Anda di halaman 1dari 90

HASIL PENELITIAN

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR TAMAN

WISATA ALAM RUTENG DALAM PERLINDUNGAN KAWASAN

PELESTARIAN ALAM

(Studi Kasus Desa Satar Nawang Kecamatan Sambi Rampas Kabupateng

Manggarai Timur)

Oleh :

FILOMENA MARLIANA MANIS

1703010066

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
KATA PANGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Masa Esa atas

segala berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Taman

Wisata Alam (TWA) Ruteng Dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian

Alam.” dan penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Nusa Cendana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Nusa Cendana Kupang, Bapak Prof. Ir. Fredrik L. Benu,

M.Si, Ph.D

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nusa Cendana Kupang,

Bapak Dr. M.N.B.C. Neolaka,M.Si

3. Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Nusa Cendana

Kupang, Bapak Drs. Jacob Wadu, M.Si

4. Bapak Laurensius P. Sayrani, S.Sos, M.PA, selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak memberikan arahan, saran dan masukan bagi penulis.

5. Bapak Alfred E.O. Mau S.Sos, M.Si , selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak memberikan arahan, saran dan masukan bagi penulis.

ii
6. Bapak Drs. Jacob Wadu, M.Si. Bapak Made N.D. Andayana, S.H, M.Si. Ibu

Catryn V. Adam, S.Sos, M,Si selaku Dosen Penguji yang sudah banyak

memberikan arahan, saran dan masukan bagi penulis.

7. Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku Tenaga Teknis Penyuluhan

Kegiatan Di TWA Ruteng, Bapak Siprianus Janggur S.Hut, selaku Kepala

RKW TWA Ruteng Wilayah IV, Bapak Gerardus Naji, selaku Kepala Desa

Satar Nawang dan salah satu anggota MMP (Masyarakat Mitra Polhut),

Bapak David Geong sebagai Tokoh Adat atau Tu’a adat di Desa Satar

Nawang yang juga termasuk salah satu MMP, Bapak Paskalis Samin dan

Bapak Gregorius Mei.

8. Orang tua tercinta, Bapak Stanislaus Mas, Ibu Yasinta Kono, Kaka dan Adik

yang selalu ada dan banyak memberikan motivasi.

9. Teman-teman seperjuangan Administrasi Nagara’17

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun dari semua

pihak.Semoga proposal ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu pengetahuan

bagi pembaca.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak.

Kupang, Agustus 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Teks Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 11

1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 11

1.4. Manfaat Penelitian................................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu............................................................................. 12

2.2. Kejian Teoritis....................................................................................... 14

2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat................................................................. 14

2.2.2. Partisipasi Masyarakat....................................................................... 24

2.2.3. Taman Wisata Alam........................................................................... 34

2.3. Kerangka Berpikir................................................................................. 37

iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

v
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian....................................................... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 40

3.3. Fokus Penelitian.................................................................................... 40

3.4. Sumber Data.......................................................................................... 41

3.5. Informan Peneliti .................................................................................. 42

3.6. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 42

3.7. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 43

3.8. Teknik Analisis Data............................................................................. 45

3.9. Teknik Pengujian Keabsahaan Data..................................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ............................................. 46

4.1.1. Gambaran Umum Desa Satar Nawang.............................................. 46

4.1.2. Kondisi Geografis.............................................................................. 46

4.1.3. Kependudukan................................................................................... 47

4.1.4. Kondisi Ekonomi............................................................................... 47

4.1.5. Produk Unggulan Desa Satar Nawang............................................... 48

4.1.6. Ketersediaan Layanan Publik............................................................. 48

4.1.7. Potensi Jasa Lingkungan.................................................................... 49

4.2. Srategi Pemberdayaan Masyarakat ...................................................... 50

4.2.1. Penyadaran dan Pembentukan Prilaku............................................... 50

4.2.2. Transformasi Kemampuan................................................................. 55

4.2.3. Peningkatan Kemampuan.................................................................. 58

BAB V PENUTUP

vi
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 69

5.2. Saran ..................................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu …………………………….. 15

Tabel 2.2. Perbandingan Partipipasi …………………………….. 36

Tabel 3.1. Fokus dan Sub Fokus ……………………………... 43

Table 3.2. Informan Penelitian ……………………………… 45

Tabel 4.1. Jenis Pekerjaan Masyarakat ……………………… 51

Tabel 4.2. Produk Unggulan di desa ……………………………… 52

Tabel 4.3. Potensi Jasa Lingkungan ………………………………. 54

Tabel 4.4. Luas Resort Wilayah II TWA Ruteng ……………………. 62

Tabel 4.5. Rinciaan bibit tanam THL 2013 ………………………. 73

Tabel 4.6. Rinciaan bibit tanam RHL 2014 ………………………. 74

viii
DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir.................................................................. 38

Gambar 4.1. Peta Desa Satar Nawang …….. …………………………… 49

Gambar 4.2. Sosialisasi di Kabupaten Manggarai Timur …. …………… 56

Gambar 4.3. Pelatihan Usaha Ekonomi Produktif Di desa Wejang Mewe 60

Gambar 4.4. Bangunan Tanpa Ijin di Lok Pahar…... …………………… 70

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada

Masyarakat Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara yang memberikan

manfaat serbaguna bagi umat manusia.Hutan juga merupakan salah satu sumber daya

alam yang berperan dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air

dan kesuburan tanah yang merupakan penunjang kehidupan manusia.

Pentingnya kawasan hutan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup

sangatlah besar.Hampir seluruh kawasan konservasi di Indonesia berada dalam pola

interaksi yang kuat dengan masyarakat yang hidup disekitarnya, dimana masyarakat

masih mengandalkan hidupnya pada hutan. Menurut (Foskett dan Foskett. 2004), dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya Masyarakat bergantung pada hubungannya dengan

lingkungan termasuk kawasan huta n. Data empiris menunjukkan bahwa masyarakat

tersebut tersebar di kurang lebih 2.805 desa didalam kawasan hutan dan kurang lebih

16.605 desa di sekitar hutan (Daryanto. 2011).Sejumlah 3.526 desa diantaranya terdapat

di dalam dan di sekitar hutan konservasi (Dephut. 2009).

Berdasarkan fungsinya, hutan dibagi menjadi tiga yaitu hutan konservasi, hutan

lindung dan hutan produksi.Hutan dengan fungsi konservasi dan lindung berperan dalam

mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan tanah.Ketersediaan

1
air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan mahluk yang ada di muka bumi

ini (Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999).

Saat ini diperkirkan lebih dari tiga perempat penduduk Indonesia yang

menggantungkan hidupnya pada hasil hutan.Hal ini disebabkan karena mereka bermukim

atau bertempat tinggal di daerah kawasan hutan.Dari tahun ke tahun kerusakan hutan

yang terjadi di Indonesia semakin parah.Kerusakan hutan di Indonesia mencapai

610.375,92 Ha dan tercatat sebagai peringkat ketiga kerusakan hutan terparah di dunia

seperti yang diungkapkan oleh Peryansyah (2013, h. 99).

Kecenderungan konflik memerlukan solusi yang dapat mengakomodasi semua

kepentingan. Aktivitas masyarakat di sekitarnya yang bersifat eksploitatif merupakan

ancaman yang akan menimbulkan dampak merugikan bagi kawasan maupun masyarakat

itu sendiri. Di sisi lain, masyarakat merupakan sumberdaya potensial bagi konservasi

kawasan Taman Wisata Alam Ruteng .Dengan demikian, kepentingan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhannya serta perilaku mereka tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan

Taman Wisata Alam Ruteng.Program pemberdayaan dipandang perlu sebagai upaya

untuk mendorong perilaku positif masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya

dengan mempertimbangkan pelestarian kawasan.

Taman Wisata Alam atau yang di singkat dengan TWA ini adalah wilayah konservasi

yang memiliki peruntukan sebagai pariwisata maupun sarana rekreasi.Taman ini terletak

di dalam wilayah konservasi dan perlindungan alam. Taman Wisata Alam menurut UU

No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan

2
rekreasi alam. Oleh karena itu pengelolaan kawasan hutan TWA harus memperhatikan

pelestariannya tetapi juga penghidupan masyarakat sekitar hutan. Menurut Riyanto

(2005), kawasan konservasi harus merupakan hubungan yang serasi dengan program

pembangunan berkelanjutan. Kawasan konservasi merupakan satu kesatuan didalam

sistem tata guna hutan wilayah.Integrasi kawasan konservasi ke dalam rencana

pembangunan wilayah memerlukan hubungan yang terus menerus antara berbagai macam

otoritas perencanaan dan pengelolaan serta yang terpenting adalah masyarakat setempat

dan masyarakat sekitar kawasan hutan.

Kawasan hutan TWA Ruteng pada awalnya merupakan hutan lindung seluas

17.857,60 hektar dan hutan produksi seluas 14,388 hektar.Kedua fungsi hutan tersebut

selanjutnya berubah fungsi menjadi Taman Wisata Alam Ruteng. Perubahan fungsi

tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

456/Kpts-II/1993 tanggal 24 Agustus 1994. Luas kawasan selanjutnya menjadi 32.248,60

hektar.

Penetapan kawasan hutan TWA Ruteng sesuai dengan kriteria menurut Ditjen

PHKA, 2006 bahwa kawasan taman wisata alam merupakan salah satu kawasan

konservasi dengan tujuan utama pemanfaatan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi

alam. Adapun kriteria penunjukkan dan penetapan kawasan taman wisata alam yaitu

pertama, mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam

serta formasi geologi yang menarik; kedua, mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi

alam; ketiga, kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

3
pariwisata alam. Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam juga dapat dimanfaatkan

untuk, pertama, pariwisata alam dan rekreasi; kedua, penelitian dan pengembangan

(kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-

hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam

tersebut); ketiga, pendidikan; dan keempat, kegiatan penunjang budaya. Pengelolaan

kawasan taman wisata alam merupakan tanggung jawab pemerintah dimana

pengelolaannya dilakukan dengan berbagai upaya pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pemerintah yang mengelola kawasan TWA

harus berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspekaspek

ekologi, teknis, ekonomis dan social budaya.Aspek pengelolaan ini menjadi penting

mengantisipasi berbagai ancaman yang berpotensi untuk merusak kawasan tersebut dan

membuat perubahan fungsi kawasan.

Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng secara admnistratif berada di Kabupaten

Manggarai dan Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.Yang di kelola oleh

KSDA (konservasi sumber daya alam) Ruteng. Secara grografis berada pada titik

koordinat antara 8°30’ - 8°42’ LS dan 120°15’ - 120°50 BT. Memiliki luas 32.245,60

hektar dengan pembagian luas kawasan 8.013,60 hektar berada di wilayah Kabupaten

Manggarai dan seluas 24.235 hektar berada di wilayah Kabupaten Manggarai Timur

membujur dari arah timur ke barat yang berjarak sekitar 15 km dari pantai selatan dan 35

km dari pantai utara. Terdapat 76 daerah penyangga pada TWA Ruteng dimana 26

Desa/Kelurahan berada di wilayah Kabupaten Manggarai dan 50 Desa/Kelurahan di

wilayah Kabupaten Manggarai Timur.

4
Terdapat berberapa potensi wisata yang ada di kawasan TWA Ruteng seperti :

1. Potensi Wisata Tanah Lingko

2. Potensi Wisata Poco Ranaka dan Anak Ranaka

3. Potensi Wisata Danau Ranamese

4. Potensi Wisata Golo Lusang

5. Potensi Wisata Air Terjun Werak

6. Potensi Wisata Gua Watu Niki

7. Potensi Wisata Gua Liang Bua

8. Potensi Wisata Todo

9. Potensi Wisata Lok Pahar

10. Potensi Wisata Ruteng Lama

Kunjungan wisatawan ke Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng selama ini hanya

1.500 wisatawan per tahun itupun wisatawan minat khusus.Berbeda dengan kunjungan

wisatawan ke Taman Nasional Komodo dan Taman Nasional Kelimutu.Umumnya

Wisatawan yang berkunjung ke TWA Ruteng hany untuk singgah sebentar atau istirahat

ketika menuju ke kedus Taman nasional itu.

Kondisi sosial ekonomi dan budaya TWA Ruteng berbatasan langsung dengan

desa-desa penyangga.Desa penyangga yang ada mempunyai karekteristik yang berbeda-

beda terutama untuk adat istiadat.Desa Satar Nawang merupakan salah satu desa

peyangga yang berada di sekitar Kawasan TWA Ruteng, yang dimana aktivitasnya

berinteraksi langsung dengan Kawasan TWA yang dimana sebagaian besar masyarakat

disana berprofesi sebagai petani.

5
TWA Ruteng adalah “Rumah Ibu” bukan hanya bagi biota yang ada di dalamnya

tetapi juga bagi seluruh masyarakat Manggarai dan Manggarai Timur.Namun kini rumah

itu terancam di bawah keserakaan masyarakat.Alih-alih melindungi dan memanfaatkan

potensi alam, masyrakat ramai-ramai menghancurkannya.Masyarakat sekitar Taman

Wisata Alam (TWA) Ruteng sudah berinteraksi dengan kawasan sejak sebelum

ditetapkan.Dalam pengelolaan TWA Ruteng, permasalahan tekanan terhadap kawasan

yang dijumpai adalah klaim lahan (okupasi), aktivitas pembalakan liar (illegal logging)

dan kegiatan perambahan.Perambahan kawasan dan illegal logging TWA Ruteng

merupakan masalah inti , namun sebenarnya perambahan dan illegal logging adalah

gejala oleh karena itu perlu dicari penyebab terjadinya perambahan. meliputi 4 faktor.

