketahanan Pangan adalah akses oleh semua orang
pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Oxfam

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2001, bahwa ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: setiap orang dalam segala waktu
memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi
hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan
dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian,
pertukaran maupun klaim). FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and
Mapping Systems, 2005 ), bahwa ketahanan Pangan adalah kondisi ketika semua orang
pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang
cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan
pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
Dalam hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996), ketahanan
pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga
dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar
dapat hidup sehat.
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa
untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu
yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan
berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur
ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor
(Litbang Deptan, 2005).
2.1.2. Sistem Ketahanan Pangan
Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency),
akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty , 2004). Dengan adanya
aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan
rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food
availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan
pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri
dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan mencakup
pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan
menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian
rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan
tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan
jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses
peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini
ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup.
Surplus pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi
individu/masyarakatnya.

Sedangkan

subsistem

konsumsi

menyangkut

pendidikan

masyarakat agar mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat
mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak
efektif bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan
produktif (Thaha, dkk, 2000). Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka
ketahanan pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan
pangan (Suryana, 2003).
2.1.3. Rawan pangan
Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh
pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan baik. Rawan
pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu : (a) rawan pangan kronis, yaitu ketidak cukupan
pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan
yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui produksi sendiri. Kondisi ini
berakar pada kemiskinan dan (b) rawan pangan transien/ transistori, yaitu penurunan akses
terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara kontemporer. Hal ini disebabkan
adanya bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat
mendadak,

sehingga menyebabkan

ketidakstabilan harga pangan, produksi,

atau

pendapatan (Baliwati, 2004).


Menurut Food An Agriculture Organization Of The United Nations (FAO) dan Undang
Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, kondisi rawan pangan dapat diartikan bahwa
individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya
tidak memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk
memperoleh pangan yang cukup kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas
maupaun kuantitasnya.
Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan gangguan
kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam keadaan yang paling fatal
dan menyebabkan kematian.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2.1.4. Pendapatan Pangan Keluarga
Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli serta
seberapa besar proporsi dari pendapatan yang akan dikeluarkan untuk membeli pangan.
Daya beli atau kemampuan keluarga untuk membeli pangan dipengaruhi oleh pendapatan
keluarga dan harga pangan itu sendiri. Perubahan pendapatan secara langsung dapat
mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti
memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
baik. Sebaliknya, penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang hendak dibeli.
Ketidak cukupan persediaan pangan keluarga menunjukkkan adanya kerawanan
pangan keluarga (Household Food Insecurity), yang berarti kemampuan keluarga untuk
membeli pangan keluarga untuk memenuhi pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya bagi
seluruh keluarga belum terpenuhi (Soekirman, 2000).
2.1.5. Pengeluaran Pangan keluarga
Hasil SUSENAS (1996-1998) menunjukkan pengeluaran bagi keluarga miskin
berkisar 60-80% dari pendapatan dan bagi keluarga mampu berkisar antara 20 -59%. Hal ini
sesuai dengan hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen/
keluarga akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang
semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan
makin meningkat (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut asumsi Berg (1986) persentasi
pengeluaran pangan keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu : pengeluaran
pangan <45% dikatergorikan sebagai keluarga kaya, pengeluaran pangan 46-79%
dikategorikan sebagai keluaraga menengah, dan pengeluaran pangan > 80% termasuk
kategori keluarga miskin.
Peningkatan

pendapatan

berlebih

lanjut

tidak

hanya

akan

meningkatkan

keanekaragaman konsumsi pangan, tetapi juga akan berakibat pada peningkatan konsumsi
lemak, protein hewani dan gula, termasuk peningkatan komsumsi pangan dari luar rumah.
Sedangkan disisi lain terjadi penurunan konsumsi pangan yang lebih murah, yaitu pangan
pokok berpati dan protein nabati (Soekirman, 2000).
2.1.6. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air
baik yang diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau
pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004).
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.
Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat
gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1994).
Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor
ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan
berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain
pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan
dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang
berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi pangan berkurang
sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya berarti fungsi pangan
dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan lingkungan, agama, adat,
kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai
kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk
dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang
menyangkut pemilihan jenis bahan pangan, pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya
(Baliwati, 2004).
2.1.7. Kebutuhan Energi dan Protein
Fungsi makanan sebagai sumber energi banyak diperoleh dari bahan bahan
makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohidrat dikonsumsi dalam berbagai bentuk
dan sumber. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang memungkin manusia dapt
beraktifitas sehari hari. Sebanyak 60-70% kebetuhan energi tubuh manusia diperoleh dari
karbohidrat, sisanya berasal dari protein dan lemak. Sumber utama karbohidrat diperoleh
dari beras (hasil olahannya), jagung, ubi, dll (Rimbawan dan Siagian,2004). Hardinsyah, dkk
(1989) sumber energi lainnya adalah protein , dimana fungsi protein dalam tubuh berguna
sebagi sumber pembangun atau pertumbuhan, pemeliharaan jaringan yang rusak, pengatur
serta untuk mempertahan kan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu.
Sumber utama protein berasal dari nabati (berasal dari tumbuhan) dan hewani (daging, susu
dan hasil olahannya).

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2.1.8. Status gizi Anak Balita
Supariasa 2001 status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Menurut
Mc Lareen dalam Berg (1981), memberikan batasan gizi atau nutrisi sebagai suatu proses
dimana mahluk hidup memanfaatkan makanan untuk keperluan pemeliharaan fungsi organ
tubuh, pertumbuhan dan penghasil energi. Manfaat makanan diperoleh melalui proses
pencernaan, penyerapan, transport dalam tubuh, penyimpanan, metabolisme dan
membuang sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh.
Menurut Siswono (2002), status gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya
pendapatan tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan
seseorang menjadi konsumtif dalam pola makan sehari hari. Dapat dipastikan bahwa
pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera ketimbang gizi.
Sedangkan menurut Idrus dan Kusnanto (1990), keadaan gizi adalah akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat gizi tersebut.
Sedangkan status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel variabel
tertentu status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan
makanan oleh tubuh. Status gizi merupakan keadaan seseorang sebagai refleksi dari
konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh. Ketidak seimbangan antara intake
dengan kebutuhan mengakibatkan terjadinya malnutrisi.
Malnutrisi terdiri dari : 1) under weight terjadi apabila intake < kebutuhan, dan 2)
obesitas, terjadi apabila intake > kebutuhan (Halomoan, 1999).
Depkes RI (1995), Status gizi anak balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan gizi
(konsumsi pangan) dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut sering terjadi dan saling
mempengaruhi. Penyebab langsung ini dapat timbul karena tiga faktor penyebab tidak
langsung seperti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak serta
ketersediaan air bersih dan pelayanan kesehatan dasar. Lebih jauh masalah gizi disebabkan
oleh kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan dan kesempatan kerja yang sempit.
2.1.9. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi
World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: Ketahanan
pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan
ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang
memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan
sehat. Pada FSVA 2009, analisis dan pemetaan dilakukan berdasarkan pada pemahaman

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam
Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi.
Di Indonesia, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahwa Ketahanan
Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Sebagaimana FIA 2005, FSVA dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan:
(i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan.
Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang
diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan.
Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui
mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan
pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan
dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.
Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup
pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan
bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu
daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang
memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di
atas.
Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga,
dan kemampuan individu untuk menyerap dan metabolisme zat gizi (konversi zat gizi
secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan,
pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama
proses pengolahannya serta kondisi yang bersih, budaya atau kebiasaan pemberian makan
terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam
rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan,
menyusui dll), dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.
Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat Kota tidak secara otomatis
menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu. Pangan mungkin
tersedia dan dapat diakses namun sebagian anggota rumah tangga mungkin tidak
mendapat manfaat secara maksimal apabila kelompok ini tidak memperoleh distribusi
pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun keragaman
atau apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan karena
penyiapan makanan yang tidak tepat atau karena sedang sakit.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan,
akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang
ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset
rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan
ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu
ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial
ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik.

2.1.9.1. Ketahanan Gizi


Ketahanan gizi di definisikan sebagai akses fisik, ekonomi, lingkungan dan sosial
terhadap asupan makanan seimbang, air layak minum, kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Ini berarti bahwa ketahanan gizi membutuhkan
kombinasi dari komponen makanan dan non-makanan.
Ketahanan gizi yang ditunjukkan oleh status gizi merupakan tujuan akhir dari
ketahanan pangan, kesehatan dan pola pengasuhan tingkat individu. Kerawanan pangan
adalah salah satu dari tiga penyebab utama masalah gizi. Penyebab utama lainnya adalah
status kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan masyarakat, dan pola pengasuhan.
Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan pangan, maka akan beresiko kekurangan
gizi, termasuk kekurangan gizi mikro. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kerawanan
pangan adalah penyebab satu-satunya masalah gizi kurang, tanpa mempertimbangkan
faktor kesehatan dan pola asuh seperti kurangnya akses ke air layak minum, sanitasi,
fasilitas dan pelayanan kesehatan, rendahnya kualitas pola asuh dan pemberian makan
anak serta tingkat pendidikan ibu.
2.1.9.2. Kerentanan Pangan
Kerentanan, yaitu Kerentanan terhadap kerawanan pangan mengacu pada suatu
kondisi yang membuat suatu masyarakat yang beresiko rawan pangan menjadi rawan
pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan
oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor-faktor resiko/goncangan dan kemampuan
mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak.
1. Konsep dan Definisi

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami
daerah, masyarakat atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk memenuhi standar
kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan
dapat bersifat kronis atau sementara/transien.
Kerawanan pangan kronis, yaitu Ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus
menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum atau dapat juga didefinisikan Rawan
Pangan kronis adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi standar minimum
kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan
lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan.Keadaan ini biasanya terkait dengan
faktor strukural, yang tidak dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah,
sistem pemerintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan, dll.
Kerawanan

Pangan

Sementara

(Transitory

food

insecurity),

yaitu

Ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan


minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat
seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat
besarnya hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dll. Kerawanan pangan sementara yang
terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah
tangga, menurunnya daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan
kronis.
Penanganan rawan pangan dilakukan pertama melalui pencegahan kerawanan
pangan untuk menghindari terjadinya rawan pangan disuatu wilayah sedini mungkin dan
kedua melakukan penanggulangan kerawanan pangan pada daerah yang rawan kronis
melalui program-progam sehingga rawan pangan di wilayah tersebut dapat tertangani, dan
penanggulangan daerah rawan transien melalui bantuan sosial .
Salah satu pendekatan dalam pencegahan rawan pangan melalui pendekatan
adalah melalui : Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (A Food Security
and Vulnerability Atlas) disusun pada periode 3-5 tahunan yang mengambarkan kondisi
sampai tingkat kecamatan/desa sebagai acuan dalam penentuan program. Oleh karena itu,
Kota Tangerang melakukan penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food
Security and Vulnerability Atlas) agar dapat melakukan identifikasi ketahanan dan
kerentanan pangan serta penguatan kelembagaan terkait untuk penanganan rawan pangan,
sehingga mampu melakukan pencegahan serta penanggulangan kerawanan pangan yang
menggambarkan kondisi sampai tingkat kecamatan dalam menentukan peningkatan dan
pengembangan program pangan di daerah tersebut.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2. Indikator FSVA
Kerawanan pangan merupakan isu multi-dimensional yang memerlukan analisis dari
berbagai parameter tidak hanya produksi dan ketersediaan pangan saja. Meskipun tidak ada
cara spesifik untuk mengukur ketahanan pangan, kompleksitas ketahanan pangan dapat
disederhanakan dengan menitikberatkan pada tiga dimensi yang berbeda namun saling
berkaitan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan oleh rumah tangga dan pemanfaatan
pangan oleh individu.
Pendekatan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) adalah untuk menganalisis tingkat
ketahanan pangan berdasarkan indikator yang telah terseleksi melalui penyusunan indeks
tingkat ketahanan pangan pada masing-masing indikator.
Indikator yang dipilih dalam FSVA ini berkaitan dengan tiga pilar ketahanan pangan
tersebut berdasarkan konsepsi Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi. Pemilihan
indikator juga tergantung pada ketersediaan data pada tingkat kabupaten. Indikator yang
digunakan dalam FSVA terdiri dari 13 indikator teripilih untuk selanjutnya digunakan 9
indikator kerawanan pangan kronis dan 4 indikator kerawanan pangan sementara/transien.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS, TNP2K,
Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan Kabupaten, dan Dinas /instansi terkait lainnya.
Rawan pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang
tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar
kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakatnya
(Badan Ketahanan Pangan 2006:8) Suatu daerah dikatakan rawan pangan dapat diukur
dengan banyaknya jumlah rumah tangga prasejahtera yang relatif masih banyak karena
alasan ekonomi, status gizi masyarakatnya yang ditunjukkan oleh status gizi balitanya,
ketersediaan pangan daerah dan kerentanan pangan.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO

a. Konsep Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan diartikan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk
memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat (FAO/WHO,1992)
kemudian dikembangkan dengan memasukan komponen persyaratan penerimaan
pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat. Sementara itu, berdasar Undangundang No.7 tahun 1996 tentang pangan, mengartikan ketahanan pangan rumah tangga
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Pemaknaan lain atas ketahanan pangan yaitu kemampuan untuk memenuhi
pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai budaya setempat
dari waktu ke waktu agar hidup sehat, dan atau kemampuan rumah tangga untuk
memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari produksi sendiri, dan atau membeli dari
waktu ke waktu agar dapat hidup dan kemampuan rumah tangga untuk memenuhi
kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat.
b. Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia
Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu
permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana
Pembangunan

Jangka

Menengah

(RPJM)

2004-2009

menggambarkan

masih

terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli,
masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang
terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras,
kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan serta
rendahnya harga jual yang diterima petani, masih ketergantungan terhadap import
pangan.
Data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-pertiga dari
penduduk Indonesia masih berada di bawah asupan kalori sebanyak 2100 kalori
perkapita/hari. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan kecukupan kalori, di samping
menjadi permasalahan masyarakat miskin, ternyata juga dialami oleh kelompok
masyarakat lainnya yang berpendapatan tidak jauh di atas garis kemiskinan.
c. Ketahanan Pangan dan Demokrasi.
Sesungguhnya ruh dari program ketahanan pangan adalah ketersediaan dan
aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan secara adil dan merata. Ketersediaan
mengandung nilai semangat produktifitas, adapun aksesibilitas mencakup bagaimana
pemenuhan hak asasi serta keterjangkauan termasuk dayabeli seluruh rakyat akan
pangan. Produktifitas mengandung nilai kemandirian dan keberdayaan. Adapun
pemenuhan

hak

asasi

rakyat

akan

pangan

berhubungan

bagaimana

proses

demokratisasi pemerintahan berjalan dengan baik.


