Anda di halaman 1dari 368

RANCANGAN POLA

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


WILAYAH SUNGAI HALMAHERA
SELATAN

TAHUN 2012

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN 3
1.2.1 Maksud 3
1.2.2 Tujuan 3
1.2.3 Sasaran 3
1.2.4 Visi dan Misi 4
1.3 ISU-ISU STRATEGIS 4
1.3.1 Isu Strategis Nasional 4
1.3.2 Isu Strategis Lokal 6
1.4 LOKASI PEKERJAAN 7
BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI 10
2.1 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG SDA DAN PERATURAN TERKAIT
LAINNYA 10
2.2 KEBIJAKAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 12
2.2.1 Kebijakan Pengelolaan Nasional12
2.2.1.1 Visi & Misi 12
2.2.1.2 Fungsi 14
2.2.1.3 Prinsip PSDA 14
2.2.1.4 Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Dan Pengurangan Dampak 15
2.2.1.5 Kebijakan Pengembangan Jaringan Sistem Informasi Sumber Daya Air
(SISDA) 17
2.2.1.6 Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air 18
2.2.2 Kebijakan Pengelolaan SDA Provinsi 19
2.2.3 Kebijakan Tata Ruang Kepulauan Maluku 20
2.2.3.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah 20
2.2.3.2 Rencana Pola Ruang Wilayah Daratan 24
2.2.3.3 Kawasan Andalan Kepulauan Maluku 28
2.2.4 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Administrasi yang masuk dalam WS
Halmahera Selatan 31
2.3 INVENTARISASI DATA 35
2.3.1 Data Umum 40
2.3.1.1 Kabupaten / Kota dalam Angka 40
2.3.1.2 Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku Utara 90
2.3.1.3 Peta Peta 120
2.3.2 Data Sumber Daya Air 132
2.3.2.1 Air Permukaan 132
2.3.2.2 Tampungan Air 138
2.3.2.3 Air Tanah 140
2.3.3 Data Kebutuhan Air 143
2.3.3.1 Kebutuhan Air Rumah Tangga, Perkotaan dan Industri (RKI) 144
2.3.3.2 Kebutuhan Air Untuk Pertanian 155
2.3.3.3 Kebutuhan Air Untuk Peternakan 156
2.3.3.4 Kebutuhan Air Untuk Perikanan 157

ii
2.4 IDENTIFIKASI KONDISI LINGKUNGAN DAN PERMASALAHAN 157
2.4.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 157
2.4.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 158
2.4.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 158
2.4.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 159
2.4.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha 159
2.5 IDENTIFIKASI POTENSI YANG BISA DIKEMBANGKAN 160
2.5.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 160
2.5.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 160
2.5.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 161
2.5.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 161
2.5.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha 161
BAB 3 ANALISIS DATA 163
3.1 ASUMSI, KRITERIA DAN STANDAR 163
3.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 163
3.1.1.1 Standar Struktur Penataan Ruang Wilayah 163
3.1.1.2 Standard Kebutuhan Ruang Hijau 164
3.1.1.3 Standard Kriteria KesesuaianLahan 165
3.1.1.4 StandardKriteria DAS Kritis 173
3.1.1.5 Standard Analisis Potensi Erosi 178
3.1.1.6 StandardAnalisis Angkutan Sedimen184
3.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 186
3.1.2.1 StandardAnalisis Pertumbuhan Penduduk 186
3.1.2.2 Standard Analisis Ketersediaan Air 188
3.1.2.3 Standard Kebutuhan Air 192
3.1.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 197
3.1.3.1 Standar Kriteria Perhitungan Debit Banjir 197
3.1.3.2 Standar Kualitas Air 202
3.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 207
3.1.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha 209
3.2 HASIL ANALISIS 210
3.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 210
3.2.1.1 Analisis Peta Tematik DAS dan WS 210
3.2.1.2 Analisis Tutupan Lahan 222
3.2.1.3 Analisis Potensi Erosi Lahan 224
3.2.1.4 Analisis Angkutan Sedimen Sungai 248
3.2.1.5 Analisis Lahan Kritis254
3.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 257
3.2.2.1 Analisis Ketersediaan Air 257
3.2.2.2 Analisis Kebutuhan Air 269
3.2.2.3 Neraca Air 273
3.2.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 278
3.2.3.1 Analisis Debit Banjir 278
3.2.3.2 Analisis Kerusakan Tebing Sungai 293
3.2.3.3 Analisis Kerusakan Pantai 293
3.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 296
3.2.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha 299
3.2.5.1 Peran Kelembagaan dan masyarakat menurut aturan perundang-
undangan 299
3.2.5.2 Kondisi Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat 302
3.2.5.3 Rekomendasi Peran serta masyarakat dan dunia usaha 302
BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL 304

iii
4.1 MATRIKS KEBIJAKAN OPERASIONAL 304
4.1.1 SKENARIO EKONOMI TINGGI 304
4.1.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 304
4.1.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 308
4.1.1.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 312
4.1.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 318
4.1.1.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air 320
4.1.2 SKENARIO EKONOMI SEDANG 322
4.1.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 322
4.1.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 326
4.1.2.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 331
4.1.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 337
4.1.2.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air 339
4.1.3 SKENARIO EKONOMI RENDAH 341
4.1.3.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 341
4.1.3.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 346
4.1.3.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air 351
4.1.3.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 357
4.1.3.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air 359
4.2 PETA TEMATIK KEBIJAKAN OPERASIONAL 361
4.2.1 SKENARIO EKONOMI TINGGI 361
4.2.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 361
4.2.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 362
4.2.1.3 Aspek Daya Rusak Air 363
4.2.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 364
4.2.1.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air 365
4.2.2 SKENARIO EKONOMI SEDANG 366
4.2.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 366
4.2.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 367
4.2.2.3 Aspek Daya Rusak Air 368
4.2.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 369
4.2.2.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air 370
4.2.3 SKENARIO EKONOMI RENDAH 371
4.2.3.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air 371
4.2.3.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air 372
4.2.3.3 Aspek Daya Rusak Air 373
4.2.3.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air 374
4.2.3.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air 375
BAB 5 PENUTUP 376

iv
DAFTAR GAMBAR

v
DAFTAR TABEL

vi
1 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan disatu pihak terus
meningkat dari tahun ketahun, sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan
pengembangan aktivitasnya. Padahal dilain pihak ketersediaan sumber daya air
semakin terbatas bahkan cenderung semakin langka, terutama akibat penurunan
kualitas lingkungan dan penurunan kualitas akibat pencemaran.
Apabila hal seperti ini tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan dapat
menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik akibat terjadinya benturan
kepentingan manakala permintaan (demand) tidak lagi seimbang dengan
ketersediaan sumber daya air untuk pemenuhannya (supply). Oleh karena itu
perlu upaya secara proporsional dan seimbang antara pengembangan, pelestarian,
dan pemanfaatan sumber daya air baik dilihat dari aspek teknis maupun dari
aspek legal.
Untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat diberbagai keperluan,
diperlukan suatu perencanaan terpadu yang berbasis wilayah sungai guna
menentukan langkah dan tindakan yang harus dilakukan agar dapat memenuhi
kebutuhan tersebut dengan mengoptimalkan potensi pengembangan SDA,
melindungi/melestarikan serta meningkatkan nilai SDA dan lahan.
Mengingat pengelolaan sumberdaya air merupakan masalah yang kompleks
dan melibatkan semua pihak baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun
pengelola, tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mempergunakan
pendekatan one river basin, one plan, and one integrated management.
Keterpaduan dalam perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan, dan
kepedulian dalam pengendalian sudah waktunya diwujudkan.
Perencanaan Pengelolaan SDA WS adalah merupakan suatu pendekatan
holistik, yang merangkum aspek kuantitas dan kualitas air. Perencanaan tersebut
merumuskan dokumen inventarisasi sumberdaya air wilayah sungai, identifikasi
ketersediaan saat ini dan masa mendatang, pengguna air dan estimasi kebutuhan
mereka baik pada saat ini maupun di masa mendatang, serta analisis upaya
alternatif agar lebih baik dalam penggunaan sumberdaya air. Termasuk di

7
dalamnya evaluasi dampak dari upaya alternatif terhadap kualitas air, dan
rekomendasi upaya yang akan menjadi dasar dan pedoman dalam pengelolaan
wilayah sungai di masa mendatang.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang tentang sumber daya air UU Nomor 7
Tahun 2004 dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi pengelolaan sumber daya
air untuk wilayah sungai di seluruh tanah air untuk memenuhi kebutuhan, baik
jangka menengah maupun jangka panjang secara berkelanjutan.
WS Halmahera Selatan meliputi 5 kabupaten dengan luas masing-masing
disajikan pada Tabel BAB 1 PENDAHULUAN-1 sebagai berikut:

Tabel BAB 1 PENDAHULUAN-1 Luas Kabupaten di Wilayah Sungai Halmahera


Selatan
Luas Prosentase
No Kabupaten
(km) (%)
1 Halmahera Selatan 2357.62 15.19
2 Halmahera Tengah 3879.86 24.99
3 Halmahera Timur 6366.04 41.01
4 Sebagian Kota Ternate 25.00 0.16
5 Sebagian Kota Tidore 2893.84 18.64
Kepulauan
TOTAL 15522.36 100.00
Sumber: Hasil Analisis 2012
Menurut Lampiran Peta Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012, WS
Halmahera Selatan terbagi menjadi 265 Daerah Aliran Sungai (DAS).

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran

1.2.1 Maksud

Maksud dari kegiatan pekerjaan ini adalah merumuskan dan menyusun


Rancangan Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Halmahera Selatan, untuk
kemudian dapat dijadikan acuan dalam penyusunan Rencana Induk (Master Plan)
Pengelolaan SDA WS tersebut.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan Studi Pola Wilayah Sungai Halmahera Selatan antara
lain:
Merumuskan pola pengelolaan suatu wilayah sungai termasuk menyusun
dokumentasi SDA WS (air permukaan dan air tanah)
Menganalisis perimbangan ketersediaan dari kebutuhan air baik untuk saat
ini maupun di masa mendatang (20 tahun)

8
Mengidentifikasi rencana program-program strategis yang dapat menjadi
kerangka dasar untuk pengelolaan SDA WS, dengan melibatkan peran serta
masyarakat dan dunia usaha. Pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
berisi rencana strategis pengelolaan sumber daya air untuk jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
Di dalam implementasinya, pola pengelolaan SDA wilayah sungai Halmahera
Selatan tersebut nantinya harus ditetapkan/disahkan oleh yang berwenang
melalui pembahasan dengan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air,
karena rencana ini akan menjadi kerangka dasar semua pihak berkaitan dengan
sumber daya air dan dapat menjadi bingkai/kerangka kerjasama antar sektor dan
antar daerah di dalam pengelolaan sumberdaya air termasuk di dalam
perencanaan, pemanfaatan, pengusahaan, pengendalian dan pelestarian sumber
daya air secara terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan
kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang bersangkutan secara
berkelanjutan.

1.2.3 Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pekerjaan Studi Pola


Wilayah Sungai Halmahera Selatan adalah:
a) Memberikan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
b) Memberikan arahan yang berkaitan dengan konservasi dan pendayagunaan
sumber daya air pada pengembangan kawasan-kawasan agar tidak
menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya/meningkatnya daya rusak
air.
c) Memberikan arahan yang berkaitan dengan sumber daya air terhadap
pengembangan kawasan pembangunan antara lain kawasan budidaya, sistem
pusat-pusat pemukiman, sistem sarana dan prasarana wilayah dan kawasan
yang perlu diprioritaskan.
d) Memberikan arahan kebijakan yang menyangkut tata guna tanah, tata guna
air, tata guna sumber daya alam serta kebijakan penataan ruang wilayah yang
direncanakan secara bersinergi.
e) Menjamin kepentingan masa kini dan generasi yang akan datang, yang terkait
dengan ketersediaan sumberdaya air.

9
1.2.4 Visi dan Misi

Adapun visi dan misi dalam pengelolaan sumber daya air di WS Halmahera
Selatan yang mengacu terhadap visi dan misi dari Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum yakni sebagai berikut.
Visi Pengelolaan Sumber Daya Air di WS Halmahera Selatan adalah
Terwujudnya kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan bagi
kesejahteraan seluruh rakyat di Wilayah Sungai Halmahera selatan
Sedangkan Misi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air WS Halmahera Selatan
adalah:
Konservasi sumber daya air yang berkelanjutan di WS Halmahera
Selatan;
Pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk memenuhi berbagai
kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas di WS
Halmahera Selatan;
Pengendalian daya rusak air di WS Halmahera Selatan;
Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, swasta dan
pemerintah di WS Halmahera Selatan.
Peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi dalam
pengelolaan sumber daya air di WS Halmahera Selatan.

1.3 Isu-isu Strategis

1.3.1 Isu Strategis Nasional

a. Millennium Development Goals (MDGs)


MDGs merupakan inisiatif pencapaian tujuan pembangunan millenium di
Indonesia yang harus tercapai pada tahun 2015. Pembangunan millenium adalah
aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milennium yang diadopsi oleh 189 negara.
Tujuan dari MDGs tersebut antara lain adalah mengentaskan kemiskinan &
kelaparan, meningkatkan kualitas kesehatan dan mortalitas, serta terciptanya
kelestarian lingkungan dengan mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program negara. Dalam MDGs 2015
disebutkan bahwa 80% penduduk di wilayah sungai yang bersangkutan dapat
terlayani kebutuhan air bersihnya. WS Halmahera Selatan yang masuk dalam
Provinsi Maluku Utara sendiri masih banyak daerah yang belum terlayani akan
kebutuhan air bersih tersebut. Oleh karena itu perlu disusun skenario
pemenuhannya dalam pola pengelolaan sumber daya air.
Dalam target penyediaan air minum untuk tingkat nasional proporsi rumah
tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah 68,87%

10
untuk daerah perkotaan adalah 75,29% sedang pedesaan 65,81%.Sedangkan
kondisi pada Tahun 2009 baru mencakup 47,71% untuk daerah perkotaan 49,82%
dan daerah pedesaan 45,72% (sumber: Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium di Indonesia 2010).
b. Ketahanan Pangan
UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan keamanan pangan
sebagai kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga
yang dicerminkan olehketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu,
aman, merata, dan terjangkau. Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya
swasembada pangan secara nasional, hal tersebut tentu menjadi landasan dan
pertimbangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, khususnya di WS Halmahera
Selatan untuk mengusahakan keterlaksanaannya. Penyediaan air baku kebutuhan
beras nasional untuk 223 juta penduduk per tahun adalah sebesar 31,1 juta ton.
Dengan asumsi untuk 1 ha dapat menghasilkan 6-7 ton gabah kering giling yang
akan menghasilkan 3-4 ton beras.
Berdasarkan Matriks Arah Kebijakan Wilayah Maluku, arah kebijakan
prioritas ketahanan pangan Provinsi Maluku Utara, diarahkan untuk
meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan produktivitas
tanaman pangan yang dilakukan melalui beberapa program yakni:
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman
Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan;
Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap;
Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya;
Program Daya Saing Produk Perikanan;
Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan
Penyediaan Pangan Hewani Yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal;
Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat;
Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana
Pertanian;
Program Pengelolaan Sumber Daya Air.
c. Global Climate Change
Perubahan iklim akan menghadirkan tantangan besar bagi pembangunan
berkelanjutan di Indonesia. Diperlukan aksi nasional, baik untuk mitigasi
perubahan iklim global maupun melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memberdayakan masyarakat Indonesia agar dapat beradaptasi dengan
dampak negatif perubahan iklim. Pemerintah Indonesia adalah peserta Pertemuan
Kopenhagen bulan Desember 2009 dan penanda tangan United Nations Framework

11
Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia adalah negara berkembang
pertama yang mengumumkan target pengurangan emisi CO2 sebesar 26 % dari
tingkat Business as Usual (BAU) pada tahun 2020, dan target tersebut dapat
ditingkatkan hingga 41 % dengan dukungan dunia internasional. Isu adanya
perubahan iklim global harus mendapatkan perhatian semua pihak yang terkait
dengan pengelolaan sumber daya air di WS Halmahear Selatan. Oleh karenanya
kegiatan konservasi SDA menjadi prioritas untuk dilaksanakan dalam program
GNKPA (Gerakan Nasional Komite Penyelamatan Air).
d. Ketersediaan Energi
Produksi Energi Listrik Nasional saat ini adalah 150.000 GWh, dan Listrik
yang dibangkitkan dari tenaga air di Indonesia diperkirakan sebesar 75,67 GW.
Sedang kapasitas terpasang baru 4.200 MW (5,5%). Untuk WS Halmahera Selatan
yang masuk dalam Provinsi Maluku Utara, tenaga listrik saat ini masih banyak
rumah tangga yang belum terlayani akses PLN, sedangkan kebutuhan akan terus
meningkat. Maka potensi sumber daya air yang tersedia harus dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik.
Ketersediaan energi nasional akan mempengaruhi stabilitas ekonomi daerah,
saat ini ketersediaan energi di WS Halmahera Selatan masih minim dan belum
merata, oleh karena itu dalam pengelolaan sumber daya air WS Halmahera Selatan
perlu diantisipasi dengan mengembangkan energi air, microhidro, hidro plant
power, dll.
Berdasarkan Matriks Arah Kebijakan Wilayah Maluku, arah kebijakan
prioritas energi Provinsi Maluku Utara, diarahkan untuk pengembangan
infrastruktur energi dan ketenagalistrikan untuk mendukung pengembangan
sektor unggulan wilayah Maluku, dengan strategi pengembangan yakni
memanfaatkan keanekaragaman sumber energi melalui pembangunan pembangkit
berbasis batubara, gas dan air serta EBT lainnya beserta perluasan jaringan
listriknya baik terintegrasi maupun terisolasi.

1.3.2 Isu Strategis Lokal

a. Kerusakan Hutan dan Lahan


Pengembangan daerah yang dilakukan harus memperhatikan semua sektor,
dalam hal ini berarti juga harus memperhatikan kelestarian alam, lingkungan,
habitat. Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem (hamparan, sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan,
yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan). Peran hutan adalah (1)
menyediakan sumber materi untuk membangun kesejahteraan masyarakat, (2)
menyediakan jasa lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidup, (3)

12
membangun dan melindungi keanekaragaman hayati, dan (4) melindungi bumi
dari dampak perubahan iklim global. Sehingga penting untuk memperhatikan
hutan dan habitat yang ada untuk kestabilan alam dalam hal ini WS Halmahera
Selatan. Pengembangan daerah harus memperhatikan kelestarian hutan dan yang
mempunyai banyak sekali fungsi seperti produsen oksigen, penyimpan air,
pelindung terhadap daya rusak air, habitat flora - fauna dan sebagainya.
b. Penurunan Kualitas Sumber Daya Air
Air sebagai kebutuhan makluk hidup yang utama memerlukan perhatian
khusus yang menerus agar senantiasa terjaga secara kuantitas maupun kualitas.
Kegiatan pembangunan pemerintah, swasta, masyarakat serta pihak lainnya tidak
boleh menimbulkan penurunan kualitas air. Pertambangan nikel yang ada cukup
mengkhawatirkan untuk kualitas sumber daya air kedepannya. Pengawasan dan
pengelolaan harus terus menerus ditingkatkan untuk menjaga kualitas air yang
ada sehingga dapat terus memenuhi kebutuhan air dalam hal ini WS Halmahera
Selatan secara berkelanjutan.
c. Penyediaan Air Baku
Rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih mengakibatkan
berkembangnya penyakit-penyakit yang bersumber dari air (diare, mutaber,
penyakit kulit). Meskipun WS Halmahera Selatan merupakan wilayah dengan
hutan dengan kondisi yang masih baik dan sungai-sungai besar, namun karena
pengelolaannya tidak mengikuti kaidah ekologis, maka beberapa kawasan masuk
dalam kategori kritis. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air rumah
tangga, kota dan industri (RKI) adalah:
- Rendahnya cakupan pelayanan air RKI bagi masyarakat;
- Makin berkurangnya kapasitas air baku pada badan-badan air, karena
kerusakan lingkungan;
- Makin meningkatnya tuntutan kebutuhan RKI pada pusat
pengembangan.
d. Daya Rusak Air
Daya rusak air akibat aktifitas manusia ataupun aktifitas alam meliputi
banjir, erosi lahan, sedimentasi sungai/ muara, longsor. Hal tersebut
menyebabkan kerusakan infrastruktur, gangguan aktifitas dan kerugian materiil
lainnya. Bilamana tidak diatasi secara tepat dan bijak akan menghambat
pertumbuhan pembangunan serta penurunan kualitas hidup masyarakat.

13
2 BAB 2
KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI

2.1 Peraturan Perundang-undangan di Bidang Sumber Daya Air dan


Peraturan Terkait Lainnya

Peraturan perundangan dan peraturan lainnya yang terkait dengan


pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
1. UU Dasar 1945
2. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
3. UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
4. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
5. UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
6. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
7. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
8. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah
9. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
10. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
11. UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil
12. UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
13. UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
14. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
15. UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
16. UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan
17. PP No. 27 Tahun 1991 Tentang Rawa
18. PP No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
19. PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air

14
20. PP No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan
21. PP No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
22. PP No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan
23. PP No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan
24. PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
25. PP No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi
26. PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Tugas Pemerintah
27. PP No. 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
28. PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
29. PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
30. PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
31. PP No. 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah
32. PP No. 37 Tahun 2010 Tentang Bendungan
33. PP No. 38 Tahun 2011 Tentang Sungai
34. PP No. 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
35. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2008 Tentang Dewan Sumber Daya Air
36. Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Nasional
Pengelolaan SDA
37. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung
38. Permen Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 Tentang Tata Cara dan
Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air
39. Permen Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang Garis Sempadan
Sungai, Daerah manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas
Sungai
40. Permen Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 Tentang Reklamasi Rawa
41. Permen Pekerjaan Umum No. 67 Tahun 1993 Tentang Panitia Tata
Pengaturan Air Provinsi Daerah Tingkat I
42. Permen Pekerjaan Umum No. 11A Tahun 2006 Tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai
43. Permen Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif

15
44. Permen Pekerjaan Umum No. 32/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Operasi
dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
45. Permen Pekerjaan Umum No. 04/PRT/M/2008 Tentang Pedoman
Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA pada Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Wilayah Sungai
46. Permen Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis
& Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan SDA
47. Permen Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2010 Tentang Pedoman Operasi
dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut
48. Permen Pekerjaan Umum No. 9 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pengamanan Pantai
49. Permen Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Penggunaan SDA
50. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 390 Tahun 2007 Tentang
Penetapan Status Daerah Irigasi
51. Dll yang terkait.

2.2 Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air

2.2.1 Kebijakan Pengelolaan Nasional

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2011


Tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air, dijelaskan sebagai
berikut:

2.2.1.1 Visi & Misi

Kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan visi:


Sumber Daya Air Nasional yang Dikelola secara Menyeluruh, Terpadu, dan
Berwawasan Lingkungan untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat
Indonesia", dan berpedoman pada tujuh asas pengelolaan sebagaimana telah
diamanatkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
yaitu: kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan
keserasian, keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas.
Untuk mewujudkan visi tersebut, kebijakan nasional pengelolaan sumber daya
air dalam 20 (dua puluh tahun) tahun ke depan dilakukan melalui lima misi
sebagai berikut :
1. Meningkatkan konservasi sumber daya air secara terus menerus;
2. Mendayagunakan sumber daya air untuk keadilan dan kesejahteraan
masyarakat;

16
3. Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air;
4. Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber
daya air; dan
5. Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air nasional yang terpadu
antarsektor dan antarwilayah.
Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut terdiri dari:
a. Kebijakan umum;
Kebijakan umum terdiri dari :
1) Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan Pengelolaan Sumber
Daya Air
2) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya
Terkait Air
3) Peningkatan Pembiayaan Pengelolaan Sumber Daya Air
4) Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
b. Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus;
Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus
menerus terdiri dari:
1) Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air
2) Peningkatan Upaya Pengawetan Air
3) Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
c. Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan
kesejahteraan masyarakat;
Kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dan
kesejahteraan masyarakat, terdiri dari :
1) Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air
2) Peningkatan Upaya Penyediaan Sumber Daya Air
3) Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air
4) Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air
5) Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air
d. Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak;
Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak
terdiri dari :
1) Peningkatan Upaya Pencegahan
2) Peningkatan Upaya Penanggulangan
3) Peningkatan Upaya Pemulihan

17
e. Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan sumber daya air;
1) Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan sumber daya air terdiri dari :
2) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Perencanaan
3) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pelaksanaan
4) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Pengawasan
f. Kebijakan pengembangan jaringan sistem informasi sumber daya air
dalam pengelolaan sumber daya air nasional terpadu.
Kebijakan pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari :
1) Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola
SISDA
2) Pengembangan Jejaring SISDA
3) Pengembangan Teknologi Informasi

2.2.1.2 Fungsi

Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA, berfungsi sebagai:


1) Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian
dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang sumber
daya air yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis di bidang
tugas masing-masing sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional;
2) Acuan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada
tingkat provinsi; dan
3) Pedoman dalam penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air
pada wilayah sungai strategis nasional dan wilayah sungai lintas negara.

2.2.1.3 Prinsip PSDA

Prinsip penyusunan dan penetapan pengelolaan sumber daya air adalah


keterpaduan antara air permukaan dan air tanah, serta keseimbangan antara
upaya konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air.
Keterpaduan antara air permukaan dan air tanah merupakan keterpaduan dalam
pengelolaannya yang diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

18
2.2.1.4 Kebijakan
Pengendalian Daya Rusak Air Dan Pengurangan Dampak

Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak terdiri dari :
1. Peningkatan Upaya Pencegahan, strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Memetakan dan menetapkan kawasan rawan bencana yang
terkait airsebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang
wilayah danpengendalian pemanfaatan ruang pada setiap wilayah
sungai;
b. Mengintegrasikan perencanaan, pembangunan dan pengelolaan
drainasekawasan produktif, drainase perkotaan, drainase jalan, dan
sungai ke dalamsistem pengendalian banjir;
c. Meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di
kawasanrawan banjir dan kekeringan;
d. Memprakarsai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara
kawasanhulu dan kawasan hilir dalam pengendalian daya rusak air;
e. Meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh para
pemilikkepentingan;
f. Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara :
1) Mencegah dan membebaskan bantaran sungai dari
hunian danbangunan liar serta mengatur pemanfaatan
bantaran sungai;
2) Menertibkan penggunaan sempadan sungai sesuai
dengan rencana yangditetapkan;
3) meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai
kawasan retensibanjir dan kawasan rawan bencana yang terkait
air;
4) Meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat dalam
menghadapi dampakperubahan iklim global dan daya rusak air;
g. Melakukan pengendalian aliran air di sumber air, dengan cara :
1) Meningkatkan resapan air ke dalam tanah untuk
mengurangi aliranpermukaan oleh para pemilik kepentingan;
2) Meningkatkan kapasitas pengaliran sungai dan saluran
air oleh parapemilik kepentingan;

19
3) Menetapkan kawasan yang memiliki fungsi retensi
banjir sebagaiprasarana pengendali banjir paling lambat 3 (tiga)
tahun setelah JaknasSDA ditetapkan;
4) Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi retensi
banjir sebagaiprasarana pengendali banjir oleh para pemilik
kepentingan; dan
5) Menyediakan prasarana pengendalian banjir untuk
melindungiprasarana umum, kawasan permukiman, dan
kawasan produktif.
2. Peningkatan Upaya Penanggulangan, strategi untuk
mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau
bencana akibatdaya rusak air paling lambat 1 (satu) tahun setelah
Jaknas SDA ditetapkan;
b. Melaksanakan sosialisasi mekanisme penanggulangan
kerusakan dan/ataubencana akibat daya rusak air;
c. Mengembangkan sistem prakiraaan dan peringatan dini untuk
mengurangidampak daya rusak air pada setiap kawasan rawan
bencana terkait air;
d. Meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan, dan kemampuan
masyarakatdalam menghadapi bencana akibat daya rusak air,
antara lain dengan melakukansimulasi dan peragaan mengenai
cara-cara penanggulangan bencana oleh parapemilik kepentingan;
e. Memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penanggulangan
bencanaakibat daya rusak air; dan
f. Menyusun sistem penganggaran yang sesuai dengan kondisi
darurat untukpenanggulangan daya rusak air yang bersumber dari
dana Anggaran PendapatanBelanja Negara (APBN) dan/atau
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)serta sumber dana lain
paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDAditetapkan.
3. Peningkatan Upaya Pemulihan, strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumber
daya air danmemulihkan fungsi lingkungan hidup dengan
mengalokasikan dana yang cukupdalam APBN/APBD, dan sumber
dana lainnya;

20
b. Mengembangkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
kegiatan yangterkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya
rusak air; dan
c. Memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana terkait
air oleh parapemilik kepentingan.

2.2.1.5 Kebijakan
Pengembangan Jaringan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA)

Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional Terpadu Kebijakan


pengembangan jaringan SISDA yang terpadu, terdiri dari :
1. Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola SISDA,
strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi
dan lembaga pengelola data dan informasi sumber daya air paling
lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi
Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan;
b. Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/atau
mengembangkan SISDA terutama mengenai SIH3;
c. Membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola data dan
informasi sumber daya air terpadu di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai paling lambat 2 (dua) tahun
setelah Kebijakan Pengelolaan SIH3 ditetapkan;
d. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga
pengelola SISDA oleh para pemilik kepentingan; dan
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan data dan informasi sumber daya air.

2. Pengembangan Jejaring SISDA, strategi untuk mewujudkan kebijakan


ini adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan SISDA
paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan SIH3
ditetapkan;
b. Membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan
daerah serta antarsektor dan antarwilayah paling lambat 1 (satu) tahun
setelah Kebijakan Pengelolaan SIH3 ditetapkan; dan
c. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan SISDA.

21
3. Pengembangan Teknologi Informasi, strategi untuk mewujudkan
kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan SISDA berbasis teknologi informasi hasil rancang
bangun nasional oleh para pemilik kepentingan;
b. Meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak dalam
SISDA, serta memfasilitasi pengoperasiannya; dan
c. Memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan
informasi sumber daya air.

2.2.1.6 Kebijakan
Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
PengelolaanSumber Daya Air

Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam


pengelolaansumber daya air terdiri dari :
1. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Perencanaan,
strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia
usahamengenai pentingnya keselarasan fungsi sosial, ekonomi, dan
lingkunganhidup dari sumber daya air;
b. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam
penyusunankebijakan pengelolaan sumber daya air;
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam
penyusunanpola dan rencana pengelolaan sumber daya air di tingkat
wilayah sungai;dan
d. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan
kepadamasyarakat agar mampu berperan dalam perencanaan
pengelolaan sumberdaya air oleh para pemilik kepentingan.

2. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pelaksanaan,


strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan
duniausaha untuk menyampaikan masukan dalam pelaksanaan
pengelolaan sumberdaya air;
b. Memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperandalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan
konstruksi, sertaoperasi dan pemeliharaan;
c. Mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi
dalampembiayaan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;

22
d. Meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan
dalamkonservasi sumber daya air dan pengendalian daya rusak air
dengan caramemberikan insentif kepada yang telah berprestasi;
e. Menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif
bagimasyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan
pengelolaansumber daya air di setiap daerah paling lambat 2 (dua)
tahun setelah JaknasSDA ditetapkan;
f. Mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan serta
peranmasyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber dayaair; dan
g. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan
pelatihan,serta pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber
daya air olehpara pemilik kepentingan.
3. Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengawasan,
strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. Membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperandalam pengawasan pengelolaan sumber daya air dalam bentuk
pelaporandan pengaduan;
b. Menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan
masyarakat dandunia usaha dalam pengawasan pengelolaan sumber
daya air paling lambat2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan;
c. Menindaklanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan oleh
masyarakatdan dunia usaha; dan
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan dan
pelatihan,serta pendampingan dalam pengawasan pengelolaan sumber
daya air olehpara pemilik kepentingan.

2.2.2 Kebijakan Pengelolaan SDA Provinsi

Penyelenggaraan pengelolaan SDA dalam kaitannya dengan penataan ruang,


wilayah dan penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah
disesuaikan dengan UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air sebagai
berikut :
a. Bahwa kebijakan penatagunaan tanah di tingkat Pusat masih diperlukan
keberadaannya jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan
kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian
pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem
administrasi Negara, lembaga perekonomian Negara, pendayagunaan
sumber daya alam, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,

23
kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan
standarisasi nasional.
b. Kebijakan penatagunaan tanah ditingkat Provinsi sebagai daerah otonom
diperlukan keberadaannya jika terdapat adanya kewenangan yang
berkaitan dengan : (i) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang tertentu lainnya,
yaitu : perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara
makro, pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial,
dan penelitian yang mencakup wilayah Provinsi, pengendalian lingkungan
hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata
ruang Provinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan
penatagunaan tanah di tingkat Provinsi dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi, dimana terdapat kewenangan pemerintah Pusat yang
dilimpahkan kepada Gubernur.
c. Selanjutnya diperlukan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat
kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan
selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua butir di atas.
Dengan kata lain Pemerintah Pusat mempunyai wewenang pengaturan,
pengarahan melalui penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan
pengendalian berskala makro; pemerintah Provinsi mempunyai wewenang bersifat
lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu, penyusunan rencana
tertentu serta pengawasan dan pengendalian berskala makro; sedang pemerintah
kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu,
perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro.

2.2.3 Kebijakan Tata Ruang Kepulauan Maluku

2.2.3.1 Rencana
Struktur Ruang Wilayah

RTR Kepulauan Maluku disusun berdasarkan kebijakan berikut :


a. Mengembangkan kota-kota pesisir sebagai pusat pelayanan kegiatan
industrikemaritiman terpadu yang merupakan sektor basis dengan
dukungan prasarana dansarana yang memadai, khususnya tansportasi,
energi, dan sumber daya air.
b. Mengembangkan wilayah darat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
sebagai satukesatuan wilayah Kepulauan Maluku melalui kegiatan
pemanfaatan dan pengendalianpemanfaatan ruang yang terpadu yang
didukung oleh prasarana dan sarana yangmemadai.

24
c. Mempertahankan kawasan konservasi untuk menjamin daya dukung
lingkungan yangoptimal bagi pengembangan wilayah.
d. Memacu pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Maluku melalui
pengembangansektor-sektor unggulan yang berbasis sumber daya
setempat dan meningkatkanketerkaitan antar pusat-pusat pertumbuhan
(growth centers) di darat, pesisir, danpulau-pulau kecil.
e. Memanfaatkan sumber daya alam secara produktif dan efisien, agar
terhindar daripemborosan sehingga dapat memberi manfaat sebesar-
besarnya berdasarkan prinsip-prinsipkelestarian.
f. Meningkatkan ketersediaan, kualitas, dan memperluas jangkauan
pelayanan prasaranadasar, khususnya transportasi laut dan udara yang
didukung oleh transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal dengan
mengikutsertakan dunia usaha.
Pengembangan sistem pusat permukiman di wilayah Kepulauan Maluku
ditekankan pada terbentuknya fungsi dan hirarki pusat permukiman sesuai
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang meliputi PKN, PKW,dan PKL.
Pengembangan PKN di Kepulauan Maluku meliputi upaya untuk
mengendalikan pengembangan Kota Ambon dan Ternate - Sofifi, sebagai pusat
pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Pengembangan
PKSN di Kepulauan Maluku meliputi upaya untuk mendorong perkembangan kota
Ilwaki, Saumlaki, Daruba, dan Dobo sebagai pusat pelayanan sekunder.
Pengembangan PKW di Kepulauan Maluku meliputi upaya untuk:
a. Mengembangkan pusat indutri pengolahan hasil kelautan dan perikanan
melalui pembangunan prasarana dan sarana perkotaan dan permukiman;
b. Mengendalikan perkembangan kota Masohi, Namlea, dan Tual sebagai
pusat pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
c. Mendorong pengembangan Kota Tidore Kepulauan, Tobelo, Labuha,
Sanana, Werinama, dan Kairatu sebagai pusat pelayanan sekunder.
d. Sedangkan pengembangan PKL di Kepulauan Maluku meliputi upaya
untuk :
e. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana kota yang mendukung
fungsi kotasebagai pusat pelayanan kawasan perdesaan di sekitarnya;
f. Mendorong terciptanya keterkaitan sosial ekonomi antara kawasan
perkotaan danperdesaan yang saling menguntungkan;
g. Prioritas penanganan kota-kota PKL ditetapkan oleh masing-masing
PemerintahProvinsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pusat permukiman PKNdan PKW di Kepulauan Maluku.

25
h. Pengembangan jaringan prasarana wilayah di Kepulauan Maluku
meliputi:
i. Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Terpadu yang bersifat
menerusantara jaringan transportasi darat, laut, dan udara;
j. Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat yang terdiri dari
JaringanTransportasi Jalan, jaringan Transportasi Sungai, Danau, dan
Penyeberangan;
k. Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut yang terdiri dari
jaringan prasaranadan jaringan pelayanan;
l. Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara yang terdiri dari
bandar udara danruang udara;
m. Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi dan Tenaga Listrik;
n. Pengembangan Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air yang terdiri dari air
permukaandan air bawah tanah;
Pengembangan sistem jaringan jalan Kepulauan Maluku menurut
prioritaspenanganannya.Pengembangan jaringan jalan koridor utama meliputi:
a. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Seram yang menghubungkan
kota-kotaAmahai Masohi Simpang Makariki Liang Waiselan
Kairatu dan SimpangMakariki Waipia Saleman Besi Wahai
Pasahari Kobisonta Bula;
b. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Ambon yang menghubungkan
kota-kotaAmbon Galala Passo Durian Patah Laha dan Passo Suli
Tulehu Waai Liang;
c. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Buru yang menghubungkan kota-
kotaNamlea Samalagi Air Buaya Teluk Bara dan Namlea Marloso
Maka Namrole;
d. Peningkatan jaringan jalan lintas ....... Pulau Yamdena: Saumlaki Aludas
Arma Siwahan
e. Pulau Wetar: Ilwaki Lunang
f. Pulau Aru: Dobo - BBM
g. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Halmahera yang menghubungkan
SidangOli Boso Kao Padiwang Tobelo Galela - Lap. Terbang, dan
Boso- SimpangDodinga Sofifi Akelamo Payahe Weda; Simpang
Dodinga Bobaneigo Ekor- Subain Buli Maba Sagea Gotowase;
Daruba Bere-bere; Labuha Babang, Sanana Manaf; Bobong Tikong;
Sidang Oli Jailolo Goal Ibu;Jailolo Susupu;

26
Pengembangan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan
meliputi upaya untuk :
a. Mengarahkan pengembangan jaringan penyeberangan lintas
penyeberangan antarprovinsi Maluku dengan Maluku Utara;
b. Mengarahkan pengembangan jaringan penyeberangan lintas pulau dalam
provinsi yang meliputi P. Halmahera - P. Morotai, P. Ternate - P. Bacan -
P. Obi, P. Taliabu - P. Mangole, P. Sulabesi - P.Mangole, lintas
penyeberangan di Kepulauan Lemola (Letti-Moa-Lakor), Kepulauan Babar,
Kepulauan Aru, Pulau Wetar (Ilwaki)(Monreli) Kisar;
c. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan antar
provinsi dengan pulau terdekat yang mempunyai interaksi kuat, seperti
dengan PulauPapua, Pulau Sulawesi, dan Kepulauan Nusa Tenggara.
Pengembangan jaringan prasarana pelabuhan laut sebagai bagian dari
sistemjaringan transportasi laut meliputi :
a. Pelabuhan Nasional di Ambon, Dobo, Saumlaki, Labuha, dan Ternate
denganprioritas tinggi.
b. Pelabuhan Regional di Tual, Tulehu, Tobelo, Morotai, Maba, Obi, Babang,
Mafa,Sanana, Dofa, Bobong, dan Buli dengan prioritas sedang.
Pengembangan sistem jaringan transportasi udara dilakukan secara dinamis
denganmemperhatikan tatanan kebandarudaraan nasional dengan prioritas
penangananmeliputi:
a. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier
untukpengembangan wilayah dengan prioritas sedang di Pattimura-
Ambon, SultanBaabullah-Ternate, dan Olilit-Saumlaki.
b. Bandar udara bukan pusat penyebaran untuk pengembangan wilayah
diBandanaira-P.Banda, Kisar-P.Kisar, Liwur Bunga-P.Larat, Dobo-P.Aru,
DominicusDumatubun-Langgur, Amahai-Masohi, Wahai-P.Seram,
Namlea-P.Buru, Namrole-P.Buru, Kuabang-Kao, Oesman Sadik-Labuha,
Emalamo-Sanana, Gamarmalamo-Galela, Morotai-Pitu, Buli-Maba, Pulau
Kebror, Jailolo, Bula, Weda, Gebe,Benjina-Mangole dengan prioritas
sedang;
Pengembangan sistem prasarana jaringan energi dan tenaga listrik menurut
prioritaspenanganannya meliputi :
a. Peningkatan kapasitas tenaga listrik pada PLTD Ambon, PLTD Bacan,
PLTD Banda,PLTD Jailolo, PLTD Kairatu, PLTD Masohi, PLTD Namlea,
PLTD Saparua, PLTDTernate, PLTD Tobello, PLTD Tual, PLTD Sofifi, PLTD

27
Weda, PLTD Jailolo, PLTDMaba, PLTD Sanana, PLTD Morotai, PLTD
Saumlaki, PLTD Taniwel, PLTD Wahai,PLTP Tulehu, dan PLTA Genyem.
b. Peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang diikuti dengan
jaringantransmisi, gardu induk, dan jaringan distribusi untuk
menyalurkan daya daripusat pembangkit ke pusat beban;
c. Pengembangan jaringan terisolasi pada pulau-pulau kecil atau gugus
pulau sertadaerah terpencil dengan sistem pembangkit tenaga surya,
tenaga angin, tenagagelombang, dan tenaga diesel.
Pengembangan sistem prasarana jaringan energi dan tenaga listrik
diselaraskandengan pengembangan kawasan budidaya dan pusat-pusat
permukiman.
Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air menurut prioritas
penanganannyameliputi :
a. Penanganan Wilayah-wilayah sungai yang mempunyai potensi, yaitu
WilayahSungai
b. Penanganan wilayah sungai yang berada pada kondisi kritis, yaitu WS
MalukuTenggara, Maluku Tengah, dan Maluku Utara;
c. Penerapan konsep Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan
Terpadu darihulu hingga hilir;
d. Pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada
sentrasentraproduksi pangan nasional meliputi kawasan pertanian
tanaman pangan,yang meliputi kawasan Halmahera Tengah, Wahai, dan
Sofifi;
e. Penyediaan air baku untuk mendukung pengembangan kawasan
budidayaperkebunan di Kepulauan Maluku-Maluku Utara, meliputi
kawasan HalmaheraBarat, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, dan
Maluku Tengah;
f. Konservasi daerah tangkapan air, sempadan sungai, sempadan waduk
dan danaudari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
g. Pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat
yangbersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian, industri,
dankegiatan pariwisata.
Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan
mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air padaWilayah Sungai dan
Rencana Tata Ruang Wilayah.

28
2.2.3.2 Rencana Pola
Ruang Wilayah Daratan

Strategi perwujudan rencana pola pemanfaatan ruang mencakup :


a. Pemanfaatan ruang kawasan lindung;
b. Pemanfaatan ruang kawasan budidaya.
A. Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung, meliputi :
a. Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan bagi
pengelolaan sumber daya pesisir; meliputi upaya pengelolaan untuk
keberlanjutan pemanfaatan ekosistem pesisir antara lain : mangrove;
terumbu karang; lamun laut; rumput laut; laguna; atoll; estuary;
delta;gumuk pasir.
b. Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada
kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air dan kawasan mangrove;meliputi upaya
untuk :
Mempertahankan luasan kawasan hutan lindung sebagai hutan
dengan tutupanvegetasi tetap;
Mempertahankan fungsi hutan lindung sebagai pengatur tata air,
pencegahanbanjir, dan erosi;
Mempertahankan keberadaan hutan lindung agar kesuburan tanah
pada hutanlindung dan daerah sekitarnya dapat terpelihara;
Melindungi ekosistem bergambut yang khas serta mengkonservasi
cadangan airtanah;
Memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada
zona-zonaresapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan
air tanah danpenanggulangan banjir;
Merehabilitasi kawasan lindung yang telah mengalami kerusakan;
Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada
kawasanbawahannya menurut prioritas penanganannya meliputi upaya untuk :
Mengendalikan luasan hutan lindung Kepulauan Maluku-Maluku
Utara seluas 2.251.000 ha dengan rincian 1.115.000 ha di Provinsi
Maluku dan 1.136.000 ha diProvinsi Maluku Utara;
Mengembangkan kawasan bergambut berdasarkan penelitian dengan
tingkatkedalaman yang lebih rinci;
Mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan zona-zona resapan
tinggi diKepulauan Maluku.

29
c. Pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan
setempat yangmeliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan
sekitar danau dan waduk sertakawasan sekitar mata air; menurut
prioritas penanganannya meliputi upaya untuk:
Menetapkan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan berfungsi
lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
Menetapkan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan berfungsi
lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota, meliputi Wilayah
Sungai Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Utara, Sungai
Apu, Sungai Kala, Sungai Batumara, Sungai Lihwan, serta Ake Lamo;
Menetapkan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan
berfungsi lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota;
Menetapkan kawasan sekitar mata air sebagai kawasan berfungsi
lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
d. Pemanfaatan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan
cagar budaya;menurut prioritas penanganannya meliputi upaya untuk :
Mengelola kawasan Cagar Alam yang meliputi: CA. Gunung Sibela
(23.024 ha), CA. Pulau Seho (1.250 ha), CA. Lifamatola (1.690,53 ha),
CA. Masbait (6.250 ha), CA. Sahuwai (18,62 ha), CA. Pulau Pombo
( 4,68 ha), CA. Gn. Api Kisar (80 ha), CA. Pulau Aggarmase (295 ha),
CA. Pulau Nustaram (2.420 ha), CA. Pulau Nuswotar (2.052 ha), CA.
Pulau Larat (4.505 ha), CA. Daab (14.218 ha), CA. Bekau Huhun
(128.886,4 ha), CA. Tafermaar (3.039,3 ha), CA. Pulau Obi (1.250 ha),
dan CA. Taliabu (9.743 ha), CA. Gunung Api Kisar (80 ha), CA. Pulau
Angwarmase (295 ha), CA. Pulau Pombo (4,68 ha), CA. Gunung
Sahuwai (18,62ha), CA. Laut Kep. Aru Tenggara (114.000 ha), CA.
Laut Banda (2.500 ha);
Mengelola kawasan Suaka Margasatwa yang meliputi: SM. Pulau
Kassa (900 ha), SM. Pulau Manuk (100 ha), SM. Pulau Baun (13.000
ha), SM. Pulau Kobror (61.657,75 ha), dan SM. Tanimbar (65.671 ha);
c. Mengelola Taman Nasional yang meliputi: TN. Manusela (189.000
ha), TN.Lolabata dan Ake Tajawe (167.300 Ha);
Mengelola Taman Wisata Alam yang meliputi: TWA. Pulau Marsegu
dsk (11.000ha), TWA. Gunung Api Banda (734,46 ha), TWA. Taman
Laut Banda (280 ha);

30
Taman Wisata Laut yang meliputi : TWA. Laut Banda (2.500 Ha),
TWA. Laut Pulau Kassa (1.100 Ha), TWA. Laut P. Marsegu dsk (11.000
Ha), dan TWA. Laut PulauPombo (1.000 Ha).
e. Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana alam; menurut
prioritas penanganannya meliputi :
Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan
budidaya dari bencana gempa bumi di wilayah P. Seram, P. Ambon, P.
Banda, P. Halmahera,Kep. Sula, Kep. Kei, dan P. Mangoli;
Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan
budidaya daribencana gunung berapi di wilayah P. Banda dan P.
Ternate;
Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan
budidaya dari rawan gerakan tanah atau longsor terutama di wilayah
P. Halmahera dan P.Seram.
f. Pemanfaatan ruang pada kawasan lindung sumber air; meliputi upaya
untuk :
Menetapkan kawasan lindung sumber air;
Merehabilitasi/merevitalisasi pemanfaatan ruang menjadi
sebagaimanaditetapkan dalam pemanfaatan ruang di dalam kawasan
lindung sumber air;
Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung sumber
air.
B. Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya,meliputi upaya untuk:
a. Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pertanian tanaman pangan
danperkebunan;
Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya kelautan dan
perikanan;menurut prioritaspenanganannya meliputi :
Budidaya laut di wilayah pantai barat dan selatan P. Seram, pantai
selatan P. Buru, Teluk Tolo, serta bagian utara dan selatan P.
Halmahera, Kep. Aru, Kep. Kei, Kep.Yamdena, P. Bacan, P. Obi, Kep.
Sula, dan P. Morotai;
Perikanan tangkap di wilayah pesisir Ambon, P. Buru, , Laut
Halmahera, Laut Banda, Kep. Aru, Kep. Yamdena, sebelah utara P.
Seram, Laut Sulawesi, P. Halmahera, P. Morotai, P. Taliabu, P. Bacan,
P. Obi, P. Gebe, serta Samudera Pasifik;
b. Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya kehutanan; menurut
prioritas penanganannya meliputi :

31
Pembangunan sentra produksi hasil hutan (kayu dan non kayu) di
bagian barat P.Morotai, bagian barat P. Halmahera, P. Kauga, bagian
selatan P. Buru, bagianbarat P. Seram, serta pulau-pulau di sekitar
Laut Banda-Arafuru;
Pembangunan sentra industri pengolahan hasil hutan (kayu dan non
kayu) diKabupaten Maluku Tengah, Halmahera Tengah, Halmahera
Barat, dan Kep. Sula Pembangunan kawasan hutan penunjang
industri pariwisata di Kabupaten MalukuTengah.
c. Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pariwisata; meliputi:
Mengembangkan wisata alam dan hutan di TN Manusela;
Mengembangkan wisata bahari di pesisir kawasan Ambon, Pulau
Seram, PulauBanda, Pulau Kai, Ternate-Tidore, Kep. Guraici, P.
Morotai;
Mengembangkan pariwisata budaya terutama di Keraton Sultan
Ternate, MasjidSultan Ternate, Rumah Adat Sahu, benteng-benteng
peninggalan zaman Belandadan Portugis, Bandaneira, Makam Sultan
Baabullah, dan berbagai warisan budayanasional lainnya yang sesuai
dengan kriteria dan peraturan/perundangan yangberlaku.
d. Pemanfaatan ruang pada kawasan-kawasan permukiman;
e. Pemanfaatan ruang pada kawasan industri;
f. Pemanfaatan ruang pada kawasan pertambangan; meliputi upaya :
Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya energi dan
mineral secaraoptimal dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan secara makro dan mikro;
Mengendalikan pengelolaan pemanfaatan sumber daya pertambangan
secara ilegalterutama untuk mencegah dampak lingkungan terhadap
wilayah sekitarnya;
Memprioritaskan pengelolaan kawasan-kawasan pertambangan yang
memperhatikandaya dukung lingkungan, meliputi :
- Kawasan pertambangan batubara, minyak bumi dan gas di
Kabupaten MalukuTengah (Bula), Laut Banda dan sebelah utara
Pulau Sula;
- Kawasan pertambangan bahan galian logam di Lembah Sungai
Tala (KecamatanAmahai), Pulau Wetar, Pulau Bacan, Pulau Gebe,
Pulau Damar, P. Morotai, BuruSelatan, Pulau Leti, Moa, Lakor,
Kepulauan Teon, Nila, dan Serua;

32
- Kawasan pertambangan bahan galian C (batu gamping dan sirtu)
di Pulau Ambondan Pulau Tanimbar;
- Kawasan yang berpotensi Ocean Thermal Energy Conversion
(OTEC) di PulauBuru.

2.2.3.3 Kawasan
Andalan Kepulauan Maluku

Untuk mendukung pemerataan pemanfaatan ruang nasional telah ditetapkan


kawasanandalan dan kawasan andalan laut sebagaimana disebutkan dalam
RTRWN.Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan meliputi upaya untuk :
a. Merevitalisasi kawasan andalan di Kepulauan Maluku sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah;
b. Memantapkan keterkaitan antar kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan;
c. Meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produksi kawasan melalui
pengembangan industri maritim, agroindustri, manufaktur, dan
petrokimia;
d. Meningkatkan intensitas dan perluasan jangkauan promosi investasi
kawasan, baik melalui kerjasama ekonomi bilateral antara Indonesia-
Timor Leste, maupun kerjasama ekonomi internasional lainnya;
e. Meningkatkan fungsi dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana
kawasan;
f. Mengurangi tingkat dampak pengembangan kawasan terhadap
lingkungan sekitar;
g. Menciptakan iklim investasi yang kondusif pada kawasan andalan.
Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan laut meliputi upaya untuk :
a. Mengembangkan potensi sumberdaya kelautan secara optimal
denganmemperhatikan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan
berkelanjutan;
b. Mengembangkan pusat pengolahan hasil produksi kelautan untuk
meningkatkannilai tambahnya termasuk pengembangan pelabuhan
khusus untuk mendukungkegiatan ekspor-impor;
c. Meningkatkan aksesibilitas dari kawasan andalan laut ke kota-kota di
wilayahpesisir dan tujuan-tujuan pemasaran melalui pembangunan
prasarana dan saranatransportasi;
d. Mengurangi tingkat dampak pengembangan kawasan andalan laut
terhadapkawasan lindung di sekitarnya;

33
e. Mengembangkan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau
sebagaipendorong kegiatan ekonomi lokal, regional dan nasional melalui
pengembanganinvestasi, khususnya pada bidang pariwisata bahari.
Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan menurut prioritas penanganannya
meliputi: Kawasan andalan Seram, Kei-Aru-P.Wetar-P.Tanimbar, Buru, Ternate-
Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dsk, Bacan-Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula
dengan prioritastinggi.
Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan laut menurut prioritas
penanganannyameliputi : kawasan andalan laut Banda dsk, Banda-Arafuru dsk,
serta Batutoli denganprioritas tinggi.
Pemanfaatan ruang pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil atau gugus
pulau yang diprioritaskan penanganannya meliputi:
a. Pulau-pulau kecil atau gugus pulau di Wilayah Pesisir Maluku Utara : P.
Marampit, P. Intala, P. Kakarutan, P. Jiew;
b. Pulau-pulau kecil atau gugus pulau di Wilayah Pesisir Maluku: P. Karang,
P. Enu, dan P. Batugoyang.

34
2.2.4 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Administrasi yang masuk dalam WS Halmahera Selatan

Berikut Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di wilayah admintrasi yang masuk dalam WS Halmahera Selatan.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-2. Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di wilayah admintrasi
yang masuk dalam WS Halmahera Selatan

No. Nama Kota/Kab Fungsi Kota Jenis Pelayanan Strategi Pengembangan


1. Kota Ternate PKN Pusat Pelayanan SekunderJasa Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai
Pemerintahan,Pertanian, pusat pertumbuhan wilayah pulau yang
Perkebunan,Pertambangan, dan berorientasi pada upaya mendorong
Industri pertumbuhan produksi pertanian tanaman
pangan, tanaman tahunan, pertambangan, dan
industri pengolahan.

Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba,


Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi, dan
Weda melalui keterpaduan sistem transportasi
jalan Trans Halmahera dengan pelabuhan-
pelabuhan utama, diantaranya Pelabuhan
Ternate dan Tobelo, yang dihubungkan dengan
jaringan penyeberangan.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan


bahan baku dari sentrasentra produksi
pertanian, perkebunan, dan pertambangan di

35
sekitar kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli,
Sofifi, Weda, dan sekitarnya.

Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota


yang menunjang aktivitas pemerintahan,
perdagangan, dan industri.

Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana


dan sarana kota yang memenuhi standar
Internasional (bandara, pelabuhan,
telekomunikasi high-tech, kesehatan),
termasuk dengan mendorong peran swasta
yang lebih besar secara selektif.

Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan


kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai
pelengkap dari RTRW Kota

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan


Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan
sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan
sektor dan daerah otonom.
2. Kota Tidore Kepulauan PKW Pusat Pelayanan Tersier Jasa Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai
Pemerintahan dan Perkebunan pusat pertumbuhan wilayah propinsi yang
berorientasi pada kegiatan pelayanan sentra
pengolahan hasil perkebunan, terutama

36
tanaman tahunan.

Meningkatkan kualitas aksesibilitas dari pusat-


pusat produksi di kawasan perdesaan ke
outlet-outlet pemasaran (pelabuhan Ternate
dan Tobelo) melalui keterpaduan sistem
transportasi laut dan penyeberangan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota


(jalan, persampahan, air bersih, dll) yang
mendukung fungsi pusat pelayanan tersier.

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan


Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan
sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan
sektor dan daerah otonom.
3. Labuha (Kab. Halmahera PKW Pusat Pelayanan Tersier Jasa Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai
Selatan) Pemerintahan, Pertanian,Perkebunan pusat pertumbuhan wilayah propinsi yang
berorientasi pada upaya mendorong
pertumbuhan produksi tanaman pangan,
hortikultura, serta tanaman tahunan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota


yang mendukung fungsi kota Pemerintahan
dan Jasa-Perdagangan.

Meningkatkan aksesibilitas ke sentra-sentra

37
produksi di Songa, Laiwai, Patani, Mafa melalui
pengembangan sistem transportasi antar-moda
(jaringan jalan dan pelabuhan nasional
(Pelabuhan Labuha).

Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan


kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai
pelengkap dari RTRW Kota

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan


Bacan-Halmahera Selatan untuk keterpaduan
pembangunan sektor dan daerah otonom.
Sumber : RTR Kepulauan Maluku

38
2.3 Inventarisasi Data

Pada tahap inventarisasi data, akan dikumpulkan macam dan jenis data yang
diperlukan untuk analisis. Data yang diinventarisasi dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Data Umum : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), provinsi dan
kabupaten/kota dalam angka, Produk Domestik Rata-rata Bruto (PDRB), peta
dasar (peta rupa bumi), Digital Elevation Model (DEM), laporan hasil studi,
kajian teknis, perencanaan terkait sumber daya air;
2. Sumber daya air : iklim, air permukaan (hujan, debit, tampungan air), air
tanah, peta tematik, sedimentasi sungai, erosi lahan, muka air pasang surut,
kualitas air, prasarana/infrastruktur;
3. Kebutuhan air : air minum, irigasi, industri, perkotaan, penggelontoran dan
perkebunan;
4. Lain-lain :
- Dinamika kondisi lingkungan;
- Dinamika kondisi sosial budaya; dan
- Dinamika kondisi ekonomi.
Secara teknis data yang akan diinventarisasi, ditentukan tahun tertentu (base
year) sebagai tahun dasar atau kondisi sekarang, serta periode dari data (panjang
atau rentang data yang diperlukan). Data yang digunakan dalam penyusunan pola
PSDA WS Halmahera Selatan ini baik itu data umum, data sumber daya air
maupun peta diperoleh dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu Tahun 2002
s/d Tahun 2011.
Pengumpulan data Pola Sumber Daya Air Wilayah Sungai Halmahera Selatan
dilakukan di Provinsi Maluku Utarayang terdiri dari3 kabupaten dan 2 kota di
dalamnya yang meliputi Kabupaten Halmahera Selatan, Halamahera Timur,
Halmahera Tengah, sebagian KotaTernate dan sebagian Kota Tidore Kepulauan.
Di dalam pengumpulan data ini terdapat kendala-kendala yang dihadapi
diantaranya adalah minimnya data sumber daya air yang dimiliki oleh instansi
pemerintahan di lokasi yang disurvei. Sebagian data yang telah dikumpulkan
kemudian dirangkum dan dibuat matrik pengumpulan data sesuai Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan
Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, matrik tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

39
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-3 Ketersediaan Inventarisasi Data Sumber Daya AirWS Halmahera Selatan
KETERSEDIAAN
DATA
No DATA SUMBER PERIODE Keterangan
Tidak
Ada
Ada
UU dan PP yg masih berlaku
UNDANG-UNDANG dan Terkini
I Kementerian yang terkait dan/terkini terkait penyusunan
PERATURAN PEMERINTAH (Tahun 2011)
pola PSDA
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA
Kebijakan Nasional Sumber Daya
Air, kebijakan pengelolaan sumber
daya air pada wilayah administrasi Pemerintah Pusat,
yang bersangkutan (provinsi atau Kementerian PU, kementerian Kebijakan-kebijakan yang
Terkini
II kabupaten/kota) atau kebijakan Dalam Negeri, Kementerian masih berlaku dan/terkini
(Tahun 2011)
pembangunan provinsi atau Kehutanan dan kementerian terkait penyusunan pola PSDA
kabupaten/kota dalam hal kebijakan terkait lainnya
pengelolaan sumber daya air
terintegrasi dalam kebijakan
pembangunan
III DATA UMUM
Terkini Kab/kota dan Provinsi Maluku
A Kab. Dalam angka Badan Pusat Statistik (BPS)
(Tahun 2011) Utara dalam angka Tahun 2011
Data yang dibutuhkan diantaranya
Terkini Kab/kota dan Provinsi Maluku
- Dinamika Kependudukan
(Tahun 2011) Utara dalam angka Tahun 2011
- Dinamika PDRB
Terkini
B Laporan Tahunan Departemen terkait/Dinas
(Tahun 2011)
Bappeda Prov. & Bappeda Sesuai jangka waktu/tahun
C Rencana Tata Ruang RTRW Prov Maluku Utara
Kab./Kota berlakunya (kondisi terkini)
D Peta
Badan Koordinasi Survei dan
Terkini Peta topografi Prov Maluku
a. Peta Topografi Pemetaan Nasional
(Tahun 2011) Utara dan/kab Th. 2011
(Bakorsurtanal)
Badan Pertanahan Nasional Terkini Peta tanah Prov Maluku Utara
b. Peta Tanah
(BPN) (Tahun 2011) dan/kab Th. 2011
BPN; Bakosurtanal, Lembaga Peta tata guna lahan Prov
Terkini
c. Peta Penggunaan Lahan Penerbangan dan Antariksa Maluku Utara dan kab/kota
(5 10 th sebelumnya)
Nasional (LAPAN) Tahun 2011
Terkini Peta DEM Prov. Maluku Utara
E DEM (Digital Elevation Model) Bakosurtanal / LAPAN
(Tahun 2011) Tahun 2011
IV SUMBER DAYA AIR

40
KETERSEDIAAN
DATA
No DATA SUMBER PERIODE Keterangan
Tidak
Ada
Ada
A Air Permukaan (Hidroklimatologi)
BMKG (Badan Meteorologi Data curah hujan Sta.
Klimatologi dan Geofisika) dan Baabullah (Kota Ternate), Sta.
1. Hujan yang meliputi : Min 10 tahun
Dep PU/Dinas Labuha III (Kab. Halmahera
PSDA/BBWS/BWS Selatan), Tahun 2002 s/d 2011
- Hujan Maksimum
- Hujan Rata-Rata Harian
Data debit stasiun pencatat
Dep PU/Dinas PSDA /
2. Debit yang meliputi : Min 10 tahun terakhir debit Sungai di WS Halmahera
BBWS/BWS
Selatan Tahun 2002 s/d 2011
- Debit Maksimum
- Debit Normal
- Debit Minimum
3. Sedimen dan Erosi Hasil analisis Tahun 2011
Data klimatologi Sta. Buatan
BMKG/Dep PU /Dinas PU
4. Iklim 5 - 10 tahun terakhir (Kab. Halmahera Selatan)
/BBWS/BWS5
Tahun 2001 s/d 2010
B Air Tanah (hidrogeologi)
Terkini Peta CAT Prov. Maluku Utara
1. Peta Cekungan Air Tanah Dep. ESDM
(Tahun 2011) Tahun 2010
Terkini
2. Peta Dinamika kondisi air tanah Dep. ESDM
(Tahun 2011)
Terkini Peta geologi Prov. Maluku
3. Peta Geologi/ Permeabilitas Dep. ESDM
(Tahun 2011) Utara Tahun 2010
C Peta
Terkini Peta daerah banjir Prov.
- Peta Dinamika Genangan/Banjir Dep PU/BBWS/BWS
(Tahun 2011) Maluku Utara Tahun 2010
Terkini
- Peta Dinamika Kekeringan Dep PU/BBWS/BWS
(Tahun 2011)
BPLH (badan pengendalian
D Dinamika perubahan Kualitas Air Min 3 tahun terakhir Hasil Analisis Tahun 2011
lingkungan hidup)
Tampungan Air Data tentang jumlah & lokasi
E (waduk/embung):Data karakteristik Pengelola Waduk / Dep PU Min 5 tahun terakhir waduk/embung/bendungTahun
waduk meliputi : 2011
- kapasitas tampungan
- sedimentasi
- manfaat waduk
- kapasitas tampungan aktual

41
KETERSEDIAAN
DATA
No DATA SUMBER PERIODE Keterangan
Tidak
Ada
Ada
Dinas PU/Bakosurtanal/Dep.
F Data Pasang Surut Kelautan dan Perikanan/TNI Min 3 tahun terakhir
AL
Dinas PU/Bakosurtanal/Dep.
G Salinitas di Sungai Kelautan dan Perikanan/TNI Min 3 tahun terakhir
AL
Dinas PU/Bakosurtanal/Dep.
H
Gelombang Kelautan dan Perikanan/TNI Min 3 tahun terakhir
AL
DINAMIKA KEBUTUHAN AIR
V
Untuk:
Tahunan
A Pertanian BBWS/BWS/Dinas PSDA Hasil Analisis Tahun 2011
(4 tahun terakhir)
Tahunan
Irigasi Dinas Pertanian Hasil Analisis Tahun 2011
(4 tahun terakhir)
Tahunan
Perikanan Dinas Perikanan Hasil Analisis Tahun 2011
(4 tahun terakhir)
PDAM, BPS dan
Rumah tangga, Perkotaan dan Tahunan
B Dep.Perindustrian; data surat Hasil Analisis Tahun 2011
Industri (4 tahun terakhir)
ijin penggunaan air (SIPA)
Data Lokasi Prasarana Sumber Daya
Terkini
C Air (Aset SDA) dan daerah BBWS/BWS/Dinas PSDA
(Tahun 2011)
layanannya
KEBIJAKAN PENTING
VI
PEMERINTAH
Millennium Development Goals Terkini Kebijakan mengenai MDGS
A Departemen Terkait
(MDG) 2015 (Tahun 2011) Tahun 2011
Terkini Kebijakan mengenai ketahanan
B Ketahanan Pangan Instansi Pemerintah Terkait
(Tahun 2011) pangan Tahun 2011
Pengaruh pemanasan global pada Terkini Kebijakan mengenai pemanasan
C Departemen Terkait
perubahan iklim (Global change) (Tahun 2011) global Tahun 2011
VII LAIN-LAIN
Tahunan Prov. Maluku Utara dalam
A Dinamika kondisi lingkungan Bappedal, Dep. Kehutanan
(4 tahun terakhir) angka Tahun 2011
Pusat, Pemda Propinsi & Tahunan Prov. Maluku Utara dalam
B Dinamika kondisi sosial budaya
Kab/Kota (4 tahun terakhir) angka Tahun 2011
BPS Pusat ; BPS Propinsi ; Tahunan Prov. Maluku Utara dalam
C Dinamika kondisi ekonomi
BPS Kab./Kota (4 tahun terakhir) angka Tahun 2011

42
KETERSEDIAAN
DATA
No DATA SUMBER PERIODE Keterangan
Tidak
Ada
Ada
Dinamika perubahan institusi Tahunan Prov. Maluku Utara dalam
D Instansi Pemerintah Terkait
peraturan pemerintahan (4 tahun terakhir) angka Tahun 2011

Sumber: PerMen PU No 22 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola PSDA

43
2.3.1 Data Umum

2.3.1.1 Rencana Tata


Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Halmahera Selatan terletak antara 126045 BT - 129030 BT dan


0030 LU - 2000 LS, dengan batas wilayah:
- sebelah utara dibatasi oleh Kota Tidore Kepulauan dan Kota Ternate
- sebelah selatan dibatasi oleh Laut Seram
- sebelah timur dibatasi oleh Laut Halmahera
- sebelah barat dibatasi Laut Maluku
Luas wilayah Kabupaten Halmahera Selatan adalah 40.236,72 km2, yang
terdiri dari daratan seluas 8.779,32 km2 (22 persen) dan luas lautan sebesar
31.484,40 km2 (78 persen).
Peta Rencana Pola Ruang WS Halmahera Selatan disajikan pada Gambar BAB
2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-1 dan Peta Digital Elevation Model WS
Halmahera Selatan ditunjukkan pada .