1. Faktor pertama adalah perbedaansistem nilai antara masyarakat dan pengelola

kawasan hutan. Bagi masyarakat relasi mereka dengan hutan merupakan relasi

yang bersifat sosial, ekonomi dan spiritual. Hutan tidak hanya berfungsi

untukmemenuhi kebutuhan dasar namun melakukan aktivitas sosial budaya

dan ritual kepercayaan. Hutan dipandang sebagai milik bersama

(commongoods). Semua anggota masyarakat mempunyai hak untukmengakses

SDA dan kewajiban yang sama untuk melestarikannya sesuai aturan adat.

Akses terhadap hutan bukan barang yang dapat diperdagangkan (common

property) dan pelestarian hutan merupakanbagian dari praktek kehidupan

sosial budaya (Pratiwi, 2008). Bagi pengelola,TWA Ruteng memiliki fungsi

utama sebagai fungsi ekowisata dan fungsi ekologi.

6
2. Faktor kedua adalah ketidakpastian status lahan karena penetapan sepihak

kawasan TWA Ruteng sehingga masuknya beberapa wilayah adat masyarakat

kedalam wilayah TWA Ruteng. Dasar klaim pemerintah atas wilayah adat

adalah kebijakan agraria yang menyebutkan bahwa lahan yang

kepemilikannya tidak dapat dibuktikan oleh yang menguasainya menjadi

domain negara (Harsono 2005:44-46). Pada Undang-Undang Kehutanan No.

41/1999 mengenai Kehutanan Pasal 67 menyebutkan

bahwa pengelolaan hutan adat diakui keberadaannya namun hak tersebut dapat

diberikan jika ada pengakuan dari Pemerintah Daerah (PEMDA). Asumsi

hukum pemerintah bertentangan dengan kesadaran hukum yang dimengerti

masyarakat.Wilayah adat bagi mereka adalah common property atau lahan

milik bersama.Status tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan kolektif

anggota masyarakatnya (resource tenure). Status masyarakat adat yang tinggal

di dalam kawasan TWA Ruteng ini menjadi

encroachment atau pemukim liar. Status yang menurut masyarakat lokal

sangat diskriminatif dan berimplikasi pada kurangnya tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah.

3. Faktor ketiga adalah ketidaksepakatan tata batas yang disebabkan karena batas

pal Belanda da pal Indonesia tidak berimpit sehingga sebagian lahan

masyarakat adat berada di dalam kawasan TWA Ruteng. Pelaksanaan

rekonstruksi batas kawasan di TWA Ruteng kurang melibatkan masyarakat

7
setempat secara partisipatif sehingga menjadi salah satu penyebab konflik

(Tukan et al. 1999).

4. Faktor terakhir adalah ketidakpastian akses masyarakat terhadap sumberdaya

alam di kawasan TWA Ruteng yang disebabkan oleh adanya perbedaan

pandangan dan aturan pemanfaatan dengan kearifan lokal masyarakat

setempat (Iswandono, 2016; Iswandono et al. 2017)

Kegiatan perambahan kawasan hutan TWA Ruteng terbagi menjadi

beberapa motivasi.:

1. Tipe motivasi karena aspek ekonomi didorong oleh kepemilikan lahan

semakin sempit karena pertambahan penduduk yang significant dan lahan

garapan kurang subur sedangkan lahan dalam kawasan TWA Ruteng tingkat

kesuburannya lebih tinggi.

2. Motivasi yuridis karena secara de jure peraturan perundangan menjadi satu-

satunya acuan pengelolaan SDA tetapi secara de facto ada sistem nilai adat.

Masyarakat tradisional di dalam dan sekitar kawasan sejak ratusan tahun

sebelum penetapan kawasan memiliki hak- hak adat atas sumberdaya alam

dengan pranata sosialnya.

3. Secara sosiologis adalah bahwa masyarakat melakukan perambahan karena

meniru masyarakat lain yang merambah hutan sejak tahun 1990-an dan diawal

tahun 2000-an dan sudah memberikan dampak ekonomi keluarga yang cukup

baik karena tidak memiliki keterampilan lain selain berladang yang juga

8
ditunjang oleh rata-rata tingkat pendidikan masyarakat sekitar kawasan yang

rendah.

4. Motivasi historis/budaya adalah bahwa masyarakat telah memanfaatkan hutan

secara turun temurun yang dapat dibuktikan dengan adanya kampung lama

(bangka) yang ada di dalam kawasan hutan. Hal ini pula yang mendasari

masyarakat menggarap kebun pada batas kawasan dan menganggapnya

sebagai budaya setempat dengan semboyan “harat kope” artinya upah menjaga

batas kawasan.

Terminologi pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kadang-

kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan

masyarakat (community development).Dalam prakteknya, seringkali terminologi-

terminologi tersebut saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu

pengertian yang serupa.

Dalam Rencana Strategis Departemen Kehutanan Tahun 2004 – 2009,

pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan telah ditetapkan sebagai

salah satu kebijakan prioritas pembangunan kehutanan.Dalam konteks pengelolaan

kawasan konservasi, pelibatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi menjadi sangat

penting untuk dilakukan.

Penetapan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi sebagai strategi

pelestarian kawasan konservasi dikarenakan terbatasnya akses pemanfaatan masyarakat

lokal terhadap sumber daya alam yang berupa kawasan konservasi. Ketika masyarakat

lokal tidak dapat memanfaatakan produk-produk fisik kawasan konservasi baik berupa

9
kayu maupun hasil non kayu, maka harus dicari alternatif lain yang perlu dikembangkan

untuk mensejahterakan masyarakat, tentu saja dalam kerangka pelestarian kkawasan

konservasi tersebut.Produk kawasan konservasi yang berupa jasa lingkungan dan wisata

alam misalnya, dapat dijadikan sumber penghasilan masyarakat yang tinggal di sekitar

kawasan.Contoh kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan adalah

mendesain paket wisata yang mampu menyerap masyarakat lokal sebagi tenaga kerja

(pemandu wisata) bagi para wisatawan maupun peneliti.

Upaya pelestarian lingkungan atau dalam hal ini upaya yang terfokus pada upaya

pelestarian kawasan kawasan konservasi pada dasarnya merupakan pengelolaan

masyarakat atau manusia.Manusia lah penentu utama dalam keberhasilan pengelolaan

kawasan konservasi.Manusia yang disebut disini adalah masyarakat, dimana partisipasi

masyarakat sanagatlah penting dalam pelestarian kawasan konservasi.Apabila masyarakat

tidak mengambil bangian dalam pelestarian kawasan konservasi maka yang terjadi adalah

permasalahan yang ada di kawasan konservasi. Seperti halnya kawasan konservasi Taman

Wisata Alam Ruteng, yang dari tahun ke tahun selalu mengalami permasalahan yang

sama yaitu illegal logging atau perusakan hutan dengan cara membakar hutan atau

mencuri kayu di hutan konservasi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan untuk menjaga

kelestarian lingkungan Taman Wisata Alam Ruteng ?

1.3 Tujuan Penulisan

10
Menganalisis Strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan dalam menjaga

keutuhan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam

1.4 Manfaat Penilitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam mempertimbangkan

kegiatan pemberdayaan masyarakat di Taman Wisata Alam dan kawasan konservasi lain.

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan

bagaimana peran pemerintah dan masyrakat melalui pemberdayaan dalam mewujudkan

peran timbal balik antara kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kawasan konservasi.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini,

baiksebagai referensi, pembanding maupun sebagai dasar pemilihan topik

penelitian.Diantaranya yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan Eva Septriana (2012),Strategi LSM Mitra Bentala

dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan kawasan hutan

mangrove Pulau Pahawang serta kendala-kendala yang dihadapinya. Data

diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasilnya

adalah strategi LSM Mitra Bentala yang terdiri dari upaya pelestarian hutan

mangrove Pulau Pahawang, peningkatan kapasitas kelembagaan BPDPM,

peningkatan ekonomi melalui pemanfaatan mangrove dirasa kurang maksimal

karena pemberdayaan masyarakat yang dilakukan hanya berfokus pada upaya

pencapaian kelestarian hutan mangrovenya saja, sedangkan pencapaian

kesejahteraan masyarakat belum tercapai secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan

dengan adanya sebagian besar pendapatan masyarakat yang masih terbilang

rendah yaitu berkisar Rp.600.000,- perbulan, jauh dibawah standar kebutuhan

hidup layak Provinsi Lampung yang saat itu berkisar Rp.1008.109,- perbulan. Hal

tersebut disebabkan faktor internal organisasi sendiri yaitu minimnyakualitas

12
SDM organisasi serta masalah pendanaan, sedangkan dari factor eksternal yaitu

kurangnya responsf pemerintah terhadap potensi pulau dan pengelolaan hutan,

kondisi SDM lokal dan fasilitas kegiatan yang kurang memadai. Penelitian ini

mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pemberdayaan

masyarakat yang terfokus pada peningkatan ekonomi masyarakatnya.

2. Penelitian selanjutnya tentang strategi pengembangan ekowisata di Pulau

Sebesi Kabupaten Lampung Selatan oleh Helmi Ady (2010). Penelitian

inibertujuan mengekspolrasi potensi pariwisata alam (ekowisata) di PulauSebesi

secara komprehensif melalui proses partisipatif, dengan memperhatikan

sensitivitas ekosistem, potensi sumberdaya alam, dan optimalisasi peranserta

masyarakat dalam upaya penyusunan strategi pengembangan dengan pola

pengembangan keberlanjutan (suistainable development). Pendekatan yang

digunakan adalah analisis melalui Matriks SWOT dan dilanjutkan dengan

menentukan faktor kunci analisis SWOT melalui In-dept interview serta

perhitungan Quantitative Strategic Planing Matrix (QSPM) untuk penentuan skala

prioritas pelaksanaan strategisnya, serta melalui Focus Group Discussion (FGD).

Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data diperoleh masing-masing 5 (lima)

elemen faktor kunci, 8 (delapan) elemen alternative strategi, dan 5 (lima) elemen

alternativestrategi terpilih dengan urutan prioritas utama dalam pelaksanaannya

setelah dihitung dengan QSPM adalah sebagai berikut: (1) Kerjasama kemitraan

dalam pengembangan ekowisata baik sarana-prasarana, promosi, peningkatan

kualitas SDM, penelitian dan pelesatarian alam (Skor 6,85), (2) Mengemas lebih

13
atraktif atraksi wisata dengan mengedepankan Reputasi Gunung Krakatau (Skor

6,7), (3) Optimalisasi penggunaan IT untuk merebut pasar (Skor 6,7), (4)

Kooperatif denganpihak pesaing melalui penawaran produk wisata alam yang

berbeda (Skor 6,45), (5) Koordinasi dan kerjasama semua pihak dalam

penyelesaian konflik tanah da menjaga keamanan bersama (Skor 5,8). Penelitian

ini pun turut mengilhami penulis melakukan penelitian sejenis yakni tentang

pengembangan ekowisata, akan tetapi melalui pendekatan yang berbeda, yaitu

analisis melalui matriks Logframe (kerangka kerja).

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu dan Originalitas Penelitian

No Judul Penelitian Masalah Penelitian Persamaan Perbedan


.

1. Judul penelitian : Peningkatan Sama-sama Penelitian


Strategi LSM Mitra ekonomi melalui meneliti terdahulu: Sudah
Bentala dalam pemanfaatan tentang dilakukan
pemberdayaan mangrove dirasa bagaimana pemberdayaan
masyarakat pesisir kurang maksimal, strategi
melalui pengelolaan sedangkan pemberdayaan Penelitian
kawasan hutan pencapaian yang ini:belum pernah
mangrove Pulau kesejahteraan seharusnya di dilakukan
Pahawang serta masyarakat belum lakukan. pemberdayaan
kendala-kendala tercapai secara
yang dihadapinya. optimal dan
Nama Peneliti : Eva pendapatan
Septriana masyarakat yang
Tahun Penelitian : masih terbilang
2012 rendah.

2. Judul Penelitian : Pengemembangan Sama-sama Penelitian


Strategi ekowisata yang meneliti terdahulu :
Pengembangan kurang maksimal tentang penelitian tentang

14
ekowisata di Pulau tanpa kerja sama bagaimana pengembangan
Sebesi dengan masyarakat staregi yang ekowisata dengan
di sekitar ekowisata di lakukan. menggunakan
Nama Peneliti : analisi SWOT
Helmy Adi
Penelitian ini :
Tahun Penelitian :
2010 Penelitian ini
tentang strategi
pemberdayaan
masyarakat dengan
menggunakan
Teori Strategi
Pemberdayaan
Sulistyani.

