Anda di halaman 1dari 33

STRATERGI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN


(Studi Kasus di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa
Barat)

USULAN RISET
Diajukan untuk Menempuh Seminar Usulan Riset

AIDA MAULIDA FARHANI


NPM 230110160067

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2019

i
JUDUL : STRATEGI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH
DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
NELAYAN (Studi Kasus di Kecamatan Pangandaran,
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat)

PENULIS : AIDA MAULIDA FARHANI

NPM : 230110160067

Jatinangor, April 2019

Menyetujui:

Komisi Pembimbing: Dekan,


Ketua,

Dr. Asep Agus Handaka, S.Pi.,MT Dr. Yudi Nurul Ihsan S.Pi.M.Si
NIP. 19710817 200604 1 002 NIP. 19751201 200604 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan proposal usulan riset yang berjudul “Strategi Kebijakan Pemerintah
Daerah dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan (Studi Kasus di
Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat)” dapat
diselesaikan. Atas bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa yang telah diberikan,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Dr. Asep Agus Handaka Suryana S.Pi., M.T., selaku ketua komisi pembimbing
dan selaku Ketua Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan dukungan dan
membimbing untuk kelancaran penulisan proposal.
2. Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si.. selaku dosen wali dan anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan dukungan dan membimbing untuk
kelancaran penulisan proposal.
3. Dr. Achmad Rizal, S.Pi., M.Si. selaku dosen penelaah yang telah memberikan
saran dan koreksi dalam penulisan proposal.
4. Dr. sc. agr Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si, selaku dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
5. Kedua orang tua, Ayahanda Dr. Etep Rohana, MM.Pd. dan Ibunda Dra.
Nurlaila serta Adik tercinta Muhammad Fikri Naufal Hadziq yang senantiasa
selalu memberikan do’a, dukungan materi dan moril serta semangat kepada
penulis sehingga penyusunan proposal selesai dengan lancar.
6. Billy Herdiansyah yang selalu menemani, memberikan doa, semangat,
masukan dan motivasi dalam penyusunan proposal.
7. Aisyah, Alifia, Annisa, Delinda, Mikha, Putri dan Vinesca sebagai sahabat
yang terus memberikan doa, masukan dan semangat dalam penyusunan
propopsal.

iii
8. Keluarga Besar Perikanan A 2016 yang sama sama berjuang serta saling
memberikan doa dan semangat selama masa perkuliahan dan proses
penyusunan proposal.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung. Semoga amal dan kebaikannya mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih ada
kekurangannya, meskipun demikian penulis berharap semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jatinangor, April 2019

Aida Maulida Farhani

iv
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
........................................................ Error! Bookmark not defined.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 9
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................... 11
1.3 Tujuan Riset ........................................................................... 11
1.4 Kegunaan Riset ...................................................................... 11
1.5 Pendekatan Masalah .............................................................. 11
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Potensi Perikanan Tangkap .................................................... 13
2.2 Perencanaan Pembangunan Perikanan Tangkap .................... 15
2.2.1 Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap ........................... 15
2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ................... 16
2.2.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ............... 18
2.2.4 Rencana Strategis ...................................................................
Error! Bookmark not defined.
2.2.5 Rencana Kerja Pembangunan Daerah ....................................
Error! Bookmark not defined.
2.2.6 Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah ....................
Error! Bookmark not defined.
2.3 Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap ....................... 21
2.3.1 Pembangunan Perikanan Tangkap ......................................... 22
2.3.2 Faktor Penghambat dan Pendukung Impelementasi Kebijakan
Pemerintah Daerah.............................................................................
Error! Bookmark not defined.
2.4 Kondisi Perikanan Tangkap ................................................... 23
2.4.1 Nelayan .................................................................................. 23
2.4.2 Sarana dan Prasarana .............................................................
Error! Bookmark not defined.
2.5 Tingkat Kesejahteraan Sosial Nelayan ..................................
Error! Bookmark not defined.
2.5.1 Definisi Umum ......................................................................
Error! Bookmark not defined.
2.5.2 Kondisi Kesejahteraan Sosial Nelayan ..................................
Error! Bookmark not defined.

v
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 25
3.2 Metode Penelitian .................................................................. 25
3.3 Sumber dan Jenis Data ........................................................... 28
3.4 Metode Pengambilan Data .....................................................
Error! Bookmark not defined.
3.5 Analisis Data .......................................................................... 30
3.5.1 Soft System Methodology (SSM) ..........................................
Error! Bookmark not defined.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Materi ..................................................................................... 31
4.1.1 Sub Materi.............................................................................. 31
4.2 Materi ..................................................................................... 31
4.2.1 Sub Materi.............................................................................. 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 32
5.2 Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 33

vi
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 xxx ................................................................................................... XXX

vii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 xxx ................................................................................................... XXX


2 xxx ................................................................................................... XXX