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-1 Peta Rencana Pola Ruang
WS Halmahera Selatan
2.3.1.2 Kependudukan

Data luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di WS


Halmahera Selatan tahun 2011 disajikan pada .

44
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-4 Jumlah Penduduk dan
Kepadatan Penduduk di Kabupaten Halmahera Selatan
Jumlah Luas Kepadatan
No Kecamatan Penduduk (%) Wilayah (%) Penduduk
(jiwa) (km2) (jiwa/ km2)
1 Bacan 1992 1.62 304.69 5.32 7
Mandioli
2 5798 4.70 138.81 2.42 42
Selatan
3 Mandoli Utara 2990 2.43 96.79 1.69 31
4 Bacan Selatan 13265 10.76 169.21 2.95 78
Kep Batang
5 6177 5.01 55.81 0.97 111
Lomang
6 Bacan Timur 951 0.77 463.50 8.09 2
Bacan Timur
7 6460 5.24 321.13 5.60 20
Selatan
Bacan Timur
8 5229 4.24 276.28 4.82 19
Tengah
9 Bacan Barat 3549 2.88 180.78 3.15 20
10 Kasiruta Barat 4521 3.67 272.98 4.76 17
11 Kasiruta Timur 3847 3.12 247.93 4.33 16
Bacan Barat
12 496 0.40 264.94 4.62 2
Utara
13 Kayoa 8180 6.64 87.62 1.53 93
14 Kayoa Barat 3469 2.81 27.07 0.47 128
15 Kayoa Selatan 5856 4.75 26.06 0.45 225
16 Kayoa Utara 2671 2.17 39.22 0.68 68
17 Pulau Makian 8977 7.28 55.50 0.97 162
18 Makian Barat 3417 2.77 35.54 0.62 96
19 Gane Barat 7972 6.47 493.67 8.61 16
Gane Barat
20 5545 4.50 252.55 4.41 22
Selatan
Gane Barat
21 627 0.51 501.69 8.75 1
Utara
22 Kep Joronga 5264 4.27 148.93 2.60 35
11.4
23 Gane Timur 8729 7.08 656.72 13
6
Gane Timur
24 3796 3.08 309.67 5.40 12
Tengah
Gane Timur
25 3478 2.82 304.15 5.31 11
Selatan
TOTAL 123256 100 5731.24 100
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Potensi sumber daya alam yang terkandung di wilayah Kab. Halmahera
Selatan cukup besar. Banyak bidang pengembangan potensi yang ada antara lain :

45
46
2.3.1.2.1 KabupatenHalmahera Tengah

Kabupaten Halmahera Tengah terletak di antara 045' Lintang Utara -


015'Lintang Selatan dan 12745' - 12926'Bujur Timur. Batas-batas
KabupatenHalmahera Tengah adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara:
Kabupaten Halmahera Timur
- Sebelah Timur :
Provinsi Papua Barat
- Sebelah Barat:
Kota Tidore Kepulauan
- Sebelah Selatan:
Kabupaten Halmahera Selatan
Luas wilayah Kabupaten HalmaheraTengah tercatat 8.381,48 km
(daratan2.276,83 km, lautan 6.104,65 km).Sekitar 73% wilayah Halmahera
Tengahmerupakan lautan. Sedangkan 27 %lainnya merupakan daratan.Ibukota
kabupaten adalah Weda.Secara administratif, kabupaten ini terbagimenjadi 8
Kecamatan. Kecamatankecamatantersebut terdiri dari 56desa/kelurahan.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-5Jumlah dan Kepadatan


Penduduk di Kabupaten Halmahera Tengah

Jumlah Luas Kepadatan


No Kecamatan Penduduk (%) Wilayah (%) Penduduk
(jiwa) (km2) (jiwa/ km2)
1 Weda 6656 15.57 506.55 22.25 13
2 Weda Selatan 4881 11.42 237.43 10.43 21
3 Weda Utara 6190 14.48 624.62 27.43 10
4 Weda Tengah 3929 9.19 * *
5 Pulau Gebe 4644 10.87 223.85 9.83 21
6 Patani 3907 9.14 466.72 20.5 8
7 Patani Utara 8922 20.87 217.66 9.56 41
8 Patani Barat 3613 8.45 * *
TOTAL 42742 100 2276.83 100
Sumber: Hasil Analisis, 2012

47
2.3.1.2.2 Kabupaten Halmahera Timur

Kabupaten Halmahera Timur terbentuk pada tahun 2003, setelah sebelumnya


bergabung dengan Kabupaten Halmahera Tengah. Secara keseluruhan luas
Kabupaten Halmahera Timur adalah 14.202,02 km2, yang dibagi menjadi 6.468
km2 (46%) untuk luas daratan dan 7.695,82 km2 (54%) untuk luas lautan.
Kabupaten Halmahera Timur berbatasan dengan Teluk Kao dan Kabupaten
Halmahera Utara di sebelah utara. Sebelah timur dengan Laut Halmahera dan
Samudera Pasifik, lalu terdapat Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore
Kepulauan di sebelah selatan. Terakhir Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten
Halmahera Barat, Kota Tidore Kepulauan, dan Teluk Kao di sebelah barat.
Kabupaten ini terletak antara 040 14 Lintang Utara dan antara 12645
12930 Bujur Timur.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-6 Jumlah dan Kepadatan


Penduduk di Kabupaten Halmahera Timur
Jumlah Luas Kepadatan
No Kecamatan Penduduk (%) Wilayah (%) Penduduk
(jiwa) (km2) (jiwa/ km2)
1 Maba Selatan 6105 8.37 485.51 7.51 13
2 Kota Maba 7508 10.29 835.71 12.92 9
3 Wasile Selatan 10999 15.07 1339.61 20.71 8
4 Wasile 8915 12.22 483.95 7.48 18
5 Wasile Timur 8560 11.73 318.4 4.92 27
6 Wasile Tengah 4768 6.53 474.9 7.34 10
7 Wasile Utara 4220 5.78 694.59 10.74 6
8 Maba 9767 13.39 408.5 6.32 24
9 Maba Tengah 5011 6.87 527.68 8.16 9
10 Maba Utara 7113 9.75 899.45 13.91 8
TOTAL 72966 100 6468.3 100

48
2.3.1.2.3 Kota Tidore Kepulauan

Letak wilayah Kota Kepulauan Tidore berada pada batas astronomis 0-


20Lintang Utara hingga 0- 50Lintang Selatan dan pada posisi 12710- 12745
Bujur Timur. Kota Kepulauan Tidore memiliki daratan dengan luas 1.550,37 km 2.
Seluruh kawasan di daerah ini dikelilingi oleh laut dan mempunyai batas-batas
sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Kabupaten Halmahera Barat
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Halmahera Selatan
Sebelah Timur dengan Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten
Halmahera Tengah
Sebelah Barat dengan Kota Ternate
Kota Tidore Kepulauanmempunyai ciri daerah kepulauan dimana wilayahnya
terdiri dari sepuluh buah pulau. Hanya 4 kecamatan di wilayah Kota Tidore
Kepulauan yang masuk dalam Wilayah Sungai Halmahera Selatan.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-7 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kota Tidore
Kepulauan
Jumlah Luas Kepadatan
No Kecamatan Penduduk (%) Wilayah (%) Penduduk
(jiwa) (km2) (jiwa/ km2)
1 Oba 10337 28.54 403.67 28.83 26
2 Oba Selatan 4892 13.51 196.58 14.04 25
3 Oba Utara 13331 36.81 376 26.85 35
4 Oba Tengah 7659 21.15 424 30.28 18
TOTAL 36219 100 1400.25 100
Sumber: Hasil Analisis, 2012

2.3.1.2.4 Kota Ternate

Kawasan timur Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah


termasuk rempah-rempah. Ternate sebagai salah satu kota yang berada di wilayah
timur Indonesia memiliki kekayaan berupa rempah-rempah yang melimpah, hal
inilah yang menjadi salah satu daya tarik bangsa portugis untuk menjajah wilayah
Maluku Utara khususnya Ternate. Letak Kota Ternate yang dikelilingi oleh
lautan dan memiliki fasilitas pelabuhan merupakan salah satu faktor pendukung
bangsa Portugis untuk menjajah wilayah ini. Kota Ternate merupakan wilayah
Kepulauan yang wilayahnya dikelilingi oleh laut dengan letak geografisnya berada
pada posisi 0 - 2 Lintang Utara dan 126 - 128 Bujur Timur. Luas daratan Kota
Ternate sebesar 162,03 km, sementara lautannya 5.547,55 km. Kota Ternate

49
seluruhnya dikelilingi oleh laut dengan delapan buah Pulau, tiga diantaranya tidak
berpenghuni,dan mempunyai batas sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Laut Maluku
Sebelah Selatan dengan Laut Maluku
Sebelah Timur dengan Selat Halmahera
Sebelah Barat dengan Laut Maluku
Seperti umumnya wilayah kepulauan yang memiliki ciri yaitu
Desa/Kelurahannya merupakan wilayah pesisir, begitu pula dengan Kota Ternate.
Dari 77 Kelurahan yang ada di wilayah Kota Ternate, 56 Kelurahan berklasifikasi
Kelurahan Pantai sedangkan 21 Kelurahan lainnya berklasifikasi kelurahan bukan
pantai.Hanya 3 kecamatan di wilayah Kota Ternate yang masuk dalam Wilayah
Sungai Halmahera Selatan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-8 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kota
Ternate

Jumlah Luas Kepadatan


No Kecamatan Penduduk (%) Wilayah (%) Penduduk
(jiwa) (km2) (jiwa/ km2)
1 Moti 4399 45.72 24.8 40.96 107
Pulau
2 2487 25.85 29.04 47.97 52
Batang Dua
3 Hiri 2735 28.43 6.7 11.07 247
TOTAL 9621 100 60.54 100

50
1. Pertanian Tanaman Pangan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-9 Tanaman Jagung di Kota


Ternate

Luas Jumlah
Produktivitas
No Kecamatan Panen Produksi
(ha) (Ton) (Ton/ ha)
1 Moti 59 112.16 1.9
2 Pulau Batang Dua 2.5 1.43 0.57
3 Hiri 1.8 2.36 1.31
TOTAL 63.3 115.95 3.78
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-10 Tanaman Ubi Kayu di Kota
Ternate

Luas Jumlah
Produktivitas
No Kecamatan Panen Produksi
(ha) (Ton) (Ton/ ha)
1 Moti 220.8 827.9 3.75
2 Pulau Batang Dua 15.7 32.8 2.09
3 Hiri 5.4 5.2 0.96
TOTAL 241.9 865.9 6.8
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-11 Tanaman Ubi Jalar di Kota
Ternate

Luas Jumlah
Produktivitas
No Kecamatan Panen Produksi
(ha) (Ton) (Ton/ ha)
1 Moti 10.5 9.6 0.91
2 Pulau Batang Dua 4 8.89 2.22
3 Hiri 0.9 0.8 0.89
TOTAL 15.4 19.29 4.02
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-12 Tanaman Kacang Tanah di
Kota Ternate

Luas Jumlah
Produktivitas
No Kecamatan Panen Produksi
(ha) (Ton) (Ton/ ha)
1 Moti 19.2 4.3 0.22

51
2 Pulau Batang Dua 1.1 0.18 0.16
3 Hiri 0.8 0.2 0.25
TOTAL 21.1 4.68 0.63

2. Perkebunan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-13 Luas Perkebunan Belum


Menghasilkan di Kota Ternate

Luas Tanaman Belum Menghasilkan (ha)


No Jenis Komoditi
Moti Pulau Batang Dua Hiri
1 Kelapa 18 43 3
2 Coklat 0 0 0
3 Cengkeh 45 145 15
4 Pala 695 1300 22
5 Lada 0 0 0
6 Kayu Manis 0 4 1
7 Vanili 0 0 0
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-14 Luas Perkebunan
Menghasilkan di Kota Ternate

Luas Tanaman Menghasilkan (ha) Produksi


No Jenis Komoditi
Moti Pulau Batang Dua Hiri (ton)
1 Kelapa 162 1162 37 1289
2 Coklat 25 0 0 31
3 Cengkeh 245 125 16 590
4 Pala 264 22 24 1042
5 Lada 0 0 0 0
6 Kayu Manis 0 0 2 22.5
7 Vanili 0 0 0 0
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-15 Luas Tanaman Tidak
Menghasilkan di Kota Ternate

Luas Tanaman Tidak Menghasilkan (ha)


No Jenis Komoditi
Moti Pulau Batang Dua Hiri
1 Kelapa 45 115 5
2 Coklat 3 15 5
3 Cengkeh 17 15 2
4 Pala 75 17 20
5 lada 0 0 0

52
6 Kayu Manis 0 0 0
7 Vanili 0 0 0

53
3. Peternakan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-16Banyaknya Ternak di Kota


Ternate

TAHUN
NO JENIS TERNAK
2010
1 Sapi 1757
2 Kuda 23
3 Kambing 9415
4 Babi 310
5 Unggas 86974
4. Perikanan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-17 Perikanan di Kota Ternate

Produksi
NO JENIS KOMODITI
(ton)
1 Tuna/Cakalang 5060.57
2 Layang/Selar 861.6
3 Pisang-pisang 158.52
4 Tongkol 1886.87
5 Tembang 171.78
6 Kakap/Kerapu 518.56
7 Julung 295.19
8 Kembung 587.74
9 Cumi- Cumi 143.95
10 Lain-lain 5754.81
5. Kehutanan

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-18 Luas Hutan di Kota Ternate

Fungsi Hutan Luas Area (ha)


Hutan Lindung 3645.4
Hutan Produksi Terbatas 0
Hutan Produksi Konservasi 2477.7
Areal Penggunaan Lain 10074.9
Hutan Mangrove 250.3
TOTAL 16448.3
6. Industri

54
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-19 Industri di Kota Ternate

Nilai
Jumlah Jumlah
NO Jenis Perusahaan Investasi
Perusahaan Tenaga
Kerja (000 Rp)
1 Pengasapan Ikan 41 119 29364
2 Pengawetan Ubur-Ubur 0 0 0
3 Minyak Goreng 3 20 7385
4 Mi Kering 1 1 26750
5 Rot 55 180 568346
6 Penggilingan Kopi 1 5 16750
7 Es Balok 2 6 80865
8 Tahu/Tempe 5 25 69995
9 Makanan Ternak 0 0 0
10 Minuman Sari Buah 2 6 11000
11 Minuman Ringan 0 0 0
12 Cuka Makan 1 2 12500
13 Garam 0 0 0
14 Rumput Laut 0 0 0
15 Pembekuan Ikan 0 0 0
16 Kerupuk Nangka 0 0 0
17 Penggergajian Kayu 1 3 5200
18 Kusen Kayu 91 263 961166
19 Perabot Kayu 8 71 374341
20 Meubel Bambu 3 13 17500
21 Percetakan dan Fotokopi 41 140 429770
22 Kloset 0 0 0
23 Genteng 1 3 63000
24 Tegel 1 3 63000
25 Bata Semen 30 185 295037
26 Bata Merah 5 21 7661
27 Pembotolan Minyak Kayu Puth 0 0 0
28 Meubel Gembol 0 0 0
29 Pengelasan 14 42 286925
30 Kimia Dasar Anorganik Gas 1 5 75000
31 Pembuatan Profil Gypsum Plafon 1 4 12000
32 Pembuatan Profil Batu Angin, Pot Bunga 2 4 4865

55
33 Penjahitan 45 140 99710000
34 Percetakan Kain 3 8 19000000
35 Kain Gorden 1 3 4700000
36 Perhiasan Emas 6 7 7740000
37 Tas Payet Mika 1 1 1250000
38 Cap Stempel 7 14 9030000
39 Tas Rajut Tangan 1 2 100000
40 Pembuatan Perahu dari Kayu 1 15 15607
41 Pembuatan dan Maintenance Kapal dari Fiber Glass 1 7 37000
42 Alat Pertanian dari Logam 0 0 0
43 Alat Dapur dari Seng 2 4 6750
44 Alat Dapur dari Alumunium 0 0 0
45 Etalase dari Alumunium 1 3 6550
7. Listrik

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-20 Produksi PLN di Kota


Ternate

Tahun
NO Keadaan Mesin
2010
1 Jumlah Mesin (Buah) 6
2 Kapasitas Terpasang (MWH) 25802
3 Daya Mampu (MWH) 18900
4 Beban Puncak (MWH) 16815
5 Produksi (MWH) 102233
6 Daya Tersambung (MVA) 40467

2.3.1.3 Rencana Tata


Ruang Provinsi Maluku Utara

Ruang menjadi salah satu faktor penting yang diperlukan manusia dan
mahkluk hidup lainnya dalam melaksanakan kegiatannya dan untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Ruang merupakan sumberdaya alam yang sifatnya
terbatas, baik keterbatasan luas, maupun kualitas. Keterbatasan ruang ini
menjadi salah satu alasan pentingnya penataan ruang, agar sesuai dengan kondisi
semula, sesuai dengan peruntukan dan optimal dalam penggunaannya.
Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan
rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi

56
bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan
dan penghidupan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang, disebutkan bahwa produk rencana tata ruang wilayah provinsi disusun
dengan perspektif ke masa depan dan memiliki jangka waktu rencana selama 20
tahun. Rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangan-
undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, maka rencana tata ruang wilayah
provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: (a) rencana umum
tata ruang; (b) rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang sebagaimana
yang dimaksud pada huruf b disusun apabila: (a) rencana umum tata ruang belum
dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang dan/atau (b) rencana umum tata ruang mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana tata ruang tersebut
memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. Rencana rinci tata ruang yang
dimaksud disini adalah (a) rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata
ruang kawasan strategis nasional; (b) rencana tata ruang kawasan strategis
provinsi; sedangkan rencana rinci tata ruang lainnya, yakni: (c) rencana detail tata
ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota
dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat: (a) tujuan, kebijakan, dan
strategi penataan ruang wilayah provinsi; (b) rencana struktur ruang wilayah
provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan
kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana
wilayah provinsi; (c) rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan
lindung dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi; (d)
penetapan kawasan strategis provinsi; (e) arahan pemanfaatan ruang wilayah
provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
(f) arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi. Tujuan arahan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi yang dimuat dalam RTRWP untuk meningkatkan efektivitas
penerapan rencana tata ruang wilayah provinsi.

57
Tahun 2007 ini dilakukan penyempurnaan dokumen rencana tata ruang
wilayah Provinsi Maluku Utara, terutama berkaitan dengan upaya mitigasi
bencana alam, sesuai pula dengan amanat pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kriteria-kriteria yang termuat dalam
peraturan tersebut dan digunakan sebagai acuan penyempurnaan rencana tata
ruang wilayah, antara lain meliputi kriteria fisik maupun non fisik, baik aspek
lingkungan, demografi, ekonomi, sosial kemasyarakatan, serta pertimbangan
potensi dan kondisi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan dan Sumber Daya
Manusia yang dimiliki Provinsi Maluku Utara.
Kegiatan penyesuaian/penyempurnaan RTRW Provinsi Maluku Utara 2007
2027 diperlukan mengingat pentingnya upaya pengurangan risiko bencana sebagai
langkah antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam di Provinsi
Maluku Utara yang meliputi gempa bumi, tanah longsor, maupun bencana
tsunami. Disamping itu dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Provinsi
Maluku Utara 2007-2027 menggunakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang sebagai acuan.

2.3.1.3.1 Visi, Misi dan Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Maluku
Utara

Visi penataan ruang yang merupakan penjabaran visi Provinsi Maluku Utara
adalahTerwujudnya Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berbasis pada
sumber daya dan pengembangan berdasarkan gugus pulau menuju masyarakat
Maluku Utara yang sejahtera. Kemudian, dalam mewujudkan visi tersebut
ditempuh melalui misi penataan ruang Provinsi Maluku Utara sebagai berikut:
1. Menciptakan keserasian pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan
kawasan budidaya, dengan berbasis pada mitigasi bencana;
2. Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup;
3. Meningkatkan dan mengembangkan prasarana wilayah secara
berkelanjutan, membuka daerah-daerah terisolir dan membuka kantong-
kantong produksi baru;
4. Menata pusat-pusat pengembangan sesuai dengan daya dukung dan
kapasitas wilayah dan kondisinya sebagai provinsi gugus pulau dengan
dukungan sistem jaringan transportasi yang memadai.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara berasaskan:
a) keterpaduan;
b) keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c) keberlanjutan;

58
d) keberdayagunaan dana keberhasilgunaan;
e) keterbukaan;
f) kebersamaan dan kemitraan;
g) perlindungan kepentingan umum;
h) kepastian hukum dan keadilan;
i) akuntabilitas
Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Maluku Utara adalah untuk:
1. Mewujudkan ruang wilayah provinsi yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan
2. Mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
3. Mewujudkan keseimbangan dan keserasian antar wilayah dan antar sektor
4. Mewujudkan wilayah Provinsi Maluku Utara yang mengakomodasikan
keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupaten/kota serta keserasian antar sektor.
Sehingga dicapai kesejahteraan masyarakat Maluku Utara dan menjadikan
wilayah Provinsi Maluku Utara sebagai kawasan strategis di Indonesia Timur
secara berkelanjutan melalui upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya alam di
dalamnya secara berhasil guna dan berdaya guna, pencegahan kerusakan fungsi
dan tatanan lingkungan hidup serta pencegahan bencana alam.

2.3.1.3.2 Perumusan Konsep Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara

Konsep pengembangan struktur ruang wilayah provinsi adalah suatu


arah/pendekatan pengembangan seluruh sistem kegiatan dalam ruang wilayah
provinsi, serta pengaturan keterkaitan antar elemen tersebut, sebagai dasar
penyusunan rencana tata ruang wilayah. Penyusunan konsep tata ruang itu
sendiri didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan terhadap kondisi fisik
wilayah, permasalahan, potensi dan peluang pengembangan wilayah yang dapat
mendorong perwujudan pencapaian tujuan pengembangan tata ruang. Konsepsi
pengembangan tata ruang wilayah Provinsi Maluku Utara dirumuskan baik dalam
lingkup antar wilayah (eksternal) maupun intra wilayah (internal).
Dalam kegiatan penataan ruang digunakan pendekatan pengembangan
wilayah. Wilayah sebagai ajang pembangunan, pengembangannya didasarkan pada
satuan geografi dan seluruh unsur yang terkait dengannya, dimana batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi atau aspek fungsional.
Berdasarkan aspek fungsional, di Provinsi Maluku Utara telah berkembang
hubungan interaksi desa-kota yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Perkembangan wilayah perkotaan sampai saat ini telah memunculkan adanya

59
skala dan hirarki atau wilayah perkotaan atau kota. Secara fungsional, di Provinsi
Maluku Utara terdapat wilayah perkotaan meliputi Kawasan Ternate, Tidore, Sofifi
dan Sidangoli, Jailolo, Tobelo, Galela, Daruba, Maba/Buli, Weda, Labuha, Laiwui,
Falabisahaya dan Sanana. Wilayah dengan fungsi Kota atau perkotaan tersebut
secara administratif diantaranya merupakan Kota yaitu Kota Ternate dan Kota
Tidore Kepulauan. Sedangkan perkotaan lainnya secara fungsional merupakan
ibukota Kabupaten dan/atau pusat Kecamatan. Sedangkan pada hierarki yang
lebih rendah, diantaranya terdapat ibukota kecamatan lainnya maupun ibukota
kecamatan pemekaran, serta ibukota kecamatan persiapan.
Pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi Maluku Utara dilakukan
dengan konsep pendekatan Gugus Pulau dengan pembagian berdasarkan
kesamaan ekosistem dan sosial budaya (kependudukan), transportasi, potensi
sumberdaya alam dan perekonomian. Pendekatan ini dilakukan dengan maksud
untuk mengoptimalkan pengembangan wilayah-wilayah di Provinsi Maluku Utara.
Pendekatan gugus pulau ini masih cukup efektif untuk dilakukan dalam
pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Maluku Utara dan diharapkan dapat
mengurangi bahkan menghindarkan potensi konflik antar wilayah.
Masing-masing gugus pulau ini nantinya diharapkan dapat menjadi
wilayah yang mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan utama wilayahnya
masing-masing dengan mengandalkan potensi yang dimiliki. Kemandirian gugus
pulau ini mencakup aksesibilitas yang baik secara internal Gugus Pulau maupun
eksternal terhadap gugus pulau yang lain, mampu memenuhi kebutuhan
wilayahnya, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara berkelanjutan.
Pembagian gugus pulau secara lengkap akan dibahas pada subbab struktur ruang
intra wilayah Provinsi Maluku Utara.

2.3.1.3.2.1 Konsep Struktur Ruang Gugus Pulau Dalam Konteks Antar Wilayah
Dalam lingkup eksternal, konsep struktur ruang yang dituju adalah
terbentuknya struktur ruang Provinsi Maluku Utara yang terintegrasi dengan
pengembangan kabupaten/kota yang berada di dalam wilayah Provinsi Maluku
Utara serta pengembangan wilayah sekitarnya.
Perumusan konsep struktur ruang dalam lingkup eksternal ini didasarkan
pada pertimbangan:
1. Secara regional Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu pintu masuk
Kawasan Timur Indonesia dan memiliki keterkaitan dengan wilayah
sekitarnya oleh karena posisi dan fungsi yang cukup strategis;
2. Kecenderungan pola pergerakan penduduk dan barang yang terjadi akibat
aktivitas perekonomian masyarakat.

60
Kota Daruba yang secara nasional ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) merupakan kawasan dengan posisi geografis yang
strategis pada wilayah perbatasan. Pada awalnya, pengembangan PKSN lebih
ditekankan pada pendekatan keamanan (security approach) yang merupakan
landasan pemikiran bagi upaya pengembangan wilayah perbatasan dimana
terdapat banyak pulau-pulau kosong tidak berpenghuni yang rawan bagi segi
keamanan.
Selain itu, pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) menjadi dasar
pertimbangan pengembangan PKSN. Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan agar
kota-kota tersebut berkembang dengan dipicu oleh pengembangan infrastruktur
yang dapat berperan sebagai self propelling growth yang pada gilirannya dapat
membiayai sendiri upaya pembangunan dan pengembangannya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsep penataan
ruang Provinsi Maluku Utara akan diarahkan kepada:
1. Peningkatkan keterkaitan ekonomi dan ruang antara Provinsi Maluku
Utara dengan wilayah luar provinsi;
2. Pengembangan kota-kota yang berkedudukan cukup strategis dan memiliki
peran sebagai pintu-pintu keluar-masuk dalam menciptakan
hubungan/keterkaitan ekonomi dan spasial dengan daerah luarnya;
3. Pengembangan sistem transportasi yang diprioritaskan dan diarahkan
untuk keterkaitan antar pusat-pusat pengembangan, baik transportasi
darat, laut, maupun udara.

2.3.1.3.2.2 Konsep Struktur Ruang Gugus Pulau Dalam Konteks Intra Wilayah
Keterkaitan wilayah Provinsi Maluku Utara secara internal diwujudkan dalam
pola interaksi antar pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di wilayah yang
memiliki hirarki/jenjang sehingga membentuk struktur ruang wilayah. Pola
interaksi tersebut ditunjukkan oleh arah orientasi pelayanan dari tiap tingkatan
yaitu dari pusat pelayanan tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih
tinggi.
Pada lingkup struktur ruang wilayah Provinsi Maluku Utara, masing-
masing gugus pulau akan memiliki pusat pengembangan wilayah atau kota yang
dijadikan orientasi bagi kota-kota lainnya yang hierarkinya lebih rendah.
Walaupun tidak seluruhnya, umumnya pusat-pusat pelayanan ini merupakan
ibukota kabupaten, adapun penentuan pusat pengembangan wilayah berdasarkan
pada analisis pola pergerakan penduduk, ketersediaan fasilitas, dan sistem
jaringan transportasi internal wilayah Provinsi Maluku Utara.

61
Dalam lingkup internal, perumusan konsep struktur ruang Provinsi Maluku
Utara didasarkan pada pertimbangan:
1. Potensi sumberdaya alam dan laut yang berlimpah yang merupakan
peluang bagi pengembangan wilayah ini;
2. Akses antar pulau dan antar kabupaten masih terbatas, baik melalui
angkutan laut maupun angkutan udara, sehingga perlu ditingkatkan;
3. Adanya kesenjangan ekonomi antara pusat pertumbuhan dengan daerah-
daerah belakangnya dan kawasan-kawasan terpencil (yang masih sulit
dijangkau);
4. Fungsi utama kota-kota terutama sebagai simpul jasa distribusi
pemasaran, perhubungan, perdagangan, pusat kegiatan industri dan pusat
komunikasi.
Peluang yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pembangunan Gugus
Pulau, yaitu:
1. Kedudukan dan lokasi yang secara geografis cukup strategis dalam wilayah
nasional;
2. Adanya beberapa kawasan potensial yang dijadikan kawasan andalan
nasional/kawasan strategis;
3. Hubungan ekonomi yang telah terbentuk dengan wilayah-wilayah luar
provinsi;
4. Adanya peluang pasar bagi produk-produk SDA yang sangat besar di
Provinsi Maluku Utara.
Dengan dasar pertimbangan di atas, maka untuk mewujudkan struktur
ruang Provinsi Maluku Utara dapat dilakukan secara bertahap. Konsep struktur
ruang Provinsi Maluku Utara secara internal meliputi:
1. Diawali dengan memperkuat struktur kegiatan bagi gugus pulau yang ada
di Provinsi Maluku Utara, serta memperkuat struktur dan implikasi ruang
kota-kota yang menjadi orientasi pertumbuhan di masing-masing gugus
pulau. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan kegiatan
perekonomian dan prasarana transportasinya;
2. Sementara itu, juga dilakukan pengembangan kota-kota yang tingkatannya
lebih rendah agar dapat berfungsi sebagai pendukung pusat-pusat orientasi
ini.
Dalam jangka panjang diharapkan gugus pulau dapat menjadi wilayah-
wilayah yang mandiri serta terjadi keterkaitan ekonomi dan sosial di antara
masing-masing gugus pulau tersebut yang secara sinergis akan menciptakan

62
adanya interaksi yang lebih besar yang berarti terciptanya satu kesatuan ekonomi
dan sosial yang lebih solid.

63
2.3.1.3.2.3 Konsep Struktur Ruang Dalam Zona-Zona Bencana
Penataan ruang dapat menjalankan peran penting tidak hanya pada periode
waktu setelah terjadinya bencana alam, namun seyogyanya penataan ruang juga
dapat berperan dalam penetapan rencana pemanfaatan ruang yang aman dari
dampak bencana alam, semenjak rencana itu dalam proses penyusunan. Diakui
hal itu memang mengandung tingkat kesulitan yang tinggi, apalagi harus
mendelineasi lokasi-lokasi yang memiliki luasan relatif sempit, dan latar belakang
history lokasi tersebut tidak secara jelas terungkap. Namun demikian setidaknya
kriteria sebagai lokasi (kawasan) rawan bencana alam dapat dimunculkan.
Dalam lingkup zona-zona bencana, perumusan konsep struktur ruang
didasarkan pada pertimbangan:
1. Adanya beberapa kawasan yang rawan bencana dapat menjadi kendala
dalam pengembangan wilayah;
2. Kawasan-kawasan di wilayah Provinsi Maluku Utara diklasifikasikan dalam
zona-zona bencana alam, yaitu: (a) Zona I Bencana: berpotensi tinggi
terhadap bencana alam; (b) Zona II Bencana: berpotensi sedang terhadap
bencana; (c) Zona III Bencana: berpotensi rendah terhadap bencana alam;
3. Kawasan-kawasan yang berpotensi atau peka terhadap bencana termasuk
sebagian besar dari Kabupaten Halmahera Utara, sebagian besar daerah
pesisir di Kabupaten Halmahera Timur, sebagian besar dari Kabupaten
Halmahera Tengah, sebagian besar dari Kabupaten Halmahera Selatan dan
sebagian daerah pesisir di Kabupaten Kepulauan Sula.
Dengan dasar pertimbangan di atas, maka untuk mewujudkan struktur
ruang Provinsi Maluku Utara dalam zona-zona bencana dengan konsep struktur
ruang meliputi:
1. Mengalihkan orientasi pertumbuhan di daerah yang mempunyai risiko
bencana alam tinggi ke daerah yang berpotensi rendah terhadap bencana
alam;
2. Membatasi pertumbuhan di daerah yang berpotensi tinggi terhadap
bencana alam, serta penerapan teknologi yang tepat untuk pembangunan
di daerah risiko bencana tinggi;
Menyiapkan zona-zona penyangga bagi kegiatan evakuasi akibat bencana
alam, dimana zona-zona penyangga ini harus dipersiapkan untuk penyediaan
fasilitas penyelamatan, secara vertikal maupun horizontal, sesuai kondisi
geografis.

64
2.3.1.3.2.4 Konsep Penataan Ruang Wilayah Pesisir Dan Laut
Dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa wilayah pesisir dan laut
mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber
dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan
eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di wilayah pesisir dan laut atau dampak
kegiatan lain di hulu juga menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas
sumberdaya pesisir dan laut.
Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir dan laut perlu dikelola secara baik
agar dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir
dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu didorong untuk mengelola
wilayah pesisirnya dengan baik. Norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan,
pengelolaan, pengendalian dan pengawasan, dengan memperhatikan norma-norma
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Penataan wilayah pesisir dan laut merupakan bagian proses awal dalam
perencanaan wilayah pesisir dan laut. Konsep penataan ruang pesisir dan laut
harus melalui pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut (Integrated Coastal
Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh
sektor dan daerah, sehingga terjadi keharmonisan dan saling memperkuat
pemanfaatannya. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu merupakan
pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut
secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan
pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, antara ekosistem darat dan
laut serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen. Penataan Wilayah Pesisir dan
Laut dilakukan agar dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan
ekonomi dengan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut serta memperhatikan
karakteristik dan keunikan wilayah tersebut.
Wilayah pesisir dan laut yang rentan terhadap perubahan perlu dilindungi
melalui pengelolaan yang berkelanjutan agar dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu,
diperlukan kebijakan dalam pengelolaannya sehingga dapat menyeimbangkan
tingkat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut (termasuk pulau-pulau kecil)
untuk kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan
datang melalui pengembangan kawasan konservasi dan sempadan pantai.
Konsep pengembangan penataan ruang wilayah pesisir dan laut di Provinsi
Maluku Utara disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

65
1. Ekosistem wilayah pesisir dengan daerah lahan atas yang ada di dalam
DAS dan laut terbuka tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi
satu sama lain, dimana setiap perubahan bentang alam daratan dan
dampak negatif lainnya yang terjadi di ekosisitem daratan pada akhirnya
akan berdampak terhadap ekosistem pesisir;
2. Konsep penataan wilayah pesisir dan laut di Provinsi Maluku Utara yang
sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dengan pulau-pulau kecilnya
membutuhkan penataan ruang yang terintegrasi antara pulau yang satu
dengan pulau yang lain. Penataan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil di
Provinsi Maluku Utara dilakukan dalam satu gugus pulau atau klaster
dengan memperhatikan keterkaitan ekologi, keterkaitan ekonomi dan
keterkaitan sosial budaya dalam satu bioekoregion dengan pulau induk atau
pulau lain sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
3. Karakteristik fisik wilayah pesisir yang beragam yaitu perairan laut, pulau-
pulau kecil, rawa, dataran dikaitkan dengan pegunungan, maka perlu
didelineasi/limitasi wilayah secara fisik dan potensi pengembangan
kegiatan budidaya;
4. Posisi geografis kawasan pesisir Provinsi Maluku Utara yang strategis,
merupakan faktor pendorong terhadap perkembangan penduduk beserta
kegiatan sosial ekonominya, saat ini maupun di masa yang akan datang.
Hal ini membawa konsekuensi akan kebutuhan ruang yang akan semakin
meningkat dan dampak yang ditimbulkannya;
5. Peruntukan ruang bagi pengembangan kegiatan sosial ekonomi diarahkan
pada lokasi-lokasi yang sesuai dengan potensi dan daya dukung
lingkungan yang layak untuk dikembangkan;
6. Keterkaitan antar kegiatan /sektor yang memanfaatkan ruang disusun
dalam suatu sistem interaksi spasial yang efisien dan efektif secara terpadu
melalui pengembangan transportasi dan pelayanan infrastruktur wilayah.
Konsep pengembangan perikanan di Provinsi Maluku Utara meliputi
pengembangan perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Secara terinci
penjelasan kedua konsep dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Konsep Pengembangan Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya atau akuakultur didefinisikan sebagai upaya manusia
meningkatkan produktivitas perairan dengan menciptakan lingkungan yang
terkontrol dalam suatu sistem/wadah dalam memelihara spesies akuakultur guna
mendapatkan keuntungan. Dalam sistem atau wadah-wadah akuakultur,
produktivitas perairan bisa ditingkatkan beberapa kali hingga ratusan kali dari

66
produktivitas alaminya di perairan umum (laut, danau, waduk, sungai dan
genangan air alami lainnya). Sistem atau wadah antara lain kolam, tambak,
karamba jaring apung (KJA), karamba jaring tancap, bak, akuarium, longline, rakit
dan pen culture. Penggunaan sistem atau wadah tersebut bergantung kepada
komoditas (spesies atau organisme) budidaya yang diusahakan dan lokasi atau
lingkungan/habitat yang tersedia (sumberdaya alam).
Budidaya air payau menggunakan air yang bersifat payau (salinitas berkisar
antara 5-25 ppt) sebagai media hidup bagi komoditasnya. Habitat air payau
berlokasi di wilayah pesisir yang masih terkena pengaruh air laut (intertidal zone)
melalui fenomena pasang dan surut, yakni daerah pantai dan muara sungai.
Lokasi demikian umumnya ditumbuhi vegetasi mangrove. Jarak/lebar lahan dari
pantai ke arah daratan yang ditumbuhi vegetasi ini (ketebalan hutan mangrove)
menunjukkan seberapa jauh air laut masuk ke daratan pada saat pasang (rambat
pasang atau jangkauan pasang), bergantung kepada topografi, kisaran pasang
surut (pasut) dan jenis tanah. Secara alamiah, hutan mangrove menebal di
daerah muara sungai hingga ke alur sungai menuju hulu, dan menipis di daerah
pantai dengan kemiringan yang tinggi dan jenis tanah tertentu. Sistem budidaya
yang lazim diterapkan pada habitat payau adalah tambak. Oleh karena itu luasan
kawasan hutan mangrove dianggap sebagai luasan potensial tambak sehingga
tambak seringkali ditunding sebagai salah satu penyebab hancurnya hutan
mangrove.
Komoditas yang biasanya diusahakan di tambak adalah udang windu, ikan
bandeng, ikan nila, ikan mujair, ikan kerapu, ikan kakap putih, kepiting bakau
bahkan rumput laut. Daya tahan spesies tersebut terhadap perubahan salinitas
dengan rentang yang demikian lebar (euryhaline) merupakan syarat untuk bisa
hidup di habitat payau. Komoditas tersebut terutama yang predatory species
(konversi daging ke daging) memiliki nilai jual yang tinggi, terlebih udang windu.
Hal ini menyebabkan daya tarik tambak sebagai bisnis dan pemacu perekonomian
daerah sangat tinggi.
2. Konsep Pengembangan Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap didefinisikan sebagai suatu kegiatan pemanfaatan
sumberdaya hayati di perairan laut maupun di perairan umum melalui
penangkapan ikan (termasuk moluska dan krustase) ataupun pengumpulan
hewan-hewan dan tumbuhan air lainnya, yang hasilnya selanjutnya digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup nelayan dan keluarganya dengan cara
mengkonsumsinya langsung atau memasarkanya dalam bentuk ikan segar
ataupun ikan olahan. Kegiatan tersebut berdasarkan jenis dan skala usahanya

67
dapat dibedakan kedalam perikanan subsisten, perikanan artisanal dan perikanan
industri (Kesteven, 1973).
Pada perikanan subsisten, pemanfaatan sumberdaya ikan semata-mata
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan si pelaku kegiatan atau keluarganya.
Meskipun diperjualbelikan, masih terbatas pada masyarakat di lingkungannya
melalui mekanisme barter. Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia,
maka kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan semakin berkembang pesat menjadi
suatu kegiatan ekonomi penting yang melibatkan tenaga kerja dalam jumlah yang
besar dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat maupun
devisa bagi suatu negara. Beberapa negara maju di dunia seperti Jepang, Korea,
Norwegia, Finlandia dan Peru telah menjadikan perikanan tangkap sebagai suatu
kegiatan industri (fishing industry) yang terus berkembang pesat.
Adanya berbagai isu dan permasalahan lingkungan global serta keinginan dari
negara-negara di dunia khususnya negara-negara maju untuk segera
menyelamatkan sumberdaya alam dan lingkungan, telah mendorong para ahli dan
pengambil kebijakan saat ini untuk mulai memberikan perhatian yang cukup
besar terhadap pembangunan berkelanjutan di semua sektor termasuk bidang
perikanan yang dikenal dengan pembangunan perikanan berkelanjutan
(sustainable fisheries development). Pembangunan berkelanjutan ini dilaksanakan
melalui paradigma baru, yaitu pembangunan perikanan berwawasan lingkungan.
Dalam misinya, teknologi yang berwawasan lingkungan harus dapat diterjemahkan
lagi kedalam bentuk teknologi ramah lingkungan.
Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya
sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap untuk mengelola
sumberdaya ikan secara bijaksana dalam kerangka pembangunan
berkesinambungan. Pembangunan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu
hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup.
Kegiatan perikanan tangkap di kawasan perairan Provinsi Maluku Utara dapat
dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu perikanan subsisten dan perikanan
komersil (artisanal/tradisional fisheries) dengan investasi rendah hingga sedang.
Tipe perikanan komersil di kawasan ini dicirikan oleh:
a. Nilai investasi yang ditanamkan tergolong kecil (investasi di bawah 25 juta
rupiah per unit armada) hingga sedang (investasi antara 25 - 200 juta
rupiah per unit armada);
b. Menggunakan perahu/kapal penangkapan berupa perahu motor tempel
dan kapal motor berukuran 0-20 GT;

68
c. Alat tangkap yang digunakan juga sangat bervariasi (seperti pukat kantong,
jaring insang, pukat cincin mini, jaring angkat, rawai dan bubu) dan
dioperasikan dengan menggunakan alat bantu penangkapan sederhana;
d. Nelayan yang terlibat dalam kegiatan penangkapan adalah nelayan
tradisional yang melakukan kegiatan penangkapan berdasarkan instuisinya
atau pengalaman yang diperoleh secara turun-temurun dan umumnya
berpendidikan rendah;
e. Operasi penangkapan ikan umumnya terkonsentrasi di perairan pantai
pada jalur penangkapan I (0-3 mil laut).
Dalam kerangka penataan ruang wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau
kecil terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep tersebut
yaitu:
a. Penetapan dan Pemantapan Kawasan Lindung
Penetapan kawasan lindung wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
dilakukan terhadap kawasan-kawasan yang berfungsi melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan,
mengandung nilai budaya dan nilai sejarah.
b. Rehabilitasi Kawasan Lindung.
Rehabilitasi dilakukan pada kawasan lindung pesisir, laut dan pulau-pulau
kecil yang sudah rusak atau menurun nilai fungsinya. Kegiatan penghijauan
hutan mangrove atau resplantasi karang yang dilakukan, merupakan salah satu
upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika,
namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis.
Konsepsi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan di kawasan
perairan Provinsi Maluku Utara perlu direncanakan secara baik dan terintegrasi
dengan aktivitas lainnya yang menunjang serta memperhatikan beberapa faktor
prasyarat yang mutlak diperlukan. Faktor-faktor tersebut adalah ketersediaan
sumberdaya ikan, jenis teknologi penangkapan, sumberdaya manusia (nelayan),
infrastruktur dan sarana penunjang, serta aspek kelayakan pasar. Melalui
konsepsi ini diharapkan kegiatan penangkapan ikan dapat bersinergi dengan
kegiatan lainnya tanpa menimbulkan suatu konflik antar sektor kegiatan sehingga
dampak-dampak negatif akibat pengembangan kegiatan ini dapat terjaga tetap
rendah.

2.3.1.3.3 Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi Maluku


Utara

Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi Maluku Utara yang disusun untuk
mencapai tujuan yang dijelaskan sebelumnya meliputi:

69
1. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi
Maluku Utara;
2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah Provinsi Maluku
Utara;
3. Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis Provinsi Maluku Utara;
Kebijakan dan strategi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi
Maluku Utara.

2.3.1.3.3.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang Wilayah


Provinsi Maluku Utara
Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara:
1. pengembangan tata ruang makro;
2. pengembangan struktur ruang gugus pulau;
3. pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan dan perdesaan;
4. pengembangan sistem kota-kota;
5. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata dan berhierarki;
6. pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem
jaringan prasarana transportasi;
7. pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem
jaringan prasarana energi;
8. pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem
jaringan prasarana telekomunikasi; dan
9. pengembangan dan peningkatan kualitas jangkauan pelayanan sistem
jaringan prasarana sumber daya air.
Strategi untuk pengembangan tata ruang makro meliputi:
1. Mengembangkan pusat-pusat orientasi pelayanan di 8 gugus Pulau dan
mengembangkan kota-kota kabupaten sebagai pusat pertumbuhan.
Peningkatan fungsi kota ini perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas
dan jangkauan pelayanan kota-kota tersebut sesuai dengan fungsi
pelayanan masing-masing;
2. Meningkatkan akses antara ibukota provinsi dengan kota-kota orientasi
pelayanan wilayah pengembangan maupun kota-kota kabupaten lainnya
dan juga dengan wilayah sekitarnya melalui pengembangan sistem
jaringan transportasi baik darat, laut, maupun udara;
3. Meningkatkan peran kota-kota yang berfungsi sebagai pintu keluar/masuk
menuju provinsi lainnya melalui penyediaan prasarana dan sarana dasar

70
wilayah serta jaringan transportasi yang menghubungkan wilayah Provinsi
dengan wilayah pelayanannya serta wilayah provinsi lainnya;
4. Meningkatkan pelayanan kota-kota yang befungsi sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis
Nasional (PKSN), serta kota-kota lain yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan
Lokal (PKL). Pengembangan diarahkan pada penyediaan prasarana dan
sarana dasar wilayah sesuai dengan fungsi dan peran kota-kota agar terjadi
pemerataan pelayanan.
Strategi untuk pengembangan struktur ruang gugus pulau meliputi:
1. Mengembangkan gugus pulau sesuai dengan kriteria yang berlaku;
2. Meningkatkan fungsi dan peran pusat-pusat gugus pulau yang ada;
3. Mengembangkan prasarana dan sarana dasar yang dibutuhkan pada setiap
gugus pulau;
4. Mengembangkan keterkaitan antar gugus pulau yang berdekatan;
5. Mengembangkan keterkaitan prasarana dan sarana antar gugus pulau
untuk memenuhi kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Strategi untuk pengembangan sistem kota-kota meliputi:
1. memperkuat keterkaitan ekonomi dan spasial di dalam wilayah daratan di
pulau-pulau besar serta pulau-pulau kecil.;
2. pengembangan wilayah daratan agar dapat membentuk suatu kesatuan
ekonomi spasial yang solid serta efesien dalam hal penyediaan prasarana
wilayah;
3. memperkuat fungsi-fungsi yang sudah ada di kota-kota yang terpilih
sebagai pusat-pusat pertumbuhan, agar terbentuk kesatuan sistem yang
mempunyai hierarki dan fungsi ruang saling mengisi;
4. mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional yang dilakukan
dengan pengembangan fungsi pelayanan kota yang terintegrasi antara
ibukota Provinsi, ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan.
5. mengembangkan keterkaitan secara tata ruang yang dilakukan dengan
meningkatkan aksesibilitasnya terutama dengan pengembangan jaringan
jalan.
6. mengembangkan dan meningkatkan fungsi ibukota kabupaten terutama
sebagai pusat wilayah belakangnya.
7. mengarahkan kota-kota menjadi pusat kegiatan koleksi dan distribusi bagi
wilayah belakang, berdasarkan kondisi potensi-potensi sumber daya alam
yang khas sehingga dapat menjadi suatu keunggulan komperatif yang
dapat meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakatnya.

71
8. Mengembangkan kota-kota sebagai pusat pelayanan yang berhierarki agar
tercapai efisiensi dalam pembiayaan pembangunan fasilitas, dan dengan
memperhatikan faktor kedekatan gugus pulau sehingga dapat lebih
memperluas cakupan pelayanan kota-kota tersebut.
Strategi untuk pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan dan
perdesaan meliputi:
1. Mengembangkan pusat-pusat permukiman sesuai dengan fungsi dan peran
masing-masing kota;
2. Menyediakan prasarana dan sarana pendukung pusat permukiman
perkotaan dan perdesaan sesuai fungsi masing-masing;
3. Mengembangkan interaksi desa-kota yang saling menguntungkan.
Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki meliputi:
1. menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan
dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah
sekitarnya;
2. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum
terlayani oleh pusat pertumbuhan;
3. menjaga kota-kota pantai dari bencana tsunami melalui manajemen resiko
bencana;
4. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih
kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi meliputi:
1. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana transportasi dan mewujudkan
keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara agar dicapai
pemerataan pembangunan, dengan melihat tingkatan kepentingan dan
potensi kota-kota yang bersangkutan;
2. Mengembangkan sistem jaringan prasarana transportasi wilayah agar
dicapai keterkaitan antar pusat-pusat permukiman di provinsi;
3. Mengembangkan sistem jaringan prasarana transportasi wilayah untuk
membuka wilayah terisolir;
4. Mengembangkan sistem jaringan transportasi wilayah untuk mendukung
kegiatan evakuasi bila terjadi bencana alam;
5. Mengembangkan prasarana perhubungan laut dengan meningkatkan
keterkaitan intra-regional yaitu hubungan antar-pelabuhan dalam provinsi

72
serta keterkaitan inter-regional yaitu hubungan antara pelabuhan dalam
provinsi dengan pelabuhan yang ada di luar provinsi;
6. Mengembangkan fungsi pelabuhan-pelabuhan laut untuk mendukung
pengembangan wilayah terutama yang erat kaitannya dengan pusat-pusat
pengembangan;
7. Mengembangkan prasarana perhubungan darat untuk meningkatkan
keterkaitan intra pulau besar maupun pulau kecil;
8. Pengembangan jaringan jalan untuk meningkatkan aksesibilitas antara
pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran; mendukung
pengembangan daerah pedalaman; memperlancar perhubungan antar kota;
serta mendukung pengembangan sektor lainnya;
9. Pengembangan prasarana perhubungan udara untuk menciptakan
hubungan dan keterkaitan antara pusat-pusat kegiatan ekonomi dan
pemerintahan, baik di dalam provinsi maupun dengan daerah di luar
provinsi serta untuk meningkatkan akses udara pada wilayah-wilayah yang
didorong perkembangannya maupun pada wilayah-wilayah yang masih
sulit dijangkau;
10. Optimalisasi fungsi bandar udara Provinsi, pengembangan bandara-
bandara lokal, serta bandara-bandara perintis.
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana energi meliputi:
1. pengembangannya prasarana energi untuk mendukung pengembangan
kawasan-kawasan yang potensial bagi pengembangan perindustrian dan
pertambangan serta kawasan permukiman penduduk;
2. mengembangkan jaringan prasarana energi listrik di pusat-pusat
permukiman, pusat-pusat produksi, dan pusat-pusat distribusi sesuai
dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya;
3. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan
tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem
penyediaan tenaga listrik;
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana telekomunikasi meliputi:
1. mengarahkan pengembangan untuk mendukung kawasan-kawasan yang
sulit dijangkau oleh prasarana perhubungan/transportasi, terisolir, dan
rawan bencana alam, serta kawasan-kawasan yang akan menjadi pusat-
pusat pengembangan wilayah (industri dan pariwisata).

73
2. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi di kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan, serta pada kawasan terisolasi dan
kawasan strategis;
3. mengembangkan (i) Adi Marga Kepulauan (Archiepelagic Super Highway)
yang menghubungkan seluruh ibukota provinsi dan kawasan pusat
pertumbuhan regional dengan fasilitas jaringan tulang punggung, (ii) Kota
Multimedia (Multy media Cities) yang melayani kota-kota pusat kegiatan
ekonomi nasional dan (iii) Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara
(Nusantara Multy media Community Access Centers) yang melayani semua
ibukota kecamatan;
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana sumberdaya air meliputi:
1. mengarahkan pengembangan sumberdaya air untuk mendukung
pengembangan usaha pertanian tanaman pangan, terutama persawahan
lahan basah dan pasang surut mendukung perkebunan pada wilayah-
wilayah potensial bagi kegiatan pertanian;
2. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan
sistem jaringan sumberdaya air;
3. mengembangkan sistem jaringan sumberdaya air pada kawasan potensial
untuk kegiatan pertanian tanaman pangan yang dapat mendukung
swasembada pangan;
4. memenuhi kebutuhan air baku bagi penyediaan air untuk keperluan
pengairan, air minum dan air industri.

2.3.1.3.3.2 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi


Maluku Utara
Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah Provinsi Maluku Utara
merupakan pengembangan tat ruang mikro di Provinsi Maluku Utara, yang
meliputi kebijakan pengembangan kawasan lindung dan kebijakan pengembangan
kawasan budidaya.
1.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam,
sumber daya buatan guna pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi:
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup;

74
c. pemantapan dan pengendalian kawasan lindung.
Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan
hidup meliputi:
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi;
b. pemantapan kawasan hutan lindung berdasarkan Keppres No. 32/1990
melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan untuk memudahkan
pengendaliannya;
c. memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terutama
berkaitan dengan fungsi hidrologis untuk pencegahan banjir, menahan
erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan fungsi peresapan bagi air
tanah.
d. memberikan perlindungan pada kawasan yang berada pada ketinggian
1.000 M d.p.l dengan kelerengan lebih dari 40 persen bercurah hujan
tinggi, dan mampu meresapkan air ke dalam tanah, termasuk di dalamnya
kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung;
e. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan
luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai
dengan kondisi ekosistemnya;
f. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
g. pengembalian fungsi hidro-orologi kawasan hutan yang telah mengalami
kerusakan (rehabilitasi dan konservasi);
h. melindungi kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan margasatwa
untuk melindungi keanekaragaman hayati, ekosistem dan keunikan alam;
i. melindungi dan menjaga kawasan rawan bencana, yaitu kawasan yang
sering mengalami bencana alam seperti gerakan tanah, longsoran,
runtuhan, banjir bandang dan rayapan;
j. melindungi kawasan yang berfungsi melestarikan fungsi badan perairan
dan kerusakan oleh kegiatan budidaya. Termasuk sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata
air, kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota;
k. melindungi kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi
bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun yang
memiliki bentuk geologi alami yang khas;

75
l. melindungi pulau-pulau kecil dengan luasan maksimal 10 Km 2 agar tetap
lestari;
m. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung pada kawasan
lindung yang pemanfaatan ruangnya telah berubah menjadi kawasan
perkebunan dan pertanian;
n. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang tidak
menganggu fungsi lindung;
o. pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan berlokasi di hutan
lindung (antara lain penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah,
pencegahan bencana alami) agar tidak menganggu fungsi lindung.
p. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang
dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai;
q. pengendalian kegiatan di sekitar sempadan pantai;
r. pengembalian fungsi lindung pantai yang mengalami kerusakan
s. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya bagi perlindungan kawasan
dapat mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar
sungai serta alirannya;
t. pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai;
u. pengamanan daerah aliran sungai.
v. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar danau yang dapat
mengganggu fungsi danau (terutama sebagai sumber air dan sumber energi
listrik);
w. pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar danau;
x. pengamanan di daerah hulu.
Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:
a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk dari tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap
mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkanperubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan;

76
e. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk
menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
f. mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbarukan
untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Strategi untuk pemantapan dan pengendalian kawasan lindung meliputi :
a. Melakukan pemantapan dan pengendalian kawasan lindung yang ada di
Provinsi Maluku Utara yang meliputi kawasan Taman Nasional, cagar alam,
cagar budaya, serta kawasan-kawasan lain yang teridentifikasi sebagai
kawasan lindung, termasuk kawasan rawan bencana.
b. Pemantapan dan pengendalian dilakukan agar fungsi kawasan lindung
dalam pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan atau budaya bangsa dapat
dipertahankan.
2.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Kebijakan pengembangan kawasan budidaya di Provinsi Maluku Utara
meliputi:
a. Menetapkan kawasan budi daya untuk pemanfaatan sumber daya alam;
b. Memanfaatkan ruang untuk kegiatan budidaya di Provinsi Maluku Utara
dilakukan secara optimal sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
c. Mengupayakan optimasi pemanfaatan sumber daya wilayah sesuai dengan
daya dukung lingkungan;
d. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan
budidaya;
e. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan
Strategi pengembangan untuk menetapkan kawasan budi daya meliputi:
a. Menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumber daya alam di
darat maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan
pemanfaatan ruang wilayah;
b. Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya beserta prasarana
penunjangnya baik di darat maupun di laut secara sinergi;
c. Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian
pangan daerah;
d. Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya pengelolaan sumber
daya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan atau landas kontinen.

77
Strategi pengembangan untuk memanfaatkan ruang untuk kegiatan budidaya
meliputi:
a. Kawasan budidaya perkotaan, yaitu mengembangkan kawasan
permukiman yang sudah ada baik di wilayah perkotaan maupun
perdesaan. Pengembangan permukiman perlu memperhatikan aspek
keselamatan mengingat Provinsi Maluku Utara sangat rentan terhadap
bahaya bencana alam, baik bahaya gunungapi, gempa maupun tsunami.
Pengembangan kawasan budidaya perkotaan didasarkan atas
pertimbangan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan bagi pembangunan
dan pengembangan fisik perkotaan;
b. Kawasan budidaya hutan, yaitu mengembangkan sumberdaya alam hutan
untuk peningkatan produksi hasil hutan kayu dan non kayu secara lestari,
perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
khususnya di sekitar kawasan hutan. Kawasan budidaya hutan produksi
diarahkan pada peningkatan pengelolaan hutan alam tropis yang sudah
ada dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) maupun Tebang
Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) melalui Hak penguasaan Hutan
(HPH) maupun Hutan Tanaman Industri (HTI);
c. Kawasan budidaya hutan produksi terbatas, yaitu meningkatan
pengelolaan hutan alam tropis yang sudah ada pada kawasan yang
memiliki limitasi dan kendala dalam daya dukung wilayah yang sangat
terbatas dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan
pembatasan-pembatasan khusus lainnya yang berkaitan dengan masalah
pelestarian dan perlindungan sumberdaya alam;
d. Kawasan budidaya pertanian pangan lahan basah, yaitu mengembangkan
kawasan pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal dan
ketersediaan sarana dan prasarana irigasi. Pengembangan kawasan
budidaya pertanian pangan lahan basah terutama diarahkan pada
komoditas padi sawah melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi;
e. Kawasan budidaya pertanian pangan lahan kering yang pengembangannya
diarahkan pada kawasan pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan
optimal dan prospektif bagi pengembangan tanaman palawija, holtikultura
atau tanaman pangan lainnya. Pengembangannya diprioritaskan pada
komoditas unggulan pertanian pangan lahan kering provinsi Maluku Utara
seperti padi ladang, jagung, kacang-kacangan, dan ubi-ubian;
f. Kawasan budidaya perkebunan yaitu mengembangkan kawasan pada
wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal dan prospektif bagi

78
pengembangan tanaman perkebunan atau tanaman tahunan perkebunan.
Pengembangan kawasan budidaya perkebunan dilakukan melalui
pengembangan perkebunan rakyat dan oleh perusahaan perkebunan besar.
Pengembangan perkebunan rakyat perlu memperoleh perhatian lebih
melalui upaya rehabilitasi, peremajaan, dan perluasan areal di sekitar
perkebunan yang telah ada. Sasaran pembangunan kawasan budidaya
perkebunan adalah peningkatan produksi dalam rangka ekspor, perluasan
kesempatan kerja, peningkatan pemanfaatan pertanian dan pemeliharaan
lingkungan hidup;
g. Kawasan budidaya peternakan yaitu mengembangkan kawasan peternakan
terutama wilayah yang memiliki lokasi transmigrasi dan pusat-pusat
permukiman di perkotaan dan di perdesaan. Sasaran pengembangan
kawasan budidaya peternakan adalah meningkatkan produksi dalam
rangka peningkatan pendapatan masyarakat;
h. Kawasan budidaya perikanan yaitu mengembangkan kawasan budidaya
perikanan pada lokasi-lokasi yang sudah ada maupun lokasi potensial
melalui pengembangan budidaya tambak ikan, udang, rumput laut, dan
lainnya. Pengembangan kawasan budidaya perikanan wajib memperhatikan
pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari.Sasaran
pengembangan kawasan budidaya perikanan adalah untuk meningkatkan
produksi dalam rangka memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan dan pembinaan sumberdaya hayati perikanan;
i. Kawasan pertambangan yaitu mengembangkan kawasan pertambangan
pada lokasi-lokasi potensial pertambangan dengan memperhatikan aspek
kelestarian dan daya dukung lingkungan serta arahan pemanfaatan ruang;
j. Kawasan industri yaitu mengembangkan aneka industri kecil yang sudah
ada, serta mengembangkan industri besar dan menengah baru untuk
mengolah bahan baku yang berasal dari hasil pertanian tanaman pangan,
peternakan, perikanan, perkebunan, dan hasil hutan. Sasaran
pengembangan kawasan industri adalah untuk meningkatkan nilai tambah
terhadap kegiatan produksi primer yang dihasilkan oleh masyarakat
setempat. Untuk mencegah timbulnya dampak-dampak negatif dari
industri maka sebaiknya kawasan industri dialokasikan pada kawasan
budidaya non pertanian dan non permukiman, terutama bagi industri skala
menengah dan besar. Untuk industri yang memerlukan kedekatan dengan
sungai, baik sebagai sumber air baku kegiatan industri maupun sebagai
bahan penerima buangan yang bersifat cair, maka dapat berlokasi di dekat

79
sungai yang bukan merupakan sumber air minum langsung maupun
sumber air baku untuk air minum dengan terlebih dahulu melakukan
pengolahan air buangan. Sementara industri kecil dan rumah tangga dapat
berbaur dengan kegiatan permukiman, perdagangan dan pertanian dengan
tetap memperhatikan aspek lingkungan hidup;
k. Kawasan pariwisata yaitu mengembangkan pariwisata alam antara lain
wisata pantai, taman laut, wisata alam hutan dan panorama alam serta
wisata budaya/sejarah di seluruh obyek wisata potensial dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan.
Strategi pengembangan untuk mengupayakan optimasi pemanfaatan sumber
daya wilayah sesuai daya dukung lingkungan meliputi:
a. pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal
pada tiap kawasan budidaya;
b. pengembangan prasarana pendukung pengembangan tiap kawasan
budidaya;
c. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi
bencana di kawasan rawan bencana.
Strategi pengembangan untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antar kegiatan budi daya meliputi:
a. menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi
untuk pemanfaatan sumberdaya alam di ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk
mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;
b. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan beserta
prasarana secara sinergis dan ebrkelanjutan untuk mendorong
pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;
c. mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik,
pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi;
d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian pangan
untuk mewujudkan ketahanan pangan;
e. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk
meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi;
f. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia, dan/atau landas kontinen untuk meningkatkan
perekonomian provinsi.

80
Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
a. Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal
dan mendukung pembangunan berkelanjutan;
b. Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antar
kegiatan budidaya yang berbeda;
c. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis
kegiatan budidaya tertentu ke jenis lainnya;
d. Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan
bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi
kerugian akibat bencana;
e. Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;
f. Membatasiperkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk
mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan
perkotaan serta mempertahankanfungsi kawasan perdesaan di sekitarnya;
g. Mengembangkan kegiatan budi daya yang dapat mempertahankan
keberadaan pulau-pulau kecil;
h. Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindung;
i. Penanganan masalah tumpang tindih antar kegiatan budidaya.

