Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN KEGIATAN PEMBANGUNAN

MODEL KAMPUNG RAMAH AIR HUJAN


DAS BRIBIN

TAHUN 2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PEMBANGUNAN
MODEL KAMPUNG RAMAH AIR HUJAN DAS BRIBIN
TAHUN 2021

Dinilai Oleh, Disusun Oleh,


Kepala Seksi Evaluasi DAS & HL

Supriyatno Saputro, S.Hut Satwika Indri Masrianti, S.Hut


NIP. 197108061990111001 NIP. 198205032009122004

Yogyakarta, Oktober 2021


Disahkan oleh
Kepala BPDASHL Serayu Opak Progo

Arief Setiyo Utomo, S.Hut., M.For.Sc


NIP. 197409012000031004

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala limpahan Rahmat, dan Hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Akhir Implementasi Penyusunan Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) ini.
BPDASHL Serayu Opak Progo melaksanakkan kegiatan implementasi
penyusunan Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) tahun 2021 di wilayah DAS
Bribin. DAS Bribin sendiri merupakan DAS prioritas di wilayah BPDASHL Serayu
Opak Progo, wilayah ini memiliki permasalahan penyediaan air untuk kebutuhan
sehari-hari yang sangat kurang meskipun dilain sisi wilayah tersebut menjadi
tempat studi dari berbagai wilayah untuk kegiatan rehabilitasi hutan. Kegiatan
penyusunan KRAH di wilayah tersebut membantu untuk menggambarkan dan
memodelkan serta menentukan daerah di wilayah cangkupan DAS Bribin sesuai
dengan kriteria yang diisyaratkan dalam rancangan KRAH. Harapannya,
permasalah run off yang berdampak pada bencana banjir dan bencana
kekeringan akibat kurang optimalnya kegiatan konservasi tanah dan air dapat
ditingkatkan khususnya pada DAS Bribin.
Buku laporan akhir kegiatan implementasi penyusunan Model Kampung
Ramah Air Hujan (KRAH) ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pertimbangan pengambilan keputusan bagi para pihak khususnya dalam
perencanaan kegiatan konservasi air dan tanah di wilayah tersebut, sehingga
dampak manfaat secara hidrologis dan ekologis dapat terukur serta dirasakan
oleh masyarakat secara signifikan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan
Akhir ini diucapkan terima kasih.
Yogyakarta, Oktober 2021
Kepala BPDASHL Serayu Opak Progo

Arief Setiyo Utomo, S.Hut., M.For.Sc


NIP. 197409012000031004

3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
DAFTAR TABEL 5
DAFTAR GAMBAR 7
I. PENDAHULUAN 8
1.1 Latar Belakang 8
1.2 Maksud dan Tujuan 9
1.3 Sasaran 9
1.3 Lingkup Kegiatan 10
II. BAHAN DAN METODE 11
2.1 Waktu dan Tempat Kegiatan 11
2.2 Bahan dan Alat 11
2.3 Metode 12
III. KONDISI BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI 24
3.1 Karakteristik Biofisik 24
3.2 Karakteristik Sosial Ekonomi 45
IV. HASIL PEMBAHASAN 56
V. KESIMPULAN 89
LAMPIRAN 91

4
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kegiatan Implementasi Penyusunan KRAH 11
Tabel 2.2 Skoring Penentuan Skala Prioritas 14
Tabel 2.3 Lokasi Pembangunan Model KRAH 14
Tabel 2.4 Nilai, Kelas Skor, dan Indikator Jumlah Hari Tanpa Hujan 15
Tabel 2.5 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Intensitas Curah Hujan 15
Tabel 2.6 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan 16
Tabel 2.7 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan 17
Tabel 2.8 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Limpasan dari Peta 17
Rawan Limpasan
Tabel 2.9 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Indeks Penggunaan Air 18
Tabel 2.10 Nilai dan Indikator terhadap Kriteria 19
Tabel 2.11 Rekomendasi Kegiatan terhadap Kriteria yang Buruk 19
Tabel 2.12 Rekomendasi Kegiatan Tiap Lokasi Pembangunan Model 20
KRAH
Tabel 2.13 Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH) 20
Tabel 2.14 Sumur Resapan (SR) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) 21
Tabel 2.15 Banyaknya Bangunan Tiap Lokasi 22
Tabel 2.16 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Kepadatan Penduduk 22
Tabel 2.17 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Tingkat Kesejahteraan 23
Penduduk
Tabel 3.1. Luas Sub DAS pada DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak 28
Progo
Tabel 3.2 Data Curah Hujan wilayah DAS Bribin 30
Tabel 3.3 Rekapitulasi Rata-rata Curah Hujan 32
Tabel 3.4 Besarnya Nilai Rc (Circularity Ratio) DAS Bribin dan Setiap Sub 33
DAS
Tabel 3.5 Bentuk Drainase dan Panjang Sungai Utama pada DAS Bribin 34
Tabel 3.6 Kepadatan Drainase/Sungai pada DAS Bribin 35
Tabel 3.7 Kemiringan Lahan DAS Bribin 36
Tabel 3.8. Sebaran Penggunaan Lahan pada Setiap Sub DAS 39
Tabel 3.9 Jumlah Penduduk di Wilayah DAS Bribin 45
Tabel 3.10. Luas Lahan Pertanian di Wilayah DAS Bribin 50

5
Tabel 3.11 Jumlah KK, KK Petani dan KK Miskin di Wilayah DAS Bribin 53
Tabel 4.1 Sebaran Kelas Prioritas Banjir Wilayah DAS Bribin 56
Tabel 4.2 Kelas Prioritas Satu Kekeringan DAS Bribin 57
Tabel 4.3 ICH pada Delapan Belas Stasiun DAS Bribin 63
Tabel 4.4 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk ICH 64
Tabel 4.5 Jumlah Hari Tanpa Hujan pada Delapan Belas Stasiun DAS 66
Opak
Tabel 4.6 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk JTH 67
Tabel 4.7 Rekapitulasi Desa-Desa Berdasarkan Prioritas dan Kriteria 77
Buruk
Tabel 4.8 Jumlah Unit Rekomendasi Kegiatan 78
Tabel 4.9 Tata Waktu Pelaksanaan 86
Tabel 4.10 Jumlah Pembiayaan Rekomendasi Kegiatan 88

6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pikir Tahapan Pembangunan 13
Model KRAH
Gambar 3.1. Batas DAS Bribin Berdasarkan SK 511 Kementerian 26
Kehutanan
Gambar 3.2. Batas DAS Bribin Berdasarkan Interpretasi Kajian Terkini 26
mengenai Sistem Hidrogeologi Sungai Bawah Tanah Bribin-
Baron
Gambar 3.3. Peta Administrasi DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak 29
Progo
Gambar 3.4 Penggunaan Lahan tegalan 42
Gambar 3.5 Penggunaan Lahan Pemukiman 43

Gambar 3.6 Penggunaan Lahan Sawah Irigasi 44


Gambar 3.7 Penggunaan Lahan Kebun Campur 44
Gambar 3.8 Penggunaan Lahan Belukar 45
Gambar 4.1 Peta Prioritas Kekeringan DAS Bribin 57
Gambar 4.2 Peta Potensi Kekeringan DAS Bribin 58
Gambar 4.3 Peta Faktual Kekeringan DAS Bribin 59
Gambar 4.4 Peta Kelas Priortias Banjir DAS Bribin 60
Gambar 4.5 Peta Kerawanan Banjir DAS Opak 61
Gambar 4.6 Peta Kejadian Banjir DAS Bribin 62
Gambar 4.7 Peta Kriteria Intensitas Curah Hujan DAS Bribin 66

Gambar 4.8 Peta Kriteria JTH DAS Bribin 69


Gambar 4.9 Peta Kriteria Tutupan Lahan DAS Bribin 72
Gambar 4.10 Peta Kelas Limpasan DAS Bribin 74
Gambar 4.11 Peta IPA DAS Bribin 76
Gambar 4.12 Peta Kepadatan Penduduk DAS Bribin 82
Gambar 4.13 Peta Kesejahteraan Penduduk DAS Bribin 85

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selaras dengan komitmen pemerintah dalam pengelolaan sumber
daya air yang tertuang dalam “Deklarasi Nasional Pengelolaan Air” yang
efektif sesuai dalam Kegiatan Penanggulangan Bencana yang dihadiri oleh
12 Menteri pada Tahun 2004 nampaknya belum terimplementasi dengan
baik. Kegiatan penyelamatan air merupakan proses jangka panjang dan
perlu komitmen dari berbagai pihak sehingga diperlukan program kerja
penyelamatan air yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan
khsusunya oleh masyarakat. Salah satu terobosan yang diberikan dalam
pelaksanaan konservasi tanah dan air adalah Pembangunan Model
Kampung Ramah Air Hujan (KRAH). Pembangunan ini di desain dengan
konsep kolaboratif antar instansi, pemerintah daerah, pemerintah pusat,
swasta, kelompok masyarakat, dan akademisi yang dimana gerakan ini
akan memicu terbangunnya kampung-kampung di wilayah Daerah Aliran
Sungai (DAS) khsusunya yang dapat menekan seminimal mungkin untuk
terdampak bencana banjir dan kekeringan.
DAS Bribin merupakan salah satu DAS yang berada di wilayah
kewenangan BPDASHL Serayu Opak Progo. Wilayah administrasi dari DAS
Bribin meliputi Kabupaten Gunungkidul. Hasil dari pemetaan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui aplikasi INA Risk
menunjukan jika wilayah yang dilewati DAS Bribin tersebut termasuk ke
dalam wilayah yang sering terjadi bencana kekeringan dan beberapa
wilayah juga mulai terjadi bencana banjir. Selain itu, kepadatan penduduk
di Kabupaten Gunungkidul yang menjadi wilayah utama dilewatinya DAS
Bribin semakin tahun terus meningkat akibat perkembangan kawasan
wisata yang sejalan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Kepadatan penduduk ini menjadikan permasalahan penyediaan air semakin
meningkat karena wilayah Kabupaten Gunungkidul berada di wilayah karst
yang secara makro tidak dapat meresapkan air tetapi tidak memungkinkan
dapat memanfaatkan sungai bawah tanah yang harus memakan dana
besar. Oleh sebab itu, pemilihan DAS Bribin sebagai model dalam
8
Pembangunan Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) menjadi sangat penting.
Permasalahan Kabupaten Gunungkidul yang cenderung berfokus pada
penyediaan kebutuhan sumber daya air kebutuhan sehari-hari hingga
sampai sekarang masih belum optimal, sedangkan destinasi wisatawan
yang berkunjung ke Yogyakarta sebagian besar menuju Kabupaten
Gunungkidul. Sehingga, keberhasilan kegiatan Pembangunan Model
Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) nantinya akan dapat dijadikan sebagai
wilayah studi bagi instansi dan stakeholder lain untuk dapat diduplikasi di
daerah masing-masing.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari kegiatan Pembangunan Model Kampung
Ramah Air Hujan (KRAH) di DAS Bribin adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa kerawanan bencana banjir dan kekeringan di wilayah DAS
Bribin
2. Mengelompokan wilayah desa sesuai dengan kategori kerawanan
bencana di wilayah DAS Bribin
3. Menentukan besaran kebutuhan rencana dalam penanggulan bencana
banjir dan kekeringan di setiap wilayah desa di dalam wilayah DAS
Bribin
4. Memberikan rekomendasi untuk Pembangunan Model Kampung Ramah
Air Hujan dalam wilayah DAS Bribin

1.3 Sasaran
Sasaran dari kegiatan Pembangunan Model Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) di DAS Bribin adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan bencana banjir di DAS Bribin
2. Pengurangan terjadinya kekeringan di DAS Bribin
3. Peningkatan kualitas lingkungan di DAS Bribin
4. Pemanfaatan air hujan untuk melestarikan air tanah
5. Pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat
DAS Bribin

9
1.4 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan yang disajikan pada dari kegiatan Pembangunan
Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) di DAS Opak adalah sebagai
berikut:
1. Observasi lapangan dan pengambilan sampel model
2. Pemetaan kerentanan bencana banjir dan kekeringan di kawasan DAS
3. Analisa kebutuhan Kegiatan Pembangunan Model KRAH
4. Rekomendasi Model KRAH
5. Sosialisasi dan Evaluasi Kegiatan KRAH

10
BAB II
BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat Kegiatan


2.1.1 Waktu Kegiatan
Kegiatan Pembangunan Model Kampung Ramah Air Hujan
(KRAH) di DAS Bribin dilaksanakan pada bulan April hingga
November tahun 2021. Adapun detail kegiatan disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.1 Kegiatan Implementasi Penyusunan KRAH
Tahun 2021, Bulan ke
No Tahapan Kegiatan
4 5 6 7 8 9 10 11
1 Persiapan dan Koordinasi Kegiatan
2 Pengumpulan Data Pendukung
3 Pengolahan Data
4 Observasi Lapangan Sampel Model
5 Penyusunan Dokumen KRAH
6 Sosialisasi
7 Pelaporan Kegiatan

2.1.2 Tempat Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Model Kampung Ramah
Air Hujan (KRAH) di DAS Bribin di wilayah kerja BPDASHL Serayu
Opak Progo (SOP). Secara administrasi, berada di wilayah
Kabupaten Gunungkidul.

2.2 Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan
Pembangunan Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) di DAS Bribin
adalah sebagai berikut:
1. Software SIG
2. Personal Komputer
3. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50.000

11
4. Peta Administrasi
5. Peta Fungsi Kawasan
6. Peta Batas DAS Prioritas dan Sub Das dalam DAS Prioritas
7. Peta Penutupan Lahan
8. Peta Rawan Banjir
9. Peta Potensi Kekeringan

2.3 Metode
Pemilihan lokasi Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) diawali
dengan penyiapan peta administrasi, peta fungsi kawasan, peta batas DAS
Prioritas/ sub DAS Prioritas, peta rawan banjir, dan peta potensi
kekeringan. Penggunaan peta melalui pembobotan berdasarkan kriteria
atau kondisi sebelum digunakan. Kegunaaan dari peta untuk mengawali
persiapan kegiatan KRAH adalah sebagabi berikut:
1. Peta administrasi berguna untuk memberikan gambaran wilayah
administrasi yang digunakan dalam penyusunan dokumen KRAH
2. Peta fungsi kawasan berguna untuk memberikan gambaran lokasi yang
ada di dalam dan di luar kawasan
3. Peta batas DAS prioritas atau sub DAS dalam DAS prioritas digunakan
untuk memberikan gambaran lokasi yang berada di dalamya
4. Peta rawan banjir berguna untuk mendapatkan kondisi lokasi dengan
kriteria tinggi atau sangat tinggi
5. Peta potensi kekeringan berguna untuk mendampatkan kondisi lokasi
yang memiliki kriteria siaga atau awas
Keseluruhan peta tersebut kemudian di-overlay untuk kemudian
dilakukan analisis data. Proses analisa data disesuaikan dengan skala
prioritas yang dibagi menjadi beberapa aspek atau kriteria seperti bencana
banjir dan kekeringan. Semua data yang digunakan untuk menganalisa
memanfaatkan data faktual kejadian banjir dengan frekuensi banjir 1 kali
setiap tahun (tinggi) dan lebih dari 1 kali dalam setahun (sangat tinggi)
serta menggunakan data faktual kejadian kekeringan yang diperoleh dari
data jumlah hari tanpa hujan > 31 hari (siaga) dan jumlah hari tanpa hujan
> 61 hari (awas), seperti yang terdapat pada gambar dan tabel berikut ini.

