Anda di halaman 1dari 79

ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA SAGU DI DESA

PENGKAJOANG KECAMATAN MALANGKE BARAT


KABUPATEN LUWU UTARA

Oleh:
PRADIBTYA DWI AYUNINGTIAS PUTRI
M 111 14 506

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
ii
ABSTRAK

Pradibtya Dwi Ayuningtias Putri (M111 14 506) Analisis Pengembangan


Usaha Sagu di Desa Pengkajoang Kecamatan Malangke Barat Kabupaten
Luwu Utara, dibawah bimbingan Makkarennu dan M. Asar Said Mahbub.

Desa Pengkajoang merupakan salah satu sentra penghasil sagu di


Kabupaten Luwu Utara. Masalah yang masih belum terpecahkan dalam
mengembangkan usaha sagu adalah masih sebatas industri rumah tangga,
teknologi pengolahan masih dilakukan secara tradisional serta kurangnya kegiatan
promosi terhadap hasil olahan sagu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengembangan usaha sagu dengan menggunakan lima bidang pengembangan
pasar (APP) yaitu pasar/ekonomi, sumber daya alam, sosial/budaya,
legalitas/institusi dan teknologi serta merumuskan strategi pengembangan usaha
sagu melalui marketing mix. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi lapangan, wawancara dan studi literatur. Penentuan sampel dilakukan
secara sensus, yaitu pihak pengolah sagu. Jumlah responden sebanyak sembilan
orang. Analisis data dilakukan dengan melakukan skoring terhadap lima bidang
pengembangan pasar dengan beberapa kriteria untuk mendapatkan skor akhir
tertinggi. Bidang yang memiliki skor akhir tertinggi akan dirumuskan strategi
untuk pengembangan usaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bidang yang
memiliki skor akhir tertinggi dan akan dirumuskan strategi pengembangan usaha
adalah bidang pasar/ekonomi. Adapun strategi untuk pengembangan usaha sagu
terdiri dari strategi produk yaitu pendirian industri rumahan, pengelompokan
produk menjadi dua jenis, peningkatan kualitas, dan pemberian identitas produk.
Strategi harga yaitu penentuan tujuan penetapan harga, mengidentifikasi faktor
penetapan harga, dan penetapan harga yang layak. Strategi tempat yaitu pemilihan
lokasi, Penentuan metode penyampaian produk dan perluasan saluran distribusi.
Strategi promosi yaitu perbaikan kualitas dan kuantitas produk, melakukan sales
promotion dan penjualan secara online. Strategi orang yaitu memperoleh
informasi mengenai minat dan calon pembeli, peningkatan pelayanan, dan
mempengaruhi calon pembeli untuk membeli produk.

Kata Kunci: Analisis Pengembangan Pasar (APP), Marketing mix, Sagu,


Pasar/ekonomi dan Strategi.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, karunia, kasih
dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Pengembangan Usaha Sagu di Desa
Pengkajoang Kecamatan Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
penulis mendapat berbagai kendala dan penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan penulis. Tanpa
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak
akan selesai dengan baik. Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati dan
keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang tulus
kepada :
1. Ibu Makkarennu, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Dr. Ir. M. Asar Said
Mahbub, M.P selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Supratman, S.Hut., M.P, Bapak Prof. Dr. Ir. H.
Muhammad Dassir, M.Si dan Ibu Dr. Risma Illa Maulany, S.Hut.,
M.Nat.ResSt selaku penguji yang telah membantu dalam memberikan
masukan saran guna penyempurnaan skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Kehutanan Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Millang, M.S dan
sekretaris Jurusan Bapak Dr. Ir. Baharuddin, M.P, dan Seluruh Dosen
Fakultas Kehutanan serta seluruh Staf Administrasi Fakultas Kehutanan atas
bantuannya.
4. Ibu Ira Taskirawati, S.Hut., M.Si., Ph.D Selaku penasehat akademik yang
telah memberikan bantuan serta masukan selama penulis menempuh
pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
5. Keluarga Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan atas dukungan, saran
dan bantuannya dalam penulisan skripi ini.

iv
6. Iftitah Yastrib, Raden Mutia Inayah Azzahra, Anniza Djunaid, Agung
Nugrawan Kutana, Muhammad Alif Caesar Ghifari dan Muhammad
Taufik Hidayah Terima kasih telah membantu dalam penelitian dan menjadi
sahabat dan keluarga selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin.
7. Teman-teman seperjuangan Akar 2014, terima kasih atas kebersamaan dan
motivasi yang telah diberikan selama ini.

Terkhusus, penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya


kepada Ayah Endi Winarno dan Ibu Nurmawati atas doa, kasih sayang,
perhatian, pengorbanan dan motivasi dalam mendidik dan membesarkan penulis,
serta Saudara terkasih Dian Endarwati Putri Pertiwi, Nabila Tria Arditha
Putri dan Rafa Nugroho terima kasih atas motivasi, perhatian dan dukungan
yang diberikan. Semoga dihari esok, penulis kelak menjadi anak yang
membanggakan untuk keluarga tercinta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan khususnya
kepada penulis sendiri

Penulis

Pradibtya Dwi Ayuningtias Putri

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Dan Kegunaan ........................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1 Deskripsi Tanaman Sagu .................................................................... 4
2.2 Manfaat dan Pengolahan Sagu ........................................................... 6
2.3 Pengembangan Usaha ........................................................................ 9
2.4 Analisis Lima Bidang Pengembangan Usaha .................................... 11
2.5 Bauran Pemasaran (Marketing mix) ................................................... 14
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 18
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................. 18
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 18
3.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 18
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 18
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 19
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................ 25
4.1 Letak Geografis dan Administrasi Desa Pengkajoang ....................... 25
4.2 Data Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi ............................ 25
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 27
5.1 Analisis Pengembangan Usaha Sagu ................................................. 27
5.1.1 Pasar/Ekonomi ........................................................................... 27
5.1.2 Sumber Daya Alam .................................................................... 34
5.1.3 Sosial/Budaya ............................................................................. 37
5.1.4 Legalitas/Institusi ....................................................................... 39
5.1.5 Teknologi ................................................................................... 41
5.1.6 Analisis Pengembangan Pasar ................................................... 43

vi
5.2 Strategi Pengembangan Usaha Sagu Menggunakan Bauran
Pemasaran (marketing mix) ................................................................. 44
5.2.1 Produk (Product) .................................................................... 44
5.2.2 Harga (Price) .......................................................................... 45
5.2.3 Tempat (Place) ....................................................................... 46
5.2.4 Promosi (Promotion) .............................................................. 47
5.2.5 Orang (People) ....................................................................... 48
5.3 Kendala Pengembangan Usaha Sagu ................................................. 50
VI. PENUTUP ................................................................................................... 51
6.1 Kesimpulan......................................................................................... 51
6.2 Saran ................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman


Tabel 1. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk
bidang pasar/ekonomi ........................................................................ 20
Tabel 2. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk
bidang sumber daya alam .................................................................. 21

Tabel 3. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk
bidang sosial/budaya .......................................................................... 22

Tabel 4. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk
bidang legalitas/institusi .................................................................... 22

Tabel 5. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk
bidang teknologi ................................................................................. 23

Tabel 6. Perbandingan skor akhir 5 (lima) bidang pengembangan pasar ... 23

Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Pengkajoang ............................................... 25

Tabel 8. Indikator, kategori dan skor untuk bidang pasar/ekonomi ............ 27

Tabel 9. Indikator, kategori dan skor untuk bidang sumber daya alam ...... 34

Tabel 10. Indikator, kategori dan skor untuk bidang sosial/budaya .............. 37

Tabel 11. Indikator, kategori dan skor untuk bidang legalitas/institusi ........ 40

Tabel 12. Indikator, kategori dan skor untuk bidang teknologi ..................... 41

Tabel 13. Nilai skor akhir 5 (lima) bidang pengembangan pasar .................. 43

Tabel 14. Strategi Pengembangan Usaha Sagu ................................................ 49

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman


Gambar 1. Saluran pemasaran usaha sagu di Desa Pengkajoang ................. 28
Gambar 2. Konsumen olahan sagu basah di Desa Pengkajoang ................... 29
Gambar 3. Permintaan olahan sagu basah di Desa Pengkajoang .................. 31
Gambar 4. Jumlah Pengolahan batang sagu di Desa Pengkajoang ............... 35
Gambar 5. Gender pekerja usaha sagu di Desa Pengkajoang ........................ 38

Gambar 6. Penggolongan tenaga kerja usaha sagu di Desa Pengkajoang ... 39

Gambar 7. Nilai skor akhir bidang pengembangan pasar .............................. 44

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman


Lampiran 1. Panduan kuesioner....................................................................... 55
Lampiran 2. Identitas responden...................................................................... 57
Lampiran 3. Hasil wawancara pihak pengolah sagu ........................................... 58
Lampiran 4. Tabel Penilaian ............................................................................... 66
Lampiran 5. Dokumentasi observasi lapangan .................................................. 67
Lampiran 6. Dokumentasi alat-alat produksi ..................................................... 69

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan usaha merupakan sekumpulan aktifitas yang dilakukan


untuk menciptakan sesuatu dengan cara mengembangkan dan mentransformasikan
berbagai sumber daya menjadi barang/jasa yang diinginkan konsumen (Afuah,
2004). Mengembangkan suatu usaha dapat mengatasi problematik pembangunan
ekonomi nasional seperti masalah pengentasan kemiskinan, tingginya jumlah
pengangguran, rendahnya daya beli, sulitnya penciptaan lapangan usaha dan
lapangan kerja serta peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan suatu
usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau wirausaha yang
membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas (Anoraga, 2007).
Tanaman sagu memiliki peranan sosial, ekonomi dan ekologis yang cukup
penting bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia timur. Secara kultural
masyarakat lokal mengkonsumsi tanaman sagu sebagai makanan pokok secara
turun temurun (Ibrahim dan Gunawan, 2015). Daun dari pohon sagu digunakan
sebagai atap rumah, pelepah untuk dinding rumah dan ampasnya dapat
dimanfaatkan sebagai pulp untuk pembuatan kertas atau pakan ternak (Batseba,
dkk., 2000). Kebutuhan akan pati sagu di tingkat nasional dan internasional
mengalami peningkatan yang cukup besar antara lain untuk kebutuhan industri
pangan maupun energi (bioetanol). Kondisi seperti ini akan sangat
menguntungkan usaha agroindustri sagu di Indonesia.
Pengembangan usaha sagu dilakukan karena sagu memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Pohon sagu berpotensi
dan menghasilkan produksi yang sangat tinggi (Tirta, dkk., 2013). Upaya
pengembangan usaha sagu dapat dilakukan dengan menciptakan industri kecil dan
industri rumah tangga untuk peningkatan pendapatan keluarga. Industri kecil dan
rumah tangga merupakan usaha yang banyak menjaring tenaga kerja tanpa harus
mempunyai jenjang pendidikan maupun keahlian khusus (Timisela, 2006).
Analisis Pengembangan Pasar adalah salah satu metode yang dapat dipakai
untuk lebih memberikan gambaran kepada masyarakat untuk mengenali potensi

11
sumber daya alam di sekitarnya serta sejauh mana komoditi tersebut bisa
dikembangkan dan dipasarkan dengan lebih baik. Analisis pengembangan pasar
penting dilakukan karena dapat mengidentifikasi komoditi potensial yang dapat
dimanfaatkan secara lestari, menilai kelayakan usaha pengembangan suatu
komoditi serta dapat mengidentifikasi pasar dan kemungkinan pengembangan
jaringan pemasaran (Lecup dan Nicholson, 2006). Analisis pengembangan pasar
yang digunakan dalam mengembangkan usaha sagu menggunakan beberapa
kriteria dalam bidang-bidang berbeda yaitu pasar/ekonomi, sumber daya alam
(SDA), sosial/budaya, legalitas/institusi, dan teknologi.
Pengembangan usaha sagu sangat penting kaitannya dengan kepuasan
konsumen, selain itu kepuasan konsumen juga dipengaruhi oleh kualitas produk.
Menciptakan kepuasan konsumen dapat menggunakan strategi pemasaran, salah
satu strategi pemasaran yang dapat digunakan adalah penggunaan bauran
pemasaran. Bauran Pemasaran adalah salah satu bentuk strategi pemasaran yang
mampu mendukung dalam memasarkan produk dan untuk menciptakan kepuasan
konsumen (Mevita, 2013). Strategi bauran pemasaran yang dapat digunakan
dalam pengembangan usaha sagu yaitu: produk, harga, promosi, tempat dan
orang.
Bauran pemasaran dianggap sebagai salah satu unsur strategi yang paling
potensial didalam memasarkan produk. Untuk menghasilkan produk yang dapat
bersaing dipasaran, membutuhkan strategi bauran pemasaran yang tepat dalam
mengembangkan usaha sagu. Strategi produk adalah menetapkan cara dan
penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju, sehingga dapat memuaskan
para konsumennya dan sekaligus dapat meningkatkan keuntungan dalam jangka
panjang (Assauri, 2013). Strategi harga adalah menetapkan harga yang layak
untuk produk yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan posisi penjualan di
pasar dan mempengaruhi konsumen. Strategi tempat adalah pemilihan lokasi yang
strategis sehingga mudah diakses oleh konsumen menggunakan transportasi
umum atau pribadi. Strategi promosi adalah memberitahukan kepada calon
pembeli baik itu calon pembeli mendapatkan informasi dari orang lain maupun
dari produsen sendiri. Strategi orang adalah orang-orang yang mampu
mengorganisir suatu usaha dan dapat menarik konsumen untuk membeli.

12
Desa Pengkajoang merupakan salah satu sentra produksi dan penghasil
sagu di Kabupaten Luwu Utara. Beberapa masalah yang masih belum terpecahkan
dalam mengembangkan usaha sagu di Desa Pengkajoang adalah usaha mengolah
dan memproduksi sagu masih sebatas industri rumah tangga, teknologi
pengolahan sagu masih dilakukan dengan cara-cara tradisional, serta kurangnya
kegiatan promosi terhadap hasil olahan sagu. Hal tersebut yang melatarbelakangi
untuk mengidentifikasi pengembangan usaha sagu dengan menggunakan bidang
pengembangan pasar dan merumuskan strategi pengembangan usaha
menggunakan pendekatan bauran pemasaran dalam meningkatkan pemanfaatan
sagu juga meningkatkan pendapatan masyarakat dengan usaha mengolah dan
memproduksi sagu.