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan hias air tawar merupakan komoditas yang cukup diminati karena bentuk
dan warna sisiknya memiliki nilai sendiri dimata masyarakat. Harga ikan hias relatif
lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga ikan konsumsi. Hal ini disebabkan fungsi
dari ikan hias berbeda dari ikan konsumsi. Para konsumen rela membeli ikan hias
dengan harga yang cukup tinggi karena selain penampilan fisiknya yang begitu indah
juga dianggap dapat menunjukan derajat di masyarakat. Ikan komet (Carassius auratus)
ialah salah satu jenis ikan yang telah berhasil dibudidayakan dan banyak digemari di
Indonesia.
Ikan komet merupakan salah satu jenis ikan hias populer air tawar yang saat ini
banyak digemari dikalangan pecinta ikan hias. Warna ikan komet yang cerah serta
indah, bentuk dan gerakan yang menarik, juga mudah dipelihara dalam akuarium
menjadi sekian dari alasan mengapa ikan ini digemari dari berbagai kalangan di
Indonesia.
Warna ikan hias merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
harga jual ikan tersebut. Ikan komet memiliki warna yang beragam berupa kuning
pudar, merah api, hitam pekat hingga kombinasi dua sampai empat warna. Ikan komet
dengan warna yang erah sangat populer dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi di
kalangan konsumen ikan hias. Akan tetapi warna ikan hias pada umumnya menjadi
pudar pada saat dipelihara di dalam akuarium.
Perubahan warna dan pigmentasi ikan hias dipengaruhi oleh penyerapan dan
timbunan karotenoid dalam tubuh ikan. Karotenoid merupakan pigmen utama pada
kulit ikan hias, namun ikan tidak mampu mensintetis karotenoid dengan dirinya sendiri.
Dengan demikian kebutuhan karotenoid bisa diberikan melalui pakan maupun dengan
cara perendaman. Pemberian pakan dengan kandungan karotenoid adalah cara yang

9
efisien untuk memperbaiki proses pigmentasi pada ikan komet. Dewasa ini terdapat
lebih dari 800 jenis karotenoid yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari
berbagai sumber termasuk hewan dan tanaman. Akan tetapi tidak semua sumber dan
jenis karotenoid ini dapat diserap dan berpengaruh terhadap tingkat kecerahan maupun
warna pada ikan, baik yang diperoleh dari bahan sintetis maupun yang bersumber dari
karotenoid alami.
Sumber karatenoid dapat dihasikan dari buah- buahan, sayur-sayuran dan
hewani. Bahan-bahan yang dipilih untuk dijadikan sebagai bahan pewarna pada pakan
ikan harus mudah didapat dan ketersediaannya melimpah. Ketersediaan buah naga di
berbagai daerah untuk saat ini cukup melimpah dan mudah didapatkan di pasar buah
maupun penjualan buah di jalanan, namun harganya relatif mahal dan kulitnya tidak
dikonsumsi oleh manusia sehingga menghasilkan buangan limbah organik. Kulit dari
buah naga ini ternyata belum banyak diketahui dapat dijadikan sebagai bahan tepung
dalam pembuatan pakan buatan yang mengandung karotenoid dan bermanfaat bagi
ikan budidaya.
Penambahan pakan buatan berupa kulit buah naga merupakan salah satu upaya
untuk dapat meningkatkan warna pada ikan. Buah naga merah adalah salah satu jenis
buah yang cukup unik dan banyak manfaatnya yang akhir-akhir ini digemari
masyarakat dan dipercaya mengandung antioksidan yang cukup baik dan mengandung
beta (Lianiwati, 2011).
Buah naga merah berwarna menarik, semakin merah warnanya semakin banyak
unsur beta- karotennya (Markakis, 1982 dalam Farikha dkk, 2013). Menurut Mahatt-
anatawe et al., (2006) bahwa, kandungan karotenoid yang terdapat pada buah naga
sebesar 0,005-0,012 mg per sajian 100 gram. Dengan pertimbangan tersebut, maka
penambahan ekstrak buah naga ini dicampurkan ke dalam pakan buatan diduga dapat
meningkatkan warna pada ikan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dikaji dalam riset ini sebagai berikut:
(1) Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak buah naga pada pakan ikan komet
terhadap performa kecerahan dan warna serta parameter lainnya?
(2) Berapa banyak konsentrasi ekstrak buah naga merah pada pakan yang
memberikan hasil terbaik?

1.3 Tujuan Riset


Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan
tujuan riset sebagai berikut:
(a) Untuk menganalisis pengaruh penambahan ekstrak buah naga pada pakan
terhadap performa kecerahan dan warna serta parameter lainnya
(b) Untuk menentukan konsentrasi.penambahan ekstrak buah naga dengan hasil
terbaik pada pakan.

1.4 Tujuan Riset


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam penggunaan fortifikasi pakan untuk meningkatkan performa
kecerahan dan warna ikan komet maupun dapat digunakan sebagai tinjauan awal bagi
penelitian serupa..

