Anda di halaman 1dari 232

SURAT EDARAN

DIREKTUR JENDERAL
CIPTA KARYA
Nomor : 03/SE/DC/2022
Tentang
Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah di Lingkungan
Direktorat Jenderal Cipta Karya
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
DIREKTORAT SISTEM DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN
Jl. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru - Jakarta 12110 Telp. 021-72796581 Fax. 021-72799232

Yth,
1. Para Pimpinan Tinggi Madya; dan
2. Para Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah.
SURAT EDARAN
Nomor: 03/SE/DC/2022

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

A. Umum
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menjadi
legitimasi yang kuat akan peran penting tanah dalam
keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Permasalahan
ketidaksiapan tanah dalam pelaksanaan pembangunan akan
berdampak kepada permasalahan hukum, perubahan output
dan outcome, keterlambatan pelelangan, keterlambatan
konstruksi, perubahan desain, dan lainnya. Demikian halnya
dengan pelaksanaan infrastruktur permukiman, banyak
permasalahan pengadaan dan penyediaan tanah yang
berimplikasi kepada kegagalan pembangunan bidang
infrastruktur permukiman. Meskipun sudah terbit Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, namun masih
banyak permasalahan pengadaan tanah yang terjadi.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum menjadi legitimasi yang kuat akan peran
penting tanah dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 2021, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum. Peraturan Pemerintah yang terdiri dari 7
bab dan 143 pasal ini meliputi penyelenggaraan dan kemudahan
pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pengaturan kemudahan tanah untuk kepentingan umum
dilakukan untuk mendukung percepatan pelaksanaan
1
pembangunan infrastruktur yang selama ini banyak terkendala
oleh permasalahan pengadaan tanah. Pengadaan tanah
merupakan tahapan awal dalam pembangunan infrastruktur
yang berpengaruh terhadap keberhasilan tahapan selanjutnya.
Melalui petunjuk teknis ini, diharapkan proses pengadaan tanah
bagi pembangunan infrastruktur di lingkungan Direktorat
Jenderal Cipta Karya dapat dilaksanakan secara terkoordinasi,
sesuai peraturan, dan tepat waktu. Berdasarkan kondisi diatas
maka Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat menyusun Surat Edaran yang
mengatur Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah di Lingkungan
Direktorat Jenderal Cipta Karya.

B. Dasar Pembentukan
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan


Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6631);

2
6. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5883) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 6624);

7. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan


Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4);

8. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 tentang


Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka
Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 130);

9. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2020 tentang


Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional;

10. Keputusan Presiden Nomor 195/TPA Tahun 2020 tentang


Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

11. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan


Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden
Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 130);

3
12. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 672);

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Nomor 13 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 473);

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 554) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 16
Tahun 2020 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Di Kementerian Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 1144).

C. Maksud dan Tujuan


1. Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai acuan bagi seluruh
Balai/Satker/PPK/Para Pihak dalam melaksanakan
pengadaan tanah bagi pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya untuk kepentingan umum.
2. Surat Edaran ini memiliki tujuan untuk mewujudkan
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya sesuai
prosedur dan mekanisme yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

D. Ruang Lingkup
Lingkup Surat Edaran ini meliputi:
1. Klasifikasi hak-hak atas objek pengadaan tanah bagi
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
2. Bentuk perubahan atas objek pengadaan tanah bagi
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;

4
3. Pelaku pengadaan tanah bagi pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya;
4. Bentuk ganti kerugian;
5. Penanganan dampak sosial dalam pengadaan tanah;
6. Tata Cara pengadaan tanah;
7. Pemantauan pengadaan tanah;
8. Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) percepatan pengadaan
tanah; dan
9. Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan tanah.

E. Klasifikasi Hak-Hak Atas Objek Pengadaan Tanah Bagi


Pembangunan Sarana Prasarana Bidang Cipta Karya
Klasifikasi hak-hak atas objek pengadaan tanah bagi
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya yaitu:
1. Hak Milik;
2. Hak Guna Usaha;
3. Hak Guna Bangunan;
4. Hak Pakai;
5. Hak Sewa;
6. Hak membuka tanah;
7. Hak memungut hasil hutan; dan
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di
atas serta hak-hak yang sifatnya sementara.

F. Bentuk Perubahan Atas Objek Pengadaan Tanah Bagi


Pembangunan Sarana Prasarana Bidang Cipta Karya
Bentuk perubahan atas objek pengadaan tanah bagi
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya yaitu:
1. Pemindahtanganan dan pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D);
2. Pemindahtanganan dan pendayagunaan aset Badan Usaha
Milik Negara (BUMN);
3. Perizinan pemanfaatan kawasan hutan;
4. Alih fungsi lahan pertanian;
5. Perizinan pemanfaatan ruang manfaat jalan (rumaja) dan
ruang milik jalan (rumija);
6. Perizinan pemanfaatan sempadan sungai, danau, rawa, dan
pantai;
7. Perizinan perpotongan dan persinggungan dengan jalur
kereta api;

5
8. Pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di lingkungan
Kementerian Perhubungan;
9. Penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di
lingkungan Kementerian Pertahanan/ TNI dan POLRI; dan
10. Pemanfaatan dan penggunaan BMN pada kegiatan hulu
minyak dan gas.
G. Pelaku Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Sarana Prasarana
Bidang Cipta Karya
Pelaku pengadaan tanah bagi pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya yaitu:
1. Pihak yang berhak;
2. Instansi yang memerlukan tanah, yaitu unit kerja di
lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya;
3. Tim penyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
(DPPT);
4. Tim persiapan pengadaan tanah; dan
5. Tim pelaksana pengadaan tanah.
H. Bentuk Ganti Kerugian
Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak, pengelola dan/atau pengguna barang dalam
proses pengadaan tanah, berupa:
1. Uang;
2. Tanah pengganti;
3. Pemukiman kembali;
4. Kepemilikan saham; atau
5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

I. Penanganan Dampak Sosial Dalam Pengadaan Tanah


Penanganan dampak sosial dalam pengadaan tanah dilakukan
dengan memperhatikan:
1. Kriteria dan persyaratan;
2. Pelaku penanganan dampak sosial; dan
3. Dasar penilaian besaran santunan.
4. Tahapan penanganan dampak sosial dalam pengadaan
tanah.

6
J. Tata Cara Pengadaan Tanah
1. Tata cara pengadaan tanah terdiri atas:
a) Perencanaan pengadaan tanah;
b) Persiapan pengadaan tanah;
c) Pelaksanaan pengadaan tanah; dan
d) Penyerahan hasil;
2. Tata Cara Pengadaan Tanah Skala Kecil
a) Pengadaan tanah secara langsung; atau

b) dengan menggunakan tahapan pengadaan tanah.

K. Tata Cara Penanganan Dampak Sosial dalam Pengadaan Tanah


Tata Cara Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan secara
tahapan terdiri atas:
1. Persiapan;
2. Pendataan, verifikasi, dan validasi;
3. Penetapan penilai;
4. Pemberian santunan atau relokasi;
5. Penitipan uang santunan; dan
6. Pendokumentasian dan pengadministrasian.

L. Tata Cara Perubahan Status Atas Objek Pengadaan Tanah


1. Pemindahtanganan dan pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D);
2. Pemindahtanganan dan pendayagunaan aset Badan Usaha
Milik Negara (BUMN);
3. Perizinan pemanfaatan kawasan hutan;
4. Alih fungsi lahan pertanian;
5. Perizinan pemanfaatan ruang manfaat jalan (rumaja) dan
ruang milik jalan (rumija);
6. Perizinan pemanfaatan sempadan sungai, danau, rawa, dan
pantai;
7. Perizinan perpotongan dan persinggungan dengan jalur
kereta api;
8. Pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di lingkungan
Kementerian Perhubungan;
9. Penggunaan, Pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di
lingkungan Kementerian Pertahanan/ TNI dan POLRI; dan
10. Pemanfaatan dan penggunaan BMN pada kegiatan hulu
minyak dan gas.

7
M. Pemantauan Pengadaan Tanah
Mekanisme pemantauan pengadaan tanah dilakukan melalui
tahapan:
1. Pemantauan status paket kegiatan pengadaan tanah;
2. Pemantauan tahap perencanaan;
3. Pemantauan kemajuan pengadaan tanah; dan
4. Pelaporan pemantauan pengadaan tanah.
N. Pembentukan Satuan Tugas dan Tim Percepatan Pengadaan
Tanah
1. Satuan tugas percepatan pengadaan tanah ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Cipta Karya.
2. Satuan tugas percepatan pengadaan tanah paling sedikit
terdiri atas:
a. Pengarah
1) Direktur Jenderal Cipta Karya;
2) Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya;
3) Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan
Infrastruktur Permukiman;
4) Direktur Air Minum;
5) Direktur Sanitasi;
6) Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman;
7) Direktur Bina Penataan Bangunan;
8) Direktur Prasarana Strategis;
9) Direktur Kepatuhan Intern;
10) Direktur Bina Teknik Permukiman dan Perumahan.
b. Pelaksana
1) Kasubdit Koordinasi Pengadaan Tanah, Pemantauan,
dan Evaluasi;
2) Kabag Keuangan, Pengelolaan Barang Milik Negara dan
Barang Persediaan Bencana;
3) Kabag Hukum dan Komunikasi Publik;
4) Kasubdit Perencanaan Teknis Sistem Penyediaan Air
Minum;
5) Kasubdit Perencanaan Teknis Sanitasi;
6) Kasubdit Perencanaan Teknis Pengembangan Kawasan
Permukiman;
7) Kasubdit Perencanaan Teknis Penataan Bangunan;
8) Kasubdit Perencanaan Teknis Prasarana Strategis;
9) Kasubdit Pembinaan dan Pengembangan Kepatuhan
Intern dan Manajemen Risiko;
8
10) Kasubdit Keandalan Bangunan Gedung;
11) Kepala Balai di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta
Karya.
c. Sekretariat
Pejabat Fungsional di lingkungan Direktorat Jenderal
Cipta Karya.

3. Tim Percepatan Pengadaan Tanah terdiri atas antara lain:


a. Kasubag Umum dan Tata Usaha;
b. Kasi Pelaksanaan Wilayah;
c. Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Wilayah;
d. Pejabat Fungsional di lingkungan Balai;
e. Pejabat Pemerintah Daerah.

4. Tugas Satgas Percepatan Pengadaan Tanah dan Tim


Percepatan Tanah, antara lain:
a. Melaksanakan pemantauan penyelenggaraan pengadaan
tanah;
b. Memastikan penyediaan lahan guna menjamin
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya tepat
waktu, tepat mutu, tepat administrasi, tepat biaya;
c. Mendukung koordinasi pengadaan tanah dalam
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
d. Memberi masukan kebijakan dan strategi pengadaan
tanah;
e. Menyusun laporan.

O. Standar Operasional Prosedur Pengadaan Tanah


SOP pengadaan tanah, yaitu:
1. SOP Penyusunan DPPT;
2. SOP Persiapan Pengadaan Tanah;
3. SOP Pelaksanaan Pengadaan Tanah; dan
4. SOP Penyerahan Hasil.

9
P. Penutup
1. Ketentuan lebih rinci mengenai petunjuk pelaksanaan
pengadaan tanah di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta
Karya tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
2. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Demikian atas perhatian Saudara disampaikan terima kasih.

Tembusan:
1. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
2. Para Gubenur Seluruh Indonesia;
3. Para Bupati/Wali Kota Seluruh Indonesia;
4. Pertinggal.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 03 Januari 2022

DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA,

Ir. DIANA KUSUMASTUTI, M.T.


NIP. 196707171996032002

10
LAMPIRAN
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA
KARYA
NOMOR : 03/SE/DC/2022
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH DI
LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh/ penentu keberhasilan penyelenggaraan
pembangunan. Untuk itu, tata kelola pengadaan tanah perlu
dioptimalkan dalam menghadirkan sarana prasarana bidang
Cipta Karya yang berkualitas bagi masyarakat. Pembebasan
tanah untuk proyek infrastruktur sampai saat ini masih
menjadi persoalan utama yang dihadapi dalam percepatan
penyediaan infrastruktur di Indonesia. Meskipun sudah
terbit Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, namun masih banyak permasalahan pengadaan
tanah yang terjadi. Hadirnya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
menjadi legitimasi yang kuat akan peran penting tanah
dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan.

1
Pada tahun 2021, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum. Peraturan Pemerintah yang
terdiri dari 7 bab dan 143 pasal ini meliputi penyelenggaraan
dan kemudahan pengadaan tanah untuk Proyek Strategis
Nasional (PSN). Pengaturan kemudahan tanah untuk
kepentingan umum dilakukan untuk mendukung
percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang
selama ini banyak terkendala oleh permasalahan pengadaan
tanah. Pengadaan tanah merupakan tahapan awal dalam
pembangunan infrastruktur yang berpengaruh terhadap
keberhasilan tahapan selanjutnya.
Permasalahan pengadaan tanah akibat ketidaksiapan tanah
dalam pelaksanaan pembangunan akan berdampak kepada
permasalahan hukum, perubahan output dan outcome,
keterlambatan pelelangan, keterlambatan konstruksi,
perubahan desain, dan lainnya. Demikian halnya dengan
pelaksanaan sarana prasarana bidang Cipta Karya, banyak
permasalahan pengadaan dan penyediaan tanah yang
berimplikasi kepada kegagalan pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya. Pengadaan tanah untuk
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya bukan
sepenuhnya menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Cipta
Karya karena bersifat tugas konkuren. Pembangunan
Sarana Prasarana Bidang Cipta Karya adalah urusan
pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan
dasar, yang bersifat konkuren yaitu adanya pembagian
peran antara Pemerintah Pusat, pemerintah daerah Provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

2
Pengadaan tanah sarana prasarana bidang Cipta Karya pada
umumnya menjadi tugas pemerintah daerah dan
merupakan readiness criteria dalam penyelenggaraan
pembangunan.
Mengutip amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 12, bahwa urusan pekerjaan
umum dan penataan ruang merupakan urusan wajib
pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Akses aman air minum dan sanitasi layak merupakan
bagian dari urusan pekerjaan umum dan penataan ruang
tersebut (lampiran C). Pada Pasal 9, sub bidang air minum
dan sanitasi termasuk dalam urusan pemerintahan
konkuren. Menyikapi karakteristik tugas konkuren ini dapat
dipahami bahwa penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), pengembangan sistem air limbah, dan
sistem pengelolaan persampahan melibatkan dan
memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik dari unsur
Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah sesuai
kewenangannya masing-masing.
Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam
pembangunan adalah penyediaan lahan belum dilakukan
sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga bermasalah
di tahap selanjutnya. Hal ini berdampak kepada risiko
keterlambatan pelaksanaan konstruksi akibat lamanya
proses pengadaan tanah, lahan tidak bisa dieksekusi
padahal proses pelelangan sudah dilakukan, sementara
pemerintah daerah belum memberikan solusi lahan baru.
Ada juga permasalahan lahan yang tidak memenuhi
persyaratan, misalnya belum ada jalan akses, belum ada
jaringan listrik, dan lainnya sehingga proses konstruksi
tidak dapat dilakukan.

3
Selain itu terdapat permasalahan komitmen pemerintah
daerah yang tidak dipenuhi sehingga mengalami
keterlambatan penganggaran APBD dalam pengadaan lahan
padahal DIPA APBN telah terbit untuk pelaksanaan
konstruksi.
Selain permasalahan pengadaan tanah, pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya juga mengalami
kendala dalam hal penyediaan tanah melalui proses
perizinan untuk tanah yang dikuasai oleh instansi
pemerintah dan BUMN/BUMD. Hal ini juga berimplikasi
kepada kegagalan pembangunan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya. Beberapa kendala yang
dihadapi adalah lamanya proses perizinan untuk tanah yang
dikuasai instansi pemerintah dan BUMN/BUMD serta
persyaratan dan mekanisme perizinan yang sangat beragam
tidak dipersiapkan secara matang pada tahap perencanaan
tanah. Beberapa diantaranya adalah proyek-proyek yang
berada di kawasan hutan yang dikuasai oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melintasi rel kereta api/
bandar udara / pelabuhan, lahan yang dikuasai oleh
TNI/POLRI, sempadan sungai dan pantai, kawasan heritage
dan warisan budaya, dan kawasan objek vital lainnya.
Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat c.q. Direktorat Jenderal Cipta Karya perlu
merumuskan tata cara pengadaan tanah pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya dalam upaya
percepatan pencapaian target pembangunan nasional
sarana prasarana bidang Cipta Karya.

4
Upaya tersebut dilakukan melalui penyusunan petunjuk
teknis pengadaan tanah bagi pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya yang menjadi acuan bagi
stakeholder internal maupun eksternal Kementerian PUPR.

1.2 PRINSIP
Prinsip pengadaan tanah pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya adalah:
1. Keadilan;

2. Keseimbangan antara kepentingan negara dengan


kepentingan masyarakat;
3. Menjunjung tinggi hak asasi manusia;

4. Perlindungan hak-hak dasar masyarakat;

5. Demokratis;

6. Mengedepankan asas musyawarah; dan

7. Transparan.

1.3 PENGERTIAN
1. Instansi yang Memerlukan Tanah adalah lembaga negara,

kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,


pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Badan
Bank Tanah dan badan hukum milik negara/badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang
mendapat penugasan khusus Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah atau Badan Usaha yang
mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga
negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, badan hukum milik negara/badan
usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dalam rangka
penyediaan infrastruktur untuk Kepentingan Umum.

5
2. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah

dengan cara memberi Ganti kerugian yang layak dan adil.


3. Pengadaan Tanah Skala Kecil adalah kegiatan
menyediakan tanah untuk luasan yang tidak lebih dari 5
(lima) hektare.
4. Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau
program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha yang
memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan
dan pemerataan pembangunan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan daerah.
5. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah yang
selanjutnya disingkat DPPT adalah dokumen yang
disusun dan ditetapkan oleh Instansi yang Memerlukan
Tanah dalam tahapan perencanaan pengadaan tanah
berdasarkan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah

dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang


berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.
7. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau

memiliki Objek Pengadaan Tanah.


8. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan

hukum antara pemegang hak dengan tanah termasuk


ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah
untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan
memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas
tanah, dan/atau ruang di bawah tanah.

6
9. Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara,

dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah


Pusat/Pemerintah Daerah dan digunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.
10. Tanah Negara atau Tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara yang selanjutnya disebut Tanah Negara adalah


Tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas
Tanah, bukan tanah wakaf, bukan tanah ulayat dan/atau
bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik
daerah.
11. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang

kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan


kepada pemegang Hak Pengelolaan.
12. Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau

musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna


mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam
Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan
Umum.
13. Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan

hukum dari Pihak yang Berhak kepada negara.


14. Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil

kepada Pihak yang Berhak, Pengelola dan/atau Pengguna


Barang dalam proses Pengadaan Tanah.
15. Penilai Pertanahan yang selanjutnya disebut Penilai
adalah Penilai Publik yang telah mendapat lisensi dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk
menghitung nilai objek kegiatan Pengadaan Tanah bagi
pembangunan untuk Kepentingan Umum, atau kegiatan
pertanahan dan penataan ruang lainnya.

7
16. Penilai Publik adalah orang perseorangan yang
melakukan penilaian secara independen dan profesional
yang telah mendapat izin praktik penilaian dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan negara.
17. Zona Nilai Tanah adalah gambaran nilai tanah yang relatif

sama, dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang


batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai
dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan
nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan
analisis petugas dengan metode perbandingan harga
pasar dan biaya yang dimuat dalam peta Zona Nilai Tanah
dan ditetapkan oleh kepala Kantor Pertanahan.
18. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan

bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman


serta melakukan pengelolaan barang milik
negara/daerah.
19. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan

penggunaan BMN/daerah.
20. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan

hukum yang didirikan di wilayah NKRI dan melakukan


usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
21. Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi
pembangunan untuk Kepentingan Umum yang
ditetapkan dengan keputusan gubernur/bupati/walikota
yang dipergunakan sebagai izin untuk Pengadaan Tanah,
perubahan penggunaan tanah, dan peralihan Hak Atas
Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk
Kepentingan Umum.

8
22. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia

yang memegang kekuasaan pemerintahan negara


Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
23. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin


pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
24. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian adalah


kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata
ruang.
25. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata
ruang.
26. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang
selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi
vertikal Kementerian di provinsi.
27. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Kementerian

di kabupaten/kota.
28. Tim Persiapan Pengadaan Tanah yang selanjutnya
disebut Tim Persiapan adalah tim yang dibentuk oleh
gubernur/bupati/ walikota untuk membantu
gubernur/bupati/walikota dalam melaksanakan
pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal
lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi Publik
rencana pembangunan.

9
29. Tim Kajian Keberatan yang selanjutnya disebut Tim

Kajian adalah tim yang dibentuk oleh


gubernur/bupati/walikota untuk membantu
gubernur/bupati/walikota melaksanakan inventarisasi
masalah yang menjadi alasan keberatan, melakukan
pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan,
melakukan kajian dan membuat rekomendasi diterima
atau ditolak keberatan.
30. Tim Verifikasi adalah tim yang dibentuk oleh
gubernur/bupati/ walikota atau kepala Kantor Wilayah
untuk meneliti kelengkapan dokumen penyelenggaraan
Pengadaan Tanah.
31. Satuan Tugas yang selanjutnya disebut Satgas adalah

satuan yang dibentuk oleh ketua pelaksana Pengadaan


Tanah untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Tanah.
32. Lembaga Profesional dan/atau Ahli adalah pihak yang

mempunyai keahlian tertentu dalam membantu Instansi


yang Memerlukan Tanah menyusun DPPT.
33. Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas

permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan


tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan pada bidang tanah.
34. Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah

permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan


tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan pada bidang tanah.

10
35. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah
kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan rencana tata ruang.
36. Dampak Sosial adalah perubahan lingkungan sosial dan

keadaan sosial akibat dari kegiatan Pengadaan Tanah


bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
37. Dampak Lingkungan adalah pengaruh perubahan pada

lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan Pengadaan


Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
38. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat.

2. PEMAHAMAN DASAR

2.1 PERMASALAHAN PENGADAAN TANAH DI LINGKUNGAN


DITJEN CIPTA KARYA
Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dan
permasalahan pembangunan adalah penyediaan lahan
belum di lakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku
sehingga bermasalah di tahap selanjutnya. Hal ini
berdampak kepada risiko keterlambatan pelaksanaan
konstruksi akibat lamanya proses pengadaan tanah.
Kemudian lahan tidak bisa dieksekusi padahal proses
pelelangan sudah dilakukan, sementara pemda belum
memberikan solusi lahan baru. Ada juga permasalahan
lahan yang tidak memenuhi persyaratan, misalnya belum
ada jalan akses, belum ada jaringan listrik, dan lainnya
sehingga proses konstruksi tidak dapat dilakukan.
Kemudian ada juga permasalahan

11
komitmen pemerintah daerah yang tidak dipenuhi sehingga
mengalami keterlambatan penganggaran APBD dalam
pengadaan lahan padahal DIPA APBN telah terbit untuk
pelaksanaan konstruksi.
Selain permasalahan pengadaan tanah, pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya juga mengalami
kendala dalam hal penyediaan tanah melalui proses
perizinan untuk tanah yang dikuasai oleh instansi
pemerintah dan BUMN/BUMD. Hal ini juga berimplikasi
kepada permasalahan pembangunan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya. Beberapa kendala yang
dihadapi adalah lamanya proses perizinan untuk tanah yang
dikuasai instansi pemerintah dan BUMN/BUMD serta
persyaratan dan mekanisme perizinan yang sangat beragam
tidak dipersiapkan secara matang pada tahap perencanaan
tanah. Beberapa diantaranya adalah proyek-proyek yang
berada di kawasan hutan yang dikuasai oleh Kementerian
LHK, melintasi rel kereta api/ bandar udara/ pelabuhan,
lahan yang dikuasai oleh TNI/POLRI, sempadan sungai dan
pantai, kawasan heritage dan warisan budaya, dan kawasan
objek vital lainnya.

2.2 URGENSI PETUNJUK TEKNIS


Urgensi penyusunan Petunjuk Teknis pengadaan tanah di
lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan
bagian dari amanat peraturan perundang-undangan yang
berlaku khususnya dengan terbitnya UU Nomor 2 Tahun
2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

12
Kemudian, penyusunan Petunjuk Teknis ini juga diperlukan
sebagai acuan bagi unit kerja dan balai di lingkungan
Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam melaksanakan
pengadaan tanah untuk pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya serta dasar dalam pengambilan
keputusan tindakan turun tangan terhadap permasalahan-
permasalahan pengadaan tanah di lingkungan Direktorat
Jenderal Cipta Karya.

PENGUATAN
AMANAT UU / PP PELAKSANAAN TEKNIS
KAPASITAS

Amanat Peraturan Acuan Pelaksanaan Penguatan Kapasitas


Perundang-Undangan Pembangunan

UU Nomor 2 Tahun Acuan bagi unit kerja & Peningkatan kapasitas SDM unit kerj
2012 tentang balai di lingkungan DJCK dan balai lingkungan DJCK dalam
melakukan kordinasi pengadaan tanah.
Pengadaan Tanah bagi dalam melaksanakan
Pembangunan untuk pengadaan tanah
Penguatan tatakelola koordinasi
Kepentingan Umum. untuk pembangunan
pengadaan tanah di lingkungan DJCK.
infrastuktur permukiman.
Peraturan Pemerintah
Nomot 19 Tahun 2021 Dasar dalam Mewujudkan penyelenggaraan
pembangunan infrastruktur
tentang Penyelenggaraan pengambilan keputusan
permukiman yang berkualitas
Pengadaan Tanah bagi tindakan turun tangan & akuntabel
Pembangunan Untuk terhadap permasalahan
Kepentingan Umum. - permasalahan
pengadaan tanah di
lingkungan DJCK

Gambar 2-1 : Urgensi Penyusunan Petunjuk Teknis

2.3 PERAN PENGADAAN TANAH DALAM PENYELENGGARAAN


SARANA PRASARANA BIDANG CIPTA KARYA
Pengadaan tanah merupakan bagian dari siklus
penyelenggaraan pembangunan sarana prasarana bidang
Cipta Karya yang berfungsi untuk memastikan tersedianya
lahan dengan kategori clean and clear sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Ketersediaan tanah
dengan kategori clean and clear merupakan faktor yang
berperan dalam memastikan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan target dan rencana yang ditetapkan.

13
Gambar 2-2: Peran dan Fungsi Pengadaan Tanah
2.4 KLASIFIKASI HAK-HAK ATAS OBJEK PENGADAAN TANAH
Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan
bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan
dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. Hak Atas
Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum
antara pemegang hak dengan tanah termasuk ruang di atas
tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai,
memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta
memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di
bawah tanah. Klasifikasi Hak-hak atas tanah adalah:
1) hak milik;
2) hak guna-usaha;
3) hak guna-bangunan;
4) hak pakai;
5) hak sewa;
6) hak membuka tanah;
7) hak memungut-hasil hutan; dan
8) hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas serta hak-hak yang sifatnya sementara.
14
Hak-hak yang sifatnya sementara ialah:
1) hak gadai;
2) hak usaha bagi hasil;
3) hak menumpang; dan
4) hak sewa tanah pertanian.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak
atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian
yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-
undang. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah, meliputi:
1. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;

2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak

tersebut; dan
3. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat.

2.4.1 HAK MILIK


Hak milik memiliki pengertian, yaitu:
1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan Semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial; dan
2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
Berbeda dengan hak atas tanah lainnya, hak milik
tidak memiliki jangka waktu. Yang dapat memiliki hak
milik adalah warga Negara Indonesia, serta badan-
badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah, diantaranya:

15
1) Bank-bank negara;
2) Perkumpulan-perkumpulan koperasi petani;
3) Badan-badan keagamaan; dan
4) Badan-badan sosial.
Sebagaimana disinggung di atas hak milik tidak
memiliki jangka waktu, namun hak milik tetap bisa
berakhir karena alasan-alasan tertentu. Hapusnya
hak milik dapat terjadi dalam hal tanah tersebut
musnah, terjadi pencabutan hak, pemiliknya
menyerahkan tanahnya secara sukarela,
penelantaran, dan beralihnya hak milik kepada orang
asing dan tidak dilepaskan. Pemilik hak milik berhak
untuk mengalihkan tanahnya dengan cara jual beli,
penukaran, hibah, waris (melalui wasiat) dan
perbuatan pengalihan hak lainnya. Selain itu, pemilik
hak milik juga bisa menjadikan tanah hak milik
sebagai jaminan atas hutang dengan pemberian Hak
Tanggungan. Pemilik hak milik dapat mengadakan
perjanjian dengan pihak lainnya sehingga pihak
lainnya ini akan mempunyai Hak Guna Bangunan
(HGB) di atas tanah hak milik.

