Anda di halaman 1dari 94

KAJIAN PADAT KARYA TUNAI DI DESA

Penulis:
Siti Fatimah, Sri Najiyati, Priyono,
Sarjono Herry Warsono

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi
2019
Kata Sambutan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


mengamanahkan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka
percepatan pelaksanaan UU Desa tersebut, Presiden telah
menetapkan kebijakan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama
(SKB) oleh 4 Menteri yang terdiri dari Menteri PPN/Bappenas,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tentang
Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan Pelaksanaan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Dalam keputusan tersebut
telah ditetapkan beberapa kebijakan yang salah satunya berupa
Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa dalam penggunaan Dana
Desa untuk pembangunan desa.

Kajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan implementasi


kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai,
mendeskripsikan pencapaian sasaran implementasi Padat Karya
Tunai dan menganalisis kendala pencapaian sasaran implementasi
Padat Karya Tunai. Hasil kajian bahwa: 1) Ada kendala
Implementasi PKT di kedua daerah sampel yaitu tidak semua

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. i


desa memiliki kegiatan yang dapat di padat karyakan, tidak
semua peserta PKT adalah penduduk miskin, pada desa-desa
yang dekat perkotaan, tenaga kerja untuk mengisi PKT
sangat terbatas. 2) Pencapaian sasaran Program PKTD di
kedua kabupaten umumnya tidak optimal. 3) Implementasi
Program PKTD juga memiliki ekses pada penurunan budaya
gotong royong. Direkomendasikan bahwa: 1) Kebijakan PKTD
perlu keseimbangan antara sasaran fisik dengan sasaran
kesejahteraan. 2) Target 30 persen HOK perlu ditinjau kembali.
3) PKT tidak harus dalam kerangka pembangunan fisik, tetapi
dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan seperti
pelatihan dll. 4) Pelaksanaan kegiatan harus mengikuti prinsip:
tepat waktu, biaya, kualitas, pas sasaran. 5) Istilah PKT tidak
dimunculkan kembali. 6) Perubahan kebijakan sebaiknya
disosialisasikan sejak T-1, disertai dengan juknis yang lebih
rinci dan operasional.

Jakarta, Desember 2019


Plt. Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan

Sumarlan

ii Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya, sehingga buku berjudul Kajian Padat Karya Tunai di Desa
dapat diselesaikan. Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian
Puslitbang Tahun 2019. Dana desa yang merupakan salah satu
sumber pendapatan Desa, dalam APBDesa yang peruntukannya
untuk kegiatan pembangunan desa, perlu pengaturan untuk
menyelaraskan dengan kebijakan kegiatan Padat Karya Tunai agar
terjadi sinergi dalam implementasi di lapangan. Terhadap
penggunaan dana desa untuk upah tenaga kerja masyarakat dalam
pembangunan, desa wajib mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dalam rangka menciptakan lapangan kerja di Desa.

Padat Karya Tunai ditujukan bagi keluarga miskin,


penganggur, setengah penganggur, dan anggota keluarga bergizi
buruk. Melalui program Padat Karya Tunai, diharapkan akan
terjadi peningkatan kesempatan kerja, pendapatan,
produktivitas, daya beli dan partisipasi masyarakat kelompok
sasaran tersebut.

Hasil kajian disimpulkan bahwa: 1)Ada kendala


Implementasi PKT di kedua daerah sampel yaitu tidak semua
desa memiliki kegiatan yang dapat di padat karyakan, tidak
semua peserta PKT adalah penduduk miskin, pada desa-desa

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. iii


yang dekat perkotaan, tenaga kerja untuk mengisi PKT
sangat terbatas. 2) Pencapaian sasaran Program PKTD di
kedua kabupaten umumnya tidak optimal. 3) Implementasi
Program PKTD juga memiliki ekses pada penurunan budaya
gotong royong.

Dalam kesempatan ini, tim peneliti menyampaikan


terimakasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
yang telah memberikan kepercayan kepada tim peneliti untuk
melakukan kajian; dan semua pihak yang telah memberikan
masukan dan saran mulai dari proses penelitian hingga selesainya
penulisan buku ini. Akhirnya, kami berharap buku ini dapat
bermanfaat terutama untuk menyempurnakan kebijakan Padat
Karya Tunai ke depan.

Jakarta, Desember 2019

Tim Peneliti

iv Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Daftar Isi
Hal.
KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR GRAFIK x

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan Penelitian 3
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian 4
1.4. Ruang Lingkup 4
1.5. Tinjauan Pustaka 5
1.6. Alur Pikir 8
1.7. Metoda Penelitian 11
1.7.1. Pendekatan 11
1.7.2. Data dan Pengumpulan Data 11
1.7.3. Analisis Data 12
1.7.4. Lokasi Penelitian 13
1.8. Pengertian 13

BAB II KEBIJAKAN PENGGUNAAN DANA DESA


UNTUK PKTD
2.1. Prioritas Penggunaan Dana Desa 15
2.2. Pelaksanaan Pembangunan Desa dengan Pola Padat
Karya Tunai 22

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. v


BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Kabupaten Banjar 27
3.1.1. Desa Sungai Rangas, Kec. Martapura Barat 30
3.1.2. Desa Sungai Rangas Tengah, Kec. Martapura
Barat 31
3.1.3. Desa Pesayangan, Kec. Martapura 32
3.2. Kabupaten Demak 32

BAB IV IMPLEMENTASI PENGGUNAAN DANA DESA


MELALUI PADAT KARYA TUNAI DI DESA
4.1. Kabupaten Banjar 39
4.1.1. Penggunaan Dana Desa untuk PKTD 39
4.1.2. Implementasi PKTD 46
4.2. Kabupaten Demak 50
4.2.1. Penggunaan Dana Desa 50
4.2.2. Implementasi Padat Karya Tunai 59

BAB V PENCAPAIAN SASARAN DAN KENDALA


PADAT KARYA TUNAI DI DESA
5.1. Pencapaian Sasaran PKT 63
5.1.1. Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan
Kerja 64
5.1.2. Peningkatan Produktivitas 65
5.1.3. Penurunan Kemiskinan dan Jumlah Balita
Kurang Gizi 65
5.1.4. Peningkatan Akses pada Pelayanan Dasar dan
ekonomi 66
5.1.5. Peningkatan Partisipasi Masyarakat 67

vi Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


5.2. Kendala Pencapaian Sasaran Padat Karya Tunai 68
5.2.1. Kendala di Kabupaten Banjar 68
5.2.2. Kendala di Kabupaten Demak 70
5.3. Perbaikan Kebijakan 74

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


6.1. Kesimpulan 77
5.2. Rekomendasi 79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. vii


Daftar Tabel
Hal.
Tabel 1.1 Data dan Metode Pengumpulan Data 11
Tabel 3.1 Perkembangan Tahapan Keluarga Sejahtera Di
Desa Gedang Alas 38
Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Gedang
Alas, Desa Sambiroto, dan Desa Sriwulan 41
Tabel 4.1 Rata-Rata Penggunaan Dana Desa Peruntukan
PKTD (2018-2019) di Kabupaten Banjar 44
Tabel 4.2 Identifikasi Penggunaan DD untuk Program
PKTD di Kabupaten Banjar 40
Tabel 4.3 Rata-Rata Dana Desa Berdasarkan Status dan
Persentase PKTD 51
Tabel 4.4 Rata-rata Penggunaan Dana Desa Tahun
2018-2019 di Kabupaten Demak 51
Tabel 4.5 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan
Penggunaannya serta persentase untuk PKTD di
Desa Sambiroto 54
Tabel 4.6 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan
Penggunaannya di Desa Gedangalas 55
Tabel 4.7 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan
Penggunaannya di Desa Sriwulan Kecamatan
Sayung 56
Tabel 4.8 Rata-rata Penggunaan Dana Desa Untuk
PKTD Tahun 2017-2019 di Kabupaten Demak 59
Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah dan Persentase
Penduduk Miskin di Kabupaten Banjar dan
Demak 66
Tabel 5.2 Capaian Sasaran PKTD (Hasil Analisis Tematik)
di Kabupaten Banjar dan Demak 67
Tabel 5.3 Regulasi, Temuan Lapang, dan Rekomendasi 75

viii Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Daftar Gambar
Hal.
Gambar 1.1 Alur Pikir 10
Gambar 4.1 Program PKTD Pembuatan Paving untuk
Jalan Tepian Sungai sebagai Prasarana
Destinasi Wisata Sungai 47
Gambar 4.2 Program PKTD di Desa Pesayangan Utara
Kab. Banjar tahun 2019 49
Gambar 4.3 Kegiatan Pembuatan Talud di Desa
Sambiroto 52
Gambar 4.4 Kegiatan Pengurugan Lapangan di Desa
Sambiroto 53
Gambar 4.5 Kegiatan Peninggian Jalan Desa di Desa
Sriwulan 58
Gambar 5.1 Kendala Pencapaian Sasaran PKT di
Kabupaten Banjar 69
Gambar 5.2 Kendala Pencapaian Sasaran PKT di
Kabupaten Demak 72

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. ix


Daftar Grafik
Hal.
Grafik 3.1 Situasi Stunting, AHH, IPM, dan Pengangguran
Terbuka di Kabupaten Banjar Dibandingkan
dengan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2017 28
Grafik 3.2 Data Indeks Desa Membangun (IDM) Kabupaten
Banjar Tahun 2016-2017 30
Grafik 3.3 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di
Kabupaten Demak dari Tahun 2010 s.d Tahun
2016 35
Grafik 4.1 Dana Desa di Kabupaten Banjar (2015-2019) 40
Grafik 4.2 Rata-Rata Dana Desa di Kab. Demak Th. 2015-
2019 50

x Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


mengamanahkan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan. Dijelaskan juga dalam
Permendesa No. 21 tahun 2015, pemerintah memprioritaskan
penggunaan dana desa dalam tiga hal. Pertama, infrastruktur, kedua
pelayanan sosial dasar, dan ketiga peningkatan kapasitas ekonomi
desa. Sehingga dana desa diharapkan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan, perluasan kesempatan kerja, dan penanggulangan
kemiskinan.

Dalam rangka percepatan pelaksanaan UU Desa tersebut,


Presiden telah menetapkan kebijakan dalam bentuk Surat Keputusan
Bersama (SKB) oleh 4 Menteri yang terdiri dari Menteri
PPN/Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 yang diterbitkan
bulan Desember Tahun 2017. Dalam keputusan tersebut telah

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 1


Pendahuluan

ditetapkan beberapa kebijakan yang salah satunya berupa


Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa dalam penggunaan Dana
Desa untuk pembangunan desa.

Padat Karya Tunai di Desa (PKTD) merupakan kegiatan


pemberdayaan masyarakat desa, khususnya yang miskin dan
marginal, yang bersifat produktif, dengan mengutamakan
pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja, dan teknologi lokal untuk
memberikan tambahan upah/pendapatan, meningkatkan daya beli,
mengurangi kemiskinan, dan sekaligus mendukung penurunan
angka stunting. PKTD adalah kebijakan arahan langsung dari
presiden, yang dilaksanakan untuk seluruh desa di Indonesia.

Dana desa yang merupakan salah satu sumber pendapatan


Desa, dalam APBDesa yang peruntukannya untuk kegiatan
pembangunan desa dan perlu pengaturan untuk menyelaraskan
dengan kebijakan kegiatan Padat Karya Tunai agar terjadi sinergi
dalam implementasi di lapangan. Terhadap penggunaan dana desa
untuk upah tenaga kerja masyarakat dalam pembangunan, desa
wajib mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam
rangka menciptakan lapangan kerja di Desa. Pembayaran upah
tenaga kerja dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK) dengan
hitungan 1 HOK sama dengan 8 jam.

Padat Karya Tunai ditujukan bagi keluarga miskin,


penganggur, setengah penganggur, dan anggota keluarga bergizi
buruk. Melalui program ini, diharapkan akan terjadi peningkatan
kesempatan kerja, pendapatan, produktivitas, daya beli dan
partisipasi masyarakat kelompok sasaran tersebut. Dampak yang
diharapkan adalah: (1) peningkatan akses masyarakat desa
terhadap pelayanan dasar dan kegiatan ekonomi; (2) turunnya

2 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

jumlah penduduk miskin, (3) penurunan jumlah balita kurang


gizi, (4) turunnya arus migrasi dan urbanisasi; (5) serta
meningkatnya partisipasi masyarakat (Disarikan dari Ditjen PPMD,
2018).

Penelitian tentang pelaksanaan dan kendala pelaksanaan


PKTD sudah dilaksanakan oleh SMERU pada tahun 2018. Hasil
penelitian SMERU (2018) menyebutkan bahwa pelaksanaan
kegiatan Padat Karya Tunai mengalami beberapa kendala yaitu:
Pemerintah Desa sulit merencanakan Program Padat Karya Tunai,
terbatasnya SDM Tenaga Ahli dalam menyediakan perencanaan
Padat Karya Tunai; terjadinya in-efisiensi anggaran, karena dipatok
30 % dari Dana Desa untuk program Padat Karya Tunai; Desa kurang
melibatkan Pendamping Desa dalam identifikasi penentuan sasaran
peserta program Padat Karya Tunai. Begitu juga hasil penelitian
Najiati dkk (2018) menyebutkan bahwa kebijakan padat karya tunai
pada daerah-daerah tertentu menjadi salah satu faktor penyebab
manfaat Dana Desa pada perekonomian kurang optimal. Namun
penelitian tentang capaian sasaran kebijakan PKTD sebagaimana
ditetapkan dalam Petunjuk Teknis Pemanfaatan penggunaan
Dana Desa melalui Padat Karya Tunai belum dilaksanakan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Puslitbang


menganggap penting untuk melaksanakan penelitian tentang Padat
Karya Tunai (PKT) yang difokuskan pada implementasi kegiatan
dan pencapaian.

1.2. Permasalahan Penelitian

1. Bagaimana implementasi kebijakan penggunaan Dana Desa


melalui Padat Karya Tunai?

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 3


Pendahuluan

2. Bagaimana pencapaian sasaran implementasi penggunaan


Dana Desa melalui Padat Karya Tunai?
3. Bagaimana kendala pencapaian sasaran implementasi
penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai?

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian

1. Tujuan Penelitian:
a. Mendeskripsikan implementasi kebijakan penggunaan Dana
Desa melalui Padat Karya Tunai.
b. Medeskripsikan pencapaian sasaran implementasi
penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai.
c. Menganalisis kendala pencapaian sasaran implementasi
penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai.

2. Sasaran Penelitian:
a. Deskripsi implementasi kebijakan penggunaan Dana Desa
melalui Padat Karya Tunai.
b. Deskripsi pencapaian sasaran implementasi penggunaan
Dana Desa melalui Padat Karya Tunai.
c. Deskripsi kendala pencapaian sasaran implementasi
penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai.

1.4. Ruang Lingkup

Analisis pencapaian sasaran implementasi kebijakan


penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai dibatasi dalam
aspek sebagai berikut:

1. Lingkup substansi: pencapaian sasaran PKTD dibatasi pada:


a. Peningkatan pendapatan, produktivitas, kesempatan kerja,
b. Penurunan jumlah balita kurang gizi,

4 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

c. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar


dan kegiatan ekonomi, dan
d. Peningkatan partisipasi masyarakat.

2. Lingkup Kelompok sasaran: Penduduk miskin, pengangguran,


setengah pengangguran, dan keluarga dengan balita gizi
buruk.

1.5. Tinjauan Pustaka

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB 4 Menteri: Menteri


PPN/Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)
Tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, yang diterbitkan
bulan Desember Tahun 2017, ditetapkan Pelaksanaan Padat Karya
Tunai di Desa dalam penggunaan Dana Desa untuk pembangunan.

Padat Karya Tunai di Desa merupakan kegiatan


pemberdayaan keluarga miskin, pengangguran, dan keluarga
dengan balita gizi buruk yang bersifat produktif berdasarkan
pemanfaatan sumberdaya alam, tenaga kerja, dan teknologi lokl
dalam rangka mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan
dan menurunkan angka stunting.