2.2. Kajian Teoritis

2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan diambil dari Bahasa Inggris empowerment, yang berasal

dari kata dasar power berarti kekuatan atau daya dalam BahasaIndonesia.Empowerment

dalam Bahasa Inggeris diterjemahkan sebagaipemberdayaan dalam Bahasa

Indonesia.Maka definisi pemberdayaan dirumuskan sebagai upaya yang bertujuan untuk

meningkatka kekuatan/daya (power) pihakpihak yang tidak atau kurang

berdaya.Pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan,

dan keterampilan dalam rangka meningkatkan kemampuan warga miskin untuk

menetukan masa depannya sendiri dan berpatisipasi dalam kehidupan

masyarakatnya.Pemberdayaan juga bermakna sebagai upaya distribusi-ulang

15
(redistribusi)kekuatan/daya (power) dari pihak yang memilikinya kepada pihak yang

tidak atau kurang memilikinya.Pemberdayaan dalam segi ini bermakna sebagai

pengendali yang berbasis pada upaya memperlebar ruang partisipasi rakyat (Pambudi,

2003:54-58).Sulistiyani (2004:7) menjelaskan bahwa “Secara etimologis pemberdayaan

berasal dari kata dasar daya yang berarti kekuatan atau kemampuan”. Bertolak dari

pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh

daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan atau kemampuan

dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum

berdaya.Pemberdayaan memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif.Dalamkonteks

pemberdayaan, masyarakat harus diberdayakan untu merumuskannyasendiri melalui

sebuah proses pembangunan konsensus diantara berbagai individu dan kelompok sosial

yang memiliki kepentingan dan menanggung resiko langsung (stakeholders) akibat

adanya proses atau intervensi pembangunan, baik pembangunan ekonomi, sosial

maupun lingkungan fisik.

Pemberdayaan masyarakat biasa dipahami atau diartikan sebagai

prosesmengembangkan,memandirikan,menswadayakan,memperkuat posisi

tawarmenawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di

segala bidang dan sektor kehidupan. ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa

pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersamasama pada

sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi

sasaran, mengumpulkan sumber daya, Pemberdayaan masyarakat biasa dipahami atau

diartikan sebagai prosesmengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat

16
posisi tawarmenawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di

segala bidang dan sektor kehidupan. ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa

pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersamasama pada

sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi

sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh

karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7),

yangmengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi

sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk

membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama. Jim Ife (2008) mengungkapkan

bahwa pemberdayaan ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan (power) dari kelompok

masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged).

Payne dalam Adi (2003:54) mengemukakan bahwa: “Proses pemberdayaan pada

intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan

dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka,

termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal

ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk

menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari

lingkungannya”.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakatadalah

suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam

17
memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM)

maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat

meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya

sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian

masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi

dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat

proses pemberdayaan.

2. Ciri-ciri Pemberdayaan Masyarakat

Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia(people

centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber dayalokal, yang

merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran

sosial dan strategi perumusan program.Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya.

3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi

yangnantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi

yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah

pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan

kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin

secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan

18
pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima

bantuan.Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan

kondisi sosial, budaya dan ekonomi.Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping

memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator,

penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.Sumodiningrat (2009:104-106) lebih

dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan

dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang

dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:

a) Motivasi

Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk

membentukkelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian

danmelaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat.Kemudian memotivasi

mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat

meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber

daya yang mereka miliki.

b) Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan

Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikandasar,

pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalahketerampilan

bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif.Sementarapengetahuan lokal

yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman merekadapat dikombinasikan

dengan pengetahuan yang dari luar.Hal-hal seperti ini dapat membantu

19
masyarakat untuk menciptakan sumber penghidupan dan membantu

meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.

c) Manajemen diri

Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yangnantinya

dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakanpertemuan-

pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan.Disini pada tahap awal,

pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem.Kemudian

memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem

tersebut.

d) Mobilisasi sumber

Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber

yangdimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan

sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. Hal ini

didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat

diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat

meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial.

e) Pembangunan dan pengembangan jaringan

Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertaidengan

peningkatan kemampuan para anggotanya membangun danmempertahankan

jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya.Jaringan ini sangat penting

dalam menyediakan dan mengembangkanberbagai akses terhadap sumber dan

kesempatan bagi peningkatankeberdayaan masyarakat miskin.

20
Menurut Jim Ife ada 3 strategi yang diterapkan dalampemberdayaan masyarakat,

yaitu :

a. Perencanaan dan kebijakan (policy and planning)

Untuk mengembangkan perubahan struktur dan institusi

sehinggamemungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber

kehidupan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.Perencanaan dan

kebijakan yang berpihak dapat dirancang untuk menyediakan sumber

kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai

keberdayaan.Misalnya : kebijakan membuka peluang kerja yang luas, UMR

yang tinggi, dan sebagainya.

b. Aksi sosial dan politik (sosial dan political action)

Diartikan untuk menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik

dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif agar sistem politik yang tetutup

diubah sehingga memungkinkanmasyarakat untuk berpartisipasi.Adanya

keterlibatan masyarakat secara politik membuka peluang dalam memporoleh

kondisi keberdayaan.Menekankan pendekatan aktivis dan berupaya untuk

memungkinkan masyarakat meningkatkan kekuasaannya melalui bentuk aksi

langsung atau dengan memperlengkapi mereka agar lebih efektif dalam arena

politik.

c. Peningkatan kesadaran dan pendidikan

Masyarakat /kelompok masyarakat tertentu seringkali tidak

menyadaripenindasan yang terjadi pada dirinya.Kondisi ketertindasan

21
diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup secara ekonomi

dan sosial. Oleh karena itu masyarakat perlu di beritahu akan pentingnya suatu

proses edukatif dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan

keberdayaan mereka. Untuk mengataasi masalah ini peningkatan kesadaran

dan pendidikansangatlah penting untuk ditrapkan.Contoh :Membantu

masyarakat memahami masyarakat dan struktur opresi, memberikan

keterampilan untuk bekerja menuju perubahan yang efektif dan seterusnya.

Menurut (Sulistiyani, 2004:82) ada 3 tahapan pendekatan dalam Strategi

pemberdayaan masyarakat yaitu :

a. Penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga

merasa membutuhkan peningkatan kapasits diri.

b. Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan

agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat

mengambil peran di dalam pembangunan. Contohnya seperti pemberian pelatihan

dan pendidikan khusus kepada masyarakat

c. Peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga

terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada

kemandirian.

Tahapan pemberdayaan yang pertama yaitu tahap penyadaran dan

pembentukan perilaku merupakan proses awal pemberdayaan masyarakat.

Tahapan ini diharapkan pelaku pemberdayaan dapt menyadarkan masyarakat

untuk mengubah perilku agar sadar untuk meningkatkan potensi mereka untuk

22
kesejahteraan bersama. Pada tahap ini masyarakat di berikan kesadaran akan

pentingnya suatu pemberdayaan, sehingga masyarakat mengerti dan merasa

bahwa pemberdayaan penting untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Seperti sosialisasi kepada masyarakat secara terus menurus sehingga masyarakat

paham dengan tujuan dari pemberdayaan.

Tahapan yang kedua yaitu transformasi berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan agar masyarakat dapat meningkatkan potensi lingkungan

dan dirinya untuk kepentingan bersama. Tahapan ini membuat masyarakat harus

menjalani proses belajar tentang pengetahuan kecakapan-keterampilan, dengan

adanya proses belajar tersebut, masyarakat mendapat stimulus untuk mengubah

perilaku atau untuk meningkatkan wawasan pengetahuan agar lebih bermanfaat

atau untuk lebih mendukung potensi yang dimiliki masyarakat. Pada tahap ini

masyarakat diberikan pelatihan/pendidiakan dan pendampingan.

Tahapan yang ketiga atau tahapan yang terakhir yaitu peningkatan

kemampuan intelektual dan kecakapan-keterampilan, tahpan ini diperlukan untuk

membuat masyarakat dapat membentuk kemampuan secara mandiri. Cara untuk

mengetahui kemandirian masyarakat yaitu dengan cara melihat kemampuan

masyarakat membuat inisiatif, kreasi-kreasi atau inovasi-inovasi untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti pemberian modal bantuan untuk

usaha untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

4. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

23
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas dicapai

melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu:

Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan

(Suharto,1997:218-219).

a. Pemungkinan, yaitu menciptakan suasana yang memungkinkan masyarakat

untukberkembang secara optimal. Jadi pemberdayaan harus

membebaskansesuatu yang terhambat dari diri masyarakat tersebut.

b. Penguatan, yaitu adanya penguatan pengetahuan dan kemampuan yang

diberikankepada masyarakat sehingga mampu memecahkan masalah dan

memenuhikebutuhannya. Sehingga masyarakat mampu berkembang dan

percaya diridengan segenap kemampuannya yang mana akan menunjang

kemandirianmasyarakat.

c. Perlindungan, yaitu adanya perlindungan terutama kelompok yang lemah dari

kelompokyang kuat dan menghindari persaingan yang tidak seimbang. Hal

ini akanmencegah terjadinya penindasan dan ekploitasi kelompok yang

kuatterhadap kelompok yang lemah.

d. Penyokongan, yaitu adanya dukungan agar masyarakat mampu melakukan

peranan dan tugasnya.Jadi pada intinya pemberdayaan mampu memberikan

dukungan kepada masyarakat agar mereka mampu menjalankan tugasnya dan

tidak merasa terpinggirkan.

e. Pemeliharaan, yaitu memelihara kondusi yang kondusif agar tetap terjadi

keseimbangan didtribusi sehingga setiap orang memiliki kesempatan

24
berusaha. Istilah pemberdayaan sendiri dipakai untuk menggambarkan

seorang individu seperti yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan setiap

aktivitas individu-individu mempunyai kontrol di semua aspek kehidupan

seharihari yang bertujuan sebagai bukti keberadaan dan keberdayaannya.

2.2.2. Partisipasi Masyarakat

1. Defenisi Partisipasi Masyarakat

Ketercapaian pembangunan yang ingin disesuaikan dengan kebutuhan dari

masyarakatnya, diperlukan adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan

tersebut.Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga harus dapat mengikutsertakan

masyarakat untuk ikut andil dalam kebijakan pemerintah, sehingga kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah dapat tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat.Partisipasi

masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam sebuah

pembangunan maupun kebijakan dari pemerintah.

Partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan maupun kebijakan pemerintah

akan mempermudah pemerintah untuk lebih memahami aspirasi dari masyarakat

Partisipasi berasal dari bahasa latin partisipare yang mempunyai arti dalam bahasa

Indonesia mengambil bagian atau turut serta.Sastrodipoetra (dalam Rohman, dkk,

2009: 46) menyatakan “partisipasi adalah keterlibatan yang bersifat spontan yang

disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk

mencapai tujuan bersama”, sedangkan Nyoman Sumaryadi (2010:46) berpendapat :

Partisipasi merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain.

25
Partisipasi berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan dan perubahan yang akan

dihasilkandalam suatu pembangunan sehubungan dengan kehidupan masyarakat.

partisipasi merupakan kesadaran mengenai kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak-

pihak lain untuk suatu kegiatan.

Partisipasi adalah suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan

secara umum dan luas.Partisipasi adalahsebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari

pengembangan masyarakat karena, di antara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan

gagasan HAM (Jim Ife, 2008:295).

Cohen dan Uphoff dalam Siti Irine Astuti D. (2009: 39-40) membedakan

partisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan

keputusan.Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan.Ketiga, partisipasi dalam

pengambilan kemanfaatan.Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Keempat jenis

partisipasi tersebut bila dilakukan bersama-sama akan memunculkan aktivitas

pembangunan yang terintegrasi secara potensial.

a) Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dalam

pengambilan keputusan ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan

masyarakat untuk menuju kata sepakat tentang berbagai gagasan yang menyangkut

kepentingan bersama. Partisipasi dalam hal pengambilan keputusan ini sangat

penting, karena masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi

pembangunan. Wujud dari partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan

ini bermacammacam, sepert kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran,

tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan (Cohen dan Uphoff

26
dalam Siti Irene Astuti D., 2009: 39). Dengan demikian partisipasi masyarakat

dalam pengambilan keputusan ini merupakan suatu proses pemilihan alternatif

berdasarka pertimbangan yang menyeluruh dan rasional.

b) Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakat sebelumnya, baik

yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan. Di dalam

pelaksanaan program, sangat dibutuhkan keterlibatan berbagai unsur, khususnya

pemerintah dalam kedudukannya sebagai fokus atau sumber utama pembangunan.

Menurut Ndraha dan Cohen dan Hoff dalam Siti Irene Astuti D. (2009: 39), ruang

lingkup partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi: pertama,

menggerakkan sumber daya dan dana. Kedua, kegiatan administrasi dan koordinasi

dan ketiga penjabaran program. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

partisipasi masyarakat dalam partisipasi pelaksanaan program merupakan satu

unsur penentu keberhasilan program itu sendiri.

c) Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak terlepas dari

kualitas maupun kuantitas dari hasil pelaksanaanmprogram yang bisa dicapai. Dari

segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya

peningkatan output, sedangkan dari segi kualitas dapat dilihat seberapa besar

persentase keberhasilan program yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan target

yang telah ditetapkan.

d) Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini

berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini

27
bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tela sesuai dengan

rencana yang ditetapkan atau ada penyimpangan.