1.5 Kerangka Pemikiran


Seiring berkembangnya usaha dalam bidang perikanan, khususnya dalam
bidang ikan hias, kecerahan dan warna ikan sangat menentukan harga dan kualitas
ikan disamping jenis ikan yang diminati oleh konsumen. Ikan komet merupakan
salah satu ikan hias yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dijangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
Pakan ikan hias sangatlah berbeda dengan harga pakan ikan konsumsi. Pakan
ikan konsumsi akan berfokus pada tingginya kandungan protein untuk upaya
pembesaran, sedangkan pakan untuk ikan hias tertuju pada vitamin dan mineral guna
untuk mempertahankan bahkan menambah keindahan yang dimiliki ikan hias. Harga
pakan ikan hias relative lebih tinggi dibandingkan ikan konsumi, hal ini disebabkan
oleh penambahan bahan-bahan lain dalam formulasi pakan ikan hias diantaranya
ialah vitamin dan mineral. Salah satu zat yang sering ditambahkan kedalam pakan
ialah pigmen misalnya antoxianin.
Antoxianin atau senyawa pigmen dapat dilihat dengan kasat mata melalui
warna pada tumbuhan maupun bagian hewan. Biasanya suatu bahan yang memiliki
kandungan senyawa pigmen yang tinggi ditandai dengan warna yang cerah dan
mencolok. Menurut penelitian Mahattanawee (2006), menunjukan bahwa buah naga
merah memiliki kandungan antioksidan yang juga merangkap sebagai senyawa pigmen
yang tinggi. Dengan adanya tinjauan ini maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Pengaruh Penambahan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Pada
Pakan Terhadap Performa Kecerahan Dan Warna Ikan Komet (Carassius auratus).
1.6 Hpotesis
Hipotesis yang diajukan adalah penambahan ekstrak buah naga merah pada
pakan efektif terhadap peningkatan performa kecerahan dan warna ikan komet.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Komet (Carassius auratus)


Ikan komet memiliki keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya yang
unik, oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan komet
relatif menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang membedakan dari
ikan komet dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet mempunyai bentuk sirip
yang lebih panjang dari ikan mas, meskipun jika didekatkan keduanya akan sangat
mirip, oleh sebab itu diluar negeri ikan komet dijuluki sebagai ikan mas (goldfish).
Perbedaan ikan komet jantan dan betina. Ikan komet jantan memiliki sirip dada panjang
dan tebal, kepala tidak melebar, tubuh lebih tipis (ramping), sedangkan ikan komet
betina memiliki sirip dada relatif pendek dan luar tipis, kepala relatif kecil dan
bentuknya agak meruncing, tubuh lebih tebal (gemuk) (Lingga dan Heru. 1995).
Menurut Goenarso (2005), identifikasi dan taksonomi ikan komet sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

Gambar 1. Ikan Komet


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed)
mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut
memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang
tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum. Sebagian besar tubuh ikan
komet ditutupi oleh sisik kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik. Sisik
ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil. Sirip punggung memanjang dan pada
bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung berseberangan dengan sirip
perut. Gurat sisi pada ikan komet tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh dan
melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Partical Fish
Keeping, 2013).
Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam
akuarium, tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas, serta
membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet banyak
ditemui dengan warna putih, merah dan hitam, dapat tumbuh dan hidup hingga
berumur 7 hingga 12 tahun dan panjang dapat mencapai 30 cm (Partical Fish Keeping,
2013).

2.1.1 Habitat Ikan Komet


Ikan komet untuk hidupnya memerlukan tempat hidup yang luas baik dalam
aquarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang bersih untuk
menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal 20 % air aquarium atau
kolam setiap minggunya. Ikan komet merupakan ikan yang cukup rentan terhadap
penyakit, hal tersebut disebabkan karena kondisi air pada tempat pemeliharaan ikan
komet cepat menjadi kotor disebabkan oleh sisa pakan dan feses dari ikan komet yang
banyak (kotoran).
Ikan komet adalah jenis ikan air tawar yang hidup di perairan dangkal yang
airnya mengalir tenang dan berudara sejuk. Untuk bagian substrat dasar aquarium atau
kolam dapat diberi pasir atau krikil, ini dapat membantu ikan komet dalam mencari
makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan plankton. Ikan
komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk ikan yang hidup
dengan suhu rendah 15 – 20o C tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu yang tinggi
sekitar 27 – 30oC. Adapun konsentrasi DO di atas 5 ppm dan pH 5,5 - 9,0. Hal tersebut
khususnya diperlukan saat ikan komet akan memijah (Partical Fish Keeping, 2013).
2.1.2 Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Komet
Pakan merupakan faktor penting dalam pemeliharaan ikan. Pakan yang
diberikan harus mudah dicerna dan memiliki efisiensi yang tinggi. Menurut Jangkaru
(1974), pakan alami adalah pakan yang telah tersedia dalam tempat hidup ikan,
sedangkan pakan buatan adalah pakan yang terdiri atas berbagai campuran bahan yang
sudah diolah dengan sedemikian rupa sehingga bentuk alamiah bahan bakunya tidak
tampak.
Ikan komet di alam merupakan ikan omnivora yaitu ikan pemakan segalanya
seperti krustasea kecil, tumbuhan, serangga kecil, dan detritus. Sedangkan dalam
akuarium ikan komet dapat diberi pakan buatan berupa pellet maupun pakan alami
seperti fitoplankton maupun zooplankton. Dalam budidaya ikan komet pakan yang
biasa diberikan adalah pelet untuk ikan hias (Lingga dan Heru. 2003).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerahan Warna Ikan Hias


Kecerahan warna ikan hias air tawar dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, faktor internal berasal dari dalam tubuh ikan seperti kromatofor dan
karotenoid, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungannya.

