Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KETAHANAN PANGAN

Pengertian Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan

jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman

kelaparan Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan

pada masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor

seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak

stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Penilaian ketahanan pangan dibagi

menjadi keswadayaan atau keswasembadaan perorangan (self-sufficiency) dan

ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko. Meski berbagai

negara sangat menginginkan keswadayaan secara perorangan untuk menghindari

risiko kegagalan transportasi, namun hal ini sulit dicapai di negara maju karena

profesi masyarakat yang sudah sangat beragam dan tingginya biaya produksi

bahan pangan jika tidak diindustrialisasikan Kebalikannya, keswadayaan

perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai akan membuat suatu

negara memiliki kerawanan produksi.

World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama

ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan

pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang

cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber

daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi.

26
27

Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan

pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. FAO menambahkan

komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun

waktu yang panjang.

Kebijakan sebuah negara dapat mempengaruhi akses masyarakat kepada

bahan pangan, seperti yang terjadi di India. Majelis tinggi India menyetujui

rencana ambisius untuk memberikan subsidi bagi dua pertiga populasi negara itu.

Rancangan Undang-Undang Ketahanan Pangan ini mengusulkan menjadikan

pangan sebagai hak warga negara dan akan memberikan lima kilogram bahan

pangan berharga murah per bulan untuk 800 juta penduduk miskinnya.

Sejarah

Ketahanan pangan adalah sebuah kondisi yang terkait dengan ketersediaan

bahan pangan secara berkelanjutan. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan

telah ada dalam sejarah. Sejak 10 ribu tahun yang lalu lumbung telah digunakan di

Tiongkok dengan kekuasaan penggunaan secara terpusat di peradaban

di Tiongkok Kuno dan Mesir Kuno. Mereka melepaskan suplai pangan di saat

terjadinya kelaparan. Namun ketahanan pangan hanya dipahami pada tingkat

nasional, dengan definisi bahwa negara akan aman secara pangan jika produksi

pangan meningkat untuk memenuhi jumlah permintaan dan kestabilan harga.

Definisi baru mengenai ketahanan pangan dibuka pada tahun 1966 di World Food

Summit yang menekankan ketahanan pangan dalam konteks perorangan, bukan

negara.

Pilar Ketahanan Pangan


28

 Ketersediaan

Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi,

distribusi, dan pertukaran. Produksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis faktor,

termasuk kepemilikan lahan dan penggunaannya; jenis dan manajemen tanah;

pemilihan, pemuliaan, dan manajemen tanaman pertanian; pemuliaan dan

manajemen hewan ternak; dan pemanenan. Produksi tanaman pertanian dapat

dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan curah hujan. Pemanfaatan lahan, air,

dan energi untuk menumbuhkan bahan pangan seringkali berkompetisi dengan

kebutuhan lain. Pemanfaatan lahan untuk pertanian dapat berubah menjadi

pemukiman atau hilang akibat desertifikasi, salinisasi, dan erosi tanah karena

praktik pertanian yang tidak lestari.

Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi suatu

negara untuk mencapai ketahanan pangan.Jepang dan Singapura menjadi contoh

bagaimana sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk

memproduksi bahan pangan namun mampu mencapai ketahanan pangan.

Distribusi pangan melibatkan penyimpanan, pemrosesan, transportasi,

pengemasan, dan pemasaran bahan pangan. Infrastruktur rantai pasokan dan

teknologi penyimpanan pangan juga dapat mempengaruhi jumlah bahan pangan

yang hilang selama distribusi. Infrastruktur transportasi yang tidak memadai dapat

menyebabkan peningkatan harga hingga ke pasar global. Produksi pangan per

kapita dunia sudah melebihi konsumsi per kapita, namun di berbagai tempat

masih ditemukan kerawanan pangan karena distribusi bahan pangan telah menjadi

penghalang utama dalam mencapai ketahanan pangan.


29

 Akses

Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan

besarnya alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada suatu individu dan rumah

tangga. PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan dan malnutrisi seringkali

bukan disebabkan oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan

mengakses bahan pangan karena kemiskinan. Kemiskinan membatasi akses

terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu individu atau

rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan pangan. Kemampuan akses

bergantung pada besarnya pendapatan suatu rumah tangga untuk membeli bahan

pangan, atau kepemilikan lahan untuk menumbuhkan makanan untuk dirinya

sendiri. Rumah tangga dengan sumber daya yang cukup dapat mengatasi

ketidakstabilan panen dan kelangkaan pangan setempat serta mampu

mempertahankan akses kepada bahan pangan.

