Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN 3

KONSEP KETAHANAN PANGAN

Tujuan Pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kebijakan
ketahanan pangan di Indonesia.

3.1 Konsep Ketahanan Pangan


Konsep ketahanan pangan atau food security mencakup berbagai aspek. Konsep ini
mulai muncul pada tahun 1970-an karena ketahanan pangan mulai menjadi isu yang
berkembang secara internasional. Pada tahun ini konsep ketahanan pangan difokuskan pada
ketersediaan pangan di tingkat nasional maupun internasional daripada tingkat rumah tangga.
Ketersediaan pangan pada tahun ini difokuskan pada penyediaan beras sebagai bahan pokok
masyarakat Indonesia (Baliwati et al. 2006).

Perbedaannya dengan
Swasembada Pangan UU Pangan No. 18
Tahun 2012

Konsep Ketahanan Pengertian Ketahanan


USAID (1992)
Pangan Pangan

FAO (1997)

Kemandirian Pangan di
Indonesia

Gambar 3.1 Konsep ketahanan pangan

Pada tahun 1970-an penyediaan pangan tidak memperhatikan aspek distribusi dan akses
terhadap pangan. Asumsi yang mendasari pendekatan ini adalah jika pasokan pangan tersedia
secara banyak maka para pedagang akan mendistribusikan pangan tersebut ke seluruh wilayah.
Selain itu, harga pangan tetap terkendali sehingga masih dapat diakses oleh masyarakat
(Baliwati et al. 2006; Rachman et al. 2002). Akan tetapi, sebagian orang masih menderita
kelaparan karena tidak mempunyai akses terhadap pangan. Fenomena ini disebut hunger
paradox. Hal itulah yang menyebabkan pendekatan ketersediaan pangan gagal mencapai
ketahanan pangan berkelanjutan di berbagai negara (Baliwati et al. 2006).
Pada tahun 1980-an terjadi pergeseran konsep ketahanan pangan yaitu ditekankan pada
akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Pada awalnya konsep ketahanan pangan
masih sekitar pada konsep “apakah produksi pangan dunia cukup?”. Pertanyaan tersebut
kemudian dikembangkan lagi oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI)
menjadi “apakah produksi pangan dunia cukup dengan harga yang pantas dan terjangkau oleh
masyarakat miskin? (Rachman et al. 2002).
Pada tahun 1990-an pertanyaan tersebut menjadi lebih komplek yaitu menjadi dan
dikembangkan lagi oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI) menjadi “apakah
produksi pangan dunia cukup dengan harga yang pantas dan terkjangkau oleh masyarakat
miskin dan tidak merusak lingkungan?”. Dari paparan diatas menunjukan bahwa secara luas
pengertian ketahanan pangan adalah terjaminnya akses pangan untuk segenap rumah tangga
serta individu pada setiap waktu sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat (Braun et al..,
1992; Suhardjo, 1996; Soetrisno, 1997 dalam Rachman et al. 2002).
Definisi ketahanan pangan yang telah diterima secara luas oleh praktisi dan akademisi
yaitu access for all people at all times to enough food for an active and healthy life (Zeitlin
1990; Chung 1997; Sudaryanto 2000 dalam Baliwati et al. 2006). Definisinya yaitu setiap
orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat hidup produktif dan sehat.
Konferensi FAO tahun 1984 mencetuskan dasar-dasar ketahanan pangan yaitu
menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan terjaminnya setiap individu
untuk dapat memperoleh pangan. Definisi ketahanan pangan tersebut disempurnakan oleh
International Congress of Nutrition (ICN) pada tahun 1992 menjadi ketahanan pangan skala
rumah tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan
anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari
hari (Rachman et al. 2002).
Pada sidang Committe on Work Food Security tahun 1995, definisi ketahanan pangan
diperluas dengan menambahkan persyaratan harus diterima oleh budaya setempat. Definisi
tersebut dipertegas lagi pada Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia dan Rencana
Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia pada tahun 1996 menjadi
ketahanan pangan terwujud apabila semua orang, setiap saat, memiliki akses secara fisik
maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat (Rachman et al. 2002).
Kerawanan pangan juga akan terjadi apabila ketahanan pangan tidak tercapai. Hal-hal
tersebut meliputi kurang tersedianya pangan, lapangan kerja dan pendapatan. Ketiga hal
tersebut menentukan apakah suatu rumah tangga memiliki ketahanan pangan, artinya dapat
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya (Rachman et al. 2002)
Soekirman (1996) dalam Rachman et al. (2002) mengungkapkan bahwa cukup
tidaknya persediaan pangan di pasar berpengaruh pada harga pangan. Kenaikan harga pangan
dapat mengancam kebutuhan gizinya yang berarti ketahanan pangan keluarganya terancam.
Sebaliknya, apabila persediaan cukup dan harga stabil tetapi banyak penduduk yang tidak
memiliki pekerjaan dan pendapatan maka daya beli tetap akan menurun. Oleh karena itu
pembangunan Sumberdaya Manusia (SDM) akan mengatur keseimbangan dan keserasian
antara kebijaksanaan sistem pangan (produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi) dan
kebijaksanaan di bidang sosial seperti penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, gizi
dan lain-lain (Rachman et al. 2002).
Indonesia telah mengadopsi rumusan ketahanan pangan dan dituangkan kedalam
Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Pada undang-undang ini, ketahanan
pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. Menurut definisi tersebut maka ketahanan pangan terdiri dari elemen:
a. ketersediaan pangan
b. aksesibilitas yang menggambarkan kemampuan untuk menguasai pangan yang cukup
c. keamanan yang dapat diartikan sebagai stabilitas (menunjuk pada kerentanan internal
seperti penurunan produksi) dan keandalan (menunjuk pada kerentanan eksternal
seperti fluktuasi perdagangan internasional)
d. keberlanjutan merupakan kontinuitas dari akses dan ketersediaan pangan yang
ditunjukan oleh keberlanjutan usaha tani.

