Anda di halaman 1dari 118

-BWS MALUKU UTARA -

SATKER BALAI WILAYAH SUNGAI MALUKU UTARA


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
Jl. JATI BESAR NO. 443 TERNATE, MALUKU UTARA

LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Kontrak No : KU.08.08/PP/BWS-MU/01/I/2017.
Tanggal 10 Januari 2017
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan surat perjanjian/Kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen


Perencanaan Umum dan Program Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Maluku Utara
dengan PT. ARGA PASCA REENCANA Nomor : KU.08.08/PP/BWS-MU/01/I/2017
tanggal 10 Januari 2017 tentang pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Peta Neraca
Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000bersama ini kami sampaikan :

LAPORAN AKHIR

Laporan Akhir ini merupakan salah satu produk pekerjaan Penyusunan Peta
Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000 dimana substansi laporan
menggambarkan tentang hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan.
Besar harapan kami dapat memperoleh masukan dan arahan dari semua pihak
untuk kesempurnaan laporan ini agar memenuhi sasaran yang diharapkan.

Atas arahan dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih kepada Direksi
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan dan Nara Sumber yang terlibat dalam kegiatan
ini.

Bandung, Juli 2017


PT. Arga Pasca Rencana

Brighttalin Bangun, ST.

Direktur

i
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB 1. PENDAHULUAN 1-1
BAB 2. METODOLOGI PELAKSANAAN 2-1
2.1 Pendekatan 2-1
2.1.1 Ketersediaan Air 2-1
2.1.2 Data yang digunakan 2-1
2.2 Metode Pelaksanaan2-2
2.2.1 Analisa GIS untuk pembuatan batas DAS 2-2
2.2.2 Ketersediaan Air 2-5
2.3 Kebutuhan Air 2-23
2.3.1 Kebutuhan Air Domestik, Perkotaan, dan Industri 2-23
2.3.2 Kebutuhan Air Irigasi 2-28
2.3.3 Kebutuhan Air Perikanan 2-32
2.3.4 Kebutuhan Air Peternakan 2-33
2.3.5 Kebutuhan Air Aliran Pemeliharaan Sungai 2-35
2.4 Neraca Air 2-36
2.4.1 Indeks Pemakaian Air 2-36
2.4.2 Indeks Ketersediaan Air 2-37
2.5 Bagan Alir Pelaksanaan Kegiatan 2-38
BAB 3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3-40
BAB 4. PENGUMPULAN/INVENTARISASI DATA 4-47
4.1 Dasar Hukum 4-47
4.2 Studi Terdahulu 4-50
4.2.1 Studi FIDEP (1993) 4-50
4.2.2 Studi Ditjen Sumber Daya Air (2003) 4-51

ii
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

4.2.3 Studi Pola WS Halmahera Utara 4-51


4.2.4 Pengelolaan Alokasi Air 4-52
4.2.5 Decision Support System untuk Pendayagunaan Sumber Daya
Air 4-52
4.2.6 WFLOW 4-53
4.3 Ketersediaan Data Hidroklimatologis dan Peta 4-54
4.3.1 Data Lapangan dan Peta - peta 4-54
4.3.2 Data Dinamis 4-58
4.3.3 Data Statis 4-60
4.3.4 Data BPS 4-64
4.3.5 Data Irigasi 4-64
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN5-65
5.1 Batas DAS 5-65
5.2 Ketersediaan Air 5-73
5.2.1 Perbandingan Hujan Pos dan Hujan TRMM 5-73
5.2.2 Ketersediaan Air Potensial 5-75
5.2.3 Ketersediaan Air Aktual 5-78
5.2.4 Tampungan Waduk 5-79
5.2.5 Potensi Air Tanah 5-79
5.3 Kebutuhan Air 5-81
5.3.1 Kebutuhan Air RKI 5-81
5.3.2 Kebutuhan Air Irigasi 5-83
5.3.3 Kebutuhan Air Peternakan 5-83
5.3.4 Kebutuhan Air Perikanan 5-84
5.3.5 Kebutuhan Air Aliran Pemeliharaan 5-84
5.4 Neraca Air 5-85
5.4.1 Neraca Air Potensial 5-85
5.4.2 Neraca Air Aktual 5-90
5.4.3 Upaya Pemenuhan Kebutuhan Air 5-97
BAB 6. PENUTUP 6-98
LAMPIRAN ix

iii
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga per Orang Per Hari Menurut
Kategori Kota........................................................................................................2-24

Tabel 2.2 Kebutuhan Air untuk Ternak................................................................2-34

Tabel 2.3 Indeks Pemakaian Air..........................................................................2-36

Tabel 2.4 Indeks Ketersediaan Air......................................................................2-38

Tabel 4.1 Undang-Undang..................................................................................4-47

Tabel 4.2 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden..................................4-48

Tabel 4.3 Peraturan Presiden..............................................................................4-48

Tabel 4.4 Peraturan Menteri................................................................................4-48

Tabel 4.5 Standar Nasional Indonesia................................................................4-49

Tabel 4.6 Daftar PDA dalam WS Halmahera Utara............................................4-55

Tabel 4.7 Daftar Bendung dalam WS Halmahera Utara.....................................4-55

Tabel 4.8 Daftar Pos Hujan dalam WS Halmahera Utara...................................4-57

Tabel 5.1 Analisis Runoff pada WS Halmahera Utara........................................5-77

Tabel 5.2 Verifikasi Internal pada WS Halmahera Utara....................................5-78

Tabel 5.3 Neraca Air Potensial WS Halmahera Utara........................................5-85

Tabel 5.4 Neraca Air Aktual WS Halmahera Utara.............................................5-90

iv
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Hidrologi dalam Wflow (sumber: Deltares).........................2-10

Gambar 2.2 Sebuah Grid pada Model WFlow (sumber: Deltares).....................2-10

Gambar 2.3 Masukan dan Keluaran Wflow.....................................................2-11

Gambar 2.4 Diagram Alir Uji Data Debit.........................................................2-16

Gambar 2.5 Prinsip Rerata Timbang dalam Menghitung Kebutuhan Air Rumah
Tangga........................................................................................................2-25

Gambar 2.6 Bagan Alir Kegiatan....................................................................2-39

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kegiatan Wilayah Sungai Halmahera Utara................3-41

Gambar 3.2 Peta Batas Administrasi Kab. Halmahera Barat.............................3-42

Gambar 3.3 Peta Batas Administrasi Kab. Halmahera Utara............................3-43

Gambar 3.4 Peta Batas Administrasi Kab. Pulau Morotai.................................3-44

Gambar 3.5 Peta Batas Administrasi Kota Ternate..........................................3-45

Gambar 3.6 Peta Batas Admministrasi Kota Tidore.........................................3-46

Gambar 4.1 Model Hidrologi dalam Wflow (sumber: Deltares).........................4-54

Gambar 4.2 Peta Sebaran Pos Duga Air dan Bendung di WS Halmahera Utara. 4-56

Gambar 4.3 Hujan TRMM Harian (27-4-2016) untuk WS Halmahera Utara


(sumber: studi ini dengan software FEWS dari Deltares).................................4-59

Gambar 4.4 Evapotranspirasi CGIAR (27-4-2016) untuk WS Halmahera Utara


(sumber: studi ini dengan software FEWS dari Deltares).................................4-60

Gambar 4.5 Peta DEM SRTM NASA WS Halmahera Utara................................4-61

Gambar 4.6 Peta Penggunaan Lahan WS Halmahera Utara (Sumber: Bakosurtanal,


2012)..........................................................................................................4-62

v
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 4.7 Peta Jenis Tanah Indonesia (Sumber: FAO, 2007)........................4-64

Gambar 5.1 Peta perubahan Luas Das Setelah Pembaruan batas DAS WS
Halmahera Utara..........................................................................................5-68

Gambar 5.2 Peta Persentase perubahan Luas Das Setelah Pembaruan batas DAS
WS Halmahera Utara....................................................................................5-69

Gambar 5.3 Peta Perubahan Bentuk Das Togowa Setelah Pembaruan batas DAS
WS Halmahera Utara....................................................................................5-70

Gambar 5.4 Batas DAS WS Halmut................................................................5-72

Gambar 5.5 Peta Sebaran Pos Hujan.............................................................5-73

Gambar 5.6 Grafik Hujan Pos dan Hujan TRMM..............................................5-74

Gambar 5.7 WFLOW model Halmahera Utara.................................................5-75

Gambar 5.8 Grafik debit disalah satu titik di Halmahera Utara.........................5-76

Gambar 5.9 Grafik Ketersediaan Air Potensial dan Aktual................................5-79

Gambar 5.10 Peta Neraca Air Surplus Defisit DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara
...................................................................................................................5-87

Gambar 5.11 Peta Indeks Pemakaian Air DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara. .5-
88

Gambar 5.12 Peta Indeks Ketersediaan Air Perkapita DAS/Sub-DAS di WS


Halmahera Utara..........................................................................................5-89

Gambar 5.13 Peta Neraca Air Aktual Surplus Defisit Tanpa Aliran Pemeliharaan
DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara...........................................................5-92

Gambar 5.14 Peta Neraca Air Aktual Surplus Defisit DAS/Sub-DAS di WS


Halmahera Utara..........................................................................................5-93

Gambar 5.15 Peta Indeks Pemakaian Air dari Ketersediaan Air Aktual Tanpa Aliran
Pemeliharaan DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara......................................5-94

Gambar 5.16 Peta Indeks Pemakaian Air dari Ketersediaan Air Aktual DAS/Sub-
DAS di WS Halmahera Utara.........................................................................5-95

vi
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.17 Peta Indeks Ketersediaan Air Perkapita dari Ketersediaan Air Aktual
DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara...........................................................5-96

Gambar 6.1 Skema Ketersediaan dan Kebutuhan Air WS Halmahera Utara.....6-101

Gambar 6.2 Grafik Neraca Air WS Halmahera Utara......................................6-101

vii
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Pekerjaan

Lembaga dan Institusi pemerintahan sebagai penyelenggara pembangunan


nasional telah melaksanakan kegiatan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia
dengan menggunakan peta yang diproduksi sendiri maupun dari pihak swasta. Hal
ini mengakibatkan banyaknya peta-peta yang beredar dan dijadikan dasar
sehingga kerap menjadi kerancuan dalam pembangunan. Untuk mengatasi hal
tersebut dibutuhkan ketegasan dalam rangka penyusunan dan pemusatan
sistematika pemetaan. Kompleksitas permasalahan sumber daya air membutuhkan
upaya pemecahan dan atisipasi yang tidak mungkin hanya dapat dilakukan oleh
pemerintah saja tetapi harus mendapat respons semua pihak baik sebagai individu
maupun kelompok atau badan hukum termasuk unsure legislatif. Area
permasalahan dan pemecahannya harus dilihat secara menyeluruh dan melibatkan
peran sebanyak-banyaknya pihak yang terkait. Kebijakan dan strategi pengelolaan
sumber daya alam (natural resources) hanya dapat terlaksana secara efektif dan
mencapai hasil yang optimal apabila dalam perencanaannya senantiasa
berpatokan pada tiga pertimbangan yaitu : (i) sifat dan ciri khas kodrati sumber
daya air itu sendiri, (ii) disiplin teknologi di bidang sumber daya air, (iii) society
khususnya yang berkaitan dengan acceptance (bisa diterima atau tidaknya oleh
masyarakat).

Pandangan tentang wilayah pengelolaan sumber daya air berdasarkan satu DAS
ternyata tidak bisa begitu saja diterima oleh lingkungan social, karena otensi
sumber daya air dalam sebuah DAS belum tentu bisa mencukupi kebutuhan
masyarakat yang tinggal di dalam DAS yang bersangkutan. Keterbatasan sumber
daya air yang terdapat pada DAS yang kering perlu dipasok dari DAS tetangganya
yang lebih basah agar setiap orang yang hidup di wilayah itu memiliki kesempatan

1
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

bertumbuh secara adil. Penggabungan beberapa DAS menjadi satu wilayah


pengelolaan harus dapat dijawab melalui teknologi sumber daya air. Berdasarkan
pertimbangan tersebut serta pertimbangan rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas
pengelolaan kemudian dikenal wilayah sungai. Konsepsi pengelolaan terpadu
sumber daya air yang berbasis DAS ataupun wilayah sungai dikenal oleh
masyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management
(IWRM) atau Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengembangkan konsepsi


pengelolaan terpadu sumber daya air yang berbasis wilayah sungai. Pada tahun
2015 ditetapkan suatu Permen PUPR Nomor 4 Tentang Kriteria dan Penetapan
Wilayah Sungai. Berdasarkan peraturan tersebut di Indonesia terdapat 128
wilayah sungai yang terdiri dari 12 wilayah sungai satu Kabupaten/Kota, 52
wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota, 28 wilayah sungai strategis nasional, 31
wilayah sungai lintas Provinsi dan 5 wilayah sungai lintas Negara. Dalam
pelaksanaan tersebut masih terdapat beberapa permasalahan, diantaranya :
terdapat batas-batas daerah aliran sungai dalam wilayah sungai yang tidak sesuai
maupun terdapat nama-nama sungai yang tidak sesuai.

Dengan adanya permasalahan tersebut maka dilakukan pemutakhiran terhadap


batas-batas DAS dalam wilayah sungai dan penentuan alokasi ketersediaan air
actual guna pengelolaan dan perencanaan sumber daya air terpadu di WS
Halmahera Utara.

1.2 Maksud dan Tujuan Pekerjaan

Maksud dari pekerjaan Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1 :
50.000 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Melakukan tinjauan terhadap batas-batas Daerah Aliran Sungai (DAS)
dalam WS Halmahera Utara pada peraturan/standar yang telah ditetapkan.
2. Mampu melakukan identifikasi alokasi ketersediaan air actual pada WS
Halmahera Utara.

2
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

3. Membuat Peta Ketersediaan Air Aktual skala 1 : 50.000

Tujuan dari pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera


Utara adalah tersusunnya dokumen pemutakhiran Peta Batas-batas DAS dalam
WS Halmahera Utara dan Penyusunan Peta Tematik Ketersediaan Air Aktual skala
1 : 50.000.

1.3 Lokasi Pekerjaan

Lokasi studi Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara.

1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan

Lingkup kegiatan yang harus dilakukan oleh Konsultan Perencana adalah sebagai
berikut :
1. Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan pengumpulan data sekunder meliputi :
a. Peta informasi dasar dan batas administrasi berupa Peta Rupabumi
Indonesia (RBI) tahun 2016 dengan sumber BIG skala 1 : 25.000 (Jawa,
Bali dan Nusa Tenggara) dan 1 : 50.000 (Sumatera, Kalimantan, Maluku
dan Papua),
b. Peta Digital Elevation Model (DEM) SRTM atau ASTER dengan resolusi
spasial 90 m, kecuali untuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara resolusi
spasial 30 m.
c. Citra Satelit (Citra SPOT atau Landsat TM),
d. Peta wilayah sungai dengan sumber Permen PUPR No.4 Tahun 2015
Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai sebagai acuan awal,
e. Data dan Peta infrastruktur sumber daya air dengan sumber dari
Balai/Balai Besar Wilayah Sungai dan Dinas PU terkait,

3
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

f. Data ketersediaan air berupa data hujan (dari pengukuran atau data
satelit), data debit (debit aktual infrastruktur sumber daya air), data
luas dan volume danau/waduk,
g. Data Dalam Angka Tahun 2016 dengan sumber Badan Pusat Statistik
(BPS).
2. Pengumpulan Data Primer meliputi :
a. Survey lapangan (secara sampling) terhadap infrastruktur sumber daya
air, persiapan peta, dokumentasi, gps.
b. Cek dan koreksi (secara sampling) batas-batas DAS di lapangan
menggunakan GPS.
c. Catatan : Lokasi survey lapangan secara sampling, diusulkan kepada
Direksi Pekerjaan untuk disetujui.
3. Melakukan tinjauan terhadap batas Daerah Aliran Sungai (DAS)
a. Meninjau peraturan dan pedoman terkait penentuan batas DAS :
1) Peraturan Menteri Kehutanan tentang batas DAS
2) SNI terkait prosedur penentuan batas DAS
b. Merangkum hasil diskusi
c. Meninjau batas-batas DAS terkait toponimi DAS, pola aliran dan nama
sungai yang digunakan saat ini
4. Melakukan tinjauan terhadap infrastruktur sumber daya air
Adanya sarana prasarana (infrastuktur) sumber daya air yang melintas DAS
dalam wilayah sungai Halmahera Utara akan mempengaruhi ketersediaan
air actual. Tinjauan dilakukan dengan memperhatikan data atau masukan
dari :
a. Studi literature dokumen Pola/Rencana PSDA wilayah sungai Halmahera
Utara,
b. Dinas yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air (Bappeda,
Dinas PU dan BPDAS)
5. Kegiatan Survey
Kegiatan survey yang diperlukan untuk keperluan Penyusunan Peta Neraca
Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000 adalah sebagai berikut :