2.4.2 HAK GUNA USAHA


HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh negara. HGU dapat dimiliki
dengan jangka waktu paling lama 25 tahun, guna
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun. Setelah
jangka waktu HGU tersebut berakhir,

16
Pemilik HGU dapat memohon perpanjangan untuk
waktu yang paling lama 25 tahun. HGU dapat dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan badan-badan hukum
Indonesia yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia. Pemilik HGU berhak
untuk mengalihkan HGU kepada pihak lain. Selain itu
Pemilik HGU juga dapat menjaminkan tanah HGU
tersebut dengan Hak Tanggungan. HGU diberikan
atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar,
dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau
lebih harus memakai investasi modal yang layak dan
teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan
perkembangan zaman.
HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
HGU hapus karena:
1. Jangka waktunya berakhir;

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir

karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;


3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;

5. Ditelantarkan; dan

6. Tanahnya musnah.

Orang atau badan hukum yang mempunyai HGU dan


tidak lagi memenuhi syarat-syarat, dalam jangka
waktu satu tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh HGU,

17
jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika HGU
yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan
dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus
karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak
pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.

2.4.3 HAK GUNA BANGUNAN


HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri. HGB diberikan untuk jangka waktu paling
lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu
paling lama 20 tahun. HGB dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia dan badan-badan hukum Indonesia
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia. HGB terjadi dikarenakan
Penetapan Pemerintah atas tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau atas tanah milik pihak lain.
Terkait dengan HGB atas tanah milik orang lain terjadi
karena pihak yang akan memperoleh HGB telah
mengadakan perjanjian yang berbentuk akta autentik
dengan pemilik hak milik, perjanjian mana yang
bertujuan untuk memperoleh HGB tersebut. Pemilik
HGB berhak untuk mengalihkan HGB kepada pihak
lain. Selain itu Pemilik HGB juga dapat menjaminkan
tanah HGB tersebut dengan Hak Tanggungan.

18
Yang dapat mempunyai HGB adalah warga negara
Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
HGB hapus karena:
1. Jangka waktunya berakhir;

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir

karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;


3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka

waktunya berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;

5. Ditelantarkan; dan

6. Anahnya musnah.

Orang atau badan hukum yang mempunyai HGB dan


tidak lagi memenuhi syarat, dalam jangka waktu satu
tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu
kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan
ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak
guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika HGB yang bersangkutan tidak
dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu
tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan
ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan
diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

19
2.4.4 HAK PAKAI
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya. Yang dapat memiliki hak
pakai antara lain:
1) Warga Negara Indonesia;
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan
di Indonesia.
Berbeda dengan hak-hak lainnya, pemilik hak pakai
tidak dapat mengalihkan hak pakai tersebut kepada
pihak lain, kecuali dengan izin dari pejabat yang
berwenang (apabila hak pakai diperoleh dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara) atau izin dari
pemilik tanah (apabila hal itu dimungkinkan dalam
perjanjian dengan pemilik tanah). Pemilik hak pakai
juga tidak memiliki hak untuk menjaminkan
tanahnya sebagai jaminan atas hutang. Selain itu, hak
pakai dapat diberikan kepada orang asing atau badan
hukum asing. Beranjak dari hal tersebut, peraturan
perundang-undangan di Indonesia memberikan hak
bagi orang asing untuk dapat memiliki tempat tinggal
dengan Hak Pakai.

20
Syarat dan ketentuan bagi orang asing untuk dapat
memiliki tempat tinggal dengan Hak Pakai lebih lanjut
diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 103 tahun 2015 tentang Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia. Hak pakai dapat
diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun
dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu. Hak pakai yang diberikan
untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan
kepada:
1. Departemen, lembaga pemerintah non departemen,
dan pemerintah daerah;
2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional;
3. Badan keagamaan dan badan sosial.
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat
yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

2.4.5 HAK SEWA


Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa
atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewa. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:

21
1) Warga Negara Indonesia;
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia. Selain hak pakai, hak sewa juga
memungkinkan untuk diberikan kepada orang atau
badan hukum asing.

2.4.6 HAK MEMBUKA TANAH DAN MEMUNGUT HASIL


HUTAN
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
hanya dapat dipunyai oleh warga-negara Indonesia
dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara
sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas
tanah itu. Hak memungut hasil hutan adalah hak
yang dimiliki oleh warga atau anggota dalam
masyarakat hukum tertentu untuk memungut hasil
hutan yang termasuk wilayah masyarakat hukum
tersebut. Orang yang akan memungut hasil hutan
harus mendapat izin terlebih dahulu dari kepala
persekutuan hukum yang bersangkutan atau kepala
adat dan luas tanah tidak lebih dari 2 Ha. Jika luas
tanahnya mencapai 5 Ha, harus ada izin dari Bupati
setempat.

22
Izin ini penting kerena pengaturan mengenai
larangannya sudah jelas di dalam Undang-Undang
yang melarang setiap orang yang menebang pohon
atau memanen atau memungut hasil hutan dalam
hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin
dari pejabat yang berwenang. Jadi setiap warga negara
Indonesia memiliki hak atas pemungutan hasil hutan.
Tapi perlu di ingat, pemungutan hasil hutan ini ada
mekanismenya atau prosedurnya. Yang tujuannya
agar masyarakat memiliki rasa tanggungjawab dalam
rangka memilihara dan menjaga kelestarian hutan.

2.4.7 HAK-HAK LAIN YANG TIDAK TERMASUK DALAM


HAK-HAK TERSEBUT DI ATAS SERTA HAK-HAK
YANG SIFATNYA SEMENTARA.
Untuk melindungi adanya hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak tersebut di atas,
diantaranya ketentuan mengenai hak ulayat dari
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, yang
mendudukkan hak itu pada tempat yang sewajarnya
didalam alam bernegara dewasa ini. Hak Ulayat
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat atau yang serupa
itu adalah hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
yang bersifat komunal untuk menguasai, mengelola
dan/atau memanfaatkan, serta melestarikan wilayah
adatnya sesuai dengan tata nilai dan hukum adat
yang berlaku.

23
Pelaksanaan Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat atas Tanah di wilayahnya sepanjang
pada kenyataannya masih ada, dilakukan oleh
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang
bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat. Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat dianggap masih ada, apabila memenuhi kriteria
tertentu meliputi unsur adanya:
a. Masyarakat dan lembaga Hukum Adat;
b. Wilayah tempat Hak Ulayat berlangsung;
c. Hubungan, keterkaitan, dan ketergantungan
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan
wilayahnya; dan
d. Kewenangan untuk mengatur secara bersama-
sama pemanfaatan Tanah di wilayah Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan,
berdasarkan hukum adat yang masih berlaku dan
ditaati masyarakatnya.

24
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat harus memenuhi
syarat:
a. Secara nyata masih hidup baik yang bersifat
teritorial, genealogis, maupun yang bersifat
fungsional;
b. Sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
c. Sesuai dengan prinsip negara kesatuan republik
indonesia.
Pelaksanaan Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat tidak berlaku terhadap bidang-bidang
tanah yang pada saat ditetapkannya:
a. sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan
hukum dengan sesuatu hak atas tanah; atau
b. yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh
instansi pemerintah, badan hukum atau
perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2.5 BENTUK PERUBAHAN STATUS ATAS OBJEK PENGADAAN


TANAH DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL CIPTA
KARYA
Perubahan status objek pengadaan tanah dalam
pembangunan bidang Cipta Karya adalah:
1) perubahan status atas Objek Pengadaan Tanah yang
berstatus kawasan hutan;
2) izin alih status penggunaan/pelepasan aset atas tanah
kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat, dan/atau tanah
aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau
badan usaha milik desa; dan/atau

25
3) izin alih fungsi lahan atas Objek Pengadaan Tanah pada
lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pengajuan permohonan izin perubahan status, izin alih
status penggunaan/pelepasan aset atau izin alih fungsi
lahan dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu
pendataan awal lokasi rencana pembangunan. Proses
pemberian izin perubahan status, izin alih status
penggunaan/pelepasan aset atau izin alih fungsi lahan
harus diselesaikan sampai dengan Penetapan Lokasi. Dalam
hal izin perubahan status, izin alih status
penggunaan/pelepasan aset atau izin alih fungsi lahan tidak
dipenuhi tanpa adanya keterangan tertulis dari instansi
terkait, maka Penetapan Lokasi berfungsi sebagai izin
perubahan status, izin alih status penggunaan/pelepasan
aset atau izin alih fungsi lahan. Dalam hal izin belum
diterbitkan namun disertai keterangan tertulis dari instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya, proses pemberian
izin tetap dilanjutkan.
Bentuk perubahan status atas objek pengadaan tanah,
yaitu:
1. Pemindahtanganan dan pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D);
2. Pemindahtanganan dan pendayagunaan aset Badan
Usaha Milik Negara (BUMN);
3. Perizinan pemanfaatan kawasan hutan;
4. Alih fungsi lahan pertanian;
5. Perizinan pemanfaatan ruang manfaat jalan (rumaja) dan
ruang milik jalan (rumija);

26
6. Perizinan pemanfaatan sempadan sungai, danau, rawa,
dan pantai;
7. Perizinan perpotongan dan persinggungan dengan jalur
kereta api;
8. Pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di lingkungan
Kementerian Perhubungan;
9. Penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN
di lingkungan Kementerian Pertahanan/ TNI dan POLRI;
dan
10. Pemanfaatan dan penggunaan BMN pada kegiatan
hulu minyak dan gas.
Proses penyelesaian perubahan status atas obyek
pengadaan tanah dengan mempertimbangkan rasionalitas,
profesionalitas, efektifitas, dan efisiensi dapat mulai
dilaksanakan setelah pelaksanaan pemberitahuan rencana
pembangunan.

2.6 PELAKU PENGADAAN TANAH

2.6.1 PIHAK YANG BERHAK


Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau
memiliki Objek Pengadaan Tanah. Pihak yang Berhak
meliputi:
1) Perseorangan;
2) Badan hukum;
3) Badan sosial;
4) Badan keagamaan;
5) Pemerintah pusat;
6) Pemerintah daerah;
7) Pemerintah desa;

27
8) Bank tanah;
9) Badan usaha milik negara;
10) Badan usaha milik daerah; dan
11) Badan usaha milik desa yang memiliki atau
menguasai objek pengadaan tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pihak yang Berhak terdiri dari:


1) Pemegang Hak Atas Tanah, yaitu: pemegang Hak
Atas Tanah berupa perseorangan atau badan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Pemegang Hak Pengelolaan, yaitu: pemegang Hak
Pengelolaan merupakan pihak yang diberikan
sebagian kewenangan/pelimpahan dari negara
untuk melaksanakan hak menguasai negara;
3) Nazhir untuk tanah wakaf, yaitu: pihak yang
menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya;
4) Pemegang alat bukti tertulis hak lama, yaitu
pemegang alat bukti tertulis hak lama merupakan
pemegang hak sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
Hak Atas Tanah. Dalam hal alat bukti tertulis hak
lama tidak ditemukan atau tidak berlaku lagi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan,

28
pemilikan atau penguasaan dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis dari yang bersangkutan
dan keterangan dari orang yang dapat dipercaya
dan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi. Pernyataan tertulis berisi keterangan:
a. Tanah tersebut adalah benar miliknya yang
bersangkutan, bukan milik orang lain;
b. Penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad
baik dan secara terbuka oleh yang
bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah;
dan
c. Penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau
kelurahan/desa atau nama lain yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya;
5) Masyarakat hukum adat, yaitu: masyarakat
hukum adat merupakan sekelompok orang yang
menguasai tanah ulayat secara turun-temurun
dalam bentuk kesatuan ikatan asal usul leluhur
dan/atau kesamaan tempat tinggal di wilayah
geografis tertentu, identitas budaya, hukum adat
yang masih ditaati, hubungan yang kuat dengan
tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai
yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,
budaya, dan hukum. Masyarakat hukum adat,
keberadaannya diperkuat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Tanah ulayat
merupakan tanah yang berada di wilayah
penguasaan kesatuan masyarakat hukum adat
dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah
atau Hak Pengelolaan;
29
6) Pihak yang menguasai Tanah Negara dengan
iktikad baik, yaitu: pihak yang menguasai Tanah
Negara dengan iktikad baik berupa perseorangan,
badan hukum, badan sosial, badan keagamaan,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pemerintah
desa, Bank Tanah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik
desa yang memiliki atau menguasai Objek
Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penguasaan
Tanah Negara dibuktikan dengan alat bukti,
berupa:
7) Sertifikat Hak Atas Tanah yang telah berakhir
jangka waktu haknya sepanjang masih
dipergunakan dan dimanfaatkan oleh bekas
pemegang haknya;
a. Surat izin garapan/membuka tanah;
b. Surat penunjukan/pembelian kaveling tanah
pengganti; atau
c. Bukti lain yang dipersamakan dengan bukti
penguasaan lainnya.
Dalam hal penguasaan Tanah Negara tidak dapat
dibuktikan namun dikuasai secara fisik dan di
atasnya terdapat ladang, kebun, tanam tumbuh,
bekas tanam tumbuh, bangunan permanen/tidak
permanen, bukti penguasaannya meliputi:

30
a. Surat pernyataan penguasaan fisik bidang
tanah dari yang bersangkutan, diketahui oleh
orang yang dapat dipercaya dan disaksikan
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari
lingkungan masyarakat setempat yang tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan yang
bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam
kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang
menyatakan: (1) yang bersangkutan benar
sebagai pemilik atau menguasai bidang tanah
tersebut; (2) bidang tanah tersebut benar-benar
dikuasai yang bersangkutan secara terus
menerus/tanpa terputus disertai riwayat
perolehan, penguasaan tanah, dan batas yang
jelas; dan (3) yang bersangkutan bertanggung
jawab penuh secara perdata maupun pidana;
dan
b. Surat keterangan dari kepala desa/lurah atau
nama lain yang menerangkan atas tanah
tersebut tidak terdapat sengketa dengan pihak
lain dan tidak menjadi jaminan utang piutang.
Bukti penguasaan dianggap sebagai izin dari
pejabat yang berwenang;

31
8) Pemegang dasar penguasaan atas tanah, yaitu:
Pemegang dasar penguasaan atas tanah
merupakan pihak yang memiliki alat bukti yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang
membuktikan adanya penguasaan yang
bersangkutan; Dasar penguasaan atas tanah
dibuktikan dengan alat bukti penguasaan, berupa:
a. Akta jual beli atas hak tanah yang sudah
bersertifikat yang belum dibalik nama;
b. Akta jual beli atas hak milik adat yang belum
diterbitkan sertifikatnya;
c. Surat izin menghuni;
d. Risalah lelang;
e. Akta ikrar wakaf, akta pengganti akta ikrar
wakaf, atau surat ikrar wakaf; atau
f. Bukti penguasaan lainnya.
9) Pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah, yaitu: pemilik bangunan,
tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah berupa perseorangan, badan hukum, badan
sosial, badan keagamaan, Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, pemerintah desa, Bank Tanah,
badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan badan usaha milik desa yang memiliki
bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang membuktikan adanya penguasaan
atas bangunan, tanaman,

32
atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah. Dasar kepemilikan bangunan, tanaman,
atau benda lain yang berkaitan dengan tanah
dibuktikan dengan surat pernyataan penguasaan
fisik yang dilampiri alat bukti berupa:
1) Izin mendirikan bangunan atau persetujuan
bangunan gedung;
2) Kartu inventaris barang untuk bangunan milik
pemerintah pusat/pemerintah daerah/
pemerintah desa dan/atau bukti fisik
bangunan;

3) Surat izin perumahan atau verhuren besluit;


4) Surat pemberitahuan pajak terutang pajak
bumi dan bangunan; dan/atau
5) Bukti tagihan atau pembayaran listrik, telepon,
atau perusahaan air minum, dalam 3 (tiga)
bulan terakhir.

2.6.2 INSTANSI YANG MEMERLUKAN TANAH


Instansi yang Memerlukan Tanah adalah lembaga
negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, Bank Tanah dan badan hukum milik
negara/badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang mendapat penugasan khusus Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah atau Badan Usaha yang
mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari
lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah provinsi,

33
pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik
negara/badan usaha milik negara yang mendapat
penugasan khusus Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk
Kepentingan Umum.
Pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya
adalah urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar, yang bersifat konkuren yaitu
adanya pembagian peran antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah. Pengadaan tanah sarana
prasarana bidang Cipta Karya pada umumnya
menjadi tugas pemerintah daerah. Instansi yang
memerlukan tanah pada pengadaan tanah
penyelenggaraan sarana prasarana bidang Cipta
Karya pada umumnya dilakukan oleh Balai Prasarana
Permukiman Wilayah dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya. Dalam keadaan tertentu,
pengadaan tanah untuk pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya yang diperuntukkan
bagi instansi tertentu melalui penugasan khusus
pemerintah pusat, instansi yang memerlukan tanah
menjadi peran dan tanggungjawab instansi tersebut.

34
2.6.3 TIM PENYUSUN DPPT
Tim penyusunan DPPT terdiri atas Instansi yang
Memerlukan Tanah dengan melibatkan instansi teknis
terkait dan instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanahan untuk
mendukung penyediaan data.

Gambar 2-3: Tim Utama Penyusunan DPPT


Penilai yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh
Instansi yang Memerlukan Tanah pada tahapan
perencanaan tidak dapat ditunjuk dan ditetapkan lagi
pada tahapan pelaksanaan dalam penyelenggaraan
Pengadaan Tanah yang sama.

Gambar 2-4: Tim Pendamping Penyusunan DPPT


Tim pendamping bertugas terbatas mendukung
penyediaan data kepada Instansi yang Memerlukan
Tanah dan memberikan saran jika diperlukan.
35
2.6.4 TIM PERSIAPAN PENGADAAN TANAH
Gubernur membentuk Tim Verifikasi paling lama 5 (lima)
Hari sejak diterimanya DPPT. Tim Verifikasi, mempunyai tugas:
1) Melakukan verifikasi materi muatan DPPT dari
Instansi yang Memerlukan Tanah; dan
2) Menetapkan secara resmi tanggal diterimanya
DPPT setelah dilakukan verifikasi materi muatan
dan keabsahannya.

Gambar 2-5: Tim verifikasi


Gubernur melaksanakan tahapan persiapan
Pengadaan Tanah setelah menerima DPPT secara
resmi dari Tim Verifikasi DPPT. Gubernur membentuk
Tim Persiapan dalam waktu paling lama 5 (lima) Hari
sejak DPPT diterima.

Gambar 2-6: Tim Persiapan Pelaksanaan Pengadaan


Tanah

36
Tim Persiapan Pengadaan Tanah yang selanjutnya
disebut Tim Persiapan adalah tim yang dibentuk oleh
gubernur/bupati/ walikota untuk membantu
gubernur/bupati/walikota dalam melaksanakan
pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan
awal lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi
Publik rencana pembangunan. Untuk membantu
pelaksanaan tugas Tim Persiapan, gubernur
membentuk sekretariat Tim Persiapan Pengadaan
Tanah yang berkedudukan di sekretariat daerah
provinsi. Sekretariat Tim Persiapan Pengadaan Tanah
dipimpin oleh sekretaris tim. Susunan keanggotaan
Tim Persiapan dan sekretariat ditetapkan dengan
keputusan gubernur. Tim Persiapan, bertugas:
1) Melaksanakan pemberitahuan rencana
pembangunan;
2) Melaksanakan pendataan awal lokasi rencana
pembangunan;
3) Melaksanakan konsultasi publik rencana
pembangunan;
4) Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;
5) Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum; dan
6) Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum yang ditugaskan oleh
gubernur.

37
2.6.5 TIM PELAKSANA PENGADAAN TANAH
Pelaksanaan Pengadaan Tanah dilaksanakan oleh
kepala Kantor Wilayah selaku ketua pelaksana
Pengadaan Tanah. Kepala Kantor Wilayah, dapat
menugaskan kepala Kantor Pertanahan di lokasi
rencana Pengadaan Tanah sebagai ketua pelaksana
Pengadaan Tanah. Dalam hal diperlukan, kepala
Kantor Wilayah dapat memobilisasi pegawai di
lingkungan unit kerjanya untuk membantu
pelaksanaan Pengadaan Tanah. Penugasan kepala
Kantor Pertanahan sebagai ketua pelaksana
Pengadaan Tanah dilakukan dengan
mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi
geografis dan/atau sumber daya manusia. Penugasan
dilaksanakan dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari
sejak ditandatanganinya berita acara penerimaan
permohonan pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Penugasan dilakukan dengan keputusan kepala
Kantor Wilayah.
Pelaksana Pengadaan Tanah dibantu oleh sekretariat
pelaksana Pengadaan Tanah. Sekretariat pelaksana
Pengadaan Tanah keanggotaannya terdiri dari pejabat
atau staf yang ditunjuk oleh ketua pelaksana
Pengadaan Tanah paling kurang 4 (empat) orang, dan
dapat ditambah sesuai kebutuhan dengan
mempertimbangkan luasan, jumlah bidang dan letak
geografis Objek Pengadaan Tanah.

38
Sekretariat pelaksana Pengadaan Tanah bertugas
menyiapkan administrasi Pengadaan Tanah yang
meliputi keuangan, pendokumentasian, dan surat
menyurat lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya,
pelaksana Pengadaan Tanah melakukan koordinasi
dengan:
1) Instansi yang Memerlukan Tanah;
2) Instansi/lembaga terkait;
3) Penilai Pertanahan;
4) Tokoh masyarakat; dan/atau
5) Pihak lain yang dianggap perlu.
Ketua pelaksana Pengadaan Tanah melakukan
kegiatan penyiapan pelaksanaan Pengadaan Tanah
paling sedikit:
1) Membuat agenda rapat pelaksanaan;
2) Membuat rencana kerja dan jadwal kegiatan;
3) Menyiapkan pembentukan satgas yang diperlukan
dan pembagian tugas;
4) Memperkirakan kendala-kendala teknis yang
mungkin terjadi dalam pelaksanaan;
5) Merumuskan strategi dan solusi terhadap
hambatan dan kendala dalam pelaksanaan;
6) Menyiapkan langkah koordinasi dalam
pelaksanaan;
7) Menyiapkan administrasi yang diperlukan;
8) Mengajukan kebutuhan biaya operasional dan
biaya pendukung pengadaan tanah;

39
9) Menetapkan penilai berdasarkan usulan dari
instansi yang memerlukan tanah; dan
10) Membuat dokumen hasil rapat.

Kegiatan penyiapan pelaksanaan dituangkan dalam


rencana kerja yang memuat paling kurang:
1) Rencana pendanaan pelaksanaan;
2) Rencana waktu dan jadwal pelaksanaan;
3) Rencana kebutuhan tenaga pelaksana;
4) Rencana kebutuhan sarana dan prasarana, bahan
dan peralatan pelaksanaan;
5) Inventarisasi dan alternatif solusi faktor-faktor
penghambat dalam pelaksanaan; dan
6) Sistem monitoring pelaksanaan.

Gambar 2-7: Susunan Tim Pelaksana yang diketuai


Kepala Kantor Wilayah

40
Gambar 2-8 Susunan Tim Pelaksana yang diketuai
Kepala Kantor Pertanahan

Pelaksana Pengadaan Tanah dibantu oleh sekretariat


pelaksana Pengadaan Tanah. Sekretariat pelaksana
Pengadaan Tanah keanggotaannya terdiri dari pejabat
atau staf yang ditunjuk oleh ketua pelaksana
Pengadaan Tanah paling kurang 4 (empat) orang, dan
dapat ditambah sesuai kebutuhan dengan
mempertimbangkan luasan, jumlah bidang dan letak
geografis Objek Pengadaan Tanah. Sekretariat
pelaksana Pengadaan Tanah bertugas menyiapkan
administrasi Pengadaan Tanah yang meliputi
keuangan, pendokumentasian, dan surat menyurat
lainnya.

41
Ketua pelaksana Pengadaan Tanah membentuk
Satgas pelaksana Pengadaan Tanah paling lama 5
(lima) Hari sejak ditetapkannya pelaksana Pengadaan
Tanah. Satgas, meliputi:
1) Satgas A yang membidangi pengumpulan data fisik
Objek Pengadaan Tanah; dan
2) Satgas B yang membidangi pengumpulan data
yuridis Objek Pengadaan Tanah.
Satgas A dan Satgas B, masing-masing terdiri dari 1
(satu) orang ketua dan paling kurang 2 (dua) orang
anggota. Ketua dan anggota Satgas A terdiri dari
pegawai Kementerian yang mempunyai kompetensi di
bidang survei, pengukuran dan pemetaan. Ketua dan
anggota Satgas B terdiri dari pegawai Kementerian
yang mempunyai kompetensi di bidang pertanahan,
hukum dan/atau manajemen. Ketua dan anggota
Satgas A dan Satgas B ditetapkan dengan keputusan
ketua pelaksana Pengadaan Tanah. Ketua pelaksana
Pengadaan Tanah dapat menambah anggota Satgas A
yang berasal dari unsur lurah/kepala desa/perangkat
desa untuk menunjukkan batas bidang tanah dan
menggunakan penyurvei berlisensi untuk
pelaksanaan pengukuran dan pemetaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

42
Ketua pelaksana Pengadaan Tanah dapat menambah
anggota Satgas B yang berasal dari instansi teknis
terkait atau penyurvei berlisensi untuk pelaksanaan
pendataan bangunan, tanam tumbuh dan benda lain
yang dapat dinilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketua pelaksana Pengadaan
Tanah dapat membentuk lebih dari 1 (satu) Satgas A
atau Satgas B dengan mempertimbangkan kebutuhan
dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah. Satgas
bertanggung jawab kepada ketua pelaksana
Pengadaan Tanah.

2.7 BENTUK GANTI KERUGIAN


Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil
kepada Pihak yang Berhak, Pengelola dan/atau Pengguna
Barang dalam proses Pengadaan Tanah. Kerugian Objek
Pengadaan Tanah, meliputi:
1. Tanah;

2. Ruang atas tanah dan ruang bawah tanah;

3. Bangunan;

4. Tanaman;

5. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan

6. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai atau Penilai Publik


merupakan nilai pada saat pengumuman Penetapan Lokasi
pembangunan untuk Kepentingan Umum pada tahap
persiapan dengan mempertimbangkan masa tunggu pada
saat pembayaran Ganti Kerugian. Besarnya nilai Ganti
Kerugian, merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang
tanah.

43
Bentuk Ganti Kerugian, berupa:
1. Uang;

2. Tanah pengganti;

3. Permukiman kembali;

4. Kepemilikan saham; atau

5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai atau Penilai Publik


merupakan nilai pada saat pengumuman Penetapan Lokasi
pembangunan untuk Kepentingan Umum pada tahap
persiapan dengan mempertimbangkan masa tunggu pada
saat pembayaran Ganti Kerugian. Besarnya nilai Ganti
Kerugian, merupakan nilai tunggal untuk bidang per bidang
tanah. Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Penilai bersifat final dan mengikat.
Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian
oleh Penilai, oleh Penilai disampaikan kepada ketua
pelaksana Pengadaan Tanah dengan berita acara
penyerahan hasil penilaian. Besarnya nilai Ganti Kerugian
dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk
Ganti Kerugian.
Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang dilakukan
oleh Instansi yang Memerlukan Tanah berdasarkan validasi
dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang
ditunjuk. Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang
dilakukan melalui jasa perbankan dan dalam bentuk mata
uang Rupiah. Pemberian Ganti Kerugian dibuktikan dengan
kuitansi penerimaan Ganti Kerugian yang dibuat dengan
rangkap 3 (tiga).

44
Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk tanah pengganti
atau permukiman kembali, penyediaan tanahnya
dilaksanakan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah
berdasarkan permintaan tertulis dari ketua pelaksana
Pengadaan Tanah. Rencana lokasi tanah pengganti atau
permukiman kembali didasarkan atas kesepakatan pada
saat musyawarah bentuk Ganti Kerugian. Nilai tanah
pengganti atau permukiman kembali, sama dengan nilai
Ganti Kerugian dalam bentuk uang. Nilai tanah pengganti
atau permukiman kembali termasuk biaya Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan. Selama proses penyediaan
tanah pengganti atau permukiman kembali, dana
penyediaan tanah pengganti atau permukiman kembali,
dititipkan pada bank oleh dan atas nama Instansi yang
Memerlukan Tanah.
Ganti Kerugian dalam bentuk permukiman kembali yang
telah disepakati, disediakan oleh Instansi yang Memerlukan
Tanah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
diterimanya permintaan tertulis dari ketua pelaksana
Pengadaan Tanah. Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk
kepemilikan saham, diberikan apabila Instansi yang
Memerlukan Tanah merupakan badan usaha milik negara
yang berbentuk perusahaan terbuka atau Badan Usaha
yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari
lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah,
nonkementerian, pemerintah provinsi,

45
pemerintah kabupaten/kota, badan hukum milik
negara/badan. Pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk lain
merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk Ganti
Kerugian dan dilakukan atas dasar kesepakatan dalam
musyawarah bentuk Ganti Kerugian. Dalam hal Pihak yang
Berhak membutuhkan Ganti Kerugian dalam keadaan
khusus, pelaksana Pengadaan Tanah memprioritaskan
pemberian Ganti Kerugian. Keadaan khusus meliputi:
1. Bencana alam;

2. Biaya pendidikan;

3. Menjalankan ibadah;

4. Pengobatan;

5. Pembayaran utang; dan/atau

6. Keadaan mendesak lainnya

2.8 PENANGANAN DAMPAK SOSIAL DALAM PENGADAAN


TANAH
Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan adalah
penanganan masalah sosial berupa pemberian santunan
untuk pemindahan masyarakat yang menguasai tanah yang
akan digunakan untuk pembangunan nasional. Masyarakat
dalam hal ini adalah penduduk yang menguasai tanah
negara atau tanah yang dimiliki oleh pemerintah,
pemerintah daerah, badan usaha milik negara, atau badan
usaha milik daerah.