Demokrasi membuka ruang publik agar rakyat berani mengemukakan pendapat,
keluhan dan masalahnya dalam koridor norma hukum yang berlaku. Demokrasi juga
membuka ruang untuk membangun tata kelola kepemerintahan atas dasar partisipasi
rakyat, egalitarian, transparansi, dan akuntabel. Dengan demikian, demokrasi dipercaya
merupakan salah satu solusi akseptabilitas pembangunan ketahanan pangan.
Demokrasi yang genuin dapat diwujudkan apabila hak dasar akan pangan pada seluruh
masyarakat sudah terpenuhi secara adil dan merata. Terdapat hubungan timbal balik
antara ketahanan pangan atau perkembangan kemajuan ekonomi dengan kualitas
demokrasi di suatu bangsa.
d. Ketahanan Pangan dan Kemandirian
Konsep kemandirian dalam ketahanan pangan bukanlah kemandirian dalam
keterisolasian. Dengan demikian, masalah kemandirian tidak didasarkan pada
paradigma ketergantungan yang banyak dibicarakan terutama di negara-negara
berkembang di Amerika latin tahun 1950 dan 1960-an. Kemandirian dalam konteks kini

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
(global) menuntut adanya kondisi saling ketergantungan (interdependency) antara lokalglobal, traditional-modern, desa-kota, rakyat-pemerintah, pertumbuhan-pemerataan,
serta antar lembaga sesuai fungsinya. Kemandirian dengan demikian adalah paham proaktif dan bukan reaktif atau defensif.
Kemandirian ketahanan pangan dalam era globalisasi hanya dapat diwujudkan
tatkala paradigma pembangunan yang dikembangkan baik di pusat maupun di daerah
mampu memadukan antara tuntutan global dengan pemberdayaan masyarakat. Di
sinilah fungsi dan peran demokratisasi ekonomi-politik dan sosial pada semua tingkatan
pemerintahan dan lembaga masyarakat menjadi sangat penting apakah arus globalisasi
ini merupakan peluang untuk menjadi suatu kekuatan atau ancaman.

2.2.

TEORI DASAR GIS

2.2.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)


SIG atau yang dikenal sebagai Geographic Information System (GIS) akhir-akhir ini
mengalami perkembangan yang berarti seiring kemajuan teknologi informasi. Dengan SIG
kita akan dimudahkan dalam melihat fenomena kebumian dengan perspektif yang lebih
baik. SIG

mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data

spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta
bahkan data statistik.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan dalam penyelidikan ilmiah,
manajemen sumber daya, manajemen aset, perencanaan tata kota, katrografi, kriminologi,
sejarah, pemasaran, dan logistik. Sebagai contoh, penerapan SIG memungkinkan
perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana
alam. Selain itu, SIG juga dapat digunakan oleh pengguna jasa logistik untuk mengetahui
telah sampai dimana barang mereka.
Sistem Informasi Geografis dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem manual
(analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling
mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem manual sendiri telah dilakukan sejak
jaman prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya gambar binatang beserta rute
migrasinya yang dibuat sekitar 15.500 tahun lalu pada sebuah gua di Lascaux, Perancis.
Sedangkan

pada

era

modern,

sistem

manual

dilakukan

dengan

cara

menggabungkanbeberapa data seperti peta, lembar transparansi, foto udara, laporan


statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis
secara manual dengan alat tanpa komputer

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer
sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra
satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Komponen utama Sistem
Informasi Geografis dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu: perangkat keras
(digitizer, scanner, Central Procesing Unit(CPU), harddisk, dan lain-lain), perangkat lunak
(ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan
pemakai (user).
Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan
kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis. Dalam Sistem
Informasi Geografis, dikenal dua jenis data data spasial, yaitu raster dan vektor . Data raster
ialah segala macam data citra digital, seperti foto dari kamera dijital atau data hasil
scansebuah peta, yang memiliki satuan unit pixel. Jenis data ini, terutama yang diambil dari
citra satelit atau foto udara, lebih cenderung disukai karena apa yang pengguna lihat
merupakan keadaan sesungguhnya dari lokasi tersebut pada tanggal citra diambil. Namun
perlu diingat, tidak sembarang citra digital dari foto udara atau citra satelit dapat dikatakan
sebagai data spasial raster. Citra tersebut perlu ditambahkan informasi tambahan (registrasi)
berupa koordinat bumi yamg mewakili suatu pixel. Biasanya diperlukan tiga titik yang
berbeda dalam suatu citra digital yang harus dipetakan terhadap koordinat bumi (lintang
selatan/lintang utara dan bujur barat/bujur timur).
Berbeda dengan data raster, data vekor tersusun atas bentuk-bentuk geometi
sederhana

(garis,

titik,

dan

polygon).

Bentuk

titik

biasanya

digunakan

untuk

merepresentasikan suatu lokasi yang tidak luas, seperti sumur atau mobil. Bentuk garis
merupakan sekumpulan titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang satu dimensi
sederhana (garis lurus atau polyline) yang biasanya digunakan untuk merepresentasikan
informasi linier, seperti rel kereta apai, jalan raya, dan sungai.
Sedangkan bentuk polygon biasanya digunakan untuk merepresentasikan suatu
daerah

yang

cukup

luas,

seperti

danau,

hutan,

atau

luas

provinsi.

Bentuk

polygonmerupakan bentuk yang paling banyak digunakan dalam data spasial vektor.Data
vektor tidak perlu dipetakan (registrasi) seperti data raster. Hal ini karena biasanya data
vektor langsung dibuat menggunakan suatu program Sistem Informasi Geografis yang
secara otomatis memetakan bentuk geometri tersebut.
Selain data spasial, dalam Sistem Informasi geografis juga dikenal data atribut, atau
yang lebih dikenal dengan sebutan label. Penyajian data atribut bersifat menempel
(embedded) dengan data spasial. Dengan kata lain, data atribut tidak dapat ada sendiri
tanpa data spasial. Hal ini dikarenakan isi dari data atribut merupakan informasi yang terkait

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
dengan data spasial yang telah ada. Sebagai ilustrasi, suatu data vektor polygonhanya
dapat menunjukkan pencakupan dari suatu propinsi, oleh karena itu diperlukan data atribut
yang dapat memberitahukan informasi tambahan seperti populasi penduduk di propinsi
tersebut.
Data spasial dan data atribut tersebut kemudian disatukan menjadi suatu layer.
Layerinilah yang menjadi masukan utama dalam toolsSistem Informasi Geografis untuk
menampilkan peta dijital. Suatu layer dapat ditampilkan dengan layerlain dalam suatu peta
dijital dengan prinsip tumpang tindih (layer atas akan menutupi layer bawah). Dengan kata
lain, apabila terdapat dua layerdalam satu koordinat, dimana layerpertama berupa
polygondengan luas yang lebih kecil daripada layerkedua yang juga berupa polygon, maka
layerkedua akan benar-benar menutupi layerpertama apabila diletakan di atas layerpertama.
Sebaliknya, layerpertama akan terlihat sebagai bagian dari layerkedua apabila layer
pertama diletakan di atas layer kedua.
2.2.2. Subsistem Utama SIG
SIG terdiri dari empat subsistem utama :
1. Sub-sistem Masukan
Menyediakan data sampai siap dimanfaatkan pengguna berupa peralatan pemetaan
terestris, fotogrametri, digitasi, scanner, dsb.
2. Sub-sistem Database
Digitasi peta dasar pada berbagai wilayah/daerah cakupan dengan berbagai skala
telah dan terus dilakukan dalam rangka membangun sistem database spasial yang
mudah diperbaharui dan digunakan dengan data literal sebagai komponen
utamanya.
3. Sub-sistem Pengolahan Data
Pengolahan data baik vektor maupun raster dapat dilakukan dengan berbagai
software seperti AUTOCAD, ARC/INFO, dll. Pada metode vektor disebut digitasi
sedangkan raster disebut metode overlay. Salah satu karakteristik software GIS
adalah adanya sistem Layer (pelapisan) yang menggabungkan beberapa unsur
informasi (penduduk,jalan, persil tanah, dll).
4. Sub-sistem Penyajian Informasi
Dilakukan dengan berbagai media agar mudah dimanfaatkan pengguna.
2.2.3. Komponen SIG
SIG beroperasi dengan memerlukan komponen-komponen berikut :

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
1. Orang, yang menjalankan sistem meliputi mengoperasikan, mengembangkan
bahkan memperoleh manfaat dari sistem.
2. Aplikasi, kumpulan prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi
informasi.
3. Data, data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis/spasial berupa peta,
foto udara, citra satelit. Dan data atribut, yaitu data sensus penduduk, catatan survei,
statistik lainnya. SIG juga dikenal adanya basisdata spasial.
4. Software, program komputer yang dibuat khusus dan memiliki kemampuan
pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan penayangan data spasial.
5. Hardware, berupa seperangkat komputer yang dapat mendukung pengoperasian
perangkat lunak yang dipergunakan. Termasuk didalamnya scanner, digitizer, GPS,
printer dan plotter. (John E. Harmon, Steven J. Anderson. 2003)
2.2.4. Metode Pemetaan Digital Berbasis GIS
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah teknologi baru yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menganalisis dan mentransfer data kebumian.Menurut Burrough
(Dulbahri, 1996), sistem informasi geografis adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan, menyimpan, mendapatkan kembali, mentransformasi, dan menayangkan
kembali data keruangan dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Dengan kata lain, SIG
adalah suatu sistem berbasis komputer yang dapat mengolah dan menginformasikan unsur
alam dan unsur buatanyang bergeoreferensi.
Unsur bergeoreferensi artinya unsur tersebut mempunyai acuan posisi tertentu
dimuka bumi.SIG mempunyai kemampuan untuk mengolah data grafis, non-grafis secara
terpadu.Agar supaya konsep SIG dapat terwujud, maka diperlukan 5 komponen, yaitu
sumber daya manusia, data, perangkat lunak, perangkat keras dan manajemen.Kelima
komponen tersebut saling terkait satu dengan lainnya (Dulbahri, 1996).
Penerapan sistem informasi geografis sudah berkembang untuk berbagai bidang,
antara lain : (1). Pemetaan kadaster, (2). Pemetaan jalan raya, (3). Perencanaan kota dan
wilayah, (4). Pemilihan rute jalan raya, jalur pipa, dan jalur transmisi, (5). Bidang teknik sipil,
(6).

Bidang

kesehatan,

(7).

Proses

kartografi.

Keunggulan

SIG

terletak

pada

kemampuannya memadukan data untuk memperoleh informasi baru berdasarkan data base
yang sudah ada, dan analisis keruangan serta integrasi. data vektor, raster, dan data atribut.
1. Komponen-komponen Sistem Informasi (SIG)
Secara umum Sistem Informasi Geografis (GIS) memiliki 5 (lima) komponen utama yang
satu sama lain sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan sistem tersebut dalam segala
keperluan, termasuk untuk keperluan pengembangan pada Sistem database. Pada gambar

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
berikut ditunjukkan komponen-komponen tersebut dan hubungannya satu dengan yang lain.
Terlihat dengan jelas bahwa kelima komponen tersebut adalah Data, Methods (metode),
People (sumber daya manusia), Hardware (perangkat keras system komputer), dan
Software (perangkat lunak)

Gambar 2. 1 Gambar Komponen Sistem Informasi Geografis


Sistem informasi meliputi software, hardware dan data. Software merupakan perangkat
lunak dalam komputer untuk mengolah data yang berasal dari perangkat keras (hardware),
yang biasanya digunakan untuk penelitian sistem lingkungan adalah Map Info, Epi Info dan
Arcview, software ini memiliki kriteria sebagai berikut:

Data base dalam bentuk format digital (berasal dari hardware)


Data yang digunakan merupakan data yang dapat diterjemahkan secara geografis

seperti koordinat lintang dan bujur.


Dapat diinterprestasikan dalam bentuk peta digital.
Peta digital yang diolah dapat memperlihatkan dalam skala kecil (jalan raya, blok

perumahan).
Peta dapat diolah dalam beberapa layer.
Data dari berbagai layer dapat saling dibandingkan dan dipilih untuk dianalisis.