Secara singkat partisipasi menurut Cohen dan Uphoff dalam Siti Irene Astuti D. (2009:

40) dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut :

a. Pengambilan keputusan, yaitu penentuan alternatif dengan masyarakat untuk

menuju kesepakatan dari berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan

bersama.

b. Pelaksanaan, yaitu penggerakan sumber daya dan dana. Dalam pelaksanaan

merupakan penentu keberhasilan program yang dilaksanakan.

c. Pengambilan manfaat, yaitu partisipasi berkaitan dengan kualitas hasil

pelaksanaan program yang bisa dicapai.

d. Evaluasi, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan program secara menyeluruh.

Partisipasi ini bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan program berjalan.

2. Bentuk Partisipasi Masyarakat

Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu

program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasiharta benda, partisipasi

tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buahpikiran, partisipasi sosial, partisipasi

dalam proses pengambilan keputusan,dan partisipasi representatif.Dari berbagai

bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas,partisipasi dapat dikelompokkan

menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasiyang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki

wujud) dan juga bentukpartisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata

(abstrak).Bentukpartisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga

28
danketerampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalahpartisipasi buah

pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan danpartisipasi representatif.

a. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancarusaha-usaha

bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi

harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda,

biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.

b. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga

untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu

program.

c. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu memberikan doronganmelalui

keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang

membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan

kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

d. Partisipasi buah pikiran merupakan partisipasi berupa sumbangan ide

pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun

programmaupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk

mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan

gunamengembangkan kegiatan yang diikutinya.Partisipasi sosial diberikan

olehpartisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan,

menghadirikematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau

tandakedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.

29
e. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, masyarakatterlibat

dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang

terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi representatif

dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya

yang duduk dalam organisasi atau panitia.

Partisipasi menurut Effendi dalam Siti Irine Astuti D. (2009: 37),terbagi atas

partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal.Disebut partisipasi vertikal karena terjadi

dalam kondisi tertentu, masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program

pihak lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai status bawahan,

pengikut atau klien.Sedangkan partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa

di mana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan

yang lainnya.Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya

masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Menurut Basrowi dalam Siti Irine Astuti D.(2009: 37), partisipasimasyarakat

dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu “partisipasi non fisik dan

partisipasi fisik”. Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam

bentuk menyelenggarakan usahausaha pendidikan, seperti mendirikan dan

menyelenggarakan usaha-usaha beasiswa, membantu pemerintah membangun gedung-

gedung untuk masyarakat, dan menyelenggarakan usaha-usaha perpustakaan berupa

buku atau bentuk bantuan lainnya. Sedangkan partisipasi non fisik adalah partisipasi

keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan

30
meratanya animo masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan,

sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah

3. Faktor yang mempengaruhi partisipasi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam

suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program

namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program.Menurut Holil

(1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi

partisipasi masyarakat adalah:

a. Kepercayaan diri masyarakat;

b. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;

c. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;

d. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan

membangun atas kekuatan sendiri;

e. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui

sebagai/menjadi milik masyarakat;

f. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan

masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum

yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau

sebagian kecil dari masyarakat;

g. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;

h. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;

31
i. Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-

kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga

dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang

dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:

a. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga

masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam

masyarakat dengan sistem di luarnya;

b. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,

pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang

menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi

masyarakat;

c. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan

struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan

mendorong terjadinya partisipasi sosial;

d. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga

masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan

mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau

kelompok.

4. Pentingnya partisipasi

Dikemukakan oleh Conyers (1994) sebagai berikut:

32
a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasimengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat,

yang tanpakehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan

gagal;

b. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program

pembangunanjika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan

perencanaannya,karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek

tersebut danakan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;

c. Partisipasi masyarakat merupakan suatu hak demokrasi bila

masyarakatdilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

5. Partisipasi sebagai alat dan Partisipasi sebagai tujuan

Menurut Ife dan Tesoriero (2008: 295) partisipasi merupakan alat danjuga

tujuan, karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka jalanbagi

tercapainya HAM.

Tabel 2.2. Perbandingan Partisipasi sebagai Cara/Alat dan sebagai Tujuan

Partisipasi sebagai Cara/Alat Partisipasi sebagai Tujuan

Berimplikasi pada penggunaan Berupaya memberdayakan rakyat


partisipasi untuk mencapai tujuan atau untuk berpartisipasi dalam
sasaran yang telah ditetapkan pembangunan mereka sendiri secara
lebih berarti.
sebelumnya.

Merupakan suatu upaya pemanfaatan Berupaya untuk menjamin


sumber daya yang ada untuk mencapai peningkatan peran rakyat dalam
tujuan program atau proyek.
inisiatif-inisiatif pembangunan.

33
Penekanan pada mencapai tujuan dan Fokus pada peningkatan kemampuan
rakyat untuk berpartisipasi bukan
tidak terlalu pada aktivitas partisipasi sekedar mencapai tujuan-tujuan
itu sendiri. proyek yang sudah ditetapkan
sebelumnya.

Lebih umum dalam program-program Pandangan ini relatif kurang disukai


pemerintah, yang pertimbangan oleh badan-badan pemerintah. Pada
utamanya adalah untuk mengerakan prinsipnya LSM setuju dengan
masyarakat dan melibatkan mereka pandangan ini.

dalam meningkatkan efisiensi sistem


penyampaian.

Partisipasi umumnya jangka pendek. Partisipasi dipandang sebagai suatu


proses jangka panjang.

Partisipasi sebagai cara merupakan Partisipasi sebagai tujuan relatif lebih


aktif dan dinamis.
bentuk pasif dari partisipasi.

Sumber: Oakley at al. 1991 (dalam Ife dan Tesoriero, 2008: 296)

2.2.3 Taman Wisata Alam (TWA)

1. Pengertian Taman Wisata Alam

Pengertian taman wisata alam menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistem adalah kawasan pelestarian alam yang

terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sedangkan menurut De

Alfarian (Joko Untoro dan Paulus), taman wisata alam adalah hutan wisata yang

memiliki keindahan alam, baik keindahan flora, fauna, maupun alam itu sendiri yang

mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan rekreasi dan

34
kebudayaan. Adapun kriteria-kriteria untuk penunjukan dan penetapan sebagai

kawasan taman wisata alam, yaitu:

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala

alam serta formasi geologi yang menarik.

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan

daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

c. Kondisi li ngkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

2. Fungsi Taman Wisata Alam

Taman wisata alam memiliki fungsi antara lain:

a. Fungsi pelestarian

Taman wisata alam berfungsi melindungi sistem penyangga kehidupan bagi

daerah sekitar kawasan TWA.

b. Fungsi akademis

Taman wisata alam berfungsi sebagai tempat pendidikan alam dan

pengembangan ilmu pengetahuan.

c. Fungsi pariwisata

Taman wisata alam berfungsi sebagai tujuan wisata dan rekreasi alam yang

didukung oleh keindahan alam dan ekosistem kawasan itu sendiri.

3. Manfaat Taman Wisata Alam

Taman Wisata Alam memiliki manfaat antara lain:

a. Pariwisata alam dan rekreasi

35
b. Penelitian dan pengembangan

c. Pendidikan

d. Kegiatan Penunjang Budaya

4. Kebijakan Pengelolaan Taman Wisata Alam

Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistem pasal 34 disebutkan bahwa:

a. Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam

dilaksanakan oleh Pemerintah.

b. Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman

wisata alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana

pengelolaan.

c. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan

hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya,

dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.

d. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pengelolaan kawasan taman wisat alam merupakan tanggung jawab pemerinta

dimana pengelolaannya dilakukan dengan berbagai upaya pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pemerintah

yang mengelola kawasan TWA harus berdasarkan satu rencana pengelolaan yang

disusun berdasarkan kajian aspekaspek ekologi, teknis, ekonomis dan social

budaya.Aspek pengelolaan ini menjadi penting mengantisipasi berbagai ancaman

36
yang berpotensi untuk merusak kawasan tersebut dan membuat perubahan fungsi

kawasan.

5. Pengelolaan Taman Wisata Alam(TWA) berbasis masyarakat

Dalam pengelolaan hutan yang berbasis pada peran masyarakat, maka prinsip

dasar yang harus dikembangkan adalah :

a. Prinsip Co-Ownership yaitu kawasan hutan adalah milik bersama yang harus

dilindungi secara bersama-sama, untuk itu ada hak-hak masyarakat

didalamnya yang harus diakui namun juga perlindungan yang harus dilakukan

bersama;

b. Prinsip Co-Operation/Co-Management yaitu bahwa kepemilikan bersama

mengharuskan pengelolaan hutan untuk dilakukan bersama seluruh komponen

masyarakat (stakeholeders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat dan

ORNOP yang harus bekerja bersama;

c. Prinsip Co-Responsibility yaitu bahwa keberadaan kawasan hutan menjadi

tanggung jawab bersama karena pengelolaan kawasan hutan merupakan tujuan

bersama. Ketiga prinsip diatas dilaksanakan secara terpadu sehingga fungsi

kelestarian hutan dapat tercapai dengan melibatkan secara aktif peran serta

masyarakat sekitar hutan. Namun demikian agar masyarakat mampu

berpartisipasi maka perlu keberdayaan baik ekonomi, sosial dan pendidikan.

Untuk itu perlu kebijakan pemerintah untuk melakukan program atau kegiatan

pemberdayaan masyarakat sekitar hutan agar meningkatkan kesejahteraan

37
masyarakat yang terdapat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan TWA

Ruteng.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang didefinisikan menjadi sebagai masalah penting

(sugiyono, 2016: 283.) .Kerangka berpikir merupakan alat berpikir peneliti dalam

penelitian. Berdasarkan beberapa masalah yang berkaitan dengan penelitian, maka

peneliti mencoba membentuk kerangka pemikiran untuk mengidentifikasi masalah yang

terjadi di lapangan :

Gambar 2.1 Kearangka berpikir

Pengelolaan Taman Wisata Alam Ruteng

Strategi Pemberdayaan Masyarakat

1. Penyadaran dan Pembentukan Prilaku

2. Transformasi Kemampuan
38
3. Peningkatan Kemampuan

(Sulistiyani, 2004:82)
BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2007:1), metode penelitian pada dasarnya merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.Berdasarkan hal

tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan

dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri

keilmuan yang rasional, empiris, dan sistematis.

Menurut Moleong (2005:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistic, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah

dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif dijadikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan dan tertulis

dari orang dan yang peneliti amati. Penggunaan pendekatan penelitian ini disesuaikan

dengan tujuan pokok penelitian, yaitu untuk medeskripsikan tentang Strategi

39
Pemberdayaan Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam (TWA) dalam Pelestarian Kawan

Hutan Lindung.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Desa Satar Ngawang, Kecamatan Sambi Rampas,

Kabupaten Manggarai Timur. Pemilihan Desa Satar Ngawang dengan alasan :

1. Aktivitas masyarakat mendominasi daerah sekitar hutan yang masih berada

dalam kawasan TWA Ruteng , yaitu hutan Lok Pahar.

2. Letak desa Satar Ngawang yang berdekatan dengan hutan lindung TWA

Ruteng.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2021.

3.3. Fokus Penelitian

Tabel 3.1. Fokus dan Sub Fokus

Fokus Sub Fokus Aspek yang diteliti:

Penyadaran dan 1) Pemberian sosialisasi kepada


pembentukan perilaku, masyarakat
Strategi adalah aktivitas untuk 2) Pendampingan oleh
Pengelola TWA
pemberdayaan memberikan pemahaman
Masyarakat. kepada masyarakat di
seputaran lokasi TWA

40
Ruteng Desa Satar
Ngawang oleh para
pengelola TWA melalui
sosialisasi dan
pendampingan

Transformasi kemampuan 1) Pendidikan dan pelatihan


adalah upaya yang keterampilan usaha
dilakukan meningkatkan 2) Pelatihan perlindungan lokasi
wisata TWA
potensi masyarakat agar
masyarakat di seputaran
lokasi TWA Ruteng Desa
Satar Ngawang memiliki
pengetahuan dan
keterampilan dalam aspek
pengelolaan TWA dan
aktivitas ekonomi

Peningkatan Kemampuan 1) Pemberian Modal Usaha


Usaha Masyarakat, adalah 2) Penyediaan Tempat Usaha
tindakan yang dilakukan 3) Pelibatan dalam
Perlinduangan TWA
oleh pengelola TWA bagi
masyarakat di seputaran
lokasi TWA Ruteng Desa
Satar Ngawang melalui
pemberian modal usaha,
penyediaan tempat
menjalankan usaha, dan
pelibatan dalam
perlindungan TWA

3.4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat

41
diperoleh. Menurut sumbernya data penelitian dapat digolongkan menjadi dua,

antara lain

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian.

Sumber data primer yang penulis peroleh berupa hasil observasi langsung di

lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung

diperoleh penulis dari subjek penelitian. Data sekunder biasanya

berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Data

sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah data-data yang berasal dari

catatan, buku, surat-surat, jurnal, penelitian yang terkait dengan tema yang

akan diteliti.

