Anda di halaman 1dari 78

PENGEMBANGAN

BADAN USAHA MILIK DESA


PERTANIAN PANGAN
(STUDI KASUS KECAMATAN GAJAH
KABUPATEN DEMAK)

Penulis:
Farida Yustina, Retno Anggraini,
Nur Ariyanto, Arif Purbantara,
Muhammad Fazri

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi
2019
Kata Sambutan

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) merupakan badan


usaha yang dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa berdasarkan kebutuhan dan potensinya. Sesuai
dengan kebutuhan dan potensinya tersebut diperlukan sebuah
model pengembangan BUM Desa agar dapat dijadikan praktek baik.
Salah satu model BUM Desa adalah BUM Desa yang mempunyai
unit usaha terkait dengan pengelolaan hasil pertanian pangan.

Model pengembangan BUM Desa pertanian pangan dapat


dilakukan dengan melakukan penguatan di tiap-tiap desa atau
bahkan dapat dilakukan dengan melihat peranan masing-masing
unit usaha (functional organization). Model tersebut
mensyarakatkan adanya kerjasama dari masing-masing unit usaha
BUM Desa secara simultan dalam pengembangan produk yang
dapat memberikan nilai tambah.

Buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran peluang


pengembangan BUM Desa dengan unit usaha di bidang pertanian
pangan (beras) baik melalui penyewaan alsintan maupun
perdagangan seperti pengembangan sentra beras. Model
pengembangan BUM Desa ini diharapkan menjadi salah satu
praktek baik dalam pengembangan BUM Desa yang diharapkan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. i


dapat direplikasi ke desa-desa lainnya yang mempunyai potensi
sejenis dalam pengembangan BUM Desanya.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang telah ikut berkontribusi dalam penyusunan buku laporan
ini.

Jakarta, Desember 2019


Plt. Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan

Sumarlan

ii Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Daftar Isi
Hal.
KATA SAMBUTAN i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Permasalahan 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Manfaat Penelitian 6
1.5. Batasan Penelitian 7
1.6. Alur Pikir 7
1.7. Metode Penelitian 7
1.7.1. Pendekatan Penelitian 7
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data 7

BAB II BUMDESA SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI


LOKAL
2.1. Dasar Pendirian BUM Desa 13
2.2. Tahapan Dalam Pendirian BUM Desa 16
2.2.1. Sosialisasi BUMDesa kepada Masyarakat 16
2.2.2. Pembentukan Tim Persiapan Pembentukan
BUM Desa 17
2.2.3. Rapat Pemetaan Potensi dan Pemilihan Unit 17
2.2.4. Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART) 17
2.2.5. Musyawarah Desa (Musdes) pembentukan
BUM Desa 18
2.2.6. Pemerintah Desa menetapkan Perdes BUM 18
Desa
2.3. BUM Desa dan BUM Desa Bersama 19
2.4. Kerjasama Antar Desa di BUM Desa Bersama Lawu
Sejahtera 20

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. iii


BAB III GAMBARAN UMUM PERTANIAN
3.1. Desa Banjarsari 25
3.1.1. Sumberdaya Alam 25
3.1.2. Sumberdaya Manusia 26
3.1.3. Sumberdaya sosial 27
3.1.4. Sumberdaya ekonomi 28
3.2. Desa Mlatiharjo 29
3.2.1. Sumberdaya Alam 29
3.2.2. Sumberdaya Manusia 30
3.2.3. Sumberdaya ekonomi 31
3.2.4. Kelembagaan 33
3.3. Desa Kedondong 35
3.3.1. Sumberdaya Alam 35
3.3.2. Sumberdaya Manusia 36
3.3.3. Sumberdaya ekonomi 37
3.3.4. Kelembagaan 37
3.3.5. Modal Fisik 37
3.4. Desa Tambirejo 38
3.4.1. Sumberdaya Manusia 38
3.4.2. Sumberdaya sosial 39

BAB IV PENGEMBANGAN BUMDESA PERTANIAN


4.1. Produk Unggulan Kecamatan Gajah 41
4.2. Peluang kerja sama antar desa dalam mendukung 43
pengembangan BUM Desa di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak
4.2.1. Beras Curah (Biasa) 45
4.2.2. Beras Premium 51
4.3. Strategi Pengembangan BUM Desa Pertanian Pangan 58
di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


DAFTAR PUSTAKA

iv Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Daftar Tabel
Hal.
Tabel 1.1 Narasumber Penelitian 9
Tabel 1.2 Desa-Desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten
Demak 11
Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Desa Banjarsari 26
Tabel 3.2 Sumberdaya Manusia Desa Banjarsari 26
Tabel 3.3 Sumberdaya Ekonomi Desa Banjarsari 29
Tabel 3.4 Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke
atas di Desa Mlatiharjo Tahun 2017 31
Tabel 3.5 Populasi Ternak Besar dan ternak Unggas di
Desa Mlatiharjo tahun 2017 32
Tabel 3.6 Penggunaan Lahan Desa Tambirejo 38
Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Desa
Tambirejo 39
Tabel 4.1 Produksi Pangan dan Hortikultura Kecamatan
Gajah 2018 42
Tabel 4.2 Syarat Komoditas Unggulan 42
Tabel 4.3 Harga pendapatan dan Pengeluaran Petani,
Penebas, dan Pemroses 48
Tabel 4.4 Kisaran Harga pendapatan dan Pengeluaran
Petani serta Pemroses 53
Tabel 4.5 Pemetaan Aktor Gabah Kecamatan Gajah 56
Tabel 4.6 Analisis SWOT 61

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. v


Daftar Gambar
Hal.
Gambar 1.1 Alur Pikir 8
Gambar 1.2 Lokasi Penelitian 11
Gambar 2.1 Pengaturan BUM Desa 15
Gambar 3.1 Tenaga Kerja Desa Kedondong 36
Gambar 4.1 Produk Unggulan Desa di Kecamatan Gajah 42
Gambar 4.2 Aliran Rantai Pasok Beras Premium
Kecamatan Gajah 45
Gambar 4.3 Aliran Rantai Pasok Beras Premium
Kecamatan Gajah 51

vi Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Badan Usaha Milik Desa atau disingkat dengan BUM Desa


merupakan salah satu program prioritas Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan
kebutuhan dan potensinya. Pertumbuhan BUM Desa diharapkan
dapat mengakomodir kepentingan masyarakat perdesaan yang
dikelola berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga masing-
masing BUM Desa dimungkinkan memiliki karakteristik unik yang
berbeda di tiap-tiap daerah.

Untuk membantu mempermudah masyarakat desa


menjalankan usahanya, Pasal 19 Permendesa No. 4 Tahun 2015
Tentang BUMDesa mengklasifikasikan aneka jenis usaha ke dalam
6 bagian, yaitu: serving/bisnis sosial, banking atau perbankan,
renting/persewaan, brokering/lembaga perantara, trading/
perdagangan, dan holding/usaha bersama. Dari keenamnya,
masyarakat desa cenderung memilih jenis usaha serving atau
pelayanan umum pada awal pendirian. Unit usaha yang dimaksud
dapat dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 1


Pendahuluan

guna, seperti air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan
dan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya yang
mudah ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa sehari-hari.

Dengan ketersediaan sumber daya alam di Indonesia yang


melimpah dan dukungan business plan yang memadai,
keberlangsungan BUMDesa bukanlah hal yang mustahil. Terlebih
jika dikaitkan dengan adanya empat bidang prioritas yang harus
dilakukan desa melalui program dana desa; produk unggulan desa,
pengembangan badan usaha milik desa, terbangunnya embung
desa dan pembangunan sarana olah raga desa, tentunya program-
program tersebut mendapatkan dukungan penuh dari berbagai
pihak. Salah satu program, produk unggulan wilayah desa (Prudes)
merupakan prioritas pertama yang harus dikawal. Prudes
dimaksudkan agar desa-desa memiliki produk unggulan berupa
jenis komoditas tertentu yang lahir dari desa dengan berbagai
kualitas yang tidak dimiliki wilayah lain. Seperti halnya beras di
daerah yang memiliki potensi pertanian pangan melimpah.

Beras merupakan salah satu jenis padi-padian yang paling


penting dikonsumsi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
Sebagai bahan makanan pokok utama, tingkat partisipasi konsumsi
beras di Indonesia mencapai 97,16%, yang artinya 97% lebih
rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi beras (BPS, 2018). Hal
ini menyebabkan komoditas beras memiliki nilai yang sangat
strategis., selain karena mengusai hajat hidup orang banyak juga
dapat dijadikan parameter stabilitas ekonomi dan sosial negara.
Apabila terjadi kelangkaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan
beras pada masyarakat, akan berdampak pada inflasi dan gejolak
sosial (Bulog, 2019).

2 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

Namun tingginya kebutuhan akan beras di tingkat konsumen,


belum diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan petani padi
secara keseluruhan. Witoro dalam Maman (MH Karmana, 2012)
mengungkapkan bahwa semakin besarnya kebutuhan akan
garapan untuk memenuhi pertambahan kebutuhan akibat
pertumbuhan penduduk, sehingga kalaupun perluasan itu terjadi
bersifat perluasan statis dan kehidupan petaninya tetap miskin.
Oleh karena itu, pembentukan model Prudes bahkan Prukades di
tingkat kawasan bertujuan agar masyarakat petani mendapatkan
nilai tambah dan kepastian dalam pemasaran hasil produksi melalui
integrasi hulu ke hilir dalam skema kerjasama kawasan agar
kegiatan pertanian lebih efisien dalam mencapai skala ekonomi.
Program ini juga menjadi alat untuk mengakselerasi peningkatan
status berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) dari yang
semula tertinggal menjadi berkembang dan yang berkembang
menjadi maju.

Kecamatan Gajah di Kabupaten Demak terdiri dari 18 desa


dengan luas tanah sawah sebesar 4.783 Ha dan produktivitas 63,16
kwintal/hektar. Total produksi padi per tahun di Kecamatan Gajah
mencapai 45.788 Ton (Demak, 2018). Secara nasional produktivitas
padi di Indonesia mencapai 53,03 kwintal/hektar, sedangkan pada
level Provinsi Jawa Tengah menembus angka 57,31 kwintal/hektar
(Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2017). Jika dibandingkan
dengan angka nasional dan provinsi, produktivitas padi di
Kecamatan Gajah berpotensi besar untuk menjadi produk unggulan
kawasan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2017) sektor


pertanian menyumbang 22,66 persen rumah tangga miskin di
Kabupaten Demak. Selama 3 tahun terakhir, meski ada

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 3


Pendahuluan

kecenderungan penurunan persentase penduduk miskin yang


bekerja di bidang pertanian namun lebih disebabkan karena alih
pekerjaan akibat dari tingginya biaya produksi pertanian tanpa
adanya kepastian hasil produksi. Ongkos terbesar yang dikeluarkan
oleh petani tersedot untuk biaya bibit dan penambahan barang
modal (Badan Pusat Statistik, 2017). Faktor ini menjadi salah satu
hal yang menyebabkan 13 dari 18 desa di Kecamatan Gajah masih
berada pada status tertinggal berdasarkan Indeks Desa
Membangun (IDM) 2015.

Di sektor ekonomi, hingga tahun 2019, Kecamatan Gajah


memiliki 18 BUM Desa dengan klasifikasi dasar 16 BUM Desa dan 2
BUMDesa pada klasifikasi tumbuh. (Demak P. K., 2019). BUMDesa
lahir sebagai pendekatan baru dalam usaha peningkatan ekonomi
desa berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Cara kerja BUM
Desa adalah dengan menampung kegiatan-kegiatan ekonomi
masyarakat dalam sebuah kelembagaan profesional yang tetap
bersandar pada potensi asli desa. Namun meskipun secara data
Kabupaten Demak merupakan sentra tanaman pangan, BUM Desa
yang tumbuh di Kecamatan Gajah tidak ada satupun yang
terkonsentrasi di bidang pertanian sawah, ataupun menginisiasi
pola kerjasama dengan Desa Inovatif Mlatiharjo untuk mendorong
gerak ekonomi Kecamatan Gajah yang berimbas pada
kesejahteraan petani secara luas

Desa Mlatiharjo merupakan salah satu desa tertinggal yang


terletak di sebelah Selatan Kecamatan Gajah, desa ini tergerak
untuk melakukan inovasi dalam meningkatkan semangat petani.
Beberapa kegiatan inovasi yang telah dilaksanakan antara lain di
bidang pertanian dan peternakan seperti pemuliaan padi,
pengadaptasian buah-buahan komersial serta pembibitan kambing

4 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

dengan pola kerjasama dengan peneliti Balai Tanaman Pangan


Bogor. Dari varietas padi yang ada saat ini, Desa Mlatiharjo sudah
menghasilkan beras merah, beras hitam, beras melati dan beras
sultan untuk dipasarkan ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan
Semarang. Bahkan Desa Mlatiharjo mendapatkan anugerah gelar
Desa Inovatif versi Balitbang Jawa Tengah untuk keberhasilannya.
Pencapaian Desa Mlatiharjo tak lepas dari peran BUMDesa yang
melakukan program kemitraan penanaman buah unggulan melalui
pola kerjasama dengan petani dan pemerintah desa sebagai
fasilitator dan pengawas (Suprihadi, 2014).