Sistem Data termasuk pendukung utama GIS, tanpa data GIS tidak akan berarti apaapa. Sebaliknya data yang lengkap akan sangat menunjang sistem informasi yang
dibangun.
Berdasarkan jenis dan cara penanganannya data dapat dikelompokkan, yaitu data
grafis/ spasial dan data atribut/ non-spasial. Peta merupakan representasi grafik dari elemen
geografi yang terdistribusi menurut keruangan, dinamakan juga feature peta (map feature).

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Feature peta ini disajikan dengan sekumpulan elemen grafik seperti titik, garis dan area.
Peta menyampaikaninformasi tentang lokasi unsur / obyek alam buatan manusia,
karakteristik unsur dan hubungan keruangan dengan unsur yang lainnya.
Data peta digital merupakan feature peta yang disimpan dalam besaran-besaran
numeris dan angka-angka koordinat. Jadi data yang disajikan tidak lagi berupa lembaranlembaran peta tetapi sudah dalam bentuk digital. Data geografis sebagai data keruangan
(spatial data) dapat disajikan baik sebagai titik (point), garis (line), ataupun bidang (area).
Titik digunakan untuk menunjukkan posisi atau lokasi kenampakkan geografis, seperti
misalnya lokasi rumah sakit, lokasi sumur minyak, dan sebagainya. Garis yang merupakan
kumpulan titik-titik, dapat digunakan untuk menyajikan jalan aspal antar kota, sungai, garis
pantai, dan lain sebagainya. Sedangkan bidang yang merupakan daerah yang tertutup
(terbatasi) garis dapat digunakan untuk menggambarkan suatu wilayah, waduk, danau, dan
sebagainya. Bidang ini sering disajikan dalam bentuk poligon, yaitu kumpulan penggalan
(segmen) garis yang tertutup.
Dengan dukungan perangkat keras dan perangkat lunak komputer, maka data tersebut
dapat diolah dan dimanipulasi untuk berbagai kebutuhan dalam GIS. Hal ini tentunya dapat
dilakukan karena data dalam bentuk digital bersifat fleksibel dan mudah diperbaharui.
Berbeda halnya dengan peta-peta konvensional yang terbatas dalam menyajikan informasi,
maka peta digital dapat memuat berbagai macam informasi yang dikumpulkan dalam suatu
database.
Disamping data grafis (peta), maka GIS memerlukan data non-grafis (atribut/ non
spasial).Data atribut yang dibutuhkan tergantung dari kebutuhan dan tujuan pemakaian GIS
itu sendiri. Data atribut harus disimpan dalam bentuk digital, sehingga akan mudah
digabungkan dengan data grafisnya.
2. Tahapan Dalam GIS.
Secara khusus, perangkat lunak GIS (Geographic Information Systems), terdiri dari tiga
tahapan yaitu tahapan Input, Proses dan Analisis, ,Output dan Visualisasi.
a. Input
Aplikasi GIS menerima data-data masukan dari pengguna maupun dari pengembang
sistem. Adapun data-data yang dapat dijadikan data masukan bagi sistem tersebut
adalah sebagai berikut:
b. Peta Digital
Data utama yang membedakan sistem informasi geografik dengan sistem informasi
lainnya adalah kemampuannya dalam menampilkan dan menangani basis data

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
spasial atau data bergeoreferensi.Dalam hal inilah keberadaan peta digital menjadi
sangat esensial bagi system ini.
Penyediaan peta digital untuk penerapan sistem informasi geografik memerlukan
pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar dapat menghasilkan peta
berkualitas baik. Basis administrasi terkecil yang akan dikembangkan pada sistem ini
adalah Kabupaten.
c. Data Tabular
Yang dimaksud dengan data tabular adalah data-data yang berupa teks, angka,
ataupun biner yang disimpan dalam bentuk tabel-tabel.Terdapat 2 (dua) jenis data
tabular yang dimaksud, yaitu data tabular yang terikat dengan objek dalam peta dan
yang tidak terikat.
Data tabular yang terikat dengan objek di dalam peta digital umumnya berupa datadata yang melengkapi (atribut) objek tersebut. Sebagai contoh adalah data
demografi yang terikat dengan objek wilayah administrasi, data nama, alamat, dan
keadaan interior/eksterior bangunan yang terikat dengan objek bangunan, data nama
dan panjang yang terikat dengan objek jalan, dan masih banyak lagi lainnya. Datadata tersebut disimpan dalam sebuah sistem basis data yang sama dengan yang
digunakan untuk menangani data spasial.
d. Data Image
Database GIS dapat menerima data masukan berupa foto digital, gambar, dan objek
grafis digital lainnya. Data-data tersebut dapat ditampilkan sebagai data pelengkap,
misalnya: foto Lokasi Bangunan pelintas, pintu air, tapal batas, obyek vital, dan
berbagai macam hal lainnya.
e. Data Digital Lainnya
Secara umum, hampir semua jenis data dalam bentuk digital yang ingin dicantumkan
dan ditampilkan dapat diterima dan disimpan dengan baik oleh basis data GIS dan
dapat pula ditampilkan sesuai dengan kebutuhan. Selain data peta digital, data
image, dan data tabular, data-data berbentuk digital lainnya juga dapat dengan
mudah diikutkan dalam sistem ini: musik, animasi, atau film misalnya.
f.

Analisis
Data-data yang tersimpan dalam sistem basis data yang bersangkutan kemudian
dijadikan bahan untuk melakukan analisis sehingga dapat ditarik sebuah informasi
darinya sesuai dengan kebutuhan pengguna dan pemilik sistem. Adapun analisisanalisis yang dapat dilakukan dalam sistem ini adalah sebagai berikut:

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO

Analisis Spasial
Analisis Tabular
Analisis numeris
Analisis Statistik
Analisis Tekstual

Dengan menggunakan fungsi analisis ini maka pengguna akan dapat dengan mudah
menemukan kembali catatan yang diinginkan, atau mengelompokkan data-data.
g. Output
Keluaran dari proses analisis-analisis yang telah disebutkan sebelumnya adalah
berupa informasi-informasi yang diinginkan oleh pengguna. Informasi tersebut
disajikan dalam berbagai bentuk yaitu peta tematik, tabel, dan grafik.

2.3.

TINJAUAN KEBIJAKAN

2.3.1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG


PANGAN
1. ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas:
a
b
c
d
e
f
g
h

Kedaulatan;
Kemandirian;
Ketahanan;
Keamanan;
Manfaat;
Pemerataan;
Berkelanjutan; dan
Keadilan.

2. Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk:


a. Meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri;
b. Menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat;
c. Mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok dengan harga
yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
d. Mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat, terutama
masyarakat rawan Pangan dan Gizi;
e. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar dalam
f.

negeri dan luar negeri;


Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang

aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat;


g. Meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Pelaku Usaha Pangan; dan melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber
daya Pangan nasional.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
3. Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Pangan meliputi:
a. Perencanaan Pangan;
b. Ketersediaan Pangan;
c. Keterjangkauan Pangan;
d. Konsumsi Pangan dan Gizi;
e. Keamanan Pangan;
f. Label dan iklan Pangan;
g. Pengawasan;
h. Sistem informasi Pangan;
i. Penelitian dan pengembangan Pangan;
j. Kelembagaan Pangan;
k. Peran serta masyarakat; dan
l. Penyidikan.

A. PERENCANAAN
Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah
Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Perencanaan Pangan
harus memperhatikan:
a.
b.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pertumbuhan dan sebaran penduduk;


Kebutuhan konsumsi pangan dan gizi;
Daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan;
Pengembangan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pangan;
Kebutuhan sarana dan prasarana penyelenggaraan pangan;
Potensi pangan dan budaya lokal;
Rencana tata ruang wilayah; dan
Rencana pembangunan nasional dan daerah.

Perencanaan Pangan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan memperhatikan


rencana pembangunan kabupaten/kota

dan

rencana

Pangan

tingkat

provinsi serta

dilakukan dengan berpedoman pada rencana Pangan nasional.


Rencana Pangan nasional sekurang-kurangnya memuat:
a. Kebutuhan konsumsi Pangan dan status Gizi masyarakat;
b. Produksi Pangan;
c. Cadangan Pangan terutama Pangan Pokok;
d. Ekspor Pangan;
e. Impor Pangan;
f.

Penganekaragaman Pangan;

g. Distribusi,

perdagangan,

dan

pemasaran

II4

Pangan, terutama Pangan Pokok;

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok;
h. Keamanan Pangan;
i.

Penelitian dan pengembangan Pangan;

j.

Kebutuhan dan diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pangan;


Kelembagaan Pangan; dan tingkat pendapatan Petani, Nelayan, Pembudi Daya
Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan.

B. KETERSEDIAAN PANGAN
Produksi Pangan dalam negeri dilakukan dengan:
a. Mengembangkan

Produksi

Pangan

yang

bertumpu pada sumber daya,

kelembagaan, dan budaya lokal;


b. Mengembangkan efisiensi sistem usaha Pangan;
b. Mengembangkan sarana, prasarana, dan teknologi untuk produksi,penanganan

pascapanen, pengolahan, dan penyimpanan Pangan;


c.

Membangun, merehabilitasi, dan mengembangkan prasarana Produksi Pangan;

d. Mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif; dan


e. Membangun kawasan sentra Produksi Pangan.

C. KETERJANGKAUAN PANGAN
Pemerintah

dan

keterjangkauan

Pemerintah

Pangan

Daerah

bertanggung

jawab

dalam

mewujudkan

bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan.Dalam

mewujudkan keterjangkauan Pangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan


kebijakan Pemerintah di bidang:
a. Distribusi;
b. Pemasaran;
c. Perdagangan;
d. Stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok; dan
e. Bantuan pangan.
D. KONSUMSI PANGAN DAN GIZI
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas
dan kualitas konsumsi Pangan masyarakat melalui:
a. Penetapan target pencapaian angka konsumsi Pangan per kapita pertahun sesuai
dengan angka kecukupan Gizi;
b. Penyediaan Pangan yang beragam,

bergizi

seimbang, aman, dan

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan

II4

tidak

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
c. Pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola konsumsi
Pangan yang beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman.
E. KEAMANAN PANGAN
Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui:
a. Sanitasi pangan;
b. Pengaturan terhadap bahan tambahan pangan;
c. Pengaturan terhadap pangan produk rekayasa genetik;
d. Pengaturan terhadap iradiasi pangan;
e. Penetapan standar kemasan pangan;
f.

Pemberian jaminan keamanan pangan dan mutu pangan; dan

g. Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.


F. LABEL DAN IKLAN PANGAN
Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan
jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli
dan/atau mengonsumsi Pangan. Informasi terkait dengan asal, keamanan, mutu,
kandungan Gizi, dan keterangan lain yang diperlukan. Pencantuman

label

dan/atau pada Kemasan Pangan dicetak

bahasa Indonesia

dengan

menggunakan

di

dalam

serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:


a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. Halal bagi yang dipersyaratkan;
f.

Tanggal dan kode produksi;

g. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;


h. Nomor izin edar bagi pangan olahan; dan
i.

Asal usul bahan pangan tertentu.

G. PENGAWASAN
Pengawasan Penyelenggaraan Pangan, Pemerintah dilakukan terhadap pemenuhan:
a. Ketersediaan

dan/atau

kecukupan

Pangan

Pokok yang aman, bergizi, dan

terjangkau oleh daya beli masyarakat; dan


b. Persyaratan

Keamanan

Pangan,

persyaratan label dan iklan Pangan.

II4

Mutu

Pangan,

dan Gizi Pangan serta

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
H. SISTEM INFORMASI PANGAN
Sistem

informasi Pangan

mencakup

pengumpulan, pengolahan,

penganalisisan,

penyimpanan, dan penyajian serta penyebaran data dan informasi tentang Pangan yang
diselenggarakan oleh pusat data dan informasi Pangan. Pusat data dan informasi Pangan
wajib

melakukan pemutakhiran data dan informasi. Pusat data dan informasi Pangan

menyediakan data dan informasi paling sedikit mengenai:


a. Jenis produk Pangan;
b. Neraca Pangan;
c. Letak, luas wilayah, dan kawasan Produksi Pangan;
d. Permintaan pasar;
e. Peluang dan tantangan pasar;
f.

Produksi;

g. Harga;
h. Konsumsi;
i.

Status Gizi

j.

Ekspor dan impor;

k. Perkiraan pasokan;
l.

Perkiraan musim tanam dan musim panen;

m. Prakiraan iklim;
n. Teknologi Pangan; dan
o. Kebutuhan Pangan setiap daerah.
I.

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PANGAN


Penelitian dan pengembangan Pangan dilakukan untuk memajukan ilmu pengetahuan

dan teknologi Pangan serta menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan Pangan yang
mampu meningkatkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Penelitian dan pengembangan Pangan dilakukan dengan:
a. Menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional, dan
internasional;
b. Mempercepat

pemuliaan dan perakitan untuk menghasilkan varietas unggul

sumber Pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan yang toleran terhadap
cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap organism pengganggu
atau

tumbuhan

wabah penyakit hewan dan ikan, dan adaptif terhadap perubahan iklim;

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
c. Merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan sistem budi daya tanaman, hewan,
dan ikan sebagai sumber Pangan
efisiensi, dan

daya

saing,

yang

serta

dapat

meningkatkan

produktivitas,

melestarikan keanekaragaman hayati;

d. Merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan pascapanen, pengolahan, dan


pemasaran hasil untuk mengembangkan produk Pangan Olahan berbasis Pangan
Lokal,

peningkatan

nilai

tambah, pengembangan bisnis

Pangan

dan

pengayaan komposisi kandungan Gizi Pangan yang aman dikonsumsi;


e. Menciptakan

produk

Pangan

Lokal

yang

dapat menyubstitusi Pangan Pokok

dengan memperhatikan kesesuaian kandungan vitamin dan zat lain di dalamnya;


f.

Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan, air, iklim, dan genetik guna
mempertahankan dan meningkatkan kapasitas Produksi Pangan nabati dan hewani
secara nasional; dan

g. Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan Pangan.

J. KELEMBAGAAN PANGAN
Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan
Pangan nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga Pemerintah
sebagaimana mempunyai

tugas

melaksanakan

tugas

pemerintahan

di bidang

Pangan.

K. PERAN SERTA MASYARAKAT


Masyarakat

dapat

berperan

serta

dalam

mewujudkan Kedaulatan Pangan,

Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan dilakukan dalam hal:


a. Pelaksanaan produksi, distribusi, perdagangan, dan konsumsi Pangan;
b. Penyelenggaraan Cadangan Pangan Masyarakat;
c. Pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan dan Gizi;
d. Penyampaian informasi dan pengetahuan Pangan dan Gizi;
e. Pengawasan

kelancaran

penyelenggaraan Ketersediaan Pangan,

keterjangkauan Pangan, Penganekaragaman Pangan, dan Keamanan Pangan;


dan/atau
f.

Peningkatan Kemandirian Pangan rumah tangga.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
L. PENYIDIKAN
Selain pejabat polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Pangan diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan dalam tindak pidana di bidang Pangan sesuai
dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Acara Pidana.

M. KETENTUAN PIDANA
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan melebihi
jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan Pokok menjadi mahal
atau melambung tinggi dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau
denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

2.3.2. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN


PANGAN DAN GIZI
Undang-undang

Nomor

18

Tahun

2012

tentang

Pangan

mengamanatkan

penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang


memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan
Pangan, kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Sistem Ketahanan Pangan meliputi tiga subsistem, yaitu:
a. Ketersediaan Pangan dengan sumber utama penyediaan dari produksi dalam negeri dan
cadangan Pangan;
b. Keterjangkauan Pangan oleh seluruh masyarakat, baik secara fisik maupun ekonomi;
dan
c. Pemanfaatan Pangan untuk meningkatkan kualitas konsumsi Pangan dan Gizi,
termasuk pengembangan keamanan Pangan.
Dengan mengacu pada sistem Ketahanan Pangan tersebut, penyelenggaraan Pangan
ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan Pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, dan tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Pada akhirnya akan dapat dibangun sumber
daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan, yang mempunyai
kapasitas prima berkiprah dalam persaingan global.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan perlunya
pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah untuk beberapa hal penting,
diantaranya Cadangan Pangan Pemerintah dan cadangan Pangan Pemerintah Daerah,
Penganekaragaman Pangan dan perbaikan Gizi masyarakat, kesiapsiagaan Krisis Pangan
dan penanggulangan Krisis Pangan, Distribusi Pangan, Perdagangan Pangan, dan bantuan
Pangan, pengawasan, Sistem Informasi Pangan dan Gizi, dan peran serta masyarakat.
Cadangan Pangan Nasional merupakan salah satu komponen penting dalam
penyediaan Pangan. Cadangan Pangan Nasional terdiri atas Cadangan Pangan
Pemerintah, Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi, Cadangan Pangan Pemerintah
Kabupaten/Kota, Cadangan Pangan Pemerintah Desa, dan cadangan Pangan masyarakat.
Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah sebagai salah
satu upaya penting untuk mewujudkan keterjangkauan Pangan baik dari aspek fisik maupun
ekonomi. Penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah dilakukan

untuk

menanggulangi

kekurangan Pangan, gejolak harga Pangan, bencana alam, bencana sosial, dan/atau
keadaan darurat.
Jenis Pangan Pokok Tertentu ditetapkan oleh Presiden sebagai Cadangan

Pangan

Pemerintah, sementara itu Cadangan Pangan Pemerintah Daerah berupa Pangan Pokok
Tertentu sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat dan potensi sumber daya
setempat. Badan Usaha Milik Negara di bidang Pangan dapat ditugaskan untuk
melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran Cadangan Pangan. Untuk

di

daerah, satuan perangkat kerja daerah dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik
Negara dan/atau badan usaha milik daerah di bidang Pangan.
Penganekaragaman Pangan merupakan upaya meningkatkan Ketersediaan

Pangan

yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal untuk:


a. memenuhi pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;
b. mengembangkan usaha Pangan; dan/atau
c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penganekaragaman Pangan dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah,

perguruan tinggi, dan/atau Pelaku Usaha Pangan Lokal setempat. Penganekaragaman


Pangan dilakukan melalui penetapan kaidah Penganekaragaman Pangan, pengoptimalan
Pangan Lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan Pangan
Lokal, pengenalan jenis Pangan baru termasuk Pangan Lokal yang belum dimanfaatkan,
pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses
benih dan bibit, tanaman, ternak, dan ikan, pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
pekarangan, penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang Pangan, dan
pengembangan industri Pangan berbasis Pangan Lokal.
Dalam mewujudkan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman, Pemerintah mengupayakan terwujudnya perbaikan Status Gizi masyarakat. Dalam
hal terjadi kekurangan atau penurunan Status Gizi masyarakat, Pemerintah menetapkan
kebijakan untuk perbaikan

atau pengayaan

Gizi Pangan

tertentu yang

diedarkan.

Penentuan jenis Pangan yang akan diperkaya nutrisinya dilakukan berdasarkan kajian.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan penanggulangan Krisis
Pangan.

Penanggulangan

Krisis

Pangan

tersebut

meliputi

kegiatan

pengadaan,

pengelolaan, dan penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah dan cadangan Pangan


Pemerintah Daerah, mobilisasi cadangan Pangan masyarakat, menggerakkan partisipasi
masyarakat, dan/atau menerapkan teknologi untuk mengatasi Krisis Pangan dan
pencemaran lingkungan.
Keterjangkauan Pangan antara lain ditentukan oleh kinerja Distribusi Pangan,
perdagangan Pangan, dan bantuan Pangan.

Distribusi Pangan dilakukan melalui

pengembangan sistem Distribusi Pangan yang menjangkau seluruh wilayah Negara


Kesatuan Republik Indonesia secara efektif dan efisien, pengelolaan sistem Distribusi
Pangan yang dapat meningkatkan

keterjangkauan

Pangan,

mempertahankan

keamanan, mutu, Gizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat,

dan

perwujudan

kelancaran

dan

keamanan

Distribusi Pangan. Untuk

stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, manajemen cadangan Pangan, dan
menciptakan iklim usaha Pangan yang sehat diperlukan

kelancaran

distribusi

dan

perdagangan Pangan Pokok di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
acuan tentang mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan Pangan Pokok
oleh Pelaku Usaha Pangan. Dalam pengaturan ini, Pelaku Usaha Pangan dilarang
menimbun atau menyimpan Pangan Pokok melebihi jumlah maksimal dan waktu tertentu.
Sementara itu, bantuan Pangan diberikan kepada masyarakat miskin dan masyarakat rawan
Pangan dan Gizi.
Untuk mendukung perencanaan, pemantuan dan evaluasi, stabilisasi pasokan dan
harga Pangan, dan pengembangan sistem peringatan dini terhadap masalah Pangan, serta
kerawanan Pangan dan Gizi perlu dibangun Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang
terintegrasi. Sistem informasi ini harus dapat disampaikan kepada pengguna secara cepat,
tepat, dan akurat.
Dalam mewujudkan Ketahanan Pangan dan Gizi, masyarakat memiliki kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan serta bersama-sama dengan komponen pemangku

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
kepentingan Ketahanan Pangan lainnya. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam
hal

melaksanakan

produksi,

Distribusi

menyelenggarakan cadangan Pangan,

Pangan
dan

dan

perdagangan

melakukan

pencegahan

Pangan,
dan

penanggulangan masalah Pangan.

2.3.3. PERATURAN

DAERAH NOMER 5 TAHUN 2013 TENTANG RTRW

KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2011-2031


2.3.3.1. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Situbondo
1. Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Situbondo
Pembahasan rencana sistem perkotaan wilayah Kabupaten Situbondo meliputi:
kriteria dan penetapan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan diantaranya membahas
arahan pengembangan sistem perdesaan dan perkotaan, pusat kegiatan perkotaan
membahas hirarki (besaran) perkotaan dan wilayah pengembangan. Untuk lebih jelas
mengenai pembahasan rencana sistem perkotaan wilayah dapat dilihat pada uraian
dibawah ini.
Penetapan kawasan perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Situbondo dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Kawasan Perkotaan dan Pedesaan di Kabupaten Situbondo
Perkotaan /
No
Kecamatan
Desa/ Kelurahan
Perdesaan
1
ARJASA
Perkotaan
Desa Arjasa
Desa Banyeman
Desa Curah Tatal
Desa Jatisari
Perdesaan
Desa Kayumas
Desa Kedongdowo
Desa Ketowan
Desa Lamongan
2
JANGKAR
Perkotaan
Desa Jangkar
Desa Agel
Desa Curah Kalak
Desa Gadingan
Desa
Perdesaan
Kumbangsari
Desa Palangan
Desa
Pesanggrahan
Desa Sopet
3
JATIBANTENG
Perkotaan
Desa Jatibanteng

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
No

Kecamatan

Perkotaan /
Perdesaan

Perdesaan

KAPONGAN
Perkotaan

Perdesaan

PANJI
Perkotaan

Perdesaan

SUBOH

Perkotaan

Perdesaan

SUMBERMALANG

Perkotaan
Perdesaan

II4

Desa/ Kelurahan
Desa Curahsuri
Desa
Kembangsari
Desa Pategalan
Desa Patemon
Desa Semambung
Desa
Sumberanyar
Desa Wringinanom
Desa Kapongan
Desa
Kesambirampak
Desa Curahcotok
Desa Gebangan
Desa Kandang
Desa Landangan
Desa Peleyan
Desa Pokaan
Desa Seletreng
Desa Wonokoyo
Desa Panji Lor
Desa Tokelan
Desa Curah Jeru
Kelurahan
Mimbaan
Kelurahan Ardirejo
Desa Battal
Desa Juglangan
Desa Kayuputih
Desa Klampokan
Desa Panji Kidul
Desa Tenggir
Desa Suboh
Desa Buduan
Desa Cemara
Desa Dawuan
Desa Ketah
Desa Mojodungkul
Desa Gunung
Malang
Desa
Gunung
Putri
Desa Tlogomas
Desa Alas Tengah
Desa Baderan
Desa Kalirejo
Desa Plalangan

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
No

Kecamatan

Perkotaan /
Perdesaan

ASEMBAGUS
Perkotaan

Perdesaan

BANYUGLUGUR

Perkotaan

Perdesaan

10

BANYUPUTIH

Perkotaan

Perdesaan
11

BESUKI

Perkotaan

Perdesaan
12

BUNGATAN
Perkotaan

Perdesaan

II4

Desa/ Kelurahan
Desa Sumberargo
Desa Taman
Desa Tamankursi
Desa Tamansari
Desa Asembagus
Desa Awar-awar
Desa Gudang
Desa Perante
Desa Trigonco
Desa Bantal
Desa Kedung Lo
Desa Kertosari
Desa Mojosari
Desa Wringinanom
Desa Banyuglugur
Desa Kalianget
Desa Kalisari
Desa Lubawang
Desa Selobanteng
Desa Telempong
Desa Tepos
Desa Banyuputih
Desa Sumberejo
Desa
Sumberanyar
desa Sumberwaru
Desa Wonorejo
Desa Besuki
Desa Bloro
Desa Demung
Desa Jetis
Desa Kalimas
Desa Langkap
Desa Pesisir
Desa Blimbing
Desa Sumberejo
Desa
Widoropayung
Desa Bungatan
Desa Bletok
Desa Mlandingan
Wetan
Desa Pasir Putih
Desa Selowogo
Desa Patemon
Desa Sumber
Tengah

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
No
13

Kecamatan

Perkotaan /
Perdesaan

KENDIT
Perkotaan

Perdesaan
14

MANGARAN
Perkotaan

Perdesaan
15

MLANDINGAN
Perkotaan

Perdesaan

16

PANARUKAN

Perkotaan

Perdesaan

17

SITUBONDO
Perkotaan

Perdesaan

Desa/ Kelurahan
Desa Balung
Desa Kendit
Desa Klatangan
Desa Bugemn
Desa Kukusan
Desa Rajekwesi
Desa Tambak Ukir
Desa Mangaran
Desa
Tanjung
Glugur
Desa
Tanjung
Kamal
Desa Semiring
Desa Tanjung
Pecinan
Desa Terbungan
Desa Mladingan
Kulon
Desa Selomukti
Desa
Sumber
Pinang
Desa ALas Banyur
Desa Campoan
Desa
Sumber
Anyar
Desa Trebungan
Desa Kilensari
Desa Paowan
Desa Alasmalang
Desa Duwet
Desa Gelung
Desa Peleyan
Desa Sumberkolok
Desa Wringinanom
Kelurahan
Dawuhan
Kelurahan
Patokan
Desa Kotakan
Desa Talkadang
Desa Kalibagor
Desa Olean

Sumber : Hasil Rencana 2007

Rencana pengembangan sistem perdesaan di Kabupaten Situbondo:

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
a.

Mengembangkan pusat desa mulai dari tingkat dusun sampai pusat

desa secara berhirarki yang meliputi:


1.

Pembentukan pusat pelayanan permukiman perdesaan pada tingkat dusun


terutama pada permukiman perdesaan yang berbentuk cluster, yaitu Desa Kalimas
dan Jatisari di Kecamatan Arjasa dan Desa Patemon di Kecamatan Jatibanteng.;

2.