12
Peta Peta Potensi Peta Peta Fungsi Peta DAS
Rawan Kekeringan Administra-si Kawasan Prioritas
Banjir

Lokasi Banjir/
Kekeringan/
Faktuasi/ Cek
Lapangan
Lokasi KRAH
Jumlah Hari
Tanpa Hujan

Intensitas
Hujan

Tutupan Lahan

Limpasan

Jenis Kegiatan
dan Lokus Indeks
(Program) Pemanfaatan
Kepadatan Air
Penduduk

Kesejahteraan
Penduduk

Lokasi
Prioritas
Sumber
Anggaran
APBN

Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pikir Tahapan Pembangunan Model KRAH

Sedangkan untuk penelutuan skala prioritas, penilaian yang harus


dipenuhi disajikan pada tabel berikut ini.

13
Tabel 2.2 Skoring Penentuan Skala Prioritas
No Aspek/Kriteria Kelas Nilai Prioritas
1 2 3 4 5
A. Banjir Skor:
2 = P. 3
3 = P. 2
4 = P. 1
1. Kerawanan Banjir (KB) a. Tinggi 1
b. Sangat Tinggi 2
2. Faktual Kejadian Banjir (FB) a. 1 x dalam setahun 1
b. > 1 x dalam setahun 2
B. Kekeringan
1 Potensi Kekeringan (PK) a. Siaga 1 Skor:
b. Awas 2 2 = P. 3
2 Faktual Kekeringan (FK) a. > 31 Hari tanpa Hujan 1 3 = P. 2
b. > 61 Hari tanpa Hujan 2 4 = P. 1
Skor = Nilai PK + Nilai FK

Penggunaan nilai skoring digunakan untuk menentukan skala prioritas


(P) yang merupakan gabungan dari skor dari nilai pada masing-masing
aspek atau kriteria sesuai dengan kelasnya. Hasilnya kemudian dimasukan
ke dalam rekomendasi lokasi KRAH seperti yang disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.3 Lokasi Pembangunan Model KRAH
Prioritas (P)/ Super
No DAS Prioritas Lokasi
Prioritas (SP)
1 2 3 4 5 6
1
2
3
dst

14
Setelah penentuan skala prioritas di kawasan DAS Prioritas yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penilaian indikator dan analisis
yang memanfaatkan kriteria sebagai berikut:
1. Jumlah Hari tanpa Hujan (JTH)
Deret hari tanpa hujan berturut-turut atau diistilahkan dengan dry
spell adalah jumlah hari kering (hari tidak ada hujan) berurutan yang
tidak diselingi oleh hari basah (hari hujan). Semakin banyak jumlah
hari tanpa hujan, maka potensi kekeringan semakin besar seperti
yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Nilai, Kelas Skor, dan Indikator Jumlah Hari Tanpa Hujan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
1 – 5 hari Sangat Pendek 1
6 -10 hari Pendek 2 Baik
Jumlah
11 -20 hari Menengah 3
Tanpa
21 – 30 hari Panjang 4
Hujan
31 – 60 hari Sangat Panjang 5 Buruk
>60 hari Ekstrem 6
Sumber: BMKG (Modifikasi)

2. Intensitas Curah Hujan (ICH)


Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan (mm) yang turun
dalam satuan waktu, data ini jatuh dalam wilayah tertentu yang dapat
diketahui dari statistic atau data yang dikeluarkan oleh BMKG. Berikut
disajikan tabel nilai, kelas, skor, dan indikator yang digunakan.
Tabel 2.5 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Intensitas Curah Hujan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
0,5 - < 20 mm/hari Ringan 1
Baik
20 - < 50 mm/hari Sedang 2
Intensitas
50/ , 100 mm/hari Lebat 3
Hujan
100 – 150 mm/hari Sangat Lebat 4 Buruk
>150 Ekstrim 5
Sumber: BMKG (Modifikasi)

15
3. Tutupan Lahan (TL)
Analisa tutupan lahan adalah penutupan lahan yang berupa vegetasi.
Presentase luas lahan berpenutupan vegetasi permanen yang
merupakan perbandingan luas lahan bervegetasi permanen dengan
luas DAS.

Keterangan:
PPV : Persentase Luas Lahan Bervegetasi
LVP : Luas Lahan Bervegetasi

Data penutupan lahan memanfaatkan vegetasi permanen yang


diperoleh dari data sekunder hasil indetifikasi citra beresolusi tinggi.
Hal yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah tanaman
tahunan, kebun, dan semak belukar. Untuk nilai, kelas, skor, dan
indikatornya disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
PPV ≤ 20 Sangat Buruk 1
Buruk
20 < PPV ≤ 40 Buruk 2
Tutupan
40 < PPV ≤ 60 Sedang 3
Lahan
60 < PPV ≤ 80 Baik 4 Baik
PPV > 80 Sangat Baik 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)

4. Limpasan (L)
Besaran limpasan yang terjadi dapat diketahui dengan Nilai Koefisien
Aliran Tahunan (C). Nilai C yang mempunyai besaran tinggi
menunjukan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim hujan (air
banjir) yang terjadi besar, sedangkan pada musim kemarau aliran air
yang sangat kecil atau menunjukan kekeringan. Secara tidak langsung
kondisi ini menunjukan bahwa daya resap lahan kurang mampu
menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh serta air limpasannya
banyak yang mengalir ke sungai selanjutnya ke laut.
16
Keterangan:
C : Koefisien Aliran Tahunan
K : Faktor Konfersi (365 x 86.400) / 10
A : Luas DAS (HA)
Q : Debit Rata-rata Tahunan (m3/detik)
CH : Curah Hujan Rerata Tahunan (mm/th)
Adapun tabel nilai, kelas, skor, dan indikatornya disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.7 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
C < 0,2 Sangat Buruk 1
Koefisien 0,2 < C < 0,3 Rendah 2 Baik
Rezim Aliran 0,3 < C < 0,4 Sedang 3
Tahunan (C) 0,4 < C < 0,5 Tinggi 4
Buruk
C > 0,5 Sangat Tinggi 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)

Besar limpasan juga dapat diperoleh dari peta rawan limpasan yang
bisa didapatkan dari BIG (Badan Informasi Geospasial) dengan wali
data Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran
Sungai, Direktorat Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung, KLHK. Nilai, kelas, skor, dan indicator dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.8 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Limpasan dari Peta
Rawan Limpasan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
L ≤ 40 Rendah 1
Baik
Limpasan 041 < L ≤ 55 Normal 2
(L) 56 < C ≤ 95 Tinggi 3
Buruk
L > 95 Ekstrim 4
Sumber: P.7/DAS-V/2011

17
5. Indeks Pemanfaatan Air (IPA)
Indeks Penggunaan Air (IPA) ditunjukkan dari jumlah pemakaian air
yang dibandingkan dengan kuantitas ketersediaan air pada Daerah
Aliran Sungai (DAS). Nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) adalah
perbandingan jumlah air yang bisa dimanfaatkan dlam satu tahun
dengan jumlah penduduk yang menggunakan air. Nilai IPA juga bisa
didapat dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan wali data
Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Keterangan:
IPA = Ketersediaan air per kapita per tahun (m3/tahun)
Q = Debit air sungai dalam m3/tahun
Kriteria dari klasifikasi kelas IPA seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.9 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Indeks Penggunaan Air
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
IPA > 6.800 Sangat Baik 1
5.100 < IPA ≤ Baik 2 Buruk
6.800
Indeks
3.400 < IPA ≤ Sedang 3
Penggunaan
5.100
Air (IPA)
1.700 < IPA ≤ Jelek 4 Baik
3.400
IPA > 1.700 Sangat Jelek 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)

Setelah itu, masing-masing nilai dan indikator dari semua kriteria


dimasukkan dalam tabel di bawah ini.

18
Tabel 2.10 Nilai dan Indikator terhadap Kriteria
Lokasi Kriteria
No Nilai/
Desa Kec. Kab. JTH ICH TL L IPA
Indikator
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai
1
Indikator
Nilai
2
Indikator
Nilai
3
Indikator

Setelah penentuan kriteria dan nilai masing-masing wilayah, dilakukan


penentuam rekomendasi rencana kegiatan. Untuk menentukan
rekomendasi rencana kegiatan, maka perlu ditetapkan program terhadap
setiap kriteria dengan indicator buruk seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.11 Rekomendasi Kegiatan terhadap Kriteria yang Buruk
No. Kriteria Program
1. Jumlah Hari Tanpa Hujan Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH)
(JTH)
2. Intensitas Curah Hujan Sumur Resapan (SR)
(ICH) Lubang Resapan Biopori (LRB)
Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH)
3. Tutupan Lahan (TL) Penghijauan (PHJ)
4. Limpasan (L) Embung (Emb)
Sumur Resapan (SR)
Kolam Retensi (KR)
5. Indeks Penggunaan Air Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH)
(IPA)

19
Selanjutnya, masing-masing wilayah dapat dikethui rekomendasi
kegiatannya. Masing-masing kegiatan dapat dimasukkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.12 Rekomendasi Kegiatan Tiap Lokasi Pembangunan Model KRAH
Lokasi
No. Rekomendasi
Desa Kec. Kab.
1 2 3 4 5
1.
2.

Banyaknya IPAH, SR, LBR, Embung/ Kolam Retensi yang diperlukan


pada satu unit Model KRAH adalah dengan mempertimbangkan luas
tutupan bangunan dan dapat dihitung melalui Tabel 2.13 dan Tabel 2.14.
Kemudian, hasilnya dapat dituangkan dalam Tabel 2.15.
Tabel 2.13 Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH)
Luas Volume
Ukuran Jumlah
Jenis Tutupan Penampungan
Penampungan Unit Keterangan
Pemanfaatan Bangunan yang Diperlukan
per Unit (m3) IPAH
(m3) (m3)
Setiap tambahan (25-
50) m2 luas tutupan
IPAH <50 1,5 1,5 1 bangunan diperlukan
tambahan 1 unit atau
volume 1,5 m3

20
Tabel 2.14 Sumur Resapan (SR) dan Lubang Resapan Biopori (LRB)
Jumlah
Luas Ukuran Daya
Unit
Jenis Tutupan Resapan Resap per
Resapan Keterangan
Pemanfaatan Bangunan per Unit Unit
yang
(m3) (m3) (m3/hari)
Diperlukan
Setiap tambahan (25-50) m2
Sumur
luas tutupan bangunan
Resapan 50 1 - 1
diperlukan tambahan 1 unit
Dangkal
atau volume 1 m3
Sumur Setiap tambahan (500-1000)
Resapan 1000 - 40 1 m2 luas tutupan bangunan
Dalam diperlukan tambahan 1 unit
Lubang Setiap tambahan luas tutupan
Resapan 20 0,25 - 3 bangunan 7 m2 diperlukan
Biopori LRB tambahan 1 unit LRB

Pembuatan Embung/ Kolam Retensi secara teknis kriteria site lokasi


kolam retensi adalah sebagai berikut:
a. Topografi bergelombang dengan kemiringan
b. Air tanah sangat dalam
c. Diutamakan tanah liat berlempung atau lempung berdebu
d. Pembangunan kolam retensi diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman
dan lahan pertanian/ perkebunan
e. Lokasi embung dapat dibangun pada hutan dan lahan yang rawan
kebakaran dan kekeringan
Banyaknya bangunan tiap lokasi dapat dimasukkan pada tabel di
bawah ini.

21
Tabel 2.15 Banyaknya Bangunan Tiap Lokasi
No. Lokasi Jumlah
Desa Kec. Kab. PHJ IPAH SR LRB Emb KR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.
2.

Lokasi Pembangunan Model KRAH menggunakan sumber dana


berasal dari APBN yang ditambahkan indicator. Indikator tambahan sumber
dana APBN adalah kepadatan penduduk dan kesejahteraan penduduk.
a. Kepadatan Penduduk (KP)
Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di perkotaan, kepadatan penduduk dihitung
dari banyaknya jumlah penduduk dalam 1 ha.
Kriteria kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.16 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Kepadatan Penduduk
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
<50 Kurang 1
Baik
Klasifikasi 51-150 Rendah 2
Kepadatan 151-200 Sedang 3
Penduduk 201-400 Tinggi 4 Buruk
>400 Sangat Padat 5
Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan (Modifikasi)

b. Kesejahteraan Penduduk (TKP)


Kriteria tingkat kesejahteraan penduduk didekati dengan persentase
keluarga miskin atau rata-rata tingkat pendapatan penduduk per
kapita per tahun. Rumus untuk kesejahteraan penduduk (TKP) sebagai
berikut:

22
TKP dan klasifikasinya dapat dinilai berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 2.17 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Tingkat Kesejahteraan
Penduduk
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
TKP ≤ 5 Sangat Baik 1
Tingkat Baik
5 < TKP ≤ 10 Baik 2
Kesejahteraan
10 < TKP ≤ 20 Sedang 3
Penduduk
20 < TKP ≤ 30 Buruk 4 Buruk
(TKP)
TKP > 30 Sangat Buruk 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)