Kesenjangan permasalahan seperti yang digambarkan di atas


menunjukkan perlunya studi peningkatan kesejahteraan petani
melalui pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) atau
bahkan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) dalam
mendukung sektor pertanian pangan khususnya beras di
Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak merupakan salah satu
prioritas yang perlu diselesaikan. Beberapa bahasan tersebut juga
mengindikasikan pentingnya identifikasi potensi kerjasama desa
pada pengembangan BUM Desa beserta kendala dan tantangan
pengembangan potensi padi, sehingga tepat sasaran dan tepat
manfaat sesuai tujuan

1.2. Rumusan Permasalahan

Kabupaten Demak sebagai lumbung pangan Jawa Tengah


mempunyai potensi sumber daya alam berupa pertanian pangan
yang melimpah, namun belum termanfaatkan secara maksimal.
Ditandai dengan status perkembangan desa berdasarkan Indeks
Desa Membangun 2015 yang masih berada pada tingkat tertinggal.
Untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani melalui BUM

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 5


Pendahuluan

Desa, maka penelitian akan difokuskan dalam menjawab tiga


rumusan permasalahan, yaitu:

a) Bagaimana kelayakan pengembangan potensi padi sebagai


komoditas unggulan di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak?
b) Bagaimana peluang kerja sama antar desa dalam mendukung
pengembangan BUM Desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten
DemaK?
c) Bagaimana strategi pengembangan BUM Desa pertanian
pangan di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a) Menganalisis kelayakan pengembangan potensi padi sebagai


komoditaas unggulan di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak
b) Menganalisis peluang kerja sama antar desa dalam
mendukung pengembangan BUMDesa di Kecamatan
Gajah,Kabupaten Demak?
c) Merumuskan strategi pengembangan BUM Desa pertanian
pangan di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak?

1.4. Manfaat Penelitian

Studi potensi kerjasama dalam pengembangan badan usaha


milik desa pertanian pangan di Kecamatan Gajah Kabupaten Demak
diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis:

a) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi referensi baru


sekaligus memberi kontribusi ilmiah pada studi potensi
kerjasama dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa
Pertanian Pangan di Kecamatan Gajah Kabupaten Demak.

6 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

b) Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat


melalui analisis yang dipaparkan baik pada masyarakat desa
maupun para pengambil kebijakan melalui rencana aksi.

1.5. Batasan Penelitian

Batasan permasalahan yang akan diteliti agar penelitian lebih


spesifik dan terfokus adalah:

a) Kelayakan pengembangan komoditas pertanian: dibatasi pada


aspek Input, Produksi, Collecting, Pra-processing, dan Factory
processing.
b) Peluang BUM Desa untuk berpartisipasi dalam pengembangan
komoditas pertanian dibatasi pada aspek kebutuhan kegiatan
ekonomi yang masih dominasi oleh pelaku individu di luar desa
dalam rangka mengoptimalkan aset.
c) Pengembangan BUM Desa dibatasi pada aspek kerjasama
dalam komoditas pertanian.

1.6. Alur Pikir

Alur pikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Pendekatan Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan pendekatan Community
Based Research (CBR) yang dilakukan secara kualitatif. CBR adalah
penelitian yang dilakukan atas sebuah komitmen dari masyarakat
untuk memberikan dukungan kekuatan, sumber daya, dan juga
keterlibatan dalam proses penelitian dalam rangka menghasilkan
produk penelitian yang bermanfaat bagi mereka, dan juga para
peneliti yang terlibat dalam proses penelitian tersebut. Proses
akademik dalam CBR tidak mencari makna dari fenomena, tetapi

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 7


Pendahuluan

8 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

justru merumuskan desain yang dibutuhkan oleh masyarakat


berdasarkan hasil ujicoba mereka sendiri dalam kehidupan nyata
(Rosyada, 2016).

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui 3 cara, yaitu: observasi,


wawancara dan FGD (Foccus Group Discussion). Observasi
dilakukan pada keadaan desa baik secara langsung maupun dari
dokumen-dokumen milik desa yang menjadi data sekunder,
kemudian wawancara kepada tokoh-tokoh kunci serta focus group
discussion (FGD) dengan perwakilan masing-masing anggota
kelompok masyarakat maupun lembaga desa. Sedangkan
narasumber terdiri beberapa stakeholder, yaitu:
Tabel 1.1 Narasumber Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Analisis Rantai


Pasok untuk melihat siapa saja dan kegiatan apa yang dilakukan
stakeholder yang berperan dalam aliran beras mulai tahap
budidaya, pengolahan, distribusi hingga produk yang dihasilkan
tersebut siap dipasarkan. Selain itu, Penelitian juga menggunakan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 9


Pendahuluan

Analisis SWOT (Strength, Weakness Opportunities dan Threat) yang


digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal
kunci. Pencocokan ini merupakan bagian yang sulit dalam
mengembangkan Matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang
baik (David, 2004).

Untuk menjawab strategi, akan menggunakan Analisis


Functional Organization dalam memetakan hubungan beberapa unit
pendukung, dalam hal ini peranan masing-masing BUM Desa untuk
dijadikan sebagai peluang kerja sama antar BUM Desa di
Kecamatan Gajah.

Data deskriptif diambil dari hasil wawancara dan FGD dengan


Pemerintah dan masyarakat di 4 (empat) Desa di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak yaitu: Desa Kedondong, Desa Mlatiharjo, Desa
Tambirejo, dan Desa Banjarsari. Pemilihan lokasi penelitian
berdasarkan Hierarchical Cluster Analysis yaitu analisis yang
pengclusteran datanya dilakukan dengan cara mengukur jarak
kedekatan pada objeknya (Sukmawati, 2017). Metode Hierarchical
Cluster Analysis yang digunakan dalam penelitian ini memulai
pengelompokan berdasarkan variabel luas sawah, jumlah petani,
jumlah buruh tani, sistem irigasi, jumlah keluarga pra sejahtera
serta nilai IDM, hingga diperoleh tingkatan/hierarki yang jelas dari
objek yang paling mirip. Berdasarkan hasil analisis, lokasi penelitian
ditentukan pada 4 desa yang merepresentasikan masing-masing
cluster, yaitu Desa Mlatiharjo dan Desa Tambirejo sebagai kluster
1, Desa Kedondong sebagai kluster 2, dan Desa Banjarsari sebagai
kluster 3. Seperti pada tabel di bawah:

10 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUMDesa Pertanian Tanaman Pangan

Tabel 1.2 Desa-Desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak

Sumber: Olahan Penelitian, 2019.

Gambar 1.2 Lokasi Penelitian.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 11


Pendahuluan

Teknik pemilihan responden dilakukan dengan metode


pusposive sampling. Total responden dalam penelitian ini sebanyak
20 berasal dari pemangku kebijakan, perangkat desa, pengelola
BUM Desa masyarakat yang terlibat dalam usaha pertanian pangan
di 4 desa lokasi penelitian.

12 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Bab II
BUM Desa Sebagai
Penggerak Ekonomi Lokal

2.1. Dasar Pendirian BUM Desa

Badan Usaha Milik Desa atau disebut dengan BUM Desa


menurut UU Tentang Desa No 6 Tahun 2014 merupakan badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.

Pendirian BUM Desa tidak hanya dikenal sejak UU Desa,


Undang-undang terdahulu yaitu UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah telah memperkenalkan entitas BUM Desa jauh
sebelum UU Desa dilahirkan. Pada pasal 213 (1) UU No. 32 Tahun
2004, menyebutkan bahwa Desa dapat mendirikan badan usaha
milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BUM Desa sabagai lembaga ekonomi mikro desa ini mempunyai
kewenangan untuk mendapatkan pinjaman sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 13


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

Sebagai bentuk operasionalisasinya, terdapat Peraturan


Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2005 yang menjelaskan tentang
pendirian BUM Desa serta permodalannya, dan Peraturan Menteri
dalam Negeri No 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa
yang lebih menekankan pada desain BUM Desa secara detil. Dua
peraturan yang telah memiliki materi muatan lengkap tersebut
berimplikasi pada pembentukan dan pengelolaan BUM Desa yang
diatur dalam Peraturan Daerah. Hanya untuk hal-hal lain yang
bersifat lebih teknis operasional serta perlu pengaturan tersendiri
karena sifatnya yang khas, dapat diakomodir melalui pembentukan
Peraturan Desa tentang BUM Desa (Ridlwan, 2013)

Peraturan pelaksana UU Desa No. 6 Tahun 2014 yang


mengatur mengenai BUM Desa adalah Peraturan Pemerintah No.
43 Tahun 2014 yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah
No 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 4 Tahun
2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Pendirian BUM Desa yang bertujuan membangun


perekonomian skala desa juga termasuk ke dalam lingkup
kewenangan UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Jenis usaha ini dikatakan sebagai unit usaha mikro
apabila memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 50.000.000 tanpa
memperhitungkan tanah dan bangunan tempat usaha, usaha kecil
dengan kekayaan lebih dari Rp. 50.000.000 serta usaha menengah
yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 selaras
dengan proses pengembangan BUM Desa. Keterkaitan regulasi
tentang pengaturan BUM Desa dapat digambarkan seperti ilustrasi
pada Gambar 2.1 di bawah ini.

14 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 15


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

2.2. Tahapan Dalam Pendirian BUM Desa

Terdapat beberapa tahapan pada saat pendirian BUM Desa


yang bisa dilakukan oleh masyarakat desa saat pertama kali
mendirikan BUM Desa, diantaranya:

2.2.1 Sosialisasi BUM Desa kepada Masyarakat

Pengenalan BUM Desa kepada masyarakat desa merupakan


langkah awal dalam proses pendirian BUM Desa. Inisiatif sosialisasi
pengenalan BUM Desa dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD,
KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) baik secara
langsung ataupun bekerjasama dengan Pendamping Desa yang
berada di Kecamatan, Pendamping Teknis yang berkedudukan di
Kabupaten maupun dengan Pendamping pihak ketiga baik dari LSM,
Perguruan Tinggi, Organisasi Kemasyarakatan bahkan perusahaan

Sosialisasi yang dilakukan bertujuan untuk mengenalkan


BUM Desa kepada masyarakat, dari bagaimana proses
pendiriannya, tujuan dibentuknya hingga manfaat yang akan di
dapatkan oleh masyarakat dengan kehadiran BUM Desa. Hasil
sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internal-eksternal desa dapat dibantu perumusannya oleh para
pendamping. Tahap selanjutnya merekomendasikan hasil sosialisasi
pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang mengagendakan
pendirian BUM Desa.

Rekomendasi dari sosialisasi juga dapat menjadi masukan


untuk; Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang
BUM Desa oleh BPD dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi
BPD terkait BUM Desa; dan Bahan Pembahasan tentang BUM Desa
yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan akan disampaikan oleh
Kepala Desa kepada BPD

16 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

2.2.2. Pembentukan Tim Persiapan Pembentukan BUM


Desa

Tim persiapan pembentukan BUM Desa ditetapkan dengan


Surat Keputusan Desa dengan tugas yang sangat beragam.
Diantaranya, merumuskan muatan Peraturan Desa tentang BUM
Desa, membuat draft Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ ART) BUM Desa, membuat business plan/ kajian
usaha hingga tata cara pemilihan pengurus BUM Desa. Setelah
melakukan tugasnya, kemudian tim menyerahkan hasil kepada
Kepala Desa untuk dibahas bersama dengan BPD

2.2.3. Rapat Pemetaan Potensi dan Pemilihan Unit

Pemetaan potensi dan pemilihan unit usaha merupakan


langkah awal yang tepat dalam perencanaan pendirian BUM Desa.
Tujuan kegiatan tersebut untuk mengkaji atau menggali potensi-
potensi yang ada di desa. Potensi tersebut harus merupakan
karakter desa yang bersangkutan, bukan hanya secara fisik tetapi
juga non fisiknya seperti ciri, tradisi, potensi dari masyarakat desa.

Hasil dari pemetaan potensi ini nantinya akan dituangkan


dalam dokumen kelayakan usaha yang beriisikan tidak hanya apa
dan bagaimana potensi yang akan dikembangkan melalui unit
usaha BUM Desa, tetapi juga bagaimana perhitungan skala
ekonomisnya. Sehingga hasilnya nanti dapat dijadikan sebagai
acuan/ cetak biru dalam menjalankan aktivitas unit usahanya.

