NPM: 174110213
Kelas: 7 A AGT
Sebagai contoh, sebuah rumah tangga mempunyai ketahanan pangan jika penghuninya tidak
berada pada kondisi kelaparan ataupun dihanui oleh macaman kelaparan. Penilaian ketahanan
pangan dibagi menjadi ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian factor risiko dan
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya
Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang merencanakan konsep secure, adequate
and suitable supply of food for everyond. Definisi ketahanana pangan sangat bervariasi, namun
umumnya mengacu defenisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992)
yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure acces
Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan
450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingartner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari
2. USAID (1992): kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara
fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
poduktif.
3. FAO (1997): situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik
dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4. FIVIMS (2005): kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social
dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk
5. Mercy Crops (2007): keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses
fisik, social, dan ekonomi terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk
kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan
social
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut,
tersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman,
ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus
Menurut FAO (1997) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan situasi dimana
semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan
bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko untuk mengalami
kehilangan kedua akses tersebut. Pencapaian ketahanan pangan di Indonesia terkait dengan salah
satu tujuan UUD 1945 dalam alinea keempat yaitu mencapai kesejahteraan umum. Hal tersebut
berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas, dan
setiap orang setiap saat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Makna yang terkandung
dalam ketahanan pangan mencakup dimensi fisik (ketersediaan), ekonomi (daya beli), gizi
(pemenuhan kebutuhan gizi individu) nilai budaya dan religius, keamanan pangan (kesehatan),
Maxwell 1990, diacu dalam Manesa 2009, menyatakan bahwa ketahanan pangan secara
mendasar didefinisikan sebagai akses semua orang pada setiap waktu terhadap kebutuhan pangan
agar dapat hidup sehat. Dari berbagai konsep ketahanan pangan tersebut dapat diartikan bahwa
ketahanan pangan rumah tangga disamping factor ketersediaan dan daya beli juga ditentukan
oleh factor akses pangan itu sendiri baik diperoleh secara langsung maupun melalui jaringan
lainnya.
Menurut Tim Penelitian-LIPI (2004), berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO
(1996) dan UU RI No.7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang
harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan ketersediaan
pangan; 2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke
Keempat komponen tersebut dapat digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga. Ketahanan pangan sendiri menurut UU no. 7 tahun 1996 mengenai pangan,
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau.
dipertegas lagi mengenai pengertian ketahanan pangan pada World Food Summit yang
dilaksanakan tahun 1996 menyatakan bahwa ketahanan pangan tercapai bila semua orang secara
terus-menerus, baik secara fisik, social, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang
memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari:
aman;
merata;
yaitu Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama pembangunan MDGs yaitu
mengurangi proporsi penduduk yang hidup kemiskinan dan kelaparan sampai setengahnya pada
tahun 2015. Indonesia menjadi salah satu Negara yang berkomitmen untuk mengintegrasikan
MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional. Indonesia telah melakukan berbagai
upaya untuk mencapai target MDGs. Upaya yang dilakukan oleh Indonesia antara lain adalah
dengan melaksanakan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu program utama
pembangunan nasional.
Elemen System Ketahanan Pangan
System ketahanan pangan dan gizi secara komprehensif meliputi empat subsistem, yaitu:
Konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang
Dengan demikian, system ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal
produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga
menyangkut aspek mikro yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status
gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin (RAN PG
2006-2010).
produksi dan pertukaran. Produksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis factor, termasuk;
5. Pemanenan
Produksi sebuah tanaman seperti pertanian, banyak dipengaruhi banyak factor seperti
cuaca, curah hujan dan temperatur. Pemanfaatan lahan, air dan energy untuk menumbuhkan
Produksi tanaman pertanian bukanlah kebutuhan yang mutlak bagi suatu Negara untuk
dapat mencapai suatu ketahanan pangan. Sebagai contoh Negara yang tidak memiliki sumber
daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan adalah
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VII tahun 2004, dalam satuan
rata-rata perkapita perhari untuk energy sebesar 2.200 Kilo Kalori dan protein 57 gram.
Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energy bagi setiap individu agar mampu
menjalankan aktivitas sehari-hari. Di samping itu juga terdapat acuan untuk menilai
tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor
100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam
negeri, (2) impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Dengan jumlah
penduduk cukup besar dan kemampuan ekonomi relative lemah, maka kemauan untuk
menjadi bangsa yang mandiri di bidang pangan harus terus diupayakan. Karena itu,
dari produksi dalam negeri. Impor pangan merupakan pilihan akhir, apabila terjadi
kelangkaan produksi pangan dalam negeri. Hal ini sangat penting untuk menghindari
ketergantungan pangan terhadap Negara lain, yang dapat berdampak pada kerentanan
oleh campur tangan asing baik secara ekonomi maupun politik. Hal yang perlu disadari
khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut harkat martabat dan kelanjutan
eksistensi bangsa.
produksi dan kebutuhan pangan dalam negeri, diatur sedemikian rupa agar tidak
merugikan kepentingan para produsen pangan di dalam negeri, yang mayoritas petani
skala kecil, juga kepentingan konsumen khususnya kelompok miskin. Kedua kelompok
produsen dan konsumen tersebut rentan terhadap gejolak perubahan harga yang tinggi.
kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah. Stabilitas pasokan
pangan dapat dijaga dengan pengelolaan cadangan yang tepat. Cadangan pangan terdiri
atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan
masyarakat meliputi rumah tangga, pedagang dan industry pengolahan. Cadangan pangan
kebijakan yang kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara efisien dengan
pendapatan yang memadai, serta kebijakan perlindungan dari persaingan usaha yang
merugikan petani. Seperti dibahas di muka, kebijkan perdagangan perlu diterapkan dengan
2. Subsistem Distribusi
efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang
terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim
darat dan antar pulau yang memadai untuk mendistribusikan pangan, juga input produksi
pangan ke seluruh pelosok wilayah yang membutuhkan. Untuk itu penyediaan prasarana
dan sarana distribusi pangan merupakan bagian dari fungsi fasilitas pemerintah, yang
aspek efisiensi secara ekonomi. Biaya distribusi yang paling efisien harus menjadi acuan
Lembaga ini menggerakkan aliran produk pangan dari sentra-sentra produksi ke sentra-
sentra konsumsi, sehingga tercapai keseimbngan antara pasokan dan kebutuhan. Apabila
lembaga pemasaran bekerja dengan baik, maka tidak akan terjadi fluktuasi harga terlalu
besar pada musim panen maupun paceklik, pada saat banjir maupun sungai (sebagai jalur
distribusi) mongering, ketika omnak normal maupun ombak ganas, saat normal maupun
saat bencana.
lainnya dapat mengakibatkan biaya tinggi yang mengurangi efisiensi kinerja subsistem
maupun pada proses transaksi sangat mempengaruhi besarnya biaya distribusi. Untuk itu,
iklim perdagangan yang adil, khususnya dalam penentuan harga dan cara pembayaran
perlu diwujudkan, sehingga tidk terjadi eksploitasi oleh salah satu pihak terhadap pihak
lain (pihak yang kuat terhadap yang lemah). dalam Hal ini, penjagaan keamanan,
kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani
keresahan social. Oleh sebab itu hampir semua Negara melakukan intervensi kebijakan
untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang mempengaruhi kehidupan sebagian
besar masyarakat. Dalam kaitan ini pemerintah telah menerapkan kebijakan stabilitas
harga pangan, melalui pembelian maupun penyaluran bahan pangan (beras) oleh Perum
Bulog.
System perdagangan pangan global yang semakin terbuka dapat menjadi kendala
menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak merefleksikan biaya produksi
yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan yang tidak
adil, diperlukan kebijakan proteksi secara selektif dengan perhitungan yang cermat.
3. Subsistem Konsumsi
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan,
Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food
utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi
beragam dengan gizi seimbang mencakup energy, protein, vitamin dan mineral,
pemeliharaan sanitasi dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan
rumah tangga. Hal ini dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran masyarakat untuk
rumah tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai factor
antara lain kondisi ekonomi, social dan budaya setempat. Untuk itu, penanaman
kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu dilakukan sejak dini melalui pendidikan
formal dan non-formal. Dengan kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat menentukan
keragaman dan keseimbangan gizi. Dengan kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat
meninggalkan kebiasaan serta budaya konsumsi yang kurang sesuai dengan kaidah gizi
dan kesehatan. Kesadaran yang baik ini lebih menjamin teroenuhinya kebutuhan gizi
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004, dalam
satuan rata-rata per kapita perhari, untuk energi 2.000 Kilo kalori dan protein 52 gram.
Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan
(PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal. Kinerja keragaman konsumsi pangan
pada suatu waktu untuk komunitas tertentu dapat dinilai dengan metoda PPH.
Dalam kondisi kegagalan berfungsinya salah satu subsistem di atas, maka pemerintah
perlu melakukan tindakan intervensi. Berbagai macam intervensi yang dapat dilakukan
adalah: (a) pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi saprodi, kebijakan harga
keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga pangan; dan (c) pada
mengakses pangan.
komitmen dan berperan aktif dalam berbagai program yang terkait dengan ketahanan pangan dan
kemiskinan, antara lain melalui deklarasi Roma Tahun 1996 pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Pangan Dunia, Deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2000,
International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICOSOC) yang sudah
diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Regional ASEAN
pada Sidang ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) di Ha Noi pada bulan
Oktober 2008. Di dalam negeri telah terwujud melalui kesepakatan Gubernur selaku Ketua
Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi dan Bupati/Walikota selaku Ketua DKP
Kabupaten/Kota dalam Konferensi dan Sidang Regional DKP pada bulan November 2008.
diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberkelanjutan eksistensi bangsa
Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tidak terlepas dari pangaruh factor-faktor
internal maupun eksternal yang terus berubah secara dinamis, dalam penyelenggaraan ketahanan
pangan, peran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan ketahanan
pangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002
ketahanan pangan, dilakukan dengan: (a) memberikan informasi dan pendidikan ketahanan
mengeluarkan (a) peraturan pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah, (b) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom.
2007 bahwa Ketahanan Pangan sebagai urusan wajib dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Menindaklanjuti ketahanan pangan sebagai urusan wajib bagi daerah, maka diterbitkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi
Perangkat Daerah dan hasil Konferensi Dewan Ketahanan Pangan menjadi acuan implementasi
di daerah. Sampai dengan tahun 2009 secara bertahap di provinsi dan kabupaten/kota telah
dibentuk 438 lembaga structural ketahanan pangan tersebar di 33 provinsi dan 405
kabupaten/kota. Dari 438 lembaga structural ketahanan pangan tersebut yang bersifat mandiri
dalam bentuk Badan Ketahanan Pangan di Provinsi sejumlah 19 unit, dan 38 unit di tingkat
Kabupaten/kota. Selebihnya beragam, baik dalam bentuk Kantor Ketahanan Pangan maupun
sebagai berikut:
diversifikasi.
2. Revitalisasi industry hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin
pertanian).
4. Revitalisasi dan restrukturisasi kelembgaan pangan yang ada; koperasi, UKM dan
lumbung desa.
melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliputi penerapan technical
barrier for Trade (TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit, dan harmonisasi
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja system ekonomi pangan yang terdiri dari
subsistem ketersediaan meliputi produksi, pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan
tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam,
kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya
Partisipasi masyarakat (petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan,
distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitas pemerintah
diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan,
pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan.
Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas,
Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, setidaknya ada factor hal penting dan
1. Luas lahan
Makin banyak dan luas lahan untuk pertanian pangan maka ketahanan pangan
Negara tersebut semakin baik. Maraknya pembangunan untuk industry dan pemukiman
membuat lahan pertanian semakin menyusut dan ini menjadi pertanda serius dan
ancaman bagi NKRI. Pertambahan penduduk dan penyebaran yang tidak merata
Pertanian lahan basah sangat bergantung pada kondisi jatuhnya musim. Jika
terjadi kemarau panjang maka biasanya terjadi paceklik atau gagal panen. Nelayan di
pantai juga sangat bergantung pada kondisi perairan disekitarnya. Jika ada badai maka
mereka tidak melaut. Selain itu kadangkala terjadi anomaly cuaca yang menyebabkan
3. Teknologi
maju, panen sudah menggunakan mesin otomatis sehingga hemat biaya dan waktu. Selain
itu pengolahan berbagai macam produk juga memerlukan teknologi yang canggih.