2.2.1 Faktor Internal


Faktor internal yang berpengaruh dapat berupa umur, ukuran tubuh, genetik,
jenis kelamin, dan kemampuan menyerap kandungan nutrisi pakan (Indarti et al.,
2012). Selain itu, tingkat kecerahan sisik juga dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas
pigmen warna pada sisik ikan yang dapat teragregasi dan terdispersi (Svensson &
Sköld, 2011).

2.2.1.1 Kromofaktor
Pewarnaan ikan pada dasarnya berhubungan dengan pigmen pada kulit. Ada
dua macam sel khusus yang memberikan warna terhadap ikan, kromatofor dan iridosit.
Kromatofor terletak pada bagian epidermis kulit dan di antara sisik serta mengandung
butiran pigmen sebagai sumber warna. Kromatofor dapat bergerak dalam sitoplasma
atau menumpuk pada permukaan kulit. Iridosit dapat disebut sebagai sel cermin, karena
mengandung materi pemantul yang memantulkan warna dari luar tubuh ikan (Lagler et
al. 1977).
Secara umum warna ikan ditimbulkan oleh sel-sel warna (sel pigmen;
kromatofor) yang dikendalikan oleh satu, dua atau lebih gen. Menurut Fox dalam
Lagler et al. (1977) sel warna pada ikan dikelompokkan menjadi lima golongan, yaitu
melanofor (sel pembawa warna hitam), santofor (sel pembawa warna kuning), eritrofor
(sel pembawa warna merah dan kuning), iridofor (sel warna untuk refleksi) dan
leukofor (sel warna berupa butiran putih).
Menurut Sally (1997) perubahan warna yang terjadi pada ikan dipengaruhi oleh
letak pergerakkan butiran pigmen dalam sel. Pergerakan butiran pigmen kromatofor
yang tersebar di dalam sel menyebabkan sel tersebut dapat menyerap sinar dengan
sempurna sehingga terjadi peningkatan warna sisik yang menyebabkan warna sisik
menjadi lebih terang dan jelas, sedangkan butiran pigmen yang berkumpul di dekat
nukleus menyebabkan penurunan warna sisik sehingga warna terlihat lebih gelap dan
memudar .
Perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan pigmen di dalam
kromatofor disebut perubahan fisiologis, sedangkan perubahan warna yang disebabkan
oleh pertambahan dan penurunan jumlah pigmen dalam kromatofor merupakan
perubahan warna morfologis. Perubahan sel pigmen ini disebabkan oleh stres karena
lingkungan, kurang sinar matahari, penyakit atau kekurangan pakan terutama
komponen warna dalam pakan (Sulawesty, 1997)

2.2.1.2 Karotenoid
Ikan hias dikatakan menarik apabila warnanya kontras atau komposisi
warnanya menarik. Untuk meningkatkan kecerahan warna pada ikan hias dapat
dilakukan dengan memberikan pakan yang mengandung zat warna atau karotenoid
(Lesmana, 2002). Menurut Anderson (2000), karotenoid adalah suatu pigmen alami
yang dapat ditemukan pada hewan, tanaman dan mikroorganisme.
Karotenoid tidak dapat disintesis oleh sebagian besar hewan termasuk ikan,
sehingga harus ditambahkan pada pakan. Secara fisiologi karotenoid berfungsi sebagai
senyawa bioaktif dalam pakan budidaya untuk meningkatkan pigmentasi, produksi,
respirasi intra sel, daya tahan penyakit dan stress, pertumbuhan dan daya tahan hidup
ikan dan udang (Lesmana, 2002). Sumber karotenoid banyak terdapat pada tumbuhan,
hewan, alga, dan bakteri. Pada tumbuhan karetonoid banyak ditemukan pada kulit buah
tomat, wortel, bayam dan buah naga. Menurut Mahattanatawe et al., (2006) bahwa,
kandungan karotenoid yang terdapat pada buah naga sebesar 0,005-0,012 mg per sajian
100 gram.
Karotenoid merupakan senyawa yang disebut terpenoid, yaitu senyawa organik
hidrokarbon yang kompleks (Lesmana, 2002). Karotenoid juga merupakan
sekelompok pigmen merah, oranye, dan kuning yang dapat ditemukan baik pada buah,
umbi maupun daun tanaman, juga dalam daging hewan yang mengkonsumsi tanaman
yang mengandung karoten. Menurut Latscha (1990), karotenoid dibagi menjadi 2
kelompok besar yaitu karoten dan xantofil. Karoten adalah senyawa hidrokarbon yang
terdiri atas gugus karbon dan hidrogen, contohnya alfa karoten (α–karoten) dan beta
karoten (β–karoten).
Xantofil terdiri atas gugus karbon, hidrogen, dan oksigen, contohnya
taraxanthin, lutein dan astaxanthin. Karotenoid yang dominan pada ikan adalah
astaxanthin. Menurut Bell et al. (2000), astaxanthin memiliki fungsi biologis yang
berhubungan dengan pertumbuhan, reproduksi dan antioksidan pada salmon dan
udang. Astaxanthin adalah karotenoid yang paling banyak digunakan dalam penelitian
beberapa tahun terakhir ini (Johnson, 1991 & Mara 2010). Menurut Latscha (1990)
astaxanthin adalah warna dasar yang akan diserap dan dideposit sebagai pigmen warna
merah. Kebanyakan ikan air tawar dapat mengubah astaxanthin menjadi lutein yang
menghasilkan warna kuning dan dapat mengubah astaxanthin menjadi zeaxanthin yang
berwarna jingga (Torrissen & Ronald, 1998).
Astaksantin merupakan pigmen merah oranye pada alga, mikroorganisme dan
crustacea. Penggunaan sumber astaxanthin alami lebih baik karena bahan tersebut
penyediaannya berkesinambungan, terjamin sehingga harganya cukup stabil dan
kandungan nutrisinya pun bersaing dengan bahan baku lainnya. Dibandingkan dengan
astaxanthin sintetis yang penyediaan tidak berkesinambungan serta tidak terjamin dan
harganya cukup mahal (Shahidi & Synowiecki, 1992).
Warna merupakan salah satu parameter dalam penentuan nilai ikan hias.
Semakin cerah warna suatu jenis ikan, maka semakin tinggi nilainya. Dengan demikian
para pencinta ikan hias akan berusaha untuk mempertahankan keindahan warna
tersebut. Perubahan warna yang sering terjadi adalah karena adanya perubahan jumlah
pigmen. Salah satu penyebabnya adalah adanya stres lingkungan antara lain cahaya
matahari, kualitas air, dan kandungan pigmen dalam pakan. Faktor makanan memiliki
pengaruh dalam pembentukan warna ikan hias, oleh sebab itu perlu diberikan pakan
yang dapat mendukung penampakan warna tersebut. Umumnya ikan yang berwarna
merah atau kuning membutuhkan pakan yang memiliki kandungan karotenoid lebih
tinggi untuk mempertahankan keindahan wamanya. Pada ikan individu jantan
karotenoid akan diakumulasikan pada epidermis kulit sehingga tampak cerah,
sedangkan pada individu betina karotenoid akan disimpan dalam gonad untuk
mempertahankan kualitas gonadnya (Storebaken & Hong, 1992).