Pengembangan pusat kawasan perdesaan secara mandiri terutama di Desa


Semiring dan Tanjung Pecinan di Kecamatan Mangaran, Perdesaan Gelung dan
Duwet di Kecamatan Panarukan, Perdesaan Angel dan Kumbangsari di Kecamatan
Jangkar;

3.

Pengembangan kawasan perdesaan potensial secara ekonomi melalui desa


pusat pertumbuhan di Desa Seletreng, Wonokoyo dan Kandangan di Kecamatan
Kapongan; serta

4.

Meningkatkan interaksi antara pusat kegiatan perdesaan dan perkotaan


secara berjenjang.

b.

Pengembangan kawasan perdesaan sesuai potensi masing-masing

kawasan yang dihubungkan dengan pusat kegiatan pada setiap kawasan perdesaan
yang meliputi:
1.

Pengembangan kawasan perdesaan pusat sentra tembakau pada


wilayah Kecamatan Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mladingan, Bungatan, Arjasa.

2.

Pengembangan kawasa perdesaan sentra kelapa adalah Kecamatan


Banyuglugur,

Jatibanteng,

Besuki,

Suboh, Mladingan, Bungatan, Kendit,

Panarukan, Situbondo, Panji, Kapongan, Arjasa, Jangkar, Asembagus, Mangaran,


dan Banyuputih;
3.

Pengembangan

kawasan

perdesaan

sentra

tebu

Kecamatan

Asembagus, Banyuputih, Situbondo, Panji, Kapongan, Arjasa, dan Jangkar;


4.

Pengembangan kawasan perdesaan sentra kopi Robusta adalah Desa


Alas Banyur dan Campoan Kecamatan Mladingan; dan sentra kopi arabika di Desa
Kayumas Kecamatan Arjasa;

5.

Peningkatan

pertanian

berbasis

hortikultura

pada

Kecamatan

Banyuglugur, Jatibanteng, Besuki, Suboh, Mladingan, Bungatan, Kendit, Panarukan,


Situbondo, Panji, Kapongan, Arjasa, Jangkar, Asembagus, Mangaran, dan
Banyuputih dan Sumbermalang;
6.

Pengembangan pusat pengolahan dan hasil pertanian pada pusat


produksi di kawasan perdesaan;

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
7.

Pengembangan kawasan pedesaan sentral hasil nelayan di Desa


Sumberanyar Kecamatan Banyuputih, Desa Klatakan Kecamatan Kendit, Desa
Pesisir Kecamatan Besauki;

8.

Pengembangan kawasan pedesaan sentra hasil kerajinan yaiitu:


anyaman bambu di Kecamatan Sumbermalang, kerajinan kerang di Kecamatan
Panarukan, sabut kelapa di Kecamatan Banyuputih, serta gerabah di Kecamatan
Bungatan;

9.

Pengembangan kawasan pedesaan sentra hasil industri genteng di


kecamatan Situbondo.

c.

Pengembangan produk unggulan perdesaan yang

meliputi:
1. Pengembangan kawasan perdesaan yang berpotensi sebagai pusat sentra produksi
tembakau, kelapa, tebu, kopi robusta dan arabika, hasil nelayan, dan sentra hasil
kerajinan industri rakyat;
2. Pengembangan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan
terletak di kawasan pegunungan untuk hutan lindung, hutan produksi, hutan rakyat,
hutan desa, perkebunan dan hortikultura, perdesaan di dataran rendah untuk
pertanian pangan, dan perdesaan pesisir pengembangan perikanan;
3. Peningkatan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil;
4. Mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah;

d.

Penetapan kawasan lahan abadi pertanian pangan yang meliputi :

1.

Pembatasan alih fungsi sawah beririgasi

2.

Pengembangan sistem irigasi teknis secara menerus

3.

Pemeliharaan sarana pertanian

e.

Pengembangan sistem agropolitan pada kawasan potensial yang

meliputi :
1.

Pengembangan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan


pemasaran;

2.

Menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan.

3.

Peningkatan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan


pemerintah; serta

4.

Pengembangan sistem informasi dan teknologi pertanian

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
5.

Pengembangan kawasan agropolitan diarahkan ke Kawasan Ijien Segitiga


Emas.

Pusat Kegiatan Perkotaan


Pusat kegiatan perkotaan di Kabupaten Situbondo ditentukan oleh pelayanan

kegiatan perkotaan dalam skala regional dan perkotaan yang secara langsung
mempengaruhi sistem perkotaan di Kabupaten Situbondo :
1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berada di Perkotaan Situbondo.
2. Pusat Kegiatan Lokal yang dipromosikan (PKLp) berada di Perkotaan Besuki dan

Asembagus.
3. Pusat

Pelayanan Kawasan (PPK) berada di perkotaan Banyuglugur, Suboh,

Mlandingan, Bungatan, Jatibanteng, Sumbermalang, Kendit, Panarukan, Mangaran,


Panji, Arjasa, Kapongan, Jangkar, Banyuputih.
Sesuai dengan besaran perkotaan masing-masing, maka hirarki perkotaan di
Kabupaten Situbondo adalah:
Kawasan Perkotaan Kecil adalah Situbondo, Panarukan, Panji, Kapongan, Besuki dan
Banyuputih
Kawasan Perkotaan Sangat Kecil adalah semua ibu kota kecamatan lain di Kabupaten
Situbondo

Sistem dan Fungsi Perwilayahan


Pembagian sistem perwilayahan Kabupaten Situbondo dikelompokkan menjadi :

A. Wilayah Timur Kabupaten Situbondo dengan pusat di Asembagus, meliputi kecamatan


Arjasa, Jangkar, Asembagus, dan Banyuputih. Karakter dari wilayah timur Kabupaten
Situbondo lebih didominasi oleh kawasan lindung baik berupa hutan milik perhutani dan
Taman Nasional Baluran. Kawasan budidaya lebih terfokus di wilayah utara dengan
pemberdayaan wilayah pantai dan pelabuhan. Fungsi Perkotaan Pada WP Timur ini
adalah :
1. Pusat Pemerintahan Kecamatan;
2. Kehutanan;
3. Perikanan;
4. Industri Kapal (Kayu);

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
5. Perikanan Laut.
6. Kegiatan Militer.
Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di WP Timur adalah :
1. Pengembangan kegiatan pelayanan umum;
2. Pengembangan Kehutanan;
3. Pengembangan kegiatan budidaya rumput laut;
4. Pengembangan kegiatan industri pembuatan kapal kayu;
5. Pengembangan pusat perikanan tangkap;
B. Wilayah Tengah Kabupaten Situbondo dengan pusat di Situbondo, meliputi Kecamatan
Kendit, Panarukan, Situbondo, Mangaran, Panji, dan Kapongan. Karakter wilayah
tengah ini lebih didominasi pada pengembangan wilayah perkotaan mengingat wilayah
ini sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan/jasa Kabupaten Situbondo.
Fungsi Perkotaan Pada WP ini adalah :
1. Pusat pemerintahan kabupaten;
2. Perdagangan dan Jasa;
3. Industri;
4. Pariwisata;
5. Industri Pengolahan hasil Ikan;
6. Perikanan Laut.
Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di WP Tengah adalah :
1. Pengembangan kegiatan pelayanan umum;
2. Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa;
3. Pengembangan kegiatan industri (kerajinan rakyat, pengolahan hasil pertanian);
4. Pengembangan kegiatan pariwisata religius beserta sarana dan prasarana
penunjangnya;
5. Pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil perikanan;
6. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap.
C. Wilayah Barat Kabupaten Situbondo dengan pusat di Besuki, meliputi kecamatan
Banyuglugur, Jatibanteng, Besuki, Sumbermalang, Suboh, Mlandingan, dan Bungatan.
Karakter wilayah barat ini lebih ditekankan pada pertanian dan pengembangan wilayah
pantai. Wilayah barat ini juga berfungsi sebagai pintu gerbang Kabupaten Situbondo dan
terdapat percabangan jalan selain menuju ke pusat pemerintahan wilayah tengah, juga
terdapat jalan tembus menuju kota Bondowoso Jember Banyuwangi.
Fungsi Perkotaan pada WP ini adalah :

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
1. Pusat pemerintahan kecamatan
2. Pariwisata
3. Industri Pengolahan Hasil Ikan.
4. Perikanan Laut.
5. Industri Kapal.
6. Kehutanan.
7. Pertanian
Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di WP Barat adalah :
1. Pengembangan

kegiatan

pariwisata

alam

pantai

dan

sarana/prasarana

penunjangnya di Pasir Putih;


2. Pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil perikanan;
3. Pengembangan perikanan laut;
4. Pengembangan kehutanan.
5. Pengembangan kegiatan pertanian dan perkebunan (tembakau, kopi dan tanaman
holtikultura)

2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Skala Kabupaten


-

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Transportasi


Sistem jaringan transportasi di Kabupaten Situbondo lebih didominasi oleh transportasi

darat dan didukung oleh transportasi laut berupa pelabuhan, untuk transportasi udara dan
kereta api tidak terdapat di Kabupaten Situbondo.
a. Rencana Jaringan Jalan
1. Jalan Bebas Hambatan
Rencana jalan bebas hambatan ini akan menghubungkan Surabaya-Banyuwangi
diarahkan

mendekati

jalan

arteri

primer

melalui

Banyuglugur-Besuki-Suboh-

Mlandingan-Bungatan-Kendit-Panarukan-Panji-Kapongan-Arjasa-JangkarAsembagus-Banyuputih.
Gerbang jalan bebas hambatan direncanakan berada di Kecamatan Besuki,
Panarukan dan Jangkar yang berhubungan dengan jalan kolektor primer menuju
Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi. Status jalan bebas hambatan ini adalah
sebagai jalan nasional.
2. Jalan Arteri Primer.
Rencana pengembangan jalan arteri primer ini memiliki status jalan nasional di
Kabupaten Situbondo adalah meliputi ruas jalan yang menghubungkan Surabaya

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Banyuwangi melalui Probolinggo-Mlandingan (BAS Kabupaten Situbondo/Binor)Buduan-Panarukan-Situbondo-Bajulmati (BAS Kabupaten Banyuwangi, KetapangBanyuwangi).
3. Jalan Kolektor Primer
Rencana pengembangan jalan Kolektor primer ini di Kabupaten Situbondo adalah :
a.

Ruas Jalan yang menghubungkan Buduan Bondowoso;

b.

Ruas Jalan yang menghubungkan Situbondo Bondowoso melalui Panji.

c.

Rencana ruas jalan lingkar utara perkotaan Situbondo dan

d.

Rencana ruas jalan lingkar selatan perkotaan Situbondo.

4. Jalan Lokal Primer


Arahan pengembangan jalan lokal primer yang termasuk status jalan kabupaten di
Kabupaten

Situbondo

dan

pengelolaannya

menjadi

wewenang

Pemerintah

Kabupaten Situbondo adalah :


a.

Jaringan jalan yang menuju obyek wisata Puncak Rengganis dengan


melewati desa-desa Pulangan, Kalisari, Pulorejo dan Baderan di Kecamatan
Sumbermalang.

b.

Jaringan jalan yang menuju obyek wisata air Terjun Setanjak yang melalui
desa Kedunglo di Kecamatan Asembagus.

c.

Jaringan jalan yang menuju kawasan wisata Agro Kayumas dengan melewati
Desa Lamongan, Kedungdowo, Ketowan, Banyeman dan Kayumas.

d.

Jaringan jalan menuju obyek wisata pantai patek.

b. Rencana Terminal
Rencana Pengembangan Terminal di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut :
1. Terminal Tipe B, merupakan terminal angkutan umum yang melayani moda
transportasi kota dan antar kota.
2. Terminal Tipe C di Besuki dan Asembagus, merupakan terminal angkutan umum
yang berfungs menghubungkan antara ibu kota kecamatan yang satu dengan yang
lain atau daerah-daerah tertentu yang merupakan pusat atau titik temu beberapa
mods transportasi dan aktivitas/kegiatan
3. Rencana pengembangan terminal cargo sekitar jalur perkotaan Situbondo.
c. Rencana Perkeretaapian
Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian meliputi :

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
1. arahan penghidupan kembali jalur kereta api yang sudah ada di Kabupaten
Situbondo.

pengembangan

jalur

perkeretaapian,

pengembangan

prasarana

transportasi kereta api untuk keperluan penyelenggaraan terminal barang dan


penumpang, serta konservasi rel mati.
2. pengembangan jalur perkeretaapian meliputi arahan pengembangan dimana
transportasi kereta api digunakan untuk melayani pergerakan yang menghubungkan
antara Panarukan-Bondowoso-Kalisat-Jember PP.
3. Rencana pengembangan prasarana jalur perkeretaapian di Kabupaten Situbondo
berupa revitalisasi jalur.
4. Pembukaan kembali jaringan kereta api di wilayah Kabupaten Situbondo
dimungkinkan kembali jika semua fasilitas yang mendukung sistem transportasi ini
telah tersedia diantaranya perbaikan rel, stasiun kereta api dan persimpangan antara
jalan rel dengan jalan raya.

d. Rencana Pelabuhan
Rencana pengembangan prasarana transportasi laut meliputi :
(1)

Pengembangan pelabuhan umum dan pelabuhan khusus.

(2)

Rencana peningkatan peranan pelabuhan yang saat ini masih berfungsi


meliputi Pelabuhan Laut Besuki, Pelabuhan Laut Panarukan, Pelabuhan Laut
Kalbut, dan Pelabuhan Penyebrangan Jangkar.