23
BAB III
KONDISI BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI

3.1. Karakteristik Biofisik


3.1.1 Lokasi Daerah Aliran Sungai
Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul yang selama ini
dikenal sebagai kawasan karst Gunung Sewu sebagian besar
wilayahnya terletak di kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ekosistem karst mempunyai sistem hidrologi yang khas
dan bentuklahan yang muncul dari kombinasi antara batuan dengan
tingkat pelarutan dan porositas sekunder yang berkembang dengan
baik (Ford dan Williams, 1989). Karst di Kabupaten Gunungkidul
terbentuk melalui proses pelarutan pada batuan gamping. Proses
pelarutan menyebabkan morfologi karst tidak hanya berkembang di
permukaan tanah saja, tetapi juga di bawah-permukaan. Kekhasan
ini menyebabkan bentangalam karst memiliki karakteristik khas
yang berbeda dengan kawasan lainnya. Bentuklahan karst biasanya
memiliki kondisi lahan yang kering, gersang, dan tandus.
Bentuklahan karst memiliki potensi tersedianya sumber daya alam
yang tinggi, terutama bahan galian berupa batu gamping yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen. Proses pelarutan
yang terjadi menyebabkan bentuklahan karst memiliki nilai
keindahan karena bentukannya yang unik, yaitu berupa bukit-bukit
berbentuk kerucut, kubah, menara, dan gua dengan stalagmit serta
stalaktitnya. Karst merupakan sumber daya alam non hayati yang
tidak dapat diperbaharui karena proses pembentukannya
membutuhkan waktu ribuan sampai jutaan tahun. Bentuklahan
karst memiliki cadangan airtanah yang sangat besar. Air tersebut
terletak di bawah permukaan sebagai sungai bawah tanah. Air
tanah ini berkualitas baik dan tersimpan di dalam rongga-rongga
batuan serta penampung alami, sehingga akuifer karst tetap
mampu memiliki cadangan air saat musim kemarau untuk mengaliri
sungai-sungai bawah tanah dan bersifat perennial. Sebagai
ekosistem, kawasan karst merupakan kawasan yang unik dan
24
sangat peka (fragil) terhadap kerusakan lingkungan. Kefragilan
ekosistem karst terutama disebabkan oleh tipisnya tanah penutup
dan langkanya air permukaan. Kondisi tersebut membawa
konsekuensi ekologis terhadap kondisi biodiversitas dan kondisi
sosial ekonomi di dalamnya. Segala bentuk pemanfaatan akan
memberi dampak negatif yang lebih besar di ekosistem karst
dibandingkan dengan ekosistem yang lain.
Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK. 511/
Menhut-V/2011 tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai
ditetapkan sebagai sistem DAS yang terletak di wilayah kerja Balai
Pengelolaan DAS Serayu Opak Progo. Salah satu DAS yang terletak
di kawasan karst Gunung Sewu adalah DAS Bribin. Sistem DAS
Bribin sangat spesifik dan berbeda dengan DAS pada umumnya.
Pada DAS Bribin terdapat 2 (dua) sistem sungai, yaitu sungai diatas
permukaan tanah dan sungai bawah permukaan. Penentuan batas
DAS dan Sub DAS pada DAS Bribin tidak ditentukan berdasarkan
batas topografi sebagaimana DAS permukaan lainnya tetapi
berdasarkan sistem hidrogeologi sungai bawah tanah. Berdasarkan
SK. 511, penentuan batas DAS Bribin lebih mempertimbangkan
topografi permukaan karena masih terbatasnya informasi tentang
aliran bawah tanah. Batas DAS dan Sub DAS pada DAS Bribin dalam
kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja DAS Bribin merujuk pada
batas Sub DAS/DAS Bribin dalam Dokumen DAS Terpadu DAS Bribin
dimana penentuan batas DAS dalam Dokumen tersebut sudah
didasarkan pada intepretasi kajian terkini mengenai sistem
hidrogeologi sungai bawah tanah bribin-baron. Gambar 3.1 dan
gambar 3.2 menyajikan perbedaan batas DAS Bribin sesuai SK 511
dan batas DAS Bribin berdasar kajian interpretasi kajian terkini
mengenai sistem hidrogeologi sungai bawah tanah Bribin-Baron.

25
Gambar 3.1. Batas DAS Bribin Berdasarkan SK 511 Kementerian Kehutanan
Sumber: Identifikasi Kawasan Karst Bribin-Baron (2014)

Gambar 3.2. Batas DAS Bribin Berdasarkan Interpretasi Kajian Terkini mengenai
Sistem Hidrogeologi Sungai Bawah Tanah Bribin-Baron
Sumber: Identifikasi Kawasan Karst Bribin-Baron (2014)

Secara geografis hidrogeologi sungai bawah tanah (SBT)


Bribin-Baron terletak pada koordinat X : 445000 mT - 475000 mT
dan Y : 9122500 mU - 9100000 mU. Batas DAS Bribin adalah
sebagai berikut :

26
 Sebelah selatan Samudera Indonesia
 Sebelah barat DAS Opak Oyo dan DAS Kanigoro
 Sebelah utara DAS Opak Oyo
 Sebelah timur DAS Kemadang, DAS Banjarejo dan DAS Solo
Sedangkan batas administratif hidrogeologi sungai bawah
tanah (SBT) Bribin-Baron dibatasi oleh :
 Sebelah Utara : Kecamatan Karangmojo dan Playen
 Sebelah Timur : Kecamatan Pacimantoro dan Rongkop
 Sebelah Selatan : Samudera Hindia
 Sebelah Barat : Kecamatan Paliyan dan Panggang
Secara administratif Hidrogeologi sungai bawah tanah (SBT)
Bribin-Baron berada di sebagian wilayah administrasi Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Hidrogeologi sungai bawah tanah
(SBT) Bribin-Baron mencakup beberapa kecamatan yang berada di
Kabupaten Gunungkidul di antaranya adalah Kecamatan Paliyan,
Wonosari, Sapto Sari, Tanjungsari, Tepus, Semanu, Karangmojo,
Ponjong, Rongkop dan sebagian berada di Kabupaten Wonogiri di
antaranya adalah Kecamatan Eromoko dan Pacimantoro.
Luas total DAS Bribin adalah 36.288,08 ha sebagaimana
tersaji dalam Tabel 3.1. Berdasarkan Tabel 3.1 tersebut, sebagian
besar wilayah DAS Bribin yaitu seluas 33.601,00 Ha (92,60 %)
masuk wilayah Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta dan 2.687,08 Ha (7,40 %) masuk wilayah Kabupaten
Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Daerah Aliran Sungai Bribin, terbagi
atas 4 sub DAS, yaitu Sub DAS Baron, Sub DAS Bribin, Sub DAS
Pulutan/Kalisuci dan Sub DAS Tegoan/Wonosari. Luas Sub DAS
Baron adalah 11.980,02 Ha (33,02 %) dan seluruh wilayahnya
terletak di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah Sub DAS Bribin terletak di Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa
Tengah. Luas Sub DAS Bribin adalah 11.766,25 Ha (32,42 %).
Wilayah Sub DAS Pulutan/Kalisuci meliputi Kabupaten Gunungkidul
dan sebagian Kabupaten Wonogiri dengan luas 7.648,36 Ha (21,08
27
%). Sub DAS Tegoan/Wonosari seluas 4.892,54 Ha (13,48 %)
seluruhnya berada di wilayah Kabupaten GunungkidulLuas
dimasing-masing Kabupaten disajikan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Luas Sub DAS pada DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu
Opak Progo.
Luas Persentase
No Sub DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan
(ha) (%)
I Sub DAS Baron DIY Gunungkidul Paliyan 499,25 1,38
Saptosari 1.824,68 5,03
Semanu 5.603,96 15,44
Tanjungsari 2.171,64 5,98
Tepus 382,70 1,05
Wonosari 1.498,69 4,13
Luas DAS Baron 11.980,92 33,02
II Sub DAS Bribin DIY Gunungkidul Ponjong 4.349,78 11,99
Rongkop 2.862,44 7,89
Semanu 1.898,15 5,23
Jawa
Wonogiri Pracimantoro 338,24 0,93
Tengah
Eromoko 2.317,65 6,39
Luas Sub DAS Bribin 11.766,25 32,42
Sub DAS Pulutan/
III DIY Gunungkidul Karangmojo 773,72 2,13
Kalisuci
Ponjong 5.469.99 15,07
Semanu 1.359,94 3,75
Semin 13,53 0,04
Jawa
Wonogiri Eromoko 31,19 0,09
Tengah
Luas Sub DAS Pulutan/
7.648,36 21,08
Kalisuci
Sub DAS Tegoan/
IV DIY Gunungkidul Karangmojo 578,60 1,59
Wonosari
Paliyan 690,75 1,90
Playan 14,74 0,04
Saptosari 117,33 0,32
Semanu 200,68 0,55

28
Luas Persentase
No Sub DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan
(ha) (%)
Wonosari 3.290,43 9,07
Luas Sub DAS Tegoan/
4.892,54 13,48
Wonosari
Luas DAS Bribin 36.288,08 100,00
Sumber : Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2014)

Gambar 3.3. Peta Administrasi DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak Progo
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2014)

3.1.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan


Daerah Sub DAS Opak, Bribin, dan Oyo (Wilayah Sungai
Progo-Opak-Serang) beriklim tropis, dengan musim hujan antara
bulan Oktober s/d Maret, dan musim kering antara bulan April s/d
September. Jumlah hujan per tahun di Wilayah Sungai Progo-Opak-
Serang bervariasi antara 1700 mm sampai dengan 4000 mm per
tahun, dengan variasi bulanan antara 33 s/d 385 mm. Suhu di
Wilayah Sungai Progo-Opak-Serang berkisar antara 24,51 °C sampai
dengan 26,24 °C dengan nilai rerata sebesar 25,6 °C, sedangkan
29
kelembaban yang terjadi berkisar antara 66,76 % sampai dengan
98,99 % dengan rerata sebesar 87,70%. Untuk kecepatan angin,
nilainya berkisar antara 5,54 km/jam sampai dengan 234,54
km/jam, dengan nilai rata-rata 47,17 km/jam, sedangkan
penyinaran matahari rata-rata adalah 43.16%, dengan variasi
antara 31.03% s/d 79.64%. Data curah hujan wilayah DAS Bribin
diperoleh dari Balai PSDA Yogyakarta. Sebaran stasiun hujan untuk
masing-masing Sub DAS adalah sebagamana tersaji pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Curah Hujan Wilayah DAS Bribin
Jml Stasiun Hujan
DAS Sub DAS Stasiun
No Nama Lokasi Koordinat (UTM)
Hujan

DAS Opak Sub DAS Kec. Pleret, Kab.


1 9 1 Sta. Bedugan 433153 9130670
Oyo Opak Bantul

Sta. Kec. Cangkringan,


2 493404 9151255
Bronggang Kab. Sleman

Sta. Kec. Mlati, Kab.


3 430350 9141906
Gemawang Sleman

Sta. Kec. Piyungan,


4 439366 9133535
Karangploso Kab. Bantul

Kec. Pakem, Kab.


5 Sta. Kemput 432596 9156190
Bantul

Kec. Kalasan,
6 Sta. Plataran 440265 9149137
Kab. Bantul

Sta. Kec. Ngaglik, Kab.


7 432913 9148820
Prumpung Bantul

Kec. Depok, Kab.


8 Sta. Santan 438562 9139000
Bantul

Sta. Kec. Kalasan,


9 440278 9138695
Tanjungtirto Kab. Bantul

2 Sub DAS 5 1 Sta. Beji/ Kec. Ngawen, 465243 9133562

30
Jml Stasiun Hujan
DAS Sub DAS Stasiun
No Nama Lokasi Koordinat (UTM)
Hujan

Oyo Ngawen Kab. Gunungkidul

Sta. Kec. Nglipar, Kab.


2 455908 9128026
Kedungkeris Gunungkidul

Kec. Imogiri, Kab.


3 Sta. Siluk 431326 9187328
Bantul

Kec. Dlingo, Kab.


4 Sta. Terong 439557 9127700
Bantul

Sta. Kec. Playen, Kab.


5 418126 9197626
Wanagama Gunungkidul

Sub DAS Sta. Angin- Kec. Turi, Kab.


3 4 1 430519 9151703
Winongo Angin Sleman

Kec. Sleman, Kab.


2 Sta. Berah 429239 9146972
Sleman

Sta. Kec. Kasihan,


3 427883 9132904
Nyemengan Kab. Bantul

Kec. Pundong,
4 Sta. Pundong 425229 9126144
Kab. Bantul

Sumber: BBWS Serayu Opak (2021)

Data curah hujan tahunan dan rata-rata curah hujan tahunan


selama 10 (sepuluh) tahun terakhir untuk setiap stasiun hujan pada
masing-masing Sub DAS disajikan pada Tabel 3.3.

31
Tabel 3.3 Data Curah Hujan Tahunan dan Rata-Rata Curah Hujan Tahunan
Selama 10 (Sepuluh) Tahun Terakhir
Curah Hujan (mm)
Sub Nama Stasiun CH Rata2
No
DAS Hujan Lokasi 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 Tahunan

Sub DAS
I Opak 1 Bedugan 2016.60 1,649.50 1,991.80 810.40 695.90 - 695.90 885.80 657.00 1,954.20 126,190

2 Bronggang 2,256.65 2,307.70 2,663.20 972.20 2,626.80 2,854.30 2,067.70 2,495.50 2,684.60 2,269.75 2,319.84

3 Gemawang 2,249.80 1,807.80 2,972.50 1,233.60 1,119 651.00 651.00 947.00 1,506.30 1,414.50 1,455.25

4 Karangploso 1,811.30 1,645.20 1,835.10 1,901 1,139 806.10 941.00 1,943 1,782 1,575 1,537.87

5 Kemput 2,918.90 2,936.00 1,840.40 1,567 342.00 3,674.60 2,144.50 2,720 1,098 2,595 2,183.64

6 Plataran 2,195.70 2,006.50 639.80 560.62 - 1,315.65 - 1,102 928.8 1,336.30 1,260.67

7 Prumpung 2,263.00 1,580.30 2,905.00 1,606.50 1,223.50 466.70 950.00 217 2,545 1,984 1,574.10

8 Santan 2,280.60 1,983.02 2,850.00 1,919.10 1,169.90 1,649.90 1,287.40 1,825 2,069 1,821.20 1,574.10

9 Tanjungtirto 2,347.90 1,852.50 1,846.70 1,376.30 1,469.30 2,032.60 778.50 1,231.20 2,069 974 1,885.51
Sub DAS
II Oyo 1 Beji/Ngawen 1,523.40 1,860.10 2,133.30 1,211.42 11,120.07 1,162 774.00 1,186 750 949.00 1,266.93

2 Kedungkeris 2,155 1,868.80 2,537.90 2,029.53 - - 484.80 1,360 1,580 1,446.70 1,682.84

3 Siluk 1,758.20 1,859 1,448.50 1,052.70 1,897.20 2,001.32 1,026 1,788 1,861 1,851 1,654.29

4 Terong 1,844.60 1,088 708,6 1,613.40 - - 46.10 1,745 2,247 1,976.50 1,408.65

5 Wanagama 2,072.30 1,874.70 2,195.50 1,933.60 1,881.70 2,116.80 1,259 1,832 2,133.50 1,755.10 1,905.42
Sub DAS
III Winongo 1 Angin-Angin 1,951.20 1,367.60 1,850.30 1,841.30 2,071.34 1,934.60 - - 1,848.50 1,796 1,832.60

2 Beran 2,233 2,573 2,537 2,297.30 2,150.44 3,008.80 1,665 2,802 2,838 2,287.50 2,439.20

3 Nyemengan 1,920 1,604 2,257.30 1,974.90 1,950.20 1,647.50 1,378.90 1,927.20 1,786.10 1,888.10 1,833.42

4 Pundong 1,705.10 1,257.20 1,865.60 1,601.90 2,061.30 1,985.53 886.60 1,656.80 1,853.30 2,124.90 1,699.82
Sumber : BBWS Serayu Opak (2021)

3.1.3 Topografi dan Geologi


a. Bentuk DAS
Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai pengaruh pada
pola aliran sungai dan ketajaman puncak discharge banjir.
Bentuk DAS di dekati dengan menggunakan nilai RC atau
Circularity Ratio (Millier, 1953), yaitu perbandingan antara luas
DAS dengan luas lingkaran yang mempunyai perimeter sama
dengan DAS. Bila nilai RC < 0,5 berarti bentuk DAS adalah
memanjang, sedangkan bila nilai RC > 0,5 berarti bentuk DAS
adalah membulat. Hasil perhitungan nilai Indeks Rc dan bentuk
DAS disajikan pada Tabel 3.4.