46
Sedangkan Penyediaan Tanah yang dimaksud adalah
pengadaan tanah yang diperlukan untuk digunakan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Penanganan dampak
sosial dilakukan untuk pelaksanaan percepatan
pembangunan nasional guna memenuhi kebutuhan dasar
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam
penyediaan tanah yang diperlukan untuk pembangunan
nasional, seringkali terhambat oleh keadaan dimana tanah
yang akan digunakan, telah dikuasai dan digunakan
masyarakat dengan itikad baik dalam jangka waktu yang
lama.

2.8.1 KRITERIA DAN PERSYARATAN


Lingkup Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan
diselenggarakan untuk pelaksanaan pembangunan
proyek strategis nasional dan non proyek strategis
nasional. Proyek strategis nasional adalah proyek yang
ditetapkan oleh Pemerintah mengenai percepatan
pelaksanaan proyek strategis nasional. Non proyek
strategis nasional diputuskan dalam rapat yang
dikoordinasikan oleh kementerian koordinator yang
membidangi penyelenggaraan koordinasi bidang
perekonomian dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait dan/atau Pemerintah
Daerah. Pemerintah melakukan Penanganan Dampak
Sosial Kemasyarakatan kepada Masyarakat yang
menguasai tanah yang digunakan untuk
pembangunan nasional.

47
Tanah merupakan tanah negara atau tanah yang
dimiliki oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah.
Masyarakat sebagaimana dimaksud memenuhi
kriteria:
1. Memiliki identitas atau keterangan kependudukan

yang disahkan oleh kecamatan setempat; dan


2. Tidak memiliki hak atas tanah yang dikuasainya.

Penguasaan tanah oleh Masyarakat, memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
1. Telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara

fisik paling singkat 10 (sepuluh) tahun secara terus


menerus; dan
2. Menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad

baik secara terbuka, serta tidak diganggu gugat,


diakui dan dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah
dan/atau lurah/kepala desa setempat.
Masyarakat yang memenuhi kriteria dan persyaratan,
diberikan santunan berupa uang atau relokasi.

2.8.2 PELAKU PENANGANAN DAMPAK SOSIAL


Penanganan dampak sosial dalam pengadaan tanah
untuk kepentingan publik dilakukan oleh Tim
Terpadu yang dibentuk oleh Gubernur. Tim Terpadu
mempunyai tugas:

48
1. Melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi atas

bidang tanah yang dikuasai oleh Masyarakat;


2. Melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi atas

Masyarakat yang menguasai tanah;


3. Mengusulkan bentuk Penanganan Dampak Sosial

Kemasyarakatan;
4. Menunjuk pihak independen untuk menghitung

besaran nilai santunan;


5. Memfasilitasi penyelesaian hambatan dan
permasalahan dalam pelaksanaan Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan;
6. Merekomendasikan daftar Masyarakat yang berhak

untuk mendapatkan santunan;


7. Merekomendasikan besaran nilai santunan; dan

8. Merekomendasikan mekanisme dan tata cara


pemberian santunan.
Dalam hal Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan dilaksanakan oleh Gubernur,
susunan keanggotaan Tim Terpadu paling kurang
terdiri atas:
a. Sekretaris daerah provinsi sebagai Ketua;
b. Pejabat yang membidangi urusan pengadaan tanah
di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional;
c. Pejabat perangkat daerah provinsi dan
kabupaten/kota yang membidangi urusan
pertanahan;

49
d. Pejabat pada Kantor Pertanahan setempat pada
lokasi Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan;
e. Pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan;
f. Camat dan Lurah/Kepala Desa setempat; dan
g. Pihak terkait lainnya, apabila diperlukan.
Dalam hal Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan dilaksanakan oleh Bupati/Walikota,
susunan keanggotaan Tim Terpadu paling kurang
terdiri atas:
a. Sekretaris daerah kabupaten/kota sebagai Ketua;
b. Pejabat yang membidangi urusan pengadaan tanah
di lingkungan Kantor Pertanahan;
c. Pejabat Perangkat Daerah kabupaten/kota yang
membidangi urusan pertanahan;
d. Pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan;
e. Camat dan Lurah/Kepala Desa setempat; dan
f. Pihak terkait lainnya, apabila diperlukan.
Tim Terpadu dibantu oleh sekretariat Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan, yang
keanggotaannya terdiri dari pejabat atau pegawai yang
ditunjuk oleh ketua Tim Terpadu, paling banyak 4
(empat) orang. Anggota sekretariat Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan,

50
bertugas untuk menyiapkan administrasi Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan yang meliputi
keuangan, administrasi, dan pendokumentasian.
Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan
susunan keanggotaan Tim Terpadu dan sekretariat
untuk setiap kegiatan Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan.

2.8.3 DASAR PENILAIAN BESARAN SANTUNAN


Besaran nilai santunan dihitung berdasarkan
penilaian pihak independen dengan memperhatikan:
1. Biaya pembersihan segala sesuatu yang berada di

atas tanah;
2. Mobilisasi;

3. Sewa rumah paling lama 12 (dua belas) bulan;

dan/atau
4. Tunjangan kehilangan pendapatan dari
pemanfaatan tanah.

2.8.4 TAHAPAN PELAKSANAAN PENANGANAN DAMPAK


SOSIAL KEMASYARAKATAN
Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan
dilaksanakan melalui tahapan:
a. Persiapan;
b. Pendataan, verifikasi dan validasi;
c. Penetapan penilai;
d. Pemberian santunan atau relokasi;
e. Penitipan uang santunan;
f. Pendokumentasian dan pengadministrasian.

51
3. TATA CARA PENGADAAN TANAH

3.1 TAHAPAN PENGADAAN TANAH


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum dilakukan melalui 4 (empat) tahap yaitu:
1. Tahap Perencanaan;

2. Tahap Persiapan;

3. Tahap Pelaksanaan; dan

4. Tahap Penyerahan Hasil.

Gambar 3-1: Tahapan Pengadaan Tanah

Tahapan pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tidak sepenuhnya
berlaku atau dikecualikan terhadap pengadaan tanah skala
kecil. Pengadaan tanah skala kecil merupakan kegiatan
pengadaan tanah yang dilakukan di lahan yang luasnya
tidak lebih dari 5 hektare. Pengadaan tanah yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 harus
menggunakan penetapan lokasi, sementara di peraturan
pelaksananya,

52
khusus untuk pengadaan tanah yang tidak lebih dari 5
hektare, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 dapat
melakukan pengadaan tanah secara langsung maupun
penetapan lokasi. Sedangkan terkait dengan penilaian
tanahnya menggunakan hasil penilaian jasa penilai.

3.2 TAHAPAN PERENCANAAN


Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas
pembangunan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis,
Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan
Tanah yang disusun berdasarkan studi kelayakan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pada tahapan ini setiap instansi yang
memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tersebut disusun
berdasarkan studi kelayakan yang mencakup survei sosial
ekonomi, kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat
pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, perkiraan
harga tanah, dampak lingkungan dan dampak sosial yang
mungkin timbul akibat pengadaan tanah dan bangunan,
serta studi lain yang diperlukan.

53
Dokumen Perencanaan tersebut selanjutnya diserahkan
oleh instansi yang memerlukan tanah kepada Gubernur
yang melingkupi wilayah dimana letak tanah berada.
Dokumen perencanaan ditetapkan oleh instansi yang
memerlukan tanah dan diserahkan kepada Pemerintah
Provinsi paling sedikit memuat:
1. Muatan wajib.

2. Muatan tambahan.

Muatan wajib DPPT terdiri atas:


1. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;

2. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;

3. Prioritas pembangunan nasional/daerah;

4. Letak tanah;

5. Luas tanah yang dibutuhkan;

6. Gambaran umum status tanah;

7. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah;

8. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;

9. Perkiraan nilai tanah;

10. Rencana penganggaran; dan

11. Preferensi bentuk Ganti Kerugian.

54
Persiapan
Membentuk Tim penyusunan DPPT/ secara Mandiri

Intansi yang memerlukan tanah melaksanakan rapat persiapan dengan �m

Pelaksanaan
Menyampaika n surat permintaan data kepada: (1) Kepala kantor
pertanahan setempat; dan (2) Pimpinan instansi teknis terkait lainnya

Tim utama melakukan pengolahan dan analisa data sesuai dengan


kompetensi dan keahliannya

Menuangkan Hasil pengolahan dan analisa data kedalam naskah DPPT

Penetapan
Naskah DPPT yang telah diselesaikan dan disepakati,
ditetapkan oleh pejabat Instansi yang Memerlukan Tanah

Pengajuan DPPT
Mengajukan DPPT kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota
(berlaku 2 tahun sejak ditetapkan)

Gambar 3-2: Tahapan Perencanaan Pengadaan Tanah

Perubahan DPPT dilakukan berdasarkan pemberitahuan


secara tertulis dari ketua pelaksana pengadaan tanah
dengan melakukan revisi dan/atau adendum, dan diajukan
kepada gubernur/bupati/ walikota untuk perubahan/revisi
Penetapan.

3.3 TAHAPAN PERSIAPAN


Dalam tahapan persiapan, Gubernur membentuk Tim
Persiapan dalam waktu paling lama 10 hari kerja, yang
beranggotakan Bupati/Walikota, SKPD Provinsi terkait,
instansi yang memerlukan tanah,

55
dan instansi terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan
tugas Tim Persiapan, Gubernur membentuk sekretariat
persiapan Pengadaan Tanah yang berkedudukan di
Sekretariat Daerah Provinsi.
3.3.1 MELAKSANAKAN PEMBERITAHUAN RENCANA
PEMBANGUNAN
Pemberitahuan rencana pembangunan
ditandatangani Ketua Tim Persiapan dan
diberitahukan kepada masyarakat pada lokasi
rencana pembangunan, paling lama 20 hari kerja
setelah Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
diterima resmi oleh Gubernur. Pemberitahuan dapat
dilakukan secara langsung melalui sosialisasi, tatap
muka, dan/atau surat pemberitahuan, atau melalui
pemberitahuan secara tidak langsung melalui media
cetak maupun media elektronik.

3.3.2 MELAKUKAN PENDATAAN AWAL LOKASI RENCANA


PENGADAAN
Pendataan awal lokasi rencana pengadaan meliputi
kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak
dan Objek Pengadaan Tanah bersama aparat
kelurahan/desa paling lama 30 hari kerja sejak
pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil
pendataan dituangkan dalam bentuk daftar
sementara lokasi rencana pembangunan yang
ditandatangani Ketua Tim Persiapan sebagai bahan
untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana
pembangunan.

56
3.3.3 MELAKSANAKAN KONSULTASI PUBLIK RENCANA
PEMBANGUNAN
Konsultasi Publik rencana pembangunan dilakukan
untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana
pembangunan dari Pihak yang Berhak dan
masyarakat yang terkena dampak, dan dilaksanakan
paling lama 60 hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya daftar sementara lokasi rencana
pembangunan. Hasil kesepakatan atas lokasi rencana
pembangunan dituangkan dalam berita acara
kesepakatan. Konsultasi Publik rencana
pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama
60 (enam puluh) hari kerja, dan apabila sampai
dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja
pelaksanaan konsultasi Publik rencana pembangunan
terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana
lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik
ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja.

3.3.4 MENYIAPKAN PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN


Penetapan Lokasi Pembangunan dibuat berdasarkan
kesepakatan yang telah dilakukan Tim Persiapan
dengan Pihak yang Berhak atau berdasarkan karena
ditolaknya keberatan dari Pihak yang Keberatan.
Penetapan Lokasi Pembangunan dilampiri peta lokasi
pembangunan yang disiapkan oleh instansi yang
memerlukan tanah.

57
Penetapan Lokasi Pembangunan berlaku untuk
jangka waktu 2 tahun dan dapat dilakukan
permohonan perpanjangan waktu 1 kali untuk waktu
paling lama 1 Tulisan Hukum – Seksi Informasi
Hukum 10 tahun kepada gubernur yang diajukan
paling lambat 2 bulan sebelum berakhirnya jangka
waktu Penetapan Lokasi Pembangunan.

3.3.5 MENGUMUMKAN PENETAPAN LOKASI


PEMBANGUNAN
Pengumuman atas Penetapan Lokasi Pembangunan
untuk kepentingan umum paling lambat 3 hari sejak
dikeluarkan Penetapan Lokasi Pembangunan yang
dilaksanakan dengan cara ditempelkan di kantor
Kelurahan/Desa, dan/atau kantor Kabupaten/Kota
dan di lokasi pembangunan maupun diumumkan
melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Pengumuman Penetapan Lokasi Pembangunan
dilaksanakan selama paling kurang 14 hari kerja.

Berikut adalah tahapan persiapan pengadaan tanah:

Verifikasi DPPT
Gubernur Membentuk Tim Verifikasi

Tim Verifikasi melakukan verifikasi terhadap materi muatan DPPT dan


dituangkan dalam lembar verifikasi

Tim Verifikasi DPPT dapat melakukan peninjauan lokasi

58
1

Dalam hal materi muatan DPPT telah sesuai dan lengkap, Tim verifikasi
melaporkan kepada gubernur/ bupati/ walikota untuk ditindaklanjuti
dengan pembentukan tim persiapan

Tim verifikasi dapat mengembalikan DPPT secara tertulis oleh ketua tim
verifikasi kepada instansi yang memerlukan tanah dalam hal: (1) muatan
wajib belum dipenuhi; dan/ atau (2) jangka waktu DPPT lebih dari 2 tahun

Pembentukan Tim Persiapan


Gubernur membentuk Tim Persiapan

Untuk membantu pelaksanaan tugas tim persiapan, gubernur membentuk


sekertariat tim persiapan dengan keputusan gubernur yang dipimpin oleh
sekretaris tim

Pemberitahuan Rencana Pembangunan

Menyusun surat pemberitahuan rencana pembangunan yang di tandatangani


ketua Tim Persiapan

Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat


pada lokasi rencana pembangunan yang disampaikan secara langsung
maupun tidak langsung kepada masyarakat pada rencana lokasi
pembangunan

Menyampaikan undangan pemberitahuan secara langsung kepada


lurah/kepala desa atau nama lain

Lurah/kepala desa atau nama lain menyampaikan undangan


pemberitahuan kepada masyarakat

Menyusun berita acara hasil pelaksanaan sosialisasi yang ditandatangani


oleh ketua atau anggota perwakilan dan 3 orang perwakilan peserta
sosialisasi

59
2

Pemberitahuan melalui media cetak dilakukan melalui surat kabar harian


lokal dan/atau nasional sebanyak 2 (dua) Hari penerbitan

Pemberitahuan melalui media elektronik dilaksanakan melalui situs (website)


pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan/atau Instansi yang
Memerlukan Tanah

Pendataan awal lokasi rencana


Melakukan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan
Tanah yang dilaksanakan oleh Tim Persiapan bersama pejabat
kelurahan/deash atau nama lain atas dasar DPPT

Menyusun daftar sementara Pihak yang Berhak, dan Objek Pengadaan Tanah
yang berisi data perkiraan dan hanya digunakan sebagai bahan untuk
pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan

Perubahan Status Atas Objek Pengadaan Tanah


Mengajukan perubahan status objek tanah yang berstatus kawasan hutan

Mengajukan izin alih status penggunaan/pelepasan aset atas tanah kas desa,
tanah wakaf, tanah ulayat, dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat/
Pemda/BUMN/BUMD/BUMDes

Mengajukan izin alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan

Konsultasi Publik
Tim Persiapan menyampaikan undangan secara langsung kepada pihak yang
berhak yang di ttd oleh ketua Tim Persiapan

Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang dan masyarakat yang terkena


dampak atau perangkat kelurahan/desa atau nama lain menandatangani
tanda terima

Tim persiapan menjelasakan mengenai rencana Pengadaan Tanah dalam


Konsultasi Publik (dalam Konsultasi Publik dilakukan proses dialogis)

Menyusun Berita Acara kesepakatan lokasi

60
3

Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan Penetapan Lokasi


kepada gubernur atas dasar hasil kesepakatan sesuai Berita Acara
kesepakatan lokasi

Pembentukan Tim Kajian Keberatan


Instansi yang Memerlukan Tanah melaporkan keberatan kepada gubernur
melalui Tim Persiapan apabila pihak yang keberatan atas lokasi rencana
pembangunan pada Konsultasi Publik ulang

Gubernur membentuk Tim Kajian Keberatan dengan Keputusan Gubernur

Tim Kajian menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan

Tim kajian melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang


berkeberatan

Tim Kajian membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan

Tim Kajian menyampaikan hasil rekomendasi kepada gubernur yang di ttd


Ketua Tim Kajian

Gubernur mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas lokasi


rencana pembangunan mempertimbangkan rekomendasi Tim Kajian

Penetapan Lokasi Pembangunan


Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi
kepada gubernur berdasarkan berita acara kesepakatan lokasi

Gubernur menerbitkan Keputusan Penetapan Lokasi (Berlaku untuk jangka


waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali

Instansi yang memerlukan tanah menyampaikan Keputusan Penetapan


Lokasi kepada Kantor Wilayah

61
4

Pendokumentasian Data Tahapan Persiapan


Gubernur bersama Instansi yang Memerlukan Tanah mengumumkan
Penetapan Lokasi pembangunan dengan cara: (1) ditempatkan di kantor
kelurahan/desa atau nama lain, kantor kecamatan, dan/atau kantor
kabupaten/kota dan di lokasi pembangunan; dan (2) Diumumkan melalui
media cetak dan/atau media elektronik;

Pengumuman Penetapan Lokasi Pembangunan


Tim Persiapan mengumpulkan, mengelompokkan, mengolah, dan menyimpan
dalam bentuk data elektronik dan/atau analog

Gambar 3-3: Tahapan Persiapan Pengadaan Tanah

3.4 PELAKSANAAN
Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan
Pengadaan Tanah kepada Lembaga Pertanahan.

3.4.1 INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI


Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah, yang meliputi:
a. Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang
tanah; dan
b. Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah.
Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan
ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya
menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam
pemberian Ganti Kerugian.

62
3.4.2 PENILAIAN GANTI KERUGIAN;
Lembaga Pertanahan menetapkan dan
mengumumkan Penilai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan
penilaian Objek Pengadaan Tanah. Penilaian besarnya
nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi:
a. Tanah;
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. Bangunan;
d. Tanaman;
e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. Kerugian lain yang dapat dinilai.

3.4.3 MUSYAWARAH PENETAPAN GANTI KERUGIAN;


Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan
Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk
menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti
Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar
pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak
yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.

63
3.4.4 PEMBERIAN GANTI KERUGIAN
Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan
Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak
dan dapat diberikan dalam bentuk:
a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Permukiman kembali;
d. Kepemilikan saham; atau
e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

3.4.5 PELEPASAN TANAH INSTANSI


Pelepasan Objek Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum yang dimiliki pemerintah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur pengelolaan
barang milik negara/daerah. Pelepasan Objek
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang
dikuasai oleh pemerintah atau dikuasai/dimiliki oleh
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012. Pelepasan Objek Pengadaan Tanah
Instansi tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
a. Objek Pengadaan Tanah yang telah berdiri
bangunan yang dipergunakan secara aktif untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan. Ganti
Kerugian diberikan dalam bentuk tanah dan/atau
bangunan atau relokasi.
b. Objek Pengadaan Tanah kas desa. Ganti Kerugian
diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan
atau relokasi.

64
Berikut adalah tahapan pelaksanaan pengadaan
tanah:

Penyiapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Instan Pelaksana Pengadaan Tanah memberitahukan kepada Pihak yang


Berhak, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang, dan/atau masyarakat
yang terkena dampak atau kuasanya dengan surat pemberitahuan melalui
lurah/kepala desa atau pemberitahuan tersebut dilaksanakan secara
langsung

Satgas melakukan penyiapan inventarisasi dan identifikasi

Satgas A melakukan pengukuran dan pemetaan

Satgas A menyusun peta bidang tanah hasil pengukuran dan pemetaan yang
ditandatangani oleh ketua Satgas A sesuai format

Satgas B melakukan pengumpulan data

Ketua Satgas menyerahkan hasil inventarisasi dan identifikasi kepada ketua


pelaksana berupa peta bidang tanah dan daftar nominative serta berita acara
(BA sesuai format). BA sebagai dasar pemberian ganti kerugian

Ketua Pelaksana mengumumkan hasil inventarisasi dan identifikasi di kantor


kelurahan/ desa, kantor kecamatan, dan lokasi pembangunan dalam waktu
paling lama 14 Hari (Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah dalam jangka waktu 14
Hari sejak hasil inventarisasi dan identifikasi diumumkan); Ketua Pelaksana
menugaskan satgas untuk melakukan verifikasi dan perbaikan hasil
inventarisasi dan identifikasi apabila ada yang mengajukan keberatan

Ketua Pelaksana menyerahkan hasil inventarisasi dan identifikasi kepada


instansi yang memerlukan tanah

Instansi yang memerlukan tanah menerima hasil inventarisasi dan


identifikasi

65
1

Inventarisasi Tanah
Instan Pelaksana Pengadaan Tanah memberitahukan kepada Pihak yang
Berhak, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang, dan/atau masyarakat
yang terkena dampak atau kuasanya dengan surat pemberitahuan melalui
lurah/kepala desa atau pemberitahuan tersebut dilaksanakan secara
langsung

Satgas melakukan penyiapan inventarisasi dan identifikasi

Satgas A melakukan pengukuran dan pemetaan

Satgas A menyusun peta bidang tanah hasil pengukuran dan pemetaan yang
ditandatangani oleh ketua Satgas A sesuai format

Satgas B melakukan pengumpulan data

Ketua Satgas menyerahkan hasil inventarisasi dan identifikasi kepada ketua


pelaksana berupa peta bidang tanah dan daftar nominative serta berita acara
(BA sesuai format). BA sebagai dasar pemberian ganti kerugian

Ketua Pelaksana mengumumkan hasil inventarisasi dan identifikasi di kantor


kelurahan/ desa, kantor kecamatan, dan lokasi pembangunan dalam waktu
paling lama 14 Hari (Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah dalam jangka waktu 14
Hari sejak hasil inventarisasi dan identifikasi diumumkan); Ketua Pelaksana
menugaskan satgas untuk melakukan verifikasi dan perbaikan hasil
inventarisasi dan identifikasi apabila ada yang mengajukan keberatan

Ketua Pelaksana menyerahkan hasil inventarisasi dan identifikasi kepada


instansi yang memerlukan tanah

Instansi yang memerlukan tanah menerima hasil inventarisasi dan


identifikasi

66
2

Penetapan Penilai
Instansi yang Memerlukan Tanah melakukan pengadaan jasa Penilai
Pertanahan

Ketua pelaksana pengadaan tanah menetapkan hasil pengadaan jasa penilai


dengan surat keputusan ketua pelaksana pengadaan (Apabila pengadaan jasa
Penilai gagal, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat menunjuk Penilai
Publik atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dan kemudian diserahkan
kepada ketua pelaksana untuk di tetapkan)

Ketua pelaksana menyerahkan peta bidang tanah, daftar nominatif dan


salinan DPPT kepada penilai/ penilai publik dan dituangkan dalam BA
penyerahan bahan penilaian

Penilai/ penilai publik melakukan penilaian dengan melaksanakan inspeksi


ke lapangan untuk menentukan besarnya nilai Ganti Kerugian bidang per
bidang tanah

Apabila terdapat perbedaan data nominatif dan/atau peta bidang tanah


dengan hasil inspeksi ke lapangan oleh Penilai atau Penilai Publik, maka
disampaikan kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah untuk dilakukan
perbaikan data nominatif dan/atau peta bidang tanah. Perbaikan data
nominatif dan/atau peta bidang tanah dituangkan dalam berita acara
perubahan data nominatif dan/atau peta bidang tanah

Penilai atau Penilai Publik melakukan penjelasan/pemaparan atas hasil


penilaian di hadapan pelaksana Pengadaan Tanah dan Instansi yang
Memerlukan Tanah

Penilai atau penilai publik menyerahkan hasil penilaian kepada ketua


pelaksana disertai BA penyerahan hasil penilaian yang berisi besarnya nilai
ganti kerugian

Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian


Pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan undangan musyawarah
penetapan bentuk Ganti kepada pihak yang berhak melalui lurah/kepala
desa

Lurah/kepala desa atau nama lain menyampaikan undangan musyawarah


penetapan bentuk Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak

Pelaksana pengadaan tanah melaksanakan musyawarah dengan pihak yang


berhak dengan didampingi oleh Penilai atau Penilai Publik dan Instansi yang
Memerlukan Tanah. Hasil pelaksanaan musyawarah dibuat dalam berita
acara kesepakatan

3
67
3

Pemberian Ganti Kerugian


Ketua pelaksana pengadaan tanah melakukan verifikasi kesesuaian data
pada daftar nominatif dan peta bidang tanah dengan dokumen atau warkah
objek dan subjek Pengadaan Tanah serta bentuk Ganti Kerugian berdasarkan
hasil musyawarah (Validasi dilakukan paling lama 5 (lima) Hari sejak
ditandatanganinya berita acara kesepakatan bentuk Ganti Kerugian)

Instansi yang memerlukan tanah melakukan pemberian ganti kerugian

Pemberian ganti kerugian dibuktikan dengan kuitansi penerimaan Ganti


Kerugian yang dibuat dengan rangkap 3 (tiga) dan dibuat berita acara
pemberian Ganti Kerugian dalam bentuk uang. Pemberian ganti kerugian
dalam bentuk lain, diantaranya: (1) tanah pengganti; (2) permukiman
kembali; (3) kepemilikan saham; atau bentuk lain

Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus

Mendokumentasikan pelaksanaan pemberian ganti kerugian dengan foto


dan/ atau video

Penitipan Ganti Kerugian


Ketua pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan permintaan penitipan
Ganti Kerugian kepada Instansi yang Memerlukan Tanah dengan
melampirkan BA permintaan penitipan Ganti Kerugian

Instansi yang Memerlukan Tanah mengajukan permohonan penitipan Ganti


Kerugian kepada ketua pengadilan negeri dengan melampirkan BA
permintaan penitipan, BA kesepakatan musyawarah, dan surat pernyataan
ketersediaan anggaran

Pengadilan negeri melakukan penetapan persetujuan penitipan

Instansi yang memerlukan tanah melakukan penitipan ganti kerugian dengan


menyerahkan ganti kerugian kepada pengadilan negeri yang disertai dengan
BA Penitipan ganti kerugian

68
4

Pelepasan Objek Pengadaan tanah


Pihak yang berhak melakukan pelepasan hak objek pengadaan tanah kepada
negara di hadapan kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk ketua
pelaksana pengadaan tanah dan dilaksanakan bersamaan pada saat
pemberian Ganti Kerugian, dengan menandatangani BA pelepasan hak,
menandatangani surat pernyataan pelepasan/penyerahan Hak,
menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak Pihak yang
Berhak terhadap kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau
kepemilikan Objek Pengadaan Tanah, menyerahkan salinan/fotokopi
identitas diri atau identitas kuasanya

Pemutusan Hubungan Hukum antara Pihak yang Berhak


dengan Objek Pengadaan Tanah
Kepala Kantor pertanahan melakukan pencatatan hapus nya hak pada buku
tanah dan daftar umum pendaftaran tanah lainnya menjadi tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara pada saat pemberian ganti kerugian

Untuk Objek Pengadaan Tanah terhadap aset Pemerintah Pusat/Pemerintah


Daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah/pemerintah
desa/badan usaha milik desa, Kepala kantor pertanahan atau ketua
pelaksana Pengadaan Tanah memberitahukan pemutusan hubungan hukum
kepada Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah/pemerintah desa/badan usaha milik desa

Dalam hal Ganti Kerugian telah dititipkan di pengadilan, Kepala Kantor


Pertanahan melakukan pemutusan hubungan hukum dan mencatat
hapusnya hak dalam buku tanah dan daftar umum lainnya atas Objek
Pengadaan Tanah berdasarkan penetapan pengadilan negeri tentang
penitipan Ganti Kerugian

Pendokumentasian Data pelaksanaan Pengadaan Tanah


Melakukan dokumentasi Data pelaksanaan Pengadaan Tanah, dalam berita
acara penyerahan data pelaksanaan Pengadaan Tanah

Melakukan penyimpanan data dalam bentuk data elektronik

Pengambilan Ganti Kerugian


Dalam hal Ganti Kerugian telah dititipkan di pengadilan, Ganti Kerugian
dapat diambil oleh Pihak yang Berhak dengan surat pengantar dari ketua
pelaksana Pengadaan Tanah setelah menyerahkan dokumen
penguasaan/kepemilikan tanah dan salinan identitas Pihak yang Berhak
dan/atau kuasa/wali/pengampu

Gambar 3-4: Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah


69
3.5 PENYERAHAN HASIL

Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil


pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah
disertai data Pengadaan Tanah paling lama 7 hari kerja sejak
pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah dengan berita acara.
Berikut tahapan penyerahan hasil pengadaan tanah:
Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah
Ketua pelaksana pengadaan tanah menyerahkan data pelaksanaan
pengadaan tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah (data asli) dan
Kepala Kantor Pertanahan Setempat (1 (satu) Salinan) dengan BA penyerahan
hasil Pengadaan Tanah (Penyerahan hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah
dilakukan secara keseluruhan atau bertahap dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) Hari sejak Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah)

Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan sertifikat Hak


Atas Tanah kepada Kantor Pertanahan setempat dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) Hari sejak menerima penyerahan hasil Pengadaan Tanah

Kantor Pertanahan menerbitkan surat ukur yang didasarkan atas peta bidang
tanah hasil pengukuran dan pemetaan batas keliling lokasi oleh Satgas A

Kantor Pertanahan menyelesaikan permohonan sertifikat hak atas tanah

Gambar 3-5: Penyerahan hasil Pengadaan Tanah

3.6 TATA CARA PENGADAAN TANAH SKALA KECIL


Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, Pengadaan Tanah
Skala Kecil, dapat dilakukan:
1. secara langsung oleh Instansi yang Memerlukan Tanah

dengan Pihak yang Berhak, dengan cara jual beli, tukar


menukar, atau cara lain yang disepakati; atau
2. dengan menggunakan tahapan Pengadaan Tanah.