2.3.1.3.3.3 Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis Provinsi


Maluku Utara
Kebijakan penetapan kawasan strategis Provinsi Maluku Utara meliputi:
1. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan
fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya;
2. Menunjang pertahanan keamanan nasional pada kawasan strategis yang
berada di wilayah perbatasan
3. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam perekonomian
provinsi yang produktif, efisien dan mampu bersaing dalam perekonomian
nasional dan internasional;
4. Pemanfaatan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

81
5. Pengembangan kawasan cepat tumbuh untuk mendukung kawasan lain
yang masih tertinggal;
6. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat
perkembangan antar kawasan dan mempercepat pembangunan kawasan
tersebut sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan
dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan kawasan lain.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi:
1. menetapkan kawasan strategis provinsi berfungsi lindung, setelah kawasan
strategis nasional berfungsi lindung ditetapkan di Provinsi Maluku Utara,
yaitu di Pulau Jiew;
2. mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis provinsi yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan, terutama di Pulau Gebe,
Pulau Obi dan Pulau Jiew;
3. membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis provinsi yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
4. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar
kawasan strategis provinsi yang dapat memicu perkembangan kegiatan
budi daya di kawasan yang berfungsi lindung;
5. mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan
strategis provinsi yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun; dan
6. merehablitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan
strategis provinsi;
7. merehabilitasi kawasan budi daya di Kawasan Pulau Gebe dan Kawasan
Pulau Obi, yang rusak sebagai akibat kegiatan penambangan dan kegiatan
budi daya lainnya.
Strategi untuk menunjang pertahanan keamanan nasional pada kawasan
strategis yang berada di wilayah perbatasan meliputi:
1. Mendukung kawasan strategis nasional yaitu Pulau Morotai yang berfungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
2. Memprioritaskan kawasan andalan dan kawasan perbatasan seperti di
Pulau Morotai dan Pulau Jiew untuk memperkuat keanekaragaman dan
jati diri masyarakat Provinsi Maluku Utara;
3. Menetapkan kawasan strategis provinsi yang befungsi untuk pertahanan
dan keamanan sekaligus pulau kecil terluar, pada kawasan P. Jiew;

82
4. Mengarahkan pengembangan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI
melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum
internasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat
dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan
lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara
tetangga;
5. Meningkatkan keberpihakan pemerintah dalam pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi;
6. Meningkatkan kerja sama masyarakat dalam memelihara lingkungan;
7. Meningkatan kemampuan kerja sama kegiatan ekonomi antar kawasan
perbatasan dengan kawasan negara tetangga dalam rangka mewujudkan
wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang lintas negara;
8. Mengembangkan kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis
sumber daya alam lokal melalui pengembangan sektor-sektor unggulan;
9. Meningkatan wawasan kebangsaan masyarakat; dan penegakan supremasi
hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran
yang terjadi di wilayah perbatasan.
Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
perekonomian provinsi meliputi:
1. Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam
dan kegiatan budidaya unggulan sebagai penggerak pengembangan
wilayah, terutama di Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli dan Sofifi,
Kawasan Kepulauan Sula, Kawasan Pulau Bacan, Kawasan Halmahera
Selatan, Kawasan Weda, Kawasan Pengembangan Ekonomi Pertanian :
Halut - Halbar Haltim, Kawasan Pulau Gebe, Kawasan Pulau Obi
2. Menciptakan iklim investasi yang kondusif;
3. Mengelola pemanfaatan sumberdaya alam agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung kawasan;
4. Mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan
kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
5. Mengintensifkan promosi peluang investasi;
6. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi; dan
7. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan;
Strategi untuk pemanfaatan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi
secara optimal meliputi:

83
1. Mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau kegiatan turunan dari
pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi;
2. Meningkatkan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber daya dan/atau
teknologi tinggi dengan kegiatan penunjang dan/atau turunannya; dan
3. Mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup, dan kselamatan
masyarakat.
Strategi untuk pengembangan kawasan cepat tumbuh meliputi:
1. mengarahkan pengembangan untuk mendorong percepatan pembangunan
dan pertumbuhan kawasan tersebut sehingga dapat mengembangkan
kawasan tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi yang sinergis.
2. mempertimbangkan batas wilayah administrasi, dan menekankan pada
pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses produksi dan distribusi.
3. pengembangan produk unggulan kawasan, serta mendorong terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang
berusaha dan investasi di daerah.
4. peningkatan penyediaan prasarana dan sarana, seperti pembangunan
sistem jaringan perhubungan termasuk outlet-outlet pemasaran yang efisien
dalam rangka menghubungkan kawasan cepat tumbuh dengan pusat-pusat
perdagangan nasional dan internasional, termasuk upaya untuk
meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan dengan wilayah-wilayah
tertinggal;
5. peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk
mendukung pengembangan produk kawasan;
6. pengembangan penelitian dan pengembangan yang menjadi tulang
punggung pengembangan produk berdaya saing;
7. peningkatan akses terhadap sumber input atau faktor produksi, meliputi
pengembangan sarana dan prasarana (infrastruktur fisik, lembaga
penyedia, pelayanan), sumber daya modal (lembaga penyedia, jenis modal,
pelayanan), dan input bahan baku (lembaga penyedia, jenis input);
8. pengembangan keterkaitan, kerjasama dan kemitraan, yaitu penciptaan
jaringan kerja/jejaring yang melibatkan baik antardaerah dalam satu
provinsi, antara pusat-provinsi-kabupaten, antara pemerintah-pengusaha,
atau antara pemerintah-masyarakat-LSM-swasta, dan pengembangan
keterkaitan antar sektor/komoditi (input-output);

84
9. penciptaan Iklim Usaha yang kondusif, yang terdiri dari pengembangan
regulasi yang meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada
pengurangan hambatan untuk iklim usaha, seperti halnya kebijakan fiskal,
insentif dan peraturan perundangan lainnya, beserta penegakan
hukumnya, serta keberadaan leadership baik dalam pemerintahan dan
pemimpin pasar.
Strategi untuk pengembangan kawasan tertinggal meliputi:
1. memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan;
2. membuka akses dan meningkatkan aksessibilitas antara kawasan
tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah;
3. mengembangkanprasarana dan da sarana penunjang kegiatan ekonomi
masyarakat;
4. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan
5. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam
pengelolaan kegiatan ekonomi.
6. peningkatan kapasitas (capacity building) terhadap masyarakat, aparatur
pemerintah, kelembagaan, dan keuangan daerah;
7. peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi di kawasan tertinggal;
8. percepatan pembangunan SDM sangat diperlukan melalui pengembangan
sarana dan prasarana sosial terutama bidang pendidikan dan kesehatan;
9. pembentukan pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyediaan pelayanan umum, terutama untuk wilayah-
wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk rendah dan tersebar;
10. peningkatan kepada sumber-sumber permodalan, khususnya dengan
skema dana bergulir dan kredit mikro, serta melalui upaya penjaminan
kredit mikro oleh pemerintah kepada perbankan;
11. peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di kawasan tertinggal dengan
kawasan cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem
jaringan transportasi yang menghubungkan antar wilayah;
12. pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal, melalui peningkatkan nilai
tambah produk-produk primer dengan pendekatan terpadu dari hulu
hingga hilir;
13. peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pengembangan prasarana
utama untuk kegiatan ekonomi seperti listrik, air bersih, dan
telekomunikasi.

85
2.3.1.3.3.4 Kebijakan dan Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah
Provinsi Maluku Utara
Menurut UU 26/2007 pasal 35 dinyatakan bahwa pengendalian pemanfaatan
ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Maluku Utara
meliputi:
1. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan dalam kerangka yang
berkelanjutan untuk menjamin pemanfaatan ruang yang efisien, efektif dan
responsif terhadap perkembangan kebutuhan aktifitas masyarakat.
2. Menyediakan institusi pengendali yang handal dan mampi untuk
mengadakan pemantauan (monitoring), evaluasi (evaluation), pelaporan
(reporting) dan penertiban pemanfaatan ruang secara efektif
Strategi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Maluku Utara
meliputi:
1. Penentuan peranan, kedudukan dan tanggung-jawab institusi pengendali
masing-masing peringkat wilayah perencanaan.
2. Meningkatkan kemampuan aparat pengendali untuk mengkoordinasikan,
mengendalikan, dan melaksanakan evaluasi atas usulan dan pelaksanaan
pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai peringkat dan yurisdiksi
pemerintahan yang ada, terutama pada program dan proyek yang bersifat
strategis dan berdampak regional.
3. Memberikan kewenangan yang memadai kepada aparat pengendali untuk
dapat mengambil keputusan yang cepat dan efektif, terutama bila
dihadapkan pada kontroversi pemanfaatan ruang yang melibatkan berbagai
pihak.
4. Memberikan akses bagi aparat pengendali terhadap informasi atas program
dan proyek strategis berskala besar dan berdampak luas, dan memiliki
kemampuan untuk mengolah informasi serta mengevaluasi implikasinya
pada Recana Tata Ruang di masing-masing peringkat wilayah perencanaan
yang berkaitan.
5. Memberikan peran terhadap institusi pengenali sebagai mediator dan
fasilitator untuk menampung aspirasi semua stake-holders dalam
pembangunan kawasan sehingga dapat dihasilkan keputusan yang
seimbang dan dapat diterima semua pihak.
6. Melakukan pemantapan dan pengendalian kawasan lindung yang ada di
Provinsi Maluku Utara yang meliputi kawasan Taman Nasional, cagar alam,
cagar budaya, serta kawasan-kawasan lain yang teridentifikasi sebagai

86
kawasan lindung, termasuk kawasan rawan bencana. Pemantapan dan
pengendalian harus dilakukan agar fungsi kawasan lindung dalam
pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan atau budaya bangsa dapat
dipertahankan;
7. Mengendalikan kegiatan budidaya, misalnya hutan produksi, permukiman,
pariwisata, pertanian, dan pertambangan, yang dilakukan pada kawasan-
kawasan lindung tersebut. Kegiatan budidaya pada kawasan lindung perlu
dikendalikan agar dapat diusahakan selaras dengan fungsi lindung.

2.3.1.4 Peta Peta

Peta merupakan salah satu data yang penting, karena dengan peta dapat
diketahui letak dan lokasi dari kegiatan ini secara jelas. Selain itu kita juga dapat
melihat batas-batas wilayah dari tiap kabupaten yang masuk di suatu wilayah
sungai, sehingga dapat dilihat daerah tersebut memiliki kewenangan dalam
pengelolaan pola PSDA pada sungai tersebut apa tidak. Hasil dari inventarisasi
peta, diperoleh antara lain :
Peta administrasi dan topografi
Peta geologi
Peta tata guna lahan
Peta DEM
Untuk lebih jelasnya mengenai peta dari masing masing daerah yang masuk
di WS Halmahera Selatan ini akan disajikan pada gambar gambar berikut ini.

87
2.3.1.4.1 Administrasi

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-2Peta Administrasi Wilayah Sungai Halmahera Selatan

88
2.3.1.4.2 Daerah Aliran Sungai

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-3 Daerah Aliran Sungai WilayahSungai Halmahera Selatan

89
2.3.1.4.3 Topografi

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-4Peta Topografi Wilayah Sungai Halmahera Selatan

90
2.3.1.4.4 Geologi

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-5Peta Penyebaran Jenis Batuan Wilayah Sungai Halmahera Selatan

91
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-6 Peta Formasi Geologi Wilayah Sungai Halmahera Selatan

92
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-7 Peta Lingkungan Pengendapan Wilayah Sungai Halmahera Selatan

93
2.3.1.4.5 Tata Guna Lahan

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-8 Peta Tata Guna Lahan Wilayah Sungai Halmahera Selatan

94
2.3.1.4.6 Hidrogeologi

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-9 Peta Hidrogeologi Wilayah Sungai Halmahera Selatan

95
2.3.1.4.7 Daerah Irigasi

Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-10 Daerah Irigasi Wilayah Sungai Halmahera Selatan

96
2.3.1.4.8 Kemiringan Lereng

97
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-11 Kemiringan Lereng Wilayah Sungai Halmahera Selatan
2.3.1.4.9 Kawasan Lindung

98
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-12 Kawasan Lindung Wilayah Sungai Halmahera Selatan

99
2.3.2 Data Sumber Daya Air

2.3.2.1 Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air,
sungaidanau, lahan basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air
bawah tanah atau air atmosfer. Air permukaan secara alami terisi melalui
presipitasi dan secara alami berkurang melalui penguapan dan rembesan ke
bawah permukaan sehingga menjadi air bawah tanah atau air tanah
(http://id.wikipedia.org/wiki/Air_permukaan).Pada prinsipnya perhitungan
ketersediaan air didasarkan pada curah hujan, luas DAS dan karakteristik lahan.
Pada waktu hujan turun akan menjadi beberapa jenis aliran dan tersimpan
(tertampung), antra lain seperti: aliran permukaan (run-off), infiltrasi, aliran di
bawah tanah, evapo-transpirasi, volume air yang tersimpan di vegetasi, daerah
depresi dan dalam tanah sesuai kapasitas tampungannya (field capacity).(Kodoatie,
& Sjarief, 2005)
Uraian tersebut juga mengandung arti bahwa ketersediaan air optimal adalah
membuat curah hujan yang turun dapat menjadi dependable flow yang optimal
yaitu dengan menampung sebanyak-banyaknya air hujan dan sekaligus menahan
run-off sebesar-besarnya. Menampung air hujan dan menahan run-off merupakan
konsep memanen hujan (rainfall haversting).(Kodoatie, & Sjarief, 2005).
Potensi sumberdaya air suatu wilayah atau kawasan dapat ditinjau darisisi
volume dan kualitas air yang dapat dihasilkan wilayah bersangkutan. Pada
umumnya berdasarkan sumbernya, potensi sumberdaya air khususnya air tawar
dapat digolongkan menjadi: (1) potensi air hujan (presipitasi), (2) potensi air
permukaan berupa air sungai dan air danau, dan (3) potensi air tanah dalam dan
air tanah dangkal. Masing-masingnya dapat diukur dengan besar debit air (volume
air per satuan waktu).
Secara kualitatif, potensi air kelompok pertama (presipitasi) dapat dikatakan
cukup tinggi di seluruh wilayah karena pada umumnya memiliki curah hujan
tahunan tinggi. Kelompok air kedua (air permukaan) rendah karena di seluruh
Provinsi Maluku Utara dialiri oleh banyak sungai kecil dengan kerapatan sungai
rendah sampai sedang. Hal yang sama pada sumber air tanah dalam dan dangkal.
Keberadaan air permukaan yang berasal dari air hujan yang tidak dapat
diserap oleh tanah dan kemudian menjadi aliran permukaan (runoff) melalui
sungai. Pada umumnya air sungai yang mengalir di kawasan hutan (tutupan
vegetasi) yang masih rapat masih dapat dijamin belum terkontaminasi limbah,
sehingga untuk mengolah menjadi air minum dapat dilakukan dengan cara

100
sederhana dan biaya murah.Potensi volume air hujan dapat dimanfaatkan dengan
menggunakan Instalasi Penampungan Air Hujan (IPAH).
Gabungan beberapa DAS menjadi Wilayah Sungai. Untuk aliran permukaan
daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan sistem sumber daya air. Secara
alami sesuai hukum gravitasi, air mengalir dari hulu ke hilir, dari gunung (daerah
yang tinggi) menuju ke laut (daerah yang lebih rendah). Beberapa komponen,
fungsi dan sistem sumber daya air ditunjukkan dalam gambar berikut.

17
9
13
15
2 7
14
4 10
5 16
1 11 3 8
12
6

Keterangan gambar:
Komponen, Fungsi Dan Sistem Komponen, Fungsi Dan Sistem
1. Sungai 10. Pengendalian sedimentasi
2. Waduk, danau, situ, embung 11. Navigasi
3. Sistem Irigasi 12. Pantai
4. Jaringan air bersih 13. Aktifitas konservasi
5. Sistem drainase perkotaan 14. Pengendalian kekeringan
6. Air tanah 15. Penanggulangan longsor
7. PLTA 16. Rawa
8.Pengendalian banjir dan genangan 17. Hutan
9. Pengendalian erosi 18. Dll
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-13DAS merupakan daerah
kesatuan sistem infrastruktur keairan
2.3.2.1.1 Curah Hujan

Pengolahan data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data hujan bulan


runtut waktu (time-series) yang cukup panjang (minimal 10 tahun). Tujuannya
adalah untuk menyusun data debit limpasan (runoff) sintetis time seriesdalam
satuan milimeter perhari atau milimeter perbulan, sehingga pada setiap lokasi

101
sungai dapat diperkirakan data debit runtut waktunya; hal ini sangat bermanfaat
dalam perencanaan maupun pengelolaan sumber daya air.
Seringkali ditemui di dalam suatu wilayah sungai, data curah hujan yang ada
tidak lengkap atau kosong. Saat ini dikenal dua cara untuk memperkirakan data
hujan yang hilang yaitu dengan cara 'Normal Rasio Methode' (Linsley, et.all.,1958)
dan 'Reciprocal Methode' atau 'Inversed squared distance' (Simanton & Osborne,
1980). Untuk 'Normal Rasio Methode' bisa digunakan bila variasi ruang hujan tidak
terlalu besar, sedangkan pada 'Reciprocal Methode' memanfaatkan jarak antar
stasiun sebagai faktor koreksi.
Untuk daerah WS Halmahera Selatan data curah hujan yang tersedia cukup
untuk melakukan analisis ketersediaan air, dikarenakan terdapat beberapa pos
pengukuran curah hujanyang bisa dipakai, yang berada di area WS Halmahera
Selatan. Curah hujan menjadi data yang sangat penting dalam analisis sumber
data air nantinya. Dalam menganalisis ketersediaan air akan digunakan curah
hujan bulanan sedangkan untuk menghitung debit banjir rencana menggunakan
curah hujan harian maksimum.
Wilayah Sungai Halmahera Selatan terdiri dari 265 DAS, di mana terdapat 2
stasiun hujan yang berpengaruh terhadap kondisi hidrologi (ketersediaan maupun
debit limpasan) yang terjadi. Stasiun Hujan terletak di Pulau Ternate dan Pulau
Bacan. Berikut ini adalah data curah hujan bulanan dan harian maksimum
daristasiun hujan di atas yang ada di Wilayah Sungai Halmahera Selatan.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-21Curah Hujan Bulanan di


Stasiun Babullah Ternate

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 307 102 208 127 277 185 0 62 1 22 135 141
2003 74 126 211 196 250 53 191 124 53 174 131 397
2004 138 160 189 156 288 75 66 0 57 5 59 145
2005 20 18 22 18 16 22 19 27 24 19 15 30
2006 140 248 222 150 101 390 12 90 146 4 75 112
2007 235 179 249 150 223 213 141 10 131 113 469 182
2008 190 176 224 282 290 296 79 169 199 263 208 382
2009 134 213 367 370 197 146 75 27 4 25 332 95
2010 225 90 78 333 381 127 211 228 167 270 136 419
2011 352 333 388 150 546 211 42 54 135 27 182 542
Sumber : BMKG Babullah Ternate

102
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-22Curah Hujan Bulanan di
Stasiun Labuha Bacan

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 161 81 133 297 297 93 16 8 0 4 122 81
2003 38 94 181 144 202 55 108 43 35 79 43 136
2004 207 86 165 232 178 53 165 10 146 59 52 91
2005 197 167 116 242 238 164 277 42 12 167 184 278
2006 118 224 146 144 168 450 23 11 300 0 54 139
2007 102 121 159 242 183 367 379 253 362 123 213 410
2008 172 233 219 234 161 335 338 300 436 271 315 361
2009 231 269 285 246 317 163 72 85 4 22 289 136
2010 309 97 69 376 206 235 199 162 198 136 211 332
2011 154 96 218 242 193 151 129 15 159 86 69 308
Sumber : BMKG Labuha Bacan

2.3.2.1.2 Iklim

Berikut ini adalah data klimatologi yang diperoleh dari Stasiun


KlimatologiBabullah Ternateyang ada di dalam wilayah WS Halmahera Selatan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-23 Data SuhuRerata Stasiun


Babullah Ternate

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 27 27 28 27 27 28 26 27 25 27 28 28
2003 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 26
2004 27 27 27 28 27 27 28 26 27 26 27 28
2005 27 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
2006 27 27 27 27 27 26 27 27 26 27 27 27
2007 27 26 26 27 27 27 27 26 27 27 27 27
2008 27 27 26 27 27 27 26 26 27 27 27 27
2009 29 27 27 27 28 27 27 28 28 28 27 27
2010 27 27 28 28 28 27 27 27 27 28 27 27
2011 27 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
Keterangan : Satuan dalam C

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-24 Data Kelembaban Udara


Rerata Stasiun Babullah Ternate

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 83 85 82 84 84 75 80 67 87 74 79 84
2003 83 81 83 85 82 78 82 81 80 83 83 87
2004 84 82 80 82 81 73 78 67 80 74 77 82
2005 84 84 82 85 84 83 82 77 77 80 86 86
2006 85 86 85 84 83 87 75 72 81 75 81 83
2007 84 83 83 84 85 87 81 81 81 88 86 86
2008 83 83 85 85 83 81 85 84 83 85 85 85

103
2009 84 84 80 84 84 77 76 75 74 77 83 82
2010 86 82 81 85 85 85 85 85 84 82 83 85
2011 84 85 85 84 82 82 76 76 83 83 84 85
Keterangan : Satuan dalam %

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-25Data Lama Penyinaran


Matahari Stasiun Babullah Ternate

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 52 49 70 67 60 70 40 87 53 74 56 43
2003 66 46 54 59 69 75 51 57 61 61 54 45
2004 52 52 70 67 60 70 40 87 53 74 55 43
2005 41 62 68 51 61 59 41 69 71 49 44 37
2006 43 56 48 50 60 46 82 79 51 83 69 62
2007 59 56 48 50 60 49 41 38 56 60 47 33
2008 53 51 52 55 63 51 52 43 49 55 51 48
2009 57 55 54 65 63 47 63 75 78 75 59 74
2010 51 75 79 61 67 60 62 55 67 69 71 46
2011 59 41 49 59 46 40 62 55 43 43 64 45
Keterangan : Lama Penyinaran 8 jam, satuan dalam %

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-26Data Kecepatan Angin


Rerata Stasiun Babullah Ternate

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 4 6 5 4 3 4 5 6 5 4 3 4
2003 6 5 5 4 4 3 4 4 4 3 3 5
2004 4 6 6 3 3 6 4 8 3 4 4 5
2005 7 5 6 4 3 3 4 4 4 3 4 4
2006 5 4 5 4 3 3 5 6 4 5 3 3
2007 6 5 4 5 3 3 4 4 4 3 3 3
2008 6 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4
2009 5 5 4 3 3 4 6 5 4 3 3 4
2010 6 6 7 5 5 4 3 3 4 4 4 4
2011 5 5 5 5 5 5 5 6 4 4 4 6
Keterangan : Ketinggian 10 meter, satuan dalam knot

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-27 Data Data Suhu Rerata
Stasiun Labuha Bacan

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 25 25 25 26 25 25 24 24 25 25 26 26
2003 26 26 26 25 26 24 25 24 25 25 26 26
2004 26 25 26 26 26 25 24 23 24 25 26 26
2005 26 26 26 26 25 25 25 25 25 25 26 26
2006 26 26 25 26 26 25 26 25 24 26 26 27
2007 27 26 26 26 26 26 25 25 25 26 26 25
2008 27 26 26 26 33 26 25 27 25 26 26 26
2009 26 27 26 26 26 26 26 26 27 27 27 27
2010 27 27 27 27 27 26 26 26 26 26 26 26
2011 26 26 26 27 26 26 26 26 26 26 27 27

104
Keterangan : Satuan dalam C

105
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-28Data Kelembaban Udara
Rerata Stasiun Labuha Bacan

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 88 86 87 88 88 90 86 84 81 79 84 86
2003 83 85 86 88 88 89 89 89 87 86 62 87
2004 66 88 86 88 87 88 90 85 89 84 85 87
2005 88 86 85 87 90 91 90 88 86 88 87 88
2006 88 85 87 85 88 88 79 81 87 81 84 83
2007 84 84 82 85 86 85 87 89 88 85 84 86
2008 81 84 84 87 85 85 89 90 87 86 86 86
2009 86 85 85 85 85 86 86 84 81 79 83 83
2010 85 83 82 85 88 88 86 86 85 81 84 85
2011 85 84 85 85 87 87 85 84 83 82 83 84
Keterangan : Satuan dalam %

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-29Data Lama Penyinaran


Matahari Stasiun Labuha Bacan

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 69 72 60 67 73 49 92 86 91 83 71 77
2003 73 58 51 57 69 72 55 61 67 68 78 52
2004 59 55 68 68 72 78 37 87 57 84 82 83
2005 53 60 70 51 50 27 45 63 73 57 66 57
2006 47 61 50 46 70 30 72 79 20 75 63 74
2007 61 62 71 70 58 48 37 33 46 59 58 49
2008 63 53 50 53 58 25 31 23 29 29 42 57
2009 61 43 52 66 66 44 60 68 85 77 65 81
2010 48 69 68 62 67 54 55 63 73 63 73 49
2011 54 45 52 61 51 33 53 54 53 75 72 52
Keterangan : Lama Penyinaran 8 jam, satuan dalam %

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-30Data Kecepatan Angin


Rerata Stasiun Labuha Bacan

Bulan
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOP DES
2002 3 3 3 2 2 2 2 3 4 3 3 2
2003 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3
2004 3 2 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3
2005 2 3 3 3 2 2 2 3 4 4 3 3
2006 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 2 2
2007 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2008 3 3 2 2 2 2 2 4 5 4 4 2
2009 3 3 2 2 2 2 3 3 4 3 2 3
2010 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1
2011 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1
Keterangan : Ketinggian 10 meter, satuan dalam knot

Klasifikasi iklim diatas merupakan kalisifikasi iklim menurut Oldeman.


Menurut klasifikasi ini pembagian iklim dibagi menjadi 14 jenis tipe iklim

106
berdasarkan jumlah bulan kering dan bulan basah. Bulan kering adalah bulan
dimana dalam satu bulan itu terjadi hujan kurang dari 100 mm dan bulan basah
adalah bulan dengan jumlah curah hujan dalam satu bulan lebih dari 200 mm.
Berikut ini adalah klasifisikasi iklim menurut Oldeman:
Zona A : lebih dari 9 bulan berturut-turut bulan basah
Zona B1 : 7-9 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2
bulan kering.
Zona B2 : 7-9 bulan berturut-turut bulan basah dan 2-4 bulan kering
Zona C1 : 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2
bulan kering
Zona C2 : 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan 2-4 bulan kering

Zona C3 : 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan 5-6 bulan kering
Zona D1 : 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2
bulan bulan kering
Zona D2 : 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan 2-4 bulan kering
Zona D3 : 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan 5-6 bulan kering
Zona D4 : 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan lebih dari 6 bulan
kering
Zona E1 : kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang
dari 2 bulan kering
Zona E2 : kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan 2-4
bulan kering
Zona E3 : kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan 5-6
bulan kering
Zona E4 : kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan lebih
dari 6 bulan kering

2.3.2.2 Tampungan Air

1. Sungai
Sungai merupakan jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau atau
laut, atau ke sungai yang lain. Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus
hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti
hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu
air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan
sedimen dan polutan.

107
Sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum
menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa
bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air
yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata
air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk
membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran
dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana
sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Kemanfaatan terbesar sebuah
sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran
pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk
dijadikan objek wisata sungai.
Sungai menurut jumlah airnya dibedakan :
1. Sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan
Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di
Sumatera.
2. Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya
banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis
ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan
sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah
Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim
kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh
sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4. Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim
hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis
episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu
banyak.
2. Bendungan, Embung dan Tasik
Bendungan/waduk adalah bangunan penyimpan air. Bendungan sebagai
bangunan utama memiliki bangunan penunjang lainnya seperti: bangunan
pelimpah (spillway) yang berfungsi untuk melimpahkan kelebihan air di dalam
bendungan, bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk pengambilan air dari
waduk, pipa pesat berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air, dll. Bendungan
dari segi konstruksinya juga ada bermacam-macam, misalnya: bendungan tipe
urugan, bendungan beton, dll. Nama lain bendungan antara lain dam dan
reservoir.Belum ada Bendungan di WS Halmahera Selatan.

108
Sedangkan embung juga termasuk bangunan penyimpan air, tapi dengan
kapasitas dan dimensi lebih kecil dari pada bendungan. Suatu tampungan air
dikatakan embung jika kapasitas tampungannya kurang dari 100.000 m3.
Danau / tasik sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu
tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran
sungai, atau karena adanya mata air. Dalam sumber lain mengatakan bahwa
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa
tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh
daratan.Berdasarkan proses terjadinya, danau dibedakan :
1. Danau tektonik yaitu danau yang terbentuk akibat penurunan muka bumi
karena pergeseran / patahan
2. Danau vulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas gunung berapi
3. Danau tektovulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat percampuran
aktivitas tektonisme dan vulkanisme
4. Danau bendungan alami yaitu danau yang terbentuk akibat lembah sungai
terbendung oleh aliran lava saat erupsi terjadi
5. Danau karst yaitu danau yang terbentuk akibat pelarutan tanah kapur
6. Danau glasial yaitu danau yang terbentuk akibat mencairnya es /
keringnya daerah es yang kemudian terisi air
7. Danau buatan yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas manusia
3. Rawa
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanahberlumpur yang
terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan
air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam
airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut.
Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk
kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih
alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau
pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi
dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan
rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Daerah rawa yang cukup luas berpotensi untuk dikembangkan untuk lahan
pertanian. Potensi yang sekarang menjadi komoditi ekspor dari daerah pengaliran
sungai ini adalah kulit buaya. Budidaya ikan tawar belum dikembangkan, baru
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk konsumsi sehari-hari.Tidak ada
rawa di WS Halmahera Selatan.

109
2.3.2.3 Air Tanah

Pengembangan dan pengelolaan air tanah lebih sulit dibandingkan dengan air
permukaan, karena lokasi berada di dalam tanah. (Kodoatie & Sjarief Roestam,
2005). Dalam kondisi alami akuifer pada umumnya dalam status dynamic
equillibrium (Theis, 1938 dalam Fetter, 1994). Artinya sejumlah air (volume)
mengisi (recharge) akuifer dan sejumlah air yang sama akan keluar (discharge) dari
akuifer. Ketinggian muka air akuifer (potentiometric surface) adalah tetap (steady)
dan jumlah air dalam akuifer cenderung tetap. Akuifer mengalirkan air dari daerah
pengisian (recharge area) ke daerah pengeluaran (discharge area). (Kodoatie &
Sjarief Roestam, 2005).
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.Sumber air tanah yang potensial untuk mendukung penyediaan
air baku/air bersih perdesaan dan pertanian, terdapat di beberapa CAT yang ada.
Secara regional potensi aquifer di wilayah WS Halmahera Selatan cukup baik.
Berdasarkan Peta Lokasi Cekungan Air Tanah (CAT) WS Halmahera Selatan,
terdapat 13 CAT yang dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-31Potensi Cekungan Air Tanah


WS Halmahera Selatan
Jumlah Air Tanah
No Nama
No Luas (juta m3/tahun) Kategori
Uru Cekungan Air
CAT (Km) Bebas Tertekan CAT
t Tanah (CAT)
(Q1) (Q2)
1. 321 Kau 1.941 647 215 LK
2. 322 Jailolo-Sidangoli 1.576 531 177 LK
3. 323 Payahe 95 75 - DK
4. 324 Mafa 178 100 - LK
5. 325 Sagea 95 54 - DK
6. 326 Wasile 565 622 - DK
7. 327 Akelamo 362 91 - DK
8. 328 Patani 753 423 - LK
9. 329 Kasiruta 259 91 - DK
10. 330 Mandioli 162 57 - DK
11. 331 Labuha 166 44 15 DK
12. 332 Lansa 79 15 10 DK
13. 333 Wusi 74 26 - DK
Sumber : Kementerian ESDM, Tahun 2009

110
Gambar BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-14 Peta Cekungan Air Tanah Wilayah Sungai Halmahera Selatan

111
2.3.3 Data Kebutuhan Air

Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik
untuk memenuhi kebutuhannya maupun menopang hidupnya secara alami.
Kegunaan air yang bersifat universal atau menyeluruh dari setiap aspek
kehidupan menjadi semakin berharganya air baik jika dilihat dari segi kuantitas
maupun kualitasnya. Air di bumi sekitar 95,1% adalah air asin sedangkan 4,9%
berupa air tawar, hal ini tentu saja menjadi perhatian yang sangat penting
mengingat keberadaan air yang bisa dimanfaatkan terbatas sedangkan kebutuhan
manusia tidak terbatas sehingga perlu suatu pengelolaan yang baik agar air dapat
dimanfaatkan secara lestari.
Pemanfaatan air tentu akan sangat berkaitan dengan ketersediaan dan jenis
pemanfaatan seperti pemanfaatan air untuk irigasi, perikanan, peternakan,
perkebunan, industri, dan lainnya. Adanya berbagai kepentingan dalam
pemanfaatan air dapat menimbulkan terjadinya konflik baik dalam penggunaan
airnya maupun cara memperolehnya. Seiring dengan bertambahnya penduduk
maka persaingan untuk mendapatlkan air untuk berbagai macam kepentingan
pun terus meningkat.
Konsep mengenai ketersediaan dan kebutuhan air perlu dipahami dengan baik
agar pola penggunaan air atau manajemen dapat baik pula sehingga hal-hal
negatif seperti krisis air, banjir, kekeringan, maupun dampak-dampak lainnya
setidaknya dapat direduksi. Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air
yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih
domestik dan non domestik, air irigasi baik pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, maupun industri. Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan :
Kebutuhan Air Domestik : keperluan rumah tangga.
Kebutuhan Air Non Domestik : untuk industri, pariwisata, tempat ibadah,
tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau tempat umum lainnya.
Kebutuhan air industri
Kebutuhan air pertanian
Kebutuhan air peternakan
Kebutuhan air perikanan
Untuk itu, evaluasi sumberdaya air sangat penting dilakukan agar semua
potensi air yang ada dapat diinventarisasi dan dihitung ketersediaannya dan juga
menghitung kebutuhan air sehingga dapat diupayakan sebuah rencana yang ideal
agar kebutuhan manusia terpenuhi dan ketersesiaan air tetap terjaga.

112
2.3.3.1 Kebutuhan Air
Rumah Tangga, Perkotaan dan Industri (RKI)

Air akan sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan aktivitas manusia
(Jasrotia dkk, 2009). Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah
penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air
akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto,2008).
Kebutuhan air RKI ini pada dasarnya sudah mencakup perhitungan terhadap
kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik (rumah tangga) yaitu
kebutuhan air yang diperlukan oleh seseorang untuk aktivitas kesehariaanya,
sedangkan kebutuhan air non domestik (perkotaan) meliputi kebutuhan fasilitas
umum yang ada di kota tersebut. Dan kebutuhan air industri merupakan
kebutuhan air yang diperlukan suatu kegiatan industri guna melakukan kegiatan
kesehariannya dibidangnya.
Dalam menentukan kebutuhan air rumah tangga untuk Wilayah Sungai
Halmahera Selatan perlu terlebih dahulu ditinjau jumlah penduduk yang ada pada
saat ini di tiap-tiap daerah aliran sungai serta proyeksi jumlah penduduk pada
masa mendatang. Hasil dari analisis perkembangan penduduk akan digunakan
sebagai dasar dalam perhitungan perencanaan pengembangan sistem penyediaan
air bersih. Berikut ini adalah data total jumlah penduduk di kabupaten/kota di
Wilayah Sungai Halmahera Selatan pada Tahun 2011.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-32 Jumlah dan Kepadatan


Penduduk di Kabupaten/Kota
Yang Masuk di WS Halmahera SelatanTahun 2010
No Kota/Kab Kecamatan Penduduk 2011 (jiwa)
1 Halmahera Selatan Bacan 1992
Mandioli Selatan 5798
Mandoli Utara 2990
Bacan Selatan 13265
Kep Batang Lomang 6177
Bacan Timur 951
Bacan Timur Selatan 6460
Bacan Timur Tengah 5229
Bacan Barat 3549
Kasiruta Barat 4521
Kasiruta Timur 3847
Bacan Barat Utara 496
Kayoa 8180
Kayoa Barat 3469
Kayoa Selatan 5856
Kayoa Utara 2671
Pulau Makian 8977
Makian Barat 3417

113
No Kota/Kab Kecamatan Penduduk 2011 (jiwa)
Gane Barat 7972
Gane Barat Selatan 5545
Gane Barat Utara 627
Kep Joronga 5264
Gane Timur 8729
Gane Timur Tengah 3796
Gane Timur Selatan 3478
Oba 10337
Oba Selatan 4892
2 Tidore Kepulauan
Oba Utara 13331
Oba Tengah 7659
3 Ternate Moti 4399
Maba Selatan 6105
Kota Maba 7508
Wasile Selatan 10999
Wasile 8915
Wasile Timur 8560
4 Halmahera Timur
Wasile Tengah 4768
Wasile Utara 4220
Maba 9767
Maba Tengah 5011
Maba Utara 7113
Weda 6656
Weda Selatan 4881
Weda Utara 6190
Weda Tengah 3929
5 Halmahera Tengah
Pulau Gebe 4644
Patani 3907
Patani Utara 8922
Patani Barat 3613
Sumber : Maluku Utara dalam Angka, Tahun 2011
Setelah diketahui data total jumlah penduduk di kabupaten/kota di Wilayah
Sungai Halmahera Selatan, langkah selanjutnya kita cari luas wilayah administrasi
kabupaten/kota yang masuk ke dalam Wilayah Sungai Halmahera Selatan yang
dianalisis berdasarkan daerah aliran sungai di dalamnya. Dari hasil analisis
tersebut didapatkan hasil prosentase daerah aliran sungai yang masuk ke
kabupaten/kota dan jumlah penduduk yang ada pada Tahun 2011.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-33Data Penduduk Tahun 2010


Tiap-Tiap DAS di WS Halmahera Selatan

Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase


Halmahera Selatan 61 DAS Foya 63,00 30%
62 DAS Kuala Bali 79,30 94%
63 DAS Santu 22,41 100%
64 DAS Lelubi 30,59 100%
65 DAS Saleo 30,57 100%

114
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
66 DAS Matfa 25,66 100%
67 DAS Lamo 222,33 99%
68 DAS Floa 181,62 100%
69 DAS Batonam 74,28 100%
70 DAS Tingsonga 84,78 100%
71 DAS Wasi 17,77 100%
72 DAS Barungbarung 16,10 100%
73 DAS Wosi 62,89 100%
74 DAS Tima 11,73 100%
75 DAS Wemlonga 56,25 100%
76 DAS Uboubo 38,25 100%
77 DAS Gola 63,63 100%
78 DAS Dingaloal Besar 22,02 100%
79 DAS Wali 39,72 100%
80 DAS Tagia 45,10 100%
81 DAS Saole 32,14 100%
82 DAS Beua 104,35 100%
83 DAS Liap 89,60 100%
84 DAS Tulebawake 19,64 100%
85 DAS Suarat 119,02 100%
86 DAS Toman 76,36 100%
87 DAS Warengi 30,45 100%
88 DAS Sua 27,32 100%
89 DAS Gainanu 14,07 100%
90 DAS Wagiat 85,29 100%
91 DAS Botan 45,57 100%
92 DAS Loteongueu 40,08 100%
93 DAS Samamalilinga 12,78 100%
94 DAS Jebubu Besar 19,79 100%
95 DAS Diwol 12,06 100%
96 DAS Falamalongilu 13,47 100%
97 DAS Uoubo 6,28 100%
98 DAS Uoyang 9,71 100%
99 DAS Samamaluku 19,18 100%
100 DAS Jaga 7,74 100%
101 DAS Kolanomaake 3,88 100%
102 DAS Papaceda 3,18 100%
103 DAS Kadabu 3,80 100%
104 DAS Rano 35,92 100%
105 DAS Tagli 15,62 100%
106 DAS Ali 8,53 100%
107 DAS Lipai 8,89 100%

115
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
108 DAS Saketa 34,52 100%
109 DAS Tango 15,62 100%
110 DAS Lasa 20,26 100%
111 DAS Bobiri 8,11 100%
112 DAS Bosso 10,42 100%
113 DAS Rogirogi 45,57 100%
114 DAS Tokaka 15,12 100%
115 DAS Moloku 21,64 100%
116 DAS Samo 55,26 100%
117 DAS Samat 3,58 100%
118 DAS Moang Kecil 8,32 100%
119 DAS Sumira 47,83 93%
186 DAS Para 1,14 100%
187 DAS Ngofaklaha 4,69 100%
188 DAS Tiowon 5,79 100%
189 DAS Sangapati 4,74 100%
190 DAS Uratbaru 6,41 100%
191 DAS Bakuli 7,11 100%
192 DAS Waitakapat 12,20 100%
193 DAS Malapa 5,84 100%
194 DAS Bobawa 6,40 100%
195 DAS Taboso 9,13 100%
196 DAS Subabe 10,04 100%
197 DAS Salolo 4,21 100%
198 DAS Kagohi 6,45 100%
199 DAS Kayoa 6,39 100%
200 DAS Guruapin 92,03 100%
201 DAS Taneti 31,45 100%
202 DAS Latalata 50,72 100%
203 DAS Dihuru 19,99 100%
204 DAS Kou 33,25 100%
205 DAS Kota 30,01 100%
206 DAS Turibesar 26,25 100%
207 DAS Jabubu 26,28 100%
208 DAS Supai 40,01 100%
209 DAS Puacaritos 42,03 100%
210 DAS Langgudi 89,93 100%
211 DAS Imbuimbu 54,77 100%
212 DAS Kasituta 22,17 100%
213 DAS Doko 5,42 100%
214 DAS Palamea 16,00 100%
215 DAS Mamang 17,58 100%

116
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
216 DAS Ngome 23,25 100%
217 DAS Jojame 47,07 100%
218 DAS Kasolaka 32,10 100%
219 DAS Kailaka 3,74 100%
220 DAS Nyali 37,74 100%
221 DAS Gilalang 25,40 100%
222 DAS Timonga 19,62 100%
223 DAS Gamemu 46,96 100%
224 DAS Jolaro 31,70 100%
225 DAS Nyilinyati 80,36 100%
226 DAS Ramang 47,01 100%
227 DAS Samalanga 252,85 100%
228 DAS Tawale 49,12 100%
229 DAS Wayaua 62,61 100%
230 DAS Songa 43,93 100%
231 DAS Bibinoy 77,98 100%
232 DAS Raim 48,90 100%
233 DAS Batipota 46,97 100%
234 DAS Batisa 104,76 100%
235 DAS Laleba 25,00 100%
236 DAS Lanio 16,26 100%
237 DAS Mati 13,19 100%
238 DAS Jikolamo 11,31 100%
239 DAS Orimaoho Kecil 6,17 100%
240 DAS Wayamoha 11,51 100%
241 DAS Turpana 4,44 100%
242 DAS Linggua 19,09 100%
243 DAS Salowako 14,79 100%
244 DAS Ngame 30,90 100%
245 DAS Permasang 20,98 100%
246 DAS Bilik 5,62 100%
247 DAS Kubung 46,18 100%
248 DAS Subusubu 17,08 100%
249 DAS Tuakang 23,44 100%
250 DAS Kupal 32,71 100%
251 DAS Mandaong 99,20 100%
252 DAS Inggol 61,61 100%
253 DAS Sengge 52,55 100%
254 DAS Indamut 13,72 100%
255 DAS Kapulusan 119,86 100%
256 DAS Sumatinggi 41,80 100%
257 DAS Bobo 32,96 100%

117
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
258 DAS Kusubabi 31,54 100%
259 DAS Ahadau 41,07 100%
260 DAS Waya 36,71 100%
261 DAS Hanambane 87,92 100%
262 DAS Mandioli 50,30 100%
263 DAS Damar 59,53 100%
264 DAS Hasil 25,94 100%
Tidore Kepulauan 54 DAS Kobe 258,93 32%
57 DAS Fidi 85,57 53%
58 DAS Yeteta 15,13 32%
59 DAS Roti 1,59 4%
60 DAS Tilope 38,43 46%
61 DAS Foya 74,4 35%
62 DAS Kuala Bali 5,34 6%
67 DAS Lamo 1,15 1%
119 DAS Sumira 3,53 7%
120 DAS Dehopoda 27,30 100%
121 DAS Gulaci 23,00 100%
122 DAS Lifofa 51,59 100%
123 DAS Adala 18,27 100%
124 DAS Maidi 27,92 100%
125 DAS Tafaga 38,49 100%
126 DAS Jorongmadana 12,69 100%
127 DAS Toe 11,39 100%
128 DAS Tos 26,49 100%
129 DAS Nawari 27,07 100%
130 DAS Payahe 5,64 100%
131 DAS Tayawi 29,14 100%
132 DAS Koli 53,20 100%
133 DAS Iyadimatiti 360,10 100%
134 DAS Tului 25,74 100%
135 DAS Tawa 17,83 100%
136 DAS Lola 36,10 100%
137 DAS Loko 10,01 100%
138 DAS Siokona 12,09 100%
139 DAS Roy 90,70 100%
140 DAS Tobebatu 29,07 100%
141 DAS Sabaru 22,40 100%
142 DAS Mira 24,47 100%
143 DAS Oba 64,26 100%
144 DAS Kayasa 34,15 100%
145 DAS Tagorango 163,96 100%

118
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
146 DAS Ngoguni 8,10 19%
147 DAS Tomores 43,24 82%
148 DAS Pariama 1,97 1%
179 DAS Tuma 3,33 100%
180 DAS Tadena 4,58 100%
181 DAS Dabaang 5,06 100%
Ternate (Pulau Moti) 182 DAS Tanjung 2,82 100%
183 DAS Gomang 2,55 100%
184 DAS Fitako 3,14 100%
185 DAS Kibal 3,50 100%
Halmahera Timur 1 DAS Dowango 57,20 100%
2 DAS Pematango 162,76 100%
3 DAS Akelamo 649,79 100%
4 DAS Wayai 40,14 100%
5 DAS Mabulan 68,43 100%
6 DAS Titunus 28,04 100%
7 DAS Afu 17,07 100%
8 DAS Lili 141,36 100%
9 DAS Waisango 121,09 100%
10 DAS Onat 543,71 100%
11 DAS Goifali 32,50 100%
12 DAS Wayamli 21,57 100%
13 DAS Galatita 61,43 100%
14 DAS Wala 62,78 100%
15 DAS Pekaulang 105,64 100%
16 DAS Gau 74,64 100%
17 DAS Gamesan 43,65 100%
18 DAS Bukumatiti 12,65 100%
19 DAS Waifli 32,02 100%
20 DAS Soalaipoh 71,35 100%
21 DAS Sangaji 842,48 100%
22 DAS Gipyolimbi 128,83 100%
23 DAS Misoliwoyo 41,61 100%
24 DAS Gotowasi 14,58 100%
25 DAS Waci 217,64 58%
26 DAS Woyokia 34,51 75%
47 DAS Doe 11,98 6%
50 DAS Waleh 45,93 22%
51 DAS Sepo 23,11 12%
54 DAS Kobe 101,12 12%
146 DAS Ngoguni 34,25 81%
147 DAS Tomores 9,51 18%

119
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
148 DAS Pariama 160,60 94%
149 DAS Ekor 24,83 100%
150 DAS Minimin 18,25 100%
151 DAS Jawali 34,03 100%
152 DAS Saosati 96,44 100%
153 DAS Waijol 82,64 100%
154 DAS Tolawi 188,94 100%
155 DAS Akesalaka 42,67 100%
156 DAS Wasilae 22,43 100%
157 DAS Gurua 44,57 100%
158 DAS Subaim 40,89 100%
159 DAS Opyang 203,08 100%
160 DAS Dodoga 289,62 100%
161 DAS Wabti 29,90 100%
162 DAS Tutuli 136,07 100%
163 DAS Petegon 85,55 100%
164 DAS Titilegan 15,05 100%
165 DAS Lolobata 96,16 100%
166 DAS Milaning 28,66 100%
167 DAS Koicina 96,59 100%
168 DAS Tatuo 13,66 100%
169 DAS Iga 40,13 100%
170 DAS Ngairi 17,95 100%
171 DAS Gagaeli 185,12 100%
172 DAS Buli 56,69 100%
173 DAS Tatam 78,65 100%
174 DAS Hapihapa 25,81 100%
175 DAS Niwiwi 49,24 100%
176 DAS Cepang 26,49 100%
177 DAS Lobilobi 42,39 100%
178 DAS Jerawai 20,40 100%
Halmahera Tengah 25 DAS Waci 155,82 42%
26 DAS Woyokia 11,38 25%
27 DAS Bialcili 53,59 100%
28 DAS Bim 68,02 100%
29 DAS Beb 37,86 100%
30 DAS Oat 38,03 100%
31 DAS Gawani 54,08 100%
32 DAS Peniti 22,77 100%
33 DAS Kipin 10,15 100%
34 DAS Fan 21,26 100%
35 DAS Dolori 45,49 100%

120
Kabupaten No. DAS Nama DAS Luas Persentase
36 DAS Lololimdi 23,91 100%
37 DAS Ngangamiango 40,07 100%
38 DAS Palpopo 12,71 100%
39 DAS Sakaw 12,52 100%
40 DAS Yaba 13,24 100%
41 DAS Camece 11,35 100%
42 DAS Wasis 18,35 100%
43 DAS Moreala 27,87 100%
44 DAS Biaboki 24,38 100%
45 DAS Botiol 22,42 100%
46 DAS Bone 21,33 100%
47 DAS Doe 186,26 94%
48 DAS Mesa 27,88 100%
49 DAS Sepa 31,38 100%
50 DAS Waleh 166,99 78%
51 DAS Sepo 165,77 88%
52 DAS Gemaf 45,09 100%
53 DAS Leuef 31,85 100%
54 DAS Kobe 450,65 56%
55 DAS Tegalis 34,15 100%
56 DAS Wastulo 12,53 100%
57 DAS Fidi 76,08 47%
58 DAS Yeteta 31,56 68%
59 DAS Roti 41,58 96%
60 DAS Tilope 45,56 54%
61 DAS Foya 73,74 35%
148 DAS Pariama 8,99 5%
265 DAS Gebe 140,64 100%
Sumber : Keppres No. 12 Tahun 2012 dan Hasil Analisis GIS

121
Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-34Kebutuhan Air Rumah Tangga Perkotaan dan
Industri (RKI)
WS Halmahera Selatan Tahun 2011

Kebutuhan Air
Penduduk Rumah Tangga
No Kota/Kab
(jiwa) Perkotaan Industri Total RKI
(m3/detik) (m3/detik) (m3/detik)
Halmahera
1 Selatan 123256 0,08903 0,00283 0,09187
Tidore
2 Kepulauan 36219 0,02616 0,00083 0,02700
Ternate (Pulau
3 Moti) 4399 0,00318 0,00010 0,00328
Halmahera
4 Timur 72966 0,05271 0,00168 0,05438
Halmahera
5 Tengah 42742 0,03087 0,00098 0,03186
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2011

2.3.3.2 Kebutuhan Air


Untuk Pertanian

Air untuk pertanian merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau
waduk melalui saluran-saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna
menjaga keseimbangan air dan kepentingan pertanian (Suhardjono, 1994 dalam
Gunawan, 2008). Air sangat dibutuhkan untuk produksi pangan, seandainya
pasokan air tidak berjalan baik maka hasil pertanian pun akan terpengaruh. Air
untuk pertanian dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai.
Kebutuhan air untuk pertanian di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dibedakan
dalam kebutuhan air perkebunan, pertanian lahan kering, kebutuhan air
pertanian lahan campur, dan kebutuhan air persawahan.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-35 Kebutuhan Air Pertanian di WS Halmahera
Selatan

No Kota/Kab Total Kebutuhan Air Pertanian (m3/detik)


1 Halmahera Selatan 49,4499
2 Tidore Kepulauan 13,2575
3 Ternate (Pulau Moti) 1,8989
4 Halmahera Timur 13,8723
5 Halmahera Tengah 25,4402
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2011

122
2.3.3.3 Kebutuhan Air
Untuk Peternakan

Bidang peternakan juga membutuhkan air untuk minum ternak,. Cara yang
mudah untuk menghitung kebutuhan air ternak adalah menghitung jumlah ternak
dan mengalikan dengan kebutuhan airnya (Yulistyanto dan Kironoto, 2008). Jenis
ternak yang berbeda memiliki kebutuhan air yang berbeda pula. Standar yang
digunakan untuk menghitung kebutuhan setiap ternak adalah dari SNI 2002 yang
didasarkan pada hasil penelitian tentang sumberdaya air nasional Tahun 1992.
Besar kecilnya peternakan akan berpengaruh juga terhadap kebutuhan airnya.
Jenis ternak juga memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan air.
Kebutuhan air untuk peternakan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan
dibedakan dalam kebutuhan air peternakan untuk ternak besar, kebutuhan air
peternakan untuk ternak kecil, dan kebutuhan air peternakan untuk unggas. Hasil
kebutuhan air peternakan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan per
kabupatenpada Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-36Proyeksi Jumlah Ternak WS Halmahera


Selatan

Populasi
No Kota/Kab Ternak Besar Ternak Kecil Unggas
(ekor) (ekor) (ekor)
1 Halmahera Selatan 2369 20386 27373
2 Tidore Kepulauan 1041 2262 21790
3 Ternate (Pulau Moti) 273 1488 13316
4 Halmahera Timur 8162 6183 93153
5 Halmahera Tengah 4522 6393 122076
Sumber : Maluku Utara dalam Angka Tahun 2010

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-37Kebutuhan Air Untuk Ternak WS Halmahera
Selatan

Kebutuhan
No Kota/Kab Ternak Besar Ternak Kecil Unggas
(m3/detik) (m3/detik) (m3/detik)
1 Halmahera Selatan 0,0002742 0,0011797 0,0001901
2 Tidore Kepulauan 0,0001205 0,0001309 0,0001513
3 Ternate (Pulau Moti) 0,0000316 0,0000861 0,0000925
4 Halmahera Timur 0,0009447 0,0003578 0,0006469
5 Halmahera Tengah 0,0005234 0,0003700 0,0008478
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2011

2.3.3.4 Kebutuhan Air


Untuk Perikanan

Aspek perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air


karena tentu untuk menggenangi kolam budidaya ikan sehingga diperlukan air

123
dalam volume besar agar tercipta tempat hidup yang cocok untuk perkembangan
ikan. Kebutuhan ini dimaksudkan pada saat awal tanam dan pergantian air (Heru,
1986). Hasil kebutuhan air untuk perikanan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan
per kabupatenpada Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel BAB 2 KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI-38Luas Lahan Perikanan dan Kebutuhan Airnya

Perikanan Kebutuhan Perikanan


No Kota/Kab (km2) (m3/detik)
1 Halmahera Selatan 0 0
2 Tidore Kepulauan 0 0
3 Ternate (Pulau Moti) 0 0
4 Halmahera Timur 42,296 19,58148
5 Halmahera Tengah 0 0
Sumber :Analisis Olahan GIS dan Hasil Perhitungan Tahun 2011

2.4 Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan

Identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan ditinjau dari 5 (lima) aspek


pengelolaan sumber daya air yaitu Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan
Sumber Daya Air, Pengendalian Daya Rusak Air, Sistem Informasi Sumber Daya
Air dan Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha.
Berikut ini adalah identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan pengelolaan
sumber daya air di Wilayah Sungai Halmahera Selatan yang ditinjau dari 5 (lima)
aspek pengelolaan sumber daya air.

2.4.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Di WS Halmahera Selatan, erosi dan sedimentasi merupakan salah satu


permasalahan yang mengancam kelestarian fungsi Sumber Daya Air serta
keberlangsungan manfaat yang diperoleh dari upaya pengembangandan
pengelolaan Sumber Daya Air yang telah dilaksanakan. Total lahan kritis di WS
Halmahera Selatan mulai kategori potensial kritis, kritis hingga sangat kritis pada
saat ini mencapai luas kurang lebih 8776 km2 (57% dari luas total WS sebesar
15.432,4 km2), akibat proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi.
Permasalahan konservasi sumber daya air di WS Halmahera Selatan adalah:
a. Meningkatnya luas lahan kritis yang disebabkan pembukaan lahan untuk
perkebunan.
b. Tingkat kerusakan hutan makin meningkat akibat penebangan liar,
kebakaran, perambah hutan, serta kurangnya tenaga pengawas hutan
sehingga mengakibakan kerusakan DAS.
c. Meningkatnya erosi dan sedimentasi di Wilayah Sungai Halmahera Selatan
akibat pengolahan tanah yang tidak memperhatikan kaidah konservasi.

124
d. Banyaknya pelanggaran di sempadan sungai yang digunakan untuk
pemukiman, industri.
e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi.

2.4.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Pendayagunaan air dapat diartikan pemanfaatan air diberbagai sektor. Sektor


ini dapat berupa pertanian, energi, sosial maupun ekonomi. Permasalahan
pendayagunaan sumber daya air di WS Halmahera Selatan adalah :
a. Kurangnya ketersediaanair baku yang memenuhi syarat secara kualitas.
b. Belum adanya zonasi pemanfaatan dan peruntukan sumber daya air
maupun sumber air yang memperhatikan fungsi lindung dan budidaya.
c. Kebutuhan air bersih dari PDAM belum memadai dikarenakan sulitnya
mendapat sumber air yang memenuhi standar untuk pengolahan.
d. Pemanfaatan air untuk kebutuhan irigasi yang belum optimal karena
kurangnya sarana dan prasarana yang ada.
e. Tingginya alih fungsi lahan (dari sawah, semak) menjadi area
pertambangan.
f. Pengusahaan sumber daya air pada ruas sungai tertentu oleh dunia usaha
maupun masyarakat yang belum teratur.

2.4.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Di beberapa lokasi pada ruas sungai yang mengalami degradasi dasar sungai
telah terjadi longsoran tebing, destabilitasi dan kerusakan bangunan-bangunan
seperti pilar jembatan, intake pengambilandan lain-lain dimana rehabilitasi
kerusakan-kerusakan tersebut akan memerlukan biaya yang sangat besar.
Permasalahan pada aspek pengendalian daya rusak air adalah :
a. Terjadi banjir pada musim hujan di kawasan bantaran dan sekitar sungai.
b. Tingkat erosi dan sedimentasi dan degradasi sungai yang sangat tinggi
akibat hilangnya kawasan hutan dan lapisan tanah subur.
c. Pencemaran sungai akibat limbah domestik (rumah tangga, pertokoan,
hotel dll) dan limbah industri pertambangan.
d. Abrasi pantai di wilayah pesisir sehingga mengakibatkan perubahan garis
pantai dan kerusakan pemukiman di sekitar pantai di WSHalmahera
Selatan.
e. Belum seluruhnya bangunan pengendali banjir yang direncanakan dapat
terealisasi.

125
2.4.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Aspek sistem informasi sumber daya air dan ketersediaan data sumber daya
air yang meliputi kerapatan stasiun hidroklimatologi, jumlah dan kondisi stasiun
hidroklimatologi yang berfungsi/rusak, stasiun pengukur tinggi muka air/debit,
stasiun pengamatan kualitas air pada sumber air dan badan air, serta keberadaan
data series (curah hujan dan debit), keakuratan data dan keberadaan sistim
informasi data sumber daya air.
Permasalahan terkait dengan Sistim Informasi Sumber Daya Air yang di
jumpai di WS Halmahera Selatan adalah sebagai berikut :
a. Belum ada sistimatika pencatatan data yang baku dan terkoordinasi
dengan Instansi lain yang mempunyai kepentingan yang sama
sehingga terjadi tumpang tindih data & berbeda (misal nama dan jumlah
sungai berbeda beda).
b. Pencatatan data time series tidak kontinyu dilakukan dengan baik karena
keterbatasan SDM (ketrampilan) maupun peralatan ( belum ada atau
rusak).
c. Kerapatan alat monitoring (AWLR, Rain gauge dll) masih sangat rendah
sehingga kurang akurat dipakai sebagai alat peramalan atau prediksi.
d. Sistem peringatan dini banjir belum ada di seluruh wilayah sungai.
e. Menejemen dan publikasi data perlu ditingkatkan sehingga mudah dan
cepat diakses semua pihak terkait.

2.4.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha

Aspek pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha


serta kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai, khususnya terhadap:
a. keberadaan dan jumlah organisasi pengguna air;
b. kemandirian organisasi (kemampuan swadaya);
c. keberadaan dan jumlah usaha yang sangat tergantung pada ketersediaan
air serta peran dunia usaha terhadap pengelolaan sumber daya air; dan
d. kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang meliputi landasan hukum
pembentukannya, jumlah lembaga, lingkup kegiatan, frekuensi koordinasi
antarlembaga (dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan).
Hasil identifikasi mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya
air adalah sebagai berikut :

126
1. Adanya anggapan bahwa masalah pengelolaan sumber daya air merupakan
tanggung jawab pemerintah, sehingga masyarakat belum memiliki tingkat
kepedulian yang tinggi dalam pengelolaan sumber daya air ini baik dalam
tahap perencanaan maupun tahap konstruksi dan pemeliharaan.
2. Dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan Sumber Daya
Air, peran masyarakat masih kurang dilibatkan.
3. Wadah untuk mengkoordinasi masyarakat dalam upaya pengelolaan
Sumber Daya Air sudah terbentuk, namun masih diperlukan konsolidasi.

2.5 Identifikasi Potensi Yang Bisa Dikembangkan

Identifikasi potensi di Wilayah Sungai Halmahera Selatan ini juga ditinjau dari
5 (lima) aspek pengelolaan sumber daya air yaitu Konservasi Sumber Daya Air,
Pendayagunaan Sumber Daya Air, Pengendalian Daya Rusak Air, Sistem Informasi
Sumber Daya Air dan Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan
Dunia Usaha.
Berikut ini hasil identifikasi potensi yang bisa dikembangkan di Wilayah Sungai
Halmahera Selatanditinjau dari 5 (lima) aspek pengelolaan sumber daya air.

2.5.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dariaspek konservasi sumber daya


air yaitu :
1. Reboisasi hutan sebagai bentuk rehabilitasi DAS (khususnya di daerah
dengan potensi lahan kritis).
2. Pembangunan waduk atau embung di daerah non Cekungan Air Tanah.
3. Pengembangan kaidah konservasi dalam pengelolaan tanah baik
pertanian, ladang maupun perkebunan.
4. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan TPA

2.5.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dari aspek pendayagunaan sumber


daya air yaitu :
1. Pembangunan waduk/bendungan multi purpose sebagai tampungan air
dan juga sebagai pembangkit listrik (PLTA) dalam rangka peningkatan
pelayanan kebutuhan air dan energi.
2. Penambahan sumber air baku dengan memanfaatkan air tanah,
danau/situ, relokasi pemanfaatan air serta waduk kecil (embung).

127
3. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), WTP dan long storage
guna menampung air diwaktu berlebih dan memanfaatkan di waktu
kekurangan.
4. Pengembangan daerah dan jaringan irigasi.

2.5.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dari aspek pengendalian daya


rusak air yaitu:
1. Pembangunan dan / rehabilitasi bangunan sungai, tanggul dan alur
sungai agar menambah kapasitas tampungan dan dampak limpasan air
sungai.
2. Pembangunan pengaman / perkuatan tebing sungai agar mencegah
longsor.
3. Pembangunan bangunan pengaman pantai (tembok laut atau krib)
untuk penanganan abrasi pantai.
4. Pembanguan waduk untuk pengendali banjir dan chek dam untuk
pengendali sedimen.

2.5.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dari aspek sistem informasi sumber
daya air yaitu :
1. Pengembangan sistem informasi Sumber Daya Air agar dapat diakses
dan dipahami oleh berbagai pihak, tentunya demi kepentingan
pengelolaan sumber daya air terpadu.
2. Role sharing antar institusi pengelola sumber daya air yang
memungkinkan sharing terhadap sistem informasi yang ada.
3. Peningkatan sumber daya manusia agar sistem informasi ini dapat
berjalan secara maksimal.

2.5.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha

Potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dari aspek pemberdayaan dan


peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha yaitu :
1. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
2. Peningkatan kesadaran pemangku kepentingan (masyarakat) dalam
pengelolaan sumber daya air.

128
3. Keterlibatan masyarakat sejak tahap perencanaan, konstruksi hingga
pemeliharaan.
4. Pembentukan Tim Koordinasi Pengelola Sumber Daya Air WS
Halmahera Selatan sebagai wadah koordinasi dalam pengelolaan
sumber daya air di wilayah sungai tersebut.
5. Pembentukan GNKPA sebagai sarana untuk mewujudkan kesadaran
dan peran masyarakat/dunia usaha dalam hal penyelamatan sumber
air.

129
3 BAB 3
ANALISIS DATA

3.1 Asumsi, Kriteria dan Standar

3.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

3.1.1.1 Standar Struktur


Penataan Ruang Wilayah

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, RUANG didefinisikan sebagai wadah


yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Dalam UU yang sama dinyatakan pengertian STRUKTUR RUANG adalah
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Struktur ruang wilayah merupakan representasi dari visi pengembangan
wilayah yang dituangkan dalam bentuk keterkaitan antar pusat-pusat
pengembangan di wilayah bersangkutan. Rencana struktur ruang wilayah adalah
bentuk keterkaitan wilayah secara fisik maupun nonfisik yang ingin dicapai pada
kurun waktu tertentu.
Dalam penentuan struktur ruang wilayah, azas demokratisasi ruang dan azas
peningkatan sinergi wilayah merupakan prinsip dasar yang seyogyanya dijadikan
acuan utama dalam proses perumusan rencana struktur ruang. Dengan mengacu
pada kedua azas tersebut, maka perumusan rencana struktur ruang wilayah
provinsi tidak akan terlepas dari tujuan untuk menciptakan kemudahan yang
proporsional bagi masyarakat dimanapun ia berada untuk menikmati pelayanan
faslitas sosial-ekonomi, dan kemudahan bagi sektor untuk melaksanakan
program-programnya, serta penciptaan keterkaitan fungsional antara pusat-pusat
pemukiman/pelayanan sedemikian sehingga wilayah dapat ditingkatkan
kemampuannya.

130
Beberapa faktor yang umumnya mempengaruhi struktur ruang suatu wilayah
antara
lain:
1. SEJARAH PERKEMBANGAN WILAYAH (HISTORICAL DEVELOPMENT). Pola tata guna
lahan dari beberapa kota di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sejarah
perkembangan wilayah tersebut, termasuk pula adat istiadat asli daerah.
Oleh karena itu di beberapa wilayah perkembangan pola dan struktur tata
guna lahan juga memperhatikan sejarah dan adat-istiadat setempat;
2. KONDISI TOPOGRAFI (TOPOGRAPHICAL FEATURES). Aspek fisik, seperti sungai,
gunung, dataran, kemiringan, angin, cuaca dan geologi seringkali
mempengaruhi keputusan lokasi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda.
Sebagai contoh, aktivitas pertahanan, pelabuhan, dan bandara harus
memperhatikan kondisi topografi wilayah setempat. Pada intinya dapat
dikatakan, bahwa atribut letak alami (topografi) merupakan salah satu
aspek yang esensial dalam menentukan struktur ruang suatu wilayah;
3. LOKASI WILAYAH, yang mudah dicapai didukung fasilitas transportasi yang
memadai, sehingga tingkat aksessibilitasnya lebih tinggi dari wilayah di
sekitarnya akan mempengaruhi struktur ruang wilayah;
4. UKURAN (SIZE). Untuk aktivitas-aktivitas tertentu hanya dimungkinkan
untuk dikembangkan di wilayah perkotaan yang besar, karena
membutuhkan dukungan fasilitas yang lengkap dan permintaan pasar yang
cukup. Oleh karena itu beberapa aktivitas biasanya mengincar pusat-pusat
kota atau pusat-pusat pertumbuhan suatu wilayah. Oleh karena itu
ukuran suatu kota juga mejadi salah satu aspek yang mempengaruhi
struktur ruang suatu wilayah;
5. POTENSI WILAYAH di sekitar pusat kegiatan, akan dapat mendukung ukuran
pusat kegiatan tersebut;
6. TIDAK SEMPURNANYA MODAL (IMPERFECTIONS OF THE CAPITAL MARKET). Hal ini
dalam prakteknya melindungi keinginan yang diekspresikan oleh pasar.
Kemampuan membiayai pembangunan juga dapat mempengaruhi struktur
kota. Bila pemerintah mampu menyediakan dana bagi pembangunan
kegiatan perkantoran di pusat kota (redevelopment pusat kota) maka
perkembangan akan menuju ke pusat kota.

131
3.1.1.2 Standard
Kebutuhan Ruang Hijau

Jenis ruang terbuka hijau yang perlu disediakan di lingkungan permukiman


pada kota kecamatan dan kota besar adalah: taman, lapangan olah raga, dan juga
pemakaman.
Dalam hal ini, ruang terbuka hijau dikelompokkan atas:
1. Ruang Terbuka Hijau Lokal, dan
2. Ruang Terbuka Hijau Lingkungan
Pengaturan kebutuhan lahan adalah sebagai berikut:
1. Untuk lingkup Lokal disediakan fasilitas dengan dukungan 250 penduduk
yang membutuhkan lahan seluas 500 m2 per unit sarana, termasuk
pemakaman.
2. Untuk lingkup Lingkungan disediakan fasilitas dengan dukungan 2500
penduduk yang membutuhkan lahan seluas 2.500 m2, termasuk
pemakaman.