Terdapat dua perbedaan mengenai akses kepada bahan pangan. (1) Akses

langsung, yaitu rumah tangga memproduksi bahan pangan sendiri, (2) akses

ekonomi, yaitu rumah tangga membeli bahan pangan yang diproduksi di tempat

lain. Lokasi dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan dan jenis akses

yang digunakan pada rumah tangga tersebut. Meski demikian, kemampuan akses

kepada suatu bahan pangan tidak selalu menyebabkan seseorang membeli bahan

pangan tersebut karena ada faktor selera dan budaya. Demografi dan tingkat

edukasi suatu anggota rumah tangga juga gender menentukan keinginan memiih

bahan pangan yang diinginkannya sehingga juga mempengaruhi jenis pangan

yang akan dibeli. USDA menambahkan bahwa akses kepada bahan pangan harus

tersedia dengan cara yang dibenarkan oleh masyarakat sehingga makanan tidak
30

didapatkan dengan cara memungut, mencuri, atau bahkan mengambil dari

cadangan makanan darurat ketika tidak sedang dalam kondisi darurat.

 Pemanfaatan

Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi

jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan

yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu

individu. Keamanan pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat

dipengaruhi oleh cara penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di suatu

komunitas atau rumah tangga. Akses kepada fasilitas kesehatan juga

mempengaruhi pemanfaatan pangan karena kesehatan suatu individu

mempengaruhi bagaimana suatu makanan dicerna. Misal keberadaan parasit di

dalam usus dapat mengurangi kemampuan tubuh mendapatkan nutrisi tertentu

sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh

individu. Kualitas sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran

penyakit yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi

mengenai nutrisi dan penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas

pemanfaatan pangan.

 Stabilitas

Stabiitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam

mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat

berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis (permanen). Pada ketahanan

pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu

tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen


31

dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi. Konflik sipil juga

dapat mempengaruhi akses kepada bahan pangan. Ketidakstabilan di pasar

menyebabkan peningkatan harga pangan sehingga juga menyebabkan kerawanan

pangan. Faktor lain misalnya hilangnya tenaga kerja atau produktivitas yang

disebabkan oleh wabah penyakit. Musim tanam mempengaruhi stabilitas secara

musiman karena bahan pangan hanya ada pada musim tertentu saja. Kerawanan

pangan permanen atau kronis bersifat jangka panjang dan persisten.

Tantangan Untuk Mencapai Ketahanan Pangan

 Degradasi lahan

Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan

penurunan hasil. Diperkirakan 40% dari lahan pertanian di dunia terdegradasi

secara serius. Di Afrika, jika kecenderungan degradasi tanah terus terjadi, maka

benua itu hanya mampu memberi makan seperempat penduduknya saja pada

tahun 2025.

 Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit mampu mempengaruhi produksi budi daya tanaman dan

peternakan sehingga memiliki dampak bagi ketersediaan bahan pangan. Contoh

penyakit tanaman Ug99, salah satu tipe penyakit karat batang pada gandum dapat

menyebabkan kehilangan hasil pertanian hingga 100%. Penyakit ini telah ada di

berbagai negara di Afrika dan Timur Tengah. Terganggunya produksi pangan di

wilayah ini diperkirakan mampu mempengaruhi ketahanan pangan global.

Keanekaragaman genetika dari kerabat liar gandum dapat digunakan untuk

memperbarui varietas modern sehingga lebih tahan terhadap karat batang.


32

Gandum liar ini dapat diseleksi di habitat aslinya untuk mencari varietas yang

tahan karat, lalu informasi genetikanya dipelajari. Terakhir varietas modern dan

varietas liar disilangkan dengan pemuliaan tanaman modern untuk memindahkan

gen dari varietas liar ke varietas modern.