2.2.4. Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah


Tangga (AD/ART)

AD/ART BUM Desa merupakan dokumen yang menjadi


landasan operasional dalam menjalankan usaha melalui BUM Desa.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 17


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

Apabila Anggaran Dasar (AD) berisikan tentang landasan BUM


Desa, tata cara pemilihan pengurus BUM Desa, sumber dana BUM
Desa, tujuan dan fungsi BUM Desa serta keuangan desa. Anggaran
Rumah Tangga (ART) berfungsi sebagai petunjuk teknis yang
memuat penjelasan yang lebih rinci dari Anggaran Dasar (AD)
seperti wewenang manager BUM Desa, pembubaran BUM Desa,
syarat-syarat keanggotaan BUM Desa maupun atribut BUM Desa
yang lain.

AD/ART BUM Dessa sekurang-kurangnya memuat Nama dan


Kedudukan, Azas dan Tujuan, Kegiatan dan Jenis Usaha, Organisasi
dan Tata Kerja Pengelola, Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Pengelola, Permodalan, Penghasilan dan
Penghargaan, Sistem Pertanggungjawaban dan pelaporan, Hak dan
Kewajiban Pengelola, Bagi Hasil dan rugi serta Pengawasan
Internal.

2.2.5. Musyawarah Desa (Musdes) pembentukan BUM


Desa

Dalam Musdes, masyarakat desa akan membahas dan


menyepakati hal-hal seperti; kesepakatan tentang pendirian BUM
Desa, menyepakati muatan Perdes dan AD/ART, masyarakat
menyepakati organisasi dan pengelola BUM Desa juga kesepakatan
tentang modal awal dan penyertaan BUM Desa

2.2.6. Pemerintah Desa menetapkan Perdes BUM Desa

Pada akhir proses perencanaan BUM Desa, Pemerintah Desa


akan menetapkan Perdes tentang pendirian BUM Desa, Penetapan
AD/ART BUM Desa dan menetapkan susunan pengurus organisasi
dan pengelola BUM Desa melalui Surat Keputusan Kepala Desa

18 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

2.3. BUM Desa dan BUM Desa Bersama

BUM Desa sebagai salah satu upaya untuk memajukan


perekonomian masyarakat desa dan mengatasi kesenjangan di
tingkat desa, dalam proses pendiriannya dihadapkan pada benyak
permasalahan seperti kurang optimalnya pemanfaatan potensi
sumber daya manusia (Fatimah, 2018) bahkan yang paling serius
adalah kapasitas dan kualitas direktur yang tidak menjamin adanya
kapasitas kewirausahaan serta jangkauan usaha BUM Desa yang
hanya berfokus pada skala ekonomi kecil dan kapasitas ekonomi
yang terbatas juga tidak adanya kerjasama yang baik antar BUM
Desa yang akan menghambat pertumbuhan. (Mayu, 2016)

Kendala tersebut yang kemudian melahirkan kelembagaan


baru yang dikenal dengan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUM
Desa Bersama). Sebagai sebuah unit usaha, BUM Desa Bersama
diharapkan mampu membangun jaringan pasar dengan kekuatan
market linkage yang mumpuni. Salah satu caranya adalah dengan
bersama-sama BUM Desa lain membangun tim manajemen yang
lebih efisien dengan tujuan untuk mendapatkan nilai manfaat yang
lebih besar. Dengan strategi demikian selain kendala kurangnya SDM
dapat teratasi, juga diharapkan mampu hilirisasi dengan
meningkatkan nilai produk hingga perluasan pasar untuk
memastikan produk yang dihasilkan terserap oleh pasar.

Business linkage dalam kelembagaan BUM Desa bersama


dapat diawali dengan penguatan BUM Desa di masing-masing desa
atau tanpa pembentukan BUM Desa, untuk meminimalisasi kendala
yang ada di tingkat desa, melainkan langsung membentuk BUM Desa
bersama dalam skala kawasan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 19


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

2.4. Kerjasama Antar Desa di BUM Desa Bersama Lawu


Sejahtera

Badan Usaha Milik Desa Bersama merupakan lembaga


ekonomi yang berbasis pada kerjasama desa yang dilakukan 2 dua
atau lebih, yang difungsikan sebagai lembaga penaung bagi usaha-
usaha kecil di lintas desa dalam kawasan dan bukan sebagai pesaing
untuk usaha yang sudah berkembang.

BUM Desa Bersama Lawu Sejahtera didirikan pada tanggal 27


Juni 2017 berdasarkan Musyawarah Antar Desa (MAD) yang
melibatkan 15 Desa di 5 Kecamatan pada tanggal 20 Juni 2017 dan
di sahkan dengan Permakades Nomor 5 Tahun 2017. BUM Desa
Bersama Lawu Sejahtera sebagai lembaga antar desa yang
menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi, yang didirikan
dengan tujuan untuk:
a. mengembangkan potensi perekonomian di kawasan perdesaan
untuk mendorong tumbuhnya usaha ekonomi masyarakat Desa
secara keseluruhan dalam rangka pengentasan kemiskinan;
b. mewadahi pelaku ekonomi Desa di Kawasan Pertanian
Terpadu/agropolitan secara organik dalam usaha bersama
yang produktif;
c. mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk
kesejahteraan masyarakat desa di Kawasan Beras Organik
Lereng Gunung Lawu Kabupaten Karanganyar;
d. melindungi masyarakat desa di Kawasan Beras Organik Lereng
Gunung Lawu Kabupaten Karanganyar dari mata rantai
perdagangan yang tidak sehat dan tidak berpihak pada
masyarakat desa; dan
e. meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan
asli desa berdasarkan hasil usaha bersama di Kawasan Beras

20 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Organik Lereng Gunung Lawu Kabupaten Karanganyar,


termasuk di Kawasan Perdesaan yang telah ditetapkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdirinya BUM Desa Bersama Lawu Sejahtera merupakan


fasilitasi dari BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa). BKAD Lawu
Lestari dibentuk untuk melaksanakan kerjasama antar desa dan
mengorganisir kepentingan bersama antar desa dalam wadah
perjuangan yang lebih strategis, sistematis dan berjangka panjang
dalam kawasan perdesaan Beras Organik Bernutrisi Lawu
Sejahtera. BKAD Lawu Lestari juga aktif ikut melakukan monitoring
bantuan-bantuan pemerintah yang masuk Kawasan Perdesaan
Beras Organik Bernutrisi Lereng Gunung Lawu Kabupaten
Karanganyar. Pada bulan November 2018, BKAD Lawu Lestari juga
turut mempersiapkan Musyawarah Antar Desa (MAD).

Fungsi BKAD dalam mengkoordinir desa-desa yang


tergabung di BUM Desa Bersama Lawu Sejahtera sebagai
penguatan pada:

a. Konsensus
Sebuah kawasan akan bisa mendorong kearah percepatan
pembangunan apabila diantara desa-desa atau pemangku
kepentingan pembangunan desa membangun konsensus.
Konsensus selain dibangun melalui pertemuan langsung yang
dilakukan secara bersama antara Bupati, Wakil Bupati, Setda,
Kepala Dinas OPD terkait, Kepala Desa, BKAD, BUM Desa
Bersama dan ketua ketua Kelompok Tani juga dilakukan
melalui sosial media, seperti Whatsapp grup. Dengan kedua
media tersebut diharapkan komunikasi dan diskusi antar
pemangku kepentinga yang melibatkan 15 Desa dari 5

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 21


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

kabupaten dapat terwujud dalam rangka membangun


komunikasi dan berdiskusi memperkuat konsensus dan strategi
implementasi pembangunan kawasan perdesaan

b. Keterpaduan
Keterpaduan yang dimaksud adalah kolaborasi antara
pemerintah, perusahaan swasta atau lembaga lain. Para
pelaku usaha hadir atau dihadirkan di kawasan perdesaan
bukan untuk bersaing mengembangkan usahanya masing-
masing dengan mengeksploitasi sumber daya desa. Kehadiran
para pelaku usaha maupun pemerintah dipastikan atas dasar
komitmen untuk bersama-sama mengkonsolidasikan potensi
masing-masing, berkolaborasi memajukan desa-desa dalam
kawasan.

Kolaborasi yang dibangun dan dikembangkan di Kawasan


Perdesaan Kabupaten Karanganyar adalah memadukan unsur
pemerintah, masyarakat, Perguruan tinggi (Universitas Sebelas
Maret Solo), LSM (Rikolto/VECO) dan Dunia Usaha
(Perusahaan Agriwira Mandiri Sejahtera). Bentuk riil kolaborasi
yang dilakukan adalah disusunnya naskah Perjanjian
Kerjasama, perjanjian kerjasama yang sudah dilakukan adalah
dengan pihak Perguruan Tinggi yakni Universitas Sebelas
Maret (UNS) dan dalam proses kajian bagian hukum Setda
Kabupaten Karanganyar adalah dengan Perusahaan Agriwira
Mandiri Sejahtera, sedangkan dengan Rikolto/Veco perwakilan
Jawa baru tahap membangun komunikasi dan diskusi-diskusi
kecil berkaitan pengembangan Kawasan Beras Organik.

22 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

c. Kelembagaan
Kelembagaan adalah aturan main atau mekanisme tata kelola
yang yang dijalankan oleh para pihak, utamanya oleh para
pelaku dalam lembaga terkait.
Beberapa institusi yang ditetapkan berdasarkan azas
pengurusan desa diantaranya adalah Musyawarah Antar Desa
(MAD), Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Tim Koordinasi
Pembangunan Kawasan Perdesaan (TKPKP) dan Badan Usaha
Milik Desa Bersama (BUM Desa Bersama).

d. Komunitas
Komunitas adalah pemilik utama pembangunan. Peran
pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota lebih
sebagai fasilitator yang memfasilitasi kemudahan-kemudahan
yang dibutuhkan. Sedangkan pihak ketiga baik perusahaan
swasta atau pihak lain merupakan mitra setara dalam
pengembangan usaha bersama.

e. Keberlanjutan
Pembangunan kawasan perdesaan beras organik di Kabupaten
Karanganyar di jadikan sebagai dasar (backbone) dan trigger
pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang tidak
saja bicara masalah peningkatan hasil panen atau produksi
komoditi, diversifikasi pangan penyiapan infrastruktur namun
juga harus menjamin ketahanan pangan bagi masyarakat dan
bangsa. Dukungan regulasi yang baik yang mendorang
pengelolaan pembangunan kearah yang berkelanjutan
merupakan investasi pemerintah dalam pelaksanaan
pembangunan nasional

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 23


BUM Desa sebagai Penggerak Ekonomi Lokal

Jejaring yang sudah dikembangkan kawasan perdesaan


beras organik di Kabupaten Karanganyar adalah kerjasama dengan
Perguruan Tinggi yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
terutama dengan Fakultas Pertanian, dengan beberapa MoU dan
PKS yang telah terjalin dan akan disusul dengan Perjanjian
Kerjasama baru dalam Pengembangan Pertanian organik Kawasan
Perdesaan. Lingkup perjanjian kerjasama antara Pemerintah
Kabupaten Karanganyar dengan Fakultas Pertanian UNS, antara lain
meliputi studi kelayakan, penyusunan desain, pengolahan lahan,
penyediaan bibit, pendampingan dalam penanaman dan
pemeliharaan, monitoring dan evaluasi, serta hal lain yang
berkaitan dengan pengembangan Pertanian Organik. Pendamping
Kawasan juga mencoba membangun komunikasi dengan Rikolto/
VECO kantor Perwakilan Jawa untuk berkolaborasi dan bersinergi
dalam mengorganisir petani, peningkatan kapasitas dan
membangun jaringan pasar. Serta menindaklanjuti membangun
jaringan pasar dengan Perusahaan Agriwira Mandiri Sejahtera
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan beras
organik dan sudah ditandatangani Perjanjian Kerjasama pada
tanggal 30 Juli 2018. Selain itu juga tengah dilakukan komunikasi
dan penjajagan dengan Perusahaan Hasgro dalam rangka
pengembangan jaringan pemasaran.

24 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Bab III
Gambaran Umum Pertanian

3.1. Desa Banjarsari

3.1.1. Sumberdaya Alam

Desa terluas nomor dua di Kabupaten Gajah ini terletak di


jalur Boyolali - Tambirejo. Di sebelah utara dibatasi Desa Sari dan
Desa Mojosimo, sebelah timur berbatasan Desa Tambirejo dan Desa
Tanjunganyar, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Gedangalas dan
Desa Kedondong, sementara sebelah barat berbatasan dengan
Desa Boyolali dan Desa Kedondong. Desa Banjarsari tidak
mempunyai dusun, tetapi secara adminstratif terbagi menjadi 5 RW
dan 26 RT dengan dukungan perangkat desa masing-masing 1
Kepala Desa, 1 Sekretaris Desa, 4 Kepala Urusan dan perangkat
lainnya berjumlah 2 orang

Desa Banjarsari mempunyai luas total sebesar 4,18 Km 2 atau


setara dengan 8,74% dari keseluruhan wilayah di Kecamatan
Gajah. Sebagian besar luas tanahnya dipergunakan untuk tanah
sawah sebesar 330,785 Ha yang dikelola dengan sistem pengairan
teknis serta sawah kering seluas 87,40 Ha.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 25


Gambaran Umum Pertanian

Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Desa Banjarsari

Sumber: RPJMDes Desa Banjarsari 2017-2022.