3.1.1.3 Standard
Kriteria KesesuaianLahan

Kriteria Kawasan Lindung


Dalam menentukan kesesuaian lahan untuk arahan pemanfaatan kawasan
lindung yang berdasarkan pada Keppres No. 32 Tahun 1990, digunakan faktor
penciri untuk penatagunaan hutan kesepakatan yaitu faktor-faktor fisik
lingkungan yang meliputi :
1. Kemiringan lereng; dinyatakan dalam persen (%);
2. Faktor jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi;
3. Faktor curah hujan harian rata-rata.
Penilaian dilakukan dengan sistem skoring terhadap ketiga faktor tersebut
diatas :
1. Faktor lereng;
Kelas 1 = 0 8% (datar)
Nilai 20
Kelas 2 = 8 15 % (landai) Nilai 40
Kelas 3 = 15 25 % (agak curam) Nilai 60
Kelas 4 = 25 40 % (curam) Nilai 80
Kelas 5 = > 40 % (sangat curam ) Nilai 100
2. Faktor kepekaan tanah terhadap erosi;
Kelas 1 = Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf Nilai 15
Kelabu, Laterit Air tanah (Tidak peka)

132
Kelas 2 =Latosol (agak peka) Nilai 30
Kelas 3 =Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Nilai 45
Mediteran (kurang peka)
Kelas 4 = Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol,, Podsolik Nilai 60
(peka)
Kelas 5 = Regosol, Litosol, Organosol, Rendzina (sangat Nilai 75
peka)
3. Faktor intensitas hujan harian;

Kelas 1 = Kurang dari 13,6 mm/hr (sangat rendah) Nilai 10


Kelas 2 = 13,6 20,7 mm/hr (rendah) Nilai 20
Kelas 3 = 20,7 27,7 mm/hr (sedang) Nilai 30
Kelas 4 = 27,7 34,8 mm/hr (tinggi) Nilai 60
Kelas 5 = Lebih dari 34,8 mm/hr (sangat tinggi) Nilai 75
Dengan menjumlahkan nilai ketiga faktor tersebut maka dapat ditetapkan
penggunaan lahan pada setiap kawasan.
4. Hutan Lindung
Areal dengan jumlah nilai sama dengan atau lebih dari 175, atau
memenuhi salah satu atau beberapa syarat berikut :
a. Mempunyai lereng lapangan > 45 %;
b. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah Regosol, Litosol,
Organosol dan Rendzina dengan lereng lebih dari 15 %;
c. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air sekurang-kurangnya
100 m di kiri dan kanan sungai/aliran air tersebut;
d. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari
200 m di keliling mata air tersebut;
e. Mempunyai ketinggian 2000 m diatas permukaan laut atau lebih;
f. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah
sebagai kawasan lindung.
5. Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, Hutan Konservasi Lain
Penilaian kesesuaian lahan untuk Hutan Suaka Alam, Hutan wisata, Hutan
Konservasi Lain (Hutan Plasma Nutfah, dan sebagainya) tidak didasarkan
atas jumlah nilai dari faktor-faktor fisik tersebut, tetapi didasarkan atas
kekhasan masing-masing hutan sesuai dengan tujuan konservasi tersebut.
6. Hutan Produksi Terbatas
Areal dengan jumlah nilai ketiga faktor tersebut antara 125 174.
7. Hutan Produkai Bebas
Areal dengan jumlah nilai ketiga faktor tersebut 124 atau lebih rendah,
diluar kawasan Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, dan Hutan Konservasi
Lain.

133
Kriteria Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan berdasarkan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan.
1. Kawasan Budidaya Pertanian
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan basah dimana
untuk pengairannya dapat diperoleh secara alami maupun teknis, tanaman
pangan lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura atau tanaman
pangan.

134
a) Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian lahan Basah
Kegiatan pertanian lahan basah adalah kegiatan pertanian yang.
memerlukan air terus menerus sepanjang tahun, dengan komoditas
utamanya adalah padi sawah. Kriteria Lahan basah disajikan pada tabel
berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-39 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk


Pertanian Lahan Basah

Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai


No. Kriteria Sesuai (S)
($) (N)
1. Jenis Tanah Hidromorf Alluvial Litosol
Rendzina Alluvial
Latosol Rendzina
Mediteran Latosol
Regosol Mediteran
Regosol
2. Lereng < 3% < 5% > 5%
3. Kedalaman > 75 cm 25 - 75 cm < 25 cm
Efektif
4. Tekstur Tanah Berliat, Berliat, berdebu Berpasir
berdebu halus dan kasar, kuarsa
halus, Berlempung halus
berlempung
Halus

5. Permeabilitas Lambat Agak lambat - Agak cepat -


lapisan Sedang Cepat
Bawah (>30
cm)/Drainase

6. Zone Al, A2, B3, C 1,C2,C3 D1, D2, D3


Agroklimat B1,B2 El,E2, E3

7. Banjir dan Tanpa antara 2 - 7 bulan Lebih dari 2


Genangan tanpa genangan bulan
Musiman Permanen genangan
Permanen
Sumber : Permen PU No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya

Jika berdasarkan hasil analisis di atas ada wilayah yang tidak sesuai
untuk lahan sawah; karena faktor pembatas air dan kedalaman efektif
tanah. maka jika bisa diusahakan sistem pengairannya wilayah
tersebut dapat dikembangkan sebagai areal sawah.. Akan tetapi,
iklimdalam hal ini curah hujan akan menjadi faktor pembatasnya.

135
Sehingga untuk rencana pengembangannya perlu didukung dengan
perencanaan Pembangunan jaringan irigasi.
b) Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian lahan Kering
Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi pengembangan
pengairan dapat di kembangkan untuk pertanian lahan kering. Kriteria
kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering disajikan pada berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-40 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk


Pertanian Lahan Kering

Sesuai
No. Kriteria Sesuai (S) Tidak Sesuai (N)
Bersyarat ($)
1. Jenis Tanah Alluvial Alluvial Litosol
Mediteran Latosol Rendzina
Latosol Mediteran
Hidromorf
Reqosol

2. Lereng <3% <8% >8%


3. Kedalaman > 75 cm 25 - 75 cm <25 cm
efektif
4. Tekstur Tanah Berliat, Berliat, Berpasir kuarsa
berdebu berdebu
halus, halus
berlempung dan kasar,
Halus berlempung
halus
5. Reaksi Tanah pH : 6,0 - pH : 4,5 - 8,0 pH : < 4,5 atau
7,0 >8,0
6. Pori air Tinggi - Rendah - Sangat rendah
tersedia sangat sedang
tinggi
7. Drainase Baik Agak cepat Cepat,agak
lambat lambat

8. Zone Al, A2, B1, B3, C1,C2,C3, El,E2, E3


Agroklimat B2 D1,
D2, D3
9. Banjir dan Tanpa antara 2 - 4 > 4 bulan atau 2
Genangan bulan bulan genangan
Musiman tanpa Permanen
genangan
permanen
10. Erodibilitas Sangat Rendah sampai Agak tinggi
Tanah*) Rendah sedang sampai tinggi

Sumber : Permen PU No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan


Budidaya

c) Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Tanaman


Tahunan/Perkebunan

136
Tidak berbeda dengan kriteria untuk pertanian lahan kering, kriteria
lahan untuk tanaman tahunan, seperti pori air tersedia, reaksi tanah,
banjir dan genangan, drainase/permeabilitas, erodibilitas, salinitas dan
zone agroklimat relatif sama. Akan tetapi, tanaman tahunan membutuhkan
kedalaman efektif tanah yang lebih dalam yaitu minimal 100 cm dengan batas
ambang lebih besar dari 50 cm. Disamping itu, tutupan tajuk yang lebih besar
dan. rapat serta menghasilkan biomassa yang relatif tinggi menyebabkan
tanaman tahunan sesuai untuk dikembangkan pada kemiringan lereng yang
lebih besar dari pertanian lahan kering.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-41 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk


Tanaman Tahunan/Perkebunan

Sesuai Tidak Sesuai


No. Kriteria Sesuai (S)
Bersyarat ($) (N)
1. Jenis Tanah Alluvial Alluvial Litosol
Mediteran Rendzina Regosol
Latosol Latosol
Hidromorf Mediteran
Hidromorf
Regosol
2. Lereng < 15% < 15-40% > 40%
3. Kedalaman > 100 cm 50 - 100 cm < 50 cm
efektif
4. Tekstur Tanah Berliat, Berliat, Berpasir
berdebu berdebu kuarsa
halus, halus
berlempung Dan kasar,
halus berlempung
halus
5. Reaksi Tanah pH : 6,0 - pH : 4,5 - 8,0 pH : < 4,5
7,0 atau >8,0
6. Pori air tersedia Tinggi - Rendah - sedang Sangat
sangat rendah
tinggi
7. Drainase Balk Agak cepat Cepat,
agak
lambat
lambat
8. Zone A1 , A2, B1, B3, C1,C2,C3, E 1 ,E2, E3
Agroklimat B2 D1, D2, D3
9. Banjir dan tanpa antara 2 - 4 > 4 bulan
genangan bulan tanpa atau 2 bulan
musiman genangan genangan
permanen permanen
10. Erodibilitas Sangat Rendah sampai Agak tinggi
tanah*) rendah sedang sampai tinggi
Sumber : Permen PU No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya

137
Apalagi biasanya petani menanam tanaman perkebunan tersebut
dengan sistem campuran dan dengan teknik budidaya yang dan lainnya
lalu diberi patok /ajir selanjutnya pertumbuhannya diserahkan ke
alam; tidak beda jauh dengan kondisi hutan, jadi dari aspek konservasi
sebenarnya tidak menjadi masalah apakah petani menanam di lahan
dengan kemiringan curam atau landai.
Kelapa dan kelapa sawit akan sangat sesuai jika dikembangkan pada
ketinggian kurang dari 100 m di atas permukaan laut sedangkan
cengkeh sangat sesuai jika dikembangkan pada lahan yang berlereng
dengan ketinggian lebih besar dari 100 m di atas permukaan laut.
Selain coklat yang merupakan tanaman tahunan yang potensial
dikembangkan adalah jeruk dapat juga menjadi alternatif tanaman
tahunan yang potensial dikembangkan terutama pada jenis tanah
Mediteran yang terbentuk di atas formasi batuan sedimen kapur karena
jeruk umumnya membutuhkan kalsium yang tinggi.
2. Kawasan Budidaya Non Pertanian
a) Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman
Kemiringan lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman adalah
pada lereng kelas 0 15% (Malbery, 1972). Permukiman penduduk
dengan segala fasilitas pendukungnya paling ideal berada pada
kemiringan 0-18%. Kemiringan diatas 8% sampai 18% masih dapat
diterima dengan pembatasan kepadatan bangunan. Sedangkan
kemiringan 15% sampai 25% dapat diterima tetapi harus didukung
dengan teknologi dan biaya konstruksi yang cukup tinggi untuk
menjamin keselamatan dan keamanan baik bangunan maupun
tanahnya.
Kualitas air tanah dan ketersediaan air minum juga perlu diperhatikan.
Air tanah yang tawar dan bebas dari bahan mineral yang
membahayakan kesehatan merupakan sumber air bersih bagi
permukiman di samping air hujan dan air sungai. Air tanah yang payau
mengandung sulfur, atau asin, tidak dianjurkan untuk lokasi
permukiman.
Potensi banjir dan genangan juga merupakan faktor pembatas yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan lahan untuk permukiman,
namun, dengan masukan berupa pembangunan sistem drainase yang
baik atau dengan pembangunan penangkal banjir yang dapat
mengantisipasi terjadinya genangan, maka lahan dengan resiko

138
genangan rendah dan potensi banjir musiman masih dapat
dimanfaatkan sebagai lahan permukiman. Faktor lain yang cukup
berpengaruh adalah kemampuan drainase tanah dan tekstur tanah.
Secara jelas kriteria kesesuaian lahan untuk kegiatan permukiman
dapat dilihat pada tebel berikut.

139
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-42 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk
Permukiman

Sesuai Tidak
No. Kriteria Sesuai
Bersyarat Sesuai

1. Lereng <15% 15-25% >25%


2. Drainase Tidak Periodik Tergenang
pernah permanen
tergenang
3. Kualitas Tawar Payau Asin
Air
Tanah
4. Tekstur Halus- Agak Kuarsa
Tanah Sedang Berkuarsa
Sumber : Permen PU No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya

b) Kesesuaian Lahan Untuk Industri


Pertimbangan utama dalam penentuan lokasi industri adalah faktor
kemudahan pencapaian (aksesibilitas), baik dalam hal penyediaan
bahan baku maupun pemasaran hasil-hasil industri. Oleh karena itu
hasil industri harus dekat dengan jaringan jalan. Selain itu, lokasi
industri perlu mempertimbangkan jarak dengan lokasi permukiman
untuk kemudahan memperoleh tenaga kerja dan mengurangi dampak
negatif dari hasil sampingan industri berupa polusi, baik padat, cair,
maupun gas. Kemudian, mengingat salah satu komponen biaya
produksi adalah pengadaaan prasarana dan sarana penunjang, maka
lokasi industri perlu memperhatikan jaraknya terhadap pelayanan
fasilitas dan prasarana tersebut.
Mengingat kegiatan industri disamping menghasilkan produksi juga
menghasilkan sampingan berupa limbah padat, cair, dan gas, maka
untuk mencegah timbulnya dampak-dampak negatif sebaiknya
dialokasikan pada kawasan budidaya non pertanian dan non
permukiman, terutama bagi industri skala menengah dan besar. Untuk
industri yang memerlukan kedekatan dengan sungai, baik sebagai
sumber air baku kegiatan industri maupun sebagai bahan penerima
buangan yang bersifat cair, maka dapat berlokasi di dekat sungai yang
bukan merupakan sumber air minum langsung maupun sumber air

140
baku untuk air minum dengan terlebih dahulu melakukan pengolahan
air buangan.
Selain dari itu terdapat jenis industri yang lokasinya dapat berbaur
dengan kegiatan permukiman, perdagangan dan pertanian seperti jenis
industri kecil atau industri rumah tangga.
Ketentuan pemerintah tentang penggunaan tanah bagi pembangunan
kawasan industri sesuai Keppres No. 33 Tahun 1990 pasal 2,
menyatakan adalah bahwa kegiatan pembangunan kawasan industri
tidak dapat dilakukan pada:
Kawasan pertanian;
Kawasan hutan produksi;
Kawasan lindung
Kawasan pertanian diatas yang dimaksud, dijelaskan pada pasal 3
Keppres No. 33 Tahun 1990 adalah sebagai berikut :
Kawasan tanaman lahan basah yang berupa sawah dengan
pengairan dari jaringan irigasi;
Lahan berpotensi irigasi yang dicadangkan untuk usaha tani dengan
fasilitas irigasi.
Kawasan hutan produksi meliputi hutan produksi terbatas dan hutan
produksi tetap. Kawasan lindung yang dimaksud sebagaimana yang
diatur dalam Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.
c) Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pertambangan
Analisis kesesuaian untuk kawasan pertambangan megacu kepada
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruangan di Daerah, yaitu sebagai
berikut :
Kawasan pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
kegiatan pertambangan, bagi wilayah yang sedang maupun yang
akan segera dilakukan kegiatan pertambangan;
Kriteria kawasan pertambangan sesuai dengan yang ditetapkan
Departemen Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang
mempunyai bahan tambang bernilai tinggi. Dalam lingkup wilayah
Provinsi terdapat beberapa daerah/kawasan yang memiliki potensi
pertambangan (batuan dan mineral). Guna mengeksploitasikan
potensi pertambangan dalam kegiatan usaha penambangan, maka
faktor-faktor kemampuan lahan dan lingkungan perlu diperhatikan
untuk menghindari adanya kerusakan lingkungan.

141
3.1.1.4 StandardKriteria
DAS Kritis

1. Lahan Kritis
Cara /rumus perhitungan lahan kritis sebagai berikut :

LK x 100%
PLLK = -----------------
A
dengan :
PLLK = Persentase Luas Lahan Kritis (Ha)
LK = Luas Lahan Kritis dan Sangat Kritis (Ha)
A = Luas DAS (Ha)

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-43Kriteria penilaian kekritisan lahan


berdasarkan persentase lahan kritis dalam DAS

Kualifikasi
No Persentase kesesuaian Penggunaan Lahan Skor
Prioritas

1. 90 < KPL 100 1 Sangat Rendah


2. 75< KPL 90 2 Rendah
3. 60 < KPL 75 3 Sedang
4. 50 < KPL 60 4 Tinggi
5. PKL < 50 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

2. Kesesuaian Penggunaan Lahan


Cara /rumus perhitungan kesesuaian penggunaan lahan adalah :

LPK x 100%
KPL = -------------------
A

dengan :
KPK = Kesesuaian Penggunaan Lahan
LPK = Luas Penggunaan Lahan yang sesuai fungsi kawasan (Ha)
A = Luas DAS (Ha)

142
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-44Kriteria Kesesuaian Lahan

Persentase kesesuaian
No Skor Kualifikasi Prioritas
Penggunaan Lahan

1. 90 < KPL 100 1 Sangat Rendah


2. 75< KPL 90 2 Rendah
3. 60 < KPL 75 3 Sedang
4. 50 < KPL 60 4 Tinggi
5. PKL < 50 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

3. Indeks Erosi
Cara / rumus perhitungan indeks erosi :

(Ai x Cpi)
CP = ---------------------
A

dengan :
CP = Nilai tertinggi pengelolaan lahan dan tanaman pada DAS tertentu
Cpi = Nilai pengelolaan lahan dan tanaman pada unit lahan ke
A = Luas DAS (Ha)

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-45Kriteria penilaian indeks erosi

No Nilai CP Skor Kualifikasi Prioritas

1. 0 < CP 0,1 1 Sangat Rendah


2. 0,1 < CP 0,3 2 Rendah
3. 0,3 < CP 0,5 3 Sedang
4. 0,5 < CP 0,7 4 Tinggi
5. CP > 0,7 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003
4. Morfoerosi
Morfoerosi DAS adalah suatu bencana alam kejadian tanah longsor yang terjadi
pada suatu wilayah daerah aliran sungai. Tanah longsor dapat terjadi apabila
curah hujan sangat tinggi pada suatu DAS yang memiliki kelerengan yang
curam dan sudah tidak bervegetasi sehingga tidak ada perakaran /akar pohon
yang dapat menahan dan mengikat agregat tanah.

143
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-46Penilaian morfoerosi berdasarkan jumlah
korban

No Jumlah Korban Skor Kualifikasi Prioritas

1. Tidak ada korban 1 Sangat Rendah


2. Korban materi 2 Rendah
3. Korban jiwa 1 org & materi 3 Sedang
4. Korban jiwa 1-10 org & materi 4 Tinggi
5. Korban jiwa > 10 org & materi 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

5. Muatan Sedimen
Cara /rumus perhitungan muatan sedimen :

K x Cs x Q
MS = --------------------- ton / ha / thn
A x SDR
dengan :
Ms = Muatan Sedimen
k = Faktor konversi = (365 x 86.400) / 10
A = Luas DAS
Q = Debit rata-arta tahunan (m / thn)
Cs = Konsentrasi Sedimen gr /ltr (rata-rata tahunan)
SDR = Ratio Penghantaran Sedimen, merupakan fungsi luas DAS

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-47Nilai Rasio Penghantaran Sedimen (SDR)

No Luas DAS (Ha) Nilai SDR (%)

1. 10 59
2. 50 39
3. 100 35
4. 500 27
5. 1.000 24
6. 5.000 15
7. 10.000 13
8. 29.000 11
9. 50.000 8,5
10. 2.600.000 4,9
Sumber : Robinson dalam Arsyad, Tahun 1989

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-48Kriteria penilaian muatan sedimen

144
No. Muatan Sedimen Skor Kualifikasi Priorotas

1. 0 < MS 5 1 Sangat Rendah


2. 5 < MS 10 2 Rendah
3. 10 < MS 15 3 Sedang
4. 15 < MS 20 4 Tinggi
5. MS >20 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

Muatan sedimen merupakan sedimentasi dalam setiap 1 m / detik air dan


dihubungkan dengan luas penghatar sedimen serta luasan masing-masing DAS
sehingga diperoleh muatan Sedimen per tahun per hektar.
6. Banjir
Banjir merupakan kejadian meluapnya debit air sungai atau danau yang
menggenangi area tertentu (biasanya kering) yang secara signifikasi
menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan
lingkungannya.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-49Kriteria penilaian frekuensi kejadian banjir

No. Frekuensi Banjir Skor Kualifikasi Prioritas

1. Tidak pernah 1 Sangat Rendah


2. 1 kali dalam 5 tahun 2 Rendah
3. 1 kali dalam 2 tahun 3 Sedang
4. 1 kali tiap tahun 4 Tinggi
Lebih dari 1 kali dalam 1
5. 5 Sangat Tinggi
tahun
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

7. Indeks Penggunaan Air


Indeks Penggunaan Air merupakan perbandingan antara total kebutuhan air
dengan debit andalan dalam suatu DAS.

145
Cara /rumus perhitungan indeks penggunaan air :
Total Kebutuhan Air
IPA = ---------------------------
Qa
dengan :
IPA = Indeks Penggunaan Air
Total Kebutuhan Air = Kebutuhan air untuk irigasi + DMI + Pengelontaran
kota
DMI = Debit andalan
Semakin tinggi nilai IPA maka semakin kritis waduk.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-50Kriteria penilaian indeks penggunaan air

No. Nilai IPA Skor Kualifikasi Priorotas

1. IPA 0,25 1 Sangat Rendah


2. 0,25 < IPA 0,50 2 Rendah
3. 0,50 < IPA 0,75 3 Sedang
4. 0,75 < IPA 1,00 4 Tinggi
5. IPA > 1,00 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

Indeks penggunaan air sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, luas sawah,
dan luas kawasan industri pada wilayah tersebut. Kebutuhan air untuk
persawahan /irigasi adalah 1,2 ltr/s/hari, kebutuhan air untuk domestik
adalah 129 ltr/capitan/perhari untuk pedesaan dan 240 ltr/kapita/hari untuk
perkotaan. Sedangakan kebutuhan air untuk industri adalah 0,75 ltr/s/ha.
8. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan
Tekanan penduduk terhadap lahan diprediksi melalui parameter rata-rata luas
lahan pertanian perkeluarga petani. Cara / rumus perhitungannya adalah :

A (Ha)
IKL = --------------
P (kk)
dengan :
IKL = Indeks Ketersedian Lahan
A = Luas Baku Lahan Pertanian didalam DAS
P = Jumlah KK petani didalam DAS

146
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-51Kriteria Indeks ketersediaan lahan

No. Nilai IKL (Ha/KK) Skor Kualifikasi Prioritas

1. IKL > 4 1 Sangat rendah


2. 2 < IKL 4 2 Rendah
3. 1 < IKL 2 3 Sedang
4. 0,5 < IKL 1 4 Tinggi
5. 0 < IKL 0,5 5 Sangat tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan Tahun 2003

3.1.1.5 Standard
Analisis Potensi Erosi

Untuk memprediksi laju potensi erosi suatu luasan permukaan lahan


dilakukan dengan metode pendekatan parameter The Universal Soil Loss
Equation(USLE), yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978). USLE
merupakan suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi ratarata erosi
jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (gullyerosion) pada
suatu keadaan lahan tertentu (B.A. Kirono, 2003).Dengan menggunakan model
perhitungan kehilangan tanah (USLE) seperti yang dikemukakan oleh Wischmeir
dan Smith, maka perkiraan besarnya jumlah erosi dihitung dengan menggunakan
persamaan :
A = R.K.L . S.C.P
Dengan :
A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas lahan
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kecuraman lereng
C = Faktor vegetasi penutup lahan dan pengelolaan tanaman
P = Faktor tindakan konservasi tanah
Peta tata guna lahan digunakan untuk menentukan jenis penggunaan
lahan yang ada di masing-masing DAS yang ada di wilayah sungai.
Data tata guna lahan digunakan untuk menghitung nilai pengelolaan
tanaman (C) dan faktor konservasi lahan (P) dalam menentukan
produktivitas lahan di masing-masingDAS di Wilayah Sungai Halmahera
Selatan pada saat ini.

147
Peta topografi digunakan untuk menentukan kemiringan lereng (S) dan
panjang lereng (L) dalam memperkirakan besarnya erosi yang terjadi di
masing-masingDAS yang ada di wilayah sungai
Penentuan nilai erosivitas hujan (R) dilakukan dengan melihat kondisi atau
keadaan curah hujan yang terjadi di masing-masing DAS yang ada di
wilayah sungai. Data curah hujan yang terkumpul selama sepuluh tahun
diambil rata-ratanya dan nilai R dihitung.
Untuk menentukan faktor erodibilitas tanah (K) dilakukan dengan melihat
peta jenis tanah dan dilihat jenis tanah yang ada di sekitar masing-masing
DAS di wilayah sungai dan dihitung dengan menggunakan monograf nilai
(K) (Asdak C, 2007) dan
Faktor lainnya adalah distribusi butiran (tekstur) tanah, kandungan bahan
organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah harus diketahui.
1. Erosivitas Hujan
Erosi lempeng sangat tergantung dari sifat hujan yang jatuh dan ketahanan
tanah terhadap terpaan butir-butir hujan serta sifat gerakan aliran air di atas
permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (over land flow). Besarnya Indeks
erosivitas tanah digunakan formula empiris sebgai berikut :
R = (E x I30) / 100
E = 14,374 P1,075
I30 = P / (77,178 + 1,010 P)
dengan :
R = Indeks erosivitas hujan (ton cm/ha,jam)
E = Energi kinetik curah hujan (ton m/ha.cm)
P = Curah hujan bulanan
I30 = Intensitas hujan maksimum selama 30 menit
2. Erodibilitas Tanah
Erodibilitas merupakan ketidakmampuan tanah untuk menehan terpaan
butir-butir air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah. Tanah yang mudah
tererosi pada saat diterpa oleh butir-butir air hujan mempunyai erodibilitas yang
tinggi. Erodibilitas dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi. Tanah yaang
mempunyai erodibilitas tinggi akan terosi lebih cepat, jika dibandingkan dengan
tanah yang memiliki erodibilitas rendah. Erodibilitas tanah merupakan ukuran
kepekaan tanah terhadap erosi, dan hal ini sangat ditentukan oleh sifat tanah itu
sendiri, khususnya sifat fisik dan kandungan mineral liatnya. Faktor kepekaan
tanah juga dipengaruhi oleh struktur dan teksturnya, semakin kuat bentuk

148
agregasi tanah dan semakin halus butir tanah, maka tanahnya tidak mudah lepas
satu sama lain sehingga menjadi lebih tahan terhadap terpaan air hujan.
Untuk beberapa jenis tanah di Indonesia, nilai K dapat diperoleh sesuai
dengan tabel berikut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-52Jenis Tanah dan Nilai Faktor Erodibilitas


Tanah (K)

No Jenis Tanah Nilai K

1 Tanah eutropik organik 0.301


2 Tanah hidromorphic alluvial 0.156
3 Tanah abu-abu alluvial 0.259
4 Tanah alluvial coklat keabu-abuan 0.315
5 Alluvial abu-abu dan alluvial coklat keabu-abuan 0.193
6 Kompleks tanah alluvial abu-abu dan tanah humic abu-abu 0.205
Kompleks tanah alluvial abu-abu dan tanah humic rendah
7 0.202
abu-abu
Komplek tanah hydromorfic abu-abu dan planosol coklat
8 0.301
keabu-abuan
9 Planosol coklat keabu-abuan 0.251
10 Komplek tanah litosol dan tanah mediteran merah 0.215
11 Regosol abu-abu 0.304
12 Komplek regosol abu-abu dan litosol 0.172
13 Regosol coklat 0.246
14 Regosol coklat kekunig-kuningan 0.331
15 Regosol abu-abu kekuning-kuningan 0.301
16 Komplek regosol dan litosol 0.302
17 Andosol coklat 0.278
18 Andosol coklat kekuning-kunigan 0.223
19 Komplek andosol coklat dan regosol coklat 0.271
20 Komplek rensinas, litosol dan tanah hutan coklat 0.157
21 Grumosol abu-abu 0.176
22 Grumosol abu-abu hitam 0.187
23 Komplek grumosol, regosol dan tanah mediteran 0.201
24 Komplek tanah mediteran coklat dan litosol 0.323
25 Komplek tanah menditeran dan grumosol 0.275
26 Komplek tanah menditeran coklat kemerahan dan litosol 0.188
27 Latosol coklat 0.175
28 Latosol coklat kemerahan 0.121
29 Latosol coklat hitam kemerahan 0.058
30 Latosol coklat kekuningan 0.082
31 Latosol merah 0.075
32 Latosol merah kekuningan 0.054
33 Kompleks latosol coklat dan regosol abu-abu 0.186
34 Kompleks latosol coklat dan kekuningan 0.091
35 Kompleks latosol coklat kemerahan dan latosol coklat 0.067
36 Kompleks latosol merah, latosol coklat kemerehan dan litosol 0.062
37 Kompleks latosol merah dan latosol coklat kemerahan 0.061
38 Kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat kemerahan 0.064

149
No Jenis Tanah Nilai K
dan latosol
39 Komplek latosol coklat kemerahan dan litosol 0.075
Kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat podsolik
40 0.116
merah kekuningan dan litosol
41 Tanah podsolik kuning 0.167
42 Tanah podsolik merah kekunigan 0.166
43 Tanah podsolik merah 0.158
44 Komplek podsilik kuning dan tanah hydromorphic abu-abu 0.249
45 Komplek tanah podsolik kuning dan regosol 0.158
Komplek tanah podsolik kuning, podsolik merah kekunigan
46 0.175
dan regosol
Komplek lateritik merah kekuningan dan tanah podsolik
47 0.175
merah kekuningan
Sumber : Puslitbang Pengairan PU, Tahun 2004
3. Faktor Panjang (L) dan Kecuraman Lahan (S)
Panjang lereng diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah di mana erosi
mulai terjadi sampai pada tempat di mana terjadi pengendapan (oleh karena
berkurangnya kecuraman lereng), atau sampai pada tempat di mana aliran air di
permukaan tanah masuk ke dalam saluran. Apabila kecuraman lereng S
bertambah, maka erosi akan meningkat lebih besar jika dibandingkan dengan
aliran permukaan. Kecuraman lereng dinyatakan dengan sudut lereng atau persen.
Nilai LS dapat diperoleh sesuai dengan tabel berikut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-53Nilai Kelas Lereng dan Faktor LS

Kelas Kemiringan Lereng (%) Nilai LS

I 08 0,4
II 8 15 1,4
III 15 25 3,1
IV 1. 40 6,8
V > 40 9,5
Sumber : BA Kironoto dan Departemen Kehutanan, Tahun 2003

4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Konservasi Tanah (P)


Faktor Pengelolaan Tanaman
. Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada
suatu jenis tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan
yang sama tetapi tanpa pengelohan tanaman. Besarnya faktor C dapat
diperhitungkan dari jenis tata guna lahannya (Asdak, 1995).
Faktor Konservasi Tanah

150
Adanya tindakan pengendalian laju erosi (pengelolaan) secara mekanis, seperti
penanaman mengikuti faktor C, strip cropping, dan pembuatan teras adalah
merupakan nilai dari faktor P. Faktor P adalah perbandingan antara besarnya erosi
dari tanah dengan suatu tindakan konservasi tertentu pada petak standar
terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah menurut arah lereng.
Jika faktor C dan P tidak bisa dicari sendiri, maka faktor C dan P digabung
menjadi faktor CP.
Perkiraan nilai CP dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-54 Nilai CP Berbagai Jenis Penggunaan Lahan

No Tanaman Nilai CP

1 Hutan
Tak terganggu 0,01
Tanpa tumbuhan bawah, dengan serasah 0,05
Tanpa tumbuhan bawah, tanpa serasah 0,50
2 Semak Belukar
Tak terganggu 0,01
Sebagian berumput 0,10
3 Kebun
Kebun talon 0,02
Kebun pekarangan 0,20
4 Perkebunan
Penutupan tanah sempurna 0,01
Penutupan tanah sebagian 0,07
5 Perumputan
Penutupan tanah sempurna 0,01
Penutupan tanah sebagian, ditumbuhi alang alang 0,02
Alang alang 0,06
Serai wangi 0,65
6 Tanaman Pertanian
Umbi umbian 0,01
Biji bijian 0,01
Kacang kacangan 0,36
Campuran 0,43
Padi irigasi 0,02
7 Perladangan

151
No Tanaman Nilai CP

1 tahun tanam, 1 tahun bera 0,28


1 tahun tanam, 2 tahun bera 0,19
8 Pertanian Konservasi
Mulsa 0,14
Teras bangku 0,04
Kontur crooping 0,14
Sumber : BA Kironoto dan Departemen Kehutanan, Tahun 2003

5. Pendugaan Laju Erosi Potensial (Epot)


Erosi potensial adalah erosimaksimum yang mungkin terjadi di suatu tempat
dengan keadaan tanah gundul sempurna, sehingga terjadinya proses erosi hanya
disebabkan oleh faktor alam (tanpa adanya keterlibatan manusia maupun faktor
penutup permukaan tanah , seperti tumbuhan dan sebagainya). Penyebab faktor
alam tersebut atara lain iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah
dan kadaan tofografis tanah.
A pot = R . K . LS
6. Pendugaan Laju Erosi Aktual (E akt)
Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia dalam kegiatan
sehari-hari muiasalnya pengolahan tanah untuk pertanian dan adanya unsur-
unsur penutup tanah, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
dibudayakan oleh manusia.
Penutupan permukaan tanah gundul dengan tanaman, akan memperkecil
terjadinya erosi, sehingga dapat dikatakan bahwa laju erosi aktual akan selalu
lebih kecil dibanding dengan laju erosi potensial. Ini berarti bahwa adanya
keterlibatan manusia, misalnya dengan usaha pertanian akan memperkecil laju
erosi potensial. Dapat dikatakan bahwa erosi aktual adalah hasil ganda antara
erosi potensial dengan pola penggunaan lahan tertentu, sehingga dapat dihitung
dengan rumus Weischmeier dan Smith, 1958, sebagai berikut :
A akt = A pot x CP
A akt = R . K. LS. CP
7. Klasifikasi Bahaya Erosi
Klasifikasi bahaya erosi ini dapat memberikan gambaran, apakah tingkat erosi
yang terjadi pada suatu lahan ataupun DAS sudah termasuk dalam tingkatan yang
membahayakan atau belum, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-55 Klasifikasi Bahaya Erosi

Kelas Tanah Hilang Keterangan

152
(ton/ha/thn)

I < 15 sangat ringan


II 15 60 ringan
III 60 180 sedang
IV 180 - 480 berat
V > 480 sangat berat
Sumber : BA Kironoto dan Departemen Kehutanan, Tahun 2003

3.1.1.6 StandardAnalisis
Angkutan Sedimen

Sedimentasi biasanya digambarkan sebagai partikel padat yang digerakkan


oleh fluida (Chow, 1964), sedangkan menurut Manan (1979), sedimentasi adalah
proses pengendapan dari bahan organik dan nonorganik yang tersuspensi di dalam
air dan diangkut oleh air. Pada DAS, partikel dan unsur hara yang larut dalam
aliran permukaan, akan mengalir ke sungai dan teluk sehingga terjadi
pendangkalan.
1. Karakteristik Sedimen
Beberapa hal yang menunjukkan karakteristik sedimen, yaitu ukuran partikel
dan kecepatan jatuh dari sedimen. Ukuran partikel dan pola penyebarannya
adalah penting dalam analisis sedimen. Penyebaran sedimen di sungai, apakah
bergerak di dasar sungai atau merupakan suspense. Kecepatan jatuh partikel juga
berperan penting dalam menentukan ukuran maupun posisi partikel di sungai
(Shen, 1979). Pergerakan partikel sedimen di sungai dipengaruhi oleh gaya
gravitasi, gaya tahanan air dan gaya akibat pergerakan air. Sedimen di mana
partikelnya bergerak melayang dalam air yang dibawa oleh aliran air yang dibawa
oleh aliran air disebut suspended load atau muatan melayang. Sedimen yang
digerakkan partikel partikelnya dengan cara menggelinding, bergeser dan
melompat disebut bed load atau muatan dasar.
2. Klasifikasi Sedimen
Sedimentasi fluvial adalah proses pengendapan materi yang diangkut oleh
air sepanjang aliran sungai. Hasil bentukan sediman ini antara lain delta
yaitu endapan pasir, lumpur dan kerikil yang terdapat di muara sungai;
kemudian berupa bantaran sungai yaitu daratan yang berada di tengah
tengah badan sungai atau pada kelokan sungai sebagai hasil endapan.
Sedimentasi eolis, sering dijumpai di daerah gurun atau pantai.
Sedimentasi marin, yaitu proses pengendapan yang dilakukan oleh
gelombang laut yang terdapat di sepanjang pantai.

153
Konsep yang banyak digunakan dalam perhitungan sedimen dikenal dengan
Sediment Delivery Ratio (SDR), yaitu perbandingan antara sediment yield dengan
gross erosion. Nilai SDR ini dipengaruhi oleh luas DAS, topografi DAS dan
kerapatan drainasenya, relief dan panjang kemiringan DAS, serta pengaruh curah
hujan dan limpasan yang terjadi (Gottschalk dalam Chow, 1964). Pengaruh luas
DAS terhadap nilai SDR dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-56 Pengaruh Luas DAS terhadap SDR

Luas DAS (km2) Luas DAS (ha) Log Luas DAS SDR (%)

0,1 10 1,0 53
0,5 50 1,7 39
1 100 2,0 35
5 500 2,7 27
10 1000 3,0 24
50 5000 3,7 15
100 10.000 4,0 13
200 20.000 4,3 11
500 50.000 4,7 8,5
26.000 2.600.000 6,4 4,9
Sumber : Robinson dalam Arsyad, Tahun 1989

3. Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial


Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil dari proses
erosi potensial untuk diendapkan di bagian sungai atau tempat-tempat rendah
tertentu.
Tidak semua erosi aktual akan menjadi sedimen dan ini tergantung dari
nisbah antara volume sedimen hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran
sungai dengan volume sedimen yang bisa diendapkan dari lahan di atasnya (SDR =
Sediment Delivery Ratio). Nilai SDR ini tergantung dari luas DAS, yang erat
hubungannya dengan pola penggunaan lahan, yang dapat dirumuskan dalam
suatu hubungan fungsional sebagai berikut :
S * (1 0,8683 * A 0, 2018 )
SDR = 0,08683 * A 0, 2018
2 * ( S 50 * n)
dengan :
SDR = Nisbah pelepasan sedimen, yang bernilai 0 < SDR < 1,0
A = Luas DAS (ha)
S = Kemiringan lereng rata-rata permukaan DAS dalam %
N = Koefisien kekasaran Manning.

154
Pendugaan laju sedimen potensial yang terjadi di suatu DAS dihitung dengan
persamaan Weischmeier dan Smith, 1958, sebagai berikut :
Spot = Eakt x SDR
dengan :
SDR = Sediment Delivery Ratio,
Spot = sedimentasi potensial
Eakt = Erosi aktual

3.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

3.1.2.1 StandardAnalisis
Pertumbuhan Penduduk

Untuk menghitung jumlah penduduk dimasa tertentu, terlebih dahulu harus


ditentukan tahun dasar proyeksi dan angka laju pertumbuhannya. Berdasarkan
tahun dasar proyeksi dan angka laju pertumbuhan penduduk tersebut, dilakukan
proyeksi penduduk di masa yang akan datang. Proyeksi penduduk dihitung
bedasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan penduduk bersifat linier dari tahun
ke tahun. Dengan demikian, proyeksi penduduk tersebut menggunakan rumus
proyeksi penduduk linear yaitu:
Pt = P0 (1 + r)n
dimana :
Pt = Jumlah penduduk tahun terakhir
P0 = Jumlah penduduk tahun awal
1 = Konstanta (angka tetap)
r = Pertumbuhan penduduk (%)

n = Selisih tahun antara Pt dan P0


Jumlah Penduduk Awal yang dijadikan dasar perhitungan adalah penduduk
pada tahun awal data. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan penduduk yang
digunakan adalah tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata masing-masing
kabupaten/kota periode tahun data
Sementara itu seperti disebutkan sebelumnya, jumlah penduduk awal yang
dijadikan dasar penghitungan adalah penduduk Tahun 2011. Sesuai dengan UU
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rentang waktu perencanaan
untuk RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. Dengan demikian proyeksi
penduduk pun harus mengikuti yaitu 20 (dua puluh tahun) sehingga proyeksi
penduduk dianalisis hingga Tahun 2031.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk dapat dilihat distribusi penyebarannya.
Konsentrasi penduduk ini kemungkinan disebabkan oleh adanya wilayah-wilayah

155
yang memiliki potensi ekonomi ataupun aksesibilitas yang baik. Sedangkan bagi
wilayah dengan konsentrasi penduduk yang rendah sebagian besar disebabkan
oleh kurangnya aksesibilitas yang baik sehingga tidak memudahkan aliran orang
dan barang baik masuk maupun keluar. Untuk itu perlu dikembangkan
aksesibilitas antar wilayah yang memadai sehingga perkembangan dan
pertumbuhan daerah dapat tercapai secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan maka dapat juga
diperkirakan kepadatan penduduk baik untuk masing-masing kabupaten ataupun
Provinsi secara keseluruhan. Perkiraan kepadatan penduduk ini didasarkan atas
asumsi tidak ada perubahan luasan wilayah administrasi dari setiap wilayah yang
ada selama waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun kedepan. Semakin besar
tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah maka makin besar pula kebutuhan
pelayanan fasilitas dan utilitas seperti saranan dan prasarana pendidikan,
kesehatan, ekonomi, transportasi dan sebagainya. Karena itu diharapkan dapat
diperkirakan tingkat kebutuhan pelayanan secara tepat.
Angka kepadatan penduduk ini belum tentu menunjukan tingkat kepadatan
penduduk secara tepat karena kemungkinan besar penduduk akan terkonsentrasi
lebih tinggi pada lokasi pusat-pusat pertumbuhan suatu wilayah. Diperkirakan
bahwa kepadatan penduduk di masa yang akan datang akan mengikuti
kecenderungan yang ada saat ini dengan asumsi bahwa tingkat keamanan tetap
pada kondisi yang stabil.
Adanya ketimpangan kepadatan penduduk ini, harus disikapi oleh
Pemerintah. Penduduk yang terkonsentrasi hanya di wilayah-wilayah tertentu
disebabkan oleh potensi ekonomi wilayah, ketersediaan sarana prasarana dan
aksesibilitas wilayah. Untuk itu perlu dikembangkan aksesibilitas antar wilayah
yang memadai sehingga perkembangan dan pertumbuhan daerah dapat tercapai
secara keseluruhan.

3.1.2.2 Standard
Analisis Ketersediaan Air

Ketersediaan sumber daya air sangat berhubungan erat dengan curah hujan
dan kondisi klimatologi yang terjadi didaerah tersebut dan merupakan hal yang
penting dalam pengelolaan suatu wilayah sungai yang dinyatakan dalam
keandalan debit yang dapat disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan di
dalam maupun diluar wilayah sungai tersebut. Debit andalan merupakan debit
yang dapat diandalkan untuk suatu reabilitas tertentu. Untuk keperluan irigasi
biasanya digunakan debit andalan dengan reabilitas 80%. Artinya dengan

156
kemungkinan 80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau sama dengan debit
tersebut, atau sistem irigasi boleh gagal sekali dalam lima tahun.
Untuk keperluan air minum dan industri maka dituntut reabilitas yang lebih
tinggi, yaitu sekitar 90%. Analisis perilaku hidroklimatologi dilakukan berdasarkan
statistik data historis, antara lain rata-rata, simpangan baku, minimum,
maksimum, dan koefisien variasi. Angka koefisien variasi menyatakan seberapa
besar variabilitas debit. Semakin besar variabilitas debit aliran sungai berarti
sungai tersebut memerlukan perhatian khusus.
Ketersediaan air bagi pemenuhan berbagai kebutuhan, pada prinsipnya dapat
bersumber diri dari 3 (tiga) jenis, yaitu hujan, air permukaan. dan air tanah.
Sumber air permukaan merupakan sumber yang sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan yang pada umumnya dipakai untuk kebutuhan air baku, pertanian
dan industri.
Pendekatan umum ketersediaan air dapat dijelaskan dalam gambar berikut di
bawah ini:

157
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-15Pendekatan Umum Perhitungan
Ketersediaan Air
Prosedur dan formula yang dipakai untuk menghitung ketersediaan air / debit
andalan menggunakanMetode FJ. Mock adalah sebagai berikut :

1. ed ( mmHg ) h(%) * ea( mmHg )


dimana :
ed(mmHg) = kelembaban relatip
ea(mmHg ) = komponen evapotranspirasi (mmHg)

2. F1(T;S) = A x (0.18+(0.55xS))/(A+0.27).
dimana :
A = evapotranspirasi (mmHg/degree F)
S = penyinaran matahari .

3. F2(T,h)= AxBx(0.56-(0.092x(ed^0.5)))/(A+0.27)
dimana :
A = komponen evapotranspirasi (mmHg/degree F)
B = komponen evapotranspiras (mmH2O/day)

4. F3(T;h) = (0.27)x(0.35)x(ea-ed)/(A+0.27).
dimana :
ea = komponen evapotranspirasi (mmHg)
ed = kelembaban relatip
A = komponen evapotranspirasi (mmHg/degree F)

5. E1 = F1x(1-r) x R
dimana :
r = koefisien refleksi
R = radiasi matahari

6. E2 = F2x(0.1+(0.9xS))
dimana :
S = penyinaran matahari

7. E3 = F3x(k+0.01x w)
dimana :
w = kecepatan angin (mile per jam)

8. Ep(mm/day) = E1+E2+E3
dimana :
Ep(mm/day) = evaporasi potenial harian
Epm(mm/month) = HrxEp
dimana :

158
Hr = jumpah hari dalam satu bulan.
Ep(mm/day) = evaporasi potenial harian
Epm(mm/month) = evaporasi potenial bulanan.

9. E/Epm = (m/20)x(18-n), %
dimana :
m = permukaan yang terbuka (%)
n = jumlah hari hujan.

10. E actual, Ea (mm/month) = Epm E


dimana :
Epm = evaporasi potenial harian
Ea) = evaporasi actual (mm/month)

11. SMS = ISMS + (P-Ea), (mm/month).


dimana :
SMC = Soil Moisture Capacity
ISMS = Initsial Soil Moisture Capacity
P = curah hujan bulanan 80% (mm/moth)
Ea = evaporasi actual (mm/month)

12. Soil Storage, SS (mm/month),


If P - Ea >=0, SS=0, else SS= -(P-Ea)
dimana :
P = curah hujan bulanan 80% (mm/moth)
Ea = evaporasi actual (mm/month)
SS = Soil Storage (mm/month)

13. WS (mm/month)= P Ea+SS (mm/month)


dimana :
WS = Water Surplus (mm/month)
P = curah hujan bulanan 80% (mm/moth
Ea = evaporasi actual (mm/month)
SS = Soil Storage (mm/month)

14. Infiltration(i)=WS (mm/month) x if, (mm/month)


dimana :
i = Infiltration
WS = Water Surplus (mm/month)
If = koefisien infiltrasion

15. GS (mm/month), 0.50 x (1 + K)xi + K x (Gsom)


dimana :

159
K = monthly Flow recession constant
Gsom = inisial ground storage (mm/month)

16. GS = GS - Gsom, (mm/month)


dimana :
GS = ground storage (mm/month)
Gsom = inisial ground storage (mm/month)

17. Base Flow = I - GS, (mm/month)


dimana :
Base Flow = aliran bawah tanah
i = Infiltration

18. Direct Run Off = WS -i, (mm/month)


dimana :
WS = Water Surplus (mm/month)
i = Infiltration

19. Storm Run Off, (mm/month)


if P>=200, SRO = 0, SRO = P x PF
dimana :
P = curah hujan bulanan 80% (mm/moth
PF = Percentage Factor

20. Total Run Off = Bflow + DRO + Storm, (mm/month)


dimana :
Bflow = base Flow
Storm = Storm Run Off, (mm/month)
DRO = Direct Run Off
Stream Flow (m3/second) = Total Run Off x Catchment Area (km2) x 10^6/10^3/
(30 x 24 x 3600)

3.1.2.3 Standard
Kebutuhan Air

3.1.2.3.1 Domestik

Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan


hidup manusia sehari-hari seperti halnya minum, memasak, MCK, dll.Pelayanan
kebutuhan air domestik ini direncanakan dengan dua jenis pelayanan yaitu
Sambungan Rumah Tangga (SR) dan hidran umum (HU).
Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air domestik saat ini dan di masa
yang akan datang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan
penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kebutuhan air perkapita dipengaruhi oleh

160
aktivitas fisik dan kebiasaan atau tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam
memperkirakan besarnya kebutuhan air domestik perlu dibedakan antara
kebutuhan air untuk penduduk daerah urban (perkotaan) dan daerah rural
(perdesaan). Adanya pembedaan kebutuhan air dilakukan dengan pertimbangan
bahwa penduduk di daerah urban cenderung memanfaatkan air secara berlebih
dibandingkan penduduk di daerah rural.
Namun demikian untuk keperluan perencanaan, untuk memprediksi
kebutuhan air bersih domestik pada masa yang akan datang dipergunakan
pendekatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya berdasarkan
jenis daerah dan jumlah penduduk.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-57Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Jenis


Kota dan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Kebutuhan Air
No Kategori Kota
(Jiwa) (ltr/o/hr)
1 Pedesaan 3000 - 20000 60 - 90
2 Kota Kecil 20000 - 100000 90 - 100
3 Kota Sedang 100000 - 500000 100 - 120
4 Kota Besar 500000 - 1000000 120 - 150
5 Metropolitan > 1000000 150 - 210
Sumber : Departemen PU, Ditjen Cipta Karya Tahun 2006

3.1.2.3.2 Non Domestik

Kebutuhan air non domestik atau sering juga disebut kebutuhan air
perkotaan (municipal) adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas
komersial, fasilitas pariwisata, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas
pendukung kota lainnya misalnya pembersihan jalan, pemadam kebakaran,
sanitasi dan penyiraman tanaman perkotaan. Besarnya kebutuhan air non
domestik dapat ditentukan oleh banyaknya fasilitas perkotaan. Kebutuhan ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat dinamika kota dan jenjang suatu kota.Untuk
memperkirakan kebutuhan air non domestik suatu kota maka diperlukan data
lengkap tentang fasilitas pendukung kota tersebut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-58Kebutuhan Air Non Domestik Berdasarkan


Fasilitas
Jenis Kebutuhan Air
Mutu
untuk Fasilitas Metropolitan Besar Sedang Kecil
Air
Perkotaan
Komersial 40 % 30 % dari 25 % Kelas
dari dari Satu
a. Pasar 0,1-1,00 (l/dt)
kebutu kebutuha kebut
b. Hotel han n uhan
- Lokal 400 air air baku
(l/kamar/hari)

161
Jenis Kebutuhan Air Mutu
untuk Fasilitas Metropolitan Besar Sedang Kecil
Air
Perkotaan 1000
- Internasional (l/kamar/hari)
135-180
c. Hostek (l/orang/hari)
d. Bioskop 15 (l/orang/hari)
Sosial dan Institusi
20
a. Universitas (l/siswa/hari)
15
b. Sekolah (l/siswa/hari)
1-2
c. Mesjid (m3/hari/unit)
d. Rumah Sakit
340
<100 tempat tidur (l/tp.tdr/hari)
400-450
>100 tempat tidur (l/tp.tdr/hari)
1-2
e. Puskesmas (m3/hari/unit)
0,01-45
f. Kantor (l/dt/hari)
10
g. Militer (m3/hari/unit)
135
h. Klinik Kesehatan (l/orang/unit) baku rumah air
Fasilitas Pendukung rumah tangga baku
Kota tangga (domesti ruma Kelas
1,4 (domes k) h Dua
a. Taman (l/m2/hari) tik) tangg
1,0-1,5 a
b. Road Watering (l/m2/hari) (dom
c. Sewer System (air 4,5 estik)
kotor) (l/kapita/hari)
Tidak
Fasilitas Transportasi ada
Fasilit
Ada
as
Fasilitas Kamar
kamar
mandi Mandi
(liter/kapita/hari)
a. Stasiun Menengah 45 23
b. Stasiun
Penghubung & 70 45
Menengah dimana
c. Terminal 45 45
d. Bandara Lokal /
Internasional 70 70
Sumber : Departemen PU, Ditjen Cipta Karya Tahun 2006

162
Cara lain untukmenghitung besarnya kebutuhan non domestik adalah dengan
menggunakan standar kebutuhan air non domestik yang didasarkan pada
kebutuhan air rumah tangga.Besarnya kebutuhan air non domestik dapat
diperoleh dengan prosentase dari jumlah kebutuhan rumah tangga, berkisar
antara 25 - 40% dari kebutuhan air rumah tangga. Angka 40% berlaku khusus
untuk kota metropolitan yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi seperti
Jakarta.
Tabel di bawah ini menampilkan standar yang dapat digunakan untuk
menghitung kebutuhan air non domestik apabila data rinci mengenai fasilitas kota
dapat diperoleh. Kedua tabel ini digunakan bila tidak ada data rinci mengenai
fasilitas kota.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-59Kebutuhan Air Non Domestik Menurut Jumlah


Penduduk

Kebutuhan Air Non Domestik


No Jumlah Penduduk
(% kebutuhan air domestik)
1 > 500.000 40
2 100.000 500.000 35
3 < 100.000 25
Sumber : Departemen PU, Ditjen Cipta Karya Tahun 2006

163
3.1.2.3.3 Industri

Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri, termasuk
bahan baku, kebutuhan air pekerja industri dan pendukung kegiatan industri.
Namun besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untuk
diproses, bahan baku industri dan kebutuhan air untuk produktifitas industri.
Sedangkan kebutuhan air untuk pendukung kegiatan industri seperti hidran dapat
disesuaikan untuk jenis industrinya.
Besarnya kebutuhan air industri dapat diperkirakan dengan menggunakan
standar kebutuhan air industri. Kebutuhan air industri ini berdasarkan pada
proses atau jenis industri yang ada pada wilayah kawasan industri yang ada dan
jumlah pekerja yang bekerja pada industri tersebut. Besarnya standar kebutuhan
industri adalah sebagai berikut.
Untuk pekerja industri, kebutuhan air merupakan kebutuhan air domestic
yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Adapun
kebutuhanair tersebut adalah 60 liter/pekerja/hari.
Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi sesuai dengan tabel
berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-60Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Proses


Industri

Kebutuhan Air
Jenis Industri Jenis Proses Industri
(liter/hari)
Industri rumah
Belum ada rekomendasi yang dapat disesuaikan
tangga
dengan kebutuhan air rumah tangga
Industri kecil
Minuman ringan 1.600 11.200
Industri sedang Industri es. 18.000 67.000
Kecap. 12.000 97.000
Minuman ringan. 65.000 7,8 juta
Industri pembekuan ikan
Industri besar
dan 225.000 1,35 juta
biota perairan lainnya.
400 700
Industri tekstil Proses pengolahan tekstil.
liter/kapita/har
Sumber : Departemen PU, Ditjen Cipta Karya Tahun 2006

3.1.2.3.4 Pertanian

Kebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air keperluan untuk
lahan pertanian yang dilayani oleh suatu sistem irigasi teknis, setengah teknis

164
maupun sederhana. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian
antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhan airnya per satuan luas.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-61Kebutuhan Air Pertanian Berdasarkan Jenis


Lahan

Jenis Lahan Kebutuhan Air (ltr/dtk/ha)

Sawah (padi) 1,5


Ladang (palawija) 0,4
Perkebunan 0,9
Sumber : Technical Report National Water Policy , 1992 dalam
Direktorat Pengairan dan Irigasi BAPPENAS Tahun 2006

3.1.2.3.5 Peternakan

Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil
penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water
Resources Policy Tahun 1992. Rinciannya dapat dilihat pada tabel di bawah.
Secara umum kebutuhan air untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara
mengkalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-62Kebutuhan Air Peternakan Berdasarkan Jenis


Ternak

Kebutuhan Air
Jenis Ternak
(Liter/ekor/hari)
Sapi/kerbau/kuda 40
Kambing/domba 5
Babi 6
Unggas 0.6
Sumber : Technical Report National Water Policy , 1992 dalam
Direktorat Pengairan dan Irigasi BAPPENAS Tahun 2006

3.1.2.3.6 Perikanan

Banyak metoda yang dapat dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air


perikanan. Kebutuhan ini meliputi untuk mengisi kolam pada saat awal tanam
dan untuk penggantian air. Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi
kualitas air dalam kolam. Intensitas penggantiannya tergantung pada jenis ikan
yang dipelihara. Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan
sesuai dengan studi yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk
kedalaman kolam ikankurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per
hektar adalah 35-40 mm/hari, air tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk
pengaliran/pembilasan. Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi
kembali lagi, maka besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya

165
sekitar 1/5 hingga 1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka
sebesar 7 mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.

3.1.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

3.1.3.1 Standar Kriteria


Perhitungan Debit Banjir

1. Curah Hujan Area


Curah hujan area adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan
suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir, adalah
curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan
pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan
wilayah/daerah/area dan dinyatakan dalam mm (Takeda, 1977).
Perhitungan curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik
pengamatan curah hujan, tujuan dari perhitungan curah hujan area ini adalah
untuk menghitung curah hujan maksimum rata-rata harian dari data yang ada.
2. Distribusi Frekuensi
Kebenaran dari kesimpulan yang dibuat dari analisis data hidrologi sebetulnya
tidak dapat dipastikan benar secara absolut, karena kesimpulan analisis hidrologi
umumnya dibuat berdasarkan data sampel dari populasi, oleh karena itu aplikasi
teori peluang sangat diperlukan dalam analisis hidrologi (Soewarno,1995). Dengan
cara ini dapat diperoleh periode berulang dari data yang tersedia. Sebagai aturan
umum, analisis frekuensi tidak seharusnya dilakukan untuk data yang
dikumpulkan kurang dari 10 tahun (Asdak,1995). Analisis frekuensi didasarkan
pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memeperoleh probabilitas
besaran hujan yang akan datang, sehingga dari sini dimaksudkan untuk untuk
menentukan besarnya debit rancangan, dimana dari debit rancangan ini akan
digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan perancangan detail konstruksi
bendungan. Adapun sistematika dari analisis frekuensi perhitungan hujan rencana
dapat dilakukan dengan menetukan parameter statistik, metode yang digunakan,
pengujian kebenaran distribusi dan kemudian dilakukan perhitungan hujan
rencana.
3. Parameter Statistik
Parameter-parameter statistik yang sering digunakan dalam perhitungan
analisis frekuensimeliputi rata-rata hitung (), standard deviasi (Sd), koefisien
variasi (Cv), koefisien kemiringan(Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Untuk
mendapatkan harga parameter-parameter statistik diatasdapat dilakukan dengan
perhitungan menggunakan persamaan dasar berikut (Soewarno,1995):

166
=

=
di mana :

= tinggi hujan harian/debit maksimum rata-rata selama n tahun


(mm)

= jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)

n = jumlah tahun pencatatan data hujan


Sd = deviasi standard
Cv = koefisien variasi
Cs = koefisien kemiringan (skewness)
Ck = koefisien Kurtosis
Dari ke-lima parameter di atas akan menentukan jenis metode distribusi yang
akan digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-63 Parameter Persyaratan dalam Analisis


Frekuensi

167
Sumber : Soewarno Tahun 1995
4. Pengujian Kecocokan Distribusi
Untuk menentukan kecocokan distribusi frekuensi dari sampel data terhadap
fungsi distribusi peluang yang diperkirakan, maka diperlukan pengujian parameter
(Soewarno,1995). Metode yang digunakan untuk menguji kecocokan distribusi
frekuensi antara lain Chi Kuadrat :
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel
yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X 2 , oleh
karena itu disebut dengan Uji Chi-Kuadrat. Parameter X 2 dapat dihitung dengan
persamaan:

=
di mana :

= parameter chi-kuadrat terhitung

G = jumlah sub-kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub-kelompok ke-i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i
Parameter X2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai X 2 sama
atau lebih besar dari pada nilai chi-kuadrat yang sebenarnya, dapat dilihat pada
Tabel 2.7.
Langkah-langkah untuk perhitungan uji chi-kuadrat adalah:
a. Mengurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
b. Mengelompokan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal 4
data pengamatan dimana jumlah kelas yang ada G = 1 +3,322 log n.

168
c. Menjumlahkan data pengamatan sebesar Oi, tiap-tiap sub-group.
d. Menjumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar E i,

Ei =

e. Tiap-tiap sub-group hitung nilai:

dan

f. Menjumlahkan seluruh G sub-group nilai untuk menentukan nilai

chi-kuadrat hitung.
g. Menentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2 untuk distribusi
normal dan binomial).
Interpretasi dari hasil pengujian chi-kuadrat adalah:
a. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima.
b. Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis
yang digunakan tidak dapat diterima.
c. Apabila peluang berada diantara 1-5% adalah tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu tambah data.
5. Debit Banjir Rencana
Tujuan analisis debit banjir adalah untuk memperoleh debit puncak yang
akan digunakan sebagai parameter desain rencana bangunan utama berupa
bendung atau bendungan(IMIDAP, 2009). Ada beberapa metode untuk menghitung
besarnya debit banjir rencana antara lain Metode Der Weduwen, Metode Haspers,
Metode Melchior dan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I. Tetapi karena
WS Halmahera Selatan memiliki luasan yang besar > dari 1000 km2, maka metode
yang akan digunakan untuk menghitung debit banjir yaitu Metode Haspers dan
Melchior

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-64 Berbagai Metode Perhitungan Debit Banjir

Parameter Berdasarkan luasan


No Metode Perhitungan
DAS

1 Rasional Untuk DAS dengan luas 40 ha


2 Der Weduwen Untuk DAS dengan luas 100 km2
3 Haspers Tidak memperhatikan luasan DAS

169
4 Melchior Untuk DAS dengan luas 100 km2
Sumber : Rancangan Pedoman teknis Bahan Konstruksi Bangunan Sipil, Dept PU, 2006

Di bawah ini akan disajikan beberapa metode perhitungan debit banjir


rencana sesuai dengan kondisi lokasi dan luasan DAS yang ada yaitu Metode Der
Weduwen, Haspers dan Metode Melchior.
1. Metode Haspers
Debit banjir rencana dapat dihitung menggunakan Metode Haspers dengan
persamaan (Loebis, 1987):

Qt= x x qn x A

= 1 +

t = 0.1 . L0.8 I-0.3

qn =
Intensitas hujan
Untuk t < 2 jam

Rn =
Untuk 2 jam t 19 jam

Rn =

Untuk 19 jam t 30 jam

Rn = 0.707R24

T dalam jam dan Rt, R24 (mm)


dimana:
Qt = Debit banjir rencana dengan periode T tahun (m3/detik)

170
Rn= Curah hujan maksimum untuk periode ulang T tahun (mm)
= koefisien pengaliran
= koefisien reduksi
qn = debit persatuan luas (m3/km2/ detik)
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas DAS (km2)
I = gradien sungai
Langkah-langkah menghitung debit puncak adalah sebagai berikut (Loebis,
1987):
a. Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode
ulang terpilih.
b. Menentukan koefisien run off untuk metode terpilih.
c. Menghitung luas DAS, panjang sungai dan gradien sungai.
d. Menghitung nilai waktu konsentrasi, koefisien reduksi, intensitas hujan,
debit per satuan luas dan debit rencana.
2. Metode Melchior
Debit banjir rencana dapat dihitung dengan menggunakan Metode Melchior
berdasarkan persamaan umum (Loebis, 1987):

Qt= x x qn x A

A= 3960 + 1720

= 0.52 (ketentuan Melchior)

t = 0.186 . L x Q-0.2 x I-0.4

qn =
di mana :
Qt = Debit banjir rencana dengan periode T tahun (m3/detik)
R24 = Curah hujan maksimum untuk periode ulang T tahun (mm)
= ketentuan Melchior
= koefisien reduksi
qn = debit persatuan luas (m3/km2/ detik)
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas DAS (km2)
I = gradien sungai

171
3. Metode Der Weduwen
Debit banjir rencana dapat dihitung dengan menggunakan Metode Der
Weduwen berdasarkan persamaan umum (Loebis, 1987) :

Qt = x x qn x A
t = 0.25. L . Qt-0.125 . I-0.25
= (120+((t+1)/(t+9)) A)/(120+A)
qn = R_n/240 (67.5)/(t+1.45)
= 1- (4.1)/(q_n+7)
dimana:
Qt = Debit banjir rencana dengan periode T tahun (m3/detik)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)
= koefisien pengaliran
= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
qn = debit persatuan luas (m3/km2/ detik)
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas DAS (km2)
L = panjang sungai (km)
I = gradien sungai atau medan

3.1.3.2 Standar Kualitas


Air

Tingkat pencemaran sungai,dapat diketahui dengan caran menganalisis


Status Mutu Air (SMA). SMA yaitu suatu tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau baik dalam waktu tertentu dengan
membandingkan terhadap baku mutu air. Agar SMA diketahui paramaeter kualitas
air yang diukur harus mengikuti parameter yang ditentukan dalam kriteria, selain
itu jumlah pengukuranpun lebih dari satu kali. Sebagai gambararan status mutu
air dari PP 82/2001 diuraikan dalam klasifikasi dan Kriteria Mutu Air dari PP
82/2001, tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
terdiri dari empat kelas sebagai berikut :
Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengankegunaan tsb.
Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

172
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tsb.
Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tsb.
Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tsb.