4
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Pelaksanaan kegiatan survey lapangan mengacu pada pedoman yang ada


dan bisa dipertanggung jawabkan. Kegiatan ini akan dilakukan oleh
konsultan perencana jika kondisi dalam pelaksanaan di lapangan banyak
mengalami perubahan yang diakibatkan oleh bencana atau proses ilmiah
lainnya sehingga validitas data yang sudah ada diragukan lagi, oleh karena
itu dilakukan validitas data sesuai dengan rencana ke depan. Pekerjaan
survey lapangan untuk keperluan kegiatan Penyusunan Peta Neraca Air WS
Halmahera Utara Skala 1:50.000 yaitu : melakukan survey secara sampling,
persiapan peta, dokumentasi lapangan, GPS, melakukan kroscek secara
sampling batas-batas DAS di lapnagan dengan menggunakan GPS.
6. Tinjauan terhadap batas DAS
a. Meninjau peraturan dan pedoman terkait penentuan batas DAS :
1) Peraturan Menteri Kehutanan tentang batas DAS
2) SNI terkait prosedur penentuan batas DAS
b. Merangkum hasil diskusi
c. Meninjau batas-batas DAS terkait toponimi DAS, pola aliran dan nama
sungai yang digunakan saat ini
7. Melakukan tinjauan terhadap infrastruktur sumber daya air
Adanya sarana prasarana (infrastuktur) sumber daya air yang melintas DAS
dalam wilayah sungai Halmahera Utara akan mempengaruhi ketersediaan
air actual. Tinjauan dilakukan dengan memperhatikan data atau masukan
dari :
a. Studi literature dokumen Pola/Rencana PSDA wilayah sungai Halmahera
Utara,
b. Dinas yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air (Bappeda,
Dinas PU dan BPDAS)
8. Analisa Data
a. Deliniasi batas DAS dari data DEM dan Peta RBI 2016 sesuai SNI
tentang prosedur penetuan batas DAS,
b. Topologi Peta RBI tahun 2016, meliputi pola aliran (sungai), tampungan
air permukaan (danau/waduk, embung, dll), batas wilayah administrasi,
dan interpretasi terhadap topografi,

5
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

c. Analisis ketersediaan air actual infrastruktur sumber daya air harus


didasarkan pada data yang dikumpulkan serta hasil tinjauan yang
dilakukan. Analisis data meliputi perhitungan neraca air, indeks
pemakaian air, dan ketersediaan air per kapita. Analisis data didasarkan
pada setiap DAS pada wilayah sungai sesuai perhitungan standar/SNI
yang telah ditetapkan,
d. Dalam analisis harus didasarkan pada data yang dikumpulkan serta hasil
tinjauan yang dilakukan ( nomor 5, 6, dan 7 diatas),
e. Dalam penyajian hasil analisis spasial terhadap 1), 2), dan 3) diatas
untuk dijadikan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan dilengkapi
informasi data atribut yang telah di tentukan.
9. Interim
a. Konsep penyajian/layout peta,
b. Persiapan workshop
10. Penyajian Layout Peta dan Workshop
Melakukan workshop sebanyak 1 kali dengan mengundang beberapa pihak
yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air, antara lain Bappeda
Dinas PU, dan BPDAS.
11. Finalisasi Peta dalam bentuk cetak
Finalisasi peta dalam bentuk cetak :
a. Ukuran kertas : A2
b. Skala cetak : Menyesuaikan ukuran kertas A2 untuk masing-masing
WS
c. Skala Digital : 1 : 50.000
d. Peta hasil analisis : Peta pemutakhiran batas-batas DAS, Peta
Neraca Air, Peta Indeks Pemakaian Air dan Peta Ketersediaan Air per
Kapita

1.5 Waktu Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan pekerjaan adalah 180 (Seratus delapan puluh) hari kalender
(6 bulan).

6
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

1.6 Sumber Dana

1) Nama Unit Pelaksana Kegiatan : Direktorat Jenderal Sumber Daya Air


2) Nama Kegiatan : Penyusunan Peta Neraca Air WS
Halmahera Utara Skala 1:50.000
3) Tahun Anggaran : 2017
4) Sumber Dana : APBN

7
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 2. METODOLOGI PELAKSANAAN

2.1 Pendekatan
2.1.1 Ketersediaan Air

Ketersediaan air permukaan di wilayah sungai ini dihitung dengan model WFLOW
yang dikalibrasi dengan data debit aliran sungai pada pos duga air yang terukur di
lapangan. Data debit aliran sungai ini telah dipublikasikan dalam Buku Publikasi
Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Setiap wilayah
sungai di Indonesia dihitung nilai ketersediaan air permukaan, yang dinyatakan
sebagai tinggi aliran bulanan rata-rata, andalan Q80%, dan andalan Q90%,
sehingga dengan mengalikan tinggi aliran dengan luas daerah tangkapan airnya,
pada titik lokasi manapun juga di Indonesia, dapat diperkirakan jumlah
ketersediaan airnya.

2.1.2 Data yang digunakan

Data yang digunakan untuk perhitungan ketersediaan air permukaan pada wilayah
sungai di Indonesia ini adalah:

1) Data spasial, yang menyatakan lokasi dan batas, berupa:


a. Lokasi pos duga air, berdasarkan sumber data dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sumber Daya Air;
b. Batas wilayah sungai, berdasarkan Permen PUPR No. 4/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai; dan
c. Batas administrasi provinsi dan kabupaten.
2) Data runtut-waktu (time-series), berupa debit aliran sungai rata-rata harian
pada pos duga air dan atau debit di infrastruktur terpasang / bendung.
3) Curah Hujan satelit (TRMM)

1
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

4) Evapotranspirasi potensial (CGIAR)


5) Topografi
6) Jenis tanah
7) Tata guna lahan dan jenis tutupan lahan
8) Data pendukung kebutuhan air (RKI, irigasi, peternakan, perikanan, dll.)

2.2 Metode Pelaksanaan

Dalam studi ini ada 4 tahapan yang dilakukan yaitu :

A. Analisa GIS untuk pembuatan batas DAS


B. Analisa Ketersediaan Air
C. Analisa Kebutuhan Air
D. Analisa Neraca Air

Metode analisa yang dilakukan untuk masing-masing tahapan dijabarkan sebagai


berikut :

2.2.1 Analisa GIS untuk pembuatan batas DAS

Metode pembuatan batas DAS ini melalui tigatahapan utama, yaitu Pengumpulan
Data, Pengolahan Data, dan Survei Lapangan.

a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam pembuatan DAS Wilayah Sungai Halmahera
Utara adalah:
1. Data peta RBI digital skala 1:50.000 yang diperoleh dari situs
http://tanahair.indonesia.go.id (dalam hal ini yang tersedia adalah layer
batas pantai dan layer sungai dalam format vektor shapefile)
2. Data Digital Elevation Model (DEM) berdasarkan citra Shuttle Radar
Topography Mission (SRTM) resolusi spasial 30 m yang diperoleh dari situs
https://lpdaac.usgs.gov/data_access/data_pool
3. Citra Optis Resolusi tinggi yang tersedia pada layanan Google Earth

2
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

4. Data Vektor Shapefile (.SHP) batas DAS keluaran Kementrian PUPR tahun
2012
5. Data Vektor Shapefile (.SHP) batas DAS keluaran Kementrian Kehutanan
dan Lingkungan Hidup tahun 2011

b. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah sebagai berikut:
Melakukan koreksi geometri serta penyeragaman proyeksi untuk keseluruhan
data spasial, yakni pada proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) pada
zona 52 North.
Melakukan analisis Batas DAS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Melakukan mozaik data citra DEM SRTM yang terpisah sesuai liputan
daerah kajian agar cakupan citra SRTM untuk wilayah kajian dapat
menjadi satu kesatuan.
2. Melakukan pemotongan data citra DEM SRTM sesuai daerah kajian
berdasarkan batas pantai RBI. Dengan demikian, informasi laut pada citra
dapat diabaikan dalam analisis.
3. Melakukan analisis DEM Reconditioning dengan input utama data citra DEM
SRTM dan sungai RBI. Analisis ini berfungsi memperjelas lembah-lembah
sungai yang terliput pada citra DEM SRTM.
4. Melakukan analisis Fill Sink dengan input data DEM hasil DEM
Reconditioning. Analisis ini berfungsi untuk menciptakan data DEM tanpa
data outlier (pencilan).
5. Melakukan analisis Flow Direction dengan input data hasil analisis Fill Sink.
Analisis ini berfungsi untuk menghasilkan data informasi arah aliran.
6. Melakukan analisis Flow Accumulation dengan input data hasil analisis
Flow Direction. Analisis ini berfungsi untuk memberikan informasi
akumulasi dari aliran yang ada pada daerah kajian.
7. Melakukan analisis Drainage Network Exraction. Analisis ini berfungsi untuk
mendefinisikan aliran sungai berdasarkan model.

3
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

8. Melakukan analisis Catchment Extraction. Analisis ini berfungsi untuk


menghasilkan batas DAS sesuai dengan arah aliran serta aliran sungai
yang dihasilkan oleh model. Batas DAS ini berupa data raster.
9. Melakukan analisis Raster to Polygon. Analisis ini berfungsi untuk
mengubah DAS raster menjadi data vektor
10. Melakukan regrouping (pengelompokan ulang) DAS sesuai dengan jumlah
DAS keluaran PUPR dengan outlet sungai nya sebagai dasar.

Melakukan pengecekan Sungai dan Batas DAS hasil model dengan sungai RBI
dan Kenampakan sungai pada Citra Optis dalam layanan Google earth. Apabila
belum sesuai, maka dilakukan editing topology pada sungai RBI Input,
terutama pada aliran sungai yang kerapatannya lebih besar dari resolusi
spasial data DEM.

c. Survei Lapangan
Apabila telah menghasilkan sungai dan batas DAS hasil model yang sesuai
dengan layer sungai RBI dan kenampakan sungai pada citra Optis resolusi
tinggi dalam layanan google earth, maka diperoleh batas DAS indikatif. Batas
DAS Indikatif perlu dilakukan validasi agar dapat menjadibatas DAS Definitif.
Untuk itu, survey lapangan dilakukan untuk validasi model. Kegiatan ini
berupa pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan titik sampel yang
telah disusun sebelumnya. Kegiatan ini fokus pada pembuktian bahwa garis
batas das model sudah berada digir bukit, dan memastikan sungai hasil model
sudah sesuai dengan lokasi sungai di lapangan. Jika kedua hal tersebut belum
sesuai, maka dilakukan editing topology kembali pada sungai dan batas DAS
hasil model. Apabila telah sesuai, maka diperoleh hasi berupa batas DAS
definitif.

Batas DAS definitif yang telah diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan Batas
DAS keluaran PUPR untuk melihat perubahan bentuk dan luas untuk DAS yang
sama

4
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

2.2.2 Ketersediaan Air

Ketersediaan Air Potensial

Ketersediaan Air Potensial, adalah jumlah air yang tersedia pada suatu wilayah
sungai, daerah aliran sungai (DAS), water district. Satuannya dapat berupa m 3/s,
juta m3/tahun, atau mm/hari. Bentuknya dapat berupa 1 angka ketersediaan air
rata-rata atau debit andalan; atau musiman 12, 24 atau 36 angka yang
menyatakan rata-rata atau debit andalan bulanan, tengah-bulanan atau 10-harian.

Ketersediaan air potensial ini jumlahnya relatif tetap. Perubahan ketersediaan air
potensial dapat disebabkan oleh perubahan iklim global, atau perubahan
karakteristik DAS yang pada umumnya karena perubahan tata guna lahan.

Menghitung ketersediaan air potensial biasa dilakukan berdasarkan data curah


hujan pada wilayah studi, yang selanjutnya dikonversikan menjadi runoff atau
debit aliran sungai, dengan model hujan-aliran ( rainfall-runoff). Pada lokasi
dengan data hujan dari pos hujan yang terbatas, maka dapat digunakan data
hujan dari satelit seperti TRMM.

Ketersediaan Air Aktual

Ketersediaan Air Aktual, adalah air yang tersedia dan sudah siap digunakan untuk
penyediaan air, dalam memenuhi kebutuhan air. Ketersediaan air aktual ini
terdapat di sumber air, yaitu pada infrastruktur sumber daya air, misalnya
bendung dan intake. Satuannya adalah m 3/s atau liter/s, dan besarnya maksimal
sama dengan kapasitas terpasang (installed capacity) atau kapasitas disain
(designed capacity) dari infrastruktur SDA tersebut.

Ketersediaan air aktual nilainya nol untuk wilayah yang belum ada infrastruktur
sumber daya airnya, dan nilainya bertambah seiring dengan pembangunan
infrastruktur sumber daya air. Bendung dan intake dapat berkurang kapasitasnya
karena sedimentasi dan penurunan fungsi lainnya, yang dapat ditingkatkan
kembali dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan.

5
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Hubungan antara Ketersediaan Aktual dan Potensial

Adanya infrastruktur sumber daya air membuat air yang semula tersedia secara
potensial di sungai, menjadi dapat dimanfaatkan dengan kapasitas yang sesuai
dengan kapasitas pada infrastruktur. Semakin besar dimensi infrastruktur yang
dibangun, maka semakin besar pula kapasitasnya, dan berakibat pada semakin
besar juga ketersediaan air aktual, sampai dengan ketersediaan air aktual
mendekati ketersediaan air potensial. Dengan demikian ketersediaan air potensial
merupakan batas atas ketersediaan air aktual.

Perhitungan ketersediaan air aktual

Cara perhitungan ketersediaan air aktual adalah sebagai berikut:

1) Jika tersedia data time-series mengenai penyediaan debit air dari


infrastruktur, maka dari data time-series ini dapat dianalisis berapa
ketersediaan air aktual yang ada.
2) Jika tidak tersedia data time-series mengenai penyediaan air, maka dapat
diperkirakan berdasarkan dimensi dan kapasitas terpasang infrastruktur,
dan pengamatan bagaimana kondisi tinggi muka air pada infrastruktur
tersebut, apakah selalu penuh sepanjang waktu, atau pada umumnya
hanya setengah dari kapasitas yang ada, dan lain sebagainya. Jika tidak
terdapat data pengamatan kondisi air di infrastruktur, maka dapat
digunakan asumsi bahwa ketersediaan air aktual adalah kapasitas
terpasang infrastruktur tersebut.
3) Jika data mengenai infrastruktur tidak ada, dan terdapat data mengenai
penggunaan air, maka dengan asumsi bahwa penyediaan air adalah sesuai
dengan penggunaan air, maka dapat diperkirakan bahwa ketersediaan air
aktual adalah sama dengan data penggunaan air maksimal pada
infrastruktur tersebut, sepanjang penggunaan air tersebut tidak melampaui
ketersediaan air potensial.

6
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Ketersediaan Data

Dengan terbatasnya data hujan dan debit aliran sungai, maka akhir-akhir ini telah
dikembangkan data hujan dari satelit, antara lain dari TRMM, yang selanjutnya
diproses menjadi debit aliran sungai dengan menggunakan model hujan-aliran
terdistribusi WFlow.

Model Wflow yaitu terdiri dari data statik dan data dinamis. Data statis yaitu terdiri
dari topografi, penggunaan lahan dan tutupan lahan, dan peta tanah. Sedangkan
data dinamis yaitu terdiri dari curah hujan dan penguapan.

1. Topografi
Topografi dan morfologi dalam model digunakan untuk mengidentifikasi
arah aliran dan akumulasi aliran berdasarkan kemiringan dan ketinggian.
Hal ini diwakili oleh peta Digital Elevation Map (DEM) dari NASA Shuttle
Radar Topografi Mission (SRTM) dengan resolusi spasial horizontal 90 m
dan resolusi vertikal 1 m.
2. Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan
Penggunaan lahan mempengaruhi besaran kebutuhan air vegetatif dan
tutupan vegetasi mempengaruhi kecepatan proses transformasi hujan –
limpasan. Data tutupan lahan yang digunakan diambil dari data BIG tahun
2007.
3. Jenis Tanah
Jenis tanah menentukan berbagai proses tanah seperti infiltrasi, perkolasi,
aliran permukaan yang menunjukan jumlah air yang berubah menjadi run-
off dan akumulasi aliran. Data jenis tanah yang digunakan diperoleh dari
FAO Digital Soil Map ofthe World (DSMW) yang tersedia dalam bentuk
vektor dan diubah ke dalam filePCRaster dengan ukuran grid resolusi 90m.

4. Curah Hujan
Curah hujan merupakan parameter utama untuk menentukan jumlah air
yang diterima dari atmosfer. Data curah hujan yang digunakan yaitu data
satelit dari NASA Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) yang

7
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

mempunyai resolusi spasial 0.5 derajat atau sekitar 28 km dengan periode


2002 – 2016.
5. Penguapan
Penguapan merupakan jumlah air yang kembali ke atmosfer yang
dipengaruhi karakteristik lokasi suatu tempat seperti suhu, kelembaban,
kecepatan angin, radiasi, dan lain – lain. Data yang digunakan yaitu
berdasarkan data satelit dari Consultative Group on International
Agriculture Research – Consortium for Spatial Information (CGIAR-CSI)
yang merupakan basis data evapotranspirasi potensial dunia dengan
resolusi spasial 1 km dan periode bulanan pada tahun 2009.