32
Tabel 3.4 Besarnya Nilai Rc (Circularity Ratio) DAS Bribin dan
Setiap Sub DAS
Bentuk
Sub DAS/ Luas Perimeter
No Nilai RC DAS/ Sub
DAS (km2) (km)
DAS

I Sub DAS Baron 119,82 80,15 0,23 Memanjang

II Sub DAS Bribin 117,66 67,72 0,32 Memanjang

Sub DAS
III Pulutan/ 76,48 52,46 0,35 Memanjang
Kalisuci

Sub DAS
IV Tegoan/ 48,93 49,39 0,25 Memanjang
Wonosari

DAS Bribin 362,90 127,20 0,28 Memanjang

Sumber : Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)

Berdasar Tabel 3.4 diketahui bahwa bentuk DAS Bribin dan


semua Sub DAS penyusunnya adalah memanjang karena nilai Rc
< 0,5.

b. Bentuk Drainase (Drainase Pattern) dan Panjang Sungai


Utama
Bentuk drainase (drainase pattern) diperoleh melalui identifikasi
sungai dan anak sungai yang bersumber pada peta rupa bumi.
Pola aliran sungai bawah tanah diperoleh melalui pendugaan
geofisika dengan metoda Bristow di Kali Bribin Gunung Kidul
telah berhasil mendeteksi beberapa rongga yang saling
berhubungan pada kedalaman 20-30 m, sebagai bagian dari
sistem jaringan sungai bawah tanah Kali Bribin dengan panjang
total adalah 492 m. Gradien sungai rata-rata adalah 2,19%
(Brahmantyo dkk, 1998). Bentuk drainase atau pola aliran sangat
membantu dalam analisis yang berkaitan dengan masalah tata

33
air serta yang berkaitan dengan tingkat erosi. Untuk menentukan
bentuk drainase, dari hasil identifikasi sungai dan anak-anak
sungai dihitung jumlah percabangannya. Bentuk percabangan
sungai diklasifikasikan menjadi 6 klas yaitu :
 Nihil mempunyai percabangan sungai 0 sampai 1 buah
 Ringan mempunyai percabangan sungai 1 sampai 2 buah
 Sedang mempunyai percabangan sungai 3 sampai 4 buah
 Kuat mempunyai percabangan sungai 5 sampai 7 buah
 Sangat kuat mempunyai percabangan sungai 8 sampai 10
buah
 Ekstrim mempunyai percabangan sungai lebih dari 10 buah
Bentuk drainase di DAS Bribin berdasarkan aliran sungai
permukaan disajikan pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Bentuk Drainase dan Panjang Sungai Utama pada DAS
Bribin
Panjang Jumlah
No Sub DAS Luas Km2 Sungai Cabang Klasifikasi
Utama (Km) Sungai
I Baron 119,82 6,22 1-2 Kecil
II Bribin 117,66 13,27 3-4 Sedang
Tegoan/Wono
III 48,93 22,62 3-4 Sedang
sari
Pulutan
IV 76,48 14,71 3-4 Sedang
Kalisuci
Jumlah 362,90 46,82
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)

c. Kepadatan Drainase (Drainase Density)


Metode kuatitatif lain dalam jaringan sungai adalah dalam
penentuan kerapatan drainase (drainage density). Linsley (1949),
merumuskan kerapatan drainase dengan membandingkan
panjang sungai total (km) dengan luas DAS (m2). Jika nilai
kerapatan drainase kurang dari 1 mile/mile2 (0,26 km/km2), DAS
akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan

34
drainase lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,0 km/km2), DAS sering
mengalami kekeringan. Berdasarkan hasil perhitungan,
kerapatan drainase masing-masing Sub DAS tersaji dalam Tabel
3.6. Kepadatan drainase/kerapatan sungai DAS Bribin diperoleh
dari hasil perhitungan data peta sungai yang bersumber pada
peta rupa bumi. Hasil perhitungan data tersebut disajikan pada
Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Kepadatan Drainase/Sungai pada DAS Bribin
Panjang
Kerapatan
No Sub DAS Luas Km2 Sungai Keterangan
(Km /Km2)
(Km)
I Baron 119,82 31,23 0,26
II Bribin 117,66 47,46 0,40
III Tegoan/Wonosari 48,93 90,34 1,84
IV Pulutan Kalisuci 76,48 198,83 2,59
Jumlah 362,90 367,86
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)

d. Kemiringan Lereng DAS


Kondisi kelas kemiringan lereng dan topografi menggambarkan
salah satu perilaku hidrologi wilayah yang bersangkutan, karena
klas kemiringan lereng dan topografi merupakan faktor alami
yang rentan terhadap gangguan perilaku hidrologi apabila pola
drainase wilayahnya tidak memadai. Kemiringan lahan
mempengaruhi kecepatan aliran permukaan dan besarnya erosi
yang terjadi pada suatu wilayah. Semakin curam kemiringan
lahannya semakin cepat aliran air permukaan serta semakin
potensi terjadinya erosi. DAS yang mempunyai kemiringan lahan
dominan ( kemiringan lahan > 15 % ) maka di DAS tersebut
akan terjadi erosi yang lebih besar dibanding dengan DAS yang
mempunyai kemiringan lahan dominan relatif datar ( < 15 % ).
Kemiringan lahan pada masing-masing Sub DAS sebagaimana
tersaji dala Tabel 3.7.

35
Tabel 3.7 Kemiringan Lahan DAS Bribin
Administrasi Klas Kelerengan/ Topografi (ha)
Luas
Sub III V
No II IV Total
DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat
Landai Curam (ha)
Curam Curam

Sub DAS
I DIY Gunungkidul Paliyan 138,62 211,34 76,58 72,70 499,25
Baron

Saptosari 122,49 774,90 609,61 318,98 1.825,98

Semanu 1.169,18 2.386,99 1.825,31 222,48 5.603,96

Tanjungsari 242,74 1.254,56 455,77 218,84 2.171,90

Tepus 1,39 381,31 382,70

Wonosari 662,21 570,12 225,49 40,88 1.498,69

Luas DAS Baron 1.831,39 3.462,34 4.672,91 1.405,32 610,52 11.982,47

Sub DAS
II DIY Gunungkidul Ponjong 201,31 286,22 741,06 2.570,41 550,78 4.349,78
Bribin

Rongkop 0,28 324,16 2.340,42 197,58 2.862,44

Luas
Semanu 99,52 118,85 1.378,39 301,39 1.898,15
Total (ha

Jawa
Wonogiri Eromoko 1.283,15 1.034,50 2.317,65
Tengah

Pracimantoro 0,26 201,87 136,11 338,24

Luas Sub DAS Bribin 300,83 405,35 2.443,87 6.697,24 1.918,96 11.766,25

Sub DAS
III Pulutan/ DIY Gunungkidul Karangmojo 564,16 209,56 773,72
Kalisuci

Ponjong 411,76 944,76 1.204.37 1.812,88 1.096,22 5.469,99

Semanu 1.359,94 1.359,94

Semin 13,53 13,53

Jawa
Wonogiri Eromoko 31,19 31,19
Tengah

36
Administrasi Klas Kelerengan/ Topografi (ha)
Luas
Sub III V
No II IV Total
DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat
Landai Curam (ha)
Curam Curam

Luas Sub DAS Pulutan/ Kalisuci 2.335,85 1.154,32 1.204,37 1.812,88 1.140,94 7.648,36

Sub DAS
IV Tegoan/ DIY Gunungkidul Karangmojo 556,99 21,61 578,60
Wonosari

Paliyan 61,00 353,80 110,38 153,30 12,27 690,75

Playan 14,74 14,74

Saptosari 19,13 64,20 34,00 117,33

III V Luas
Sub II IV
No Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat Total
DAS Landai Curam
Curam Curam (ha)

Semanu 200,66 0,03 200,68

Wonosari 1.413,55 626,51 64,66 147,05 38,66 3.290,43

Luas Sub DAS Tegoan/ Wonosari 3.246,94 1.021,08 239,24 334,35 50,93 4.892,54

Luas DAS Bribin 7.715,01 6.043,08 8.560,39 10.249,80 3.721,35 36.289,62

Persentase (%) 21,26 16,65 23,59 28,24 10,25 100,00

Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)

Berdasarkan Tabel 3.7, wilayah DAS Bribin mempunyai


kelerengan bervariasi. Wilayah DAS Bribin dengan pada setiap
kelas kelerengan adalah sebagai berikut : area dengan kelas
kelerengan I (datar) adalah seluas 7.715,01 Ha (21,26 %), kelas
kelerengan II (landai) adalah seluas 6.043,08 Ha (16,65 %),
kelas kelerengan III (agak curam) seluas 8.560,39 Ha (23,59 %),
kelas kelerengan IV (curam) seluas 10.249,80 (28,24 %) dan
kelas kelerengan V (sangat curam) seluas 3.721,35 Ha (10,25
%). Secara garis besar kelas kemiringan lahan secara total di
wilayah DAS Bribin adalah sebagai berikut :

37
 Lahan seluas 13.758,09 Ha atau 37,91 % dari luas wilayah
mempunyai kemiringan lahan < 15 %.
 Lahan seluas 22.531,53 Ha atau 62,09 % dari luas wilayah
mempunyai kemiringan lahan antara > 15 %

3.1.4 Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan
lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu 1.)
pengunaan lahan pertanian dan; 2.) penggunaan lahan bukan
pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan
penggunaan lahan setiap daerah adalah fisik dan biologis, faktor
pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan).
Informasi penggunaan lahan DAS Bribin diperoleh dari interpretasi
Citra Geo Eye yang dikombinasikan dengan intepretasi Citra SPOT
7 dan Peta Rupa Bumi Indonesia dan divalidasi dengan cek
lapangan secara langsung. Berdasarkan informasi citra, jenis
penggunaan lahan di wilayah DAS Bribin bervariasi dari sawah air
tawar, belukar, hutan, kebun, pasir darat, pemukiman, rumput,
sawah irigasi, sawah tadah hujan dan tegalan. Penggunaan lahan
yang paling luas di wilayah DAS Bribin adalah penggunaan lahan
berupa tegalan seluas 17.663,49 Ha (48,67 %), selanjutnya
penggunaan lahan pemukiman seluas 5.810,61 Ha (16,01 %) dan
penggunaan lahan sawah tadah hujan yaitu seluas 5.547,42 Ha
(15,28 %). Luas penggunaan lahan pada setiap Sub DAS tersaji
pada Tabel 3.8.

38
Tabel 3.8. Sebaran Penggunaan Lahan pada Setiap Sub DAS
Sub Air Air Air Belukar
No Kabupaten Kecamatan Gedung Kebun
DAS Laut Payau Tawar / Semak

Sub DAS 2,60 60,52


I Gunungkidul Paliyan
Baron

Saptosari 1,41 3,15 83,92 16,30

Semanu 22,16 409,83 1,04 260,22

Tanjungsari 0,20 4,41 0,90 196,99 15,25

Tepus 42,66

Wonosari 1,16 0,24 0,45 24,95

1,62 4,41 29,98 733,65 1,49 377,25

Sub DAS 8,13 886,37 0,78 385,33


II Gunungkidul Ponjong
Bribin

Rongkop 6,06 995,64 0,15 14,48

Semanu 3,14 99,94 2,05

Wonogiri Pracimantoro 1,29 24,70

Eromoko 0,42 3,67 486,02

- - 17,75 1.986,91 0,94 912,57

Sub DAS
III Pulutan/ Gunungkidul Karangmojo
Kalisuci

Ponjong 6,69 1.015,74 92,90

Semanu 3,65 4,22

Semin 4,59

Wonogiri Eromoko 9,64

- - 6,69 1.019,39 - 111,36

Sub DAS
IV Tegoan/ Gunungkidul Karangmojo
Wonosari

Paliyan 2,23 177,44

39
Sub Air Air Air Belukar
No Kabupaten Kecamatan Gedung Kebun
DAS Laut Payau Tawar / Semak

Playen

Saptosari 0,17 0,33

Semanu 0,40

Wonosari 11,95 2,91 95,92

- - 14,35 - 3,30 273,69

68,77 3.739,95 5,73 1.674,8


Luas DAS Bribin 1,62 4,41
6

Persenrase (%) 0,004 0,012 0,190 10,306 0,016 4,615

Lanjutan Tabel 3.8.