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:


1. Menganalisis pengembangan usaha sagu dengan menggunakan 5 (lima)
bidang pengembangan pasar (APP) yaitu pasar/ekonomi, sumber daya alam,
sosial/budaya, legalitas/institusi dan teknologi.
2. Merumuskan strategi pengembangan usaha melalui bauran pemasaran
(marketing mix).
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi yang dapat menjadi
acuan bagi pemerintah Luwu Utara dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat dalam mengembangkan usaha sagu di Desa Pengkajoang.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

13
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Sagu

Tanaman sagu (Metroxylon spp) secara taksonomi masuk ke dalam ordo


spadiciflora, family palmae, genus Metroxylon, spesies Metroxylon spp. Kata
Metroxylon berasal dari bahasa Yunani, yaitu Metro berarti isi batang dan xylon
yang berarti xylem (Tenda, dkk., 2009). Menurut Bintoro, dkk. (2010) sagu dari
genus Metroxylon dapat digolongkan dalam dua golongan besar. Pertama, sagu
yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleomanthic) dengan kandungan pati
rendah dan kedua, tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali
(Hepaxanthic) yang mempunyai kandungan pati tinggi sehingga bernilai
ekonomis untuk diusahakan. Golongan yang pertama terdiri atas spesies
Metroxylon filarae dan Metroxylon elatum, sedang golongan yang kedua terdiri
atas 5 spesies penting yaitu M.rumphii (sagu tuni), M.sagus (sagu molat),
M.siivester (sagu ihur), M.longispinum (sagu makanaru) dan M.microcantum
(sagu rotan). Sagu ihur, tuni dan molat adalah spesies sagu yang memiliki arti
ekonomi untuk diusahakan.
Menurut Syakir dan Karmawati (2013) dari segi morfologi, sagu tumbuh
dalam bentuk rumpun, terdiri atas 1-8 batang sagu yang pada pangkal tanaman
tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun sagu akan melebar dengan
jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan. Tajuk pohon
terbentuk dan pelepah yang berdaun sirip dengan ketinggian pohon dapat
mencapai 8-17 m tergantung jenis dan tempat tumbuh.
Menurut Maherawati, dkk. (2011) batang sagu merupakan bagian yang
terpenting dari tanaman ini karena merupakan gudang penyimpan aci atau
karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas seperti
industri pangan, pakan, alkohol dan industri lainnya. Batang sagu berbentuk
silinder tingginya dapat mencapai 10-15 m dengan diameter 35-50 cm bahkan
dapat lebih besar. Umumnya bagian bawah batang bentuknya lebih besar dari
yang atas dan kandungan pati lebih tinggi. Pada waktu panen berat batang sagu
dapat mencapai lebih dari 1 ton, kandungan acinya berkisar antara 15-30 % (berat

14
basah), sehingga satu pohon sagu mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg aci
basah (Tirta, dkk., 2013).
Bentuk daun memancang (lanceolatus), agak lebar dengan tulang daun di
tengah. Pada tulang daun terdapat banyak daun dengan ruas-ruas daun yang
mudah patah. Daun sagu mirip dengan daun kelapa tetapi mempunyai pelepah
seperti daun pinang. Pada waktu muda pelepah tersusun berlapis tetapi pada
waktu dewasa akan terlepas. Pada tanaman dewasa sagu memiliki 18 tangkai
daun dengan panjang sekitar 5 sampai 7 meter. Dalam setiap tangkai terdapat 50
pasang daun dengan panjang 60 sampai 180 cm dan lebar sekitar 5 cm. Pada tanah
liat dengan penyinaran baik, daun sagu yang terbentuk pada waktu muda
berwarna hijau tua, kemudian menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua
(Syakir dan Karmawati, 2013).
Tanaman sagu berbunga pada umur antara 10-15 tahun tergantung jenis
dan lingkungan tempat tumbuh dan sesudah itu pohonnya akan mati. Awal fase
berbunga dimulai dengan keluarnya daun bendera yang berukuran lebih pendek
dari daun sebelumnya (Syakir dan Karmawati, 2013). Hasil pengamatan Flach
(1983) bunga sagu bercabang banyak terdiri dari cabang primer, sekunder dan
tersier. Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina, namun
bunga jantan tepung sarinya punah sebelum bunga betina mekar. Oleh karenanya
tanaman sagu dikategorikan dengan tanaman menyerbuk silang sehingga tanaman
yang tumbuh sendiri jarang sekali membentuk buah. Syakir dan Karmawati
(2013) menyatakan buah sagu bentuknya bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat
kekuning-kuningan, tersusun pada tandan seperti pada tanaman kelapa. Waktu
bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah berlangsung dua tahun (Tirta,
dkk., 2013).
Sagu tumbuh baik di daerah khatulistiwa, di tepi pantai, sepanjang aliran
sungai dan pada tanah bergambut. Tempat tumbuh sagu berkisar antara 10° LU
dan 10° LS dengan ketinggian sampai 700 meter diatas permukaan laut.
Pertumbuhan sagu yang baik, dengan curah hujan antara 2000-4000 mm per tahun
dan tersebar merata sepanjang tahun dengan temperatur 24°C sampai 30°C
(Syakir dan Karmawati, 2013). Menurut Bintoro, dkk. (2010) sagu merupakan

15
tanaman potensial untuk dikembangkan di daerah pasang surut karena
produktivitasnya sangat tinggi.
Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang
berlumpur, dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik,
air tanah berwarna cokelat dan bereaksi agak asam. Selanjutnya dikatakan habitat
yang demikian cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berguna
bagi pertumbuhan sagu. Pada tanah-tanah yang tidak cukup mengandung
mikroorganisme pertumbuhan sagu kurang baik. Selain itu pertumbuhan sagu
juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar terutama
unsur P, K, Ca, dan Mg. Apabila akar napas sagu terendam terus menerus, maka
pertumbuhan sagu terhambat dan pembentukan aci atau karbohidrat dalam batang
juga terhambat (Tirta, dkk., 2013).
Sagu juga dapat tumbuh pada tanah-tanah organik akan tetapi sagu yang
tumbuh pada kondisi tanah demikian menunjukkan berbagai gejala kekahatan
beberapa unsur hara tertentu yang ditandai dengan kurangnya jumlah daun dan
umur sagu akan lebih panjang yaitu sekitar 15 sampai 17 tahun. Sagu banyak
juga yang tumbuh dengan baik secara alamiah pada tanah liat yang berwarna dan
kaya akan bahan-bahan organik seperti di pinggir hutan mangrove atau
nipah. Selain itu, sagu juga dapat tumbuh dengan tanah vulkanik, latosol,
andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah
lainnya (Tirta, dkk., 2013).

2.2. Manfaat dan Pengolahan Sagu

Komponen yang paling dominan dalam aci sagu adalah pati. Pati
merupakan karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan
makanan. Pati merupakan butiran kecil yang disebut granula di dalam sel
tanaman. Ukuran dan bentuk dari granula pati berbeda untuk setiap jenis tanaman.
Granula pati tidak larut di dalam air dingin (Parker, 2003). Bentuk granula pati
sagu adalah oval, elips dan kadang-kadang bulat, komponen yang besar sering
membentuk kerucut dengan ujung yang datar dan mempunyai ukuran diameter
15-65 mm. Pati sagu akan terlihat seperti terpotong pada bagian ujung, apabila

16
berasal dari pohon sagu yang sudah masuk fase generatif, hal ini menunjukkan
penggunaan pati untuk keperluan fase tersebut (Phillips dan Williams, 2000).
Pemanfaatan sagu secara tradisional sudah lama dikenal oleh penduduk di
daerah-daerah penghasil sagu. Produk-produk tradisional sagu di daerah Maluku
antara lain papeda, sagu lempeng, buburne, sinoli, bagea, serut, sagu tumbuh, kue
sagu dan lain sebagainya. Selain sebagai bahan pangan, sagu dapat digunakan
sebagai bahan baku berbagai macam industri, industri pangan, industri perekat,
industri kosmetika dan berbagai macam industri kimia. Dengan demikian
pemanfaatan dan pendayagunaan sagu dapat menunjang berbagai macam industri,
baik industri kecil, menengah maupun industri teknologi tinggi (Timisela, 2006).
Pemanfaatan sagu di Propinsi Maluku yang dilakukan saat ini umumnya
masih bersifat tradisional dan mayoritas dilakukan oleh masyarakat desa, sehingga
kualitas maupun kuantitasnya terutama rendemennya masih relatif rendah.
Dengan demikian walaupun ada kelebihan produksi, belum dapat dipasarkan
dengan baik, sehingga hanya terjadi perdagangan antar desa, dan ada yang
dipasarkan ke ibukota propinsi, sedangkan untuk diekspor ke luar negeri belum
dapat dilakukan karena kualitas dan kuantitasnya belum memenuhi syarat yang
ditentukan (Timisela, 2006).
Pemanfaatan dan pendayagunaan sagu oleh masyarakat pedesaan masih
rendah disebabkan oleh berbagai kendala. Budidaya sagu yang telah diterapkan
petani masih berlatarbelakang subsisten, hal ini berkaitan dengan kebutuhan
pangan pokok dan belum mengarah pada sistem komersial. Selain itu banyak
aspek teknik belum ditangani secara sistematis dan tuntas serta penggunaan
teknologi yang masih sangat sederhana. Teknologi yang digunakan umumnya
secara manual tradisional dan sebagian kecil secara semi mekanis. Hal demikian
menyebabkan masih banyak tepung sagu yang terbuang karena proses ekstraksi
yang kurang efisien, sehingga produktivitas rendah serta mutu tepung sagu yang
dihasilkan rendah (Timisela, 2006).
Pada dasarnya, tepung sagu dibuat dari empulur batang sagu. Tahapan
proses pembuatan tepung sagu secara umum meliputi: penebangan pohon,
pemotongan dan pembelahan, penokokan atau pemarutan, pemerasan,
penyaringan, pengendapan dan pengemasan. Ditinjau dari cara dan alat yang

17
digunakan, pembuatan tepung sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil
sagu di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan atas cara tradisional, semi-
mekanis dan mekanis (Fadila, 2010).
1. Pembuatan Tepung Sagu secara Tradisional
Pada umumnya cara ini banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi dan
Kalimantan. Pengambilan tepung sagu secara tradisional umumnya diusahakan
oleh penduduk setempat, dan digunakan sebagai bahan makanan pokok sehari-
hari. Pelarutan tepung sagu dilakukan dengan cara peremasan dengan tangan, atau
diinjak dengan kaki dan dibantu dengan penyiraman air, yang berasal dari rawa-
rawa yang ada di lokasi tersebut. Tepung sagu yang terlarut kemudian dialirkan
dengan menggunakan kulit batang sagu yang telah diambil empulurnya. Tepung
sagu ini kemudian diendapkan, dan dipisahkan dari airnya.
Tepung yang diperoleh dari cara tradisional ini masih basah, dan biasanya
dikemas dalam anyaman daun sagu yang disebut tampin (Riau), tumang (Maluku
dan Papua), balabba (Sulawesi Selatan) dan basung (Kendari). Sagu yang sudah
dikemas ini kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan
pangan rumah tangga dan sebagian lainnya dijual. Sagu yang sudah dikemas
masih basah, maka penyimpanan hanya dapat dilakukan selama beberapa hari.
Biasanya, cendawan atau mikroba lainnya akan tumbuh, dan mengakibatkan
tepung sagu berbau asam setelah beberapa hari penyimpanan.
2. Pembuatan Tepung Sagu secara Semi-mekanis
Pembuatan tepung sagu secara semi-mekanis pada prinsipnya sama
dengan cara tradisional. Perbedaannya hanyalah pada penggunaan alat atau mesin
pada sebagian proses pembuatan sagu dengan cara semi-mekanis ini. Perbedaan
tersebut misalnya pada proses penghancuran empulur digunakan mesin pemarut;
pada proses pelarutan tepung sagu digunakan alat berupa bak atau tangki yang
dilengkapi dengan pengaduk mekanik; dan pada proses pemisahan tepung sagu
digunakan saringan yang digerakkan dengan motor diesel. Cara semi-mekanis ini
banyak digunakan oleh penghasil sagu di daerah Luwu Sulawesi Selatan, dan
daerah Riau, khususnya di daerah Selat Panjang (Kabupaten Meranti).

18
3. Pembuatan Tepung Sagu secara Mekanis
Pada pembuatan tepung sagu secara mekanis ini, urutan prosesnya sama
dengan cara semi-mekanis. Pembuatan tepung sagu dilakukan melalui suatu
sistem yang kontinyu, dan biasanya dalam bentuk sebuah pabrik pengolahan.
Untuk mempercepat prosesnya pada pabrik-pabrik yang sudah modern, seperti di
Sarawak Malaysia, proses pengendapan tepung dilakukan dengan menggunakan
alat centrifuge atau spinner; dan pengeringannya dilakukan dengan menggunakan
alat pengering buatan. Produk tepung sagu yang dihasilkan dari pabrik-pabrik
pengolahan ini adalah berupa tepung kering, sehingga memiliki daya simpan yang
lebih lama.

2.3. Pengembangan Usaha

Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha


atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas.
Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka besarlah harapan untuk
dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala menengah bahkan
menjadi sebuah usaha besar. Kegiatan bisnis dapat dimulai dari merintis usaha
(starting), membangun kerjasama ataupun dengan membeli usaha orang lain atau
yang lebih dikenal dengan franchising. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kemana arah bisnis tersebut akan dibawa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu
pengembangan dalam memperluaskan dan mempertahankan bisnis tersebut agar
dapat berjalan dengan baik. Melaksanakan suatu pengembangan bisnis dibutuhkan
dukungan dari berbagai aspek seperti bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, SDM, teknologi dan lain-lain (Anoraga, 2007).
Memulai suatu usaha yang baru, modal utama yang harus pertama kali
adalah ide, baik ide untuk melakukan pengembangan maupun ide untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Setelah memiliki ide, sebaiknya
segera dilakukan analisis kelayakan usaha seperti analisis kekuatan kelemahan,
peluang dan ancaman. Selanjutnya ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mengelolah usaha yaitu perencanaan usaha, pengelolaan keuangan, strategi
usaha dan teknik pengembangan usaha (Suryana, 2006).

19
Merumuskan suatu rencana pengembangan usaha, para anggota kelompok
pemangku kepentingan menggabungkan semua informasi dan analisis yang telah
mereka kerjakan sejauh ini atas suatu produk potensial. Mereka kemudian
menyusun informasi untuk menghasilkan laporan rangkuman yang menguraikan
badan usaha secara singkat dan menunjukkan dengan meyakinkan bahwa usaha
itu adalah investasi yang baik, bahwa produk dapat bersaing memenuhi kebutuhan
konsumen yang sumber daya dan aspek sosial telah ditangani (Lecup dan
Nicholson, 2006).
Rencana pengembangan usaha meminimalkan kemungkinan gagal dan
memaksimalkan kemungkinan sukses dengan cara (Lecup dan Nicholson, 2006):
1. Mendorong kelompok sasaran untuk memikirkan setiap tahap bisnis dengan
seksama.
2. Mengumpulkan informasi untuk membuat perkiraan yang cerdas tentang
kemungkinan sukses dan tingkat resiko.
3. Memeriksa kelemahan dan kekuatan usaha jika dibandingkan dengan para
pesaingnya.
4. Menilai kelayakan konsep dan mengidentifikasi faktor-faktor khusus yang
akan menentukan keberhasilan dan kegagalan.
5. Merumuskan tujuan yang realistis dan dicapai.
Menurut Suryana (2006), ada beberapa teknik pengembangan usaha antara
lain:
1. Peningkatan Skala Ekonomis
Peningkatan skala ekonomis adalah cara yang dapat dilakukan dengan
menambah skala produksi, tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi, dan tempat
usaha. Ini dilakukan bila perluasan usaha atau peningkatan output akan
menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis
(economics of scale). Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan
peningkatan biaya jangka panjang (diseconomics of scale), maka tidak baik untuk
dilakukan. Pada saat produk barang dan jasa yang dihasilkan sudah mencapai titik
paling efisien, maka memperluas skala ekonomi tidak bisa dilakukan, sebab akan
mendorong kenaikan biaya. Skala usaha ekonomi terjadi apabila perluasan usaha
atau peningkatan output menurunkan biaya jangka panjang. Wirausaha dapat

20
meningkatkan usahanya dengan memperluas cakupan usaha (economics of scope)
apabila terjadi skala usaha yang tidak ekonomis. Skala ekonomi menunjukkan
pengurangan biaya perusahaan akibat kenaikan output, maka kurva pengalaman
atau kurva belajar (learning curve) menunjukkan pengurangan biaya yang mucul
akibat kenaikan volume secara kumulatif.
2. Perluasan Cakupan Usaha
Perluasan cakupan usaha adalah cara yang dapat dilakukan dengan
menambah jenis usaha baru, produk, dan jasa baru yang berbeda dari yang
sekarang diproduksi (diversifikasi), serta dengan teknologi yang berbeda.
Misalnya, usaha jasa angkutan kota diperluas dengan usaha jasa bus pariwisata,
usaha jasa pendidikan diperluas dengan usaha jasa pelatihan dan kursus-kursus.
Lingkup usaha ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha
ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan (joint total production
cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah
lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu
apabila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa dilakukan
apabila wirausaha memiliki permodalan yang cukup. Sebaliknya, lingkup usaha
tidak ekonomis dapat didefinisikan sebagai suatu diversifikasi usaha yang tidak
ekonomis, dimana biaya produksi total bersama (joint total production cost)
dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah
lebih besar daripada penjumlahan biaya produksi dari masing-masing jenis produk
itu apabila diproduksi secara terpisah. Untuk memperluas skala ekonomi atau
lingkup ekonomi, bila pengetahuan usaha dan permodalan yang cukup, wirausaha
bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan lain melalui usaha patungan (joint
venture), atau kerjasama manajemen melalui sistem kemitraan.

2.4. Analisis Lima Bidang Pengembangan Usaha

Menurut Lecup dan Nicholson (2006) Analisis lima pengembangan usaha


dapat digunakan untuk mengkaji produk-produk yang memiliki peluang
kesuksesan terbesar menurut tujuan proses analisis pengembangan pasar. Kriteria
ini, yang telah dipilih berdasarkan pengalaman lapangan, telah digolongkan

21
berdasarkan kelima bidang pengembangan usaha, dan hendaknya juga
menyertakan kriteria tambahan yang ditemukan.
Lima bidang pengembangan usaha beserta indikatornya menurut Amrullah
(2016), sebagai berikut:
1. Pasar/ekonomi: distribusi, struktur pasar, permintaan pasar, persaingan produk
sejenis, keuntungan dan prasarana.
a. Distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan
mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis,
jumlah, harga, tempat dan saat dibutuhkan) (Tjiptono, 2008).
b. Struktur pasar merupakan penggolongan produsen kepada beberapa bentuk
pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan,
banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk
ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan industri (Sukirno,
2007).
c. Permintaan pasar adalah sejumlah produk barang atau jasa yang
merupakan barang-barang ekonomi yang akan dibeli konsumen dengan
harga tertentu dalam suatu waktu atau periode tertentu dan dalam jumlah
tertentu. Penawaran adalah sejumlah barang, produk atau komoditi yang
tersedia dalam pasar yang siap untuk dijual kepada konsumen yang
membutuhkannya (Aisyah dan Hiola, 2017).
d. Persaingan adalah suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-
kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-
bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu (Soekanto, 2002).
Persaingan produk sejenis yang diidentifikasi adalah semua petani yang
berada pada lokasi penelitian dan memproduksi atau menghasilkan
komoditi/produk yang sejenis.
e. Keuntungan merupakan kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu
periode akuntansi. Keuntungan adalah hasil penjualan yang diperoleh lebih
besar dari modal yang dikeluarkan (Harahap, 2009).