3.5. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian kualitatif dapat memberikan informasi atau data mengenai

masalah yang hendak di teliti dan yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang

cukup dalammemberikan informasi dan keterangan yang sesuai. Informan peneliti

dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.2.Informan Penelitian

42
No. Informan Teknik Alasan Memilih Informan Jumlah

mendapatkan Informan

informan

1. Kepala Desa Purposive Kepala Desa juga salah satu 1 orang

Satar Nawang MMP dan pasti bekerja

sama dengan pihak TWA

dalam hal perlindungan

kawasan TWA.

2. Tenaga Purposive Tenaga Penyuluhan TWA 1 orang

Teknis Ruteng adalah staf yang

Penyuluhan bertugas mengurus tentang

TWA Ruteng hal yang berkaitan dengan

pemberdayaan masyarakat

di TWA Ruteng

3. Kepala RKW Purposive Kepala RKW Wilayah IV 1 orang

TWA Ruteng adalah orang bertugas

Wilayah IV langsung di lapangan yang

mengetahui segala kondisi

yang ada di lapangan.

43
4. Kepala MMP Purposive Kepala MMP sekaligus 1 orang

Wilayah IV Tua’Teno adalah informan

sekaligus yang juga ikut

Tua’ Teno berpartisipasi di lapangan

bersama dengan pihak TWA

selain itu juga merupakan

orang yang penting dan di

hargai di Desa

5. Mayarakat Purposive Masyarakat di Desa adalah 5 Orang

Desa Satar masyarakat desa peyangga

Nawang wilayah resort IV

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu

menjawabpertanyaan penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan

dalampenelitian ini adalah:

1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Teknik wawancara digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan

dengan fokus penelitian.Dalam melakukan wawancara peneliti terlebi dahulu

akan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebagai pendukung yang berhubungan

44
dengan permasalahan yang ingin di tanyakan kepada informan. Peneliti juga

menyiapkan alat bantu seperti perekam,tape record dan buku catatan.

2. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk menghimpun data sekunder yang memuat informasi

tertentu yang bersumber dari dokumen-dokumen seperti surat, dan lain

sebagainya. Dokumentasi yang di kumpulkan dan di pelajari oleh penulis adalah

laporan kerja foto-foto kegiatan dan dokumen lainnya di kantor desa dan kanto

TWA Ruten

3. Observasi ( Pengamatan)

Pengamatan digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa

deskripsi faktual, cermat dan terperinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan

manusia, dan situasi sosial serta konteks kegiatan itu terjadi, dan berhubungan

dengan focus penelitian. Fokus pengamatan dilakukan di desa Satar Nawang dan

di kantor TWA Ruteng.

3.7. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Masri Singarimbun (1989: 117) yang dimaksud instrument penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalammengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dah hasilnya lebihbaik.Intrumen dalam penelitian berupa

pedoman wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diberi tanggapan oleh

subjek penelitian.

45
3.8. Teknik Analisis Data
Menurut Moleong(2007:280-281),“Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Langkah-langkah
analisis data menurut Miles dan Huberman (Sugiyono,2016:247-252),
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data (data collection)
Pengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi,
wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan strategi pengumpulan
data yang dipandang tepat dan untuk menentukan fokus serta pendalaman
data pada proses pengumpulan data berikutnya.

2. Reduksi data (data reduction)


Data yang telah dikumpulkan, ternyata terlalu banyak sehingga perlu
untuk dilihat data yang berkaitan dengan Strategi Pemberdayaan Masyarakat
di Desa Satar Nawang . Oleh karena itu, penulis memisahkan data yang
sangat penting dan berkaitan dengan penelitian, sedangkan data yang bersifat
abstrak dijadikan sebagai cadangan apabila dibutuhkan pada saat bimbingan.
3. Penyajian data ( data display)
Bentuk penyajian data dalam penelitian ini berupa uraian
singkat,bagan,hubungan antara kategori dan sejenisnya. Melaui penyajian
data tersebut,data dapat terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan
sehingga mudah dipahami.
4. kesimpulan (veryfing)
Data-data yang telah direduksi dan disajikan selanjutnya akan
dilakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi sebagai jawaban atas
rumusan masalah penelitian ini.

46
3.8. Teknik Pengujian Keabsahan Data Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:121), uji keabsahan data dalam penelitian
kualitatif meliputi: uji validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas dan
obyektivitas. Patokan utama dalam penelitian ini adalah uji kredibilitas data
karena Sugiyono (2011:383) mengatakan bahwa uji keabsahan data yang
paling penting dalam penelitian kualitatif adalah uji kredibilitas data. Uji
kredibilitas data dilakukan melalui cara: perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif,
diskusi dan member check.
1) Perpanjangan pengamatan: melalui perpanjangan pengamatan ini,
peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini
merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diperoleh
selama ini setelah dicek kembali pada sumber data aslinya atau pada
sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan
pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data
yang pasti kebenarannya.
2) meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian
data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
3) Triangulasi: triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, teknik
pengumpulan data dan waktu.
4) Analisis kasus negatif berarti kasus yang tidak sesuai atau berbeda
dengan hasil penelitian hingga pada waktu tertentu. Melakukan analisis
kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan, bila tidak ada lagi data

47
yang berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang
ditemukan sudah dapat dipercaya.
5) Menggunakan bahan referensi berarti adanya pendukung untuk
membuktikan bahwa data yang telah ditemukan oleh peneliti seperti hasil
wawancara yang didukung dengan rekaman wawancara, foto dan
dokumen autentik (Sugiyono,2013:129).
6) Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahaui
apakah informasi yang akan digunakan dalam penelitian laporan sesuai
dengan apa yang dimaksudsumber data atau informan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Desa Satar Nawang
Gambar 4.1. Peta Desa Satar Nawang

48
(Sumber : Geogle Earth)
4.1.2. Kondisi Geografis
Desa Satar Nawang merupakan salah satu desa peyangga yang ada di
wilayah TWA Ruteng yang masuk kedalam bagian wilayah Resort IV.
Desa Satar Nawang secara administrasi berada di wilayah kecamatan
Sambi Rampas Kabupaten Manggarai Timur. Dengan luas wilayah
7,41 km², memiliki batas-batas wilayah administrasi yaitu :
 Bagian Utara berbatasan dengan Desa Golo Ngawan
 Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Compang Lawi dan
Hutan Lindung
 Bagian Timur berbatasan dengan desa Golo Nawan
 Bagian Barat berbatasan dengan desa Wea dan desa Urung Dora.
(Sumber : RPMDes Satar Nawang 2015-2020)

4.1.3. Kependudukan
Registrasi penduduk menunjukan bahwa penduduk di desa Satar
Nawang berjumlah 1.200 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak
611 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 589 jiwa. Desa Satar

49
Nawang merupakan desa pemekaran dimana memilik 1
dusun/lingkungan dengan jumlah RW 2 dan RT 4. Rata-rata penduduk
desa Satar Nawang berprofesi sebagai petani dengan jenjang
pendidikan SD-SMA.
(Sumber : RPMDes Satar Nawang 2015-2020)

4.1.4. Ekonomi
Sebagian besar penduduk Desa Satar Nawang pada kelas ekonomi
lemah dengan pekerjaan pokok masyarakat sebagai petani yang
memiliki pendapatan tidak tetap. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain ketersediaan lahan milik yang sangat kecil, sumber
daya manusia yang minim serta tidak mempunyai kemauan untuk
berusaha.Berikut rincian mata pencaharian masyarakat Desa Satar
Nawang berdasarkan jenis pekerjaan :
Tabel 4.1. Jenis Pekerjaan Masyarakat
No Pekerjaaan Jumlah (KK)
1. Petani 198
2. PNS 80
3. Honorer/THL 31
4. Pengusaha (Besar/kecil) 8
Jumlah 317
(Sumber : RPMDes Satar Nawang 2015-2020)

4.1.5. Produk Unggulan Desa Satar Nawang


Masyarakat di desa ini memiliki potensi di bidang pertanian,
perkebunan dan peternakan denganpotensi unggulan berupa tanaman
pertanian dan perkebunan seperti padi sawah (Oryza sativa

50
L.),pisang (Musa paradisiaca), kacang-kacangan (Arachis sp), ketela
pohon (Manihot utilissima), talas (Colocasia esculenta),kopi (Coffea
sp.), cengkeh (Syzygium aromaticum),jahe (Zingiber officinale),
kunyit (Curcuma longa),.
Sedangkan potensi unggulan di bidang peternakan meliputi budidaya :
Tabel 4.2. Potensi di bidang peternakan
No Jenis peternakan
.

1. Peternakan Besar Jumlah

Sapi 13

Kerbau 16

Kuda 10

2. Peternakan Kecil Jumlah

Babi 45

Kambing 177

Jumlah 261

(Sumber RPMDes Satar Nawang 2015-2020)

4.1.6. Ketersediaan Layanan Publik


Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara diketahui masyarakat
Desa Satar Nawang belum mendapatkan layanan perusahaan listrik
negara (PLN),tetapi untuk layanan dibidang pendidikan dan kesehatan
masyarakat di Desa Satar Nawang sudah sangat menunjang.Hal ini
dibuktikan dengan adanya sarana dan prasaran berupa 1 (satu) unit

51
SD, SMP dan SMA. Dan juga terdapat pasar tradisional yang
beroperasi 1 mingggu 1 kali. Yang terbaru adalah di bangunnya
Puskesmas Afirmasi yang memudahkan masyarakat dari Satar
Nawang dan desa lainnya untuk berobat. Dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyaerakat desa, di desa satar Nawang terdapat sebuah
pasar tradisional yang beroperasi seminggu sekali tepat pada hari
jumat, dari segi sarana dan prasarananya cukup bagus karena sudah di
bangun gedung baru, namun akses menuju gedung gedung baru tidak
ada tangga untuk di naiki oleh pembeli, namun pasar ini di nilai
merupakan pasar yang sangat strategis dimana masyarakat dari desa
lain datang menjual atau membeli kebutahan ekonomi dan pasar ini
juga di nilai menjual semua kebutuhan masyarakat di desa Satar
Nawang maupun desa-desa tetangga.
Sedangkan akses jalan menuju Desa Satar Nawang sudah beraspal
dengan kondisi jalan rusak ringan hingga berat, ketersediaan sarana
transportasi hingga saat ini cukup menunjang kebutuhan masyarakat.
Hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan ekomomi di desa Satar
Nawang itu sendiri.
(Sumber : RPMDes Satar Nawang 2015-2020)

4.1.7. Potensi Jasa Lingkungan


Potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang dimiliki Desa Satar
Nawang terdiri dari potensi sumber daya air maupun potensi sosial
budaya masyarakat dengan rincian sebagai berikut.
Table 4.3. Pitensi Jasa Lingkungan
No Potensi Jasa Lingkungan dan wisata Pemanfaatan
. alam

1. Sumber Mata Air Air baku/Air minum

52
2. Wisata Bukit Lok Pahar Wisata Alam

(Sumber RPMDes Satar Nawang 2015-2020)


Potensi yang ada dan yang sudah di manfaatkan oleh masyarakat di desa
Satar Nawang adalah Sumber Mata Air sebagai air baku/air minum masyarakat di
Desa Satar Nawang. Sedangkan Wisata Bukit Lok pahar belum di manfatkan sebagai
lahan pariwisata. Penaroma alam Bukit Lok Pahar sangatlah indah, apabila di jadikan
potensi wisata dengan bekerja sama bersama masyarakat desa peyangga untuk
berpartisipasi.

