TAHUN 2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PEMBANGUNAN
MODEL KAMPUNG RAMAH AIR HUJAN DAS BRIBIN
TAHUN 2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala limpahan Rahmat, dan Hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Akhir Implementasi Penyusunan Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) ini.
BPDASHL Serayu Opak Progo melaksanakkan kegiatan implementasi
penyusunan Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) tahun 2021 di wilayah DAS
Bribin. DAS Bribin sendiri merupakan DAS prioritas di wilayah BPDASHL Serayu
Opak Progo, wilayah ini memiliki permasalahan penyediaan air untuk kebutuhan
sehari-hari yang sangat kurang meskipun dilain sisi wilayah tersebut menjadi
tempat studi dari berbagai wilayah untuk kegiatan rehabilitasi hutan. Kegiatan
penyusunan KRAH di wilayah tersebut membantu untuk menggambarkan dan
memodelkan serta menentukan daerah di wilayah cangkupan DAS Bribin sesuai
dengan kriteria yang diisyaratkan dalam rancangan KRAH. Harapannya,
permasalah run off yang berdampak pada bencana banjir dan bencana
kekeringan akibat kurang optimalnya kegiatan konservasi tanah dan air dapat
ditingkatkan khususnya pada DAS Bribin.
Buku laporan akhir kegiatan implementasi penyusunan Model Kampung
Ramah Air Hujan (KRAH) ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pertimbangan pengambilan keputusan bagi para pihak khususnya dalam
perencanaan kegiatan konservasi air dan tanah di wilayah tersebut, sehingga
dampak manfaat secara hidrologis dan ekologis dapat terukur serta dirasakan
oleh masyarakat secara signifikan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan
Akhir ini diucapkan terima kasih.
Yogyakarta, Oktober 2021
Kepala BPDASHL Serayu Opak Progo
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
DAFTAR TABEL 5
DAFTAR GAMBAR 7
I. PENDAHULUAN 8
1.1 Latar Belakang 8
1.2 Maksud dan Tujuan 9
1.3 Sasaran 9
1.3 Lingkup Kegiatan 10
II. BAHAN DAN METODE 11
2.1 Waktu dan Tempat Kegiatan 11
2.2 Bahan dan Alat 11
2.3 Metode 12
III. KONDISI BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI 24
3.1 Karakteristik Biofisik 24
3.2 Karakteristik Sosial Ekonomi 45
IV. HASIL PEMBAHASAN 56
V. KESIMPULAN 89
LAMPIRAN 91
4
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kegiatan Implementasi Penyusunan KRAH 11
Tabel 2.2 Skoring Penentuan Skala Prioritas 14
Tabel 2.3 Lokasi Pembangunan Model KRAH 14
Tabel 2.4 Nilai, Kelas Skor, dan Indikator Jumlah Hari Tanpa Hujan 15
Tabel 2.5 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Intensitas Curah Hujan 15
Tabel 2.6 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan 16
Tabel 2.7 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan 17
Tabel 2.8 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Limpasan dari Peta 17
Rawan Limpasan
Tabel 2.9 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Indeks Penggunaan Air 18
Tabel 2.10 Nilai dan Indikator terhadap Kriteria 19
Tabel 2.11 Rekomendasi Kegiatan terhadap Kriteria yang Buruk 19
Tabel 2.12 Rekomendasi Kegiatan Tiap Lokasi Pembangunan Model 20
KRAH
Tabel 2.13 Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH) 20
Tabel 2.14 Sumur Resapan (SR) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) 21
Tabel 2.15 Banyaknya Bangunan Tiap Lokasi 22
Tabel 2.16 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Kepadatan Penduduk 22
Tabel 2.17 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Tingkat Kesejahteraan 23
Penduduk
Tabel 3.1. Luas Sub DAS pada DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak 28
Progo
Tabel 3.2 Data Curah Hujan wilayah DAS Bribin 30
Tabel 3.3 Rekapitulasi Rata-rata Curah Hujan 32
Tabel 3.4 Besarnya Nilai Rc (Circularity Ratio) DAS Bribin dan Setiap Sub 33
DAS
Tabel 3.5 Bentuk Drainase dan Panjang Sungai Utama pada DAS Bribin 34
Tabel 3.6 Kepadatan Drainase/Sungai pada DAS Bribin 35
Tabel 3.7 Kemiringan Lahan DAS Bribin 36
Tabel 3.8. Sebaran Penggunaan Lahan pada Setiap Sub DAS 39
Tabel 3.9 Jumlah Penduduk di Wilayah DAS Bribin 45
Tabel 3.10. Luas Lahan Pertanian di Wilayah DAS Bribin 50
5
Tabel 3.11 Jumlah KK, KK Petani dan KK Miskin di Wilayah DAS Bribin 53
Tabel 4.1 Sebaran Kelas Prioritas Banjir Wilayah DAS Bribin 56
Tabel 4.2 Kelas Prioritas Satu Kekeringan DAS Bribin 57
Tabel 4.3 ICH pada Delapan Belas Stasiun DAS Bribin 63
Tabel 4.4 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk ICH 64
Tabel 4.5 Jumlah Hari Tanpa Hujan pada Delapan Belas Stasiun DAS 66
Opak
Tabel 4.6 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk JTH 67
Tabel 4.7 Rekapitulasi Desa-Desa Berdasarkan Prioritas dan Kriteria 77
Buruk
Tabel 4.8 Jumlah Unit Rekomendasi Kegiatan 78
Tabel 4.9 Tata Waktu Pelaksanaan 86
Tabel 4.10 Jumlah Pembiayaan Rekomendasi Kegiatan 88
6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pikir Tahapan Pembangunan 13
Model KRAH
Gambar 3.1. Batas DAS Bribin Berdasarkan SK 511 Kementerian 26
Kehutanan
Gambar 3.2. Batas DAS Bribin Berdasarkan Interpretasi Kajian Terkini 26
mengenai Sistem Hidrogeologi Sungai Bawah Tanah Bribin-
Baron
Gambar 3.3. Peta Administrasi DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak 29
Progo
Gambar 3.4 Penggunaan Lahan tegalan 42
Gambar 3.5 Penggunaan Lahan Pemukiman 43
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Sasaran
Sasaran dari kegiatan Pembangunan Model Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) di DAS Bribin adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan bencana banjir di DAS Bribin
2. Pengurangan terjadinya kekeringan di DAS Bribin
3. Peningkatan kualitas lingkungan di DAS Bribin
4. Pemanfaatan air hujan untuk melestarikan air tanah
5. Pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat
DAS Bribin
9
1.4 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan yang disajikan pada dari kegiatan Pembangunan
Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) di DAS Opak adalah sebagai
berikut:
1. Observasi lapangan dan pengambilan sampel model
2. Pemetaan kerentanan bencana banjir dan kekeringan di kawasan DAS
3. Analisa kebutuhan Kegiatan Pembangunan Model KRAH
4. Rekomendasi Model KRAH
5. Sosialisasi dan Evaluasi Kegiatan KRAH
10
BAB II
BAHAN DAN METODE
11
4. Peta Administrasi
5. Peta Fungsi Kawasan
6. Peta Batas DAS Prioritas dan Sub Das dalam DAS Prioritas
7. Peta Penutupan Lahan
8. Peta Rawan Banjir
9. Peta Potensi Kekeringan
2.3 Metode
Pemilihan lokasi Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) diawali
dengan penyiapan peta administrasi, peta fungsi kawasan, peta batas DAS
Prioritas/ sub DAS Prioritas, peta rawan banjir, dan peta potensi
kekeringan. Penggunaan peta melalui pembobotan berdasarkan kriteria
atau kondisi sebelum digunakan. Kegunaaan dari peta untuk mengawali
persiapan kegiatan KRAH adalah sebagabi berikut:
1. Peta administrasi berguna untuk memberikan gambaran wilayah
administrasi yang digunakan dalam penyusunan dokumen KRAH
2. Peta fungsi kawasan berguna untuk memberikan gambaran lokasi yang
ada di dalam dan di luar kawasan
3. Peta batas DAS prioritas atau sub DAS dalam DAS prioritas digunakan
untuk memberikan gambaran lokasi yang berada di dalamya
4. Peta rawan banjir berguna untuk mendapatkan kondisi lokasi dengan
kriteria tinggi atau sangat tinggi
5. Peta potensi kekeringan berguna untuk mendampatkan kondisi lokasi
yang memiliki kriteria siaga atau awas
Keseluruhan peta tersebut kemudian di-overlay untuk kemudian
dilakukan analisis data. Proses analisa data disesuaikan dengan skala
prioritas yang dibagi menjadi beberapa aspek atau kriteria seperti bencana
banjir dan kekeringan. Semua data yang digunakan untuk menganalisa
memanfaatkan data faktual kejadian banjir dengan frekuensi banjir 1 kali
setiap tahun (tinggi) dan lebih dari 1 kali dalam setahun (sangat tinggi)
serta menggunakan data faktual kejadian kekeringan yang diperoleh dari
data jumlah hari tanpa hujan > 31 hari (siaga) dan jumlah hari tanpa hujan
> 61 hari (awas), seperti yang terdapat pada gambar dan tabel berikut ini.