Dalam SKB-4 Menteri disepakati bahwa Kementerian Desa,


Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan:

1. Penguatan pendamping profesional untuk:


a. mengawal pelaksanaan padat karya tunai di desa; dan
b. berkoordinasi dengan pendamping lainnya dalam program
pengentasan kemiskinan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 5


Pendahuluan

2. Pemusatan kembali (refokusing) penggunaan Dana Desa pada 3


(tiga) sampai dengan 5 (lima) jenis kegiatan sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas desa, melalui koordinasi dengan
kementerian terkait;
3. Fasilitasi penggunaan dana desa untuk kegiatan pembangunan
Desa, di mana paling sedikit 30 persen wajib digunakan untuk
membayar upah masyarakat dalam rangka menciptakan
lapangan kerja di desa;
4. Upah kerja dibayar secara harian atau mingguan dalam
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan dana desa; dan
5. Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan yang didanai dari
dana desa dengan mekanisme swakelola dan diupayakan tidak
dikerjakan pada saat musim panen.

Dalam Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Tahun 2018


Untuk Padat Karya Tunai, disebutkan bahwa ada 6 (enam) Prinsip
Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa, yaitu:

1. Inklusif: Melibatkan masyarakat miskin, kaum marginal,


penyandang disabilitas, dan penganut kepercayaan.
2. Partisipatif: Dari, oleh dan untuk masyarakat Desa dengan
semangat gotong royong dan disepakati dalam musyawarah
Desa.
3. Transparan dan Akuntabel: Mengutamakan prinsip transparan
dan akuntabel baik secara moral, teknis, legal maupun
administrative kepada semua pihak.
4. Efektif: Kegiatan prioritas, berdampak pada peningkatan
kesejahteraan dan daya beli masyarakat Desa serta adanya
pengelolaan, perawatan, dan pelestarian yang berkelanjutan.

6 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

5. Swadaya dan Swakelola: Mengutamakan keswadayaan


masyarakat dengan berbagai bentuk sumbangan dana, tenaga,
dan bahan baku yang tersedia di desa serta dilaksanakan secara
mandiri oleh masyarakat desa.
6. Upah Kerja: Penentuan Upah berdasarkan hasil musyawarah
Desa dengan mengacu pada Peraturan Kepala Daerah. Adapun
Batas Atas Upah/HOK dibawah Upah Minimum Provinsi. Besaran
upah/HOK lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan Kepala Daerah.

Model padat karya tunai pada prinsipnya dapat dijelaskan


sebagai berikut:

1. Merupakan salah satu intrumen dalam pengurangan


kemiskinan, pengangguran dan gizi buruk sehingga kelompok
sasaran utamanya adalah: anggota keluarga miskin,
penganggur dan setengah pengangguran, serta anggota
keluarga dengan balita bergizi buruk.
2. Penciptakaan kesempatan kerja bersifat sementara tanpa
sepenuhnya meninggalkan pekerjaan lama.
3. Mekanisme dalam penentuan upah dilaksanakan secara
musyawarah.
4. Diasarkan pada mekanisme rencana kerja yang disusun sendiri
oleh Desa sesuai kebutuhan.
5. Difokuskan pada pembangunan sarpras atau pendayagunaan
SDA secara lestari dan berbasis pemberdayaan masyarakat.

Dalan Petunjuk Teknis disebutkan secara eksplisit bahwa


manfaat PKTD adalah untuk (1) Menyediakan lapangan kerja
bagi penganggur dan setengah penganggur, keluarga miskin,
dan keluarga bergizi buruk; (2) Menguatkan rasa kebersamaan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 7


Pendahuluan

dan partisipasi masyarakat, (3) Mengelola potensi SD lokal, (4)


Mengurangi jumlah penganggur, setengah penganggur, dan
keluarga miskin, dan keluarga dengan balita bergizi buruk.

Dampak yang diharapkan adalah (1) Terjangkauanya


masyarakat desa terhadap pelayaan dasar dan kegiatan sosial
ekonomi, (2) Turunnya tingkat kemiskinan, (3) Turunnya jumlah
balita kurang gizi, dan (4) Turunnya arus migrasi dan urbanisasi.

Dari berbagai kebijakan tersebut di atas, dapat disarikan


bahwa pada dasarnya, PKTD dimaksudkan untuk menurunkan
kemiskinan melalui penciptaan kegiatan yang bersifat sementara
dan mampu meningkatan pendapatan, kesempatan kerja, dan
produktivitas bagi penduduk miskin, penganggur dan setengah
penganggur, serta keluarga dengan balita bergizi buruk.
Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pembangunan sarpras yang
mampu meningkatkan akses penduduk pada layanan dasar dan
kegiatan ekonomi. Dampak yang diharapkan penurunan
kemiskinan, peningkatan daya beli, penurunan balita bergizi buruk,
dan menurunnya migrasi ke luar desa.

1.6. Alur Pikir

Salah satu amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014


tentang Desa adalah bahwa pembangunan desa bertujuan untuk
penanggulangan kemiskinan. Pemerintah menetapkan kebijakan
dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri (Menteri
PPN/Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)
tentang Tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Salah satunya

8 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

adalah kebijakan Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa dalam


penggunaan Dana Desa untuk pembangunan desa.

Penggunaan dana desa perlu pengaturan untuk


menyelaraskan dengan kebijakan kegiatan Padat Karya Tunai agar
terjadi sinergitas dalam implementasi di lapangan. Terhadap
penggunaan dana desa untuk upah tenaga kerja masyarakat dalam
pembangunan, desa wajib mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dalam rangka menciptakan lapangan kerja di Desa.
Pembayaran upah tenaga kerja dihitung berdasarkan Hari Orang
Kerja (HOK).

Di dalam Juknis Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 untuk


Padat Karya Tunai dijelaskan bahwa prinsip dari PKT adalah:

1. Inklusif, yaitu melibatkan masyarakat miskin, kaum marginal,


penyandang disabilitas, dan penganut kepercayaan.
2. Partisipatif, yaitu dari, oleh dan untuk masyarakat Desa dengan
semangat gotong royong dan disepekati dalam Musyawarah
Desa.
3. Transparan dan akuntabel, yaitu mengutamakan prinsip
transparan dan akuntabel baik secara moral, teknis, legal maupun
administrative kepada semua pihak.
4. Efektif, yaitu kegiatan prioritas, berdampak pada peningkatan
kesejahteraan dan daya beli masyarakat Desa serta adanya
pengelolaan, perawatan, dan pelestarian yang berkelanjutan.
5. Swadaya dan Swakelola, yaitu mengutanakan keswadayaan
masyarakatdengan berbagai bentuk sumbangan dana, tenaga
dan bahan bakuyang tersedia di Desa dilaksanakan secara
mandiri oleh masyarakat Desa.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 9


Pendahuluan

6. Upah Kerja, yaitu penentuan upah berdasarkan hasil Musyawarah


desa dengan mengacu pada Peraturan Kepala Daerah. Adapun
batas Atas upah/HOK dibawah Upah Minimum Provinsi. Besaran
upah/HOK lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan Kepala Daerah.

Padat Karya Tunai di Desa merupakan salah satu instrumen


untuk: 1) Peningkatan pendapatan, produktivitas, kesempatan kerja
penduduk. 2) Peningkatan akses terhadap pelayanan dasar dan
kegiatan ekonomi, 3) Peningkatan partisipasi masyarakat, dengan
kelompok sasarannya adalah penduduk miskin, pengangguran,
setengah pengangguran dan keluarga dengan Balita gizi buruk.

Kajian ini ingin melihat implementasi dan pencapaian Padat


Karya Tunai serta kendalanya yang berdampak pada peningkatan
daya beli, penurunan penduduk miskin, penurunan Balita kurang gizi,
penurunan pengangguran dan penurunan migrasi keluar desa.
Selanjutnya hasil dianalisis untuk menghasilkan rekomendasi
kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Padat Karya Tunai.

Gambar 1.1 Alur Pikir.

10 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

1.7. Metode Penelitian


1.7.1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan


untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara
alamiah untuk memperoleh gambaran dan informasi yang lebih
mendalam. Penelitian kualitatif juga bertujuan untuk menyediakan
penjelasan tersirat mengenai struktur, tatanan, dan pola yang luas
yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan (Herdiansyah,
2010).

Menurut Boyatzis (dalam Braun & Clarke,2006) pendekatan


tematik adalah metode untuk mengidentifikasi, menganalisis dan
melaporkan tema-tema yang terdapat dalam suatu fenomena.
Sedang menurut Poerwandari (2005) pendekatan tematik
merupakan suatu proses yang digunakan dalam mengolah informasi
kualitatif yang secara umum bertujuan untuk memahami fenomena
atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran
yang lengkap tentang fenomena yang dikaji.

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan


kualitatif untuk mendeskripsikan impelementasi dan pencapaian
sasaran serta kendala-kendala PTKD.

1.7.2. Data dan Pengumpulan Data

a. Jenis data primer yang dihimpun secara rinci sebagaimana


dalam Tabel 1.1.
b. Data implementasi, pencapaian sasaran, dan kendala PTKD
dihimpun melalui observasi dan wawancara dengan informan.
Informan terdiri atas petugas Dinas PMD, pendamping,
perangkat desa, tokoh masyarakat, dan kelompok sasaran
PTKD.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 11


Pendahuluan

c. Data kendala pencapaian sasaran dihimpun melalui FGD. FGD


dilakukan di Kabupaten dengan melibatkan peserta terdiri aparat
Dinas PMD, pendamping, perangkat desa, tokoh masyarakat.
Tabel 1.1 Data dan Metode Pengumpulan Data

d. Data Sekunder diperoleh dari Studi Pustaka, Peraturan-2 terkait


dengan kajian, yang mendukung topic penelitian serta dokumen-
2 PTKD.
1.7.3. Analisis Data
Data implementasi dan pencapaian sasaran dianalisis
dengan menggunakan metode Analisis Tematik. Analisis tematik
adalah cara menganalisis berbagai fenomena yang berasal dari
berbagai sumber data, berdasarkan tema-tema tertentu yang
sudah ditetapkan dalam sebuah matrik. Masing-masing tema di
tiap desa selanjutnya didiskripsikan dan dikomparasikan dengan
desa-desa lainnya. Menurut Arnold (2006) analisis tematik adalah
metode untuk mengidentifikasi, menganalisis dan melaporkan pola-
pola atau tema dalam suatu data. Kendala pencapaian sasaran
dianalisis dengan metode pohon masalah (problem tree analysis).
Analisis pohon masalah dilakukan dengan membentuk pola pikir
terstruktur mengenai komponen sebab akibat yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi dalam mencapai sasaran yang telah
ditetapkan, sehingga dapat dirumuskan akar masalahnya.

12 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

1.7.4. Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di 2 provinsi di Jawa dan luar Jawa, yaitu
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan. Setiap
provinsi dipilih satu kabupaten yang memiliki 2 kriteria desa
tertinggal dan desa berkembang. Pemilihan desa mengacu pada
Kepmendesa No. 126 Tahun 2017 tentang Penetapan Desa Prioritas
Sasaran Pembangunan Desa, PDT dan Transmigrasi. Terpilih 2 desa
yaitu Desa Gedangalas (desa berkembang) dan Desa Sambiroto
(desa tertinggal), keduanya di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak,
Provinsi Jawa Tengah. Untuk Provinsi Kalimantan Selatan desa
terpilih Desa Sungai Rengas Tengah (desa berkembang) dan Desa
Sungai Rengas (desa tertinggal), Kecamatan Martapura Barat,
Kabupaten Banjar.
1.8. Pengertian
1. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa
yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
2. Padat Karya Tunai adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat
marginal/miskin yang bersifat produktif berdasarkan
pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi
lokal dalam rangka mengurangi kemiskinan, meningkatkan
pendapatan dan menurunkan angka stunting.
3. Pelaksanaan adalah: aktifitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan
kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan
dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa
yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan
bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 13


Pendahuluan

rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau


kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan
keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari
program yang ditetapkan semula
4. Penganggur adalah penduduk, baik laki-laki dan perempuan
namun bukan anak-anak yang tidak mempunyai pekerjaan,
yang diputus hubungan kerja, dan yang sedang mencari
pekerjaan.
5. Setengan Penganggur adalah penduduk yang bekerja dibawah
jam kerja normal (<35 jam seminggu)
6. Penduduk miskin adalah memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita perbulan di bawah garis kemiskian.
7. Stunting adalah Penduduk yang memiliki balita bermasalah gizi.
8. Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hokum
yang memilki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Musyawarah Desa atau disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa
untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
10. Organisasi Perangkat Desa yang selanjutnya disingkat OPD
adalah organisasi/lembaga pada pemerintahan daerah yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas bidang
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, di daerah
provinsi, kabupaten/kota.

14 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab II
Kebijakan Penggunaan Dana Desa
Untuk PKTD

2.1. Prioritas Penggunaan Dana Desa

Penggunaan Dana Desa tidak bisa lepas dari prinsip-prinsip


seperti tertuang dalam Kepmendesa PDTT No. 16 Tahun 2019 bahwa
dana desa didasarkan pada prinsip-prinsip 1) keadilan,
mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga desa tanpa
membeda-bedakan; 2) kebutuhan prioritas, mendahulukan
kepentingan desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan
berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar
masyarakat Desa; 3) terfokus, mengutamakan pilihan penggunaan
DD pada 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) jenis kegiatan sesuai
dengan kebutuhan prioritas nasional, provinsi, kabupaten/kota dan
desa, dan tidak dilakukan praktik penggunaan DD yang dibagi rata,
4) kewenangan desa, mengutamakan kewenangan hak asal usul dan
kewenangan local berskala desa, 5) partisipatif, mengutamakan
prakarsa, krestivitas dan peran serta masyarakat desa; 6) swakelola,
mengutamakan kemandirian desa dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan desa yang dibiayai DD, 7) berdikari, mengutamakan
pemanfaatan DD dengan mendayagunakan sumberdaya desa untuk

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 15


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

membiayai kegiatan pembangunan yang dikelola dari, oleh dan


untuk masyarakat desa sehingga DD berputar secara berkelanjutan
di wilayah desa dan/atau kabupaten/kota, berbasis sumberdaya
desa, mengutamakan pendayagunaan SDM dan SDA yang ada di
desa dalam pelaksanaan pembangunan yang dibiayai DD, 8) tipologi
desa, mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik
geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang
khas, serta perubahan dan perkembangan dan kemajuan desa.

Dalam pasal 4 ditambahkan bahwa penggunaan dana desa


diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan
di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
Prioritas penggunaan dana desa dapat digunakan untuk membiayai
pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang bersifat lintas
bidang. Penggunaan DD diharapkan dapat memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas
hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan
serta peningkatan pelayanan publik di tingkat desa.

Peningkatan kualitas hidup masyarakat desa diutamakan


untuk membiayai program dan kegiatan di bidang pelayanan sosial
dasar yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup
masyarakat. Kegiatan pelayanan social dasar tersebut meliputi:

1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan


sarana prasarana dasar untuk pemenuhan kebutuhan: 1)
lingkungan permukiman, 2) transportasi, 3) energy, 4) informasi
dan komunikasi.
2. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
sarana prasarana pelayanan social dasar untuk pemenuhan

16 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

kebutuhan: 1) kesehatan masyarakat, 2) pendidikan dan


kebudayaan.
3. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
sarana prasarana ekonomi masyarakat desa meliputi: 1) usaha
pertanian untuk ketahanan pangan, 2) usaha ekonomi pertanian
berskala produktif meliputi aspek produksi, distribusi dan
pemasaran yang difokuskan kepada pembentukan dan
pengembangan produk unggulan Desa dan/atau produk
unggulan kawasan perdesaan, dan 3) usaha ekonomi non
pertanian berskala produktif meliputi aspek produksi, distribusi
dan pemasaran yang difokuskan kepada pembentukan dan
pengembangan produk unggulan desa dan/atau produk unggulan
kawasan perdesaan.
4. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan
sarana prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan: 1)
kesiapsiagaan menghadapi bemncana alam dan konflik social, 2)
penanganan bencana alam dan bencana social, 3) pelestarian
lingkungan hidup.