Untuk standar kualitas air baku harus mengacu pada peraturan-peraturan


yang telah ada. Adapun standar tersebut disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-65 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Klasifikasi


Kelas

Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

FISIKA

Deviasi
Devia Devia Devias temperatur dari
Temperatur C Deviasi 3
si 3 si 3 i5 keadaan
alamiahnya

Residu
mg/L 1000 1000 1000 2000
Tersuspensi

Bagi
pengolahan air
minum secara
Residu
mg/L 50 50 400 400 konvensional
Tersuspensi
,residu
tersuspensi
<5000mg/L

KIMIA ANORGANIK

Apabila secara
alamiah diluar
rentang tsb.,
maka
pH - 6-9 69 6-9 5-9
ditentukan
berdasarkan
kondisi
alamiah

173
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

Angka batas
DO mg/L 6 4 3 0
minimum

Total
fosfat, mg/L 0,2 0,2 1 5
sbg.P

Nitrat mg/L,NO 3 -N 10 10 20 20

Bagi
perikanan,amo
Amoniak mg/L,NH3 N 0,5 (-) (-) (-) nia bebas utk
ikan peka<0,02
mg/l sbg.NH 3

Arsen mg/L, As 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L,Co 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L,Ba 1 (-) (-) (-)

Boron Mg/L,B 1 1 1 1

Selenium mg/L,Se 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L,Cd 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) Mg/L,Cr 0,05 0,05 0,05 1


Bagi
pengolahan air
Tembaga mg/L.Cu 0,02 0,02 0,02 0,2 minum
konvensional,C
u <1 mg/L
Bagi
pengolahan air
Besi mg/L,Fe 0,3 (-) (-) (-) minum
konvensional,
Fe <5 mg/L
Bagi
pengolahan air
Timbal mg/L,Pb 0,03 0,03 0,03 1 minum
konvensional ,
Pb < 0,1 mg/L
Mangan mg/L,Mn 0,1 (-) (-) (-)

174
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

0,00 0,00
Air Raksa mg/L,Hg 0,001 0,002
2 5
Bagi
pengolahan air
Seng mg/L,Zn 0,05 0,05 0,05 2 minum
konvensional ,
Zn < 5 mg/L
Khlorida Mg/L,Cl 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L,CN 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida Mg/L,F 0,5 1,5 1,5 (-)


Bagi
pengolahan
air minum
Nitrit,sbg N mg/L,NO2-N 0,05 0,05 0,05 (-)
konvensional ,
NO 2 -N < 1
mg/L
Sulfat mg/L,SO4 400 (-) (-) (-)
Bagi Air Baku
Air Minum
Klorin
mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) tidak
Bebas
dipersyaratka
n
Bagi
pengolahan
Belerang 0,00 air minum
mg/L 0,002 0,002 (-)
sbg H2 S 2 konvensional ,
S sbg H 2 S <
0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
Bagi
Fecal
Jml/100mL 100 1000 2000 2000 pengolahan
coliform
air minum
konvensional,
Fecal coliform
< 2000
Total 10.00 10.0 jml/100 mL
Jml/100mL 1000 5000
Coliform 0 00 ,dan Total
coliform <
10.000
jml/100 mL.
RADIOAKTIVITAS

Gross A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1

175
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

Gross B Bq/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan
g/L 1000 1000 1000 (-)
Lemak

Detergent
g/L 200 200 200 (-)
sbg MBAS

Senyawa
g/L 1 1 1 (-)
Fenol

BHC g/L 210 210 210 (-)

Aldrien/Diel
g/L 17 (-) (-) (-)
drin

Chlordane g/L 3 (-) (-) (-)

DDT g/L 2 2 2 2

Heptachlor
g/L 18 (-) (-) (-)
&H.Epoxide

Lindane g/L 56 (-) (-) (-)

Methoxychlo
g/L 35 (-) (-) (-)
r

Endrin g/L 1 4 4 (-)

Toxaphan g/L 5 (-) (-) (-)

Keterangan Mg = Bq =
: milligram Bequerel

Nilai diatas
MBAS=Methy
merupakan
g = lene Blue
batas
mikrogram Active
max,kecual
Substance
i p H &DO

mL= Logam berat p


mililiter merupakan H,merupak
logam an nilai
Tersuspensi rentang
yang tidak
boleh

176
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

kurang dan
lebih

Arti (-),
bahwa
Nilai DO pada kelas
merupakan tsb,parame
batas ter
minimum tsb.tidak
dipersyarat
kan
Sumber : PP No.82/2001 Tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

3.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Komponen masukan utama dalam proses hidrologi adalah hujan.Kualitas dan


kuantitas data hujan menentukan kualitas ketepatan perencanaan dan
pengelolaan sumber daya air. Agar memperoleh data yang akurat maka perhatian
khusus perlu diberikan pada kondisi stasiun hujan, jumlahstasiun hujan,
kerapatan dan pola penyebaran serta ketelitian pencatatannya.
Hujan yang jatuh di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor alam
sehingga penyebarannya tidak akan merata dengan intensitas yang sama untuk
suatuwilayah sungai. Kedalaman, penyebaran, dan intensitas hujan yang tidak
merata dapat diketahui dengan menempatkan stasiun penakar hujan yang tepat
baik lokasi, jumlah, dan penyebarannya. Penempatan stasiun penakar hujan pada
umumnya didasarkan pada kebutuhan sesaat dan jangka menengah untuk
kebutuhan sektoral, sehingga belum memperhatikanpengembangan sumber daya
air secara menyeluruh. Hal ini dapat dimengerti karena penempatan stasiun
tersebut pada awalnya memang dirancang agar dapat mudah dioperasikan dan
mudah terjangkau.
Kerapatan (density) stasiun hujan dalam DAS mempakan salah satu
faktorpenting dalam analisis hidrologi, terutama yang menyangkut parameter
hujannya.Hal ini berkaitan dengan berapa besar sebaran dan kerapatan stasiun
hujan dalam suatu DAS dapat memberikan data yang mewakili DAS yang
bersangkutan, sertaberapa besar sebaran dan kerapatannya berpengaruh terhadap
tingkat kesalahan nilairerata datanya. Permasalahan jumlah dan sebaran stasiun
hujan dalam DAS di Indonesia sampai saat ini masih jarang mendapat perhatian.
Hal ini terbukti masih belum adanya petunjuk yang baku tentang metode yang
tepat tentang pola penempatandan penyebaran stasiun penakar hujan.

177
WMO (World Meterological Organization) memiliki aturan standar kerapatan
stasiun hujan sebagai berikut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-66 Aturan Standar Kerapatan Stasiun Hujan


Menurut WMO
Kisaran Norma-Norma Kisaran Norma-Norma
Jaringan Minimum Sementara Yang
(Luas Dalam km2 Diperbolehkan Dalam
Tipe Wilayah
untuk 1 Stasiun) Kondisi-Kondisi
Yang Sulit (Luas Dalam
km2/stasiun)
Wilayah datar pada zona 600 900 900 3000
iklim sedang, mediteran,
dan tropika
Wilayah bergunung-gunung 100 250 250 1000
pada zona iklim sedang, (pada kondisi yang sulit
mediteran, dan tropika
dapat melebihi 2000)
Kepulauan-kepulauan 25 250 1000
pegunungan yang kecil (pada kondisi yang sulit
dengan presipitasi yang
dapat melebihi 2000)
sangat tidak beraturan,
jaringan hidrografi sangat
rapat
Zona-zona arid dan kutub 1500 10000
(tidak termasuk gurun-
gurun yang luas)
Sumber : Seyhan dalam WMO Tahun 1977
Berdasarkan aturan standar WMO tersebut maka dapat dibuat asumsi bahwa
jika terdapat dua stasiun hujan, namun salah satu stasiun hujan tidak memiliki
data hujan untuk kurun waktu tertentu, maka data stasiun hujan yang ada dapat
diasumsikan sama untuk menggantikan data stasiun hujan yang kosong jika letak
stasiun hujan yang tak memiliki data terliput dalam area stasiun hujan yang
memiliki data menurut standar WMO.
Mengacu pada elevasi sebagai faktor utama perbedaan tebal hujan, maka saat
elevasi memiliki nilai tetap selisih dari data hujan masing-masing stasiun terhadap
stasiun lainnya cenderung tetap. Walaupun perubahan iklim saat ini terjadi
namun untuk jangka waktu yang pendek (kurang dari ratusan tahun) perubahan
iklim hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap perbedaan curah hujan
sehingga faktor perubahan iklim dapat diabaikan.
Sintetik data stasiun hujan dengan asumsi-asumsi tersebuts hanya dapat
dilakukan untuk suatu area yang memiliki kondisi topografi yang tidak kompleks,
kondisi iklim yang relatif homogen, arah angin yang relatif sama, terdapat
sedikitnya dua data stasiun hujan aktual, terdapat seri data hujan untuk seluruh

178
stasiun yang akan dilakukan sintetik data dalam kurun waktu tertentu dan sama,
serta data hujan yang ada merupakan data stasiun hujan yang panjang dan
setidaknya lebih dari lima tahun. Data stasiun hujan yang aktual digunakan
untuk membuat data stasiun hujan di stasiun-stasiun hujan lain dalam kurun
waktu yang sama dengan data aktual. Untuk menciptakan data aktual dari
stasiun-stasiun hujan tersebut, data rataan selisih antar stasiun hujan untuk
kurun waktu tertentu harus dimiliki terlebih dahulu. Jika syarat-syarat tersebut
tidak terpenuhi maka hasil dari sintetik data hujan akan cenderung memiliki nilai
deviasi yang sangat besar.
Beberapa penelitian yang telah banyak dilakukan khususnya di Pulau Jawa
(Sri Harto dan Vermeulen, 1987) yang menyatakan bahwa kerapatan jaringan
stasiun hujan dan penyimpangan perkiraan hujan DAS yang menunjukkan
kenampakan yang sama, yaitu memiliki hubungan eksponensial antara jumlah
stasiun hujan yang digunakan dalam suatu analisis dengan besar penyimpangan
perkiraan dibandingkan dengan suatu patokan tertentu. Penyimpangan tersebut
bukan hanya disebabkan oleh jumlah stasiun hujan, akan tetapi pengaruh pola
penempatan stasiun-stasiun tersebut.

3.1.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha

Dalam Undang-Undang Sumber Daya Air pasal 11 ayat 3


disebutkan bahwa penyusunan pola pengelolaan sumberdaya air sebagaimana
dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-
luasnya. Hal ini penting agar tata pengaturan air di WSHalmahera Selatan dapat
terselenggara dengan baik. Upaya melibatkan masyarakat secara aktif dalam
menjaga serta memelihara keberlangsungan mulai dari lingkungan hidupnya
harus mulai dari lingkungan terkecil yaitu rumah tangga, RT/RW,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota sampai dengan lingkungan yang
lebih besar di wilayah aliran sungai.
Maksud pemberdayaan dalam hal ini sesuai Undang-Undang Sumber Daya
Air adalah pemberdayaan yang dilaksanakan pada kegiatan perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, pengawasan, operasi dan pemeliharaan sumberdaya air
dengan melibatkan peran masyarakat. Namun demikian kelompok masyarakat
atas prakarsa sendiri dapat pula
melaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing
dengan
berpedoman pada tujuan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumberdaya air.

179
Bentuk pemberdayaan yang diselenggarakan adalah pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pendampingan. Pendampingan
dan pelatihan bidang sumberdaya air ditujukan untuk pemberdayaan para
pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayah sungai. Peningkatan peran
kelembagaan sebagaimana pasal 12 UU No 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa
pengelolaan air didasarkan pada wilayah sungai. Mengingat hal tersebut di atas
sangat diperlukan adanya kelembagaan Pengelola Sumber Daya Air di Wilayah
Sungai Halmahera Selatan yang mampu melaksanakan prinsip one river, one plan,
and one integrated management.

3.2 Hasil Analisis

3.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

3.2.1.1 Analisis Peta


Tematik DAS dan WS

Untuk lebih jelasnya mengenai luas Wilayah Sungai Halmahera Selatan


beserta kabupaten/kota yang masuk di dalamnya disajikan pada tabel di bawah
ini

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-67Luas Wilayah SungaiHalmahera Selatan

No Kabupaten/ Kota Luas Persentase


1 Halmahera Selatan 5162,86 34,53%
2 Tidore Kepulauan 1299,89 8,69%
3 Ternate (Pulau Moti) 24,97 0,17%
4 Halmahera Timur 6146,85 41,11%
5 Halmahera Tengah 2317,30 15,50%
TOTAL 14951,86 100%
Sumber : Keppres Tahun 2012 tentang Penetapan WS di Indonesia dan Hasil Analisis Tahun 2012

180
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-68 Luas danProsentase DASTerhadap Luasan
Kabupaten/Kota
yang masuk dalam WSHalmahera Selatan

Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase


Halmahera Selatan 61 DAS Foya 63,00 30%
62 DAS Kuala Bali 79,30 94%
63 DAS Santu 22,41 100%
64 DAS Lelubi 30,59 100%
65 DAS Saleo 30,57 100%
66 DAS Matfa 25,66 100%
67 DAS Lamo 222,33 99%
68 DAS Floa 181,62 100%
69 DAS Batonam 74,28 100%
70 DAS Tingsonga 84,78 100%
71 DAS Wasi 17,77 100%
72 DAS Barungbarung 16,10 100%
73 DAS Wosi 62,89 100%
74 DAS Tima 11,73 100%
75 DAS Wemlonga 56,25 100%
76 DAS Uboubo 38,25 100%
77 DAS Gola 63,63 100%
78 DAS Dingaloal Besar 22,02 100%
79 DAS Wali 39,72 100%
80 DAS Tagia 45,10 100%
81 DAS Saole 32,14 100%
82 DAS Beua 104,35 100%
83 DAS Liap 89,60 100%
84 DAS Tulebawake 19,64 100%
85 DAS Suarat 119,02 100%
86 DAS Toman 76,36 100%
87 DAS Warengi 30,45 100%
88 DAS Sua 27,32 100%
89 DAS Gainanu 14,07 100%
90 DAS Wagiat 85,29 100%
91 DAS Botan 45,57 100%
92 DAS Loteongueu 40,08 100%
93 DAS Samamalilinga 12,78 100%
94 DAS Jebubu Besar 19,79 100%
95 DAS Diwol 12,06 100%
96 DAS Falamalongilu 13,47 100%
97 DAS Uoubo 6,28 100%
98 DAS Uoyang 9,71 100%
99 DAS Samamaluku 19,18 100%

181
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
100 DAS Jaga 7,74 100%
101 DAS Kolanomaake 3,88 100%
102 DAS Papaceda 3,18 100%
103 DAS Kadabu 3,80 100%
104 DAS Rano 35,92 100%
105 DAS Tagli 15,62 100%
106 DAS Ali 8,53 100%
107 DAS Lipai 8,89 100%
108 DAS Saketa 34,52 100%
109 DAS Tango 15,62 100%
110 DAS Lasa 20,26 100%
111 DAS Bobiri 8,11 100%
112 DAS Bosso 10,42 100%
113 DAS Rogirogi 45,57 100%
114 DAS Tokaka 15,12 100%
115 DAS Moloku 21,64 100%
116 DAS Samo 55,26 100%
117 DAS Samat 3,58 100%
118 DAS Moang Kecil 8,32 100%
119 DAS Sumira 47,83 93%
186 DAS Para 1,14 100%
187 DAS Ngofaklaha 4,69 100%
188 DAS Tiowon 5,79 100%
189 DAS Sangapati 4,74 100%
190 DAS Uratbaru 6,41 100%
191 DAS Bakuli 7,11 100%
192 DAS Waitakapat 12,20 100%
193 DAS Malapa 5,84 100%
194 DAS Bobawa 6,40 100%
195 DAS Taboso 9,13 100%
196 DAS Subabe 10,04 100%
197 DAS Salolo 4,21 100%
198 DAS Kagohi 6,45 100%
199 DAS Kayoa 6,39 100%
200 DAS Guruapin 92,03 100%
201 DAS Taneti 31,45 100%
202 DAS Latalata 50,72 100%
203 DAS Dihuru 19,99 100%
204 DAS Kou 33,25 100%
205 DAS Kota 30,01 100%
206 DAS Turibesar 26,25 100%
207 DAS Jabubu 26,28 100%

182
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
208 DAS Supai 40,01 100%
209 DAS Puacaritos 42,03 100%
210 DAS Langgudi 89,93 100%
211 DAS Imbuimbu 54,77 100%
212 DAS Kasituta 22,17 100%
213 DAS Doko 5,42 100%
214 DAS Palamea 16,00 100%
215 DAS Mamang 17,58 100%
216 DAS Ngome 23,25 100%
217 DAS Jojame 47,07 100%
218 DAS Kasolaka 32,10 100%
219 DAS Kailaka 3,74 100%
220 DAS Nyali 37,74 100%
221 DAS Gilalang 25,40 100%
222 DAS Timonga 19,62 100%
223 DAS Gamemu 46,96 100%
224 DAS Jolaro 31,70 100%
225 DAS Nyilinyati 80,36 100%
226 DAS Ramang 47,01 100%
227 DAS Samalanga 252,85 100%
228 DAS Tawale 49,12 100%
229 DAS Wayaua 62,61 100%
230 DAS Songa 43,93 100%
231 DAS Bibinoy 77,98 100%
232 DAS Raim 48,90 100%
233 DAS Batipota 46,97 100%
234 DAS Batisa 104,76 100%
235 DAS Laleba 25,00 100%
236 DAS Lanio 16,26 100%
237 DAS Mati 13,19 100%
238 DAS Jikolamo 11,31 100%
239 DAS Orimaoho Kecil 6,17 100%
240 DAS Wayamoha 11,51 100%
241 DAS Turpana 4,44 100%
242 DAS Linggua 19,09 100%
243 DAS Salowako 14,79 100%
244 DAS Ngame 30,90 100%
245 DAS Permasang 20,98 100%
246 DAS Bilik 5,62 100%
247 DAS Kubung 46,18 100%
248 DAS Subusubu 17,08 100%
249 DAS Tuakang 23,44 100%

183
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
250 DAS Kupal 32,71 100%
251 DAS Mandaong 99,20 100%
252 DAS Inggol 61,61 100%
253 DAS Sengge 52,55 100%
254 DAS Indamut 13,72 100%
255 DAS Kapulusan 119,86 100%
256 DAS Sumatinggi 41,80 100%
257 DAS Bobo 32,96 100%
258 DAS Kusubabi 31,54 100%
259 DAS Ahadau 41,07 100%
260 DAS Waya 36,71 100%
261 DAS Hanambane 87,92 100%
262 DAS Mandioli 50,30 100%
263 DAS Damar 59,53 100%
264 DAS Hasil 25,94 100%
TOTAL 5162,86
Tidore Kepulauan 54 DAS Kobe 258,93 32%
57 DAS Fidi 85,57 53%
58 DAS Yeteta 15,13 32%
59 DAS Roti 1,59 4%
60 DAS Tilope 38,43 46%
61 DAS Foya 74,4 35%
62 DAS Kuala Bali 5,34 6%
67 DAS Lamo 1,15 1%
119 DAS Sumira 3,53 7%
120 DAS Dehopoda 27,30 100%
121 DAS Gulaci 23,00 100%
122 DAS Lifofa 51,59 100%
123 DAS Adala 18,27 100%
124 DAS Maidi 27,92 100%
125 DAS Tafaga 38,49 100%
126 DAS Jorongmadana 12,69 100%
127 DAS Toe 11,39 100%
128 DAS Tos 26,49 100%
129 DAS Nawari 27,07 100%
130 DAS Payahe 5,64 100%
131 DAS Tayawi 29,14 100%
132 DAS Koli 53,20 100%
133 DAS Iyadimatiti 360,10 100%
134 DAS Tului 25,74 100%
135 DAS Tawa 17,83 100%
136 DAS Lola 36,10 100%

184
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
137 DAS Loko 10,01 100%
138 DAS Siokona 12,09 100%
139 DAS Roy 90,70 100%
140 DAS Tobebatu 29,07 100%
141 DAS Sabaru 22,40 100%
142 DAS Mira 24,47 100%
143 DAS Oba 64,26 100%
144 DAS Kayasa 34,15 100%
145 DAS Tagorango 163,96 100%
146 DAS Ngoguni 8,10 19%
147 DAS Tomores 43,24 82%
148 DAS Pariama 1,97 1%
TOTAL 1299,89
Ternate (Pulau
Moti) 179 DAS Tuma 3,33 100%
180 DAS Tadena 4,58 100%
181 DAS Dabaang 5,06 100%
182 DAS Tanjung 2,82 100%
183 DAS Gomang 2,55 100%
184 DAS Fitako 3,14 100%
185 DAS Kibal 3,50 100%
TOTAL 24,97
Halmahera Timur 1 DAS Dowango 57,20 100%
2 DAS Pematango 162,76 100%
3 DAS Akelamo 649,79 100%
4 DAS Wayai 40,14 100%
5 DAS Mabulan 68,43 100%
6 DAS Titunus 28,04 100%
7 DAS Afu 17,07 100%
8 DAS Lili 141,36 100%
9 DAS Waisango 121,09 100%
10 DAS Onat 543,71 100%
11 DAS Goifali 32,50 100%
12 DAS Wayamli 21,57 100%
13 DAS Galatita 61,43 100%
14 DAS Wala 62,78 100%
15 DAS Pekaulang 105,64 100%
16 DAS Gau 74,64 100%
17 DAS Gamesan 43,65 100%
18 DAS Bukumatiti 12,65 100%
19 DAS Waifli 32,02 100%
20 DAS Soalaipoh 71,35 100%

185
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
21 DAS Sangaji 842,48 100%
22 DAS Gipyolimbi 128,83 100%
23 DAS Misoliwoyo 41,61 100%
24 DAS Gotowasi 14,58 100%
25 DAS Waci 217,64 58%
26 DAS Woyokia 34,51 75%
47 DAS Doe 11,98 6%
50 DAS Waleh 45,93 22%
51 DAS Sepo 23,11 12%
54 DAS Kobe 101,12 12%
146 DAS Ngoguni 34,25 81%
147 DAS Tomores 9,51 18%
148 DAS Pariama 160,60 94%
149 DAS Ekor 24,83 100%
150 DAS Minimin 18,25 100%
151 DAS Jawali 34,03 100%
152 DAS Saosati 96,44 100%
153 DAS Waijol 82,64 100%
154 DAS Tolawi 188,94 100%
155 DAS Akesalaka 42,67 100%
156 DAS Wasilae 22,43 100%
157 DAS Gurua 44,57 100%
158 DAS Subaim 40,89 100%
159 DAS Opyang 203,08 100%
160 DAS Dodoga 289,62 100%
161 DAS Wabti 29,90 100%
162 DAS Tutuli 136,07 100%
163 DAS Petegon 85,55 100%
164 DAS Titilegan 15,05 100%
165 DAS Lolobata 96,16 100%
166 DAS Milaning 28,66 100%
167 DAS Koicina 96,59 100%
168 DAS Tatuo 13,66 100%
169 DAS Iga 40,13 100%
170 DAS Ngairi 17,95 100%
171 DAS Gagaeli 185,12 100%
172 DAS Buli 56,69 100%
173 DAS Tatam 78,65 100%
174 DAS Hapihapa 25,81 100%
175 DAS Niwiwi 49,24 100%
176 DAS Cepang 26,49 100%
177 DAS Lobilobi 42,39 100%

186
Kabupaten/ Kota No. DAS Nama DAS Luas Persentase
178 DAS Jerawai 20,40 100%
TOTAL 6146,85
Halmahera Tengah 25 DAS Waci 155,82 42%
26 DAS Woyokia 11,38 25%
27 DAS Bialcili 53,59 100%
28 DAS Bim 68,02 100%
29 DAS Beb 37,86 100%
30 DAS Oat 38,03 100%
31 DAS Gawani 54,08 100%
32 DAS Peniti 22,77 100%
33 DAS Kipin 10,15 100%
34 DAS Fan 21,26 100%
35 DAS Dolori 45,49 100%
36 DAS Lololimdi 23,91 100%
37 DAS Ngangamiango 40,07 100%
38 DAS Palpopo 12,71 100%
39 DAS Sakaw 12,52 100%
40 DAS Yaba 13,24 100%
41 DAS Camece 11,35 100%
42 DAS Wasis 18,35 100%
43 DAS Moreala 27,87 100%
44 DAS Biaboki 24,38 100%
45 DAS Botiol 22,42 100%
46 DAS Bone 21,33 100%
47 DAS Doe 186,26 94%
48 DAS Mesa 27,88 100%
49 DAS Sepa 31,38 100%
50 DAS Waleh 166,99 78%
51 DAS Sepo 165,77 88%
52 DAS Gemaf 45,09 100%
53 DAS Leuef 31,85 100%
54 DAS Kobe 450,65 56%
55 DAS Tegalis 34,15 100%
56 DAS Wastulo 12,53 100%
57 DAS Fidi 76,08 47%
58 DAS Yeteta 31,56 68%
59 DAS Roti 41,58 96%
60 DAS Tilope 45,56 54%
61 DAS Foya 73,74 35%
148 DAS Pariama 8,99 5%
265 DAS Gebe 140,64 100%
TOTAL 2317,30
Sumber : Keppres Tahun 2012 tentang Penetapan WS di Indonesia dan Analisis Tahun 2012

187
Peta Wilayah Sungai Halmahera Selatan yang ditinjau dari DAS dan
kabupaten/kota yang masuk di dalamnya dapat dilihat pada peta di bawah
ini.

188
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-16 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Yang Ada di Wilayah Sungai Halmahera Selatan

189
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-17 Peta Batas Administrasi Kabupaten Yang Masuk di Wilayah Sungai Halmahera Selatan

190
3.2.1.2 AnalisisTutupan
Lahan

Pencatatan data mengenai tutupan lahan di Wilayah SungaiHalmahera


Selatan masih sangat terbatas, hal ini dipengaruhi dengan terbatasnya data
mengenai penggunaan lahan di Propinsi Maluku Utara. Data mengenai lahan
antara satu dan yang lainnya sering menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik
provinsi memiliki banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan
relatif lebih sulit dilakukan. Selain itu juga saat ini semakin banyak perubahan
penggunaan lahan di Wilayah SungaiHalmahera Selatan akibat perubahan fungsi
lahan.
Tutupan lahan merupakan representasi kenampakan ruang yang dapat
menggambarkan aktivitas ekonomi suatu kawasan serta untuk mengetahui kondisi
umum suatu daerah. Oleh karena itu hampir dalam setiap kajian wilayah,
informasi tutupan lahan dan tata guna lahan merupakan aspek pertama yang
harus diketahui untuk menyusun rencana selanjutnya. Dengan demikian data dan
informasi yang akurat mengenai tutupan lahan menjadi kunci pokok kehandalan
analisis wilayah, baik dalam konteks daerah administrasi, Daerah Aliran Sungai,
kawasan pembangunan ekonomi atau lainnya.
Tutupan lahan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat dilihat pada peta
di bawah ini.

191
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-69 Peta Tutupan Lahan Wilayah Sungai Halmahera Selatan

192
3.2.1.3 Analisis Potensi
Erosi Lahan

Dengan menggunakan persamaan atau model perhitungankehilangan tanah


atau Universal Soil Loss Equation (USLE) sepertiyang dikemukakan oleh
Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak.C., 2007 maka masing-masingDAS di
Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat ditentukan besarnya erosi yang sedang
terjadi.

3.2.1.3.1 Nilai R (Nilai Erosivitas Hujan)

I30 = P / (77,178 + 1,010 P)


= 166,68 / (77,178 + 1,01 * 166,68)
= 0,67887
E = 14,374 P1,075
= 14,374 * 166,681,075
= 3516,47
R = (E x I30) / 100
= (3516,47 * 0,67887) / 100
= 23,87 ton.cm/ ha.jam

3.2.1.3.2 Nilai K (Nilai Erodibilitas Lahan)

Untuk lahan yang luas seperti Wilayah Sungai Halmahera Selatan agar nilai K
proporsional maka dapat digunakan peta tanah, berdasarkan peta tanah Provinsi
Maluku Utara jenis tanah di Wilayah Sungai Halmahera Selatandapat dilihat
seperti tabel di bawah ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-70 Menentukan Nilai Erodibilitas (K)


pada Masing-Masing DAS di Wilayah SungaiHalmahera Selatan

No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K


1 DAS Dowango Renzina 0,24
2 DAS Pematango Kambisol 0,26
3 DAS Akelamo Kambisol 0,26
4 DAS Wayai Kambisol 0,26
5 DAS Mabulan Kambisol 0,26
6 DAS Titunus Renzina 0,24
7 DAS Afu Podsolik 0,18
8 DAS Lili Kambisol 0,26
9 DAS Waisango Podsolik 0,18
10 DAS Onat Kambisol 0,26
11 DAS Goifali Podsolik 0,18
12 DAS Wayamli Kambisol 0,26
13 DAS Galatita Podsolik 0,18

193
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
14 DAS Wala Latosol 0,09
15 DAS Pekaulang Latosol 0,09
16 DAS Gau Kambisol 0,26
17 DAS Gamesan Latosol 0,09
18 DAS Bukumatiti Latosol 0,09
19 DAS Waifli Latosol 0,09
20 DAS Soalaipoh Latosol 0,09
21 DAS Sangaji Latosol 0,09
22 DAS Gipyolimbi Podsolik 0,18
23 DAS Misoliwoyo Renzina 0,24
24 DAS Gotowasi Renzina 0,24
25 DAS Waci Podsolik 0,18
26 DAS Woyokia Renzina 0,24
27 DAS Bialcili Renzina 0,24
28 DAS Bim Renzina 0,24
29 DAS Beb Renzina 0,24
30 DAS Oat Renzina 0,24
31 DAS Gawani Renzina 0,24
32 DAS Peniti Renzina 0,24
33 DAS Kipin Renzina 0,24
34 DAS Fan Renzina 0,24
35 DAS Dolori Podsolik 0,18
36 DAS Lololimdi Renzina 0,24
37 DAS Ngangamiango Renzina 0,24
38 DAS Palpopo Podsolik 0,18
39 DAS Sakaw Podsolik 0,18
40 DAS Yaba Podsolik 0,18
41 DAS Camece Podsolik 0,18
42 DAS Wasis Podsolik 0,18
43 DAS Moreala Podsolik 0,18
44 DAS Biaboki Podsolik 0,18
45 DAS Botiol Podsolik 0,18
46 DAS Bone Podsolik 0,18
47 DAS Doe Podsolik 0,18
48 DAS Mesa Podsolik 0,18
49 DAS Sepa Podsolik 0,18
50 DAS Waleh Podsolik 0,18
51 DAS Sepo Latosol 0,09
52 DAS Gemaf Latosol 0,09
53 DAS Leuef Latosol 0,09
54 DAS Kobe Renzina 0,24
55 DAS Tegalis Renzina 0,24
56 DAS Wastulo Podsolik 0,18
57 DAS Fidi Podsolik 0,18
58 DAS Yeteta Podsolik 0,18
59 DAS Roti Podsolik 0,18
60 DAS Tilope Podsolik 0,18
61 DAS Foya Podsolik 0,18
62 DAS Kuala Bali Aluvial 0,22

194
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
63 DAS Santu Podsolik 0,18
64 DAS Lelubi Podsolik 0,18
65 DAS Saleo Podsolik 0,18
66 DAS Matfa Podsolik 0,18
67 DAS Lamo Podsolik 0,18
68 DAS Floa Podsolik 0,18
69 DAS Batonam Podsolik 0,18
70 DAS Tingsonga Podsolik 0,18
71 DAS Wasi Podsolik 0,18
72 DAS Barungbarung Podsolik 0,18
73 DAS Wosi Podsolik 0,18
74 DAS Tima Podsolik 0,18
75 DAS Wemlonga Podsolik 0,18
76 DAS Uboubo Podsolik 0,18
77 DAS Gola Podsolik 0,18
78 DAS Dingaloal Besar Podsolik 0,18
79 DAS Wali Podsolik 0,18
80 DAS Tagia Podsolik 0,18
81 DAS Saole Podsolik 0,18
82 DAS Beua Podsolik 0,18
83 DAS Liap Aluvial 0,22
84 DAS Tulebawake Podsolik 0,18
85 DAS Suarat Aluvial 0,22
86 DAS Toman Aluvial 0,22
87 DAS Warengi Podsolik 0,18
88 DAS Sua Aluvial 0,22
89 DAS Gainanu Aluvial 0,22
90 DAS Wagiat Aluvial 0,22
91 DAS Botan Aluvial 0,22
92 DAS Loteongueu Podsolik 0,18
93 DAS Samamalilinga Aluvial 0,22
94 DAS Jebubu Besar Aluvial 0,22
95 DAS Diwol Aluvial 0,22
96 DAS Falamalongilu Aluvial 0,22
97 DAS Uoubo Aluvial 0,22
98 DAS Uoyang Aluvial 0,22
99 DAS Samamaluku Aluvial 0,22
100 DAS Jaga Aluvial 0,22
101 DAS Kolanomaake Aluvial 0,22
102 DAS Papaceda Aluvial 0,22
103 DAS Kadabu Aluvial 0,22
104 DAS Rano Aluvial 0,22
105 DAS Tagli Aluvial 0,22
106 DAS Ali Aluvial 0,22
107 DAS Lipai Aluvial 0,22
108 DAS Saketa Aluvial 0,22
109 DAS Tango Aluvial 0,22
110 DAS Lasa Aluvial 0,22
111 DAS Bobiri Aluvial 0,22

195
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
112 DAS Bosso Aluvial 0,22
113 DAS Rogirogi Aluvial 0,22
114 DAS Tokaka Aluvial 0,22
115 DAS Moloku Aluvial 0,22
116 DAS Samo Aluvial 0,22
117 DAS Samat Podsolik 0,18
118 DAS Moang Kecil Podsolik 0,18
119 DAS Sumira Podsolik 0,18
120 DAS Dehopoda Podsolik 0,18
121 DAS Gulaci Podsolik 0,18
122 DAS Lifofa Aluvial 0,22
123 DAS Adala Podsolik 0,18
124 DAS Maidi Podsolik 0,18
125 DAS Tafaga Aluvial 0,22
126 DAS Jorongmadana Aluvial 0,22
127 DAS Toe Aluvial 0,22
128 DAS Tos Aluvial 0,22
129 DAS Nawari Aluvial 0,22
130 DAS Payahe Aluvial 0,22
131 DAS Tayawi Podsolik 0,18
132 DAS Koli Podsolik 0,18
133 DAS Iyadimatiti Aluvial 0,22
134 DAS Tului Aluvial 0,22
135 DAS Tawa Aluvial 0,22
136 DAS Lola Aluvial 0,22
137 DAS Loko Aluvial 0,22
138 DAS Siokona Aluvial 0,22
139 DAS Roy Aluvial 0,22
140 DAS Tobebatu Aluvial 0,22
141 DAS Sabaru Aluvial 0,22
142 DAS Mira Aluvial 0,22
143 DAS Oba Aluvial 0,22
144 DAS Kayasa Aluvial 0,22
145 DAS Tagorango Aluvial 0,22
146 DAS Ngoguni Aluvial 0,22
147 DAS Tomores Renzina 0,24
148 DAS Pariama Kambisol 0,26
149 DAS Ekor Podsolik 0,18
150 DAS Minimin Podsolik 0,18
151 DAS Jawali Kambisol 0,26
152 DAS Saosati Kambisol 0,26
153 DAS Waijol Latosol 0,09
154 DAS Tolawi Latosol 0,09
155 DAS Akesalaka Renzina 0,24
156 DAS Wasilae Renzina 0,24
157 DAS Gurua Latosol 0,09
158 DAS Subaim Latosol 0,09
159 DAS Opyang Kambisol 0,26
160 DAS Dodoga Kambisol 0,26

196
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
161 DAS Wabti Kambisol 0,26
162 DAS Tutuli Renzina 0,24
163 DAS Petegon Podsolik 0,18
164 DAS Titilegan Renzina 0,24
165 DAS Lolobata Renzina 0,24
166 DAS Milaning Renzina 0,24
167 DAS Koicina Renzina 0,24
168 DAS Tatuo Renzina 0,24
169 DAS Iga Podsolik 0,18
170 DAS Ngairi Renzina 0,24
171 DAS Gagaeli Renzina 0,24
172 DAS Buli Podsolik 0,18
173 DAS Tatam Renzina 0,24
174 DAS Hapihapa Podsolik 0,18
175 DAS Niwiwi Podsolik 0,18
176 DAS Cepang Podsolik 0,18
177 DAS Lobilobi Latosol 0,09
178 DAS Jerawai Renzina 0,24
179 DAS Tuma Kambisol 0,26
180 DAS Tadena Kambisol 0,26
181 DAS Dabaang Kambisol 0,26
182 DAS Tanjung Kambisol 0,26
183 DAS Gomang Kambisol 0,26
184 DAS Fitako Kambisol 0,26
185 DAS Kibal Kambisol 0,26
186 DAS Para Kambisol 0,26
187 DAS Ngofaklaha Kambisol 0,26
188 DAS Tiowon Kambisol 0,26
189 DAS Sangapati Kambisol 0,26
190 DAS Uratbaru Kambisol 0,26
191 DAS Bakuli Kambisol 0,26
192 DAS Waitakapat Kambisol 0,26
193 DAS Malapa Kambisol 0,26
194 DAS Bobawa Kambisol 0,26
195 DAS Taboso Kambisol 0,26
196 DAS Subabe Kambisol 0,26
197 DAS Salolo Kambisol 0,26
198 DAS Kagohi Kambisol 0,26
199 DAS Kayoa Kambisol 0,26
200 DAS Guruapin Aluvial 0,22
201 DAS Taneti Kambisol 0,26
202 DAS Latalata Kambisol 0,26
203 DAS Dihuru Kambisol 0,26
204 DAS Kou Renzina 0,24
205 DAS Kota Renzina 0,24
206 DAS Turibesar Renzina 0,24
207 DAS Jabubu Renzina 0,24
208 DAS Supai Renzina 0,24
209 DAS Puacaritos Renzina 0,24

197
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
210 DAS Langgudi Kambisol 0,26
211 DAS Imbuimbu Kambisol 0,26
212 DAS Kasituta Kambisol 0,26
213 DAS Doko Kambisol 0,26
214 DAS Palamea Kambisol 0,26
215 DAS Mamang Kambisol 0,26
216 DAS Ngome Renzina 0,24
217 DAS Jojame Aluvial 0,22
218 DAS Kasolaka Aluvial 0,22
219 DAS Kailaka Aluvial 0,22
220 DAS Nyali Aluvial 0,22
221 DAS Gilalang Aluvial 0,22
222 DAS Timonga Aluvial 0,22
223 DAS Gamemu Aluvial 0,22
224 DAS Jolaro Aluvial 0,22
225 DAS Nyilinyati Aluvial 0,22
226 DAS Ramang Aluvial 0,22
227 DAS Samalanga Aluvial 0,22
228 DAS Tawale Renzina 0,24
229 DAS Wayaua Renzina 0,24
230 DAS Songa Aluvial 0,22
231 DAS Bibinoy Aluvial 0,22
232 DAS Raim Aluvial 0,22
233 DAS Batipota Aluvial 0,22
234 DAS Batisa Aluvial 0,22
235 DAS Laleba Aluvial 0,22
236 DAS Lanio Aluvial 0,22
237 DAS Mati Aluvial 0,22
238 DAS Jikolamo Aluvial 0,22
239 DAS Orimaoho Kecil Aluvial 0,22
240 DAS Wayamoha Aluvial 0,22
241 DAS Turpana Aluvial 0,22
242 DAS Linggua Renzina 0,24
243 DAS Salowako Renzina 0,24
244 DAS Ngame Renzina 0,24
245 DAS Permasang Renzina 0,24
246 DAS Bilik Renzina 0,24
247 DAS Kubung Renzina 0,24
248 DAS Subusubu Renzina 0,24
249 DAS Tuakang Renzina 0,24
250 DAS Kupal Renzina 0,24
251 DAS Mandaong Kambisol 0,26
252 DAS Inggol Aluvial 0,22
253 DAS Sengge Aluvial 0,22
254 DAS Indamut Aluvial 0,22
255 DAS Kapulusan Aluvial 0,22
256 DAS Sumatinggi Aluvial 0,22
257 DAS Bobo Aluvial 0,22
258 DAS Kusubabi Aluvial 0,22

198
No. DAS Nama DAS Jenis Tanah Mayoritas K
259 DAS Ahadau Kambisol 0,26
260 DAS Waya Renzina 0,24
261 DAS Hanambane Renzina 0,24
262 DAS Mandioli Renzina 0,24
263 DAS Damar Renzina 0,24
264 DAS Hasil Aluvial 0,22
265 DAS Gebe Aluvial 0,22
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2011

3.2.1.3.3 Nilai LS (Faktor Panjang dan Kelerengan Tanah)

Nilai LS dihitung dengan melihat panjang dan kelerengan lahan di lokasi


pekerjaan.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-71Kelerengan Lahan dan Nilai Faktor LS


pada Masing-Masing DAS di Wilayah Sungai Halmahera Selatan

No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]


1 DAS Dowango 149,17
2 DAS Pematango 725,14
3 DAS Akelamo 861,68
4 DAS Wayai 230,37
5 DAS Mabulan 542,69
6 DAS Titunus 101,50
7 DAS Afu 461,82
8 DAS Lili 644,32
9 DAS Waisango 644,99
10 DAS Onat 708,75
11 DAS Goifali 523,98
12 DAS Wayamli 381,82
13 DAS Galatita 460,57
14 DAS Wala 717,08
15 DAS Pekaulang 641,48
16 DAS Gau 716,63
17 DAS Gamesan 630,69
18 DAS Bukumatiti 549,24
19 DAS Waifli 914,01
20 DAS Soalaipoh 893,52
21 DAS Sangaji 710,60
22 DAS Gipyolimbi 585,99
23 DAS Misoliwoyo 389,03
24 DAS Gotowasi 293,89
25 DAS Waci 554,25
26 DAS Woyokia 293,70
27 DAS Bialcili 304,95
28 DAS Bim 214,33
29 DAS Beb 289,29
30 DAS Oat 236,04
31 DAS Gawani 148,62

199
No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]
32 DAS Peniti 119,78
33 DAS Kipin 112,35
34 DAS Fan 173,04
35 DAS Dolori 405,51
36 DAS Lololimdi 271,68
37 DAS Ngangamiango 680,00
38 DAS Palpopo 776,84
39 DAS Sakaw 680,00
40 DAS Yaba 673,70
41 DAS Camece 680,00
42 DAS Wasis 680,00
43 DAS Moreala 610,46
44 DAS Biaboki 680,00
45 DAS Botiol 680,00
46 DAS Bone 680,00
47 DAS Doe 695,38
48 DAS Mesa 672,07
49 DAS Sepa 670,59
50 DAS Waleh 662,62
51 DAS Sepo 861,86
52 DAS Gemaf 945,38
53 DAS Leuef 832,50
54 DAS Kobe 639,15
55 DAS Tegalis 643,63
56 DAS Wastulo 655,91
57 DAS Fidi 629,92
58 DAS Yeteta 680,00
59 DAS Roti 418,57
60 DAS Tilope 588,22
61 DAS Foya 531,47
62 DAS Kuala Bali 774,86
63 DAS Santu 727,61
64 DAS Lelubi 684,87
65 DAS Saleo 517,50
66 DAS Matfa 545,39
67 DAS Lamo 470,35
68 DAS Floa 493,08
69 DAS Batonam 519,05
70 DAS Tingsonga 581,20
71 DAS Wasi 413,76
72 DAS Barungbarung 601,93
73 DAS Wosi 661,39
74 DAS Tima 666,97
75 DAS Wemlonga 563,58
76 DAS Uboubo 511,96
77 DAS Gola 586,99
78 DAS Dingaloal Besar 663,93
79 DAS Wali 680,00
80 DAS Tagia 680,00

200
No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]
81 DAS Saole 557,40
82 DAS Beua 622,67
83 DAS Liap 510,62
84 DAS Tulebawake 509,60
85 DAS Suarat 528,75
86 DAS Toman 550,68
87 DAS Warengi 413,73
88 DAS Sua 620,10
89 DAS Gainanu 642,03
90 DAS Wagiat 485,82
91 DAS Botan 264,20
92 DAS Loteongueu 232,71
93 DAS Samamalilinga 594,00
94 DAS Jebubu Besar 478,41
95 DAS Diwol 471,56
96 DAS Falamalongilu 573,28
97 DAS Uoubo 538,56
98 DAS Uoyang 530,95
99 DAS Samamaluku 563,87
100 DAS Jaga 680,00
101 DAS Kolanomaake 680,00
102 DAS Papaceda 680,00
103 DAS Kadabu 680,00
104 DAS Rano 626,58
105 DAS Tagli 678,51
106 DAS Ali 669,04
107 DAS Lipai 558,12
108 DAS Saketa 650,66
109 DAS Tango 680,00
110 DAS Lasa 680,00
111 DAS Bobiri 680,00
112 DAS Bosso 680,00
113 DAS Rogirogi 680,00
114 DAS Tokaka 680,00
115 DAS Moloku 680,00
116 DAS Samo 631,27
117 DAS Samat 528,61
118 DAS Moang Kecil 555,63
119 DAS Sumira 614,63
120 DAS Dehopoda 676,24
121 DAS Gulaci 655,62
122 DAS Lifofa 788,66
123 DAS Adala 424,13
124 DAS Maidi 693,71
125 DAS Tafaga 752,07
126 DAS Jorongmadana 651,71
127 DAS Toe 950,00
128 DAS Tos 929,14
129 DAS Nawari 859,55

201
No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]
130 DAS Payahe 608,47
131 DAS Tayawi 679,65
132 DAS Koli 406,09
133 DAS Iyadimatiti 585,54
134 DAS Tului 266,17
135 DAS Tawa 594,37
136 DAS Lola 555,63
137 DAS Loko 573,55
138 DAS Siokona 617,51
139 DAS Roy 539,15
140 DAS Tobebatu 650,55
141 DAS Sabaru 680,00
142 DAS Mira 531,40
143 DAS Oba 539,43
144 DAS Kayasa 603,14
145 DAS Tagorango 487,39
146 DAS Ngoguni 543,33
147 DAS Tomores 509,09
148 DAS Pariama 549,70
149 DAS Ekor 315,17
150 DAS Minimin 690,98
151 DAS Jawali 817,36
152 DAS Saosati 764,66
153 DAS Waijol 665,54
154 DAS Tolawi 845,64
155 DAS Akesalaka 638,01
156 DAS Wasilae 646,30
157 DAS Gurua 678,87
158 DAS Subaim 570,60
159 DAS Opyang 631,47
160 DAS Dodoga 572,19
161 DAS Wabti 255,93
162 DAS Tutuli 625,91
163 DAS Petegon 540,90
164 DAS Titilegan 110,48
165 DAS Lolobata 84,80
166 DAS Milaning 40,00
167 DAS Koicina 220,59
168 DAS Tatuo 40,00
169 DAS Iga 587,56
170 DAS Ngairi 68,33
171 DAS Gagaeli 718,37
172 DAS Buli 522,65
173 DAS Tatam 464,32
174 DAS Hapihapa 204,30
175 DAS Niwiwi 693,14
176 DAS Cepang 461,86
177 DAS Lobilobi 583,52
178 DAS Jerawai 64,23

202
No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]
179 DAS Tuma 680,00
180 DAS Tadena 680,00
181 DAS Dabaang 661,33
182 DAS Tanjung 680,00
183 DAS Gomang 680,00
184 DAS Fitako 680,00
185 DAS Kibal 680,00
186 DAS Para 156,41
187 DAS Ngofaklaha 368,81
188 DAS Tiowon 422,60
189 DAS Sangapati 464,09
190 DAS Uratbaru 560,61
191 DAS Bakuli 560,03
192 DAS Waitakapat 547,54
193 DAS Malapa 614,07
194 DAS Bobawa 551,22
195 DAS Taboso 680,00
196 DAS Subabe 680,00
197 DAS Salolo 593,27
198 DAS Kagohi 560,88
199 DAS Kayoa 680,00
200 DAS Guruapin 255,81
201 DAS Taneti 289,88
202 DAS Latalata 608,78
203 DAS Dihuru 680,00
204 DAS Kou 680,00
205 DAS Kota 680,00
206 DAS Turibesar 680,00
207 DAS Jabubu 680,00
208 DAS Supai 680,00
209 DAS Puacaritos 680,00
210 DAS Langgudi 620,86
211 DAS Imbuimbu 679,22
212 DAS Kasituta 680,00
213 DAS Doko 680,00
214 DAS Palamea 680,00
215 DAS Mamang 680,00
216 DAS Ngome 680,00
217 DAS Jojame 653,98
218 DAS Kasolaka 598,49
219 DAS Kailaka 662,15
220 DAS Nyali 606,89
221 DAS Gilalang 594,85
222 DAS Timonga 680,00
223 DAS Gamemu 665,35
224 DAS Jolaro 619,09
225 DAS Nyilinyati 587,59
226 DAS Ramang 517,41
227 DAS Samalanga 506,74

203
No. DAS Nama DAS Panjang dan Kecuraman Lahan [LS]
228 DAS Tawale 841,62
229 DAS Wayaua 839,01
230 DAS Songa 612,12
231 DAS Bibinoy 641,80
232 DAS Raim 647,41
233 DAS Batipota 632,05
234 DAS Batisa 678,79
235 DAS Laleba 680,00
236 DAS Lanio 680,00
237 DAS Mati 680,00
238 DAS Jikolamo 680,00
239 DAS Orimaoho Kecil 680,00
240 DAS Wayamoha 680,00
241 DAS Turpana 664,95
242 DAS Linggua 940,49
243 DAS Salowako 859,06
244 DAS Ngame 950,00
245 DAS Permasang 950,00
246 DAS Bilik 950,00
247 DAS Kubung 807,80
248 DAS Subusubu 886,38
249 DAS Tuakang 818,59
250 DAS Kupal 763,48
251 DAS Mandaong 382,72
252 DAS Inggol 460,64
253 DAS Sengge 572,99
254 DAS Indamut 575,90
255 DAS Kapulusan 607,19
256 DAS Sumatinggi 665,90
257 DAS Bobo 621,10
258 DAS Kusubabi 614,78
259 DAS Ahadau 420,75
260 DAS Waya 96,16
261 DAS Hanambane 136,04
262 DAS Mandioli 139,19
263 DAS Damar 40,00
264 DAS Hasil 40,00
265 DAS Gebe 681,75
Sumber : Peta DEM 2010 dan Analisis Tahun 2012

3.2.1.3.4 Nilai CP (Faktor Pengelolaan Lahan dan Konservasi Lahan)

Nilai C = Faktor pengelolaan tanaman, penentuan indeks pengelolaan tanaman


ini ditentukan dari peta tata guna lahan dan keterangan tata guna lahan pada peta
topografi ataupun data yang langsung diperoleh dari lapangan.
Nilai P = faktor konservasi lahan, penentuan indek konservasi tanah
ditentukan dari interprestasi jenis tanaman dari tata guna lahan yang dievaluasi
dengan kemiringan lereng serta pengecekan di lapangan.

204
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-72Menentukan Nilai CPpada Masing-Masing DAS
di Wilayah Sungai Halmahera Selatan
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
1 DAS Dowango 0,30
2 DAS Pematango 0,13
3 DAS Akelamo 0,13
4 DAS Wayai 0,24
5 DAS Mabulan 0,24
6 DAS Titunus 0,18
7 DAS Afu 0,18
8 DAS Lili 0,09
9 DAS Waisango 0,09
10 DAS Onat 0,16
11 DAS Goifali 0,16
12 DAS Wayamli 0,21
13 DAS Galatita 0,21
14 DAS Wala 0,09
15 DAS Pekaulang 0,09
16 DAS Gau 0,09
17 DAS Gamesan 0,09
18 DAS Bukumatiti 0,27
19 DAS Waifli 0,27
20 DAS Soalaipoh 0,16
21 DAS Sangaji 0,16
22 DAS Gipyolimbi 0,09
23 DAS Misoliwoyo 0,09
24 DAS Gotowasi 0,06
25 DAS Waci 0,06
26 DAS Woyokia 0,07
27 DAS Bialcili 0,07
28 DAS Bim 0,07
29 DAS Beb 0,07
30 DAS Oat 0,07
31 DAS Gawani 0,07
32 DAS Peniti 0,06
33 DAS Kipin 0,06
34 DAS Fan 0,08
35 DAS Dolori 0,08
36 DAS Lololimdi 0,05
37 DAS Ngangamiango 0,05
38 DAS Palpopo 0,27
39 DAS Sakaw 0,27
40 DAS Yaba 0,26
41 DAS Camece 0,26
42 DAS Wasis 0,14
43 DAS Moreala 0,14
44 DAS Biaboki 0,34
45 DAS Botiol 0,34
46 DAS Bone 0,23
47 DAS Doe 0,23

205
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
48 DAS Mesa 0,06
49 DAS Sepa 0,06
50 DAS Waleh 0,16
51 DAS Sepo 0,16
52 DAS Gemaf 0,08
53 DAS Leuef 0,08
54 DAS Kobe 0,09
55 DAS Tegalis 0,09
56 DAS Wastulo 0,07
57 DAS Fidi 0,07
58 DAS Yeteta 0,06
59 DAS Roti 0,06
60 DAS Tilope 0,13
61 DAS Foya 0,13
62 DAS Kuala Bali 0,12
63 DAS Santu 0,12
64 DAS Lelubi 0,13
65 DAS Saleo 0,13
66 DAS Matfa 0,09
67 DAS Lamo 0,09
68 DAS Floa 0,09
69 DAS Batonam 0,09
70 DAS Tingsonga 0,09
71 DAS Wasi 0,09
72 DAS Barungbarung 0,06
73 DAS Wosi 0,06
74 DAS Tima 0,09
75 DAS Wemlonga 0,09
76 DAS Uboubo 0,15
77 DAS Gola 0,15
DAS Dingaloal
78 Besar 0,23
79 DAS Wali 0,23
80 DAS Tagia 0,14
81 DAS Saole 0,14
82 DAS Beua 0,09
83 DAS Liap 0,09
84 DAS Tulebawake 0,10
85 DAS Suarat 0,10
86 DAS Toman 0,26
87 DAS Warengi 0,26
88 DAS Sua 0,11
89 DAS Gainanu 0,11
90 DAS Wagiat 0,14
91 DAS Botan 0,14
92 DAS Loteongueu 0,18
93 DAS Samamalilinga 0,18
94 DAS Jebubu Besar 0,32
95 DAS Diwol 0,32

206
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
96 DAS Falamalongilu 0,16
97 DAS Uoubo 0,16
98 DAS Uoyang 0,20
99 DAS Samamaluku 0,20
100 DAS Jaga 0,18
101 DAS Kolanomaake 0,18
102 DAS Papaceda 0,16
103 DAS Kadabu 0,16
104 DAS Rano 0,18
105 DAS Tagli 0,18
106 DAS Ali 0,18
107 DAS Lipai 0,18
108 DAS Saketa 0,19
109 DAS Tango 0,19
110 DAS Lasa 0,21
111 DAS Bobiri 0,21
112 DAS Bosso 0,23
113 DAS Rogirogi 0,23
114 DAS Tokaka 0,18
115 DAS Moloku 0,18
116 DAS Samo 0,14
117 DAS Samat 0,14
118 DAS Moang Kecil 0,10
119 DAS Sumira 0,10
120 DAS Dehopoda 0,31
121 DAS Gulaci 0,31
122 DAS Lifofa 0,14
123 DAS Adala 0,14
124 DAS Maidi 0,14
125 DAS Tafaga 0,14
126 DAS Jorongmadana 0,21
127 DAS Toe 0,21
128 DAS Tos 0,08
129 DAS Nawari 0,08
130 DAS Payahe 0,15
131 DAS Tayawi 0,15
132 DAS Koli 0,36
133 DAS Iyadimatiti 0,36
134 DAS Tului 0,18
135 DAS Tawa 0,18
136 DAS Lola 0,35
137 DAS Loko 0,35
138 DAS Siokona 0,32
139 DAS Roy 0,32
140 DAS Tobebatu 0,30
141 DAS Sabaru 0,30
142 DAS Mira 0,16
143 DAS Oba 0,16
144 DAS Kayasa 0,19

207
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
145 DAS Tagorango 0,19
146 DAS Ngoguni 0,13
147 DAS Tomores 0,13
148 DAS Pariama 0,27
149 DAS Ekor 0,27
150 DAS Minimin 0,13
151 DAS Jawali 0,13
152 DAS Saosati 0,17
153 DAS Waijol 0,17
154 DAS Tolawi 0,10
155 DAS Akesalaka 0,10
156 DAS Wasilae 0,06
157 DAS Gurua 0,06
158 DAS Subaim 0,12
159 DAS Opyang 0,12
160 DAS Dodoga 0,15
161 DAS Wabti 0,15
162 DAS Tutuli 0,18
163 DAS Petegon 0,18
164 DAS Titilegan 0,10
165 DAS Lolobata 0,10
166 DAS Milaning 0,20
167 DAS Koicina 0,20
168 DAS Tatuo 0,73
169 DAS Iga 0,73
170 DAS Ngairi 0,18
171 DAS Gagaeli 0,18
172 DAS Buli 0,16
173 DAS Tatam 0,16
174 DAS Hapihapa 0,18
175 DAS Niwiwi 0,18
176 DAS Cepang 0,26
177 DAS Lobilobi 0,26
178 DAS Jerawai 0,43
179 DAS Tuma 0,43
180 DAS Tadena 0,11
181 DAS Dabaang 0,11
182 DAS Tanjung 0,25
183 DAS Gomang 0,25
184 DAS Fitako 0,34
185 DAS Kibal 0,34
186 DAS Para 0,38
187 DAS Ngofaklaha 0,38
188 DAS Tiowon 0,49
189 DAS Sangapati 0,49
190 DAS Uratbaru 0,43
191 DAS Bakuli 0,43
192 DAS Waitakapat 0,39
193 DAS Malapa 0,39

208
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
194 DAS Bobawa 0,31
195 DAS Taboso 0,31
196 DAS Subabe 0,41
197 DAS Salolo 0,41
198 DAS Kagohi 0,34
199 DAS Kayoa 0,34
200 DAS Guruapin 0,40
201 DAS Taneti 0,40
202 DAS Latalata 0,15
203 DAS Dihuru 0,15
204 DAS Kou 0,07
205 DAS Kota 0,07
206 DAS Turibesar 0,18
207 DAS Jabubu 0,18
208 DAS Supai 0,08
209 DAS Puacaritos 0,08
210 DAS Langgudi 0,05
211 DAS Imbuimbu 0,05
212 DAS Kasituta 0,06
213 DAS Doko 0,06
214 DAS Palamea 0,20
215 DAS Mamang 0,20
216 DAS Ngome 0,18
217 DAS Jojame 0,18
218 DAS Kasolaka 0,12
219 DAS Kailaka 0,12
220 DAS Nyali 0,16
221 DAS Gilalang 0,16
222 DAS Timonga 0,09
223 DAS Gamemu 0,09
224 DAS Jolaro 0,11
225 DAS Nyilinyati 0,11
226 DAS Ramang 0,11
227 DAS Samalanga 0,11
228 DAS Tawale 0,15
229 DAS Wayaua 0,15
230 DAS Songa 0,15
231 DAS Bibinoy 0,15
232 DAS Raim 0,22
233 DAS Batipota 0,22
234 DAS Batisa 0,07
235 DAS Laleba 0,07
236 DAS Lanio 0,15
237 DAS Mati 0,15
238 DAS Jikolamo 0,21
DAS Orimaoho
239 Kecil 0,21
240 DAS Wayamoha 0,14
241 DAS Turpana 0,14

209
No. Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Lahan
Nama DAS
DAS [CP]
242 DAS Linggua 0,22
243 DAS Salowako 0,22
244 DAS Ngame 0,10
245 DAS Permasang 0,10
246 DAS Bilik 0,10
247 DAS Kubung 0,10
248 DAS Subusubu 0,07
249 DAS Tuakang 0,07
250 DAS Kupal 0,19
251 DAS Mandaong 0,19
252 DAS Inggol 0,14
253 DAS Sengge 0,14
254 DAS Indamut 0,12
255 DAS Kapulusan 0,12
256 DAS Sumatinggi 0,09
257 DAS Bobo 0,09
258 DAS Kusubabi 0,08
259 DAS Ahadau 0,08
260 DAS Waya 0,11
261 DAS Hanambane 0,11
262 DAS Mandioli 0,22
263 DAS Damar 0,22
264 DAS Hasil 0,20
265 DAS Gebe 0,20
Sumber : Peta DEM 2010 dan Analisis Tahun 2012

3.2.1.3.5 Nilai E (Perkiraan Besarnya Erosi Total)

Klasifikasi bahaya erosi dapat memberikan gambaran apakah tingkat erosi


yang terjadi pada masing-masing DAS di Wilayah Sungai Halmahera Selatan sudah
termasuk dalam tingkatan yang membahayakan atau belum. Tingkat bahaya erosi
adalah perbandingan besar erosi yang terjadi dengan toleransi erosi (erosi yang
masih diperbolehkan). Berdasarkan perhitungan perkiraan besarnya erosi yang
terjadi pada masing-masing DAS di Wilayah Sungai Halmahera Selatan adalah
sebagai berikut.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-73Perkiraan Besarnya Erosi, Klasifikasi Bahaya


Erosi dan Total Erosi Masing-Masing DAS di Wilayah Sungai Halmahera
Selatan
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
1 DAS Dowango 253 Berat 1446252,2
2 DAS Pematango 598 Sangat Berat 9730204,16
3 DAS Akelamo 710 Sangat Berat 46160964,8
4 DAS Wayai 334 Berat 1339599,68
5 DAS Mabulan 786 Sangat Berat 5380170,57
6 DAS Titunus 106 Sedang 296207,774

210
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
7 DAS Afu 357 Berat 608621,237
8 DAS Lili 369 Berat 5212530,68
9 DAS Waisango 256 Berat 3096784,22
10 DAS Onat 712 Sangat Berat 38720267,6
11 DAS Goifali 365 Berat 1185376,57
12 DAS Wayamli 504 Sangat Berat 1087166,61
13 DAS Galatita 421 Berat 2588118,88
14 DAS Wala 141 Sedang 885826,866
15 DAS Pekaulang 126 Sedang 1333350,58
16 DAS Gau 381 Berat 2845005,11
17 DAS Gamesan 120 Sedang 523047,594
18 DAS Bukumatiti 329 Berat 416738,702
19 DAS Waifli 548 Sangat Berat 1755406,35
20 DAS Soalaipoh 307 Berat 2189168,89
21 DAS Sangaji 244 Berat 20556016,7
22 DAS Gipyolimbi 234 Berat 3008520
23 DAS Misoliwoyo 209 Berat 869867,03
24 DAS Gotowasi 96 Sedang 139660,904
25 DAS Waci 134 Sedang 5003474,96
26 DAS Woyokia 112 Sedang 514292,626
27 DAS Bialcili 116 Sedang 623622,144
28 DAS Bim 90 Sedang 612885,412
29 DAS Beb 122 Sedang 460495,735
30 DAS Oat 91 Sedang 346387,282
31 DAS Gawani 57 Ringan 310163,38
32 DAS Peniti 41 Ringan 92305,7392
33 DAS Kipin 38 Ringan 38574,6049
34 DAS Fan 75 Sedang 158716,006
35 DAS Dolori 130 Sedang 590253,241
36 DAS Lololimdi 86 Sedang 204684,843
37 DAS Ngangamiango 214 Berat 858571,122
38 DAS Palpopo 879 Sangat Berat 1117231,08
39 DAS Sakaw 769 Sangat Berat 962896,949
40 DAS Yaba 747 Sangat Berat 989178,574
41 DAS Camece 754 Sangat Berat 855838,879
42 DAS Wasis 419 Berat 768895,561
43 DAS Moreala 376 Berat 1048566,52
44 DAS Biaboki 975 Sangat Berat 2377783,37
45 DAS Botiol 975 Sangat Berat 2186203,28
46 DAS Bone 676 Sangat Berat 1441500,57
47 DAS Doe 691 Sangat Berat 13700815,4
48 DAS Mesa 162 Sedang 451349,958
49 DAS Sepa 162 Sedang 506943,808
50 DAS Waleh 455 Berat 9682488,79
51 DAS Sepo 305 Berat 5760537,92
52 DAS Gemaf 169 Sedang 761091,289
53 DAS Leuef 149 Sedang 473408,546
54 DAS Kobe 324 Berat 26254774,4
55 DAS Tegalis 326 Berat 1113809,68

211
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
56 DAS Wastulo 201 Berat 251822,928
57 DAS Fidi 193 Berat 3121140,11
58 DAS Yeteta 182 Berat 850441,05
59 DAS Roti 112 Sedang 484046,757
60 DAS Tilope 337 Berat 2830407,66
61 DAS Foya 304 Berat 6428822,99
62 DAS Kuala Bali 495 Sangat Berat 4192735,77
63 DAS Santu 374 Berat 838493,852
64 DAS Lelubi 374 Berat 1145557,52
65 DAS Saleo 283 Berat 865071,125
66 DAS Matfa 214 Berat 547827,056
67 DAS Lamo 184 Berat 4115464,4
68 DAS Floa 179 Sedang 3258431,53
69 DAS Batonam 189 Berat 1402857,76
70 DAS Tingsonga 221 Berat 1873580,76
71 DAS Wasi 157 Sedang 279514,578
72 DAS Barungbarung 163 Sedang 261670,902
73 DAS Wosi 179 Sedang 1123198,05
74 DAS Tima 262 Berat 306898,547
75 DAS Wemlonga 221 Berat 1243801,46
76 DAS Uboubo 332 Berat 1271467,66
77 DAS Gola 381 Berat 2424833,91
78 DAS Dingaloal Besar 654 Sangat Berat 1439505,95
79 DAS Wali 670 Sangat Berat 2659166,09
80 DAS Tagia 408 Berat 1841880,6
81 DAS Saole 335 Berat 1075798,84
82 DAS Beua 245 Berat 2554400
83 DAS Liap 250 Berat 2236401,81
84 DAS Tulebawake 220 Berat 431499,836
85 DAS Suarat 283 Berat 3372885,89
86 DAS Toman 771 Sangat Berat 5889594,07
87 DAS Warengi 466 Berat 1419209,94
88 DAS Sua 349 Berat 953107,461
89 DAS Gainanu 361 Berat 508329,231
90 DAS Wagiat 368 Berat 3136519,24
91 DAS Botan 200 Berat 911285,395
92 DAS Loteongueu 176 Sedang 704142,828
93 DAS Samamalilinga 558 Sangat Berat 712778,226
94 DAS Jebubu Besar 809 Sangat Berat 1601729,48
95 DAS Diwol 798 Sangat Berat 962439,345
96 DAS Falamalongilu 494 Sangat Berat 664921,352
97 DAS Uoubo 464 Berat 291258,07
98 DAS Uoyang 554 Sangat Berat 537684,353
99 DAS Samamaluku 588 Sangat Berat 1128090,56
100 DAS Jaga 640 Sangat Berat 494887,341
101 DAS Kolanomaake 640 Sangat Berat 248016,212
102 DAS Papaceda 573 Sangat Berat 182376,599
103 DAS Kadabu 573 Sangat Berat 217684,901
104 DAS Rano 608 Sangat Berat 2184355,2

