Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SISTEM INOVASI
“Sistem Ketahanan Pangan”

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan berkat dukungan maupun bimbingan semua pihak yang turut membantu
salah satunya dosen matakuliah Sistem Inovasi yaitu dengan dukungannya sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, makalah ini
belum dapat dikatakan sempurna, kami memohon maaf apabila terdapat kekurangan
dalam hal penulisan dan lain hal sebagainya, namun demikian kami telah berusaha
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan untuk mewujudkan makalah ini.

Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi
khususnya dan bagi siapa saja yang memerlukan pada umumnya.

Yogyakarta, 18 September 2019

Tim penyusun
PENGERTIAN SISTEM KETAHANAN PANGAN

Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya.


Sebagai contoh, sebuah rumah tangga mempunyai ketahanan pangan jika penghuninya tidak
berada pada kondisi kelaparan ataupun dihanui oleh macaman kelaparan. Penilaian ketahanan
pangan dibagi menjadi ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko dan
keswadayaan atau keswasembadaan perorangan.

Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan


pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1)
tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata;
dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih
dipahami sebagai berikut:

1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan


ketersediaanpangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman,ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi
pertumbuhankesehatan manusia.
2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaranbiologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, danmembahayakan
kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harustersedia
setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh
rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

1
TIGA PILAR KETAHANAN PANGAN

Tiga pilar dalam ketahanan pangan yang terdapat dalam definisi tersebut adalah
ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi,
dan stabilitas (stability) yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat.
Apabila ketiga pilar ketahanan pangan terpenuhi, maka masyarakat atau rumah tangga tersebut
mampu memenuhi ketahanan pangannya masing-masing.

Mengacu pada definisi di atas, maka masalah ketahanan pangan dapat terjadi apabila
salah satu unsur ketahanan pangan tersebut terganggu. Namun dalam realitanya, pemahaman
terhadap ketahanan sering direduksi hanya ditekankan pada unsur penyediaan dan harga saja,
atau bahkan ada yang hanya menekankan pada aspek yang lebih sempit yang menyamakan
pengertian ketahanan pangan dengan pengertian swasembada.

Ketiga pilar ketahanan pangan tersebut harus dapat terwujud secara bersama-sama dan
seimbang. Pilar ketersediaan dapat dipenuhi baik dari hasil produksi dalam negeri maupun dari
luar negeri. Pilar keterjangkauan dapat dilihat dari keberadaan pangan yang secara fisik berada
di dekat konsumen dengan kemampuan ekonomi konsumen untuk dapat membelinya
(memperolehnya). Sedangkan pilar stabilitas dapat dilihat dari kontinyuitas pasokan dan
stabilitas harga yang dapat diharapkan rumah tangga setiap saat dan di setiap tempat.

2
SUB SISTEM KETAHANAN PANGAN

Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan
penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan.
Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara
utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik.Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional
dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,
maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

Sub sistem ketersediaan (food availability)

Adalah ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua
orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan
maupun bantuan pangan.Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang
didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

Sub Sistem Akses pangan (food access)

Adalah kemampuan semua rumah tangga danindividu dengan sumberdaya yang


dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat
diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan.Akses
rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.Akses ekonomi
tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga.Akses fisik menyangkut tingkat
isolasidaerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkuttentang
preferensi pangan.

Sub Sistem Penyerapan pangan (food utilization)

Adalah penggunaan pangan untukkebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan


energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung
pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan
kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita. (Riely et.al , 1999)

3
Sub Sistem Status gizi (Nutritional status )

Adalah outcome ketahanan pangan yangmerupakan cerminan dari kualitas hidup


seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan
kematian bayi.

KETERSEDIAAN SISTEM KETAHANAN PANGAN

Ketersedian pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi,


distribusi, dan pertukaran. Pruduksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis faktor, termasuk
kepemilikan lahan dan penggunaannya, jenis dan manajemen tanah, pemilihan, pemuliaan, dan
manajemen tanaman pertanian, pemuliaan dan manajemen hewan ternak, dan
permanen. Produksi tanaman pertanian dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan
curah hujan. pemanfaatan lahan, air, dan energi untuk menumbuhkan bahan pangan seringkali
berkompetisi dengan kebutuhan lain. Pemanfaatan lahan, air dan energi untuk menembuhkan
bahan pangan seringkali berkompetisi dengan kebutuhan lain. pemanfaatan lahan untuk
pertanian dapat berubah menjadi pemukiman atau hilang akibat desertifikasi, salinasi, dan erosi
tanah karena praktik pertanian yang tidak lestari. Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu
kebutuhan yang mutlak bagi suatu negara untuk mencapai ketahanan pangan. Jepang dan
Singapura menjadi contoh bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam
untuk memproduksi bahan pangan namun mencapai ketahanan pangan.