4.2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar TWA Ruteng


4.2.1. Penyadaran dan pembentukan prilaku
4.2.1.1. Pemberian Sosialisasi
Sosialisasi adalah usaha memasukan nilai-nilai kebudayaan kepada
individu maupun kelompok. Pemberian sosialisasi merupakan proses awal
dimana masyarakat diberikan pemahaman dan pengertian.Tujuan dari pemberian
sosialisasi kepada masyarakat yaitu untuk memberi pemahaman kepada
masyarakat, agar masyarakat paham dan sadar akan pentingnya hutan dan cara
melestaraikannya.
Pemberian sosialisasi kepada masyarakatdi desa peyangga sekitar kawasan
TWA Ruteng sudah sering di lakukan oleh para petugas TWA Ruteng, baik itu
secara formal maupun non formal.
Untuk mengetahui informasi mengenai Pemberdayaan Masyarakat Sekitar
Taman Wisata Alam Ruteng Khususnya di Desa Satar Nawang, dalam hal ini
pemberian sosialisasi maka penulis melakukan wawancara dengan Bapak
Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku Tenaga Teknis Penyuluhan
Kegiatan Di TWA Ruteng, mengatakan bahwa :

53
“Kami pihak TWA Ruteng sering sekali melakukan kegiatan
sosialisasi, namanya sosialisasi 3 Pilar. Sosialisasi 3 pilar ini
terbentuk pada tahun 2012. 3 pilar ini meliputi Pemerintah,Adat
dan Gereja. Disitulah kami menjelaskan kepada masyarakat terkait
bagaimana perlindungan kawasan. Ada sosialisasi, tetapi tidak
semua desa kami lakukan sosialisasi, dipilih desa-desa yang
potensial punya konflik kawasan rentan atau tinggi”. ( Ruteng 16
April 2021)

Senada dengan itu, bapak Siprianus Janggur S.Hut, selaku Kepala RKW TWA
Ruteng Wilayah IV mengatakan bahwa :
“Setiap kali ada pertemuan dalam konsep 3 pilar itu tentunya kami
akan menjelaskan seperti apa TWA ruteng dan manfaatnya kepada
masyarakat terutama di desa-desa peyangga yang berada di sekitar
kawasan hutan. Kemudian segala hal yang berkaitan dengan aturan
atau regulasi dari aspek perlindungan dan dari aspek konservasi
kami sampaikan dalam setiap pertemuan 3 pilar itu. Kemudian kalo
di lapangan kami dapati masyarakat pada saat itu juga kami
jelaskan UU yang terkait dan regulasi yang mengatur pengolahan
kawasan TWA Ruteng seperti apa. Salah satunya UU No.5 Tahun
1990”.
(Robo 15 April 2021).
Selain itu Bapak Gerardus Naji, selaku Kepala Desa Satar Nawang dan
salah satu anggota MMP (Masyarakat Mitra Polhut),mengatakan bahwa :
”Sosialiasi dari pihak TWA sering di lakukan, hanya di Desa Satar
Nawang belum secara resmi pihak TWA melakukan sosialiasi,
sebagai salah satu MMP saya pernah mengikuti sosialisasi yang di
lakukan oleh pihak TWA. Kami sebagai aparat pemerintah desa
Satar Nawang juga sering memberikan pengetahuan dan pemahaman
kepada masyarakat Satar Nawang untuk tidak merusak kawasan
hutan TWA. Terbukti dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat
Satar Nawang, beberapa tahun terakhir sudah tidak ada yang
menebang pohon atau membuka lahan di kawasan TWA. (Satar
Nawang 19 Januari 2021)
Selain itu, Bapak David Geong sebagai Tokoh Adat atau Tu’a adat di Desa
Satar Nawang yang juga termasuk salah satu MMP, mengatakan bahwa:

54
“ Sosialisasi dari pihak TWA sudah sangat sering di lakukan, dan di
wilayah resort IV ini pernah di lakukan di desa Compang Lawi. Jadi
Peran tokoh Adat disini sebagai orang yang di percaya oleh
masyarakat, kami juga setelah pulang dari tempat sosialisasi, kami
sampaikan kepada masyarakat, sesuai dengan apa yang kami dengar
pada saat sosialisasi, berkaitan dengan perlindungan kawasan hutan
TWA”. (Satar Nawang 17 Januari 2021)
Gambar 4.2 Sosialisasi Penerapan Kolaborasi TWA Ruteng Berbasis 3
Pilar di Kabupaten Manggarai Timur

Pelaksanaan proses sosialisasi seperti yang terlihat pada gambar di atas


merupakan kegiatan dari TWA Ruteng, untuk menjelaskan kepada masyarakat
pentingnya menjaga kawasan TWA Ruteng. Dalam hal ini sosialisasi yang
dilakukan yaitu sosialisasi 3 pilar, dimana yang dimaksud denga 3 pilar ini yaitu
Pemerintah, Gereja dan Adat. Sejak di rumuskanya tentang 3 pilar ini pada tahun
2013,
Berdasarkan beberapa informasi yang disampaikan oleh para informan,
penulis dapat menyimpulkan bahwa Proses Sosilasi dijalankan dengan baik di
lihat dari jawaban informan, juga ada kolaborasi antara pihak TWA Ruteng, pihak
pemerintah desa dan para tokoh adat. Adanya sosialiasi kepada masyarakat yang
di lakukan secara terus menurus semakin membuat masyarakat paham akan
pentingnya hutan bagi kehidupan masyarakat. Hanya saja Sosialisasi yang
dilakukan yaitu sosialisasi lisan dimana pada saat petugas patroli bertemu dengan

55
masyarakat disitulah baru mereka melakukan solisasi lisan dengan meberitahukan
kepada masyarakat pentingnya menjaga dan melestarikan hutan lindung.
Sementara sosialisasi resmi yang dilakukan oleh pihak TWA di desa Satar
Nawang yang dimana desa tersebut juga termasuk desa peyangga yang berada di
wilayah Resort IV, belum pernah di lakukan.

4.2.1.2. Pendampingan oleh Pihak TWA


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata pendamping
adalah orang yang bertugas mendampingi dalam perundingan atau
sebagiannya.
Pendampingan merupakan aktivitas yang selalu di lakukan oleh kelompok-
kelompok sosial seperti pengajar,pengarahan atau pembinaan dalam
kelompok dan bisa mengusai, mengendalikan serta mengontrol orang-orang
yang mereka dampingi.
Pendampingan masyarakat adalah terjadinya proses yang mana
memberikan perubahan kepada masyarakat untuk lebih kreatif. Maka tujuan
utama dalam pendampingan masyarakat ialah untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat atau sebuah kelompok.
Menurut Bapak Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku Tenaga Teknis
Penyuluhan Kegiatan Di TWA Ruteng mengatakan bahwa :
“Saat kami melaksanakan kegiatan kami selalu mendampingi
masyarakat, baik pada saat penyuluhan atau sosialisasi bahkan pada saat
kegiatan di lapangan. Sering kali kami memfasilitasi masyarakat untuk
mengekpresikan bakat dan kemampuan mereka. Sering kali pada saat kami
melakukan sosialisasi kami meninjau apa yang di butuhkan oleh
masyarakat, bahkan masyarakat sendiri yang meminta kepada kami.
Contohnya Pada saat sosialisasi 3 pilar di Kabupaten Manggarai Timur,
pihak TWA Ruteng melihat masyarakat disana senang dan sering bermain
bola kaki dan bola voli, maka pihak TWA memberika bantuan Bola Kaki
dan Voli kepada masyarakat".
(Ruteng 15 April 2021)

56
Pendampingan yang dilakukan oleh pihak TWA Ruteng di wilayah Resort
IV khususnya di Desa Satar Nawang, belum terlalu dirasakan oleh masyarakat
disana di buktikan oleh wawancara bersama dengan masyarakat salah satunya
Bapak Paskalis Samin mengatakan bahwa :
“ Pendampingan oleh pihak TWA belum terlalu kami rasakan
dalam hal perlindungan kawasan hutan lindung TWA Ruteng. Tetapi ada
bebarapa masyarakat kami, juga ikut dalam kelompok MMP. Kami
berharap kedepannya pihak TWA tetap bekerja sama dengan masyarakat
dalam hal perlindungan kawasan TWA Ruteng khususnya Hutan Lok
Pahar ini.
“ (Satar Nawang 18 Januari 2021)

Pendampingan masyarakat di desa peyangga sangat perlu di perhatikan


karena melalui kegiatan pendampingan itu masyarakat dengan pihak TWA bisa
menjalin kerja sama yang baik dalam hal perlindungan kawasan. Sehingga
meminimalisir berbagai macam ancaman dari luar seperti pengaruh dari beberapa
kelompok atau beberapa orang.
Selaras dengan itu Bapak Gerardus Naji sebagai Kepala Desa Satar
Nawang sekaligus salah satu MMP mengatakan bahwa :
“ Ada pihak dari luar yang mencoba untuk membuat masyarakat
tidak takut akan hukum dan terus melakukan aktivitas di dalam kawasan
hutan lindung. Mereka berlindung di bawah nanungan suatu organisasi
LSM yang di sebut AMAN. Masyarakat di doktrin oleh mereka, sehingga
masyarakat tidak takut dan mengganggap bahwa mereka terlindungi.”
(Satar Nawang 19 Januari 2021)

Dari beberapa infomasi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa


perlu adanya pendampingan yang lebih serius yang harus di lakukan oleh
pihak TWA Ruteng, khususnya di wilayah resort IV. Pendampingan dalam
bentuk penyuluhan dan sosialisasi harus di lakukan secara menyeluruh
kepada desa-desa peyangga di sekitar TWA Ruteng, hal ini berakibat pada
sekelompok masyarakat yang mudah terpengaruh kepada kepentingan dari
luar akibat dari tingkat pemahaman yang rendah terhadap perlindungan
kawasan hutan karena pendampingan dalam bentuk penyuluhan sosialisasi
tidak di lakukan secara marata.

57
4.2.2. Transformasi Kemampuan
Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan. Masyarakat di berikan pengetahuan dan pelatihan sehingga
mendapatkan ide atau kreatifitas yang dapat digunakan untuk menunjang atau
meningkatkan kehidupan ekonomi.
4.2.2.1. Pendidikan dan Pelatihan keterampilan usaha
Masyarakat perlu menjalani proses belajar tentang pengetahuan kecakapan-
keterampilan, dengan adanya proses belajar tersebut, masyarakat mendapat
stimulus untuk mengubah perilaku atau untuk meningkatkan wawasan
pengetahuan agar lebih bermanfaat atau untuk lebih mendukung potensi yang
dimiliki masyarakat.
Menurut Bapak Siprianus Janggur S.Hut, selaku Kepala RKW TWA
Ruteng Wilayah IV mengatakan bahwa :
“Pada wilayah resort IV sampai saat ini belum ada pelatihan
keterampilan usaha. Tetapi secara keseluruhan TWA Ruteng sudah banyak
pelatihan keterampilan usaha salah satunya yaitu Lebah Madu itu. Pada
tahun 2014, di Desa wilayah Resort IV di desa Compang Lawi pernah
dilakukannya Pemberdayaan Ekomomi Masyarakat di sekitar kawasan
hutan, bantuan dalam bentuk ternak. (Robo 15 April 2021)

Sedangkan menurut bapak Paskalis Samin, selaku masyarakat Desa Satar


Nawang Mengatakan bahwa :
“ Belum pernah dilakukannya pelatihan keterampilan usaha, oleh
pihak TWA Ruteng di desa Satar Nawang. Bahkan dari pihak pemerintah
desa juga belum pernah dilakukan pelatihan keterampilan usaha dalam
rangka untuk meminimalisir aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan
lindung. Harapan besar kami bahwa pihak TWA bisa segera memberikan
pelatihan dan pendidikan usaha kepada masyarakat di desa Satar Nawang”.
(Satar Nawang 16 Januari 2021)

Sedangkan menurut Bapak Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku


Tenaga Teknis Penyuluhan Kegiatan Di TWA Ruteng mengatakan bahwa :

58
“Pelatihan Keterampilan Usaha sudah pernah di lakukan di Desa
Wejang Mewe pada kelompok Tani Sadar Lestari, yaitu dengan di berikan
pelatihan Pengolahan Sale pisang, Tempe, Tahu, dan susu kedelai.
Masyarakat di berikan pelatihan, difasilitasi oleh pihak TWA berkaitan
dengan pengadaan sarana dan prasarana produksi, dan sampai pada
pengolahan produk. Tidak hanya itu masyarakat di fasilitasi untuk
memasarkan produk olahan Sale pisang, Tempe, Tahu, dan susu kedelai”. (
Ruteng 16 April 2021)

Gambar 4.3. Pelatihan Usaha Ekonomi Produktif di Desa Wejang Mewe

Gambar 4.3. Pelatihan Usaha Ekonomi Produktif di Desa Wejang Mewe

Berdasarkan Informasi dari para informan penulis dapat menyimpulkan


bahwa, Pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat merupakan salah satu solusi
dari masalah yang ada di kawasan TWA Ruteng. Adanya pelatihan dan
pendidikan kepada masyarakat di sekitar Kawasan hutan TWA, membuat
masyarakat paham mereka bisa meningkatkan taraf ekonomi dengan
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, sehingga masyarakat tidak lagi
mengeksploitasi hutan dengan menebang kayu.
Namun Pelatihan dan Pendidikan keterampilan usaha ini belum merata di
lakukan di desa-desa peyangga khususnya di Wilayah Resort IV salah satunya
desa Satar Nawang.
4.2.2.2. Pelatihan dan Perlindungan Lokasi TWA Ruteng

59
TWA memiliki luas kawasan 33.093,37 hektar, dengan berbagai macam
flora dan fauna yang ada di TWA Ruteng. Berbagai macam persoalan yang ada di
Kawasan TWA Ruteng seperti Pembabakan Liar(illegal loging) dan klaim lahan
(okupasi) oleh masyarakat sekitar kawasan TWA. Maka dari itu perlu adanya
Pelatihan Perlindungan lokasi TWA Ruteng baik Pelatihan Para petugas Patroli
maupun masyarakat, sehingga meminimalisir segala aktivitas masyarakat dalam
kawasan.

Tabel 4.3. Luas resort konservasi wilayah Taman Wisata Alam(TWA) Ruteng
berdasarkan wilayah, tenaga patroli dan luasannya.