Pemodelan WFLOW

Wflow adalah model hidrologi terdistribusi yang telah dibangun dengan


menggunakan bahasa dinamis GIS yang disebut dengan PCRaster. Versi
PCRasteryang digunakan dalam WFlow adalah versi beta yang memungkinkan
untuk pemrograman dalam bahasa Python. Perangkat lunak PCRaster dapat
diunduh dari http://pcraster.geo.uu.nl/. Pada halaman web tersebut berisi
informasi tentang program, pengembangan dan fungsi nya.

Wflow telah digunakan pada DAS Citarum untuk pilot project model kekeringan,
dan pada tahun 2011 untuk penelitian risiko banjir yang dilakukan oleh Deltares.
Terdapat 2 versi dari model Wflow yaitu yang berdasarkan model HBV, dan
berdasarkan model Topog SBM (Australia). Versi yang digunakan untuk penelitian
ini yaitu berdasarkan model Topog SBM, hal ini dikarenakan pada versi ini
memperhitungkan aliran lateral bawah permukaan (Deltares, 2015).

Model Wflow dikembangkan oleh Jaap Schellekens dari Deltares. Model tersebut
berasal dari model CQFlow (Kohletetal., 2006) yang telah digunakan pada
berbagai negara terutama Amerika Tengah.

Model Wflow memproses siklus hidrologi. Siklus hidrologi yang dimodelkan adalah
dengan mengkombinasikan beberapa sub model. Sub model tersebut antara lain:

8
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

1. Tangkapan Curah hujan ( skematisasi oleh model GASH)


2. Sungai dan aliran permukaan dimodelkan dengan model gelombang
kinematik
3. Pengolahan tanah (skematisasi oleh model TOPOG_SBM)

Input data yang diperlukan yaitu:

 Curah Hujan
 Evapotransprasi potensial
 Faktor kebutuhan air tanaman
 Topografi
 Jenis tanah
 Tata guna lahan dan jenis tutupan lahan

Curah hujan adalah input utama untuk menentukan jumlah total air yang diterima
dari atmosfer. Evapotransprasi menentukan jumlah air yang akan kembali ke
atmosfer, yang akan berbeda di tiap lokasi karena faktor kecepatan angin, radiasi
matahari, dan suhu udara. Faktor kebutuhan air tanaman menentukan jumlah air
yang digunakan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Morfologi daerah
tangkapan air menentukan arah dan kecepatan dari aliran berdasarkan pola
kemiringan. Jenis tanah menentukan infiltrasi dan derajat kejenuhan tanah,
sehingga secara langsung menentukan pembentukan (formasi) dan akumulasi
aliran permukaan. Tata guna lahan dan tutupan lahan menentukan kebutuhan air
tanaman dan juga kecepatan proses transformasi hujan menjadi aliran
permukaan.

9
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 2.1 Model Hidrologi dalam Wflow (sumber: Deltares)

Gambar 2.2 Sebuah Grid pada Model WFlow (sumber: Deltares)

Data masukan WFlow

Data yang diperlukan untuk pemodelan dengan wflow terdiri atas data statis yang
relatif tetap, dan data dinamis yang selalu berubah.

Data Dinamis

1) Hujan bulanan TRMM yang sudah dikoreksi, dengan grid berukuran 0,25
derajat (Vernimmenetal., 2012).
2) Data evapotranspirasi potensial (TrabuccoandZomer, 2009)

10
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

3) Data debit, untuk kalibrasi

Data Statis

1) Peta Topografi, Digital Elevation Model (DEM) SRTM ukuran 90x90 meter
(Reuteretal., 2007)
2) Peta Jenis Tanah, Soilshapefileof Indonesia (FAO, 2007)
3) Peta Tata Guna Lahan, Jawa 1:25.000, Indonesia 1:50.000 (BIG, 2007)

Gambar 2.3 Masukan dan Keluaran Wflow

TRMM

Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) merupakan kolaborasi antara dua


lembaga antaraiksa Amerika Serikat melalui National Aeronauticsand Space
Administration (NASA), dan Jepang dengan National Space Development Agencyof

11
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Japan (NASDA), yang sekarang bernama Japan Aerospace Exploration Agency


(JAXA).

TRMM bertujuan mengukur hujan di kawasan tropis melalui sensor pada orbit
satelit. Satelit TRMM diluncurkan tahun 1997, dan setelah melalui berbagai
kalibrasi dan penyempurnaan sistem, mulai mengirim data bulan Agustus 2001
sampai sekarang.

Terdapat berbagai produk TRMM, yang kerap digunakan adalah TRMMB42T, yang
memberikan informasi hujan 3 jam, harian dan bulanan. Koreksi data satelit TRMM
agar sesuai dengan data ground-station di Indonesia telah dibahas oleh
Vernimmen dkk (2012). Validasi data TRMM terhadap data curah hujan di DAS
Citarum, DAS Brantas, dan DAS Larona telah dibahas oleh Syaifullah (2014)
dengan hasil bahwa data bulanan berkorelasi erat dan memiliki pola yang sama
dengan data pengamatan konvensional.

Penggunaan TRMM untuk analisis kekeringan telah dikaji oleh Hatmoko dkk
(2015), serta Levina dkk (2016) menunjukkan kesimpulan bahwa data hujan
satelit TRMM dan WFlow memberikan hasil indikator kekeringan yang konsisten di
Wilayah Sungai Pemali-Comal.

Penyaringan Data Debit

Data yang disaring merupakan data debit harian pos duga air yang akan
digunakan untuk kalibrasi hasil model. Apabila data tersebut memiliki kualitas
yang tidak baik atau mencurigakan, maka hasil Analisis menjadi tidak valid. Oleh
karena itu, tahap awal yang dilakukan sebelum data digunakan adalah perlu
dilakukan suatu pemeriksaan melalui uji statistik maupun secara grafis.

Metode statistik yang digunakan dalam pengujian ini adalah uji outlier, uji trend,
uji keragaman, uji rataan, dan uji independen. Berikut penjelasan untuk masing-
masing uji yang akan dilakukan:

12
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

a) Uji outlier

Uji outlier dilakukan menggunakan pendekatan statistik berdasarkan algoritma


Grubbs& Beck untuk menguji sebaran data terhadap batas atas dan batas
bawah yang masih diijinkan sebagai sample acak.

Outlier adalah data dengan nilai jauh berada diantara data yang lain.
Keberadaan outlier biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi untuk
suatu sampel data.

Uji Grubbsand Beck menetapkan dua batas ambang bawah (X L) dan atas (XH):

X H  exp x  K N S 

X L  exp x  K N S 

Keterangan :

x : rata-rata dari Ln sampel data


S : simpangan baku dari Ln sampel data
KN :  - 3,62201 + 6,28446 N¼ - 2,49835 N½ + 0,491436 N¾ - 0,037911 N
N : jumlah sampel data.

b) Uji trend

Metoda statistik ini untuk menguji dan memastikan tidak ada hubungan antara
waktu pengumpulan data dengan besaran data yang semakin naik atau turun
atau tidak ada trend. Koefisien Spearmanrank-Correllation didefinisikan:

n
 
6   D
Di 
i

Rsp  1  i 1
n n n  1

Di  Kxi  Kyi

13
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000
0,5
 n2 
tt  Rsp  
1  Rsp * Rsp 

Keterangan :
Rsp : koefisien Spearman
tt :t hitung
N : jumlah sampel data.

c) Uji keragaman

Metoda statistik ini untuk menguji dan memastikan bahwa data seri memiliki
keragaman data yang sama terhadap 2 kelompok data dalam populasi yang
sama.

 12 s12
Ft  2  2
 2 s1
Keterangan :
Ft : nilai uji keragaman
 12 :varians kelompok data 1

 22 :varians kelompok data 2

d) Uji rataan

Metoda statistik ini untuk menguji dan memastikan bahwa data seri memiliki
rataan data yang sama terhadap 2 kelompok data dalam populasi yang sama.

x1  x 2
tt 
 n1  1s12  n2  1s 22
0 .5
 1 1 
 *   
 n1  n2  2  n1 n2 

Keterangan :

14
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

tt : t hitung
x1 , x2 :rataan kelompok data 1 dan 2
S1 dan S2 : standar deviasi kelompok data 1 dan 2
n1 dan n2 : jumlah data kelompok 1 dan 2

e) Uji independen

Metoda statistik ini untuk menguji dan memastikan bahwa data seri tidak
saling ketergantungan satu sama lain.

r1 
 (X i  X av ) i ( X i  X av ) i 1
(X i  X av ) 2

Keterangan :

r1 : nilai koefisien independen


Xt : data pada saat – t
Xav : rataan nilai X

Tahapan pengujian data debit dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Panjang data debit ≥ 10 tahun


2. Apakah data yang diuji memiliki trend atau tidak?
3. Apakah data yang diuji memiliki outlier?
4. Apakah data yang diuji seragam?
5. Apakah data yang diuji memiliki rataan stabil?
6. Apakah data bersifat independen?
7. Untuk butir 2-6, jika data tidak lulus uji maka data awal harus
diidentifikasi, dan dilanjutkan dengan uji lainnya hingga data tersebut
lulus uji.

Diagram alir pengerjaan pengujian data debit dapat dilihat pada Gambar 2 .4.

15
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 2.4 Diagram Alir Uji Data Debit

16
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Sesuai dengan metodologi maka tahap yang dilakukan yaitu menyiapkan data
yang akan diuji. Pos duga air yang dipilih adalah pos duga air yang memiliki data
≥ 10 tahun. Data yang diuji adalah data debit minimum tahunan, Q 80%, dan Q
90%. Data tersebut pada nantinya akan digunakan untuk Analisis ketersediaan air.

Kalibrasi dan Verifikasi Model

Kalibrasi Model

Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan antara debit observasi di Pos


Duga Air (PDA) dengan debit hasil pemodelan di lokasi yang sama. Untuk melihat
bagaimana keberterimaan hasil simulasi dilakukan dengan beberapa cara, yaitu ;

1. Melihat secara grafis


Cara ini dilakukan untuk melihat pola aliran dari debit simulasi yang
disandingkan dengan debit observasi. Hasil simulasi yang baik akan
memebrikan gambaran grafik yang hampir berhimpit.
2. Menghitung beberapa ukuran statistik.
Ukuran statistik digunakan untuk melihat kedekatan antara hasil simulasi
dan observasi. Berikut adalah beberapa ukuran statistik yang digunakan.

Korelasi

Pengertian Analisi korelasi dan Koefisien Korelasi menurut M. Iqbal Hasan (1999),
Korelasi biasanya digunakan untuk menyatakan pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikatnya, sebagai contoh yaitu bila X menyatakan besarnya biaya iklan
dan Y besarnya penjualan tahunan total, maka mungkin akan timbul pernyataan
dalam diri kita apakah penurunan biaya iklan juga kemungkinan besar diikuti
dengan penurunan nilai penjualan tahunan.

Analisis korelasi menurut Walpole (1995) adalah ukuran kekuatan hubungan


antara 2 peubah melalui sebuah bilangan. Koefisien korelasi linier yaitu
pengukuran kekuatan linear antara 2 peubah X dan Y diduga dengan koefisien

17
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

korelasi contoh r (Walpole). Sedangkan menurut M. Iqbal Hasan (1999) koefisien


korelasi linear yaitu indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur
keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antara variabel dan memiliki
nilai antara -1 dan +1 (-1 ≤ KK ≤ + 1) yaitu:

a. Jika KK bernilai positif, maka variabel-variabel berkorelasi positif. Semakin dekat


nilai KK ini ke +1 semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.

b. Jika KK bernilai negatif, maka variabel-variabel berkorelasi negatif. Semain


dekat nilai KK ini ke -1 semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.

c. Jika KK bernilai nol (0), maka variabel-variabel tidak menunjukan korelasi

d. Jika KK bernilai +1 atau -1, maka variabel menunjukan korelasi positif atau
negatif yang sempurna.

Ukuran Akurasi Prediksi

Prediksi adalah hasil taksiran kita akan suatu nilai di masa yang akan datang.
Karena masih berupa taksiran, maka besar kemungkinan terjadinya kesalahan
pada prediksi tersebut. Besarnya kesalahan pada waktu ke-i (ei) dinyatakan
sebagai selisih antara data aktual pada waktu ke-i dengan hasil ramalannya pada
waktu ke-i, yang secara matematis dapat ditulis;

ei = Xi – Fi

dimana :

ei = kesalahan (residual) pada waktu ke-i

Xi = data aktual pada waktu ke-i

Fi = nilai hasil prediksi pada waktu ke-I

18
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Model-model prediksi yang dilakukan kemudian divalidasi menggunakan sejumlah


indikator. Indikator-indikator yang umum digunakan adalah rata-rata 13
penyimpangan absolut (Mean Absolute Deviation) , rata-rata kuadrat terkecil
(Mean Square Error), rata-rata persentase kesalahan absolut (Mean Absolute
Percentage Error), validasi prediksi (Tracking Signal), dan pengujian kestabilan
(Moving Range).

Mean Absolute Deviation (MAD)

Metode untuk mengevaluasi metode prediksi menggunakan jumlah dari


kesalahan-kesalahan yang absolut. MAD mengukur ketepatan ramalan dengan
merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD
berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret
asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebgai berikut;

Mean Squared Error (MSE)

Dalam statistik, Mean Squared Error (MSE) sebuah estimator adalah nilai
yang diharapkan dari kuadrat error. Error yang ada menunjukkan seberapa besar
perbedaan hasil estimasi dengan nilai yang akan diestimasi. Perbedaan itu terjadi
karena adanya keacakan pada data atau karena estimator tidak mengandung
informasi yang dapat menghasilkan estimasi yang lebih akurat

N
1
MSE 
N
(y
t h
t  yˆ t ) 2

19
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Dimana :

MSE = Mean Squared Error

N = Jumlah Sampel

yt = Nilai Aktual Indeks

ŷ t = Nilai Prediksi Indeks

Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan kesalahan


absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode
itu. Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut tersebut. Pendekatan ini
berguna ketika ukuran atau besar variabel ramalan itu penting dalam
mengevaluasi ketepatan ramalan. MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan
dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata.

Verifikasi Model

Verifikasi model yaitu melakukan Analisis sederhana dengan menggunakan data


hujan WS dari TRMM yang dibandingkan dengan data hujan WS BMKG yang
dilakukan untuk Wilayah Sungai yang kemudian diturunkan untuk WD dan Titik
lokasi PDA yang digunakan untuk kalibrasi. Verifikasi model dilakukan dengan
beberapa cara yaitu;

i. Menganalisis runoff
ii. verifikasi internal dengan rumus Rob

20
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Analisis Runoff

Analisisrunoff dilakukan untuk melihat kewajaran hasil hitungan. Analisis dilakukan


dengan membandingkan antara debit rata tahunan dengan hujan rata tahunan.

Verifikasi Internal

Verifikasi internal dilakukan untuk melihat kewajaran hasil runoff terhadap data
hujan TRMM, berdasarkan rumus umum dari Rob van der Weert dalam bukunya
Hydrological Condition in Indonesia, yaitu

Q = 0,94 P - 1080 untuk P diatas 1800 mm per tahun

Q = 155 (P/1000)^2,5 untuk P di bawah 1800 mm per tahun

Menunjukkan bahwa seluruh waterdistrict memenuhi persamaan ini, yang berarti


bahwa proses hujan-aliran telah berlangsung dengan baik. Jika ada kesalahan,
maka kesalahan terletak pada jumlah dan distribusi curah hujan.

Perhitungan Ketersediaan Air

Ketersediaan Air di DAS dan Sub DAS

Ketersediaan Air Permukaan di DAS dan SubDAS ini dihitung dengan model
WFLOW yang dikalibrasi dengan data debit aliran sungai pada pos duga air yang
terukur di lapangan. Data debit aliran sungai ini telah dipublikasikan dalam Buku
Publikasi Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang Pekerjaan Umum,
Kementerian Pekerjaan Umum. Setiap wilayah sungai di Indonesia dihitung nilai
ketersediaan air permukaan, yang dinyatakan sebagai tinggi aliran bulanan rata-
rata, andalan Q80%, dan andalan Q90%, sehingga dengan mengalikan tinggi
aliran dengan luas daerah tangkapan airnya, pada titik lokasi manapun juga di
Indonesia, dapat diperkirakan jumlah ketersediaan airnya. Data yang digunakan
untuk perhitungan ketersediaan air permukaan pada wilayah sungai di Indonesia
ini adalah:

1) Data spasial, yang menyatakan lokasi dan batas, berupa:


21
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

d. Lokasi pos duga air, berdasarkan sumber data dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sumber Daya Air;
e. Batas wilayah sungai, berdasarkan Permen PUPR No. 4 tahun 2015
tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai; dan
f. Batas administrasi provinsi dan kabupaten.
2) Data runtut-waktu (time-series), berupa debit aliran sungai rata-rata
harian pada pos duga air.
3) Curah Hujan satelit (TRMM)
4) Evapotranspirasi potensial (CGIAR)
5) Topografi
6) Jenis tanah
7) Tata guna lahan dan jenis tutupan lahan

Untuk memperoleh ketersediaan air permukaan di wilayah sungai, metode yang


digunakan adalah dengan pemodelan WFLOW yang dikalibrasi dengan data debit
aliran sungai yang diukur pada pos duga air, dikonversikan menjadi nilai
ketersediaan wilayah sungai, melalui rangkaian prosedur sebagai berikut:

1) Pengumpulan data dan peta debit pos duga air


 Pengumpulan data dan peta debit aliran sungai harian
 Pemilihan pos duga air yang akan digunakan untuk kalibrasi model
2) Pengumpulan data hujan satelit dan evapotranspirasi dari satelit
 Pengumpulan data hujan satelit TRMM dari tahun 2002 - 2016
 Pengumpulan data evapotranspirasi dari satelit (CGIAR) pada tahun
2009
3) Pengumpulan dan pengklasifikasian peta statik
 Pengumpulan dan pengklasifikasian peta statik jenis tanah bersumber
dari FAO Digital Soil Map ofthe World (DSMW) tahun 2007
 Pengumpulan dan pengklasifikasian peta statik tata guna lahan
bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2007
4) Pemodelan WFLOW, Kalibrasi, dan Verifikasi
 Membangun model WFLOW seluruh Indonesia
 Melakukan kalibrasi model dengan data debit pos duga air terpilih.