212
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
105 DAS Tagli 659 Sangat Berat 1028433,37
106 DAS Ali 653 Sangat Berat 556747,067
107 DAS Lipai 545 Sangat Berat 484252,69
108 DAS Saketa 645 Sangat Berat 2225317,82
109 DAS Tango 674 Sangat Berat 1052330,8
110 DAS Lasa 756 Sangat Berat 1530742,62
111 DAS Bobiri 756 Sangat Berat 613061,637
112 DAS Bosso 823 Sangat Berat 857241,361
113 DAS Rogirogi 823 Sangat Berat 3750643,91
114 DAS Tokaka 638 Sangat Berat 964572,391
115 DAS Moloku 638 Sangat Berat 1380503,97
116 DAS Samo 480 Berat 2652364,61
117 DAS Samat 323 Berat 115851,768
118 DAS Moang Kecil 232 Berat 192901,542
119 DAS Sumira 256 Berat 1316943,48
120 DAS Dehopoda 880 Sangat Berat 2402478,16
121 DAS Gulaci 853 Sangat Berat 1962476,65
122 DAS Lifofa 567 Sangat Berat 2922918,78
123 DAS Adala 245 Berat 447644,125
124 DAS Maidi 418 Berat 1165974,06
125 DAS Tafaga 563 Sangat Berat 2167100,13
126 DAS Jorongmadana 714 Sangat Berat 905969,04
127 DAS Toe 1041 Sangat Berat 1185360,49
128 DAS Tos 392 Berat 1037477,3
129 DAS Nawari 362 Berat 980761,194
130 DAS Payahe 476 Berat 268171,289
131 DAS Tayawi 428 Berat 1245772,59
132 DAS Koli 617 Sangat Berat 3282671,14
133 DAS Iyadimatiti 1106 Sangat Berat 39831049
134 DAS Tului 256 Berat 658920,472
135 DAS Tawa 572 Sangat Berat 1019494,12
136 DAS Lola 1027 Sangat Berat 3707398,48
137 DAS Loko 1060 Sangat Berat 1061681,05
138 DAS Siokona 1037 Sangat Berat 1254160,8
139 DAS Roy 906 Sangat Berat 8215402,25
140 DAS Tobebatu 1016 Sangat Berat 2954353,33
141 DAS Sabaru 1062 Sangat Berat 2379146,16
142 DAS Mira 444 Berat 1086446,46
143 DAS Oba 451 Berat 2896401,15
144 DAS Kayasa 618 Sangat Berat 2112206,96
145 DAS Tagorango 500 Sangat Berat 8194563,47
146 DAS Ngoguni 371 Berat 1570723,09
147 DAS Tomores 377 Berat 1988299,09
148 DAS Pariama 920 Sangat Berat 15783484
149 DAS Ekor 365 Berat 907408,981
150 DAS Minimin 395 Berat 721647,051
151 DAS Jawali 675 Sangat Berat 2297597,14
152 DAS Saosati 808 Sangat Berat 7793257,73
153 DAS Waijol 251 Berat 2076411,03

213
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
154 DAS Tolawi 192 Berat 3629616,86
155 DAS Akesalaka 379 Berat 1617195,39
156 DAS Wasilae 227 Berat 508977,614
157 DAS Gurua 91 Sedang 406242,743
158 DAS Subaim 156 Sedang 636436,945
159 DAS Opyang 482 Sangat Berat 9792235,92
160 DAS Dodoga 529 Sangat Berat 15321234,7
161 DAS Wabti 237 Berat 707429,168
162 DAS Tutuli 663 Sangat Berat 9017933,46
163 DAS Petegon 425 Berat 3633743,14
164 DAS Titilegan 63 Sedang 94809,8406
165 DAS Lolobata 48 Ringan 464982,626
166 DAS Milaning 47 Ringan 134667,008
167 DAS Koicina 259 Berat 2503112,57
168 DAS Tatuo 168 Sedang 228793,261
169 DAS Iga 1825 Sangat Berat 7325108,33
170 DAS Ngairi 71 Sedang 127136,341
171 DAS Gagaeli 745 Sangat Berat 13783177,8
172 DAS Buli 366 Berat 2072953,51
173 DAS Tatam 438 Berat 3445108,6
174 DAS Hapihapa 152 Sedang 393400,021
175 DAS Niwiwi 517 Sangat Berat 2546158,33
176 DAS Cepang 511 Sangat Berat 1352601,78
177 DAS Lobilobi 333 Berat 1409945,82
178 DAS Jerawai 158 Sedang 322367,38
179 DAS Tuma 1790 Sangat Berat 595917,921
180 DAS Tadena 472 Berat 216042,094
181 DAS Dabaang 459 Berat 232061,089
182 DAS Tanjung 1044 Sangat Berat 294026,734
183 DAS Gomang 1044 Sangat Berat 265648,959
184 DAS Fitako 1413 Sangat Berat 442986,905
185 DAS Kibal 1413 Sangat Berat 495039,844
186 DAS Para 367 Berat 41990,715
187 DAS Ngofaklaha 866 Sangat Berat 406232,396
188 DAS Tiowon 1259 Sangat Berat 728442,203
189 DAS Sangapati 1383 Sangat Berat 655590,26
190 DAS Uratbaru 1482 Sangat Berat 949386,855
191 DAS Bakuli 1480 Sangat Berat 1053068,6
192 DAS Waitakapat 1323 Sangat Berat 1614668,12
193 DAS Malapa 1484 Sangat Berat 866803,073
194 DAS Bobawa 1057 Sangat Berat 677055,851
195 DAS Taboso 1304 Sangat Berat 1191413,58
196 DAS Subabe 1711 Sangat Berat 1718548,24
197 DAS Salolo 1493 Sangat Berat 628594,028
198 DAS Kagohi 1172 Sangat Berat 755771,61
199 DAS Kayoa 1422 Sangat Berat 908381,289
200 DAS Guruapin 539 Sangat Berat 4962575,37
201 DAS Taneti 709 Sangat Berat 2231153,76
202 DAS Latalata 570 Sangat Berat 2889235,31

214
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
203 DAS Dihuru 636 Sangat Berat 1271891,87
204 DAS Kou 289 Berat 959633,25
205 DAS Kota 289 Berat 866323,987
206 DAS Turibesar 715 Sangat Berat 1877232,23
207 DAS Jabubu 715 Sangat Berat 1879435,13
208 DAS Supai 328 Berat 1310958,02
209 DAS Puacaritos 328 Berat 1377057,55
210 DAS Langgudi 192 Berat 1723173,89
211 DAS Imbuimbu 210 Berat 1148116,2
212 DAS Kasituta 271 Berat 600577,565
213 DAS Doko 271 Berat 146872,493
214 DAS Palamea 817 Sangat Berat 1306758,91
215 DAS Mamang 817 Sangat Berat 1435585,67
216 DAS Ngome 697 Sangat Berat 1619833,23
217 DAS Jojame 618 Sangat Berat 2908480,08
218 DAS Kasolaka 375 Berat 1202354,04
219 DAS Kailaka 414 Berat 154952,145
220 DAS Nyali 517 Sangat Berat 1952171,39
221 DAS Gilalang 507 Sangat Berat 1287426,76
222 DAS Timonga 325 Berat 636954,225
223 DAS Gamemu 318 Berat 1492077,39
224 DAS Jolaro 364 Berat 1153659,38
225 DAS Nyilinyati 345 Berat 2775870,24
226 DAS Ramang 310 Berat 1456956,94
227 DAS Samalanga 304 Berat 7674462,07
228 DAS Tawale 706 Sangat Berat 3466667,2
229 DAS Wayaua 704 Sangat Berat 4404570,23
230 DAS Songa 495 Sangat Berat 2174337,43
231 DAS Bibinoy 519 Sangat Berat 4046888,71
232 DAS Raim 759 Sangat Berat 3710798,91
233 DAS Batipota 741 Sangat Berat 3479935
234 DAS Batisa 258 Berat 2699905,82
235 DAS Laleba 258 Berat 645571,977
236 DAS Lanio 551 Sangat Berat 896167,562
237 DAS Mati 551 Sangat Berat 726816,837
238 DAS Jikolamo 763 Sangat Berat 862887,176
239 DAS Orimaoho Kecil 763 Sangat Berat 470305,165
240 DAS Wayamoha 522 Sangat Berat 600196,127
241 DAS Turpana 510 Sangat Berat 226736,306
242 DAS Linggua 1173 Sangat Berat 2239639,11
243 DAS Salowako 1072 Sangat Berat 1585232,54
244 DAS Ngame 528 Sangat Berat 1630985,3
245 DAS Permasang 528 Sangat Berat 1107660,48
246 DAS Bilik 547 Sangat Berat 307355,184
247 DAS Kubung 465 Berat 2148120,02
248 DAS Subusubu 343 Berat 586385,438
249 DAS Tuakang 317 Berat 743337,427
250 DAS Kupal 848 Sangat Berat 2774540,57
251 DAS Mandaong 455 Berat 4515379,37

215
Erosi [A] Klasifikasi Erosi Total
No. DAS Nama DAS
(ton/ha/tahun) Bahaya Erosi (ton/ tahun)
252 DAS Inggol 345 Berat 2126430,61
253 DAS Sengge 429 Berat 2256031,37
254 DAS Indamut 371 Berat 509310,958
255 DAS Kapulusan 391 Berat 4691649,05
256 DAS Sumatinggi 330 Berat 1378953,91
257 DAS Bobo 308 Berat 1013996,38
258 DAS Kusubabi 244 Berat 769951,109
259 DAS Ahadau 194 Berat 796554,001
260 DAS Waya 63 Sedang 231120,239
261 DAS Hanambane 89 Sedang 783235,486
262 DAS Mandioli 179 Sedang 900274,658
263 DAS Damar 51 Ringan 306178,79
264 DAS Hasil 42 Ringan 107946,167
265 DAS Gebe 709 Sangat Berat 9973164,8
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

3.2.1.4 Analisis
Angkutan Sedimen Sungai

Dalam memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu Daerah Aliran


Sungai dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan nisbah pelepasan
sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR). Perhitungan besarnya SDR dianggap
penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya hasil sedimen
berdasarkan perhitungan jumlah erosi yang berlangsung di DAS. Besarnya
perkiraan hasil sedimen di WS Halmahera Selatan disajikan pada tabel di bawah
ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-74Nilai Sediment Delivery Ratio (SDR) dan Hasil
Perhitungan Sedimen Masing Masing DAS di WS Halmahera Selatan
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
1 DAS Dowango 253 0,149 215.859
2 DAS Pematango 598 0,119 1.162.456
3 DAS Akelamo 710 0,079 3.638.582
4 DAS Wayai 334 0,170 227.083
5 DAS Mabulan 786 0,143 771.594
6 DAS Titunus 106 0,190 56.217
7 DAS Afu 357 0,208 126.688
8 DAS Lili 369 0,122 636.118
9 DAS Waisango 256 0,124 385.454
10 DAS Onat 712 0,079 3.056.910
11 DAS Goifali 365 0,182 216.118
12 DAS Wayamli 504 0,201 218.117
13 DAS Galatita 421 0,147 380.601
14 DAS Wala 141 0,146 129.643
15 DAS Pekaulang 126 0,126 168.433
16 DAS Gau 381 0,140 398.829

216
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
17 DAS Gamesan 120 0,164 85.592
18 DAS Bukumatiti 329 0,216 89.834
19 DAS Waifli 548 0,183 321.459
20 DAS Soalaipoh 307 0,142 310.634
21 DAS Sangaji 244 0,079 1.615.643
22 DAS Gipyolimbi 234 0,124 371.673
23 DAS Misoliwoyo 209 0,167 145.311
24 DAS Gotowasi 96 0,212 29.654
25 DAS Waci 134 0,094 471.254
26 DAS Woyokia 112 0,160 82.230
27 DAS Bialcili 116 0,151 94.250
28 DAS Bim 90 0,144 88.030
29 DAS Beb 122 0,173 79.818
30 DAS Oat 91 0,173 59.943
31 DAS Gawani 57 0,151 46.797
32 DAS Peniti 41 0,199 18.332
33 DAS Kipin 38 0,220 8.477
34 DAS Fan 75 0,201 31.925
35 DAS Dolori 130 0,161 94.772
36 DAS Lololimdi 86 0,197 40.262
37 DAS Ngangamiango 214 0,170 145.644
38 DAS Palpopo 879 0,215 240.717
39 DAS Sakaw 769 0,216 207.780
40 DAS Yaba 747 0,215 212.251
41 DAS Camece 754 0,218 186.351
42 DAS Wasis 419 0,206 158.404
43 DAS Moreala 376 0,190 199.292
44 DAS Biaboki 975 0,196 465.826
45 DAS Botiol 975 0,199 435.488
46 DAS Bone 676 0,201 289.777
47 DAS Doe 691 0,115 1.578.492
48 DAS Mesa 162 0,190 85.780
49 DAS Sepa 162 0,184 93.371
50 DAS Waleh 455 0,113 1.098.472
51 DAS Sepo 305 0,116 670.146
52 DAS Gemaf 169 0,161 122.703
53 DAS Leuef 149 0,183 86.823
54 DAS Kobe 324 0,079 2.064.530
55 DAS Tegalis 326 0,180 199.977
56 DAS Wastulo 201 0,216 54.336
57 DAS Fidi 193 0,120 373.295
58 DAS Yeteta 182 0,159 134.833
59 DAS Roti 112 0,164 79.595
60 DAS Tilope 337 0,135 383.023
61 DAS Foya 304 0,114 730.717
62 DAS Kuala Bali 495 0,135 565.973
63 DAS Santu 374 0,199 167.037
64 DAS Lelubi 374 0,186 212.509
65 DAS Saleo 283 0,186 160.504

217
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
66 DAS Matfa 214 0,194 106.156
67 DAS Lamo 184 0,112 461.682
68 DAS Floa 179 0,117 381.906
69 DAS Batonam 189 0,140 196.925
70 DAS Tingsonga 221 0,135 252.776
71 DAS Wasi 157 0,207 57.857
72 DAS Barungbarung 163 0,210 54.895
73 DAS Wosi 179 0,146 164.322
74 DAS Tima 262 0,217 66.629
75 DAS Wemlonga 221 0,150 186.259
76 DAS Uboubo 332 0,173 219.556
77 DAS Gola 381 0,146 353.819
78 DAS Dingaloal Besar 654 0,200 287.708
79 DAS Wali 670 0,170 452.655
80 DAS Tagia 408 0,161 296.915
81 DAS Saole 335 0,183 196.783
82 DAS Beua 245 0,126 323.076
83 DAS Liap 250 0,132 296.113
84 DAS Tulebawake 220 0,204 87.961
85 DAS Suarat 283 0,125 420.659
86 DAS Toman 771 0,139 820.372
87 DAS Warengi 466 0,186 263.611
88 DAS Sua 349 0,191 182.036
89 DAS Gainanu 361 0,213 108.365
90 DAS Wagiat 368 0,135 422.335
91 DAS Botan 200 0,160 146.196
92 DAS Loteongueu 176 0,170 119.434
93 DAS Samamalilinga 558 0,215 153.487
94 DAS Jebubu Besar 809 0,204 326.117
95 DAS Diwol 798 0,217 208.410
96 DAS Falamalongilu 494 0,214 142.419
97 DAS Uoubo 464 0,242 70.577
98 DAS Uoyang 554 0,222 119.232
99 DAS Samamaluku 588 0,205 230.836
100 DAS Jaga 640 0,234 115.597
101 DAS Kolanomaake 640 0,278 68.967
102 DAS Papaceda 573 0,295 53.870
103 DAS Kadabu 573 0,280 60.944
104 DAS Rano 608 0,177 385.732
105 DAS Tagli 659 0,211 216.581
106 DAS Ali 653 0,229 127.407
107 DAS Lipai 545 0,227 109.760
108 DAS Saketa 645 0,179 398.178
109 DAS Tango 674 0,211 221.608
110 DAS Lasa 756 0,203 310.455
111 DAS Bobiri 756 0,231 141.809
112 DAS Bosso 823 0,219 187.996
113 DAS Rogirogi 823 0,160 601.677
114 DAS Tokaka 638 0,211 203.932

218
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
115 DAS Moloku 638 0,201 276.792
116 DAS Samo 480 0,150 398.554
117 DAS Samat 323 0,285 33.064
118 DAS Moang Kecil 232 0,230 44.380
119 DAS Sumira 256 0,152 200.558
120 DAS Dehopoda 880 0,191 458.946
121 DAS Gulaci 853 0,198 389.019
122 DAS Lifofa 567 0,152 444.794
123 DAS Adala 245 0,206 92.284
124 DAS Maidi 418 0,190 221.525
125 DAS Tafaga 563 0,172 373.337
126 DAS Jorongmadana 714 0,215 195.232
127 DAS Toe 1041 0,218 258.020
128 DAS Tos 392 0,192 199.589
129 DAS Nawari 362 0,191 187.727
130 DAS Payahe 476 0,246 66.021
131 DAS Tayawi 428 0,188 234.136
132 DAS Koli 617 0,151 496.781
133 DAS Iyadimatiti 1106 0,096 3.815.327
134 DAS Tului 256 0,194 127.594
135 DAS Tawa 572 0,207 210.914
136 DAS Lola 1027 0,176 653.580
137 DAS Loko 1060 0,220 233.546
138 DAS Siokona 1037 0,216 271.525
139 DAS Roy 906 0,132 1.083.067
140 DAS Tobebatu 1016 0,188 555.574
141 DAS Sabaru 1062 0,199 474.002
142 DAS Mira 444 0,196 212.691
143 DAS Oba 451 0,146 421.677
144 DAS Kayasa 618 0,180 379.242
145 DAS Tagorango 500 0,119 977.819
146 DAS Ngoguni 371 0,166 260.458
147 DAS Tomores 377 0,152 301.365
148 DAS Pariama 920 0,118 1.868.963
149 DAS Ekor 365 0,195 177.090
150 DAS Minimin 395 0,206 148.793
151 DAS Jawali 675 0,180 413.000
152 DAS Saosati 808 0,129 1.004.180
153 DAS Waijol 251 0,136 282.453
154 DAS Tolawi 192 0,116 422.225
155 DAS Akesalaka 379 0,165 267.294
156 DAS Wasilae 227 0,199 101.379
157 DAS Gurua 91 0,162 65.851
158 DAS Subaim 156 0,168 107.088
159 DAS Opyang 482 0,115 1.122.487
160 DAS Dodoga 529 0,104 1.597.173
161 DAS Wabti 237 0,187 132.056
162 DAS Tutuli 663 0,123 1.106.246
163 DAS Petegon 425 0,135 488.794

219
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
164 DAS Titilegan 63 0,212 20.056
165 DAS Lolobata 48 0,129 59.982
166 DAS Milaning 47 0,189 25.418
167 DAS Koicina 259 0,129 322.331
168 DAS Tatuo 168 0,214 48.934
169 DAS Iga 1825 0,170 1.241.834
170 DAS Ngairi 71 0,207 26.277
171 DAS Gagaeli 745 0,117 1.609.679
172 DAS Buli 366 0,150 309.952
173 DAS Tatam 438 0,138 475.778
174 DAS Hapihapa 152 0,194 76.129
175 DAS Niwiwi 517 0,154 392.810
176 DAS Cepang 511 0,192 260.204
177 DAS Lobilobi 333 0,166 233.687
178 DAS Jerawai 158 0,203 65.303
179 DAS Tuma 1790 0,292 173.881
180 DAS Tadena 472 0,260 56.278
181 DAS Dabaang 459 0,250 57.934
182 DAS Tanjung 1044 0,305 89.552
183 DAS Gomang 1044 0,311 82.714
184 DAS Fitako 1413 0,297 131.399
185 DAS Kibal 1413 0,287 142.279
186 DAS Para 367 0,346 14.547
187 DAS Ngofaklaha 866 0,258 104.707
188 DAS Tiowon 1259 0,245 178.678
189 DAS Sangapati 1383 0,256 168.138
190 DAS Uratbaru 1482 0,242 229.337
191 DAS Bakuli 1480 0,237 249.916
192 DAS Waitakapat 1323 0,216 349.269
193 DAS Malapa 1484 0,245 212.326
194 DAS Bobawa 1057 0,242 163.561
195 DAS Taboso 1304 0,225 268.296
196 DAS Subabe 1711 0,220 377.952
197 DAS Salolo 1493 0,270 169.544
198 DAS Kagohi 1172 0,241 182.386
199 DAS Kayoa 1422 0,242 219.518
200 DAS Guruapin 539 0,131 650.804
201 DAS Taneti 709 0,184 410.676
202 DAS Latalata 570 0,153 440.966
203 DAS Dihuru 636 0,203 258.532
204 DAS Kou 289 0,181 173.753
205 DAS Kota 289 0,186 161.549
206 DAS Turibesar 715 0,193 361.906
207 DAS Jabubu 715 0,193 362.234
208 DAS Supai 328 0,170 222.515
209 DAS Puacaritos 328 0,166 229.081
210 DAS Langgudi 192 0,132 227.864
211 DAS Imbuimbu 210 0,151 172.813
212 DAS Kasituta 271 0,200 119.881

220
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
213 DAS Doko 271 0,247 36.346
214 DAS Palamea 817 0,210 274.355
215 DAS Mamang 817 0,207 297.610
216 DAS Ngome 697 0,198 320.417
217 DAS Jojame 618 0,158 459.261
218 DAS Kasolaka 375 0,183 220.006
219 DAS Kailaka 414 0,282 43.621
220 DAS Nyali 517 0,174 338.759
221 DAS Gilalang 507 0,194 250.035
222 DAS Timonga 325 0,204 129.871
223 DAS Gamemu 318 0,158 235.883
224 DAS Jolaro 364 0,184 211.875
225 DAS Nyilinyati 345 0,137 380.884
226 DAS Ramang 310 0,158 230.206
227 DAS Samalanga 304 0,109 833.890
228 DAS Tawale 706 0,154 535.487
229 DAS Wayaua 704 0,146 645.021
230 DAS Songa 495 0,163 354.781
231 DAS Bibinoy 519 0,138 560.290
232 DAS Raim 759 0,155 574.616
233 DAS Batipota 741 0,158 550.103
234 DAS Batisa 258 0,126 341.346
235 DAS Laleba 258 0,195 125.801
236 DAS Lanio 551 0,210 187.754
237 DAS Mati 551 0,215 156.015
238 DAS Jikolamo 763 0,218 187.937
239 DAS Orimaoho Kecil 763 0,243 114.286
240 DAS Wayamoha 522 0,217 130.530
241 DAS Turpana 510 0,264 59.831
242 DAS Linggua 1173 0,205 458.628
243 DAS Salowako 1072 0,212 336.029
244 DAS Ngame 528 0,185 301.734
245 DAS Permasang 528 0,202 223.310
246 DAS Bilik 547 0,246 75.699
247 DAS Kubung 465 0,159 342.420
248 DAS Subusubu 343 0,208 122.054
249 DAS Tuakang 317 0,197 146.800
250 DAS Kupal 848 0,182 504.876
251 DAS Mandaong 455 0,127 575.341
252 DAS Inggol 345 0,147 312.505
253 DAS Sengge 429 0,152 342.182
254 DAS Indamut 371 0,214 108.876
255 DAS Kapulusan 391 0,125 584.659
256 DAS Sumatinggi 330 0,167 229.909
257 DAS Bobo 308 0,182 184.086
258 DAS Kusubabi 244 0,184 141.607
259 DAS Ahadau 194 0,168 133.784
260 DAS Waya 63 0,175 40.508
261 DAS Hanambane 89 0,133 104.391

221
Erosi [A] Sedimen [Y]
No. DAS Nama DAS SDR
(ton/ha/tahun) (ton/ tahun)
262 DAS Mandioli 179 0,153 137.601
263 DAS Damar 51 0,148 45.329
264 DAS Hasil 42 0,193 20.865
265 DAS Gebe 709 0,122 1.217.955
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dengan metode USLE, hasil sedimen


yang terjadi di Wilayah Sungai Halmahera Selatan yang terbesar terdapat di DAS
Iyadimatiti sebesar 3,8 juta ton/tahun, sedang yang terkecil terdapat di DAS Kipin
sebesar 8477 ton/tahun. Selain faktor luas, besarnya sedimentasi yang terjadi di
masing-masing DAS di Wilayah Sungai Halmahera Selatan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor erosi yaitu tingkat curah hujan yang terjadi, faktor tanah, faktor
panjang, dan kelerengan lereng yang merupakan faktor alam dan faktor
pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang merupakan faktor manusianya.
Besarnya sedimentasi juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk
dimana kondisi tersebut akan berakibat terjadinya perubahan tata guna lahan
yaitu penambahan areal pemukiman serta pembukaan lahan untuk pemenuhan
kebutuhannya, sehingga akan meningkatkan nilai C dan P.

3.2.1.5 Analisis Lahan


Kritis

Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga
lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya
sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. Lahan tersebut dapat
berupa lahan gundul yang sudah tidak bervegetasi sama sekali, padang alang-
alang atau lahan yang ditumbuhi oleh semak belukar yang tidak produktif, areal
yang berbatu-batu atau berparit sebagai akibat erosi tanah, dan tanah yang
kedalaman solumnya sudah tipis sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan
baik.
Berdasarkan kriteria yang di bahas di sub bab sebelumnya, bahwasanya
dalam menentukan kekritisannya, lahan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Kawasan Hutan Lindung
2. Kawasan Budidaya
Kemudian faktor penentu kekritisan lahan sesuai kriteria yang dijelaskan
pada sub bab sebelumnya antara lain :
1. Kesesuaian penggunaan lahan
2. Erosi , morfoerosi (longsor) dan sedimentasi
3. Banjir

222
4. Indeks penggunaan air
5. Tekanan penduduk terhadap lahan

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-75 Luas Lahan Kritis di Wilayah Sungai


Halmahera Selatan

TINGKAT KEKRITISAN LUAS (km2)


Agak Kritis 720,78
Kritis 712,65
Potensial Kritis 8.579,42
Sangat Kritis 1.375,42
Tidak Kritis 3.080,10
Sumber : Kemeterian Kehutanan 2012 dan Analisis GIS Tahun 2012

Perubahan nilai C akan mempengaruhi derajad erosi tanah, sedangkan


kekritisan
lahan merupakan proses penilaian lanjutan dari erosi yang terjadi di lahan.
Perubahan penggunaan lahan dari kondisi hutan menjadi areal kawasan
perkebunan, akan meningkatkan nilai faktor C. Sementara perubahan
kondisi penutupan lahanterbuka/semak belukar menjadi kawasan perkebunan
akan menurunkan nilai C. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi lokasi lahan
kritis di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

223
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-18Peta Lahan Kritis di Wilayah Sungai Halmahera Selatan

224
3.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

3.2.2.1 Analisis
Ketersediaan Air

Ketersediaan air bagi pemenuhan berbagai kebutuhan, pada prinsipnya dapat


bersumber diri dari 3 (tiga) jenis, yaitu hujan, air permukaan. dan air tanah.
Sumber air permukaan merupakan sumber yang sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan yang pada umumnya dipakai untuk kebutuhan air baku, pertanian
dan industri.
Berikut ini akan di tampilkan perhitungan mengenai ketersediaan air di
Wilayah Sungai Halmahera Selatan.

1. Daerah Non CAT


Luas daerah Non CAT WS Halmahera Selatan : 3.729,18 km2

Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-19 Tinggi Ketersediaan Air Daerah non-CATWS


Halmahera Selatan dengan Metode FJ. Mock
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

2. Daerah CAT
Luas daerah CAT WS Halmahera Selatan : 10.509,62 km2

Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-20Tinggi Ketersediaan Air Daerah CAT WS


Halmahera Selatan dengan Metode FJ. Mock
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

225
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-76 Ketersediaan Air Metode FJ. Mock Tiap-Tiap DAS di WS Halmahera Selatan
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 DAS Dowango 57,20 29,45 27,75 0,11 0,23 0,80 1,01 1,76 0,49 0,63 0,21 0,16 0,08 0,06 0,18
2 DAS Pematango 162,76 148,56 14,2 0,26 0,47 2,15 2,74 4,75 1,03 1,72 0,43 0,33 0,16 0,12 0,43
3 DAS Akelamo 649,79 614,86 34,93 1,02 1,81 8,55 10,90 18,87 3,99 6,85 1,66 1,28 0,61 0,47 1,69
4 DAS Wayai 40,14 7,89 32,25 0,08 0,19 0,58 0,73 1,29 0,42 0,46 0,18 0,13 0,06 0,05 0,15
5 DAS Mabulan 68,43 47,94 20,49 0,12 0,24 0,93 1,18 2,06 0,52 0,74 0,22 0,17 0,08 0,06 0,20
6 DAS Titunus 28,04 8,99 19,05 0,06 0,12 0,40 0,50 0,89 0,27 0,32 0,11 0,09 0,04 0,03 0,10
7 DAS Afu 17,07 15,39 1,68 0,03 0,05 0,23 0,29 0,50 0,11 0,18 0,05 0,03 0,02 0,01 0,05
8 DAS Lili 141,36 135,98 5,38 0,22 0,39 1,86 2,37 4,10 0,85 1,49 0,36 0,27 0,13 0,10 0,37
9 DAS Waisango 121,09 121,09 0 0,19 0,32 1,58 2,02 3,49 0,70 1,27 0,29 0,23 0,11 0,08 0,31
10 DAS Onat 543,71 543,71 0 0,83 1,44 7,10 9,06 15,67 3,16 5,69 1,32 1,01 0,48 0,37 1,37
11 DAS Goifali 32,50 32,50 0 0,05 0,09 0,42 0,54 0,94 0,19 0,34 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
12 DAS Wayamli 21,57 21,57 0 0,03 0,06 0,28 0,36 0,62 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
13 DAS Galatita 61,43 61,43 0 0,09 0,16 0,80 1,02 1,77 0,36 0,64 0,15 0,11 0,05 0,04 0,16
14 DAS Wala 62,78 62,78 0 0,10 0,17 0,82 1,05 1,81 0,37 0,66 0,15 0,12 0,06 0,04 0,16
15 DAS Pekaulang 105,64 105,64 0 0,16 0,28 1,38 1,76 3,04 0,61 1,11 0,26 0,20 0,09 0,07 0,27
16 DAS Gau 74,64 74,64 0 0,11 0,20 0,98 1,24 2,15 0,43 0,78 0,18 0,14 0,07 0,05 0,19
17 DAS Gamesan 43,65 43,65 0 0,07 0,12 0,57 0,73 1,26 0,25 0,46 0,11 0,08 0,04 0,03 0,11
18 DAS Bukumatiti 12,65 12,65 0 0,02 0,03 0,17 0,21 0,36 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
19 DAS Waifli 32,02 32,02 0 0,05 0,08 0,42 0,53 0,92 0,19 0,34 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
20 DAS Soalaipoh 71,35 67,36 3,99 0,11 0,20 0,94 1,20 2,07 0,44 0,75 0,18 0,14 0,07 0,05 0,19
21 DAS Sangaji 842,48 744,18 98,3 1,36 2,49 11,18 14,23 24,68 5,48 8,94 2,28 1,75 0,83 0,64 2,27
22 DAS Gipyolimbi 128,83 98,43 30,4 0,22 0,42 1,74 2,20 3,84 0,93 1,39 0,39 0,30 0,14 0,11 0,37
23 DAS Misoliwoyo 41,61 23,62 17,99 0,08 0,16 0,58 0,73 1,27 0,35 0,46 0,14 0,11 0,05 0,04 0,13
24 DAS Gotowasi 14,58 1,57 13,01 0,03 0,07 0,21 0,27 0,47 0,16 0,17 0,07 0,05 0,02 0,02 0,06
25 DAS Waci 373,46 266,72 106,74 0,65 1,27 5,07 6,42 11,20 2,80 4,04 1,17 0,89 0,43 0,33 1,10
26 DAS Woyokia 45,89 0,00 45,89 0,10 0,24 0,68 0,85 1,51 0,53 0,54 0,22 0,17 0,08 0,06 0,18
27 DAS Bialcili 53,59 0,45 53,14 0,12 0,28 0,79 0,99 1,76 0,62 0,63 0,26 0,20 0,09 0,07 0,21
28 DAS Bim 68,02 28,88 39,14 0,13 0,28 0,96 1,21 2,12 0,62 0,76 0,26 0,20 0,09 0,07 0,23

226
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
29 DAS Beb 37,86 0,65 37,21 0,08 0,20 0,56 0,70 1,24 0,44 0,44 0,18 0,14 0,07 0,05 0,15
30 DAS Oat 38,03 3,93 34,1 0,08 0,19 0,56 0,70 1,24 0,42 0,44 0,18 0,13 0,06 0,05 0,15
31 DAS Gawani 54,08 48,64 5,44 0,09 0,16 0,72 0,91 1,58 0,35 0,57 0,14 0,11 0,05 0,04 0,14
32 DAS Peniti 22,77 3,54 19,23 0,05 0,11 0,33 0,42 0,74 0,24 0,26 0,10 0,08 0,04 0,03 0,09
33 DAS Kipin 10,15 0,20 9,95 0,02 0,05 0,15 0,19 0,33 0,12 0,12 0,05 0,04 0,02 0,01 0,04
34 DAS Fan 21,26 1,00 20,26 0,05 0,11 0,31 0,39 0,70 0,24 0,25 0,10 0,08 0,04 0,03 0,08
35 DAS Dolori 45,49 19,56 25,93 0,09 0,19 0,64 0,81 1,42 0,42 0,51 0,17 0,13 0,06 0,05 0,15
36 DAS Lololimdi 23,91 3,29 20,62 0,05 0,12 0,35 0,44 0,77 0,26 0,28 0,11 0,08 0,04 0,03 0,09
37 DAS Ngangamiango 40,07 2,75 37,32 0,09 0,20 0,59 0,74 1,31 0,45 0,47 0,19 0,14 0,07 0,05 0,16
38 DAS Palpopo 12,71 9,55 3,16 0,02 0,04 0,17 0,22 0,38 0,09 0,14 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
39 DAS Sakaw 12,52 10,97 1,55 0,02 0,04 0,17 0,21 0,37 0,08 0,13 0,03 0,03 0,01 0,01 0,03
40 DAS Yaba 13,24 13,23 0,01 0,02 0,04 0,17 0,22 0,38 0,08 0,14 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
41 DAS Camece 11,35 11,35 0 0,02 0,03 0,15 0,19 0,33 0,07 0,12 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
42 DAS Wasis 18,35 17,16 1,19 0,03 0,05 0,24 0,31 0,53 0,11 0,19 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
43 DAS Moreala 27,87 9,98 17,89 0,06 0,12 0,40 0,50 0,88 0,27 0,31 0,11 0,09 0,04 0,03 0,10
44 DAS Biaboki 24,38 21,89 2,49 0,04 0,07 0,32 0,41 0,71 0,16 0,26 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07
45 DAS Botiol 22,42 22,42 0 0,03 0,06 0,29 0,37 0,65 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,02 0,06
46 DAS Bone 21,33 21,33 0 0,03 0,06 0,28 0,36 0,61 0,12 0,22 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
47 DAS Doe 198,24 198,24 0 0,30 0,53 2,59 3,30 5,71 1,15 2,07 0,48 0,37 0,18 0,14 0,50
48 DAS Mesa 27,88 27,88 0 0,04 0,07 0,36 0,46 0,80 0,16 0,29 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07
49 DAS Sepa 31,38 31,38 0 0,05 0,08 0,41 0,52 0,90 0,18 0,33 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
50 DAS Waleh 212,92 159,61 53,31 0,36 0,71 2,88 3,65 6,36 1,55 2,30 0,65 0,50 0,24 0,18 0,62
51 DAS Sepo 188,88 128,98 59,9 0,33 0,66 2,57 3,26 5,69 1,45 2,05 0,60 0,46 0,22 0,17 0,56
52 DAS Gemaf 45,09 44,95 0,14 0,07 0,12 0,59 0,75 1,30 0,26 0,47 0,11 0,08 0,04 0,03 0,11
53 DAS Leuef 31,85 31,07 0,78 0,05 0,09 0,42 0,53 0,92 0,19 0,33 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
54 DAS Kobe 810,70 412,29 398,41 1,53 3,20 11,29 14,26 25,01 7,04 8,98 2,94 2,25 1,07 0,83 2,63
55 DAS Tegalis 34,15 22,96 11,19 0,06 0,12 0,47 0,59 1,03 0,26 0,37 0,11 0,08 0,04 0,03 0,10
56 DAS Wastulo 12,53 12,53 0 0,02 0,03 0,16 0,21 0,36 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
57 DAS Fidi 161,65 121,05 40,6 0,28 0,54 2,18 2,77 4,83 1,18 1,74 0,49 0,38 0,18 0,14 0,47
58 DAS Yeteta 46,69 46,69 0 0,07 0,12 0,61 0,78 1,35 0,27 0,49 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12

227
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
59 DAS Roti 43,17 21,11 22,06 0,08 0,17 0,60 0,76 1,34 0,38 0,48 0,16 0,12 0,06 0,04 0,14
60 DAS Tilope 83,99 65,79 18,2 0,14 0,27 1,13 1,43 2,50 0,59 0,90 0,25 0,19 0,09 0,07 0,24
61 DAS Foya 211,14 125,85 85,29 0,39 0,79 2,91 3,68 6,44 1,73 2,32 0,72 0,55 0,26 0,20 0,66
62 DAS Kuala Bali 84,64 51,73 32,91 0,15 0,31 1,16 1,47 2,57 0,68 0,93 0,29 0,22 0,10 0,08 0,26
63 DAS Santu 22,41 12,45 9,96 0,04 0,09 0,31 0,39 0,69 0,19 0,25 0,08 0,06 0,03 0,02 0,07
64 DAS Lelubi 30,59 22,33 8,26 0,05 0,10 0,41 0,53 0,92 0,23 0,33 0,09 0,07 0,03 0,03 0,09
65 DAS Saleo 30,57 10,89 19,68 0,06 0,13 0,43 0,55 0,96 0,29 0,34 0,12 0,09 0,04 0,03 0,11
66 DAS Matfa 25,66 16,04 9,62 0,05 0,09 0,35 0,45 0,78 0,21 0,28 0,09 0,07 0,03 0,02 0,08
67 DAS Lamo 223,48 199,50 23,98 0,36 0,66 2,96 3,77 6,54 1,44 2,37 0,60 0,46 0,22 0,17 0,60
68 DAS Floa 181,62 179,85 1,77 0,28 0,49 2,38 3,03 5,24 1,07 1,90 0,45 0,34 0,16 0,13 0,46
69 DAS Batonam 74,28 73,01 1,27 0,11 0,20 0,97 1,24 2,15 0,44 0,78 0,18 0,14 0,07 0,05 0,19
70 DAS Tingsonga 84,78 81,30 3,48 0,13 0,23 1,11 1,42 2,46 0,51 0,89 0,21 0,16 0,08 0,06 0,22
71 DAS Wasi 17,77 2,59 15,18 0,04 0,09 0,26 0,32 0,57 0,19 0,20 0,08 0,06 0,03 0,02 0,07
72 DAS Barungbarung 16,10 7,42 8,68 0,03 0,07 0,23 0,28 0,50 0,14 0,18 0,06 0,05 0,02 0,02 0,05
73 DAS Wosi 62,89 45,99 16,9 0,11 0,21 0,85 1,08 1,88 0,46 0,68 0,19 0,15 0,07 0,05 0,18
74 DAS Tima 11,73 6,29 5,44 0,02 0,05 0,16 0,21 0,36 0,10 0,13 0,04 0,03 0,02 0,01 0,04
75 DAS Wemlonga 56,25 47,15 9,1 0,09 0,17 0,75 0,95 1,66 0,38 0,60 0,16 0,12 0,06 0,04 0,16
76 DAS Uboubo 38,25 28,94 9,31 0,07 0,13 0,52 0,65 1,14 0,28 0,41 0,12 0,09 0,04 0,03 0,11
77 DAS Gola 63,63 63,63 0 0,10 0,17 0,83 1,06 1,83 0,37 0,67 0,15 0,12 0,06 0,04 0,16
78 DAS Dingaloal Besar 22,02 22,02 0 0,03 0,06 0,29 0,37 0,63 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,02 0,06
79 DAS Wali 39,72 39,72 0 0,06 0,11 0,52 0,66 1,14 0,23 0,42 0,10 0,07 0,04 0,03 0,10
80 DAS Tagia 45,10 45,10 0 0,07 0,12 0,59 0,75 1,30 0,26 0,47 0,11 0,08 0,04 0,03 0,11
81 DAS Saole 32,14 32,14 0 0,05 0,09 0,42 0,54 0,93 0,19 0,34 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
82 DAS Beua 104,35 104,35 0 0,16 0,28 1,36 1,74 3,01 0,61 1,09 0,25 0,19 0,09 0,07 0,26
83 DAS Liap 89,60 89,60 0 0,14 0,24 1,17 1,49 2,58 0,52 0,94 0,22 0,17 0,08 0,06 0,23
84 DAS Tulebawake 19,64 19,64 0 0,03 0,05 0,26 0,33 0,57 0,11 0,21 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
85 DAS Suarat 119,02 119,02 0 0,18 0,32 1,56 1,98 3,43 0,69 1,25 0,29 0,22 0,11 0,08 0,30
86 DAS Toman 76,36 76,36 0 0,12 0,20 1,00 1,27 2,20 0,44 0,80 0,19 0,14 0,07 0,05 0,19
87 DAS Warengi 30,45 30,45 0 0,05 0,08 0,40 0,51 0,88 0,18 0,32 0,07 0,06 0,03 0,02 0,08
88 DAS Sua 27,32 27,32 0 0,04 0,07 0,36 0,46 0,79 0,16 0,29 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07

228
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
89 DAS Gainanu 14,07 14,07 0 0,02 0,04 0,18 0,23 0,41 0,08 0,15 0,03 0,03 0,01 0,01 0,04
90 DAS Wagiat 85,29 85,29 0 0,13 0,23 1,11 1,42 2,46 0,50 0,89 0,21 0,16 0,08 0,06 0,22
91 DAS Botan 45,57 45,57 0 0,07 0,12 0,60 0,76 1,31 0,27 0,48 0,11 0,08 0,04 0,03 0,12
92 DAS Loteongueu 40,08 40,08 0 0,06 0,11 0,52 0,67 1,15 0,23 0,42 0,10 0,07 0,04 0,03 0,10
93 DAS Samamalilinga 12,78 12,78 0 0,02 0,03 0,17 0,21 0,37 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
94 DAS Jebubu Besar 19,79 19,79 0 0,03 0,05 0,26 0,33 0,57 0,12 0,21 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
95 DAS Diwol 12,06 12,06 0 0,02 0,03 0,16 0,20 0,35 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
96 DAS Falamalongilu 13,47 13,47 0 0,02 0,04 0,18 0,22 0,39 0,08 0,14 0,03 0,03 0,01 0,01 0,03
97 DAS Uoubo 6,28 6,28 0 0,01 0,02 0,08 0,10 0,18 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
98 DAS Uoyang 9,71 9,71 0 0,01 0,03 0,13 0,16 0,28 0,06 0,10 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02
99 DAS Samamaluku 19,18 19,18 0 0,03 0,05 0,25 0,32 0,55 0,11 0,20 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
100 DAS Jaga 7,74 7,74 0 0,01 0,02 0,10 0,13 0,22 0,05 0,08 0,02 0,01 0,01 0,01 0,02
101 DAS Kolanomaake 3,88 3,88 0 0,01 0,01 0,05 0,06 0,11 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
102 DAS Papaceda 3,18 3,18 0 0,00 0,01 0,04 0,05 0,09 0,02 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
103 DAS Kadabu 3,80 3,80 0 0,01 0,01 0,05 0,06 0,11 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
104 DAS Rano 35,92 35,92 0 0,06 0,10 0,47 0,60 1,04 0,21 0,38 0,09 0,07 0,03 0,02 0,09
105 DAS Tagli 15,62 15,62 0 0,02 0,04 0,20 0,26 0,45 0,09 0,16 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
106 DAS Ali 8,53 8,53 0 0,01 0,02 0,11 0,14 0,25 0,05 0,09 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02
107 DAS Lipai 8,89 8,89 0 0,01 0,02 0,12 0,15 0,26 0,05 0,09 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02
108 DAS Saketa 34,52 34,52 0 0,05 0,09 0,45 0,58 0,99 0,20 0,36 0,08 0,06 0,03 0,02 0,09
109 DAS Tango 15,62 15,62 0 0,02 0,04 0,20 0,26 0,45 0,09 0,16 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
110 DAS Lasa 20,26 20,26 0 0,03 0,05 0,26 0,34 0,58 0,12 0,21 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
111 DAS Bobiri 8,11 8,11 0 0,01 0,02 0,11 0,14 0,23 0,05 0,08 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02
112 DAS Bosso 10,42 10,42 0 0,02 0,03 0,14 0,17 0,30 0,06 0,11 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
113 DAS Rogirogi 45,57 45,57 0 0,07 0,12 0,60 0,76 1,31 0,27 0,48 0,11 0,08 0,04 0,03 0,12
114 DAS Tokaka 15,12 15,12 0 0,02 0,04 0,20 0,25 0,44 0,09 0,16 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
115 DAS Moloku 21,64 21,64 0 0,03 0,06 0,28 0,36 0,62 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
116 DAS Samo 55,26 55,26 0 0,08 0,15 0,72 0,92 1,59 0,32 0,58 0,13 0,10 0,05 0,04 0,14
117 DAS Samat 3,58 3,58 0 0,01 0,01 0,05 0,06 0,10 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
118 DAS Moang Kecil 8,32 8,32 0 0,01 0,02 0,11 0,14 0,24 0,05 0,09 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02

229
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
119 DAS Sumira 51,36 51,36 0 0,08 0,14 0,67 0,86 1,48 0,30 0,54 0,12 0,10 0,05 0,04 0,13
120 DAS Dehopoda 27,30 27,30 0 0,04 0,07 0,36 0,45 0,79 0,16 0,29 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07
121 DAS Gulaci 23,00 23,00 0 0,04 0,06 0,30 0,38 0,66 0,13 0,24 0,06 0,04 0,02 0,02 0,06
122 DAS Lifofa 51,59 51,59 0 0,08 0,14 0,67 0,86 1,49 0,30 0,54 0,13 0,10 0,05 0,04 0,13
123 DAS Adala 18,27 18,27 0 0,03 0,05 0,24 0,30 0,53 0,11 0,19 0,04 0,03 0,02 0,01 0,05
124 DAS Maidi 27,92 27,92 0 0,04 0,07 0,36 0,47 0,80 0,16 0,29 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07
125 DAS Tafaga 38,49 38,49 0 0,06 0,10 0,50 0,64 1,11 0,22 0,40 0,09 0,07 0,03 0,03 0,10
126 DAS Jorongmadana 12,69 12,69 0 0,02 0,03 0,17 0,21 0,37 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
127 DAS Toe 11,39 11,39 0 0,02 0,03 0,15 0,19 0,33 0,07 0,12 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
128 DAS Tos 26,49 26,49 0 0,04 0,07 0,35 0,44 0,76 0,15 0,28 0,06 0,05 0,02 0,02 0,07
129 DAS Nawari 27,07 27,07 0 0,04 0,07 0,35 0,45 0,78 0,16 0,28 0,07 0,05 0,02 0,02 0,07
130 DAS Payahe 5,64 5,64 0 0,01 0,01 0,07 0,09 0,16 0,03 0,06 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
131 DAS Tayawi 29,14 28,27 0,87 0,05 0,08 0,38 0,49 0,84 0,17 0,31 0,07 0,06 0,03 0,02 0,07
132 DAS Koli 53,20 47,00 6,2 0,09 0,16 0,71 0,90 1,56 0,35 0,56 0,14 0,11 0,05 0,04 0,14
133 DAS Iyadimatiti 360,10 308,17 51,93 0,59 1,09 4,80 6,10 10,59 2,40 3,83 1,00 0,77 0,36 0,28 0,99
134 DAS Tului 25,74 14,92 10,82 0,05 0,10 0,36 0,45 0,79 0,21 0,28 0,09 0,07 0,03 0,03 0,08
135 DAS Tawa 17,83 17,83 0 0,03 0,05 0,23 0,30 0,51 0,10 0,19 0,04 0,03 0,02 0,01 0,05
136 DAS Lola 36,10 36,10 0 0,06 0,10 0,47 0,60 1,04 0,21 0,38 0,09 0,07 0,03 0,02 0,09
137 DAS Loko 10,01 10,01 0 0,02 0,03 0,13 0,17 0,29 0,06 0,10 0,02 0,02 0,01 0,01 0,03
138 DAS Siokona 12,09 12,09 0 0,02 0,03 0,16 0,20 0,35 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
139 DAS Roy 90,70 90,70 0 0,14 0,24 1,19 1,51 2,61 0,53 0,95 0,22 0,17 0,08 0,06 0,23
140 DAS Tobebatu 29,07 29,07 0 0,04 0,08 0,38 0,48 0,84 0,17 0,30 0,07 0,05 0,03 0,02 0,07
141 DAS Sabaru 22,40 22,40 0 0,03 0,06 0,29 0,37 0,65 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,02 0,06
142 DAS Mira 24,47 24,47 0 0,04 0,06 0,32 0,41 0,71 0,14 0,26 0,06 0,05 0,02 0,02 0,06
143 DAS Oba 64,26 62,00 2,26 0,10 0,18 0,84 1,08 1,86 0,39 0,68 0,16 0,12 0,06 0,05 0,17
144 DAS Kayasa 34,15 32,95 1,2 0,05 0,09 0,45 0,57 0,99 0,21 0,36 0,09 0,07 0,03 0,02 0,09
145 DAS Tagorango 163,96 25,01 138,95 0,35 0,80 2,39 2,99 5,30 1,76 1,89 0,74 0,56 0,27 0,21 0,62
146 DAS Ngoguni 42,35 11,60 30,75 0,09 0,19 0,61 0,76 1,35 0,43 0,48 0,18 0,14 0,06 0,05 0,15
147 DAS Tomores 52,75 0,00 52,75 0,12 0,28 0,78 0,98 1,74 0,61 0,62 0,26 0,20 0,09 0,07 0,21
148 DAS Pariama 171,56 88,14 83,42 0,32 0,68 2,39 3,02 5,29 1,48 1,90 0,62 0,48 0,23 0,17 0,55

230
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
149 DAS Ekor 24,83 7,78 17,05 0,05 0,11 0,35 0,45 0,79 0,24 0,28 0,10 0,08 0,04 0,03 0,09
150 DAS Minimin 18,25 17,15 1,1 0,03 0,05 0,24 0,31 0,53 0,11 0,19 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
151 DAS Jawali 34,03 34,03 0 0,05 0,09 0,44 0,57 0,98 0,20 0,36 0,08 0,06 0,03 0,02 0,09
152 DAS Saosati 96,44 96,44 0 0,15 0,26 1,26 1,61 2,78 0,56 1,01 0,23 0,18 0,09 0,07 0,24
153 DAS Waijol 82,64 82,64 0 0,13 0,22 1,08 1,38 2,38 0,48 0,86 0,20 0,15 0,07 0,06 0,21
154 DAS Tolawi 188,94 188,94 0 0,29 0,50 2,47 3,15 5,44 1,10 1,98 0,46 0,35 0,17 0,13 0,48
155 DAS Akesalaka 42,67 42,67 0 0,07 0,11 0,56 0,71 1,23 0,25 0,45 0,10 0,08 0,04 0,03 0,11
156 DAS Wasilae 22,43 22,43 0 0,03 0,06 0,29 0,37 0,65 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,02 0,06
157 DAS Gurua 44,57 44,57 0 0,07 0,12 0,58 0,74 1,28 0,26 0,47 0,11 0,08 0,04 0,03 0,11
158 DAS Subaim 40,89 40,58 0,31 0,06 0,11 0,53 0,68 1,18 0,24 0,43 0,10 0,08 0,04 0,03 0,10
159 DAS Opyang 203,08 165,43 37,65 0,34 0,64 2,72 3,46 6,01 1,40 2,17 0,58 0,45 0,21 0,16 0,57
160 DAS Dodoga 289,62 125,45 164,17 0,56 1,20 4,07 5,14 9,02 2,64 3,24 1,10 0,85 0,40 0,31 0,97
161 DAS Wabti 29,90 1,38 28,52 0,07 0,15 0,44 0,55 0,98 0,34 0,35 0,14 0,11 0,05 0,04 0,12
162 DAS Tutuli 136,07 23,09 112,98 0,29 0,66 1,98 2,48 4,39 1,45 1,57 0,60 0,46 0,22 0,17 0,51
163 DAS Petegon 85,55 63,07 22,48 0,15 0,29 1,16 1,47 2,56 0,63 0,92 0,26 0,20 0,10 0,07 0,25
164 DAS Titilegan 15,05 5,09 9,96 0,03 0,07 0,21 0,27 0,47 0,15 0,17 0,06 0,05 0,02 0,02 0,05
165 DAS Lolobata 96,16 31,43 64,73 0,19 0,43 1,37 1,72 3,04 0,94 1,09 0,39 0,30 0,14 0,11 0,34
166 DAS Milaning 28,66 0,53 28,13 0,06 0,15 0,42 0,53 0,94 0,33 0,34 0,14 0,11 0,05 0,04 0,11
167 DAS Koicina 96,59 66,59 30 0,17 0,34 1,31 1,67 2,91 0,74 1,05 0,31 0,24 0,11 0,09 0,29
168 DAS Tatuo 13,66 0,82 12,84 0,03 0,07 0,20 0,25 0,45 0,15 0,16 0,06 0,05 0,02 0,02 0,05
169 DAS Iga 40,13 35,03 5,1 0,07 0,12 0,53 0,68 1,18 0,26 0,43 0,11 0,08 0,04 0,03 0,11
170 DAS Ngairi 17,95 7,24 10,71 0,04 0,08 0,25 0,32 0,56 0,17 0,20 0,07 0,05 0,03 0,02 0,06
171 DAS Gagaeli 185,12 183,31 1,81 0,28 0,50 2,42 3,09 5,34 1,09 1,94 0,45 0,35 0,17 0,13 0,47
172 DAS Buli 56,69 55,06 1,63 0,09 0,15 0,74 0,95 1,64 0,34 0,60 0,14 0,11 0,05 0,04 0,15
173 DAS Tatam 78,65 78,65 0 0,12 0,21 1,03 1,31 2,27 0,46 0,82 0,19 0,15 0,07 0,05 0,20
174 DAS Hapihapa 25,81 25,81 0 0,04 0,07 0,34 0,43 0,74 0,15 0,27 0,06 0,05 0,02 0,02 0,07
175 DAS Niwiwi 49,24 49,24 0 0,08 0,13 0,64 0,82 1,42 0,29 0,52 0,12 0,09 0,04 0,03 0,12
176 DAS Cepang 26,49 26,49 0 0,04 0,07 0,35 0,44 0,76 0,15 0,28 0,06 0,05 0,02 0,02 0,07
177 DAS Lobilobi 42,39 38,30 4,09 0,07 0,12 0,56 0,71 1,24 0,27 0,45 0,11 0,09 0,04 0,03 0,11
178 DAS Jerawai 20,40 13,86 6,54 0,04 0,07 0,28 0,35 0,61 0,16 0,22 0,07 0,05 0,02 0,02 0,06

231
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
179 DAS Tuma 3,33 3,33 0 0,01 0,01 0,04 0,06 0,10 0,02 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
180 DAS Tadena 4,58 4,58 0 0,01 0,01 0,06 0,08 0,13 0,03 0,05 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
181 DAS Dabaang 5,06 5,06 0 0,01 0,01 0,07 0,08 0,15 0,03 0,05 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
182 DAS Tanjung 2,82 2,82 0 0,00 0,01 0,04 0,05 0,08 0,02 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
183 DAS Gomang 2,55 2,55 0 0,00 0,01 0,03 0,04 0,07 0,01 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01
184 DAS Fitako 3,14 3,14 0 0,00 0,01 0,04 0,05 0,09 0,02 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
185 DAS Kibal 3,50 3,50 0 0,01 0,01 0,05 0,06 0,10 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
186 DAS Para 1,14 1,14 0 0,00 0,00 0,01 0,02 0,03 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
187 DAS Ngofaklaha 4,69 4,69 0 0,01 0,01 0,06 0,08 0,14 0,03 0,05 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
188 DAS Tiowon 5,79 5,79 0 0,01 0,02 0,08 0,10 0,17 0,03 0,06 0,01 0,01 0,01 0,00 0,01
189 DAS Sangapati 4,74 4,74 0 0,01 0,01 0,06 0,08 0,14 0,03 0,05 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
190 DAS Uratbaru 6,41 6,41 0 0,01 0,02 0,08 0,11 0,18 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
191 DAS Bakuli 7,11 7,11 0 0,01 0,02 0,09 0,12 0,20 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
192 DAS Waitakapat 12,20 12,20 0 0,02 0,03 0,16 0,20 0,35 0,07 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
193 DAS Malapa 5,84 5,84 0 0,01 0,02 0,08 0,10 0,17 0,03 0,06 0,01 0,01 0,01 0,00 0,01
194 DAS Bobawa 6,40 6,40 0 0,01 0,02 0,08 0,11 0,18 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
195 DAS Taboso 9,13 9,13 0 0,01 0,02 0,12 0,15 0,26 0,05 0,10 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02
196 DAS Subabe 10,04 10,04 0 0,02 0,03 0,13 0,17 0,29 0,06 0,11 0,02 0,02 0,01 0,01 0,03
197 DAS Salolo 4,21 4,21 0 0,01 0,01 0,06 0,07 0,12 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
198 DAS Kagohi 6,45 6,45 0 0,01 0,02 0,08 0,11 0,19 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
199 DAS Kayoa 6,39 6,39 0 0,01 0,02 0,08 0,11 0,18 0,04 0,07 0,02 0,01 0,01 0,00 0,02
200 DAS Guruapin 92,03 92,03 0 0,14 0,24 1,20 1,53 2,65 0,54 0,96 0,22 0,17 0,08 0,06 0,23
201 DAS Taneti 31,45 31,45 0 0,05 0,08 0,41 0,52 0,91 0,18 0,33 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
202 DAS Latalata 50,72 50,72 0 0,08 0,13 0,66 0,85 1,46 0,30 0,53 0,12 0,09 0,04 0,03 0,13
203 DAS Dihuru 19,99 1,63 18,36 0,04 0,10 0,29 0,37 0,65 0,22 0,23 0,09 0,07 0,03 0,03 0,08
204 DAS Kou 33,25 4,60 28,65 0,07 0,16 0,48 0,61 1,08 0,36 0,38 0,15 0,12 0,05 0,04 0,13
205 DAS Kota 30,01 0,61 29,4 0,07 0,16 0,44 0,56 0,99 0,35 0,35 0,14 0,11 0,05 0,04 0,12
206 DAS Turibesar 26,25 4,43 21,82 0,06 0,13 0,38 0,48 0,85 0,28 0,30 0,12 0,09 0,04 0,03 0,10
207 DAS Jabubu 26,28 0,31 25,97 0,06 0,14 0,39 0,49 0,86 0,30 0,31 0,13 0,10 0,05 0,04 0,10
208 DAS Supai 40,01 8,50 31,51 0,08 0,19 0,58 0,73 1,28 0,42 0,46 0,17 0,13 0,06 0,05 0,15

232
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
209 DAS Puacaritos 42,03 6,33 35,7 0,09 0,21 0,61 0,77 1,36 0,45 0,48 0,19 0,14 0,07 0,05 0,16
210 DAS Langgudi 89,93 59,84 30,09 0,16 0,32 1,23 1,56 2,72 0,70 0,98 0,29 0,22 0,11 0,08 0,27
211 DAS Imbuimbu 54,77 54,77 0 0,08 0,15 0,72 0,91 1,58 0,32 0,57 0,13 0,10 0,05 0,04 0,14
212 DAS Kasituta 22,17 22,17 0 0,03 0,06 0,29 0,37 0,64 0,13 0,23 0,05 0,04 0,02 0,02 0,06
213 DAS Doko 5,42 5,42 0 0,01 0,01 0,07 0,09 0,16 0,03 0,06 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
214 DAS Palamea 16,00 14,51 1,49 0,03 0,05 0,21 0,27 0,47 0,10 0,17 0,04 0,03 0,02 0,01 0,04
215 DAS Mamang 17,58 8,92 8,66 0,03 0,07 0,24 0,31 0,54 0,15 0,19 0,06 0,05 0,02 0,02 0,06
216 DAS Ngome 23,25 0,75 22,5 0,05 0,12 0,34 0,43 0,76 0,27 0,27 0,11 0,09 0,04 0,03 0,09
217 DAS Jojame 47,07 47,07 0 0,07 0,12 0,62 0,78 1,36 0,27 0,49 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12
218 DAS Kasolaka 32,10 32,10 0 0,05 0,09 0,42 0,54 0,93 0,19 0,34 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
219 DAS Kailaka 3,74 3,74 0 0,01 0,01 0,05 0,06 0,11 0,02 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
220 DAS Nyali 37,74 37,74 0 0,06 0,10 0,49 0,63 1,09 0,22 0,40 0,09 0,07 0,03 0,03 0,10
221 DAS Gilalang 25,40 25,40 0 0,04 0,07 0,33 0,42 0,73 0,15 0,27 0,06 0,05 0,02 0,02 0,06
222 DAS Timonga 19,62 19,62 0 0,03 0,05 0,26 0,33 0,57 0,11 0,21 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
223 DAS Gamemu 46,96 46,96 0 0,07 0,12 0,61 0,78 1,35 0,27 0,49 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12
224 DAS Jolaro 31,70 31,70 0 0,05 0,08 0,41 0,53 0,91 0,18 0,33 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
225 DAS Nyilinyati 80,36 80,36 0 0,12 0,21 1,05 1,34 2,32 0,47 0,84 0,20 0,15 0,07 0,06 0,20
226 DAS Ramang 47,01 47,01 0 0,07 0,12 0,61 0,78 1,35 0,27 0,49 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12
227 DAS Samalanga 252,85 168,16 84,69 0,45 0,89 3,45 4,37 7,64 1,96 2,75 0,82 0,63 0,30 0,23 0,76
228 DAS Tawale 49,12 43,35 5,77 0,08 0,15 0,65 0,83 1,44 0,32 0,52 0,13 0,10 0,05 0,04 0,13
229 DAS Wayaua 62,61 43,02 19,59 0,11 0,22 0,85 1,08 1,88 0,48 0,68 0,20 0,15 0,07 0,06 0,19
230 DAS Songa 43,93 30,55 13,38 0,08 0,15 0,60 0,76 1,32 0,33 0,48 0,14 0,11 0,05 0,04 0,13
231 DAS Bibinoy 77,98 42,12 35,86 0,15 0,30 1,08 1,37 2,40 0,66 0,86 0,28 0,21 0,10 0,08 0,25
232 DAS Raim 48,90 44,19 4,71 0,08 0,14 0,65 0,82 1,43 0,31 0,52 0,13 0,10 0,05 0,04 0,13
233 DAS Batipota 46,97 46,97 0 0,07 0,12 0,61 0,78 1,35 0,27 0,49 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12
234 DAS Batisa 104,76 104,76 0 0,16 0,28 1,37 1,75 3,02 0,61 1,10 0,25 0,20 0,09 0,07 0,26
235 DAS Laleba 25,00 25,00 0 0,04 0,07 0,33 0,42 0,72 0,15 0,26 0,06 0,05 0,02 0,02 0,06
236 DAS Lanio 16,26 16,26 0 0,02 0,04 0,21 0,27 0,47 0,09 0,17 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
237 DAS Mati 13,19 13,19 0 0,02 0,03 0,17 0,22 0,38 0,08 0,14 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
238 DAS Jikolamo 11,31 11,31 0 0,02 0,03 0,15 0,19 0,33 0,07 0,12 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03

233
No. DAS Nama DAS A A (non-CAT) A (CAT) Ketersediaan Air Metode Mock (m3/detik)
(km2) (km2) (km2) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
239 DAS Orimaoho Kecil 6,17 6,17 0 0,01 0,02 0,08 0,10 0,18 0,04 0,06 0,01 0,01 0,01 0,00 0,02
240 DAS Wayamoha 11,51 11,51 0 0,02 0,03 0,15 0,19 0,33 0,07 0,12 0,03 0,02 0,01 0,01 0,03
241 DAS Turpana 4,44 4,44 0 0,01 0,01 0,06 0,07 0,13 0,03 0,05 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
242 DAS Linggua 19,09 19,09 0 0,03 0,05 0,25 0,32 0,55 0,11 0,20 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
243 DAS Salowako 14,79 14,79 0 0,02 0,04 0,19 0,25 0,43 0,09 0,15 0,04 0,03 0,01 0,01 0,04
244 DAS Ngame 30,90 30,90 0 0,05 0,08 0,40 0,51 0,89 0,18 0,32 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
245 DAS Permasang 20,98 20,98 0 0,03 0,06 0,27 0,35 0,60 0,12 0,22 0,05 0,04 0,02 0,01 0,05
246 DAS Bilik 5,62 5,62 0 0,01 0,01 0,07 0,09 0,16 0,03 0,06 0,01 0,01 0,00 0,00 0,01
247 DAS Kubung 46,18 46,18 0 0,07 0,12 0,60 0,77 1,33 0,27 0,48 0,11 0,09 0,04 0,03 0,12
248 DAS Subusubu 17,08 17,08 0 0,03 0,05 0,22 0,28 0,49 0,10 0,18 0,04 0,03 0,02 0,01 0,04
249 DAS Tuakang 23,44 16,10 7,34 0,04 0,08 0,32 0,40 0,71 0,18 0,25 0,07 0,06 0,03 0,02 0,07
250 DAS Kupal 32,71 27,20 5,51 0,05 0,10 0,44 0,56 0,97 0,22 0,35 0,09 0,07 0,03 0,03 0,09
251 DAS Mandaong 99,20 51,94 47,26 0,19 0,39 1,38 1,74 3,05 0,85 1,10 0,36 0,27 0,13 0,10 0,32
252 DAS Inggol 61,61 48,48 13,13 0,10 0,20 0,83 1,05 1,83 0,44 0,66 0,18 0,14 0,07 0,05 0,17
253 DAS Sengge 52,55 52,55 0 0,08 0,14 0,69 0,88 1,51 0,31 0,55 0,13 0,10 0,05 0,04 0,13
254 DAS Indamut 13,72 13,72 0 0,02 0,04 0,18 0,23 0,40 0,08 0,14 0,03 0,03 0,01 0,01 0,03
255 DAS Kapulusan 119,86 119,86 0 0,18 0,32 1,57 2,00 3,45 0,70 1,25 0,29 0,22 0,11 0,08 0,30
256 DAS Sumatinggi 41,80 41,80 0 0,06 0,11 0,55 0,70 1,20 0,24 0,44 0,10 0,08 0,04 0,03 0,11
257 DAS Bobo 32,96 32,96 0 0,05 0,09 0,43 0,55 0,95 0,19 0,34 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
258 DAS Kusubabi 31,54 31,54 0 0,05 0,08 0,41 0,53 0,91 0,18 0,33 0,08 0,06 0,03 0,02 0,08
259 DAS Ahadau 41,07 31,34 9,73 0,07 0,13 0,55 0,70 1,22 0,30 0,44 0,12 0,09 0,04 0,03 0,12
260 DAS Waya 36,71 5,02 31,69 0,08 0,18 0,54 0,67 1,19 0,40 0,42 0,17 0,13 0,06 0,05 0,14
261 DAS Hanambane 87,92 7,78 80,14 0,19 0,45 1,29 1,62 2,86 0,98 1,02 0,41 0,31 0,15 0,12 0,34
262 DAS Mandioli 50,30 16,71 33,59 0,10 0,22 0,72 0,90 1,59 0,49 0,57 0,20 0,16 0,07 0,06 0,18
263 DAS Damar 59,53 59,53 0 0,09 0,16 0,78 0,99 1,72 0,35 0,62 0,14 0,11 0,05 0,04 0,15
264 DAS Hasil 25,94 25,94 0 0,04 0,07 0,34 0,43 0,75 0,15 0,27 0,06 0,05 0,02 0,02 0,07
265 DAS Gebe 140,64 140,64 0 0,22 0,37 1,84 2,34 4,05 0,82 1,47 0,34 0,26 0,12 0,10 0,36

234
235
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-21 Ketersediaan Air Metode FJ. Mock per Kabupaten/ Kota

236
3.2.2.2 Analisis
Kebutuhan Air

Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk
menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih domestik dan non
domestik, air irigasi baik pertanian, perikanan dan peternakan. Adapun
penggolongan kebutuhan air antara lain digunakan yaitu :
a. Kebutuhan air domestik(rumah tangga) : digunakan untuk keperluan orang
sehari hari semisal minum, MCK, memasak, menyiram tanaman dll..
b. Kebutuhan air non domestik (perkotaan): untuk sekolah, pariwisata,
tempat ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau fasilitas
umum lainnya.
c. Kebutuhan air untuk industri.
d. Kebutuhan air untuk pertanian : persawahan, perkebunan dan ladang
(lahan kering dan campur)
e. Kebutuhan air untuk perikanan / tambak
f. Kebutuhan air untuk peternakan
Dalam analisis nantinya kebutuhan domestik, non domestik dan industri akan
digabungkan sehingga menjadi kebutuhan air RKI (Rumah Tangga, Perkotaan dan
Industri). Sedangkan untuk kebutuhan air lainnya (pertanian, perikanan dan
peternakan) akan dianalisis secara terpisah.