(3)

Rencana peningkatan fungsi pelabuhan rakyat yang mendukung


kegiatan perikanan pada perairan umum (Selat madura). Pelabuhan-pelabuhan
tersebut antara lain pelabuhan Wonorejo di Kecamatan Banyuputih, pelabuhan
Kapongan di Kecamatan Kapongan, pelabuhan Pondok Mimbo di Kecamatan
Mangaran, dan Pelabuhan Blitok di Kecamatan Bungatan.

(4)

Rencana pengembangan Pelabuhan umum meliputi:

a.

Pengembangan pelabuhan laut Kalbut menjadi pelabuhan


pengumpan berskala nasional dan pelabuhan laut Panarukan sebagai pelabuhan
pengumpang berskala regional dan pelabuhan laut Besuki sebagai pelabuhan
pengumpan berskala lokal, sedangkan pelabuhan Jangkar disamping sebagai
pelabuhan laut berskala lokal juga berfungsi sebagai pelabuhan penyebrangan
kelas II.

b.

Pengembangan fungsi pelabuhan rakyat sebagai pendukung


kegiatan perikanan; serta

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
c.

Pengembangan

pelabuhan

penyebrangan

Jangkar

untuk

meningkatkan pergerakan ekonomi, khususnya untuk kegiatan perangkutan dan


barang dari/ke kawasan Pulau Madura.
(2)

Rencana pengembangan pelabuhan khusus dilaksanakan sesuai dengan


kebutuhan dengan mengikuti rencana tata ruang

e. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi


Pengembangan/peningkatan jaringan distribusi tegangan menengah ke pusat kegiatan
fungsional (pusat kecamatan, pusat desa, pusat kegiatan industri rakyat, dsb).
1. Pengembangan gudang bahan bakar batubara PLTU Paiton di Kecamatan
Banyuglugur.
2. Pengembangan PLTU Paiton sebagai pembangkit listrik yang melayani wilayah
Jawa-Bali.
3. Peningkatan jaringan distribusi pada lingkungan pemukiman baru di kawasan
perwilayahan.
4. Peningkatan gardu pendistribusian listrik pada kawasan yang diproritaskan.
5. Pengembangan Prioritas di Kecamatan Arjasa di kawasan Kayu Mas untuk
menunjang Kegiatan pariwisata baik di Agrowisata Kayu Mas dan di Kawasan
Segitiga Emas Gunung Ijen.
Rencana pengelolaan sumberdaya energi adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik
dan energi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Antara
lain meliputi:
1.

Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan SUTET;

2.

Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu sekitar 20
meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan
bagi masyarakat; serta

3.

Menetapkan sempadan SUTT 66 kv tanah datar dan sempadan SUTT 150 kv tanah
datar.

4.

Memberikan kemudahan dalam pengembangan sumberdaya energi selain energi


listrik

f.

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air.

Air Bersih

Kebijakan pengembangan utilitas air bersih di kabupaten Situbondo, antara lain :

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
1. Pengembangan fasilitas air bersih pada wilayah-wilayah kecamatan yang belum
terdapat instalasi pengelolaan air bersih
2. Pendistribusian air bersih yang merata di wilayah perwilayahan dengan penambahan
jaringan distribusi
3. Pengembangan instalasi air bersih pada kawasan pariwisata potensial.
Upaya konservasi air dilakukan dengan cara:
1. Perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan air;
2. Perluasan daerah tanggapan air; serta

3. Pengembangan air baku dari air permukaan untuk penyediaan air bersih/minum
-

Jaringan Irigasi

Upaya pengembangan pelayanan pengairan di daerah dilakukan dengan cara:


1. Melakukan perlindungan terhadap daerah aliran air, baik itu saluran irigasi, serta
daerah aliran sungai;
2. Mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi;
3. Pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air.
4. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan air bersih oleh pdam dengan peningkatan
sistem jaringan air bersih hingga ke wilayah perdesaan
-

Drainase
Sungai - sungai di Kabupaten Situbondo yang direncanakan tetap sebagai fungsi

primer adalah S. Selowongo, S. Sletreng, S. Klatakan, S. Lobawang, S. Deluwang, S.


Klatakan (Kendit), S. Sampean, S. Merakan, S. Penjalinan, S. Kresek, S. Curah Udang, S.
Majid, S. Simacan, S. Patemon, S. Bayeman, S. Banyuputih, S. Bangeran, S.
Kalorkoran/Sekarputih, S. Klenang, S. Sbr. Bendo Hulu, S. Sbr. Bendo Total, S.
Batuputih, S. Mangga jajar, S. Deluwang Kecil, S. Pategalan, S. Duren, S. Bales, S.
Pakel, S. Gilindung.
Pada beberapa kawasan tertentu di Wilayah Situbondo drainase saluran irigasi juga
merupakan pembuang bagi sistem utama drainase, maka diperlukan bangunan yang
dapat mengatur sirkulasi air secara efisien.
Perkembangan drainase di wilayah Kabupaten Situbondo terutama ditujukan bagi
perencanaan teknis dan pengembangan drainase perkotaan, sedangkan di luar
kawasan perkotaan terutama pada kawasan sepanjang jaringan Arteri Primer.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
g. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi
Arahan pengembangan prasarana telekomunikasi meliputi telepon untuk rumah tangga,
telepon umum, jaringan telepon seluler, sedangkan arahan pengembangan prasarana
informatika, yaitu :
1. Menerapkan teknologi telematika berbasis teknologi modern;
2. Pembangunan teknologi telematika pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan;
3. Membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap
wilayah pertumbuhan dengan ibukota kabupaten.
4. Mengarahkan untuk memanfaatkan secara bersama pada satu tower BTS untuk
beberapa operator telepon seluler dengan pengelolaan secara bersama pula.

h. Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Lainnya


-

Sistem Persampahan
TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) baru untuk wilayah Barat direncanakan di

sekitar Suboh, Wilayah tengah direncanakan di Kecamatan Situbondo bagian Selatan.


Untuk wilayah timur belum perlu di rencanakan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) baru
namun disediakan TPS-TPS dibeberapa kecamatan yang akan dicover oleh TPA
(Tempat Pemrosesan Akhir) Situbondo.
-

Kebutuhan Sanitasi

1. Pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan


fasilitas septic tank pada masing-masing KK; serta
2. Pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat
dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas sanitasi umum.
3. Peningkatan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi, jasa, dan kegiatan
sosial ekonomi lainnya.

II4

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN SITUBONDO

II42

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2.3.3.2. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Situbondo
1. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
a. Kawasan Hutan Lindung .
Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada :
1. Lereng gunung baluran yang tidak aktif serta ditumbuhi oleh hutan musim dan
savanna

yang

luas

yang

berfungsi

sebagai

pengaman

binatang-binatang

langka(banteng, kijang, rusa, kucing hutan, babi) sehingga untuk menjaga


kelestarian serta fungsinya akan diarahkan untuk obyek wisata alam dengan
kegiatan Pengelolaan seperti out bond, adventure , bumi perkemahan dengan
adanya gardu pandang, Pengelolaan ilmu pengetahuan flora dan fauna
2. Dengan adanya kekayaan ekosistem flora dan fauna seperti merak , ayam,hutan dan
kijang dan babi, serta fauna langka untuk kedepannya akan diarahkan pada
peningkatan reboisasi dengan tanaman produktif dengan fungsi lindung serta
Pengelolaan pariwisata out-bond , adventure dan bumi perkemahan sehingga
kelestarian ekosistem akan tetap terjaga.
3. Kawasan hutan lindung yang memiliki kecenderungan menjadi daerah yang
ditumbuhi flora yang memiliki potensi untuk menjadi hutan primer, serta fauna yang
langka seperti babi, kijang, merak , ayam dan rusa , untuk menjaga kelestariannya
akan diarahkan pada pengelolaan obyek wisata alam yaitu out bond, hiking,
adventure dan jogging, dimana kedua arahan tersebut bersifat alam dan untuk
mendukung akan di bangun jalan setapak serta fasilitas penginapan.

b. Kawasan
Yang
Bawahannya.

Memberikan

Perlindungan

Terhadap

Kawasan

Rencana pengelolaan kawasan resapan air ini adalah:


(a) Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi
melalui pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan
perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke
dalam tanah;
(b) Penetapan fungsi lindung di wilayah Taman Nasional Baluran;
(c) Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan;
(d) Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang
memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan
vegetasi yang menjadi tempat kehidupan berbagai satwa;

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
(e) Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out
bond, camping) terutama di Kecamatan Arjasa Arjasa sekaligus menanamkan
gerakan cinta alam; serta
(f) Pengolahan tanah secara teknis (misalnya membuat embung, cekungan
tanah, bendung) sehingga kawasan ini memberikan kemampuan peresapan
air yang lebih tinggi.
c. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat berfungsi untuk melindungi kelestarian
suatu manfaat atau suatu fungsi tertentu, baik yang merupakan bentuk alami
maupun buatan, disekitar wilayah perairan yaitu sekitar: mata air, waduk/ danau,
sungai, dan pantai.
-

Sempadan pantai
Adapun kecamatan di Kabupaten Situbondo yang merupakan daerah pesisir
yang

juga

merupakan

kawasan

sempadan

panatai

adalah

Kecamatan

Banyuglugur, Besuki, Bungatan, Mlandingan, Kendit, Panarukan, Mangaran,


Kapongan, Arjasa, Jangkar, Asembagus, Banyuputih. Dari pantai yang ada di
Kabupaten Situbondo maka diperlukan upaya penanaman mangrove di wilayah
pantai utara untuk meminimalkan abrasi pantai dan mencegah intrusi air laut ke
daratan.
-

Sempadan Sungai
Upaya pengelolaan sempadan sungai, adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS.
Berdasarkan tipologinya, DAS terbagi menjadi daerah hulu sungai, daerah
sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta
daerah muara sungai dan pantai.
2. Untuk melindungi fungsi sungai di Kabupaten Situbondo yang mengalami erosi
yang tinggi, serta DAS yang menyempit serta tidak mampu menyerap air hujan
sehingga untuk melindungi fungsi dari Sungai di Kabupaten Situbondo dengan
membatasi pemanfaatan disekitar sungai, dengan didukung kegiatan lain
sebatas tidak mengganggu fungsi dari sungai seperti

kegiatan olahraga,

penghijauan yang tetap menunjang fungsi lindung dari sungai tersebut.


3. Arahan kegiatan daerah hulu sungai :
Pengaturan erosi/reboisasi dan pemeliharaan hutan
pengaturan tanah-tanah perkebunan
Pengaturan tanah-tanah pertanian

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
2. Arahan Kegiatan daerah sepanjang aliran sungai
Pengelolaan irigasi
Pengelolaan navigasi dan transportasi air
Pengelolaan drainase
3.

Pembangunan

sarana

dan

prasarana

Pengelolaan

sumberdaya

air

(pengendalian banjir, pengendalian sedimen, Pengelolaan suplai air bersih


perkotaan, pencagahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku).
4.

Arahan kegiatan muara sungai/pantai

Pengelolaan perikanan/tambak/perikanan darat

Pengelolaan pariwisata dengan tetap memperhatikan aspek ekologis

5.

Pengelolaan pelabuhan

6.

Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang


mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air
sungai;

7.

Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan


pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan;

8.

Sungai yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan perdesaan dan


perkotaan dilakukan re-orientasi pembangunan dengan menjadikan sungai
sebagai bagian dari latar depan;

9.

Perlindungan terhadap anak-anak sungai diluar permukiman ditetapkan


minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak sungai
Sampean dan Sungai Deluwang, anak-anak sungai dari sungai sungai
Sampean dan Sungai Deluwang ini hampir ada pada setiap kecamatan di
daerah

Kawasan Sekitar Dam, Cek Dam dan Embung


Upaya penanganan/pengelolaan kawasan sekitar dam, cek dam dan embung
melalui:
1. Perlindungan sekitar dam, cek dam dan embung untuk kegiatan yang
menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber
air;
2. Dam dimanfaatkan untuk irigasi, pengendali air dan perikanan;
3. Pengembangan tanaman perdu dan penutup tanah atau ground cover untuk
mencegah erosi; serta

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
4. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi dam, cek dam dan
embung. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi dam, cek dam dan
embung.
-

Kawasan Sekitar Mata Air


kriteria penetapan kawasan sekitar mata air adalah perlindungan sekurang
kurangnya

dengan

jari

200

meter

di

sekitar

mata

air

serta

upaya

penanganan/pengelolaan kawasan sekitar mata air, melalui:


1. Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi
lindung dan menyebabkan kerusakan kualiatas sumber air.
2. Mata air di Kabupaten Situbondo + 64 Titik, dimana sebagian tersebar
dikawasan pemukiman, sehingga kemungkinan akan terjadi pencemaran
terhadap mata air. Upaya perlindungan mata air tersebut dilakukan dengan
pembatasan kegiatan sekitarnya, adapun sebaran mata air di Kabupaten
Situbondo adalah :
a) Kecamatan Jatibanteng 11 Titik.
b) Kecamatan Banyuglugur 5 Titik.
c) Kecamatan Suboh 5 Titik.
d) Kecamatan Mlandingan 5 Titik.
e) Kecamatan Bungatan 2 Titik.
f)

Kecamatan Kendit 8 Titik.

g) Kecamatan Arjasa 8 Titik.


h) Kecamatan Jangkar 4 Titik.
i)

Kecamatan Asembagus 3 Titik.

j)

Kecamatan Sumber Malang 13 Titik.

3. Untuk melindungi mata air tersebut dengan melakukan pembatasan kegiatan


disekitarnya, dengan menetapkan sempadan kawasan mata air minimum
berjari-jari 200 m.
4. Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau
irigasi;
5. Pengelolaan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah/
ground cover untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air; serta
6. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air.