NO Pembagian RKW Luas (Ha) Tenaga

1. RKW I Golo Lusang 8.742,83 4 Orang

2. RKW II Ranaka 8.028,434 4 Orang

3. RKW III Rana Mese 12.052 5 Orang

4. RKW IV 4.270,11 6 Orang

Total 33.093,37 19 Orang

Menurut Bapak Siprianus Janggur, S.Hut, selaku Kepala RKW TWA Ruteng
Wilayah IV mengatakan bahwa :

“Khusus di desa Satar Nawang perekrutan Masyarakat Mitra Polhut


(MMP) di tunjuk langsung oleh kepala resort (Karest) dan pola pelatihan
dan perlindungan langsung di lapangan ketika melakukan patroli bersama
petugas, hal ini dilakukan agar MMP desa Satar Nawang lebih memahami
situasi dan kondisi di lapangan”. (Robo 17 April 2021)

60
Menurut Bapak Gerardus Naji selaku kepala desa dan salah satu MMP mengatakan
bahawa :

“ MMP dipilih dari beberapa desa sekitar kawasan, tujuan dari MMP itu
sendiri yaitu membantu para petugas TWA, entah itu Patroli atau kegiatan
apapun yang berkaitan dengan TWA pasti anggota MMP selalu
membantu. Ini juga bisa dikatakan bentuk partisipasi kami sebagai
masyarakat sekitar TWA Ruteng untuk membantu pengelolaan kawasan
TWA”. ( Satar Nawang 19 Januari 2021)

Berdasarkan beberapa informasi dari para informan, penulis dapat


menyimpulkan bahwa perlu dilakukanya pelatihan dan perlindungan Lokasi
kawasan TWA Ruteng, mengingat aktivitas masyarakat di sekitar kawasana hutan
lindung sangat sering. Maka perlu ada perlindungan kawasan oleh petugas TWA
dan juga bantuan dari MMP di wilayah resort IV sendiri.

4.2.3. Peningkatan Kemampuan


Peningkatan kemampuan berguna untuk membuat masyarakat dapat
membentuk kemampuan secara mandiri. Cara untuk mengetahui kemandirian
masyarakat y aitu dengan cara melihat kemampuan masyarakat membuat
inisiatif, kreasi-kreasi atau inovasi-inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka
4.2.3.1. Pemberian Modal Usaha
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LKH) NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam menyatakan Pemberian modal bagi masyarakat di sekitar
kawasan KPA dan KSA adalah dengan memfasilitasi untuk mendapatkan
akses permodalan dari pihak lain. Pihak lain sibagaimana di maksud ialah
Instansi Pemerintahan/non pemerintahan, perbankan dan lembaga
pembiayaan lain.

61
Menurut Bapak Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku
Tenaga Teknis Penyuluhan Kegiatan Di TWA Ruteng mengatakan
bahwa :

“Pemberian modal usaha sudah banyak di lakukan di desa-desa


peyangga yang ada di TWA Ruteng. Pemberian modal usaha ini berbentuk
barang yang sudah di sediakan oleh pihak TWA, Seperti di Dusun
Waso,Kelurahan Waso, Kecamatan Langke Rembong Kabupaten
Manggarai (Pengembangan Tumbuhan Obat) dan di Dusun Dewe , Desa
Wejang Mawe, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai
Timur (Pembuatan Sale Pisang, Tempe dan Tahu). Pemberian modal usaha
kepada kelompok tani yang sudah terbentuk di desa tersebut. Sedangkan di
desa Satar Nawang belum ada pemberian modal usaha kepada masyarakat
di sana”. (Ruteng 3 Mei 2021)

Pemberiam Modal Usaha ini tidak semerta di berikan saja kepada


masyarakat tetapi melalui berbagai tahapan, Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) NOMOR
P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan
Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam Bab II pasa1 4 ayat 3 dalam penetapan sasaran menyatakan Kepala
Unit pengelola KSA/KPA membentuk kelompok kerja yang bertugas
untuk, melakukan kajian ekonomi, tipologi masyarakat, interaksi
masyarakat dengan KSA/KPA, dan potensi sumber daya alam dan
mengusulkan rekomendasi kegiatan pemberdayaan. Setelah itu
berdasarkan rekomendasi kelompok kerja, kepala unit pengelola
KSA/KPA menetapkan kelompok masyarakat/desa, lokasi serta jenis
kegiatan pemeberdayaan.

Pemberian modal usaha di Desa Wejang Mawe juga melalui


beberapa tahapan, seperti yang tertera pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LKH) NOMOR

62
P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, salah satunya yaitu potensi
sumber daya alam yang ada di desa wejang mawe sangat berlimpah
khususnya di bidang pertanian seperti bahan baku untuk olahan Sale
Pisang, Tempe dan Tahu yang merupakan hasil sumber daya alam yang
berlimpah yang ada di desa Wejang Mawe.

Berdasarkan RMPDes desa Satar Nawang, potensi yang ada di desa


Satar Nawang berupa potensi di bidang pertanian, perkebunan dan
peternakan yang juga sangat melimpah selain itu SDM masyarakat di desa
satar nawang yang nota bene berada pada tingkat rendah dimana pekerjaan
masyarakat di desa Satar Nawang dominasi Petani. Apabila masyarakat di
berikan modal usaha untuk membuka usaha, masyarakat tidak perlu
khawatir akan konsumen karena ada beberapa keuntungan yaitu:

 Letak desa Satar Nawang yang strategis, berada di tegah-tengah


 Adanya pasar tradisional yang dibuka seminggu sekali yang
berakibat pada mobilisasi masyarakat dari desa lain.
 Selain ada pasar juga ada puskesmas dan sekolah dari SD-SMA
Maka dari itu perlu adanya pemberian modal kepada masyarakat
sehinga dapat meningkatkan taraf hidup atau ekonomi masyarakat dan
meminimalisir aktivitas masyarakat yang pada awalnya bergantung pada hutan
lindung, kemudian di berikan modal untuk berusaha.

4.2.3.2. Penyediaan Tempat Usaha

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan


Republik Indonesia Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam, Di Suaka Margasatwa,Taman
Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, menyatakan Izin

63
Pengusahaan Pariwisata Alam adalah izin usaha yang diberikan untuk
mengusahakan kegiatan Pariwisata Alam di areal Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Izin Usaha
Penyediaan Jasa Wisata Alam yang selanjutnya disingkat IUPJWA adalah
izin usaha yang diberikan untuk penyediaan jasa wisata alam pada kegiatan
Pariwisata Alam. Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam yang
selanjutnya disingkat IUPSWA adalah izin usaha yang diberikan untuk
penyediaan fasilitas sarana serta pelayanannya yang diperlukan dalam
kegiatan Pariwisata Alam. Zona Pemanfaatan adalah bagian dari Taman
Nasional yang ditetapkan karena letak, kondisi, dan potensi alamnya yang
terutama dimanfaatkan untuk kepentingan Pariwisata Alam dan kondisi
lingkungan lainnya. Blok Pemanfaatan adalah bagian dari Suaka
Margasatwa, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya yang ditetapkan
karena letak, kondisi, dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan
untuk kepentingan Pariwisata Alam dan kondisi lingkungan lainnya. Usaha
Penyediaan jasa Wisata alam terdiri dari jasa :
1. Informasi pariwisata,
Usaha penyediaan jasa informasi pariwisata berupa usaha
penyediaan data, berita, fitur, foto, video, dan hasil
penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam
bentuk bahan cetak dan atau elektronik.
2. Pramuwisata;
Usaha penyediaan jasa pramuwisata dapat berupa usaha
penyediaan dan atau mengoordinasikan tenaga pemandu
wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan atau
kebutuhan biro perjalanan wisata.
3. Transportasi;
Usaha penyediaan jasa transportasi pada Suaka Margasatwa,
dapat berupa usaha penyediaan kuda, sepeda, porter, perahu

64
bermesin atau tidak bermesin untuk transportasi laut, danau,
dan sungai disesuaikan dengan karakteristik obyek wisata
alamnya, serta alat transportasi berdasarkan kreativitas
masyarakat
setempat yang sudah direkomendasi keamanannya oleh
instansi terkait. Usaha penyediaan jasa transportasi pada
Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan
Raya, dapat berupa kendaraan darat bermesin maksimal
3000 (tiga
ribu) cc.
4. Perjalanan wisata;
Usaha penyediaan jasa perjalanan wisata dapat berupa usaha
penyediaan jasa perencanaan perjalanan wisata dan atau jasa
pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata,dalam hal ini
termasuk jasa pelayanan yang menggunakan sarana yang
dibangun atas dasar kerjasama antara pengelola dan pihak
ketiga.
5. Cinderamata;
Usaha penyediaan jasa cinderamata merupakan usaha jasa
penyediaan cinderamata untuk keperluan wisatawan yang
didukung dengan perlengkapan berupa kios atau kedai usaha
6. Makanan dan minuman
Usaha penyediaan jasa makanan dan minuman yang
didukung dengan perlengkapan berupa kedai makanan atau
minuman.
7. Persewaan peralatan wisata alam.
Usaha penyediaan jasa persewaan peralatan wisata alam

65
merupakan usaha jasa persewaan peralatan snorkeling,
diving, canoing, kemah, perlengkapan pendakian, atau
perlengkapan wisata lainnya.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam, Di Suaka Margasatwa,Taman
Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam pasal 19 ayat 4
tentang Tata Cara Permohonan, Persyaratan Permohonan, dan Penyelesaian
Permohonan IUPJWA Permohonan IUPJWA yang berlokasi di Taman
Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya dapat diajukan
oleh:
a. Pelaku Usaha perorangan; atau
b. Pelaku Usaha nonperorangan.

Menurut Bapak Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku


Tenaga Teknis Penyuluhan Kegiatan Di TWA Ruteng mengatakan bahwa :
“Apabila masyarakat sekitar TWA Ruteng khsusnya masyarakat
desa peyangga, ingin membuka usaha di areal kawasan TWA Ruteng, sangat
bisa dan akan di bantu oleh pihak TWA Ruteng untuk pengurusan
berkasnya. Hanya jika masyarakat mau, kami pihak TWA sangat
mengapresiasi dan mendukung untuk mengurus perijinannya. Proses yang
legal formalnya di tingkat skala kecil adalah : Masyarakat harus bersurat Ke
Kantor TWA intinya isi dalam surat itu menerangkan bahwa yang
bersangkutan mau melaksanakan ijin usaha di TWA Ruteng , di tingkat
bidang saja kami bisa membantu masyarakat yang mau membuka usaha.
Kami selalu memberikan kemudahan kepada masyarakat khususnya desa
peyangga apabila ingin membuka usaha di sekitar TWA Ruteng dengan
senang hati kami membantu untuk mengurus perijinan. Contohnya saja yang
ada di Wisata Alam Danau Rana Mese dan Kaki Gunung Ranaka, ada
beberapa masyarakat dari desa peyangga yang mau membuka usaha di
sekitar wisata alam tersebut, kami bantu sehingga mendapatkan ijinnya.”
( Ruteng 3 Mei 2021)

66
Namun yang terjadi di wilayah Hutan Lok Pahar adalah kebalikannya
banyak kios-kios yang dibangun tanpa adanya ijin dari pihak TWA Ruteng,
hal ini selaras dengan apa yang di sampaikan oleh Bapak Ferdinandus Boy
Kali, S.Hut, M.Ling, selaku Tenaga Teknis Penyuluhan Kegiatan Di TWA
Ruteng mengatakan bahwa :
“Sampai saat ini kios-kios yang di bangun di sekitar Lok Pahar itu belum
mendapatkan ijin dari TWA Ruteng, dengan kata lain tindakan yang di
lakukan oleh masyarakat yang membangun kios itu di anggap tidak sah
atau ilegal.” ( 3 Mei 2021)
Menurut Bapak Siprianus Janggur, S.Hut, selaku Kepala RKW TWA Ruteng
Wilayah IV mengatakan bahwa :
“ Ketika kami melakukan patroli di sekitaran Wilayah IV termasuk Lok
pahar Kami sudah menegur dan melarang untuk tidak membangun kios di
sekitar Lok Pahar, awalnya di ikuti tetapi kemudian besoknya tetap di lakukan,
tetapi kami tidak hanya menugur 1 atau 2 kali, kami selalu menegur setiap
melakukan patroli bahkan sempat kami bongkar secara paksa tetapi besoknya
tetap di ulangi.” (17 April 2021)

Gambar 4.4. Kios yang di bangun tanpa ijin di Lok Pahar

Dari gambar di atas, terlihat kios yang menjual kayu bakar, yang dimana
kayu bakar tersebut di ambil dari Hutan Lindung TWA Ruteng.

67
Selain itu menurut Bapak Gerardus Naji, selaku Kepala Desa Satar
Nawang , mengatakan bahwa :

“Saya selalu melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat yang


nekat seperti itu, dengan secara halus saya bicara kepada mereka, saya
menjelaskan dampak bahaya yang terjadi apabila melakukan aktivitas di dalam
hutan lindung terus menerus dan menjelaskan dampak dari perbuatan mereka
adalah mendapatkan hukuman sesuai UU yang mengatur, namun mereka hanya
mendengar dan tetap mengulangi.” (Satar Nawang 19 Januari 2021)

Dari beberapa Informasi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, Pihak


TWA Ruteng selalu siap dan sigap membantu masyarakat di desa peyangga dalam
hal menyediakan tempat usaha. Bahkan mereka siap membantu masyarakat untuk
mendapatkan ijin usaha. Namun masyarakat dengan caranya sendiri tanpa ada ijin
membangun tempat usaha di lahan yang seharusnya tidak boleh di bangun.
Bahkan penulis ingin mewawancari masyarakat yang membuka usaha di Lok
Pahar tetapi di tolak dengan cara yang kurang sopan. Karena masyarakat yang
membuka usaha di lahan yang tdk seharusnya, banyak sampah-sampah pelastik
yang mengotori bukit Lok pahar.