4. Infrastruktur
menjadi tanggung jawab rakyat untuk menjaga an memeliharanya agar terjadi simbiosis
mutualisme demi tercapainya kemajuan di suatu bangsa, yang bagian kecilnya adalah
Ketahanan pangan dapat tercipta apabila aspek penting dalam suatu Negara
terpenuhi. Aspek ini ada empat poin yakni kondisi ekonomi, politik, social, dan
keamanan. Sebab, apabila dari keempat aspek tersebut tidak dapat berjalan dengan baik
maka dampaknya dapat meluas ke segi lainnya yang merugikan masyarakat termasuk
ketahanan pangan.
6. Degradasi lahan
Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan penurunan hasil.
dan tanaman sehingga dapat berdampak bagi ketersediaan suatu bahan pangan. Contoh
penyakit tanaman Ug99, salah satu penyakit karat batang pada gandum dapat
gandum yang disebabkan oleh terjadinya deficit air, Negara-negara besar sudah
9. Perebutan lahan
Utara Daewoo Logistics telah mengamankan satu bidang lahan yang luas di Madagascar
untuk membudidayakan jagung dan tanaman pertanian lainnya untuk produksi biofuel.
Fenomena cuaca yang estrim seperti kekeringan dan banjir diperkirakan akan
meningkat karena perubahan iklim terjadi. Kejadian ini akan memiliki dampak di sector
pertanian. Diperkirakan pada tahun 2040, hampir seluruh kawasan sungai Nil akan
keterbatasanair.
Perbedaan Dan Pengaruh Indicator Ketahanan Pangan Terhadap Proporsi BBLR Pada
Pangan dan produksi pangan berkaitan dengan ketahanan pangan dan status gizi suatu
wilayah. Terdapat 9 indikator ketahanan pangan yaitu rasio warung, rasio took, rasio rumah
tangga tidak sejahtera, rasio rumah tangga tanpa arus listrik, rasio akses roda 4, rasio anak tidak
sekolah, rasio rumah tangga tanpa air bersih, rasio jumlah tenaga kesehatan, dan rasio fasilitas
sanitasi. Ketahanan pangan dipengaruhi beberapa aspek, selain aspek ketersediaan, angka
kemiskinan tiap tahun juga mempengaruhi status ketahanan pangan. Rumah tangga di wilayah
pesisir memiliki tingkat kesejahteraan rendah, hal ini disebabkan adanya pembagian hasil
tangkap yang kecil pada nelayan. Berdasarkan Food Security Vulnerability Atlas (FSVA) tahun
2016 wilayah Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung termasuk dalam kategori
wilayah rawan pangan, serta masih ditemukan adanya BBLR kedua kabupaten.
Penentuan Dimensi Serta Indicator Ketahanan Pangan Di Indonesia Kaji Ulang Metode
ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup,
terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang
aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Menurut Suryana pemenuhan kebutuhan pangan dalam
konteks ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumber daya manusia berkualitas
yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global.
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), ketahanan pangan lebih banyak
ditentukan oleh kondisi social ekonomi daripada iklim pertanian, dan pada akses terhadap
pangan ketimbang produksi atau ketersediaan pangan. Ketahanan pangan sendiri didefenisikan
sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap
waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan
nilai atau budaya setempat. Di Indonesia, pengelolaan ketahanan pangan dimandatkan kepada
dewan ketahanan pangan (DKP) yang dibentuk pada tahun 2001 dan diketahui langsung oleh
presiden dengan penanggung jawab hariannya Menteri Pertanian. Lembaga ini bertugas untuk
wilayah (atlas) kerawanan dan kerentanan pangan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)
sampai level kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun 2005 dan tahun 2009. Tujuan
penyusunan peta tersebut adalah sebagai salah satu alat bagi pemerintah daerah dalam
mengembangkan strategi yang tepat untuk menangani kerentanan pangan. Metode yang
digunakan dalam pembuatan FVSA mengacu pada panduan WFP. Salah satu aspek kunci
metode tersebut ialah penetapan bobot setiap indicator dalam perhitungan indeks komposit
ketahanan dan kerentanan pangan. Metode yang digunakan oleh DKP-WFP ialah Principal