70
Pengadaan Tanah Skala Kecil harus memenuhi Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pengadaan Tanah Skala Kecil
yang dilakukan secara langsung tidak memerlukan
Penetapan Lokasi. Instansi yang Memerlukan Tanah wajib
melaporkan pelaksanaan Pengadaan Tanah yang dilakukan
secara langsung kepada kepala Kantor Pertanahan setempat
dan wajib didaftarkan permohonan Hak Atas Tanah di
Kantor Pertanahan setempat.
Pengadaan Tanah Skala Kecil yang dilakukan melalui
penetapan lokasi dalam hal:
1. diperkirakan akan mendapat penolakan dari masyarakat;

dan
2. lokasi Pengadaan Tanah tidak memungkinkan untuk

dipindah.
Penetapan Lokasi diterbitkan oleh bupati/walikota.
Penetapan Lokasi ditetapkan berdasarkan rencana
Pengadaan Tanah yang disusun dalam bentuk DPPT dan
studi kelayakan minimal. Studi kelayakan minimal paling
sedikit memuat Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
dan kelayakan lokasi serta dituangkan dalam dokumen
studi kelayakan. DPPT paling sedikit berisi muatan wajib.

71
Pengadaan Tanah Skala Kecil secara Langsung
Menyusun Rencana Kebutuhan Tanah

Melakukan Penyiapan Pengadaan Tanah

Melakukan Pengumpulan Data Awal Pihak yang Berhak dan Objek


Pengadaan Tanah (khususnya status tanah/ mengecek keaslian surat tanah)

Melakukan inventarisasi dan identifikasi

Melakukan penilaian untuk menentukan besarnya nilai Ganti Kerugian


bidang per bidang tanah

Melakukan Proses Jual Beli (membuat Akta Jual Beli), Tukar Menukar, atau
cara lain yang disepakati

Melakukan Pendaftaran Hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah di Kantor


Pertanahan setempat

Gambar 3-6: Pengadaan Tanah Skala Kecil Secara Langsung

Pengadaan Tanah Skala Kecil melalui Penetapan Lokasi

Pengadaan tanah skala kecil sesuai dengan mekanisme pengadaan tanah


bagi pembangunan untuk kepentingan umum dengan penetapan lokasi
mengikuti tahapan pengadaan tanah melalui penetapan lokasi.

Gambar 3-7: Pengadaan Tanah Skala Kecil dengan Penetapan


Lokasi

3.7 PERHITUNGAN DURASI PENGADAAN TANAH


Perhitungan durasi pengadaan tanah berdasarkan
pelaksanaan pada masing-masing tahapan adalah:

72
Gambar 3-8: Tata Cara Pengadaan Tanah

73
Tabel 3-1: Durasi Pelaksanaan Pengadaan Tanah

4. TATA CARA PENANGANAN DAMPAK SOSIAL DALAM


PENGADAAN TANAH

4.1 PERSIAPAN
Tim Terpadu melakukan persiapan yang dituangkan dalam
rencana kerja paling sedikit memuat:
1. Rencana waktu dan jadwal pelaksanaan;

2. Agenda pelaksanaan tahapan persiapan;

3. Rencana pendanaan dan pembiayaan operasional


penanganan dampak sosial;
4. Rencana kebutuhan bahan dan peralatan;

5. Identifikasi permasalahan dan kendala teknis;

6. Alternatif strategi dan solusi terhadap hambatan dan

kendala;
7. Perkiraan pemberian nilai santunan awal;

8. Rekomendasi daftar masyarakat yang berhak menerima

santunan;
9. Rekomendasi mekanisme dan tata cara pemberian
santunan; dan
10. Bentuk dan mekanisme monitoring.
74
Tim Terpadu membentuk satuan tugas Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan. Satuan tugas
mempunyai tugas melakukan pendataan, verifikasi dan
validasi subjek dan objek Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan.
4.2 PENDATAAN, VERIFIKASI DAN VALIDASI
Satuan tugas melakukan pengumpulan data paling sedikit:
1. Nama, pekerjaan dan alamat pihak yang
menguasai/menggarap/menyewa;
2. Nomor induk kependudukan atau identitas diri lainnya;

3. Bukti penguasaan, lama penguasaan, bangunan,


tanaman dan/atau benda yang berdiri di atas tanah; dan
4. Luas dan jenis bangunan, jumlah dan jenis tanam

tumbuh dan benda lain yang berdiri di atas tanah.


Hasil pengumpulan data dilakukan verifikasi dan validasi
berdasarkan kriteria, sebagai berikut:
1. Telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara fisik

paling singkat 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus;


dan
2. Menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad baik

secara terbuka, serta tidak diganggu gugat, diakui dan


dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah dan/atau
Lurah/Kepala Desa setempat.
Hasil verifikasi dan validasi masyarakat yang memenuhi
kriteria dibuat dalam bentuk daftar masyarakat yang berhak
mendapatkan santunan, paling sedikit memuat:

1. Identitas masyarakat yang menguasai/menggarap/


menyewa;
2. Lama penguasaan;

3. Bukti penguasaan;

75
4. Jenis, jumlah dan luas bangunan;

5. Jenis dan jumlah tanam tumbuh; dan

6. Benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Daftar masyarakat yang berhak mendapatkan santunan


ditandatangani oleh Ketua Satuan Tugas.
Hasil pendataan, verifikasi dan validasi yang telah
diumumkan oleh Ketua Tim Terpadu dan tidak ada
keberatan dari pihak yang berhak atau perubahan hasil
pendataan, verifikasi dan validasi, menjadi dasar penentuan
pemberian santunan.

4.3 PENETAPAN PENILAI


Instansi yang memiliki tanah mengusulkan penilai untuk
menghitung besaran nilai santunan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang/jasa pemerintah. Penilai meminta daftar
masyarakat yang berhak mendapatkan santunan yang telah
ditetapkan oleh Ketua Tim Terpadu.
Penilai bertugas melakukan penilaian besarnya santunan,
meliputi:
1. Biaya pembersihan segala sesuatu yang berada di atas

tanah;
2. Mobilisasi;

3. Sewa rumah paling lama 12 (dua belas) bulan; dan/atau

4. Tunjangan kehilangan pendapatan dari pemanfaatan

tanah.

76
Besarnya nilai santunan berdasarkan hasil penilaian oleh
penilai disampaikan kepada Ketua Tim Terpadu dengan
berita acara penyerahan hasil penilaian. Hasil Penilaian
dijadikan dasar untuk pengajuan rekomendasi besaran
nilai santunan dan mekanisme tata cara pemberian
santuan. Tim Terpadu menyusun rekomendasi Penanganan
Dampak Sosial Kemasyarakatan yang disampaikan kepada
Gubernur/ Bupati/Walikota paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak menerima hasil penilaian.
Berdasarkan rekomendasi Tim Terpadu, Gubernur/Bupati
/Walikota menetapkan:
1. Daftar masyarakat penerima santunan;

2. Besaran nilai santunan; dan

3. Mekanisme dan tata cara pemberian santunan.

4.4 PEMBERIAN SANTUNAN ATAU RELOKASI


Instansi yang memiliki tanah melaksanakan pemberian
santunan kepada masyarakat yang diberikan dalam bentuk
uang atau relokasi. Pelaksanaan pemberian santunan yang
berupa uang dapat diberikan dalam bentuk tunai atau
melalui transaksi perbankan. Pemberian santunan dalam
bentuk uang disiapkan oleh Instansi yang memiliki tanah
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota.

777
Pemberian santunan dalam bentuk relokasi dilakukan oleh
instansi yang memiliki tanah dengan berkoordinasi dengan
Tim Terpadu dan dilakukan oleh Instansi pemilik tanah
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Pemberian santunan
dalam bentuk relokasi dibuat berita acara penyerahan
santunan dalam bentuk relokasi.

4.5 PENITIPAN UANG SANTUNAN


Penitipan uang santunan dilakukan dalam hal:
1. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya

uang santunan dan tidak mengajukan keberatan ke


Pengadilan Negeri;
2. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya

uang santunan berdasarkan putusan Pengadilan


Negeri/Mahkamah Agung yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
3. Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya;

4. Dalam hal pihak yang berhak telah diundang secara

patut tidak hadir dan tidak memberikan kuasa; atau


5. Objek Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang

akan diberikan uang santunan:


a. sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
b. masih dipersengketakan kepemilikannya;
c. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
d. menjadi jaminan di bank atau jaminan hutang
lainnya.
Penitipan uang santunan dilakukan oleh instansi pemilik
tanah. Dalam hal uang santunan dititipkan ke bank
persepsi dilakukan berdasarkan kesepakatan Tim Terpadu

78
dengan rekening atas nama Tim Terpadu. Dalam hal masa
kerja Tim Terpadu telah berakhir dan uang santunan belum
diambil oleh pihak yang berhak maka penyelesaian
penitipan uang santunan dilaksanakan oleh Sekretaris
Daerah. Penitipan uang santunan dibuat dalam berita acara
penitipan uang santunan.

4.6 PENDOKUMENTASIAN DAN PENGADMINISTRASIAN

Tim Terpadu melakukan pengumpulan, pengelompokan,


pengolahan dan penyimpanan data Penanganan Dampak
Sosial Kemasyarakatan. Data Penanganan Dampak Sosial
Kemasyarakatan disimpan, didokumentasikan dan
diarsipkan oleh Instansi yang memiliki tanah.
Data Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dapat
disimpan dalam bentuk data elektronik.
Persiapan
Melakukan Penyusunan Dokumen Rencana yang memuat paling sedikit:
• letak tanah dan luas tanah serta kondisi di atas tanah yang dikuasai
oleh Masyarakat;
• data Masyarakat yang menguasai tanah; dan
• gambaran umum situasi dan kondisi Masyarakat yang menguasai tanah

Menyampaikan Dokumen Rencana kepada Gubernur

Gubernur meneliti dan mempertimbangkan Penanganan Dampak Sosial


Kemasyarakatan akan dilakukan oleh pemerintah provinsi atau oleh
Bupati/Walikota.

Gubernur/ Bupati/ Walikota membentuk Tim Terpadu

Tim Terpadu melakukan persiapan yang dituangkan dalam rencana kerja

Tim Terpadu membentuk satuan tugas Penanganan Dampak Sosial


Kemasyarakatan

79
1

Pendataan, Verifikasi dan Validasi

Tim Terpadu bersama satuan tugas melakukan pemberitahuan kepada


pihak yang berhak melalui Lurah/Kepala Desa atau nama lain
yang setara dengan itu, melalui:
a. Sosialisasi atau tatap muka; atau
b. Surat pemberitahuan.

Satuan tugas melakukan pendataan, verifikasi, dan validasi luas dan jenis
bangunan, jumlah dan jenis tanam tumbuh serta benda lain yang berdiri di
atas tanah.

Hasil pengumpulan data kemudian diverifikasi dan divalidasi

Hasil verifikasi dan validasi masyarakat yang memenuhi kriteria dibuat dalam
bentuk daftar masyarakat yang berhak mendapatkan santunan dan
ditandatangi oleh Ketua Satuan Tugas

Hasil pendataan, verifikasi dan validasi data diserahkan oleh Ketua Satuan
Tugas kepada Ketua Tim Terpadu dengan berita acara penyerahan.

Hasil pendataan, verfikasi dan validasi diumumkan di kantor kelurahan/desa


atau nama lain yang setara dengan itu, kantor kecamatan atau nama lain
yang setara dengan itu dan lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja. Pengumuman ditandatangani dan dilakukan oleh Ketua
Tim Terpadu.

Apabila terdapat pihak yang keberatan atas hasil pendataan, verifikasi dan
validasi, pihak yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada
Ketua Tim Terpadu dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil
pendataan, verifikasi dan validasi diumumkan. .

Ketua Tim Terpadu menugaskan satuan tugas Penanganan Dampak Sosial


Kemasyarakatan untuk melakukan verifikasi terhadap keberatan yang
diajukan atas hasil pendataan, verifikasi dan validasi.

Apabila keberatan atas hasil pendataan, verifikasi dan validasi diterima/


ditolak, Ketua Tim Terpadu melakukan perbaikan terhadap daftar
masyarakat yang berhak mendapatkan santunan apabila diterima, dan
menjelaskan alasan penolakan apabila di tolak. Membuat Berita Acara
Perubahan/ Penolakan hasil pendataan, verifikasi dan validasi, yang

80
2

Penetapan Penilaian

Instansi yang memiliki tanah mengusulkan penilai untuk menghitung


besaran nilai santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah

Ketua Tim Terpadu menetapkan penilai berdasarkan usulan dari instansi


yang memiliki tanah.

Penilai meminta daftar masyarakat yang berhak mendapatkan santunan yang


telah ditetapkan oleh Ketua Tim Terpadu dan dibuat dalam berita acara
penyerahan daftar masyarakat

Besarnya nilai santunan, oleh penilai disampaikan kepada Ketua Tim


Terpadu dengan berita acara penyerahan hasil penilaian yang dijadikan dasar
untuk pengajuan rekomendasi besaran nilai santunan dan mekanisme tata
cara pemberian santuan.

Tim Terpadu menyusun rekomendasi Penanganan Dampak Sosial


Kemasyarakatan dan disampaikan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima hasil penilaian.

Berdasarkan rekomendasi Tim Terpadu,


Gubernur/ Bupati/Walikota menetapkan:
a. Daftar masyarakat penerima santunan;
b. Besaran nilai santunan; dan
c. Mekanisme dan tata cara pemberian santunan,
yang diterbitkan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja. .

81
3

Pemberian Santunan atau Relokasi


Berdasarkan penetapan Gubernur/ Bupati/ Walikota, instansi yang memiliki
tanah melaksanakan pemberian santunan kepada masyarakat yang
diberikan dalam bentuk uang atau relokasi.

Pemberian santunan dalam bentuk uang disiapkan oleh Instansi yang


memiliki tanah dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah keputusan
Gubernur/ Bupati/Walikota, dalam bentuk tunai atau melalui transaksi
perbankan.

Pemberian santunan dalam bentuk relokasi dilakukan oleh instansi yang


memiliki tanah dengan berkoordinasi dengan Tim Terpadu dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun dan dibuat berita acara penyerahan santunan dalam
bentuk relokasi.

Penitipan Uang Santunan


Instansi pemilik tanah melakukan penitipan uang santunan, yang dilakukan
dalam hal:
a. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya uang santunan
dan tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri;
b. Pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya uang santunan
berdasarkan putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya;
d. Dalam hal pihak yang berhak telah diundang secara patut tidak hadir dan
tidak memberikan kuasa; atau
e. Objek Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang akan diberikan
uang santunan:
1. sedang menjadi objek perkara di pengadilan;
2. masih dipersengketakan kepemilikannya;
3. diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau
4. menjadi jaminan di bank atau jaminan hutang lainnya.

Membuat berita acara penitipan uang santunan. .

Pendokumentasian dan Pengadministrasian


Tim Terpadu melakukan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan dan
penyimpanan data Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan.

Data Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan disimpan,


didokumentasikan dan diarsipkan oleh Instansi yang memiliki tanah.

Gambar 4-1: Penanganan Dampak Sosial dalam Pengadaan Tanah

82
4.7 PENGAMBILAN DISKRESI DALAM RANGKA
PENANGANAN DAMPAK SOSIAL YANG TIMBUL DALAM
PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL.
Dalam hal penyelesaian hambatan dan permasalahan
bersifat mendesak untuk kepentingan dan kemanfaatan
umum serta pelayanan publik, menteri/kepala lembaga,
gubernur, dan bupati/walikota mengambil diskresi sesuai
dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,
berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak
menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan dengan
iktikad baik serta memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan.
Dalam hal tertentu pengambilan diskresi dilakukan
berdasarkan koordinasi dan pembahasan dengan
kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah.
Dalam hal pengambilan, terdapat permasalahan hukum
terkait dengan administrasi Pemerintahan, penyelesaiannya
dilakukan melalui ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang administrasi Pemerintahan.

83
5. TATA CARA PERUBAHAN STATUS ATAS OBJEK PENGADAAN
TANAH

5.1 TATA CARA PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK


NEGARA/DAERAH (BMN/D)

5.1.1 TUKAR MENUKAR


5.1.1.1 Tukar Menukar Barang Milik Daerah

A. Ketentuan-Ketentuan Umum Tukar


Menukar barang Milik Daerah

1. Tukar menukar ditempuh apabila


pemerintah daerah tidak dapat
menyediakan tanah dan/atau
bangunan pengganti.
2. Tukar menukar barang milik daerah

dapat dilakukan dengan pihak:


a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah
atau badan hukum milik
pemerintah lainnya yang dimiliki
negara;
d. Pemerintah Desa; atau
e. Swasta.

3. Tukar menukar barang milik daerah

dapat berupa:
a. Tanah dan/atau bangunan yang
telah diserahkan kepada
Gubernur/Bupati /Walikota;

84
b. Tanah dan/atau bangunan yang
berada pada Pengguna Barang;
dan/atau
c. Selain tanah dan/atau bangunan.
4. Tukar menukar dilaksanakan setelah

dilakukan kajian berdasarkan:


a. Aspek teknis;
b. Aspek ekonomis; dan
c. Aspek yuridis.
5. Tukar menukar dilaksanakan oleh
pengelola barang setelah mendapat
persetujuan Gubernur
/Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
6. Pelaksanaan tukar menukar barang

milik daerah yang berada pada


Pengelola Barang dilakukan
berdasarkan:
a. Kebutuhan dari Pengelola Barang
untuk melakukan tukar menukar;
atau
b. Permohonan tukar menukar dari
pihak.

B. Para Pelaku
1. Gubernur/ Bupati/ Walikota adalah

pemegang kekuasaan pengelolaan


BMD
2. Sekretaris Daerah adalah Pengelola

Barang Milik Daerah.


3. Kepala SKPD adalah Pengguna Barang

Milik Daerah.
85
Menyampaikan Permohonan
Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
Permohonan disertai data pendukung: a. rincian peruntukan; b.
jenis/spesifikasi; c. lokasi/data teknis; d. perkiraan nilai barang pengganti;
dan e. hal lain yang diperlukan

Melakukan Penelitian
Pembentukan Tim oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan
penelitian

Tim Penelitian melakukan penelitian data administratif: a. status dan bukti


kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang
milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode
barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status
kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun
perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data
barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data
calon penerima hibah

Tim Penelitian melakukan penelitian data fisik: Penelitian fisik dilakukan


dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan
dengan data administratif. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara
penelitian

Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Gubernur/ Bupati/


Walikota untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek menjadi
objek tukar menukar.

Tim Penelitian melakukan penelitian data fisik: Penelitian fisik dilakukan


dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan
dengan data administratif. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara
penelitian

Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Gubernur/ Bupati/


Walikota untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek menjadi
objek tukar menukar.

86
1

Keputusan Tukar Menukar


Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti

Pengelola Barang melakukan penilaian terhadap BMD yang akan ditukarkan


dan barang pengganti

Hasil Penilaian disampaikan Pengelola Barang kepada


Gubernur/Bupati/Walikota

Gubernur/Bupati/Walikota melakukan penetapan mitra tukar menukar

Gubernur/Bupati/Walikota menerbitkan keputusan tukar menukar

Permohonan Persetujuan
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar
kepada Gubernur/Bupati/Walikota

Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD/Gubernur/Bupati/Walikota


terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD

Berdasarkan surat persetujuan tukar menukar Gubernur/Bupati/Walikota


dan mitra tukar menukar menandatangani perjanjian tukar menukar

87
2

Pelaksanaan Tukar Menukar


Mitra tukar menukar melaksanakan pekerjaan pembangunan/pengadaan
barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar

Gubernur/Bupati/Walikota membentuk Tim untuk melakukan monitoring


pelaksanaan pengadaan/ pembangunan barang pengganti

Pengelola Barang melakukan penilaian terhadap kesesuaian barang


pengganti sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian tukar menukar.
Dalam hal hasil penilaian terdapat ketidaksesuian spesifikasi dan/atau
jumlah barang pengganti dengan perjanjian tukar menukar, mitra tukar
menukar berkewajiban melengkapi/memperbaiki ketidaksesuai tersebut

Gubernur/Bupati/Walikota membentuk Tim untuk melakukan penelitian


kelengkapan dokumen barang pengganti, antara lain bukti kepemilikan, serta
menyiapkan Berita Acara Serah Terima (BAST) untuk ditandatangani oleh
Pengelola Barang dan mitra tukar menukar. Dalam hal kewajiban mitra tukar
menukar untuk melengkapi/memperbaiki tidak dapat dipenuhi, maka mitra
tukar menukar berkewajiban untuk menyetorkan selisih nilai barang milik
daerah dengan barang pengganti ke rekening Kas Umum Daerah

Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam


Berita Acara Serah Terima (BAST).

Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah

Gambar 5-1: Tahapan Tukar Menukar Barang Milik Daerah

88
C. Pemindahtanganan Aset Desa
1. Bentuk pemindahtanganan aset desa,

meliputi:
a. Tukar menukar;
b. Penjualan;
c. Penyertaan modal Pemerintah
Desa.
2. Pemindahtanganan aset desa berupa

Tanah dan/atau bangunan milik desa


hanya dilakukan dengan tukar
menukar dan penyertaan modal.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

bersama Pemerintah Desa melakukan


inventarisasi dan penilaian aset Desa
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penilaian aset
desa dalam rangka pemanfaatan dan
pemindahtanganan berupa tanah
dan/atau bangunan dilakukan oleh
Penilai Pemerintah atau Penilai
Publik.
4. Pemindahtanganan aset Desa berupa

tanah melalui tukar menukar terdiri


dari:
a. untuk kepentingan umum;
b. bukan untuk kepentingan umum;
dan
c. tanah kas desa selain untuk
kepentingan umum dan bukan
untuk kepentingan umum.
89
5. Tukar menukar dilakukan dengan
ketentuan:
a. tukar menukar dilakukan setelah
terjadi kesepakatan besaran ganti
rugi sesuai harga yang
menguntungkan desa dengan
menggunakan nilai wajar hasil
perhitungan tenaga penilai;
b. apabila tanah pengganti belum
tersedia maka terhadap tanah
pengganti terlebih dahulu dapat
diberikan berupa uang;
c. penggantian berupa uang harus
digunakan untuk membeli tanah
pengganti yang senilai;
d. tanah pengganti diutamakan
berlokasi di Desa setempat; dan
e. apabila lokasi tanah pengganti
tidak tersedia di Desa setempat,
tanah pengganti dapat berlokasi
dalam satu Kecamatan dan/atau
Desa di kecamatan lain yang
berbatasan langsung.

90
6. Tukar menukar tanah milik desa
dilakukan dengan tahapan:
a. Kepala Desa menyampaikan surat
kepada Bupati/Walikota terkait
hasil Musyawarah Desa tentang
tukar menukar tanah milik Desa
dengan calon lokasi tanah
pengganti berada pada desa
setempat;
b. Kepala Desa menyampaikan
permohonan izin kepada
Bupati/Walikota, untuk
selanjutnya Bupati/Walikota
meneruskan permohonan izin
kepada Gubernur.
7. Apabila lokasi tanah pengganti tidak

tersedia di desa setempat dilakukan


dengan tahapan:
a. Bupati/Walikota melakukan
tinjauan lapangan dan verifikasi
data untuk mendapatkan
kebenaran materiil dan formil yang
dituangkan dalam berita acara;
b. Hasil tinjauan lapangan dan
verifikasi data disampaikan kepada
Gubernur sebagai bahan
pertimbangan pemberian
persetujuan;

91
c. Sebelum pemberian persetujuan,
Gubernur dapat melakukan
kunjungan lapangan dan verifikasi
data;
d. Setelah Gubernur memberikan
persetujuan, selanjutnya Kepala
Desa menetapkan Peraturan Desa
tentang tukar menukar tanah milik
desa.
8. Berita Acara memuat antara lain:

a. Hasil musyawarah desa;


b. Letak, luasan, harga wajar, tipe
tanah desa berdasarkan
penggunaannya; dan
c. Bukti kepemilikan tanah desa yang
ditukar dan penggantinya.
9. Gubernur melaporkan hasil tukar
menukar kepada Menteri.
5.1.1.2 Tukar Menukar BMN

A. Ketentuan-Ketentuan Umum Tukar


Menukar BMN
1. Pertimbangan Tukar Menukar
meliputi:
a. dalam hal BMN berupa tanah dan/
atau bangunan sudah tidak sesuai
dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota;

92
b. guna menyatukan BMN yang
lokasinya terpencar;
c. guna menyesuaikan bentuk BMN
berupa tanah agar penggunaannya
lebih optimal;
d. dalam rangka pelaksanaan
rencana strategis
pemerintah/negara;
e. terhadap BMN berupa tanah
dan/atau bangunan guna
mendapatkan/ memberikan akses
jalan; dan/atau
f. terhadap BMN selain tanah
dan/atau bangunan yang
ketinggalan teknologi.
2. Tukar menukar ditempuh apabila
pemerintah daerah tidak dapat
menyediakan tanah dan/atau
bangunan pengganti. Tukar Menukar
dilaksanakan setelah dilakukan
kajian berdasarkan aspek teknis,
aspek ekonomis, dah aspek yuridis.
3. Barang pengganti utama Tukar
Menukar BMN berupa tanah harus
berupa:
a. Tanah; atau
b. Tanah dan bangunan.

93
4. Barang pengganti utama Tukar
Menukar BMN berupa tanah dan
bangunan harus berupa:
a. Tanah; atau
b. Tanah dan bangunan.
5. Barang pengganti Tukar Menukar
BMN berupa bangunan, dapat berupa:
a. tanah;
b. tanah dan bangunan;
c. bangunan, dan/atau
d. selain tanah dan/atau bangunan.
6. Tukar Menukar dilaksanakan oleh:

a. pengelola barang, untuk BMN yang


berada pada pengelola barang;
b. pengguna barang, setelah
mendapat persetujuan pengelola
barang, untuk BMN yang berada
pada pengguna barang.
7. Mitra Tukar Menukar meliputi:

a. Pemerintah Daerah;
b. BUMN;
c. BUMD;
d. Badan hukum lainnya yang
dimiliki negara;
e. Swasta, baik yang berbentuk
badan hukum maupun
perorangan;
f. Pemerintah Negara lain.