 Krisis Air Global

Berbagai negara di dunia telah melakukan importasi gandum yang disebabkan

oleh terjadinya defisit air, dan kemungkinan akan terjadi pada negara besar seperti

China dan India. Tinggi muka air tanah terus menurun di beberapa negara

dikarenakan pemompaan yang berlebihan. China dan India telah mengalaminya,

dan negara tetangga mereka (Pakistan, Afghanistan, dan Iran) telah terpengaruh

hal tersebut. Hal ini akan memicu kelangkaan air dan menurunkan produksi

tanaman pangan. Ketika produksi tanaman pangan menurun, harga akan

meningkat karena populasi terus bertambah. Pakistan saat ini masih mampu

memenuhi kebutuhan pangan di dalam negerinya, namun dengan peningkatan

populasi 4 juta jiwa per tahun, Pakistan kemungkinan akan melirik pasar dunia

dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sama seperti negara lainnya yang telah

mengalami defisit air seperti Afghanistan, Ajlazair, Mesir, Iran, Meksiko, dan

Pakistan.

Secara regional, kelangkaan air di Afrika adalah yang terbesar dibandingkan

negara lainnya di dunia. Dari 800 juta jiwa, 300 juta penduduk Afrika telah hidup

di lingkungan dengan stres air. Karena sebagian besar penduduk Afrika masih

bergantung dengan gaya hidup berbasis pertanian dan 80-90% penduduk desa

memproduksi pangan mereka sendiri, kelangkaan air adalah sama dengan

hilangnya ketahanan pangan.


33

Investasi jutaan dolar yang dimulai pada tahun 1990an oleh Bank Dunia telah

mereklamasi padang pasir dan mengubah lembah Ica yang kering di Peru menjadi

pensuplai asparagus dunia. Namun tinggi muka air tanah terus menurun karena

digunakan sebagai irigasi secara terus menerus. Sebuah laporan pada tahun 2010

menyimpulkan bahwa industri ini tidak bersifat lestari. Mengubah arah aliran

air sungai Ica ke lahan asparagus juga telah menyebabkan kelangkaan air bagi

masyarakat pribumi yang hidup sebagai penggembala hewan ternak.

 Perebutan Lahan

Kepemilikan lahan lintas batas negara semakin meningkat. Perusahaan Korea

Utara Daewoo Logistics telah mengamankan satu bidang lahan yang luas di

Madagascar untuk mebudidayakan jagung dan tanaman pertanian lainnya untuk

produksi biofuel. Libya telah mengamankan 250 ribu hektare lahan di Ukraina

dan sebagai gantinya Ukraina mendapatkan akses ke sumber gas alam di Libya.

China telah memulai eksplorasi lahan di sejumlah tempat di Asia Tenggara.

Negara di semenanjung Arab telah mencari lahan di Sudan, Ethiopia, Ukraina,

Kazakhstan, Pakistan, Kamboja, dan Thailand. Qatar berencana menyewa lahan di

sepanjang panyai di Kenya untuk menumbuhkan sayuran dan buah, dan sebagai

gantinya akan membangun pelabuhan besar dekat Lamu, pulau di samudra Hindia

yang menjadi tujuan wisata.

 Perubahan Iklim

Fenomena cuaca yang ekstrim seperti kekeringan dan banjir diperkirakan akan

meningkat karena perubahan iklim terjadi. Kejadian ini akan memiliki dampak di

sektor pertanian. Diperkirakan pada tahun 2040, hampir seluruh kawasan sungai
34

Nil akan menjadi padang pasir di mana aktivitas budi daya tidak dimungkinkan

karena keterbatasan air. Dampak dari cuaca ekstrem mencakup perubahan

produktivitas, gaya hidup, pendapatan ekonomi, infrastruktur, dan pasar.

Ketahanan pangan pada masa depan akan terkait dengan kemampuan adaptasi

budi daya bercocok tanam masyarakat terhadap perubahan iklim. Di Honduras,

perempuan Garifuna membantuk meningkatkan ketahanan pangan lokal dengan

menanam tanaman umbi tradisional sambil membangun metode konservasi tanah,

melakukan pelatihan pertanian organik dan menciptakan pasar petani Garifuna.

Enam belas kota telah bekerja sama membangun bank benih dan peralatan

pertanian. Upaya untuk membudidayakan spesies pohon buah liar di sepanjang

pantai membantu mencegah erosi tanah.

Diperkirakan 2.4 miliar penduduk hidup di daerah tangkapan air hujan di

sekitar Himalaya. Negara di sekitar Himalaya (India, Pakistan, China,

Afghanistan, Bangladesh, Myanmar, dan Nepal) dapat mengalami banjir dan

kekeringan pada dekade mendatang. Bahkan di India, sungan Ganga menjadi

sumber air minum dan irigasi bagi 500 juta jiwa. Sungai yang bersumber

dari gletser juga akan terpengaruh. Kenaikan permukaan laut diperkirakan akan

meningkat seiring meningkatnya temperatur bumi, sehingga akan mengurangi

sejumlah lahan yang dapat digunakan untuk pertanian.