12
Peta Peta Potensi Peta Peta Fungsi Peta DAS
Rawan Kekeringan Administra-si Kawasan Prioritas
Banjir
Lokasi Banjir/
Kekeringan/
Faktuasi/ Cek
Lapangan
Lokasi KRAH
Jumlah Hari
Tanpa Hujan
Intensitas
Hujan
Tutupan Lahan
Limpasan
Jenis Kegiatan
dan Lokus Indeks
(Program) Pemanfaatan
Kepadatan Air
Penduduk
Kesejahteraan
Penduduk
Lokasi
Prioritas
Sumber
Anggaran
APBN
Gambar 2.1 Bagan Alur Kerangka Pikir Tahapan Pembangunan Model KRAH
13
Tabel 2.2 Skoring Penentuan Skala Prioritas
No Aspek/Kriteria Kelas Nilai Prioritas
1 2 3 4 5
A. Banjir Skor:
2 = P. 3
3 = P. 2
4 = P. 1
1. Kerawanan Banjir (KB) a. Tinggi 1
b. Sangat Tinggi 2
2. Faktual Kejadian Banjir (FB) a. 1 x dalam setahun 1
b. > 1 x dalam setahun 2
B. Kekeringan
1 Potensi Kekeringan (PK) a. Siaga 1 Skor:
b. Awas 2 2 = P. 3
2 Faktual Kekeringan (FK) a. > 31 Hari tanpa Hujan 1 3 = P. 2
b. > 61 Hari tanpa Hujan 2 4 = P. 1
Skor = Nilai PK + Nilai FK
14
Setelah penentuan skala prioritas di kawasan DAS Prioritas yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penilaian indikator dan analisis
yang memanfaatkan kriteria sebagai berikut:
1. Jumlah Hari tanpa Hujan (JTH)
Deret hari tanpa hujan berturut-turut atau diistilahkan dengan dry
spell adalah jumlah hari kering (hari tidak ada hujan) berurutan yang
tidak diselingi oleh hari basah (hari hujan). Semakin banyak jumlah
hari tanpa hujan, maka potensi kekeringan semakin besar seperti
yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Nilai, Kelas Skor, dan Indikator Jumlah Hari Tanpa Hujan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
1 – 5 hari Sangat Pendek 1
6 -10 hari Pendek 2 Baik
Jumlah
11 -20 hari Menengah 3
Tanpa
21 – 30 hari Panjang 4
Hujan
31 – 60 hari Sangat Panjang 5 Buruk
>60 hari Ekstrem 6
Sumber: BMKG (Modifikasi)
15
3. Tutupan Lahan (TL)
Analisa tutupan lahan adalah penutupan lahan yang berupa vegetasi.
Presentase luas lahan berpenutupan vegetasi permanen yang
merupakan perbandingan luas lahan bervegetasi permanen dengan
luas DAS.
Keterangan:
PPV : Persentase Luas Lahan Bervegetasi
LVP : Luas Lahan Bervegetasi
4. Limpasan (L)
Besaran limpasan yang terjadi dapat diketahui dengan Nilai Koefisien
Aliran Tahunan (C). Nilai C yang mempunyai besaran tinggi
menunjukan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim hujan (air
banjir) yang terjadi besar, sedangkan pada musim kemarau aliran air
yang sangat kecil atau menunjukan kekeringan. Secara tidak langsung
kondisi ini menunjukan bahwa daya resap lahan kurang mampu
menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh serta air limpasannya
banyak yang mengalir ke sungai selanjutnya ke laut.
16
Keterangan:
C : Koefisien Aliran Tahunan
K : Faktor Konfersi (365 x 86.400) / 10
A : Luas DAS (HA)
Q : Debit Rata-rata Tahunan (m3/detik)
CH : Curah Hujan Rerata Tahunan (mm/th)
Adapun tabel nilai, kelas, skor, dan indikatornya disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.7 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Tutupan Lahan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
C < 0,2 Sangat Buruk 1
Koefisien 0,2 < C < 0,3 Rendah 2 Baik
Rezim Aliran 0,3 < C < 0,4 Sedang 3
Tahunan (C) 0,4 < C < 0,5 Tinggi 4
Buruk
C > 0,5 Sangat Tinggi 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)
Besar limpasan juga dapat diperoleh dari peta rawan limpasan yang
bisa didapatkan dari BIG (Badan Informasi Geospasial) dengan wali
data Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran
Sungai, Direktorat Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung, KLHK. Nilai, kelas, skor, dan indicator dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.8 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator untuk Limpasan dari Peta
Rawan Limpasan
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
L ≤ 40 Rendah 1
Baik
Limpasan 041 < L ≤ 55 Normal 2
(L) 56 < C ≤ 95 Tinggi 3
Buruk
L > 95 Ekstrim 4
Sumber: P.7/DAS-V/2011
17
5. Indeks Pemanfaatan Air (IPA)
Indeks Penggunaan Air (IPA) ditunjukkan dari jumlah pemakaian air
yang dibandingkan dengan kuantitas ketersediaan air pada Daerah
Aliran Sungai (DAS). Nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) adalah
perbandingan jumlah air yang bisa dimanfaatkan dlam satu tahun
dengan jumlah penduduk yang menggunakan air. Nilai IPA juga bisa
didapat dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan wali data
Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Keterangan:
IPA = Ketersediaan air per kapita per tahun (m3/tahun)
Q = Debit air sungai dalam m3/tahun
Kriteria dari klasifikasi kelas IPA seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.9 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Indeks Penggunaan Air
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
IPA > 6.800 Sangat Baik 1
5.100 < IPA ≤ Baik 2 Buruk
6.800
Indeks
3.400 < IPA ≤ Sedang 3
Penggunaan
5.100
Air (IPA)
1.700 < IPA ≤ Jelek 4 Baik
3.400
IPA > 1.700 Sangat Jelek 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)
18
Tabel 2.10 Nilai dan Indikator terhadap Kriteria
Lokasi Kriteria
No Nilai/
Desa Kec. Kab. JTH ICH TL L IPA
Indikator
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai
1
Indikator
Nilai
2
Indikator
Nilai
3
Indikator
19
Selanjutnya, masing-masing wilayah dapat dikethui rekomendasi
kegiatannya. Masing-masing kegiatan dapat dimasukkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.12 Rekomendasi Kegiatan Tiap Lokasi Pembangunan Model KRAH
Lokasi
No. Rekomendasi
Desa Kec. Kab.
1 2 3 4 5
1.
2.
20
Tabel 2.14 Sumur Resapan (SR) dan Lubang Resapan Biopori (LRB)
Jumlah
Luas Ukuran Daya
Unit
Jenis Tutupan Resapan Resap per
Resapan Keterangan
Pemanfaatan Bangunan per Unit Unit
yang
(m3) (m3) (m3/hari)
Diperlukan
Setiap tambahan (25-50) m2
Sumur
luas tutupan bangunan
Resapan 50 1 - 1
diperlukan tambahan 1 unit
Dangkal
atau volume 1 m3
Sumur Setiap tambahan (500-1000)
Resapan 1000 - 40 1 m2 luas tutupan bangunan
Dalam diperlukan tambahan 1 unit
Lubang Setiap tambahan luas tutupan
Resapan 20 0,25 - 3 bangunan 7 m2 diperlukan
Biopori LRB tambahan 1 unit LRB
21
Tabel 2.15 Banyaknya Bangunan Tiap Lokasi
No. Lokasi Jumlah
Desa Kec. Kab. PHJ IPAH SR LRB Emb KR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.