22
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

 Melakukan verifikasi model dengan data hujan WS BMKG


 Membangkitkan tinggi aliran runtut waktu tiap DAS dan atau Sub DAS
dalam water distrik
5) Perhitungan debit rata-rata, debit andalan Q80, dan Q95 pada Water
Distrik. Tinggi aliran Water Distrik dihitung berdasarkan tinggi aliran DAS
dan atau Sub DAS yang berada di dalam water distrik yang bersangkutan,
dengan bobot berbanding lurus dengan luas DAS dan atau Sub DAS.

Verifikasi terhadap data hujan BMKG

Verifikasi internal dalam studi ini dilakukan untuk melihat kewajaran hasil debit
runoff terhadap data hujan BMKG. Verifikasi dilakukan berdasarkan rumus umum
dari Rob van der Weert dalam bukunya Hydrological Condition in Indonesia
(1994), yaitu:

Q = 0,94 P - 1080 untuk P diatas 1800 mm per tahun

Q = 155 (P/1000)2,5 untuk P di bawah 1800 mm per tahun

Dimana :

Q = Debit tahunan

P = Hujan Rata Tahunan

2.3 Kebutuhan Air


2.3.1 Kebutuhan Air Domestik, Perkotaan, dan Industri

Kebutuhan air rumah-tangga, perkotaan dan industri dihitung berdasarkan


pedoman dari Direktorat Jenderal Cipta Karya, dengan menggunakan data statistik
kependudukan. Hasil perhitungan kebutuhan air bersih dibandingkan dengan data
pengambilan air baku oleh PDAM terkait.

23
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Kebutuhan Air Rumah Tangga

Besarnya nilai kebutuhan air bersih rumah tangga tergantung dari kategori kota
berdasarkan jumlah penduduk yang dinyatakan dalam satuan Liter/Orang/Hari
(L/O/H), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel Kebutuhan air bersih rumah
tangga diperhitungkan pula untuk kehilangan air yang terdiri dari :

1. Kehilangan dalam proses sebesar 6%;

2. Kehilangan air tidak terhitung yaitu sebesar 25%.

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga per Orang Per Hari Menurut Kategori Kota

Jumlah Kebutuhan Air


No. Kategori Kota
Penduduk(Jiwa) Bersih (L/O/H)
Semi Urban (Ibu Kota
1 3.000 – 20.000 60 - 90
Kecamatan /Desa)
2 Kota Kecil 20.000 – 100.000 90 - 110
3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 100- 125
4 Kota Besar 500.000– 1.000.000 120 – 150
5 Metropolitan > 1.000.000 150 – 200
Sumber: Dirjen Cipta Karya,DPU,2006

Data BPS yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air rumah tangga
diperoleh dari data Kabupaten dalam Angka Tahun 2015 yang meliputi data
jumlah penduduk tingkat administrasi kabupaten/kota.

Hasil perhitungan yang diperoleh merupakan hasil kebutuhan air dalam lingkup
kabupaten/kota. Pemetaan kebutuhan rumah tangga disajikan berdasarkan
batasan Water District (WD), untuk itu diperlukan perhitungan pembobotan untuk
memperoleh hasil kebutuhan air rumah tangga per water district. Perolehan
perhitungan kebutuhan air per water district berdasarkan hasil perhitungan rerata
timbang dengan rumus sebagai berikut :

24
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Kebutuhan Air RT per WDx= +

+…+

Keterangan :
Kebutuhan Air per WDx = Kebutuhan air per WDx (m3/s)
Luas A1, A2,…An = Luas area hasil tumpang susunantara luas WD dan
luas administrasi kab/kota (km2)
Luas B = Luas kab/kota yang mencakup WDx(km2)

Secara spasial prinsip rerata timbang diilustrasikan pada Gambar 2 .5 dibawah ini.

Gambar 2.5 Prinsip Rerata Timbang dalam Menghitung Kebutuhan Air Rumah
Tangga

25
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Distribusi penduduk diasumsikan tersebar secara merata di seluruh wilayah


kabupaten/kota karena ketersedian data BPS Kabupaten/Kota dalam Angka belum
lengkap serta masih menggunakan batasan administrasi sedangkan analisis
pemetaan menggunakan batas fisik berupa batas water district. Asumsi
penyebaran penduduk yang dianggap merata tersebut memudahkan dalam proses
pemetaan serta perhitungan analisis kebutuhan air untuk rumah tangga per water
district.

Kebutuhan Air Perkotaan

Kebutuhan air perkotaan mencangkup aspek komersial dan sosial seperti: toko,
gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya yang diasumsikan
antara 15% sampai dengan 30% dari total air pemakaian air bersih rumah tangga
(Anonimous, 2006). Perencanaan studi kebutuhan air Indonesia untuk perkotaan
diasumsi sebesar 30 % dari kebutuhan air bersih rumah tangga, dengan nilai
konstan dari masing-masing tahapan perencanaan, sehingga sampai proyeksi
kebutuhan air untuk tahun 2029 nilainya sama sebesar 30%.

Hasil perhitungan merupakan hasil kebutuhan air dalam lingkup kabupaten/kota.


Pemetaan kebutuhan air perkotaan disajikan berdasarkan batasan Water District
(WD), untuk itu diperlukan perhitungan rerata timbang untuk memperoleh hasil
kebutuhan air perkotaan per water district. Perolehan perhitungan kebutuhan air
per waterdistrict berdasarkan hasil perhitungan rerata timbang dengan rumus
sebagai berikut :

Kebutuhan Air Perkotaan WDx = +

+… +

Keterangan :

26
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Kebutuhan Air per WDx = Kebutuhan air per WDx (m3/s)

Luas A1, A2,…An = Luas area hasil tumpang susunantara luas WD


dan luas administrasi kab/kota (km2)

Luas B = Luas kab/kota yang mencakup WDx (km2)

Kebutuhan Air Industri

Kebutuhan air untuk industri merupakan kebutuhan untuk kegiatan produksi


meliputi bahan baku, pekerja, industri dan kebutuhan pendukung industri lainnya
(Gunawan, 2008). Menurut Erwandkk (1996) dalam SNI 2002, untuk memperoleh
data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industri diperlukan
kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka
perhitungan kebutuhan air industri dapat dilakukan dengan menggunakan prediksi
penggunaan air.

Kebutuhan air industry pada studi ini diperoleh berdasarkan pendekatan rencana
tata ruang wilayah nasional, hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan data
jenis dan jumlah industri yang diperoleh pada setiap Kabupaten dan Kota di
Indonesia. Kebutuhan air industri diasumsikan sebesar 30% - 70% dari total
kebutuhan rumah tangga dan perkotaan (RK). Penentuan nilai tersebut didasarkan
pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tersebut wilayah provinsi hingga tingkat
desa dibagi kedalam beberapa kawasan, yaitu wilayah sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). PKN merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional,
danprovinsi. PKW merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

Berdasarkan pendekatan tersebut maka diasumsikan besaran kebutuhan air


industri wilayah yang masuk dalam PKN lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah
yang masuk dalam PKW ataupun yang tidak termasuk keduanya. Wilayah yang
masuk dalam kategori PKN diasumsikan memiliki nilai kebutuhan air industry

27
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

sebesar 50% dari total kebutuhan air RK, sedangkan wilayah yang masuk dalam
kategori PKW diasumsikan memiliki nilai kebutuhan air industry sebesar 40% dari
total kebutuhan air RK. Apabila suatu wilayah tidak masuk dalam kategori PKN
maupun PKW, maka wilayah tersebut diasumsikan memiliki nilai kebutuhan air
industri sebesar 30% dari total kebutuhan RK.

Hasil perhitungan merupakan hasil kebutuhan air industry dalam lingkup


kabupaten/kota. Pada studi ini penyajian hasil pemetaan kebutuhan air industri
disajikan berdasarkan batasan Water District (WD), untuk itu diperlukan
perhitungan rerata timbang untuk memperoleh hasil kebutuhan air industri per
water district. Perolehan perhitungan kebutuhan air per water district berdasarkan
hasil perhitungan rerata timbang dengan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan Air Industri WDx = +

+…+

Keterangan :

Kebutuhan Air per WDx = Kebutuhan air per WDx (m3/s)


Luas A1, A2,…An = Luas area hasil tumpang susun antara luas WD dan
luas administrasi kab/kota (km2)
Luas B = Luas kab/kota yang mencakupWDx (km2)

Berdasarkan perhitungan tersebut penggunaan air untuk kebutuhan industri


dianggap tersebar secara merata disetiap kabupaten/kota. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan dalam proses pemetaan serta perhitungan analisis kebutuhan
air untuk industri per water district. Pengasumsian tersebut dilakukan karena
wilayah administrasi kabupaten/kota dengan wilayah water district memiliki
batasan yang berbeda, sehingga pemerataan dilakukan untuk memudahkan dalam
memperoleh nilai kebutuhan air industri pada setiap water district.

28
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

2.3.2 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan Pedoman Perencanaan Irigasi KP-01


(Ditjen Sumber Daya Air, 1985), dengan menggunakan data areal tanam, jadwal
tanam, evapotranspirasi acuan, hujan efektif, jenis tanah, dan efisiensi saluran
irigasi. Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi ini selanjutnya dibandingkan
dengan data pengambilan air untuk irigasi dari bendung-bendung yang datanya
tersedia.

Kebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan
pertanian secara umum. Selain untuk memenuhi kebutuhan air di areal
persawahan juga untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan peternakan dan
perikanan. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas
lahan yang diairi dengan kebutuhannya persatuan luas. Kebutuhan air irigasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebutuhan untuk penyiapan lahan (IR),
kebutuhan air konsumtif untuk tanaman (Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk
penggantian lapisan air (RW), curah hujan efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE),
dan luas lahan irigasi (A). Besarnya kebutuhan air irigasi di hitung berdasarkan
persamaan sebagai berikut:

IG 
Etc  IR  RW  P  ER   A
IE

Keterangan :
IG = Kebutuhan air irigasi, (m3).
Etc = Kebutuhan air konsumtif, (mm/hari).
IR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm/hari).
RW = Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air, (mm/hari).
P = Perkolasi, (mm/hari).
ER = Hujan efektif, (mm/hari).
IE = Efisiensi irigasi
A = Luas areal irigasi, (m2).

29
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

a. Kebutuhan Air Konsumtif (Etc) . Kebutuhan air untuk tanaman


di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan
faktor koefisien tanaman (Kc). Persamaan umum yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut:

Etc  Eto  Kc

Keterangan :
Etc = Kebutuhan air konsumtif, (mm/hari).
Eto = Evapotranspirasi, (mm/hari).
Kc = Koefisien tanaman, (-).

Evapotranspirasi dapat di hitung dengan metode Penman dan nilai Kc


mengikuti cara FAO seperti yang tercantum dalam Standar Perencanaan
Irigasi (1986).

b. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR) . Kebutuhan air


untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan kebutuhan maksimum
air irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air
untuk penyiapan lahan adalah :
1. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan penyiapan lahan.
2. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Metode yang dikembangkan oleh vandeGoor dan Zijlstra dapat digunakan


untuk menghitung kebutuhan air penyiapan lahan yang didasarkan pada
lajuan air konstan dalam L/s selama periode penyiapan lahan.

Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :

 ek 
IR  M  k 
 e  1

Keterangan :
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, (mm/hari).

30
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

M = Kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan


perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
= Eo + P, Eo = 1,1 x Eto
P = Perkolasi (mm/hari),

k = M x (T/S)

Keterangan :

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)


S = Kebutuhan air untuk penjenuhan di tambah dengan lapisan air 50 mm.

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan


S = 250 mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah
transplantasi, yaitu sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.

c. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (RW). Penggantian


lapisan air dilakukan dua kali, masing-masing ketebalan 50 mm (atau 3,3
mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi
sesuai dengan standar Perencanaan Irigasi.

d. Perkolasi (P). Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat


tanah daerah tinjauan yang dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologis dan
pola pemanfaatan lahannya. Pada tanah lempung berat karakteristik
pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada
jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.

e. Hujan Efektif (ER). Curah hujan efektif di hitung dengan


menggunakan pendekatan intersepsi. Intersepsi (IC) ialah jumlah air hujan
yang tertahan atau tidak sampai ke tanah (zona perakaran tanaman) dan
selanjutnya di anggap hilang. Persamaannya adalah sebagai berikut :

IC  0,5 e 0, 48 hujant 
0 ,84
 0,93242

31
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Untuk tanaman palawija intersepsi akan tergantung pada penutup arealnya.


Besarnya diperkirakan setengah dari rerata intersepsi tanaman padi.
Persamaannya adalah sebagai berikut :

IC  0,25 e 0, 48 hujan t 
0 ,84
 0,93242

Hujan efektif dasar adalah curah hujan netto yang jatuh di petak sawah
setelah mengalami intersepsi dan penguapan sebelum mencapai permukaan
lahan. Rumusan untuk besaran ini adalah sebagai berikut:

ER(t) = hujan(t) – IC(t) , bila hujan(t)  IC(t)

ER(t) = 0, bila hujan(t) IC(t)

Keterangan:
ER(t) = Hujan efektif dasar tiap satuan waktu, (mm).
Hujan(t) = Tebal hujan, (mm).
IC(t) = Kapasitas intersepsi tiap satuan waktu, (mm).

f. Efisiensi Irigasi (IE). Efisiensi irigasi merupakan indikator


utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi
didasarkan pada asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang,
baik di saluran maupun di petak sawah.

g. Luas Areal Irigasi (A). Proyeksi luas areal irigasi dapat


diperkirakan dengan cara mempertimbangkan potensi daerah irigasi yang
masih dapat dikembangkan, ketersediaan airnya, dan perkembangan jumlah
penduduk.

2.3.3 Kebutuhan Air Perikanan

Kebutuhan air untuk perikanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus


sebagai berikut:

q ( fp )
Qfp   A( fp )  10000
1000

32
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Keterangan :
Qfp = Kebutuhan air untuk perikanan, (m3/hari),
q(fp) = Kebutuhan air untuk pembilasan, (lt/hari/ha),
A(fp) = Luas kolam ikan, (ha).

Data BPS yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air untuk perikanan
berupa data Kabupaten dalam Angka Tahun 2015 meliputi data luas usaha
budidaya perikanan air tawar tingkat administrasi kabupaten/kota.

Hasil perhitungan merupakan hasil kebutuhan air dalam lingkup kabupaten/kota.


Penyajian hasil pemetaan kebutuhan air perikanan berdasarkan batas Water
District (WD). Perolehan perhitungan kebutuhan air per waterdistrictberdasarkan
hasil perhitungan rerata timbang dengan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan Air Perikanan WDx = +

+ … +

Keterangan :
Kebutuhan Air per WDx = Kebutuhan air per WDx (m3/s)
Luas A1, A2,…An = Luas area hasil tumpang susunantara luas WD
dan luas administrasi kab/kota (km2)
Luas B = Luas kab/kota yang mencakup WDx(km2)

Kebutuhan air untuk perikanan dihitung berdasarkan persebaran luas usaha


budidaya perikanan air tawar dan diasumsikan terdistribusi merata di setiap
wilayah. Asumsi tersebut dibuat karena tidak diketahui secara pasti posisi
koordinat usaha budidaya perikanan di setiap kabupaten/kota sehingga tidak

33
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

memungkinkan jika hanya mempertimbangkan pusat perikanan di suatu


kabupaten/kota.