Peningkatan pelayanan publik di desa diwujudkan dalam


upaya peningkatan gizi masyarakat dan pencegahan anak kerdil
(stunting), kegiatannya meliputi: penyediaan air bersih dan sanitasi,
pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk Balita, pelatihan
pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui,
bantuan Posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksanaan
berkala kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui, pengembangan
apotik hidup desa dan produk hortikultura untuk memenuhi
kebutuhan gizi ibu hamil dan ibu menyusui, pengembangan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 17


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

ketahanan pangandi desa yang sesuai kewenangan desa dan


diputuskan dalam Musyawarah desa.

Desa dalam penetapan prioritas penggunaan Dana Desa,


dapat mempertimbangkan tipologi Desa berdasarkan tingkat
perkembangan Desa, meliputi:

1. Desa Tertinggal dan/atau Desa Sangat Tertinggal


memprioritaskan kegiatan pembangunan Desa pada:
a. pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan
pemeliharaan infrastruktur dasar; dan
b. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan
infrastruktur ekonomi serta pengadaan sarana prasarana
produksi, distribusi dan pemasaran yang diarahkan pada
upaya pembentukan usaha ekonomi pertanian berskala
produktif, usaha ekonomi pertanian untuk ketahanan pangan
dan usaha ekonomi lainnya yang difokuskan kepada
pembentukan dan pengembangan produk unggulan desa
dan/atau produk unggulan kawasan perdesaan.

2. Desa Berkembang memprioritaskan kegiatan pembangunan Desa


pada:
a. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan
infrastruktur ekonomi serta pengadaan sarana prasarana
produksi, distribusi dan pemasaran untuk mendukung
penguatan usaha ekonomi pertanian berskala produktif, usaha
ekonomi untuk ketahanan pangan dan usaha ekonomi lainnya
yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan
produk unggulan Desa dan/atau produk unggulan kawasan
perdesaan;

18 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

b. pengadaan sarana prasarana sosial dasar dan lingkungan


yang diarahkan pada upaya mendukung pemenuhan akses
masyarakat Desa terhadap pelayanan sosial dasar dan
lingkungan; dan
c. pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur dasar.

3. Desa Maju dan/atau Desa Mandiri memprioritaskan kegiatan


pembangunan pada:
a. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan
infrastruktur ekonomi serta pengadaan sarana prasarana
produksi, distribusi dan pemasaran untuk mendukung
perluasan/ekspansi usaha ekonomi pertanian berskala
produktif, usaha ekonomi untuk ketahanan pangan dan usaha
ekonomi lainnya yang difokuskan kepada pembentukan dan
pengembangan produk unggulan Desa dan/atau produk
unggulan kawasan perdesaan;
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sosial dasar
serta pengadaan sarana prasarana sosial dasar dan
lingkungan yang diarahkan pada upaya mendukung
peningkatan kualitas pemenuhan akses masyarakat Desa
terhadap pelayanan sosial dasar dan lingkungan; dan
pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur dasar.

Sedangkan prioritas penggunaan Dana Desa dibagi menjadi 4


(empat) prioritas, yaitu:

1. Prioritas Berdasarkan Kemanfaatan


Penggunaan Dana Desa harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya untuk masyarakat Desa dengan
memprioritaskan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa yang bersifat mendesak untuk dilaksanakan,

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 19


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

serta lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan


kepentingan sebagian besar masyarakat Desa.
Tolok ukur untuk menyatakan bahwa suatu perencanaan
kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat
Desa bermanfaat bagi masyarakat adalah penilaian terhadap
desain rencana kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan
masyarakat Desa berdasarkan kecepatan dan kedalaman
pencapaian tujuan pembangunan Desa. Kegiatan yang
direncanakan untuk dibiayai Dana Desa dipastikan
kemanfaatannya dalam hal peningkatan kualitas hidup
masyarakat Desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa
dan penanggulangan kemiskinan.Berdasarkan tolok ukur
kemanfaatan penggunaan Dana Desa, selanjutnya penggunaan
Dana Desa difokuskan pada kegiatan pembangunan dan/atau
pemberdayaan masyarakat yang paling dibutuhkan dan paling
besar kemanfaatannya untuk masyarakat Desa. Penggunaan
Dana Desa difokuskan dan tidak dibagi rata.
Fokus prioritas kegiatan dilakukan dengan cara
mengutamakan kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan
masyarakat Desa yang berdampak langsung terhadap
pencapaian tujuan pembangunan Desa, meliputi: 1) kegiatan
yang mempermudah masyarakat Desa memperoleh pelayanan
kesehatan antara lain penanganan anak kerdil (stunting) dan
pelayanan gizi anak-anak; 2) kegiatan pengembangan kapasitas
dan kapabilitas masyarakat Desa masyarakat Desa mulai dari
anak-anak, remaja, pemuda dan orang dewasa antara lain
kegiatan pelatihan tenaga kerja yang mendukung pengembangan
ekonomi produktif;3)pengembangan usaha ekonomi produktif
yang paling potensial untuk meningkatan pendapatan asli Desa,

20 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

membuka lapangankerjabagi warga Desadan meningkatkan


penghasilan ekonomi bagi masyarakat Desa utamanya keluarga-
keluarga miskin; 4) kegiatan pembangunan Desa yang dikelola
melalui pola padat karya tunai agar berdampak nyata pada upaya
mempercepat penanggulangankemiskinandi Desa; dan 5)
kegiatan pelestarian lingkungan hidup dan penanganan bencana
alam yang berdampak luas terhadap kesejahteraan masyarakat
Desa, seperti : ancaman perubahan iklim, banjir, kebakaran hutan
dan lahan, serta tanah longsor.

2. Prioritas Berdasarkan Partisipasi Masyarakat


Penggunaan Dana Desa dikelola melalui mekanisme
pembangunan partisipatif yang tumpuannya adalah peran aktif
masyarakat Desa dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan penggunaan Dana Desa. Kepastian bahwa kegiatan
pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat Desa yang
akan dibiayai Dana Desa didukung masyarakat Desa, dinilai
dengan cara sebagai berikut: 1) kegiatan yang didukung oleh
sebagian besar masyarakat Desa lebih diutamakan, dibandingkan
kegiatan yang tidak dan/atau lebih sedikit didukung masyarakat
Desa; 2) kegiatan yang direncanakan dan dikelola sepenuhnya
oleh masyarakat Desa dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah
Desa bersama masyarakat Desa lebih diutamakan dibandingkan
dengan kegiatan yang tidak melibatkan masyarakat Desa; dan 3)
kegiatan yang mudah diawasi pelaksanaanya oleh masyarakat
Desa lebih diutamakan.
3. Prioritas Berdasarkan Swakelola dan Pendayagunaan
Sumberdaya Desa
Kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat
Desa yang dibiayai Dana Desa diarahkan untuk menjadikan Dana

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 21


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

Desa tetap berputar di Desa. Cara memutar Dana Desa secara


berkelanjutan antara lain Dana Desa diswakelola oleh Desa
dengan mendayagunakan sumberdaya yang ada di Desa.
Kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat
Desa yang direncanakan untuk diswakelola Desa dengan
mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam
yang ada di Desa lebih diprioritaskan dibandingkan dengan
kegiatan yang diserahkan pelaksanaannya kepada pihak ketiga
dan/atau tidak mendayagunakan sumberdaya yang ada di Desa.

4. Prioritas Berdasarkan Keberlanjutan


Tujuan pembangunan Desa akan mudah dicapai apabila
kegiatan pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat
Desa yang akan dibiayai Dana Desa dirancang untuk dikelola
secara berkelanjutan. Prasyarat keberlanjutan adalah kegiatan
pembangunan dan/atau pemberdayaan masyarakat Desa harus
memiliki rencana pengelolaan dalam pemanfaatannya,
pemeliharaan, perawatan dan pelestariannya. Dana Desa
diprioritaskan membiayai kegiatan pembangunan dan/atau
pemberdayaan masyarakat Desa yang berkelanjutan
dibandingkan kegiatan yang tidak berkeberlanjutan.

2.2. Pelaksanaan Pembangunan Desa dengan Pola Padat


Karya Tunai

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan di desa, dana desa


diutamakan untuk membiayai pelaksanaan program PKT
(Kepmendesa 16/2019 pasal 8) untuk menyediakan lapangan kerja
bagi masyarakat desa yang menganggur, setengah menganggur,
keluarga miskin dan stunting. Padat Karya Tunai di Desa (PKTD)
merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, khususnya

22 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

yang miskin dan marginal, yang bersifat produktif, dengan


mengutamakan pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja, dan
teknologi lokal untuk memberikan tambahan upah/pendapatan,
meningkatkan daya beli, mengurangi kemiskinan, dan sekaligus
mendukung penurunan angka stunting.

Dana desa yang merupakan salah satu sumber pendapatan


Desa, dalam APBDesa yang peruntukannya untuk kegiatan
pembangunan desa, perlu pengaturan untuk menyelaraskan dengan
kebijakan kegiatan Padat Karya Tunai agar terjadi sinergi dalam
implementasi di lapangan. Terhadap penggunaan dana desa untuk
upah tenaga kerja masyarakat dalam pembangunan, desa wajib
mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dalam rangka
menciptakan lapangan kerja di Desa. Pembayaran upah tenaga kerja
dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK) dengan hitungan 1
HOK sama dengan 8 jam. Upah kerja dibayar secara harian atau
mingguan dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Dana
Desa.

Penggunaan dana desa sebesar 30 persen dari biaya kegiatan


pembangunan desa digunakan untuk membayar upah masyarakat,
dihitung dengan ketentuan Jumlah 30 persen untuk pembayaran
HOK dihitung dari jumlah dana desa yang digunakan untuk
membiayai kegiatan Pembangunan Desa. Pembayaran HOK
mencakup pembayaran tenaga kerja untuk mengangkut bahan
material untuk bangunan, penyoapan lokasi bangunan, dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan. Tenaga kerja terdiri dari
tenaga kerja ahli, pembantun tenaga kerja ahli serta tenaga
masyarakat desa setempat yang ditetapkan sebagai sasaran PKTD.
Besaran upah tenaga kerja dihitung berdasarkan batas bawah dan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 23


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

batas atas upah tenaga kerja yang ditentukan berdasarkan hasil


kesepakatan musyawarah Desa.

Dalam pelaksanaan PKTD ada 4 (empat) prinsip yang harus


diperhatikan, yaitu:
1. Prinsip Pelaksanaan Padat Karya
Dalam Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Tahun
2018 Untuk Padat Karya Tunai, disebutkan bahwa ada 6 (enam)
Prinsip Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa, yaitu:
a. Inklusif: Melibatkan masyarakat miskin, kaum marginal,
penyandang disabilitas, dan penganut kepercayaan.
b. Partisipatif: Dari, oleh dan untuk masyarakat Desa dengan
semangat gotong royong dan disepakati dalam musyawarah
Desa.
c. Transparan dan Akuntabel: Mengutamakan prinsip transparan
dan akuntabel baik secara moral, teknis, legal maupun
administrative kepada semua pihak.
d. Efektif: Kegiatan prioritas, berdampak pada peningkatan
kesejahteraan dan daya beli masyarakat Desa serta adanya
pengelolaan, perawatan, dan pelestarian yang berkelanjutan.
e. Swadaya dan Swakelola: Mengutamakan keswadayaan
masyarakat dengan berbagai bentuk sumbangan dana,
tenaga, dan bahan baku yang tersedia di desa serta
dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat desa.
f. Upah Kerja: Penentuan Upah berdasarkan hasil musyawarah
Desa dengan mengacu pada Peraturan Kepala Daerah.
Adapun Batas Atas Upah/HOK dibawah Upah Minimum
Provinsi. Besaran upah/HOK lebih lanjut akan diatur oleh
Peraturan Kepala Daerah.

24 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

2. Padat Karya Tunai Untuk Penanggulangan Kemiskinan


Pada dasarnya, PKTD dimaksudkan untuk menurunkan
kemiskinan melalui penciptaan kegiatan yang bersifat
sementara dan mampu meningkatkan pendapatan,
kesempatan kerja, dan produktivitas bagi penduduk miskin,
penganggur dan setengah penganggur, serta keluarga dengan
balita bergizi buruk. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi
pembangunan sarpras yang mampu meningkatkan akses
penduduk pada layanan dasar dan kegiatan ekonomi.
Dampak yang diharapkan penurunan kemiskinan, peningkatan
daya beli, penurunan balita bergizi buruk, dan menurunnya
migrasi ke luar desa.

Pelaksanaan padat karya tunai pada prinsipnya dapat


dijelaskan sebagai berikut:

a. merupakan salah satu intrumen dalam pengurangan


kemiskinan, pengangguran dan gizi buruk sehingga
kelompok sasaran utamanya adalah: anggota keluarga
miskin, penganggur dan setengah pengangguran, serta
anggota keluarga dengan balita bergizi buruk.
b. Penciptakaan kesempatan kerja bersifat sementara tanpa
sepenuhnya meninggalkan pekerjaan lama.
c. Mekanisme dalam penentuan upah dilaksanakan secara
musyawarah.
d. Diasarkan pada mekanisme rencana kerja yang disusun
sendiri oleh Desa sesuai kebutuhan.
e. Difokuskan pada pembangunan sarpras atau
pendayagunaan SDA secara lestari dan berbasis
pemberdayaan masyarakat.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 25


Kebijakan Penggunaan Dana Desa untuk PKTD

Kegiatan PKT dilaksanakan dengan mekanisme swakelola,


sub kegiatan untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak dapat
dipenuhi desa dapat dipenuhi melalui kontrak sederhana. PKT
mengutamakan tenaga kerja dan material local desa yang berasal
dari desa setempat, sehingga mampu menyerap tenaga kerja
local dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Upah tenaga
kerja dibayarkan secara langsung secara harian, dan jika tidak
memungkinkan maka dibayarkan secara mingguan.

3. Manfaat Padat Karya Tunai


Padat Karya Tunai sebagai instrument pengurangan
kemiskinan, seharusnya mempunyai manfaat sebagaimana
diamanahkan dalam Juknis Penggunaan Dana Desa untuk PKT
Tahun 2018 yaitu: a) Menyediakan lapangan kerja bagi
penganggur, setengah penganggur, keluarga miskin dan keluarga
dengan Balita gizi buruk; b) Menguatkan rasa kebersamaan,
keswadayaan, gotong royong dan partisipasi masyarakat; c)
Mengelola potensi sumberdaya local secara optimal; d)
Meningkatkan produktivitas, pendapatan dan daya beli
masyarakat Desa; e) Mengurangi jumlah penganggur, setengah
penganggur, keluarga miskin dan keluarga dengan Balita
penderita kurang gizi.

4. Dampak Padat Karya Tunai


Amanah dari Juknis Penggunaan Dana Desa Untuk PKT
Tahun 2018 bahwa PKT dilaksanakan harus berdampak pada: a)
Terjangkaunya (aksesibilitas) masyarakat desa terhadap
pelayanan dasar dan kegiatan social ekonomi; b) Turunnya
tingkat kemiskinan perdesaan; c) Turunnya tingkat
pengangguran perdesaan; d) Turunnya jumlah Balita kurang gizi
di perdesaan dan e) Turunnya arus migrasi dan urbanisasi.

26 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab III
Gambaran Umum Lokasi Penelitian

3.1. Kabupaten Banjar

Kabupaten Banjar memiliki luas wilayah 4.668,50 Km2 terbagi


menjadi 19 kecamatan, dengan 290 desa/kelurahan atau terdiri dari
277 Desa dan 13 Kelurahan. Penduduk Kabupaten Banjar
berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2017 sebanyak 571.573 jiwa
yang terdiri dari 290.503 jiwa penduduk laki-laki dan 281.070 jiwa
penduduk perempuan.