2.
22
TKP dan klasifikasinya dapat dinilai berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 2.17 Nilai, Kelas, Skor, dan Indikator Tingkat Kesejahteraan
Penduduk
Kriteria Nilai Kelas Skor Indikator
TKP ≤ 5 Sangat Baik 1
Tingkat Baik
5 < TKP ≤ 10 Baik 2
Kesejahteraan
10 < TKP ≤ 20 Sedang 3
Penduduk
20 < TKP ≤ 30 Buruk 4 Buruk
(TKP)
TKP > 30 Sangat Buruk 5
Sumber: P.61/Menhut-II/2014 (Modifikasi)
23
BAB III
KONDISI BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI
25
Gambar 3.1. Batas DAS Bribin Berdasarkan SK 511 Kementerian Kehutanan
Sumber: Identifikasi Kawasan Karst Bribin-Baron (2014)
Gambar 3.2. Batas DAS Bribin Berdasarkan Interpretasi Kajian Terkini mengenai
Sistem Hidrogeologi Sungai Bawah Tanah Bribin-Baron
Sumber: Identifikasi Kawasan Karst Bribin-Baron (2014)
26
Sebelah selatan Samudera Indonesia
Sebelah barat DAS Opak Oyo dan DAS Kanigoro
Sebelah utara DAS Opak Oyo
Sebelah timur DAS Kemadang, DAS Banjarejo dan DAS Solo
Sedangkan batas administratif hidrogeologi sungai bawah
tanah (SBT) Bribin-Baron dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Kecamatan Karangmojo dan Playen
Sebelah Timur : Kecamatan Pacimantoro dan Rongkop
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Kecamatan Paliyan dan Panggang
Secara administratif Hidrogeologi sungai bawah tanah (SBT)
Bribin-Baron berada di sebagian wilayah administrasi Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten
Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Hidrogeologi sungai bawah tanah
(SBT) Bribin-Baron mencakup beberapa kecamatan yang berada di
Kabupaten Gunungkidul di antaranya adalah Kecamatan Paliyan,
Wonosari, Sapto Sari, Tanjungsari, Tepus, Semanu, Karangmojo,
Ponjong, Rongkop dan sebagian berada di Kabupaten Wonogiri di
antaranya adalah Kecamatan Eromoko dan Pacimantoro.
Luas total DAS Bribin adalah 36.288,08 ha sebagaimana
tersaji dalam Tabel 3.1. Berdasarkan Tabel 3.1 tersebut, sebagian
besar wilayah DAS Bribin yaitu seluas 33.601,00 Ha (92,60 %)
masuk wilayah Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa
Yogyakarta dan 2.687,08 Ha (7,40 %) masuk wilayah Kabupaten
Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Daerah Aliran Sungai Bribin, terbagi
atas 4 sub DAS, yaitu Sub DAS Baron, Sub DAS Bribin, Sub DAS
Pulutan/Kalisuci dan Sub DAS Tegoan/Wonosari. Luas Sub DAS
Baron adalah 11.980,02 Ha (33,02 %) dan seluruh wilayahnya
terletak di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wilayah Sub DAS Bribin terletak di Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa
Tengah. Luas Sub DAS Bribin adalah 11.766,25 Ha (32,42 %).
Wilayah Sub DAS Pulutan/Kalisuci meliputi Kabupaten Gunungkidul
dan sebagian Kabupaten Wonogiri dengan luas 7.648,36 Ha (21,08
27
%). Sub DAS Tegoan/Wonosari seluas 4.892,54 Ha (13,48 %)
seluruhnya berada di wilayah Kabupaten GunungkidulLuas
dimasing-masing Kabupaten disajikan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Luas Sub DAS pada DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu
Opak Progo.
Luas Persentase
No Sub DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan
(ha) (%)
I Sub DAS Baron DIY Gunungkidul Paliyan 499,25 1,38
Saptosari 1.824,68 5,03
Semanu 5.603,96 15,44
Tanjungsari 2.171,64 5,98
Tepus 382,70 1,05
Wonosari 1.498,69 4,13
Luas DAS Baron 11.980,92 33,02
II Sub DAS Bribin DIY Gunungkidul Ponjong 4.349,78 11,99
Rongkop 2.862,44 7,89
Semanu 1.898,15 5,23
Jawa
Wonogiri Pracimantoro 338,24 0,93
Tengah
Eromoko 2.317,65 6,39
Luas Sub DAS Bribin 11.766,25 32,42
Sub DAS Pulutan/
III DIY Gunungkidul Karangmojo 773,72 2,13
Kalisuci
Ponjong 5.469.99 15,07
Semanu 1.359,94 3,75
Semin 13,53 0,04
Jawa
Wonogiri Eromoko 31,19 0,09
Tengah
Luas Sub DAS Pulutan/
7.648,36 21,08
Kalisuci
Sub DAS Tegoan/
IV DIY Gunungkidul Karangmojo 578,60 1,59
Wonosari
Paliyan 690,75 1,90
Playan 14,74 0,04
Saptosari 117,33 0,32
Semanu 200,68 0,55
28
Luas Persentase
No Sub DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan
(ha) (%)
Wonosari 3.290,43 9,07
Luas Sub DAS Tegoan/
4.892,54 13,48
Wonosari
Luas DAS Bribin 36.288,08 100,00
Sumber : Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2014)
Gambar 3.3. Peta Administrasi DAS Bribin Wilayah BPDAS Serayu Opak Progo
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2014)
Kec. Kalasan,
6 Sta. Plataran 440265 9149137
Kab. Bantul
30
Jml Stasiun Hujan
DAS Sub DAS Stasiun
No Nama Lokasi Koordinat (UTM)
Hujan
Kec. Pundong,
4 Sta. Pundong 425229 9126144
Kab. Bantul
31
Tabel 3.3 Data Curah Hujan Tahunan dan Rata-Rata Curah Hujan Tahunan
Selama 10 (Sepuluh) Tahun Terakhir
Curah Hujan (mm)
Sub Nama Stasiun CH Rata2
No
DAS Hujan Lokasi 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 Tahunan
Sub DAS
I Opak 1 Bedugan 2016.60 1,649.50 1,991.80 810.40 695.90 - 695.90 885.80 657.00 1,954.20 126,190
2 Bronggang 2,256.65 2,307.70 2,663.20 972.20 2,626.80 2,854.30 2,067.70 2,495.50 2,684.60 2,269.75 2,319.84
3 Gemawang 2,249.80 1,807.80 2,972.50 1,233.60 1,119 651.00 651.00 947.00 1,506.30 1,414.50 1,455.25
4 Karangploso 1,811.30 1,645.20 1,835.10 1,901 1,139 806.10 941.00 1,943 1,782 1,575 1,537.87
5 Kemput 2,918.90 2,936.00 1,840.40 1,567 342.00 3,674.60 2,144.50 2,720 1,098 2,595 2,183.64
6 Plataran 2,195.70 2,006.50 639.80 560.62 - 1,315.65 - 1,102 928.8 1,336.30 1,260.67
7 Prumpung 2,263.00 1,580.30 2,905.00 1,606.50 1,223.50 466.70 950.00 217 2,545 1,984 1,574.10
8 Santan 2,280.60 1,983.02 2,850.00 1,919.10 1,169.90 1,649.90 1,287.40 1,825 2,069 1,821.20 1,574.10
9 Tanjungtirto 2,347.90 1,852.50 1,846.70 1,376.30 1,469.30 2,032.60 778.50 1,231.20 2,069 974 1,885.51
Sub DAS
II Oyo 1 Beji/Ngawen 1,523.40 1,860.10 2,133.30 1,211.42 11,120.07 1,162 774.00 1,186 750 949.00 1,266.93
2 Kedungkeris 2,155 1,868.80 2,537.90 2,029.53 - - 484.80 1,360 1,580 1,446.70 1,682.84
3 Siluk 1,758.20 1,859 1,448.50 1,052.70 1,897.20 2,001.32 1,026 1,788 1,861 1,851 1,654.29
4 Terong 1,844.60 1,088 708,6 1,613.40 - - 46.10 1,745 2,247 1,976.50 1,408.65
5 Wanagama 2,072.30 1,874.70 2,195.50 1,933.60 1,881.70 2,116.80 1,259 1,832 2,133.50 1,755.10 1,905.42
Sub DAS
III Winongo 1 Angin-Angin 1,951.20 1,367.60 1,850.30 1,841.30 2,071.34 1,934.60 - - 1,848.50 1,796 1,832.60