2.3.4 Kebutuhan Air Peternakan

Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil
penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water
Resources Policy tahun 1992 (dalam SNI, 2002). Secara umum kebutuhan air
untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara mengalikan jumlah ternak dengan
tingkat kebutuhan air berdasarkan persamaan berikut ini:

Q E  q(1)  P(1)  q( 2 )  P( 2 )  q ( 3)  P( 3) 

Keterangan :
QE = kebutuhan air untuk ternak, (lt/hari).
q(1) = kebutuhan air untuk sapi, kerbau, dan kuda, (lt/ekor/hari).
q(2) = kebutuhan air untuk kambing, dan domba, (lt/ekor/hari).
q(3) = kebutuhan air untuk unggas, (lt/ekor/hari).
P(1) = jumlah sapi, kerbau, dan kuda, (ekor).
P(2) = jumlah kambing, dan domba, (ekor).
P(3) = jumlah unggas, (ekor).

Tabel 2.2 Kebutuhan Air untuk Ternak

Kebutuhan Air
Jenis Ternak
(L/ekor/hari)
Sapi/kerbau/kuda 40
Kambing/domba 5
Babi 6
Unggas 0,6
Sumber : Technical Report National Water Resources Policy, (dalam SNI
2002).

34
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Hasil perhitungan merupakan hasil kebutuhan air dalam lingkup kabupaten/kota.


Penyajian hasil pemetaan kebutuhan air peternakan berdasarkan batas water
district (WD). Perolehan perhitungan kebutuhan air per water district berdasarkan
hasil perhitungan rerata timbang dengan rumus sebagai berikut :

Kebutuhan Air Peternakan WDx = +

+… +

Keterangan :

Kebutuhan Air per WDx = Kebutuhan air per WDx (m3/s)

Luas A1, A2,…An = Luas area hasil tumpang susun antara luas
WD dan luas administrasi kab/kota (km2)

Luas B = Luas kab/kota yang mencakup WDx(km2)

Distribusi ternak baik sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, dan unggas
dianggap tersebar secara merata di seluruh wilayah kabupaten/kota. Asumsi
tersebut dibangun karena antara batas administrasi dan batas waterdistrict
berbeda, serta tidak diketahui secara pasti posisi koordinat dari pusat-pusat
peternakan di kabupaten/kota tersebut. Pemerataan distribusi ternak dilakukan
untuk memudahkan proses pemetaan serta analisis kebutuhan air untuk
peternakan per water district.

2.3.5 Kebutuhan Air Aliran Pemeliharaan Sungai

Aliran pemeliharaan sungai dimaksudkan untuk menjaga kondisi ekosistem sungai.


Besarnya kebutuhan air untuk aliran pemeliharaan sungai pada dihitung
berdasarkan dua kriteria, yaitu: a) debit andalan Q95% dari data ketersediaan air
yang ada, sebagaimana tercantum dalam PP 38 Tahun 2011 tentang sungai (yang

35
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

telah dibatalkan); dan b) Metode Tennant yang lazim digunakan di Amerika


Serikat.

Aliran pemeliharaan sungai menurut Metode Tennant dinyatakan sebagai


prosentase dari debit aliran sungai rata-rata, dengan nilai prosentase minimum
10% dari debit rata-rata.

Studi ini menggunakan besaran debit aliran pemeliharaan yang bervariasi setiap
bulannya, yaitu sebesar 10% dari debit rata-rata bulanan. Jika angka debit aliran
pemeliharaan sungai ternyata lebih besar dari debit andalan Q95%, maka
digunakan yang lebih kecil. Hal ini untuk mengakomodasi sungai-sungai yang
debitnya sangat kecil atau mendekati nol pada bulan tertentu, dengan pendekatan
ini, maka besarnya aliran pemeliharaan sungai pada musim kemarau tersebut juga
akan sama dengan atau mendekati nol.

2.4 Neraca Air

Neraca air menggambarkan selisih antara ketersediaan air dengan kebutuhan air.
Nilai ketersediaan air diperoleh dari perhitungan debit andalan 80%, sedangkan
nilai kebutuhan air diperoleh dari total berbagai pemanfaatan air meliputi rumah
tangga, perkotaan dan industri (RKI), irigasi, peternakan, perikanan dan aliran
pemeliharaan. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan dapat digolongkan
dalam dalam dua klasifikasi. Klasifikasi pertama, apabila nilai ketersediaan lebih
kecil dari kebutuhan sehingga bernilai negatif maka dikatakan defisit. Klasifikasi
kedua, apabila nilai ketersediaan lebih besar dari nilai kebutuhan sehingga bernilai
positif maka dikatakan surplus.

2.4.1 Indeks Pemakaian Air

Indeks Pemakaian Air (IPA) adalah suatu indeks yang menggambarkan pemakaian
air. Pemakaian air dihitung berdasarkan perbandingan antara kebutuhan dibagi
dengan ketersediaan. Nilai perhitungan yang diperoleh kemudian akan
diklasifikasikan berdasarkan Tabel Indeks Pemakaian Air dibawah ini.

36
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Tabel 2.3 Indeks Pemakaian Air

Indeks Pemakaian Air (IPA) Klasifikasi


Dibawah 10% Tidak kritis
Antara 10% dan 20% Kritis ringan
Antara 20% dan 40% Kritis sedang
Diatas 40% Kritis berat
Sumber SNI.6728.1:2015 dan Studi 2017

Menurut SNI 6728.1:2015 mengenai Penyusunan Spasial Neraca Sumber Daya


Alam – Bagian 1. Sumber Daya Air yang menggunakan data ketersediaan air
andalan Q80%, klasifikasi IPA berdasarkan Tabel diatas terdiri dari empat kategori
yaitu dibawah 10%, antara 10% sampai 20%, antara 20% sampai 40% dan
diatas 40%. Pemakaian air diklasifikasikan tidak kritis untuk nilai IPA dibawah
10%, sedangkan kritis ringan untuk nilai IPA diantara 10%- 20%. Klasifikasi
pemakaian air kritis sedang untuk nilai IPA diantara 20%-40%. Klasifikasi yang
paling berat yaitu kritis berat dengan nilai IPA diatas 40%, hal ini menandakan
kebutuhan air sudah diatas 40% dari ketersediaan.

Kriteria lain dari Alcamo (2000) yang menggunakan ketersediaan air debit rata-
rata, telah digunakan untuk membandingkan neraca ketersediaan dan kebutuhan
air di dunia sampai dengan tahun 2025. Indikator yang digunakan dinamakan
Critically Ratio (CR), yang merupakan perbandingan antara jumlah kebutuhan air
terhadap ketersediaan air rata-rata tahunan. Nilai CR diatas 40% dinamakan
tekanan berat (high water stress), dan CR diatas 80% sebagai tekanan sangat
berat (very high water stress). Penetapan klasifikasi indikator ini didasarkan atas
asumsi bahwa debit andalan Q90% berada antara 30% sampai dengan 70% dari
besarnya debit rata-rata tahunan, sehingga jika CR berada diatas 40% maka
dinamakan telah tertekan berat.

Oleh karena studi ini juga menghitung debit andalan Q80% disamping debit rata-
rata, maka dengan menggunakan indikator yang langsung menggunakan debit
andalan Q80%, yaitu SNI 6728.1:2015 akan memberikan hasil yang lebih tajam

37
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

dibandingkan dengan yang hanya menggunakan debit rata-rata yang


diperkenalkan oleh Alcamo (2000).

2.4.2 Indeks Ketersediaan Air

Indeks Ketersediaan Air per Kapita menggambarkan besaran air yang dapat
dimanfaatkan setiap orang dalam satu tahun. Indeks ketersediaan air per Kapita
dapat diperoleh dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan
air. Nilai ketersediaan air yang diperoleh dapat digolongkan dalam empat kondisi
berdasarkan tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Indeks Ketersediaan Air

Indeks Ketersediaan Air perkapita


Kondisi
(m3/tahun/kapita)
Lebih besar dari 1700 Tanpa Tekanan (no stress)
1000 – 1700 Ada tekanan (stress)
500 – 1000 Ada kelangkaan (scarcity)
Lebih kecil dari 500 Kelangkaan mutlak (absolute scarcity)
Sumber : Falkenmark, 1989

Berdasarkan Tabel 2.5 nilai ketersediaan air dapat digolongkan dalam empat
kondisi yaitu tanpa tekanan, ada tekanan, ada kelangkaan dan kelangkaan mutlak.
Ketersediaan air dikatakan tanpa tekanan apabila mempunyai nilai lebih besar dari
1700 m3/tahun/kapita, sedangkan kondisi ada tekanan jika nilai indeks
ketersediaan berada pada 1000-1700 m3/tahun/kapita. Kondisi ketersediaan air
mulai ada kelangkaan jika berada pada nilai 500-1000 m3/tahun/kapita. Kondisi
paling parah dengan adanya kelangkaan mutlak jika setiap orang hanya
memperoleh nilai lebih kecil dari 500 m3/tahun/kapita. Kriteria dibuat berdasarkan
benchmark data statistik berbagai negara, mencakup ketahanan pangan, rumah-

38
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

tangga dan industri. Kriteria tentang adanya kelangkaan jika ketersediaan air
berada di bawah 1.000 m3/tahun/kapita ini telah digunakan oleh Bank Dunia.

2.5 Bagan Alir Pelaksanaan Kegiatan

Bagan alir berupa urutan kegiatan yang harus dilaksanakan. Prosedur pelaksanaan
dapat dimonitor baik kualitas maupun waktu berdasarkan “Bagan Alir Pelaksanaan
Kegiatan” yang dibuat oleh konsultan. Untuk itu, konsultan telah menyusun bagan
alir kegiatan pelaksanaan pekerjaan seperti yang diuraikan pada gambar di bawah
ini :

39
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 2.6 Bagan Alir Kegiatan

40
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Lokasi pekerjaan mencakup seluruh wilayah Indonesia, baik secara administratif


maupun secara satuan hidrologis atau wilayah sungai. Penetapan wilayah sungai di
Indonesia ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Dalam
peraturan tersebut terdapat beberapa pengertian yang perlu diperhatikan, antara
lain:

1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
2. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
3. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
4. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
5. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
6. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

41
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.

7. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

Gambar 3.7 Peta Lokasi Kegiatan Wilayah Sungai Halmahera Utara

Secara geografis WS. Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat : 126° 6’ 52”
BT- 128° 41' 39" BT dan 0° 37’ 18” LU - 2° 38’ 43” LU serta berada di gugusan
kepulauan Maluku bagian Utara . Daerah terluasnya adalah yang berada di sebagian
Pulau Halmahera yaitu seluas 4952 Km2 (27 % dari luas keseluruhan Pulau
Halmahera yaitu 18000 Km2). Secara administratif WS. Halmahera Utara berada di
Provinsi Maluku Utara dan berada dalam 5 (lima) Kabupaten / kota yaitu
Kab.Halmahera Barat, Kab.Halmahera Utara, Kab. Pulau Morotai, Kota Ternate, dan
Kota Tidore Kepulauan. Wilayah Sungai Halmahera Utara merupakan salah satu WS
di Kep. Maluku dengan luas sebesar 8.206 km2.

42
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 3.8 Peta Batas Administrasi Kab. Halmahera Barat

43
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 3.9 Peta Batas Administrasi Kab. Halmahera Utara


44
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 3.10 Peta Batas Administrasi Kab. Pulau Morotai

45
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 3.11 Peta Batas Administrasi Kota Ternate

46
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 3.12 Peta Batas Admministrasi Kota Tidore

47
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 4. PENGUMPULAN/INVENTARISASI
DATA

4.1 Dasar Hukum

Dasar hukum merupakan produk-produk hukum yang dikeluarkan pemerintah baik


pusat maupun daerah yang dijadikan acuan dalam melaksanakan pekerjaan.
Adapun dasar hukum yang digunakan disajikan pada tabel-tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 Undang-Undang

Penerbit/
Judul
No Pembuat/Penyus Tahun Isi Dokumen
dokumen
un
1. UU No. 11 Republik Indonesia 1974 Pengairan
2. UU No. 5 Republik Indonesia 1990 Konservasi SDA Hayati dan
Ekosistem
3. UU No. 32 Republik Indonesia 2009 Lingkungan Hidup
4. UU No. 19 Republik Indonesia 2004 Kehutanan
5. UU No. 26 Republik Indonesia 2007 Penataan Ruang
6. UU No. 24 Republik Indonesia 2007 Penanggulangan Bencana
7. UU No. 18 Republik Indonesia 2008 Pengelolaan Sampah
8. UU No. 23 Republik Indonesia 2014 Pemerintah Daerah
9. UU No. 37 Republik Indonesia 2014 Konservasi Tanah dan Air

Tabel 4.6 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden

48
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Judul Penerbit/
Tahu
No dokume Pembuat/Penyus Isi Dokumen
n
n un
1. PP No. 82 Republik Indonesia 2001 Kualitas Air
2. PP No. 44 Republik Indonesia 2004 Perencanaan Hutan
3. PP No. 43 Republik Indonesia 2008 Airtanah
4. PP No. 26 Republik Indonesia 2008 Penataan Ruang
Ketelitian Peta Rencana Tata
5. PP No. 8 Republik Indonesia 2013
Ruang

Tabel 4.7 Peraturan Presiden

Penerbit/
Judul Tahu
No Pembuat/Penyus Isi Dokumen
dokumen n
un
Percepatan pelaksanaan
Kebijakan Satu Peta Pada
1. Perpres No. 9 Presiden RI 2016
Tingkat Ketelitian Peta
Skala 1:50.000

Tabel 4.8 Peraturan Menteri

Penerbit/
Tahu
No Judul dokumen Pembuat/Penyus Isi Dokumen
n
un
1. Permen PUPR No. Menteri PUPR 1993 Garis Sempadan dan
63 Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, DPS dan Bekas
Sungai.
2. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2009 Rencana Mutu Kontrak
04
3. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Kriteria dan Penetapan
04 Wilayah Sungai
4. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Eksploitasi dan
06 Pemeliharaan Sumber

49
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Penerbit/
Tahu
No Judul dokumen Pembuat/Penyus Isi Dokumen
n
un
Air dan Bangunan
Pengairan
5. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Penggunaan Sumber
09 Daya Air
6. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Rencana dan Rencana
10 Teknis Tata Pengaturan
Air dan Tata Pengairan
7. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Penanggulangan
13 Darurat Bencana Akibat
Daya Rusak Air
8. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Izin Penggunaan Air
37 dan/atau Sumber Air
9. Permen PUPR No. Menteri PUPR 2015 Izin Penggunaan
50 Sumber Daya Air

SNI yang digunakan antara lain:

Tabel 4.9 Standar Nasional Indonesia

No. No. SNI Isi Dokumen


1. SNI 8310.1:2016 Penyajian atlas tactual (tactile) - Bagian 1:
Simbol unsur peta dasar
2. SNI 6728.1:2015 Penyusunan neraca spasial sumber daya alam
– Bagian 1: Sumber daya air
3. SNI 8202:2015 Ketelitian Peta Dasar
4. SNI 8200:2015 Prosedur penentuan batas Daerah Aliran
Sungai (DAS) untuk peta skala 1:250.000
5. SNI 6502.4:2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi skala
1:250.000
6. SNI 6502.2:2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi -
Bagian2: Skala 1:25.000
7. SNI 6502.3:2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi - Bagian
3: Skala 1:50.000
8. SNI 19-6728.1-2002 Penyusunan neraca sumber daya - Bagian 1:

50
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Sumber daya air spasial


9. SNI 19-6502.1-2000 Spesifikasi teknis peta rupabumi skala 1 :
10.000

4.2 Studi Terdahulu

4.2.1 Studi FIDEP (1993)

The Study for Formulation of Irrigation Development Program in the Republic of


Indonesia (FIDEP, 1993) merupakan suatu studi yang diselenggarakan secara
bersama oleh Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Biro
Sumber Daya Air dan Irigasi BAPPENAS, dan JICA. Studi dilaksanakan oleh
konsultan Nippon Koei Co. Ltd. yang berkedudukan di Tokyo, Jepang.

Studi FIDEP ini merumuskan program nasional pengembangan irigasi, yang juga
memuat beberapa hal mengenai ketersediaan air, kebutuhan air, dan neraca air
secara nasional dalam pembagian 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS) dan 27
Provinsi. Pendekatan yang digunakan untuk memperkirakan potensi air permukaan
adalah dengan berdasarkan curah hujan rata-rata bulanan dalam setahun. Debit
aliran sungai diperoleh berdasarkan rumus regresi terhadap hujan. Demikian pula
potensi debit andalan menggunakan rumus empiris sebagai fungsi dari debit rata-
rata bulanan. Tidak terdapat pengkajian mengenai air tanah pada studi FIDEP ini.

4.2.2 Studi Ditjen Sumber Daya Air (2003)

Studi neraca air nasional ini juga berdasarkan pada 90 Satuan Wilayah Sungai
(SWS), dan hanya memberikan nilai ketersediaan air rata-rata, serta kebutuhan
air, dan neraca airnya.