Sub Kecamat Pasir Pemuki Rump Sawah Luas
No Kabupaten STD Tegalan
DAS an Darat man ut Irigasi (ha)

Sub DAS 73,99 0,35 116,38 245,40 499,25


I Gunungkidul Paliyan
Baron

Saptosari 0,21 174,62 351,22 1.193,84 1.824,68

Semanu 983,45 8,66 28,04 532,75 3.357,80 5.603,96

Tanjungs 1,36 151,89 0,50 520,59 1.279,56 2.171,64


ari

Tepus 43,78 84,81 211,44 382,70

Wonosari 237,75 2,27 155,05 619,65 457,19 1.498,71

1,57 1.665,4 11,78 183,09 2.225,39 6.745,24 11.980,94


8

Sub DAS 488,11 4,17 302,65 431,78 1.842,45 4.349,78


II Gunungkidul Ponjong
Bribin

Rongkop 205,02 57,81 600,13 983,16 2.862,44

Semanu 168,45 375,15 1.249,42 1.898,15

Pracimant 12,23 96,51 203,51 338,24


Wonogiri
oro

40
Sub Kecamat Pasir Pemuki Rump Sawah Luas
No Kabupaten STD Tegalan
DAS an Darat man ut Irigasi (ha)

Eromoko 244,08 0,56 615,34 294,02 673,53 2.317,65

- 1.117,8 4,73 1.072,3 1.701,09 4.952,07 11.766,25


9 1

Sub DAS 237,16 10,71 525,85 773,72


Karangm
III Pulutan/ Gunungkidul
ojo
Kalisuci

Ponjong 831,48 11,24 113,14 382,38 3.016,41 5.469,99

Semanu 405,22 2,74 152,06 792,05 1.359,94

Semin 5,14 3.80 13,53

Wonogiri Eromoko 1,03 3,92 8,29 8.30 31,19

- 1.474,8 13,99 132,91 542,74 4.346,40 7.648,36


9

Sub DAS 153,31 25,49 399,80 578,60


Karangm
IV Tegoan/ Gunungkidul
ojo
Wonosari

Paliyan 163,83 2,49 69,20 31,84 243,71 690,75

Playen 10,24 4,49 0,01 14,74

Saptosari 6,16 20,67 90,00 117,33

Semanu 18,79 2,71 0,03 178,75 200,68

1.200,0 26,57 249,85 995,71 707,50 3.290,43


Wonosari
2

- 1.552,3 31,78 319,08 1.078,20 1.619,78 4.892,54


5

1,57 5.810,6 62,28 1.707,3 5.547,42 17.663,49 36.288,09


Luas DAS Bribin
1 9

Persenrase (%) 0,004 16,012 0,172 4,705 15,287 48,676 100,000

Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)

41
a. Tegalan
Tegalan merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di
Sub DAS Bribin. Penggunaan lahan tegalan ini ditanami oleh
campuran antara tanaman semusim dengan tanaman kayu-
kayuan dengan sistem tumpang sari. Tanaman yang dapat
dijumpai pada adalah tanaman jati, mahoni, akasia, kelapa, dan
pada beberapa tempat banyak tumbuh tanaman coklat.
Gambar 3.4 Penggunaan Lahan tegalan

Lokasi : Desa Pacarejo, Kec. Semanu, Lokasi : Desa Kelor, Kec. Karangmojo,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 456002, 9112510 Koordinat UTM. 465344, 9119170
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Nurul Ardiana, 2016)

b. Pemukiman
Terdapat beberapa pola pemukiman yang dijumpai di DAS Bribin,
yaitu pola mengelompok dan pola pemukiman terpusat. Pola
pemukiman mengelompok yang ada mengindikasikan bila pada
daerah tersebut terdapat sumber air yaitu berupa mataair yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh penduduk dengan
mengalirkannya menggunakan pipa. Pemukiman tipe
mengelompok banyak dijumpai di Kec.Ponjong yang memiliki
sebaran mataair yang cukup banyak. Permukiman pada
umumnya juga berasosiasi dengan kebun pribadi yang berada
pada halaman rumah. Permukiman terpusat pada Kota Wonosari
yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi serta
menyediakan akses terhadap pemenuhan kebutuhan hidup yang

42
lebih mudah dijangkau. Semakin jarangnya permukiman
dipengaruhi oleh semakin jauhnya jarak daerah dengan kota,
serta kondisi lahan yang semakin tidak rata (berbukit) membuat
permukiman juga semakin jarang. Hal ini dapat terlihat dari pola
permukiman yang semakin jarang ke arah Pantai Baron yang
merupakan kawasan perbukitan karst. Permukiman pada
Hidrogeologi sungai bawah tanah Bribin-Baron dijumpai berada
pada daerah-daerah yang memiliki kemiringan lereng cukup
tinggi.
Gambar 3.5 Penggunaan Lahan Pemukiman

Lokasi : Desa Ponjong, Kec.Ponjong, Lokasi : Desa Genjahan, Kec.Ponjong,


Kab.Gunungkidul Kab.Gunungkidul
Koordinat UTM. 469677,9117580 Koordinat UTM. 468513,9118730
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Lies Trianadewi, 2016)

c. Sawah Irigasi
Sawah irigasi merupakan sawah yang sumberdaya airnya berasal
dari irigasi atau air yang dialirkan secara sengaja ke sebuah
lahan pertanian tertentu. Keberadaan sawah irigasi terdapat
pada daerah cekungan Wonosari yang merupakan daerah yang
memiliki sumberdaya air yang baik dari segi kuantitas. Sebagian
sawah irigasi juga terdapat di Kecamatan Ponjong bagian barat
irigasinya memanfaatkan mataair yang ada yang dialirkan ke
parit secara permanen sehingga air dapat langsung masuk ke
sawah. Pada bagian lain juga terdapat sawah yang dialiri oleh
sungai yang mengalir secara musiman, sungai ini yang pada
beberapa daerah alirannya menghilang masuk ke dalam
43
ponor/luweng. Kondisi sawah irigasi pada sistem hidrogeologi
sungai bawah tanah Bribin-Baron dapat dilihat pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 Penggunaan Lahan Sawah Irigasi

Lokasi : Desa Genjahan, Kec. Ponjong, Lokasi : Desa Sidorejo, Kec. Ponjong,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 467831,9119080 Koordinat UTM. 465267,9117400
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Lies Trianadewi, 2016)

d. Kebun campur
Penggunaan lahan kebun campur merupakan areal lahan milik
yang ditanami oleh berbagai jenis tanaman kayu, tanaman
semusim, MPTS dan sebagainya sehingga membentuk strata
tajuk yang bertingkat-tingkat.
Gambar 3.7 Penggunaan Lahan Kebun Campur

Lokasi : Desa Planjan, Kec. Saptosari, Lokasi : Desa Sidorejo, Kec. Ponjong,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 49040,9107920 Koordinat UTM. 465267,9117400
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Taufik Rahmadi, 2016)

44
e. Belukar
Penggunaan lahan belukar merupakan areal lahan milik yang
belum ditanami oleh berbagai jenis tanaman.
Gambar 3.8 Penggunaan Lahan Belukar

Lokasi : Desa Semugih, Kec. Rongkop, Lokasi : Desa Bendungan, Kec.


Kab. Gunungkidul Karangmojo, Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 472023, 9108290 Koordinat UTM. 459181,9119520
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Taufik Rahmadi, 2016)

3.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Sub DAS


3.2.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang tinggal di wilayah DAS Bribin didekati
dengan jumlah total jumlah penduduk yang tinggal di masing-
masing kecamatan yang masuk wilayah DAS Bribin.
Tabel 3.9 Jumlah Penduduk di Wilayah DAS Bribin
Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Laki-
Perempuan Total Ratio
Laki
Opak- Sub DAS
Oyo Opak Bantul Bambanglipuro 441 448 889 98.33
Banguntapan 53,922 53,396 107,318 100.99
Bantul 4250 4265 1,190 99.65
Dlingo 561 559 8,205 100.34
Imogiri 4,111 4,094 8,205 100.42
Jetis 26,316 26,496 52,812 99.32
Kretek 5,971 6,211 12,182 96.13
Piyungan 25,207 25,043 50,249 100.66
Pleret 23,459 22,861 46320 102.61
Pundong 6,967 7,138 14,105 97.60
Sewon 26,772 26,349 53,121 101.60

45
Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Laki-
Perempuan Total Ratio
Laki
Boyolali Musuk* - - -
Selo* - - -
Gunung Kidul Gedang Sari 70 71 141 99.32
Patuk 1,529 1,576 3,106 97.00
Purwosari 21 23 44 94.36
Klaten Kemalang 3,344 3,409 6,753 98.10
Manisrenggo 14,423 15,477 29,900 93.89
Prambanan 9,227 9,933 19,160 92.89
Magelang Dukun* - - -
Srumbung* - - -
Sleman Berbah 28,490 28,419 56,909 100.25
Cangkringan 15,748 16,101 31,849 97.81
Depok 62,577 60,860 123,437 102.82
Kalasan 43,058 41,677 84,735 103.31
Mlati 9,980 9,890 19,870 100.91
Ngaglik 31,771 31,432 63,203 101.08
Ngemplak 29,926 30,199 60,125 99.10
Pakem 15,243 15,451 30,694 98.65
Prambanan 22,862 22,637 45,498 100.99
Turi 34 33 67 100.47
Yogyakarta Danurejan 9,071 9,383 18,454 96.67
Gedongtengen 1,490 1,643 3,132 90.71
Gondokusuman 22,100 9,383 31,483 235.53
Gondomanan 4,221 4,805 9,026 87.84
Jetis 4,619 4,846 9,465 95.32
Kotagede 16,833 16,978 33,811 99.15
Kraton 3,501 3,846 7,346 91.02
Mantrijeron 2,401 2,544 4,945 94.40
Mergangsan 14,488 15,049 29,537 96.27
Pakualaman 4,441 4,723 9,164 94.03
Tegalrejo 282 289 571 97.70
Umbulharjo 40,136 42,895 83,031 93.57
Jumlah Sub DAS Opak 589,860 580,432 1,170,292 101.62
Bantul Dlingo 19,037 18,972 38,010 100.34
Imogiri 27,104 26,990 54,094 100.42
Jetis 7 7 13 99.32

Kretek 165 171 336 96.13

Piyungan 134 133 268 100.66

Pleret 146 143 289 102.61


Pundong 7,694 7,883 15,577
46
Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Laki-
Perempuan Total Ratio
Laki
97.60

Gunung Kidul Gedang Sari 9,704 9,771 19,475 99.32

Karangmojo 20,360 20,580 40,940 98.93

Ngawen 12,440 12,619 25,058 98.58

Nglipar 16,673 16,890 33,563 98.72

Paliyan 13,799 14,098 27,897 97.88

Panggang 14,396 14,832 29.228 97.06

Patuk 14,618 15,070 29,688 97.00

Playen 28,945 29,726 58,671 97.37

Ponjong 11,981 12,136 24,117 98.72

Purwosari 591 627 1,218 94.36

Saptosari 2,095 2,089 4,184 100.29

Semin 23,480 23,452 46,932 100.12

Wonosari 15,735 15,886 31,620 99.05


Sukoharjo Bulu* - - -

Wonogiri Eromoko 815 830 1,645 98.16

Manyaran 16,719 16,898 33,617 98.94

Jumlah Sub DAS Oyo 256,637 259,803 516,440 98.78


Sub DAS
Winongo Bantul Bambanglipuro 19,969 20,309 40,278 98.33

Bantul 27,275 27,371 54,645 99.65

Jetis 2,367 2,383 4,750 99.32

Kasihan 4,054 4,034 8,088 100.50

Kretek 9,108 9,475 18,583 96.13

Pandak 11,073 10,974 22,047 100.90

Pundong 2,726 2,793 5,520 97.60

Sanden 6,710 6,822 13,532 98.36


Sewon 22,082 21,734 43,816
47
Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Laki-
Perempuan Total Ratio
Laki
101.60

Sleman Gamping 3,973 3,918 7,892 101.40

Mlati 35,057 34,739 69,796 100.91

Ngaglik 16,287 16,113 32,400 101.08

Pakem 1,671 1,694 3,366 98.65

Sleman 4,898 4,890 9,787 100.17

Turi 1,131 1,126 2,258 100.47

Yogyakarta Gedongtengen 6,857 7,559 14,417 90.71

1,938 2,207 4,145 87.84

6,767 7,099 13,866 95.32

4,703 5,167 9,871 91.02

13,090 13,866 26,956 94.40

7,647 8,782 16,429 87.08

17,576 17,989 35,565 97.70

6,193 6,049 12,424 102.38

Jumlah Sub DAS Winongo 233,153 237,092 470,245 98.34

JUMLAH DAS OPAK OYO 1,079,651 1,077,327 2,156,978 100.22


Sumber: Data Kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Masing-Masing Kabupaten (2015)

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil


Kabupaten Kulon Progo per 31 Desember 2015, jumlah penduduk
yang tinggal di wilayah DAS Bribin adalah 2.156.978 jiwa yang
terdiri atas 1.079.651 jiwa penduduk laki-laki dan 1.077.327 jiwa
penduduk perempuan. Jumlah penduduk dan ratio jenis kelamin
pada setiap Sub DAS dan pada wilayah DAS Bribin secara
keseluruhan pada sebagaimana tersaji pada Tabel 3.9.

48
Berdasarkan Tabel 3.9, jumlah penduduk yang paling banyak
adalah pada wilayah Sub DAS Opak yaitu sebanyak 1.170.292 jiwa
(54,26 %). Sedangkan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah
Sub DAS Oyo adalah sebanyak 516.440 jiwa (23,94 %) dan yang
tinggal di wilayah Sub DAS Winongo adalah sebanyak 470.245 jiwa
(11,14 %).
Rasio Jenis Kelamin (RJK) DAS Bribin adalah 100,22, artinya
pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat 100-101 penduduk
laki-laki. Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah suatu angka yang
menunjukkan perbandingan banyaknya jumlah penduduk laki-laki
dan banyaknya jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah
dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya jumlah
penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Data rasio jenis
kelamin ini berguna untuk pengembangan perencanaan
pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan
dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara
adil. Selain itu, informasi rasio jenis kelamin juga penting diketahui
oleh para politisi, terutama untuk meningkatkan keterwakilan
perempuan dalam parlemen.

3.2.2 Kepadatan Penduduk


a. Kepadatan Penduduk Geografis
Kepadatan penduduk geografis menunjukkan jumlah penduduk
pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Kepadatan
penduduk geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan
tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Jumlah penduduk
di wilayah DAS Bribin adalah 2.156.978 jiwa sedangkan luas
wilayah DAS Bribin adalah 141.575,23 Ha atau 1.415,75 km2
sehingga kepadatan penduduk geografis DAS Bribin adalah
1.523,55 jiwa/ km2. Berdasarkan Undang-Undang No. 56 tahun
1960 tentang Penatapan Luas Tanah Pertanian, jika tingkat
kepadatan penduduk lebih besar dari 401 jiwa/ km2 masuk
klasifikasi sangat padat. Kepadatan penduduk geografis untuk
untuk setiap Sub Das adalah sebagai berikut: kepadatan
49
penduduk Sub DAS Opak 2.354 jiwa/km2, kepadatan penduduk
Sub DAS Oyo 668 jiwa/km2, dan kepadatan penduduk Sub DAS
Winongo 3.211 jiwa/km2.
b. Kepadatan Penduduk Agraris
Kepadatan penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan
perbandingan jumlah penduduk petani pada suatu daerah
dengan luas lahan pertanian yang tersedia. Data luas lahan
pertanian sebagaimana tersaji 3.10.
Tabel 3.10. Luas Lahan Pertanian di Wilayah DAS Bribin
Luas Lahan
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Pertanian DAS/Sub
DAS/(HA)
OPAK-
OYO Sub DAS Opak Bantul Bambanglipuro 1,971.37
Banguntapan 1,971.92
Bantul 1,892.82
Dlingo 4,621.74
Imogiri 4,414.43
Jetis 1,986.80
Kretek 1,624.24
Piyungan 2,581.49
Pleret 1,700.26
Pundong 2,056.15
Sewon 2,030.87
Boyolali Musuk* -
Selo* -
Gunung Kidul Gedang Sari 1,304.00
Patuk 1,161.00
Purwosari 170.00
Klaten Kemalang 1,902.00
Manisrenggo 1,703.00
Prambanan 1,264.00
Magelang Dukun*
Srumbung*
Sleman Berbah 1,293.79
Cangkringan 3,449.20
Depok 488.40
Kalasan 2,262.22
Mlati 979.00
Ngaglik 1,728.00
Ngemplak 2,084.00
Pakem 1,668.80