3.2.2.2.1 Kebutuhan Air Domestik Rumah Tangga Perkotaan dan Industri


(RKI)

Air akan sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan aktivitas manusia
(Jasrotia dkk, 2009). Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah
penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air
akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto, 2008).
Dalam menentukan kebutuhan air rumah tangga untuk Wilayah Sungai
Halmahera Selatan perlu terlebih dahulu ditinjau jumlah penduduk yang ada pada
saat ini di tiap-tiap kabupaten/ kota serta proyeksi jumlah penduduk pada masa
mendatang. Hasil dari analisis perkembangan penduduk akan digunakan sebagai
dasar dalam perhitungan kebutuhan air domestik. Selanjutnya dalam analisis
kebutuhan non domestik dan industri akan mengacu pada kebutuhan air
domestik. Berikut ini hasil proyeksi penduduk dan analisisi kebutuan air RKI WS
Halmahera Selatan. Hasil proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan air di WS
Halmahera Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

237
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-77 Proyeksi Jumlah Penduduk Wilayah Sungai
Halmahera Selatan
Penduduk
NO Kabupaten/ Kota 2011 2016 2021 2026 2031
(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)
1 Halmahera Selatan 123256 123470,6 123685,6 123901 124116,7
2 Tidore Kepulauan 36219 38331,09 40566,35 42931,96 45435,51
3 Ternate (Pulau Moti) 4399 4548 4702 4861 5025
4 Halmahera Timur 72966 89803 110526 136031 167420
5 Halmahera Tengah 42742 49574 57497 66688 77347
Total 279582 305726,7 336977,2 374412,1 419344,9
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

238
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-78 Kriteria Perencanaan Kebutuhan Air RKI Pulau Moti (Kota Ternate)
Rumah Tangga Rumah Tangga AP,Air per Kebutuhan Air Kebutuhan Air
Rumah Tangga Asumsi Penduduk
No Tahun Perkotaan Perkotaan (RK) Perkotaan (RK) dg Pekerja Industri = %PxAPxRL Industri dg,
(L/O/H) (%)
Netto Kehilangan (L/O/H) (L/O/H) Kehilangan
(8)=(RI)/(1-KP)/(1-
(1)=R (2)=25%x R (3)=(1)+(2) (4)=(RK)/(1-KP)/(1-KT) (5)=P (6)=AP (7)=RI
KT)
1 2011 75 23 98 138 4,00% 500 14 20
2 2016 79 24 102 145 4,10% 526 15 21
3 2021 83 25 108 153 4,20% 552 16 23
4 2026 87 26 113 161 4,31% 580 18 25
5 2031 92 27 119 169 4,42% 610 19 27

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-79 Kriteria Perencanaan Kebutuhan Air RKI Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah
Rumah Tangga Rumah Tangga AP,Air per Kebutuhan Air Kebutuhan Air
Rumah Tangga Asumsi Penduduk
No Tahun Perkotaan Perkotaan (RK) Perkotaan (RK) dg Pekerja Industri = %PxAPxRL Industri dg,
(L/O/H) (%)
Netto Kehilangan (L/O/H) (L/O/H) Kehilangan
(8)=(RI)/(1-KP)/(1-
(1)=R (2)=25%x R (3)=(1)+(2) (4)=(RK)/(1-KP)/(1-KT) (5)=P (6)=AP (7)=RI
KT)
1 2011 100 30 130 184 4,00% 500 14 20
2 2016 105 32 137 194 4,10% 526 15 21
3 2021 110 33 144 204 4,20% 552 16 23
4 2026 116 35 151 214 4,31% 580 18 25
5 2031 122 37 159 225 4,42% 610 19 27

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-80 Kriteria Perencanaan Kebutuhan Air RKI Kabupaten Halmahera Selatan
Rumah Tangga Rumah Tangga AP,Air per Kebutuhan Air Kebutuhan Air
Rumah Tangga Asumsi Penduduk
No Tahun Perkotaan Perkotaan (RK) Perkotaan (RK) dg Pekerja Industri = %PxAPxRL Industri dg,
(L/O/H) (%)
Netto Kehilangan (L/O/H) (L/O/H) Kehilangan
(8)=(RI)/(1-KP)/(1-
(1)=R (2)=25%x R (3)=(1)+(2) (4)=(RK)/(1-KP)/(1-KT) (5)=P (6)=AP (7)=RI
KT)
1 2011 120 36 156 221 4,00% 500 14 20
2 2016 126 38 164 233 4,10% 526 15 21
3 2021 133 40 172 244 4,20% 552 16 23
4 2026 139 42 181 257 4,31% 580 18 25
5 2031 146 44 190 270 4,42% 610 19 27

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-81Kebutuhan Air RKI Wilayah Sungai Halmahera Selatan

Kebutuhan RKI (m3/detik)


NO KOTA/KAB
2011 2016 2021 2026 2031
1 Halmahera Selatan 0,3440 0,3629 0,3829 0,4040 0,4263
2 Tidore Kepulauan 0,0525 0,0586 0,0655 0,0731 0,0817
3 Ternate 0,0081 0,0088 0,0096 0,0104 0,0114
4 Halmahera Timur 0,1725 0,1028 0,1337 0,1739 0,2263
5 Halmahera Tengah 0,1010 0,0568 0,0696 0,0853 0,1045

Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

239
3.2.2.2.2 Kebutuhan Air Untuk Pertanian

Air sangat dibutuhkan untuk produksi pangan, seandainya pasokan air tidak
berjalan baik maka hasil pertanian pun akan terpengaruh. Air untuk pertanian
dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai. Proyeksi
kebutuhan air untuk pertanian di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dibedakan
dalam kebutuhan air perkebunan, pertanian lahan kering, kebutuhan air
pertanian lahan campur, dan kebutuhan air persawahan. Hasil analisis proyeksi
lahan dan kebutuhan air pertanian di WS Halmahera Selatan disajikan pada tabel
berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-82Kebutuhan Air Untuk Pertanian Wilayah


Sungai Halmahera Selatan

Kebutuhan Pertanian (m3/detik)


No Kota/Kab
2011 2016 2021 2026 2031
1 Halmahera Selatan 49,4499 51,9723 54,6235 57,4098 60,3383
2 Tidore Kepulauan 13,2575 13,9338 14,6446 15,3916 16,1767
3 Ternate 1,8989 1,9957 2,0975 2,2045 2,3170
4 Halmahera Timur 13,8723 14,5799 15,3236 16,1053 16,9268
5 Halmahera Tengah 25,4402 26,7379 28,1018 29,5352 31,0418
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012
Asumsi kebutuhan air untuk persawahan yaitu 1,5 ltr/dtk/ha
Asumsi kebutuhan air untuk perkebunan yaitu 0,9 ltr/dtk/ha
Asumsi kebutuhan air untuk ladang lahan kering yaitu 0,4 ltr/dtk/ha
Asumsi kebutuhan air untuk ladang lahan campur yaitu 0,4 ltr/dtk/ha

3.2.2.2.3 Kebutuhan Air Untuk Peternakan

Kebutuhan air untuk peternakan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan


dibedakan dalam kebutuhan air peternakan untuk ternak besar, kebutuhan air
peternakan untuk ternak kecil, dan kebutuhan air peternakan untuk unggas. Hasil
proyeksi jumlah ternak dan kebutuhan air peternakan di Wilayah Sungai
Halmahera Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-83Kebutuhan Air Untuk Peternakan Wilayah


Sungai Halmahera Selatan
Kebutuhan Peternakan (m3/detik)
No Kota/Kab
2011 2016 2021 2026 2031
1 Halmahera Selatan 0,0027 0,0033 0,0040 0,0049 0,0059
2 Tidore Kepulauan 0,0008 0,0010 0,0012 0,0014 0,0017
3 Ternate 0,0003 0,0004 0,0005 0,0006 0,0007
4 Halmahera Timur 0,0049 0,0059 0,0072 0,0087 0,0106
5 Halmahera Tengah 0,0034 0,0041 0,0050 0,0061 0,0074
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

240
3.2.2.2.4 Kebutuhan Air Untuk Perikanan

Aspek perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air


karena tentu untuk menggenangi kolam budidaya ikan sehingga diperlukan air
dalam volume besar agar tercipta tempat hidup yang cocok untuk perkembangan
ikan. Kebutuhan ini dimaksudkan pada saat awal tanam dan pergantian air (Heru,
1986). Hasil proyeksi lahan perikanan/tambak dan kebutuhan air untuk
perikanan di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-84Proyeksi Lahan Perikanan Wilayah Sungai


Halmahera Selatan

Kebutuhan Perikanan (m3/detik)


No Kota/Kab
2011 2016 2021 2026 2031
1 Halmahera Selatan 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2 Tidore Kepulauan 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
3 Ternate 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
4 Halmahera Timur 19,5815 20,5803 21,6301 22,7335 23,8931
5 Halmahera Tengah 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2012

3.2.2.3 Neraca Air

Neraca air merupakan perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air


di suatu wilayah untuk melihat kapasitas sumber daya airnya. Ketersediaan air di
Wilayah SungaiHalmahera Selatan cenderung konstan selama kondisi alamnya
masih konstan dan dijaga, sedangkan kebutuhan airnya mengalami peningkatan
seiring dengan pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu neraca ketersediaan dan
kebutuhan air pada Tahun 2011 s/d 2031dari daerah aliran sungaidi masing-
masing kabupaten yang masuk di dalam Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat
dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.

241
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-85 Total Ketersediaan dan Kebutuhan Air Tiap Kabupatendi Wilayah Sungai Halmahera Selatan
Ketersediaan/ Bulan
No Kota/Kab Tahun
Kebutuhan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
1 Halmahera Selatan Ketersediaan 8,52 15,91 68,95 87,63 152,26 34,97 55,10 14,59 11,20 5,32 4,11 14,28
Kebutuhan 2011 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80 49,80
2016 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34 52,34
2021 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01 55,01
2026 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82 57,82
2031 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77 60,77
2 Tidore Kepulauan Ketersediaan 3,06 5,91 24,06 30,52 53,17 13,00 19,20 5,42 4,16 1,98 1,53 5,16
Kebutuhan 2011 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31 13,31
2016 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99 13,99
2021 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71 14,71
2026 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47 15,47
2031 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26 16,26
3 Ternate Ketersediaan 0,04 0,07 0,33 0,42 0,72 0,15 0,26 0,06 0,05 0,02 0,02 0,06
Kebutuhan 2011 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91 1,91
2016 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00
2021 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11 2,11
2026 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22 2,22
2031 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33 2,33
4 Halmahera Timur Ketersediaan 10,25 19,35 82,36 104,62 181,91 42,51 65,79 17,73 13,61 6,47 5,00 17,22
Kebutuhan 2011 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63 33,63
2016 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27 35,27
2021 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09 37,09
2026 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02 39,02
2031 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06 41,06
5 Halmahera Tengah Ketersediaan 4,13 8,25 31,68 40,12 70,06 18,13 25,25 7,56 5,80 2,76 2,13 7,01
Kebutuhan 2011 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54 25,54
2016 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80 26,80
2021 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18 28,18
2026 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63 29,63

242
Ketersediaan/ Bulan
No Kota/Kab Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Kebutuhan
2031 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15 31,15
Sumber : Hasil Perhitungan Tahun 2011

243
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-22 Grafik Neraca Air KabupatenHalmahera
Selatan

Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-23Grafik Neraca Air Kota Tidore Kepulauan

244
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-24Grafik Neraca Air Pulau Moti (Kota Ternate)

Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-25Grafik Neraca Air Kabupaten Halmahera


Timur

245
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-26Grafik Neraca Air Kabupaten Halmahera
Tengah

3.2.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

3.2.3.1 Analisis Debit


Banjir

Analisis debit banjir akan dilakukan per DAS dari wilayah sungai tersebut,
maka untuk Wilayah Sungai Halmahera Selatan debit banjir yang akan dihitung
yaitu debit banjir 265 DAS. Tabel berikut ini merupakan hasil perhitungan debit
banjir rencana dengan Metode Haspers dari masing masing DAS di WS
Halmahera Selatan.

246
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-86Perhitungan Debit Banjir

A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
1 DAS Dowango 57,20 1,99 0,14 512 647 732 842 901 969 1034 1548
2 DAS Pematango 162,76 11,69 0,09 504 637 721 829 887 953 1018 1524
3 DAS Akelamo 649,79 26,49 0,04 473 597 676 777 832 894 954 1429
4 DAS Wayai 40,14 2,35 0,30 428 541 612 703 753 809 864 1294
5 DAS Mabulan 68,43 7,68 0,11 398 503 569 654 701 753 804 1203
6 DAS Titunus 28,04 0,96 0,40 385 486 550 633 678 728 777 1164
7 DAS Afu 17,07 2,60 0,31 242 305 346 397 425 457 488 731
8 DAS Lili 141,36 6,95 0,14 604 763 864 993 1063 1142 1220 1826
9 DAS Waisango 121,09 6,02 0,07 544 687 777 893 957 1028 1098 1643
10 DAS Onat 543,71 21,84 0,05 516 652 737 848 908 975 1041 1559
11 DAS Goifali 32,50 2,24 0,12 358 452 511 588 629 676 722 1081
12 DAS Wayamli 21,57 1,33 0,16 303 383 433 498 534 573 612 916
13 DAS Galatita 61,43 5,97 0,14 418 528 597 686 735 790 843 1263
14 DAS Wala 62,78 5,27 0,16 444 561 634 729 781 839 896 1341
15 DAS Pekaulang 105,64 6,21 0,13 543 686 777 893 956 1027 1097 1642
16 DAS Gau 74,64 5,63 0,23 495 626 708 814 872 937 1000 1497
17 DAS Gamesan 43,65 5,57 0,24 372 470 531 611 654 703 750 1124
18 DAS Bukumatiti 12,65 2,48 0,45 200 253 286 329 352 378 404 605
19 DAS Waifli 32,02 1,59 0,55 404 510 577 663 711 763 815 1220
20 DAS Soalaipoh 71,35 3,48 0,28 546 690 781 898 962 1033 1103 1651
21 DAS Sangaji 842,48 23,90 0,06 576 728 824 947 1014 1090 1163 1742
22 DAS Gipyolimbi 128,83 11,30 0,05 421 533 603 693 742 797 851 1274
23 DAS Misoliwoyo 41,61 2,18 0,11 417 527 597 686 734 789 842 1261
24 DAS Gotowasi 14,58 0,73 0,14 244 309 349 402 430 462 493 739
25 DAS Waci 373,46 11,79 0,06 642 811 917 1054 1129 1213 1295 1940
26 DAS Woyokia 45,89 3,85 0,10 385 487 551 633 678 729 778 1165
27 DAS Bialcili 53,59 4,04 0,13 429 542 614 705 755 812 866 1297

247
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
28 DAS Bim 68,02 6,07 0,11 426 539 610 701 751 807 861 1289
29 DAS Beb 37,86 4,31 0,10 333 421 477 548 587 631 673 1008
30 DAS Oat 38,03 2,49 0,19 400 505 572 657 704 756 807 1208
31 DAS Gawani 54,08 5,56 0,12 393 497 562 646 692 744 794 1189
32 DAS Peniti 22,77 1,77 0,39 316 399 452 519 556 597 638 955
33 DAS Kipin 10,15 1,52 0,41 179 227 257 295 316 339 362 543
34 DAS Fan 21,26 0,13 5,39 354 447 506 581 623 669 714 1069
35 DAS Dolori 45,49 4,74 0,13 375 474 536 617 660 710 757 1134
36 DAS Lololimdi 23,91 0,63 0,57 360 455 515 592 634 681 727 1089
37 DAS Ngangamiango 40,07 0,74 0,50 488 617 698 802 859 923 986 1476
38 DAS Palpopo 12,71 0,51 0,71 235 297 336 386 414 444 474 710
39 DAS Sakaw 12,52 0,82 0,45 224 283 320 368 394 423 452 677
40 DAS Yaba 13,24 1,07 0,31 225 285 322 371 397 426 455 682
41 DAS Camece 11,35 0,88 0,42 206 261 295 339 363 390 417 624
42 DAS Wasis 18,35 0,91 0,35 291 367 415 478 512 550 587 878
43 DAS Moreala 27,87 2,99 0,21 320 405 458 527 564 606 647 969
44 DAS Biaboki 24,38 1,34 0,44 342 433 490 563 603 648 692 1035
45 DAS Botiol 22,42 1,03 0,33 329 416 470 540 579 622 664 994
46 DAS Bone 21,33 2,36 0,11 268 338 383 440 471 506 541 810
47 DAS Doe 198,24 11,83 0,05 497 628 710 816 874 939 1003 1502
48 DAS Mesa 27,88 1,67 0,15 346 438 495 569 610 655 700 1047
49 DAS Sepa 31,38 1,97 0,11 358 452 512 588 630 677 723 1082
50 DAS Waleh 212,92 12,14 0,07 530 669 757 870 932 1002 1069 1601
51 DAS Sepo 188,88 9,41 0,13 614 776 878 1009 1081 1161 1240 1857
52 DAS Gemaf 45,09 2,77 0,39 453 573 648 745 798 857 915 1370
53 DAS Leuef 31,85 2,19 0,34 379 479 542 623 667 717 765 1145
54 DAS Kobe 810,70 18,04 0,08 710 897 1015 1167 1250 1343 1434 2147
55 DAS Tegalis 34,15 2,33 0,12 367 464 525 603 646 694 741 1110
56 DAS Wastulo 12,53 2,12 0,10 185 234 265 305 326 351 374 561

248
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
57 DAS Fidi 161,65 8,21 0,09 575 726 822 945 1012 1087 1160 1737
58 DAS Yeteta 46,69 3,65 0,11 398 503 569 654 700 752 803 1203
59 DAS Roti 43,17 3,10 0,14 403 509 576 662 709 762 814 1218
60 DAS Tilope 83,99 6,83 0,08 442 559 633 727 779 837 893 1337
61 DAS Foya 211,14 10,20 0,07 575 726 822 945 1012 1087 1161 1738
62 DAS Kuala Bali 84,64 3,56 0,20 578 730 826 950 1017 1093 1167 1747
63 DAS Santu 22,41 2,99 0,16 272 343 388 446 478 514 548 821
64 DAS Lelubi 30,59 3,51 0,11 311 393 445 511 547 588 628 940
65 DAS Saleo 30,57 2,50 0,11 336 425 481 552 592 636 679 1016
66 DAS Matfa 25,66 3,16 0,12 287 362 410 471 505 542 579 867
67 DAS Lamo 223,48 19,29 0,02 340 430 486 559 599 643 687 1028
68 DAS Floa 181,62 14,16 0,08 471 595 673 774 829 891 951 1424
69 DAS Batonam 74,28 11,62 0,10 349 441 499 574 614 660 705 1055
70 DAS Tingsonga 84,78 10,10 0,11 402 508 574 660 707 760 811 1214
71 DAS Wasi 17,77 1,88 0,10 245 310 350 403 431 464 495 741
72 DAS Barungbarung 16,10 2,77 0,10 211 267 302 347 372 399 426 638
73 DAS Wosi 62,89 8,00 0,07 355 448 507 583 624 671 716 1072
74 DAS Tima 11,73 2,31 0,13 176 223 252 290 311 334 356 534
75 DAS Wemlonga 56,25 5,78 0,09 381 482 545 626 671 721 770 1152
76 DAS Uboubo 38,25 2,67 0,12 382 483 547 628 673 723 772 1156
77 DAS Gola 63,63 5,51 0,09 415 524 593 682 731 785 838 1255
78 DAS Dingaloal Besar 22,02 2,16 0,15 284 359 406 467 500 537 574 859
79 DAS Wali 39,72 4,67 0,11 340 430 486 559 599 643 687 1028
80 DAS Tagia 45,10 4,86 0,10 360 455 514 591 633 681 727 1088
81 DAS Saole 32,14 2,52 0,14 353 446 504 579 621 667 712 1066
82 DAS Beua 104,35 7,29 0,11 504 637 720 828 887 953 1017 1523
83 DAS Liap 89,60 7,23 0,12 475 600 679 781 836 898 959 1436
84 DAS Tulebawake 19,64 0,95 0,31 302 382 432 497 532 572 610 914
85 DAS Suarat 119,02 6,70 0,14 562 711 804 924 990 1064 1135 1700

249
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
86 DAS Toman 76,36 6,59 0,10 440 556 629 723 774 831 888 1329
87 DAS Warengi 30,45 2,60 0,18 344 435 492 566 606 651 695 1041
88 DAS Sua 27,32 2,37 0,19 328 414 469 539 577 620 662 991
89 DAS Gainanu 14,07 0,20 1,80 263 332 375 432 462 497 530 794
90 DAS Wagiat 85,29 1,42 0,19 661 836 946 1087 1164 1251 1335 1999
91 DAS Botan 45,57 1,61 0,14 466 589 667 766 821 882 941 1409
92 DAS Loteongueu 40,08 1,35 0,10 437 552 624 717 768 826 881 1320
93 DAS Samamalilinga 12,78 0,92 0,13 216 273 309 355 380 408 436 653
94 DAS Jebubu Besar 19,79 1,45 0,14 281 355 401 461 494 531 567 849
95 DAS Diwol 12,06 2,98 0,18 175 221 250 287 308 331 353 529
96 DAS Falamalongilu 13,47 1,09 0,56 233 294 333 382 410 440 470 703
97 DAS Uoubo 6,28 0,76 0,80 132 167 189 218 233 251 267 400
98 DAS Uoyang 9,71 1,00 0,86 185 234 264 304 326 350 373 559
99 DAS Samamaluku 19,18 1,11 0,81 302 382 432 497 532 572 611 914
100 DAS Jaga 7,74 0,77 1,04 158 199 226 259 278 298 319 477
101 DAS Kolanomaake 3,88 0,90 0,91 87 110 125 143 154 165 176 264
102 DAS Papaceda 3,18 0,90 0,91 73 93 105 121 129 139 148 222
103 DAS Kadabu 3,80 0,70 0,91 87 110 125 143 153 165 176 263
104 DAS Rano 35,92 1,92 0,34 415 524 593 682 730 785 838 1254
105 DAS Tagli 15,62 1,15 0,42 256 323 365 420 450 483 516 773
106 DAS Ali 8,53 0,90 0,54 166 210 238 273 292 314 335 502
107 DAS Lipai 8,89 0,95 0,29 168 212 240 276 295 317 339 507
108 DAS Saketa 34,52 1,94 0,27 400 506 572 658 704 757 808 1210
109 DAS Tango 15,62 1,88 0,43 242 306 347 398 427 458 489 733
110 DAS Lasa 20,26 1,86 0,51 294 371 420 483 517 556 593 888
111 DAS Bobiri 8,11 1,06 0,73 159 201 228 262 280 301 321 481
112 DAS Bosso 10,42 1,79 0,66 184 232 263 302 323 347 371 555
113 DAS Rogirogi 45,57 1,73 0,66 495 626 708 814 872 937 1000 1497
114 DAS Tokaka 15,12 1,93 0,43 236 298 337 388 415 446 476 713

250
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
115 DAS Moloku 21,64 2,73 0,29 282 356 403 463 496 533 569 852
116 DAS Samo 55,26 4,45 0,22 445 563 637 732 784 842 899 1346
117 DAS Samat 3,58 0,65 0,48 82 104 117 135 144 155 165 248
118 DAS Moang Kecil 8,32 1,10 0,42 159 201 227 261 280 301 321 481
119 DAS Sumira 51,36 3,56 0,13 430 544 616 708 758 814 869 1301
120 DAS Dehopoda 27,30 4,37 0,08 264 333 377 433 464 499 533 797
121 DAS Gulaci 23,00 1,98 0,14 296 375 424 487 522 561 599 896
122 DAS Lifofa 51,59 4,30 0,15 417 527 596 685 734 789 842 1261
123 DAS Adala 18,27 2,09 0,20 256 323 366 420 450 484 516 773
124 DAS Maidi 27,92 3,36 0,18 309 391 442 508 544 585 624 935
125 DAS Tafaga 38,49 4,24 0,17 358 452 512 588 630 677 723 1082
126 DAS Jorongmadana 12,69 0,90 0,66 227 287 324 373 399 429 458 686
127 DAS Toe 11,39 1,43 0,44 198 250 283 326 349 375 400 599
128 DAS Tos 26,49 1,30 0,56 366 462 523 601 644 692 739 1106
129 DAS Nawari 27,07 3,09 0,24 315 399 451 518 555 597 637 954
130 DAS Payahe 5,64 1,19 0,48 115 146 165 189 203 218 233 348
131 DAS Tayawi 29,14 4,23 0,15 296 374 423 486 520 559 597 894
132 DAS Koli 53,20 0,79 0,64 571 722 817 939 1005 1080 1153 1727
133 DAS Iyadimatiti 360,10 10,03 0,11 746 942 1066 1225 1313 1410 1506 2254
134 DAS Tului 25,74 2,11 0,19 322 406 460 529 566 608 649 972
135 DAS Tawa 17,83 1,49 0,27 268 339 383 441 472 507 541 811
136 DAS Lola 36,10 1,79 0,26 414 523 592 681 729 784 836 1252
137 DAS Loko 10,01 0,57 0,69 195 246 279 320 343 369 394 589
138 DAS Siokona 12,09 1,55 0,33 203 256 290 333 357 384 409 613
139 DAS Roy 90,70 5,37 0,19 542 685 775 891 955 1026 1095 1639
140 DAS Tobebatu 29,07 3,15 0,30 335 423 479 550 589 633 676 1012
141 DAS Sabaru 22,40 2,91 0,32 287 362 410 471 505 542 579 867
142 DAS Mira 24,47 1,52 0,51 341 431 488 561 600 645 689 1031
143 DAS Oba 64,26 5,13 0,19 461 583 660 758 812 872 931 1394

251
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
144 DAS Kayasa 34,15 3,97 0,18 339 429 485 558 598 642 685 1026
145 DAS Tagorango 163,96 11,30 0,07 495 626 708 814 872 936 1000 1497
146 DAS Ngoguni 42,35 2,37 0,23 434 549 621 714 764 821 877 1313
147 DAS Tomores 52,75 7,03 0,11 354 447 506 581 622 669 714 1069
148 DAS Pariama 171,56 9,58 0,14 591 747 846 972 1041 1119 1194 1788
149 DAS Ekor 24,83 1,81 0,15 318 402 455 523 560 602 642 962
150 DAS Minimin 18,25 2,61 0,24 249 314 356 409 438 471 502 752
151 DAS Jawali 34,03 5,28 0,26 326 412 466 536 574 617 658 986
152 DAS Saosati 96,44 6,01 0,23 554 699 792 910 974 1047 1118 1674
153 DAS Waijol 82,64 4,51 0,23 550 696 787 905 969 1041 1111 1664
154 DAS Tolawi 188,94 10,66 0,13 588 743 841 967 1036 1113 1188 1779
155 DAS Akesalaka 42,67 1,42 0,41 478 604 684 786 842 904 966 1446
156 DAS Wasilae 22,43 2,70 0,28 288 364 412 474 508 545 582 872
157 DAS Gurua 44,57 1,32 0,80 505 638 721 829 888 954 1019 1525
158 DAS Subaim 40,89 5,22 0,21 358 453 512 589 631 678 723 1083
159 DAS Opyang 203,08 9,32 0,15 646 817 924 1062 1138 1223 1305 1954
160 DAS Dodoga 289,62 12,74 0,10 618 781 884 1016 1088 1169 1248 1869
161 DAS Wabti 29,90 2,52 0,21 346 438 495 569 610 655 699 1047
162 DAS Tutuli 136,07 8,59 0,13 548 693 784 901 965 1037 1107 1657
163 DAS Petegon 85,55 8,08 0,12 443 560 633 728 780 838 894 1339
164 DAS Titilegan 15,05 2,41 0,10 206 261 295 339 363 390 417 624
165 DAS Lolobata 96,16 5,58 0,08 503 636 720 827 886 952 1017 1522
166 DAS Milaning 28,66 2,75 0,07 305 386 436 502 537 577 616 923
167 DAS Koicina 96,59 5,37 0,10 527 665 753 865 927 996 1063 1592
168 DAS Tatuo 13,66 0,56 0,33 243 307 347 399 428 459 490 734
169 DAS Iga 40,13 4,78 0,14 349 441 499 574 614 660 705 1055
170 DAS Ngairi 17,95 2,18 0,15 246 311 352 405 434 466 498 745
171 DAS Gagaeli 185,12 12,38 0,10 523 661 748 860 921 989 1056 1581
172 DAS Buli 56,69 5,23 0,17 423 535 605 696 745 801 855 1280

252
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
173 DAS Tatam 78,65 6,16 0,17 483 610 690 793 850 913 975 1459
174 DAS Hapihapa 25,81 1,16 0,23 352 445 504 579 620 666 711 1065
175 DAS Niwiwi 49,24 5,09 0,14 388 490 554 637 683 733 783 1172
176 DAS Cepang 26,49 0,93 0,48 374 472 535 615 658 707 755 1130
177 DAS Lobilobi 42,39 3,32 0,14 394 498 563 647 693 745 795 1191
178 DAS Jerawai 20,40 1,83 0,13 276 348 394 453 485 521 557 833
179 DAS Tuma 3,33 0,49 1,77 80 101 114 131 140 151 161 241
180 DAS Tadena 4,58 1,07 0,84 99 126 142 163 175 188 201 300
181 DAS Dabaang 5,06 0,56 1,64 114 144 163 187 200 215 230 344
182 DAS Tanjung 2,82 0,45 2,05 69 87 99 114 122 131 139 209
183 DAS Gomang 2,55 0,49 1,87 63 79 90 103 111 119 127 190
184 DAS Fitako 3,14 0,45 1,78 76 96 108 125 134 143 153 229
185 DAS Kibal 3,50 0,44 2,02 84 106 120 138 148 159 169 253
186 DAS Para 1,14 0,45 0,38 29 37 42 48 52 56 59 89
187 DAS Ngofaklaha 4,69 0,33 2,75 109 138 156 179 192 206 220 330
188 DAS Tiowon 5,79 1,26 0,98 120 152 172 197 211 227 242 363
189 DAS Sangapati 4,74 0,99 1,23 104 131 149 171 183 197 210 314
190 DAS Uratbaru 6,41 0,67 1,96 138 174 197 227 243 261 278 417
191 DAS Bakuli 7,11 0,48 2,39 152 193 218 251 268 288 308 461
192 DAS Waitakapat 12,20 0,50 2,68 232 294 332 382 409 439 469 702
193 DAS Malapa 5,84 1,00 1,34 124 157 177 204 218 235 251 375
194 DAS Bobawa 6,40 0,84 1,31 135 171 193 222 238 256 273 409
195 DAS Taboso 9,13 1,47 0,91 171 216 245 281 301 324 346 517
196 DAS Subabe 10,04 1,06 1,26 191 241 273 314 336 361 386 577
197 DAS Salolo 4,21 0,83 1,38 95 120 136 156 168 180 192 288
198 DAS Kagohi 6,45 0,97 1,17 135 170 192 221 237 254 272 407
199 DAS Kayoa 6,39 0,60 0,37 134 169 191 220 236 253 270 405
200 DAS Guruapin 92,03 0,48 0,83 761 962 1088 1251 1340 1439 1537 2301
201 DAS Taneti 31,45 0,98 0,21 404 511 578 665 712 765 817 1223

253
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
202 DAS Latalata 50,72 2,10 0,17 480 607 687 790 846 909 970 1453
203 DAS Dihuru 19,99 1,37 0,52 301 380 431 495 530 569 608 910
204 DAS Kou 33,25 0,95 0,47 430 543 615 707 757 813 868 1300
205 DAS Kota 30,01 1,74 0,41 379 479 543 624 668 718 766 1147
206 DAS Turibesar 26,25 0,81 0,86 380 481 544 625 670 720 768 1150
207 DAS Jabubu 26,28 2,18 0,31 334 422 477 549 588 631 674 1009
208 DAS Supai 40,01 1,31 0,59 471 595 673 773 828 890 950 1423
209 DAS Puacaritos 42,03 1,88 0,29 453 572 648 744 797 856 914 1369
210 DAS Langgudi 89,93 5,53 0,11 509 643 728 836 896 962 1027 1538
211 DAS Imbuimbu 54,77 2,32 0,19 498 629 712 818 876 941 1005 1505
212 DAS Kasituta 22,17 0,82 0,50 336 425 481 553 592 636 679 1017
213 DAS Doko 5,42 0,02 25,07 127 160 181 208 223 240 256 383
214 DAS Palamea 16,00 1,76 0,40 248 313 354 407 436 469 500 749
215 DAS Mamang 17,58 1,75 0,44 266 337 381 438 469 504 538 805
216 DAS Ngome 23,25 2,02 0,29 310 392 443 509 546 586 626 937
217 DAS Jojame 47,07 1,07 0,48 521 658 744 856 916 984 1051 1574
218 DAS Kasolaka 32,10 0,99 0,70 424 536 606 697 746 802 856 1282
219 DAS Kailaka 3,74 0,06 7,85 92 116 131 151 162 174 185 278
220 DAS Nyali 37,74 3,26 0,25 386 488 552 634 679 730 779 1166
221 DAS Gilalang 25,40 1,03 0,52 362 458 518 595 637 685 731 1095
222 DAS Timonga 19,62 2,15 0,33 276 348 394 453 485 521 557 834
223 DAS Gamemu 46,96 3,38 0,25 436 551 623 716 767 824 880 1318
224 DAS Jolaro 31,70 0,84 0,99 428 541 613 704 754 810 865 1295
225 DAS Nyilinyati 80,36 3,70 0,30 575 726 822 945 1012 1087 1160 1737
226 DAS Ramang 47,01 2,88 0,37 460 581 658 756 810 870 929 1391
227 DAS Samalanga 252,85 12,70 0,08 569 719 813 935 1001 1076 1148 1719
228 DAS Tawale 49,12 3,53 0,37 455 575 651 748 801 861 919 1376
229 DAS Wayaua 62,61 3,49 0,43 524 663 750 862 923 992 1059 1586
230 DAS Songa 43,93 5,21 0,16 364 460 521 599 642 689 736 1102

254
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
231 DAS Bibinoy 77,98 6,47 0,14 465 588 665 765 819 880 939 1407
232 DAS Raim 48,90 7,72 0,08 314 397 449 516 553 594 634 950
233 DAS Batipota 46,97 6,97 0,09 324 410 464 533 571 613 655 980
234 DAS Batisa 104,76 2,53 0,25 684 864 977 1123 1203 1293 1380 2066
235 DAS Laleba 25,00 1,44 0,35 343 433 490 563 603 648 692 1036
236 DAS Lanio 16,26 1,33 0,45 260 329 372 427 458 492 525 786
237 DAS Mati 13,19 1,01 0,61 231 292 330 380 407 437 467 698
238 DAS Jikolamo 11,31 1,42 0,42 197 249 282 324 347 372 398 595
239 DAS Orimaoho Kecil 6,17 0,01 27,02 141 178 202 232 248 267 285 426
240 DAS Wayamoha 11,51 2,08 0,27 186 235 265 305 327 351 375 561
241 DAS Turpana 4,44 0,21 1,72 105 132 150 172 184 198 211 316
242 DAS Linggua 19,09 1,84 0,94 290 366 414 476 510 548 585 876
243 DAS Salowako 14,79 1,76 1,12 244 309 349 401 430 462 493 738
244 DAS Ngame 30,90 1,56 1,33 408 515 583 670 718 771 823 1233
245 DAS Permasang 20,98 1,38 1,40 321 406 459 528 565 607 648 971
246 DAS Bilik 5,62 0,96 1,25 120 152 172 198 212 227 243 364
247 DAS Kubung 46,18 1,06 1,81 532 672 761 875 937 1006 1075 1609
248 DAS Subusubu 17,08 2,62 0,75 254 321 363 418 447 481 513 768
249 DAS Tuakang 23,44 1,67 1,22 339 428 485 557 597 641 685 1025
250 DAS Kupal 32,71 3,84 0,51 360 455 515 592 634 682 728 1090
251 DAS Mandaong 99,20 5,06 0,26 590 746 844 970 1039 1117 1192 1785
252 DAS Inggol 61,61 5,49 0,18 440 556 630 724 775 833 889 1331
253 DAS Sengge 52,55 3,80 0,20 446 563 637 732 784 843 900 1347
254 DAS Indamut 13,72 2,73 0,28 203 256 290 333 357 384 409 613
255 DAS Kapulusan 119,86 9,09 0,09 480 607 686 789 845 908 969 1451
256 DAS Sumatinggi 41,80 3,29 0,19 401 507 573 659 706 758 810 1212
257 DAS Bobo 32,96 1,09 0,53 424 536 607 698 747 803 857 1283
258 DAS Kusubabi 31,54 2,18 0,22 368 465 526 604 647 695 742 1112
259 DAS Ahadau 41,07 0,97 0,29 479 606 685 788 844 906 968 1449

255
A L Metode Haspers
No. DAS Nama DAS (km2) (km) Kemiringan Q (m3/detik)
2 5 10 25 50 100 500 1000
260 DAS Waya 36,71 2,64 0,11 371 469 531 610 654 702 750 1122
261 DAS Hanambane 87,92 2,62 0,12 600 758 858 986 1056 1135 1212 1814
262 DAS Mandioli 50,30 2,90 0,09 433 547 619 712 763 819 875 1310
263 DAS Damar 59,53 1,70 0,08 519 655 742 852 913 981 1047 1568
264 DAS Hasil 25,94 1,26 0,33 355 449 508 583 625 671 717 1073
265 DAS Gebe 140,64 1,80 0,21 799 1009 1142 1312 1406 1510 1612 2414

256
3.2.3.2 Analisis
Kerusakan Tebing Sungai

Wilayah Sungai Halmahera Selatanmerupakan kawasan yang rata-rata terjadi


erosi yg cukup berat sehingga perlu diambil langkah yang tepat guna
menyelesaikan permasalahan ini antara lain dengan membangun perkuatan tebing
berupa dinding penahan tanah/talut, bronjong atau bangunan pengaman sejenis
yang berguna melindungi sisi sungai yang rawan longsor dari hempasan
gelombang dari kapal yang lewat.

3.2.3.3 Analisis
Kerusakan Pantai

Berdasarkan pengamatan di lapangan, secara umum pantai di Propinsi


Maluku Utara hampir semua ditemukan gejala abrasi.
Penanganan permasalahan ini dapat dilakukan dengan 3 cara:
(1) secara alami, melalui penanaman bakau atau tanaman jenis lain;
(2) bangunan pantai (seawall) dan
(3) merubah prilaku kehidupan masyarakat sekitar pantai.
Pengaman pantai bertujuan untuk mencegah erosi pantai dan penggenangan
daerah pantai akibat limpasan gelombang (overtopping). Berdasarkan strukturnya
pengaman pantai dibedakan menjadi dua, yaitu pengamanan "lunak" (soft
protection) dan pengamanan keras (hard protection).
Pencegahan berupa Pengamanan lunak dilakukan dengan tiga cara yaitu:
Pengisian Pasir; bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang akibat erosi dan
memberikan perlindungan pantai terhadap erosi dalam bentuk system tanggul
pasir. Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus memiliki
kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman akibat penggalian
pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada gilirannya
akan mengakibatkan erosi ke pantai-pantai sekitarnya.
Terumbu Karang; merupakan bentukan yang terdiri dari tumpukan zat kapur.
Bentukan terumbu karang dibangun oleh hewan karang dan hewan-hewan
serta tumbuhan lainnya yang mengandung zat kapur melalui proses biologi
dan geologi dalam kurun waktu yang relative lama. Fungsi terumbu karang
selain sebagai bagian ekologis dari ekosistem pantai yang sangat kaya dengan
produksi perikanan juga melindungi pantai dan ekosistem perairan dangkal
lain dari hempasan ombak dan arus yang mengancam terjadinya erosi.
Hutan Bakau (mangrove forest); Hutan bakau merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu

257
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Fungsi
dari hutan bakau selain sebagai tempat wisata dan penghasil kayu adalah
sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung erosi, penahan
lumpur dan penangkap sedimen.
Pencegahan melalui Pengamanan keras dilakukan dengan 5 cara, yaitu :
Revetment; adalah stuktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan
biasanya memiliki permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri beton,
timbunan batu, karung pasir, dan beronjong (gabion). Karena permukaannya
terdiri dari timbunan batu/blok beton dengan rongga-rongga diantaranya,
maka revetment lebih efektif untuk meredam energi gelombang.
Seawall; hampir serupa dengn revetment, yaitu dibuat sejajar pantai tapi
seawall memiliki dinding relative tegak atau lengkung. Seawall pada umumnya
dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja/kayu, pasangan batu
atau pipa beton sehingga seawall tidak meredam energi gelombang, tetapi
gelombang yang memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali dan
menyebabkan gerusan pada bagian tumitnya.
Groin (groyne) ; adalah struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok
relative tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya
kayu, baja, beton (pipa beton), dan batu.
Pemecah Gelombang Sejajar Pantai; Pemecah gelombang sejajar pantai ini
dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang
pecah (breaking zone). Bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan
perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan
arus di belakangnya dapat dikurangi. Pantai di belakang struktur akan stabil
dengan terbentuknya endapan sediment.
Stabilisasi Pantai; dilakukan dengan membuat bangunan pengarah sediment
seperti tanjung buatan, pemecah gelombang sejajar pantai, dan karang buatan
yang dikombinasikan dengan pengisian pasir. Metoda ini dilkukan apabila
suatu kawasan pantai terdapat defisit sediment yang sangat besar sehingga
dipandang perlu untuk mengembalikan kawasan pantai yang hilang akibat
erosi.

258
Tabel BAB 3 ANALISIS DATA-87Rekap Perhitungan Debit Banjir

Lokasi Jenis Bangunan Panjang Panjang yang Kondisi Tindakan


No. Kab. / Kota
Nama Pantai Bangunan (m) Dilindungi (m)
1 Gambesi Ternate Tembok Laut 250 50 Buruk Rehabilitasi
2 Labuha Halmahera Selatan Tembok Laut 240 0 Buruk Sekali Rehabilitasi
3 Dokiri Tidore Kepulauan Tembok Laut 240 40 Buruk Rehabilitasi
4 Gurapin Keramat Halmahera Selatan Tembok Laut 250 50 Buruk Rehabilitasi
5 Makian Halmahera Selatan Tembok Laut 2100 1600 Buruk Rehabilitasi
6 Moti Ternate Tembok Laut 250 250 Baik Monitoring
7 Buli Kayoa Halmahera Selatan Tembok Laut 380 380 Baik Monitoring
8 Mandaong Halmahera Selatan Tembok Laut 800 800 Baik Monitoring
9 Jere Maffa Halmahera Selatan Tembok Laut 500 500 Baik Monitoring
10 Jere Foya Halmahera Selatan Tembok Laut 300 300 Baik Monitoring
11 Lelei Halmahera Selatan Tembok Laut 570 570 Baik Monitoring
12 Sidopo Halmahera Selatan Tembok Laut 150 150 Baik Monitoring
13 Sofifi Tidore Kepulauan Tembok Laut 150 150 Baik Monitoring
14 Dowora Tidore Kepulauan Tembok Laut 270 270 Baik Monitoring
15 Gita Tidore Kepulauan Tembok Laut 240 240 Baik Monitoring
16 Tabam Ternate Tembok Laut 350 350 Baik Monitoring
17 Mayau Ternate Tembok Laut 225 225 Baik Monitoring
18 Panamboang Halmahera Selatan Tembok Laut 500 500 Baik Monitoring
19 Gandasuli Halmahera Selatan Tembok Laut 500 300 Buruk Rehabilitasi
20 Takofi Ternate Tembok Laut 130 130 Baik Monitoring
21 Tafaga Ternate Tembok Laut 450 450 Baik Monitoring
22 Maitara Ternate Tembok Laut 150 150 Baik Monitoring
23 Halsel Halmahera Selatan Tembok Laut 250 250 Baik Monitoring
24 Bobawa Halmahera Selatan Tembok Laut 128 128 Baik Monitoring
25 Haltim Halmahera Timur Tembok Laut 1000 1000 Baik Monitoring
Sumber : BWS Maluku Utara, Tahun 2009

259
3.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Dalam pengelolaan sumberdaya air diperlukan adanya ketersediaan,


inventarisasi, keterbukaan dan sistem informasi data untuk mendukung
pengelolaan
sumberdaya air. Informasi sumberdaya air tersebut meliputi informasi
mengenai
kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya
air,
prasarana sumberdaya air, teknologi sumberdaya air, lingkungan pada
sumberdaya
air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang
terkait
dengan sumberdaya air.
Data yang dikumpulkan adalah data curah hujan, iklim dan pemantauan
kualitas air untuk stasiun-stasiun dengan tahun pencatatan yang sama di Wilayah
Sungai Halmahera Selatan. Kelengkapan data yang dari masing-masing stasiun
masih menunjukkan tingkat keakuratan dengan time series yang berkelanjutan.
Hal tersebut menggambarkan kondisi dari stasiun tersebut masih dalam kondisi
baik dan dapat digunakan sebagaimana fungsinya.
Mengingat informasi sumberdaya air dikelola oleh banyak pihak dan tersebar
keberadaannya, maka diperlukan adanya jaringan informasi sumber daya air.
Dalam jaringan sumberdaya air tersebut, data dan informasi harus dapat
diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang sumberdaya air.
Untuk itu rekomendasi dalam peningkatan ketersediaan, keterbukaan data
dan informasi sumberdaya air adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemasangan peralatan jaringan hidrologi, hidrometeorologi,
dan hidrogeologi secara representative pada setiap DAS di Wilayah
Sungai Halmahera Selatan, seperti di DAS Halmahera Selatan dan DAS
Halmahera Selatan Kecil.
b. Peningkatan pengelolaan data dengan menyusun database dan sistem
informasi
dengan standard kompatibilitas yang sama yang dapat menyajikan data dan
informasi yang akurat, benar dan tepat waktu.
c. Pemerintah Provinsi Maluku Utara hendaknya membentuk unit pelaksana
teknis untuk
menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air di Wilayah
Sungai Halmahera Selatan.

260
d. Seluruh instansi pemerintah daerah, badan hukum, organisasi, dan lembaga
serta perseorangan yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan
sumberdaya air di Wilayah Sungai Halmahera Selatan harus
menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada instansi pemerintah
daerah yang bertanggung jawab di bidang sumberdaya air.
e. Pemerintah daerah dan pengelola sumberdaya air, sesuai
dengan
kewenangannya, menyediakan informasi sumberdaya air bagi semua pihak
yang berkepentingan dalam bidang sumberdaya air.
Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi dari stasiun-stasiun sebagai sistem
informasi sumber daya air di Wilayah Sungai Halmahera Selatan dapat dilihat
pada peta di bawah ini.

261
262
Gambar BAB 3 ANALISIS DATA-27Peta Lokasi Stasiun Sebagai Salah Satu Sistem Informasi Sumber Daya Air di WS Halmahera
Selatan

263
3.2.5 Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha

Kerangka pemberdayaan dan peningkatan peran kelembagaan dan


masyarakat ditempuh dengan tahapan berikut :
1. Mengacu pada aturan perundangan tentang pelibatan masyarakat
2. Melihat kondisi sosial budaya masyarakat dan dunia usaha di sekitar DAS.
3. Memberikan arahan strategi pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha.

3.2.5.1 Peran
Kelembagaan dan masyarakat menurut aturan perundang- undangan

Dalam pengelolaan sumberdaya air, pemerintah dan pemerintah daerah


bertanggung jawab menetapkan pedoman kegiatan pendampingan dan
pelatihan. Selain itu pemerintah daerah berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja sama untuk
menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan.
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumberdaya
air.
Pemerintah provinsi mempunyai wewenang dan tanggung jawab meliputi:
1. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya air di wilayahnya.
2. Menetapkan pola pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota.
3. Menetapkan rencana pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota.
4. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota.
5. Melaksanakan pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya.
6. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumberdaya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota.
7. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah
pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.

264
8. Membentuk dewan sumberdaya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
9. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam
pengelolaan sumberdaya air.
10. Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan
pokok masyarakat atas air;
11. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
12. Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air
kepada pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah kabupaten/kota Wewenang dan tanggung jawab meliputi :
1. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya air di wilayahnya.
2. Menetapkan pola pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota.
3. Menetapkan rencana pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya.
4. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota.
5. Melaksanakan pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya.
6. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah diwilayahnya serta sumberdaya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
7. Membentuk dewan sumberdaya air atau dengan nama lain di
tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
8. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
di wilayahnya.
9. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi:
1. Mengelola sumberdaya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;

265
2. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumberdaya air yang menjadi kewenangannya;
3. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
4. Memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan
pengelolaan sumberdaya air di wilayahnya.
Walaupun Undang-Undang Sumber Daya Air tidak secara spesifik
menyebutkan bentuk tertentu dari lembaga/badan pengelola itu harus berupa
apa. Hal ini dikemukakan mengingat banyaknya tugas pengelolaan
sumberdaya air yang tersebar di berbagai Institusi seperti: Balai PSDA, PIPWS,
Dinas PU/Kimpraswil Kabupaten/Kota dan lain-lain.
Untuk itu keadaan tersebut perlu ditata ulang, sehingga tidak terlalu banyak
lembaga pada wilayah kerja yang sama menangani obyek kerja yang sama pula.
Pembagian tugas diantara Instansi diatas harus diatur, sehingga jelas siapa
berbuat apa.
Kelembagaan pengelola WSHalmahera Selatan harus mampu menjadi lembaga
yang kuat sebagai pengawal Rencana Induk yang akan dibuat setelah diarahkan
dalam pola pengelolaan ini .
Adapun yang merupakan fungsi pengelolaan wilayah sungai pada kelembagan
pengelola
WSHalmahera Selatan adalah pelaksanaan tugas pokok yang komplementer
dengan fungsi-fungsi
pengelolaan teknis/operasional pada instansi-instansi yang selama ini sudah
ada.
Dimaksudkan dengan tugas-tugas pokok kelembagaan pengelola WSHalmahera
Selatan adalah :
a. Menyusun rencana pengelolaan DAS yang menyeluruh dan terpadu.
b. Mengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaan
terpadu yang meliputi semua pihak terkait.
c. Menyelenggarakan konsultasi dengan Dewan Sumber Daya Air.
d. Menyelenggarakan koordinasi sehari-hari sepanjang dan diantara semua
tahap-tahap proses pembangunan (dari persiapan melalui perencanaan,
konsultasi, pemrograman, pelaksanaan dan OP, sampai evaluasi);
e. Mengembangkan dan menyelenggarakan suatu struktur pemeriksaan
dan pelaporan untuk mengawasi pelaksanaan rencana seperti
dilakukan oleh

266
instansi-instansi di semua tingkat pemerintahan dan jurisdiksi
(termasuk pengaturan kegiatan sektor swasta);
f. Menyiapkan materi koordinasi pelaksanaan semua program-
program pembangunan yang diusulkan oleh instansi-instansi daerah
dengan berpedoman pada Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air.
g. Merekomendasikan sanksi administratif (misalnya tentang pembiayaan
kegiatan dalam sektor lain) yang dapat diberikan kepada instansi/daerah
atas kegiatan yang tidak sesuai dengan Rencana Induk Pengelolaan Sumber
Daya Air (termasuk kegiatan di sektor-sektor di luar sektor air, tetapi yang
berpengaruh pada Sumber Daya Air);
h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Rencana Induk, dan
menyelenggarakan pemutakhiran data secara berkala.
i. Melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan.

3.2.5.2 Kondisi
Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat

Dalam hal pengelolaan sumberdaya air selama ini masyarakat di sekitar WS


Halmahera Selatan sebagian besar masih pada tahap memanfaatkan atau
mendayagunakan sumberdaya air untuk kepentingannya. Sedangkan
pengelolaan dalamkonteks pengendalian banjir, pengendalian daya rusak
masih belum banyak melibatkan masyarakat. Sebagaimana peran masyarakat,
peran dunia usaha yang ada di sekitar WSHalmahera Selatan dalam hal
pengelolaan sumberdaya air, berdasarkan pengamatan masih terbatas pada
pemanfaatan.
Dalam hal peran dan tanggung jawab pemerintah di beberapa aspek
pengelolaan
dinilai masih belum menunjukkan koordinasi yang baik. Dalam hal pengendalian
dampak lingkungan masih bersifat parsial, misalnya permasalahan erosi
(kuantitas air), pengendalian kualitas oleh lembaga pengendali dampak
lingkungan, pengendalian catchment area oleh Kehutanan dinilai masih belum
sinergi. Selain itu terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan pengelolaan
wilayah sungai. Misalnya dengan adanya kegiatan yang seharusnya dilaksanakan
secara berurutan, tetapi dilaksanakan bersamaan, sehingga hasinya tidak
sinkron. Kurangnya dukungan pemerintah baik provinsi maupun
kabupaten/kota dan masih terbatasnya database sumber daya air.

267
3.2.5.3 Rekomendasi
Peran serta masyarakat dan dunia usaha

Dari tinjauan tentang kondisi kelembagaan dan sosial masyarakat, maka


dapat disusun arahan strategi sebagai berikut :
1. Memfungsikan peran Dewan Sumber Daya Air Provinsi Maluku Utara.
2. Peningkatan peran ekonomi masyarakat sekitar hutan dan sepadan sungai.
3. Peningkatan peran serta masyarakat (LSM) dalam menjaga dan
memelihara kelestarian sumberdaya air dan lingkungan hidup.
4. Penegakan hukum dalam pengelolaan kualitas sumberdaya air dan
lingkungan hidup.
5. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen dan Sistem Pendukung
Keputusan (Decision Support System) Wilayah SungaiHalmahera Selatan.
6. Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan WSHalmahera Selatan untuk
mengembangkan dan menyelenggarakan suatu proses perencanaan
terpadu.

268
4 BAB 4
KEBIJAKAN OPERASIONAL

4.1 Matriks Kebijakan Operasional

4.1.1 SKENARIO EKONOMI TINGGI

4.1.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

269
Strategi
Hasil
Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Analisis / Jangka Panjang
No yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
Permasalahan (2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
1 Perlindungan Cukup Mendorong Memberikan Memberikan Memberikan Penetapan Bappeda Prov
dan besarnya lahan pengolahan kesempatan kesempatan kesempatan kawasan MalukuUtara
Pelestarian kritis di WS lahan yang kepada kepada masyarakat lindung Bappeda
Sumber Halmahera sesuai dengan masyarakat masyarakat memanfaatkan dan Kab/Kota di WS
Daya Air` Selatan yang kaidah untuk untuk lahan dengan budidaya Halmahera
mencapai 8776 konservasi memanfaatka memanfaatkan budidaya dalam Selatan
km2 atau sehingga lahan n lahan lahan dengan tanaman RTRW (prov Dinas
sekitar 57 % dapat terjaga dengan budidaya produktif di dan Kehutanan
wilayah sungai dari tingkat budidaya tanaman kawasan hutan kab/kota) Provinsi Maluku
merupakan kekritisan tanaman produktif di dengan sistem Program Utara
lahan kritis Berkurangnya produktif di kawasan hutan agroforestry penanaman Dinas
bencana banjir, kawasan dengan sistem dengan 1 juta Kehutanan
maupun tanah hutan dengan agroforestry cakupan 80 % pohon Kab/Kota di WS
longsor sistem dengan Penghijauan Program Halmahera
Mengurangi agroforestry cakupan 60 % dan/ reboisasi penghijaua Selatan
laju erosi yang dengan Penghijauan di kawasan n untuk Dinas PU
akan nanti cakupan 30 % dan/ reboisasi lahan kritis dan pengganti Provinsi Maluku
akan menjadi Penghijauan di kawasan potensial kritis luas lahan Utara
muatan dan/ lahan kritis dan Memperhatikan yang Dinas PU
sedimen pada reboisasi di potensial kritis dalam dibuka Kab/Kota di WS
badan air / kawasan Memperhatikan penggunaan, (pertanian, Halmahera
sungai lahan kritis dalam kesesuaian dan perkebunan Selatan
dan potensial penggunaan, pengelolaan maupun Balai Wilayah
kritis kesesuaian dan lahan pemukiman Sungai Maluku
Mengikut pengelolaan Konservasi ) Utara
sertakan lahan tanah Penangana Pemda Prov dan
masyarakat Membuat Membuat n teknis Kab/Kota
dalam upaya bangunan bangunan dan
konservasi pengendali pengendali pelaksanaa

270
Strategi
Hasil
Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Analisis / Jangka Panjang
No yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
Permasalahan (2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
sedimen sedimen n renstra
dari
instansi
yang terkait

271
Strategi
Hasil
Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Analisis / Jangka Panjang
No yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
Permasalahan (2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
2 Pengawetan Ketersediaan Ketersediaan Kampanye Kampanye Kampanye Program Dinas PU
Air air yang air yang dapat gerakan gerakan hemat gerakan hemat gerakan Provinsi Maluku
memenuhi mencukupi hemat air air dengan air dengan hemat air Utara
kebutuhan air kebutuhan air dengan cakupan 60 % cakupan 80 % Program Dinas PU
yang mencakup yang ada serta cakupan 30 % dari jumlah dari jumlah kerja dari Kab/Kota di WS
seluruh diimbangi dari jumlah penduduk penduduk instansi Halmahera
wilayah sungai dengan penduduk Pembentukan Pembentukan terkait Selatan
belum dapat efisiensi Pembentukan dan dan Balai Wilayah
tercapai penggunaan air dan pelaksanaan pelaksanaan Sungai Maluku
pelaksanaan GNKPA GNKPA Utara
GNKPA (Gerakan (Gerakan Pemda Prov dan
(Gerakan Nasional Nasional Kab/Kota di WS
Nasional Kemitraan Kemitraan Halmahera
Kemitraan Penyelamatan Penyelamatan Selatan
Penyelamatan Air) Air)
Air) Perencanaan Perencanaan
dan dan
pembangunan pembangunan
tampungan air tampungan air
(waduk/embun (waduk/embun
g) g)

272
Strategi
Hasil
Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Analisis / Jangka Panjang
No yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
Permasalahan (2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
3 Pengelolaan Menurunnya Kualitas air Pengendalian Pengendalian Pengendalian Perda Bapedalda Prov
Kualitas Air kualitas air yang pembuangan pembuangan pembuangan tentang dan Kab/Kota
dan yang memenuhi limbah limbah limbah baku mutu Badan
Pengendalian disebabkan standar baku Penegakan Penegakan Penegakan kualitas air Lingkungan
Pencemaran oleh faktor mutu, agar hukum bagi hukum bagi hukum bagi Perda Hidup Prov dan
Air alam (erosi dapat pembuang pembuang pembuang terkait Kab/Kota
sedimentasi) dimanfaatkan limbah limbah limbah penegakan Dinas PU
dan manusia sesuai dengan Pembuatan Pembuatan hukum BWS Maluku
(limbah RKI, peruntukannya IPAL Komunal IPAL Komunal pembuanga Utara
tambang dll) baik domestik, baik domestik, n limbah Pemda Prov dan
non domestik non domestik Rencana Kab/Kota
maupun maupun kerja dari
industri industri dinas
terkait

273
4.1.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Penatagunaan Terjadi konflik Terwujudnya Penetapan zona Penetapan zona Penetapan zona Penetapan Bappeda Prov
Sumber Daya kepentingan pola alokasi pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan kawasan dan Maluku Utara
Air dalam air sumber air ke sumber air ke sumber air ke zona dan Kab/Kota di
pemakaian air dalam peta dalam peta Tata dalam peta Tata pemanfaatan WS Halmahera
Tata Ruang Ruang Provinsi Ruang Provinsi air Selatan
Mengurangi Provinsi dan Maluku Utara Maluku Utara Perda Dinas PU Prov
konflik RTRW dan RTRW dan RTRW mengenai Maluku Utara
kepentingan Kab./Kota di Kab./Kota di WS Kab./Kota di WS daerah dan Kab/Kota di
dalam WS Halmahera Halmahera Halmahera sempadan WS Halmahera
pemakaian air Selatan Selatan Selatan pantai, Selatan
Penetapan Penetapan Penyusunan sungai, PDAM Kab/Kota
alokasi dan hak kawasan Master Plan waduk, Pemda Provinsi
guna air bagi sempadan Pemanfaatan Air danau dan Maluku Utara
pengguna yang sungai dan Bersih mata air dan Kab/Kota di
sumber air lain Penetapan Perda
kawasan mengenai

274
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

sudah ada & (danau, waduk, sempadan alokasi dan WS Halmahera


pengguna baru embung) sungai dan hak guna air Selatan
Penetapan sumber air lain bagi
alokasi dan hak (danau, waduk, pengguna air
guna air bagi embung)
pengguna yang Penetapan
sudah ada & alokasi dan hak
pengguna baru guna air bagi
pengguna yang
sudah ada &
pengguna baru

2 Penyediaan Kekurangan Penyediaan Peningkatan Membangun Membangun Renstra dari BWS Maluku
Sumber Daya suplai air air yang dapat kapasitas waduk dan waduk dan instansi Utara
Air untuk RKI memenuhi produksi air /embung secara /embung secara terkait Dinas PU Prov
dan irigasi kebutuhan bersih bertahap bertahap Pembentukan Maluku Utara
secara Pengembangan Peningkatan Peningkatan P3A dan Kab/Kota di
berkelanjutan jaringan air kapasitas kapasitas WS Halmahera
Penambahan bersih untuk produksi air produksi air Selatan
jaringan air suplai RKI bersih bersih PDAM Kab/Kota
bersih dengan Efisiensi Pengembangan Penyusunan di WS
luas cakupan penggunaan air jaringan air Rencana Induk Halmahera
dan sistem Selatan

275
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

pelayanan optimalisisasi bersih untuk Penyediaan air Dinas Pertanian


80% jaringan irigasi suplai RKI Minum (SPAM) Prov Maluku
Menyediakan Perbaikan dan Efisiensi Pengembangan Utara dan
air yang OP jaringan penggunaan air jaringan air Kab/Kota di WS
memenuhi irigasi dan bersih untuk Halmahera
kebutuhan air optimalisisasi suplai RKI Selatan
irigasi secara jaringan irigasi Efisiensi
berkelanjutan Pembangunan penggunaan air
prasarana dan dan
OP daerah optimalisisasi
irigasi jaringan irigasi
Pembangunan
prasarana dan
OP daerah
irigasi

276
3 Penggunaan Belum Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan Rencana BWS Maluku
Sumber Daya optimalnya pemanfaatan biaya O & P biaya O & P biaya O & P kerja dari Utara
Air pemanfaatan sumber daya terhadap terhadap terhadap instansi Dinas PU Prov
air air secara prasarana prasarana prasarana terkait Maluku Utara
permukaan optimal sesuai sumber daya sumber daya air sumber daya air dan Kab/Kota di
bila dengan air yang sudah yang sudah ada yang sudah ada WS Halmahera
dibandingkan ketersediaan ada Selatan
dengan dan
potensinya potensinya

4 Pengembangan a. Prasarana Peningkatan Menyusun data Menyusun data Menyusun data Rencana BWS Maluku
Sumberdaya pengairan fungsi base prasarana base prasarana base prasarana kerja instansi Utara
Air belum bangunan pengairan pengairan pengairan terkait Dinas PU Prov
terpelihara prasarana Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi Pedoman dan Kab/Kota
dengan baik pengairan jaringan irigasi jaringan irigasi jaringan irigasi dasar OP
dalam rangka dalam rangka dalam rangka prasarana da
mendukung mendukung mendukung infrastruktur
ketahanan ketahanan ketahanan
pangan (25%) pangan (75%) pangan (100%)

b. Kurangnya Pemanfaatan Pemberian ijin Pemberian ijin Pemberian ijin Perda terkait BWS Maluku
pemanfaatan air tanah yang pemanfaatan pemanfaatan air pemanfaatan air pemanfaatan Utara
air tanah sesuai dengan air tanah tanah sesuai tanah sesuai air tanah Dinas PU Prov
untuk kriteria dan sesuai dengan dengan kondisi dengan kondisi Rencana Maluku Utara
pemenuhan pedoman yang kondisi hidrogeologinya hidrogeologinya kerja instansi dan Kab/Kota di
kebutuhan ada hidrogeologinya Studi geolistrik Studi geolistrik terkait WS Halmahera
air, karena guna guna Selatan

277
cenderung Studi geolistrik mengetahui mengetahui Dinas
menggunakan di guna potensi air potensi air Pertambangan
air mengetahui tanah yang ada tanah yang ada dan Energi Prov
permukaan potensi air OP sumur air Pembangunan Maluku Utara
tanah yang ada dalam guna instalasi dan Kab/Kota di
OP sumur air meningkatkan pengelolaan air WS Halmahera
dalam guna kualitas bersih yang Selatan
meningkatkan pelayanan bersumber dari PDAM
kualitas air tanah Pemda Prov
pelayanan OP sumur air Maluku Utara
dalam guna dan Kab/Kota di
meningkatkan WS Halmahera
kualitas Selatan
pelayanan

5 Pengusahaan Pengambilan Adanya biaya Menyusun Menyusun Menyusun Perda tentang BWS Maluku
Sumber Daya air secara liar jasa pedoman biaya pedoman biaya pedoman biaya manfaat dan Utara
Air (illegal) pengelolaan jasa jasa pengelolaan jasa pengelolaan hak guna air Dinas PU Prov
sumber daya pengelolaan SDA SDA Perda tentang Maluku Utara
air SDA Menerapkan Menerapkan manfaat dan dan Kab/Kota di
Menerapkan biaya jasa biaya jasa hak guna air WS Halmahera
biaya jasa pengelolaan pengelolaan Rencana Selatan
pengelolaan sumber daya air sumber daya air kerja instansi PDAM
sumber daya Memberlakukan Memberlakukan terkait Pemda Prov
air biaya jasa biaya jasa Maluku Utara
pengelolaan pengelolaan dan Kab/Kota di
sumber daya air sumber daya air WS Halmahera
sesuai dengan sesuai dengan Selatan
pembebanannya pembebanannya
kepada para kepada para
pemanfaat di pemanfaat di
WS Halmahera WS Halmahera
Selatan Selatan

278
Sosialisasi Biaya Sosialisasi Biaya
Jasa Jasa
Pengelolaan Pengelolaan
Sumber Daya Sumber Daya
Air Air

279
4.1.1.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pencegahan a Terjadinya Penanganan Perencanaan Penyusunan Penyusunan Penyusunan BWS Maluku


. banjir akibat kawasan Bangunan program program kawasan rawan Utara
meluapnya air rawan Pengendali pengendalian pengendalian banjir di tiap Bappeda Prov
sungai bencana dan Banjir banjir banjir RTRW prov Maluku Utara dan
(kapasitas perencanaan Pemetaan Perencanaan Perencanaan maupun Kab/Kota di WS
sudah pengendalian daerah rawan Bangunan Bangunan kab/kota Halmahera
terlampaui) dan yang bencana lengkap Pengendali Pengendali Sosialisasi Selatan
juga banjir lahar komprehensif dengan lokasi Banjir Banjir mengenai Dinas PU (PSDA)
dingin Menurunnya yang terkena Pemetaan Pemetaan daerah tanggap Prov Maluku
(dikarenakan dampak banjir dampak dan daerah rawan rawan bencana darurat banjir Utara da
banyak gunung terhadap jalur evakuasi bencana lengkap lengkap dengan oleh dinas Kab/Kota di WS
api yang masih perekonomian Mengembalikan dengan lokasi lokasi yang terkait (BWS , Halmahera
aktif) di kota kapasitas yang terkena terkena dampak Dinas PU PSDA Selatan
tersebut pengaliran dampak dan dan jalur atau Bappeda) Pemda Prov
sungai jalur evakuasi evakuasi Rencana kerja Maluku Utara dan
Pemeliharaan Mengembalikan Meningkatkan instansi terkait Kab/Kota di WS
tanggul dan kapasitas pengetahuan Peningkatan Halmahera
saluran banjir masyarakat kualitas SISDA Selatan

280
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

pengaliran tentang dan


sungai pengendalian penyusunan
Pemeliharaan banjir data base di
tanggul dan Mengembalikan wilayah sungai
saluran banjir kapasitas
pengaliran
sungai
Pemeliharaan
tanggul dan
saluran banjir
Mengembangkan
sistem
peramalan banjir
dan informasi
dini berbasis
masy.

b Kerusakan Penetapan, Penetapan Penetapan Penetapan Perda tentang BWS Maluku


. tebing sungai pengendalian kawasan kawasan kawasan kawasan Utara
yang dan mitigasi sempadan sempadan sempadan sempadan Bappeda Prov
diakibatkan abrasi sungai, sehingga sungai, sehingga sungai, sehingga Konservasi Maluku Utara dan
abrasi dan maupun dapat dapat dapat digunakan berbasis Kab/Kota di WS
longsoran longsoran digunakan digunakan sebagaimana masyarakat Halmahera
tebing sebagaimana sebagaimana fungsinya Sosialisasi oleh Selatan
fungsinya fungsinya Penanaman dinas terkait Dinas PU (PSDA)
Penanaman Penanaman sempadan (Dinas Prov Maluku
sempadan sempadan sungai dengan Perhubungan Utara da

281
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

sungai dengan sungai dengan tanaman yang dan Dinas PU Kab/Kota di WS


tanaman yang tanaman yang sesuai PSDA) Halmahera
sesuai sesuai Pengaturan Rencana kerja Selatan
Pengaturan Pengaturan kecepatan kapal instansi terkait Pemda Prov
kecepatan kapal kecepatan kapal yang melintas di Maluku Utara dan
yang melintas di yang melintas di sungai Kab/Kota di WS
sungai sungai Pembangunan Halmahera
Pembangunan struktur Selatan
struktur pengaman tebing Pemda Prov
pengaman Maluku Utara dan
tebing Kab/Kota

c Potensi Pencegahan Penetapan Penetapan Penetapan Sosialisasi Dinas PU (PSDA)


. terjadinya dini terhadap kawasan rawan kawasan rawan kawasan rawan terkait bencana Prov Maluku
tsunami karena bencana bencana bencana bencana tsunami dan Utara da
wilayah tsunami tsunami, tsunami, tsunami, evakuasi oleh Kab/Kota di WS
sungainya sehingga sehingga perlu sehingga perlu sehingga perlu instansi terkait Halmahera
terletak di dapat dicermati dalam dicermati dalam dicermati dalam SISDA Selatan
pertemuan meminimalisir peruntukannya peruntukannya peruntukannya peringatan dini Pemda Prov
lempeng dampak tsunami Maluku Utara dan
sehingga sering Kab/Kota di WS
terjadi gempa Halmahera
Selatan

282
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

2 Penanggula a Banyak sampah Adanya Menyusun Menyusun Menyusun Perda tentang Bapedalda Prov.
ngan . dan sedimen di pedoman pedoman pedoman pedoman persampahan Maluku Utara dan
sungai dalam penanggulangan penanggulangan penanggulangan Rencana kerja Kab/Kota di WS
mengatasi sampah dan sampah dan sampah dan instansi terkait Halmahera
persampahan sedimen sedimen sedimen Selatan
dan sedimen Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan BWS Maluku
peran serta peran serta peran serta Utara
masyarakat masyarakat masyarakat Pemda Prov
dalam dalam dalam Maluku Utara dan
penertiban penertiban penertiban Kab/Kota di WS
pembuangan pembuangan pembuangan Halmahera
sampah sampah sampah Selatan
Membangun Meningkatkan
bangunan bangunan
pengendali pengendali banjir
banjir dan dan sedimen
sedimen

b Kurang sigapnya Kesiapan Menyiapkan Pelatihan dan Pelatihan dan Sosialisasi oleh BWS Maluku
. dalam masyarakat bahan dan penyusunan penyusunan dinas terkait Utara
penanggulangan dan peralatan guna panduan praktis panduan praktis penanggulanga Dinas PU Prov
bencana stakeholder penanggulangan bagi masyarakat bagi masyarakat n Maluku Utara dan

283
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

dalam darurat bencana dalam dalam Kerjasama dari Kab/Kota si WS


menghadapi antara lain : menghadapi menghadapi pihak Halmahera
bencana karung-karung bencana bencana masyarakat Selatan
plastik, bronjong Menyiapkan Menyiapkan dan instansi Dinas Sosial Prov
kawat, perahu bahan dan bahan dan terkait Maluku Utara dan
karet, peralatan guna peralatan guna Kab/Kota di WS
pelampung, penanggulangan penanggulangan Halmahera
darurat bencana darurat bencana Selatan
antara lain : antara lain :
karung-karung karung-karung
plastik, bronjong plastik, bronjong
kawat, perahu kawat, perahu
karet, karet,
pelampung, pelampung,
tenda dll tenda dll

284
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

3 Pemulihan a Rusaknya Memulihkan Inventarisasi Inventarisasi Inventarisasi Rencana kerja BWS Maluku
. bangunan fungsi prasarana yang prasarana yang prasarana yang instansi terkait Utara
sarana dan prasarana rusak rusak rusak Dinas PU Prov
prasarana sumberdaya Pemulihan Pemulihan Pemulihan Maluku Utara dan
akibat bencana air fungsi fungsi fungsi prasarana Kab/Kota si WS
prasarana prasarana sumber daya air Halmahera
sumber daya air sumber daya air Selatan
Dinas Sosial Prov
Maluku Utara dan
Kab/Kota di WS
Halmahera
Selatan

285
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Menengah
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

b Banyaknya Meminimalisir Penanganan Penanganan Penanganan Pengembangan BWS Maluku


. penduduk yang dampak banjir pengungsi dan pengungsi dan pengungsi dan sistem Utara
menjadi korban korban bencana korban bencana korban bencana informasi Dinas PU Prov
banjir Penguatan Penguatan Penguatan peringatan dini Maluku Utara dan
fungsi fungsi fungsi dan tanggap Kab/Kota si WS
SATKORLAK SATKORLAK SATKORLAK bencana Halmahera
Bencana Bencana Bencana Selatan
Pembuatan Pembuatan Dinas Sosial Prov
peringatan dini peringatan dini Maluku Utara dan
bencana bencana Kab/Kota di WS
berbasis berbasis Halmahera
masyarakat masyarakat Selatan
Pemda Prov
Maluku Utara dan
Kab/Kota di WS
Halmahera
Selatan

286
4.1.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pengelolaan a. Belum Terwujudnya Mengembangka Mengembangka Mengembangka Memperkuat BWS Maluku


Sistem tersedia sistem yang n sistem n sistem n sistem dan Utara
Informasi informasi dapat informasi informasi informasi memperluas Pemda Prov
Sumber data sumber mengakses sumber daya sumber daya sumber daya jaringan Maluku Utara
Daya Air daya air data secara air yang air yang air yang informasi dan Kab/Kota di
yang akurat, tepat bersifat bersifat bersifat sistem antar WS Halmahera
dan mudah informatif, informatif, informatif, lembaga Selatan
diakses aktual dan aktual dan aktual dan Instansi yang
mudah diakses mudah diakses mudah diakses terkait dengan
masyarakat masyarakat masyarakat informasi data
sumber daya air

b.