Semua dampak dari perubahan iklim ini berpotensi mengurangi hasil pertanian

dan peningkatan harga pangan akan terjadi. Diperkirakan setiap peningkatan 2.5%

harga pangan, jumlah manusia yang kelaparan akan meningkat 1%. Berubahnya

periode dan musim tanam akan terjadi secara drastis dikarenakan perubahan

temperatur dan kelembaban tanah.


35

Penyerapan Pangan

Yaitu “penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi

kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari

penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi

dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan

pemeliharaan balita”. (Riely et.al , 1999).

Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan

dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak

diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang

melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh

penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan

yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat

kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development

Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi

menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai 28 indikator kesejahteraan

masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.

UPAYA PETANI DALAM KETAHANAN PANGAN

Dalam upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan

kelompok petani di pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan

berbagai program yang sedang dan akan dilaksanakan karena petani inilah pada

dasarnya pelaku utama pembangunan ketahanan pangan.


36

Keberadaan kelompok petani sangat penting diberdayakan karena

potensinya sangat besar. Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber

Daya Manusia Departemen Pertanian, pada tahun 2002 terdapat 27 juta lebih

kepala keluarga (KK) yang bekerja di sektor pertanian. Dari jumlah tersebut, telah

dibentuk kelembagaan kelompok tani sebanyak 275.788 kelompok. Kelembagaan

kelompok tani ini sangat efektif sebagai sarana untuk kegiatan belajar, bekerja

sama, dan pemupukan modal kelompok dalam mengembangkan usahatani.

Pentingnya pemberdayaan kelompok tani tersebut sangat beralasan karena

kalau kita perhatikan keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini. Kecenderungan

perhatian pemerintah daerah terhadap kelembagaan kelompok tani sangat kurang

bahkan terkesan diabaikan sehingga kelembagaan kelompok tani yang sebenarnya

merupakan aset sangat berharga dalam mendukung pembangunan ketahanan

pangan belum berfungsi secara optimal seperti yang diharapkan. Mengingat

semakin kompleks dan besarnya tantangan pembangunan ketahanan pangan

mendatang, terutama untuk mencapai kemandirian pangan, maka kelembagaan

kelompok tani yang tersebar di seluruh pelosok pedesaan perlu dibenahi dan

diberdayakan, sehingga mempunyai keberdayaan dalam melaksanakan usaha

taninya.

Untuk mencapai keberdayaan tersebut, program pemberdayaan kelompok tani

yang dilakukan harus dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam hal

(1) Memahami kekuatan (potensi) dan kelemahan kelompok; (2)


37

Memperhitungkan peluang dan tantangan yang dihadapi, pada saat ini dan masa

mendatang; (3) Memilih berbagai alternatif yang ada untuk mengatasi masalah

yang dihadapi, dan (4) Menyelenggarakan kehidupan berkelompok dan

bermasyarakat yang serasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan. Agar

upaya memandirikan dan memberdayakan kelompok tani tersebut dapat

dilaksanakan, setidaknya ada empat langkah strategis yang harus dilakukan,

diantaranya :

1. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) petani. Hal ini sangat penting

dilakukan, karena menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) 2001,

ternyata masyarakat yang berumur 15 tahun ke atas dan bekerja di bidang

pertanian sebanyak 10,66 juta jiwa tidak tamat SD (sekolah dasar) dan

5.758 juta jiwa tidak pernah sekolah, sedang yang tamat SD sebanyak

15,932 juta jiwa. Upaya peningkatan SDM petani ini dapat dilakukan

melalui proses pembelajaran melalui bimbingan penyuluhan, pelatihan,

kursus, sekolah lapang, pendampingan dan lainnya. Materi dan cara

penyampaiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan petani dan

kemampuan petani sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi

kelompok tani.

Ujung Tombak

Dalam mengingat para penyuluh pertanian andalan utama dalam memberikan

penyuluhan kepada kelompok tani, maka keberadaan penyuluh pertanian termasuk

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai wadah pertemuan, uji coba dan lainnya
38

perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga para penyuluh

pertanian ini dapat melaksanakan penyuluhan secara profesional.