50
Luas Lahan
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Pertanian DAS/Sub
DAS/(HA)
Prambanan 2,453.66
Turi 2,579.16
Yogyakarta Danurejan -
Gedongtengen -
Gondokusuman 0.03
Gondomanan -
Jetis -
Kotagede 15.93
Kraton -
Mantrijeron 1.76
Mergangsan 4.12
Pakualaman -
Tegalrejo 22.92
Umbulharjo 60.47
Luas Sub DAS Opak 53,447.55
Sub DAS Oyo Bantul Dlingo 4,621.74
Imogiri 4,414.43
Jetis 1,986.80
Kretek 1,642.24
Piyungan 2,581.49
Pleret 1,700.26
Pundong 2,056.15
Gunung Kidul Gedang Sari 1,304.00
Karangmojo 610.00
Ngawen 1,101.00
Nglipar 280.00
Paliyan 31.00
Panggang 22.00
Patuk 1,161.00
Playen 276.00
Ponjong 690.00
Purwosari 170.00
Sapto Sari -
Semin 1,943.00
Wonosari 82.00
Sukoharjo Bulu*
Wonogiri Eromoko 86.37
Manyaran 1,409.70
Luas Sub DAS
Oyo 11,022.97
Sub DAS
Winongo Bambanglipuro 1,971.37
Bantul 1,892.82
51
Luas Lahan
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Pertanian DAS/Sub
DAS/(HA)
Jetis 1,986.80
Kasihan 2,512.76
Kretek 1,624.24
Pandak 2,080.01
Pundong 2,056.15
Sanden 1,847.55
Sewon 2,030.87
Sleman Gamping 1,079.00
Mlati 979.00
Ngaglik 1,728.00
Pakem 1,668.80
Sleman 1,510.00
Turi 2,579.16
Yogyakarta Gedongtengen -
Gondomanan -
Jetis -
Kraton -
Mantrijeron 1.76
Ngampilan -
Tegalrejo 22.92
Wirobrajan 0.37
Luas Sub DAS Winongo 27,571.99
Luas DAS Oak Oyo 92,042.51
Sumber : Sumber Data Kecamatan dalam Angka (2014)

Berdasarkan Tabel 3.10, luas lahan pertanian di wilayah DAS


Bribin adalah 92.042,51 Ha. Dengan jumlah penduduk
sebanyak 2.156.978 jiwa, maka kepadatan geografis DAS Bribin
adalah 23,43 jiwa/Ha. Kepadatan penduduk agraris untuk untuk
setiap Sub Das adalah sebagai berikut : kepadatan penduduk
Sub DAS Opak 21 jiwa/Ha, kepadatan penduduk Sub DAS Oyo
46 jiwa/Ha, dan kepadatan penduduk Sub DAS Winongo 17
jiwa/Ha.

c. Jumlah Kepala Keluarga (KK)


Data jumlah KK dan KK petani di peroleh dari kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil masing-masing kabupaten,

52
sedangkan jumlah KK miskin diperoleh dari Bappeda masing-
masing kabupaten. Jumlah Total KK yang tinggal si wilayah DAS
Bribin adalah 65.832 KK. Sebanyak 28.149 KK (42,76 %)
merupakan KK yang berprofesi sebagai petani. Jumlah KK yang
tergolong KK miskin adalah sebanyak 11.286 KK (17,14 %).
Tabel 3.11 secara rinci menyajikan jumlah KK, KK petani dan
KK miskin pada setiap desa di wilayah DAS Bribin .
Tabel 3.11 Jumlah KK, KK Petani dan KK Miskin di Wilayah DAS
Bribin
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Sub DAS
1 Opak Bantul Bambanglipuro 308 118 127
Banguntapan 34,408 6,553 3,209
Bantul 2,895 734 371
Dlingo 377 156 174
Imogiri 2,734 1,001 699
Jetis 17,789 5,662 2,551
Kretek 4,209 1,234 1,957
Piyungan 16,593 5,586 4,141
Pleret 15,298 5,796 2,867
Pundong 4,842 2,042 2,269
Sewon 17,366 4,523 3,396
Boyolali Musuk* - - -
Selo* - - -
Gunug Kidul Gedang Sari 47 28 23
Patuk 942 451 424
Purwosari 13 6 9
Klaten Kemalang 2,289 1,461 687
Manisrenggo 9,166 4,290 2,750
Prambanan 6,947 2,663 2,084
Dukun* - - -
Srumbung - - -
Sleman Berbah 19,759 1,915 2,734
Cangkringan 11,167 1,844 5,388
Depok 40,959 1,319 1,028
Kalasan 29,537 2,586 3,687
Mlati 6,541 685 346
Ngaglik 20,463 1,238 2,304
53
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Ngemplak 19,609 1,548 4,813
Pakem 10,682 822 3,061
Prambanan 15,857 2,592 3,733
Turi 22 4 10
Yogyakarta Danurejan 6,719 1,530 14
Gedongtengen 1,180 173 3
Gondokusuman 13,165 1,738 37
Gondomanan 3,277 487 6
Jetis 3,552 652 5
Kotagede 10,163 1,004 90
Kraton 3,029 532 6
Mantrijeron 1,775 237 9
Mergangsan 10,106 2,134 25
Pakualaman 3,463 507 7
Tegalrejo 182 31 1
Umbulharjo 21,051 1,719 144
Jumlah Sub
DAS Opak 388,484 67,601 55,188
Sub DAS
2 Oyo I Bantul Dlingo 12,810 5,310 5,902
Imogiri 18,028 6,597 4,611
Jetis 4 1 1
Kretek 116 34 54
Piyungan 88 30 22
Pleret 95 36 18
Pundong 5,347 2,255 2,505
Gunung Kidul Gedang Sari 6,443 3,934 3,182
Karangmojo 12,864 5,066 5,968
Ngawen 8,255 4,321 3,496
Nglipar 10,205 5,280 5,155
Paliyan 8,875 3,426 4,257
Panggang 7,926 4,088 5,612
Patuk 9,009 4,311 4,057
Playen 18,282 7,234 8,152
Ponjong 7,320 3,080 4,238
Purwosari 361 170 252
Saptosari 1,228 759 759
Semin 14,989 7,008 5,336
Wonosari 9,404 2,321 2,248
Sukoharjo Bulu* - - -

54
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Wonogiri Eromoko 507 178 5,195
Manyaran 9,854 11,908 10,514
Jumlah Sub DAS Oyo 30,842 11,908 10,514
Sub DAS
3 Winongo Bantul Bambanglipuro 13,961 5,327 5,732
Bantul 18,578 4,713 2,379
Jetis 1,600 509 229
Kasihan 2,639 630 218
Kretek 6,420 1,883 2,985
Pandak 7,426 3,209 2,725
Pundong 1,895 799 888
Sanden 4,687 1,774 1,888
Sewon 14,324 3,730 2,801
Sleman Gamping 2,593 254 117
Mlati 22,978 2,408 1,214
Ngaglik 10,490 634 1,181
Pakem 1,171 90 336
Sleman 3,343 514 520
Turi 747 120 335
Yogyakarta Gedongtengen 5,433 797 12
Gondomanan 1,505 223 3
Jetis 5,204 954 8
Kraton 4,070 715 8
Mantrijeron 9,678 1,293 49
Ngampilan 5,775 628 8
Tegalrejo 11,364 1,926 67
Wirobrajan 4,257 738 10
Jumlah Sub DAS Winongo 160,136 33,870 23,713
Jumlah DAS Opak Oyo 579,461 113,379 89,414
Sumber : Data KK dan KK Miskin (Bappeda Kab. Kulon Progo)
Data KK Petani (Dinas Dukcapil Kab. Kulon Progo per 31 Desember 2014)

55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Prioritas Kekeringan


Penentuan lokasi berdasarkan prioritas kekeringan didasarkan pada
dua parameter utama yaitu potensi terjadinya kekeringan dan faktual
kejadian kekeringan. Data kemudian disesuaikan dengan fokus kegiatan
yaitu pada DAS Bribin, wilayah BPDASHL Serayu Opak. Kedua set data
tersebut kemudian dilakukan skoring sehingga mendapat Prioritas
Kekeringan.
DAS tidak dibatasi oleh batas administratif sehingga terdapat
beberapa desa yang hanya sebagian kecil dari total luas desanya masuk ke
CA DAS Bribin. Sejumlah wilayahnya merupakan kawasan hutan, sehingga
beberapa wilayahnya tidak masuk ke dalam kelas prioritas. Pada CA DAS
Bribin hanya terdapat satu kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul.
Tabel 4.1 Sebaran Kelas Prioritas Banjir Wilayah DAS Bribin
JML DESA JML DESA JML DESA
KECAMATAN JML DESA
P.1 P.2 P.3
Karangmojo - 6 - 6
Paliyan 1 2 1 4
Ponjong - 11 - 11
Rongkop - 5 - 5
Sapto Sari 1 2 1 4
Semanu - 5 - 5
Semin - 2 - 2
Tangjungsari 3 2 - 5
Tepus 1 3 1 5
Wonosari 1 10 - 11
Jumlah DESA 7 48 3 58
Sumber: Analisis Data, 2021

Potensi kekeringan di DAS Bribin Prioritas 1 berada di beberapa


wilayah Gunungkidul bagian hilir, faktor topografi karst dan kelerengan

56
cukup berpengaruh pada wilayah tersebut. Terdapat tujuh desa Prioritas 1,
empat puluh delapan desan Prioritas 2, dan tiga desa Prioritas 3
kekeringan.
Tabel 4.2 Kelas Prioritas Satu Kekeringan DAS Bribin
KABUPATEN KECAMATAN DESA KELAS P
KEKERINGAN
Gunungkidul Paliyan Karangasem P.1
Gunungkidul Sapto Sari Kanigoro P.1
Gunungkidul Tanjungsari Banjarejo P.1
Gunungkidul Tanjungsari Kemadang P.1
Gunungkidul Tanjungsari Ngestirejo P.1
Gunungkidul Tepus Tepus P.1
Gunungkidul Wonosari Wunungg P.1
Total 7 Desa
Sumber: Analisis Data, 2021

Gambar 4.1 Peta Prioritas Kekeringan DAS Bribin

57
Berdasarkan peta hasil skoring prioritas kekeringan didapatkan
bahwa secara morfologi DAS wilayah kekeringan prioritas 1 berada di
wilayah Gunungkidul yang hampir seluruhnya merupakan wilayah karst,
prioritas 2 berada ditengah DAS yang didominasi oleh kawasan hutan.
Wilayah dengan Prioritas 1 tersebut umumnya merupakan wilayah
terbangun dan padat penduduk yang dalam keseharianya membutuhkan
banyak air dan merupakan daerah karst.
4.1.1. Potensi Kekeringan (PK)
Data Potensi kekeringan didapatkan dari data dasar Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) tepatnya pada situs
inarisk.bnpb.go.id. pada situs tersebut dapat diunduh data potensi
kekeringan tiap wilayah dalam format raster kemudian
dikonversikan menjadi format shapefile. Data tersebut kemudian
diolah dengan tools GIS sehingga dapat menggambarkan data di
masing-masing desa yang masuk di Catchment Area DAS Bribin.

Gambar 4.2 Peta Potensi/ Kerawanan Kekeringan DAS Opak dan DAS Bribin

Kelas Potensi kekeringan berdasarkan data Inarisk di wilyah


DAS Bribin terbagi menjadi 3 kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

58
Kelas potensi awas sejumlah tinggi berada di bagian hilir terutama
Gunungkidul, kelas potensi sedang berada di tengah DAS.
4.1.2. Faktual Kekeringan (FK)
Data Faktual kekeringan diperoleh dari data delapan belas
stasiun curah hujan di bawah pengelolaan BBWS Serayu Opak di
wilayah DAS Opak. Delapan belas stasiun tersebut yaitu Stasiun
Kemput, Angin-Angin, Bronggang, Prumpung, Plataran, Beran,
Gemawang, Santan, Tanjung Tirto, Karang Ploso, Nyemengan,
Bedugan, Pundong, Siluk, Kedung Keris, Wanagama, Beji, dan
Gedangan. Dari data tersebut di ambil data rata-rata dari trend
jumlah hari tanpa hujan sesuai dengan ketersediaan data yang ada.
Kemudian dari lokasi stasiun tersebut dilakukan pembuatan poligon
thiessen untuk kemudian di-overlay sesuai dengan wilayah DAS
Bribin. Data pada masing-masing desa didapatkan dengan
melakukan perhitungan rata-rata tertimbang pada masing-masing
desa di dalam DAS Bribin.

Gambar 4.3 Peta Faktual Kekeringan DAS Opak dan DAS Bribin

59
Jumlah hari tanpa hujan (JTH) bervariasi. Data tersebut
kemudian diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu >31 Hari Tanpa
hujan dan Lebih dari 61 Hari Tanpa Hujan. Setelah dilakukan
klasisifikasi didapatkan wilayah dengan >61 hari tanpa hujan pada
seluruh desa DAS Bribin. Hal tersebut menunjukkan seluruh wilayah
DAS Bribin mengalami kekeringan.
4.2 Prioritas Banjir
Penentuan lokasi berdasarkan prioritas banjir didasarkan pada dua
parameter utama yaitu kerawanan banjir dan faktual banjir. Data kemudian
disesuaikan dengan fokus kegiatan yaitu pada DAS Bribin, wilayah
BPDASHL Serayu Opak. Kedua set data tersebut kemudian dilakukan
skoring sehingga mendapat Prioritas Banjir.
DAS tidak dibatasi oleh batas administratif sehingga terdapat
beberapa desa yang hanya sebagian kecil dari total luas desanya masuk ke
CA DAS Bribin. Seluruh wilayah DAS Bribin masuk dalam P.3 (Prioritas 3)
banjir. Daerah DAS Bribin memang masih banyak sebagai kawasan hutan.
Sehingga, tutupan lahannya masih bagus dan potensi terjadinya banjir
sedikit.

Gambar 4.4 Peta Kelas Priortias Banjir DAS Bribin

60
4.2.1 Kerawanan Banjir (KB)
Kerawanan banjir didapatkan dari data dasar Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BPBD) tepatnya pada situs
inarisk.bnpb.go.id. Pada situs tersebut dapat diunduh data
kerawanan banjir tiap wilayah dalam format raster kemudian
dikonversikan menjadi format shapefile dan diolah dalam CA DAS
Bribin. DAS Bribin memiliki kerentanan rendah dan sedang banjir.

Gambar 4.5 Peta Kerawanan Banjir DAS Opak dan DAS Bribin

Salah satu penyebab banjir yaitu limpasan. Limpasan adalah


air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah yang masuk dan
terakumulasi ke dalam saluran pengaliran (sungai, badan air).
Semakin tinggi limpasan pada suatu daerah tangkapan air, dalam
hal ini DAS atau Sub DAS, maka akan semakin memperburuk
kejadian banjir diwilayah rawan banjir genangan. Sebagian besar
wilayah DAS Opak masuk dalam kategori rendah, beberapa sedikit
wilayah masuk sedang. Hal ini menunjukkan wilayahnya masih
aman terhadap banjir.