22
f. Prasarana merupakan segala sesuatu sebagai penunjang utama
terselenggaranya suatu proses baik dari proses pemanenan sampai pada
proses pemasaran.
2. Pengelolaan sumber daya/lingkungan: panen dan pengolahan produk, dampak
dari mengolah produk terhadap lingkungan, dan penilaian keberlanjutan
pasokan.
a. Panen adalah kegiatan pemungutan (pemetikan) hasil lahan petani.
Ketersediaan dalam waktu merupakan berapa lama waktu yang diperlukan
dalam satu kali musim panen. Pengolahan produk adalah kegiatan yang
dilakukan mengubah sumber daya menjadi sesuatu yang diinginkan oleh
konsumen.
b. Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan seberapa besar dampak
yang akan terjadi pada proses produksi atau pengumpulan produk terhadap
sumber daya dan terhadap ekosistem atau lingkungan sekitar (Amrullah,
2016). Dampak positif terhadap lingkungan adalah akibat baik atau
pengaruh menguntungkan dari proses produksi. Dampak negatif terhadap
lingkungan adalah pengaruh yang cenderung merugikan atau
memperburuk keadaan dari proses produksi.
c. Penilaian keberlanjutan pasokan merupakan siklus pengambilan bahan
baku produk yang akan di panen untuk menilai keberlanjutan terhadap
pasokan tersebut (Amrullah, 2016).
3. Sosial/budaya: kontrol atas komoditi/produk dan menciptakan lapangan kerja.
a. Kontrol atas produk merupakan seberapa cepat komoditi dipanen sampai
dipasarkan (Amrullah, 2016).
b. Potensi menciptakan lapangan kerja merupakan seberapa besar masyarakat
yang membantu dalam proses pemanenan sampai pemasaran komoditi
atau produk pada setiap responden.
4. Teknologi: penggunaan teknologi dalam produksi, SDM (keterampilan dan
keahlian) serta ilmu pengetahuan.
a. Teknologi adalah penggunaan pengetahuan ilmiah untuk meningkatkan
cara untuk melakukan sesuatu. Teknologi berarti keseluruhan sarana atau
alat yang digunakan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang

23
diperlukan manusia. Produksi merupakan proses yang saling berkaitan
antara beberapa faktor produksi untuk menghasilkan sebuah produk
(Ahyari, 2002).
b. Keterampilan teknologi dapat dilihat dari apakah teknologi setempat bisa
digunakan atau dimanfaatkan dengan baik oleh usahatani.
c. Ilmu pengetahuan merupakan seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia (Dafrita, 2015).
5. Legal/institusi: peran lembaga/organisasi/pemerintah dan kontribusi dalam
meningkatkan kualitas.
a. Peran lembaga, organisasi dan pemerintah setempat dapat dilihat dari ada
tidaknya lembaga tersebut memberikan bantuan atau penyuluhan terhadap
masyarakat setempat.
b. Kontribusi dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi yang diperoleh
para petani dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga/organisasi/
pemerintah setempat (Amrullah, 2016).

2.5. Bauran Pemasaran (Marketing mix)

Menurut Swastha dan Irawan (2006) Bauran Pemasaran adalah kombinasi


dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran,
yakni: produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. Jadi,
kegiatan-kegiatan marketing mix terdiri dari empat unsur, dimana unsur-unsur
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kotler dan
Armstrong (2007) menambahkan bauran pemasaran adalah satu perangkat yang
terdiri dari produk, harga, promosi, distribusi dan orang yang didalamnya akan
menentukan tingkat keberhasilan pemasaran dan semua itu ditujukan untuk
mendapatkan respon yang diinginkan dari pasar sasaran.

24
Lima variabel yang dimaksud oleh Kotler dan Armstrong (2007), sebagai
berikut:
1. Produk (Product)
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan (Mevita, 2013).
Hal yang sama dikemukakan oleh Kotler (2009) bahwa Produk adalah sesuatu
yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dimiliki,
digunakan ataupun dikonsumsi untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan.
2. Harga (Price)
Harga menurut Kotler dan Armstrong (2007) adalah sejumlah uang yang
ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah sejumlah
nilai yang konsumen tukarkan untuk sejumlah manfaat dengan memiliki atau
menggunakan suatu barang atau jasa. Harga memiliki peranan utama dalam proses
pengambilan keputusan para pembeli. Menurut Tjiptono (2008), ada empat jenis
tujuan penetapan harga, yaitu:
a. Tujuan Berorientasi pada laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu
memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal
dengan istilah maksimalisasi laba.
b. Tujuan Berorientasi Pada Volume
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang
menentapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu
atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives.
c. Tujuan Berorientasi Pada Citra
Citra suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan
untuk membentuk nilai tertentu, misalnya dengan memberikan jaminan bahwa
harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.

25
d. Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula
harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi
harga dalam industri-industri tertentu yang produknya.
3. Tempat (Place)
Menurut Kotler (2009) Tempat merupakan saluran distribusi yaitu
serangkaian organisasi yang saling tergantung yang saling terlihat dalam proses
untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Setelah
perusahaan berhasil menciptakan barang yang dibutuhkan dan menetapkan harga
yang layak, tahap berikutnya menentukan metode penyampaian produk atau jasa
ke pasar melalui rute-rute yang efektif hingga tiba pada tempat yang tepat, dengan
harapan produk tersebut berada ditengah-tengah kebutuhan dan keinginan
konsumen yang haus akan produk tersebut. Keputusan pemilihan lokasi berkaitan
dengan komitmen jangka panjang terhadap aspek-aspek yang sifatnya kapital
intensif, maka perusahaan benar-benar harus mempertimbangkan dan menyeleksi
lokasi yang responsif terhadap situasi ekonomi, demografi, budaya, dan
persaingan di masa mendatang (Tjiptono, 2008).
4. Promosi (Promotion)
Menurut Swastha dan Irawan (2006) Promosi adalah arus informasi
persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi
kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Tjiptono (2008)
menambahkan Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang
perusahaan dan bauran pemasarannya. Macam-macam bauran promosi adalah:
a. Periklanan (advertesing) adalah segala bentuk presentasi dan promosi non
personal suatu produk yang di bayar dan di sponsori oleh sponsor yang jelas.
b. Personal selling adalah suatu komunikasi secara persuasif seseorang secara
individu kepada seseorang atau lebih calon pembeli dengan maksud
menimbulkan permintaan atau penjualan.

26
c. Publisitas adalah sejumlah informasi tentang produk yang disebarluaskan
kepada masyarakat dengan cara membuat berita yang mempunyai arti secara
komersial atau berupa penyajian yang bersifat umum.
d. Sales promotion adalah suatu proses promosi yang dapat dilakukan dengan
cara peragaan, pertunjukan pameran dan demonstrans yang ditujukan dengan
memberikan sampel produk, hadiah, menunjukkan alat peragaan dan undian
rabat.
5. Orang (People)
Menurut Rambat dan Hamdani (2009) dalam hubungannya dengan
pemasaran jasa, maka ‘orang’ yang berfungsi sebagai penyedia jasa sangat
memengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam ‘orang’ ini berarti
berhubungan dengan seleksi, pelatihan, motivasi dan manajemen sumber daya
manusia. Hurriyati (2010) menyatakan bahwa: “Semua yang memainkan peranan
dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi pembeli”. Elemen-elemen
dari People adalah pegawai perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam
lingkungan jasa. Terdapat empat kriteria peranan atau pengaruh dari aspek people
yang mempengaruhi pelanggan, yaitu (Selang, 2013):
1. Contractor: people disini berinteraksi langsung dengan konsumen dalam
frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan konsumen
untuk membeli.
2. Modifer: people tidak secara langsung mempengaruhi konsumen tetapi cukup
sering berhubungan dengan konsumen, misalnya: resepionis.
3. Influencers: people mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk
membeli tetapi tidak secara langsung kontak dengan konsumen.
4. Isolated: people tidak secara langsung ikut serta dalam marketing mix dan
juga tidak sering bertemu dengan konsumen. Misalnya: karyawan bagian
administrasi penjualan, SDM dan data processing.

27
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Survey awal telah dilaksanakan pada bulan September 2017. Pengumpulan


data selanjutnya dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2018. Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Pengkajoang, Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu
Utara.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Alat tulis-menulis, digunakan untuk mencatat hasil penelitian di lapangan.
2. Kuisioner, digunakan sebagai pedoman wawancara berupa pertanyaan yang
diajukan kepada narasumber.
3. Alat perekam suara, digunakan untuk merekam suara narasumber pada saat
melakukan wawancara.
4. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan hasil penelitian di lapangan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah pihak pengolah sagu. Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Penentuan sampel dilakukan secara
sensus. Jumlah responden pengolah sagu sebanyak 9 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan:


1. Observasi Lapangan, yaitu pengumpulan data melalui survey/pengamatan
langsung di lapangan.

28
2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab terhadap
responden dengan menggunakan kuisioner.
3. Studi literatur, yaitu pengumpulan data-data sekunder yang terkait dengan
penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh data dan informasi
pendukung.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data
primer dan data sekunder. Adapun jenis data yang dihasilkan dalam penelitian ini
yaitu:
a. Data primer: data yang diperoleh melalui observasi langsung dilapangan dan
wawancara mendalam terhadap pemerintah desa, pelaku industri rumahan dan
pedagang. Data yang dikumpulkan yaitu identitas responden, harga penjualan,
jumlah hasil olahan yang terjual, serta data lima bidang pengembangan usaha
meliputi permintaan sagu, pesaing, prasarana, hambatan pemasaran sagu,
biaya produksi, potensi keuntungan, waktu pemanenan dan pengolahan,
jumlah ketersediaan bahan mentah, dampak pengelolaan terhadap lingkungan,
manfaat adanya lembaga swadaya masyarakat, akses permodalan, kontribusi
dalam meningkatkan penghasilan, pengalaman dan penciptaan lapangan kerja.
b. Data sekunder: data yang diperoleh dari studi literatur maupun data-data lain
yang terkait langsung dan tidak langsung dengan penelitian, meliputi data
kependudukan, data kondisi sosial ekonomi serta kebijakan-kebijakan yang
terkait dengan pemanfaatan produk sagu.

3.5. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian yang bertujuan


untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan peneliti untuk menyelesaikan
masalah tertentu. Peneliti akan menganalisis usaha sagu dan dilakukan
berdasarkan pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar (APP) (Lecup dan
Nicholson, 2006) dengan beberapa kriteria (Amrullah, 2016). Untuk merumuskan
strategi pengembangan usaha dilakukan melalui bauran pemasaran (marketing
mix) yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), promosi (promotion)
dan orang (people) terhadap bidang pengembangan pasar yang memiliki skor

29
akhir tertinggi. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor pada 5 (lima) bidang
pengembangan pasar diuraikan sebagai berikut:
1. Pasar/Ekonomi
Kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
pasar/ekonomi dengan indikator distribusi, struktur pasar, potensi pasar,
persaingan produk sejenis, keuntungan dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 1.
Untuk mendapatkan kategori besar, maka skor harus lebih besar dari 1,5 dan
untuk mendapatkan kategori kecil, maka skor harus lebih kecil dari 1,5.
Tabel 1. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
pasar/ ekonomi
Indikator Kriteria Skala Kategori Skor
Cepatnya waktu yang
diperlukan dalam < 1 hari Cepat 2
pengangkutan (<18 jam)
Distribusi komoditi/produk
Lambatnya waktu yang
Lambat
diperlukan dalam ≥ 1 hari 1
(≥18 jam)
pengangkutan produk
Pengepul dan
Besarnya konsumen Besar 2
Struktur pasar Masyarakat lokal
Kecilnya konsumen Masyarakat lokal Kecil 1
Besar
Jumlah permintaan lebih
Permintaan besar (≥6.000 kg/ 2
besar dari pada penawaran
Potensi pasar bulan)
(permintaan) Kecil
Jumlah permintaan lebih
Permintaan Kecil (<6.000 kg/ 1
kecil dari pada penawaran
bulan)
Pengolah komoditi/ produk Kuat
Persaingan < Rata-rata 2
sejenis terbilang sedikit (<10 pengolah)
Produk
Pengolah komoditi/ produk Lemah
Sejenis ≥ Rata-rata 1
sejenis terbilang banyak (≥10 pengolah)
Hasil penjualan lebih besar
Laba > Modal Tinggi 2
dari modal
Keuntungan
Hasil penjualan lebih kecil
Laba < Modal Rendah 1
dari modal
Lengkap
Adanya prasarana berupa
(transportasi
transportasi untuk Memadai 2
menggunakan bahan
pengangkutan produk
bakar)
Prasarana
Tidak lengkap
Tidak adanya prasarana
(transportasi
berupa transportasi untuk Tidak memadai 1
menggunakan
pengangkutan produk
tenaga manusia)
Total Skor

30
2. Sumber Daya Alam (SDA)
Kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang sumber daya
alam dengan indikator pemanenan dan pengolahan produk, dampak dari mengolah
terhadap lingkungan dan penilaian keberlanjutan pasokan dapat dilihat pada Tabel
2. Untuk mendapatkan kategori besar, maka skor harus lebih besar dari 1,5 dan
untuk mendapatkan kategori kecil, maka skor harus lebih kecil dari 1,5.
Tabel 2. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
sumber daya alam
Indikator Kriteria Skala Kategori Skor
Pemanenan dan Sering
Pemanenan pengolahan sering ≥ 4 kali per bulan (≥28 pohon/ 2
dan dilakukan bulan)
pengolahan Pemanenan dan Jarang
produk pengolahan jarang < 4 kali per bulan (<28 pohon/ 1
dilakukan bulan)
Proses produksi
Berdampak positif tidak menimbulkan
Dampak dari 2
terhadap lingkungan bau dan waktu Positif
mengolah
pengumpulan cepat
produk
Proses produksi
terhadap
Berdampak negatif menimbulkan bau
lingkungan Negatif 1
terhadap lingkungan dan waktu
pengumpulan lama
Penilaian Pemanenan yang terkendali Panen sebagian Terkendali 2
kerberlanjutan Pemanenan yang tidak Tidak
Panen habis 1
pasokan terkendali terkendali
Total Skor

3. Sosial/Budaya
Kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang sosial/budaya
dengan indikator kontrol atas komoditi/produk, dan potensi menciptakan lapangan
kerja dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk mendapatkan kategori besar, maka skor
harus lebih besar dari 1,5 dan untuk mendapatkan kategori kecil, maka skor harus
lebih kecil dari 1,5.