2 Beran 2,233 2,573 2,537 2,297.30 2,150.44 3,008.80 1,665 2,802 2,838 2,287.50 2,439.20
3 Nyemengan 1,920 1,604 2,257.30 1,974.90 1,950.20 1,647.50 1,378.90 1,927.20 1,786.10 1,888.10 1,833.42
4 Pundong 1,705.10 1,257.20 1,865.60 1,601.90 2,061.30 1,985.53 886.60 1,656.80 1,853.30 2,124.90 1,699.82
Sumber : BBWS Serayu Opak (2021)
32
Tabel 3.4 Besarnya Nilai Rc (Circularity Ratio) DAS Bribin dan
Setiap Sub DAS
Bentuk
Sub DAS/ Luas Perimeter
No Nilai RC DAS/ Sub
DAS (km2) (km)
DAS
Sub DAS
III Pulutan/ 76,48 52,46 0,35 Memanjang
Kalisuci
Sub DAS
IV Tegoan/ 48,93 49,39 0,25 Memanjang
Wonosari
33
air serta yang berkaitan dengan tingkat erosi. Untuk menentukan
bentuk drainase, dari hasil identifikasi sungai dan anak-anak
sungai dihitung jumlah percabangannya. Bentuk percabangan
sungai diklasifikasikan menjadi 6 klas yaitu :
Nihil mempunyai percabangan sungai 0 sampai 1 buah
Ringan mempunyai percabangan sungai 1 sampai 2 buah
Sedang mempunyai percabangan sungai 3 sampai 4 buah
Kuat mempunyai percabangan sungai 5 sampai 7 buah
Sangat kuat mempunyai percabangan sungai 8 sampai 10
buah
Ekstrim mempunyai percabangan sungai lebih dari 10 buah
Bentuk drainase di DAS Bribin berdasarkan aliran sungai
permukaan disajikan pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Bentuk Drainase dan Panjang Sungai Utama pada DAS
Bribin
Panjang Jumlah
No Sub DAS Luas Km2 Sungai Cabang Klasifikasi
Utama (Km) Sungai
I Baron 119,82 6,22 1-2 Kecil
II Bribin 117,66 13,27 3-4 Sedang
Tegoan/Wono
III 48,93 22,62 3-4 Sedang
sari
Pulutan
IV 76,48 14,71 3-4 Sedang
Kalisuci
Jumlah 362,90 46,82
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)
34
drainase lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,0 km/km2), DAS sering
mengalami kekeringan. Berdasarkan hasil perhitungan,
kerapatan drainase masing-masing Sub DAS tersaji dalam Tabel
3.6. Kepadatan drainase/kerapatan sungai DAS Bribin diperoleh
dari hasil perhitungan data peta sungai yang bersumber pada
peta rupa bumi. Hasil perhitungan data tersebut disajikan pada
Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Kepadatan Drainase/Sungai pada DAS Bribin
Panjang
Kerapatan
No Sub DAS Luas Km2 Sungai Keterangan
(Km /Km2)
(Km)
I Baron 119,82 31,23 0,26
II Bribin 117,66 47,46 0,40
III Tegoan/Wonosari 48,93 90,34 1,84
IV Pulutan Kalisuci 76,48 198,83 2,59
Jumlah 362,90 367,86
Sumber: Dokumen RPDAS Terpadu DAS Bribin (2013)
35
Tabel 3.7 Kemiringan Lahan DAS Bribin
Administrasi Klas Kelerengan/ Topografi (ha)
Luas
Sub III V
No II IV Total
DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat
Landai Curam (ha)
Curam Curam
Sub DAS
I DIY Gunungkidul Paliyan 138,62 211,34 76,58 72,70 499,25
Baron
Sub DAS
II DIY Gunungkidul Ponjong 201,31 286,22 741,06 2.570,41 550,78 4.349,78
Bribin
Luas
Semanu 99,52 118,85 1.378,39 301,39 1.898,15
Total (ha
Jawa
Wonogiri Eromoko 1.283,15 1.034,50 2.317,65
Tengah
Luas Sub DAS Bribin 300,83 405,35 2.443,87 6.697,24 1.918,96 11.766,25
Sub DAS
III Pulutan/ DIY Gunungkidul Karangmojo 564,16 209,56 773,72
Kalisuci
Jawa
Wonogiri Eromoko 31,19 31,19
Tengah
36
Administrasi Klas Kelerengan/ Topografi (ha)
Luas
Sub III V
No II IV Total
DAS Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat
Landai Curam (ha)
Curam Curam
Luas Sub DAS Pulutan/ Kalisuci 2.335,85 1.154,32 1.204,37 1.812,88 1.140,94 7.648,36
Sub DAS
IV Tegoan/ DIY Gunungkidul Karangmojo 556,99 21,61 578,60
Wonosari
III V Luas
Sub II IV
No Provinsi Kabupaten Kecamatan I Datar Agak Sangat Total
DAS Landai Curam
Curam Curam (ha)
Luas Sub DAS Tegoan/ Wonosari 3.246,94 1.021,08 239,24 334,35 50,93 4.892,54
37
Lahan seluas 13.758,09 Ha atau 37,91 % dari luas wilayah
mempunyai kemiringan lahan < 15 %.
Lahan seluas 22.531,53 Ha atau 62,09 % dari luas wilayah
mempunyai kemiringan lahan antara > 15 %
38
Tabel 3.8. Sebaran Penggunaan Lahan pada Setiap Sub DAS
Sub Air Air Air Belukar
No Kabupaten Kecamatan Gedung Kebun
DAS Laut Payau Tawar / Semak
Tepus 42,66
Sub DAS
III Pulutan/ Gunungkidul Karangmojo
Kalisuci
Semin 4,59
Sub DAS
IV Tegoan/ Gunungkidul Karangmojo
Wonosari
39
Sub Air Air Air Belukar
No Kabupaten Kecamatan Gedung Kebun
DAS Laut Payau Tawar / Semak
Playen
Semanu 0,40
40
Sub Kecamat Pasir Pemuki Rump Sawah Luas
No Kabupaten STD Tegalan
DAS an Darat man ut Irigasi (ha)
41
a. Tegalan
Tegalan merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di
Sub DAS Bribin. Penggunaan lahan tegalan ini ditanami oleh
campuran antara tanaman semusim dengan tanaman kayu-
kayuan dengan sistem tumpang sari. Tanaman yang dapat
dijumpai pada adalah tanaman jati, mahoni, akasia, kelapa, dan
pada beberapa tempat banyak tumbuh tanaman coklat.
Gambar 3.4 Penggunaan Lahan tegalan
Lokasi : Desa Pacarejo, Kec. Semanu, Lokasi : Desa Kelor, Kec. Karangmojo,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 456002, 9112510 Koordinat UTM. 465344, 9119170
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Nurul Ardiana, 2016)
b. Pemukiman
Terdapat beberapa pola pemukiman yang dijumpai di DAS Bribin,
yaitu pola mengelompok dan pola pemukiman terpusat. Pola
pemukiman mengelompok yang ada mengindikasikan bila pada
daerah tersebut terdapat sumber air yaitu berupa mataair yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh penduduk dengan
mengalirkannya menggunakan pipa. Pemukiman tipe
mengelompok banyak dijumpai di Kec.Ponjong yang memiliki
sebaran mataair yang cukup banyak. Permukiman pada
umumnya juga berasosiasi dengan kebun pribadi yang berada
pada halaman rumah. Permukiman terpusat pada Kota Wonosari
yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi serta
menyediakan akses terhadap pemenuhan kebutuhan hidup yang
42
lebih mudah dijangkau. Semakin jarangnya permukiman
dipengaruhi oleh semakin jauhnya jarak daerah dengan kota,
serta kondisi lahan yang semakin tidak rata (berbukit) membuat
permukiman juga semakin jarang. Hal ini dapat terlihat dari pola
permukiman yang semakin jarang ke arah Pantai Baron yang
merupakan kawasan perbukitan karst. Permukiman pada
Hidrogeologi sungai bawah tanah Bribin-Baron dijumpai berada
pada daerah-daerah yang memiliki kemiringan lereng cukup
tinggi.