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus


2017, terdapat 71,90 persen penduduk Kabupaten Banjar berumur
15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja jika dilihat dari
jenis kegiatan selama seminggu yang lalu. Sedangkan 28,10 persen
lainnya bukan angkatan kerja. Sejumlah penduduk angkatan kerja
tersebut sebanyak 96,89 persen bekerja dan sebanyak 3,11 persen
yang pengangguran terbuka. Penduduk bukan angkatan kerja,
sebanyak 63,51 persen termasuk mengurus rumah tangga dan 20,87
persen sedang bersekolah. Menurut status pekerjaan utama,
penduduk Kabupaten Banjar paling banyak bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebanyak 27,63 persen. Sedangkan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 27


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

paling sedikit yaitu berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar,


yaitu sebesar 2,97 persen saja.

Keterangan:
AHH : Angka Harapan Hidup.
HUS : Harapan Usia Sekolah.
IPM : Indek Pembangunan Manusia.
Penggrn Trbk : Pengangguran Terbuka.

Angka stunting di Kabupaten Banjar sebesar 48,15 dan masih


diatas provinsi sebesar 44,24. Stunting adalah gagal pertumbuhan
pada anak atau pertumbuhan tubuh dan otak akibat kekurangan gizi
dalam waktu yang lama. Sehingga fisik anak lebih pendek dari anak
normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Di
Kabupaten Banjar sebesar 48,15 persen dan lebih besar dari
Kabupaten/Kota lainnya. Sedangkan di provinsi terjadi peningkatan
stunting dari 31,1 persen di th 2016 menjadi 34,2 persen th 2017.
Kabupaten Banjar terjadi penurunan persentase penduduk stunting
dari 30,1 persen di th 2016 menjadi 26,1 persen th 2017. Gerakan
Pemerintah Daerah dalam mengatasi stunting dilakukan secara multi
sektoral dengan melaksanakan aksi pangan dan gizi dikabupaten

28 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Banjar ada 37,2 persen anak Balita yang ukuran tubuhnya yang
pendek ,yang kurus 12,1 persen, kegemukan 11,9 persen dan
anemia pada ibu hamil mencapai 37,1 persen. Anemia pada ibu hamil
adalah cikal bakal terjadinya stunting pada bayi yang dilahirkan.

Berdasarkan data statistik di kabupaten Banjar tahun 2007


sampai 2018 kejadian stunting mencapai 30,8 persen, pada tahun
2019 diproyeksikan turun menjadi 28 persen. Pemerintah melalui
Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dalam meminimalisir angka
stunting memberikan makanan tambahan kepada ibu hamil atau
Balita untuk 90 hari, dengan harapan tahun tahun berikutnya bisa
turun. Namun hasil survey makanan tambahan untuk ibu hamil
sesuai fakta dan data lapangan untuk ibu hamil atau balita jatah 90
hari hanya dikonsumsi 1 bulan untuk anak balita 2,1 persen karena
pengonsumsinya rame-rame dalam keluarga. Faktor lain lambannya
penurunan angka stunting di kabupaten Banjar disejumlah daerah
jauh dari dan ke puskesmas dari tempat tinggal terutama daerah
terisolir. Faktor kedua adalah Posyandu bertambah tetapi orang yang
datang jarang dan baru terealisasi 60 persen.

Perkembangan IDM di Kabupaten Banjar pada Th. 2016 –


2017 menunjukkan bahwa untuk desa mandiri masih belum ada,
sedangkan desa maju masih sama yaitu 2 desa, sedangkan desa
berkembang meningkat dari 63 desa menjadi 143 desa dan untuk
desa tertinggal menurun dari 180 desa menjadi 115 desa, begitu
juga untuk desa sangat tertinggal pada th 2016 sebanyak 32 desa
dan pada th 2017 turun menjadi 17 desa.

Perkembangan status desa di Kabupaten Banjar pada tahun


2016 – 2017 mengalami kenaikkan sebanyak 96 desa (34,76 %),
perkembangannya tetap 176 desa (63,77%) dan mengalami

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 29


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

penurunan 4 desa (1,45%). Kondisi Kabupaten Banjar pada tahun


2017 angka kemiskinan sebesar 2,96 persen dan berada dibawah
angka kemiskinan tingkat Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 4,73
persen. Secara persentase Kabupaten Banjar memang rendah tetapi
secara absolute jumlah penduduk miskin di Kabupaten Banjar cukup
besar sebanyak 16.850 jiwa dengan pengeluaran sebesar Rp.
381.862 Rp/Kp/Bulan.

Catatan: Rekapitulasi perhitungan dilaksanakan pada tahun 2018.

3.1.1. Desa Sungai Rangas, Kec. Martapura Barat

Desa Sungai Rengas ini memiliki status desa tertinggal yang


berjarak 11,5 Km dari pusat ibukota kabupaten. Luas wilayah Sungai
Rangas adalah 11,75 Km2 yang dihuni penduduk sebanyak 641 jiwa
terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 315 jiwa dan perempuan
sebanyak 326 jiwa, secara administrasi desa terbagi menjadi 3 RT.
Pekerjaan utama penduduk adalah sebagai petani, buruhtani,
pedagang, dan pencari ikan di sungai Martapura. Klasifikasi desa
Sungai Rangas termasuk desa swasembada dengan klasifikasi LPM

30 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

III. Jumlah penduduk miskin di Desa Sungai Rengas sebanyak 26


jiwa (4,13 %), sedangkan jumlah balita stunting sebanyak 36 jiwa
(5,71 %).

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas dari data


Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018:
Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) Rp 487.039.651,- dan
Pemberdayaan Masyarakat Rp 142.234.700,-; Sedangkan pada
2019: Penyelenggaraan Pemerintahan Rp. 1.500.000,-
Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) Rp. 388.326.737,- dan
untuk Pemberdayaan Masyarakat Rp 24.642.668,-

3.1.2. Desa Sungai Rangas Tengah, Kec. Martapura Barat

Desa Sungai Rengas Tengah ini memiliki status desa


berkembang yang berjarak 14 Km dari pusat ibukota kabupaten.
Luas wilayah Sungai Rangas adalah 11,32 Km2 yang dihuni penduduk
sebanyak 880 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 468 jiwa
dan perempuan sebanyak 399 jiwa, secara administrasi desa terbagi
menjadi 3 RT. Pekerjaan utama penduduk adalah sebagai petani,
buruhtani, pedagang, dan pencari ikan di sungai Martapura, dan
lainnya. Klasifikasi desa Sungai Rangas termasuk desa swasembada
dengan klasifikasi LPM III. Jumlah penduduk miskin di Desa Sungai
Rengas Tengah sebanyak 35 jiwa (3,98 %), sedangkan jumlah balita
stunting sebanyak 28 jiwa (3,18 %).

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas Tengah


dari data Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018:
Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) Rp 541.196.083,- dan
Pemberdayaan Masyarakat Rp 81.001.258,-; Sedangkan pada 2019:
Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) Rp. 434.963.340,-;

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 31


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pembinaan Masyarakat RP 24.996.000,-; dan untuk Pemberdayaan


Masyarakat Rp 8.760.000,-

3.1.3. Desa Pesayangan Utara Kec. Martapura

Desa Pesayangan Utara ini memiliki status desa berkembang


yang berjarak 4 Km dari pusat ibukota kabupaten dan berjarak 6,3
Km ke pusat Kecamatan. Luas wilayah Pesayangan Utara adalah 0,6
Km2 yang dihuni penduduk sebanyak 1.491 jiwa terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 878 jiwa dan perempuan sebanyak 613
jiwa, secara administrasi desa terbagi menjadi 4 RT. Pekerjaan
utama penduduk adalah sebagai buruh, pedagang, pegawai, dan
lainnya. Rincian kondisi penduduk terdiri dari Pendataan Keluarga
sebanyak 595, meliputi: KPS 6, KS I 227, KS II 189, KS III 168, KS
III Plus 5. Jumlah penduduk miskin di Desa Pesayangan Utara
sebanyak 12 jiwa (0,80 %), dan jumlah balita stunting sebanyak 6
jiwa (0,40 %).

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas Tengah


dari data Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018:
hanya untuk Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) sebesar Rp
635.696.000; Sedangkan pada 2019: Penyelenggaraan
Pemerintahan Rp 4.758.000,-; Pembangunan Desa
(infrastruktur/PKTD) Rp. 374.985.724,-; Pembinaan Masyarakat RP
3.616.000,-; dan untuk Pemberdayaan Masyarakat sebesar Rp
22.332.400,-.

3.2. Kabupaten Demak

Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas ±


1.149,07 km², yang terdiri dari daratan seluas ± 897,43 km², dan
lautan seluas ± 252,34 km². Kabupaten Demak mempunyai pantai
sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan,

32 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian


Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak,
Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya
Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan
(Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi
mangrove seluas sekitar 476 Ha.

Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan, 243 desa, dan 6


kelurahan serta 786 Dusun. Jumlah penduduk sebanyak 1.140.675
orang yang terdiri dari penduduk perempuan sebanyak 575.573
orang (50,46 persen) dan penduduk laki-laki sebanyak 565.102
orang. Menurut kelompok umur, sebagian besar penduduk
Kabupaten Demak termasuk usia produktif (15 – 64 tahun) sebanyak
780.554 orang (68,43 persen), dan selebihnya 293.345 orang (25,72
persen) berusia dibawah 15 tahun dan 66.776 orang (5,85 persen)
berusia 65 tahun ke atas (Kabupaten Demak Dalam Angka 2018).
Sebagai daerah agraris penduduknya hidup dari pertanian,
wilayahnya terdiri dari lahan sawah seluas 52.315 ha (58,29 persen),
dan selebihnya adalah lahan kering. Pada tahun 2009, Demak adalah
pemasok beras terbesar di Jawa Tengah, pertanian padi termasuk
pertanian unggulan daerah Demak.

Sub sektor tanaman pangan di Kabupaten Demak meliputi


komoditi padi (padi sawah dan padi ladang), jagung, ubi kayu, ubi
jalar, kacang tanah, kacang hijau, kedelai dan sorgum. Luas panen
bersih tanaman padi pada tahun 2016 seluas 98.538 hektar. Produksi
padi pada tahun 2016 mencapai 608.532 ton gabah kering giling
(GKG), dan memiliki produktivitas sebesar 61,76 kw/ha. Produksi
beberapa jenis tanaman sayuran meliputi bawang merah,
petsai/sawi, kacang panjang, cabe, tomat, ketimun, kangkung,
bayam, Mlinjo dan terong. Produksi beberapa tanaman buahbuahan
diantaranya pisang, mangga, blimbing, jambu air dan nangka, dan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 33


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

lain-lain. Produksi tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2016


adalah tembakau dan kelapa. Sub sektor perikanan meliputi kegiatan
usaha perikanan laut dan perikanan darat. Perikanan darat terdiri
dari usaha budidaya (kolam, perairan umum dan tambak). Jenis
ternak yang dihasilkan di Kabupaten Demak adalah ternak besar
yaitu sapi, kerbau, kuda, dan ternak kecil terdiri dari kambing, domba
dan kelinci, serta diusahakan aneka ternak termasuk unggas, ayam,
itik dan burung puyuh.

Angka Prevalensi Stunting di Kabupaten Demak masuk tujuh


tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2019 yaitu sebesar 50, 23
persen dan menjadi satu dari 60 kabupaten/kota prioritas stunting
pada tahun 2019. Pemerintah Daerah telah bekerja keras untuk
menurunkan tingkat prevalensi stunting, dari 37,2 persen (Riskedas)
pada Tahun 2013 menjadi 30,8 persen pada Tahun 2018. Pemkab
Demak menargetkan angka stunting turun sebesar 20 persen pada
tahun 2021. Adapun 10 desa yang jadi prioritas penanggulangan
stunting antara lain Desa Bumirejo, kemudian tiga desa di
Kecamatan Gajah, Desa Kembangan, Desa Betahwalang, Desa
Donorejo, Desa Sidomulyo dan lainnya. Di Kecamatan Gajah balita
stunting berjumlah 137 anak.

Banyaknya Keluarga Pra sejahtera dan Sejahtera per


Kecamatan di Kabupaten Demak Tahun 2016 yaitu prasejahtera
135.046 orang dan sejahtera sebanyak 214.922 orang. Jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Demak penurunannya sangat kecil,
pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebanyak 198,4 ribu dan
setiap tahun mengalami penurunan tapi penurunan terbanyak pada
periode tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 6,1 persen. Dalam
periode 7 tahun yaitu 2010 sampai 2016 penurunan penduduk miskin
sebesar 39,6 ribu atau 19,96 persen. Perkembangan jumlah
penduduk miskin dapat digambarkan sebagai berikut:

34 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Grafik 3.3 Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Demak


dari Tahun 2010 s.d Tahun 2016

Sumber: Kabupaten Demak Dalam Angka 2018.

Sampel desa diambil di Kecamatan Gajah yaitu desa


Gedangalas dan desa Sambiroto, serta Kec Sayung dengan observasi
di desa Sriwulan. Kecamatan Gajah berjarak sekitar 11 Km dari ibu
kota Kabupaten Demak ke arah timur. Ibu kota kecamatan ini berada
di Desa Gajah. Kecamatan Gajah mempunyai 18 Desa/Kelurahan
yaitu Desa Banjarsari, Boyolali, Gajah, Gedangalas, Jatisono,
Kedondong, Medini, Mlatiharjo, Mlekang, Mojosimo, Sambiroto,
Sambung, Sari, Surodadi, Sambirejo, Tanjunganyar, Wilalung dan
Tlogopandogan. Desa tersebut diklasifikasi, terdiri dari Desa
Swadaya Mula 4 desa, Desa Swadaya Madya 9 desa, Desa Swadaya
Lanjut 1 desa, Desa Swakarya Mula 2 desa dan Desa Swakarya
Madya 1 desa. Kecamatan Sayung mempunyai 20 Desa/Kelurahan
dengan klasifikasi Desa Swadaya Mula 16 desa, Desa Swadaya
Madya 2 desa, Desa Swadaya Lanjut 0 desa, dan Desa Swakarya
Mula 2 desa.
Untuk perkembangan penduduk miskin di Desa Gedangalas
dan Desa Sambiroto Kec. Gajah menunjukkan sebesar 30,09 persen

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 35


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

penduduk miskin berada di Desa Gedangalas, dan sebesar 26,74


persen di Desa Sambiroto.
Tabel 3.1 Perkembangan Tahapan Keluarga Sejahtera Di Desa
Gedang Alas Dan Desa Sambiroto Di Kecamatan Gajah
Tahun 2016

Sumber: Data Desa Gedangalas dan Desa Sambiroto. Tahun 2016.

Sampel desa diambil di Kecamatan Gajah yaitu desa


Gedangalas dan desa Sambiroto, serta Kec Sayung dengan observasi
di desa Sriwulan. Kecamatan Gajah berjarak sekitar 11 Km dari ibu
kota Kabupaten Demak ke arah timur. Ibu kota kecamatan ini berada
di Desa Gajah. Kecamatan Gajah mempunyai 18 Desa/Kelurahan
yaitu Desa Banjarsari, Boyolali, Gajah, Gedangalas, Jatisono,
Kedondong, Medini, Mlatiharjo, Mlekang, Mojosimo, Sambiroto,
Sambung, Sari, Surodadi, Sambirejo, Tanjunganyar, Wilalung dan
Tlogopandogan. Desa tersebut diklasifikasi, terdiri dari Desa
Swadaya Mula 4 desa, Desa Swadaya Madya 9 desa, Desa Swadaya
Lanjut 1 desa, Desa Swakarya Mula 2 desa dan Desa Swakarya
Madya 1 desa. Kecamatan Sayung mempunyai 20 Desa/Kelurahan
dengan klasifikasi Desa Swadaya Mula 16 desa, Desa Swadaya
Madya 2 desa, Desa Swadaya Lanjut 0 desa, dan Desa Swakarya
Mula 2 desa.
Luas penggunaan lahan di Kecamatan Gajah, secara
administratif luas wilayah Kecamatan Gajah adalah 47,84 Km 2.