31
Tabel 3. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
sosial/budaya
Indikator Kriteria Skala Kategori Skor
Laki-laki mengontrol Proses produksi
Cepat
pengolahan komoditi/ memakan waktu 2
(< 3 hari/pohon)
Kontrol atas produk yang singkat
komoditi/ Laki-laki dan perempuan
Proses produksi Lambat
Produk yang mengontrol
memakan waktu (≥3 1
pengolahan
yang lama hari/pohon)
komoditi/produk
Potensi Banyak menggunakan Melibatkan Banyak
2
menciptakan tenaga kerja masyarakat sekitar (3-4 orang)
lapangan Sedikit menggunakan Hanya melibatkan Sedikit
1
kerja tenaga kerja anggota keluarga (3-4 orang)
Total Skor

4. Legalitas/Institusi
Kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
legalitas/institusi dengan indikator kontribusi dalam meningkatkan penghasilan
dan peran lembaga/organisasi setempat dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk
mendapatkan kategori besar, maka skor harus lebih besar dari 1,5 dan untuk
mendapatkan kategori kecil, maka skor harus lebih kecil dari 1,5.
Tabel 4. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
legalitas/institusi
Indikator Kriteria Skala Kategori Skor
Ada
Peran Memberikan bantuan
(Setiap 6 bulan Tinggi 2
lembaga/ atau penyuluhan
sekali)
Organisasi
Tidak memberikan
setempat Tidak ada Rendah 1
bantuan atau penyuluhan
Membantu
Kontribusi
meningkatkan kualitas Mampu Tinggi 2
dalam
produk
meningkatkan
Tidak mampu
kualitas
meningkatkan kualitas Tidak mampu Rendah 1
produk
produk
Total Skor

32
5. Teknologi
Kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang teknologi
dengan indikator penggunaan teknologi, keterampilan serta keahlian dan ilmu
pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indikator, kriteria, skala, kategori dan skor yang dipakai untuk bidang
teknologi
Indikator Kriteria Skala Kategori Skor
Proses pengolahan
Ada penggunaan
sampai pemasaran Ada 2
teknologi
memakai teknologi
Penggunaan
Proses pengolahan
teknologi
Tidak ada penggunaan sampai pemasaran
Tidak 1
teknologi tidak memakai
teknologi
Mampu
Menguasai dan
menjalankan Tinggi 2
mengetahui teknologi
Keterampilan pengelolaan usaha
teknologi Tidak mampu
Tidak menguasai dan
menjalankan Rendah 1
mengetahui teknologi
pengelolaan usaha
Ilmu didapatkan dari
Ada keahlian khusus Tinggi 2
Ilmu penyuluhan
pengetahuan Tidak ada keahlian Ilmu didapatkan dari
Rendah 1
khusus orang terdahulu
Total Skor

Nilai skor akhir pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar yaitu


pasar/ekonomi, sumber daya alam, sosial/budaya, legalitas/institusi dan teknologi
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan skor skhir terhadap 5 (lima) bidang pengembangan pasar
Jumlah
No Bidang Pengembangan Pasar Total Skor Skor Akhir
Indikator
1 Pasar/Ekonomi Skor Indikator Skor
2 Sumber Daya Alam Skor Indikator Skor
3 Sosial/Budaya Skor Indikator Skor
4 Legalitas/Institusi Skor Indikator Skor
5 Teknologi Skor Indikator Skor

33
Kemudian untuk memperoleh skor akhir, maka dapat dilakukan
perhitungan sebagai berikut (Amrullah, 2016):
- Nilai bobot disetiap pertanyaan:
Nilai bobot (X) = ( Σ responden yang memilih X) x skor X
Nilai bobot (Y) = ( Σ responden yang memilih Y) x skor Y
- Jumlah skor disetiap pertanyaan:
Jumlah skor = ( Σ nilai bobot X + Σ nilai bobot Y)
Σ responden
Keterangan : X = Nilai skor 2
Y = Nilai skor 1
- Skor akhir = Jumlah skor
Jumlah indikator

34
IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Letak Geografis dan Administrasi Desa Pengkajoang

Desa Pengkajoang merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di
Kecamatan Malangke Barat dengan luas wilayah 40 Km2, dengan jarak desa
dengan Ibukota Kecamatan adalah 2 km dengan waktu tempuh adalah 10 menit
sedangkan jarak desa dengan Ibukota Kabupaten adalah 42 km dengan waktu
tempuh adalah 50 menit. Kondisi wilayah Desa Pengkajoang berada di daerah
pesisir dengan ketinggian rata-rata diatas 3 meter dari permukaan laut, dengan
batas-batas desa sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Teluk Bone
Sebelah Utara : Desa Arusu
Sebelah Barat : Desa Waelawi/Pembuniang
Sebelah Timur : Desa Pao
Adapun secara administrasi Desa Pengkajoang secara administrasi terdiri
dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Labbu, Dusun Tompe, Dusun Panasae dan
Dusun Kampung Baru.

4.2. Data Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi

a. Kependudukan

Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Pengkajoang berdasarkan masing-masing


dusun adalah sebagai berikut:
Jumlah Penduduk Tahun Junlah Penduduk Tahun
No. Nama Dusun 2015 2016 Ket
KK LK PR JML KK LK PR JML
1. Labbu 170 324 324 648 170 322 323 645
2. Tompe 181 344 325 669 181 344 325 669
3. Panasae 137 289 289 578 137 289 289 578
Kampung
4. 115 213 220 433 115 215 221 436
baru
Jumlah 603 1.170 1.158 2.328 603 1.170 1.158 2.328
Sumber Data : Arsip Desa Pengkajoang

35
b. Aktivitas Ekonomi Masyarakat

Kondisi wilayah Desa Pengkajoang berada di daerah pesisir dengan


ketinggian rata-rata di atas 3 meter dari permukaan laut dengan luas lahan masing-
masing dusun adalah sebagai berikut:
a. Luas lahan perkebunan masing-masing dusunadalah:
1. Dusun Labbu: 55 Hektar
2. Dusun Tompe: 45 Hektar
3. Dusun Panasae: 60 Hektar
4. Dusun Kampung Baru: 50 Hektar
b. Luas lahan persawahan masing-masing dusun adalah:
1. Dusun Labbu: Tidak ada
2. Dusum Tompe: Tidak ada
3. Dusun Panasae: 10 Hektar
4. Dusun Kampung Baru: 10 Hektar
c. Luas lahan persawahan masing-masing dusun adalah:
1. Dusun Labbu: 80 Hektar
2. Dusum Tompe: 70 Hektar
3. Dusun Panasae: 50 Hektar
4. Dusun Kampung Baru: Tidak Ada

36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Pengembangan Usaha Sagu

5.1.1. Pasar/Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat total skor pada bidang


pasar/ekonomi dengan menggunakan beberapa indikator dan kriteria dapat dilihat
pada Lampiran 3 serta diringkas pada Tabel 8. Dari keenam indikator pada bidang
pasar/ekonomi yang mendapatkan kategori besar adalah indikator distribusi,
struktur pasar, potensi pasar, keuntungan dan prasarana sedangkan yang
mendapatkan kategori kecil adalah indikator persaingan produk sejenis.
Tabel 8. Indikator, kategori dan skor untuk bidang pasar/ekonomi
Indikator Hasil Skor Kategori
Distribusi <1 hari 2 Cepat
Pengepul besar dan
Struktur pasar 1,6 Besar
masyarakat lokal
Potensi pasar (permintaan) ≥ 6000 kg/bulan 1,6 Besar
< 10 pengolah (9
Persaingan produk sejenis 1 Lemah
orang peengolah)
Keuntungan Laba > Modal 2 Tinggi
Transportasi
Prasarana menggunakan bahan 2 Memadai
bakar
Total Skor 10,3

a. Distribusi
Distribusi terbagi atas dua, pertama jika waktu yang diperlukan dalam
pengangkutan produk membutuhkan waktu kurang dari satu hari maka
diasumsikan proses distribusinya cepat. Kedua, jika waktu yang diperlukan dalam
pengangkutan produk membutuhkan waktu lebih dari satu hari maka diasumsikan
proses distribusinya lambat. Berdasarkan hasil penelitian pada usaha sagu
memiliki dua jenis saluran/pemasaran yaitu saluran pemasaran I adalah pengolah
sebagai produsen ke konsumen lokal (pasar lokal) dan saluran pemasaran II
adalah pengolah sagu sebagai produsen ke pengepul besar setelah itu ke pedagang
kota/kabupaten, untuk lebh jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

37
Gambar 1. Saluran pemasaran usaha sagu di Desa Pengkajoang

Pelaku yang telibat dalam pemasaran produk sagu adalah pengolah sagu,
konsumen lokal dan pengepul besar. Pengolah sagu merupakan pemilik produk
yang melakukan penjualan baik ke konsumen lokal maupun ke pengepul besar,
penjualan dilakukan setelah proses panen dan proses pengolahan. Konsumen lokal
merupakan konsumen yang membeli produk dan berdomisili di daerah tersebut,
konsumen lokal membeli olahan sagu basah untuk dikonsumsi sendiri. Pengepul
besar merupakan pedagang yang berada di tingkat kecamatan, mereka membeli
olahan sagu basah dari pengolah kemudian menjualnya ke pedagang-pedagang
kota/kabupaten. Pedagang kota/kabupaten merupakan pedagang yang berjualan
langsung ke konsumen yang ada di kota/kabupaten.
Pada proses pengangkutan, pihak konsumen masing-masing mengambil
hasil olahan sagu basah yang mereka beli dengan menggunakan alat transportasi
milik sendiri. Waktu yang diperlukan untuk mengangkut olahan sagu basah dari
pengolah sagu sampai ke konsumen lokal dibutuhkan waktu kurang lebih satu jam
karena konsumen lokal merupakan masyarakat yang berasal dari desa tersebut dan
jarak rumah pengolah sagu ke rumah konsumen-konsumen lokal tersebut tidak
terlalu jauh. Jarak dari rumah produksi pengolah sagu ke rumah konsumen lokal
kurang lebih 1km, jadi tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses
pengangkutannya. Sedangkan untuk mengangkut olahan sagu basah dari pengolah
sagu sampai ke pengepul besar dibutuhkan waktu kurang lebih tiga jam karena
pengepul besar berada di tingkat kecamatan, hal ini tidak mempengaruhi waktu
yang diperlukan dalam proses pengangkutannya karena hanya melewati beberapa
desa untuk sampai ke pengepul besar yang berada di kecamatan. Jarak dari rumah

38
produksi pengolah sagu ke pengepul besar kurang lebih 3-4 km. Kemudian dari
pengepul besar ke pedagang kota/kabupaten dibutuhkan waktu kurang lebih lima
jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses distribusi waktu yang dibutuhkan
dalam pengangkutan olahan sagu basah tergolong cepat dengan skor 2 yaitu
kurang dari 18 jam atau kurang dari 1 hari.

b. Struktur pasar
Struktur pasar terbagi atas dua, pertama jika konsumen terdiri dari
pengepul besar dan konsumen lokal maka diasumsikan besarnya konsumen pada
struktur pasar usaha sagu ini. Kedua, jika konsumen hanya masyarakat lokal saja
maka diasumsikan kecilnya konsumen pada struktur pasar usaha sagu ini.
Konsumen olahan sagu basah dari masing-masing pengolah sagu berbeda-beda.
Konsumen dari tujuh orang pengolah sagu adalah konsumen lokal dan pengepul
besar dan dua orang pengolah sagu lainnya hanya konsumen lokal. Konsumen
lokal membeli olahan sagu basah untuk mengkonsumsi sendiri dan tidak
menjualnya kembali sedangkan pengepul-pengepul besar akan menjual kembali
ke pedagang kota/kabupaten untuk dijual kembali kepada konsumen. Hal ini
menunjukkan bahwa struktur pasar dalam usaha sagu ini tergolong besar dengan
skor 1,6 yaitu pengepul besar dan masyarakat lokal. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Lampiran 4 dan diringkas pada Gambar 2.

33,33 %

Konsumen
lokal
Konsumen
lokal dan
pengepul
66,67 % besar

Gambar 2. Konsumen olahan sagu basah di Desa Pengkajoang

39
Dalam usaha sagu ini terdapat banyak penjual dan pembeli sehingga tidak
ada satupun pihak yang dapat mempengaruhi pasar. Baik pembeli maupun penjual
mempunyai informasi yang sempurna mengenai pasar. Informasi ini berupa harga,
kualitas serta kuantitas suatu produk. Struktur pasar pada usaha sagu
menunjukkan struktur pasar persaingan sempurna. Struktur pasar persaingan
sempurna merupakan suatu pasar dimana terdapat banyak produsen dengan
memproduksi produk yang sejenis dengan jumlah konsumen yang banyak.
Struktur pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal.
Dalam struktur pasar persaingan sempurna tindakan masing-masing penjual tidak
dapat mempengaruhi harga pasar yang berlaku, baik dengan merubah jumlah
penawarannya ataupun harga produknya. Oleh karena itu setiap produsen dalam
pasar persaingan sempurna adalah pengambil harga, karena hanya dapat menjual
produknya pada harga yang berlaku di pasar.

c. Potensi pasar (permintaan)


Permintaan pasar terbagi atas dua, pertama jika permintaan olahan sagu
basah lebih besar dari 6.000 kg per bulan maka diasumsikan permintaan besar.
Kedua, jika permintaan olahan sagu lebih kecil dari 6.000 kg per bulan maka
diasumsikan permintaan kecil. Permintaan konsumen akan olahan sagu basah
lebih besar daripada yang ditawarkan atau dihasilkan oleh pengolah sagu. Dalam
satu batang pohon dapat menghasilkan 400 kg. Pengolah sagu yang memiliki
permintaan yang besar yaitu lebih dari 6.000 kg per bulan sebanyak tujuh orang,
mereka menjual olahan sagu basah yang dikemas dalam karung yang berisi 50 kg
sagu basah. Sedangkan pengolah sagu yang memiliki permintaan yang kecil yaitu
kurang dari 6.000 kg per bulan sebanyak dua orang, mereka menjual olahan sagu
basah yang dikemas dalam anyaman daun (tumang) yang berisi 15 kg. Jumlah
permintaan olahan sagu basah mencapai lebih dari 6.000 kg dalam satu bulan. Hal
ini menunjukkan bahwa potensi pasar (permintaan) tergolong besar dengan skor
1,6 yaitu lebih dari 6.000 kg dalam satu bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran 3 dan diringkas pada Gambar 3.

40
9000
8000
7000
6000
5000
< 6000
Kg

4000 kg/bulan
3000
≥ 6000
2000 kg/bulan
1000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nomor Responden

Gambar 3. Permintaan olahan sagu basah di Desa Pengkajoang

Setiap pengolah sagu mempunyai beberapa konsumen yang akan membeli


sagu mereka, konsumen tersebut akan memesan terlebih dahulu berapa karung
yang akan mereka beli ke pengolah sagu. Berdasarkan hal tersebut pengolah sagu
hanya memproduksi pati sagu sesuai permintaan konsumen mereka, karena
permintaan sagu cukup tinggi maka pengolah sagu lebih meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan sehingga tidak mengecewakan konsumen tetap mereka.
Jumlah permintaan sagu lebih besar daripada penawaran, hal ini disebabkan
karena persebaran tanaman sagu di desa ini sudah mulai jarang ditemukan
sehingga mengakibatkan produksi yang rendah. Tanaman sagu di desa ini tumbuh
secara alami di lahan masyarakat terutama di daerah dataran atau rawa dengan
sumber air yang melimpah baik itu di tepi pantai, sepanjang aliran sungai dan
tanah bergambut. di desa ini tanaman sagu tidak dibudidayakan, karena beberapa
kali pengolah sagu mencoba melakukan pembibitan tetapi tidak berhasil.

d. Persaingan produk sejenis


Persaingan produk sejenis terbagi atas dua, pertama jika pengolah
komoditi/produk sejenis terbilang sedikit yaitu kurang dari 10 pengolah maka
diasumsikan persaingan yang lemah. Kedua, jika pengolah komoditi/produk
sejenis terbilang banyak yaitu lebih dari 10 pengolah maka diasumsikan
persaingan yang kuat. Jumlah pengolah sagu sebanyak sembilan orang dan letak

41
rumah produksi saling berdekatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa persaingan
produk sejenis terbilang lemah. Persaingan yang lemah dikarenakan jumlah
pengolah sagu yang sedikit dan jumlah permintaan secara terus menerus
meningkat. Meskipun dengan kesamaan produk yang dihasilkan dan pembeli
memiliki daya tawar yang tinggi tetapi masing-masing pengolah memiliki
konsumen tetap. Harga penjualan dari setiap pengolah sagu juga tidak berbeda.
Hal tersebut menunjukkan tidak adanya persaingan yang ketat dalam
mendapatkan konsumen. Untuk mempertahankan konsumen agar tidak mencari
produsen yang lain maka para pengolah sagu berupaya untuk meningkatkan
kualitas hasil olahan sagu mereka. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan produk
sejenis tergolong lemah dengan skor 1 yaitu pengolah sagu kurang dari 10.