287
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

Manajemen Terwujudnya Sosialisasi dan Sosialisasi dan Sosialisasi dan Kesepakatan BWS Maluku
pengelolaan sistem pelatihan di pelatihan di pelatihan di dalam Utara
wilayah pengelolaan instansi terkait instansi terkait instansi terkait pengelolaan Pemda Prov
sungai yang wilayah dengan dengan dengan sungai (one Maluku Utara
kurang sungai yang pengelolaan pengelolaan pengelolaan river, one plan, dan Kab/Kota di
terpadu terpadu sungai sungai sungai one integrated WS Halmahera
karena Penyusunan Penyusunan Penyusunan management) Selatan
berlakunya Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk Rencana kerja Instansi yang
otonomi PSDA di tiap PSDA di tiap PSDA di tiap instansi terkait terkait dengan
dareah wilayah sungai wilayah sungai wilayah sungai informasi data
(konflik sumber daya air
kepentingan,
pengelolaan
WS menjadi
parsial, cara
pandang
yang
berbeda di
setiap
wilayah)

288
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

c. Pengelolaan Data semakin Mengembangka Mengembangka Mengembangka Penyusunan BWS Maluku


masih baik dan n sistem n sistem n sistem data base dari Utara
bersifat mudah database yang database yang database yang tiap wilayah Pemda Prov
interen, diakses komprehensif komprehensif komprehensif sungai Maluku Utara
belum dengan satu dengan satu dengan satu dan Kab/Kota di
memiliki institusi institusi institusi WS Halmahera
jaringan pengelola pengelola pengelola Selatan
antar Instansi yang
instansi terkait dengan
terkait informasi data
sumber daya air

d. Belum Kesiapsiagaa Pengembangan Pengembangan Pengembangan Mengembangka BWS Maluku


adanya n terhadap sistem sistem sistem n sistem Utara
sistem bencana peringatan dini peringatan dini peringatan dini informasi dan Pemda Prov
informasi mengenai mengenai mengenai telekomunikasi Maluku Utara
dini bencana bencana bencana bencana untuk dan Kab/Kota di
mengurangi WS Halmahera
dampak Selatan
bencana Instansi yang
terkait dengan
informasi data
sumber daya air

289
4.1.1.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air

Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pemberdayaan a. Kurangnya Lembaga/wada Mengembangka Mengembangka Mengembangka Pengembanga BWS Maluku


para pemilik peran serta h koordinasi n koordinasi n koordinasi n koordinasi n Utara
kepentingan masyarakat Pengelolaan antar lembaga antar lembaga antar lembaga kelembagaan Pemda Prov
(stakeholders) dalam Melibatkan Melibatkan Melibatkan / wadah Maluku Utara
dan Lembaga kelembagaan masyarakat masyarakat masyarakat koordinasi dan Kab/Kota di
Sumber Daya pengelolaan dalam kegiatan dalam kegiatan dalam kegiatan pengelolaan WS Halmahera
Air sumber daya pengelolaan pengelolaan pengelolaan sumber daya Selatan
air sumber daya sumber daya sumber daya air LSM
air air air

b. Kurangnya Meningkatnya Membentuk Membentuk Membentuk Meningkatka BWS Maluku


kordinasi koordinasi wadah wadah wadah n Koordinasi Utara
antar pihak antar pihak koordinasi koordinasi koordinasi dalam Pemda Prov
yang terkait dalam antar pihak antar pihak antar pihak kegiatan Maluku Utara
dalam pengelolaan terkait terkait terkait pengelolaan dan Kab/Kota di
pengelolaan sumber daya Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
sumber daya air koordinasi koordinasi koordinasi air Selatan
air antar pihak antar pihak antar pihak LSM
terkait dalam terkait dalam terkait dalam
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
informasi informasi informasi
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

290
Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

2 Keterlibatan Rendahnya Meningkatnya Menyusun Menyusun Menyusun Meningkatka BWS Maluku


dan tingkat kesadaran pedoman pedoman pedoman n peran Utara
Peningkatan kesadaran masyarakat sosilisasi sosilisasi sosilisasi masyarakat Pemda Prov
Peran Serta masyarakat untuk untuk untuk untuk dalam Maluku Utara
Masyarakat terhadap berpartisipasi pelatihan pelatihan pelatihan pengelolaan dan Kab/Kota di
lingkungan dalam Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
dan sumber pengelolaan sosialisasi dan sosialisasi dan sosialisasi dan air Selatan
daya air sumber daya pemahaman ke pemahaman ke pemahaman ke LSM
air masyarakat masyarakat masyarakat
terkait dengan terkait dengan terkait dengan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

291
4.1.2 SKENARIO EKONOMI SEDANG

4.1.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

292
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Panjang
Permasalahan yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
1 Perlindungan Cukup Mendorong Memberikan Memberikan Memberikan Penetapan Bappeda Prov
dan besarnya lahan pengolahan kesempatan kesempatan kesempatan kawasan Maluku Utara
Pelestarian kritis di WS lahan yang kepada kepada masyarakat lindung Bappeda
Sumber Halmahera sesuai dengan masyarakat masyarakat memanfaatkan dan Kab/Kota di WS
Daya Air` Selatan yang kaidah untuk untuk lahan dengan budidaya Halmahera
mencapai 8776 konservasi memanfaatka memanfaatkan budidaya dalam Selatan
km2 atau sehingga lahan n lahan lahan dengan tanaman RTRW Dinas
sekitar 57 % dapat terjaga dengan budidaya produktif di (prov dan Kehutanan
wilayah sungai dari tingkat budidaya tanaman kawasan hutan kab/kota) Provinsi Maluku
merupakan kekritisan tanaman produktif di dengan sistem Program Utara
lahan kritis Berkurangnya produktif di kawasan hutan agroforestry penanama Dinas
bencana banjir, kawasan dengan sistem dengan n 1 juta Kehutanan
maupun tanah hutan dengan agroforestry cakupan 80 % pohon Kab/Kota di WS
longsor sistem dengan Penghijauan Program Halmahera
Mengurangi agroforestry cakupan 60 % dan/ reboisasi penghijaua Selatan
laju erosi yang dengan Penghijauan di kawasan n untuk Dinas PU
akan nanti cakupan 30 % dan/ reboisasi lahan kritis dan pengganti Provinsi Maluku
akan menjadi Penghijauan di kawasan potensial kritis luas lahan Utara
muatan dan/ reboisasi lahan kritis Memperhatikan yang Dinas PU
sedimen pada di kawasan dan potensial dalam dibuka Kab/Kota di WS
badan air / lahan kritis kritis penggunaan, (pertanian, Halmahera
sungai dan potensial Memperhatikan kesesuaian dan perkebuna Selatan
kritis dalam pengelolaan n maupun Balai Wilayah
Mengikut penggunaan, lahan pemukima Sungai Maluku
sertakan kesesuaian dan Tindakan n) Utara
masyarakat pengelolaan konservasi Penangana Pemda Prov dan
dalam upaya lahan tanah n teknis Kab/Kota
konservasi Membuat Membuat dan
bangunan bangunan pelaksanaa

293
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Panjang
Permasalahan yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
pengendali pengendali n renstra
sedimen sedimen dari
instansi
yang
terkait

294
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Panjang
Permasalahan yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
2 Pengawetan Ketersediaan air Ketersediaan Kampanye Kampanye Kampanye Program Dinas PU
Air yang memenuhi air yang dapat gerakan gerakan hemat gerakan hemat gerakan Provinsi Maluku
kebutuhan air mencukupi hemat air air dengan air dengan hemat air Utara
yang mencakup kebutuhan air dengan cakupan 60 % cakupan 80 % Program Dinas PU
seluruh wilayah yang ada serta cakupan 30 % dari jumlah dari jumlah kerja dari Kab/Kota di WS
sungai belum diimbangi dari jumlah penduduk penduduk instansi Halmahera
dapat tercapai dengan penduduk Pembentukan Pembentukan terkait Selatan
efisiensi Pembentukan dan dan Balai Wilayah
penggunaan air dan pelaksanaan pelaksanaan Sungai Maluku
pelaksanaan GNKPA GNKPA Utara
GNKPA (Gerakan (Gerakan Pemda Prov dan
(Gerakan Nasional Nasional Kab/Kota di WS
Nasional Kemitraan Kemitraan Halmahera
Kemitraan Penyelamatan Penyelamatan Selatan
Penyelamatan Air) Air)
Air) Perencanaan Perencanaan
dan dan
pembangunan pembangunan
tampungan air tampungan air
(waduk/embun (waduk/embun
g) g)

295
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Jangka Pendek Jangka Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Panjang
Permasalahan yg ingin dicapai Menengah Operasional yg Terkait
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)
3 Pengelolaan Menurunnya Kualitas air Pengendalian Pengendalian Pengendalian Perda Bapedalda Prov
Kualitas Air kualitas air yang pembuangan pembuangan pembuangan tentang dan Kab/Kota
dan yang memenuhi limbah limbah limbah baku mutu Badan
Pengendalian disebabkan oleh standar baku Penegakan Penegakan Penegakan kualitas air Lingkungan
Pencemaran faktor alam mutu, agar hukum bagi hukum bagi hukum bagi Perda Hidup Prov dan
Air (erosi dapat pembuang pembuang pembuang terkait Kab/Kota
sedimentasi) dimanfaatkan limbah limbah limbah penegakan Dinas PU
dan manusia sesuai dengan Pembuatan Pembuatan hukum BWS Maluku
(limbah RKI, peruntukannya IPAL Komunal IPAL Komunal pembuang Utara
tambang dll) baik domestik, baik domestik, an limbah Pemda Prov dan
non domestik non domestik Rencana Kab/Kota
maupun maupun kerja dari
industri industri dinas
terkait

296
4.1.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

1 Penatagunaan Terjadi Terwujudnya Penetapan Penetapan Penetapan Penetapan Bappeda Prov


Sumber Daya konflik pola alokasi zona zona zona kawasan Maluku Utara
Air kepentingan air pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan dan zona dan Kab/Kota di
dalam sumber air ke sumber air ke sumber air ke pemanfaata WS Halmahera
pemakaian dalam peta dalam peta dalam peta n air Selatan
air Mengurangi Tata Ruang Tata Ruang Tata Ruang Perda Dinas PU Prov
konflik Provinsi dan Provinsi Riau Provinsi Riau mengenai Maluku Utara
kepentingan RTRW dan RTRW dan RTRW daerah dan Kab/Kota di
dalam Kab./Kota di Kab./Kota di Kab./Kota di sempadan WS Halmahera
pemakaian WS WS Halmahera WS Halmahera pantai, Selatan
air Halmahera Selatan Selatan sungai, PDAM Kab/Kota
Selatan Penetapan Penyusunan waduk, Pemda Provinsi
Penetapan kawasan Master Plan danau dan Maluku Utara
alokasi dan sempadan Pemanfaatan mata air dan Kab/Kota di
hak guna air sungai dan Air Bersih Perda
bagi sumber air mengenai

297
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

pengguna lain (danau, Penetapan alokasi dan WS Halmahera


yang sudah waduk, kawasan hak guna Selatan
ada & embung) sempadan air bagi
pengguna Penetapan sungai dan pengguna
baru alokasi dan sumber air air
hak guna air lain (danau,
bagi pengguna waduk,
yang sudah embung)
ada & Penetapan
pengguna alokasi dan
baru hak guna air
bagi pengguna
yang sudah
ada &
pengguna
baru

298
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

2 Penyediaan Kekurangan Penyediaan Peningkatan Membangun Membangun Renstra dari BWS Maluku
Sumber Daya suplai air air yang kapasitas waduk dan waduk dan instansi Utara
Air untuk RKI dapat produksi air /embung /embung terkait Dinas PU Prov
dan irigasi memenuhi bersih secara secara Pembentuka Maluku Utara
kebutuhan Pengembanga bertahap bertahap n P3A dan Kab/Kota
secara n jaringan air Peningkatan Peningkatan di WS
berkelanjutan bersih untuk kapasitas kapasitas Halmahera
Penambahan suplai RKI produksi air produksi air Selatan
jaringan air Efisiensi bersih bersih PDAM Kab/Kota
bersih penggunaan Pengembanga Penyusunan di WS
dengan luas air dan n jaringan air Rencana Halmahera
cakupan optimalisisasi bersih untuk Induk sistem Selatan
pelayanan jaringan suplai RKI Penyediaan air Dinas Pertanian
80% irigasi Efisiensi Minum (SPAM) Prov Maluku
Menyediakan Perbaikan penggunaan Pengembanga Utara dan
air yang dan OP air dan n jaringan air Kab/Kota di WS
memenuhi jaringan optimalisisasi bersih untuk Halmahera
kebutuhan irigasi jaringan irigasi suplai RKI Selatan
air irigasi Pembangunan Efisiensi
secara prasarana dan penggunaan
berkelanjutan OP daerah air dan
irigasi optimalisisasi
jaringan irigasi
Pembangunan
prasarana dan
OP daerah
irigasi

299
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

3 Penggunaan Belum Meningkatka Meningkatka Meningkatkan Meningkatkan Rencana BWS Maluku


Sumber Daya optimalnya n n biaya O & P biaya O & P biaya O & P kerja dari Utara
Air pemanfaatan pemanfaatan terhadap terhadap terhadap instansi Dinas PU Prov
air sumber daya prasarana prasarana prasarana terkait Maluku Utara
permukaan air secara sumber daya sumber daya sumber daya dan Kab/Kota di
bila optimal air yang air yang sudah air yang sudah WS Halmahera
dibandingkan sesuai sudah ada ada ada Selatan
dengan dengan
potensinya ketersediaan
dan
potensinya

4 Pengembangan a. Prasarana Peningkatan Menyusun Menyusun Menyusun Rencana BWS Maluku


Sumberdaya pengairan fungsi data base data base data base kerja Utara
Air belum bangunan prasarana prasarana prasarana instansi Dinas PU Prov
terpelihara prasarana pengairan pengairan pengairan terkait dan Kab/Kota
dengan baik pengairan Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi Pedoman
jaringan jaringan irigasi jaringan irigasi dasar OP
irigasi dalam dalam rangka dalam rangka prasarana
rangka mendukung mendukung da
mendukung ketahanan ketahanan infrastruktu
ketahanan pangan (75%) pangan (100%) r
pangan (25%)

300
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

b. Kurangnya Pemanfaatan Pemberian Pemberian ijin Pemberian ijin Perda BWS Maluku
pemanfaatan air tanah ijin pemanfaatan pemanfaatan terkait Utara
air tanah yang sesuai pemanfaatan air tanah air tanah pemanfaata Dinas PU Prov
untuk dengan air tanah sesuai dengan sesuai dengan n air tanah Maluku Utara
pemenuhan kriteria dan sesuai kondisi kondisi Rencana dan Kab/Kota di
kebutuhan pedoman dengan hidrogeologiny hidrogeologiny kerja WS Halmahera
air, karena yang ada kondisi a a instansi Selatan
cenderung hidrogeologin Studi Studi terkait Dinas
menggunakan ya geolistrik guna geolistrik guna Pertambangan
air Studi mengetahui mengetahui dan Energi Prov
permukaan geolistrik di potensi air potensi air Maluku Utara
guna tanah yang tanah yang dan Kab/Kota di
mengetahui ada ada WS Halmahera
potensi air OP sumur air Pembangunan Selatan
tanah yang dalam guna instalasi PDAM
ada meningkatkan pengelolaan Pemda Prov
OP sumur kualitas air bersih yang Maluku Utara
air dalam pelayanan bersumber dan Kab/Kota di
guna dari air tanah WS Halmahera
meningkatka OP sumur air Selatan
n kualitas dalam guna
pelayanan meningkatkan
kualitas
pelayanan

301
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

5 Pengusahaan Pengambilan Adanya biaya Menyusun Menyusun Menyusun Perda BWS Maluku
Sumber Daya air secara liar jasa pedoman pedoman pedoman tentang Utara
Air (illegal) pengelolaan biaya jasa biaya jasa biaya jasa manfaat Dinas PU Prov
sumber daya pengelolaan pengelolaan pengelolaan dan hak Maluku Utara
air SDA SDA SDA guna air dan Kab/Kota di
Menerapkan Menerapkan Menerapkan Perda WS Halmahera
biaya jasa biaya jasa biaya jasa tentang Selatan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan manfaat PDAM
sumber daya sumber daya sumber daya dan hak Pemda Prov
air air air guna air Maluku Utara
Memberlakuka Memberlakuka Rencana dan Kab/Kota di
n biaya jasa n biaya jasa kerja WS Halmahera
pengelolaan pengelolaan instansi Selatan
sumber daya sumber daya terkait
air sesuai air sesuai
dengan dengan
pembebanann pembebanann
ya kepada ya kepada
para para
pemanfaat di pemanfaat di
WS Halmahera WS Halmahera
Selatan Selatan
Sosialisasi Sosialisasi
Biaya Jasa Biaya Jasa
Pengelolaan Pengelolaan
Sumber Daya Sumber Daya
Air Air

302
4.1.2.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

1 Pencegahan a. Terjadinya Penanganan Perencanaan Penyusunan Penyusunan Penyusunan BWS Maluku


banjir akibat kawasan Bangunan program program kawasan Utara
meluapnya air rawan Pengendali pengendalian pengendalian rawan banjir Bappeda Prov
sungai bencana dan Banjir banjir banjir di tiap RTRW Maluku Utara
(kapasitas perencanaan Pemetaan Perencanaan Perencanaan prov maupun dan Kab/Kota di
sudah pengendalian daerah rawan Bangunan Bangunan kab/kota WS Halmahera
terlampaui) dan yang bencana Pengendali Pengendali Sosialisasi Selatan
juga banjir komprehensif lengkap Banjir Banjir mengenai Dinas PU (PSDA)
lahar dingin Menurunnya dengan lokasi Pemetaan Pemetaan tanggap Prov Maluku
(dikarenakan dampak yang terkena daerah rawan daerah rawan darurat banjir Utara da
banyak gunung banjir dampak dan bencana bencana oleh dinas Kab/Kota di WS
api yang masih terhadap jalur evakuasi lengkap lengkap dengan terkait (BWS , Halmahera
aktif) perekonomia Mengembalika dengan lokasi lokasi yang Dinas PU Selatan
n di kota n kapasitas yang terkena terkena PSDA atau Pemda Prov
tersebut pengaliran dampak dan dampak dan Bappeda) Maluku Utara
sungai jalur evakuasi jalur evakuasi Rencana kerja dan Kab/Kota di
Mengembalika Meningkatkan instansi WS Halmahera
n kapasitas pengetahuan terkait Selatan

303
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

Pemeliharaan pengaliran masyarakat Peningkatan


tanggul dan sungai tentang kualitas
saluran banjir Pemeliharaan pengendalian SISDA dan
tanggul dan banjir penyusunan
saluran banjir Mengembalika data base di
n kapasitas wilayah
pengaliran sungai
sungai
Pemeliharaan
tanggul dan
saluran banjir
Mengembangka
n sistem
peramalan
banjir dan
informasi dini
berbasis masy.

b. Kerusakan Penetapan, Penetapan Penetapan Penetapan Perda tentang BWS Maluku


tebing sungai pengendalian kawasan kawasan kawasan kawasan Utara
yang dan mitigasi sempadan sempadan sempadan sempadan Bappeda Prov
diakibatkan abrasi sungai, sungai, sungai, Maluku Utara
maupun sehingga sehingga sehingga dapat dan Kab/Kota di

304
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

abrasi dan longsoran dapat dapat digunakan Konservasi WS Halmahera


longsoran tebing digunakan digunakan sebagaimana berbasis Selatan
sebagaimana sebagaimana fungsinya masyarakat Dinas PU (PSDA)
fungsinya fungsinya Penanaman Sosialisasi Prov Maluku
Penanaman Penanaman sempadan oleh dinas Utara da
sempadan sempadan sungai dengan terkait (Dinas Kab/Kota di WS
sungai sungai tanaman yang Perhubungan Halmahera
dengan dengan sesuai dan Dinas PU Selatan
tanaman yang tanaman yang Pengaturan PSDA) Pemda Prov
sesuai sesuai kecepatan Rencana kerja Maluku Utara
Pengaturan Pengaturan kapal yang instansi dan Kab/Kota di
kecepatan kecepatan melintas di terkait WS Halmahera
kapal yang kapal yang sungai Selatan
melintas di melintas di Pembangunan Pemda Prov
sungai sungai struktur Maluku Utara
Pembangunan pengaman dan Kab/Kota
struktur tebing
pengaman
tebing

c. Potensi Pencegahan Penetapan Penetapan Penetapan Sosialisasi Dinas PU (PSDA)


terjadinya dini terhadap kawasan kawasan kawasan rawan terkait Prov Maluku
tsunami karena bencana rawan rawan bencana bencana Utara da
wilayah tsunami bencana bencana tsunami, tsunami dan Kab/Kota di WS
sungainya sehingga tsunami, tsunami, sehingga perlu evakuasi oleh Halmahera
terletak di dapat sehingga sehingga dicermati instansi Selatan
pertemuan meminimalisi perlu perlu dalam terkait Pemda Prov
lempeng dicermati dicermati Maluku Utara

305
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

sehingga sering r dampak dalam dalam peruntukannya SISDA dan Kab/Kota di


terjadi gempa peruntukanny peruntukanny peringatan WS Halmahera
a a dini tsunami Selatan

2 Penanggulangan a. Banyak sampah Adanya Menyusun Menyusun Menyusun Perda tentang Bapedalda Prov.
dan sedimen di pedoman pedoman pedoman pedoman persampahan Maluku Utara
sungai dalam penanggulang penanggulang penanggulanga Rencana kerja dan Kab/Kota di
mengatasi an sampah an sampah n sampah dan instansi WS Halmahera
persampahan dan sedimen dan sedimen sedimen terkait Selatan
dan sedimen Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan BWS Maluku
peran serta peran serta peran serta Utara
masyarakat masyarakat masyarakat Pemda Prov
dalam dalam dalam Maluku Utara
penertiban penertiban penertiban dan Kab/Kota di
pembuangan pembuangan pembuangan WS Halmahera
sampah sampah sampah Selatan
Membangun Meningkatkan
bangunan bangunan
pengendali pengendali
banjir dan banjir dan
sedimen sedimen

b. Kurang Kesiapan Menyiapkan Pelatihan dan Pelatihan dan Sosialisasi BWS Maluku
sigapnya dalam masyarakat bahan dan penyusunan penyusunan oleh dinas Utara
penanggulangan dan peralatan panduan panduan terkait Dinas PU Prov
bencana stakeholder guna praktis bagi praktis bagi Maluku Utara

306
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

dalam penanggulang masyarakat masyarakat penanggulang dan Kab/Kota si


menghadapi an darurat dalam dalam an WS Halmahera
bencana bencana menghadapi menghadapi Kerjasama Selatan
antara lain : bencana bencana dari pihak Dinas Sosial
karung- Menyiapkan Menyiapkan masyarakat Prov Maluku
karung bahan dan bahan dan dan instansi Utara dan
plastik, peralatan peralatan guna terkait Kab/Kota di WS
bronjong guna penanggulanga Halmahera
kawat, perahu penanggulang n darurat Selatan
karet, an darurat bencana antara
pelampung, bencana lain : karung-
antara lain : karung plastik,
karung- bronjong
karung kawat, perahu
plastik, karet,
bronjong pelampung,
kawat, perahu tenda dll
karet,
pelampung,
tenda dll

307
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

3 Pemulihan a. Rusaknya Memulihkan Inventarisasi Inventarisasi Inventarisasi Rencana kerja BWS Maluku
bangunan fungsi prasarana prasarana prasarana yang instansi Utara
sarana dan prasarana yang rusak yang rusak rusak terkait Dinas PU Prov
prasarana sumber daya Pemulihan Pemulihan Pemulihan Maluku Utara
akibat bencana air fungsi fungsi fungsi dan Kab/Kota si
prasarana prasarana prasarana WS Halmahera
sumber daya sumber daya sumber daya Selatan
air air air Dinas Sosial
Prov Maluku
Utara dan
Kab/Kota di WS
Halmahera
Selatan

308
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

b. Banyaknya Meminimalisi Penanganan Penanganan Penanganan Pengembanga BWS Maluku


penduduk yang r dampak pengungsi pengungsi pengungsi dan n sistem Utara
menjadi korban banjir dan korban dan korban korban informasi Dinas PU Prov
banjir bencana bencana bencana peringatan Maluku Utara
Penguatan Penguatan Penguatan dini dan dan Kab/Kota si
fungsi fungsi fungsi tanggap WS Halmahera
SATKORLAK SATKORLAK SATKORLAK bencana Selatan
Bencana Bencana Bencana Dinas Sosial
Pembuatan Pembuatan Prov Maluku
peringatan peringatan dini Utara dan
dini bencana bencana Kab/Kota di WS
berbasis berbasis Halmahera
masyarakat masyarakat Selatan
Pemda Prov
Maluku Utara
dan Kab/Kota di
WS Halmahera
Selatan

309
4.1.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pengelolaan a. Belum Terwujudnya Mengembangka Mengembangka Mengembangka Memperkuat BWS Maluku


Sistem tersedia sistem yang n sistem n sistem n sistem dan Utara
Informasi informasi dapat informasi informasi informasi memperluas Pemda Prov
Sumber data sumber mengakses sumber daya sumber daya sumber daya jaringan Maluku Utara
Daya Air daya air data secara air yang air yang air yang informasi dan Kab/Kota di
yang akurat, tepat bersifat bersifat bersifat sistem antar WS Halmahera
dan mudah informatif, informatif, informatif, lembaga Selatan
diakses aktual dan aktual dan aktual dan Instansi yang
mudah diakses mudah diakses mudah diakses terkait dengan
masyarakat masyarakat masyarakat informasi data
sumber daya air

b. Manajemen Terwujudnya Sosialisasi dan Sosialisasi dan Sosialisasi dan Kesepakatan BWS Maluku
pengelolaan sistem pelatihan di pelatihan di pelatihan di dalam Utara
wilayah pengelolaan instansi terkait instansi terkait instansi terkait pengelolaan Pemda Prov
sungai yang wilayah dengan dengan dengan sungai (one Maluku Utara
kurang river, one plan, dan Kab/Kota di

310
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

terpadu sungai yang pengelolaan pengelolaan pengelolaan one integrated WS Halmahera


karena terpadu sungai sungai sungai management) Selatan
berlakunya Penyusunan Penyusunan Penyusunan Rencana kerja Instansi yang
otonomi Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk instansi terkait terkait dengan
dareah PSDA di tiap PSDA di tiap PSDA di tiap informasi data
(konflik wilayah sungai wilayah sungai wilayah sungai sumber daya air
kepentingan,
pengelolaan
WS menjadi
parsial, cara
pandang
yang
berbeda di
setiap
wilayah)

c. Pengelolaan Data semakin Mengembangka Mengembangka Mengembangka Penyusunan BWS Maluku


masih baik dan n sistem n sistem n sistem data base dari Utara
bersifat mudah database yang database yang database yang tiap wilayah Pemda Prov
interen, diakses komprehensif komprehensif komprehensif sungai Maluku Utara
belum dengan satu dengan satu dengan satu dan Kab/Kota di
memiliki institusi institusi institusi WS Halmahera
jaringan pengelola pengelola pengelola Selatan
antar Instansi yang
instansi terkait dengan
terkait informasi data
sumber daya air

311
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

d. Belum Kesiapsiagaa Pengembangan Pengembangan Pengembangan Mengembangka BWS Maluku


adanya n terhadap sistem sistem sistem n sistem Utara
sistem bencana peringatan dini peringatan dini peringatan dini informasi dan Pemda Prov
informasi mengenai mengenai mengenai telekomunikasi Maluku Utara
dini bencana bencana bencana bencana untuk dan Kab/Kota di
mengurangi WS Halmahera
dampak Selatan
bencana Instansi yang
terkait dengan
informasi data
sumber daya air

4.1.2.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam


Pengelolaan Sumber Daya Air

Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pemberdayaan a. Kurangnya Lembaga/wada Mengembangka Mengembangka Mengembangka Pengembanga BWS Maluku


para pemilik peran serta h koordinasi n koordinasi n koordinasi n koordinasi n Utara
kepentingan masyarakat Pengelolaan antar lembaga antar lembaga antar lembaga kelembagaan Pemda Prov
(stakeholders) dalam / wadah Maluku Utara

312
Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

dan Lembaga kelembagaan Melibatkan Melibatkan Melibatkan koordinasi dan Kab/Kota di


Sumber Daya pengelolaan masyarakat masyarakat masyarakat pengelolaan WS Halmahera
Air sumber daya dalam kegiatan dalam kegiatan dalam kegiatan sumber daya Selatan
air pengelolaan pengelolaan pengelolaan air LSM
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

b. Kurangnya Meningkatnya Membentuk Membentuk Membentuk Meningkatka BWS Maluku


kordinasi koordinasi wadah wadah wadah n Koordinasi Utara
antar pihak antar pihak koordinasi koordinasi koordinasi dalam Pemda Prov
yang terkait dalam antar pihak antar pihak antar pihak kegiatan Maluku Utara
dalam pengelolaan terkait terkait terkait pengelolaan dan Kab/Kota di
pengelolaan sumber daya Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
sumber daya air koordinasi koordinasi koordinasi air Selatan
air antar pihak antar pihak antar pihak LSM
terkait dalam terkait dalam terkait dalam
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
informasi informasi informasi
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

313
Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

2 Keterlibatan Rendahnya Meningkatnya Menyusun Menyusun Menyusun Meningkatka BWS Maluku


dan tingkat kesadaran pedoman pedoman pedoman n peran Utara
Peningkatan kesadaran masyarakat sosilisasi sosilisasi sosilisasi masyarakat Pemda Prov
Peran Serta masyarakat untuk untuk untuk untuk dalam Maluku Utara
Masyarakat terhadap berpartisipasi pelatihan pelatihan pelatihan pengelolaan dan Kab/Kota di
lingkungan dalam Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
dan sumber pengelolaan sosialisasi dan sosialisasi dan sosialisasi dan air Selatan
daya air sumber daya pemahaman ke pemahaman ke pemahaman ke LSM
air masyarakat masyarakat masyarakat
terkait dengan terkait dengan terkait dengan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

314
4.1.3 SKENARIO EKONOMI RENDAH

4.1.3.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

315
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Pendek Jangka
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

1 Perlindungan Cukup Mendorong Memberikan Memberikan Memberikan Penetapan Bappeda Prov


dan besarnya lahan pengolahan kesempatan kesempatan kesempatan kawasan Maluku Utara
Pelestarian kritis di WS lahan yang kepada kepada masyarakat lindung Bappeda
Sumber Halmahera sesuai dengan masyarakat masyarakat untuk dan Kab/Kota di WS
Daya Air` Selatan yang kaidah untuk untuk memanfaatkan budidaya Halmahera
mencapai 8776 konservasi memanfaatka memanfaatkan lahan dengan dalam Selatan
km2 atau sehingga lahan n lahan lahan dengan budidaya RTRW Dinas
sekitar 57 % dapat terjaga dengan budidaya tanaman (prov dan Kehutanan
wilayah sungai dari tingkat budidaya tanaman produktif di kab/kota) Provinsi Maluku
merupakan kekritisan tanaman produktif di kawasan hutan Program Utara
lahan kritis Berkurangnya produktif di kawasan hutan dengan sistem penanama Dinas
bencana banjir, kawasan dengan sistem agroforestry n 1 juta Kehutanan
maupun tanah hutan dengan agroforestry dengan pohon Kab/Kota di WS
longsor sistem dengan cakupan 80 % Program Halmahera
Mengurangi agroforestry cakupan 60 % Penghijauan penghijaua Selatan
laju erosi yang dengan Penghijauan dan reboisasi di n untuk Dinas PU
akan nanti cakupan 30 % dan/ reboisasi kawasan lahan pengganti Provinsi Maluku
akan menjadi Penghijauan di kawasan kritis dan luas lahan Utara
muatan dan/ reboisasi lahan kritis potensial kritis yang Dinas PU
sedimen pada di kawasan dan potensial Memperhatikan dibuka Kab/Kota di WS
badan air / lahan kritis kritis dalam (pertanian, Halmahera
sungai dan potensial Memperhatikan penggunaan, perkebuna Selatan
kritis dalam kesesuaian dan n maupun Balai Wilayah
Mengikut penggunaan, pengelolaan pemukima Sungai Maluku
sertakan kesesuaian dan lahan n) Utara
masyarakat pengelolaan Tindakan Penangana Pemda Prov dan
dalam upaya lahan konservasi n teknis Kab/Kota
konservasi dan

316
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Pendek Jangka
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

Membuat tanah pelaksanaa


bangunan Membuat n renstra
pengendali bangunan dari
sedimen pengendali instansi
sedimen yang
terkait

317
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Pendek Jangka
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

2 Pengawetan Ketersediaan air Ketersediaan Kampanye Kampanye Kampanye Program Dinas PU


Air yang memenuhi air yang dapat gerakan gerakan hemat gerakan hemat gerakan Provinsi Maluku
kebutuhan air mencukupi hemat air air dengan air dengan hemat air Utara
yang mencakup kebutuhan air dengan cakupan 60 % cakupan 80 % Program Dinas PU
seluruh wilayah yang ada serta cakupan 30 % dari jumlah dari jumlah kerja dari Kab/Kota di WS
sungai belum diimbangi dari jumlah penduduk penduduk instansi Halmahera
dapat tercapai dengan penduduk Pembentukan Pembentukan terkait Selatan
efisiensi Pembentukan dan dan Balai Wilayah
penggunaan air dan pelaksanaan pelaksanaan Sungai Maluku
pelaksanaan GNKPA GNKPA Utara
GNKPA (Gerakan (Gerakan Pemda Prov dan
(Gerakan Nasional Nasional Kab/Kota di WS
Nasional Kemitraan Kemitraan Halmahera
Kemitraan Penyelamatan Penyelamatan Selatan
Penyelamatan Air) Air)
Air) Perencanaan Perencanaan
dan dan
pembangunan pembangunan
tampungan air tampungan air
(waduk/embun (waduk/embun
g) g)

318
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek Jangka Pendek Jangka
Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

3 Pengelolaan Menurunnya Kualitas air Pengendalian Pengendalian Pengendalian Perda Bapedalda Prov
Kualitas Air kualitas air yang pembuangan pembuangan pembuangan tentang dan Kab/Kota
dan yang memenuhi limbah limbah limbah baku mutu Badan
Pengendalian disebabkan oleh standar baku Penegakan Penegakan Penegakan kualitas air Lingkungan
Pencemaran faktor alam mutu, agar hukum bagi hukum bagi hukum bagi Perda Hidup Prov dan
Air (erosi dapat pembuang pembuang pembuang terkait Kab/Kota
sedimentasi) dimanfaatkan limbah limbah limbah penegakan Dinas PU
dan manusia sesuai dengan Pembuatan Pembuatan hukum BWS Maluku
(limbah RKI, peruntukannya IPAL Komunal IPAL Komunal pembuang Utara
tambang dll) baik domestik, baik domestik, an limbah Pemda Prov dan
non domestik non domestik Rencana Kab/Kota
maupun maupun kerja dari
industri industri dinas
terkait

319
4.1.3.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

1 Penatagunaan Terjadi Terwujudnya Penetapan Penetapan Penetapan Penetapan Bappeda Prov


Sumber Daya konflik pola alokasi zona zona zona kawasan Maluku Utara
Air kepentingan air pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan dan zona dan Kab/Kota di
dalam sumber air ke sumber air ke sumber air ke pemanfaata WS Halmahera
pemakaian dalam peta dalam peta dalam peta n air Selatan
air Mengurangi Tata Ruang Tata Ruang Tata Ruang Perda Dinas PU Prov
konflik Provinsi dan Provinsi Riau Provinsi Riau mengenai Maluku Utara
kepentingan RTRW dan RTRW dan RTRW daerah dan Kab/Kota di
dalam Kab./Kota di Kab./Kota di Kab./Kota di sempadan WS Halmahera
pemakaian WS WS Halmahera WS Halmahera pantai, Selatan
air Halmahera Selatan Selatan sungai, PDAM Kab/Kota
Selatan Penetapan Penyusunan waduk, Pemda Provinsi
Penetapan kawasan Master Plan danau dan Maluku Utara
alokasi dan sempadan Pemanfaatan mata air dan Kab/Kota di
hak guna air sungai dan Air Bersih Perda
bagi sumber air mengenai

320
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

pengguna lain (danau, Penetapan alokasi dan WS Halmahera


yang sudah waduk, kawasan hak guna Selatan
ada & embung) sempadan air bagi
pengguna Penetapan sungai dan pengguna
baru alokasi dan sumber air air
hak guna air lain (danau,
bagi pengguna waduk,
yang sudah embung)
ada & Penetapan
pengguna alokasi dan
baru hak guna air
bagi pengguna
yang sudah
ada &
pengguna
baru

321
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

2 Penyediaan Kekurangan Penyediaan Peningkatan Membangun Membangun Renstra dari BWS Maluku
Sumber Daya suplai air air yang kapasitas waduk dan waduk dan instansi Utara
Air untuk RKI dapat produksi air /embung /embung terkait Dinas PU Prov
dan irigasi memenuhi bersih secara secara Pembentuka Maluku Utara
kebutuhan Pengembanga bertahap bertahap n P3A dan Kab/Kota
secara n jaringan air Peningkatan Peningkatan di WS
berkelanjutan bersih untuk kapasitas kapasitas Halmahera
Penambahan suplai RKI produksi air produksi air Selatan
jaringan air Efisiensi bersih bersih PDAM Kab/Kota
bersih penggunaan Pengembanga Penyusunan di WS
dengan luas air dan n jaringan air Rencana Halmahera
cakupan optimalisisasi bersih untuk Induk sistem Selatan
pelayanan jaringan suplai RKI Penyediaan air Dinas Pertanian
80% irigasi Efisiensi Minum (SPAM) Prov Maluku
Menyediakan Perbaikan penggunaan Pengembanga Utara dan
air yang dan OP air dan n jaringan air Kab/Kota di WS
memenuhi jaringan optimalisisasi bersih untuk Halmahera
kebutuhan irigasi jaringan irigasi suplai RKI Selatan
air irigasi Pembangunan Efisiensi
secara prasarana dan penggunaan
berkelanjutan OP daerah air dan
irigasi optimalisisasi
jaringan irigasi
Pembangunan
prasarana dan
OP daerah
irigasi

322
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

3 Penggunaan Belum Meningkatka Meningkatka Meningkatkan Meningkatkan Rencana BWS Maluku


Sumber Daya optimalnya n n biaya O & P biaya O & P biaya O & P kerja dari Utara
Air pemanfaatan pemanfaatan terhadap terhadap terhadap instansi Dinas PU Prov
air sumber daya prasarana prasarana prasarana terkait Maluku Utara
permukaan air secara sumber daya sumber daya sumber daya dan Kab/Kota di
bila optimal air yang air yang sudah air yang sudah WS Halmahera
dibandingkan sesuai sudah ada ada ada Selatan
dengan dengan
potensinya ketersediaan
dan
potensinya

4 Pengembangan a. Prasarana Peningkatan Menyusun Menyusun Menyusun Rencana BWS Maluku


Sumberdaya pengairan fungsi data base data base data base kerja Utara
Air belum bangunan prasarana prasarana prasarana instansi Dinas PU Prov
terpelihara prasarana pengairan pengairan pengairan terkait dan Kab/Kota
dengan baik pengairan Rehabilitasi Rehabilitasi Rehabilitasi Pedoman
jaringan jaringan irigasi jaringan irigasi dasar OP
irigasi dalam dalam rangka dalam rangka prasarana
rangka mendukung mendukung da
mendukung ketahanan ketahanan infrastruktu
ketahanan pangan (75%) pangan (100%) r
pangan (25%)

323
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

b. Kurangnya Pemanfaatan Pemberian Pemberian ijin Pemberian ijin Perda BWS Maluku
pemanfaatan air tanah ijin pemanfaatan pemanfaatan terkait Utara
air tanah yang sesuai pemanfaatan air tanah air tanah pemanfaata Dinas PU Prov
untuk dengan air tanah sesuai dengan sesuai dengan n air tanah Maluku Utara
pemenuhan kriteria dan sesuai kondisi kondisi Rencana dan Kab/Kota di
kebutuhan pedoman dengan hidrogeologiny hidrogeologiny kerja WS Halmahera
air, karena yang ada kondisi a a instansi Selatan
cenderung hidrogeologin Studi Studi terkait Dinas
menggunakan ya geolistrik guna geolistrik guna Pertambangan
air Studi mengetahui mengetahui dan Energi Prov
permukaan geolistrik di potensi air potensi air Maluku Utara
guna tanah yang tanah yang dan Kab/Kota di
mengetahui ada ada WS Halmahera
potensi air OP sumur air Pembangunan Selatan
tanah yang dalam guna instalasi PDAM
ada meningkatkan pengelolaan Pemda Prov
OP sumur kualitas air bersih yang Maluku Utara
air dalam pelayanan bersumber dan Kab/Kota di
guna dari air tanah WS Halmahera
meningkatka OP sumur air Selatan
n kualitas dalam guna
pelayanan meningkatkan
kualitas
pelayanan

324
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

5 Pengusahaan Pengambilan Adanya biaya Menyusun Menyusun Menyusun Perda BWS Maluku
Sumber Daya air secara liar jasa pedoman pedoman pedoman tentang Utara
Air (illegal) pengelolaan biaya jasa biaya jasa biaya jasa manfaat Dinas PU Prov
sumber daya pengelolaan pengelolaan pengelolaan dan hak Maluku Utara
air SDA SDA SDA guna air dan Kab/Kota di
Menerapkan Menerapkan Menerapkan Perda WS Halmahera
biaya jasa biaya jasa biaya jasa tentang Selatan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan manfaat PDAM
sumber daya sumber daya sumber daya dan hak Pemda Prov
air air air guna air Maluku Utara
Memberlakuka Memberlakuka Rencana dan Kab/Kota di
n biaya jasa n biaya jasa kerja WS Halmahera
pengelolaan pengelolaan instansi Selatan
sumber daya sumber daya terkait
air sesuai air sesuai
dengan dengan
pembebanann pembebanann
ya kepada ya kepada
para para
pemanfaat di pemanfaat di
WS Halmahera WS Halmahera
Selatan Selatan
Sosialisasi Sosialisasi
Biaya Jasa Biaya Jasa
Pengelolaan Pengelolaan
Sumber Daya Sumber Daya
Air Air

325
4.1.3.3 Aspek Pengendalian Daya Rusak Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

1 Pencegahan a. Terjadinya Penanganan Perencanaan Penyusunan Penyusunan Penyusunan BWS Maluku


banjir akibat kawasan Bangunan program program kawasan Utara
meluapnya air rawan Pengendali pengendalian pengendalian rawan banjir Bappeda Prov
sungai bencana dan Banjir banjir banjir di tiap RTRW Maluku Utara
(kapasitas perencanaan Pemetaan Perencanaan Perencanaan prov maupun dan Kab/Kota di
sudah pengendalian daerah rawan Bangunan Bangunan kab/kota WS Halmahera
terlampaui) dan yang bencana Pengendali Pengendali Sosialisasi Selatan
juga banjir komprehensif lengkap Banjir Banjir mengenai Dinas PU (PSDA)
lahar dingin Menurunnya dengan lokasi Pemetaan Pemetaan tanggap Prov Maluku
(dikarenakan dampak yang terkena daerah rawan daerah rawan darurat banjir Utara da
banyak gunung banjir dampak dan bencana bencana oleh dinas Kab/Kota di WS
api yang masih terhadap jalur evakuasi lengkap lengkap dengan terkait (BWS , Halmahera
aktif) perekonomia Mengembalika dengan lokasi lokasi yang Dinas PU Selatan
n di kota n kapasitas yang terkena terkena PSDA atau Pemda Prov
tersebut pengaliran dampak dan dampak dan Bappeda) Maluku Utara
sungai jalur evakuasi jalur evakuasi Rencana kerja dan Kab/Kota di
Mengembalika Meningkatkan instansi WS Halmahera
n kapasitas pengetahuan terkait Selatan

326
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

Pemeliharaan pengaliran masyarakat Peningkatan


tanggul dan sungai tentang kualitas
saluran banjir Pemeliharaan pengendalian SISDA dan
tanggul dan banjir penyusunan
saluran banjir Mengembalika data base di
n kapasitas wilayah
pengaliran sungai
sungai
Pemeliharaan
tanggul dan
saluran banjir
Mengembangka
n sistem
peramalan
banjir dan
informasi dini
berbasis masy.

b. Kerusakan Penetapan, Penetapan Penetapan Penetapan Perda tentang BWS Maluku


tebing sungai pengendalian kawasan kawasan kawasan kawasan Utara
yang dan mitigasi sempadan sempadan sempadan sempadan Bappeda Prov
diakibatkan abrasi sungai, sungai, sungai, Maluku Utara
maupun sehingga sehingga sehingga dapat dan Kab/Kota di

327
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

abrasi dan longsoran dapat dapat digunakan Konservasi WS Halmahera


longsoran tebing digunakan digunakan sebagaimana berbasis Selatan
sebagaimana sebagaimana fungsinya masyarakat Dinas PU (PSDA)
fungsinya fungsinya Penanaman Sosialisasi Prov Maluku
Penanaman Penanaman sempadan oleh dinas Utara da
sempadan sempadan sungai dengan terkait (Dinas Kab/Kota di WS
sungai sungai tanaman yang Perhubungan Halmahera
dengan dengan sesuai dan Dinas PU Selatan
tanaman yang tanaman yang Pengaturan PSDA) Pemda Prov
sesuai sesuai kecepatan Rencana kerja Maluku Utara
Pengaturan Pengaturan kapal yang instansi dan Kab/Kota di
kecepatan kecepatan melintas di terkait WS Halmahera
kapal yang kapal yang sungai Selatan
melintas di melintas di Pembangunan Pemda Prov
sungai sungai struktur Maluku Utara
Pembangunan pengaman dan Kab/Kota
struktur tebing
pengaman
tebing

c. Potensi Pencegahan Penetapan Penetapan Penetapan Sosialisasi Dinas PU (PSDA)


terjadinya dini terhadap kawasan kawasan kawasan rawan terkait Prov Maluku
tsunami karena bencana rawan rawan bencana bencana Utara da
wilayah tsunami bencana bencana tsunami, tsunami dan Kab/Kota di WS
sungainya sehingga tsunami, tsunami, sehingga perlu evakuasi oleh Halmahera
terletak di dapat sehingga sehingga dicermati instansi Selatan
pertemuan meminimalisi perlu perlu dalam terkait Pemda Prov
lempeng dicermati dicermati Maluku Utara

328
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

sehingga sering r dampak dalam dalam peruntukannya SISDA dan Kab/Kota di


terjadi gempa peruntukanny peruntukanny peringatan WS Halmahera
a a dini tsunami Selatan

2 Penanggulangan a. Banyak sampah Adanya Menyusun Menyusun Menyusun Perda tentang Bapedalda Prov.
dan sedimen di pedoman pedoman pedoman pedoman persampahan Maluku Utara
sungai dalam penanggulang penanggulang penanggulanga Rencana kerja dan Kab/Kota di
mengatasi an sampah an sampah n sampah dan instansi WS Halmahera
persampahan dan sedimen dan sedimen sedimen terkait Selatan
dan sedimen Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan BWS Maluku
peran serta peran serta peran serta Utara
masyarakat masyarakat masyarakat Pemda Prov
dalam dalam dalam Maluku Utara
penertiban penertiban penertiban dan Kab/Kota di
pembuangan pembuangan pembuangan WS Halmahera
sampah sampah sampah Selatan
Membangun Meningkatkan
bangunan bangunan
pengendali pengendali
banjir dan banjir dan
sedimen sedimen

b. Kurang Kesiapan Menyiapkan Pelatihan dan Pelatihan dan Sosialisasi BWS Maluku
sigapnya dalam masyarakat bahan dan penyusunan penyusunan oleh dinas Utara
penanggulangan dan peralatan panduan panduan terkait Dinas PU Prov
bencana stakeholder guna praktis bagi praktis bagi Maluku Utara

329
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

dalam penanggulang masyarakat masyarakat penanggulang dan Kab/Kota si


menghadapi an darurat dalam dalam an WS Halmahera
bencana bencana menghadapi menghadapi Kerjasama Selatan
antara lain : bencana bencana dari pihak Dinas Sosial
karung- Menyiapkan Menyiapkan masyarakat Prov Maluku
karung bahan dan bahan dan dan instansi Utara dan
plastik, peralatan peralatan guna terkait Kab/Kota di WS
bronjong guna penanggulanga Halmahera
kawat, perahu penanggulang n darurat Selatan
karet, an darurat bencana antara
pelampung, bencana lain : karung-
antara lain : karung plastik,
karung- bronjong
karung kawat, perahu
plastik, karet,
bronjong pelampung,
kawat, perahu tenda dll
karet,
pelampung,
tenda dll

330
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

3 Pemulihan a. Rusaknya Memulihkan Inventarisasi Inventarisasi Inventarisasi Rencana kerja BWS Maluku
bangunan fungsi prasarana prasarana prasarana yang instansi Utara
sarana dan prasarana yang rusak yang rusak rusak terkait Dinas PU Prov
prasarana sumber daya Pemulihan Pemulihan Pemulihan Maluku Utara
akibat bencana air fungsi fungsi fungsi dan Kab/Kota si
prasarana prasarana prasarana WS Halmahera
sumber daya sumber daya sumber daya Selatan
air air air Dinas Sosial
Prov Maluku
Utara dan
Kab/Kota di WS
Halmahera
Selatan

331
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
N Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek yg ingin Jangka Pendek Jangka
o Permasalahan Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2032)
(2012 - 2017) (2012 - 2022)

b. Banyaknya Meminimalisi Penanganan Penanganan Penanganan Pengembanga BWS Maluku


penduduk yang r dampak pengungsi pengungsi pengungsi dan n sistem Utara
menjadi korban banjir dan korban dan korban korban informasi Dinas PU Prov
banjir bencana bencana bencana peringatan Maluku Utara
Penguatan Penguatan Penguatan dini dan dan Kab/Kota si
fungsi fungsi fungsi tanggap WS Halmahera
SATKORLAK SATKORLAK SATKORLAK bencana Selatan
Bencana Bencana Bencana Dinas Sosial
Pembuatan Pembuatan Prov Maluku
peringatan peringatan dini Utara dan
dini bencana bencana Kab/Kota di WS
berbasis berbasis Halmahera
masyarakat masyarakat Selatan
Pemda Prov
Maluku Utara
dan Kab/Kota di
WS Halmahera
Selatan

332
4.1.3.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pengelolaan a. Belum Terwujudnya Mengembangka Mengembangka Mengembangka Memperkuat BWS Maluku


Sistem tersedia sistem yang n sistem n sistem n sistem dan Utara
Informasi informasi dapat informasi informasi informasi memperluas Pemda Prov
Sumber data sumber mengakses sumber daya sumber daya sumber daya jaringan Maluku Utara
Daya Air daya air data secara air yang air yang air yang informasi dan Kab/Kota di
yang akurat, tepat bersifat bersifat bersifat sistem antar WS Halmahera
dan mudah informatif, informatif, informatif, lembaga Selatan
diakses aktual dan aktual dan aktual dan Instansi yang
mudah diakses mudah diakses mudah diakses terkait dengan
masyarakat masyarakat masyarakat informasi data
sumber daya air

b. Manajemen Terwujudnya Sosialisasi dan Sosialisasi dan Sosialisasi dan Kesepakatan BWS Maluku
pengelolaan sistem pelatihan di pelatihan di pelatihan di dalam Utara
wilayah pengelolaan instansi terkait instansi terkait instansi terkait pengelolaan Pemda Prov
sungai yang wilayah dengan dengan dengan sungai (one Maluku Utara
kurang river, one plan, dan Kab/Kota di

333
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

terpadu sungai yang pengelolaan pengelolaan pengelolaan one integrated WS Halmahera


karena terpadu sungai sungai sungai management) Selatan
berlakunya Penyusunan Penyusunan Penyusunan Rencana kerja Instansi yang
otonomi Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk instansi terkait terkait dengan
dareah PSDA di tiap PSDA di tiap PSDA di tiap informasi data
(konflik wilayah sungai wilayah sungai wilayah sungai sumber daya air
kepentingan,
pengelolaan
WS menjadi
parsial, cara
pandang
yang
berbeda di
setiap
wilayah)

c. Pengelolaan Data semakin Mengembangka Mengembangka Mengembangka Penyusunan BWS Maluku


masih baik dan n sistem n sistem n sistem data base dari Utara
bersifat mudah database yang database yang database yang tiap wilayah Pemda Prov
interen, diakses komprehensif komprehensif komprehensif sungai Maluku Utara
belum dengan satu dengan satu dengan satu dan Kab/Kota di
memiliki institusi institusi institusi WS Halmahera
jaringan pengelola pengelola pengelola Selatan
antar Instansi yang
instansi terkait dengan
terkait informasi data
sumber daya air

334
Strategi
Hasil Analisis / Sasaran/Target
Kebijakan Lembaga/Instansi
No Sub Aspek yg ingin Jangka
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
dicapai Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

d. Belum Kesiapsiagaa Pengembangan Pengembangan Pengembangan Mengembangka BWS Maluku


adanya n terhadap sistem sistem sistem n sistem Utara
sistem bencana peringatan dini peringatan dini peringatan dini informasi dan Pemda Prov
informasi mengenai mengenai mengenai telekomunikasi Maluku Utara
dini bencana bencana bencana bencana untuk dan Kab/Kota di
mengurangi WS Halmahera
dampak Selatan
bencana Instansi yang
terkait dengan
informasi data
sumber daya air

4.1.3.5 Aspek Pemberdayaan Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam


Pengelolaan Sumber Daya Air

Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

1 Pemberdayaan a. Kurangnya Lembaga/wada Mengembangka Mengembangka Mengembangka Pengembanga BWS Maluku


para pemilik peran serta h koordinasi n koordinasi n koordinasi n koordinasi n Utara
kepentingan masyarakat Pengelolaan antar lembaga antar lembaga antar lembaga kelembagaan Pemda Prov
(stakeholders) dalam / wadah Maluku Utara

335
Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

dan Lembaga kelembagaan Melibatkan Melibatkan Melibatkan koordinasi dan Kab/Kota di


Sumber Daya pengelolaan masyarakat masyarakat masyarakat pengelolaan WS Halmahera
Air sumber daya dalam kegiatan dalam kegiatan dalam kegiatan sumber daya Selatan
air pengelolaan pengelolaan pengelolaan air LSM
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

b. Kurangnya Meningkatnya Membentuk Membentuk Membentuk Meningkatka BWS Maluku


kordinasi koordinasi wadah wadah wadah n Koordinasi Utara
antar pihak antar pihak koordinasi koordinasi koordinasi dalam Pemda Prov
yang terkait dalam antar pihak antar pihak antar pihak kegiatan Maluku Utara
dalam pengelolaan terkait terkait terkait pengelolaan dan Kab/Kota di
pengelolaan sumber daya Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
sumber daya air koordinasi koordinasi koordinasi air Selatan
air antar pihak antar pihak antar pihak LSM
terkait dalam terkait dalam terkait dalam
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
informasi informasi informasi
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

336
Strategi
N Hasil Analisis / Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/Instansi
Sub Aspek Jangka
o Permasalahan yg ingin dicapai Jangka Pendek Jangka Panjang Operasional yg Terkait
Menengah
(2012 - 2017) (2012 - 2032)
(2012 - 2022)

2 Keterlibatan Rendahnya Meningkatnya Menyusun Menyusun Menyusun Meningkatka BWS Maluku


dan tingkat kesadaran pedoman pedoman pedoman n peran Utara
Peningkatan kesadaran masyarakat sosilisasi sosilisasi sosilisasi masyarakat Pemda Prov
Peran Serta masyarakat untuk untuk untuk untuk dalam Maluku Utara
Masyarakat terhadap berpartisipasi pelatihan pelatihan pelatihan pengelolaan dan Kab/Kota di
lingkungan dalam Melakukan Melakukan Melakukan sumber daya WS Halmahera
dan sumber pengelolaan sosialisasi dan sosialisasi dan sosialisasi dan air Selatan
daya air sumber daya pemahaman ke pemahaman ke pemahaman ke LSM
air masyarakat masyarakat masyarakat
terkait dengan terkait dengan terkait dengan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya sumber daya sumber daya
air air air

337
4.2 Peta Tematik Kebijakan Operasional

4.2.1 SKENARIO EKONOMI TINGGI

4.2.1.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-28Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air Ekonomi Tinggi

338
4.2.1.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

339
Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-29Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air Ekonomi Tinggi

340
341
4.2.1.3 Aspek Daya Rusak Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-30Peta Tematik Aspek Daya Rusak Air Ekonomi Tinggi

342
343
4.2.1.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-31Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air Ekonomi Tinggi

344
345
4.2.1.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-32Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Bidang Sumber Daya Air Ekonomi Tinggi

346
347
4.2.2 SKENARIO EKONOMI SEDANG

4.2.2.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-33Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air Ekonomi Sedang

348
349
4.2.2.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-34Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air Ekonomi Sedang

350
351
4.2.2.3 Aspek Daya Rusak Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-35Peta Tematik Aspek Daya Rusak Air Ekonomi Sedang

352
353
4.2.2.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-36Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air Ekonomi Sedang

354
355
4.2.2.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-37Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Bidang Sumber Daya Air Ekonomi Sedang

356
357
4.2.3 SKENARIO EKONOMI RENDAH

4.2.3.1 Aspek Konservasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-38Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air Ekonomi Rendah

358
359
4.2.3.2 Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-39Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air Ekonomi Rendah

360
361
4.2.3.3 Aspek Daya Rusak Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-40Peta Tematik Aspek Daya Rusak Air Ekonomi Rendah

362
363
4.2.3.4 Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-41Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air Ekonomi Rendah

364
365
4.2.3.5 Aspek Pemberdayaan dan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Gambar BAB 4 KEBIJAKAN OPERASIONAL-42Peta Tematik Aspek Pemberdayaan Sumber Daya Air Ekonomi Rendah

366
367
5 BAB 5
PENUTUP

Demikian Eksekutif Summary dari pekerjaan Studi Pola Wilayah Sungai


Halmahera Selatan telah kami susun. Segala ketentuan yang tercantum dalam
KAK telah kami laksanakan dengan sebaik mungkin dengan harapan pekerjaan ini
dapat dikerjakan dengan baik dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Balai Wilayah
SungaiMaluku Utara atas kepercayaan yang diberikan serta Direksi Pekerjaan
yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini. Demikian Laporan
Antara ini kami sampaikan, kami berharap mendapatkan koreksi dan masukan
untuk kesempurnaan dalam penyusunan laporan ini.

368

Anda mungkin juga menyukai