4.2.3 Studi Pola WS Halmahera Utara

Pola WS Halmahera Utara yang ditetapkan tahun 2012 disusun dengan maksud
untuk membuat kerangka dasar dalam pengelolaan SDA di WS Halmahera Utara,

51
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

dan bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air


secara seimbang dan berkelanjutan yang dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Berbagai
Isu strategis yang muncul pada WS Halmahera Utara ini antara lain: pelayanan air
bersih yang masih terpusat pada ibu kota kabupaten/kota dengan persentase
pelayanan yang masih sebesar 60%, potensi lahan irigasi yang dapat
dikembangkan, potensi penyediaan tenaga listrik melalui PLTMH, perubaha n iklim
global yang menyebabkan bencana banjir maupun kekeringan yang
berkepanjangan, dan terdapatnya lahan kritis yang berpotensi mengakibatkan
terjadinya longsor.

Berdasarkan hasil studi tersebut terdapat potensi air sebesar 125 m3/s, sedangkan
debit yang dimanfaatkan baru sekitar 6 m3/s. oleh karena itu, terdapat potensi
sumber daya air yang dapat dikembangkan seperti pembangunan embung di
sungai Jailolo, sungai Kao dan Tobelo, sungai Sambiki dan wewengo sebagai salah
satu upaya dalam pemenuhan kebutuhan air di WS Halmahera Utara. Sedangkan
untuk upaya penyediaan air di pulau – pulau kecil seperti di Kabupaten Morotai,
Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat dan Kota Tidore
Kepulauan terdapat potensi pembangunan instalasi air baku dengan desalinasi air
laut menggunakan tenaga surya.

4.2.4 Pengelolaan Alokasi Air

Alokasi air adalah penjatahan air permukaan untuk berbagai keperluan pada suatu
wilayah sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para pengguna air dari waktu
ke waktu dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas air, berdasarkan asas
pemanfaatan umum, keseimbangan dan pelestarian sumber air. Permasalahan
alokasi air mencakup:

 Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,


mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan.

52
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

 Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air harus didasarkan pada
rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber
daya air wilayah sungai bersangkutan.
 Alokasi air untuk pengusahaan ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber
daya air dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
 Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan
alokasi air sementara.

Yang dimaksud dengan alokasi air sementara, adalah alokasi yang dihitung
berdasarkan perkiraan ketersediaan air yang dapat diandalkan (debit andalan)
dengan memperhitungkan kebutuhan pengguna air yang sudah ada.

4.2.5 Decision Support System untuk Pendayagunaan Sumber Daya Air

Beberapa textbook pengelolaan sumber daya air seperti Goodman et al (2004) dan
Grigg (2005), juga makalah-makalah dari Roestam Syarief et al, (1998), Hatmoko
et al (2005) serta Gany et al (2006), menekankan pentingnya suatu sistem
informasi sumber daya air dan sistem pengambilan keputusan dalam pengelolaan
sumber daya air. Produk akhir dari penelitian Fakta pendayagunaan sumber daya
air di Indonesia ini diharapkan akan dapat membantu para pengambil keputusan
dan para pemilik kepentingan dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air,
khususnya pendayagunaan sumber daya air di Indonesia.

4.2.6 WFLOW

WFLOW, yang dikembangkan oleh Jaap Schellekens


(Jaap.Schellekens@deltares.nl.) dari konsultan Belanda (Deltares) merupakan
model hidrologi terdistribusi (distributed hyrological model) yang merupakan
sebuah program computer open source, tanpa biaya dan tanpa jaminan.

Input data yang diperlukan yaitu:

53
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

 Curah Hujan
 Evapotransprasi potensial
 Faktor kebutuhan air tanaman
 Topografi
 Jenis tanah
 Tata guna lahan dan jenis tutupan lahan

Curah hujan adalah input utama untuk menentukan jumlah total air yang diterima
dari atmosfer. Evapotransprasi menentukan jumlah air yang akan kembali ke
atmosfer, yang akan berbeda di tiap lokasi karena factor kecepatan angin, radiasi
matahari, dan suhu udara. Faktor kebutuhan air tanaman menentukan jumlah air
yang digunakan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Morfologi daerah
tangkapan air menentukan arah dan kecepatan dari aliran berdasarkan pola
kemiringan. Jenis tanah menentukan infiltrasi dan derajat kejenuhan tanah,
sehingga secara langsung menentukan pembentukan (formasi) dan akumulasi
aliran permukaan. Tata guna lahan dan tutupan lahan menentukan kebutuhan air
tanaman dan juga kecepatan proses transformasi hujan menjadi aliran
permukaan.

Gambar 4.13 Model Hidrologi dalam Wflow (sumber: Deltares)

Dalam menentukan debit aliran sungai dengan menggunakan WFLOW, digunakan


dataset global berupa:

54
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

 Data Curah Hujan


 Data Topography
 Data tutupan lahan
 Data Jenis tanah
 Data evapotranspirasi

4.3 Ketersediaan Data Hidroklimatologis dan Peta

4.3.1 Data Lapangan dan Peta - peta

Data untuk pembuatan batas DAS

Data yang dikumpulkan dalam pembuatan DAS Wilayah Sungai Halmahera Utara
adalah:

1. Data peta RBI digital skala 1:50.000 yang diperoleh dari situs
http://tanahair.indonesia.go.id(dalam hal ini yang tersedia adalah layer batas
pantai dan layer sungai dalam format vektor shapefile)

2. Data Digital Elevation Model (DEM) berdasarkan citra Shuttle Radar Topography
Mission (SRTM) resolusi spasial 30 m yang diperoleh dari situs
https://lpdaac.usgs.gov/data_access/data_pool

3. Citra Optis Resolusi tinggi yang tersedia pada layanan Google Earth

4. Data Vektor Shapefile (.SHP) batas DAS keluaran Kementrian PUPR tahun 2012

5. Data Vektor Shapefile (.SHP) batas DAS keluaran Kementrian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup tahun 2011

Data PDA dan Pos Hujan dan Bendung

Pada WS Halmahera Utara terdapat 4 PDA dan ssss bendung didalamnya, yaitu :

Tabel 4.10 Daftar PDA dalam WS Halmahera Utara

No Nama PDA

55
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

TUTULING
1 JAYA
2 AKELAMO
3 AHA
4 KAO BARAT

Tabel 4.11 Daftar Bendung dalam WS Halmahera Utara

No Name
1 Bendung Tiley
2 Bendung Aha
3 Bendung Daeo
4 Bendung Tolabit
Bendung
5 Toliwang

56
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 4.14 Peta Sebaran Pos Duga Air dan Bendung di WS Halmahera Utara

57
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Dari 4 PDA dan 5 bendung, tidak didapat data debit dengan kualitas bagus yang
bisa digunakan untuk kalibrasi.

Untuk Pos Hujan terdapat 5 pos hujan, yaitu :

Tabel 4.12 Daftar Pos Hujan dalam WS Halmahera Utara

No Nama Pos
1 Rakediri
2 Galela
3 Goal
4 Malifut
5 Tobelo

Dengan grafik data hujan bulanan sebagai berikut.

Gambar 4.1. Hujan Bulanan beberapa Pos Hujan Halmahera Utara (sumber: Studi
2017)

Hujan rata-rata tahunan dari 50 pos hujan tersebut yang paling tinggi yaitu di Pos
Hujan Rakediri sebesar 2428 mm dan yang paling kecil di Pos Hujan Tobelo
sebesar 523 mm. Grafik hujan rata-rata tahunan dari 5 pos hujan tersebut
disajikan pada grafik berikut ini.

58
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 4.2. Hujan Rata-rata Tahunan 5 Pos Hujan WS Halmahera Utara


(sumber: Studi 2017)

4.3.2 Data Dinamis

Data Hujan

Dalam pemodelan WFLOW menggunakan data hujan satelit TRMM yang tersedia
mulai dari februari 2002 yang mencakup seluruh wilayah di Indonesia yang telah
dikoreksi (Vernimmenetal. 2012). Pemodelan menggunakan data hujan harian
yang diambil mulai dari 1 jan 2003 sampai dengan 31 desember 2015.

59
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 4.15 Hujan TRMM Harian (27-4-2016) untuk WS Halmahera Utara


(sumber: studi ini dengan software FEWS dari Deltares)

Data Evapotranspirasi

Data evapotranspirasi juga menggunakan data satelit dari CGIAR. Nilai


evapotranspirasi potensial ini merupakan hasil klimatologi berdasarkan data 50
tahun ke belakang.

60
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 4.16 Evapotranspirasi CGIAR (27-4-2016) untuk WS


Halmahera Utara (sumber: studi ini dengan software FEWS dari
Deltares)

4.3.3 Data Statis

Data statis yang digunakan dalam model ini berupa peta yaitu peta DEM, peta
penggunaan lahan, dan peta jenis tanah.

61
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Peta DEM

Peta yang digunakan yaitu berdasarkan data SRTM NASA dengan resolusi 90m
seperti yang ditampilkan pada Gambar 4 .17.

Gambar 4.17 Peta DEM SRTM NASA WS Halmahera Utara

Pada Gambar 4 .17 tersebut diperlihatkan bahwa semakin gelap warnanya maka
mempunyai kemiringan yang relatif landai dan elevasi yang rendah. Dari data DEM
ini dengan bantuan software pemetaan seperti QGIS akan menghasilkan peta
aliran sungai, DAS/Sub DAS, dan titik outlet.

62
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Peta Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan yang dipergunakan yaitu berdasarkan data dari


Bakosurtanal tahun 2012 seperti yang ditampilkan pada Gambar dibawah.

Gambar 4.18 Peta Penggunaan Lahan WS Halmahera Utara (Sumber:


Bakosurtanal, 2012)

63
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Peta penggunaan lahan seperti yang ditampilkan pada gambar diatas tersebut
kemudian diklasifikasikan kembali menjadi 6 kelas umum dalam penggunaan lahan
yaitu hutan, pertanian irigasi, pertanian tadah hujan, padang rumput/semak,
daerah beraspal/area terbangun, dan perairan terbuka.

Peta jenis tanah

Peta jenis tanah yang dipergunakan yaitu berdasarkan data dari FAO resolusi
1:5.000.000 seperti yang ditampilkan pada . Peta jenis tanah yang ditampilkan
tersebut diklasifikasikan menjadi tanah liat, lempung, lempung berliat, liat
berpasir, pasir berlempung, dan lempung liat berpasir.

64
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 4.19 Peta Jenis Tanah Indonesia (Sumber: FAO, 2007)

4.3.4 Data BPS

Dari data BPS digunakan data statistik penduduk, jumlah ternak, dan luas kolam
ikan yang akan digunakan untuk perhitungan kebutuhan air

4.3.5 Data Irigasi

Data luas irigasi didapatkan dari Kepmen PU dan BWS Maluku yang merupakan
luas irigasi fungsional.

65
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Batas DAS

DAS didefinisikan menjadi tiga pengertian yaitu sebagai bentang lahan dengan
suatu batas topografi, sebagai suatu wilayah kesatuan hidrologi, dan sebagai
wilayah kesatuan ekosistem (BSN, 2015). DAS merupakan satuan wilayah terbaik
dalam melakukan analisis terkait dengan isu-isu hidrologi. Agar suatu analisis
hidrologi memperoleh hasil yang baik, maka batas DAS kajian harus benar.Dua
indikator utama baik/tidaknya suatu batas DAS adalah keberadaan garis batas
DAS yang tepat di igir bukit/pegunungan, sertakeberadaan garis batas DAS yang
tidak memotong sungai.

Terdapat dua instansi yang telah mengeluarkan produk berupa batas DAS, yaitu
Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) dan Kementerian
Kehutanan. Dasar hukum pembuatan batas DAS dari kementrian PUPR adalah
Permen PUPR No. 4 tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai,
sedangkan dasar hukum pembuatan batas DAS dari Kementrian Kehutanan
Lingkungan Hidup adalah Kepmenhut RI No. 511/Menhut-V/2011 tentang
Penetapan Batas DAS. Wilayah sungai Halmahera Utara, sebagai objek kajian
hidrologi, telah memiliki batas – batas DAS tertentu yang dikeluarkan oleh dua
instansi tersebut. Walau begitu, apabila memperhatikan indikator batas DAS –
yang seharusnya berada di igir dan tidak memotong sungai –, batas DAS wilayah
sungai Halmahera Utara keluaran kedua instansi tersebut masih ditemukan
ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian tersebut terlihat dari cukup banyaknya DAS yang
memotong garis sungai. Hal ini menunjukkan bahwa perlu diselenggarakannya
pembaruan batas DAS baru yang lebih sesuai dengan batasDAS di lapangan.

Perbedaan hasil luasan serta bentuk DAS akan berpengaruh pada hasil dari
analisis-analisis hidrologi yang dilakukan sehingga dapat mengakibatkan
perbedaan pula kebijakan publik yang diambil. Oleh karena itu DAS sebagai

66
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

satuan analisis wilayah hidrologi harus memiliki bentuk dan luasan yang tepat.
Pembagian DAS di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah.
Pada tahun 2012 PUPR telah membuat batas-batas DAS Indonesia, sedangkan
Kementrian Kehutanan melakukannya pada tahun 2011. Walau begitu,
berdasarkan perbandingan hasil batas DAS dari kedua instansi tersebut,
perbedaan bentuk serta luasan masih ditemukan. Lebih lanjut, hasil delineasi
batas DAS dari kedua instansi tersebut masih tampak ketidaksesuaian, seperti
batas DAS yang memotong sungai besar maupun batas DAS yang tidak berada
pada igir. Berdasarkan kejadian tersebut, melalui ini dibuatlah pembaruan batas
DAS yang sesuai dengan ketentuan batas DAS secara geografis. Namun baik
jumlah, nama DAS, serta batas garis pantai mengambil DAS keluaran PUPR
sebagai dasar.

Hasil deliniasi batas DAS menunjukkan bahwa Halmahera Utara memiliki 130 DAS.
DAS yang terbesar dan terkecil masih ditempati oleh DAS-DAS yang sama baik
sebelum maupun sesudah pembaruan. DAS dengan luas terbesar adalah DAS
Kao, dengan nilai luasan DAS berdasarkan PUPR sebesar 1087.19 km 2 dan nilai
luasan DAS berdasarkan DAS pembaruan adalah sebesar 1097.32 km 2. Sementara
itu, DAS terkecil adalah DAS Magalinu dengan nilai luasan DAS berdasarkan PUPR
dan pembaruan adalah sama yakni sebesar 0.353 km 2.

Pembaruan batas DAS menghasilkan banyak perbedaan Perbedaan hasil DAS


PUPR dengan DAS pembaruan adalah dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pada
Gambar 5.1, menunjukkan bahwa terdapat sejumlah DAS yang mengalami
pengurangan luas dan sebagian lainnya mengalami penambahan luas. Secara
kuantitatif, dari 130 DAS yang terdapat di WS Halmahera Utara, terdapat 57 pos
yang mengalami pengurangan luas DAS. DAS yang mengalami pengurangan Luas
terbesar adalah DAS Mawea dengan pengurangan luas mencapai 70 km 2.
Sementara itu, terdapat 69 DAS yang mengalami penambahan luas DAS. DAS
yang mengalami penambahan luas terbesar adalah DAS Tunuo dengan
penambahan luas sebesar 49.6 km 2. Selain mengalami penambahan dan
pengurangan luas, terdapat pula 4 DAS yang tidak mengalami perubahan luas
yakni DAS Maitara, DAS bubale, DAS Miti, dan DAS Magalinu.

67
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Persentase perubahan DAS secara keseluruhan dapat diamati pada Gambar 5.2.
Pada gambar tersebut, agihan spasial perubahan luas DAS tersebar secara acak
tanpa adanya pola spasial tertentu. Secara umum, untuk keseluruhan DAS di
wilayah sungai Halmahera Utara, perubahan luas yang terjadi kurang dari 10 %
luas das sebelumnya. Secara kuantitatif, dari 130 DAS di WS Halmahera utara,
terdapat 100 DAS yang perubahan luasnya kurang dari 10%. Sementara itu, ada
19 DAS yang perubahan luasnya berkisar antara 10-25%, 8 DAS yang
perubahannya mencapai 50 %, 1 DAS yang perubahannya mencapai 100 %, dan
terdapat 2 DAS yang perubahannya mencapai lebih dari 100%. Dua das terakhir
ini adalah DAS Togowa dan Jati. Peta Batas DAS disajikan pada Gambar 5.4.

Terdapatnya perbedaan luas menunjukkan adanya perubahan bentuk DAS


sebelum dan sesudah pembaruan. Semakin besar perbedaan luasnya maka
bentuknya akan semakin berbeda. Misalnya pada Gambar 5.3 menunjukkan
perbedaan batas DAS Togowa sebelum dan sesudah pembaruan. Terlihat bahwa
sebelum pembaruan, DAS togowa banyak bersinggungan/memotong garis sungai
dan berukuran jauh lebih besar. Sementara itu, setelah pembaruan, DAS togowa
sudah tidak memotong sungai dan memiliki ukuran jauh lebih kecil.

68
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.20 Peta perubahan Luas Das Setelah Pembaruan batas DAS WS
Halmahera Utara

69
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.21 Peta Persentase perubahan Luas Das Setelah Pembaruan batas DAS
WS Halmahera Utara

70
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.22 Peta Perubahan Bentuk Das Togowa Setelah Pembaruan batas DAS
WS Halmahera Utara

71
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Jika diamati, dari 130 DAS yang terdata, hanya ada 4 DAS dengan dengan ukuran
dan bentuk yang sama. perbedaan siginifikan ini banyak dipengaruhi oleh sumber
data yang digunakan. Terutama pada perbedaan data sungai dan DEM yang
dipakai. Selain itu, sistem referensi yang digunakan juga berbeda. Hal ini dapat
terdeteksi saat mengoverlaykan data RBI dengan data hasil keluaran PUPR.