2. Kemudahan dalam akses sarana produksi pertanian. Mengingat sarana

produksi seperti benih, pupuk, pestisida, permodalan, alat dan mesin

pertanian merupakan faktor (input) yang sangat menentukan hasil (output),

maka keberpihakan pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang

sarana produksi pertanian ini sangat diharapkan kelompok tani.Adanya

slogan enam tepat (tepat mutu, jumlah, jenis, harga, waktu dan tempat)

dalam penyaluran sarana produksi hendaknya tidak hanya manis di dalam

kata-kata atau tulisan, tetapi benar-benar dapat diimplementasikan,

sehingga benar-benar dapat dirasakan kelompok tani.

Masih terjadinya kekurangan benih ketika musim tanam akan dilakukan dan

terjadinya kelangkaan pupuk ketika masa pemupukan akan dikerjakan, hanya

merupakan contoh kasus yang hendaknya dapat memacu pemerintah dan

pemangku kepentingan di bidang sarana produksi pertanian untuk bekerja lebih

baik lagi. Sebab, jika hal-hal tersebut tidak segera dibenahi dan masih dialami

kelompok tani, sulit rasanya para petani dapat meningkatkan produksi dan

produktivitas usahataninya secara optimal. Untuk itu, berbagai lembaga pelayanan

kelompok tani yang ada di pedesaan seperti perbankan, Lembaga Usaha

Perekonomian Pedesaan (LUEP), koperasi tani, KUD, kios sarana produksi dan

lainnya perlu lebih diberdayakan dan mendapat perhatian pemerintah daerah

setempat sehingga dapat meningkatkan tugas dan fungsinya selaku mitra usaha

petani dengan sebaik-baiknya.


39

3. Akses terhadap informasi. Dalam era informasi sekarang ini, pendapat

yang mengatakan bahwa petani/ kelompok tani tidak memerlukan

informasi adalah pendapat yang sangat keliru. Karena itu dalam masa

mendatang berbagai informasi khususnya mengenai pembangunan

ketahanan pangan perlu disebarluaskan kepada petani, sehingga mereka

dapat mengakses informasi/berita yang sedang dan akan terjadi, khususnya

yang berkaitan dengan pembangunan pertanian. Misalnya tentang akan

tibanya musim kemarau/hujan, gejala adanya serangan hama dan penyakit

pada tanaman, perkembangan harga gabah di pasaran dan sebagainya.

Dengan mengetahui perkembangan yang sedang dan akan terjadi yang dapat

berpengaruh langsung terhadap usahatani yang dikerjakan, diharapkan para petani

dapat bekerja sama dengan aparat untuk mengantisipasi permasalahan yang akan

terjadi. Misalnya, ketika mengetahui harga gabah turun, para petani bisa

menyimpan gabahnya terlebih dahulu di lumbung pangan kelompok, dan baru

menjualnya ketika harga gabah sudah membaik dan menguntungkan. Mengingat

informasi pertama yang diterima petani kelompok tani lebih banyak berasal

petugas penyuluh pertanian dan penerangan, maka informasi yang akan

disampaikan harus disajikan sesuai dengan bahasa dan kemampuan daya serap

petani, sehingga mudah dipahami. keberpihakan pemerintah pada sektor

pertanian. Karena dari ketiga strategi yang diuraikan di atas sangat erat kaitannya

dengan tugas aparat kelembagaan pemerintah di daerah sebagai fasilitator,

motivator dan regulator, maka berbagai keberpihakan setiap pemimpin daerah


40

terhadap pembangunan ketahanan pangan perlu terus ditingkatkan dan berbagai

program yang direncanakan dapat diimplementasikan di lapangan.

Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan adalah hal yang paling strategis bagi suatu Negara,

karena pangan adalah hal yang terpenting bagi kehidupan manusia. Bahkan hak

pangan sendiri telah diundang undangkan sebagai hak asazi manusia

dalam Declaration of Human Right. Pangan adalah sesuatu yang berasal dari

sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,

perairan dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam

proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. (UU

Pangan, 2012).

Berdasarkan UU Pangan, 2012 bahwa ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin

dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,

beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,

keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif

secara berkelanjutan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk

menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional,

regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu

rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan
41

sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun

demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya

bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat

manusia.

Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep dan masih banyak

pihak yang menganggap bahwa pangan itu hanya sekedar sebagai komoditi yang

sama sekali tidak bernilai baik itu secara sosial, maupun budaya . Pada

kenyataanya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi,

masalah ini mencakup empat aspek. Empat aspek tersebut adalah (1) aspek

pertama ialah aspek produksi dan ketersediaan pangan, (2) aspek distribusi, (3)

aspek Konsumsi dan (4) aspek ekonomi/kemiskinan.

Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi

seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti setiap penduduk dan

rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang

cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan adanya peningkatan hasil

produksi pangan besar-besaran, namun disatu sisi ternyata penduduk masih

kekurangan pangan. Aspek selanjutnya adalah aspek distribusi.

Berikut ini ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang

dihadapi. Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses

terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana

transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam

pemeliharaan sarana transportasi kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem


42

transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga

kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan

pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. (4) masalah

keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman

sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi.

Aspek lain yang tak kalah penting ialah aspek konsumsi. Pola konsumsi

pangan penduduk Indonesia yang cenderung mengalami perubahan membawa

dampak yang besar terhadap sistem ketahanan pangan bangsa. Saat ini jumlah

konsumsi beras Indonesia berkisar dua kali lebih besar dari beberapa negara

tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, dimana tercatat, kebutuhan beras di

Indonesia saat ini mencapai 130-140 kilo gram per orang per tahun. Hal ini lebih

tinggi dari kebutuhan beras di Asia Tenggara yang hanya mencapai 70 kilogram

(kg) per orang per tahun. Sehingga Kondisi inilah yang menyebabkan Indonesia

harus mengimpor beras pada tahun 2011 sebanyak 2,75 juta ton untuk menutupi

kekurangan stok dari produksi beras lokal Indonesia yang hanya mencapai 65,4

juta ton. Selain komoditi beras, bangsa Indonesia juga mulai tergantung dari

komoditi pangan impor lain seperti daging, kecang kedelai, tepung terigu bahkan

garam.

Aspek terakhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia

sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab

utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu

untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan


43

kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan

mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya

status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat

Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat

kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari

tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya

beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap

stabilitas ketahanan pangan di Indonesia.

Dari berbagai aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi

yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar memiliki ketahanan pangan yang baik.

Diantara solusi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Diversifikasi pangan.

Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan

suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang

pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat

besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber

bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di

Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan

daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi

ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni

beras.
44

Untuk menuju ketahanan pangan diperlukan keberanian mengubah pola konsumsi

dan melakukan diversifikasi pangan. Potensi ketersediaan singkong yang

melimpah di bumi nusantara ini bisa menjadi alternatif andalan untuk

mewujudkan ketahanan panga. Selain singkong Negara Indonesia memiliki

banyak sumber bahan makanan pokok lain yang dapat dilakukan diversifikasi,

diantaranya adalah sukun, ubi jalar, talas, sagu, kentang dan jagung.

Tidak mudah memang untuk mengganti makanan pokok sebagian besar

penduduk Indonesia berupa nasi. Hal ini menuntut semua pihak untuk berpikir

kretif, termasuk melakukan penelitian-penelitian terhadap padi sehingga

menemukan varietas padi yang unggul. Tentu ini harus ada koordinasi dari

pemerintah, peneliti dan petani. Sehingga dapat tercipta iklim yang mendukung

terhadap penguatan ketahanan pangan nasional.

2. Mendukung secara nyata kegiatan peningkatan pendapatan in situ (income

generating activity in situ).

Peningkatan pendapatan in situ bertujuan meningkatan pendapatan

masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis sumber daya lokal. Pengertian

dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga kegiatan peningkatan pendapatan ini

dipusatkan pada daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya lokal setempat.

Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan klaster dimana dalam penerapannya

memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan sejumlah besar

kelompok petani di beberapa wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus


45

melibatkan integrasi proses hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari

kegiatan hulu-hilir membutuhkan dukungan dari teknologi.

Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Inilah tugas dari

akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan penelitian yang tidak hanya

dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat diterapkan pada skala industri.

Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat diterapkan pada skala

industrialisasi. Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk

sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi

pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke

dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan.

Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat

meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada

puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan

kesejahteraan mereka.