Gambar 3.5 Penggunaan Lahan Pemukiman
c. Sawah Irigasi
Sawah irigasi merupakan sawah yang sumberdaya airnya berasal
dari irigasi atau air yang dialirkan secara sengaja ke sebuah
lahan pertanian tertentu. Keberadaan sawah irigasi terdapat
pada daerah cekungan Wonosari yang merupakan daerah yang
memiliki sumberdaya air yang baik dari segi kuantitas. Sebagian
sawah irigasi juga terdapat di Kecamatan Ponjong bagian barat
irigasinya memanfaatkan mataair yang ada yang dialirkan ke
parit secara permanen sehingga air dapat langsung masuk ke
sawah. Pada bagian lain juga terdapat sawah yang dialiri oleh
sungai yang mengalir secara musiman, sungai ini yang pada
beberapa daerah alirannya menghilang masuk ke dalam
43
ponor/luweng. Kondisi sawah irigasi pada sistem hidrogeologi
sungai bawah tanah Bribin-Baron dapat dilihat pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 Penggunaan Lahan Sawah Irigasi
Lokasi : Desa Genjahan, Kec. Ponjong, Lokasi : Desa Sidorejo, Kec. Ponjong,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 467831,9119080 Koordinat UTM. 465267,9117400
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Lies Trianadewi, 2016)
d. Kebun campur
Penggunaan lahan kebun campur merupakan areal lahan milik
yang ditanami oleh berbagai jenis tanaman kayu, tanaman
semusim, MPTS dan sebagainya sehingga membentuk strata
tajuk yang bertingkat-tingkat.
Gambar 3.7 Penggunaan Lahan Kebun Campur
Lokasi : Desa Planjan, Kec. Saptosari, Lokasi : Desa Sidorejo, Kec. Ponjong,
Kab. Gunungkidul Kab. Gunungkidul
Koordinat UTM. 49040,9107920 Koordinat UTM. 465267,9117400
Sumber : Foto Groundcek Penggunaan Lahan (Taufik Rahmadi, 2016)
44
e. Belukar
Penggunaan lahan belukar merupakan areal lahan milik yang
belum ditanami oleh berbagai jenis tanaman.
Gambar 3.8 Penggunaan Lahan Belukar
45
Jumlah Penduduk (jiwa)
Sex
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Laki-
Perempuan Total Ratio
Laki
Boyolali Musuk* - - -
Selo* - - -
Gunung Kidul Gedang Sari 70 71 141 99.32
Patuk 1,529 1,576 3,106 97.00
Purwosari 21 23 44 94.36
Klaten Kemalang 3,344 3,409 6,753 98.10
Manisrenggo 14,423 15,477 29,900 93.89
Prambanan 9,227 9,933 19,160 92.89
Magelang Dukun* - - -
Srumbung* - - -
Sleman Berbah 28,490 28,419 56,909 100.25
Cangkringan 15,748 16,101 31,849 97.81
Depok 62,577 60,860 123,437 102.82
Kalasan 43,058 41,677 84,735 103.31
Mlati 9,980 9,890 19,870 100.91
Ngaglik 31,771 31,432 63,203 101.08
Ngemplak 29,926 30,199 60,125 99.10
Pakem 15,243 15,451 30,694 98.65
Prambanan 22,862 22,637 45,498 100.99
Turi 34 33 67 100.47
Yogyakarta Danurejan 9,071 9,383 18,454 96.67
Gedongtengen 1,490 1,643 3,132 90.71
Gondokusuman 22,100 9,383 31,483 235.53
Gondomanan 4,221 4,805 9,026 87.84
Jetis 4,619 4,846 9,465 95.32
Kotagede 16,833 16,978 33,811 99.15
Kraton 3,501 3,846 7,346 91.02
Mantrijeron 2,401 2,544 4,945 94.40
Mergangsan 14,488 15,049 29,537 96.27
Pakualaman 4,441 4,723 9,164 94.03
Tegalrejo 282 289 571 97.70
Umbulharjo 40,136 42,895 83,031 93.57
Jumlah Sub DAS Opak 589,860 580,432 1,170,292 101.62
Bantul Dlingo 19,037 18,972 38,010 100.34
Imogiri 27,104 26,990 54,094 100.42
Jetis 7 7 13 99.32
48
Berdasarkan Tabel 3.9, jumlah penduduk yang paling banyak
adalah pada wilayah Sub DAS Opak yaitu sebanyak 1.170.292 jiwa
(54,26 %). Sedangkan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah
Sub DAS Oyo adalah sebanyak 516.440 jiwa (23,94 %) dan yang
tinggal di wilayah Sub DAS Winongo adalah sebanyak 470.245 jiwa
(11,14 %).
Rasio Jenis Kelamin (RJK) DAS Bribin adalah 100,22, artinya
pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat 100-101 penduduk
laki-laki. Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah suatu angka yang
menunjukkan perbandingan banyaknya jumlah penduduk laki-laki
dan banyaknya jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah
dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya jumlah
penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Data rasio jenis
kelamin ini berguna untuk pengembangan perencanaan
pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan
dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara
adil. Selain itu, informasi rasio jenis kelamin juga penting diketahui
oleh para politisi, terutama untuk meningkatkan keterwakilan
perempuan dalam parlemen.
50
Luas Lahan
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Pertanian DAS/Sub
DAS/(HA)
Prambanan 2,453.66
Turi 2,579.16
Yogyakarta Danurejan -
Gedongtengen -
Gondokusuman 0.03
Gondomanan -
Jetis -
Kotagede 15.93
Kraton -
Mantrijeron 1.76
Mergangsan 4.12
Pakualaman -
Tegalrejo 22.92
Umbulharjo 60.47
Luas Sub DAS Opak 53,447.55
Sub DAS Oyo Bantul Dlingo 4,621.74
Imogiri 4,414.43
Jetis 1,986.80
Kretek 1,642.24
Piyungan 2,581.49
Pleret 1,700.26
Pundong 2,056.15
Gunung Kidul Gedang Sari 1,304.00
Karangmojo 610.00
Ngawen 1,101.00
Nglipar 280.00
Paliyan 31.00
Panggang 22.00
Patuk 1,161.00
Playen 276.00
Ponjong 690.00
Purwosari 170.00
Sapto Sari -
Semin 1,943.00
Wonosari 82.00
Sukoharjo Bulu*
Wonogiri Eromoko 86.37
Manyaran 1,409.70
Luas Sub DAS
Oyo 11,022.97
Sub DAS
Winongo Bambanglipuro 1,971.37
Bantul 1,892.82
51
Luas Lahan
DAS SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN Pertanian DAS/Sub
DAS/(HA)
Jetis 1,986.80
Kasihan 2,512.76
Kretek 1,624.24
Pandak 2,080.01
Pundong 2,056.15
Sanden 1,847.55
Sewon 2,030.87
Sleman Gamping 1,079.00
Mlati 979.00
Ngaglik 1,728.00
Pakem 1,668.80
Sleman 1,510.00
Turi 2,579.16
Yogyakarta Gedongtengen -
Gondomanan -
Jetis -
Kraton -
Mantrijeron 1.76
Ngampilan -
Tegalrejo 22.92
Wirobrajan 0.37
Luas Sub DAS Winongo 27,571.99
Luas DAS Oak Oyo 92,042.51
Sumber : Sumber Data Kecamatan dalam Angka (2014)
52
sedangkan jumlah KK miskin diperoleh dari Bappeda masing-
masing kabupaten. Jumlah Total KK yang tinggal si wilayah DAS
Bribin adalah 65.832 KK. Sebanyak 28.149 KK (42,76 %)
merupakan KK yang berprofesi sebagai petani. Jumlah KK yang
tergolong KK miskin adalah sebanyak 11.286 KK (17,14 %).
Tabel 3.11 secara rinci menyajikan jumlah KK, KK petani dan
KK miskin pada setiap desa di wilayah DAS Bribin .