Selain penggunaan seperti di atas, Desa Banjarsari memiliki


tanah bengkok sebesar 63.46 Ha serta tanah kas desa sebesar 9.50
Ha. Total luasan tanah bengkok dan tanah kas desa di Desa
Banjarsari ini tetap tidak ada perubahan dari tahun 2016 hingga
saat ini.

3.1.2. Sumberdaya Manusia

Desa Banjarsari berpenduduk sebanyak 3.011 orang dengan


jenis kelamin laki-laki dewasa sebanyak 1.024 dan perempuan
dewasa 1.206 serta anak-anak berjumlah 377 laki-laki dan 404
perempuan. Apabila diperbandingkan dengan luas total wilayahnya
yang sebesar 4,18 Km2, akan mendapatkan gambaran kepadatan
penduduk sebesar 720.33 jiwa/Km2.

Tabel 3.2 Sumberdaya Manusia Desa Banjarsari

Sumber: RPJMDes Desa Banjarsari 2017-2022.

Gambaran di atas mencerminkan bahwa dari setiap 100


orang usia produktif di Desa Banjarsari menanggung anak-anak di
bawah usia 14 tahun dan lansia di atas usia 65 tahun sebanyak 46
orang lebih.

26 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Perhitungan secara kasar dari data Kecamatan Gajah Dalam


Angka tahun 2017, kecenderungan penduduk Kecamatan Gajah
bermata pencaharian sebagai petani sendiri dan buruh tani
mengalami tren yang cenderung naik pada tahun 2014, dimana
pada tahun 2013 tercatat sebanyak 10.699 untuk petani sendiri dan
10.170 buruh tani, meningkat secara tajam menjadi 11.195 untuk
petani sendiri dan 10.816 pada buruh tani dan terus bertambah
meskipun tidak sebanyak tahun sebelumnya pada 2015.

Rata-rata penduduk Desa Banjarsari telah memiliki


kesadaran pendidikan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan semakin
tingginya jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan hingga ke
jenjang yang lebih tinggi. Dari 2.498 penduduk yang berada pada
usia sekolah, sebanyak 222 penduduk adalah murid SLTP, 221
murid SLTA dan 92 merupakan mahasiswa akademi/perguruan
tinggi. Bahkan jumlah penduduk yang melanjutkan pada jenjang
strata 1 tersebut menempati urutan pertama paling banyak se-
Kecamatan Gajah.

3.1.3. Sumberdaya sosial

Banyaknya lembaga sosial yang berada di Desa Banjarsari


seperti LPM, PKK, Posyandu, Pengajian, Arisan, Simpan pinjam,
Kelompok Tani, Gapoktan, Karang taruna merupakan kekuatan
sumber daya sosial yang dimiliki oleh Desa Banjarsari

Selain kelembagaan tersebut, terdapat sistem kelembagaan


yang dapat dijadikan rujukan keberhasilan dari Desa Banjarsari
yaitu Kelembagaan Pamsimas. Pamsimas (Penyediaan Sarana Air
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) merupakan salah satu

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 27


Gambaran Umum Pertanian

program kerjasama antara Indonesia dan World Bank dalam upaya


mengatasi keterbatasan air minum dan sanitasi dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal.
Keterlibatan masyarakat Desa Banjarsari dalam menyukseskan
Pamsimas dimulai dari tahap perencanaan di mana masyarakat
melakukan pemetaan kondisi riil masalah air minum, sanitasi hingga
menyiapkan kelembagaan pengelola dan program kerjanya. Titik
kritis tahap perencanaan ini ada pada langkah terakhir yaitu tahap
sosialisasi program. Pelaku sosialisasi dipilih dari anggota
masyarakat yang mempunyai kapasitas dalam menyampaikan,
mengarahkan hingga mendampingi pelakanaan program.

Pada tahap pelaksanaan dan setelah pelaksanaan program,


peran pendamping masih sangat diperlukan terutama saat
penentuan lokasi tower Pamsimas serta pemasangan perpipaan
hingga ke rumah-rumah penduduk hingga pengelolaan retribusi dan
perawatan teknisnya. Tingginya dukungan masyarakat membuat
Desa Banjarsari menjadi salah satu desa percontohan dalam
program Pamsimas. Pendekatan dalam mendorong masyarakat
pada pelaksanaan program Pamsimas meliputi; berbasis
masyarakat, partisipatif, tanggap kebutuhan, akses bagi semua
masyarakat, kesetaraan gender, keberpihakan pada masyarakat
miskin, keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas dan berbasis nilai

3.1.4. Sumberdaya ekonomi

Desa Banjarsari memiliki lahan pertanian, perkebunan


maupun peternakan dan perikanan yang jumlahnya memadai
secara ekonomis. Namun yang paling menonjol, perekonomian
penduduk Desa Banjarsari mayoritas ditopang dengan mata

28 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

pencaharian bertani dengan jumlah sebanyak 870 orang diikuti oleh


mata pencaharian lain seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Sumberdaya Ekonomi Desa Banjarsari

Sumber: RPJMDes Desa Banjarsari 2017-2022.

3.2. Desa Mlatiharjo

3.2.1. Sumberdaya Alam

Desa Mlatiharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan


Gajah, kabupaten Demak. Sebelah utara wilayah ini berbatasan
dengan desa Mlengkang, sebelah selatan berbatasan dengan desa
Tanjunganyar, sebelah timur berbatasan dengan desa Merdini dan
sebelah barat berbatasan dengan desa Tambirejo. Desa Mlatiharjo
memiliki luas wilayah 3,65 Km2 atau 7,46 persen dari luas wilayah
kecamatan, terbagi menjadi 3 dusun, 4 RW, dan 26 RT

Desa Mlatiharjo mempunyai luas wilayah 3,65 km2.


Penggunaan lahan di wilayah tersebut merupakan lahan sawah dan
lahan kering. Luas lahan sawah adalah 268 hektar dan lahan kering
89 hektar. Lahan sawah sudah menggunakan pengairan teknis
sehingga bisa ditanami padi dalam satu tahun sebanyak 2 kali.
Sedangkan penggunaan lahan kering adalah untuk lahan
pekarangan/bangunan seluas 28,10 hektar, tegalan/kebun, 30,60
hektar, dan sisanya sebesar 30,30 hektar berupa jalan, sungai dan
lain-lainnya.

Kepemilikan lahan sawah petani di desa Mlatiharjo yang


terbesar yaitu 500 orang hanya memiliki luasan 0,21-0,30 hektar.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 29


Gambaran Umum Pertanian

Kemudian yang mempunyai luasan 0,31-0,4 hektar sebanyak 155


orang, 0,41-0,5 hektar dimiliki oleh 50 orang, dan yang memiliki
luasan lahn 1-5 hektar, dan 5-10 hektar masing-masing hanya 3
orang

3.2.2. Sumberdaya Manusia

Jumlah penduduk di Desa Mlatiharjo menurut daftar isian


tingkat perkembangan desa tahun 2019 sebesar 3.099 jiwa yang
terdiri penduduk laki-laki sebesar 1.526 jiwa dan perempuan 1.573
jiwa, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 2,87 jiwa
dan kepadatan penduduk mencapai 868,06 jiwa/km2.

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan seseorang


melalui proses pendidikan yang formal, dimulai dari tingkat
pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah, dan tingkat
pendidikan menengah atas, hingga tingkat pendidikan tinggi.
Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pada
kepribadian dan gaya hidup seseorang. Tingkat pendidikan di Desa
Mlatiharjo berdasarkan pendidikan yang ditamatkan penduduk usia
10 tahun keatas menurut Kecamatan Gajah Dalam Angka tahun
2018 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak berturut-
turut menduduki sekolah dasar (SD) yaitu sebesar 1.057 jiwa,
kemudian sekolah di SLTP yaitu 261 jiwa, dan yang tidak/belum
sekolah sebanyak 238 jiwa, Penduduk yang belum tamat SD
sebanyak 165 jiwa, SLTA 145 jiwa, dan Akademi/Perguruan Tinggi
sebanyak 71 jiwa. Namun demikian masih ada penduduk yang tidak
tamat SD sebanyak 62 jiwa

3.2.3. Sumberdaya Ekonomi

Mata pencaharian merupakan suatu aktifitas atau pekerjaan


yang dilakukan secara rutin sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.

30 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Dalam kondisi ekonomi penduduk Desa Mlatiharjo terbagi menjadi


beberapa tingkatan, hal ini mata pencaharian di Desa Mlatiharjo
sangatlah beragam,. Lebih rincinya disajikan pada Tabel di bawah
ini;
Tabel 3.4 Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas di
Desa Mlatiharjo Tahun 2017

Sumber: Kecamatan Gajah Dalam Angka Tahun 2018,


BPS Kabupaten Demak.

Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa mata pencaharian


mayoritas penduduk adalah sebagai petani dan buruh tani yaitu
masing-masing 711 orang dan 706 orang. Kemudian disusul
sebagai buruh bangunan sebesar 134 orang buruh industri 64
orang. Ada juga penduduk yang sebagai pengusaha 12 orang,
pedagang 49 orang, dan angkutan 43 orang. Selain itu, mata
pencaharian penduduk ada yang menjadi PNS/ABRI, pensiunan dan
lainnya

Sebagai daerah agraris wilayah desa Mlatiharjo yang lebih


dari dari separo penduduknya bermatapencaharian sebagai petani
maupun buruh tani, sehingga sektor pertanian memiliki andil besar

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 31


Gambaran Umum Pertanian

dalam perekonomian penduduk setempat. Jenis tanaman yang


diusahakan masyarakat adalah padi dan kacang hijau. Hal ini bisa
dilihat bahwa luas panen padi pada tahun 2018 sebesar 480 hektar
dengan produktivitas rata-rata 9,7 ton per hektar, sehingga
produksinya mencapai 4.656 ton. Dengan produksi sebesar itu,
maka desa Mlatiharjo bisa mencukupi kebutuhan pangan
masyarakatnya dan bisa menjual padi/beras ke luar desa. Kacang
hijau yang dipanen seluas 175 hektar dengan rata-rata
produktivitas 1,8 ton per hektar, sehingga produksi kacang hijau di
desa Mlatiharjo tahun 2018 sebesar 318 ton. Selain petani
menanam kacang hijau, ada juga petani yang menanam bawang
merah tetapi relatif kecil yaitu hanya seluas 3 hektar dengan
produktivitas 8 ton per hektar, sehingga produksinya 24 ton bawang
merah basah.

Selain sektor pertanian, sektor peternakan juga berkembang


di Desa Mlatiharjo. Untuk mengetahui populasi ternak besar
maupun ternak unggas yang diusahakan oleh masyarakat secara
rinci disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 3.5 Populasi Ternak Besar dan ternak Unggas di Desa
Mlatiharjo tahun 2017

Sumber: Kecamatan Gajah Dalam Angka Tahun 2018,


BPS Kabupaten Demak.

32 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Dari tabel diatas terlihat bahwa bahwa populasi ternak besar


yang banyak dipelihara oleh masyarakat adalah kambing yaitu
sebesar 1.132 ekor, kemudian sapi 181 ekor, domba 64 ekor,
kerbau 45 ekor, dan kelinci 45 ekor. Pemeliharaan ternak besar ini
juga sebagai tabungan dan apabila diperlukan maka bisa menjual
ternaknya. Apalagi bila dijual pada hari besar seperti hari raya idul
fitri dan idul adha, harga ternak menjadi mahal sehingga peternak
akan memperoleh keuntungan. Demikan pula untuk ternak unggas
yaitu ayam kampung yang harganya relatif mahal dibanding dengan
ayam negeri.

3.2.4. Kelembagaan

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor prioritas dalam


pembangunan di Kabupaten Demak, dan padi merupakan
komoditas utama yang menjadi target dalam swasembada pangan.
Desa Mlatiharjo menjadi salah satu desa pemasok beras untuk
kabupaten Demak. Akan tetapi di lapangan masih sering dijumpai
anjloknya harga gabah akibat ulah oknum maupun spekulan beras
yang memainkan harga sehingga petani sering mengalami
kerugian.

Untuk menghindari hal tersebut dan untuk menjaga


kestabilan harga, maka diperlukan lembaga ekonomi yang kuat di
tingkat petani. Oleh karena itu, di desa Mlatiharjo pada tanggal 11
Juni 2019 oleh seorang pengusaha mendirikan Badan Usaha Milik
Petani (BUMP) yang diresmikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan
Pangan Kabupaten Demak. BUMP merupakan kelembagaan usaha
berbadan hukum yang mensinergikan kegiatan bisnis dengan
pemberdayaan masyarakat tani. BUMP dijalankan secara korporasi
yang berorientasi keuntungan untuk mendorong kemandirian

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 33


Gambaran Umum Pertanian

petani. Dengan berdirinya BUMP, petani dapat menjual produk


pertaniannya melalui online, dan harga dibuat oleh BUMP sendiri.
Dengan demikian, petani akan memiliki posisi tawar yang kuat
karena mereka yang menentukan harga sendiri.