3. Perlu dukungan Stakeholder dalam mengembangkan BUMP (Badan Usaha

Milik Petani)

Stakeholder dalam mengembangkan BUMP (Badan Usaha Milik Petani) memiliki

fungsi sebagai berikut :

1. Kelompok petani : Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal

berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture

practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi standar

kualitas,
46

2. Pemerintah lokal : Mengkoordinasi fasilitas dan program inventarisasi

untuk rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan pihak

akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama dengan pihak

industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program

pengembangan industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian,

dan mendukung pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit

Desa).

3. Industri : (a) mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok

industri yang tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani,

pemerintah lokal, industri, dan akademisi; (b) mempersiapkan rencana

strategis untuk pengembangan masa depan industri; (c) percepatan transfer

teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial

sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk

penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin pemasaran

produk; (e) memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak

industriuntuk pemasaran produk.

4. Akademisi : (a) memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman

dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar; (b)

merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri.

4. Pengembangan Desa Mandiri Pangan,

Untuk program Pengembangan Desa Mandiri Pangan telah dimulai dari

tahun 2006 dengan jumlah desa sebanyak 250, tahun 2007 sebanyak 354, tahun

2008 sejumlah 221 desa, dan 349 desa untuk tahun 2009 . jumlah total sampai
47

awal tahun 2010 adalah 1174 desa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Desa Mandiri Pangan ini bertujuan untuk memberikan bantuan modal lunak

kepada rumah tangga miskin agar dapat mengembangkan usaha yang bisa

menghasilkan uang sehingga kebutuhan makanan dapat tercukupi. Dengan

tercukupinya kebutuhan makanan, ketahanan pangan daerah tersebut menjadi

meningkat.

5. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi (P2KPG),

6. Pengembangan Lumbung Pangan.

7. Menurunkan biaya raskin (downscale raskin

8. Memikirkan kembali kebijakan stabilisasi harga beras

9. Mendukung dan menerapkan peningkatan gizi pada bahan makanan pokok

10. Fokuskan kembali perhatian pada program makanan tambahan

11. Meningkatkan informasi mengenai gizi

Survei menunjukkan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi yang lebih baik

menyiapkan lebih banyak gizi dan vitamin pada setiap makanan dalam rumah

tangga. Pengetahuan ibu akan gizi tidaklah terkait erat dengan tingkat pendidikan

formal mereka maupun tingkat pendapatan. Ini menunjukkan bahwa kampanye

mengenai informasi tentang gizi dapat meningkatkan kualitas menu makanan.

12. Program Perdangan Berjangka (Samsul, 2010)

13. Jaringan Pasar Induk Terintegrasi (Paskomnas, 2012)


48

Keberadaan Pasar Induk Agribisnis berfungsi sebagai terminal komoditi

pertanian dari produsen sebelum disalurkan ke konsumen. Pasar Induk diharapkan

mampu memberikan data kebutuhan konsumen, di wilayah cakupannya dari segi

jumlah, kualitas dan harga. Apabila jaringan Pasar Induk sudah memadai, maka

data kebutuhan dari Pasar Induk akan bisa digunakan sebagai input pasar-pasar

penunjang di daerah produsen untuk merencanakan pola tanam dan menyesuaikan

jumlah dan kwalitas yang dibutuhkan pasar .

Dengan jaringan Pasar Induk Agribisnis yang baik, akan memperlancar

distribusi komoditi pertanian sehingga disparitas harga antar wilayah diperkecil

dan akan membantu daerah produsen pada saat “Over Supply” agar dapat

menyalurkan ke daerah lain dengan mekanisme perdagangan yang cepat dan

aman. Adanya Pasar Induk diharapkan mampu membantu membentuk mekanisme

perdagangan yang lebih adil, agar distribusi pendapatan dari produk pertanian

lebih adil.

Permasalahan Pangan Di Indonesia

Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian,

setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia,

antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk

meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan

distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya

ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah


49

daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan

ini merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.

Masalah pangan di Indonesia sebenarnya tidak akan terjadi jika tidak

terjadi kelangkaan pangan. Seperti yang diketahui masalah komoditi pangan

utama masyarakat Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras atau nasi.

Sebenarnya dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap semua daerah di

Indonesia tidak mengonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah di

Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan

Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya mempunyai

makanan utamanya sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk masyarakat

Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sualwesi walaupun ada juga yang menjadikan

singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama. Tetapi seluruh hal

tersebut berubah total setelah pemerintah orde baru dengan Swasembada Berasnya

secara tidak langsung memaksa orang yang bisaa mengkomsumsi bahan makanan

non beras untuk mengkonsumsi beras.