94
B. Tahapan Tukar Menukar BMN

Berikut tahapan tukar menukar BMN yang berada pada pengelola


barang:

Penelitian Kemungkinan Tukar Menukar


Pengelola Barang melakukan penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan
Tukar Menukar:

melakukan penelitian mengenai pertimbangan Tukar Menukar, baik dari


aspek teknis, ekonomis, dan yuridis

melakukan penelitian data administratif: a) data tanah, b) data bangunan

penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik tanah yang akan dijual
dengan data administratif

pengelola barang menyampaikan berita acara penelitian kepada Pengguna


Barang

Permohonan dan Pelaksanaan Tukar Menukar


Pengelola Barang menetapkan BMN yang menjadi objek Tukar Menukar

Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti (1) tanah,


meliputi luas dan lokasi sesuai dengan RTRW; (2) bangunan, meliputi jenis,
luas, dan konstruksi bangunan serta sarana dan prasarana penunjang

Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai melakukan


Penilaian BMN yang akan dilepas

Penilai menyampaikan laporan hasil Penilaian kepada Pengelola Barang

Pengelola Barang melakukan pemilihan mitra Tukar Menukar

Pengelola Barang menerbitkan keputusan Tukar Menukar yang


sekurang-kurangnya memuat: 1) Mitra Tukar Menukar; 2) BMN berupa tanah
dan/atau bangunan yang akan dilepas; 3) Nilai barang pengganti dan nilai
wajar BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dilepas yang masih
berlaku pada tanggal keputusan diterbitkan; dan 4) Rincian rencana barang
pengganti.

Mengajukan Permohonan kepada DPR/ Presiden dalam hal tukar menukar


memerlukan persetujuan DPR/Presiden

95
1

Pengelola Barang dan mitra Tukar Menukar menandatangani perjanjian


Tukar Menukar

Serah Terima & Penghapusan Barang


Mitra Tukar Menukar menyediakan barang pengganti sesuai dengan
perjanjian Tukar Menukar

Pengelola Barang melakukan monitoring pelaksanaan pengadaan /


pembangunan barang pengganti

Pengelola Barang melakukan penilikan kesesuaian spesifikasi dan/ atau


jumlah barang pengganti dengan yang tertuang dalam perjanjian Tukar
Menukar, dan dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah.
Apabila terdapat ketidaksesuaian spesifikasi dan/ atau jumlah barang
pengganti dengan perjanjian, mitra Tukar Menukar wajib melengkapi/
memperbaiki ketidaksesuaian tersebut. Apabila tidak dapat dipenuhi, maka
mitra berkewajiban untuk menyetorkan ke kas negara senilai kewajiban mitra
yang belum dipenuhi

Pengelola Barang melakukan penelitian kelengkapan dokumen barang


pengganti

Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam


berita acara serah terima

Pengelola Barang melakukan Penghapusan BMN

Gambar 5-2: Tukar Menukar BMN Yang Berada Pada Pengelola


Barang
Berikut tahapan tukar menukar BMN yang berada pada pengguna
barang:

Permohonan Tukar Menukar


Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Tukar Menukar
kepada Pengelola Barang, dengan disertai: (1) penjelasan/pertimbangan
Tukar Menukar; (2) surat pernyataan tanggung jawab; (3) peraturan daerah
mengenai tata ruang wilayah atau penataan kota; (4) data administratif BMN
yang dilepas; (5) rincian kebutuhan barang pengganti

96
1

Permohonan Tukar Menukar


Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai melakukan
Penilaian BMN yang akan dilepas

Penilai menyampaikan laporan hasil Penilaian kepada Pengelola Barang

Dalam hal permohonan Tukar Menukar tidak disetujui, Pengelola Barang


memberitahukan kepada Pengguna Barang yang bersangkutan, disertai
alasannya

Penerbitan Izin Prinsip


Dalam hal permohonan Tukar Menukar disetujui, Pengelola Barang
menerbitkan 1zin prinsip Tukar Menukar

Berdasarkan izin prinsip, Pengguna Barang: (1) melakukan pemilihan mitra


Tukar Menukar; (2) melakukan pembahasan dengan mitra Tukar Menukar
mengenai rincian kebutuhan pengganti, yang dituangkan dalam lembar
pembahasan; (3) melakukan penelitian data administratif dan fisik; dan (4)
menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis lainnya. (Guna menunjang
pelaksanaan kegiatan, Pengguna Barang dapat
membentuk tim.

Permohonan Izin Pelaksanaan Tukar Menukar


Pengguna Barang mengajukan permohonan 1z1n pelaksanaan kepada
Pengelola Barang

Dalam hal permohonan izin pelaksanaan Tukar Menukar disetujui, Pengelola


Barang menerbitkan surat persetujuan Tukar Menukar

Mengajukan Permohonan kepada DPR/ Presiden dalam hal hibah


memerlukan persetujuan DPR/Presiden

Pengguna Barang dan mitra Tukar Menukar menandatangani perjanjian


Tukar Menukar

97
2

Serah Terima & Penghapusan Barang


Mitra Tukar Menukar menyediakan barang pengganti sesuai dengan
perjanjian Tukar Menukar

Pengelola Barang melakukan monitoring pelaksanaan pengadaan /


pembangunan barang pengganti

Pengelola Barang melakukan penilikan kesesuaian spesifikasi dan/ atau


jumlah barang pengganti dengan yang tertuang dalam perjanjian Tukar
Menukar, dan dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah.
Apabila terdapat ketidaksesuaian spesifikasi dan/ atau jumlah barang
pengganti dengan perjanjian, mitra Tukar Menukar wajib melengkapi/
memperbaiki ketidaksesuaian tersebut. Apabila tidak dapat dipenuhi, maka
mitra berkewajiban untuk menyetorkan ke kas negara senilai kewajiban mitra
yang belum dipenuhi

Pengelola Barang melakukan penelitian kelengkapan dokumen barang


pengganti

Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam


berita acara serah terima

Pengelola Barang melakukan Penghapusan BMN

Gambar 5-3: Tukar Menukar BMN Yang Berada Pada Pengelola


Barang

5.1.2 PENJUALAN
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang
Milik Negara/Daerah kepada pihak lain dengan
menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan
Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan
pertimbangan:

98
7. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah

yang berlebih atau tidak


digunakan/dimanfaatkan;
8. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi
negara/ daerah apabila dijual; dan/atau
9. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penjualan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan
secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
Pengecualian dalam hal tertentu meliputi:
1. Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus;

2. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih

lanjut oleh Pengelola Barang; atau


3. Barang Milik Daerah lainnya yang ditetapkan lebih

lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.


Penentuan nilai dalam rangka Penjualan Barang Milik
Negara/Daerah secara lelang dilakukan dengan
memperhitungkan faktor penyesuaian.
5.1.2.1 Penjualan BMN

A. Ketentuan-Ketentuan Umum Penjualan


BMN

1. Penjualan BMN dilaksanakan dengan

pertimbangan:
a. untuk optimalisasi BMN yang
berlebih atau tidak digunakan
untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga atau tidak
dimanfaatkan oleh pihak lain;

99
b. secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi negara
apabila dijual; dan/ atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
2. Penjualan dilaksanakan oleh:

a. Pengelola barang, untuk BMN yang


berada pada pengelola barang;
b. Pengguna barang, setelah
mendapat persetujuan pengelola
barang, untuk BMN yang berada
pada pengguna barang.
3. Penjualan BMN berupa tanah
dan/atau bangunan dilaksanakan
setelah dilakukan kajian berdasarkan
aspek teknis, aspek ekonomis, dan
aspek yuridis.
4. Penjualan BMN dilakukan secara
lelang, kecuali dalam hal tertentu.
5. Dalam rangka Penjualan BMN
dilakukan Penilaian untuk
mendapatkan nilai wajar.
6. Penilaian untuk tanah dan/ atau
bangunan, dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh
Pengelola Barang.

100
B. Tahapan Penjualan BMN

Berikut tahapan Penjualan BMN yang berada pada pengelola barang:


Perencanaan Penjualan
Pengelola Barang membuat perencanaan Penjualan yang meliputi tetapi tidak
terbatas pada lokasi, pelaksanaan Penjualan, dan pertimbangan dari aspek
teknis, ekonomis, dan yuridis

Melakukan Penelitian
melakukan penelitian data administratif: a) data tanah, b) data bangunan

penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik tanah dan/ atau bangunan
yang akan dijual dengan data administratif

pengelola barang menyampaikan berita acara penelitian kepada Pengguna


Barang

Permohonan dan Pelaksanaan Penjualan

Pengelola Barang mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan


Penilaian BMN berupa tanah dan/ atau bangunan yang akan dijual

Mengajukan Permohonan kepada DPR/ Presiden dalam hal hibah


memerlukan persetujuan DPR/Presiden

Pengelola Barang menetapkan keputusan Penjualan, yang sekurang-


kurangnya memuat data BMN berupa tanah dan/ atau bangunan yang akan
dijual, nilai waJar BMN berupa tanah dan/ atau bangunan, dan nilai limit
Penjualan dari BMN bersangkutan

Pengelola Barang melakukan permintaan Penjualan BMN dengan cara lelang


kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pelayanan lelang untuk mekanisme penjualan secara lelang

Pengelola Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon


pembeli berdasarkan keputusan Penjualan BMN tanpa lelang

101
1

Serah Terima & Penghapusan Barang


Serah terima barang dilaksanakan: 1) berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal
Penjualan BMN dilakukan secara lelang; 2) berdasarkan akta jual beli
notaris/pejabat pembuat akta tanah, dalam hal Penjualan BMN dilakukan
tanpa melalui lelang

Menyusun berita acara serah terima

Pengelola Barang melakukan Penghapusan

Gambar 5-4: Penjualan BMN yang berada pada Pengelola Barang

Berikut tahapan Penjualan BMN yang berada pada pengelola barang:

Pembentukan Tim Internal


Pengguna Barang dapat membentuk tim internal dan melibatkan instansi
teknis yang kompeten

Melakukan penelitian data administratif: a) data tanah, b) data bangunan

Penelitian fisik, dengan cara mencocokkan fisik dengan data administratif

Tim Internal menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada


Pengguna Barang, dengan melampirkan BA penelitian

Permohonan dan Persetujuan Penjualan


Berdasarkan laporan tim internal, Pengguna Barang mengajukan
permohonan Penjualan BMN kepada Pengelola Barang

Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Penjualan BMN,


dengan tahapan: 1) melakukan penelitian atas pertimbangan permohonan
Penjualan BMN; 2) melakukan penelitian data administratif; 3) melakukan
penelitian terhadap pemenuhan persyaratan Penjualan BMN; 4) dalam hal
diperlukan, melakukan penelitian fisik BMN yang direncanakan dilakukan
Penjualan dengan mencocokkan data administratif yang ada, termasuk
mengajukan permohonan kepada Penilai untuk melakukan Penilaian atas
BMN

102
1

Pengelola Barang menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan


Penjualan

Mengajukan Permohonan kepada DPR/ Presiden dalam hal hibah


memerlukan persetujuan DPR/Presiden

Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Penjualan BMN kepada


Pengguna Barang

Pelaksanaan Penjualan
Pengguna Barang melakukan permintaan Penjualan BMN dengan cara lelang
kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pelayanan lelang untuk mekanisme penjualan secara lelang

Pengelola Barang melakukan Penjualan BMN secara langsung kepada calon


pembeli berdasarkan keputusan Penjualan BMN tanpa lelang

Serah Terima & Penghapusan Barang

Serah terima barang dituangkan dalam berita acara serah terima

Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN

Gambar 5-5 Penjualan BMN yang berada pada Pengguna Barang

103
5.1.2.2 Penjualan BMD
A. Ketentuan Umum
1. Penjualan BMD dilaksanakan dengan

pertimbangan:
a. untuk optimalisasi BMD yang
berlebih atau tidak digunakan
untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga atau tidak
dimanfaatkan oleh pihak lain;
b. secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi negara
apabila dijual; dan/ atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
2. Penjualan BMD dilaksanakan secara

lelang, kecuali dalam hal tertentu.


3. Objek penjualan adalah barang milik

daerah yang berada pada Pengelola


Barang/Pengguna Barang, meliputi:
a. Tanah dan/atau bangunan;
b. Selain tanah dan/atau banguan.
4. Penjualan barang milik daerah
berupa tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan persyaratan
sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis:
b. memenuhi persyaratan ekonomis,
yakni secara ekonomis lebih

104
menguntungkan bagi daerah
apabila barang milik daerah dijual,
karena biaya operasional dan
pemeliharaan barang lebih besar
dari pada manfaat yang diperoleh;
dan
c. memenuhi persyaratan yuridis,
yakni barang milik daerah tidak
terdapat permasalahan hukum.
5. Syarat teknis antara lain:

a. lokasi tanah dan/atau bangunan


sudah tidak sesuai dengan tata
ruang wilayah;
b. lokasi dan/atau luas tanah
dan/atau bangunan tidak dapat
digunakan dalam rangka
pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan tugas
pemerintahan daerah;
c. tanah kavling yang menurut awal
perencanaan pengadaannya
diperuntukkan bagi pembangunan
perumahan pegawai negeri
pemerintah daerah yang
bersangkutan;
d. bangunan berdiri di atas tanah
milik pihak lain; atau
e. barang milik daerah yang
menganggur (idle) tidak dapat
dilakukan penetapan status
penggunaan atau pemanfaatan.
105
B. Tahapan Penjualan BMD

Berikut tahapan Penjualan BMD yang berada pada pengelola


barang:

Perencanaan Penjualan
Pengelola Barang membuat perencanaan Penjualan yang meliputi a. data
barang milik daerah; b. pertimbangan penjualan; dan c. pertimbangan dari
aspek teknis, ekonomis, dan yuridis oleh Pengelola Barang.

Pengelola Barang menyampaikan usulan penjualan kepada


Gubernur/Walikota/Bupati disertai perencanaan penjualan

Melakukan Penelitian
Gubernur/Bupati/Walikota melakukan penelitian atas usulan penjualan

Dalam melakukan penelitian, Gubernur/Bupati/Walikota membentuk


Tim untuk melakukan penelitian. Penelitian meliputi: a. penelitian data
administratif; b. penelitian fisik.

Hasil penelitian dituangkan oleh Tim dalam Berita Acara Penelitian


untuk selanjutnya disampaikan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota melalui
Pengelola Barang.

Permohonan dan Pelaksanaan Penjualan

Gubernur/ Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang menugaskan


Penilai untuk melakukan penilaian atas BMD yang akan dijual.

Mengajukan Permohonan kepada DPRD,Gubernur/Bupati/Walikota dalam


hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota

Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan keputusan Penjualan, yang


sekurang-kurangnya memuat data BMD berupa tanah dan/ atau bangunan
yang akan dijual, nilai perolehan dan/atau nilai buku BMD, dan nilai limit
Penjualan dari BMD bersangkutan

Gubernur/Bupati/Walikota melakukan permintaan Penjualan BMD dengan


cara lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang

106
1

Pengelola Barang melakukan Penjualan BMD secara langsung kepada calon


pembeli berdasarkan keputusan Penjualan BMD tanpa lelang

Serah Terima & Penghapusan Barang


Serah terima barang dilaksanakan: 1) berdasarkan Risalah Lelang, dalam hal
Penjualan BMD dilakukan secara lelang; 2) berdasarkan akta jual beli
notaris/pejabat pembuat akta tanah, dalam hal Penjualan BMD dilakukan
tanpa melalui lelang

Menyusun berita acara serah terima

Pengelola Barang melakukan Penghapusan

Gambar 5-6: Penjualan BMD yang berada pada Pengelola Barang

Berikut tahapan Penjualan BMN yang berada pada


Pengguna barang:
Penjualan barang milik daerah pada Pengguna
Barang diawali dengan menyiapkan permohonan
penjualan, antara lain:
a. Data barang milik daerah;
b. Pertimbangan penjualan; dan
c. Pertimbangan dari aspek teknis, ekonomis, dan
yuridis oleh Pengguna Barang.
Pengguna Barang melalui Pengelola Barang
mengajukan usulan permohonan penjualan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.
Tata cara penjualan barang milik daerah pada
Pengelola Barang berlaku mutatis dan mutandis pada
tata cara penjualan barang milik daerah pada
Pengguna Barang.

107
5.1.3 HIBAH
Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan
pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya,
keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat
non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan
negara/ daerah.
Hibah harus memenuhi syarat:
1. Bukan merupakan barang rahasia negara;

2. Bukan merupakan barang yang menguasai hajat

hidup orang banyak; dan


3. Tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas

dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan


negara/daerah.
Hibah dapat berupa:
1. tanah dan/atau bangunan:

a. yang berada pada Pengelola Barang, untuk


Barang Milik Negara;
b. yang telah diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/ Walikota, untuk Barang
Milik Daerah.
2. tanah dan/atau bangunan yang berada pada

Pengguna Barang;
Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan
dilakukan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara;
atau
b. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang
Milik Daerah, sesuai batas kewenangannya.

108
5.1.3.1 Hibah BMD

A. Ketentuan Umum Hibah BMD

1. Hibah barang milik daerah dilakukan


dengan pertimbangan untuk
kepentingan:
a. sosial;

b. budaya;

c. keagamaan;

d. kemanusiaan;

e. pendidikan yang bersifat non


komersial; dan
f. penyelenggaraan pemerintahan
pusat/pemerintahan daerah.
2. Barang milik daerah dapat
dihibahkan apabila memenuhi
persyaratan:
a. bukan merupakan barang
rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang
menguasai hajat hidup orang
banyak; atau
c. tidak digunakan lagi dalam
penyelenggaraan tugas dan
fungsi penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

109
3. Pihak yang dapat menerima hibah
adalah:
a. lembaga sosial, lembaga budaya,
lembaga keagamaan, lembaga
kemanusiaan, atau lembaga
pendidikan yang bersifat non
komersial;
b. pemerintah pusat;
c. pemerintah daerah lainnya;
d. pemerintah desa;
e. perorangan atau masyarakat
yang terkena bencana alam
dengan kriteria masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR)
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; atau
f. pihak lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

B. Tahapan Pelaksanaan Hibah

Berikut tahapan pelaksanaan hibah BMD yang berada pada


pengelola barang:

Menyampaikan Permohonan
Permohonan memuat: a. data pemohon; b. alasan permohonan; c. peruntukan
hibah; d. jenis/ spesifikasi/ nama barang milik daerah yang dimohonkan untuk
dihibahkan; e. jumlah/ luas/ volume barang milik daerah yang dimohonkan
untuk dihibahkan; f. lokasi/data teknis; dan g. surat pernyataan kesediaan
menerima hibah

110
1

Melakukan Penelitian
Pembentukan Tim oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan penelitian

Tim Penelitian melakukan penelitian data administratif: a. status dan bukti


kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang milik
daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan untuk
data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun perolehan,
spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama
barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data barang milik daerah
berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data calon penerima hibah

Tim Penelitian melakukan penelitian data fisik: Penelitian fisik dilakukan dengan
cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan dengan data
administratif. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara penelitian

Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Gubernur/ Bupati/


Walikota untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek hibah

Permohonan Persetujuan

Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang meminta surat


pernyataan kesediaan menerima hibah kepada calon penerima hibah

Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada


Gubernur/Bupati/Walikota

Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota


terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD

Pelaksanaan Hibah
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan keputusan pelaksanaan hibah
paling sedikit memuat: a. penerima hibah; b. objek hibah; c. nilai perolehan
dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk
tanah dan/atau bangunan; d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang
yang dapat dilakukan penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan;
dan e. peruntukan hibah

111
2

Gubernur/ Bupati/ Walikota dan pihak penerima hibah menandatangani


naskah hibah. Naskah hibah memuat paling sedikit: a. identitas para pihak;
b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah; c. tujuan dan peruntukan
hibah; d. hak dan kewajiban para pihak; e. klausul beralihnya tanggung
jawab dan kewajiban kepada pihak penerima hibah; dan f. penyelesaian
perselisihan

Gubernur/ Bupati/ Walikota dan pihak penerima hibah menandatangani


naskah hibah

Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada


penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST)

Penghapusan Barang
Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang
telah dihibahkan

Gambar 5-7: Hibah BMD yang Berada pada Pengelola Barang


Berikut tahapan pelaksanaan hibah BMD yang berada pada
pengguna barang:

Melakukan Penelitian
Pembentukan Tim Internal pada SKPD oleh Pengguna Barang untuk
melakukan penelitian

Tim Penelitian melakukan penelitian data administratif: a. status dan bukti


kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang
milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode
barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status
kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun
perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data
barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data
calon penerima hibah

112
1

Tim Penelitian melakukan penelitian data fisik: Penelitian fisik dilakukan


dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan
dengan data administratif. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara
penelitian

Tim Penelitian menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Pengguna


Barang

Permohonan Persetujuan dan Pelaksanaan Hibah


Pengguna barang mengajukan permohonan hibah kepada Pengelola Barang
disertai dengan surat pernyataan kesediaan menerima hibah

Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada


Gubernur/Bupati/Walikota

Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota


terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD

Apabila permohonan Hibah tidak disetujui, Gubernur/ Bupati/Walikota


melalui Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna
Barang

Melakukan serah terima barang milik daerah kepada penerima hibah yang
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST)

Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah


yang telah dihibahkan.

Gambar 5-8: Hibah BMD yang Berada pada Pengguna Barang

113
5.1.3.2 Hibah BMN

A. Ketentuan Umum Hibah BMN

1. Hibah barang milik negara dilakukan


dengan pertimbangan untuk
kepentingan:
a. sosial;
b. budaya;
c. keagamaan;
d. kemanusiaan;
e. pendidikan yang bersifat non
komersial; dan
f. penyelenggaraan pemerintahan
pusat/pemerintahan daerah.
2. Barang milik daerah dapat
dihibahkan apabila memenuhi
persyaratan:
a. bukan merupakan barang
rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang
menguasai hajat hidup orang
banyak; atau
c. tidak digunakan lagi dalam
penyelenggaraan tugas dan
fungsi penyelenggaraan
pemerintahan negara.

114
3. Pihak yang dapat menerima hibah
adalah:
a. lembaga sosial, lembaga budaya,
lembaga keagamaan, lembaga
kemanusiaan, atau lembaga
pendidikan yang bersifat non
komersial;
b. masyarakat, baik perorangan
maupun kelompok, dalam
rangka menjalankan program
pembangunan nasional;
c. pemerintah negara lain dalam
kerangka hubungan
internasional;
d. masyarakat internasional yang
terkena akibat dari bencana
alam, perang, atau wabah
penyakit endemik;
e. Pemerintah Daerah;
f. BUMN berbentuk perusahaan
umum dalam rangka menjaga
stabilitas ketahanan pangan
atau BUMN lainnya dengan
pertimbangan Pengelola Barang;
atau
g. Pihak Lain yang ditetapkan oleh
Pengelola Barang.

115
4. Hibah dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengelola
Barang;
b. Pengguna Barang setelah
mendapat persetujuan Pengelola
Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.
B. Tahapan Pelaksanaan Hibah
Berikut tahapan pelaksanaan hibah BMN yang berada pada
pengelola barang:
Menyampaikan Permohonan
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada
Gubernur/ Bupati/ Walikota.

Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada


Gubernur/ Bupati/ Walikota.

Melakukan Penelitian
Pembentukan Tim oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan
penelitian

Tim Penelitian melakukan penelitian data administratif: a. status dan bukti


kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang
milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode
barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status
kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun
perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode
register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data
barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data
calon penerima hibah

Tim Penelitian melakukan penelitian data fisik: Penelitian fisik dilakukan


dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan
dengan data administratif. Hasil penelitian dituangkan dalam berita acara
penelitian

Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Gubernur/ Bupati/


Walikota untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek hibah

1
116
1

Permohonan Persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang meminta surat
pernyataan kesediaan menerima hibah kepada calon penerima hibah

Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada


Gubernur/Bupati/Walikota

Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota


terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD

Pelaksanaan Hibah
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan keputusan pelaksanaan hibah
paling sedikit memuat: a. penerima hibah; b. objek hibah; c. nilai perolehan
dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk
tanah dan/atau bangunan; d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang
yang dapat dilakukan penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan;
dan e. peruntukan hibah

Gubernur/ Bupati/ Walikota dan pihak penerima hibah menandatangani


naskah hibah. Naskah hibah memuat paling sedikit: a. identitas para pihak;
b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah; c. tujuan dan peruntukan
hibah; d. hak dan kewajiban para pihak; e. klausul beralihnya tanggung
jawab dan kewajiban kepada pihak penerima hibah; dan f. penyelesaian
perselisihan

Gubernur/ Bupati/ Walikota dan pihak penerima hibah menandatangani


naskah hibah

Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada


penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST)

Penghapusan Barang
Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang
telah dihibahkan

Gambar 5-9: Hibah BMN yang Berada pada Pengelola Barang

117
Berikut tahapan pelaksanaan hibah BMN yang berada pada
pengguna barang:

Pembentukan Tim Internal


Pengguna Barang membentuk tim internal untuk melakukan persiapan
permohonan persetujuan Hibah kepada Pengelola Barang

Melakukan Penelitian
Melakukan penelitian data administratif

Melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan kesesuaian fisik tanah dan/


atau bangunan dengan data administratif yang dituangkan dalam berita
acara penelitian

Tim internal menyampaikan berita acara penelitian kepada Pengguna Barang

Permohonan Persetujuan
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada
Pengelola Barang yang memuat data calon penerima Hibah, alasan untuk
menghibahkan, data dan dokumen atas tanah dan/atau bangunan,
peruntukan Hibah, tahun perolehan, status dan bukti kepemilikan atau
dokumen lainnya yang setara, nilai perolehan, jenis/ spesifikasi BMN yang
dimohonkan untuk dihibahkan, dan lokasi dengan disertai surat pernyataan
dari calon penerima Hibah mengena1 kesediaan menerima Hibah

Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Pengguna Barang


dan dalam hal diperlukan, dapat melakukan penelitian fisik atas tanah dan/
atau bangunan yang diusulkan untuk dihibahkan

Mengajukan Permohonan kepada DPR/ Presiden dalam hal hibah


memerlukan persetujuan DPR/Presiden

Dalam hal permohonan Hibah tidak disetujui, Pengelola Barang


memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengajukan permohonan,
disertai dengan alasannya

118
1

Persetujuan Hibah
Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan

Pengguna Barang membuat naskah Hibah yang ditandatangani Pengguna


Barang dan penerima Hibah

Pengguna Barang melakukan serah terima BMN kepada penerima Hibah,


yang dituangkan dalam berita acara serah terima

Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN

Gambar 5-10: Hibah BMN yang Berada pada Pengguna Barang

5.2 TATA CARA PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA

5.2.1 SEWA
Pihak yang dapat menyewakan BMN:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada
Pengelola Barang; dan
b. Pengguna Barang, dengan persetujuan dari
Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada
Pengguna Barang.
Pihak yang dapat menyewa BMN:
a. Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Desa;
b. perorangan;
c. unit penunjang kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan/Negara; dan/ atau
d. badan usaha lainnya.
Jangka waktu Sewa paling lama 5 (lima) tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian dan dapat diperpanjang
dengan persetujuan dari Pengelola Barang. Jangka
waktu Sewa dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk:
a. kerja sama infrastruktur;

119
b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang
memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima)
tahun; atau
c. ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu:
a. jangka waktu Sewa dalam rangka kerja sama
infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun
dan dapat diperpanjang;
b. jangka waktu Sewa untuk kegiatan dengan
karakteristik usaha yang memerlukan waktu
Sewa lebih dari 5 (lima) tahun paling lama 10
(sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang;
c. jangka waktu Sewa;
mengikuti ketentuan mengenai jangka waktu
yang diatur dalam Undang-Undang; atau
paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam hal
jangka waktu tidak diatur dalam
UndangUndang, dan dapat diperpanjang.
Tahapan Pelaksanaan Sewa adalah:
1. Pembayaran Sewa
Pembayaran uang Sewa dilakukan sekaligus
secara tunai sebelum ditandatanganinya
perjanjian. Pembayaran uang Sewa dilakukan
dengan cara menyetor ke rekening Kas Umum
Negara. Dalam hal Sewa yang dilaksanakan
dengan periodesitas Sewa per hari dan per jam
untuk masing-masing penyewa, pembayaran
uang Sewa dilakukan secara sekaligus sebelum
ditandatanganinya perjanjian.

120
2. Perjanjian Sewa
Penyewaan BMN/D dituangkan dalam perjanjian
yang ditandatangani oleh penyewa dan:
a. Pengelola Barang, untuk BMN/D yang berada
pada Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang, untuk BMN/D yang
berada pada Pengguna Barang.
Dalam hal Sewa dalam rangka kerja sama
infrastruktur, perjanjian dituangkan dalam
bentuk akta notariil. Perjanjian Sewa
ditandatangani oleh Pengelola Barang/Pengguna
Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya
keputusan Sewa/ persetujuan Sewa. Dalam hal
perjanjian Sewa belum ditandatangani sampai
dengan berakhirnya jangka waktu, keputusan
Sewa/persetujuan Sewa batal demi hukum.
Fotokopi perjanjian Sewa disampaikan kepada
Pengelola Barang paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian
Sewa.
3. Pengakhiran Sewa
Sewa berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu Sewa sebagaimana
tertuang dalam perjanjian dan tidak
dilakukan perpanJ angan;
b. pengakhiran perjanjian Sewa secara sepihak
oleh Pengelola Barang dan/ atau Pengguna
Barang;

121
c. berakhirnya perjanjian Sewa; atau
d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-
undangan.
Pengakhiran Sewa, dapat dilakukan dalam hal
penyewa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
tertuang dalam perjanjian Sewa. Pengakhiran
Sewa dapat dilakukan oleh Pengelola Barang
dan/ atau Pengguna Barang secara tertulis tanpa
melalui pengadilan, setelah terlebih dahulu
diberikan peringatan/pemberitahuan tertulis
kepada penyewa.