Tabel 3.11 Jumlah KK, KK Petani dan KK Miskin di Wilayah DAS
Bribin
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Sub DAS
1 Opak Bantul Bambanglipuro 308 118 127
Banguntapan 34,408 6,553 3,209
Bantul 2,895 734 371
Dlingo 377 156 174
Imogiri 2,734 1,001 699
Jetis 17,789 5,662 2,551
Kretek 4,209 1,234 1,957
Piyungan 16,593 5,586 4,141
Pleret 15,298 5,796 2,867
Pundong 4,842 2,042 2,269
Sewon 17,366 4,523 3,396
Boyolali Musuk* - - -
Selo* - - -
Gunug Kidul Gedang Sari 47 28 23
Patuk 942 451 424
Purwosari 13 6 9
Klaten Kemalang 2,289 1,461 687
Manisrenggo 9,166 4,290 2,750
Prambanan 6,947 2,663 2,084
Dukun* - - -
Srumbung - - -
Sleman Berbah 19,759 1,915 2,734
Cangkringan 11,167 1,844 5,388
Depok 40,959 1,319 1,028
Kalasan 29,537 2,586 3,687
Mlati 6,541 685 346
Ngaglik 20,463 1,238 2,304
53
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Ngemplak 19,609 1,548 4,813
Pakem 10,682 822 3,061
Prambanan 15,857 2,592 3,733
Turi 22 4 10
Yogyakarta Danurejan 6,719 1,530 14
Gedongtengen 1,180 173 3
Gondokusuman 13,165 1,738 37
Gondomanan 3,277 487 6
Jetis 3,552 652 5
Kotagede 10,163 1,004 90
Kraton 3,029 532 6
Mantrijeron 1,775 237 9
Mergangsan 10,106 2,134 25
Pakualaman 3,463 507 7
Tegalrejo 182 31 1
Umbulharjo 21,051 1,719 144
Jumlah Sub
DAS Opak 388,484 67,601 55,188
Sub DAS
2 Oyo I Bantul Dlingo 12,810 5,310 5,902
Imogiri 18,028 6,597 4,611
Jetis 4 1 1
Kretek 116 34 54
Piyungan 88 30 22
Pleret 95 36 18
Pundong 5,347 2,255 2,505
Gunung Kidul Gedang Sari 6,443 3,934 3,182
Karangmojo 12,864 5,066 5,968
Ngawen 8,255 4,321 3,496
Nglipar 10,205 5,280 5,155
Paliyan 8,875 3,426 4,257
Panggang 7,926 4,088 5,612
Patuk 9,009 4,311 4,057
Playen 18,282 7,234 8,152
Ponjong 7,320 3,080 4,238
Purwosari 361 170 252
Saptosari 1,228 759 759
Semin 14,989 7,008 5,336
Wonosari 9,404 2,321 2,248
Sukoharjo Bulu* - - -
54
Jumlah
Jumlah Jumlah
KK
KK KK
Miskin
NO SUB DAS KABUPATEN KECAMATAN DAS/Sub Petani
DAS/Sub
DAS DAS/Sub
DAS
(KK) DAS (KK)
(KK)
Wonogiri Eromoko 507 178 5,195
Manyaran 9,854 11,908 10,514
Jumlah Sub DAS Oyo 30,842 11,908 10,514
Sub DAS
3 Winongo Bantul Bambanglipuro 13,961 5,327 5,732
Bantul 18,578 4,713 2,379
Jetis 1,600 509 229
Kasihan 2,639 630 218
Kretek 6,420 1,883 2,985
Pandak 7,426 3,209 2,725
Pundong 1,895 799 888
Sanden 4,687 1,774 1,888
Sewon 14,324 3,730 2,801
Sleman Gamping 2,593 254 117
Mlati 22,978 2,408 1,214
Ngaglik 10,490 634 1,181
Pakem 1,171 90 336
Sleman 3,343 514 520
Turi 747 120 335
Yogyakarta Gedongtengen 5,433 797 12
Gondomanan 1,505 223 3
Jetis 5,204 954 8
Kraton 4,070 715 8
Mantrijeron 9,678 1,293 49
Ngampilan 5,775 628 8
Tegalrejo 11,364 1,926 67
Wirobrajan 4,257 738 10
Jumlah Sub DAS Winongo 160,136 33,870 23,713
Jumlah DAS Opak Oyo 579,461 113,379 89,414
Sumber : Data KK dan KK Miskin (Bappeda Kab. Kulon Progo)
Data KK Petani (Dinas Dukcapil Kab. Kulon Progo per 31 Desember 2014)
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
56
cukup berpengaruh pada wilayah tersebut. Terdapat tujuh desa Prioritas 1,
empat puluh delapan desan Prioritas 2, dan tiga desa Prioritas 3
kekeringan.
Tabel 4.2 Kelas Prioritas Satu Kekeringan DAS Bribin
KABUPATEN KECAMATAN DESA KELAS P
KEKERINGAN
Gunungkidul Paliyan Karangasem P.1
Gunungkidul Sapto Sari Kanigoro P.1
Gunungkidul Tanjungsari Banjarejo P.1
Gunungkidul Tanjungsari Kemadang P.1
Gunungkidul Tanjungsari Ngestirejo P.1
Gunungkidul Tepus Tepus P.1
Gunungkidul Wonosari Wunungg P.1
Total 7 Desa
Sumber: Analisis Data, 2021
57
Berdasarkan peta hasil skoring prioritas kekeringan didapatkan
bahwa secara morfologi DAS wilayah kekeringan prioritas 1 berada di
wilayah Gunungkidul yang hampir seluruhnya merupakan wilayah karst,
prioritas 2 berada ditengah DAS yang didominasi oleh kawasan hutan.
Wilayah dengan Prioritas 1 tersebut umumnya merupakan wilayah
terbangun dan padat penduduk yang dalam keseharianya membutuhkan
banyak air dan merupakan daerah karst.
4.1.1. Potensi Kekeringan (PK)
Data Potensi kekeringan didapatkan dari data dasar Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) tepatnya pada situs
inarisk.bnpb.go.id. pada situs tersebut dapat diunduh data potensi
kekeringan tiap wilayah dalam format raster kemudian
dikonversikan menjadi format shapefile. Data tersebut kemudian
diolah dengan tools GIS sehingga dapat menggambarkan data di
masing-masing desa yang masuk di Catchment Area DAS Bribin.
Gambar 4.2 Peta Potensi/ Kerawanan Kekeringan DAS Opak dan DAS Bribin
58
Kelas potensi awas sejumlah tinggi berada di bagian hilir terutama
Gunungkidul, kelas potensi sedang berada di tengah DAS.
4.1.2. Faktual Kekeringan (FK)
Data Faktual kekeringan diperoleh dari data delapan belas
stasiun curah hujan di bawah pengelolaan BBWS Serayu Opak di
wilayah DAS Opak. Delapan belas stasiun tersebut yaitu Stasiun
Kemput, Angin-Angin, Bronggang, Prumpung, Plataran, Beran,
Gemawang, Santan, Tanjung Tirto, Karang Ploso, Nyemengan,
Bedugan, Pundong, Siluk, Kedung Keris, Wanagama, Beji, dan
Gedangan. Dari data tersebut di ambil data rata-rata dari trend
jumlah hari tanpa hujan sesuai dengan ketersediaan data yang ada.
Kemudian dari lokasi stasiun tersebut dilakukan pembuatan poligon
thiessen untuk kemudian di-overlay sesuai dengan wilayah DAS
Bribin. Data pada masing-masing desa didapatkan dengan
melakukan perhitungan rata-rata tertimbang pada masing-masing
desa di dalam DAS Bribin.
Gambar 4.3 Peta Faktual Kekeringan DAS Opak dan DAS Bribin
59
Jumlah hari tanpa hujan (JTH) bervariasi. Data tersebut
kemudian diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu >31 Hari Tanpa
hujan dan Lebih dari 61 Hari Tanpa Hujan. Setelah dilakukan
klasisifikasi didapatkan wilayah dengan >61 hari tanpa hujan pada
seluruh desa DAS Bribin. Hal tersebut menunjukkan seluruh wilayah
DAS Bribin mengalami kekeringan.
4.2 Prioritas Banjir
Penentuan lokasi berdasarkan prioritas banjir didasarkan pada dua
parameter utama yaitu kerawanan banjir dan faktual banjir. Data kemudian
disesuaikan dengan fokus kegiatan yaitu pada DAS Bribin, wilayah
BPDASHL Serayu Opak. Kedua set data tersebut kemudian dilakukan
skoring sehingga mendapat Prioritas Banjir.
DAS tidak dibatasi oleh batas administratif sehingga terdapat
beberapa desa yang hanya sebagian kecil dari total luas desanya masuk ke
CA DAS Bribin. Seluruh wilayah DAS Bribin masuk dalam P.3 (Prioritas 3)
banjir. Daerah DAS Bribin memang masih banyak sebagai kawasan hutan.
