DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
R-002
Nydia Pratiwi Siregar D1B022034
Dwi Kurnia Febriyanti D1B022050
Sesli Dianastarin D1B022054
Alif Budi Setiawan D1B022057
Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah dilimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas paper mata kuliah Metode Penulisan Ilmiah yang berjudul “Ketahanan
Pangan” dapat selesai dengan baik.
Penyusunan paper ini banyak dibantu dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Metode Penulisan Ilmiah
yang telah membimbing dan memberikan pengarahan, serta kerjasama tim yang telah bekerja
sama dalam hal penyusunan tugas ini.
Besar harapan penulis, laporan ini dapat menjadi sarana membantu masyarakat dalam
memahami Pembangunan pertanian dilingkungan masyarakat di Desa Sembubuk. Demikian
apa yang bisa penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif
dan korelasional. Metode deskriptif yaitu metode untuk membuat gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki. Metode korelasional adalah metode kelanjutan dari
metode deskriptif yang mempunyai tujuan mencari hubungan secara sistematik antara
variabel – variabel yang diteliti (Nasir, 1999).
Pengumpulan data penelitian diperoleh melalui data sekunder. Data sekunder diambil
dari data Badan Pusat Statistik dari tahun 2017 dan 2018 (Jawa Barat dalam angka) dan
data yang berasal dari beberapa lembaga / badan terkait dengan ketahanan pangan yaitu
Badan Koordinasi Wilayah IV, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Badan Ketahanan
Pangan, BULOG, Dinas Pasar, Dinas perdagangan dan Perindustrian, Bappeda baik
ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota Jawa Barat Wilayah IV. Penggunaan variabel
– variabel pengukur untuk menentukan ketahanan pangan suatu daerah dibutuhkan disini
karena variabel – variabel pengukur tersebut merupakan bentuk kuantifikasi / angka yang
merepresentasikan keadaan yang ada di dalam sistem ketahanan pangan setiap daerahnya.
Variabel yang dihasilkan ini selanjutnya diisi sesuai daerahnya masing – masing
menggunakan data pokok dari BPS dan data lain dari lembaga / Instansi terkait.
Selanjutnya hasil pemasukkan data digunakan untuk menilai kondisi masing-masing
tingkat ketahanan pangan kabupaten / kota akan menghasilkan nilai masing-masing
indikator (ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan dan, mutu pangan). Teknik yang
digunakan untuk menganalisis kondisi masing-masing indikator ketahanan pangan adalah
modifikasi dari Location Quotient (LQ). Alasan penggunaan metode LQ untuk mengukur
ketahanan pangan dikarenakan metode ini dapat mentukan komoditas basis agar dapat
memilih dan memilah variabel yang diprioritaskan serta tidak diprioritaskan yang
digunakan sebagai kumulatif sehingga dapat dilihat perbandingan komparasi antara satu
kabupaten / kota dengan Provinsi Jawa Barat. Variabel yang diambil bukan variabel
komoditas, melainkan variabel yang berpengaruh terhadap ketiga indikator yaitu
ketersediaan, akses dan mutu pangan. Maka dilakukan modifikasi dari metode Location
quotient (LQ) menjadi Food Security Quotient (FSQ).
BAB IV
Hasil Kajian Dan Pembahasa
Seperti terlihat pada Tabel, bahwa ratarata tingkat ketahanan pangan rumahtangga di
daerah penelitian tergolong kuat. Dari 165 responden yang diwawancarai, terdapat
sebanyak 70 persen lebih menyatakan bahwa mereka tergolong pada kelompok
rumahtangga yang tahan dan sangat tahan dalam pengelolaan pangan rumahtangga.
Kemudian, setelah dilakukan pembilahan dari ketiga subsistem, ternyata pengelolaan
pangan yang paling kuat terdapat pada pengelolaan susbsistem pemanfaatan pangan yaitu
mencapai 73 persen lebih, sedangkan pengelolaan pangan pada subsistem aksesibilitas
dan subsistem ketersediaan masing-masing adalah sebesar 72 dan 70 persen. Perlu
dicatat, ketersediaan pangan yang dimiliki oleh rumahtangga di daerah penelitian adalah
ketersediaan pangan secara fisik yang berasal dari produksi sendiri dan stok pangan
sebelumnya, sedangkan import tidak dihitung dalam pengukuran ketersediaan pangan di
daerah penelitian.
Hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa jumlah asosiasi lokal yang
diikuti keluarga contoh di daerah penelitian tergolong besar karena lebih dari 65
persen keluarga contoh mengikuti sebanyak tiga atau lebih asosiasi lokal. Dengan
semakin banyaknya jumlah asosiasi lokal yang diikuti oleh anggota keluarga contoh
diharapkan dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat kebersamaan dan
solidaritas sesama anggota masyarakat sehingga pada gilirannya akan berdampak
terhadap kesejahteraan dan kemajuan desa. Kemudian, pada masa era globalisasi,
reformasi dan otonomi daerah, asosiasi lokal yang berkembang di daerah dan diikuti
oleh anggota masyarakat akan sangat berperan dalam membendung dan menopang
berbagai informasi berupa inovasi baru yang datang dari luar terutama yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah.
Hasil temuan lapangan diketahui bahwa lebih dari 75 persen, karakter masyarakat di
daerah penelitian tergolong tinggi dan sangat tinggi. Dari ketiga dimensi karakter
masyarakat, dimensi yang paling tinggi terdapat pada tingkat solidaritas masyarakat
yaitu mencapai 77 persen lebih. Tinggi rendahnya tingkat solidaritas masyarakat dilihat
dari tiga dimensi: ketergantungan satu sama lainnya, saling bantu membantu, dan adanya
kepekaan terhadap kemajuan desa. Secara operasional solidaritas masyarakat merupakan
frekuensi interaksi antara satu individu dengan individu lainnya yang merujuk pada
seberapa jauh individu melakukan kontak-kontak langsung antara satu dengan lainnya.
Semakin positif sifat interrelasi diantara anggota masyarakat yang berupa solidaritas,
atau semangat kemasyarakatan, semakin besar kecenderungannya untuk saling
memperhatikan keinginan masingmasing dalam mencari jalan ke arah saling memberi
kepuasan dan kerjasama.
Hasil pengamatan di lapangan, diperoleh bahwa ketahanan pangan berkelanjutan di
daerah penelitian cukup tinggi, baik dilihat dari keberlanjutan social ekonomi, ekologi
maupun keberlanjutan secara sosio-demografi. Seperti terlihat pada Tabel, dimana
ketahanan pangan masyarakat di daerah penelitian memiliki nilai keberlanjutan
mencapai 70 persen lebih. Tingkat keberlanjutan paling tinggi terdapat pada dimensi
keberlanjutan secara ekonomi yaitu mencapai 73 persen, kemudian diikuti keberlanjutan
secara ekologi yaitu sebesar 72 persen, sedangkan tingkat keberlanjutan terendah
terdapat pada dimensi sosio-demografi yaitu hanya 70 persen.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari jurnal ini adalah, ketahanan pangan
merupakan hal yang penting untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup,
aman, dan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemberdayaan rumah tangga dan
masyarakat melalui program-program seperti Desa Mandiri Pangan dapat
meningkatkan ketahanan pangan di tingkat lokal dan nasional. Kebijakan yang
mengarah pada kemandirian pangan, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan
ekonomi berbasis pertanian dapat membantu mengatasi masalah kelaparan dan
kemiskinan.
5.2 saran