72
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.23 Batas DAS WS Halmut

73
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

5.2 Ketersediaan Air

Ketersediaan air yang dihitung adalah ketersediaan air potensial dan ketersediaan
air aktual. Ketersediaan air potensial dihitung menggunakan model WFLOW yang
harus dikalibrasi dan verifikasi. Tidak tersediaanya data debit dengan kualitas yang
bagus diwilayah WS Halmahera Utara mengakibatkan model tidak bisa dikalibrasi,
oleh karena itu yang dilakukan adalah melihat perbandingan hujan pos dengan
hujan TRMM serta verifikasi hasil kewajaran dari besaran runoff dengan
menggunakan rumus rob. Ketersediaan air aktual dihitung dengan
mempertimbangkan ketersediaan air pada kapasitas terpasang.

5.2.1 Perbandingan Hujan Pos dan Hujan TRMM

Data hujan yang dikumpulkan yaitu 5 pos hujan dengan panjang data bervariasi
mulai tahun 2010 sampai 2016. Sebaran lokasi pos hujan dan grafik perbandingan
hujan bulanan dapat dilihat pada peta dan grafik dibawah ini.

Gambar 5.24 Peta Sebaran Pos Hujan

74
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.25 Grafik Hujan Pos dan Hujan TRMM

Grafik hujan pos dan hujan TRMM menunjukkan bahwa umumnya hujan TRMM
cukup bagus dan mewakili hujan pos terutama di musim kemarau, akan tetapi
kurang bagus untuk musim hujan sehingga bisa disimpulkan bahwa model
WFLOW menggunakan data hujan TRMM bisa diterima. Dari kelima pos hujan,
satu pos hujan memberikan perbandingan kurang bagus dimana hujan TRMM

75
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

konsisten jauh lebih besar dari hujan pos yaitu di Pos Hujan Tobelo, dimana
dibandingkan 4 pos hujan lainnya pos Tobelo memang memiliki hujan rata-rata
tahunan yang jauh dibawah yaitu sebesar 523 mm sehingga perlu dipelajari lagi
kualitas data pos hujan ini.

5.2.2 Ketersediaan Air Potensial

Analisa ketersediaan air potensial dilakukan menggunakan pemodelan WFLOW


untuk setiap grid sungai di WS Halmahera Utara. Gambar model dan contoh grafik
disalah satu titik sungai disajikan pada gambar-gambar dibawah ini.

Gambar 5.26 WFLOW model Halmahera Utara

76
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.27 Grafik debit disalah satu titik di Halmahera Utara

Debit bangkitan WFLOW kemudian di analisis menjadi ketersediaan air di Sub-DAS


/ DAS dan WS. Wilayah sungai Halmahera Utara ketersediaan air potensial rata-
rata sebesar 236.99 m3/s atau setara dengan 7,47 milyar m3/tahun dan
ketersediaan air potensial andalan 80% sebesar 139,28 m 3/s atau setara dengan
4,39 milyar m3/tahun. Ketersediaan air potensial untuk masing-masing DAS / Sub-
DAS disajikan pada Lampiran 6.

Verifikasi Model

Verifikasi model yaitu melakukan Analisis sederhana dengan menggunakan data


hujan WS dari TRMM yang dibandingkan dengan data hujan WS BMKG yang
dilakukan untuk Wilayah Sungai yang kemudian diturunkan untuk WD dan Titik
lokasi PDA yang digunakan untuk kalibrasi. Verifikasi model dilakukan dengan
beberapa cara yaitu;
i. Menganalisis runoff
ii. verifikasi internal dengan rumus Rob

Analisis Runoff

77
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Analisis runoff dilakukan untuk melihat kewajaran hasil hitungan. Analisis


dilakukan dengan membandingkan antara Tinggi Aliran (TA) rata-rata tahunan
dengan hujan rata-rata tahunan. Berikut merupakan hasil analisis runoff untuk WS
Halmahera Utara.

Tabel 5.13 Analisis Runoff pada WS Halmahera Utara

Hujan TA Rata-Rata TA Rata2


WS Tahunan harian tahunan
(mm/tahun) (mm/hari) (mm/tahun) Rasio
WS Halmahera
Utara 1860 2,09 762,87 0,41

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa rasio antara hujan tahunan dengan tinggi
aliran rata-rata tahunan masih dalam batas kewajaran dikarenakan nilainya
menunjukan kurang dari 1.

Verifikasi Internal

Verifikasi internal dilakukan untuk melihat kewajaran hasil runoff terhadap data
hujan TRMM, berdasarkan rumus umum dari Rob van der Weert dalam bukunya
Hydrological Condition in Indonesia, yaitu:

Q = 0,94 P - 1080 untuk P diatas 1800 mm per tahun

Q = 155 (P/1000)^2,5 untuk P di bawah 1800 mm per tahun

Keterangan :
Q = Debit
P = Hujan

Hasil dari Verifikasi Internal pada WS Halmahera Utara ditampilkan pada tabel
berikut.

78
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Tabel 5.14 Verifikasi Internal pada WS Halmahera Utara

WS WS Halmahera Utara
Luas (km2) 8173,97
m3/s 236,99
Ketersediaan juta m3/tahun 7473,76
Air Rata-rata mm/hari 2,51
mm/tahun 914,34
Hujan BMKG mm/tahun 2250,00
Q dari Hujan mm/tahun 1035,00
deviasi 12%

Berdasarkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa dengan rumus Rob


didapatkan deviasi sebesar 12%. Nilai tersebut menunjukan telah memenuhi
persamaan, yang berarti bahwa proses hujan-aliran telah berlangsung dengan
baik. Jika ada kesalahan, maka kesalahan terletak pada jumlah dan distribusi
curah hujan.

5.2.3 Ketersediaan Air Aktual

Tidak ditemukannya data debit pencatatan pada kapasitas terpasang maka


ketersediaan aktual dalam studi ini dihitung berdasarkan penyediaan air yang
sesuai dengan penggunaan air. Ketersediaan air aktual diperkirakan adalah sama
dengan data penggunaan air maksimal pada infrastruktur tersebut, sepanjang
penggunaan air tersebut tidak melampaui ketersediaan air potensial. Pada WS
Halmahera Utara tercatat ada 6 bendung untuk layanan irigasi dan 3 PDAM yang
tersebar di 8 DAS. Ketersediaan air aktual untuk 8 DAS tersebut sebesar 5,54 m 3/s
atau setara dengan 174,71 juta m 3/tahun. Besar ketersediaan air potensial dan
aktual serta perbandingannya disajikan pada gambar berikut.

79
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 5.28 Grafik Ketersediaan Air Potensial dan Aktual

Grafik diatas menunjukkan bahwa ketersediaan air aktual terbesar berada di DAS
Kao dengan ketersediaan air sebesar 2,58 m3/s atau setara dengan 13% dari
potensi ketersediaan air andalan 80%-nya. Prosentase terbesar yaitu di DAS
Sabala dimana besar ketersediaan air aktualnya yaitu 0,49 m 3/s atau setara
dengan 61% dari potensi ketersediaan air andalan 80%-nya. Wilayah sungai
Halmahera Utara secara keseluruhan memiliki 5,54 m 3/s ketersediaan air aktual
atau baru sebesar 4% dari potensi ketersediaan air andalan 80%-nya.

5.2.4 Tampungan Waduk

Data dari pusat bendungan menunjukkan bahwa di WS Halmahera Utara terdapat


satu bendungan yaitu bendungan gosowong milik PT. NHM dengan volume
4.970.000 m3.

5.2.5 Potensi Air Tanah

Berdasarkan kondisi hidrogeologi wilayah dan setempat, Kepulauan Maluku


dikelompokkan menjadi empat mandala air tanah (groundwaterprovince) sebagai
berikut ini.

80
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

a. Mandala Air Tanah Dataran


Setempat sebarannya menempati daerah pantai, bantaran banjir (floodplain), dan
dataran antargunung api. Batuan penyusunnya terdiri atas bahan lepas sampai
setengah padu berukuran lempung-kerakal, setempat bongkah.Aliran air tanah
berlangsung melalui ruang antar butir.Pada mandala air tanah ini kandungan air
tanah bebas (freegroundwater) umumnya cukup potensial.

b. Mandala Air Tanah Gunung Api Strato


Terutama tersebar di bagian barat P. Halmahera, P. Terrnate, P. Tidore, P. Moti,
dan P. Makian. Pada mandala air tanah kerucut gunung api dijumpai tekuk lereng
(break-in slope) yang membedakan bagian puncak, bagian tubuh (lereng atas dan
lereng bawah), dan kaki gunung api. Litologi akuifer utama berupa hasil gunung
api Kuarter yang terdiri atas breksi, tuf yang bersifat lepas sampai agak padu, dan
leleran lava sehingga aliran air tanah yang berlangsung melalui system ruang
antarbutir dan rekahan.
Pola aliran air tanah pada wilayah ini adalah radial, berasal dari daerah
puncak/lereng menuju ke arah kaki gunung api, sehingga secara berangsur
produktivitas akuifer semakin meninggi ke arah daerah pantai. Daerah air tanah
langka (area ofunexploitablegroundwater) dijumpai di daerah puncak karena
sebagian besar air hujan yang jatuh di daerah itu membentuk limpasan air
permukaan (surfacerun-off).

c. Mandala Air Tanah Karst


Merupakan mandala air tanah dengan sistem aliran air tanah yang khas terjadi
pada batu gamping karst yakni melalui celahan, rekahan, dan saluran
pelarutan.Dengan demikian, produktivitas akuifer pada mandala air tanah itu
sangat tergantung pada tingkat/derajat pembentukan karst (karstifieddegree)
pada litologi batu gamping tersebut.Sebaran umumnya menempati pulau-pulau
kecil di bagian selatan dan setempat di P. Halmahera yang meliputi daerah Supu,
Tobelo bagian Selatan, Lolobata, Akelemo bagian Utara, dan Dorolemo.

81
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

d. Mandala Air Tanah Perbukitan Bergelombang


Mandala air tanah ini dibentuk oleh berbagai jenis batuan yang terdiri atas batuan
sedimen, batuan malihan, dan batuan beku berumur Tersier yang bersifat padu
sehingga dikategorikan sebagai batuan kedap air (impermeable rocks). Tingkat
resistensi batuan terhadap proses pelapukan dan erosi sangat beragam, bagian
dengan timbulan tajam merupakan pencerminan dari tingkat resistensi yang tinggi
sehingga limpasan berlangsung dominan daripada peresapan. Struktur geologi
berupa lipatan dan sesar yang cukup intensif merupakan faktor pembentuk
morfologi dan mempengaruhi pembentukan air tanah.Kandungan air tanah pada
mandala ini umumnya sangat kecil dan secara ekonomis tidak dapat dieksploitasi
atau disebut daerah air tanah langka (area of unexploitable groundwater).
Setempat pada bagian lembah atau zona pelapukan yang cukup tebal
kandungannya cukup berarti sebagai sumber pasokan air bersih bagi penduduk di
sekitarnya. Muka air tanah umumnya dalam, mengikuti bentuk topografi setempat.
Pemunculan mata air atau rembesan berdebit kecil sering dijumpai, namun
umumnya kering pada saat musim kemarau (intermittent spring).
Wilayah Sungai yang ada di Kepulauan Maluku terdiri dari 7 Wilayah Sungai yang
meliputi Ambon-Seram, Buru, Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Kepulauan
Kei-Aru, Kepulauan Sula-Obi dan Kepulauan Yamdena-Wetar. Sedangkan kawasan
Cekungan Air Tanahnya sendiri berjumlah 68 cekungan. Cekungan Air Tanah
Trangan merupakan CAT terluas yang berada di Kab. Maluku Tenggara dengan
debit Q1 931 juta m³/tahun dan tanpa debit Q2. Wilayah Sungai Halmahera Utara
memiliki total debit Q1dan Q2 terbesar diantara WS lainnya, yaitu sebesar 3638.6
juta m³/tahun dengan 2684 juta m3/tahun potensi air tanah dalam dan 954 juta
m3/tahun potensi air tanah dangkal.

5.3 Kebutuhan Air

5.3.1 Kebutuhan Air RKI

Kebutuhan rumah tangga, dan perkotaan dihitung berdasarkan jumlah penduduk


yang ada pada setiap DAS. Sedangkan kebutuhan air industri dihitung
berdasarkan pendekatan rencana tata ruang wilayah nasional, hal tersebut

82
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

dikarenakan adanya keterbatasan data jenis dan jumlah industri yang diperoleh
pada setiap Kabupaten dan Kota di Indonesia. Kebutuhan air industri diasumsikan
sebesar 30% - 70% dari total kebutuhan rumah tangga dan perkotaan (RK).
Penentuan nilai tersebut didasarkan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008
tersebut wilayah provinsi hingga tingkat desa dibagi kedalam beberapa kawasan,
yaitu wilayah sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW). PKN merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, dan provinsi. PKW merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota. Hasil dari perhitungan kebutuhan air RKI pada setiap DAS di WS
Halmahera Utara dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan hasil perhitungan DAS dengan kebutuhan air RKI terbesar yaitu
terdapat pada DAS Togurara dengan kebutuhan air RKI sebesar 0.12 m3/s yang
mencangkup kebutuhan air rumah tangga sebesar 0.082 m 3/s, kebutuhan air
perkotaan sebesar 0.012 m3/s, dan kebutuhan air industri sebesar 0.028 m 3/s.
Besarnya kebutuhan air RKI pada DAS Togurara dikarenakan DAS tersebut
mencangkup beberapa kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar di WS
Halmahera Utara yaitu Kec. Ternate Tengah, Kec. Ternate Utara, dan Kec. Pulau
Ternate. Sedangkan DAS dengan kebutuhan air RKI terkecil yaitu DAS Magalinu
dengan kebutuhan air RKI sebesar 0.00010 m3/s yang mencangkup kebutuhan air
rumah tangga sebesar 0.00006 m3/s, kebutuhan air perkotaan sebesar 0.00001
m3/s, dan kebutuhan air industri sebesar 0.00002 m 3/s. Kecilnya kebutuhan air RKI
tersebut dikarenakan DAS Magalinu merupakan DAS terkecil di WS Halmahera
Utara dan terdapat di Kec. Tobelo Tengah dengan jumlah penduduk yang tidak
terlalu besar. Total Kebutuhan air RKI untuk WS Halmahera Utara yaitu sebesar
1.451 m3/s yang mencangkup kebutuhan air rumah tangga sebesar 0.97 m 3/s,
kebutuhan air perkotaan sebesar 0.146 m 3/s, dan kebutuhan air industri sebesar
0.335 m3/s.

83
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

5.3.2 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air Irigasi dihitung berdasarkan Pedoman kriteria perencanaan Irigasi


KP-01 dengan data inputan utama yaitu luas irigasi. Data luas irigasi didapatkan
dari Kepmen PU dan BWS Maluku yang merupakan luas irigasi fungsional.
Sedangkan data pendukung lainnya seperti hujan, evaporasi, pola tanam dan lain
sebagainya didapatkan dari hasil studi terdahulu, data lapangan, dan studi terkait
lainnya. Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi pada setiap DAS di WS Halmahera
Utara ditampilkan pada Lampiran 7.

Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi di WS Halmahera Utara memberikan hasil


bahwa DAS dengan kebutuhan air irigasi terbesar yaitu terdapat pada DAS Kao
dengan kebutuhan air irigasi sebesar 1.54 m 3/s dan luas irigasi sebesar 1300 Ha.
Besarnya kebutuhan air irigasi pada DAS Kao dikarenakan pada DAS tersebut
terdapat daerah irigasi Tolabit dan Toliwang yang merupakan irigasi terbesar saat
ini di WS Halmahera Utara. Sedangkan DAS lainnya dengan kebutuhan air irigasi
yang besar yaitu DAS Lamo dengan kebutuhan air irigasi sebesar 0.47 m 3/s dan
luas irigasi sebesar 400 Ha dengan daerah irigasi Goal yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebesar 1000 Ha. Kebutuhan air irigasi total untuk WS
Halmahera Utara yaitu sebesar 3.26 m3/s dan luas irigasi sebesar 2750 Ha.

5.3.3 Kebutuhan Air Peternakan

Kebutuhan air peternakan terdiri atas kebutuhan air untuk a) ternak besar berupa
sapi, kerbau, banteng, dan kuda; b) ternak kecil yaitu kambing, domba, dan babi;
serta c) unggas, antara lain ayam, bebek, dan angsa. Adapun indeks kebutuhan
air untuk ternak digunakan panduan dari FIDEP (1993) sebagai berikut. Hasil
perhitungan kebutuhan air peternakan pada setiap DAS di WS Halmahera Utara
ditampilkan pada Lampiran 7

84
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Berdasarkan perhitungan kebutuhan air peternakan pada seluruh DAS


menghasilkan nilai yang sangat kecil dikarenakan kecilnya kebutuhan air yang
digunakan untuk ternak, dan jumlah ternak yang kecil juga pada setiap DAS.
Kebutuhan air peternakan total untuk seluruh WS Halmahera Utara yaitu sebesar
0.02 m3/s.