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
-

Kawasan Pantai Berhutan Bakau


a. Kawasan pantai berhutan bakau yang jaraknya dari garis air surut terendah ke
arah darat sebesar 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah tahunan. Kawasan pantai berhutan bakau di Kabupaten Situbondo
berada

sepanjang

pantai

di

Kecamatan

Banyuglugur,

Besuki,

Suboh,

Mlandingan, Bungatan, Kendit, Panarukan, Kapongan, Mangaran, Arjasa,


Jangkar, Asembagus dan kekuatan ikatan tanah terutama pada daerah aliran air
b. Menambah dan memperbaiki plengsengan/ penahan yang rusak.
c. Memperketat pemberian ijin bangunan dan pengontrolan penggunaan tanah.

d. Taman Nasional.
Upaya penanganan/pengelolaan Taman Nasional Baluran, melalui:
1.

Melindungi Taman Nasional Baluran yang ada dengan


pengelolaan yang intensif.

2.

Taman

Nasional

Baluran

ditetapkan

sebagai

kawasan

perlindungan satwa, terutama satwa banteng.


3.

Pembatasan pambangunan disekitar Taman Nasional Baluran,


yang tidak ada hubungannya/ tidak mendukung perkembangan taman wisata
alam, agar dari taman wisata alam tidak hilang.

4.

Perlindungan terhadap Taman Nasional Baluran dilakukan


untuk

pengembangan

pendidikan

terhadap

satwa

dan

fauna

tertentu,

peningkatan kualitas lingkungan bagi wilayah sekitarnya serta perlindungan


lingkungan dari pencemaran; serta
5.

Upaya penanganan/pengelolaan kawasan Taman Nasional


Baluran adalah mengingat fungsinya sebagai kawasan hutan lindung, maka
keberadaannya dilindungi.

e. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan


Upaya pengelolaan kawasan budaya yang ada di Kabupaten Situbondo adalah
dengan dilakukan batasan yang jelas terhadap pemanfaatannya guna mendukung
fungsi wisatanya serta dengan tetap mengendalikan kegiatan permukiman pada
kawasan tersebut sesuai dengan fungsinya, sehingga fungsi lindungnya tidak
terganggu.

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
f.

Kawasan Rawan Bencana Alam

Kawasan Rawan Tanah Longsor


Upaya penanganan/pengelolaan kawasan rawan longsor, meliputi:

1. Pengembalian fungsi lindung khususnya hutan atau kawasan yang mendukung


perlindungan seperti perkebunan tanaman keras dan memiliki kerapatan
tanaman yang tinggi;
2. Mengingat di daerah banyak alih fungsi lahan lindung yang memiliki kemampuan
mendukung perlindungan kawasan maka diperlukan pengelolaan bersama
antara pemerintah atau PTP dengan masyarakat baik dalam mengelola hutan
maupun perkebunan. Selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dari sisi hasil buah seperti durian, kopi; bunga seperti
cengkeh, dan getahnya seperti karet dan pinus; serta
3. Selanjutnya pada daearah aliran sungai yang umumnya memiliki kontur tajam
atau terjal juga merupakan kawasan yang mudah terkena longsor. Untuk ini
diperlukan pengelolaan DAS dengan membuat

terasering dan penanaman

tanaman keras produktif bersama masyarakat. Mengingat kawasan sepanjang


das

ini

sekaligus

merupakan

kawasan

penyangga

untuk

mencegah

pendangkalan waduk yang disebabkan oleh longsor dan erosi, maka upaya
penamanam vegetasi yang berkayu dengan tegakan tinggi juga haruis diikuti
oleh pengembangan tutupan tanah atau ground cover yang juga memiliki fungsi
ekonomi seperti rumput gajah yang dapat digunakan untuk pakan ternak.

Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Kawasan Rawan Banjir


Upaya penanganan/pengelolaan daerah rawan ombak besar, meliputi:

1. Penanaman hutan bakau pada kawasan yang potensial;


2. Pengembangan fungsi lindung pada kawasan sepanjang sempadan pantai;
3. Pembatasan kegiatan perkotaan dan perdesaan dan kegiatan masyarakat pada
kawasan yang datar dan berdekatan dengan pantai, yang mempunyai resiko
terkena ombak besar;
4. Pada kawasan yang terletak atau berdekatan dengan pantai dikembangkan
dengan kaidah tata bangunan yang bisa meredam dan mengarahkan tata air jika
terjadi tsunami. Kawasan permukiman ini juga harus dilengkapi dengan kawasan
untuk evakuasi dalam waktu singkat;
5. Pembangunan fisik dan orientasi bangunan yang perlu mempertimbangkan
besarnya kekuatan angin.

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO

2. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya


a.

Kawasan

Peruntukkan

Hutan

Produksi
Upaya pengelolaan kawasan hutan produksi meliputi :
a.

Pengolahan

hasil

hutan

sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan memberikan kesempatan kerja
yang lebih banyak;
b.

Peningkatan

partisipasi

masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan pengelolaan hutan bersama


rakyat (PHBM) dan hutan rakyat (di luar kawasan hutan);
c.

Pengembangan

dan

diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga memungkinkan untuk diambil hasil


non kayu, seperti buah dan getah;
d.

Peningkatan

fungsi

ekologis

melalui pengembangan sistem tebang pilih, tebang gilir dan rotasi tanaman yang
mendukung keseimbangan alam; serta meningkatkan perwujudan hutan kota.
b.
-

Kawasan Peruntukkan Pertanian


Peruntukkan Pertanian Lahan Basah
Kawasan pertanian untuk tanaman pangan merupakan kawasan yang memberikan
kontribusi

terbesar

ditinjau

dari

sektor

pertanian.

Tanaman

pangan

yang

mendominasi seluruh Kabupaten Situbondo, antara lain padi, jagung, ubi kayu,
kacang tanah, kacang hijau, dan kedele. Pada dasarnya

persebaran produksi

tanaman pangan di Kabupaten Situbondo tersebar secara merata di seluruh wilayah,


berdasarkan analisa tingkat pertumbuhan tanaman pangan, maka yang paling
menonjol adalah jagung dan kedele, sedangkan pertumbuhan yang mengalami
penurunan adalah padi, ubi kayu, kacang tanah dan kacang hijau. Besarnya tingkat
penurunan produksi adalah sebagai berikut, produksi padi sawah menurun sebesar
8.09 persen, padi gogo menurun 26,20 persen, kacang tanah menurun 61,66 persen,
ubi kayu hanya turun 6,27 persen, kacang hijau menurun sebesar 25,29
Perencanaan pengembangan sawah untuk tanaman pangan padi berdasarkan
kesesuaian lahan dan sumberdaya manusianya adalah seluas 31.491 hektar berada
di Kecamatan Kapongan, Panarukan, Panji, Jangkar, Mangaran, Arjasa, Besuki,

II58

Peta
4.5.

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Suboh, Kendit, Asembagus, Situbondo, Jatibanteng dan Sumbermalang. Skala
prioritas daerah sentra tanaman pangan padi adalah Kapongan, Panarukan, Panji,
dan

Arjasa.

Rencana

Pengelolaan

tanaman

pangan

padi

gogo

adalah

Sumbermalang, Jatibanteng, Bungatan dan Mlandingan


Beberapa jaringan irigasi yang tetap di rencanakan sebagai jaringan Irigasi yang
memiliki baku sawah lebih dari 500 ha adalah :
a.

Jaringan Irigasi Sampean Lama Luas areal 10,348 ha, meliputi Kecamatan :

1) Kecamatan Panarukan.
2) Kecamatan Situbondo.
3) Kecamatan Kapongan.
4) Kecamatan Mangaran.
5) Kecamatan Panji.
6) Kecamatan Kendit.
b.

Jaringan irigasi Sampean Baru Luas areal 5,114 ha, meliputi Kecamatan :

1) Kecamatan Kapongan.
2) Kecamatan Panji.
3) Kecamatan Arjasa.
4) Kecamatan Jangkar.
5) Kecamatan Asembagus.
6) Kecamatan Banyuputih.
c.

Jaringan Irigasi Banyuputih dengan Luas areal 3,730 ha, meliputi

Kecamatan :
1)

Kecamatan Banyuputih.

2)

Kecamatan Asembagus.

3)

Kecamatan Jangkar.

d.

Jaringan Irigasi Nangger dengan Luas areal 2,433 ha, meliputi Kecamatan :

1)

Kecamatan Suboh.

1)

Kecamatan Mlandingan.

2)

Kecamatan Bungatan.

e.

Jaringan Irigasi Bayeman Luas areal 788 ha, meliputi Kecamatan :

1)

Kecamatan Arjasa.

f.

Jaringan Irigasi Dawuhan dengan Luas areal 903 ha, meliputi Kecamatan :

1)

Kecamatan Suboh.

1)

Kecamatan Besuki.

g.

Jaringan Irigasi Nogosromo dengan Luas areal 554 ha, meliputi Kecamatan :

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
1)

Kecamatan Jatibanteng.

1)

Kecamatan Besuki.

Rencana pengembangan tanaman pangan palawija, yaitu jagung berdasarkan skala


prioritas berturut-turut adalah Banyuglugur, Jatibanteng, Besuki, Suboh, Mladingan,
Bungatan, Kendit, Panarukan, Situbondo, Panji, Kapongan, Arjasa, Jangkar,
Asembagus, Mangaran, Banyuputih, dan Sumbermalang. Rencana Pengelolaan
kedele berdasarkan skala prioritas berturut-turut adalah Suboh, Mlandingan, Besuki,
Situbondo, Panarukan, Panji, Kendit, Kapongan dan Banyuputih. Rencana
Pengelolaan tanaman ubi kayu berdasarkan skala prioritas berturut-turut adalah
Jatibanteng, Arjasa, Sumbermalang, Situbondo, Banyuglugur, Kendit, Jangkar dan
Kapongan.
Langkah kebijaksanaan yang perlu dilakukan adalah peningkatan mutu intensifikasi
dengan sasaran untuk meningkatkan produksi/produktifitas serta peningkatan luas
panen. Upaya Pengelolaan antara lain :
a. Sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya;
b. Perubahan fungsi sawah ini hanya diijinkan pada kawasan perkotaan dengan
perubahan maksimum 50 % dan sebelum dilakukan perubahan atau alih fungsi
harus sudah dilakukan peningkatan fungsi irigasi setengah teknis atau
sederhana menjadi teknis dua kali luas sawah yang akan dialihfungsikan dalam
pelayanan daerah irigasi yang sama;
c. Pada kawasan perdesaan alih fungsi sawah diijinkan hanya pada sepanjang
jalan utama (arteri, kolektor, lokal primer), dengan besaran perubahan
maksimum 20 % dari luasan sawah yang ada, dan harus dilakukan peningkatan
irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis, setidaknya dua
kali luasan area yang akan diubah dalam pelayanan daerah irigasi yang sama;
d. Pada sawah beririgasi teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian
tanaman pangan abadi maka tidak boleh dilakukan alih fungsi;
-

Peruntukkan Hortikultura
Komoditi

tanaman

hortikultura

khususnya

buah-buah

berdasarkan

kelas

kesesuaian lahan termasuk dalam kelas S1 dan bahkan S2 dengan faktor pembatas
ketersediaan air khususnya curah hujan, jumlah curah hujan yang optimum. Selain Itu

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
dengan lahan pertanian hortikultura di Kabupaten Situbondo seluas 43.674 Ha, maka
upaya pengelolaan kawasan tegalan meliputi:
1.

Kawasan pertanian lahan kering secara spesifik dikembangkan dengan


memberikan tanaman tahunan yang produktif. Lahan ini diperuntukkan untuk
menunjang kehidupan secara langsung untuk rumah tangga masyarakat
sehingga memiliki penggunaan lahan campuran seperti palawija, hortikultura
maupun penunjang perkebunan dalam skala kecil;

2.

Dalam

beberapa

hal

kawasan

ini

merupakan

kawasan

yang

boleh

dialihfungsikan untuk kawasan terbangun dengan berbagai fungsi, sejauh


sesuai dengan rencana detail tata ruang; serta
3.

Alih fungsi lahan tegalan menjadi kawasan terbangun diarahkan meningkatkan


nilai ekonomi ruang ataupun pemenuhan fasilitas dan sarana masyarakat.

No.
1.

Tabel 2. 2 Rencana Daerah Pengembangan Tanaman Hortikultura


Komoditi
Rencana Daerah Pengembangan
Kelengkeng
Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

2.

Jeruk

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

3.

Manggis

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

4.

Mangga

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

5.

Nangka

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

6.

Pisang

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

7.

Jambu air

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

8.

Sawo

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Jatibanteng, Sumbermalang, Mlandingan, Besuki, Suboh,

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
No.

Komoditi

9.
10.

Rencana Daerah Pengembangan


Mlandingan, Bungatan, Panarukan, Situbondo, Mangaran,

Anggur
Bawang merah

Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus, Banyuputih


Arjasa, Jangkar, Asembagus, Banyuputih
Jatibanteng, Sumbermalang, Mlandingan, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Kendit, Situbondo, Panji, Arjasa,
Banyuputih
Jatibanteng, Sumbermalang, Mlandingan, Bungatan, Kendit,

11.

Bwang putih

12.

Kacang

Situbondo, Panji, Arjasa, Asembagus, Jangkar, Banyuputih


Mlandingan, Bungatan, Kendit, Situbondo, Panji, Kapongan,

panjang

Suboh,

Buncis
Kentang,

Agasa, Jangkar, Asembagus, Banyuputih


Mlandingan, Bungatan, Kendit, Situbondo, Panji
Suboh, Mlandingan, Agasa, Jangkar, Asembagus, Banyuputih

13.
14.