36 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Sebagai daerah agraris sebagian besar penduduknya hidup dari


pertanian, wilayah Kecamatan Gajah terdiri atas lahan sawah yang
luasnya 3.418,40 Ha, dan lahan kering 1.365,46 Ha. Dirinci menurut
penggunaannya, sebagian besar lahan sawah berpengairan tehnis
2.820,90 Ha, tadah hujan 214,12 Ha, dan setengah tehnis 160,00
Ha. Sedangkan untuk lahan kering 610,04 Ha digunakan untuk
tegal/kebun, 563,08 Ha digunakan untuk bangunan dan halaman,
sisanya digunakan untuk lainnya (Jalan, Sungai, Makam, Lapangan
Olahraga, dll).
Kecamatan Gajah diambil sampel 2 desa yaitu Desa
Gedangalas dan Desa Sambiroto. Desa Gedangalas memiliki luas
2,53 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 2.074 orang terdiri dari
laki-laki 1.053 orang dan perempuan sebanyak 1.021 orang. Desa
Sambiroto dengan luas 1,83 Km2 dihuni penduduk sebanyak 1.128
orang terdiri dari laki-laki 559 orang dan perempuan 569 orang.
Sampel lain diambil salah satu desa yaitu Desa Sriwulan yang
terletak di Kecamatan Sayung. Kecamatan Sayung merupakan salah
satu kecamatan di Kabupaten Demak. Sebelah utara berbatasan
dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Karang Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Mranggen, serta sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang.
Secara administratif Kec Sayung memiliki luas 78,80 Km2
terdiri dari 20 desa, 101 dusun serta 105 RW dan 469 RT. Jumlah
penduduk berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016 adalah
sebanyak 105.162 orang terdiri atas 52.710 laki-laki dan 52.452
perempuan. Penduduk terbanyak terdapat di Desa Sriwulan. Seluruh
Desa di Kecamatan Sayung termasuk klasifikasi Swasembada.
Sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian, luas lahan sawah
mencapai 2.628,85 Ha (seluruhnya berpengairan tadah hujan) dan
selebihnya adalah lahan kering 5.251,15 Ha. Kecamatan Sayung

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 37


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

memiliki tempat wisata yang dibanggakan warga yaitu yang di kenal


sebagai Pantai Surodadi dan Pantai Morosari. Wilayah barat
Kecamatan Sayung merupakan pesisir yang sebagian besar berupa
tambak dan pantai berlumpur sedangkan di bagian selatan berupa
persawahan
Penduduk Desa Sriwulan Kec Sayung sebanyak 9.298 orang
yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 4.567 orang dan
perempuan sebanyak 4.731 orang. Mata pencaharian penduduk usia
10 tahun keatas di desa Gedangalas dan Sambiroto Kecamatan
Gajah dan Desa Sriwulan Kec Sayung adalah: sebagai petani, buruh
tani, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang,
angkutan, PNS, pensiunan, dan lainnya. Pekerjaan penduduk di Desa
Gedangalas dan Desa Sambiroto lebih banyak di bidang petani dan
buruh tani (70,9 %) sedangkan di Desa Sriwulan yang dekat dengan
pusat ekonomi Kota Semarang lebih banyak (34,32 %) bekerja di
bidang buruh industri, buruh bangunan, dan pedagang, serta buruh
tani sebesar 17,22 %.
Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Gedang Alas, Desa
Sambiroto, dan Desa Sriwulan

Sumber: Kabupaten Demak Dalam Angka 2018.

38 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab IV
Implementasi Penggunan Dana Desa
Melalui Padat Karya Tunai di Desa

4.1. Kabupaten Banjar

4.1.1. Penggunaan Dana Desa Untuk PKTD

Secara umum, PKTD di kabupaten Banjar dialokasikan secara


proporsional dari pemanfaatan Dana Desa, tetapi tidak selamanya
dapat memenuhi 30 persen dari alokasi tersebut. hal itu disebabkan
banyak faktor, diantaranya adalah yang dapat dikerjakan secara
padat karya meliputi pekerjaan fisik pembangunan sarana dan
prasarana, tetapi bukan bersifat pelibatan keahlian (skill) dari orang
per orang, atau pelibatan profesi keahlian tertentu, sehingga tidak
semua kegiatan pembangunan sarana dan prasarana tidak dapat
dikerjakan secara padat karya tunai. Adapun alokasi Dana Desa di
Kabupaten Banjar yang terserap dalam lima tahun terakhir (dari
tahun 2015 sampai dengan 2019) ditampilkan pada grafik 4.1.

Grafik tersebut memperlihatkan adanya trend


(kecenderungan) peningkatan Dana Desa dari tahun ke tahun
kecuali pada tahun 2018 tampak lebih sedikit dibandingkan tahun
2017 dan 2019, sehingga secara proporsional juga terjadi

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 39


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

kecenderungan peningkatan alokasi dana padat karya tunai,


peningkatan tersebut juga berbanding lurus dengan kendala
pemanfaatannya, hal itu terjadi lebih banyak karena regulasi dalam
pemanfaatannya sering tidak diikuti dengan pemahaman yang
memadai dari aparat/pendamping desa.

Grafik 4.1 Dana Desa di Kabupaten Banjar (2015-2019)

Sumber: Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019).


Tabel berikut mendeskripsikan pemanfaatan alokasi Padat Karya
Tunai dalam dua tahun terakhir (2018-2019) di Kabupaten Banjar.
Tabel 4.1 Rata-Rata Penggunaan Dana Desa Peruntukan PKTD
(2018-2019) di Kabupaten Banjar

Keterangan: * DD 2019 realisasi sampai 13/11/2019.


Sumber: Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019).

40 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Tabel 4.1. di atas menjelaskan bahwa penyerapan dana PKTD,


lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa,
sedangkan dana PKTD yang untuk pembinaan masyarakat dan
pemberdayaannya masih relatif lebih kecil.

Padat Karya Tunai untuk Desa tidak hanya dilaksanakan dari


dana yang bersumber dari Dana Desa, tetapi Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga mengalokasikan
anggaran sebesar Rp 9,2 triliun untuk melaksanakan program padat
karya tunai pada tahun 2019. Anggaran tersebut naik Rp. 1 triliun
jika dibandingkan 2018. Digelontorkannya dana tersebut untuk
melaksanakan tujuh program padat karya tunai.

Pertama dan kedua, sebesar Rp 2,02 triliun akan digunakan


untuk pembangunan jembatan gantung program peningkatan tata
guna air irigasi. Program padat karya ini akan dilaksanakan di 9.000
desa. Ketiga, sebesar Rp 4,29 triliun untuk bantuan stimulan rumah
swadaya atau program bedah rumah. Keempat, Rp 540 miliar untuk
penyusunan pedoman pengembangan infrastruktur sosial ekonomi
wilayah. Kelima, sebesar Rp 280 miliar untuk penataan kota tanpa
kumuh. Keenam, sebesar Rp 960 miliar untuk penyediaan air minum
dan sanitasi berbasis masyarakat. Ketujuh, sebesar Rp 320 miliar
untuk melaksanakan program sanitasi berbasis masyarakat.

4.1.1.1. Desa Sungai Rangas, Kec. Martapura Barat

Desa Sungai Rengas ini memiliki status desa tertinggal yang


berjarak 11,5 Km dari pusat ibukota kabupaten. Luas wilayah Sungai
Rangas adalah 11,75 Km2 yang dihuni penduduk sebanyak 641 jiwa
terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 315 jiwa dan perempuan
sebanyak 326 jiwa, secara administrasi desa terbagi menjadi 3 RT.
Pekerjaan utama penduduk adalah sebagai petani, buruhtani,

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 41


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

pedagang, dan pencari ikan di sungai Martapura. Klasifikasi desa


Sungai Rangas termasuk desa swasembada dengan klasifikasi LPM
III. Jumlah penduduk miskin di Desa Sungai Rengas sebanyak 26
jiwa (4,13 %), sedangkan jumlah balita stunting sebanyak 36 jiwa
(5,71 %).

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas dari data


Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018 untuk
kegiatan Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) sebesar Rp
487.039.651,- dan untuk kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Rp
142.234.700,-; Sedangkan pada 2019 untuk kegiatan
Penyelenggaraan Pemerintahan sebesar Rp. 1.500.000,-, kegiatan
Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) sebesar Rp. 388.326.737,-
dan untuk Pemberdayaan Masyarakat Rp 24.642.668,-

4.1.1.2. Desa Sungai Rangas Tengah, Kec. Martapura Barat

Desa Sungai Rengas Tengah ini memiliki status desa


berkembang yang berjarak 14 Km dari pusat ibukota kabupaten.
Luas wilayah Sungai Rangas adalah 11,32 Km2 yang dihuni penduduk
sebanyak 880 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 468 jiwa
dan perempuan sebanyak 399 jiwa, secara administrasi desa terbagi
menjadi 3 RT. Pekerjaan utama penduduk adalah sebagai petani,
buruhtani, pedagang, dan pencari ikan di sungai Martapura, dan
lainnya. Klasifikasi desa Sungai Rangas termasuk desa swasembada
dengan klasifikasi LPM III. Jumlah penduduk miskin di Desa Sungai
Rengas Tengah sebanyak 35 jiwa (3,98 %), sedangkan jumlah balita
stunting sebanyak 28 jiwa (3,18 %).

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas Tengah


dari data Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018
untuk kegiatan Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) sebesar Rp

42 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

541.196.083,- dan untuk Pemberdayaan Masyarakat sebesar Rp


81.001.258,-; Sedangkan pada 2019 digunakan untuk Pembangunan
Desa (infrastruktur/PKTD) Rp. 434.963.340,-; untuk Pembinaan
Masyarakat RP 24.996.000,-; dan untuk Pemberdayaan Masyarakat
Rp 8.760.000,-.

4.1.1.3. Desa Pesayangan Utara Kec. Martapura

Desa Pesayangan Utara ini memiliki status desa berkembang


yang berjarak 4 Km dari pusat ibukota kabupaten dan berjarak 6,3
Km ke pusat Kecamatan. Luas wilayah Pesayangan Utara adalah 0,6
Km2 yang dihuni penduduk sebanyak 1.491 jiwa terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 878 jiwa dan perempuan sebanyak 613
jiwa, secara administrasi desa terbagi menjadi 4 RT. Pekerjaan
utama penduduk adalah sebagai buruh, pedagang, pegawai, dan
lainnya. Rincian kondisi penduduk terdiri dari Pendataan Keluarga
sebanyak 595, meliputi: KPS 6, KS I 227, KS II 189, KS III 168, KS
III Plus 5. Jumlah penduduk miskin di Desa Pesayangan Utara
sebanyak 12 jiwa (0,80 %), dan jumlah balita stunting sebanyak 6
jiwa (0,40 %)

Alokasi PKTD yang terserap di desa Sungai Rengas Tengah


dari data Dinas PMD Kabupaten Banjar (2019), serapan pada 2018
hanya untuk Pembangunan Desa (infrastruktur/PKTD) sebesar Rp
635.696.000; Sedangkan pada 2019 untuk Penyelenggaraan
Pemerintahan sebesar Rp 4.758.000,-; untuk Pembangunan Desa
(infrastruktur/PKTD) sebesar Rp. 374.985.724,-; untuk Pembinaan
Masyarakat RP 3.616.000,-; dan untuk Pemberdayaan Masyarakat
sebesar Rp 22.332.400,-

Pelaksanaan oleh desa untuk Dana Desa di Kabupaten Banjar


masih ditemui berbagai permasalahan terutama dalam pelaporan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 43


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

Hal ini ditunjukkan bahwa untuk pelaporan penggunaan Dana Desa


hingga akhir Desember 2018 ini, baru 76 persen desa di Kabupaten
Banjar yang menyampaikan laporan penggunaan dana desa.
Penggunaan Dana Desa di desa sampel disajikan pada Tabel 4.2
berikut.
Tabel 4.2 Identifikasi Penggunaan DD untuk Program PKTD di
Kabupaten Banjar
I. Desa Sungai Rengas
A. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
1. Honorarium dan operasional TK/PAUD dan TK Al-
Qur’an
2. Peralatan Poskesdes
3. Honorarium dan operasional Posyandu
4. Pengadaan mobil Ambulan
5. Honorarium dan operasional Posbindu
6. Pembangunan jalan lingkungan
7. Pembangunan titian ulin
8. Pembangunan jalan usahatani tanggul seberang
9. Pembangunan jalan turunan irigasi
10. Pembangunan jembatan irigasi
11. Pembangunan Gedung Serbaguna
12. Rehab WC Masyarakat
13. Pembangunan WC Umum
14. Pengadaan tanah untuk pembuangan sampah
15. Informasi public desa
B. Bidang Pembinaan Masyarakat Desa
C. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa
1. Rehab Lumbung Padi
2. Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa
3. Penyelenggaraan Kampung KB
4. Pelatihan Pengelolaan BUMDesa
D. Penanggulangan bencana, keadaan darurat dan
mendesak

44 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Lanjutan Tabel 4.2


II. Desa Sungai Rengas Tengah
1. Pemeliharaan Gedung PAUD
2. Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan jalan Desa antar
permukiman ke lokasi wisata
3. Pembelian tanah untuk pengelolaan sampah
4. Pemeliharaan sambungan air bersih ke rumah tangga
(PIPANISASI)
5. Pengembangan pariwisata tingkat desa
6. Pembangunan/rehabilitasi/peningkatan sarana dan prasarana
Kepemudaan dan Olah Raga milik desa
7. Pemeliharaan pemakaman/ situs bersejarah/ petilasan
8. Pengadaan papan informasi
9. Pembangunan dan peningkatan jalan pinggir sungai
10. Penyelenggaraan Kampung KB
11. Pemasangan Petunjuk arah
12. Pembangunan jalan desa

Sedangkan Dana Desa yang digunakan untuk program PKT


Desa dapat diidentifikasi dari 2 desa sampel sebagai berikut:

a) Di Desa Rengas, kegiatan PKT Desa meliputi kegiatan:


1) Pembangunan jalan lingkungan,
2) Pembangunan titian ulin,
3) Pembangunan jalan usahatani tanggul seberang,
4) Pembangunan jalan turunan irigasi,
5) Pembangunan jembatan irigasi,
6) Pembangunan Gedung Serbaguna,
7) Rehab WC Masyarakat, dan
8) Pembangunan WC Umum.

b) Di Desa Rengas Tengah, kegiatan PKT Desa meliputi kegiatan:


1) Pemeliharaan sambungan air bersih ke rumah tangga
(pipanisasi),
2) Pengembangan pariwisata tingkat desa,

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 45


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

3) Pembangunan/rehabilitasi/peningkatan sarana dan prasarana


Kepemudaan dan Olah Raga milik desa,
4) Pembangunan dan peningkatan jalan pinggir sungai, dan
5) Pembangunan jalan desa.

Di kedua desa sampel tersebut program PKTDesa pada tahun


2018 masih belum mengalami kesulitan dalam melaksanakan untuk
mencapai tenaga kerja sebesar 30 persen dana desa yang digunakan
untuk pembangunan. Sedangkan untuk tahun 2019 pun desa
tersebut masih dengan mudah memprogramkan PKTDesa. Justru di
desa tersebut disambut oleh masyarakat dengan baik, hanya saja
kesulitan untuk menentukan peserta sesuai dengan petunjuk
teknisnya, karena semua masyarakat desa sangat antusias untuk
mengikutinya. Apalagi masyarakat yang sebagian besar petani sudah
tidak ada kegiatan untuk pertanian atau dalam masa menunggu.
Aparat desa tidak mampu mengendalikan masyarakat yang berminat
mengikuti program PKTDesa.

4.1.2. Implementasi PKTD

Mekanisme Implementasi PKTD adalah:


1) Setiap kegiatan fisik (30 %) dialokasikan untuk kegiatan PKTD.
2) APBDes sudah berjalan sesuai dengan hasil musyawarah desa.
3) Tingkat Kecamatan: Sosilisasi oleh TA dan pendamping, diikuti
oleh kepala desa/Pembekal dan Camat.
4) Tingkat desa: Pembakal melakukan musyawarah desa dengan
perwakilan penduduk desa (miskin, penganggur) dan tokoh-
tokoh masyarakat (agama, pendidikan) dijelaskan capian target
hingga 30 persen dari DD, sehingga masyarakat merasa senang.