Direktur PT. Tasbiha Mulia Tani, Heri Sugihartono


menjelaskan, ada empat varian beras yang diproduksi oleh
perusahannya yaitu beras mlati, beras merah, beras hitam dan
beras genki. Masing-masing variant tersebut memiliki manfaat
untuk kesehatan. Harga beras organik itu per kilogramnya dijual
mulai Rp 18.000 – Rp 40.000. Beras organik ini mempunyai manfaat
besar untuk kesehatan karena mengandung anti oksidan dan
berkadar gula rendah. Dalam proses produksi PT. Tasbiha Mulia
Tani melibatkan sekitar 80 petani.

Selain BUMP yang ada di Desa Mlatiharjo, pada tahun 2011


telah berdiri koperasi yang telah berbadan hukum dengan Nomor:
214/BH/XI.8/III/2011. Nama koperasi tersebut adalah Koperasi
Citra Kinaraya. Kelompok petani yang terhimpun dalam koperasi ini
mengembangkan varietas padi dengan berbagai metode seperti
persilangan padi lokal dengan padi impor dari Jepang guna
mendapatkan padi varietas unggul seperti melati yang memiliki
aroma wangi dan pulen.

Anggota koperasi pada tahun 2016 mencapai 78 oarng yang


mengelola usaha beras organik dengan luas lahan garapan 206
hektar yang tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Kendal,
Pemalang, Pekalongan, dan Purwokwerto. Kapasitas produksi yang
masih sedikit terkadang membuat pihak pengurus kewalahan dalam
melayani permintaan masyarakat. Pemasaran di Jakarta merupakan
pasar terbesar beras produk Koperasi Citra Kinaraya. Lainnya di

34 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

pasarkan di daerah Bandung, Bali, Surabaya, Semarang, Kaltim,


dan Padang.

Dengan kapasitas produksi 15 ton per bulan, koperasi ini baru


bisa melayani pasar dalam negeri. Untuk pasar dalam negeri beras
hasil produksi koperasi ini sudah dikenal luas. Selain karena rutin
mengikuti kegiatan pameran, pengurus juga memanfaatkan media
sosial.

3.3. Desa Kedondong

3.3.1. Sumberdaya Alam

Desa Kedondong terletak 10 km arah timur dari ibukota


Kabupaten Demak, yang dapat dicapai dengan menggunakan
angkutan kota maupun bus antarkota jurusan Demak-Kudus/Pati
dan dilanjutkan dengan ojek. Desa ini berbatasan dengan Desa
Sedo di sebelah utara, sementara sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Jatisono dan Desa Tlogopandogan, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Gedangalas, dan Desa Kuncir di sebelah
barat. Secara administrati, Desa Kedondong dibagi menjadi 2 (dua)
dusun, 5 (lima) RW dan 28 (dua puluh delapan) RT.

Dengan luas lahan sebesar 457,20 hektar, Desa Kedondong


merupakan salah satu desa yang memiliki area terbesar di
Kecamatan Gajah. Secara umum peruntukan lahan terbagi menjadi
2 (dua), yaitu: sawah dan tanah kering. Luas sawah di desa ini
350,70 hektar, seluruhnya menggunakan sistem irigasi teknis yang
bersumber dari Waduk Kedungombo. Luas tanah kering adalah
106,50 hektar, yang diperuntukkan 47,30 hektar sebagai
pekarangan/bangunan dan 57 hektar sebagai tegalan/kebun,
sedangkan 2,20 hektar untuk peruntukan lainnya (jalan, sungai,
dll). Disamping itu berdasarkan data (Badan Pusat Statistik, 2019)

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 35


Gambaran Umum Pertanian

Desa Kedondong memiliki tanah bengkok seluas 60,90 hektar dan


8,27 hektar tanah kas desa.

3.3.2. Sumberdaya Manusia

Jumlah penduduk Desa Kedondong menduduki peringkat


pertama se-Kecamatan Gajah, yaitu berjumlah 4.597 orang dengan
kepadatan 1.005,91 jiwa/km2. Komposisi usia produktif (15-64
tahun) lebih banyak dibanding dengan usia non produktif (0-14
tahun dan 65 tahun ke atas), yang ditunjukkan dengan angka
ketergantungan (dependency ratio) sebesar 45.89. Pokok
penghidupan masyarakat desa masih bergantung pada sektor
usaha pertanian (66%) sedangkan sisanya bekerja di sektor jasa
dan pegawai kantoran.

Gambar 3.1 Tenaga Kerja Desa Kedondong.

Bila dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan


kategorisasi dari BKKBN, maka masyarakat Desa Kedondong masih
banyak yang tergolong Keluarga Pra Sejahtera 702 KK, Sejahtera I

36 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

60 KK, Sejahtera II 397, Sejahtera III 430 KK, dan Sejahtera IIIplus
11 KK.

3.3.3. Sumberdaya Ekonomi

Berdasarkan (Kabupaten Demak, 2019) salah sumber


pendanaan pembangunan di Desa Kedondong berasal dari Alokasi
Dana Desa (ADD) sebesar Rp.423.948.515,- yang rinciannya terdiri
dari ADD Siltap Rp. 260.889.649,- ADD Proporsional sebesar
Rp.82.606.191,- dan ADD Merata sebesar Rp.80.452.675,-. Bagi
masyarakat desa untuk mengakses sumber pendanaan umumnya
dilayani oleh Badan Kredit Kecamatan (BKK) dan Badan Kredit Desa
(BKD).

3.3.4. Kelembagaan

Sedikitnya ada 2 (dua) kelembagaan usaha pertanian yang


ada di desa, yaitu Kelompok Tani (poktan) dan perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A). LKMD/LKMK, PKK, RW, RT, Karang Taruna

3.3.5. Modal Fisik

Akses masyarakat untuk keluar dan masuk desa cukup


memadai. Jenis jalan terpanjang adalah jalan makadam, yaitu jalan
yang telah dikeraskan dengan batu-batu dan siap untuk dilapisi
dengan aspal, dan dapat dilalui sepanjang tahun. Transportasi
umum seperti minibus dan ojek tersedia setiap hari.

Saluran irigasi teknis yang menghubungkan saluran tersier,


saluran sekunder, dan saluran primer menjadi sumber utama
pengairan sawah di Desa Kedondong. Hal ini menjadikan pola
tanam di desa ini boleh dikatakan seragam. Disamping itu, untuk
mendukung usaha tani telah tersedia persewaan combine dan hand
tractor. Untuk kegiatan pasca panen juga telah tersedia usaha
penggilingan padi (selepan) yang dimiliki oleh perseorangan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 37


Gambaran Umum Pertanian

3.4. Desa Tambirejo

Desa ini terletak 7 km di sebelah timur ibukota kecamatan


Gajah. Luas wilayah yang dimiliki adalah 405.760 ha (1,99 km 2 )
atau 4 persen dari toal keseluruhan Kecamatan Gajah. Batas
wilayah sebelah timur adalah Desa Mlatiharjo, sebelah selatan Desa
Tanjung Anyar, sebelah barat dengan Desa Banjarsari, dan sebelah
utara dengan Desa Cangkring dan Mlekang. Desa Tambirejo
mempunyai sawah bengkok seluas 90 bau atau 63 ha, selain itu
juga mempunyai banda desa seluas 13,5 ha. Penggunaan lahan
untuk persawahan di Desa Tambirejo seluas 155 ha sedangkan
tanah kering 44 ha. Adapun penggunaan lahan seperti disajikan
pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Penggunaan Lahan Desa Tambirejo

Sumber: Kec. Gajah Dalam Angka, 2017.

Jenis tanah di Desa Tambirejo cocok untuk pertanian karena


berjenis grumosol di dukung oleh pengairan yang memadai dari
Waduk Kedung Ombo yang menyokong sistem irigasi teknis
sehingga dapat mengairi sepanjang musim. Masa tanam pertama
(MT 1) antara September-Desember, MT 2 antara Januari-April, dan
MT 3 anatara Mei-Agustus ditanami palawija.

3.4.1. Sumberdaya Manusia

Desa Tambirejo berpenduduk sebanyak 1.930 (585 KK)


orang dengan jenis kelamin laki-laki dewasa sebanyak 700 dan
perempuan dewasa 728 serta anak-anak berjumlah 258 laki-laki
dan 244 perempuan. Apabila diperbandingkan dengan luas total
wilayahnya yang sebesar 1,99 Km 2, akan mendapatkan gambaran

38 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

kepadatan penduduk sebesar 969,85 jiwa/Km 2. Sedangkan apabila


dilihat angka ketergantungan, Desa Tambirejo mempunyai:
Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Desa Tambirejo

Sumber: Kec. Gajah Dalam Angka, 2017.

Gambaran di atas mencerminkan bahwa dari setiap 100


orang usia produktif di Desa Tambirejo menanggung anak-anak di
bawah usia 14 tahun dan lansia di atas usia 65 tahun sebanyak 46
orang lebih.

Perhitungan secara kasar dari data Kecamatan Gajah Dalam


Angka tahun 2017, kecenderungan penduduk Kecamatan Gajah
bermata pencaharian sebagai petani sendiri dan buruh tani
mengalami tren yang cenderung naik pada tahun 2014, dimana
pada tahun 2013 tercatat sebanyak 10.699 untuk petani sendiri dan
10.170 buruh tani, meningkat secara tajam menjadi 11.195 untuk
petani sendiri dan 10.816 pada buruh tani dan terus bertambah
meskipun tidak sebanyak tahun sebelumnya pada 2015. Sedangkan
rata-rata penduduk Desa Tambirejo mayoritas sebagai petani
sejumlah 576 orang dan 525 sebagai buruh tani.

Penduduk Desa Tambirejo yang meneruskan ke Akademi


atau Perguruan tinggi hanya 40 orang dari 700 orang (5,7%) yang
melanjutkan ke Perguruan tinggi di Kecamatan Gajah atau 21,39
persen dari total warga yang mempunyai usia untuk melanjutkan
ke Akademi/Perguruan Tinggi.

3.4.2. Sumberdaya sosial

Banyaknya lembaga sosial yang berada di Desa Tambirejo


seperti PAUD, TK, LPM, PKK, Posyandu, Pengajian, Arisan, Simpan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 39


Gambaran Umum Pertanian

pinjam, Kelompok Tani, Gapoktan, Karang taruna merupakan


kekuatan sumber daya sosial yang dimiliki oleh Desa Banjarsari

Selain kelembagaan tersebut, terdapat sistem kelembagaan


yang dapat dijadikan rujukan keberhasilan dari Desa Banjarsari
yaitu Kelembagaan Pamsimas. Pamsimas (Penyediaan Sarana Air
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) merupakan salah satu
program kerjasama antara Indonesia dan World Bank dalam upaya
mengatasi keterbatasan air minum dan sanitasi dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal.
Keterlibatan masyarakat Desa Banjarsari dalam menyukseskan
Pamsimas dimulai dari tahap perencanaan di mana masyarakat
melakukan pemetaan kondisi riil masalah air minum, sanitasi hingga
menyiapkan kelembagaan pengelola dan program kerjanya. Titik
kritis tahap perencanaan ini ada pada langkah terakhir yaitu tahap
sosialisasi program. Pelaku sosialisasi dipilih dari anggota
masyarakat yang mempunyai kapasitas dalam menyampaikan,
mengarahkan hingga mendampingi pelakanaan program.

Pada tahap pelaksanaan dan setelah pelaksanaan program,


peran pendamping masih sangat diperlukan terutama saat
penentuan lokasi tower Pamsimas serta pemasangan perpipaan
hingga ke rumah-rumah penduduk hingga pengelolaan retribusi dan
perawatan teknisnya. Tingginya dukungan masyarakat membuat
Desa Banjarsari menjadi salah satu desa percontohan dalam
program Pamsimas. Pendekatan dalam mendorong masyarakat
pada pelaksanaan program Pamsimas meliputi; berbasis
masyarakat, partisipatif, tanggap kebutuhan, akses bagi semua
masyarakat, kesetaraan gender, keberpihakan pada masyarakat
miskin, keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas dan berbasis nilai.

40 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Bab IV
Pengembangan BUM Desa Pertanian

4.1. Produk Unggulan Kecamatan Gajah

Produk unggulan menggambarkan kemampuan daerah


menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan
sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja,
mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah,
memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan
investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya
saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar
domestik dan /atau menembus pasar ekspor (Sudarsono, 2001).
Maka setidaknya ada dua kata kunci terkait produk unggulan,
Produksi dan Lapangan Pekerjaan. Dari sisi produksi, produksi padi
menjadi produksi tertinggi di kecamatan gajah dimana pada tahun
2018 produksi mencapai 45 ribu Ton.