2.2.2 Faktor Eksternal


Tingkat kecerahan warna sisik ikan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal atau
faktor yang berasal dari lingkungan, seperti kondisi cahaya, tingkat kecerahan perairan,
kondisi subtrat, dan jenis-jenis pakan (Indarti et al., 2012). Menurut Uthayasiva et al.
(2014), intensitas cahaya dan kondisi substrat menjadi faktor lingkungan utama yang
berpengaruh pada pigmentasi sisik ikan.
Faktor eksternal yang memengaruhi tingkat kecerahan sisik ikan merupakan
faktor yang berkaitan dengan adaptasi ikan terhadap kondisi habitat. Kondisi habitat
yang khas dapat mendukung berkembangnya jenis-jenis ikan yang akan beradaptasi
sesuai kondisi lingkungan tersebut.
2.2.2.1 Kualitas Air
Kualitas air yang baik memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan
kualitas warna dan kesehatan ikan hias. Salah satu kriteria kualitas air yang baik adalah
sesuai dengan kebutuhan masing-masing jenis ikan. Ikan akan hidup sehat dan
berpenampilan prima di lingkungan dengan kualitas air yang sesuai (Satyani, 2005).
Parameter kualitas air yang penting meliputi suhu, pH dan DO.
a. Suhu
Menurut Boyd (1990), suhu air sangat berpengaruh bagi kehidupan ikan karena
mempengaruhi pertumbuhan dan pemijahan ikan. Peningkatan suhu dapat
mempengaruhi metabolisme ikan sehingga terjadi perubahan warna merah dari karoten
(Latscha, 1990). Suhu ideal bagi ikan hias tropik berkisar antara 25o C -32o C (Boyd,
1990). Fluktuasi perubahan suhu direkomendasikan tidak lebih dari 5o C, terutama
dalam proses pergantian air atau proses transportasi.
b. Tingkat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan indikasi air bersifat asam, basa, atau netral, pH
menentukan proses kimiawi dalam air, karena pH yang terlalu asam atau basa
mengakibatkan ikan menjadi pasif dalam bergerak, karena ikan kurang baik dalam
keadaan air yang kotor, sehingga ikan berwarna pucat dan gerakannya lambat. Nilai
pH yang optimal untuk ikan hias umumnya berkisar antara 6-7 (Satyani, 2005).
c. DO (Dissolved Oksigen)
Konsentrasi oksigen terlarut DO (Dissolved Oksigen) merupakan salah satu
parameter penting dalam kualitas air. Nilai DO menunjukan jumlah oksigen (O2) yang
tersedia dalam suatu badan air. Semakin tinggi nilai DO pada air, mengindikasikan air
tersebut memiliki kualitas yang baik untuk pemeliharaan ikan. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar dan kurang layak untuk
pemeliharaan ikan. Nilai DO pada kualitas air yang kurang layak untuk pemeliharaan
ikan akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan proses pernafasan ikan. Untuk
memperoleh produksi optimal, kandungan oksigen harus dipertahankan diatas 5 ppm.
Bila kandungan oksigen sebesar 3 atau 4 ppm dalam jangka waktu yang lama, ikan
akan menghentikan makan dan pertumbuhannya akan terhambat (Daelami, 2001).
d. Suhu
Menurut Boyd (1990), suhu air sangat berpengaruh bagi kehidupan ikan karena
mempengaruhi pertumbuhan dan pemijahan ikan. Peningkatan suhu dapat
mempengaruhi metabolisme ikan sehingga terjadi perubahan warna merah dari karoten
(Latscha, 1990). Suhu ideal bagi ikan hias tropik berkisar antara 25o C -32o C (Boyd,
1990). Fluktuasi perubahan suhu direkomendasikan tidak lebih dari 5o C, terutama
dalam proses pergantian air atau proses transportasi.