61
4.2.2 Faktual Kejadian Banjir (FB)
Data faktual kejadian banjir didapatkan dari analisa BPS
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kejadian banjir di DIY sebanyak
empat kali. Data tersebut kemudian diolah pada wilayah DAS Opak.

Gambar 4.6 Peta Kejadian Banjir DAS Opak dan DAS Bribin

Dari hasil klasifikasi seluruh wilayah DAS Bribin memiliki


kejadian banjir lebih dari 1 kali selama setahun. Kejadian banjir
cenderung terjadi pada puncak musim penghujan di bulan
November. Rata-rata kejadian banjir berlangsung lebih dari satui
kali pada beberapa desa di suatu kecamatan.

4.3 Penilaian Indicator dan Analisis


4.3.1 Indeks Curah Hujan (ICH)
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang
dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan
waktu, yang terjadi pada kurun waktu air hujan terkonsentrasi
(Wesli, 2008). Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung
dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas

62
hujan dan lama hujan berpengaruh terhadap debit banjir dan
limpasan yang terjadi di suatu wilayah. Semakin tinggi intensitas
hujan, maka limpasan akan semakin tinggi.
Analisa ICH (Intensitas Curah Hujan) berdasarkan peta data
ICH dari hasil analisa IDW peta hujan yang dibangun berdasarkan
delapan belas stasiun hujan. Data intensitas curah hujan dapat
dilihat seperti pada Tabel 4.3 dibawah ini dengan klasifikasi equal
interval, maka didapatkan lima kelas pada DAS Bribin.
Tabel 4.3 ICH pada Delapan Belas Stasiun DAS Bribin
No Nama Stasiun ICH (mm/h)
1 Kemput 19,98
2 Angin-Angin 12,03
3 Bronggang 19,08
4 Prumpung 17,20
5 Plataran 13,85
6 Beran 19,68
7 Gemawang 17,32
8 Santan 22,21
9 Tanjung Tirto 14,78
10 Karang Ploso 17,73
11 Nyemengan 19,28
12 Bedugan 16,19
13 Pundong 18,07
14 Siluk 12,64
15 Kedung Keris 14,75
16 Wanagama 16,42
17 Beji 13,36
18 Gedangan 14,58
Sumber: Analisis Data, 2021

Dari 5 kelas tersebut, kemudian diolah menjadi 2 klasifikasi


yaitu ringan (0,5 - <20 mm/h) dan sedang (20 – 50 mm/h). Maka,
didapatkan seluruh wilayah DAS Bribin memiliki indikator baik pada

63
kriteria ICH. Peta kriteria ICH pada DAS Opak dapat dilihat pada
Gambar 4.7
Tabel 4.4 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk ICH
No Kecamatan Baik Buruk Jumlah Desa
1 Karangmojo 6 - 6
2 Paliyan 4 - 4
3 Ponjong 11 - 11
4 Rongkop 5 - 5
5 Sapto Sari 4 - 4
6 Semanu 5 - 5
7 Semin 2 - 2
8 Tanjungsari 5 - 5
9 Tepus 5 - 5
10 Wonosari 11 - 11
Total 59 - 59
Sumber: Analisis Data, 2021

Seluruh desa di DAS Bribin termasuk kelas 0,5 - <20 mm/h,


sehingga masuk dalam indikator baik.

64
65
Gambar 4.7 Peta Kriteria Intensitas Curah Hujan DAS Bribin

4.3.2 Jumlah Hari Tanpa Hujan (JTH)


Hari tanpa hujan adalah hari dengan curah hujan kurang dari
1 mm per hari. Jumlah hari tanpa hujan adalah banyaknya hari
tanpa hujan berturut-turut dihitung mundur mulai dari hari terakhir
pengamatan sampai terjadi hujan paling rendah 1mm per hari. Peta
data JTH (Jumlah Hari Tanpa Hujan) berdasarkan analisa IDW peta
hujan yang dibangun berdasarkan delapan belas stasiun hujan dan
diambil tren sesuai ketersediaan data yang ada. Data JTH pada
delapan belas tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 Jumlah Hari Tanpa Hujan pada Delapan Belas Stasiun
DAS Bribin
No Nama Stasiun JTH (h)
1 Kemput 215
2 Angin-Angin 193
3 Bronggang 225
4 Prumpung 219
5 Plataran 231

66
No Nama Stasiun JTH (h)
6 Beran 215
7 Gemawang 230
8 Santan 260
9 Tanjung Tirto 224
10 Karang Ploso 250
11 Nyemengan 256
12 Bedugan 239
13 Pundong 246
14 Siluk 230
15 Kedung Keris 213
16 Wanagama 231
17 Beji 232
18 Gedangan 232
Sumber: Analisis Data, 2021

Semakin banyak jumlah hari tanpa hujan, maka potensi


kekeringan semakin besar. Dari data JTH yang ada, DAS Bribin
diolah dan menunjukkan kelas ekstrem (>60 hari). Kemudian,
dengan klasifikasi kelas JTH tersebut, seluruh wilayah DAS Bribin
masuk pada indikator buruk. Banyaknya desa pada DAS Bribin
dengan indikator baik dan buruk dapat dilihat pada Tabel. Peta
kriteria JTH DAS Bribin dapat dilihat pada Gambar 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.6 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk JTH
No Kecamatan Baik Buruk Jumlah Desa
1 Karangmojo - 6 6
2 Paliyan - 4 4
3 Ponjong - 11 11
4 Rongkop - 5 5
5 Sapto Sari - 4 4
6 Semanu - 5 5
7 Semin - 2 2
8 Tanjungsari - 5 5

67
No Kecamatan Baik Buruk Jumlah Desa
9 Tepus - 5 5
10 Wonosari - 11 11
Total - 59 59
Sumber: Analisis Data, 2021

68
Gambar 4.8 Peta Kriteria JTH DAS Bribin

Seluruh wilayah yang berada di DAS Bribin memiliki jumlah


hari tanpa hujan yang termasuk dalam indicator buruk yang artinya

69
berpotensi terjadi kekeringan atau kekurangan air pada daerah
tersebut.

4.3.3 Tutupan Lahan (TL)


Data Tutupan Lahan didapatkan dari hasil penajaman data
kelas tutupan lahan Badan Informasi Geografis (BIG). Kemudian
dilakukan analisa tutupan vegetasi tiap desa dengan menggunakan
rata-rata tertimbang dan didapatkan kelas kerapatan masing-
masing desa PPV.

70
71
Gambar 4.9 Peta PPV Das Bribin

Hampir seluruh wilayah DAS Bribin tutupan lahannya


pertanian lahan kering campur, sehingga sebagian besar memiliki
nilai PPV baik. Namun, ada beberapa desa yang memiliki nilai PPV
buruk karena merupakan daerah pemukiman.
4.3.4 Limpasan (L)
Limpasan adalah air hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah yang masuk dan terakumulasi ke dalam saluran pengaliran
(sungai, badan air). Peta Limpasan dibangun untuk mengidentifikasi
unit- unit lahan yang berpotensi untuk menghasilkan aliran
permukaan/limpasan (run off) sebagai akibat pengaruh beberapa
faktor pembentuk unit lahan dalam meresapkan air hujan ke dalam
tanah (infiltrasi). Hasil identifikasi diperlukan untuk merencanakan
bentuk pengendalian limpasan. Peta ini dengan metode analisa
spasial.

72
73
Gambar 4.10 Peta Kelas Limpasan DAS Bribin

Wilayah tutupan lahan yang berupa tanaman lahan kering


dengan tanah yang memiliki tingkat infiltrasi rendah dan
pemukiman cenderung memiliki infiltrasi rendah, sehingga
limpasannya besar di beberapa daerah DAS Bribin. Daerah tersebut
seperti pada bagian tengah DAS Bribin.
4.3.5 Indeks Penggunaan Air (IPA)
Indeks Penggunaan Air (IPA) adalah salah satu parameter
yang digunakan untuk mengetahui perkembangan kuantitas,
kualitas, dan kontinuitas air dari suatu DAS. Analisa IPA juga
sebagai salah satu parameter penentuan tingkat kekritisan DAS.
Peta Indeks Penggunaan Air (IPA) didapatkan dari analisa
perhitungan nilai IPA pada masing-masing sub DAS berdasarkan
data kinerja DAS. Dengan memperhatikan parameter jumlah
ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan dan jumlah penduduk
dapat diketahui nilai IPA. Peta IPA DAS Bribin dapat dilihat pada
Gambar.

74
75
Gambar 4.11 Peta IPA DAS Bribin
Kelas nilai IPA DAS Bribin terbagi menjadi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk. Wilayah defisit air berada di Kecamatan
Karangmojo dan Semanu. Daerah tersebut merupakan daerah
pemukiman. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
pemukiman di wilayah DAS Bribin, maka kebutuhan air semakin
besar. Pacarejo, Semanu, dan Bejiharjo merupakan desa yang
memiliki nilai IPA buruk karena merupakan daerah pemukiman.
4.4 Penentuan Rekomendasi Rencana Kegiatan
Penentuan rekomendasi rencana kegiatan perlu ditetapkan program
terhadap setiap kriteria dengan indikator buruk. Setiap desa memiliki
rekomendasi masing-masing berupa Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH),
Sumur Resapan (SR), Lubang Resapan Biopori (LRB), Embung (Emb).
Berikut Tabel 4.7 rekapitulasi desa-desa berdasarkan prioritas dan kriteria
buruk. Tabel 4.8 jumlah unit rekomendasi kegiatan.

76
Tabel 4.7 Rekapituasi Desa-Desa Berdasarkan Prioritas dan Kriteria Buruk
Prioritas Prioritas Lokasi Kriteria
No
Banjir Kekeringan Desa Kec. Kab. JTH ICH TL L IPA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 P.3 P.1 Banjarejo Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
2 P.3 P.1 Kemadang Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
3 P.3 P.1 Ngestirejo Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik

4 P.3 P.1 Tepus Tepus Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik

5 P.3 P.1 Wunung Wonosari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik

6 P.3 P.1 Pacarejo** Semanu Gunungkidul Buruk Baik Buruk Buruk Buruk

Sumber: Analisis Data, 2021


Ketentuan:
** Pada desa tersebut sudah dilaksanakan kegiatan Pembangunan Model
Kampung Ramah Air Hujan (KRAH). Di Pacarejo sebagai tempat
edukasi sentral

Untuk menentukan rekomendasi rencana kegiatan, maka perlu


ditetapkan program terhadap setiap kriteria dengan indikator buruk.
Kegiatan IPAH beserta sumur resapan dangkal direkomendasikan untuk
menangani Jumlah Hari Tanpa Hujan (JTH), Intensitas Curah Hujan (ICH),
dan Indeks Penggunaan Air (IPA) yang buruk. IPAH tersebut diharapkan
dapat menampung air hujan, sehingga air tampungan dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari air masyarakat. Sumur resapan
(SR) dalam direkomendasikan untuk menangani ICH dan limpasan yang
buruk. SR dalam tersebut diharapkan dapat mengurangi run off dan
menambah air tanah. Lubang Resapan Biopori (LRB) direkomendasikan
untuk menangani ICH yang buruk. LRB tersebut diharapkan dapat
meresapkan air ke dalam tanah dengan baik. Embung direkomendasikan
untuk menangani limpasan yang buruk, sehingga air yang tertampung di
embung tidak langsung manjadi limpasan permukaan. Sedangkan untuk
menangani tutupan lahan yang buruk, kegiatan yang direkomendasaikan
yaitu penghijauan.

77
Tabel 4.8 Jumlah Unit Rekomendasi Kegiatan
Prioritas Prioritas Lokasi Rekomendasi Jumlah (Unit) Potensi
No
Banjir Kekeringan Desa Kec. Kab. Kegiatan IPAH SR*** LRB*** Emb
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 P.3 P.1 Banjarejo Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 23.317 2 58.292 3
2 P.3 P.1 Kemadang Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 5.013 1 12.532 3

3 P.3 P.1 Ngestirejo Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 19.308 2 48.271 3

4 P.3 P.1 Tepus Tepus Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 3.912 0 9.780 3

5 P.3 P.1 Wunung Wonosari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 8.719 1 21.796 3

IPAH, SR, Emb*,


6 P.3 P.1 Pacarejo** Semanu Gunungkidul 144.378 14 360.945 3
Penghijauan*

Sumber: Analisis Data, 2021


Ketentuan:
* Penghijauan (rekomendasi kegiatan penanaman hutan kembali, luasan
tergantung tiap lokasi)
Emb/ Embung (direalisasikan sesuai regulasi wilayahnya)
** Pada desa tersebut sudah dilaksanakan kegiatan Pembangunan Model
Kampung Ramah Air Hujan (KRAH). Di Pacarejo sebagai tempat
edukasi sentral
*** SR (Sumur Resapan) dan lubang biopori dihitung jumlah potensinya,
tetapi tidak direkomendasikan dilaksanakan karena daerah berupa
karst

Setelah mendapatkan nilai dan indikator dari masing-masing kriteria,


serta ditentukan rekomendasi rencana kegiatan terhadap kriteria yang
buruk, maka didapatkan rekomendasi kegiatan tiap lokasi seperti tabel di
atas. Untuk mengetahui banyaknya IPAH, SR, LRB yang diperlukan dalam
satu unit Model KRAH adalah dengan mempertimbangkan luas tutupan
bangunan. Luas tutupan bangunan sebelumnya sudah diketahui dari
bantuan peta citra satelit. Setiap luas 50 m2 tutupan bangunan diperlukan
1 IPAH dan 1 Sumur Resapan (SR) dangkal, setiap 1000 m2 luas tutupan
bangunan diperlukan 1 SR dalam, dan setiap 20 m2 luas tutupan bangunan
diperlukan 1 LRB.