5.3.4 Kebutuhan Air Perikanan

Kebutuhan air perikanan dihitung berdasarkan luas kolam ikan yang ada pada tiap
WD. Hasil perhitungan kebutuhan air perikanan di WS Halmahera Utara dapat
dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan air perikanan pada seluruh DAS


menghasilkan nilai yang lebih kecil dari kebutuhan air untuk peternakan. Kecilnya
kebutuhan air perikanan tersebut dikarenakan kecilnya luas kolam di WS
Halmahera Utara. Kebutuhan air perikanan total untuk seluruh WS Halmahera
Utara yaitu sebesar 0.0074 m3/s.

5.3.5 Kebutuhan Air Aliran Pemeliharaan

Kebutuhan air aliran pemeliharaan dihitung berdasarkan debit andalan 95% atau
10% dari debit rata-rata (Metode Tennant). Debit aliran dipilih yang terkecil dari
kedua perhitungan tersebut untuk mengakomodasi sungai-sungai yang debitnya
sangat kecil atau mendekati nol pada bulan tertentu, dengan pendekatan ini,
maka besarnya aliran pemeliharaan sungai pada musim kemarau tersebut juga
akan sama dengan atau mendekati nol. Besar kebutuhan aliran pemeliharaan
disajikan pada Lampiran 7.

Berdasarkan hasil perhitungan total kebutuhan aliran pemeliharaan yaitu sebesar


23,46 m3/s. Dimana kebutuhan air aliran pemeliharaan terbesar yaitu terdapat
pada DAS Kao dengan kebutuhan air sebesar 3,44 m3/s.

85
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

5.4 Neraca Air

Neraca air dihitung dengan 3 (tiga) keluaran, yaitu surplus – defisit, indeks
pemakaian air, dan indeks ketersediaan air perkapita pertahun. Surplus – defisit
memberikan informasi mengenai kekurangan air atau tidak pada suatu wilayah
yang dihitung dengan mengurangkan antara ketersediaan air dengan
kebutuhannya pada wilayah tersebut. Indeks pemakaian air memberikan informasi
kekritisan akan air pada suatu wilayah dimana perhitungan berdasarkan
kebutuhan yang dibagi terhadap ketersediaan air-nya. Indeks ketersediaan air
perkapita menunjukkan ada atau tidaknya kelangkaan akan air yang dihitung
dengan membandingkan antara ketersediaan air dengan jumlah penduduk pada
wilayah yang sama.

5.4.1 Neraca Air Potensial

Neraca air potensial dihitung dengan 3 (tiga) keluaran menggunakan ketersediaan


air andalan 80% sebagai ketersediaan air-nya. Secara keseluruhan WS Halmahera
Utara neraca air masih dalam kondisi surplus baik dengan mempertimbangkan
aliran pemeliharaan atau tidak. Indeks pemakaian air-nya dengan
mempertimbangan kebutuhan aliran pemeliharaan sudah masuk kategori kritis
sedang dengan nilai IPA 20%, sedangkan tanpa memperhitungkan kebutuhan
aliran pemeliharaan nilai IPA masih dibawah 10% yang berarti WS Halmahera
Utara masih dalam kondisi tidak kritis. Perbandingan ketersediaan air dengan
jumlah penduduk didalamnya juga menunjukkan bahwa WS Halmahera Utara
masuk dalam kategori tanpa tekanan dimana pembagian air untuk masing-masing
jiwa masih diatas 1700 m3/kapita/tahun. Hasil perhitungan neraca air potensial
disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.15 Neraca Air Potensial WS Halmahera Utara


Nilai Klasifikasi
Neraca Air tanpa AP (m3/s) 134.60 Surplus
Neraca Air (m3/s) 110.91 Surplus
Indeks Pemakaian Air (IPA) tanpa AP (%) 3% Tidak Krits
Indeks Pemakaian Air (IPA) (%) 20% Krits sedang
Ketersediaan Air per Kapita (m3/kapita/tahun) 8261 Tanpa tekanan

86
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Analisa per DAS/SubDAS menunjukkan bahwa hasil perhitungan tanpa aliran


pemeliharaan terdapat satu DAS yang mengalami kekurangan air. DAS yang
mengalami kekurangan air adalah DAS Serabu yang terletak di Pulau Ternate.
Sedangkan untuk DAS lainnya mengalami surplus, dan terdapat satu DAS dengan
surplus lebih dari 500 juta m3/tahun yaitu DAS Kao. Indeks pemakaian air di DAS /
Sub-DAS menunjukkan bahwa beberapa DAS di Pulau Morotai dan Pulau Ternate
sudah mengalami kritis ringan dimana kebutuhan air tanpa memasukkan aliran
pemeliharaan sebesar 10% - 20% dari ketersediaan andalan 80%-nya. Das-das
tersebut adalah DAS Ibu, DAS Kulaba, DAS Maitara, DAS Salangadeke, DAS Salo,
DAS Siko, DAS Soasiu, dan DAS Sumkusu . pada WS Halmahera Utara juga
terdapat beberapa DAS yang masuk dengan kondisi kritis sedang dimana
kebutuhan air sebesar 20% - 40% dari ketersediaannya. Das-das tersebut adalah
DAS Aha, DAS Daeo, DAS Kastela, DAS Kokala Besar, DAS Lola, DAS Sabala, dan
DAS Tagalaya. DAS-das yang masuk pada kondisi kritis berat dimana kebutuhan
air sudah 40% dari ketersediaan airnya adalah DAS Marikurubu dan DAS Serabu.
Perhitungan indeks ketersediaan air perkapita menunjukkan bahwa umumnya
DAS-DAS di Pulau Ternate dan Tidore sudah masuk pada kategori Kelangkaan
Mutlak yang berarti bahwa ketersediaan air perkapitanya sudah dibawah 500 juta
m3/Kap/tahun. Peta neraca air potensial disajikan pada gambar – gambar dibawah
ini, sedangkan Tabel hasil perhitungan neraca air disajikan pada Lampiran 8.

87
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.29 Peta Neraca Air Surplus Defisit DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara

88
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.30 Peta Indeks Pemakaian Air DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara

89
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.31 Peta Indeks Ketersediaan Air Perkapita DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara
90
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

5.4.2 Neraca Air Aktual

Neraca air aktual dihitung dengan 3 (tiga) keluaran menggunakan ketersediaan air
pada kapasitas terpasang sebagai ketersediaan air-nya. Karena terbatasnya data
yang didapatkan dilapangan, maka ketersediaan air aktual diperkirakan adalah
sama dengan data penggunaan air maksimal pada infrastruktur tersebut,
sepanjang penggunaan air tersebut tidak melampaui ketersediaan air potensial.
Pada WS Halmahera Utara tercatat ada 6 bendung untuk layanan irigasi dan 3
PDAM yang tersebar di 8 DAS. Ketersediaan air aktual untuk 8 DAS tersebut
sebesar 5,54 m3/s atau setara dengan 174,71 juta m3/tahun.

Perhitungan neraca air aktual menunjukkan bahwa tanpa memasukkan aliran


pemeliharaan WS Halmahera Utara masih dalam kondisi Surplus, akan tetapi jika
memasukkan aliran pemeliharaan maka WS Halmahera Utara sudah mengalami
kekurangan air. Kondisi kekurangan air mengakibatkan indeks pemakaian air
dengan aliran pemeliharaan masuk pada kategori kritis berat dimana kebutuhan
air 40% lebih dari ketersediaan air, sedangkan dengan memasukkan aliran
pemeliharaan, indeks pemakaian air diatas 100% yang berarti bahwa kebutuhan
air sudah lebih besar dari ketersediaan air aktual yang ada. Perhitungan indeks
ketersediaan air perkapita menunjukkan bahwa hanya dengan mempertimbangkan
ketersediaan air aktual maka WS Halmahera Utara masuk pada kondisi kelangkaan
mutlak, dimana pembagian air perkapita dari ketersediaan air aktual dibawah 500
juta m3/tahun-nya. Neraca air aktual WS Halmahera Utara disajikan pada tabel
berikut.

Tabel 5.16 Neraca Air Aktual WS Halmahera Utara


Nilai Klasifikasi
Neraca Air tanpa AP (m3/s) 0.86 Surplus
Neraca Air (m3/s) -22.82 Defsit
Indeks Pemakaian Air (IPA) tanpa AP (%) 84% Krits berat
Indeks Pemakaian Air (IPA) (%) 512% Krits berat
Ketersediaan Air per Kapita (m3/kapita/tahun) 329 Kelangkaan Mutlak

91
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Analisa neraca air aktual per DAS/Sub-DAS menunjukkan bahwa dengan dan
tanpa memasukkan aliran pemeliharaan maka DAS-DAS yang mempunyai
ketersediaan air aktual sebagian besar terdapat pada kondisi defisit, sedangkan
hanya 2 (Dua) DAS di Pulau Morotai yaitu DAS Aha dan DAS Sabala dengan
kondisi surplus. Karena kekurangan air ini maka untuk indeks pemakaian air
dengan dan tanpa aliran pemeliharaan menghasilkan DAS Aha dan DAS Sabala
mengalami kritis berat bersama dengan 6 DAS lainnya dimana kebutuhan
dibandingkan dengan ketersediaan air-nya sudah melebihi 100%. Sehingga
terdapat 8 DAS yang mengalami kritis berat. Indeks ketersediaan air perkapita
pada 8 DAS tersebut yang mempunyai ketersediaan air aktual bervariasi dari
tanpa tekanan pada 5 DAS, ada kelangkaan pada 1 DAS, dan kelangkaan mutlak
pada 2 DAS. Peta neraca air aktual per DAS/SubDAS disajikan pada gambar-
gambar dibawah ini, sedangkan Hasil perhitungan neraca air aktual untuk masing-
masing DAS dan SubDAS disajikan pada Lampiran 8.

92
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.32 Peta Neraca Air Aktual Surplus Defisit Tanpa Aliran Pemeliharaan DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara

93
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.33 Peta Neraca Air Aktual Surplus Defisit DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara

94
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.34 Peta Indeks Pemakaian Air dari Ketersediaan Air Aktual Tanpa Aliran Pemeliharaan DAS/Sub-DAS di WS
Halmahera Utara

95
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.35 Peta Indeks Pemakaian Air dari Ketersediaan Air Aktual DAS/Sub-DAS di WS Halmahera Utara

96
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

-BWS MALUKU UTARA -

Gambar 5.36 Peta Indeks Ketersediaan Air Perkapita dari Ketersediaan Air Aktual DAS/Sub-DAS di WS Halmahera
Utara

97
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

5.4.3 Upaya Pemenuhan Kebutuhan Air

Upaya pemenuhan kebutuhan air terdiri atas upaya orientasi pada peningkatan
pasok air dan demand management atau penghematan kebutuhan air. Neraca air
Pulau Ternate yang kritis, dengan sumber daya air terbatas, memaksa kita
menggunakan pendekatan demand management, yaitu penghematan air.
Penghematan air dapat dilakukan dari sumbernya, yaitu mengendalikan jumlah
penduduk dengan keluarga berencana dan pembatasan penduduk baru,
penghematan air dengan tarif progresif, sosialisasi, dan reuse recycle.

Upaya peningkatan pasok untuk Ternate dan Tidore dengan pemanenan hujan
berupa penampung air hujan. Untuk pulau dengan potensi air yang cukup, namun
masih kekurangan air, dapat membangun prasarana sumber daya air seperti
bendung, intake dan pompa

98
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

BAB 6. PENUTUP

Sebagai penutup disimpulkan beberapa hal yaitu ;

1. WS Halmahera Utara dengan luas 8.174 km2 dibagi menjadi 130 DAS.

2. Terdapat beberapa ketidaksesuaian yg ditemukan pada DAS di Halmahera


Utara keluaran Permen PUPR No.4 tahun 2015, seperti batas DAS yang
memotong sungai serta batas DAS yang tidak berada pada igir, sehingga
pembaruan batas DAS sebaiknya dilakukan. Pembaruan batas DAS di
Halmahera Utara mengakibatkan perubahan luas area serta
bentuk.Perubahan ini secara umum disebabkan oleh perbedaanya sumber
data yang digunakan. Terutama pada referensi sungai yang digunakan.

3. Wilayah sungai Halmahera Utara memiliki ketersediaan air potensial rata-


rata sebesar 236.99 m3/s atau setara dengan 7,47 milyar m3/tahun dan
ketersediaan air potensial andalan 80% sebesar 139,28 m3/s atau setara
dengan 4,39 milyar m3/tahun.

4. WS Halmahera Utara terdapat 6 bendung untuk layanan irigasi dan 3 PDAM


yang tersebar di 8 DAS dengan ketersediaan air aktual untuk 8 DAS
tersebut sebesar 5,54 m3/s atau setara dengan 174,71 juta m3/tahun.

5. Data dari pusat bendungan menunjukkan bahwa di WS Halmahera Utara


terdapat satu bendungan yaitu bendungan gosowong milik PT. NHM
dengan volume 4.970.000 m3.

6. Wilayah Sungai Halmahera Utara memiliki total debit potensi air tanah Q1
dan Q2 sebesar 3638.6 juta m³/tahun dengan 2684 juta m3/tahun potensi
air tanah dalam dan 954 juta m3/tahun potensi air tanah dangkal.

99
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

7. Kebutuhan air RKI untuk WS Halmahera Utara sebesar 1.451 m 3/s yang
mencangkup kebutuhan air rumah tangga sebesar 0.97 m 3/s, kebutuhan air
perkotaan sebesar 0.146 m3/s, dan kebutuhan air industri sebesar 0.335
m3/s.

8. Kebutuhan air irigasi total untuk WS Halmahera Utara yaitu sebesar 3.26
m3/s dan luas irigasi sebesar 2750 Ha.

9. Kebutuhan air peternakan total untuk seluruh WS Halmahera Utara yaitu


sebesar 0.02 m3/s.

10. Kebutuhan air perikanan total untuk seluruh WS Halmahera Utara yaitu
sebesar 0.0074 m3/s.

11. Kebutuhan aliran pemeliharaan WS Halmahera Utara yaitu sebesar 23,46


m3/s.

12. Secara keseluruhan WS Halmahera Utara neraca air potensial masih dalam
kondisi surplus baik dengan mempertimbangkan aliran pemeliharaan atau
tidak. Indeks pemakaian air-nya pun masih dalam kondisi tidak kritis dan
indeks ketersediaan air perkapita menunjukkan bahwa WS Halmahera Utara
masuk dalam kategori tanpa tekanan.

100
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

13. Perhitungan neraca air aktual menunjukkan bahwa tanpa memasukkan


aliran pemeliharaan WS Halmahera Utara masih dalam kondisi Surplus,
akan tetapi jika memasukkan aliran pemeliharaan maka WS Halmahera
Utara sudah mengalami kekurangan air. Kondisi kekurangan air
mengakibatkan indeks pemakaian air dengan aliran pemeliharaan masuk
pada kategori kritis berat dimana kebutuhan air sudah melebihi
ketersediaan air, sedangkan tanpa memasukkan aliran pemeliharaan,
indeks pemakaian air sudah masuk pada kategori kritis sedang dimana
kebutuhan air sudah 50% lebih dari ketersediaan air-nya. Perhitungan
indeks ketersediaan air perkapita menunjukkan bahwa hanya dengan
mempertimbangkan ketersediaan air aktual maka WS Halmahera Utara
masuk pada kondisi kelangkaan mutlak, dimana pembagian air perkapita
dari ketersediaan air aktual dibawah 500 juta m3/tahun-nya.

14. Skema Ketersediaan dan Kebutuhan Air serta Grafik Neraca Air WS
Halmahera Utara secara rinci digambarkan sebagai berikut.

101
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

Gambar 6.37 Skema Ketersediaan dan Kebutuhan Air WS Halmahera


Utara

Gambar 6.38 Grafik Neraca Air WS Halmahera Utara

102
-BWS MALUKU UTARA -
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Peta Neraca Air WS Halmahera Utara Skala 1:50.000

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permen PUPR No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan


Wilayah Sungai

Lampiran 2 : Permen Dagri No. 56 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan

Lampiran 3 : SNI 6728.1-2015 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya alam


– Bagian 1: Sumber Daya Air Spasial

Lampiran 4 : Dokumentasi Inventarisasi Data dan Survey Lapangan

Lampiran 5 : Data BPS

Lampiran 6 : Tabel Ketersediaan Air

Lampiran 7 : Tabel Kebutuhan Air

Lampiran 8 : Tabel Neraca Air

Lampiran 9 : Grafik Neraca Air per-DAS

Lampiran 10 : Skema Ketersediaan dan Kebutuhan Air per-DAS

Lampiran 11 : Peta-peta

ix

Anda mungkin juga menyukai