2.2.2.2 Cahaya
Selain kualitas air, faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan warna pada
ikan adalah cahaya. Ikan yang dipelihara pada kondisi terang akan memberikan reaksi
warna berbeda dengan ikan yang dipelihara di tempat gelap karena adanya perbedaan
reaksi melanosom yang mengandung pigmen melanofor terhadap rangsangan cahaya
yang ada (Said et al, 2005). Kondisi terang memberikan penampilan warna yang lebih
baik dari pada kondisi yang gelap karena pada kondisi terang melanofor menjadi
terkonsentrasi di sekitar nukleus, sel nampak berkerut dan membuat kulit ikan tampak
lebih cemerlang (Storebaken and Hong, 1992).

2.2.2.3 Pakan
Bentuk dan sifat pakan buatan harus disesuaikan ukuran mulut dan umur ikan
serta kebiasaan makan masing-masing jenis ikan. Selain itu, kehalusan bahan baku
penting untuk diperhatikan karena bahan baku pakan yang halus akan mudah dicerna
di dalam usus ikan (Mujiman, 2001).
Selain kualitas bahan baku yang baik, keseimbangan gizi yang cukup akan
sangat mempengaruhi penampilan ikan, mempercepat pertumbuhan dan mencegah
timbulnya penyakit. Oleh karena itu, pakan yang diberikan harus mengandung gizi
tinggi dan seimbang yang di dalamnya mengandung nutrisi seperti protein, lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral dan sumber karotenoid.
2.3 Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga merah berbentuk bulat lonjong seperti nanas yang memiliki sirip
warna kulitnya merah jambu dihiasi sulur atau sisik seperti naga. Buah ini termasuk
dalam keluarga kaktus, yang batangnya berbentuk segitiga dan tumbuh memanjat.
Batang tanaman ini mempunyai duri pendek dan tidak tajam. Bunganya seperti
terompet putih bersih, terdiri atas sejumlah benang sari berwarna kuning (Bellec dkk,
2006). Biji buah naga sangat banyak dan tersebar di dalam daging buah. Bijinya kecil-
kecil seperti biji selasih. Biji buah naga dapat langsung dimakan tanpa mengganggu
kesehatan. Biji buah naga dapat dikecambahkan untuk dijadikan bibit. Buah naga
terdiri atas empat jenis, yaitu Hylocereus undatus dengan kulit buah berwarna merah
dan daging buah putih, Hylocereus polyrhizus dengan kulit buah berwarna merah muda
dengan daging buah merah, Selenicereus megalanthus dengan kulit buah kuning dan
daging buah putih, serta Hylocereus costaricensis dengan kulit buah berwarna merah
dan daging buah super merah. Di sekujur kulit dipenuhi dengan jumbaijumbai
berukuran 1-2 cm yang dianalogikan dengan sisik seekor naga (Winarsih, 2007).
Klasifikasi Buah Naga Merah menurut Krisanto (2008) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus

Gambar 2. Buah Naga Merah


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Buah naga termasuk tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi pada
berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin dan
curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
ini adalah sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun. Sementara intensitas sinar matahari
yang disukai sekitar 70% – 80 %. Oleh karena itu tanaman ini sebaiknya ditanam di
lahan yang tidak terdapat naungan. Sirkulasi udaranya harus baik. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman ini akan lebih baik bila ditanam di daerah dataran rendah antara
0 – 350 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman ini antara 26º - 36º C dan
kelembapan 70 – 90 %. Tanahnya harus beraerasi baik. Sementara derajat keasaman
(pH) tanah yang disukainya bersifat sedikit alkalis 6,5 – 7 (Hardjadinata, 2010).

2.3.1 Kandungan Zat Gizi Buah Naga Merah


Berdasarkan penelitian Nuruliyana et al., (2010) menyatakan kandungan total
fenol dalam kulit dan daging buah naga merah yaitu sebesar 1049,18 mgGAE/100g
dan 561,76 mgGAE/100g sedangkan total flavonoid sebesar 1310,10 mg CE/100g pada
kulit dan 220,28 CE/100g pada daging buah. Kulit buah naga bisa dimanfaatkan untuk
dijadikan pewarna maupun obat. Kandungan kimia kulit buah naga diantaranya
flavonoid, vitamin A, C, E, dan polifenol.Kandungan buah naga merah dan kulit buah
naga merah dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Daging dan Kulit Buah Naga Merah per 100 g
Komponen Kadar Buah Naga Kadar Kulit Buah naga
Protein (g) 0,16 - 0,23 0,53
Lemak (g) 0,21 – 0,61 2,00
Serat (g) 0,7 –0,9 0,71
Vitamin C (mg) 8,0 – 9,0 9,40
Karbohidrat (g) 11,5 11,5
Fosfor (mg) 30,2-36,1 8,70
Sumber: Taiwan Food Industry Development and Research Authoritties
dalam (Panjuantiningrum, 2009).
Zat makanan lain yang terkandung di dalam buah naga ialah serat , kalsium, zat
besi, dan fosfor yang bermanfaat untuk mencegah hipertensi (Zainoldin dan
Baba,2009). Buah naga merah baik untuk memperbaiki penglihatan mata karena
kandungan karetonoidnya yang tinggi (Raveh dkk,1998). Fitokimia berupa flavonoid
di dalam buah naga juga diketahui dapat mengurangi risiko kanker (Wu dkk, 2005).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan
begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu
untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan merupakan
suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu
pelarut kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan
menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua
itu. Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah
corong pemisah selama beberapa menit (Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri
simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan
perebusan dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika
pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan
terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001).