e. Keuntungan
Keuntungan terbagi atas dua, pertama jika hasil penjualan lebih besar dari
modal maka diasumsikan keuntungan yang tinggi, persentase keuntungan tidak
ditentukan namun walaupun laba tidak terlalu besar tapi melebihi besarnya modal
maka tetap dikatakan keuntungan tinggi. Kedua, jika hasil penjualan lebih kecil
dari modal maka diasumsikan keuntungan yang rendah, dan jika hasil penjualan
sama besar dengan modal tetap dikatakan keuntungan rendah. Keuntungan dari
usaha sagu ini tidak menentu tetapi hasil penjualan tidak pernah lebih kecil dari
modal atau sama dengan dari modal. Para pengolah sagu tidak pernah mengeluh
akan keuntungan dari usaha ini, karena mendapatkan keuntungan meskipun dalam
skala kecil.
Pengolah sagu ada yang memiliki lahan sendiri tetapi ada juga yang
membeli batang pohon. Pengolah sagu yang memiliki tanaman sagu dilahannya
akan mendapatkan keuntungan lebih besar karena tidak mengeluarkan uang untuk
membeli batang sagu, namun apabila tanaman sagu dilahannya tidak ada atau
belum siap dipanen maka mereka akan membeli batang pohon dari orang lain.
Sedangkan pengolah sagu yang tidak memiliki lahan, mereka selalu mencari
orang-orang yang akan menjual batang pohon sagu. Satu batang pohon dijual
seharga Rp. 150.000 dan satu batang pohon dapat menghasilkan 8 karung yang
berisi 50 kg. Harga jual 1 karung adalah Rp. 110.000. Hasil penjualan untuk 8
karung sagu adalah Rp. 880.000. Dari hasil tersebut pengolah sagu akan

42
mengeluarkan modal awal yaitu biaya bahan baku, biaya produksi dan upah
pekerja kemudian akan mendapatkan hasilnya. Untuk biaya pengangkutan,
pengolah sagu tidak mengeluarkan biaya apapun karena menyerahkan kepada
pihak pembeli untuk mengambil hasil olahan sagu yang dibelinya. Hal tersebut
dilakukan karena menurut pengolah sagu harga satu karung olahan sagu basah
sangat murah dan sulit mendapatkan keuntungan apabila harus menanggung biaya
pengangkutan. Untuk biaya upah pekerja, pengolah sagu tidak menentukan upah
untuk pekerjanya karena kebanyakan dari pengolah sagu hanya mempekerjakan
anggota keluarganya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan tergolong
tinggi dengan skor 2 yaitu laba lebih besar daripada modal yang dikeluarkan.

f. Prasarana
Prasarana terbagi atas dua, pertama dalam proses pengangkutan dari
rumah pengolah sagu sampai ke tujuan konsumen memakai alat transportasi yang
menggunakan bahan bakar berupa becak motor, motor, dan mobil maka
diasumsikan prasarana usaha sagu ini memadai. Kedua, dalam proses
pengangkutan dari rumah pengolah sagu sampai ke tujuan konsumen memakai
alat transportasi yang menggunakan tenaga manusia berupa becak dan gerobak
dorong maka diasumsikan prasarana usaha sagu ini tidak memadai. Proses
pengangkutan dari rumah pengolah sagu ke tempat tujuan konsumen
menggunakan alat transportasi. Untuk pengangkutan olahan sagu basah dari
rumah pengolah sagu ke rumah konsumen lokal menggunakan motor karena jarak
rumah pengolah sagu dengan konsumen-konsumen lokal tidak terlalu jauh yaitu
kurang lebih 1 km, sedangkan untuk pengangkutan olahan sagu basah dari rumah
pengolah sagu ke tempat tujuan pengepul besar menggunakan mobil pickup
karena jarak rumah pengolah sagu dengan pengepul-pengepul besar lumayan jauh
yaitu kurang lebih 3 sampai 4 km. Proses pengangkutan olahan sagu basah untuk
kedua konsumen memakai alat transportasi menggunakan bahan bakar. Alat
transportasi yang digunakan merupakan kendaraan yang dimiliki oleh pihak-pihak
pembeli yaitu konsumen lokal dan pengepul besar. . Hal ini menunjukkan bahwa
prasarana tergolong memadai dengan skor 2 yaitu proses pengangkutan olahan
sagu basah memakai alat transportasi yang menggunakan bahan bakar.

43
5.1.2. Sumber Daya Alam
Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat total skor pada bidang sumber
daya alam dengan menggunakan beberapa indikator dan kriteria dapat dilihat pada
Lampiran 3 serta diringkas pada Tabel 9. Dari ketiga indikator pada bidang
sumber daya alam yang mendapatkan kategori besar adalah indikator dampak dari
mengolah produk terhadap lingkungan dan penilaian keberlanjutan pasokan
sedangkan yang mendapatkan kategori kecil adalah indikator pemanenan dan
pengolahan produk.
Tabel 9. Indikator, kategori dan skor untuk bidang sumber daya alam
Indikator Hasil Skor Kategori
< 28 batang/bulan
Pemanenan dan pengolahan
(21, 15 dan 10 batang/ 1 Jarang
produk
bulan)
Proses produksi tidak
Dampak dari mengolah menimbulkan bau dan
2 Positif
produk terhadap lingkungan waktu pengumpulan
cepat
Penilaian keberlanjutan
Panen sebagian 2 Terkendali
pasokan
Total skor 5

a. Pemanenan dan pengolahan produk


Pemanenan dan pengolahan produk terbagi atas dua, pertama jika pada
proses pemanenan dan pengolahan sering dilakukan yaitu lebih dari empat kali per
bulan atau mengolah lebih dari 28 pohon per bulan maka diasumsikan pemanenan
dan pengolahan sagu sering dilakukan. Kedua, pada proses pemanenan dan
pengolahan jarang dilakukan yaitu kurang dari empat kali per bulan atau
mengolah kurang dari 28 pohon per bulan maka diasumsikan pemanenan dan
pengolahan sagu jarang dilakukan. Jumlah waktu panen dalam sebulan tidak
menentu dan banyaknya hasil olahan yang dihasilkan sesuai dengan permintaan
konsumen. Dalam satu kali memanen dan memproduksi sagu, para pengolah sagu
dapat mengolah sagu sebanyak tujuh batang pohon. Masing-masing dari pengolah
sagu dapat memanen dan memproduksi sagu sebanyak tiga kali per bulan,
tanaman sagu yang akan diolah didapatkan dari membeli batang sagu dan jika
memiliki lahan sendiri maka akan memanen tanaman sagu dari lahannya sendiri.
Jumlah batang sagu yang dipanen dan diolah oleh pengolah sagu berbeda-beda

44
dalam 1 bulan. Satu orang dapat mengolah 21 batang, tiga orang dapat mengolah
20 batang, tiga orang dapat mengolah 15 batang, satu orang dapat mengolah 13
batang dan satu orang dapat mengolah 10 batang. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanenan dan pengolahan produk tergolong jarang dengan skor 1 yaitu
pengolahan dilakukan kurang dari 28 batang pohon per bulan. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Lampiran 4 dan diringkas pada Gambar 4.

25

20
Jumlah Batang

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nomor Responden

Gambar 4. Jumlah pengolahan batang sagu di Desa Pengkajoang

Berdasarkan data tersebut, maka pemanenan dan pengolahan sagu


dikatakan jarang dilakukan, karena para pengolah sagu tidak dapat memanen dan
memproduksi sagu lebih dari empat kali per bulan karena mereka tidak dapat
menemukan tanaman sagu yang siap panen di desa ini sebanyak 28 batang pohon.
Hal tersebut dikarenakan tanaman sagu di desa ini sudah sangat jarang ditemukan.

b. Dampak dari mengolah produk terhadap lingkungan


Dampak dari mengolah produk terhadap lingkungan terbagi atas dua,
pertama jika proses produksi dan penyimpanan atau pengumpulan produk akan
menimbulkan bau busuk yang akan mengganggu akivitas warga maka
diasumsikan berdampak negatif terhadap lingkungan. Kedua, jika proses produksi
dan penyimpanan atau pengumpulan produk tidak menimbulkan bau dan tidak
mengganggu aktivitas warga. Proses produksi dan penyimpanan olahan sagu
basah tidak membutuhkan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena setiap kali

45
proses pemanenan dilakukan para pengolah sagu langsung mengolahnya menjadi
olahan sagu basah setelah itu menjualnya ke konsumen.
Pengolah sagu memberitahukan kepada konsumen-konsumen mereka
yaitu konsumen lokal dan pengepul besar untuk mengambil atau membeli hasil
olahan sagu tersebut. Pada saat konsumen-konsumen mereka datang hasil olahan
tersebut langsung diangkat ke angkutan transportasi untuk di bawa di tempat
tujuan. Pengolah sagu mengatakan hasil olahan yang dihasilkan pada proses
produksi dan penyimpanan akan kecil kemungkinan untuk terjadinya dampak
negatif terhadap lingkukan, dengan waktu penyimpanan cepat tidak
mengakibatkan terjadinya pembusukan. Namun pada proses produksi, tanaman
sagu memiliki bau yang sangat khas dan menyengat. Namun menurut pengolah
sagu masyarakat sekitar sudah terbiasa dengan bau khas tanaman sagu ini
sehingga tidak mengganggu aktifitas masyarakat sekitar. Limbah yang dihasilkan
pada proses produksi adalah ampas sagu, limbahnya juga tidak merusak
lingkungan karena dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini menunjukkan
bahwa dampak dari mengolah produk terhadap lingkungan tergolong positif
dengan skor 2 yaitu proses produksi tidak menimbulkan bau dan waktu
pengumpulan cepat sehingga tidak mengganggu aktivitas warga sekitar.

c. Penilaian keberlanjutan pasokan


Penilaian keberlanjutan pasokan terbagi atas dua, pertama pada proses
pemanenan para petani tidak menebang tanaman sagu sekaligus atau dengan kata
lain adalah panen sebagian maka diasumsikan penilaian keberlanjutan pasokan
dari tanaman sagu masih terkendali. Kedua, jika pada proses pemanenan para
petani menebang sekaligus atau dengan kata lain adalah panen habis maka
diasumsikan penilaian keberlanjukan pasokan dari tanaman sagu sudah tidak
terkendali. Petani akan memanen tanaman sagu apabila memiliki tanda-tanda siap
panen dan adanya permintaan oleh konsumen. Tanaman sagu di desa ini tumbuh
secara alami dan tidak seumur jadi pemanenan dilakukan tidak sekaligus
menebang semua pohon sagu. Tanaman sagu di desa ini tumbuh secara alami
sehingga para petani tidak perlu lagi memerlukan biaya atau tenaga yang besar
untuk menanam kembali pohon sagu tersebut namun mereka tetap memelihara
tanaman sagu dengan cara pembersihan rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa

46
penilaian keberlanjutan pasokan tergolong terkendali dengan skor 2 yaitu
pemanenan dilakukan dengan cara panen sebagian sehingga tanaman sagu ini
masih terkendali dan hasil olahan yang dihasilkan oleh para petani keberlanjutan
akan produk tersebut tetap terjaga.

5.1.3. Sosial/Budaya

Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat total skor pada bidang


sosial/budaya dengan menggunakan beberapa indikator dan kriteria dapat dilihat
pada Lampiran 3 serta diringkas pada Tabel 10. Dari kedua indikator pada bidang
sosial/budaya yang mendapatkan kategori besar adalah indikator kontrol atas
komoditi/produk sedangkan yang mendapatkan kategori kecil adalah indikator
potensi menciptakan tenaga kerja.
Tabel 10. Indikator, kategori dan skor untuk bidang sosial/budaya
Indikator Hasil Skor Kategori
< 3 hari dan pekerja
Kontrol atas komoditi/
didominasi oleh laki- 1,7 Cepat
produk
laki
Potensi menciptakan tenaga Hanya melibatkan
1,4 Sedikit
kerja anggota keluarga
Total skor 3,1

a. Kontrol atas komoditi/produk


Kontrol atas produk yang dibutuhkan dalam pemanenan sampai pemasaran
komoditi/produk terbagi atas dua, pertama jika hanya laki-laki yang melakukan
dari proses mengolah sagu maka diasumsikan proses produksi memakan waktu
yang singkat yaitu satu batang pohon dapat dikerjakan selama kurang dari tiga
hari. Kedua, jika laki-laki dan perempuan yang melakukan dari proses mengolah
sagu maka diasumsikan proses produksi memakan waktu yang lama yaitu satu
batang pohon dapat dikerjakan selama lebih dari tiga hari.
Pekerja pada proses produksi didominasi oleh laki-laki sebanyak tiga
sampai empat orang dan waktu yang dibutuhkan dalam mengolah satu batang
sagu adalah kurang dari tiga hari. Terdapat tujuh orang pengolah sagu yang
pekerjanya sebanyak tiga sampai empat orang yaitu hanya laki-laki dan waktu
yang dibutuhkan dalam mengolah satu batang sagu adalah dua sampai tiga hari.
Terdapat dua orang pengolah sagu yang pekerjanya sebanyak dua orang yaitu

47
laki-laki dan perempuan dan waktu yang dibutuhkan dalam mengolah satu batang
sagu adalah lima hari. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol atas komoditi/produk
tergolong cepat dengan skor 1,7 yaitu kurang dari tiga hari per pohon dan
pekerjanya didominasi oleh laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan diringkas pada Gambar 5.

22,22 %

Laki-laki dan
perempuan

Laki-laki
77,78 %

Gambar 5. Gender pekerja usaha sagu di Desa Pengkajoang

Dampak gender dapat mempengaruhi kecepatan dalam mengolah sagu, karena


pada usaha ini masih menggunakan alat tradisional dan manual. Dalam tahap awal
sampai tahap akhir membutuhkan tenaga yang besar, seperti pada tahap
pembelahan batang menggunakan parang dan kapak. Berdasarkan hal tersebut
pengontrolan hasil olahan sagu pada proses produksi tergolong cepat yaitu kurang
dari tiga hari per pohon dan pekerjanya didominasi oleh laki-laki.

b. Potensi menciptakan lapangan kerja


Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam mengolah sagu sampai pemasaran,
umumnya laki-laki sebanyak tiga sampai empat orang. Tenaga kerja terbagi atas
dua, pertama jika dalam proses pengolahan sampai pemasaran melibatkan
masyarakat sekitar maka diasumsikan ada penciptaan lapangan kerja. Kedua, jika
dalam proses pengolahan sampai pemasaran hanya melibatkan anggota keluarga
saja maka diasumsikan tidak adanya penciptaan lapangan kerja. Terdapat empat
pengolah sagu yang melibatkan masyarakat sekitar, yaitu dengan bekerja sama
dengan pengolah sagu lainnya dan mempekerjakan warga sekitar. Dan terdapat

48
lima pengolah sagu yang melibatkan anggota keluarganya sendiri. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan diringkas pada Gambar 6.

55,56% Anggota Keluarga

Masyarakat
44,44 % Sekitar

Gambar 6. Penggolongan tenaga kerja usaha sagu di Desa Pengkajoang

Alasan pengolah sagu tidak melibatkan atau memperkerjakan masyarakat


sekitar karena upah yang akan diberikan jika mempekerjakan masyarakat sekitar
lebih besar daripada anggota keluarga mereka, alasan lain adalah tidak ada
batasan waktu untuk dapat membantu pengolah sagu menyelesaikan
pekerjaannya. Sehingga semakin kecil kemungkinan untuk menggunakan banyak
tenaga kerja dan melibatkan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi menciptakan lapangan kerja tergolong sedikit dengan skor 1,4 yaitu
pekerjanya hanya melibatkan anggota keluarga.

5.1.4. Legalitas/Institusi

Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat total skor pada bidang


legalitas/institusi menggunakan beberapa indikator dan kriteria dapat dilihat pada
Lampiran 3 serta diringkas pada Tabel 11. Dari kedua indikator pada bidang
legalitas/institusi mendapatkan kategori rendah yaitu indikator peran lembaga,
organisasi dan pemerintah setempat dan kontribusi dalam meningkatkan kualitas
produk.

49
Tabel 11. Indikator, kategori dan skor untuk bidang legalitas/institusi
Indikator Hasil Skor Kategori
Peran lembaga, organisasi Tidak ada bantuan
1 Rendah
dan pemerintah setempat yang diberikan
Kontribusi dalam Tidak mampu
meningkatkan kualitas meningkatan kualitas 1 Rendah
produk produk
Total skor 2

a. Peran lembaga, organisasi dan pemerintah setempat


Peran lembaga terbagi atas dua, pertama dengan adanya lembaga,
organisasi dan pemerintah setempat yang memberikan bantuan berupa penyuluhan
paling sedikit sebanyak satu kali dalam kurun waktu enam bulan maka
diasumsikan peran lembaga dalam usaha ini tinggi. Kedua, tidak adanya bantuan
berupa penyuluhan yang diberikan lembaga, organisasi, dan pemerintah setempat
maka diasumsikan peran lembaga dalam usaha ini rendah. Pengolah sagu pernah
diberikan bantuan berupa penyuluhan oleh salah satu organisasi di lokasi tersebut,
tetapi penyuluhan tersebut sudah beberapa tahun yang lalu. Saat ini sudah tidak
ada penyuluhan yang didapatkan pengolah sagu atas bantuan lembaga, organisasi
maupun pemerintah setempat. Pengolah sagu sangat berharap mendapatkan
bantuan berupa penyuluhan untuk meningkatkan kualitas hasil olahan sagu
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa peran lembaga, organisasi, dan pemerintah
setempat tergolong rendah dengan skor 1 yaitu tidak ada bantuan yang diberikan.

b. Kontribusi dalam meningkatkan kualitas produk


Kontribusi terbagi atas dua, pertama jika diberikan bantuan berupa
penyuluhan akan membantu pengolah sagu dalam meningkatkan kualitas produk
maka diasumsikan kontribusi lembaga, organisasi, maupun pemerintah setempat
tinggi terhadap usaha sagu. Kedua, jika tidak diberikan bantuan berupa
penyuluhan dan pengolah sagu tidak mampu meningkatkan kualitas produk maka
diasumsikan kontribusi lembaga, organisasi, maupun pemerintah setempat rendah
terhadap usaha sagu. Lembaga, organsasi, maupun pemerintah setempat tidak
pernah lagi memberikan bantuan berupa penyuluhan kepada pengolah sagu
sehingga dalam meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan pengolah sagu
berusaha sendiri agar hasil olahan mereka tidak mengecewakan konsumen.