5.2.2 PINJAM PAKAI


Pihak yang dapat meminjampakaikan BMN:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada
Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola
Barang, untuk BMN yang berada pada Pengguna
Barang.
Pihak yang dapat menjadi peminjam pakai BMN
adalah Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa.
Jangka waktu Pinjam Pakai paling lama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang. Permohonan perpanjangan
jangka waktu Pinjam Pakai harus sudah diterima
Pengelola Barang paling lambat 2 (dua) bulan sebelum
jangka waktu Pinjam Pakai berakhir.

122
Tahapan Pelaksanaan Pinjam Pakai adalah:
1. Perjanjian Pinjam Pakai
Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam
perjanjian yang bermeterai cukup serta
ditandatangani oleh peminjam pakai dan:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.
Fotokopi perjanjian Pinjam Pakai disampaikan
kepada Pengelola Barang paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya
perjanjian Pinjam Pakai. Dalam kondisi tertentu,
dapat dilakukan serah terima sementara antara
Pengguna Barang/Pengelola Barang dengan
Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa atas BMN
yang akan dipinjampakaikan, mendahului
persetujuan/penetapan Pinjam Pakai dari
Pengelola Barang.
Kondisi tertentu meliputi penanganan atas:
a. penugasan pemerintah sebagaimana
tertuang dalam peraturan atau keputusan
yang ditetapkan oleh Presiden;
b. bencana alam;
c. bencana non alam; atau
d. bencana sosial.

123
2. Pengakhiran Pinjam Pakai
Pinjam Pakai berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu Pinjam Pakai
sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan
tidak dilakukan perpanj angan;
b. pengakhiran perjanjian Pinjam Pakai secara
sepihak oleh Pengelola Barang dan/ atau
Pengguna Barang;
c. berakhirnya perjanjian Pinjam Pakai; atau
d. ketentuan lain sesuai peraturan
perundangundangan.
Pengakhiran Pinjam Pakai, dapat dilakukan
dalam hal peminjam pakai tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana tertuang dalam
perjanjian Pinjam Pakai. Pengakhiran Pinjam
Pakai dapat dilakukan oleh Pengelola Barang
dan/ atau Pengguna Barang secara tertulis tanpa
melalui pengadilan, setelah terlebih dahulu
diberikan peringatan/ pemberitahuan tertulis
kepada pinjam pakai.

5.2.3 KERJASAMA PEMANFAATAN (KSP)


Pihak yang dapat melaksanakan KSP meliputi:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada pada
Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola
Barang, untuk BMN yang berada pada Pengguna
Barang.

124
Pihak yang dapat menjadi mitra KSP meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
c. Swasta, kecuali perorangan.
Jangka waktu KSP paling lama 30 (tiga puluh) tahun
sejak perJanJian KSP ditandatangani dan dapat
diperpanjang. Dalam hal KSP dilakukan dalam rangka
penyediaan infrastruktur, jangka waktu KSP paling
lama 50 (lima puluh) tahun sejak KSP ditandatangani
dan dapat diperpanjang. Permohonan perpanJangan
jangka waktu KSP harus sudah diterima Pengelola
Barang paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka
waktu KSP berakhir.
Tahapamn Pelaksanaan KSP adalah:
1. Perjanjian KSP
Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian
berdasarkan:
a. keputusan Pengelola Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. keputusan Pengguna Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengguna Barang, setelah
mendapat persetujuan Pengelola Barang.
Perjanjian pelaksanaan KSP ditandatangani oleh
mitra KSP dan:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.

125
Penandatanganan perjanjian pelaksanaan KSP
dilakukan paling lama 1 ( satu) tahun terhitung
sejak:
a. tanggal ditetapkannya keputusan
pelaksanaan KSP oleh Pengelola Barang,
untuk BMN yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. tanggal diterbitkannya surat persetujuan oleh
Pengelola Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.
Perjanjian dituangkan dalam bentuk akta notariil.
Dalam hal perjanjian KSP tidak ditandatangani
sampai dengan batas waktu, keputusan
pelaksanaan KSP atau surat persetujuan
pelaksanaan KSP batal demi hukum. Fotokopi
perjanjian KSP disampaikan kepada Pengelola
Barang paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak ditandatanganinya perjanjian KSP.
2. Pembayaran Kontribusi Tetap dan Pembagian
Keuntungan
Pembayaran kontribusi tetap pertama ke rekening
Kas Umum Negara oleh mitra KSP dilakukan
selambat lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah
perjanjian KSP ditandatangani. Pembayaran
kontribusi tetap pertama dibuktikan dengan
bukti setor dan disampaikan oleh mitra kepada
Pengelola Barang/ Pengguna Barang. Dalam hal
kewajiban pembayaran tidak dipenuhi oleh mitra,

126
maka Pengelola Barang/ Pengguna Barang
mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini. Dalam hal pembayaran
kontribusi tetap pertama tidak dilakukan sesuai
batas waktu, perjanjian KSP dinyatakan batal.
Pembayaran kontribusi tetap berikutnya ke
rekening Kas Umum Negara dilakukan setiap
tahun paling lambat sesuai tanggal dan bulan
ditandatanganinya perjanjian, yang dimulai pada
tahun berikutnya sampai dengan berakhirnya
perjanjian KSP. Pembayaran kontribusi tetap
dibuktikan dengan bukti setor. Selain kontribusi
tetap pertama, pembayaran kontribusi tetap yang
dibayar tiap tahun dapat dilakukan secara
bertahap dan harus lunas sebelum tanggal jatuh
tempo pembayaran kontribusi tetap berikutnya.
Kontribusi tetap selama jangka waktu KSP dapat
dibayarkan sekaligus di muka, yang besarannya
ditentukan oleh tim yang dibentuk oleh Pengelola
Barang dengan mempertimbangkan nilai waktu
dari uang (time value of money).
3. Pengakhiran KSP
KSP berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana
tertuang dalam perjanjian dan tidak
dilakukan perpanjangan;
b. pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak
oleh Pengelola Barang dan/ atau Pengguna
Barang;

127
c. berakhirnya perjanjian KSP; atau
d. ketentuan lain sesuai peraturan
perundangundangan.
Pengakhiran KSP, dapat dilakukan dalam hal
mitra KSP:
a. tidak membayar kontribusi tetap dan/ atau
pembagian keuntungan selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut sesuai perjanjian KSP;
b. tidak melaksanakan pembangunan
sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSP
sampai dengan 2 (dua) tahun terhitung sejak
penandatanganan perjanjian; dan/ atau
c. tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
tertuang dalam perjanjian KSP.
Pengakhiran KSP dapat dilakukan oleh Pengelola
Barang dan/ atau Pengguna Barang secara
tertulis tanpa melalui pengadilan, setelah terlebih
dahulu diberikan peringatan/pemberitahuan
tertulis kepada mitra. Dalam pengakhiran
perjanjian KSP oleh Pengelola Barang dan/atau
Pengguna Barang, Pengelola Barang dan/atau
Pengguna Barang membentuk tim untuk
melakukan evaluasi terhadap investasi dan
kewajiban mitra. Evaluasi terhadap investasi dan
kewajiban mitra dilakukan setelah Pengelola
Barang/Pengguna Barang memperoleh hasil reviu
aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam hal
terjadi pengakhiran KSP:

128
a. seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh
mitra sampai dengan dilakukannya
pengakhiran KSP sepenuhnya menjadi be ban
mitra KSP; dan/ atau
b. berdasarkan evaluasi, investasi dan
kewajiban mitra lama dapat beralih kepada
mitra baru.

5.2.4 BANGUN GUNA SERAH (BGS)/ BANGUN SERAH


GUNA (BSG)
Pihak yang dapat melaksanakan BGS/BSG adalah:
a. Pengelola Barang, terhadap BMN yang berada
pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Pengelola Barang, terhadap Barang Milik Negara
yang berada pada Pengguna Barang.
Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi:
a. Badan U saha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta, kecuali perorangan; atau
d. Badan hukum lainnya.
Dalam hal mitra BGS/BSG membentuk konsorsium,
mitra BGS/BSG harus membentuk badan hukum
Indonesia sebagai pihak yang bertindak untuk dan
atas nama mitra BGS/BSG dalam perjanjian
BGS/BSG.

129
Jangka waktu pelaksanaan BGS/BSG paling lama 30
(tiga puluh) tahun terhitung sejak perjanjian
ditandatangani. Jangka waktu BGS/BSG hanya
berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat
dilakukan perpanjangan. Jangka waktu
pengoperasian BGS/BSG dimulai sejak aset
BGS/BSG siap beroperasi, dengan ketentuan tidak
melampaui 2 (dua) tahun sejak perjanjian
ditandatangani.
Tahapan Pelaksanaan BGS/ BSG adalah:
1. Perjanjian BGS/ BSG
Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam
perjanjian berdasarkan:
a. keputusan Pengelola Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. keputusan Pengguna Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengguna Barang, setelah
mendapat persetujuan Pengelola Barang.
Perjanjian pelaksanaan BGS/BSG
ditandatangani oleh mitra BGS/BSG dan:
a. Pengelola Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.

Penandatanganan perjanjian pelaksanaan


BGS/BSG dilakukan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak:

130
a. tanggal ditetapkannya keputusan pelaksanaan
BGS/BSG oleh Pengelola Barang, untuk BMN
yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. tanggal diterbitkannya surat persetujuan oleh
Pengelola Barang, untuk BMN yang berada
pada Pengguna Barang.
Perjanjian dituangkan dalam bentuk akta notariil.
Dalam hal perjanjian BGS/BSG tidak
ditandatangani sampai dengan batas waktu,
keputusan pelaksanaan BGS/BSG atau surat
persetujuan pelaksanaan BGS/BSG batal demi
hukum. Fotokopi perjanjian BGS/BSG
disampaikan kepada Pengelola Barang paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
ditandatanganinya perjanjian BGS / BSG.
Penandatanganan perjanjian BGS/BSG
dilakukan setelah mitra BGS/BSG
menyampaikan bukti setor pembayaran
kontribusi tahunan pertama kepada Pengelola
Barang/ Pengguna Barang. Bukti setor
pembayaran kontribusi tahunan pertama
merupakan salah satu dokumen pada lampiran
yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
perjanjian BGS/BSG.
Perubahan kepemilikan atas mitra BGS/BSG
dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu
pelaksanaan BGS/BSG. Perubahan materi
perjanjian BGS/BSG harus mendapat
persetujuan dari Pengelola Barang.

131
2. Pembayaran Kontribusi Tahunan
Mitra harus melakukan pembayaran kontribusi
awal sebesar besaran kontribusi tahunan
pertama ke rekening Kas Umum Negara sebelum
penandatanganan perjanjian BGS/BSG.
Pembayaran kontribusi awal diperhitungkan
dalam kewajiban pembayaran kontribusi
tahunan. Selama jangka waktu pengoperasian
BGS/BSG, mitra wajib membayar kontribusi
tahunan melalui penyetoran ke rekening Kas
Umum Negara sebagai penenmaan negara dari
pelaksanaan BGS / BSG. Pembayaran kontribusi
tahunan dilakukan paling lambat sesuai tanggal
dan bulan ditandatanganinya perjanjian, yang
dimulai pada tahun berikutnya sampai dengan
berakhirnya perjanjian BGS/BSG. Pembayaran
kontribusi tahunan dibuktikan dengan bukti
setor. Selain kontribusi tahunan pertama,
pembayaran kontribusi tahunan yang dibayar
tiap tahun dapat dilakukan secara bertahap dan
harus lunas sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran kontribusi tahunan berikutnya.
Kontribusi tahunan dapat dibayarkan sekaligus
di muka, yang besarannya ditentukan oleh tim
yang dibentuk oleh Pengelola Barang dengan
mempertimbangkan nilai waktu dari uang (time
value of money).

132
3. Pengakhiran BGS / BSG
BGS / BSG berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu BGS/BSG
sebagaimana tertuang dalam perjanjian;
b. pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara
sepihak oleh Pengelola Barang dan/ atau
Pengguna Barang;
c. berakhirnya perjanjian BGS/BSG; atau
d. ketentuan lain sesua1 peraturan
perundangundangan.
Pengakhiran BGS/BSG, dapat dilakukan dalam
hal mitra BGS/BSG:
a. tidak membayar kontribusi tahunan selama 3
(tiga) tahun berturut-turut sesuai perjanjian
BGS/BSG;
b. tidak melaksanakan pembangunan
sebagaimana tertuang dalam perjanjian
BGS/BSG sampai dengan 2 (dua) tahun
terhitung sejak penandatanganan perjanjian;
dan/ atau
c. tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
tertuang dalam perjanjian BGS/BSG.
Pengakhiran BGS/BSG dapat dilakukan oleh
Pengelola Barang dan/ atau Pengguna Barang
pengadilan, setelah secara tertulis tanpa melalui
terlebih dahulu diberikan peringatan/
pemberitahuan tertulis kepada mitra. Dalam
pengakhiran perjanjian BGS/BSG oleh Pengelola
Barang dan/atau Pengguna Barang, Pengelola

133
Barang dan/atau Pengguna Barang membentuk
tim untuk melakukan evaluasi terhadap investasi
dan kewajiban mitra. Evaluasi terhadap investasi
dan kewajiban mitra dilakukan setelah Pengelola
Barang/Pengguna Barang memperoleh hasil reviu
aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam hal
terjadi pengakhiran BGS/BSG:
a. seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh
mitra sampa1 dengan dilakukannya
pengakhiran BGS/BSG sepenuhnya menjadi
beban mitra BGS/BSG; dan/atau
b. berdasarkan evaluasi, investasi dan
kewajiban mitra lama dapat beralih kepada
mitra baru.

5.2.5 KERJA SAMA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR


(KSPI)
Pihak yang dapat melaksanakan KSPI adalah:
a. Pengelola Barang, terhadap BMN yang berada
pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Pengelola Barang, terhadap Barang Milik Negara
yang berada pada Pengguna Barang.
Pihak yang dapat menjadi mitra KSPI terdiri atas:
a. badan usaha swasta yang berben tuk perseroan
terbatas;
b. badan hukum asing;
c. Badan Usaha Milik Negara;

134
d. Badan Usaha Milik Daerah;
e. anak perusahaan badan usaha milik negara yang
diperlakukan sama dengan badan usaha milik
negara sesuai ketentuan peraturan pemerintah
yang mengatur mengenai tata cara penyertaan
dan penatausahaan modal negara pada badan
usaha milik negara clan perseroan terbatas; atau
f. Koperasi.
Badan hukum asing merupakan perseroan terbatas
berdasarkan hukum Indonesia sebelum ditetapkan
sebagai mitra KSPI.
Jangka waktu KSPI paling lama 50 (lima puluh) tahun
sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang. Perpanjanganjangka waktu KSPI hanya
dapat dilakukan apabila terjadi government force
majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah yang
disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik,
sosial, dan keamanan. Perpanjanganjangka waktu
KSPI diajukan permohonannya paling lama 6 ( enam)
bulan setelah government force majeure nyatanyata
terjadi. (4) Perpanjanganjangka waktu ditetapkan oleh
PJPB, setelah mendapat persetujuan Pengelola
Barang dan dituangkan dalam perjanjian KSPI.
Hasil dari KSPI terdiri atas:
a. barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta
fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan
b. pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback)
yang diperoleh dari yang ditentukan sesua1
perjanjian KSPI, jika ada.

135
Hasil KSPI berupa:
a. bangunan konstruksi infrastruktur beserta
sarana dan fasilitasnya;
b. pengembangan infrastruktur berupa
penambahan dan/ atau peningkatan terhadap
kapasitas, kuantitas dan/ atau kualitas
infrastruktur; dan/atau
c. hasil pembangunan/pengembangan
infrastruktur lainnya.
Tahapan Pelaksanaan KSPI adalah:
1. Perjanjian KSPI
PJPB menandatangani perjanjian KSPI dengan
mitra KSPI yang ditetapkan dari hasil pengadaan
badan usaha pelaksana. Perjanjian dituangkan
dalam bentuk akta notariil. Dalam hal Proyek
Kerja Sama merupakan gabungan dari 2 (dua)
atau lebih jenis infrastruktur yang melibatkan
lebih dari 1 ( satu) Pengguna Barang, PJPB
menandatangani perjanjian Pemanfaatan BMN
dengan mitra KSPI dengan disaksikan oleh
koordinator PJPB. Berdasarkan perjanjian KSPI,
PJPB menyerahkan BMN yang menjadi objek
KSPI kepada mitra KSPI. Penyerahan BMN yang
menjadi objek KSPI dituangkan dalam Berita
Acara. Serah Terirna yang ditandatangani oleh
PJPB dan rnitra KSPI.
Penyerahan BMN yang rnenjadi objek KSPI hanya
dalam rangka Pernanfaatan BMN dan bukan
sebagai pengalihan kepernilikan BMN. PJPB
rnelaporkan pelaksanaan penandatanganan

136
perjanjian KSPI dan penyerahan BMN kepada
mitra KSPI kepada Pengelola Barang dengan
rnelarnpirkan fotokopi perjanjian KSPI dan
fotokopi Berita Acara Serah Terirna.
2. Pengakhiran KSPI
KSPI berakhir dalarn hal:
a. berakhirnya jangka waktu KSPI;
b. pengakhiran perjanjian KSPI secara sepihak
oleh Pengelola Barang dan/ atau Pengguna
Barang;
c. berakhirnya perjanjian KSPI; atau
d. ketentuan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengakhiran secara sepihak oleh Pengelola
Barang dan/ atau Pengguna Barang dapat
dilakukan dalarn hal rnitra KSPI:
a. tidak rnernbayar pernbagian kelebihan
keuntungan (clawback) selarna 3 (tiga) tahun
berturut-turut sesuai perjanjian KSPI; dan/
atau
b. tidak rnernenuhi kewajiban selain tertuang
dalarn perjanjian KSPI.
Pengakhiran KSPI dapat dilakukan oleh Pengelola
Barang dan/ atau Pengguna Barang secara
tertulis tanpa melalui pengadilan.

137
5.2.6 KERJA SAMA TERBATAS UNTUK PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR (KETUPI)
Pihak yang dapat melaksanakan KETUPI meliputi
PJPB dan BLU. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
PJPK merupakan PJPB. BLU ditunjuk atau
ditetapkan oleh Pengelola Barang. Pihak yang dapat
menjadi mitra KETUPI meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta berbentuk Perseroan Terbatas;
d. Badan hukum asing; atau
e. Koperasi.
Pemilihan dan penetapan mitra KETUPI dilakukan
oleh PJPB dengan berpedoman pada peraturan
perundangundangan yang mengatur mengenai hak
pengelolaan terbatas atas aset infrastruktur. Jangka
waktu KETUPI paling lama 50 (lima puluh) tahun
sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang. Hasil KETUPI berupa:
a. pembayaran dana di muka (upfront payment); dan
b. aset.
Hasil KETUPI berupa pembayaran dana di muka
(upfront payment):
a. nilainya ditetapkan oleh PJPB;
b. dilakukan pembayarannya oleh mitra KETUPI ke
rekening BLU paling lambat 6 (enam) bulan
setelah penandatanganan perjanjian;
c. dapat diberikan perpanJangan jangka waktu
pembayarannya paling lama 6 (enam) bulan,
dalam hal terjadi kegagalan pembayaran oleh

138
mitra KETUPI, yang pengaturannya berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai hak pengelolaan terbatas
atas aset infrastruktur;
d. tidak membatasi hak BLU untuk memperoleh
pembagian kelebihan keuntungan (clawback);
dan
e. peruntukannya ditetapkan oleh PJPB setelah
mendapat persetujuan dari BLU.
Tahapan Pelaksanaan KETUPI adalah:
1. Perjanjian KETUPI
Pelaksanaan KETUPI dituangkan dalam
perjanjian yang ditandatangani oleh BLU dan
mitra KETUPI. Materi yang diatur dalam
perjanjian berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
hak pengelolaan terbatas atas aset infrastruktur.
Perjanjian dituangkan dalam bentuk akta notariil.

2. Pengelolaan dan Penggunaan Dana Hasil oleh


BLU
BLU melakukan pengelolaan:
a. dana hasil KETUPI, meliputi pembayaran
dana di muka (upfront payment), pembagian
kelebihan keuntungan (clawback), dan/atau
pencairan jaminan; dan/ atau
b. hasil pengelolaan dana

139
Dana merupakan pendapatan BLU. Dana
digunakan oleh BLU untuk pembiayaan
infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Dana digunakan oleh BLU:
a. untuk pembiayaan infrastruktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. sebagai pendukung kegiatan operasional
BLU.
Pembiayaan infrastruktur dilakukan sesuai
dengan keten tuan peraturan perundang-
undangan.
3. Pengakhiran KETUPI
KETUPI berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu KETUPI
sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan
tidak dilakukan perpanjangan;
b. pengakhiran perjanjian KETUPI secara
sepihak oleh BLU;
c. berakhirnya perjanjian KETUPI; atau
d. ketentuan lain sesuai peraturan
perundangundangan.
Pengakhiran KETUPI dapat dilakukan dalam hal
mitra KETUPI:
a. tidak membayar pembayaran dana di muka
(upfront payment) sesuai perjanjian KETUPI;
dan/ atau
b. tidak memenuhi kewajiban selain
sebagaimana tertuang dalam perjanjian
KETUPI.

140
Pengakhiran KETUPI dapat dilakukan oleh BLU
secara tertulis tanpa melalui pengadilan, setelah
terlebih dahulu diberikan peringatan/
pemberitahuan tertulis kepada mitra. Dalam hal
pengakhiran perjanjian KETUPI oleh BLU, BLU
dan/atau PJPB dapat membentuk tim untuk
melakukan evaluasi terhadap investasi dan
kewajiban mitra.
Evaluasi terhadap investasi dan kewajiban mitra
dilakukan setelah BLU memperoleh hasil reviu
aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam hal
terjadi pengakhiran KETUPI:
a. seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh
mitra sampai dengan dilakukannya
pengakhiran KETUPI sepenuhnya menjadi
beban mitra KETUPI; dan/ atau
b. berdasarkan evaluasi, investasi dan
kewajiban mitra lama dapat beralih kepada
mitra baru.

5.3 PEMINDAHTANGANAN DAN PENDAYAGUNAAN ASET


BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN);

5.3.1 PEMINDAHTANGANAN ASET BUMN


Pemindahtanganan dilakukan oleh Direksi BUMN
sesuai dengan cara Pemindahtanganan yang disetujui
oleh RUPS/Menteri atau Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas.

141
Pemindahtanganan dilakukan dengan cara:
1. Penjualan;

2. Tukar Menukar;

3. Ganti Rugi;

4. Aktiva Tetap Dijadikan Penyertaan Modal;

5. Cara Lain.

Sesuai PER-22/MBU/2014, Pemindahtanganan


Aktiva Tetap berupa tanah kepada lembaga negara,
kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik
Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat
penugasan khusus Pemerintah dalam rangka
kepentingan umum, penilaian ganti kerugiannya
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan dan ketentuan mengenai pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Sesuai PER-02/MBU/2010, RUPS/Menteri dan/atau
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan anggaran dasar,
memberikan pertimbangan dan/atau persetujuan
atau penolakan hanya terhadap usul
Penghapusbukuan dan/atau Pemindahtanganan
Aktiva Tetap yang disampaikan oleh Direksi. Direksi
BUMN wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu
dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN atau
RUPS/Menteri untuk melakukan Pemindahtanganan
Aktiva Tetap sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
BUMN. Persetujuan Penghapusbukuan dan

142
Pemindahtanganan berlaku selama 1 (satu) tahun
terhitung sejak diterbitkan persetujuan dimaksud.
Dalam hal Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan
belum dapat direalisasikan dalam kurun waktu,
Direksi dapat mengajukan permohonan persetujuan
izin baru disertai penjelasan mengenai kendala
pelaksanaan Penghapusbukuan dan
Pemindahtanganan selama kurun waktu 1 (satu)
tahun tersebut serta rencana penyelesaian
pelaksanaan Penghapusbukuan dan
Pemindahtanganan.
A. Tata Cara Melalui Persetujuan Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas BUMN

Dalam hal pelaksanaan Penghapusbukuan dan


Pemindahtanganan Aktiva tetap terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas BUMN, dilakukan
dengan tata cara sebagai berikut:
1. Direksi mengajukan permohonan tertulis
kepada Dewan Komisaris/Dewan Pengawas
disertai dengan:
a. kajian legal atas aktiva tetap yang
dimohonkan penghapusbukuannya;
b. kajian ekonomis (termasuk manfaat,
potensi dan nilai tambah yang akan
diperoleh BUMN);
c. penjelasan mengenai alasan
Penghapusbukuan dan/atau
Pemindahtanganan;

143
d. rencana investasi
pengganti/pembangunan kembali atas
aktiva tetap yang akan dibongkar dimana
anggarannya telah ditetapkan dalam
RKAP yang disahkan oleh RUPS/Menteri;
e. dokumen pendukung berupa bukti
kepemilikan, berita acara (apabila
hilang/musnah) serta data lain berupa
lokasi/peta lokasi, jenis, spesifikasi, nilai
perolehan, nilai buku, tahun perolehan,
kondisi aktiva tetap dan foto kondisi
terakhir;

f. cara Pemindahtanganan yang diusulkan


(khusus untuk pelaksanaan
pemindahtanganan).
2. Dewan Komisaris/Dewan Pengawas
memberikan persetujuan atau penolakan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
menerima permohonan dari Direksi.
3. Dalam hal Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas belum dapat memberikan
persetujuan tertulis karena memerlukan data
atau informasi lain, maka hal tersebut harus
disampaikan secara tertulis kepada Direksi
dalam kurun waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari setelah menerima permohonan
dari Direksi.

144
4. Apabila terjadi keadaan sebagaimana
dimaksud pada poin (3), Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas sudah harus
memberikan persetujuan atau penolakan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
menerima atau memperoleh data atau
informasi lain yang dibutuhkan.
Dalam hal tatacara berbeda dengan
ketentuan anggaran dasar, maka ketentuan
anggaran dasar yang diberlakukan. Dalam
hal tatacara belum diatur dalam anggaran
dasar, maka tata cara tersebut diatas yang
diberlakukan.

B. Tata Cara Melalui Persetujuan RUPS/Menteri

Dalam hal, pelaksanaan Penghapusbukuan atau


Pemindahtanganan dilakukan dengan terlebih
dahulu memperoleh persetujuan RUPS/Menteri,
dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
1. Direksi mengajukan permohonan tanggapan

tertulis kepada Komisaris/Dewan Pengawas


disertai dengan:
a. kajian legal atas aktiva tetap yang
dimohonkan penghapusbukuannya;
b. kajian ekonomis (termasuk manfaat,
potensi dan nilai tambah yang akan
diperoleh Perusahaan);

145
c. penjelasan mengenai alasan
Penghapusbukuan dan/atau
Pemindahtanganan;
d. dokumen pendukung berupa bukti
kepemilikan, berita acara (apabila
hilang/musnah) serta data lain berupa
lokasi/peta lokasi, jenis, spesifikasi, nilai
perolehan, nilai buku, tahun perolehan,
kondisi aktiva tetap dan foto kondisi
terakhir;
e. cara Pemindahtanganan yang diusulkan
(khusus untuk pelaksanaan
Pemindahtanganan).
2. Dewan Komisaris/Dewan Pengawas
memberikan tanggapan tertulis paling lambat
30 (tiga puluh) hari yang ditujukan kepada
Direksi setelah menerima permohonan dari
Direksi;
3. Dalam hal Komisaris/Dewan Pengawas
belum dapat memberikan tanggapan tertulis
karena memerlukan data atau informasi lain,
maka hal tersebut harus disampaikan secara
tertulis kepada Direksi dalam kurun waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari;
4. Apabila terjadi keadaan, Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas sudah harus
memberikan tanggapan tertulis kepada
Direksi paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak menerima atau memperoleh data atau
informasi lain yang dibutuhkan;

146
5. Dalam hal Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas tidak memberikan tanggapan
tertulis dalam kurun waktu yang telah
ditetapkan, maka Direksi dapat meminta
persetujuan kepada RUPS/Menteri disertai
dengan penjelasan bahwa usulan tersebut
tanpa tanggapan Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas karena belum diperoleh dalam
kurun waktu yang ditetapkan;
6. Setelah memperoleh tanggapan tertulis
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN
atau apabila terjadi keadaan sebagaimana
dimaksud pada poin 5, Direksi mengajukan
permohonan kepada RUPS/Menteri disertai
dengan:
a. tanggapan tertulis Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas BUMN atau
penjelasan mengenai tidak adanya
tanggapan tertulis Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas;
b. kajian legal atas aktiva tetap yang
dimohonkan penghapusbukuannya;
c. kajian ekonomis (termasuk manfaat,
potensi dan nilai tambah yang akan
diperoleh BUMN);
d. penjelasan mengenai alasan Penghapus
bukuan dan Pemindahtanganan;

147
e. dokumen pendukung berupa bukti
kepemilikan, berita acara (apabila
hilang/musnah) serta data lain berupa
lokasi/peta lokasi, jenis, spesifikasi, nilai
perolehan, nilai buku, tahun perolehan,
kondisi aktiva. tetap, penetapan
mengenai RUTR/W dan foto kondisi
terakhir;
f. cara Pemindahtanganan (khusus untuk
pelaksanaan Pemindahtanganan).