46 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Program PKTD di Desa Rengas pada tahun 2018 digunakan


untuk pembangunan MCK masyarakat, karena sebelunmya
menggunakan MCK dipinggir sungai. Tepian sungai selanjutnya
digunakan untuk destinasi wisata tepi sungai. Kegiatan PKTD lainnya
yaitu pembangunan tanggul yang bisa dilakukan dengan
menggunakan alat berat, sehingga sedikit penyerapan tenaga
kerjanya.

Penyerapan tenaga kerja untuk pembangunan MCK hanya


mampu 4-5 orang selama 1,5 bulan bekerja dengan upah
Rp.150.000/hari. Pembangunan MCK di setiap rumah dikerjakan oleh
pemilik rumah dan tenaga ahli di bidang yang dibutuhkan/ahli
bangunan. Pelaksnaan PKTD di tiga RT berjalan secara bersamaan
saat tidak ada kegiatan usahati. Karena pembangunan MCK
membutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan terbatas yang
dimiliki, maka untuk memenuhi dapat diambilkan tenaga dari luar
desa. Persyaratan PKTD untuk serapan tenaga kerja sampai 30

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 47


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

persen di desa Sungai Rangas di tahun 2018 dapat terpenuhi. Tapi


untuk tahun 2019 rencana untuk membangun jalan tani yang lebih
besar menyerap tenaga kerja, sehingga tidak kesulitan untuk
mencapai penyerapan tenaga kerja 30 persen. Mendatang bila
program PKT-Desa masih diteruskan, maka diusulkan batasan
penyerapan tenaga kerja sebaiknya berkisar antara 10-20 persen
agar tidak terjadi permasalahan untuk pemenuhan target
penyerapan tenaga kerja dan menjaga kualitas hasil.

Program PKTD di Desa Rengas Tengah pada tahun 2018


digunakan untuk pembuatan paving. Penyerapan tenaga kerja untuk
pembuatan paving berada di 3 RT dan setiap tempat menyerap 8-10
orang. Jadi jumlah tenaga kerja sebanyak 24-30 orang setiap giliran
kegiatan. Lama keikutsertaan dalam kegiatan PKT lamanya 1-1,5
bulan per orang. Upah yang diterima didasarkan pada hasil cetakan.
Setiap orang dapat menghasilkan rata-rata 100 biji per hari dan
dibayar seharga Rp.750,-/biji. Jadi setiap orang mendapat upah
sebesar Rp.75.000 per hari atau sebesar Rp.3.375.000 yang diterima
setiap peserta selama berjalannya program PKT.

Permasalahannya bagi peserta PKT di Desa Rengas Tengah


yang sebagian besar masyarakat pekerjaan utamanya di bidang
pertanian adalah kurang minat bila pelaksanaannya bersamaan
dengan musim kegiatan usahatani. Tetapi, bila pelaksanaan sesuai
waktu tunggu pekerjaan pertanian, maka peminat sangat banyak
atau hampir semua masyarakat. Hasil dari keikutsertaan program
PKT dirasakan sangat bermanfaat dan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari sambil menunggu saat dimulainya
kegiatan usahatani.

48 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Persyaratan PKTD untuk serapan tenaga kerja sampai 30


persen di desa Sungai Rengas Tengah di tahun 2018 dapat
terpenuhi. Tapi untuk tahun 2019 rencana untuk membangun jalan
tani yang lebih besar menyerap tenaga kerjanya. Sehingga tidak
kesulitan untuk mencapai penyerapan tenaga kerja 30 persen.

Mendatang bila program PKT-Desa masih diteruskan, maka


diusulkan batasan penyerapan tenaga kerja sebaiknya berkisar
antara 10-20 persen agar tidak terjadi permasalahan dalam
pemenuhan target penyerapan tenaga kerja dan menjaga kualitas
hasil.

Program PKTD di Desa Pesayangan Utara pada tahun 2018


digunakan untuk betonisasi jalan kampung, pembersihan saluran air.
Penyerapan tenaga kerja untuk betonisasi jalan cukup banyak
penyerapan tenaga kerjanya. Upah yang diterima untuk tenaga ahli
sebesar Rp.150.000 per hari dan untuk tenaga pembantu sebesar

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 49


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

Rp. 100.000 per hari. Permasalahan program PKT di Desa


Pesayangan Utara yang sebagian besar masyarakat pekerjaan
utamanya di bidang jasa dan perdagangan, sehingga sangat sulit
untuk memenuhi tenaga kerja minimal 30 persen.

4.2. Kabupaten Demak

4.2.1. Penggunaan Dana Desa

Rata-rata jumlah Dana Desa yang dialokasikan per desa


di Kabupaten Demak terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2018 jumlah DD Kab. Demak sebesar Rp
229.565.688.000,- dan tahun 2019 sebesar Rp 276.950.857.000,-
dan tahun 2019 sebesar Rp 276.950.857.000,-. Jumlah Dana Desa
yang dialokasikan di Kab Demak pada Tahun 2015-2019 disajikan
pada Grafik 4.2 berikut.

Grafik 4.2 Rata-Rata Dana Desa di Kab. Demak Th. 2015-2019

Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Demak


2019.

50 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Sedangkan penyebaran DD pada semua status desa


mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sementara rata-rata
persentase digunakan untuk biaya PKTD cenderung semakin kecil
pada desa sangat tertinggal sampai dengan desa maju, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Rata-Rata Dana Desa Berdasarkan Status dan Persentase


PKTD

Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Demak,


2019.
Penggunaan dana desa untuk pembangunan sangat dominan
dibandingkan dengan penggunaan untuk pembinaan masyarakat.
Pembangunan yang dimaksudkan adalah untuk membangun
infrastruktur desa yang mencapai 95 persen lebih dana desa dan
memang masih dibutuhkan oleh penduduk.
Tabel 4.4 Rata-rata Penggunaan Dana Desa Tahun 2018-2019 di
Kabupaten Demak

Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Demak,


2019.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 51


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

4.2.1.1. Desa Sambiroto (Desa Berkembang)

Desa Sambiroto Kecamatan Gajah Kabupaten Demak sukses


menata dan membangun Desa dengan menggunakan Anggaran
Program Dana Desa (DD) Tahun 2018. Dana yang dianggarkan dari
APBN melalui Pemda Kabupaten Demak telah sukses memajukan
pembangunan di wilayah Desa Sambiroto. Kegiatan pembangunan
di desa Sambiroto yang bersumber dari Dana Desa (DD) sudah
dilaksanakan sesuai dengan Juklak ataupun Juknis, sedangkan
pelaksanaannya untuk tahun 2018 berbeda dengan tahun
sebelumnya. Perbedaan pelaksaannya untuk tahun 2018
dilaksanakan secara swakelola ditambah dengan dipadatkaryakan
(PKT) dengan melibatkan kelompok masyarakat kurang mampu dan
stunting.

Jumlah Dana Desa yang diterima pada tahun 2017 sebesar Rp


803.137.000,-, Tahun 2018 sebesar Rp 755.481.000,- dan Tahun

52 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

2019 Desa Sambiroto menerima Dana Desa sebesar Rp


872.450.000,- (lebih besar dari tahun sebelumnya). Pada Tahun
2017 Dana Desa yang digunakan untuk kegiatan PKTD persentase
penggu-naan upah (HOK/pagu kegiatan) sebesar 22% digunakan
untuk pembu-atan Talud di 4 titik yaitu di Dukuh Klayu, Dukuh Bogo,
Blok bebek Desa Sambiroto dan pembuatan pagar TK. Pada Tahun
2018 anggaran yang digunakan untuk PKT sebagian besar untuk
kegiatan Fisik yaitu sebesar Rp 561.013.500,-.

Kegiatan yang dipadat-karyakan pada tahun tersebut yaitu


peninggian badan jalan/pengurugan badan jalan yang terletak di
jalan Blok Bebek Desa Sambiroto, Pengurugan lapangan, Drainase
Barat Dukuh Bogo, Drainase Dukuh Sambiroto, Drainase Dukuh
Klayu, Pagar Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pengerasan Halaman TK.

Alokasi penggunaan upah (HOK/Pagu Kegiatan) sebesar Rp


170.317.500,- (31,96%) dari Pagu Anggaran Kegiatan Fisik sebesar
Rp 561.013.500,-. Pada Tahun 2019 dana yang telah digunakan
untuk kegiatan bidang pembangunan sebesar Rp 773.867.650,- dan
untuk bidang pemberdayaan sebesar Rp 77.627.000,-.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 53


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

Tabel 4.5 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan Penggunaannya serta


persentase untuk PKTD di Desa Sambiroto

Sumber: Data Desa Sambiroto (Diolah), Juni 2019.


Mekanisme penentuan sasaran peserta PKTD pada Tahun 2017
persyaratan tenaga kerja PKTD tidak terpenuhi sehingga diambilkan
tenaga kerja dari luar desa, begitu juga pada tahun tahun 2018.

Penyerapan tenaga kerja sekitar 4 – 10 orang, yang berasal


dari desa atau luar desa dan menggunakan tenaga terampil dan alat
berat. Biasanya masyarakat yang mengikuti kegiatan ketika tidak ada
kegiatan usahatani. Menurut pelaksana/aparat desa bahwa program
PKT sebenarnya kurang efektif dan efisien disebabkan mengalami
kesulitan dalam menentukan kegiatan pembangunan membutuhkan
tenaga kerja sampai 30 persen. Rata-rata kebutuhan kegiatan
pembangunan fisik hanya membutuhkan 10 sampai 18 persen
tenaga kerja. Upah yang diterima sebesar Rp.50.000/tengah hari (5
jam kerja) dan sebesar Rp.100.000/hari s.d Rp 120.000,- (8-9 jam
kerja).

Kendala pelaksanaan PKTD disebabkan 1) tidak semua desa


memiliki kegiatan yang dapat di padat karyakan. Dalam kondisi
tidak ada kegiatan yang dapat dipadatkaryakan, Pemerintah Desa
harus “mencari-cari kegiatan” yang terkesan dipaksakan agar
target 30% tercapai. Akibatnya, secara penganggaran, tidak sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sementara dengan
standar SNI, kebutuhan tenaga kerja maksimum 20%. 2) Tidak
semua perserta PKT adalah penduduk miskin yang terdaftar

54 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

karena sebagian penduduk yang tidak terdaftar dan merasa


membutuhkan “upah” juga ikut-ikutan bekerja. Sementara itu,
pelaksana kegiatan tidak berani melarangnya.

4.2.1.2. Desa Gedangalas (Desa Tertinggal)

Desa Gedangalas pada Tahun 2018 merupakan desa


tertinggal, tetapi pada Tahun 2019 meningkat statusnya menjadi
desa berkembang. Luas wilayah desa adalah 256,65 Ha. Jumlah
penduduk pada tahun 2019 3.647 jiwa, terdiri 1.894 jiwa laki-laki dan
1.753 jiwa perempuan. Berdasarkan tingkat kesejahteraan (pra
sekahtera dan KSI) masih terdapat sebanyak 495 jiwa. Jumlah
pengangguran sebanyak 124 orang (usia sekitar 19 – 28 tahun) dan
setengah pengangguran sebanyak 377 orang (usia sekitar 29 – 40
tahun). Secara administrasi desa terdiri dari 3 Dusun, 5 RW dan 21
RT. Mata perncaharian penduduk adalah petani, buruh tani,
wiraswasta, pedagang dan lainnya.
Tabel 4.6 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan Penggunaannya di Desa
Gedangalas

Sumber: Data Desa Gedangalas (Diolah), Juni 2019.

Jumlah Dana Desa yang diterima pada tahun 2017 sebesar Rp


850.939.000,-, Tahun 2018 sebesar Rp 1.016.918.000,- dan Tahun
2019 menerima sebesar Rp 1.024.616.000,-. Kegiatan pembangunan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 55


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

di desa Gedangalas yang bersumber dari Dana Desa (DD)


dilaksanakan sesuai dengan Juklak ataupun Juknis yang telah
ditetapkan berupa Peraturan Bupati (Perbup). Tahun 2017 sampai
dengan Tahun 2019. Dana Desa yang digunakan untuk kegiatan
PKTD persentase alokasi penggunaan upah (HOK/pagu kegiatan)
bisa terpenuhi sebesar 30 persen.

Kegiatan PKTD di Desa Gedangalas pada tahun 2018


digunakan untuk membersihkan rumput dan sampah disisi-sisi
sungai serta pengerukan/pendalaman sungai (normalisasi sungai),
pembangunan Gedung Olah Raga, langsir material dan
pembangunan jalan tani. Penyerapan tenaga kerja sekitar 4 – 15
orang, dengan system bekerja dilakukan secara bergilir, setiap orang
bekerja antara 7 hari s.d 1 bulan. Upah yang diterima berdasar jam
kerja yaitu sebesar Rp.50.000/tengah hari (5 jam kerja) dan sebesar
Rp.100.000/hari s.d Rp 120.000,- (8-9 jam kerja).

Permasalahan kegiatan PKTD di Desa Gedangalas yang


sebagian besar masyarakatnya bekerja di bidang pertanian, 1) bila
PKTD dilaksanakan diluar musin bertani peminatnya sangat banyak,
sehingga petugas kewalahan untuk menentukan kelompok sasaran.
2) Waktu kerja yang hanya terbatas yaitu 4-20 hari/orang/tahun
dengan upah Rp 50.000/hari. Pendapatan dan kesempatan kerja
cukup bermanfaat manakala PKT dilaksanakan di luar musim
panen. Pada musim panen, orang cenderung bekerja di sawah
dengan upah Rp 100.000,-125.000,-/hari. Di samping itu, upah
PKT oleh masing-masing tenaga kerja tidak digunakan semata-
mata untuk meningkatkan gizi keluarga, tetapi juga untuk membeli
rokok dll.

56 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

4.2.1.3. Desa Sriwulan (Desa Tertinggal Dekat Perkotaan)

Desa Sriwulan Keacamatan Sayung mewakili desa dekat


perkotaan, terletak pada jalur Pantura Semarang – Demak. Desa ini
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Karang Tengah, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Mranggen, serta sebelah Barat
berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak ke ibukota Demak sekitar
16 Km, ke kota Semarang sekitar 8 Km. Luas tanah kering Desa
Sriwulan sekitar 4,02 Km2, tidak ada persawahan. Tanah Bengkok
dan Kas Desa seluas 75.838 Ha terendam rob. Setiap tahun
masyarakat Desa Sriwulan selalu menghadapi masalah rob yang naik
sekitar 30 cm tiap tahun. Biaya terbesar yang dialami masyarakat
yaitu untuk peninggian rumah agar tidak tergenang rob.

Desa Sriwulan terdiri dari 7 Dusun, 9 RW dan 74 RT. Jumlah


penduduk 12.545 jiwa terdiri dari penduduk dewasa sebanyak 9.283
jiwa terdiri dari 4.558 laki-laki dan 4.725 perempuan. Jumlah
penduduk anak-anak 3.262 jiwa terdiri sejumlah 1.680 anak laki-laki
dan 1.582 anak perempuan. Mata pencaharian sebagian
penduduknya adalah buruh pabrik atau buruh bangunan, buruh
tambak dan lainnya.

Jumlah Dana Desa yang diterima Desa Sriwulan pada tahun


2017 sebesar Rp 875.507.000,-, dan Tahun 2018 sebesar Rp
764.882.000,-. Kegiatan pembangunan di desa Sriwulan yang
bersumber dari Dana Desa (DD) dilaksanakan sesuai Peraturan
Bupati (Perbup). Tahun 2017 Dana Desa digunakan untuk kegiatan
pembangunan sebesar Rp 649.507.000,- dan untuk kegiatan
pemberdayaan sebesar Rp 226.000.000,- meliputi pembiayaan
kegiatan Pengembangan Pos Kesehatan Desa dan Polindes sebesar

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 57


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

Rp 195.000.000,- dan kegiatan Pelatihan Usaha Ekonomi, Pertanian,


Perikanan dan Perdagangan sebesar Rp 31.000.000,-. Tahun 2018
Dana Desa yang digunakan untuk kegiatan Pembangunan sebesar
Rp 746.482.250,- dan kegiatan Pemberdayaan sebesar Rp
18.400.000,-.
Tabel 4.7 Jumlah Dana Desa, Realisasi dan Penggunaannya di Desa
Sriwulan Kecamatan Sayung

Sumber: Data Desa Sriwulan (Diolah), Juni 2019.