Secara umum ketahanan pangan mencakup empat aspek yaitu kecukupan (sufficiency),
akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time). Secara teoritis terdapat dua
ketidaktahanan pangan, yaitu kronis dan transitor. Ketidaktahanan pangan kronis adalah
ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui produksi sendiri.
Kondisi ini berakar pada kemiskinan. Sedangkan, ketidaktahanan pangan transitori adalah
penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini
disebabkan adanya bencana alam sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga pangan,
produksi, dan pendapatan (Baliwati et al. 2006).
Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada
beberapa tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional (daerah), rumah tangga, serta
individu. Sementara itu Simatupang (1999) dalam Rachman et al. (2002) menyatakan bahwa
ketahanan pangan tingkat global, nasional, regional, komunitas lokal, rumah tangga dan
individu merupakan suatu rangkaian sistem hierarkis. Dalam hal ini ketahanan pangan rumah
tangga tidak cukup menjamin ketahanan pangan individu. Kaitan antara ketahanan pangan
individu dan rumah tangga ditentukan oleh alokasi dan pengolahan pangan dalam rumah
tangga, status kesehatan anggota rumah tangga, kondisi kesehatan, dan kebersihan lingkungan
setempat. Selain itu faktor tingkat pendidikan suami-istri, budaya dan infrastruktur setempat
juga sangat menentukan ketahanan pangan individu/rumah tangga.
Simatupang (1999) dalam Rachman et al. (2002) mengungkapkan bahwa ketahanan
pangan tingkat komunitas lokal merupakan keharusan tetapi tidak cukup menjamin ketahanan
pangan untuk seluruh rumah tangga. Ketahanan pangan tingkat regional merupakan syarat
keharusan bagi ketahanan pangan tingkat komunitas lokal tetapi tidak cukup menjamin
ketahanan pangan komunitas lokal. Pada akhirnya ketahanan pangan tingkat nasional tidak
cukup menjamin terwujudnya ketahanan pangan bagi semua orang. Oleh karena itu, kebutuhan
pangan harus dipenuhi secara individu agar dapat hidup sehat dan produktif.