Sehingga, tutupan lahannya masih bagus dan potensi terjadinya banjir
sedikit.
60
4.2.1 Kerawanan Banjir (KB)
Kerawanan banjir didapatkan dari data dasar Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BPBD) tepatnya pada situs
inarisk.bnpb.go.id. Pada situs tersebut dapat diunduh data
kerawanan banjir tiap wilayah dalam format raster kemudian
dikonversikan menjadi format shapefile dan diolah dalam CA DAS
Bribin. DAS Bribin memiliki kerentanan rendah dan sedang banjir.
Gambar 4.5 Peta Kerawanan Banjir DAS Opak dan DAS Bribin
61
4.2.2 Faktual Kejadian Banjir (FB)
Data faktual kejadian banjir didapatkan dari analisa BPS
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kejadian banjir di DIY sebanyak
empat kali. Data tersebut kemudian diolah pada wilayah DAS Opak.
Gambar 4.6 Peta Kejadian Banjir DAS Opak dan DAS Bribin
62
hujan dan lama hujan berpengaruh terhadap debit banjir dan
limpasan yang terjadi di suatu wilayah. Semakin tinggi intensitas
hujan, maka limpasan akan semakin tinggi.
Analisa ICH (Intensitas Curah Hujan) berdasarkan peta data
ICH dari hasil analisa IDW peta hujan yang dibangun berdasarkan
delapan belas stasiun hujan. Data intensitas curah hujan dapat
dilihat seperti pada Tabel 4.3 dibawah ini dengan klasifikasi equal
interval, maka didapatkan lima kelas pada DAS Bribin.
Tabel 4.3 ICH pada Delapan Belas Stasiun DAS Bribin
No Nama Stasiun ICH (mm/h)
1 Kemput 19,98
2 Angin-Angin 12,03
3 Bronggang 19,08
4 Prumpung 17,20
5 Plataran 13,85
6 Beran 19,68
7 Gemawang 17,32
8 Santan 22,21
9 Tanjung Tirto 14,78
10 Karang Ploso 17,73
11 Nyemengan 19,28
12 Bedugan 16,19
13 Pundong 18,07
14 Siluk 12,64
15 Kedung Keris 14,75
16 Wanagama 16,42
17 Beji 13,36
18 Gedangan 14,58
Sumber: Analisis Data, 2021
63
kriteria ICH. Peta kriteria ICH pada DAS Opak dapat dilihat pada
Gambar 4.7
Tabel 4.4 Jumlah Desa dengan Indikator Baik Buruk ICH
No Kecamatan Baik Buruk Jumlah Desa
1 Karangmojo 6 - 6
2 Paliyan 4 - 4
3 Ponjong 11 - 11
4 Rongkop 5 - 5
5 Sapto Sari 4 - 4
6 Semanu 5 - 5
7 Semin 2 - 2
8 Tanjungsari 5 - 5
9 Tepus 5 - 5
10 Wonosari 11 - 11
Total 59 - 59
Sumber: Analisis Data, 2021
64
65
Gambar 4.7 Peta Kriteria Intensitas Curah Hujan DAS Bribin
66
No Nama Stasiun JTH (h)
6 Beran 215
7 Gemawang 230
8 Santan 260
9 Tanjung Tirto 224
10 Karang Ploso 250
11 Nyemengan 256
12 Bedugan 239
13 Pundong 246
14 Siluk 230
15 Kedung Keris 213
16 Wanagama 231
17 Beji 232
18 Gedangan 232
Sumber: Analisis Data, 2021
67
No Kecamatan Baik Buruk Jumlah Desa
9 Tepus - 5 5
10 Wonosari - 11 11
Total - 59 59
Sumber: Analisis Data, 2021
68
Gambar 4.8 Peta Kriteria JTH DAS Bribin
69
berpotensi terjadi kekeringan atau kekurangan air pada daerah
tersebut.
70
71
Gambar 4.9 Peta PPV Das Bribin
72
73
Gambar 4.10 Peta Kelas Limpasan DAS Bribin
74
75
Gambar 4.11 Peta IPA DAS Bribin
Kelas nilai IPA DAS Bribin terbagi menjadi sangat baik, baik,
sedang, dan buruk. Wilayah defisit air berada di Kecamatan
Karangmojo dan Semanu. Daerah tersebut merupakan daerah
pemukiman. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
pemukiman di wilayah DAS Bribin, maka kebutuhan air semakin
besar. Pacarejo, Semanu, dan Bejiharjo merupakan desa yang
memiliki nilai IPA buruk karena merupakan daerah pemukiman.
4.4 Penentuan Rekomendasi Rencana Kegiatan
Penentuan rekomendasi rencana kegiatan perlu ditetapkan program
terhadap setiap kriteria dengan indikator buruk. Setiap desa memiliki
rekomendasi masing-masing berupa Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH),
Sumur Resapan (SR), Lubang Resapan Biopori (LRB), Embung (Emb).
Berikut Tabel 4.7 rekapitulasi desa-desa berdasarkan prioritas dan kriteria
buruk. Tabel 4.8 jumlah unit rekomendasi kegiatan.
76
Tabel 4.7 Rekapituasi Desa-Desa Berdasarkan Prioritas dan Kriteria Buruk
Prioritas Prioritas Lokasi Kriteria
No
Banjir Kekeringan Desa Kec. Kab. JTH ICH TL L IPA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 P.3 P.1 Banjarejo Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
2 P.3 P.1 Kemadang Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
3 P.3 P.1 Ngestirejo Tanjungsari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
4 P.3 P.1 Tepus Tepus Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
5 P.3 P.1 Wunung Wonosari Gunungkidul Buruk Baik Baik Buruk Baik
6 P.3 P.1 Pacarejo** Semanu Gunungkidul Buruk Baik Buruk Buruk Buruk
77
Tabel 4.8 Jumlah Unit Rekomendasi Kegiatan
Prioritas Prioritas Lokasi Rekomendasi Jumlah (Unit) Potensi
No
Banjir Kekeringan Desa Kec. Kab. Kegiatan IPAH SR*** LRB*** Emb
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 P.3 P.1 Banjarejo Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 23.317 2 58.292 3
2 P.3 P.1 Kemadang Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 5.013 1 12.532 3
3 P.3 P.1 Ngestirejo Tanjungsari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 19.308 2 48.271 3
4 P.3 P.1 Tepus Tepus Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 3.912 0 9.780 3
5 P.3 P.1 Wunung Wonosari Gunungkidul IPAH, SR, Emb* 8.719 1 21.796 3
78
dan P.3 (Prioritas 3) banjir. Permasalahan kekeringan di Desa
Banjarejo merupakan bencana tahunan yang selalu terjadi pada musim
kemarau. Hal ini karena karakteristik daerah tersebut mempunyai
lapisan tanah yang tersusun dari batu gamping sehingga menyebabkan
cadangan air tersimpan dalam tanah yang cukup dalam. Kesulitan
untuk menemukan air di daerah karst disebabkan karena memang
kondisi batuan berupa karbonat yang memiliki karakteristik mudah
meloloskan air. Indikator buruk dari Jumlah Hari Tanpa Hujan (JTH)
juga menggambarkan daerah tersebut kering. Di sisi lain, limpasan
yang besar sering terjadi akibat hujan lebat dalam satu waktu
sehingga indikator buruk pada limpasan. Rekomendasi kegiatan desa
ini adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur
Resapan (SR), pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta
sumur resapan dangkal desa ini sebesar 23.317 buah. IPAH
diharapkan dapat menampung air hujan, sehingga air tampungan
dapat dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
saat terjadi kekeringan. Apabila terjadi kelebihan air pada tampungan
bisa diresapkan langsung ke dalam sumur resapan dangkal. Potensi
desa sebagai desa wisata menyebabkan desa ini memerlukan banyak
air untuk memenuhi kebutuhan. Potensi biopori sebanyak 58.292 buah
juga bisa diterapkan untuk mempercepat peresapan air dalam tanah.
Dengan adanya potensi embung 3 buah juga dapat digunakan untuk
tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat kekeringan.