Program Dana Desa


untuk kegiatan PKTD di
Desa Sriwulan pada Tahun
2017 digunakan untuk
Kegiatan Pembangunan
Gedung Olah Raga dan
Pemeliharaan Jalan Desa
serta pemeliharaan Talud.
Kegiatan pemberdayaan
masyarakat yaitu pengem-
bangan Pos Kesehatan
Desa dan Polindes,
pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan,
pemberian makanan tambahan Balita dan Anak Sekolah untuk
mencegah stunting. Tahun 2018 digunakan untuk kegiatan lanjutan
pembangunan Gedung Olah Raga dan Pemeliharaan Jalan Desa,
pemeliharaan Saluran Drainase/Talud, Pembangunan dan

58 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

pemeliharaan Jembatan Desa, pembangunan dan Pemeliharaan


Sanitasi Lingkungan.

Tabel 4.8 Rata-Rata Penggunaan Dana Desa Untuk PKTD Tahun


2017-2019 di Kabupaten Demak

Sumber: Data Desa Sambiroto (Diolah), Juni 2019.


Data Desa Gedangalas (Diolah), Juni 2019.
Data Desa Sriwulan (Diolah), Juni 2019.

4.2.2. Implementasi Padat Karya Tunai

Pelaksanaan PKTD di Kabupaten Demak diatur dalam


Perbub No 11 Tahun 2019 Dalam Perbub tersebut, maka tahapan
implementasi sebagai berikut:

1. Sosialisasi mekanisme pelaksanaan PKT yang dilaksanakan


secara berjenjang. Sosialisasi di Kab diikuti perwakilan
kecamatan, kemudian dilanjutkan ke Desa (perwakIlan Desa,
BPD). Kegiatan sosialisasi dilaksanakan di Kabupaten yang diikuti
perwakilan dari kecamatan, kemudian dilanjutkan sosialisasi di
tingkat Desa yang diikuti oleh perwakilan Desa dan BPD.

2. Sosialisasi dilakukan secara berjenjang dari tingkat Kabupaten-


Kecamatan-sampai Desa. Kegiatan sosialisasi program PKT

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 59


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

kepada masyarakat masih belum dipahami secara baik. Sehingga


ada masyarakat yang beranggapan bahwa program PKT
merupakan kegiatan bagi-bagi uang oleh pemerintah. Hal ini
menyebabkan pelaksana/aparat desa, RT, dan RW tidak mampu
mengendalikan keinginan masyarakat untuk mengikuti kegiatan
PKT. Realita yang mengikuti program PKT tidak hanya
masyarakat usia kerja tetapi juga masyarakat yang sudah tua dan
perempuan. Karena terlalu banyak peserta dan ada yang usia
sudah lanjut, maka peserta hanya ikut-ikutan dan tidak sungguh-
sungguh bekerja atau datang hanya absen dan terima upah.

3. Tahap perencanaan dilaksanakan oleh masing-masing desa.


Perencanaan dilakukan dengan menentukan (focusing)
kegiatan yang akan dilaksanakan melalui KPT. Selanjutnya
menentukan warga miskin sebagai tenaga kerja padat karya
tunai. Tenaga kerja ditentukan dengan menggunakan buku
data, kemudian dibawa ke musyawarah desa. Secara
konsisten, angka 30% dana infratruktur untuk PKT tetap
dilaksanakan.

Kegiatan persiapan PKT di Desa dimulai dari tingkat


Kabupaten, Kecamatan dan desa untuk menentukan tempat yang
paling urgen untuk PKT. Pertimbangan karena program harus jalan
jadi PKT harus dimanfaatkan, misal membangun jalan. Jumlah
peserta didata oleh Ketua RT sebanyak 10 orang di masing-masing
wilayahnya. Kebutuhan desa dengan desa lain tidak sama, misal
Desa Gajah 30% tidak cukup PKTD sekitar 30 jt. Sebenarnya Desa
Gajah tidak butuh PKT. Tanggapan masyarakat seperti membagi
uang saja. Perencanaan Tenaga Kerja tidak mengalami kesulitan,
padahal masyarakat mempunyai momen-momen pekerjaan lain.
Ketika sasaran sudah ditentukan misal 15 orang, yang datang bisa

60 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

lebih banyak, apalagi yang lagi nganggur karena berkurangnya


pekerjaan di ladang. Menentukan kelompok sasaran, dilakukan
dengan mendata semua kelompok warga miskin, bila jumlah banyak
akan dibagi menjadi kelompok.

Tahap perencanaan dilaksanakan oleh masing-masing desa.


Perencanaan dilakukan dengan menentukan (focusing) kegiatan
yang akan dilaksanakan melalui PKT. Selanjutnya menentukan
warga miskin sebagai tenaga kerja padat karya tunai. Tenaga
kerja ditentukan dengan menggunakan buku data, kemudian
dibawa ke musyawarah desa. Secara konsisten, angka 30%
dana infratruktur untuk PKT tetap dilaksanakan.

Kegiatan sosialisasi program PKT kepada masyarakat masih


belum dipahami secara baik. Sehingga ada masyarakat yang
beranggapan bahwa program PKT merupakan kegiatan bagi-bagi
uang oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan pelaksana/aparat desa,
RT, dan RW tidak mampu mengendalikan keinginan masyarakat
untuk mengikuti kegiatan PKT. Realita yang mengikuti program PKT
tidak hanya masyarakat usia kerja tetapi juga masyarakat yang
sudah tua dan perempuan. Karena terlalu banyak peserta dan ada
yang usia sudah lanjut, maka peserta hanya ikut-ikutan dan tidak
sungguh-sungguh bekerja atau datang hanya absen dan terima
upah.

Kegiatan persiapan PKT di Desa dimulai dari tingkat


Kabupaten, Kecamatan dan desa untuk menentukan tempat yang
paling urgen untuk PKT. Pertimbangan karena program harus jalan
jadi PKT harus dimanfaatkan, misal membangun jalan. Jumlah
peserta didata oleh Ketua RT sebanyak 10 orang di masing-masing
wilayahnya. Kebutuhan desa dengan desa lain tidak sama, misal

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 61


Implementasi Penggunaan Dana Desa Melalui Padat Karya Tunai di Desa

Desa Gajah 30% tidak cukup PKTD sekitar 30 jt. Sebenarnya Desa
Gajah tidak butuh PKT. Tanggapan masyarakat seperti membagi
uang saja. Perencanaan Tenaga Kerja tidak mengalami kesulitan,
padahal masyarakat mempunyai momen-momen pekerjaan lain.
Ketika sasaran sudah ditentukan misal 15 orang, yang datang bisa
lebih banyak, apalagi yang lagi nganggur karena berkurangnya
pekerjaan di ladang. Menentukan kelompok sasaran, dilakukan
dengan mendata semua kelompok warga miskin, bila jumlah banyak
akan dibagi menjadi kelompok.

62 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab V
Pencapaian Sasaran dan Kendala
Padat Karya Tunai di Desa

Sasaran program PKTD adalah: 1) Peningkatan Pendapatan,


2) Peningkatan Produktivitas, 3) Kesempatan Kerja, 4) Penurunan
Jumlah Balita Kurang Gizi, 5) Peningkatan Akses pada Pelayanan
Dasar, 6) Peningkatan Akses Kegiatan Ekonomi, dan 7) Peningkatan
Partisipasi Masyarakat. Bab ini akan menganalisis pencapaian dan
kendala pencapaian sasaran implementasi penggunaan Dana
Desa melalui Padat Karya Tunai di Kabupaten Demak dan
Kabupaten Banjar.

5.1. Pencapaian Sasaran PKT

Hasil analisis tematik terhadap pencapaian sasaran program


PKTD di di Kabupaten Demak dan Kabupaten Banjar sebagaimana
dalam Tabel 5.2. Secara umum terlihat bahwa PKTD tidak
secara optimal berpengaruh pada peningkatan produktivitas,
pendapatan, kesempatan kerja, dan penurunan balita kurang gizi.
Artinya program PKT belum secara optimal mencapai sasaran.
Walaupun demikian, implementasi PKT di sebagian desa disambut
gembira oleh sebagian penduduk karena dapat memberi
penghasilan pada saat dibutuhkan meskipun dalam periode yang

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 63


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

singkat. Di samping itu, mereka dapat bekerja beramai-ramai


dengan para tetangganya.

5.1.1. Peningkatan Pendapatan dan Kesempatan Kerja

Program PKT dapat memberikan tambahan penghasilan


sementara pada waktu bukan musim tanam dan panen, namun
belum bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka
panjang. Sebagian besar masyarakat di dua kabupaten bekerja
di bidang petanian. Pada musim-musim tertentu, lahannya
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengolah lahan,
menanam, memelihara, dan memanen. Di luar musim tersebut,
mereka bekerja serabutan atau bahkan ke luar lokasi untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.

Di Kabupaten Banjar, musim tanam hanya setahun sekali. Di


luar musim padi, mereka bekerja sebagai nelayan di sungai,
menganggur, atau mencari pekerjaana lainnya. Di Kabupaten
Demak, musim padi setahun dua kali. Di luar musim padi,
mereka bekerja sebagai buruh di dalam atau di luar desa.

Adanya program PKTD di desanya, dirasakan oleh masyarakat


dapat membuka kesempatan kerja dan menambah pendapatan.
Tetapi karena waktunya terbatas, sehingga manfaat yang dirasakan
juga terbatas pula. Waktu yang terbatas ini, juga karena
implementasi PKTD diberlakukan untuk seluruh warga sehingga
setiap orang mendapat kesempatan yang terbatas.

Program PKTD secara umum memang dapat memberikan


kesempatan kerja kepada masyarakat setengah penganggur
maupun penganggur yang bersifat sementara. Hasil diskusi dengan
Ketua Rukun Tetangga (RT) yang diberikan kewenangan untuk
memilih warganya ikut program PKTD mengalami permasalahan

64 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

tersendiri. Hampir semua warganya mau mengikuti program


disebabkan mereka dalam keadaan setengah menganggur
menunggu kegiatan di bidang pertanian. Kesempatan bekerja di
program PKTD untuk masyarakat sangat terbuka dalam waktu
tertentu.

5.1.2. Peningkatan Produktivitas

Untuk program PKTD yang terkait dengan peningkatan


produktivitas masih belum tampak. Hal ini disebabkan kegiatannya
belum diperuntukkan untuk hal tersebut. Karena meningkatnya
produktivitas membutuhkan program-program yang khusus seperti
pelatihan bertani, dan lainnya.
5.1.3. Penurunan Kemiskinan dan Jumlah Balita Kurang
Gizi

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Kabupaten


Banjar jauh lebih kecil dinandingkan dengan dari Kabupaten
Demak. Tetapi, jumlah dan persentase penduduk miskin di
kedua kabupaten tersebut terus mengalami penurunan dari
tahun ke tahun (Tabel 5.1). Walaupun demikian, tidak berarti
bahwa penurunan itu terkait langung dengan PKTD.

Hasil wawancara, observasi dan diskusi di kedua lokasi


penelitian menujukkan bahwa Program PKTD belum terkait
langsung dengan menurunkan kemiskinan dan jumlah balita
kurang gizi. Hal ini karena tambahan pendapatan dan kesempatan
kerja dari PKTD masih terbatas, sehingga pengaruhnya terhadap
gizi masyarakat belum sampai pada tahap penurunan jumlah.
Dari hasil wawancara, upah yang diterima peserta program PKT
juga tidak digunakan sepenuhnya untuk pemenuhan gizi (beli susu,
telur), tetapi digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 65


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

yang sebagian besar tidak ada korelasinya mengatasi stunting atau


kekurangan gizi.

Penurunan jumlah stunting di desa-desa sampel Kabupaten


Demak misalnya, menurut informan di kabupaten, kecamatan
dan desa; disebabkan karena program-program khusus
penurunan stunting yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah
yaitu Dinas Kesehatan melakukan program pendampingan stunting,
yaitu program pendampingan sasarannya adalah keluarga balita
yang memiliki permasalahan gizi yaitu gizi kurang dan gizi buruk
selama 9 bulan. Pendampingan ini dengan tujuan merubah perilaku
masyarakat sebagai penyebab dasar gizi buruk.
Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk
Miskin di Kabupaten Banjar dan Demak

Sumber: Kabupaten Demak Dalam Angka, 2018.


Kabupaten Banjar Dalam Angka, 2018.

5.1.4. Peningkatan Akses pada Pelayanan Dasar dan


Ekonomi

Program PKTD umumya digunakan untuk membangun atau


memperbaiki jalan menuju berbagai pusat kegiatan sosial dan
ekonomi yang dirasakan oleh seluruh warga sehingga program ini
bermanfaat dalam peningkatan akses pada pelayanan dasar.
Warga menjadi lebih mudah menuju ke Pusat pengobatan,

66 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

pendidikan, pasar, atau mengakses tempat kerja seperti lahan


dan sungai tempat mencari ikan.

5.1.5. Peningkatan Partisipasi Masyarakat

Hasil analisis tematik capaian sasaran PKTD di Kabupaten


Banjar dan Demak ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Capaian Sasaran PKTD (Hasil Analisis Tematik) di
Kabupaten Banjar dan Demak

Sumber: Hasil Analisis tematik dari hasil wawancara, observasi dan


FGD di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Demak.

Walaupun program KPTD tidak secara significant


berpengaruh pada peningkatan produktivitas, pendapatan,

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 67


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

kesempatan kerja, dan penurunan balita kurang gizi, tetapi


implementasi PKT umumnya disambut gembira oleh sebagian
penduduk karena dapat memberi penghasilan pada saat
dibutuhkan meskipun dalam periode yang singkat. Di samping
itu, mereka dapat bekerja beramai-ramai dengan para tetangganya.
Pekerjaan berama-ramai ini meningkatkan partisipasi masyarakat
terhadap kegiatan di desanya, tetapi dikhawatirkan justru akan
menurunkan budaya gotong royong. Apabila sebelumnya bersedia
bekerja tanpa upah melalui sistem gotong royong, dengan adanya
PKTD ada kecenderungan meminta upah.

5.2. Kendala Pencapaian Sasaran Padat Karya Tunai

Pencapaian sasaran PKT di Kabupaten Banjar dan Demak


kurang optimal. Hal ini terlihat dari indikasi terbatasnya Dampak
PKT terhadap perbaikan Balita kurang gizi, peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk miskin, dan
peningkatan produktivitas penduduk miskin.

5.2.1. Kendala di Kabupaten Banjar

Akar masalah kurang optimalnya pencapaian sasaran PKT


(Gambar 5.1) adalah:

1) Kebijakan minimum 30% DD bidang pembangunan turun


mendadak dan tidak disertai Juknis dan juklak yang operasional.
2) Jenis pekerjaan yang dapat dikelola dengan menggunakan
skema PKT di sebagian desa terutama yang dekat dengan
perkotaan, terbatas.
3) Jumlah penganggur pada musim panen/tanam di sebagian
desa terbatas, sementara sebagian penduduk miskin malas
bekerja atau berproduktivitas rendah.
4) Adanya tuntutan pembangunan infrastruktur sesuai standar
SNI.

68 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Akibat dari berbagai akar masalah tersebut, sebagian Desa


kesulitan menerapkan ketentuan minimum PKT 30% dengan tetap
mematuhi standar SNI, istilah PKT memunculkan anggapan
“dibayar dengan kerja seadanya” di sebagian desa, dan PKT Tidak
dirancang untuk peningkatan produktivitas. Akibat selanjutnya
ialah durasi waktu PKT terbatas, dana PKT terbatas, dan peserta
PKT hampir semua unsur masyarakat (tidak tepat sasaran).
Keterkaitan antar berbagai faktor tersebut digambarkan dalam
skema sebagai berikut.