Desa Banjarsari mempunyai luas total sebesar 4,18 Km 2 atau


setara dengan 8,74% dari keseluruhan wilayah di Kecamatan Gajah.
Sebagian besar luas tanahnya dipergunakan untuk tanah sawah
sebesar 330,785 Ha yang dikelola dengan sistem pengairan teknis
serta sawah kering seluas 87,40 Ha.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 41


Pengembangan BUM Desa Pertanian

Tabel 4.1 Produksi Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gajah


2018

Sumber: Kecamatan Gajah dalam Angka, 2018.

Selain itu berdasarkan Potensi


Desa tahun 2018 dari 18 Desa yang ada
di Podes 100 persen berpenghasilan
utama di sektor pertanian. Sedangkan
untuk komoditas unggulan dimana 17
dari 18 Desa tersebut memiliki produk
unggulan padi.

Selain dari syarat produksi dan sektor utama penghasilan di


Kecamatan Gajah. Terdapat beberapa syarat yang perlu dilakukan
agar produk tersebut dapat dikatakan unggulan. Nadjiati, dkk
(2017) menyebutkan bahwa ada 4 syarat yang perlu tercapai yaitu
syarat teknis, syarat sosial, syarat ekonomi dan syarat yuridis. Dari
4 syarat tersebut padi memenuhi prasyarat sebagai komoditas
unggulan Kecamatan Gajah.
Tabel 4.2 Syarat Komoditas Unggulan

42 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Tabel 4.2 Lanjutan

Sumber: Sumber: Nadjiati, dkk, 2017.

4.2. Peluang kerja sama antar desa dalam mendukung


pengembangan BUM Desa di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak

Dalam melihat peluang kerja sama maka perlu diketahui aktor


atau stakeholder dan jalur perdagangan komoditas unggulan.
Definisi Stakeholder menurut Freeman (Freeman, 1984) adalah
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh pencapaian tujuan organisasi, atau pihak yang terkena dampak
dari pencapaian tujuan organisasi. Teori pemangku kepentingan
adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja
perusahaan bertaggung jawab. Mithchell (Mitchell, 1997)
menerangkan teori mengenai identifikasi pemangku kepentingan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 43


Pengembangan BUM Desa Pertanian

berdasarkan hubungan antara beberapa atribut, yaitu: power,


legitimacy, dan urgency. Pada masing-masing atribut tersebut
pemangku kebijakan menekankan kekhususan atau ciri khas
(salince) tertentu, siapa yang memegang kekuasaan, legitimasi, dan
mempunyai kepentingan (urgency). Dalam kaitannya dengan studi
ini, atribut tersebut merujuk pada siapa yang memegang kekuasaan
dan legitimasi, serta memiliki kepentingan pada pembangunan
ekonomi desa.

Semua kegiatan atau usaha yang melibatkan semua pihak


baik yang memproduksi dan atau yang menghasilkan barang atau
jasa, mulai dari produsen dan atau supplier bahan baku sampai
konsumen. Value chain akan optimal bila semua aktor yang terlibat
berperan dalam memaksimalkan nilai produk disepanjang mata
rantai. Aktivitas ini bermula dari produksi bahan mentah sampai
menjadi barang siap konsumsi, yang melibatkan beragam aktor
mulai dari petani, pengolahan hasil, pedagang, dan penyedia jasa.
Konsep value chain juga mencakup isu tentang kelembagaan dan
koordinasi, strategi serta relasi kekuasaan diantara aktor yang
terlibat. Dalam analisisnya membutuhkan pendalaman dalam
memotret kondisi yang terjadi diantara aktor dan bagaimana
hubungan diantara aktor (M4P, 2008).

Kecamatan Gajah khususnya Desa Banjarsari dan Mlatiharjo


memiliki dua produk beras. Yaitu beras curah dan beras premium.
Perbedaan antara beras curah dan beras premium tidak hanya
terdapat pada proses pasca panen namun juga proses penanaman
hingga perawatan. Perbedaan antara beras curah dan premium juga
terdapat pada rantai pasok. Pada umumnya untuk beras curah
terdapat 4 rantai rantai pertama yaitu Petani, rantai kedua Penebas,
dan Rantai ketiga yaitu Tengkulak/Pemroses atau RMU yang

44 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

kemudian langsung dijual kepada pasar. Sedangkan untuk beras


premium hanya antara petani, RMU (Koperasi) dan Pasar.
Perbedaan itu juga membuat penerimaan dan harga berbeda.

4.2.1. Beras Curah (Biasa)

Pada umumnya untuk beras curah terdapat 4 rantai rantai pertama


yaitu Petani, rantai kedua Penebas, dan Rantai ketiga yaitu
Tengkulak/Pemroses atau RMU yang kemudian langsung dijual
kepada pasar. Aliran rantai pasok dapat dilihat pada gambar di
bawah.

Gambar 4.2 Aliran Rantai Pasok Beras Premium Kecamatan Gajah.

Aktor pertama dalam rantai pasok adalah produsen yaitu


petani. Petani Kecamatan Gajah khususnya Desa Banjarsari pada
umumnya merupakan petani yang memproduksi beras biasa untuk
dijual kepada Penebas. Penjualan ke Penebas diakibatkan karena
takutnya petani akan risiko kurangya produksi yang dihasilkan
sehingga petani lebih memilih menjual kepada Penebas. Penjualan
melalui penebas dilakukan berdasarkan taksiran penebas pada
suatu luas lahan umumnya menggunakan satuan 1 bau (0.7 Ha).
Harga yang ditawarkan berdasarkan tawar menawar antara petani
dan penebas. Sistem yang telah berjalan di Kecamatan Gajah
secara ekonomi mengikuti pasar dimana baik petani dan penebas
memiliki kekuatan untuk melakukan tawar menawar harga. Tidak
ada ikatan antara petani dan penebas.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 45


Pengembangan BUM Desa Pertanian

Petani pada umumnya terbuka bagi siapapun yang


menawarkan metode yang terbaik dalam penjualan beras, bagi
petani tidak masalah dalam bentuk dan pada siapa akan menjual
karena bagi petani yang penting produksinya dapat dijual lebih
mahal. Penebas tidak hanya berasal dari satu desa namun juga
berasal dari desa lainnya. Karena itu penebas tidak dapat memiliki
kontrak dengan petani. Petani masih dapat memilih penebas mana
yang memberikan harga yang lebih tinggi.

Harga yang diterima petani berfluktuasi tergantung dari


musim tanam dan juga jenis pembayaran. MT 1 petani menerima
harga yang lebih tinggi antara Rp 22 Juta hingga 27 Juta per bau
atau Rp 3.600 - 4.300/Kg bila dikonversikan apabila dari hasil
produksi 6 Ton/Bau. Petani menerima harga Rp 22 Juta apabila
petani menerima atau mengajukan harga dalam bentuk cash atau
langsung dibayarkan di tempat. Apabila menggunakan system
pembayar DP petani dapat menjual produksi padi mencapai Rp 27
Juta per Bau. Untuk MT 2 petani mendapatkan harga lebih murah
karena padi melimpah dari daerah lain. Harga yang diterima
mencapai Rp 12 sampai 14 juta per bau. Rp 12 juta apabila
pembayaran melalui cash sedangkan apabila melalui DP petani
dapat mencapai harga hingga 14 juta.

Pembayaran melalui DP menjadi lebih tinggi karena apabila


melalui DP masih ada resiko yang dihadapkan oleh petani.
Pembayaran selanjutnya tergantung pada jumlah produksi yang
dihasilkan dari luas lahan petani. Apabila penebas merasa rugi maka
kerugian dihadapi bersama antara penebas dan petani namun
apabila untung penebas tidak memberikan keuntungan kepada

46 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Petani. Dari sinilah harga yang ditetapkan di awal melalui DP lebih


tinggi dibandingkan dengan Cash.

Pendapatan sebesar Rp 12-27 Juta pebau cukup tinggi


karena hasil yang didapatkan masih lebih jauh dibandingkan
dengan biaya produksinya. Untuk biaya produksi mencapai 4-6 juta
per bau atau Rp 1.300/Kg dengan biaya tertinggi pada tenaga kerja.
Tenaga kerja menjadi sangat tinggi akibat dari sulitnya pekerja
yang mau menjadi buruh tani sehingga harus didatangkan dari luar.
Meskipun begitu margi yang diterima petani mencapai Rp 8-23 juta
per musim tanam. Angka tersebut terlihat tinggi namun apabila
harus dihitung dengan biaya sewa lahan (untuk petani yang tidak
memiliki sawah) biaya sewa lahan mencapai Rp 20 juta per bau
atau Rp 6-7 juta per musim tanam maka petani dapat margin Rp 1
– 16 juta per musim tanam untuk yang melakukan sewa lahan atau
sampai Rp 1900/Kg.

Berdasarkan hasil FGD dan Indept Interview, petani pada


umumnya terbuka bagi siapapun yang menawarkan metode yang
terbaik. Hanya saja petani membutuhkan bukti nyata ada yang
berhasil. Petani membutuhkan figure yang dapat membuktikan
keberhasilan dari suau metode. Untuk penjualan beras bagi petani
tidak masalah dalam bentuk dan pada siapa akan menjual karena
bagi petani yang penting produksinya dapat dijual lebih mahal.
Penggunaan demplot untuk memberikan contoh keberhasilan untuk
beras premium dapat menjadi strategi untuk meyakinkan petani
menggunakan benih unggul dan metode yang tepat.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 47


Pengembangan BUM Desa Pertanian

Tabel 4.3 Harga pendapatan dan Pengeluaran Petani, Penebas,


dan Pemroses

48 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Untuk penebas pada Desa Banjarsari berjumlah sekitar 6-7


penebas. Penebas tidak hanya berasal dari Desa Banjarsari namun
juga berasal dari desa lainnya. Karena itu penebas tidak dapat
memiliki kontrak dengan petani. Petani masih dapat memilih
penebas mana yang memberikan harga yang lebih tinggi. Penebas
memberikan Harga berdasarkan taksiran produksi yang akan
dihasilkan. Penebas merupakan salah satu aktor yang menanggung
resiko. Penebas membeli dengan harga sekitar Rp 12-22 Juta per
Bau. Pada tiap Bau penebas biasanya dapat produksi sekitar 5 Ton
untuk MT 1 dan 4 Ton untuk MT2.

Penebas yang melakukan proses panen. Proses panen dapat


menggunakan 2 cara yaitu melalui mesin combine atau melalui
tenaga manusia. Apabila menggunakan mesin combine penebas
mengeluarkan biaya yang lebih murah yaitu sekitar Rp 1.5-2 juta
dibandingkan dengan tenaga manusia yang mencapai Rp 3 juta
untuk biaya panen. Hasil combine juga lebih mahal dalam hal harga.
Harga Gabah yang dijual dengan combine biasanya memiliki nilai
yang lebih besar Rp 300-500 rupiah. Apabila harga menggunakan
manusi gabah ditaksi 4800 maka harga dengan mesin combine
dapat mencapai Rp 5.100-5.300 per Kg gabah. Penebas
memberikan harga berdasarkan taksiran produksi yang akan
dihasilkan.

Aktor pemroses merupakan aktor yang mengambil gabah


dari penebas yang selanjutnya melakukan prosesing menjadi beras
dengan menggunakan jasa dari RMU. Pemroses menerapkan harga
berdasarkan harga pasar yang didapatkan dari pembeli atau
konsumen. Yang selanjutnya diturunkan untuk menghitung harga
gabah yang ditawarkan kepada penebas. Pemroses mengeluarkan
biaya berupa pengangkutan gabah dari jalan sawah ke penggilingan

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 49


Pengembangan BUM Desa Pertanian

padi, jasa penjemuran, jasa penggilingan hingga pengeluaran


karung beras. Pemroses juga merupakan salah satu aktor yang
menjadi sumber uang bagi penebas. Agar penebas dapat menjual
kepada pemroses biasanya penebas diberikan modal oleh pemroses
untuk mencari luas areal sawah

Terdapat dua kategori dalam penempatan aktor RMU. RMU


yang hanya sebatas jasa sewa menyewa (RMU Tradisional) dan
RMU yang menjadi aktor bisnis yang menerima gabah dari penebas.
RMU yang menjadi penyewa jasa merupakan mitra dari pemroses.
Sedangkan bagi pengusaha RMU merupakan aktor yang
memproses gabah menjadi beras yang selanjutnya di jual ke pasar.
Untuk daerah Kecamatan Gajah pengusaha RMU tidak hanya
mengambil gabah dari wilayah Gajah saja. RMU juga terkadang
bekerjasama dengan pemproses untuk mendapatkan beras akibat
permintaan pasar. Efektivitas produksi RMU hanya sekitar 8 bulan.
Karena musim tanam beras rata-rata hanya 2 kali musim tanam tiap
tahunnya. Apabila dipaksakan untuk 12 bulan maka kerugian biaya
dibandingkan dengan produksi akan semakin besar.