2. Desa Ngestirejo
Desa Ngestirejo berada di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Gunungkidul. Desa Ngestirejo masuk dalam P.1 (Prioritas 1)
kekeringan dan P.3 (Prioritas 3) banjir. Permasalahan kekeringan di
Desa Banjarejo merupakan bencana tahunan yang selalu terjadi pada
musim kemarau. Hal ini karena karakteristik daerah tersebut
mempunyai lapisan tanah yang tersusun dari batu gamping sehingga
menyebabkan cadangan air tersimpan dalam tanah yang cukup dalam.
Kesulitan untuk menemukan air di daerah karst disebabkan karena
memang kondisi batuan berupa karbonat yang memiliki karakteristik
mudah meloloskan air. Indikator buruk dari Jumlah Hari Tanpa Hujan
79
(JTH) juga menggambarkan daerah tersebut kering. Di sisi lain,
limpasan yang besar sering terjadi akibat hujan lebat dalam satu waktu
sehingga indikator buruk pada limpasan. selain itu, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunungkidul, DIY,
mencatat Desa Ngestirejo mengalami kelangkaan air bersih terutama
saat musim kemarau. Rekomendasi kegiatan desa ini adalah Instalasi
Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR),
pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan
dangkal desa ini sebesar 19.308 buah. IPAH diharapkan dapat
menampung air hujan, sehingga air tampungan dapat dimanfaatkan
warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat terjadi kekeringan.
Apabila terjadi kelebihan air pada tampungan bisa diresapkan langsung
ke dalam sumur resapan dangkal. Potensi biopori sebanyak 48.271
buah juga bisa diterapkan untuk mempercepat peresapan air dalam
tanah. Dengan adanya potensi embung 3 buah juga dapat digunakan
untuk tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat kekeringan,
namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan yang tepat
untuk pembangunannya.
3. Desa Pacarejo
Desa Pacarejo berada di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.
Desa Pacarejo masuk dalam P.1 (Prioritas 1) kekeringan dan P.3
(Prioritas 3) banjir. Indikator buruk pada Jumlah Hari Tanpa Hujan
(JTH) menunjukkan desa ini termasuk wilayah kering saat musim
kemarau. Tutupan lahan yang buruk dan topografi desa yang juga
mempengaruhi limpasan. Limpasan yang terjadi saat musim hujan
juga buruk, sehingga banjir bisa terjadi saat hujan lebat di musim
penghujan. Pacarejo adalah desa yang sedang berkembang baik di
bidang perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Oleh karena itu,
kebutuhan air juga cukup besar untuk mendukung hal tersebut. Di sisi
lain, indikator Insdeks Penggunaan Air (IPA) buruk. Rekomendasi
kegiatan pada desa ini adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH),
pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung, dan
penghijauan. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal
desa ini sebesar 144.378 buah. IPAH beserta sumur resapan dangkal
80
diharapkan dapat mengurangi debit limpasan air hujan dan menambah
persediaan air masyarakat. Potensi biopori sebanyak 360.945 buah
juga dapat diterapkan untuk mengurangi limpasan yang terjadi saat
hujan. Potensi pembuatan embung 3 buah diterapkan di desa ini untuk
menampung air dalam jumlah sedang hingga besar sebagai cadangan
air. Embung juga dapat dibuat pada Desa Pacarejo dengan
memperhatikan penggunaan lahan dan topografi.
4.5 Indikator tambahan sumber dana APBN
Lokasi pembangunan Model KRAH yang menggunakan sumber dana
berasal dari APBN juga harus memperhatikan indikator Kepadatan
Penduduk (KP) dan TKP (Kesejahteraan Penduduk).
4.5.1 Kepadatan Penduduk (KP)
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah
penduduk dan luas daerah yang ditempati. Kepadatan penduduk
menurut SNI 03-1733-2004 dihitung dari banyaknya jumlah
penduduk dalam 1 ha.
81
Gambar 4.12 Peta Kepadatan Penduduk DAS Bribin
83
84
Gambar 4.13 Peta Kepadatan Kesejahteraan Penduduk DAS Bribin
85
itu, diperlukan kegiatan KRAH sebagai salah satu solusi mengurangi
dampak kerugian adanya banjir limpasan dan kekeringan. Sejalan
dengan lancarnya mata pencaharian masyarakat, kesejahteraan
desa-desa di DAS Bribin akan semakin baik.
86
Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
87
Tahun Ketiga (III)
Bulan
No Aktivitas Luaran
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
4.7 Pembiayaan
Besarnya biaya pelaksanaan pemilihan lokasi dan penyusunan
rencana program kegiatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Harga
IPAH per unit Rp 8.387.000. Harga pembuatan embung volume tampungan
2000 m3 Rp 115.110.112 per unit. Harga penghijauan/ reboisasi 625
batang per Ha Rp 7.548.000.
Tabel 4.10 Jumlah Pembiayaan Rekomendasi Kegiatan
RAB
IPAH EMBUNG Luas PHJ
No Desa Kecamatan Kabupaten RAB IPAH (Rp) EMBUNG RAB PHJ (Rp) Total (Rp)
(Unit) (Unit) (Ha)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
88
BAB IV
KESIMPULAN
1. Hasil dari pemetaan BNPB melalui aplikasi INA Risk menunjukan jika wilayah
yang dilewati DAS Bribin termasuk ke dalam wilayah yang sering terjadi
bencana kekeringan dan beberapa wilayah juga mulai terjadi bencana banjir.
Selain itu, kepadatan penduduk di Kabupaten Gunungkidul yang termasuk di
dalam DAS Bribin semakin meningkat setiap tahun akibat perkembangan
kawasan wisata yang sejalan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi
daerah. Kepadatan penduduk ini menjadikan permasalahan penyediaan air
semakin meningkat karena wilayah Kabupaten Gunungkidul berada di
wilayah karst yang secara makro tidak dapat meresapkan air tetapi tidak
memungkinkan dapat memanfaatkan sungai bawah tanah yang harus
memakan dana besar. Oleh sebab itu, pemilihan DAS Bribin sebagai model
dalam Pembangunan Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) menjadi sangat
penting.
2. Tiga desa yang menjadi rekomendasi kegiatan Model Kampung Ramah Air
Hujan (KRAH) DAS Bribin yaitu Desa Banjarejo, Desa Ngestirejo, dan Desa
Pacarejo. Rekomendasi kegiatan Desa Banjarejo adalah Instalasi Pemanen
Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung.
Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal desa ini sebesar 23.317
buah. Potensi biopori sebanyak 58.292 buah. Potensi embung 3 buah juga
dapat digunakan untuk tampungan air yang dapat dimanfaatkan saat
kekeringan, namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan yang
tepat untuk pembangunannya. Rekomendasi kegiatan Desa Ngestirejo
adalah Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH), pembuatan Sumur Resapan
(SR), pembuatan embung. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan
dangkal desa ini sebesar 19.308 buah. Potensi biopori sebanyak 48.271
buah. Potensi pembuatan embung 3 buah diterapkan di desa ini untuk
menampung air dalam jumlah sedang hingga besar sebagai cadangan air.
Rekomendasi kegiatan Desa Pacarejo adalah Instalasi Pemanen Air Hujan
(IPAH), pembuatan Sumur Resapan (SR), pembuatan embung, dan
penghijauan. Potensi jumlah IPAH beserta sumur resapan dangkal sebesar
89
144.378 buah. Biopori juga dapat diterapkan dengan potensi sebanyak
360.945 buah. Secara terpadu dapat mengembangkan embung menjadi
daerah wisata, namun dalam pembuatannya harus memperhatikan lahan
yang tepat untuk pembangunannya. Banyaknya unit/ buah alat rekomendasi
KRAH meneysuaikan kebutuhan pada lokasi masing-masing.
3. Rencana kegiatan tiga tahun ke depan yaitu, pada tahun pertama melakukan
persiapan dan penyusunan dokumen serta pelaksanaan pada rencana titik
kawasan/ lokasi rekomendasi Model KRAH. Tahun kedua melakukan
penyempurnaan dokumen dan pelaksanaan pada rencana titik kawasan.
Tahun ketiga melakukan realisasi di seluruh titik kawasan, monitoring, dan
evaluasi.
4. Untuk menjaga kegiatan Model Kampung Ramah Air Hujan (KRAH) ini
berjalan lancar, maka perlu kegiatan monitoring dan evaluasi terkait
implementasi kegiatan Model KRAH minimal satu tahun sekali.
90