50
Pengolah sagu berharap agar dengan adanya lembaga atau organisasi dapat
bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk mengadakan kegiatan-kegiatan
berupa penyuluhan yang mampu memberikan informasi dalam proses produksi
untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa
kontribusi dalam meningkatkan kualitas produk tergolong rendah dengan skor 1
yaitu tidak mampu meningkatkan kualitas produk.

5.1.5. Teknologi

Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat total skor pada bidang


teknologi dengan menggunakan beberapa indikator dan kriteria dapat dilihat pada
Lampiran 3 serta diringkas pada Tabel 12. Dari ketiga indikator pada bidang
teknologi yang mendapatkan kategori besar adalah indikator penggunaan
teknologi dalam produksi dan SDM (keterampilan dan keahlian) sedangkan yang
mendapatkan kategori kecil adalah indikator ilmu pengetahuan.
Tabel 12. Indikator, kategori dan skor untuk bidang teknologi
Indikator Hasil Skor Kategori
Teknologi yang
Penggunaan teknologi digunakan teknologi
2 Ada
dalam produksi produksi dan
teknologi pemasaran
Mampu menjalankan
SDM: Keterampilan dan
usahanya berdasarkan 2 Tinggi
keahlian
pengalamannya
Ilmu pengetahuan
didapatkan dari orang
Ilmu pengetahuan 1 Rendah
terdahulu dan
pengalaman
Total skor 5

a. Penggunaan teknologi dalam produksi


Penggunaan teknologi dapat dilihat pada ada atau tidaknya teknologi yang
digunakan suatu komoditi dari proses pengolahan sampai proses pemasaran.
Penggunaan teknologi terbagi atas dua, pertama jika menggunakan teknologi pada
proses pengolahan sampai pemasaran maka diasumsikan ada penggunaan
teknologi. Kedua, jika tidak menggunakan teknologi pada proses pengolahan
sampai pemasaran maka diasumsikan tidak ada penggunaan teknologi. Hasil
olahan sagu menggunakan teknologi. Teknologi yang digunakan dari proses

51
pengolahan sampai proses pemasaran adalah teknologi produksi dan teknologi
pemasaran. Teknologi produksi merupakan alat dan cara yang digunakan manusia
untuk menghasilkan produk. Alat produksi yang digunakan dalam usaha sagu
adalah baskom, penyaring, parang, kapak, jaring, chainsaw, mesin parut dan
mesin pompa air (Lampiran 4). Para pengolah sagu memiliki alat produksi
tersebut secara pribadi. Teknologi pemasaran adalah menggunakan alat
komunikasi untuk memberitahukan kepada para pembeli untuk mengambil atau
membeli hasil olahan yang siap dijual kembali. Alat komunikasi yang digunakan
pada proses pemasaran usaha sagu adalah handphone. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan teknologi tergolong ada dengan skor 2 yaitu menggunakan
teknologi yaitu teknologi produksi dan teknologi pemasaran.

b. Keterampilan teknologi
Keterampilan teknologi terbagi atas dua, pertama jika pengolah sagu
menguasai dan mengetahui teknologi pada proses produksi sampai pemasaran
maka diasumsikan tinggi keterampilannya karena mampu mengelola usaha.
Kedua, jika pengolah sagu tidak menguasai teknologi pada proses produksi
sampai pemasaran maka diasumsikan rendah keterampilannya karena tidak
mampu mengelola usaha. Pengolah sagu mengetahui dan menguasai teknologi
yang digunakan pada proses produksi sampai pemasaran. Pengolah sagu
menjalankan usaha mereka sudah bertahun-tahun sehingga pada proses produksi
penggunaan alat digunakan sesuai fungsinya. Alat yang digunakan dalam proses
produksi masih menggunakan alat-alat tradisional sehingga pengolah sagu tidak
kesusahan dalam menggunakan teknologi produksi. Pada proses pemasaran alat
yang digunakan adalah alat komunikasi berupa handphone dan pengolah sagu
dapat menggunakan alat komunikasi tersebut dengan baik. Hal ini menunjukkan
bahwa keterampilan teknologi tergolong tinggi dengan skor 2 yaitu mampu
menjalankan usahanya berdasarkan pengalaman sendiri.

c. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan terbagi atas dua, pertama jika pengolah sagu
mendapatkan ilmu dan keahlian khusus dari penyuluhan untuk mengolah sagu
maka diasumsikan ilmu pengetahuan dalam usaha sagu ini tinggi. Kedua, jika

52
pengetahuan didapatkan dari pengalaman sendiri untuk mengolah sagu maka
diasumsikan ilmu pengetahuan dalam usaha sagu ini rendah. Pengolah sagu
mendapatkan ilmu dari pengalaman mereka sendiri dalam menjalankan usaha ini
selama bertahun-tahun. Tidak adanya kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan
informasi kepada pengolah sagu sehingga mereka harus belajar sendiri untuk
mengolah sagu. Ilmu yang mereka gunakan didapatkan dari hasil turun temurun
oleh orang tua mereka yang lebih dahulu mengolah tanaman sagu. Pengolah sagu
tidak mempunyai keahlian khusus untuk mengolah sagu tetapi mereka
mempunyai cara-cara tersendiri untuk menghasilkan olahan sagu basah yang
berkualitas dan laku dipasaran. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
tergolong rendah dengan skor 1 yaitu ilmu yang didapatkan dari orang terdahulu
dan pengalaman sendiri.

5.1.6. Analisis Pengembangan Pasar

Nilai skor akhir pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar yang memiliki
skor akhir tertinggi adalah bidang pasar/ekonomi dengan skor akhir 1,71 dan
bidang yang mendapat nilai skor akhir terendah adalah bidang teknologi. Nilai
rata-rata skor akhir pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar yaitu 1,45 dapat
dilihat pada Tabel 13 atau Gambar 2.
Tabel 13. Nilai skor akhir 5 (lima) bidang pengembangan pasar
Jumlah
No Bidang Pengembangan Pasar Total Skor Skor Akhir
Indikator
1 Pasar/Ekonomi 10,3 6 1,71
2 Sumber Daya Alam 5 3 1,5
3 Sosial/Budaya 3,1 2 1,55
4 Legalitas/Institusi 2 2 1
5 Teknologi 5 3 1,5
Rata-rata 1,45

Setelah melakukan skoring pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar,


didapatkan bidang yang memiliki skor akhir tertinggi adalah bidang
pasar/ekonomi. Hal ini berarti bahwa bidang pasar/ekonomi pada usaha sagu akan
dirumuskan strategi pengembangan usaha menggunakan bauran pemasaran
(marketing mix). Kemudian nilai skor akhir dibuat dalam bentuk diagram jaring

53
laba-laba dan terlihat bahwa masih terdapat bidang yang perlu ditingkatkan dan
ditingkatkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Skor Akhir
Pasar/Ekonomi
2
1.5
1
Sumber Daya
Teknologi
0.5 Alam
0 Skor Akhir

Legalitas/
Sosial/Budaya
Institusi

Gambar 7. Nilai skor akhir bidang pengembangan pasar

5.2. Strategi pengembangan usaha sagu menggunakan bauran


pemasaran (marketing mix)

Strategi perusahaan/unit usaha merupakan rumusan perencanaan


komprehesif tentang bagaimana unit usaha dapat mencapai misi dan tujuannya.
Strategi ini dapat memaksimalkan keunggulan kompetetif dan meminimalkan
keterbatasan bersaing (Harianto dan Mustamu, 2014). Berikut disajikan bauran
pemasaran terhadap produk hasil olahan sagu pada bidang yang memiliki skor
akhir tertinggi yaitu bidang pasar/ekonomi.

5.2.1. Produk (Product)

Strategi produk adalah menetapkan cara dan penyediaan produk yang tepat
bagi pasar yang dituju, sehingga dapat memuaskan para konsumennya dan
sekaligus dapat meningkatkan keuntungan dalam jangka panjang (Makmur dan
Saprijal, 2015). Produk dari olahan sagu dijual oleh pengolah sagu dalam bentuk
sagu basah. Pengolah sagu sebagai produsen utama dalam usaha sagu ini. Olahan
sagu basah dikemas dalam bentuk karung yang berisi 50 kg, setelah sampai ke

54
pengepul besar sagu dikemas ulang dengan berat 15 kg di dalam anyaman daun
yang dikenal oleh masyarakat sekitar secara turun temurun dengan nama tumang.
Sagu basah merupakan produk yang sudah dikenal oleh masyarakat dari hasil
olahan tanaman sagu sebelum diolah menjadi makanan pokok lainnya.
Strategi pengembangan usaha terhadap produk sagu yang dapat
meningkatkan struktur pasar, permintaan produk, persaingan produk dan
keuntungan adalah dengan mendirikan industri rumahan dan mengelompokkan
produk menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, produk inti yaitu sagu basah, sagu basah
adalah produk sagu yang dijajakan dalam kondisi masih basah dan produk ini
merupakan bahan setengah jadi. Kedua, produk dasar yaitu tepung sagu, tepung
sagu adalah produk sagu yang dijajakan dalam bentuk tepung dan siap diolah
menjadi produk lainnya. Dari kedua jenis produk tersebut konsumen dapat
memilih produk apa yang akan mereka butuhkan. Selain itu pengolah sagu juga
harus meningkatkan kualitas produk yang akan dijual. Kualitas produk berupa
kebersihan, kerapihan pengemasan, tekstur, dan warna produk. Setelah
mengelompokkan produk dan meningkatkan kualitas produk, strategi lain
mengenai pemberian informasi berupa merek, label dan kemasan. Merek adalah
nama, simbol, lambang dan desain yang diharapkan dapat memberikan identitas
terhadap produk pesaing. Kemasan adalah proses yang berkaitan dengan
perancangan wadah atau pembungkus untuk suatu produk yang dapat menambah
ketahanan dan perlindungan kualitas. Labeling adalah bagian dari suatu produk
yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual (Rachmawati,
2011). Dengan pemberian informasi tersebut dapat memperjelas informasi penjual
kepada konsumen agar produknya dikenali. Dengan mengembangkan usaha dan
mendirikan industri rumahan dapat memperluas penjualan di pasar, menaikkan
harga jual terhadap produk olahan sagu dan memperluas lapangan kerja di Desa
tersebut terutama kaum perempuan.

5.2.2. Harga (Price)

Harga merupakan satu-satunya unsur marketing mix yang menghasilkan


penerimaan penjualan. Peranan harga sangat penting terutama untuk menjaga dan
meningkatkan posisi penjualan di pasar dan mempengaruhi konsumen (Ulus,

55
2013). Harga Penjualan dari olahan sagu basah telah dipatok yaitu Rp. 110.000
per karung. Pengolah memberikan harga tersebut disesuaikan dengan harga
produk pesaing yang berada di desa tersebut. Dengan harga penjualan yang kecil,
pengolah sagu harus benar-benar mencari alat-alat produksi yang memiliki jangka
pemakaian yang lama agar tidak mudah rusak dan menambah biaya produksi.
Meskipun harga penjualan olahan sagu basah kecil tetapi pengolah sagu tetap
mendapatkan keuntungan walaupun dalam skala kecil.
Strategi pengembangan usaha terhadap harga penjualan yang dapat
meningkatkan struktur pasar, permintaan produk, persaingan produk dan
keuntungan adalah dengan pemilihan tujuan penetapan harga. Sebelum
menetapkan harga berdasarkan tujuan tertentu, pengolah sagu harus
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan harga berupa harga
bahan baku, biaya produksi terhadap 2 (dua) jenis produk yang akan diproduksi,
biaya pemasaran, dan harga produk sejenis yang dijual oleh pesaing. Setelah
melakukan semua hal tersebut, pengolah sagu dapat menetapkan harga yang layak
untuk produk mereka. Harga yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kemungkinan
menurunnya daya saing, sebaliknya harga yang rendah dapat menyebabkan
kerugian khususnya bila biaya meningkat (Rachmawati 2011). Harga yang
ditetapkan dapat menggunakan tujuan berorientasi pada citra suatu perusahaan
atau industri dengan memungkinkan kualitas produk yang dipasarkannya selalu
yang terbaik. Pengolah sagu sebagai pemilik industri rumahan dapat menetapkan
harga tinggi atau rendah dengan memberikan jaminan akan mempertahankan
kualitas produk dan harganya merupakan harga yang cocok dengan kualitas
produk yang bagus.

5.2.3. Tempat (Place)

Tempat merupakan saluran distribusi yaitu serangkaian organisasi yang


saling tergantung dan saling terlihat dalam proses untuk menjadikan produk atau
jasa dan siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2009). Saluran distribusi
atau penyaluran merupakan mekanisme distribusi yang dipergunakan untuk
menyampaikan produk dari produsen ke konsumen (Assauri, 2013). Tempat
penjualan olahan sagu basah berada dirumah produksi milik masing-masing

56
pengolah sagu. Saluran distribusi usaha sagu ini terdiri dari dua jenis saluran,
Saluran I dimana pengolah sebagai produsen ke konsumen lokal (pasar lokal) dan
Saluran II dimana pengolah sagu sebagai produsen ke pengepul besar setelah itu
ke pedagang kota/kabupaten. Tempat dan saluran distribusi pada usaha sagu ini
telah dilakukan secara bertahun-tahun dan pengolah sagu tidak pernah melakukan
penggantian tempat penjualan maupun penggantian saluran distribusi.
Strategi pengembangan usaha terhadap tempat penjualan yang dapat
meningkatkan distribusi, struktur pasar, permintaan produk, persaingan produk
dan keuntungan adalah dengan pemilihan lokasi yang tepat dan memikirkan
manfaat terhadap pemilihan lokasi tersebut. Pengolah sagu benar-benar harus
mempertimbangkan dan menyeleksi lokasi yang responsif terhadap situasi
ekonomi, budaya dan persaingan di masa mendatang. Pemilihan lokasi juga harus
melihat mudah tidaknya konsumen dalam menjangkau tempat penjualan. Setelah
pemilihan tempat yang strategi, pengolah sagu harus menentukan metode
penyampaian produk berupa keputusan pemilihan alat transportasi, menentukan
waktu pengiriman, dan menentukan rute yang harus ditempuh hingga sampai ke
tempat tujuan. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan sistem distribusi yang
terencana dan seksama untuk mempermudah proses distribusi ke pasar-pasar dan
tempat konsumen. Selain pemilihan tempat yang strategis dan metode
penyampaian produk, pengolah sagu juga bisa memperluas saluran distribusi
dengan menambah tingkatan perantara penjualan.

5.2.4. Promosi (Promotion)

Promosi adalah suatu komunikasi dari penjual dan pembeli yang tepat dan
bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang tadinya tidak
mengenal menjadi mengenal sehingga menjadi pembeli dan tetap mengingat
produk itu (Laksana, 2008). Kegiatan promosi dalam usaha ini adalah hubungan
dengan masyarakat (public relation) yaitu pengolah sagu membangun hubungan
baik dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan publisitas, citra usaha yang
baik, dan juga menangani berita yang tidak menyenangkan dan penjualan personal
(personal selling) yaitu komunikasi pengolah sagu dan calon pembeli dengan
maksud menimbulkan permintaan dan penjualan. Produk ini tidak memiliki merek

57
karena hanya dikemas dengan karung oleh pengolah sagu dan dikemas dengan
anyaman daun (tumang) oleh pengepul besar. Promosi merupakan satu faktor
yang menentukan keberhasilan suatu program pemasaran.
Strategi pengembangan usaha terhadap promosi penjualan dapat
meningkatkan struktur pasar, permintaan produk, persaingan produk dan
keuntungan. Setelah mengelompokkan menjadi 2 (dua) jenis produk dan
pemberian identitas terhadap produk berupa merek, kemasan dan labeling maka
pengolah sagu harus memperbaiki kualitas dan kuantitas terhadap produk mereka.
Strategi promosi yang dapat dilakukan adalah memperkenalkan produk di
masyarakat sekitar dengan startegi word of mouth, setelah itu melakukan strategi
sales promotion yaitu suatu proses promosi yang dapat dilakukan dengan cara
peragaan, pertunjukan, pameran dan demonstrans. Kegiatan pameran dan
demonstrans yang diselenggarakan di kabupaten maupun provinsi. Pada kegiatan
pameran dan demonstrans pengolah sagu dapat memberikan tester yaitu makanan
yang sengaja diberikan secara gratis oleh penjual untuk meyakinkan lidah pembeli
agar membelinya. Strategi lainnya yang dapat dilakukan yakni Publikasi
(publication) adalah cara yang biasanya digunakan juga oleh pengusaha untuk
mempengaruhi secara tak langsung kepada konsumen agar mereka menjadi tahu
dan menyenangi produk tersebut di media massa atau media online. Strategi
publikasi berupa penjualan secara online yaitu pembuatan konten yang menarik
dan mengunggah foto produk diberbagai sosial media dan platform.