4.2.3.3. Pelibatan dalam Perlindungan TWA Ruteng


Dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam
bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi
lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan
lestari.

Dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan, perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk :
1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran,
daya-daya alam, hama serta penyakit.
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Perlindungan hutan ditujukan terhadap hutan produksi, hutan lindung,


kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru, hutan hak, hasil

68
hutan dan tumbuhan dan satwa. Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan
hutan, maka kepada Pejabat Kehutanan tertentu dalam lingkup instansi kehutanan
di pusat dan daerah diberi kewenangan kepolisian khusus yang disebut Polisi
Kehutanan.

Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada


Pejabat Kehutanan tertentu dalam lingkup instansi kehutanan di pusat dan daerah
diberi kewenangan kepolisian khusus yang disebut Polisi Kehutanan. Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pengurusan hutan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
diberi wewenang sebagai penyidik yang disebut Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Kehutanan. Untuk melakukan pengamanan hutan di areal kawasan hutan
yang telah dibebani hak atau izin dapat dibentuk Satuan Pengamanan Hutan oleh
pemegang hak atau pemegang izin, yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
oleh instansi kehutanan. Mengingat bahwa keberadaan hutan sangat penting bagi
kehidupan manusia, maka perlindungan hutan tidak saja dilaksanakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, tetapi juga oleh segenap masyarakat dengan
berperan-serta secara aktif, baik langsung maupun tidak langsung.

Menurut Bapak Siprianus Janggur, S.Hut, selaku Kepala RKW TWA


Ruteng Wilayah IV mengatakan bahwa :

“Pelibatan masyarakat dalam perlindungan hutan sudah sepenuhnya di


lakukan melalui terbentuknya MMP wilayah resort IV yang di Ketuai oleh Bapak
David Geong. Masyarakat Mitra Polhut (MMP) bekerja sama dengan pihak TWA
melindungi kawasan Hutan TWA Ruteng. MMP bersama dengan kepala RKW
Wilayah IV bersama anggota sering melakukan patroli bersama.” (Robo 17 April
2021)

Menurut Bapak Gerardus Naji sebagai Kepala Desa sekaligus anggota


MMP mengatakan bahwa : “ Pada saat kerusakan hutan, Pihak TWA bersama
dengan MMP tidak tinggal diam, ketika kami mendapat informasi kami langsung
ke lokasi sampai disana sudah kosong, hanya tersisa kayu-kayu yang sudah di
tebang oleh pelaku. Setelah pihak TWA merencakan Rehabilitasi atau penanaman
kembali libatkan masyarakat namun setelah beberapa minggu di tanam, ketika di
cek kembali ketika patroli bibit yang baru di tanam sudah tidak ada, sebagian ada
yang di rusak dengan cara di cabut ada yang di potong menggunakan alat tajam”.

69
Pada tahun 2013 dan 2014 telah di lakukan upaya Rehabilitasi Hutan yang
di laksanakan penanaman oleh Kodim 1612 Manggarai yang bekerja sama dengan
pihak TWA Ruteng dengan melibatkan masyarakat di Ngkiong Dora dan Satar
Nawang.

Pada tahun 2013 Seluas 200 Ha, dengan rincian bibit kayu-kayuan dan
MPTS. MPTS adalah sistem pengolahan lahan dimana berbagai jenis kayu di
tanam dan di kelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu,akan tetapi juga daun-
daunan dan buah-buahan yang dapat di gunakan sebagai bahan makanan ataupun
pakan ternak.

Tabel 4.4. Rincian Bibit tanaman RHL 2013

No. Bibit yang di tanam Jumlah

1. Kayu-kayuan

Natu ( Palaquium sp) 10.000 batang

Namut (Celtis tetandra) 10.000 batang

Ngantol (Glochidion parakense) 40.000 batang

Cambir Poco (Schleichera sp.) 30.000 batang

2. MPTS

Ndingar (Cinnanmomun burmanii) 10.000 batang

Jumlah 100.000 batang

Pada tahun 2014 untuk luas 100 Ha, dengan rincian bibi kayu sebagai berikut :

70
Tabel 4.5. Rincian bibit RHL 2014

No Jenis Tanaman Luas Jarak Komposi Jumlah Jumlah Sulaman Jumlah Total
(Ha) tanam si Jenis bibit T0 10 % T1 Bibit
(Btg/Ha) (Batang) (Batang) (Batang)

1. Namut (Celtis 100 4x5 40 500 20.000 2.000 4.000 26.000


tetandra)

2. Ngantol 100 4x5 10 500 5.000 500 1.000 6.500


(Glochidion
parakense)

3. Natu 100 4x5 20 500 10.000 1.000 2.000 13.000

(Palaquium sp)

4. Cambir Poco 100 4x5 20 500 10.000 1.000 2.000 13.000


(Schleichera
sp.)

5. Ndingar 100 4x5 10 500 5.000 500 1.00 6.500


(Cinnanmomu
n burmanii)

Jumlah 100 4x5 100 500 50.000 5.000 10.000 65.000

Dari beberapa informasi di atas, penulis dapat simpulkan bahwa, Rehabilitasi yang
di lakukan oleh para stekholder baik itu Pemerintah, TNI/Polri maupun pihak swasta,
pada kawasan TWA Ruteng khusunya wilayah IV Lok Pahar sudah pernah di lakukan
bahkan dengan jumlah bibit yang sangat banyak. Namun pendapat penulis Rehabilitasi

71
perlu untuk terus di perhatikan, karena kasus kerusakan hutan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan penelitian dan temuan-temuan di


lapangan maka dapat disimpulkan bahwa perlu di lakukannya pemberdayaan masyarakat
di desa peyangga desa Satar Nawang. Berdasarkan strategi pemberdayaan yang di
kemukan oleh Sulistyani , dapat di simpulkan bahwa :

1. Pembentukan dan Penyadaran Prilaku


Belum ada kejelasan informasi yang diterima oleh masyarakat desa Satar
Nawang karena kurangnya sosialasi atau penyuluhan yang di berikan oleh
Pihak TWA dan Pemerintah Desa. Informasi hanya berupa lisan di sampaikan
dari mulut ke mulut. Sehingga di rasa masih belum cukup informasi yang di
terima oleh masyarakat. Karena kurangnya informasi masih ada yang belum
paham akan pentingnya menjaga hutan terpengaruh oleh pihak luar yang
datang untuk memprovokasi.
2. Transformasi Kemampuan
Kurangnya pendidikan dan pelatihan membuat masyarakat beralih mencari
sesuatu yang ada di hutan, di tambah lagi tingkat pendidikan masyarakat yang
di katakan masih rendah, dan hasil hutan yang menguntungkan membuat
masyarakat terus-menerus menguras hasil hutan.
3. Peningkatan Kemampuan

72
Peningkatan kemampuan dengan berbagai cara yaitu pemberian modal usaha,
penyediaan tempat usaha dan pelibatan dalam perlindungan kawasan.
Penyedian tempat usaha masyarakat di desa peyangga sudah di berikan akses
untuk membuka usaha di sekitar TWA namun beberapa masyarakat membuka
usaha secara ilegal.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan Strategi Pemberdayaan


MasyarakatSekitar Taman Wisata Alam Ruteng Dalam Perlindungan Kawasan
Pelestarian Alam (Studi Kasus Desa Satar Nawang Kecamatan Sambi Rampas
Kabupateng Manggarai Timur) sebagai berikut :
1. Perlu di lakukannya pemberdayaan masyarakat di desa Satar Nawang dengan
menggunakan teori Sulistyani, sehingga persoalan dan polemik yang terjadi dapat
teratasi dengan di berikannya pemberdayaan kepada masyarakat di desa Satar
Nawang.
2. Perlu di lakukan Pendampingan secara merata di desa peyangga khususnya di
Wilayah IV , baik itu Sosialisasi maupun pelibatan dalam perlindungan TWA,
sehingga tidak ada kecemburuan sosial antara masyarakat di desa peyangga
3. Perlu ada ketegasan dari Pemerintah desa Satar Nawang, berkaitan dengan
pelanggaran yang di lakukan oleh masyarakat desa Satar Nawang apabila di dapati
melakukan kerusakan hutan.
4. Perlu ada pegawasan yang lebih ketat oleh petugas TWA di Wilayah IV
mengingat kerusakan hutan di Wilayah IV semakin parah dan paling terparah di
TWA Ruteng.
5. Perlu di lakukan Rehabilitasi secara terus menerus sehingga sehingga dapat
memulihkan,mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan sehingga
peranannya dalam mendukung sistem peyangga kehidupan tetap terjaga.

73
DAFTAR PUSTAKA

Bungin. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta. Kencana

Conyers, Diana. (1994). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Daryanto H. 2011. Tantangan Pengelolaan Hutan Indonesia [keynote adress].Forest

Tenure, Governance & Enterprise Experiences and Opportunities for Asia in

Changing Context.Lombok 11-15 Juli 2011.

Dephut. 2009. Laporan Nasional Pelaksanaan Model Desa Konservasi (MDK). Bogor:

Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam (PJLWA), Direktorat

Jenderal perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.

Ditjen PHKA, Depertemen Kehutanan RI, 2006., Ensiklopedi Ekologi Indonesia.

Foskett N, Foskett R (2004). Conservation.Cox and Wyman Ltd.

Holil Soelaiman. (1980). Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung.

Ife, J. & Tesoriero, F. 92008).Community Development; Alternatif Pengembangan

Masyarakat Era Globalisasi.Terjemahan Sastrawan Manulang dkk.Edisi

3.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

74
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik

Indonesia Nomor: P. 16/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Umum Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kehutanan. Jakarta: Kementerian

Kehutanan.

Masri Singarimbun & Sofyan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta:LP3S.

Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Mubarak, Zaki, 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses

Pengembangan Kapasitas Pada Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Desa

Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan, Tesis, Semarang:Universitas Diponogoro.

Nugraha , A. dan Murtijo. 2005. Antropologi Kehutanan. Wana Aksara Banten.

Pabundu Tika. Moh (2005).Metode penelitian Geografi. Bumi Aksara: Jakarta.

Pambudi, Himawan S. Dkk, Politik Pemberdayaan: Jalan Mewujudkan Otonomi Desa,

Yogyakarta, LAPPERA Pustaka Utama, 2003.

Payne. 1995. Social Work and Community Care, MacMillan. London.

Peryansyah, Aldy. (2013) Laju Kerusakan Hutan di Indonesia Duduki Peringkat 3 Besar.

Unisi Radio Jogja, Campus Reporting News, diakses melalui

http://unisifm.com/%EF%BB%BFlajukerusakan-hutan/ [diakses pada tanggal 20

Agustus 2020]

Rahman, A. (2009). Partisipasi dan Demokrasi dalam Pembangunan.Malang : Averroes

Press.

75
Riyanto B. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Perlindungan

Kawasan Pelestarian Alam. Bogor: Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan

dan Lingkungan.

Santosa I. 2004.Pemberdayaan Petani Tepian Hutan Melalui Pembaharuan Perilaku

Adapatif [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono.2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitati,Kualitatif. Bandung. Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Surhato Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis

Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung : PT Refika

Aditama.

Sulistyani, Ambar Teguh. 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.Yogyakarta

: Graha Ilmu.

Sumaryadi, I Nyoman, 2010, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan

Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Citra Utama

Sumodiningrat, Gunawan. 2009. Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. PT Gramedia

Pustaka Utama.

www.kompas.com (diakses pada tanggal 04 Juni 2020)

DOKUMEN

76
Dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlindungan

hutan dan kawasan hutan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor

P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang Pengusahaan Pariwisata

Alam, Di Suaka Margasatwa,Taman Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman

Wisata Alam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) NOMOR

P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat

di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam menyatakan

Pemberian modal bagi masyarakat di sekitar kawasan KPA dan KSA adalah

dengan memfasilitasi untuk mendapatkan akses permodalan dari pihak lain

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang KOnservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penyelenggaraan


perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan
hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi
produksi tercapai secara optimal dan lestari.

77
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.1. Wawancara bersama masyarakat Bapak Paskalis Samin

Gambar 1.2. Wawancara Bersama Bapak Siprianus Janggur, S.Hut, selaku Kepala RKW

TWA Ruteng Wilayah IV

78
Gambar 1.3. Wawancara bersama Kepala Desa Satar Nawang Bapak Gerardus Naji

Gambar 1.4. Wawancara Bersama Bapak Ferdinandus Boy Kali, S.Hut, M.Ling, selaku

Tenaga Teknis Penyuluhan Kegiatan Di TWA Ruteng

79
Gambar 1.5 Kondisi Hutan TWA Ruteng di Wilayah Resort IV mengalami kerusakan

Gambar 1.6. Wawancara bersama Masyarakat Bapak Gregorius Mei

80
Gambar 1.7. Kondisi jalan rusak parah di Desa Satar Nawang

Gambar 1.8. Pasar Tradisonal di Desa Satar Nawang

81

Anda mungkin juga menyukai