Terong,
Tomat
Sumber: RTRW KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2008-2028
-

Kawasan Peruntukkan Perkebunan


Kawasan perkebunan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Situbondo adalah
komoditi kelapa, kopi, tebu, tembakau, kapok, kapas, asam jawa, siwalan, cengkeh,
jembu mete, pinang dan biji. Tanaman perkebunan pada dasarnya dapat dibedakan
dalam tanaman semusim (season plant) dan tanaman tahunan (annual plant).
Kawasan perkebunan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Situbondo seluas
20.588 hektar. Komoditi kelapa, pinang, tebu, kopi robusta, kopi arabika, dan
cengkeh berada di Kecamatan: Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki, Suboh,
Mlandingan, Bungatan, Kendit, Situbondo, Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus dan
Banyuputih. Komoditi kapas berada di Kecamatan: Jatibanteng, Sumbermalang,
Besuki, Suboh, Mlandingan, Situbondo, Panji, Jangkar, Arjasa, Asembagus dan
Banyuputih.

Komoditi

jambu

mente

berada

di

Kecamatan:

Sumbermalang, Besuki, Suboh, Mlandingan, Bungatan, Panarukan,

Jatibanteng,
Situbondo,

Mangaran, Panji, Kapongan, Arjasa, Asembagus dan Banyuputih. Komoditi


tembakau berada di Kecamatan : Banyuglugur, Jatibanteng, Sumbermalang, Besuki,
Suboh, Mlandingan, Bungatan, Arjasa, Jangkar, Asembagus dan Banyuputih.
-

Kawasan Peruntukkan Perikanan

(a) Peruntukkan Perikanan Tangkap

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Produksi budidaya tambak, kolam dan penangkapan dari perairan umum, seperti
ikan lele, mujair, udang windu putih, bandeng, gurami, tombro, nila, tawas dan
lainnya mengalami kenaikan dari 322, 90 ton menjadi 539,70 ton dengan nilai
produksi tahun 2004 mencapai Rp. 25,32 milyar.

(b) Peruntukkan Budidaya Perikanan


Peruntukan budidaya perikanan di Kabupaten Situbondo meliputi:
a.

budidaya

tambak

di

Kabupaten

Situbondo

terdapat

di

Kecamatan Banyuputih, Jangkar, Arjasa, Kapongan, Mangaran, Panarukan,


Kendit, Bungatan, Mlandingan, Suboh, Besuki dan Banyuglugur.
b.

Budidaya air laut (marine culture) dan wilayah perikanan


tangkap (fishing ground) terletak di seluruh wilayah perikanan laut Kabupaten
Situbondo.

(c) Peruntukkan Kawasan Pengelolaan Ikan


Upaya Pengelolaan potensi sarana perekonomian perikanan dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Memberdayakan potensi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
untuk mengembangan budidaya air tawar melalui pembuatan kolam ikan,
usaha kolam pancing, penebaran benih ikan air tawar di waduk, embung dan
sungai di lokasi Kecamatan Wringin Anom dan Jatibanteng.
2. Mengembangkan kawasan marine culture untuk komoditi yang bernilai
ekonomi tinggi.
3. Revitalisasi fungsi PPI sebagai sarana pendukung operasi perikanan
tangkap, pembinaan oleh Pemerintah, pengumpulan data statistik perikanan
dan menjamin harga jual produk perikanan tangkap melalui pelayanan TPI
dan KUD mina.
4. Mengembangkan teknologi perikanan tangkap dan rahabilitasi ekosistem
perairan melalui pembangunan rumpon dangkal / terumbu karang buatan,
pembangunan tambatan perahu dan tempat perlindungan ikan serta
memberikan informasi lokasi potensi ikan yang potensial / lintasan migrasi
ikan.
5. Meningkatkan pendapatan petani khususnya scat ikan melimpah, melalui
pembangunan Pasar Ikan Higienis, TPI dan timbangan kompas dalam rangka
refungsionalisasi TPI di Desa Semiring, Tanjung Pecinan, Tanjung Kamal,

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Mangum.
6. Meningkatkan produksi hasil penangkapan ikan nelayan, melalui modifikasi
alat tangkap ikan di Desa Semiring, Tanjong Pecinan, Tanjong Kamal,
Mangum dan Jangkar.
7. Membantu jalannya kegiatan pelelangan, melalui pengadaan sarana TPI
dalam rangka pengingkatan status TPI tingkat propinsi di Pondok Mimbo Banyuputih.
8. Mempermudah koordinasi dalam memanfaatkan hasil laut, melalui Sarana
Kelembagaan Sektor Perikanan dalam rangka pemberdayaan KUD Mina,
Perth dan retribusi TPI. Lokasi Besuki, Suboh, Panarukan, Jangkar dan
Banyuputih.
9. Mengendalikan dan mengatur pemanfaatan potensi sumber daya perikanan
agar lebih sesuai dengan kaidah pemanfaatan sumber daya perikanan yang
berkelanjutan (sustainable fisheries/MSY) serta prinsip keadilan melalui
pengaturan jalur penangkapan ikan, pengendalian jumlah kapal, ukuran
kapal, alat tangkap yang dipergunakan dan kuota jumlah tangkapan yang
diperbolehkan.
10. Melindungi kawasan konservasi dan Pemijahan Ikan

(d) Kawasan Peruntukkan Pertambangan


Upaya pengelolaan kawasan pertambangan, meliputi:
1. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan;
2. Melakukan rehabilitasi/reklamasi kawasan bekas pertambangan;
3. Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan
tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas
penambangan;
4. Meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran kapur dan
batubata - genting, sebab dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan;
5. Pada kawasan tanjung pecinan Kecamatan Mangaran yang teridentifikasi bahan
tambang migas dan bernilai ekonomi tinggi, sementara pada bagian lain wilayah
Situbondo kawasan penambangan adalah kawasan lindung atau kawasan
budidaya sawah yang tidak boleh alih fungsi, atau kawasan permukiman, maka
eksplorasi dan/atau eksploitasi tambang harus disertai amdal, kelayakan secara

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi terhadap pengaruhnya dalam jangka
panjang dan skala yang luas;
6. Menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari
kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan, sekaligus disertai
pengendalian yang ketat; serta
7. Pemanfaatan lahan bekas tambang yang disesuaikan dengan Dokumen
Lingkungan (AMDAL, UKL-UPL). Lokasi pertambangan di Kabupaten Situbondo.
Peta
4.6.

(e) Kawasan Peruntukkan Industri


Upaya Pengelolaan kawasan industri, yaitu :

1. Pengembangan kawasan sentra industri sedang terutama pada kawasan


perdesaan dan perkotaan di Kecamatan Kapongan di Desa Klampokanwetan ,
Desa Pelayan dan Curahcottok, Desa wonokoyo, Desa Selereng, Desa Arjasa
dan Kecamatan Mangaran Desa Tanjungglugur.

2. Pengembangan kawasan sentra industri besar terutama pada kawasan


perdesaan dan perkotaan;di kecamatan Kapongan Desa Klampokan wetan dan
Desa Pelayan dan Kecamatan Mangaran di Desa Tanjungpecinan

3. Pengelolaan ekonomi dan perdagangan dengan pengutamaan UKM; dan


4. Penetapan skenario ekonomi wilayah yang menunjukkan kemudahan dalam
berinvestasi dan Penjelasan tentang kepastian hukum yang menunjang investasi.
Arahan pengelolaan peruntukan industri, meliputi:
1.Penyediaan lahan untuk industri,
2.Penyediaan infrastruktur,
3.Pembuatan buffer zone, dan
4.Penyediaan perumahan dan berbagai prasarana untuk perumahan industri.

(f) Kawasan Peruntukkan Pariwisata


Kawasan peruntukan pariwisata terdiri atas peruntukan pariwisata budaya,
pariwisata alam dan pariwisata buatan.
1. Peruntukkan Pariwisata Budaya
Peruntukkan pariwiata budaya di Kabupaten Situbondo, seperti : Tapak Tilas
Syekh Maulana Ishak Pecaron, Makam Raden Tjondrokusumo, Pesantren
Salafiyah Syafi'iyah, Kompleks Makam Bloro, Karesidenan Besuki,
POO Tiang Biaw
2. Peruntukkan Pariwisata Alam

II58

Klenteng

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Peruntukkan pariwiata alam di Kabupaten Situbondo, seperti : Pantai Pasir Putih
(Kec. Bungatan), Pantai Pathek (Kec. Panarukan), Pelabuhan Kalbut Pantai
Bama (Kecamatan Banyuputih), Air Terjun Setancak, Air Terjun Tempora, Alam
Desa Baderan, Puncak Rengganis
3. Peruntukkan Pariwisata Buatan
Peruntukkan pariwiata buatan di Kabupaten Situbondo, seperti : Taman Nasional
Baluran, Pabrik Gula Olean, Agro Wisata Kayumas. Pemandian Banyu Anget,
TPI Pondok Mimbo, Pemandian Taman, Pelabuhan Rakyat Besuki, Pelabuhan
Jangkar

(g) Kawasan Peruntukkan Permukiman


o Peruntukkan Pemukiman Perkotaan
Rencana pengelolaan kawasan permukiman antara lain meliputi:

1. Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadikan


sebagai tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif, serta didukung
oleh sarana dan prasarana permukiman;

2. Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana


permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;

3. Permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan


dengan memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang
produktif sebagai basis kegiatan usaha;

4. Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan


dengan berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil.
Permukiman

perdesaan

yang

berlokasi

di

dataran

rendah,

basis

Pengelolaannya adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan darat,


serta pengolahan hasil

5. Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan


dilayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai;

6. Penyediaan

permukiman

selain

disediakan

oleh

pengembang

dan

masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan Kasiba/Lisiba Berdiri Sendiri,


perbaikan kualitas permukiman dan Pengelolaan perumahan secara vertikal;

7. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan


penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman
disediakan ruang terbuka hijau;

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
8. Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan
pusat pelayanan kecamatan; serta

9. Pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat


peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai
akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan
industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan
bersesuaian

o Peruntukkan Pemukiman Pedesaan


Pengelolaan kawasan permukiman direkomendasikan sebagai berikut :
1. Pada permukiman kepadatan tinggi, dengan mengembangkan daerah
permukiman
2. Pada pemukiman sedang, agar dipertahankan
3. Pada permukiman rendah, dengan peningkatan daerah pemukiman,
penambahan fasilitas dari daerah pemukiman.

(h) Kawasan Peruntukkan lainnya


o Kawasan Peternakan
Berdasarkan tujuan guna mengembangkan sektor petemakan di Kabupaten ,
maka upaya pengelolaan komoditi peternakan adalah :
1. Peningkatan produksi dan populasi ternak untuk mencapai swasembada
protein hewani dengan upaya sebagai berikut:
a. Pengembangan ternak sapi di Kecamatan Jangkar;
b. Pengembangan ternak unggas di Kecamatan Kapongan;
c. Sentra pemotongan ternak di Kecamatan Besuki.
2. Meningkatkan pendapatan petani ternak dan pemerataan kesempatan kerja.

o Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota/kawasan perkotaan, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kawasan perkotaan. Proporsi RTH
publik seluas minimal 20 % dan privat 10 % yang disediakan dimaksudkan agar
proporsi

RTH

minimal

dapat

II58

lebih

dijamin

pencapaiannya,

sehingga

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. RTH berupa hutan
untuk DAS ditetapkan sebesar 30 % dari luas DAS yang ada di Kabupaten
Situbondo.

Kawasan Khusus Pengembangan Sektor Informal

Upaya yang dilakukan untuk kawasan khusus pengembangan sektor informal


meliputi :
1. Pengembangan sektor informal pada kawasan perkotaan.
2. Penyediaan tempat untuk kegiatan sektor informal di kawasan perdagangan
dan jasa pada kawasan permukiman perkotaan.

Pengelolaan Produktivitas Tanah

Upaya yang dilakukan guna peningkatan produktifitas tanah meliputi :


1.

Peningkatan kegiatan usaha tani melalui intensifikasi, ekstensifikasi maupun


diversifikasi, penggunaan pupuk kandang, penerapan sistem mixed farming;

2.

Pengelolaan komoditi-komoditi unggulan; serta

3.

Pencetakan sawah baru yang disertai perbaikan saluran pada wilayah yang
rawan kekeringan.

Tabel 2. 3 Rencana Luas Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Situbondo


Prosentase
Luas
No.
Jenis Pemanfaatan Ruang
Dari Luas Wilayah
(Ha)
Kabupaten Situbondo (%)
Kawasan Lindung
1. Kawasan Taman Nasional Baluran
229
0.14%
2. Kawasan Pantai Berhutan Bakau (Mangrove)
6.622
4.04%
3. Kawasan Hutan Lindung
6.747
4.12%
4. Obyek Wisata Alam
1.366
0.83%
Kawasan Budidaya
1. Kawasan Hutan produksi
5.759
3.51%
2. Kawasan Pertanian
75.674
46.18%
3. Kawasan Perikanan
5.213
3.18%
4. Kawasan Perkebunan
43.674
26.65%
5. Kawasan Permukiman
17.672
10.79%
6. Kawasan Peruntukan Industri
671
0.41%
7. Kawasan Militer
223
0.14%
Jumlah
163.850
100 %

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA


KERAWANAN PANGAN KABUPATEN
SITUBONDO
Sumber : RTRW KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2008-2028

II58

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN PETA KERAWANAN PANGAN


KABUPATEN SITUBONDO

II60

Anda mungkin juga menyukai