Gambar 5.1 Kendala Pencapaian Sasaran PKT di Kabupaten Banjar.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 69


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

5.2.2. Kendala di Kabupaten Demak

Kendala Implementasi PKT sebagai berikut:

1) Tidak semua desa memiliki kegiatan yang dapat di padat


karyakan. Dalam kondisi tidak ada kegiatan yang dapat
dipadatkaryakan, Pemerintah Desa harus “mencari-cari
kegiatan” yang terkesan dipaksakan agar target 30% tercapai.
Akibatnya, secara penganggaran, tidak sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI). Sementara dengan standar SNI,
kebutuhan tenaga kerja maksimum 20%.
2) Tidak semua perserta PKT adalah penduduk miskin yang
terdaftar karena sebagian penduduk yang tidak terdaftar dan
merasa membutuhkan “upah” juga ikut-ikutan bekerja.
Sementara itu, pelaksana kegiatan tidak berani melarangnya.
3) Pada desa-desa yang dekat perkotaan, tenaga kerja untuk
mengisi PKT sangat terbatas karena sebagian besar penduduk
telah memiliki pekerjaan yang memberikan upah lebih besar
dari upah PKT.

Kendala pencapaian sasaran yaitu waktu kerja yang hanya


terbatas yaitu 4-20 hari/orang/tahun dengan upah Rp 50.000/hari.
Pendapatan dan kesempatan kerja cukup bermanfaat manakala
PKT dilaksanakan di luar musim panen. Pada musim panen,
orang cenderung bekerja di sawah dengan upah Rp 100.000,-
125.000,-/hari. Di samping itu, upah PKT oleh masing-masing
tenaga kerja tidak digunakan semata-mata untuk meningkatkan
gizi keluarga, tetapi juga untuk membeli rokok dll.

Penurunan jumlah stunting di tiga desa menurut informan


di kabupaten, kecamatan dan desa; disebabkan karena program-
program khusus penurunan stunting yang dikembangkan oleh

70 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Pemerintah Daerah yaitu : Pemerintah melakukan intervensi dalam


dua skema. Pertama intervensi spesifik atau gizi dengan melakukan
pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak,
sumplementasi gizi, pemberian tablet tambah darah, dan konsultasi.
Kedua, intervensi sensitif atau non gizi seperti penyediaan sanitasi
dan air bersih, lumbung pangan, edukasi, sosialisasi dan sebagainya.
Sosialisasi meliputi pola pikir sehat dan perubahan perilaku.

Tidak semua desa memiliki kegiatan yang dapat di padat


karyakan. Dalam kondisi tidak ada kegiatan yang dapat
dipadatkaryakan, Pemerintah Desa harus “mencari-cari kegiatan”
yang terkesan dipaksakan agar target 30% tercapai. Akibatnya,
secara penganggaran, tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Sementara dengan standar SNI, kebutuhan
tenaga kerja maksimum 20%.

Tidak semua perserta PKT adalah penduduk miskin yang


terdaftar karena sebagian penduduk yang tidak terdaftar dan
merasa membutuhkan “upah” juga ikut-ikutan bekerja. Sementara
itu, pelaksana kegiatan tidak berani melarangnya.

Pada desa-desa yang dekat perkotaan, tenaga kerja untuk


mengisi PKT sangat terbatas karena sebagian besar penduduk
telah memiliki pekerjaan yang memberikan upah lebih besar
dari upah PKT. Waktu kerja yang hanya terbatas yaitu 4-20
hari/orang/tahun dengan upah Rp 50.000/hari. Pendapatan dan
kesempatan kerja cukup bermanfaat manakala PKT dilaksanakan di
luar musim panen. Pada musim panen, orang cenderung bekerja
di sawah dengan upah Rp 100.000,-125.000,-/hari. Di samping
itu, upah PKT oleh masing-masing tenaga kerja tidak digunakan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 71


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

semata-mata untuk meningkatkan gizi keluarga, tetapi juga untuk


membeli rokok dll.

Gambar 5.2 Kendala Pencapaian Sasaran PKT di Kabupaten Demak.

Dari hasil analisis pohon masalah (Gambar 5.2) terlihat


bahwa akar masalah sasaran PKT tidak tercapai secara optimal
di Kabupaten Demak ialah jenis pekerjaan dengan PKT terbatas,
tuntutan pembangunan infrastruktur sesuai standar SNI, kebijakan
minimum 30 persen DD infrastruktur untuk PKT datang
mendadak tanpa juknis yang jelas. Akar masalah tersebut secara
berjenjang mengakibatkan Pemerintah Desa kesulitan
menerapkan ketentuan minimum PKT 30 persen, Durasi PKT

72 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

terbatas, Dana PKT di sebagian lokasi terbatas, Peserta PKT


hampir semua unsur masyarakat (tidak tepat sasaran), Istilah
PKT memunculkan image “dibayar dengan kerja seadanya”, dan
PKT Tidak dirancang untuk peningkatan produktivitas. Akibatnya,
pencapaian sasaran program PKTD tidak optimal.

Beberapa catatan dari hasil FGD, dengan peserta Aparatur


Desa, Tenaga Ahli Pendamping, Tenaga Pendamping Desa,
masyarakat peserta program PKT, dan masyarakat lainnya bahwa:
1) Untuk mencapai sasaran, maka dalam pelaksanaan musyawarah
desa harus bisa menentukan kelompok sasaran PKT serta
menentukan prioritas jenis pekerjaan yang dapat menyerap
banyak tenaga kerja yang berpatokan pada regulasi yang berlaku.
2) Harus ada basis data terpadu yang dianalisis dari data BPS,
Kementerian Sosial, permasalahannya adalah data kemiskinan
yang ada tidak selalu di up date, sehingga untuk menetapkan
peserta perlu dimusyawarahkan. Karena banyak aplikasi pada
masing-masing kementerian dan memberikan data yang berbeda,
sehingga sulit untuk mensinkronkan data.
3) Pelatihan bisa menjadi alternatif untuk kegiatan PKT, sehingga
tidak semata-mata untuk kegiatan fisik tetapi untuk
meningkatkan daya saing dan kemampuan masyarakat.
4) Desa yang kondisinya seperti Sambiroto di Kec. Gajah, untuk
program PKT hanya bisa menyediakan tenaga kerja sekitar 20
persen dan juga memperhatikan musim dalam kegiatan
pertanian.
5) Kebutuhan desa satu dengan desa yang lain sangat berbeda,
misalnya untuk Desa Tertinggal yang dibutuhkan fisik tetapi
untuk desa berkembang dibutuhkan kegiatan yang bersifat
pemberdayaan dan pengembangan usaha ekonomi lokal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 73


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

6) Besaran penyerapan tenaga kerja tidak harus ditetapkan 30


persen tetapi disesuaikan dengan kebutuhan desa.

5.3. Perbaikan Kebijakan

Beberapa ekses implementasi PKT sebagai berikut:


1) PKT telah menurunkan budaya gotong royong. Menurut para
perangkat desa, saat ini sudah sulit mengajak gotong royong
tanpa imbalan upah.
2) PKT menurunkan budaya kerja dengan target. Ada kesan
bahwa PKT hanya untuk ramai-ramai sehingga bekerjanya
santai tanpa target output yang jelas.

Dari hasil FGD dan masalah-masalah yang dihadapi dalam


pencapaian sasaran dan implementasi PKTD, diperoleh
kesepakatan usulan perbaikan kebijakan sebagai berikut:
1) Istilah Padat Karya Tunai sebaiknya tidak digunakan lagi, karena
berkonotasi pemerintah bagi-bagi uang.
2) Target minimum 30 persen untuk PKT sebaiknya diganti dengan
maksimum 30 persen atau sesuai kebutuhan dan ketersediaan
tenaga kerja.
3) PKT sebaiknya dilaksanakan di luar musim kerja di sawah.
4) PKT tidak harus dalam kerangka pembangunan fisik, tetapi dapat
digunakan untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan seperti
pelatihan dll.
5) PKT harus disesuaikan dengan standar (SNI), produktivitas dan
kualitas terukur.

74 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Tabel 5.3 Regulasi, Temuan Lapang, dan Rekomendasi

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 75


Pencapaian Sasaran dan Kendala Padat Karya Tunai di Desa

76 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Bab VI
Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1. Kesimpulan

1. Program Padat Karya Tunai sudah diimplementasikan di


Kabupaten Banjar dan Kabupaten Demak dengan
persentase Dana Desa sebesar 30 persen di Kabupaten
Banjar dan 20-30 persen di Kabupaten Demak. Kendala
Implementasi PKT di kedua lokasi hampir serupa yakni
sebagai berikut:
a. Tidak semua desa memiliki kegiatan yang dapat di
padat karyakan. Dalam kondisi tidak ada kegiatan
yang dapat dipadatkaryakan, Pemerintah Desa harus
“mencari-cari kegiatan” yang terkesan dipaksakan agar
target 30 persen tercapai. Akibatnya, secara
penganggaran, tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Sementara apabila menggunakan
dengan standar SNI, kebutuhan tenaga kerja
maksimum hanya 20 persen.
b. Tidak semua peserta PKT adalah penduduk miskin
yang terdaftar karena sebagian penduduk yang tidak
terdaftar dan merasa membutuhkan “upah” juga ikut-
ikutan bekerja. Sementara itu, pelaksana kegiatan
tidak berani melarangnya.
c. Pada desa-desa yang dekat perkotaan, tenaga kerja
untuk mengisi PKT sangat terbatas karena sebagian

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 77


Kesimpulan dan Rekomendasi

besar penduduk telah memilki pekerjaan yang


memberikan upah lebih besar dari upah PKT, yaitu
bekerja di pabrik atau bekerja pada sektor jasa.
2. Pencapaian sasaran Program PKTD di kedua kabupaten
umumnya belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
optimalnya manfaat program PKTD bagi peningkatan
produktivitas kerja, terbatasnya peningkatan pendapatan
dan kesempatan kerja bagi kelompok sasaran.
Pencapaian sasaran yang sudah optimal hanya pada
peningkatan partisipasi masyarakat, peningkatan akses
pada pelayanan dasar, dan peningkatan akses ekonomi
di sebagian lokasi.
3. Implementasi Program PKTD juga memiliki ekses pada
penurunan budaya gotong royong, menurunkan budaya
kerja dengan target, dan dikhawatirkan dapat menurunkan
kualitas fisik yang dihasilkan.
4. Akar masalah Pencapaian sasaran di Kabupaten Banjar
sebagai berikut: (a) Kebijakan minimum 30 persen DD
bidang pembangunan turun mendadak dan tidak disertai
Juknis dan juklak yang operasiona; (b) Jenis pekerjaan
yang dapat dikelola dengan menggunakan skema PKT di
sebagian desa terutama yang dekat dengan perkotaan,
terbatas; (c) Jumlah penganggur pada musim
panen/tanam di sebagian desa terbatas, sementara
sebagian penduduk miskin malas bekerja atau
berproduktivitas rendah; (d) Adanya tuntutan
pembangunan infrastruktur sesuai standar SNI. Akibat
dari berbagai akar masalah tersebut, sebagian Desa
kesulitan menerapkan ketentuan minimum PKT 30% dengan
tetap mematuhi standar SNI, istilah PKT memunculkan
anggapan “dibayar dengan kerja seadanya” di sebagian
desa, dan PKT Tidak dirancang untuk peningkatan
produktivitas. Akibat selanjutnya ialah durasi waktu PKT

78 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

terbatas, dana PKT terbatas, dan peserta PKT hampir


semua unsur masyarakat (tidak tepat sasaran).
5. Akar masalah sasaran PKT tidak tercapai secara optimal
di Kabupaten Demak ialah jenis pekerjaan dengan PKT
terbatas, tuntutan pembangunan infrastruktur sesuai
standar SNI, kebijakan minimum 30% DD infrastruktur
untuk PKT datang mendadak tanpa juknis yang jelas.
Akar masalah tersebut secara berjenjang mengakibatkan
Pemerintah Desa kesulitan menerapkan ketentuan
minimum PKT 30%, Durasi PKT terbatas, Dana PKT di
sebagian lokasi terbatas, Peserta PKT hampir semua
unsur masyarakat (tidak tepat sasaran), Istilah PKT
memunculkan image “dibayar dengan kerja sedanya”,
dan PKT tidak dirancang untuk peningkatan
produktivitas. Akibatnya, pencapaian sasaran program
PKTD tidak optimal.
6.2. Rekomendasi
1. Untuk mengatasi kendala implementasi PKTD, maka:
a. Ketentuan target 30 persen perlu ditinjau kembali
dengan pertimbangan perbedaan kondisi desa, mata
pencaharian masyarakat, dan karakter penduduknya,
sehingka target 30 persen direvisi menjadi minimal
20 persen.
b. Setiap perubahan kebijakan PKTD, disosialisasikan
sejak T-1, disertai dengan juknis yang lebih rinci dan
operasional agar pelaksanaan PKTD dapat berjalan
dengan baik.
2. Pelaksanaan kegiatan PKTD tetap harus mengikuti prinsip:
tepat waktu, biaya, kualitas, dan sasaran. Oleh sebab itu:
a. PKTD harus tetap disesuaikan dengan standar (SNI),
produktivitas dengan kualitas terukur. Untuk itu,

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 79


Kesimpulan dan Rekomendasi

penggunaan standar SNI dalam pembangunan fisik


harus tetap diberlakukan.
b. Istilah PKT tidak dimunculkan kembali, karena
menimbulkan ekses penurunan gotong royong dan
sudah menjadi image di masyarakat bahwa program
tersebut seolah-olah kegiatan yang membagi-bagi uang,
sehingga mengurangi produktivitas dan kualitas hasil
pembangunan.
c. Untuk meningkatkan optimalisasi pencapaian sasaran
program PKTD dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan kelompok sasaran (penduduk miskin,
pengangguran, setengah pengangguran dan keluarga
dengan Balita gizi buruk); maka harus dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Tujuan PKTD disederhanakan menjadi: untuk (a)
meningkatkan pendapatan kelompok sasaran
(penduduk miskin, pengangguran, setengah
pengangguran dan keluarga dengan Balita gizi buruk),
(b) meningkatkan akses layanan sosial dan ekonomi
masyarakat desa.
2) PKTD diutamakan untuk kegiatan pembangunan
infrastruktur/fisik. Pada lokasi-lokasi yang kondisi
fisiknya sudah baik (desa dekat perkotaan), PKTD
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang dapat membuka peluang
kesempatan kerja, seperti pelatihan.
3) Penduduk kelompok sasaran (penduduk miskin,
pengangguran, setengah pengangguran dan keluarga
dengan Balita gizi buruk); harus diutamakan dalam
PKTD.
4) PKTD sebaiknya dilaksanakan di luar musim kerja di
sawah/lahan.

80 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Kajian Padat Karya Tunai di Desa

Daftar Pustaka

Bram, V., and Clarke, V. 2006. Using Thematic Analysis in


Psychology. Qualitative Research in Psychology, 3 (2).Pp. 77-
101: 1478-0887.

Enders W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Willey and


Sons, Inc. Green, P.J. and B.W. Silverman. 1994.
Nonparametric Regression and Generalized Linear Models A
Roughness Penalty Approach. London: Chapman & Hall.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:


Salemba Humanika.

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT.


Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Najiati, dkk. (2017). Dampak Dana Desa Pada Perekonomian.


Penerbit Puslitbang Kementerian Desa PDTT. Jakarta.

Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian


perilaku manusia (edisi.Ketiga). Depok: LPSP3 Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.

Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein,


Julie M. Hays, Arthur V. Hill.2004. A Review of the Causal
Mapping Practice and Research Literature. Second World
Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun,
Mexico, April 30 – May 3, 2004.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 81


Daftar Pustaka

Peraturan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas


Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.
Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No. 16 Tahun 2019
Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019.

Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 untuk Padat


Karya Tunai.

Pedoman Umum Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa Tahun


2018, Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan
Manusia dan Kebudayaan.

82 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.

Anda mungkin juga menyukai