Beberapa wilayah DAS Bribin perlu perhatian dijelaskan di bawah ini:


1. Desa Banjarejo
Desa Banjarejo berada di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Gunungkidul. Desa Banjarejo masuk dalam P.1 (Prioritas 1) kekeringan

78
dan P.3 (Prioritas 3) banjir. Permasalahan kekeringan di Desa
Banjarejo merupakan bencana tahunan yang selalu terjadi pada musim
kemarau. Hal ini karena karakteristik daerah tersebut mempunyai
lapisan tanah yang tersusun dari batu gamping sehingga menyebabkan
cadangan air tersimpan dalam tanah yang cukup dalam. Kesulitan
untuk menemukan air di daerah karst disebabkan karena memang
kondisi batuan berupa karbonat yang memiliki karakteristik mudah
meloloskan air. Indikator buruk dari Jumlah Hari Tanpa Hujan (JTH)
juga menggambarkan daerah tersebut kering. Di sisi lain, limpasan
yang besar sering terjadi akibat hujan lebat dalam satu waktu
sehingga indikator buruk pada limpasan. Rekomendasi kegiatan desa
ini adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur
Resapan (SR), pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta
sumur resapan dangkal desa ini sebesar 23.317 buah. IPAH
diharapkan dapat menampung air hujan, sehingga air tampungan
dapat dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
saat terjadi kekeringan. Apabila terjadi kelebihan air pada tampungan
bisa diresapkan langsung ke dalam sumur resapan dangkal. Potensi
desa sebagai desa wisata menyebabkan desa ini memerlukan banyak
air untuk memenuhi kebutuhan. Potensi biopori sebanyak 58.292 buah
juga bisa diterapkan untuk mempercepat peresapan air dalam tanah.
Dengan adanya potensi embung 3 buah juga dapat digunakan untuk
tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat kekeringan.
2. Desa Ngestirejo
Desa Ngestirejo berada di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Gunungkidul. Desa Ngestirejo masuk dalam P.1 (Prioritas 1)
kekeringan dan P.3 (Prioritas 3) banjir. Permasalahan kekeringan di
Desa Banjarejo merupakan bencana tahunan yang selalu terjadi pada
musim kemarau. Hal ini karena karakteristik daerah tersebut
mempunyai lapisan tanah yang tersusun dari batu gamping sehingga
menyebabkan cadangan air tersimpan dalam tanah yang cukup dalam.
Kesulitan untuk menemukan air di daerah karst disebabkan karena
memang kondisi batuan berupa karbonat yang memiliki karakteristik
mudah meloloskan air. Indikator buruk dari Jumlah Hari Tanpa Hujan
79
(JTH) juga menggambarkan daerah tersebut kering. Di sisi lain,
limpasan yang besar sering terjadi akibat hujan lebat dalam satu waktu
sehingga indikator buruk pada limpasan. selain itu, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunungkidul, DIY,
mencatat Desa Ngestirejo mengalami kelangkaan air bersih terutama
saat musim kemarau. Rekomendasi kegiatan desa ini adalah Instalasi
Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR),
pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan
dangkal desa ini sebesar 19.308 buah. IPAH diharapkan dapat
menampung air hujan, sehingga air tampungan dapat dimanfaatkan
warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat terjadi kekeringan.
Apabila terjadi kelebihan air pada tampungan bisa diresapkan langsung
ke dalam sumur resapan dangkal. Potensi biopori sebanyak 48.271
buah juga bisa diterapkan untuk mempercepat peresapan air dalam
tanah. Dengan adanya potensi embung 3 buah juga dapat digunakan
untuk tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat kekeringan,
namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan yang tepat
untuk pembangunannya.
3. Desa Pacarejo
Desa Pacarejo berada di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.
Desa Pacarejo masuk dalam P.1 (Prioritas 1) kekeringan dan P.3
(Prioritas 3) banjir. Indikator buruk pada Jumlah Hari Tanpa Hujan
(JTH) menunjukkan desa ini termasuk wilayah kering saat musim
kemarau. Tutupan lahan yang buruk dan topografi desa yang juga
mempengaruhi limpasan. Limpasan yang terjadi saat musim hujan
juga buruk, sehingga banjir bisa terjadi saat hujan lebat di musim
penghujan. Pacarejo adalah desa yang sedang berkembang baik di
bidang perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Oleh karena itu,
kebutuhan air juga cukup besar untuk mendukung hal tersebut. Di sisi
lain, indikator Insdeks Penggunaan Air (IPA) buruk. Rekomendasi
kegiatan pada desa ini adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH),
pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung, dan
penghijauan. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal
desa ini sebesar 144.378 buah. IPAH beserta sumur resapan dangkal
80
diharapkan dapat mengurangi debit limpasan air hujan dan menambah
persediaan air masyarakat. Potensi biopori sebanyak 360.945 buah
juga dapat diterapkan untuk mengurangi limpasan yang terjadi saat
hujan. Potensi pembuatan embung 3 buah diterapkan di desa ini untuk
menampung air dalam jumlah sedang hingga besar sebagai cadangan
air. Embung juga dapat dibuat pada Desa Pacarejo dengan
memperhatikan penggunaan lahan dan topografi.
4.5 Indikator tambahan sumber dana APBN
Lokasi pembangunan Model KRAH yang menggunakan sumber dana
berasal dari APBN juga harus memperhatikan indikator Kepadatan
Penduduk (KP) dan TKP (Kesejahteraan Penduduk).
4.5.1 Kepadatan Penduduk (KP)
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah
penduduk dan luas daerah yang ditempati. Kepadatan penduduk
menurut SNI 03-1733-2004 dihitung dari banyaknya jumlah
penduduk dalam 1 ha.

81
Gambar 4.12 Peta Kepadatan Penduduk DAS Bribin

Dari Gambar 4.12 di atas dapat diketahui seluruh wilayah DAS


Bribin penduduknya baik. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah
penduduk akan terus meningkat. Jumlah penduduk DAS Bribin yang
82
terus mengalami kenaikan setiap tahun menyebabkan
bertambahnya jumlah kebutuhan air masyarakat. Jumlah penduduk
yang semakin banyak juga meningkatkan kebutuhan masyarakat
akan lahan. Masyarakat memerlukan lahan untuk tempat tinggal
dan kegiatan bercocok tanam seperti sawah dan pertanian lainnya.
Selain menambah kebutuhan air, tekanan penduduk terhadap lahan
ini menyebabkan tutupan lahan memburuk dan limpasan yang
terjadi akan semakin tinggi. Limpasan yang tinggi terjadi karena air
hujan tidak diresapkan seluruhnya ke dalam tanah, tetapi langsung
menjadi limpasan di permukaan. Bertambahnya penduduk yang
sejalan dengan bertambahnya lahan pemukiman akan menimbulkan
limpasan yang semakin tinggi. Dari kejadian-kejadian di atas, perlu
rekomendasi KRAH pada beberapa desa prioritas seperti yang sudah
dijelaskan di atas sebagai solusi dari permasalahan kekeringan dan
masyarakat.
4.5.2 Kesejahteraan Penduduk (TKP)
Kesejahteraan penduduk adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Kriteria tingkat kesehateraan
penduduk didekati dengan persentase keluarga miskin atau rata-
rata tingkat pendapatan penduduk per kapita per tahun. Persentase
keluarga miskin merupakan perbandingan antara jumlah keluarga
miskin dengan jumlah total keluarga. Persentase keluarga miskin
atau rata-rata pendapatan penduduk per kapita per tahun dapat
dihitung dengan memanfaatkan pendekatan dalam penilaian kriteria
tingkat kesejahteraan penduduk. Hal tersebut kemudian dapat
dibandingkan jumlah keluarga miskin dengan jumlah total keluarga
di wilayah DAS Bribin. Jumlah desa pada masing-masing kabupaten
di DAS Bribin dengan kesejahteraan baik dan buruk dapat dilihat
pada Gambar di bawah ini.

83
84
Gambar 4.13 Peta Kepadatan Kesejahteraan Penduduk DAS Bribin

Dari gambar di atas dapat diketuhui seluruh wilayah DAS


Bribin berindikator buruk pada kesejahteraan penduduk. Wilayah di
DAS Bribin yang kesejahteraannya masih buruk, perlu adanya
kegiatan sosial atau ekonomi yang dapat menunjang perbaikan
kesejahteraan masyarakat setempat salah satunya kegiatan KRAH.
Di wilayah Gunungkidul yang merupakan daerah karst, ketersediaan
air sangat terbatas di musim kemarau. Minimnya ketersediaan air
juga akan mempengaruhi kegiatan sehari-hari masyarakat seperti
kebutuhan rumah tangga dan bercocok tanam yang memerlukan air
yang cukup. Jika kebutuhan air tidak terpenuhi, maka kegiatan
masyarakat tidak berjalan lancar dan menyebabkan penghasilan
dari bercocok tanam berkurang.
Selain itu, potensi banjir limpasan di beberapa wilayah DAS
Bribin cukup tinggi, faktor lahan terbangun dan kelerengan cukup
berpengaruh pada wilayah tersebut. Adanya banjir limpasan
maupun kekeringan pada desa-desa di DAS Bribin akan
mempengaruhi kegiatan mata pencaharian masyarakat. Oleh sebab

85
itu, diperlukan kegiatan KRAH sebagai salah satu solusi mengurangi
dampak kerugian adanya banjir limpasan dan kekeringan. Sejalan
dengan lancarnya mata pencaharian masyarakat, kesejahteraan
desa-desa di DAS Bribin akan semakin baik.

4.6 Tata Waktu Pelaksanaan


Kegiatan implementasi dari model Kampung Ramah Air Hujan
dilakukan dengan tata waktu pelaksanaan sebagai berikut:
Tabel 4.9 Tata Waktu Pelaksanaan
No Tahun Aktivitas
1 Pertama (I) Persiapan dan Penyusunan Dokumen serta
Pelaksanaan pada Rencana Titik Kawasan
2 Kedua (II) Penyempurnaan Dokumen dan Pelaksanaan
pada Rencana Titik Kawasan
3 Ketiga (III) Realisasi di Seluruh Titik Kawasan

Tahun Pertama (I)


Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Pembentukan Tim Kerja Tim Kegiatan


KRAH

2. Persiapan dan Koordinasi yang


Koordinasi Kegiatan Baik

3. Pengumpulan Data Data Primer dan


Pendukung Data Sekunder
Model KRAH

4. Pengolahan Data Analisis Data

5. Observasi Lapangan Lokasi Sampel


Sampel Model KRAH Model KRAH

6. Penyusunan Dokumen Dokumen Model

86
Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kegiatan KRAH KRAH

7. Pemilihan dan Lokasi


Penetapan Lokasi KRAH Rekomendasi
KRAH

8. Pengesahan Rencana Program KRAH


Program KRAH

9. Sosialisasi KRAH Sosialisasi/


Webinar

10. Pelaporan Kegiatan Laporan Kegiatan


KRAH KRAH

Tahun Kedua (II)


Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Penyempurnaan dan Tim Kegiatan


Pengecekan Kembali KRAH
Dokumen KRAH

2. Pembuatan Dokumen Koordinasi yang


Ramtek Baik

3. Implementasi atau Data Primer dan


Pelaksanaan Model Data Sekunder
KRAH pada Titik Lokasi Model KRAH

87
Tahun Ketiga (III)
Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Implementasi atau Tim Kegiatan


Pelaksanaan Model KRAH
KRAH di Seluruh Titik
Kawasan atau Lokasi
KRAH

2. Pelaporan Koordinasi yang


Baik

3. Monitoring dan Evaluasi Data Primer dan


Data Sekunder
Model KRAH

4.7 Pembiayaan
Besarnya biaya pelaksanaan pemilihan lokasi dan penyusunan
rencana program kegiatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Harga
IPAH per unit Rp 8.387.000. Harga pembuatan embung volume tampungan
2000 m3 Rp 115.110.112 per unit. Harga penghijauan/ reboisasi 625
batang per Ha Rp 7.548.000.
Tabel 4.10 Jumlah Pembiayaan Rekomendasi Kegiatan
RAB
IPAH EMBUNG Luas PHJ
No Desa Kecamatan Kabupaten RAB IPAH (Rp) EMBUNG RAB PHJ (Rp) Total (Rp)
(Unit) (Unit) (Ha)
(Rp)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1 Banjarejo Tanjungsari Gunungkidul 23.317 3 - -


195.559.675.709 345.330.336 195.905.006.045

2 Kemadang Tanjungsari Gunungkidul 5.013 42.044.030.292 3 345.330.336 - - 42.389.360.628

3 Ngestirejo Tanjungsari Gunungkidul 19.308 161.936.193.275 3 345.330.336 - - 162.281.523.611

4 Tepus Tepus Gunungkidul 3.912 32.809.943.448 3 345.330.336 - - 33.155.273.784

5 Wunung Wonosari Gunungkidul 8.719 73.126.251.769 3 345.330.336 - - 73.471.582.105

6 Pacarejo** Semanu Gunungkidul 144.378 1.210.898.265.621 3 345.330.336 2874,193 1.232.938.004.721


21.694.408.764

88
BAB IV
KESIMPULAN

1. Hasil dari pemetaan BNPB melalui aplikasi INA Risk menunjukan jika wilayah
yang dilewati DAS Bribin termasuk ke dalam wilayah yang sering terjadi
bencana kekeringan dan beberapa wilayah juga mulai terjadi bencana banjir.
Selain itu, kepadatan penduduk di Kabupaten Gunungkidul yang termasuk di
dalam DAS Bribin semakin meningkat setiap tahun akibat perkembangan
kawasan wisata yang sejalan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi
daerah. Kepadatan penduduk ini menjadikan permasalahan penyediaan air
semakin meningkat karena wilayah Kabupaten Gunungkidul berada di
wilayah karst yang secara makro tidak dapat meresapkan air tetapi tidak
memungkinkan dapat memanfaatkan sungai bawah tanah yang harus
memakan dana besar. Oleh sebab itu, pemilihan DAS Bribin sebagai model
dalam Pembangunan Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) menjadi sangat
penting.

2. Tiga desa yang menjadi rekomendasi kegiatan Model Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) DAS Bribin yaitu Desa Banjarejo, Desa Ngestirejo, dan Desa
Pacarejo. Rekomendasi kegiatan Desa Banjarejo adalah Instalasi Pemanen
Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung.
Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal desa ini sebesar 23.317
buah. Potensi biopori sebanyak 58.292 buah. Potensi embung 3 buah juga
dapat digunakan untuk tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat
kekeringan, namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan yang
tepat untuk pembangunannya. Rekomendasi kegiatan Desa Ngestirejo
adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan
(SR), pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan
dangkal desa ini sebesar 19.308 buah. Potensi biopori sebanyak 48.271
buah. Potensi pembuatan embung 3 buah diterapkan di desa ini untuk
menampung air dalam jumlah sedang hingga besar sebagai cadangan air.
Rekomendasi kegiatan Desa Pacarejo adalah Instalasi Pemanen Air Hujan
(IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung, dan
penghijauan. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal sebesar

89
144.378 buah. Biopori juga dapat diterapkan dengan potensi sebanyak
360.945 buah. Secara terpadu dapat mengembangkan embung menjadi
daerah wisata, namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan
yang tepat untuk pembangunannya. Banyaknya unit/ buah alat rekomendasi
KRAH meneysuaikan kebutuhan pada lokasi masing-masing.

3. Rencana kegiatan tiga tahun ke depan yaitu, pada tahun pertama melakukan
persiapan dan penyusunan dokumen serta pelaksanaan pada rencana titik
kawasan/ lokasi rekomendasi Model KRAH. Tahun kedua melakukan
penyempurnaan dokumen dan pelaksanaan pada rencana titik kawasan.
Tahun ketiga melakukan realisasi di seluruh titik kawasan, monitoring, dan
evaluasi.

4. Untuk menjaga kegiatan Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) ini
berjalan lancar, maka perlu kegiatan monitoring dan evaluasi terkait
implementasi kegiatan Model KRAH minimal satu tahun sekali.

90

Anda mungkin juga menyukai