RMU yang ada di Kecamatan Gajah rata-rata telah


menggunakan mesin robotic hanya saja hanya RMU yang khusus
untuk beras premium yang memiliki mesin sortasi. Bantuan yang
telah diberikan oleh Kemendesa pada tahun 2018 sejatinya telah
lengkap. Namun hingga saat ini masih belum berjalan akibat dari
kurangnya modal dan mitra. RMU yang bertahan adalah RMU yang
tidak hanya sebatas daerah kecamatannya saja yang diambil
sebagai supply namun juga menjalankan mitra dengan petani atau
penebas bahkan antar RMU itu sendiri. Agar proses produksi RMU
dapat terus berjalan dan tidak terhenti.

50 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

4.2.2. Beras Premium

Pada umumnya untuk beras curah terdapat 3 rantai. Rantai


pertama yaitu petani, rantai kedua yaitu RMU yang kemudian
langsung dijual kepada pasar. Aliran rantai pasok dapat dilihat pada
Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Aliran Rantai Pasok Beras Premium Kecamatan Gajah.

Berbeda dengan beras biasa. Petani yang bermain beras


premium memiliki keterikatan kontrak dengan Koperasi RMU. Dari
mulai bibit hingga luas wilayah dan waktu tanam diatur oleh RMU
sebagai mitra. Beras yang digunakan adalah beras premium dengan
benih melati. Penggunaan pupuk serta obat pestisida lebih
mengarah kepada organik. Dengan mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh Koperasi maka petani menadapatkan harga yang
pasti tidak turun namun harganya hanya sekitar Rp 300-500 di atas
harga gabah pada umumnya. Selain itu petani untuk beras premium
memanen hasil lahan sendiri sehingga mendapatkan margin yang
lebih besar.

Meskipun begitu apabila dilihat dengan margin yang


didapatkan oleh RMU, RMU mengambil tingkat keuntungan lebih
tinggi yang disebabkan dikarenakan gabah dibeli dari petani tidak
terlalu berbeda dengan pasar. Hal ini menjadi ironi manakali petani
diminta untuk memproduksi beras yang berkualitas namun
mendapatkan harga yang tidak terlalu tinggi. Terlebih beras yang
dijual mencapai Rp 16.000 per kg. namun bagi mitra dari RMU lebih

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 51


Pengembangan BUM Desa Pertanian

membutuhkan kepastian harga meskipun sejatinya petani dapat


meningkatkan harga

Hanya RMU yang berbadan hukum koperasi yang berperan


sebagai aktor pada beras premium di Kecamatan Gajah. Saat ini
total anggota yang dimiliki kurang lebih 70 orang. RMU memiliki
mesin combine sendiri yang dapat disewakan untuk para anggota.
Harga sewa mengikuti harga pasar tidak ada kespecialan harga
untuk anggota namun lebih dimudahkan dari sisi akses agar tidak
bersaing dengan penebas lainnya.

RMU ini menggunakan konsultan yang ditugaskan untuk


memberikan penyuluhan kepada petani. RMU ini juga mengatur
Petani dari sisi benih, obat hingga cara panen. Hal tersebut
dilakukan untuk memberikan kualitas yang sama. RMU ini
menyediakan benin, dan saprodi pertanian untuk mengikat petani
agar tetap terus bekerja sama.

RMU membeli gabah sekitar Rp 5.000-6.000 tergantung


jenis beras yang dihasilkan. Ada tiga jenis beras yaitu beras melati,
beras merah dan beras hitam. Dan kemudian dijual dengan harga
Rp 16.000-25.000/Kg.

Untuk mempertahankan produksi, RMU memiliki anggota


yang tersebar di beberapa daerah agar produksi dapat terus
berjalan sehingga mesin RMU dapat efektig digunakan. Hingga saat
ini RMU ini telah memasarkan baik melaui mitra ataupun
perorangan dan menggunakan e-commerce.

Dari keseluruhan aktor dan activities yang telah diuraikan di atas,


kemudian dianalisa menggunakan analisis value-chain yang
berfokus pada total value chain dari suatu produk, mulai dari desain
produk, sampai dengan pemanufakturan produk bahkan jasa

52 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

setelah penjualan.Konsep-konsep yang mendasari analisis tersebut


adalah bahwa setiap perusahaan menempati bagian tertentu atau
beberapa bagian dari keseluruhan value chain. Dari hasil pemetaan
rantai nilai beras di lokasi penelitian, tergambar beberapa aktor dan
aktivitas dari masing-masing aktor. Mulai dari input produksi,
budidaya padi, sampai dengan aktivitas penggilingan.
Tabel 4.4 Kisaran Harga pendapatan dan Pengeluaran Petani serta
Pemroses

Pemetaan rantai nilai dalam mengembangkan komoditas


unggulan terpilih melalui BUM Des di Kecamatan Gajah Kabupaten

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 53


Pengembangan BUM Desa Pertanian

Demak. Tahapan pemetaan rantai nilai produk unggulan diuraikan


sebagai berikut:

1) Pemetaan komoditas unggulan


Dalam memetakan komoditas terpilih ada beberapa kriteria
yang digunakan, yaitu:
 merupakan komoditas potensial untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat miskin;
- keterlibatan masyarakat miskin dalam setiap rantai nilai.
- potensial untuk mengurangi angka kemiskinan di desa.
- kegiatan yang bersifat padat karya.
- mudah diakses oleh masyarakat miskin baik dari segi
permodalan maupun pengetahuan.
 potensi pasar
- permintaan pasar yang tinggi baik domestik maupun
internasional.
- melibatkan banyak orang dalam pengusahaannya.
- potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.
 kriteria lain, seperti:
- keberlanjutan lingkungan.
- sejalan dengan rencana strategis nasional maupun
daerah.
- inklusi sosial dan gender.

2) Pemetaan pengusahaan komoditas terpilih


Pada tahapan ini dipetakan apa saja proses yang harus dilalui
untuk menghasilkan suatu produk, mulai dari input, budidaya,
sampai siap dinikmati oleh konsumen.

3) Identifikasi aktor dan peran aktor


Setelah alur pengusahaan komoditas terpilih terpetakan,
proses selanjutnya adalah memetakan siapa saja aktor yang
terlibat serta peran di dalamnya. Aktor bisa dikelompokkan

54 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

berdasarkan aktivitas utama mereka, seperti: pengepul adalah


pihak yang terlibat dalam pengumpulan produk sedangkan
produsen adalah pihak yang memproduksi barang. Untuk
mendapatkan informasi yang lengkap ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan, seperti: status kepemilikan
(pemerintah, perusahaan swasta, BUM Desa, koperasi, rumah
tangga); skala usaha (jumlah tenaga kerja yang terlibat,
UMKM); lokasi (dalam desa, luar desa).

4) Pemetaan alur produk


Pada tahap ini dilakukan identifikasi produk yang dihasilkan
dalam setiap proses mulai dari input, bahan mentah hingga
menjadi produk akhir.

5) Pemetaan volume distribusi


Tujuan tahap ini adalah untuk mengetahui gambaran besar
kecilnya volume distribusi produk dalam setiap rantai nilai.

6) Pemetaan margin harga


Dalam memetakan harga, margin, dan keuntungan pada setiap
tahapan rantai nilai biasanya didapatkan data yang kurang
akurat. Umumnya, pada tahap ini hanya menggunakan nilai
jual produk saja.

7) Pemetaan mitra usaha


Hubungan dan keterkaitan antar aktor dapat terjadi pada
aktivitas yang sama (antara petani dan petani) maupun pada
aktivitas yang berbeda (antara petani dan pedagang).

8) Pemetaan kendala dan solusi


Identifikasi kendala dan solusi dipetakan kedalam tiap tahap
rantai nilai.

Hasil pemetaan di atas dikonstruksikan dalam matrik analisis


pemetaan rantai nilai seperti di bawah ini:

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 55


Pengembangan BUM Desa Pertanian

56 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Penentuan di bagian mana usaha BUM Desa berada dari


seluruh value chain merupakan analisis stratejik, berdasarkan
pertimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap
aktivitas, yaitu dimana BUM Desa dapat memberikan nilai terbaik
untuk masyarakat dengan biaya serendah mungkin. Di samping itu
BUM Desa juga bisa berperan dalam memecahkan persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh petani, misalnya masalah kelangkaan
pupuk, kesulitan tenaga kerja, masalah pergudangan, dan belum
ada nilai tambah dalam produk akhir.

Hasil dari pemetaan potensi-potensi usaha bagi BUM Desa di


atas dapat dijadikan sebagai peluang kerjasama antar BUM Desa di
Kecamatan Gajah. Misalnya, BUM Des Desa Kedondong
memfokuskan usahanya pada jasa persewaan mesin alsintan ( rice
transplanter, hand tractors, combineharvester), BUM Desa
Mlatiharjo berperan sebagai penyedia bibitunggul, BUM Desa
Tambirejo sebagai penyalur saprodi (pupuk, pestisida, sarpras
pertanian), sedangkan BUM Desa Banjarsari bergerak di bidang
penggilingan dan pergudangan beras.

Model kerjasama ini didasarkan pada model value coalitions


(Porter, 2004) yang merekomendasikan bahwa nilai suatu produk
tercipta dari adanya hubungan secara simultan dari beberapa unit
pendukung dalam menghasilkan suatu produk dari sebuah alur
kerja (workflow) dan peranan masing-masing unit usaha (functional
organization). Model ini mensyaratkan adanya kerjasama (koalisi)
dari masing-masing unit usaha (BUM Desa) secara simultan dalam
pengembangan dan pembuatan produk yang dapa tmemberikan
nilai tambah

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 57


Pengembangan BUM Desa Pertanian

4.3. Strategi Pengembangan BUM Desa Pertanian Pangan


di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak

BUM Desa diharapkan dapat mengakomodir kepentingan


masyarakat perdesaan yang dikelola berdasarkan nilai-nilai kearifan
lokal, memiliki ciri khas dan keunggulan kompetitif supaya dapat
memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan
kesejahteraan petani padi dan masyarakat desa. Jay Barney
(Barney, 1991) mengembangkan konsep resource-based view yang
memiliki peran penting bagi manajemen strategik. Konsep tersebut
menyatakan bahwa organisasi akan mencapai keunggulan bersaing
berkelanjutan apabila memiliki sumber daya yang bernilai unik,
langka dan sulit ditiru. Keunggulan kompetitif tersebut ditentukan
dalam 3 kategori: modal fisik, modal manusia, dan modal
organisasi. Modal fisik meliputi teknologi yang digunakan, sarana
dan prasarana pendukungnya, keadaan lingkungan, serta
ketersediaan bahan baku. Modal manusia merupakan pengetahuan
dan keterampilan yang melekat pada orang termasuk didalamnya
adalah pelatihan, pengalaman, nilai, kecerdasan, dan relasi
personal yang tinggi. Sedangkan modal organisasi atau modal
dapat dikatakan sebagai modal sosial (Ratna, 2016) termasuk
didalamnya berupa laporan kinerja institusi, relasi, sikap, dan nilai
yang memandu interaksi antara orang dan kontribusi pada ekonomi
dan pembangunan sosial. Dalam modal sosial diperlukan nilai saling
berbagi serta pengorganisasian peran yang diekspresikan dalam
hubungan personal, kepercayaan dan tanggung jawab bersama.

Dalam penentuan strategi tentu harus memperhatikan


bagaimana kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman.karena hal
tersebut diperlukan analisis SWOT untuk menjawab hal tersebut.
Analisis SWOT adalah alat yang digunakan untuk perencanaan

58 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

strategis dan manajemen strategis dalam organisasi. Saya dapat


digunakan secara efektif untuk membangun strategi organisasi dan
strategi kompetitif. “Analisis SWOT adalah alat yang sederhana
namun kuat untuk mengukur kemampuan sumber daya organisasi
dan kekurangan, peluang pasarnya, dan ancaman eksternal
terhadap masa depannya ”(Thompson et al., 2007: 97). Analisis
SWOT adalah kerangka kerja perencanaan strategis yang digunakan
dalam evaluasi suatu organisasi, rencana, atau proyek atau kegiatan
bisnis. Oleh karena itu Analisis SWOT adalah alat yang signifikan
untuk analisis situasi yang membantu para manajer untuk
mengidentifikasi faktor-faktor organisasi dan lingkungan. Analisis
SWOT memiliki dua dimensi: Internal dan eksternal. Dimensi internal
meliputi faktor organisasi, juga kekuatan dan kelemahan, Dimensi
eksternal meliputi faktor lingkungan, juga peluang dan ancaman.