Yang terjadi selanjurnya adalah muncul lonjakan konsumsi/kebutuhan

beras nasional sampai sekarang sehingga memaksa pemerintah untuk impor beras.

Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing

maka tidak akan muncul kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek

lainpun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia.

Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di

Indonesia terlenyapkan demi progran Swasembada Beras. Masalah pangan ini

harus segera diatasi karena menyangkut dengan kebutuhan semua orang terutama
50

di Indonesia. Selain itu masalah-masalah lain yang terkait dengan pangan ini juga

diperlukan solusi agar nantinya dapat menunjang kelancaran

Pembangunan pertanian itu pada dasarnya adalah pembangunan

manusianya, kondisi sekarang pembangunan pertanian khususnya pangan di

Indonesia saat ini terkendala pada kondisi sumber daya manusia yang mau

bergerak dan mencintai pertanian lagi, dari kondisi yang ada saat ini maka

kegiatan-kegiatan pengembangan pertanian harus kita dukung dengan upaya-

upaya yang sangat signifikan bisa mengungkit produksi, salah satunya bahwa Pak

Menteri menyatakan bahwa kita harus swasembada pangan dalam 3 tahun ke

depan (Padi, Jagung , Kedelai) kemudian ditambah lagi beberapa komoditas cabai,

bawang, dan holtikultura lainnya serta termasuk juga daging dan tepung. Kondisi

ini tentunya membutuhkan perhatian kita semua salah satu yang dihadapi saat ini

adalah terbatasnya tenaga kerja, yang kedua semakin berkurangnya minat generasi

muda untuk turun kedunia pertanian. Solusi dari Kementrian Pertanian yang

pertama adalah bagaimana menumbuhkan minat generasi muda kembali kepada

dunia pertanian, tentunya pertanian juga harus bisa mengikuti trend atau

perkembangan dunia pertanian di negara-negara maju.

Modernisasi pertanian adalah merupakan jawaban sehingga komitmen

Kementerian Pertanian semenjak Pak Menteri dilantik dalam Kabinet Kerja sudah

mencanangkan bahwa mekanisasi pertanian akan di dorong dalam rangka

menunjang peningkatan produksi pangan kita, bantuan alat dan mesin pertanian

kita harapkan mampu mengatasi kesulitan tenaga kerja baik olah tanah , alat

panen , alat tanam , dan ini semua harus dikelola dalam manajemen usaha yang

menguntungkan. Tidak semata-mata alat ini di investasikan oleh pemerintah


51

kepada masyarakat hanya untuk mengatasi kesulitan tenaga kerja mengolah tanah

, kesulitan tenaga kerja untuk memanen, untuk menanam tetapi ini dikelola dalam

satu unit usaha yang menguntungkan karena bisnis jasa alat dan mesin pertanian

ini memberikan keuntungan yang saat baik sehingga harapan kita dengan

mekanisasi pertanian ini generasi muda akan mau kembali lagi mencintai

pertaniannya.

Alternative Pemecahan Masalah Pangan di Indonesia

1. Menanam tanaman dengan cara Hidroponik dan Vertical sehingga tidak

memerlukan lahan yang luas

2. Menekan semaksimal mungkin pembangunan di Indonesia, sehingga lahan

untuk pertanian tidak semakin menyempit

3. Meningkatan ketahanan pangan baik dalam ketersediaan, stabilitas,

aksesabilitas, konsumsi sehingga dapat dilihat kemajuan pertumbuhan

ekonomi dan suatu individu dapat memiliki daya saing individu dan bangsa.

4. Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam

yang ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu

memajukan jumlah komoditi pertanian. Seperti contohnya diberikan pelatihan

bagi para petani agar mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan

efektif tanaman mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya.Seharusnya

masyarakat suatu daerah dibiarkan mengkomsumsi bahan makanan yang bisa

dikonsumsi secara turun temurun. Semua itu bisa terlaksana asalkan ada

Goodwill dari masyarakat Indonesia ini mulai dari presiden, menteri dan

seluruh rakyat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Atau dengan


52

mengganti beras dengan bahan makanan berkomposisi sama atau lebih bergizi

seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian. Dengan mengembangkan keunggulan

komoditi pertanian yang dimiliki oleh daerah, Indonesia tidak perlu ekspor

apalagi impor.

Anda mungkin juga menyukai