A. Rangkuman
Konsep ketahanan pangan mulai muncul pada tahun 1970-an karena ketahanan pangan
mulai menjadi isu yang berkembang secara internasional. Konsep ketahanan pangan
difokuskan pada ketersediaan pangan di tingkat nasional maupun internasional daripada tingkat
rumah tangga di tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an terjadi pergeseran konsep ketahanan
pangan yaitu ditekankan pada akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Definisi
ketahanan pangan yang telah diterima secara luas oleh praktisi dan akademisi yaitu access for
all people at all times to enough food for an active and healthy life. Cukup tidaknya persediaan
pangan di pasar berpengaruh pada harga pangan tersebut. Definisi ketahanan pengantar terdiri
dari empat faktor yaitu aksesibilitas, ketersediaan pangan, keamanan, dan keberlanjutan.
B. Soal Latihan
1. Jelakan konsep ketahanan panagn pada tahun 1970-an!
2. Jelaskan konsep ketahanan pangan pada tahun 1980-an!
3. Jelaskan konsep ketahanan pangan yang sudah diterima secara luas!
4. Jelaskan empat elemen penting menuju ketahanan pangan!
5. Jelaskan mengapa ketidakcukupan pangan bisa menghambat upaya terwujudnya
ketahanan pangan!

C. Tes Formatif
1. Dipersyaratkan oleh UU No.18 Tahun 2012 bahwa dalam rangka mencapai
ketahanan pangan tersebut negara harus…
a. Mandiri dan berdaulat
b. Kuat dan bertahan
c. Luas dan beragam
d. Kaya dan bersinergi

2. Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2014 memiliki strategi untuk
mengurangi kelaparan dunia dengan cara…
a. peningkatan produksi industri pangan
b. pertanian keluarga dan pendekatan kedaulatan pangan
c. pengurangan tingkat pengangguran
d. penekanan terhadap produksi emisi gas rumah kaca

3. Ketersediaan pangan pada tingkat nasional belum tentu dapat menjamin ketahanan
pangan pada tingkat rumah tangga karena…
a. masyarakat tidak menerima pangan yang disediakan secara nasional
b. daya beli rakyat yang mencukupi
c. rumah tangga belum tentu memiliki akses untuk mendapatkan pangan tersebut
d. tidak adanya aparat penegak hukum yang menjamin

4. Luaran (output) yang dilihat dari ketahanan pangan adalah…


a. Status gizi (penurunan : kelaparan, gizi kurang dan gizi buruk)
b. Peningkatan produksi pangan
c. Kecukupan pangan oleh produk domestik
d. Manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup tinggi)

5. Hasil (outcome) yang tampak dari swasembada pangan adalah…


a. Status gizi (penurunan : kelaparan, gizi kurang dan gizi buruk)
b. Peningkatan produksi pangan
c. Kecukupan pangan oleh produk domestik
d. Manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup tinggi)

6. Ketahanan pangan dapat terwujud salah satunya melalui terpenuhinya pangan dengan
kondisi yang merata, yakni…
a. bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia
b. bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu
c. pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau
d. pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air

7. Yang bukan termasuk 4 pilar utama ketahanan pangan adalah…


a. food availability
b. food utilization
c. food dignity
d. stability

8. Salah satu indikator pilar keterjangkauan adalah…


a. kesesuaian dengan kepercayaan
b. kecukupan jumlah
c. stabilitas pasokan setiap waktu
d. kecukupan asupan

9. Beberapa hal perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengembangkan sumberdaya


lokal untuk kemandirian pangan, salah satunya adalah…
a. upaya eksplorasi dan pemantaatan potensi bahan asing
b. perbaikan dan aplikasi teknologi budidaya, pengolahan, pengemasan
c. pemberian modal kepada pengusaha lokal
d. penelitian terhadap ketersediaan pangan nasional
10. Konsep penganekaragaman pangan harus diartikan sebagai penganekaragaman
secara horizontal, vertikal dan regional, ini berarti masing-masing daerah, sesuai
dengan otonomi dan kemandirian daerah dalam mengelola wilayahnya masing-masing
perlu…
a. menindaklanjuti keinginan masyarakat setempat sehubungan dengan pangan
b. membagikan bahan pangan secara terus-menerus
c. mengupayakan kemandirian pangan daerah sesuai dengan potensi daerah masing-
masing
d. memberikan pelatihan kepada masyarakat

Daftar Pustaka
Baliwati, Y. F., Khomsan, A., dan Dwiriani, C. M. 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya. Depok.
Rachman, H. P.S., dan Ariani, M. 2002. Ketahanan Pangan : Konsep, Pengukuran, dan Strategi.
FAE, 20 , No. 1,12 – 24.

Anda mungkin juga menyukai