5.2.5. Orang (People)

People merupakan orang-orang yang terlibat langsung dalam menjalankan


segala aktivitas perusahaan atau industri, dan merupakan faktor yang memegang
peranan penting bagi semua organisasi. Perilaku orang-orang yang terlibat
langsung ini sangat penting dalam mempengaruhi mutu produk yang ditawarkan
(Anza, 2016). Orang yang terpenting dalam usaha sagu di Desa ini adalah
pengolah sagu. Pengolah sagu memenuhi kriteria sebagai contractor dalam
peranan atau pengaruh aspek people yang mempengaruhi pelanggan. Contractor
adalah orang yang berinteraksi langsung dengan konsumen dalam frekuensi yang
cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan konsumen (Selang, 2013).

58
Pengolah sagu memiliki kedudukan tertinggi dalam pengembangan usaha karena
mereka yang mengambil keputusan mulai dari proses pemanenan sampai proses
pemasaran.
Strategi pengembangan usaha terhadap people dapat meningkatkan
distribusi, struktur pasar, permintaan produk, persaingan produk, keuntungan dan
prasarana. Orang dalam hal ini adalah pengolah sagu, harus memiliki peran
sebagai orang yang memperoleh informasi mengenai minat dan calon pembeli
sehingga menjadi tantangan besar untuk orang tersebut dalam mencari informasi
pengembangan produk yang berkelanjutan. Strategi lainnya yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan pelayanan. Peningkatan pelayanan dapat dilihat dari
cepatnya dalam melayani konsumen, keramahan dan kesopanan dalam
memberikan pelayanan kepada konsumen. Pengolah sagu juga harus pandai dalam
mempengaruhi konsumen untuk membeli produknya, agar calon pembeli percaya
pengolah sagu sebaiknya memberikan jaminan bahwa produknya tidak akan
mengecewakan.
Strategi pengembangan usaha sagu menggunakan bauran pemasaran
(marketing mix) yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), promosi
(promotion) dan orang (people) telah diringkas dan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Strategi pengembangan usaha sagu
Bauran Pemasaran
No Strategi Pengembangan Usaha
(marketing mix)
• Mendirikan industri rumahan.
• Mengelompokkan produk menjadi 2 (dua) jenis
1 Produk (product)
• Meningkatkan kualitas produk.
• Pemberian identitas produk.
• Menentukan tujuan penetapan harga.
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
2 Harga (price)
penetapan harga.
• Menetapkan harga yang layak.
• Pemilihan lokasi yang tepat dan strategis.
3 Tempat (place) • Menentukan metode penyampaian produk.
• Memperluas saluran distribusi.
• Memperbaiki kualitas dan kuantitas produk.
4 Promosi (promotion) • Melakukan sales promotion.
• Melakukan penjualan secara online.
• Memperoleh informasi mengenai minat dan calon pembeli.
5 Orang (people) • Meningkatkan pelayanan.
• Mempengaruhi calon pembeli untuk membeli produknya

59
5.3. Kendala Pengembangan Usaha Sagu

Kendala yang masih dihadapi pengolah sagu dalam mengembangkan


usaha adalah masih tergolong usaha individu, pendirian industri rumahan
diharapkan sesama pengolah sagu bisa saling bekerja sama dan dapat menciptakan
lapangan kerja di Desa Pengkajoang terutama untuk kaum perempuan. Untuk
mendirikan industri rumahan diperlukan tempat yang luas sebagai lokasi produksi.
Kendala dari segi produk (product), saat ini hasil olahan sagu yang dipasarkan
masih dalam bentuk sagu basah yang dikemas dengan menggunakan anyaman
daun atau tumang. Sagu basah sangat rentan terhadap kerusakan apabila disimpan
dalam waktu yang cukup lama. Kemudian untuk pembuatan tepung sagu
diperlukan alat-alat mekanis dan bahan baku yang banyak untuk mempertinggi
efisiensi hasil, waktu dan biaya. Mendapatkan alat-alat mekanis tersebut
diperlukan modal yang besar. Kendala dari segi harga (price), harga masih
ditentukan oleh pembeli yaitu pengepul besar. Kendala dari segi tempat (place),
belum ada lokasi produksi untuk menyatukan para pengolah sagu. Kemudian
saluran distribusi yang pendek mengakibatkan margin masih ada ditangan
pengepul. Kendala dari segi promosi (promotion), pameran jarang dilakukan dan
pengolah sagu tidak mengetahui teknik penjualan secara online. Kendala dari segi
orang (people), pengolah sagu tidak mengetahui peranan people untuk terjun ke
pasar yang lebih besar. Kendala tersebut dapat diatasi, jika mendapat dukungan
dan bantuan dari lembaga, organisasi maupun pemerintah setempat yang
membawahi industri rumahan ini.

60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan


beberapa hal sebagai berikut:
1. Nilai rata-rata skor akhir pada 5 (lima) bidang pengembangan pasar usaha
sagu di Desa Pengkajoang adalah 1,45. Bidang yang memiliki skor akhir
tertinggi adalah bidang pasar/ekonomi dengan skor akhir 1,71 dan bidang
uang memiliki nilai skor akhir terendah adalah bidang legalitas/institusi
dengan skor akhir 1.
2. Strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha sagu di Desa
Pengkajoang yaitu: Strategi produk (product) dengan mendirikan industri
rumahan, mengelompokkan menjadi 2 (dua) jenis produk, meningkatkan
kualitas produk, dan pemberian identitas produk. Strategi harga (price) yaitu
menentukan tujuan penetapan harga, mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi penetapan harga, dan menetapkan harga yang layak. Strategi
tempat (place) yaitu pemilihan lokasi yang tepat dan strategis, menentukan
metode penyampaian produk, dan memperluas saluran distribusi. Strategi
promosi (promotion) yaitu memperbaiki kualitas dan kuantitas produk,
melakukan sales promotion dan melakukan penjualan secara online. Strategi
orang (people) yaitu memperoleh informasi mengenai minat dan calon
pembeli, meningkatkan pelayanan dan mempengaruhi calon pembeli untuk
membeli produk.

6.2. Saran

Adapun saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian


diatas yaitu diharapkan adanya dukungan dan bantuan dari organisasi, lembaga
maupun pemerintah setempat untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
pengolah sagu dalam mengembangkan usahanya.

61
DAFTAR PUSTAKA

Afuah, A. 2004. Business Model: A strategic management approach. McGraw-


Hill. New York.

Ahyari. A. 2002. Manajemen produksi perencanaan sistem produksi (Edisi


Empat). BPFE. Yogyakarta.

Aisyah, S.R dan S.K.Y. Hiola, 2017. Ekonomi Mikro: Aplikasi dalam bidang
agribisnis. CV. Inti Mediatama. Makassar.

Amrullah. 2016. Strategi pengembangan nilai manfaat langsung kawasan hutan


lambusango kepada masyarakat sekitar hutan. Tesis Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin. Makassar. (Tidak Dipublikasikan).

Anoraga, P. 2007. Pengantar Bisnis: Pendekatan bisnis dalam era globalisasi.


Rineka Cipta. Jakarta.

Anza, B.A. 2016. Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan penumpang


dalam membeli tiket maskapai penerbangan citilink. Ilmu dan Riset
Manajemen. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. 5 (6), 1-20.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.


Jakarta.

Assauri, S. 2013. Manajemen pemasaran. Rajawali Pers. Jakarta.

Batseba, M.W. Tiro, S. Tijaroh, dan Usman. 2000. Teknologi peningkatan


produktivitas ayam buras. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya
Barat Jayapura. Hal 24-28.

Bintoro, H.M.H., H.M. Yanuar, J. Purwanto, dan S. Amarilis. 2010. Sagu di lahan
gambut. IPB Press. Bogor.

Dafrita, I.E. 2015. Ilmu dan hakekat ilmu pengetahuan dalam nilai agama. IAIN
Pontianak. 9 (2), 159-179

Fadila, I. 2010. Potensi sagu dalam upaya disverifikasi pangan. Universitas


Terbuka. Tangerang.

Flach, M. 1983. Yield potensial of the sago palm (Metroxylon sago) and its.
realization. First International Sago Symposium. Kuching, 5-7 juli. Pp.
157-177.

Harahap, S.S. 2009. Analisis kritis atas laporan keuangan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.

62
Harianto, E.V. dan Mustamu, R.H. 2014. Analisis strategi bersaing perusahaan
panel listrik. Agora Program Studi Manajemen Universitas Kristen Petra.
2 (1), 24-32.

Hurriyati, R. 2010. Bauran pemasaran dan loyalitas konsumen. Alfabeta.


Bandung.

Ibrahim, K. dan H. Gunawan. 2015. Dampak kebijakan konversi lahan sagu


sebagai upaya mendukung program pengembangan padi sawah di
kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. Pros Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversity Indonesia. 1 (5), 48-53.

Kotler, P. dan G. Armstrong. 2007. Dasar-dasar pemasaran. Alexander Ltd.


England.

Kotler, P. 2009. Manajemen pemasaran. Erlangga. Jakarta.

Laksana, F. 2008. Manajemen pemasaran (Edisi pertama). Graha Ilmu.


Yogyakarta.

Lecup, I. dan K. Nicholson. 2006. Kewirausahaan dalam bidang hasil tanaman


keras dan hutan berbasis masyarakat. Regional Community Forestry
Training Center for Asia and The Pasific Indonesia. Jakarta.

Maherawati, R.B. Lestari, dan Haryadi. 2011. Karakteristik pati dari batang sagu
kalimantan barat pada tahap pertumbuhan yang berbeda. Agritech Fakultas
Teknologi Pertanian UGM, 31 (1), 44-47.

Makmur dan Saprijal. 2015. Strategi pemasaran dalam meningkatkan volume


penjualan (studi pada s-mart swalayan pasar pengairan). Ilmiah Cano
Ekonomos Fakultas Ekonomi Universitas Pasir Pengairan,Riau. 3 (1). 41-
56.

Mevita, A.S. 2013. Pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen.


Ilmu dan Riset Manajemen. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, 2
(9), 28-31.

Parker, R. 2003. Introduction to food science. Delmar, Thomson Learning Inc.


New York.

Phillips, G.O., dan P.A. Williams. 2000. Handbook of hydrocolloids. Boca Raton,
Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC. New York.

Rachmawati, R. 2011. Peranan bauran pemasaran (marketing mix) terhadap


peningkatan penjualan (sebuah kajian terhadap bisnis restoran).
Kompetensi Teknik Fakultas Teknik Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi
Universitas Negeri Semarang. 2 (2), 143-150

Rambat, L. dan A. Hamdani. 2009. Manajemen pemasaran jasa (Edisi 2). Penerbit
Salemba Empat. Jakarta.

63
Selang, C.A.D. 2013. Bauran pemasaran (marketing mix) pengaruhnya terhadap
loyalitas konsumen pada fresh mart bahu mall Manado. Emba Fakultas
Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sam Ratulangi, Manado. 1 (3),
74-79.

Soekanto, S. 2002. Sosiologi suatu pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,


dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sukirno, S. 2007. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Suryana. 2006. Pedoman kiat dan proses menuju sukses (Edisi 3). Salemba
Empat. Jakarta.

Swastha, B.D.H. dan Irawan. 2006. Manajemen pemasaran modern. Liberty.


Yogyakarta.

Syakir, M dan E. Karmawati. 2013. Potensi Tanaman Sagu (Metroxylon spp.)


sebagai Bahan Baku Bioenergi. Perspektif. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 12 (2) 57-64.

Tenda, E.T., R.T.P. Hutapea, dan M. Syakir. 2009. Sagu tanaman perkebunan
penghasil bahan bakar nabati. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Hal 143-160.

Timisela, N.R. 2006. Analisis usaha sagu rumahtangga dan pemasarannya.


Agroforestri. Fakultas Pertanian Unpatti Ambon, 1 (3), 57-64

Tirta, P.W.W.K., N. Indrianti, dan R. Ekafitri. 2013. Potensi tanaman sagu


(Metroxylon sp.) dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
Pangan, 22 (1), 61-78

Tjiptono, F. 2008. Strategi pemasaran. Edisi Kedua. Penerbit Bayu Media.


Malang.

Ulus, A.A. 2013. Bauran pemasaran pengaruhnya terhadap keputusan pembelian


mobil daihatsu pada pt. astra internasional manado. Emba Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurnal Manajemen Universitas Sam Ratulangi,
Manado. 1 (4). 1134-1144.

64
LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan kuesioner

a. Identitas responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Mata Pencaharian
• Utama :
• Sampingan :
6. Jumlah Tanggungan
• Didalam rumah :
• Diluar rumah :
7. Harga penjualan : …./ Karung
8. Jumlah pati yang dijual : …./ Bulan

b. Pengembangan usaha
Pasar/Ekonomi
1. Siapa saja konsumen sagu? Apakah hanya masyarakat sekitar lokal?
2. Berapa lama waktu yang diperlukan dalam pengangkutan komoditi/produk?
3. Bagaimana permintaaan sagu? Apakah lebih besar dari ketersediaannya atau
lebih kecil?
4. Bagaimana jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani? Besar atau kecil?
5. Bagaimana persebaran tanaman sagu di desa ini?
6. Berapa banyak pengelola sagu di desa? Bagaimana persaingan antara sesama
pengelola sagu dalam mendapatkan pembeli?
7. Berapa modal yang digunakan dalam usaha ini? Dan bagaimana hasil
penjualan sagu? Apakah hasilnya lebih besar dari modal atau lebih kecil?
8. Bagaimana alat transportasi yang digunakan dalam pengangkutan produk?
9. Apa hambatan dalam mengolah produk?

65
Sumber Daya Alam
1. Bagaimana cara anda mengambil/memanen tanaman sagu? Apakah sekali
memanen langsung panen habis atau panen sebagian?
2. Berapa kali pemanenan dan pengolahan dilakukan? Apakah kurang dari 4 kali
per bulan atau lebih? Dan berapa batang yang dipanen dan diolah dalam 1
kali?
3. Berapa lama waktu yang digunakan dalam memanen tanaman sagu?
4. Bagaimana dampak jika memanen dilakukan secara terus menerus?
5. Bagaimana regenerasi tanaman sagu ini? Regenerasi alami atau budidaya?
6. Apa dampak dalam mengolah produk ini terhadap lingkungan sekitar?

Sosial/Budaya
1. Berapa banyak tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ini?
2. Apakah pekerjanya orang-orang sekitar desa ini?
3. Apakah pekerja dalam usaha ini kebanyakan laki-laki atau perempuan?
4. Bagaimana kecepatan dalam mengelola komoditi? Apakah tergantung pada
gender si pekerja?

Legalitas/Institusi
1. Apakah usaha ini didukung oleh lembaga/organisasi/pemerintah?
2. Dalam bentuk apa dukungan dari lembaga/organisasi/pemerintah?
3. Apakah dengan adanya lembaga tersebut dapat membantu pengolah sagu?
4. Bagaimana dampak terhadap kualitas produk dengan adanya bantuan dari
lembaga/organisasi/pemerintah?
5. Apakah ada penyuluhan yang dibantu oleh pemerintah untuk mendatangkan
orang yang ahli dalam bidang ini?

Teknologi
1. Teknologi apa yang digunakan dalam mengolah usaha sagu di desa ini?
2. Apakah ada teknologi setempat yang memungkinkan untuk digunakan oleh
para petani?
3. Apakah ada keahlian khusus para petani sagu dalam hal mengelola sagu?
4. Para petani mendapatkan keahlian atau informasi-informasi untuk mengolah
sagu darimana?