Distribusi pangan melibatkan peyimpanan, pemprosesan, transportasi, pengemasan,


dan pemasaran bahan pangan. infrasruktur rantai pasokan dan teknologi peyimpanan pangan
juga dapat mempengaruhi jumlah bahan pangan yang hilang selama distribusi. infrastruktur
transportasi yang tidak memadai dapat menyebabkan peningkatan harga hingga ke pasar
global. Produksi pangan per kapita dunia sudah melebihi konsumsi per kapita, namun
diberbagai tempat masih ditemukan kerawanan pangan karena distribusi bahan pangan telah
menjadi penghalang utama dalam mencapai ketahan pangan

1. Distribusi Sistem Ketersedian Pangan


Distribusi pangan adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari point of
production (petani produsen) kepada point of consumption (konsumen akhir).
Distribusi tidak hanya menyangkut distribusi pangan di dalam negeri namun juga
menyangkut perdagangan internasional dalam suatu sistem harga yang terintegrasi
secara tepat (Soetrisno, 2005). Dengan demikian perlu dibuat pola distribusi pangan

4
yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah yang
cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Permasalahan dalam distribusi
pangan (Nainggolan, 2006).
Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau
seluruh wilayah konsumen belum memadai, sehingga wilayah terpencil masih
mengalami keterbatasan pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu. Keadaan ini
menghambat aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, baik secara fisik, namun juga
secara ekonomi, karena kelangkaan pasokan akan memicu kenaikan hargdan
mengurangi daya beli masyarakat.
Kelembagaan pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga
kestabilan distribusi maupun harga pangan. Pada masa panen, pasokan pangan
berlimpah ke pasar sehingga menekan harga produk pertanian dan mengurangi
keuntungan usahatani. Sebaliknya pada masa paceklik atau masa dimana panen tidak
berhasil, harga meningkat dengan tajam, sehingga mengurangi aksesibilitas masyarakat
terhadap pangan.
Bervariasinya kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut
kecermatan dalam mengelola system distribusi pangan, agar pangan tersedia sepanjang
waktu di seluruh wilayah konsumen. Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan
sepanjang jalur distribusi dan pemasaran, mengakibatkan biaya distribusi yang tinggi
pada berbagai produk pangan.

2. Konsumsi Sistem Ketersedian Pangan


Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum
terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi
(meskipun konsumsi protein sudah mencukupi). Konsumsi energi penduduk Indonesia
masih lebih rendah dari yang direkomendasikan WKNPG VIII. Permasalahan
selanjutnya adalah mengenai konsumsi energi yang sebagian besar dari padi-padian,
dan bias ke beras. Dengandemikian diperlukan upaya untuk mendiversifikasikan
konsumsi pangan dengan sumber karbohidrat non beras dan pangan sumber protein,
menganekaragamkan kualitas konsumsi pangan dengan menurunkan konsumsi beras
per kapita, selain mengembangkan industri dan bisnis pangan yang lebih beragam.

5
TANTANGAN UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN

Degradasi lahan

Diperkirakan 40% dari lahan pertanian di dunia terdegradasi secara serius. Pertanian intensif
mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan penurunan hasil.

Hama dan penyakit

Penyakit dan hama dapat mempengaruhi sebuah produksi budidaya pertenakand dan tanaman
sehingga dapat berdampak bagi ketersediaan suatu bahan pangan. Contoh penyakit tanaman
Ug99, salah satu tipe penyakit karat batang pada gandum dapat menyebabkan kehilangan hasil
pertanian hingga 100%.

Krisis air global

Tingginya muka air tanah terus menurun di berbagai negara dikarenakan pemompaan yang
berlebihan. Diberbagai negara di dunia telah melakukan importasi gandum yang disebabkan
oleh terjadinya defisit air, negara-negara besar sudah mengalaminya seperti China dan India.

Perebutan lahan

Kepemilikan lahan lintas batas negara semakin meningkat. Perusahaan Korea Utara Daewoo
Logistics telah mengamankan satu bidang lahan yang luas di Madagascar untuk
mebudidayakan jagung dan tanaman pertanian lainnya untuk produksi biofuel.

Perubahan iklim

Fenomena cuaca yang ekstrim seperti kekeringan dan banjir diperkirakan akan meningkat
karena perubahan iklim terjadi. Kejadian ini akan memiliki dampak di sektor pertanian.
Diperkirakan pada tahun 2040, hampir seluruh kawasan sungai Nil akan menjadi padang pasir
di mana aktivitas budidaya tidak dimungkinkan karena keterbatasan air.

6
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Pilar Ketahanan Pangan. Bulog.co.id

Kurniawan, Aris. 2019. Pengertian Ketahanan Pangan Besera Pilar dan Tantangan untuk
Mencapainya. GuruPendidikan.com

Utami, Novita Dewi. 2016. Sistem Ketahana Pangan.


http://novitadewiutami.blogspot.com/2016/11/sistem-ketahanan-pangan-ketahan-pangan.html

Anda mungkin juga menyukai