2.4.1 Ekstraksi Metode Maserasi


Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang
mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengancara
maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan
panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak
karna pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,
2007):
1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyaring selama beberapa hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Ditjen POM, 1986).
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen
kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada
sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk
melarutkan lemak/lipid (Ditjen POM, 1986).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah
diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi
yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah
penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya
dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari,
endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada
komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Ditjen POM, 1986).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, dimulai pada bulan April hingga
bulan Juli 2019 bertempat di Gedung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Bulan (Minggu)
No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 RMUP
Uji
2
Pendahuluan
3 UP
Pengumpulan
4
Data
Pengolahan
5
Data

Bulan (Minggu)
No Kegiatan Juli Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
6 Analisis Data
7 Kolokium
8 Komprehensif

3.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Menurut
Srigandono (1992), metode eksperimen merupakan suatu usaha terencana untuk
mengungkap fakta-fakta baru atau menguatkan teori bahkan membantah penelitian-
penelitian yang sudah ada. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL). Menurut Sudjana (1991), bahwa RAL

25
digunakan pada penelitian yang bersifat homogen (perlakuan tunggal) dan perlakuan
dikenakan sepenuhnya secara acak terhadap unit-unit eksperimen.

3.2.1 Persiapan Wadah


Wadah yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 20 x 20 x 40 cm.
Persiapan wadah diawali dengan membersihkan akuarium dari kotoran ataupun kerak
yang menempel di dinding dan dasar menggunakan sabun. Setelah akuarium bersih,
dicek kebocorannya kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Selanjutnya bak
dan akuarium didisinfeksi menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) sekitar 24
jam, kemudian diisi air dan diberi aerasi yang cukup. Akuarium dapat digunakan
setelah satu hari pengisian air.

3.2.2 Pemeliharaan Ikan Uji


Ikan uji yang digunakan adalah ikan komet berumur sekitar 3-6 bulan dengan
bobot rata-rata 16,70±6,34 g sebanyak 48 ekor. Ikan komet uji didatangkan dari petani
Balai Latihan Kerja Cikole, Lembang. Setelah diaklimatisasi, ikan komet ditebar dalam
akuarium. Selanjutnya ikan komet dipelihara dengan pemberian pakan setiap hari
berupa pakan komersil yang sudah diberikan perlakuan penelitian sekitar 3% dari bobot
tubuh dengan frekuensi 2 kali sehari.

3.2.3 Pembuatan Ekstrak Buah Naga


Pembuatan ekstrak buah naga merah dilakukan di laboratorium Central
Universitas Padjajaran. Buah naga merah yang digunakan ialah buah naga merah yang
sudah matang dan siap untuk dikonsumsi. Ekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah
naga merah dilakukan dengan menggunakan ekstraksi maserasi. Variabel yang
digunakan disesuaikan dengan penelitian Lidya dkk (2014) adalah jenis pelarut yaitu
campuran aquades ditambah asam sitrat 10% dengan rasio perbandingan pelarut 1:6
serta lama ekstraksi selama 3 hari untuk mendapatkan nilai pH dan rendemen
antosianin terbaik.
Buah naga merah yang digunakan untuk penelitian ini dibeli dari sebuah toko
buah di Jatinangor dan dijual secara bebas. Untuk mendapatkan pulp dari buah naga,
buah tersebut dikupas manual menggunakan pisau stainless steel. Daging buah yang
telah dikupas dan di potong dadu sekitar 2-3 gram diblender selama 1-2 menit sampai
pulp berubah ke bentuk pasta. Setelah sampel homogen kemudian lakukan proses
pengeringan menggunakan sinar matahari. Apabila cuaca kurang mendukung, maka
proses pengeringan dilaksanakan menggunakan oven. Pengeringan bertujuan untuk
menurunkan kadar air sehingga proses ekstraksi lebih efisien. Kemudian sampel
dimasukkan ke dalam tabung silinder dan kemudian ditambahkan aquades ditambah
asam sitrat 10% dengan rasio perbandingan pelarut 1:6. Setelah itu sampel ekstraksi
dihomogenkan pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-
ulang diaduk selama 3 hari. Lalu campuran tersebut disaring menggunakan kertas filter
Nomor 4. Semua cairan pelaurt diuapkan dengan menggunakan alat penguap vakum
putar (rotary evaporator) pada temperature 400C selama 4 jam. Ekstrak etanol
ditangguhkan 1% CMC (karboksimetil selulosa) dan siap untuk digunakan (Kanedi
dkk, 2016).
3.2.4 Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 4 taraf perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan
yang diuji adalah perbedaan konsentrasi ekstrak buah naga merah dalam pakan
komersil. Perlakuan yang diuji pada penelitian ini adalah:
a. Perlakuan A = 0% ekstrak buah naga merah (kontrol)
b. Perlakuan B = 2% ekstrak buah naga merah
c. Perlakuan C = 4% ekstrak buah naga merah
d. Perlakuan D = 6% ekstrak buah naga merah
Pencampuran ekstrak buah naga pada pakan dilakukan dengan pengenceran
menggunakan akuades dan disemprotkan pada pakan, kemudian diangin-anginkan
hingga pakan kering. Pakan disimpan dalam suhu ruangan.
3.3 Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter utama yaitu
performa tingkat kecerahan dan warna ikan komet dan tingkat kelangsungan hidup,
serta parameter tambahan yaitu total konsumsi pakan, efisiensi pemanfaatan pakan dan
kualitas air.