Menjelaskan bahwa Analisis SWOT adalah identifikasi


berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan
strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,
strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian,

Perencanaan strategi harus menganalisa faktor kekuatan,


kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini.
Analisa SWOT menggambarkan situasi dan kondisi yang sedagn
dihadapi dan mampu memberikan solusi untuk permasalahan yang
sedang dihadapi. Komponen amalisis SWOT ada 4 yaitu:

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 59


Pengembangan BUM Desa Pertanian

a. Strenght-S (Kekuatan); Analisa kekuatan merupakan kondisi


kekuatan yang dimiliki perusahaan atau organisasi saat ini.
Kekuatan ini dimanfaatkan untuk menghadapi persaingan.
b. Weakness- W (Kelemahan); Analisa kelemahan merupakan
kelemahan yang ada di dalam perusahaan atau organisasi saat
ini. Kelemahan ini bisa menjadi kendala dalam mencapai sasaran
organisasi dan menghadapi persaingan.
c. Opprtunity-O (Peluang); Analisa peluang ini menggambarkan
kondisi dan situasi di luar organisasi yang memberikan peluang
organisasi untuk berkembang di masa depan.

Threats-T (Ancaman); Analisa ancaman menggambarkan


tantangan atau ancaman yang harus dihadapi organisasi. Ancaman
ini berasal dari berbagai macam faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan dan dapat menyebabkan kemunduran. Ancaman
ini menjadi penghalang di masa sekarang dan yang akan datang.
Keempat komponen di atas dituangkan dalam matrik SWOT. Matrik
ini dapat mengambarkan secara jelas peluang dan ancaman (faktor
eksternal) yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat
menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif strategis. Pada strategi
SO (Strength-Opportunities) menunjukkan pemanfaatan kekuatan
untuk merebut peluang yang ada. Strategi ST ( Strenghts-Threats)
adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman. Strategi WO (Weknesses- Opportunities)
merupakan strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
Strategi WT (Weknesses- Threats) adalah strategi ini berdasarkan
pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Hasil analisa
SWOT yang didapatkan dari data primer di lokasi dapat dilihat pada
Tabel 4.6.

60 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Tabel 4.6 Analisis SWOT

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 61


Pengembangan BUM Desa Pertanian

Tabel 4.6 Lanjutan

Tabel SWOT di atas menjelaskan bahwa tiga desa di lokasi


penelitian memiliki kekuatan yang identik satu sama lain. Letak
ketiga desa, yaitu Desa Tambiharjo, Mlatiharjo dan Banjarsari yang
berdekatan dan konektivitasnya dengan ibu kota kecamatan dan ibu
kota kabupaten merupakan salah satu nilai unngul dibandingkan
desa lain di Kecamatan Gajah. Selain itu, ketiga desa tercatat

62 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

memiliki produktivitas padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan


desa lain.

Salah satu hal yang menarik lainnya, Desa Mlatiharjo yang


sudah terkenal dengan predikat sebagai Desa Inovasi telah memiliki
bibit unggul beras organik hasil budidaya sendiri yang bisa
didapatkan juga oleh desa lain melalui sistem kemitraan yang telah
dibangun oleh Desa Mlatiharjo. Meskipun hingga saat ini, sistem
tersebut belum ditindaklanjuti oleh BUM Desa sebagai salah satu
unit usaha tersendiri. Namun adanya BUM Desa yang sudah
berkembang di Desa Mlatihajo, Tambirejo serta Banjarsari
mengindikasikan adanya keterbukaan masyarakat untuk menerima
perubahan yang dapat dijadikan daya ungkit dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat.

Ketiga desa memiliki penduduk usia kerja dengan pendidikan


lulusan SMA yang melimpah, meskipun hanya sedikit yang berminat
bermatapencaharian di sektor pertanian pangan. Letak Kecamatan
Gajah yang dekat dengan kabupaten juga dikhawatirkan akan
mendorong terjadinya gelombang urbanisasi dari Kecamatan Gajah
menuju Semarang, Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah dengan cepat.

Desa Banjarsari yang terletak di antara Desa Tambirejo dan


Mlatiharjo memiliki Ricemilling dengan kapasitas besar tetapi belum
efektif berproduksi, dan hingga 2019 masih belum menjadi aset
BUM Desa karena BUM Desa yang sudah ada belum mempunyai
unit usaha yang berkaitan dengan pertanian pangan serta tingkat
kepercayaan masyarakat yang relatif rendah terhadap pengurus
BUM Desa menyebabkan BUM Desa tidak dapat berkembang
dengan baik Selain itu, kelembagaan yang berada di desa-desa juga

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 63


Pengembangan BUM Desa Pertanian

belum mendukung usaha pertanian yang akan dikembangkan. Saat


ini sebagian petani mengandalkan permodalan,penyediaan bibit
hingga pemasaran hanya ke tengkulak saja.

Dengan analisis tersebut di atas, maka kerjasama dapat


dilakukan untuk memberikan input pada alat pengolah pasca panen
skala besar di desa Banjarsari. Kerjasama ini tujuannya untuk
membangun pengolahan pasca panen dari mulai panen hingga
pengemasan produk. Tujuan proses pengolahan dari hulu sampai
akhir yang dilakukan di desa atau BUM Desa ini untuk lebih
memberikan nilai tambah di desa terutama bagi petani. Hal ini perlu
dilakukan karena di desa atau kawasan tersebut pengolahan hanya
sampai ke tahap panen. Masih ada peluang pengolahan pasca
panen secara inovatif yang dapat dilakukan oleh BUM Desa. Petani
akan lebih mempunyai posisi tawar dengan bekerjanya BUM Desa.
Dukungan dari antar pemerintah desa di kawasan tersebut untuk
penguatan kelembagaan BUM Desa.

64 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Bab V
Kesimpulan dan Rekomendasi

Kelayakan pengembangan potensi padi sebagai komoditas


unggulan di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak dapat dilihat dari
jumlah produksi padi yang merupakan produksi tertinggi di
Kecamatan Gajah dengan hasil mencapai 45 ribu Ton per tahun.
Selain itu berdasarkan Potensi Desa tahun 2018 dari 18 Desa yang
ada di Podes 100 persen berpenghasilan utama di sektor pertanian.
Sedangkan untuk komoditas unggulan dimana 17 dari 18 Desa
tersebut memiliki produk unggulan padi. Hal tersebut dikuatkan
kembali melalui terpenuhinya 4 (empat) syarat agar produk dapat
dikatakan unggulan menurut Nadjiati yaitu syarat teknis, sosial,
ekonomi dan yuridis.

Peluang kerja sama antar desa dalam mendukung


pengembangan BUM Desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak
dapat dilakukan dengan melihat peranan masing-masing unit usaha
(functional organization). Model ini mensyarakatkan adanya
kerjasama (koalisi) dari masing-masing unit usaha (BUM Desa)
secara simultan dalam pengembangan dan pembuatan produk yang
dapat memberikan nilai tambah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 65


Kesimpulan dan Rekomendasi

Sehingga pengembangan BUM Desa pertanian pangan di


Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak yang disarankan adalah
dengan mengikuti proses value coalitions yang dapat dilakukan di
desa Banjarsari maupun di sekitar wilayah desa tersebut sebagai
berikut: BUM Desa Desa Kedondong memfokuskan usahanya pada
jasa persewaan mesin alsintan (rice transplanter, hand tractors,
combine harvester), BUM Desa Mlatiharjo berperan sebagai
penyedia bibit unggul, BUM Desa Tambirejo sebagai penyalur
saprodi (pupuk, pestisida, sarpras pertanian), sedangkan BUM Desa
Banjarsari bergerak di bidang penggilingan dan pergudangan beras.

66 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2017). Analisis Indikator Kemiskinan


Kabupaten Demak Tahun 2017. Demak: Bdan Pusat Statistik
Kabupaten Dema.

Badan Pusat Statistik. (2017). Nilai Tukar Petani Kabupaten Demak


2016. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak.

Barney, J. (1991). Firm Resources and Sustained Competitive


Advantage. Journal Of Manajement Vol 17 No. 1, 99-120.

BPS Provinsi Jawa Tengah. (2018). Provinsi Jawa Tengah Dalam


Angka 2018. Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah.

BPTP. (2018, January 23). Panen dan Tanam Setiap Hari, Jawa
Tenah Berdaulat Pangan. Retrieved from
jatemg.litbang.pertanian: https://jateng.litbang.pertanian.
go.id/index.php/artikel/berita/item/386-panen-dan-tanam-
setiap-hari-jawa-tengah-berdaulat-pangan.

Bulog. (2019, April 19). www.bulog.co.id. Retrieved from Perum


Bulog-Bisnis Beras Premium DN dan LN: http://www.bulog.
co.id/bisnisberas.php.

David, F. (2004). Manajemen Strategis: Konsep. Edisi ketujuh.


Jakarta: PT Prenhallindo.

Demak, B. K. (2018). Demak Dalam Angka 2018. Demak: BPS


Kabupaten Demak.

Demak, P. K. (2019). Rekap Penilaian Klasifikasi Perkembangan


BUM Desa Demak. Demak: PMD Kab Demak.
F, R. (2004). Manajemen Strategis: Konsep. Edisi ketujuh. Jakarta:
PT Prenhallindo.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 67


Daftar Pustaka

Fatimah, R. (2018). Mengembangkan Kualitas Usaha Milik Desa (Q-


BUMDES) untuk Melestarikan Ketahanan Ekonomi Masyarakat
dan Kesejahteraan Adaptif: Perancangan Sistem
Kewirausahaan Desa dengan Menggunakan Model
Tetrapreneur. Jurnal Stido Pemuda, 122-132.

Freeman. (1984). Strategic Management: a Stakeholder Approach .


Marsfield, MA7: Pittman Publishing.

M4P. (2008). Making Value Chains Work Better for the Poor: A
Toolbook for Practicioners of Value Chain Analysis. Phnom
Penh: Agricultural Development International.

MH Karmana, D. (2012). Tantangan Pembangunan Pertanian:


Kemiskinan Pada Ekosistem. Retrieved from
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_0
1B_MP_Maman.pdf.

Mitchell, R. K. (1997). Towards A Theory Of Stakeholder


Identification And Salience Defining The Principle Of Who And
What Realy Counts. Academy of Management Review Vol 22
No 4, 853-886.

N, R. (2008). Strategic Management. Neil Riston and Ventus


Publishing, APS, ISBN 978-87-7681-417-5.

Nono Rusono, D. (2014). Penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang


Pangan dan Pertanian. Jakarta: Direktorat Pangan dan
Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Mayu, W. I. (2016). Faktor-Faktor yang Menghambat Tumbuh dan


Berkembangnya Badan Usaha Milik Desa di Desa Pematang
Tebih Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Tahun
2014-2015. JOM Fisip Vol 3 No.2, 1-11.

68 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.


Pengembangan BUM Desa Pertanian Tanaman Pangan

Octavianto, A. e. (2014). Perkembangan Pola Usaha Tani Di Desa


Mlatiharjo Kecamatan GAjah Kabupaten Demak Pada Tahun
1980-2003. Semarang: Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.

Prasetyo, A. (2018, September 24). Kementan Akui Tidak Fokus


pada Pascapanen . Retrieved from Media Indonesia:
http://mediaindonesia.com/read/detail/186265-kementan-
akui-tidak-fokus-pada-pascapanen

Pusat Data dan Informasi Pertanian. (2017). 2017. Jakarta: Pusat


Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

R, E. F. (1984). Strategic Management: a Stakeholder Approach.


Marshfield, MA 7: Pittman Publishing.

R.E, F. (1984). Strategic Management: a Stakeholder Approach.


Marshfield, MA 7: Pittman Publishing.

Ratna, M. R. (2016). Peranan Badan Usaha Milik Desa (BUM Des)


Pada Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Studi Pada BUM
Des Di Gunung Kidul Yogyakarta. Modus Vol 28(2), 155-167.

RI, B. (2018). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia,


Maret 2018. Jakarta: BPS RI.

Ridlwan, Z. (2013). Payung Hukum Pembentukan BUM Des. Fiat


Justitia Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 3, Sept-Des, 355-370

Rosyada, D. (2016, Maret 21). uinjkt.ac.id. Retrieved from


Community Based Research Salah Satu Model Penelitian
Akademik: https://www.uinjkt.ac.id/id/community-based-
research-cbr-salah-satu-model-penelitian-akademik.

Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019. 69


Daftar Pustaka

Sukmawati. (2017). Analisis Cluster Dengan Metode Hierarki Untuk


Pengelompokan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan Indikator Makro ekonomi. Makassar: Jurusan
Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.

Suprihadi, D. (2014). Iptek Bagi Masyarakat Desa Mlatiharjo Dari


Pasar Desa Menuju Pasar Digital. Jurnal Teknologi Informasi-
Aiti Vol II No 1, 1-14.

70 Pusat Penelitian dan Pengembangan, 2019.

Anda mungkin juga menyukai