66
Lampiran 2. Identitas responden

Mata Pencaharian Jumlah Tanggungan Harga Jumlah yang


No Jenis Umur Pendidikan
Nama penjualan terjual
responden kelamin (tahun) terakhir Didalam Diluar
Utama Sampingan (Rp.) (kg/bulan)
rumah rumah
Pengolah
1 Opu Tola Laki-laki 72 SMP - 2 orang - 110.000 6.000
sagu
Penjaga Pengolah
2 Pak Manik Laki-laki 61 SMP 2 otamg - 110.000 6.000
kebun sagu
Pak Pengolah
3 Laki-laki 58 SD - - 4 orang 110.000 8.000
Suwanto sagu
Pengolah
4 Pak Umar Laki-laki 60 SMP - 5 orang - 110.000 8.000
Sagu
Pengolah
5 Pak Basir Laki-laki 67 SMP - 2 orang - 110.000 5.200
sagu
Pak Tambak Pengolah
6 Laki-laki 55 SMP 6 orang - 110.000 6.000
Nasrullah ikan sagu
Pengolah Petani
7 Pak Teguh Laki-laki 45 SMP 4 orang - 110.000 8.400
sagu coklat
Pengolah
8 Pak Rihing Laki-laki 50 SMP - 5 orang - 110.000 8.000
sagu
Pengolah
9 Pak Kambo Laki-laki 70 SD - 2 orang - 110.000 4.000
sagu

67
Lampiran 3. Hasil wawancara pihak pengolah sagu

Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pasar/Ekonomi

Siapa saja
Pengepul Pengepul Pengepul Pengepul Pengepul
konsumen sagu? Pengepul besar
besar dan besar dan besar dan besar dan Masyarakat Masyarakat besar dan
Apakah hanya dan masyarakat Masyarakat lokal
masyarakat masyarakat masyarakat masyarakat lokal lokal masyarakat
masyarakat sekitar lokal
lokal lokal lokal lokal lokal
lokal?

Pengepul Pengepul Pengepul Pengepul Pengepul


Berapa lama waktu besar (±7km) besar (±8km) besar (±7km) besar (±7km) besar (±7km) Pengepul besar
Konsumen Konsumen
yang diperlukan : 3 jam : 4 jam : 3 jam : 4 jam : 3 jam (±7km) : 3 jam Konsumen lokal
lokal (±1km) lokal (±1km) :
dalam pengangkutan Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen lokal (±1km) : 1-2 jam
: 1-2 jam 1-2 jam
komoditi/produk? lokal (±1km) lokal (±1km) lokal (±1km) loka (±1km) : lokal (±1km) (±1km) : 1 jam
: 1 jam : 1 jam : 1 jam 1 jam : 1 jam

Bagaimana Jumlah
Permintaan Permintaan Permintaan Permintaan Permintaan Permintaan Jumlah produksi
permintaaan sagu? produksi Permintaan nya
nya melebihi nya melebihi nya melebihi nya melebihi nya melebihi nya melebihi mencukupi
Apakah lebih besar mecukupi melebihi jumlah
jumlah jumlah jumlah jumlah jumlah jumlah permintaan yang
dari ketersediaannya permintaan produksi
produksi produksi produksi produksi produksi produksi kecil
atau lebih kecil? yang kecil
Memproduksi Memproduksi
Bagaimana jumlah Jumlah dengan Jumlah dengan Memproduksi
Jumlah produksi
produksi yang Jumlah produksi membeli Jumlah Mengolah 13 produksi besar, membeli dengan membeli
kecil, mengolah
dihasilkan oleh produksi sesuai batang sagu, produksi batang sagu mengolah 15 batang sagu, batang sagu,
10 batang sagu
petani? Besar atau besar permintaan sebanyak 20 besar per bulan batang sagu sebanyak 21 sebanyak 20
per bulan
kecil? konsumen pohon per per bulan pohon per pohon per bulan
bulan bulan

68
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Bagaimana
Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang
persebaran tanaman
ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan ditemukan
sagu di desa ini?

Berapa banyak
pengelola sagu di 9 orang. 9 orang. 9 orang. 9 orang. 9 orang.
9 orang. 9 orang.
desa? Bagaimana Pengolah Pengolah Pengolah Pengolah Pengolah 9 orang. 9 orang.
Pengolah Pengolah sagu
persaingan antara sagu sagu sagu sagu sagu Pengolah sagu Pengolah sagu
sagu memiliki memiliki
sesama pengelola memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki
konsumen konsumen
sagu dalam konsumen konsumen konsumen konsumen konsumen konsumen tetap konsumen tetap
tetap tetap
mendapatkan tetap tetap tetap tetap tetap
pembeli?

Modal untuk
Berapa modal yang pemeliharaan
Hasil Hasil Hasil Keuntungan
digunakan dalam alat, Keuntungan dari
penjualan penjualan penjualan dari hasil
usaha ini? Dan pembelian hasil penjualan Hasil penjualan
Hasil olahan sagu olahan sagu olahan sagu penjualan
bagaimana hasil Lebih besar bensin dan olahan sagu olahan sagu tidak
penjualan nya tidak pernah tidak pernah tidak pernah olahan sagu
penjualan sagu? daripada membeli selalu lebih pernah lebih
melebihi lebih kecil lebih kecil lebih kecil selalu lebih
Apakah hasilnya modal batang sagu. besar daripada kecil dari modal
modal dari modal dari modal dari modal besar daripada
lebih besar dari Hasil modal yang yang digunakan
yang yang yang modal yang
modal atau lebih penjualannya dikeluarkan
digunakan digunakan digunakan dikeluarkan
kecil? melebihi
modal
Bagaimana alat
Motor atau Motor atau
transportasi yang Motor atau
Motor dan Motor dan becak motor Motor dan Motor atau Motor atau becak motor
digunakan dalam becak motor dan Motor
mobil pickup mobil pickup dan mobil mobil pickup becak motor becak motor dan mobil
pengangkutan mobil pickup
pickup pickup
produk?

69
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bekerja Mencari
Bekerja hanya
hanya berdua penjual batang
berdua dengan
Mencari dengan istri sagu dan Mencari
Susah Mencari orang istri jadi waktu
orang yang Lama jadi waktu pekerjaan ini orang yang
Apa hambatan Tanaman mendapatkan yang menjual pengerjaannya
menjual menunggu pengerjaan hanya menjual
dalam mengolah sagu harang orang yang tanaman sagu lama dan hasil
tanaman sagu tanaman yang nya lama dan pekerjaan tanaman sagu
produk? ditemukan menjual sampai ke desa olahan yang
sampai ke siap panen hasil olahan sampingan, sampai ke
batang sagu lain dihasilkan hanya
desa lain yang jadi susah desa lain
sedikit. Umur
dihasilkan membagi
juga sudah tua
hanya sedikit waktu
Sumber Daya Alam

Bagaimana cara
anda mengambil/
Memanen Memanen Memanen Memanen Memanen Memanen Memanen Memanen Memanen
memanen tanaman
tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu tanaman sagu
sagu? Apakah sekali
yang siap yang siap yang siap yang siap yang siap yang siap yang siap yang siap panen yang siap panen
memanen langsung
panen saja panen saja panen saja panen saja panen saja panen saja panen saja saja saja
panen habis atau
panen sebagian?
Apakah pemanenan
dan pengolahan 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 3 kali panen, 2 kali panen,
dilakukan kurang dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali dalam 1 kali
dari 4 kali per bulan mengolah 5 mengolah 5 mengolah 7 mengolah 7 mengolah 4 mengolah 5 mengolah 7 mengolah 7 mengolah 5
atau lebih? Dan batang. batang. batang. batang. batang. batang. batang. batang. batang.
berapa batang yang 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen 3 kali panen (20 2 kali panen (10
dipanen dan diolah (15 batang) (15 batang) (20 batang) (20 batang) (13 batang) (15 batang) (21 batang) batang) batang)
dalam 1 kali?

70
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Berapa lama waktu


yang digunakan
1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari
dalam memanen
tanaman sagu?

Tidak apa- Tidak apa-


Bagaimana dampak Tidak apa- Tidak apa-apa,
apa, karena apa, karena
jika memanen Akan tumbuh apa karena Akan tumbuh Tidak apa- karena akan
akan tumbuh Tidak apa-apa akan tumbuh Tidak apa-apa
dilakukan secara tunas baru akan tumbuh tunas baru apa tumbuh tunas
tunas yang tunas yang
terus menerus? tunas baru yang baru
baru baru

Bagaimana
regenerasi tanaman
sagu ini? Regenerasi Alami Alami Alami Alami Alami Alami Alami Alami Alami
alami atau
budidaya?

Tidak
berdampak
Menimbulkan Menimbulkan
Tidak negatif dan Menimbulkan
Apa dampak dalam Menimbulkan Menimbulkan bau yang bau yang Menimbulkan Menimbulkan
berdampak mengganggu bau yang kurang
mengolah produk ini bau tapi tidak bau tapi tidak kurang enak kurang enak bau tapi tidak bau tapi tidak
negatif yang warga sekitar. enak tapi tidak
terhadap lingkungan mengganggu mengganggu tapi tidak tapi tidak mengganggu mengganggu
mengganggu ampasnya mengganggu
sekitar? warga sekitar warga sekitar mengganggu mengganggu warga sekitar warga sekitar
masyarakat dijadikan warga sekitar
warga sekitar warga sekitar
makanan
hewan ternak

71
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sosial/Budaya

Berapa banyak
tenaga kerja yang
3-4 orang 3-4 orang 3-4 orang 3-4 orang 2 orang 3 orang 3 orang 3-4 orang 2 orang
digunakan dalam
usaha ini?

Bekerja sama
Bekerja sama Bekerja warga
dengan
dengan Mempekerjak sekitar yaitu
Apakah pekerjanya pengolah
Anggota Anggota pengolah Bekerja Anggota an warga dengan pengolah Bekerja dengan
orang-orang sekitar sagu lainnya
keluarga keluarga sagu lain (Pak dengan istri keluarga sekitar (2 sagu lainnya istri
desa ini? (Pak Umar
Suwanto dan orang) (Pak Umar dan
dan Pak
Pak Rihing) Pak Suwanto)
Rihing)

Apakah pekerja
dalam usaha ini
Laki-laki dan Laki-laki dan
kebanyakan laki- Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
perempuan perempuan
laki atau
perempuan?

Bagaimana
kecepatan dalam
1 batang 1 batang 1 batang 1 batang 1 batang 1 batang 1 batang 1 batang
mengelola 1 batang
dikerjakan 2- dikerjakan 2- dikerjakan 2- dikerjakan 2- dikerjakan 5 dikerjakan 3 dikerjakan 2- dikerjakan 2-3
komoditi? Apakah dikerjakan 5 hari
3 hari 3 hari 3 hari 3 hari hari hari 3 hari hari
tergantung pada
gender si pekerja?

72
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Legalitas/Institusi

Apakah usaha ini


didukung oleh
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
lembaga/ organisasi/
pemerintah?

Dalam bentuk apa


dukungan dari
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
lembaga/ organisasi/
pemerintah?

Apakah dengan
adanya lembaga
tersebut dapat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
membantu pengolah
sagu?

Bagaimana dampak
terhadap kualitas
produk dengan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
adanya bantuan dari
lembaga/ organisasi/
pemerintah?
Apakah ada
penyuluhan yang
dibantu oleh
pemerintah untuk Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali Pernah 1 kali
mendatangkan
orang yang ahli
dalam bidang ini?

73
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Teknologi
Alat produksi Alat produksi Alat produksi Alat produksi Alat produksi Alat produksi
menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan Alat produksi menggunakan
alat alat alat alat alat menggunakan alat Alat produksi Alat produksi
tradisional tradisional tradisional tradisional tradisional alat tradisional tradisional menggunakan menggunakan
seperti seperti seperti seperti seperti seperti parang, seperti alat tradisional alat tradisional
Teknologi apa yang
parang, parang, parang, parang, parang, kapak, parang, seperti parang, seperti parang,
digunakan dalam
kapak, kapak, kapak, kapak, kapak, baskom, kapak, kapak, baskom, kapak, baskom,
mengolah usaha
baskom, baskom, baskom, baskom, baskom, penyaring, baskom, penyaring, penyaring,
sagu di desa ini?
penyaring, penyaring, penyaring, penyaring, penyaring, chainsaw, penyaring, chainsaw, mesin chainsaw, mesin
chainsaw, chainsaw, chainsaw, chainsaw, chainsaw, mesin pompa chainsaw, pompa air dan pompa air dan
mesin pompa mesin pompa mesin pompa mesin pompa mesin pompa air dan mesin mesin pompa mesin parut mesin parut
air dan mesin air dan mesin air dan mesin air dan mesin air dan mesin parut air dan mesin
parut parut parut parut parut parut
Apakah ada
Tidak ada, Tidak ada, Tidak ada, Tidak ada, Tidak ada, Tidak ada, Tidak ada,
teknologi setempat Tidak ada, Tidak ada,
semua alat semua alat semua alat semua alat semua alat semua alat semua alat
yang semua alat semua alat
produksi produksi produksi produksi produksi produksi produksi
memungkinkan produksi dimiliki produksi
dimiliki dimiliki dimiliki dimiliki dimiliki dimiliki dimiliki
untuk digunakan sendiri dimiliki sendiri
sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri
oleh para petani?

Apakah ada
keahlian khusus Mempunyai Mempunyai Mempunyai Mempunyai Mempunyai
Mempunyai Mempunyai Mempunyai cara Mempunyai cara
para petani sagu cara cara cara cara cara
cara tersendiri cara tersendiri tersendiri tersendiri
dalam hal mengelola tersendiri tersendiri tersendiri tersendiri tersendiri
sagu?

74
Responden
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Para petani
mendapatkan
keahlian atau Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman Pengalaman
informasi-informasi sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri sendiri
untuk mengolah
sagu darimana?

75
Lampiran 4. Tabel penilaian

Hasil skoring 5 (lima) bidang pengembangan pasar terhadap usaha sagu di


Desa Pengkajoang, Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara (9 orang
responden).
Jumlah yang
Nilai Skor
Indikator Kategori Skor memilih
Bobot Akhir
(orang)
Pasar/ekonomi
Cepat 2 9 18
Distribusi 2
Lambat 1 0 0
Besar 2 6 12
Struktur pasar 1,6
Kecil 1 3 3
Besar 2 7 14
Potensi pasar (permintaan) 1,7
Kecil 1 2 2
Kuat 2 0 0
Persaingan produk sejenis 1
Lemah 1 0 9
Tinggi 2 9 18
Keuntungan 2
Rendah 1 0 0
Memadai 2 9 18
Prasarana 2
Tidak memadai 1 0 0
Total 10,3
Sumber Daya Alam
Pemanenan dan Sering 2 0 0
1
pengolahan produk Jarang 1 9 9
Dampak dari mengolah Positif 2 5 10
produk terhadap 2
lingkungan Negatif 1 4 4
Penilaian kerberlanjutan Terkendali 2 9 18
2
pasokan Tidak terkendali 1 0 0
Total 5
Sosial/budaya
Kontrol atas Cepat 2 7 14
1,7
komoditi/produk Lambat 1 2 2
Potensi menciptakan
Banyak 2 4 8
tenaga kerja 1,4
Sedikit 1 5 5
Total 3,1
Legalitas/institusi
Peran lembaga/organisasi Tinggi 2 0 0
1
setempat/pemerintah Rendah 1 9 9
Kontribusi dalam Tinggi 2 0 0
1
meningkatkan penghasilan Rendah 1 9 9
Total 2
Teknologi
Penggunaan teknologi Ada 2 9 18
2
dalam produksi Tidak 1 0 0
SDM: Keterampilan dan Tinggi 2 9 18
2
keahlian Rendah 1 0 0
Tinggi 2 0 0
Ilmu pengetahuan 1
Rendah 1 9 9
Total 5

76
Lampiran 5. Dokumentasi observasi lapangan

a. Pemanfaatan tananam sagu oleh masyarakat di Desa Pengkajoang

Tanaman Sagu Daun digunakan sebagai atap

Pelepah digunakan sebagai kayu Ampas digunakan sebagai pakan


bakar ternak

b. Wawancara dengan pihak pengolah sagu

77
c. Hasil olahan sagu mulai dari proses perendaman hingga menjadi produk yang
siap dipasarkan
d.

Proses perendaman Proses perendaman

Sagu basah

Sagu basah Sagu basah dikemas dalamkarung 50 kg

Sagu basah dikemas dalam tumang 15 kg

78
Lampiran 6. Dokumentasi Alat-alat produksi

Baskom Penyaring

Kapak Chainsaw

Mesin pemarut Mesin pompa dan penampungan air

79

Anda mungkin juga menyukai