3.3.1 Performa Tingkat Kecerahan dan Warna Ikan Komet


Pengamatan peningkatan intensitas warna ikan uji dilakukan setiap 10 hari yang
diamati selama 30 hari, dengan cara membandingkan warna ikan dengan TCF (Toca
Color Finder) oleh panelis yang sehat dan tidak buta warna. Pengaruh penambahan
ektrak buah naga merah dalam pakan terhadap peningkatan kecerahan warna ikan
komet dianalisis dengan uji sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Beda
Nyata Terkecil (Steel dan Torrie, 1991).

3.3.2 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)


Kelulushidupan atau survival rate (SR) dihitung untuk mengetahui tingkat
kematian kematian ikan uji selama penelitian, kelulushidupan dapat dihitung
berdasarkan rumus Effendi (1997):
SR = (Nt / N0) x 100%
Dimana: SR = Tingkat Kelangsungan HIdup
Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)

3.3.3 Total Konsumsi Pakan


Total konsumsi pakan dihitung dengan menggunakan rumus Pereira et al.,
(2007) sebagai berikut:
TKP = F1 – F2
Dimana: TKP = Total konsumsi pakan
F1 = Jumlah pakan awal (g)
F2 = Jumlah pakan sisa (g)
3.3.4 Efisiensi Pemanfaatan Pakan
Nilai efisiensi pemanfaatan pakan (EPP) dapat ditentukan dengan rumus Tacon
(1987) sebagai berikut:
EPP = (W1 – W0) / F x 100%
Dimana: EPP = Efisiensi Pemanfaatan Pakan
W1 = Bobot total ikan pada akhir penelitian (g)
W0 = Bobot total ikan pada awal penelitian (g)
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)

3.3.4 Kualitas Air


Parameter data kualitas air yang diukur meliputi DO, pH, suhu, amonia. DO
diukur dengan menggunakan DO meter, pH diukur dengan pH meter, suhu diukur
dengan termometer dan untuk pengukuran amonia, sampel air diukur di Gedung 4
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Univesitas Padjadjaran.
Ekstraksi bonggol batang nanas dilakukan berdasarkan metode Gautam et al.
(2010), yaitu; batang nanas dicuci dengan aquades, kemudian dipotong kecil-kecil
dan ditimbang sebanyak 500 gram. Selanjutnya dihomogenisasi dengan
menggunakan 66,67 ml larutan buffer fosfat (pH 7) dan kemudian disaring. Presipitasi
ekstrak kasar enzim bromelin dilakukan dengan cara penambahan amonium sulfat
60%. Masing-masing 7 ml ammonium sulfat ditambahkan 3 ml ekstrak kasar batang
nanas yang telah disaring sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 45
menit. Selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu 4oC di dalam lemari es. Setelah itu,
disentrifugasi pada 3500 rpm selama 25 menit untuk memisahkan ekstrak kasar enzim
dari sisa-sisa jaringan batang nanas. Hasil sentrifugasi didapatkan supernatan dan pelet
yang merupakan ekstrak kasar enzim bromelin. Pelet yang dihasilkan dicuci
Jenis data yang digunakan yaitu data kualitatif. Data kualitatif adalah data
deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia tentang perilaku manusia
yang diamati (Faisal dan Sanapiah 2001).
3.4 Analisis Data
Data yang berbentuk persentase meliputi tingkat kelangsungan hidup, total
konsumsi pakan dan efisiensi pemanfaatan pakan yang diperoleh harus dilakukan
transformasi data terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2000);
Steel dan Torrie (1989), bahwa data yang berbentuk persen dan berkisar antara 0 – 30%
atau 70 – 100% perlu dilakukan transformasi arcsin terlebih dahulu selanjutnya baru
dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji additivitas guna memastikan bahwa
data bersifat normal, homogen dan aditif. Data kemudian dianalisis ragam (uji F) pada
taraf kepercayaan 95% untuk melihat pengaruhnya. Srigandono (1992) mengemukakan
bahwa bila dalam analisis ragam diperoleh beda nyata (P<0,05%) maka dilakukan uji
wilayah ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Untuk menduga
konsentrasi ekstrak buah naga yang optimal pada pakan dilakukan analisis secara
manual menggunakan Microsoft Excel. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Materi
4.1.1 Sub Materi
4.2 Materi
4.2.1 Sub Materi

31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

32
DAFTAR PUSTAKA

33

Anda mungkin juga menyukai