7. RUPS/Menteri sudah harus memberikan


persetujuan atau tanggapan paling lambat 30
(tiga puluh) hari setelah menerima
permohonan dari Direksi BUMN;
8. Dalam hal RUPS/Menteri belum dapat
memberikan persetujuan atau tanggapan
karena memerlukan data atau informasi lain,
maka hal tersebut hams disampaikan secara
tertulis kepada Direksi dalam kurun waktu
sebagaimana dimaksud pada poin 7;
9. Apabila terjadi keadaan sebagaimana
dimaksud pada poin 8, RUPS/Menteri sudah
harus memberikan persetujuan atau
penolakan kepada Direksi paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak menerima atau
memperoleh data atau informasi lain yang
dibutuhkan;

148
10. Dalam hal tatacara berbeda dengan
ketentuan anggaran dasar, maka ketentuan
anggaran dasar yang diberlakukan. Dalam
hal tatacara belum diatur dalam anggaran
dasar, maka tata cara tersebut diatas yang
diberlakukan. Pelaksanaan
pemindahtanganan dengan cara Penjualan
dan Tukar Menukar sudah harus dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
penetapan calon pembeli dan calon penukar,
dengan memperhatikan masa berlakunya
persetujuan;
11. Tukar-menukar dapat dilakukan apabila
merupakan alternatif yang paling
menguntungkan bagi BUMN atau untuk
Kepentingan Umum. Nilai barang milik pihak
lain yang dipertukarkan dengan Aktiva Tetap
BUMN, minimal sama dengan nilai Aktiva
Tetap milik BUMN yang dipertukarkan.
Dalam hal nilai barang milik pihak lain lebih
rendah daripada nilai Aktiva Tetap BUMN
yang dipertukarkan, maka pihak lain
tersebut wajib menambah kekurangan nilai
aktiva tersebut dengan membayar tunai.
Dalam hal nilai barang milik pihak lain lebih
tinggi daripada nilai Aktiva Tetap BUMN yang
dipertukarkan,

149
maka BUMN dapat menambah kekurangan
nilai aktiva tersebut dengan membayar tunai,
sepanjang tukar menukar tersebut dilakukan
karena kebutuhan BUMN yang
bersangkutan. Direksi wajib
mempertimbangkan potensi barang milik
pihak lain yang dipertukarkan dengan Aktiva
Tetap BUMN.

5.3.2 PEMANFAATAN/ PENDAYAGUNAAN ASET TETAP


BUMN
Sesuai PER-13/MBU/2014, Pendayagunaan Aset
Tetap dilakukan dengan cara, antara lain:
1. Bangun Guna Serah /BGS;

2. Bangun Serah Guna /BSG;

3. Kerjasama Operasi /KSO;

4. Kerjasama Usaha /KSU;

5. Sewa; atau

6. Pinjam Pakai.

Pemilihan cara pendayagunaan Aset Tetap dilakukan


berdasarkan karakteristik penggunaan/ pemanfaatan
Aset Tetap oleh Mitra. Dalam hal karakteristik
penggunaan/pemanfaatan Aset Tetap membutuhkan
waktu yang panjang (jangka panjang),
pendayagunaan Aset Tetap dilakukan dengan cara
Bangun Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna
(BSG), Kerjasama Operasi (KSO), atau Kerjasama
Usaha (KSU),

150
kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur
dalam Peraturan Menteri ini, dapat dilakukan dengan
cara Sewa jangka panjang. Pendayagunaan Aset Tetap
dengan cara selain, prosedur, tata cara,
persetujuannya tetap mengacu pada Peraturan
Menteri sesuai dengan karakteristik kerja sama
dimaksud.

5.3.2.1 Pinjam Pakai


Pendayagunaan Aset Tetap dengan cara
Pinjam Pakai dilakukan dengan tetap
mengutamakan Pendayagunaan dengan cara
BGS, BSG, KSO, KSU, dan Sewa terlebih
dahulu, kecuali:
1. Dimungkinkan sesuai ketentuan internal

perusahaan dan berdasarkan kajian bisnis


cara Pinjam Pakai lebih menguntungkan;
2. Dilakukan dalam rangka kepentingan
BUMN yang lebih besar; atau
3. Sepanjang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan pemanfaatan Aset
Tetap dimaksud tidak dapat dilaksanakan
dengan cara lain.

151
5.4 PERIZINAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN
Kebijakan penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan
atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah
fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Pinjam pakai
kawasan hutan pada dasarnya hanya dapat dilakukan
apabila digunakan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis, yaitu kegiatan yang diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional.
Permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH)
diajukan kepada Menteri Kehutanan oleh instansi yang
memerlukan tanah. Setelah seluruh persyaratan IPPKH
diserahkan ke Kementerian Kehutanan, Kementerian PUPR
sebagai pemohon dapat memantau perkembangan proses
perizinannya di internal Kementerian Kehutanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Setelah seluruh
persyaratan IPPKH diserahkan ke Kementerian Kehutanan,
instansi yang memerlukan tanah sebagai pemohon dapat
memantau perkembangan proses perizinannya di internal
Kementerian Kehutanan. Menteri Kehutanan
memerintahkan Dirjen Planologi Kehutanan untuk:
1. melakukan penilaian persyaratan administrasi dan
teknis; dan
2. mengkoordinasikan pertimbangan teknis dari Eselon I

terkait lingkup Kementerian Kehutanan dan Direktur


Utama Perum Perhutani dalam hal berada pada areal
kerja Perum Perhutani.

152
Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Dirjen
Planologi Kehutanan dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) hari kerja, menerbitkan surat pemberitahuan atas
persyaratan yang tidak lengkap berikut pengembalian
berkas permohonan. Dalam hal permohonan memenuhi
persyaratan, Dirjen Planologi Kehutanan dalam jangka
waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja menyampaikan
surat permintaan pertimbangan teknis kepada:
1. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),

apabila lokasi yang dimohon berada pada kawasan hutan


lindung.
2. Dirjen Bina Usaha Kehutanan, apabila lokasi yang

dimohon berada pada kawasan hutan produksi.


3. Direktur Utama Perum Perhutani, apabila lokasi yang

dimohon berada pada wilayah kerja Perum Perhutani.


Berdasarkan surat permintaan pertimbangan teknis, Dirjen
PHKA atau Dirjen Bina Usaha Kehutanan atau Direktur
Utama Perum Perhutani, menyampaikan pertimbangan
teknis kepada Dirjen Planologi Kehutanan. Berdasarkan
pertimbangan teknis atau berdasarkan hasil pembahasan,
Dirjen Planologi Kehutanan menyampaikan pertimbangan
atas permohonan pinjam pakai kawasan hutan kepada
Menteri Kehutanan. Dalam hal permohonan tidak
memenuhi ketentuan, Dirjen Planologi Kehutanan atas
nama Menteri menerbitkan surat penolakan. Setelah
menerima pertimbangan teknis, Menteri Kehutanan
menerbitkan surat persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan.

153
Setelah terbitnya surat persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan, pihak yang memerlukan tanah perlu
memenuhi kewajiban yang tertuang dalam persetujuan
prinsip penggunaan kawasan hutan sebagaimana berikut:
1. melaksanakan tata batas kawasan hutan yang disetujui,

dengan supervisi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan;


2. melakukan inventarisasi tegakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
supervisi dari Dinas Provinsi yang membidangi
Kehutanan;
3. menyiapkan konsep pernyataan dalam bentuk akta
notariil yang ditandatangani Pihak yang memerlukan
tanah, yang memuat kesanggupan:
a. melaksanakan reklamasi dan reboisasi pada
kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan
tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin
pinjam pakai;
b. melaksanakan perlindungan hutan sesuai
peraturan perundang-undangan;
c. memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan
baik pusat maupun daerah pada saat melakukan
monitoring dan evaluasi dilapangan;
d. menanggung seluruh biaya sebagai akibat adanya
pinjam pakai kawasan hutan;
e. membayar:

154
1) Penggantian nilai tegakan dan Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH) pada hutan tanaman dari
hasil tanaman dari IUPHHK-HT dan PSDH,
Dana Reboisasi (DR) dan penggantian nilai
tegakan dari bukan hasil tanaman IUPHHK-HT
sesuai peraturan perundang-undangan;
2) PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan, dan
kewajiban keuangan lainnya pada hutan alam
dari IUPHHK-HA, sesuai peraturan perundang-
undangan;
3) PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan, dan
kewajiban keuangan lainnya pada hutan alam
di luar areal IUPHHKHA/HT, sesuai peraturan
perundang-undangan.
f. membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan
melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi
daerah aliran sungai dalam hal kompensasi berupa
pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai.
dalam hal kawasan hutan yang disetujui berada pada
areal yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan,
diwajibkan untuk mengganti:

155
a. biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan
sesuai dengan luas areal pinjam pakai kawasan
hutan kepada pengelola/pemegang izin
pemanfaatan hutan, sesuai peraturan perundang-
undangan; dan
b. iuran izin yang telah dibayarkan oleh pemegang izin
pemanfaatan berdasarkan luas areal yang
digunakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pemenuhan kewajiban dalam persetujuan
prinsip kawasan hutan yang telah dilakukan, pihak
yang memerlukan tanah menyiapkan pengajuan
permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada
Menteri Kehutanan. Setelah pengajuan permohonan
izin pinjam pakai kawasan hutan diserahkan melalui
loket informasi perizinan di bidang kehutanan, pihak
yang memerlukan tanah dapat memantau prosedur
yang berlangsung di Kementerian Kehutanan hingga
terbitnya IPPKH sebagai berikut:
1. Menteri Kehutanan memerintahkan secara tertulis

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk


melakukan penilaian pemenuhan kewajiban.
2. Dalam hal permohonan belum memenuhi seluruh

kewajiban, Dirjen Planologi Kehutanan, menerbitkan


surat pemberitahuan kekurangan pemenuhan
kewajiban.

156
3. Dalam hal permohonan telah memenuhi seluruh

kewajiban, Dirjen Planologi Kehutanan


menyampaikan usulan penerbitan izin pinjam pakai
kawasan hutan berikut peta lampiran kepada
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan.
4. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan
melakukan telaahan hukum dan menyampaikan
konsep Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan
dan peta lampiran kepada Menteri Kehutanan.
5. Menteri Kehutanan setelah menerima konsep
Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan dan
peta lampiran, menerbitkan keputusan izin pinjam
pakai kawasan hutan.

Menyiapkan Persyaratan
Administrasi:
• surat permohonan dari Menteri PU yang dilampiri dengan peta lokasi
kawasan hutan yang dimohon
• Rekomendasi yang memuat persetujuan atas penggunaan kawasan hutan
yang dimohon, berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi atau
Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan dan Kepala Balai
Pemantapan Kawasan Hutan setempat
• Surat Pernyataan bermeterai

Teknis:
• rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala
1:50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas
kawasan hutan yang dimohon
• citra satelit terbaru dengan resolusi detail 15 (lima belas) meter atau resolusi
lebih detail dari 15 (lima belas) meter dan hasil penafsiran citra satelit dalam
bentuk digital dan hard copy yang ditandatangani oleh pemohon dengan
mencantumkan sumber citra satelit dan pernyataan bahwa citra satelit dan
hasil penafsiran benar;
• SK Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan

157
1

Menyampaikan Permohonan Izin Pinjam Pakai


Menyampaikan persyaratan permohonan IPPKH dari Menteri PUPR/ Instansi
yang memerlukan izin kepada Menteri Kehutanan dan diserahkan melalui
loket informasi perizinan di bidang kehutanan

Melakukan Penilaian dan rekomendasi Teknis


Menteri Kehutanan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah menerima permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan,
memerintahkan secara tertulis kepada Dirjen Planologi Kehutanan untuk:
• Melakukan penilaian persyaratan administrasi dan teknis; dan
• Mengkoordinasikan pertimbangan teknis dari Eselon I terkait lingkup
Kementerian Kehutanan dan Direktur Utama Peru Perhutani dalam hal
berada pada areal kerja Perum Perhutani

Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Dirjen Planologi


Kehutanan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja, menerbitkan
surat pemberitahuan atas persyaratan yang tidak lengkap berikut
pengembalian berkas permohonan

Meminta Pertimbangan Teknis


Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan, Dirjen Planologi Kehutanan
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja menyampaikan
surat permintaan pertimbangan teknis kepada:
• Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), apabila lokasi
yang dimohon berada pada kawasan hutan lindung.
• Dirjen Bina Usaha Kehutanan, apabila lokasi yang dimohon berada pada
kawasan hutan produksi.
• Direktur Utama Perum Perhutani, apabila lokasi yang dimohon berada
pada wilayah kerja Perum Perhutani.

Dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan, Dirjen Planologi


Kehutanan atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan

158
2

Menerbitkan Izin Prinsip


Menteri Kehutanan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah menerima pertimbangan teknis, menerbitkan surat persetujuan
prinsip penggunaan kawasan hutan

Melakukan Pemenuhan sesuai izin Prinsip


melaksanakan tata batas kawasan hutan yang disetujui, dengan supervisi
dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan

melakukan inventarisasi tegakan dengan supervisi dari Dinas Provinsi yang


membidangi Kehutanan

menyiapkan konsep pernyataan dalam bentuk akta notarial

dalam hal kawasan hutan yang disetujui berada pada areal yang telah dibebani
izin pemanfaatan hutan, diwajibkan untuk mengganti:
• biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan
• iuran izin yang telah dibayarkan oleh pemegang izin

Permohonan IPPKH
Menyiapkan permohonan pengajuan permohonan izin pinjam pakai kawasan
hutan dari Menteri PUPR/ Instansi yang memerlukan izin kepada Menteri
Kehutanan

Menteri Kehutanan memerintahkan secara tertulis Direktur Jenderal


Planologi Kehutanan untuk melakukan penilaian pemenuhan kewajiban

Apabila belum memenuhi seluruh kewajiban, Dirjen Planologi Kehutanan (15


hari kerja) menerbitkan surat pemberitahuan kekurangan pemenuhan
kewajiban

Apabila telah memenuhi seluruh kewajiban, Dirjen Planologi Kehutanan (30


hari kerja) menyampaikan usulan penerbitan IPPKH berikut peta lampiran
kepada Sekjen Kementerian Kehutanan menerima usulan penerbitan izin
pinjam pakai kawasan hutan melakukan telaahan hukum dan
menyampaikan konsep Keputusan IPPKH dan peta lampiran kepada Menteri
Kehutanan

Menerbitkan IPPKH
Menteri Kehutanan menerima konsep Keputusan izin pinjam pakai kawasan
hutan dan peta lampiran, menerbitkan keputusan izin pinjam pakai kawasan
hutan

Gambar 5-11: Tahapan IPPKH


159
5.5 ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah
perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik
secara tetap maupun sementara. Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat
dilakukan dengan persyaratan:
A. Memiliki kajian kelayakan strategis.

Kajian kelayakan strategis ditinjau dari aspek


kepentingan umum yang akan mengalihfungsikan
lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dipisah
peruntukannya untuk pembangunan yang berskala
besar, menengah dan kecil yang mengarah kepada
kepentingan umum. Pembangunan yang berskala besar
dapat dikategorikan berbasis nasional dan regional,
pembangunan skala menengah berbasis provinsi dan
kabupaten, serta pembangunan skala kecil berbasis
kecamatan dan desa. Kajian kelayakan strategis
ditinjau dari aspek lahan yang akan dialihfungsikan
harus memperhatikan:
1. luas lahan yang akan dialihkan;

2. potensi kehilangan hasil pangan akibat konversi;

3. nilai risiko akibat konversi;

4. dampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja

pertanian; dan
5. perkiraan perubahan pada sosio kultural
masyarakat (kekerabatan, pemukiman dll).

160
B. Mempunyai rencana alih fungsi lahan

Rencana alih fungsi lahan untuk pembangunan


kepentingan umum antara lain penyusunan rencana
tahunan termasuk luas, lokasi, peruntukan, dan
dilengkapi dengan rencana induk sehingga tidak
mengganggu kelangsungan pemanfaatan infrastruktur
yang ada. Misalnya pembangunan saluran air minum
atau air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) harus menyusun rencana tahunan
pembangunan saluran tersebut.

C. Pembebasan kepemilikan hak atas tanah

Pengalih fungsi melakukan pembebasan kepemilikan


hak atas tanah pada pemilik tanah tersebut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembebasan kepemilikan hak atas tanah dilaksanakan
melalui pemberian ganti rugi kepada para pemilik hak.
Ketersediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian
pangan berkelanjutan.
Pemohon alih fungsi dapat melakukan alih fungsi
setelah lahan pengganti yang diminta oleh pemilik lahan
telah dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pemenuhan lahan pengganti meliputi lahan
yang telah siap tanam, perbaikan infrastruktur yang
rusak akibat alih fungsi dan bangunan pendukung
lainnya.

161
D. Persyaratan Alih Fungsi Lahan meliputi:

Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dalam rangka pengadaan tanah
untuk kepentingan umum atau terjadi bencana.
1. Persyaratan Alih Fungsi Lahan Untuk Kepentingan

Umum
a. persyaratan alih fungsi lahan diusulkan oleh
pemohon alih fungsi lahan untuk pengadaan
tanah demi kepentingan umum, dicantumkan
dalam suatu laporan rekomendasi singkat yang
memuat:
1) latar belakang;
2) maksud dan tujuan;
3) rencana pengembangan lahan dan
peruntukannya, termasuk kajian
lingkungan hidup strategis, AMDAL dan
pengelolaan dampak lingkungan;
4) rencana alih fungsi lahan meliputi: luasan,
lokasi, serta pelepasan hak atas petani
melalui ganti rugi tanah dan berbagai
komoditas serta infrastruktur di atasnya
dan menyiapkan lahan pengganti baik yang
berada di dalam satu kabupaten atau lintas
kabupaten di dalam satu provinsi, atau
lintas provinsi sesuai dengan luasan lahan
pengganti yang diminta dan telah
mendapatkan persetujuan dari pemerintah
di wilayah tersebut dan penggantiannya
disediakan oleh pemohon alih fungsi.

162
b. alih fungsi lahan dapat dilaksanakan setelah
ada jaminan lahan pengganti dan dana yang
tersedia di kabupaten/kota dari Pemerintah
atau pemerintah daerah serta rencana
pembukaan lahan baru.
Persyaratan Alih Fungsi Lahan Karena Terjadi
Bencana.
c. Alih fungsi lahan karena terjadi bencana, maka
laporan kelayakan strategis dan rencana alih
fungsi lahan tidak diperlukan, tetapi
pembebasan dan ganti rugi kepemilikan hak
atas tanah bagi pemilik tanah termasuk
komoditas serta infrastruktur lain tetap
diselesaikan dengan pemiliknya, terutama
masyarakat dan petani. Di samping itu,
pengalihfungsi juga melakukan penyediaan
lahan pengganti sesuai dengan tipologi lahan
yang akan dialihfungsikan.
d. Lahan Pengganti ini dapat berada di dalam satu
kabupaten/kota, atau dapat berada dalam satu
provinsi atau lintas provinsi dengan lahan yang
akan dialihfungsikan.
e. alih fungsi lahan dapat dilaksanakan setelah
ada jaminan lahan pengganti dan dana yang
tersedia di kabupaten/kota dari Pemerintah
atau pemerintah daerah serta rencana
pembukaan lahan baru.
Berikut tahapan pelaksanaan Alih Fungsi Lahan LP2B:

163
Penyusunan Kajian Kelayakan Strategis
Kajian kelayakan strategis ditinjau dari aspek kepentingan umum yang akan
mengalihfungsikan LP2B dapat dipisah peruntukannya untuk pembangunan
yang berskala besar, menengah dan kecil yang mengarah kepada kepentingan
umum. Pembangunan yang berskala besar dapat dikategorikan berbasis
nasional dan regional, pembangunan skala menengah berbasis provinsi dan
kabupaten, serta pembangunan skala kecil berbasis kecamatan dan desa

Penyusunan Rencana Alih Fungsi Lahan


Rencana alih fungsi lahan untuk pembangunan kepentingan umum antara
lain penyusunan rencana tahunan termasuk luas, lokasi, peruntukan, dan
dilengkapi dengan rencana induk sehingga tidak mengganggu kelangsungan
pemanfaatan infrastruktur yang ada. Misalnya pembangunan saluran air
minum atau air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) harus
menyusun rencana tahunan pembangunan saluran tersebut

Pengajuan Usulan Alih Fungsi Lahan kepada Menteri


Pertanian
Pemohon menyampaikan suatu laporan rekomendasi singkat kepada Menteri
Pertanian yang memuat: (1) latar belakang; (2) maksud dan tujuan; (3)
rencana pengembangan lahan dan peruntukannya, termasuk kajian
lingkungan hidup strategis, AMDAL dan pengelolaan dampak lingkungan; (4)
rencana alih fungsi lahan meliputi: luasan, lokasi, serta pelepasan hak atas
petani melalui ganti rugi tanah dan berbagai komoditas serta infrastruktur di
atasnya dan menyiapkan lahan pengganti sesuai dengan luasan lahan
pengganti

Menteri Pertanian menyetujui/ menolak usulan alih fungsi lahan

Mengajukan Permohonan Usulan kepada Bupati/Walikota/


Gubernur/ Presiden
Pemohon Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di
kabupaten/kota mengusulkan kepada Bupati/Walikota. Untuk memberikan
persetujuan, Bupati/Walikota dibantu oleh Tim verifikasi kabupaten/kota

Pemohon Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan lintas


Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari
Bupati/Walikota mengusulkan kepada Gubernur. Untuk memberikan
persetujuan, Gubernur dibantu oleh Tim verifikasi Provinsi

Pemohon alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan lintas provinsi


setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota dan Gubernur
mengusulkan kepada Presiden. Untuk memberikan persetujuan, Presiden
dibantu oleh Tim verifikasi nasional yang keanggotaannya berasal dari
Kementerian/Lembaga

Melakukan Pembebasan Kepemilikan Hak Atas Tanah


Gambar 5-12: Tahapan Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan LP2B
164
5.6 PERIZINAN PEMANFAATAN RUMAJA DAN RUMIJA
Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan
selain peruntukannya wajib memperoleh izin dari
penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. Penggunaan
ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus
terhadap konstruksi jalan dan jembatan wajib memperoleh
dispensasi dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.
Penerbitan izin penggunaan ruang pengawasan jalan untuk
mendirikan bangunan gedung dan bangun bangunan oleh
instansi pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya wajib memperoleh rekomendasi
dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. Izin
diajukan secara tertulis oleh pemohon dan disampaikan
kepada penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya
atau pemberi izin. Permohonan izin dapat diajukan oleh
perseorangan, kelompok masyarakat, organisasi, badan
usaha, badan hukum, instansi pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Permohonan izin harus dilengkapi
dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
Persyaratan administrasi mencakup:
1. surat permohonan yang berisi data/identitas pemohon

sesuai dengan Formulir A.1;


2. surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban

memelihara dan menjaga bangunan dan jaringan


utilitas/iklan/media informasi/bangun
bangunan/bangunan gedung untuk keselamatan umum
dan menanggung segala risiko atas segala akibat yang
mungkin ditimbulkan dari kerusakan yang terjadi atas
sarana atau prasarana yang dibangun/dipasang pada
bagian–bagian jalan yang dimohon sesuai dengan
Formulir A.2

165
Formulir A.1.

Formulir A.1

PERMOHONAN IZIN

1. PEMBANGUNAN/PENEMPATAN BANGUNAN DAN JARINGAN UTILITAS*)


2. PEMBANGUNAN/PENEMPATAN IKLAN DAN MEDIA INFORMASI*)
3. PEMBANGUNAN/PENEMPATAN BANGUN-BANGUNAN*)
4. PEMBANGUNAN/PENEMPATAN BANGUNAN DI DALAM RUANG MILIK JALAN*)

Nomor : ............, ……….........………….


Lampiran :

Kepada Yth.
Menteri Pekerjaan Umum/Gubernur....../Bupati...../Walikota.....
C.q. Kepala ……………………………….
Di -
………………………..

Perihal : Permohonan Izin …....................................................................................**)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

1. N a m a : ……………………………
2. J a b a t a n : …………………………….
3. Kelompok Masyarakat/Organisasi/Badan Usaha/
Badan Hukum/Instansi Pemerintah : ………………………………
4. A l a m a t : ………………………………

dengan ini mengajukan permohonan izin pembangunan/penempatan ……….………**) pada ruas


jalan .……sampai ……… Provinsi .………Sebagai kelengkapan pengajuan permohonan,
bersama ini kami lampirkan :

A. Persyaratan administrasi :
1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon.
2. Foto copy akte pendirian Badan Usaha/Badan Hukum
3. Surat kuasa pengurusan permohonan izin pembangunan/penempatan bangunan dan
jaringan utilitas (dalam hal surat permohonan tidak ditanda tangani oleh penanggung
jawab perusahaan)
4. Surat Pernyataan Kesanggupan memenuhi dan mematuhi semua persyaratan yang
ditentukan dalam surat izin pembangunan/penempatan bangunan dan jaringan utilitas.

B. Persyaratan Teknis :
1. Lokasi : .…………………………………
2. Rencana teknis : .…………………………………
3. Jadwal waktu pelaksanaan : .…………………………………

Demikian permohonan ini diajukan dan atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Pemohon Izin
Tanda tangan - Cap

(..................................)

*) Lingkari sesuai permohonan yang dipilih


**) Isi sesuai dengan jenis pilihan permohonan

166
Formulir A.2

Formulir A.2.

SURAT PERNYATAAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. N a m a : .…………………………………

2. Jabatan : .…………………………………

3. Perusahaan/Badan Hukum/Instansi Pemeintah : .…………………………………

4. A l a m a t : .…………………………………

selaku pemohon dalam pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan pada ruang manfaat
jalan / ruang milik jalan di lokasi ..................... untuk :

- Pembangunan/Penempatan bangunan utilitas *)


- Pembangunan/Penempatan Iklan dan Media Informasi*)
- Pembangunan/Penempatan Bangun-bangunan*)
- Pembangunan/Penempatan bangunan gedung di dalam ruang milik jalan*)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa kami sanggup untuk memenuhi dan mematuhi
semua persyaratan yang ditentukan dalam surat izin pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian
jalan dan peraturan terkait yang berlaku dalam pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan
dimaksud, baik pada saat pelaksanaan pembangunan maupun pada saat pemanfaatannya, serta
menanggung segala akibat yang ditimbulkannya.

Demikian surat pernyataan ini dibuat, untuk dipergunakan semestinya.

Pemohon,

Materai-Tanda tangan - Cap

(.............................)

*) Pilih sesuai dengan permohonan izin.

Gambar 5-13: Formulir A.1 dan A.2

167
Persyaratan teknis mencakup:
1. lokasi;

2. rencana teknis; dan

3. jadwal waktu pelaksanaan.

Setelah pemohon memenuhi persyaratan, pemberi izin


melakukan evaluasi dan peninjauan lapangan. Evaluasi dan
peninjauan lapangan untuk jalan nasional dilakukan
bersama dengan Kepala Balai Besar/Balai Pelaksanaan
Jalan Nasional. Hasil evaluasi dan peninjauan lapangan
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak diterimanya permohonan yang telah memenuhi
persyaratan. Berdasarkan hasil evaluasi dan peninjauan
lapangan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
pemberi izin menerbitkan persetujuan prinsip sesuai
dengan Formulir A.3. Berdasarkan persetujuan prinsip
pemohon wajib melengkapi persyaratan sebagai berikut:
1. rencana teknis rinci;

2. metode pelaksanaan;

3. izin Usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha;

4. perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah; dan

5. jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan berupa

jaminan bank serta polis asuransi kerugian pihak ketiga.


Jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan dan polis
asuransi kerugian pihak ketiga diterima dan disimpan oleh
pemberi izin. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak dilengkapinya seluruh persyaratan oleh
pemohon, Kepala Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan
Nasional memberikan pertimbangan teknis. Setelah Kepala
Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional memberikan
pertimbangan teknis, pejabat yang ditunjuk menerbitkan
izin untuk jalan nasional sesuai dengan Formulir A.4.
168
Penerbitan izin untuk jalan nasional oleh pemberi izin
dilakukan setelah persyaratan dipenuhi. Penerbitan izin
untuk jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota oleh pemberi
izin dilakukan setelah persyaratan dipenuhi. Penerbitan izin
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak dilengkapinya seluruh persyaratan oleh
pemohon. Izin ini akan digunakan sebagai rekomendasi
teknis dalam rangka pemanfaatan barang milik
negara/daerah (BMN/D) sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Berikut tahapan perizinan pemanfaatan jalan:
Mengajukan Permohonan
Permohonan Izin diajukan secara tertulis oleh pemohon dan disampaikan
kepada penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya atau pemberi izin

Permohonan izin harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan


persyaratan teknis, yaitu: Persyaratan administrasi terdiri dari (1) surat
permohonan yang berisi data/identitas pemohon sesuai dengan Formulir A.1;
dan (2) surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban memelihara dan
menjaga sesuai Format A.2. Persyaratan Teknis terdiri dari (1) lokasi; (2)
rencana teknis; dan (3) jadwal waktu pelaksanaan

Persetujuan Prinsip
Setelah pemohon memenuhi persyaratan, pemberi izin melakukan evaluasi
dan peninjauan lapangan. Evaluasi dan peninjauan lapangan untuk jalan
nasional dilakukan bersama dengan Kabalai Besar/BPJN

Berdasarkan hasil evaluasi dan peninjauan lapangan dalam jangka waktu


paling lama 5 hari kerja pemberi izin menerbitkan persetujuan prinsip sesuai
dengan Formulir A.3

Memberikan Pertimbangan Teknis


Berdasarkan persetujuan prinsip, pemohon wajib melengkapi persyaratan
sebagai berikut: a. rencana teknis rinci; b. metode pelaksanaan; c. izin
Usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha; d. perizinan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah; dan e. jaminan pelaksanaan dan jaminan
pemeliharaan berupa jaminan bank serta polis asuransi kerugian pihak
ketiga

Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dilengkapinya
seluruh persyaratan oleh pemohon, Kabalai Besar/BPJN memberikan
pertimbangan teknis

1 169
1

Penerbitan Izin
Penerbitan izin untuk jalan nasional oleh pemberi izin dilakukan setelah
persyaratan dipenuhi oleh pemohon. Pemberi izin yang dimaksud adalah:
Pemberian izin untuk pemanfaatan ruang milik Jalan nasional oleh pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri PUPR

Wewenang gubernur selaku penyelenggara jalan provinsi dalam pemberian


izin untuk pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan provinsi
dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk

Dalam hal jalan nasional terletak di Daerah Khusus DKI Jakarta, pemberian
izin ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi teknis dari
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional

Wewenang bupati/walikota selaku penyelenggara jalan kabupaten/kota


dalam pemberian izin dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk

Gambar 5-14: Tahapan Perizinan Pemanfaatan Jalan

5.7 PERIZINAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI, DANAU,


DAN RAWA
Izin pelaksanaan konstruksi yang berada pada sumber air
termasuk pada sempadan sungai dan danau mengacu
kepada pengaturan pemanfaatan sempadan sungai.
Sempadan sungai hanya dapat dimanfaatkan secara
terbatas untuk:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi
sungai, antara lain kegiatan menanam tanaman sayur-
mayur; dan
f. bangunan ketenagalistrikan.

170
Sempadan danau hanya dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan tertentu dan bangunan tertentu, meliputi:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b. pariwisata;
c. olah raga; dan/atau
d. aktivitas budaya dan keagamaan.

Bangunan tertentu yang dimaksud diatas, meliputi:


a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. jalan akses, jembatan, dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan;
f. prasarana dan sarana sanitasi; dan
g. bangunan ketenagalistrikan.
Selain pembatasan pemanfaatan sempadan danau, pada
sempadan danau dilarang untuk:
a. mengubah letak tepi danau;
b. membuang limbah;
c. menggembala ternak; dan
d. mengubah aliran air masuk atau ke luar danau.
Pemanfaatan sempadan sungai dan sempadan danau
dilakukan berdasarkan izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam
pengelolaan sumber daya air. Pemberian izin, dilakukan
dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis dari
pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.

171
Tabel 5-1: Penanggung Jawab Pemberian Izin

Kegiatan Pada Pemberi


Pemberi Izin
Ruang Sungai Rekomtek
Pelaksanaan Menteri,
Konstruksi pada Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
ruang sungai Walikota
Pelaksanaan
Menteri,
Konstruksi yang
Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
mengubah aliran
Walikota
dan/ atau alur sungai
Pemanfaatan Menteri,
bantaran dan Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
sempadan sungai Walikota
Menteri,
Pemanfaatan bekas
Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
sungai
Walikota
Pemanfaatan air
sungai selain untuk
kebutuhan pokok Menteri,
sehari-hari dan Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
pertanian rakyat Walikota
dalam sistem irigasi
yang sudah ada
Pemanfaatan sungai Menteri,
sebagai penyedia Gubernur, Bupati, Pengelola SDA
tenaga air Walikota
Instansi yang
menyelenggarakan
Pemanfaatan sungai
urusan
sebagai sarana Pengelola SDA
pemerintahan
transportasi
bidang
transportasi

172
Kegiatan Pada Pemberi
Pemberi Izin
Ruang Sungai Rekomtek

Instansi yang
menyelenggarakan
urusan
Menteri,
Pemanfaatan sungai pemerintahan
Gubernur, Bupati,
di kawasan hutan bidang
Walikota
kehutanan/
BUMN bidang
kehutanan
Pembuangan air
Bupati/ walikota Pengelola SDA
limbah ke sungai
Pengambilan
komoditas tambang Bupati/ walikota Pengelola SDA
disungai
Pemanfaatan sungai Instansi yang
untuk perikanan menyelenggarakan
menggunakan urusan Pengelola SDA
keramba atau jaring pemerintahan
apung bidang perikanan

Berikut adalah tahapan pemberian izin pemanfaatan sungai dan


danau:

Mengajukan Permohonan
Permohonan Izin diajukan secara online/ manual oleh pemohon dan
disampaikan kepada Pemberi izin dengan dilengkapi: a. identitas; b. gambar
lokasi; c. kebutuhan; d. gambar spesifikasi teknis; e. Dokumen lingkungan
hidup; f. PKM; g. Bukti bayar

Melakukan Evaluasi Awal


Permohonan Izin yang diajukan oleh pemohon dilakukan penelaahan dan
evaluasi terhadap kesesuaian persyaratan-persyaratan dan peraturan yang
berlaku

173
1

Penyusunan Rekomtek
Penyusunan Rekomtek melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu:
Melakukan Persentasi
Melakukan Tinjauan Lapangan
Melakukan Kajian Teknis
Mengeluarkan Rekomendasi Teknis (Rekomtek)

Melakukan Verifikasi
Melakukan kajian terhadap permohonan dan rekomendasi teknis dari BBWS/
BWS

Menerbikan Surat Izin


Surat izin dikeluarkan oleh Menteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota

Gambar 5-15: Tahapan Perizinan Pemanfaatan Sempadan Sungai


dan Danau

5.8 PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG LAUT


Setiap orang yang melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang
Laut di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan/atau wilayah
yurisdiksi secara menetap di sebagian Ruang Laut wajib
memiliki KKPRL. Sebagian Ruang Laut mencakup
permukaan laut, kolom air, dan/atau dasar laut. Kegiatan
Pemanfaatan Ruang Laut secara menetap merupakan
kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut yang dilakukan terus
menerus paling singkat 30 (tiga puluh) Hari. KKPRL
merupakan persyaratan dasar Perizinan Berusaha
dan/atau penerbitan perizinan nonberusaha. KKPRL
dilaksanakan melalui:

174
a. Persetujuan untuk kegiatan berusaha; atau
b. Persetujuan atau Konfirmasi untuk kegiatan
nonberusaha.
Pelaksanaan KKPRL diberikan berdasarkan permohonan.
Persetujuan atau Konfirmasi tidak dapat diberikan di zona
inti pada Kawasan Konservasi di Laut. Pada Kawasan
Konservasi di Laut di luar zona inti tidak dapat diberikan
Persetujuan dan/atau Konfirmasi untuk kegiatan:
a. pertambangan terbuka;
b. dumping; dan
c. Reklamasi.
Dalam hal lokasi kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) secara teknis tidak memungkinkan dipindahkan dari
Kawasan Konservasi di Laut, Persetujuan atau Konfirmasi
hanya dapat diberikan pada Kawasan Konservasi di Laut di
luar zona inti dalam rangka pelaksanaan:
a. kegiatan berupa proyek strategis nasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Presiden; dan/atau
b. kepentingan pengelolaan Kawasan Konservasi di Laut.
Pemberian Persetujuan atau Konfirmasi di wilayah
pertahanan dan keamanan dilaksanakan oleh Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan. Menteri dapat berkoordinasi dengan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
luar negeri untuk memberikan Persetujuan atau Konfirmasi
Pemanfaatan Ruang Laut yang lokasinya:

175
a. berhadapan dan/atau berdampingan dengan batas
maritim negara lain; dan/atau
b. berada di landas kontinen dengan pinggiran luar tepi
kontinen yang melebihi jarak 200 (dua ratus) mil laut
dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur,
hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut
atau sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari
garis kedalaman 2.500 (dua ribu lima ratus) meter.
Masyarakat Hukum Adat yang telah ditetapkan oleh
bupati/walikota dapat mengusulkan alokasi Ruang perairan
sebagai wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat ke dalam
RTR dan/atau RZ. Persetujuan atau Konfirmasi dapat
diberikan pada wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat
setelah mendapat persetujuan dari Masyarakat Hukum
Adat.
Menteri berwenang menerbitkan dan mencabut Persetujuan
atau Konfirmasi. Pemohon Persetujuan untuk kegiatan
berusaha meliputi: (a) Orang perseorangan; (b) Badan
Usaha; dan (c) Bentuk Usaha Tetap.
Pemohon Persetujuan untuk kegiatan nonberusaha
meliputi: (a) kementerian/badan/lembaga/komisi; (b)
organisasi perangkat daerah; (c) Orang perseorangan; (d)
Badan Usaha; dan (e) Bentuk Usaha Tetap.

176
Pemohon Konfirmasi meliputi:
a. kementerian/badan/lembaga/komisi; dan
b. organisasi perangkat daerah.
Kementerian/badan/lembaga/komisi atau organisasi
perangkat daerah mengajukan permohonan Persetujuan
dalam hal kegiatan yang dimohonkan merupakan kebijakan
nasional yang bersifat strategis.
Kementerian/badan/lembaga/komisi atau organisasi
perangkat daerah mengajukan permohonan Konfirmasi
dalam hal kegiatan yang dimohonkan tidak termasuk
kebijakan nasional yang bersifat strategis dan
pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Berikut adalah tahapan perizinan pemanfaatan ruang laut:

Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan oleh Pemohon dengan menyampaikan permohonan:


a. Persetujuan untuk kegiatan berusaha melalui Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik atau online single submission; dan/atau
b. Persetujuan untuk kegiatan nonberusaha atau Konfirmasi melalui sistem
elektronik yang diselenggarakan oleh Kementerian.

Permohonan disampaikan kepada Menteri, yang memuat: a. Informasi


pemohon; b. rencana kegiatan yang menginformasikan; c. Peta lokasi;
d.rencana tapak (site plan) kegiatan yang dilengkapi dengan rencana
Bangunan dan Instalasi di Laut serta fasilitas penunjangnya; e. Kebutuhan
luas perairan; f. informasi Pemanfaatan Ruang Laut di sekitar lokasi;
g. kedalaman dan informasi penggunaan perairan (permukaan/kolom/dasar);
dan h. data kondisi terkini lokasi dan sekitarnya (ekosistem, hidrografi, dan
oseanografi).

177
1

Penilaian Dokumen Permohonan


Penilaian dokumen permohonan dilakukan setelah dokumen permohonan
dinyatakan lengkap. Proses penilaian dokumen permohonan dilakukan paling
lama: a. 14 (empat belas) Hari untuk Persetujuan; dan b. 8 (delapan) Hari
untuk Konfirmasi. Penilaian dokumen dilakukan:
a. verifikasi lapangan apabila data yang menjadi bahan pertimbangan belum
mencukupi; dan/atau
b. konsultasi kepada Menteri untuk kegiatan yang bersifat strategis dan/atau
berdampak luas.

Dalam melakukan penilaian dokumen, Menteri dapat membentuk tim untuk


melakukan penilaian sesuai dengan kebutuhan. Tim paling sedikit terdiri
atas unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pakar, dan perguruan
tinggi.

Hasil penilaian dituangkan dalam Berita Acara, yang berisi:


a. Persetujuan, untuk:
1. Persetujuan untuk kegiatan berusaha, diterbitkan perintah pembayaran
penerimaan negara bukan pajak kepada pemohon melalui sistem
elektronik online single submission;
2. Persetujuan untuk kegiatan nonberusaha, diterbitkan perintah
pembayaran penerimaan negara bukan pajak kepada pemohon melalui
sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Kementerian; atau
3. Konfirmasi untuk kegiatan nonberusaha, disampaikan kepada pemohon
melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Kementerian;
b. Penolakan, disampaikan penolakan beserta alasan penolakan kepada
pemohon melalui:
1. sistem elektronik online single submission untuk untuk kegiatan
berusaha; atau
2. sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Kementerian untuk
Persetujuan atau Konfirmasi kegiatan nonberusaha.

Penerbitan KKPRL
Pemohon melakukan pembayaran penerimaan negara bukan pajak dalam
jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) Hari sejak diterbitkan
perintah pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran melalui sistem
elektronik online single submission atau sistem elektronik yang
diselenggarakan oleh Kementerian.

Penerbitan KKPRL oleh Menteri untuk:


a. Persetujuan, diberikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) Hari
sejak diterimanya bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak;
atau
b. Konfirmasi, diberikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) Hari
sejak berita acara hasil penilaian diterbitkan.

178
Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan
Persetujuan di Perairan Pesisir kepada gubernur.
Pendelegasian kewenangan diberikan kepada gubernur yang
telah menetapkan Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K
atau telah menetapkan Peraturan Daerah tentang rencana
tata ruang wilayah provinsi yang terintegrasi dengan RZWP-
3-K.
Gubernur dapat membentuk tim dan melibatkan pakar
untuk melaksanakan penilaian. Dalam melaksanakan
penilaian, tim dapat melakukan konsultasi kepada tim yang
dibentuk oleh Menteri. Konsultasi dilakukan dalam
pertemuan atau rapat dan hasilnya dituangkan ke dalam
berita acara.

5.9 PERIZINAN PERPOTONGAN DAN PERSINGGUNGAN


DENGAN JALUR KERETA API

A. Ketentuan Umum Perizinan Perpotongan/


Persinggungan dengan Jalur Kereta Api

Perpotongan antara jalur kereta api dengan bangunan


lain dapat berupa perpotongan sebidang atau
perpotongan tidak sebidang. Perpotongan tidak
sebidang, keberadaannya dapat diatas maupun di
bawah jalur kereta api.
1. Perpotongan di atas jalur kereta api dengan
bangunan harus memenuhi ketentuan:
a. ruang tinggi minimal 6,20meter dari kepala rel;
b. ruang sisi kiri dan sisi kanan dari jalur kereta
api minimal 10 meter dihitung dari as rel
terluar;

179
c. fondasi bangunan ditanam minimal 1,5
meter dibawah permukaan tanah dengan
jarak minimal 10 meter; dan
d. dipasang alat pengaman;
2. Perpotongan di bawah jalur kereta api harus
memenuhi ketentuan:
a. untuk konstruksi bangunan minimal 80
centimeter dibawah kepala rel atau dihitung
sesuai dengan konstruksi jalan rel kecuali
untuk pipa dan kabel minimal 150 centimeter
dibawah permukaan tanah (subgrade);
b. untuk bangunan pipa dan kabel penanaman
dimulai minimal 10 meter dari sisi terluar jalur
rel kereta api;
c. dilengkapi dengan pengaman; dan
d. memberi tanda kepemilikan.
3. Perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta

api harus mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.


lzin diberikan dengan mempertimbangkan Rencana
Induk Perkeretaapian Nasional, Rencana Tata Ruang
dan telah memenuhi persyaratan teknis yang diatur
dalam Peraturan ini. Perolehan izin menjadi
kewajiban badan hukum atau instansi yang
membuat perpotongan dan/atau persinggungan.
B. Tahapan pelaksanaan perizinan Perpotongan/
Persinggungan dengan Jalur Kereta Api

Berikut tahapan perizinan Perpotongan/ Persinggungan


dengan Jalur Kereta Api:

180
Mengajukan Permohonan
Permohonan Izin diajukan secara tertulis oleh pemohon dan disampaikan
kepada Direktur Jenderal dengan dilengkapi: a. jenis perpotongan atau
persinggungan yang akan digunakan; b. gambar lokasi; c. gambar teknis; d.
sistem pengamanan yang digunakan; e. metode kerja yang digunakan; f.
analisis mengenai dampak lingkungan; g. rekomendasi dari pemerintah
daerah terkait dengan rencana tata ruang; h. izin prinsip dari penyelenggara
prasarana perkeretaapian; dan i. analisis mengenai dampak lalu lintas jalan
untuk perlintasan dan operasi kereta

Survey dan Evaluasi


Setelah permohonan perpotongan dan persinggungan diterima secara lengkap
selambat - lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja dilakukan
survey dan evaluasi

Persetujuan/ Penolakan Izin


Setelah dilakukan survei dan evaluasi, dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja diberikan izin atau penolakan izin

Gambar 5-16: Perizinan Perpotongan dan Persinggungan dengan


Jalur Kereta Api

5.10 PEMANFAATAN DAN PEMINDAHTANGANAN BMN DI


LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
A. Ketentuan Umum
1. Pengguna Barang adalah Menteri Perhubungan
sebagai Pemegang Kewenangan Penggunaan
Barang Miiik Negara/Anggaran di Lingkungan
Kementerian Perhubungan.
2. Kuasa Pengguna Barang adalah Kepala Kantor/
Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja atau Pejabat di
Lingkungan Kementerian Perhubungan yang
ditunjuk oleh Pengguna Barang/Anggaran untuk
menggunakan barang yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

181
3. Eselon I Atasan Kuasa Pengguna Barang
merupakan Pimpinan unit organisasi Eselon I
dimana Kuasa Pengguna Barang menjalankan
tugas dan fungsi pada organisasi dan tata kerja di
lingkungan Kementerian Perhubungan yang terdiri
atas:
a. Sekretaris Jenderal pada Sekretariat Jenderal;
b. Direktur Jenderal pada Direktorat Jenderal;
c. Inspektur Jenderal pada Inspektorat Jenderal;
dan
d. Kepala Badan pada Badan.
4. Kuasa Pengguna Barang adalah Kepala
Kantor/Satuan Kerja/Unit Pelaksana Teknis di
pusat dan di daerah dalam lingkungan kantor yang
dipimpinnya.
5. Kuasa Pengguna Barang pada Unit Kerja Eselon I,
adalah:
a. Kepala Biro Umum yang menangani Barang
Milik Negara pada Sekretariat Jenderal;
b. Sekretaris Inspektorat Jenderal;
c. Sekretaris Direktorat Jenderal; dan
d. Sekretaris Badan.
B. Bentuk pemanfaatan Barang Milik Negara berupa:
a. Sewa;
b. Pinjam Pakai;
c. Kerja Sama Pemanfaatan;
d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau
e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur

182
C. Bentuk Pemindahtanganan Barang Milik Negara
dilakukan dengan cara:
a. Penjualan;
b. Tukar Menukar;
c. Hibah; atau
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat.
Tahapan pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di
lingkungan Kementerian Perhubungan untuk
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya
mengacu kepada tahapan pemanfaatan dan
pemindahtanganan BMN pada bagian 5.1 dan 5.2.

5.11 PENGGUNAAN PEMANFAATAN DAN PEMINDAHTANGANAN


BMN DI LINGKUNGAN KEMENHAN/ TNI DAN POLRI

A. Ketentuan Umum

1. Pengorganisasian terkait pengelolaan BMN di


lingkungan Kemhan/ TNI diatur sebagai berikut:
a. Pengguna Barang adalah:
Menteri Pertahanan di lingkungan
Kemenhan/ TNI;
Kapolri di lingkungan Kepolisian Republik
Indonesia
b. Kuasa Pengguna Barang:
di lingkungan Kemhan adalah Sekjen
Kemhan; dan
di lingkungan TNI adalah Panglima TNI.
2. Pembantu Pengguna Barang Milik Negara;

a. Eselon-1 (PPBMNE-1) di lingkungan Mabes TNI


dan Angkatan adalah Kas Angkatan dan Kasum
TNI; dan
b. Eselon 1 (PPBMNE-1) di lingkungan Kepolisian
Republik Indonesia adalah As Sarpras.
183
3. Pembantu Pengguna Barang Milik Negara Wilayah

(PPBMNW) di lingkungan Kemenhan/ TNI:


a. di lingkungan Kemhan adalah Kepala Biro
Umum Setjen Kemhan;
b. di lingkungan Mabes TNI adalah Pangkotama
dan Komandan; dan
c. di lingkungan Angkatan adalah Pangkotama,
Gubernur, Binmat/Bintek/Bin Item dan
Komandan.
4. Pembantu Pengguna Barang Milik Negara Wilayah

(PPBMNW) di lingkungan Kepolisian Republik


Indonesia adalah:
a. di lingkungan Mabes Polri adalah Kasatker
Mabes Polri
b. di lingkungan Polda adalah Karosarpras Polda,
atas dasar pelimpahan wewenang dari Kapolda.
5. bertindak sebagai UAPPB-W

6. Pemanfaatan BMN untuk pembangunan sarana

prasarana bidang Cipta Karya dapat dilaksanakan


terhadap BMN selain Alutsista dalam bentuk:
a. sewa;
b. pinjam pakai; dan
c. kerja sama pemanfaatan.
7. Pemindahtanganan BMN untuk pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya dapat
dilaksanakan dalam bentuk:
a. penjualan;
b. tukar menukar; dan
c. hibah.

184
B. Sewa BMN

1. Pihak yang dapat menyewakan BMN adalah


Pengguna Barang atau pejabat yang diberi kuasa;
Pihak yang dapat menyewa BMN meliputi:
a. Pemerintah Daerah;
b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah;
d. swasta;
e. unit penunjang kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan/negara;
f. dan
g. badan hukum lainnya.
2. Jangka waktu sewa BMN paling lama 5 (lima) tahun
sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat
diperpanjang;
3. Perpanjangan jangka waktu sewa BMN dilakukan
setelah dievaluasi oleh Pengguna Barang serta
disetujui oleh Pengelola Barang;
4. Jangka waktu perpanjangan sewa BMN paling lama
5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian
perpanjangan jangka waktu sewa.

Berikut tahapan pelaksanaan sewa BMN:


Mengajukan Usulan
Kuasa Pengguna Barang mengajukan usulan kepada Pengguna Barang untuk
menyewakan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dengan disertai: (1)
data usulan sewa; (2) data BMN yang diusulkan untuk disewakan; (3) data
calon penyewa; (4) data transaksi sewa yang sebanding dan sejenis yang ada
di sekitar BMN yang diusulkan untuk disewakan; dan (5) surat pernyataan
dari Kuasa Pengguna Barang.

185
1

Penilaian Usulan dan Pelaksanaan Sewa


Pengguna Barang dapat membentuk tim dalam rangka meneliti kelayakan
sewa dan mempersiapkan usulan sewa

Pengguna Barang menerbitkan keputusan pelaksanaan setelah mendapatkan


persetujuan dari Pengelola Barang mengirimkan salinan keputusan Pengguna
Barang kepada Pengelola Barang.

Kuasa Pengguna Barang dapat menindaklanjuti dengan perjanjian sewa


setelah menerima keputusan Pengguna Barang.

Gambar 5-17: Tahapan Pelaksanaan Sewa BMN di Lingkungan


Kemenhan/ TNI dan POLRI

C. Pinjam Pakai BMN

1. BMN dapat dipinjampakaikan setelah mendapat

persetujuan Pengelola Barang;


2. Pihak yang dapat meminjampakaikan BMN adalah

Pengguna Barang atau pejabat yang diberi kuasa;


3. Pihak yang dapat meminjampakaikan BMN adalah

Pemerintah Daerah;
4. Jangka waktu pinjam pakai BMN paling lama 2

(dua) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian


pinjam pakai, dan dapat diperpanjang;
5. Jangka waktu perpanjangan pinjam pakai paling

lama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya


perjanjian perpanjangan jangka waktu pinjam
pakai.

186
Berikut tahapan pelaksanaan pinjam pakai BMN:

Mengajukan Usulan Pinjam Pakai


Kuasa Pengguna Barang mengajukan usulan pinjam pakai kepada Pengguna
Barang yang sekurang-kurangnya memuat pertimbangan yang mendasari
diajukannya permintaan, jenis dan spesifikasi barang, detil peruntukan dan
jangka waktu pinjam pakai

Penilaian Usulan dan Pelaksanaan Pinjam Pakai


Pengguna Barang melakukan kajian atas usulan Kuasa Pengguna Barang,
terutama menyangkut kelayakan kemungkinan peminjaman Barang Milik
Negara tersebut

Berdasarkan hasil kajian, Pengguna Barang dapat menyetujui atau tidaknya


usulan pinjam pakai

Pengguna Barang menindaklanjuti dengan mengajukan usulan pinjam pakai


kepada Pengelola Barang yang sekurang-kurangnya memuat pertimbangan
yang mendasari diajukannya permintaan, jenis dan spesifikasi barang, detil
peruntukan dan jangka waktu pinjam pakai

Pengguna Barang melaksanakan pinjam pakai yang dituangkan


naskah perjanjian pinjam pakai antara Pengguna Barang dan pemerintah
daerah

Pengguna Barang menyampaikan laporan pelaksanaan pinjam pakai kepada


Pengelola Barang

Gambar 5-18: Tahapan Pelaksanaan Pinjam Pakai BMN di


Lingkungan Kemenhan/ TNI dan POLRI
D. Kerjasama Pemanfaatan BMN

1. Kerja sama pemanfaatan BMN dilakukan setelah

mendapatkan persetujuan Pengelola Barang;


2. Pihak yang dapat melaksanakan kerja sama
pemanfaatan BMN adalah Pengguna Barang atau
pejabat yang diberi kuasa;

187
3. Pihak yang dapat menjadi mitra kerja sama
pemanfaatan BMN meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah; dan
c. Badan Hukum lainnya.
4. Kerja sama pemanfaatan tidak mengubah status

penggunaan BMN yang menjadi objek kerja sama


pemanfaatan;
5. Jangka waktu kerja sama pemanfaatan BMN
berupa tanah dan/atau bangunan paling lama 30
(tiga puluh) tahun sejak ditandatanganinya
perjanjian dan dapat diperpanjang;
6. Jangka waktu kerja sama pemanfaatan BMN untuk

penyediaan infrastruktur paling lama 50 tahun


sejak ditandatanganinya perjanjian.
Berikut tahapan pelaksanaan kerja sama pemanfaatan BMN:
Mengajukan Usulan Kerjasama Pemanfaatan
Kuasa Pengguna Barang mengajukan usulan Kerja sama pemanfaatan tanah
dan/atau bangunan kepada Pengguna Barang dengan disertai
alasan/pertimbangan yang mendasari kerjasama pemanfaatan, peruntukan,
jangka waktu kerja sama pemanfaatan, serta dilampiri dengan proposal yang
memuat rencana usaha (business plan), rencana teknis pembangunan, acuan
nilai kontribusi yang akan disetor ke Kas Negara, bukti kepemilikan, gambar
lokasi, luas, nilai perolehan dan nilai buku dan/atau NJOP tanah dan/atau
bangunan

Penilaian Usulan dan Pelaksanan Kerjasama Pemanfaatan


Pengguna Barang melakukan kajian atas usulan Kuasa Pengguna Barang
menyangkut kelayakan kerja sama pemanfaatan tanah dan/atau bangunan
dimaksud

Pengguna Barang menindaklanjuti dengan mengajukan usulan kerja sama


pemanfaatan kepada Pengelola Barang dengan disertai alasan/pertimbangan
yang mendasari kerja sama pemanfaatan, peruntukan, jangka waktu kerja
sama pemanfaatan, serta dilampiri dengan proposal

188
1

Pengguna Barang melakukan tender untuk mendapatkan mitra kerja sama


pemanfaatan dan menetapkan mitra kerja sama pemanfaatan berdasarkan
hasil pelaksanaan pemilihan dimaksud

Pelaksanaan kerja sama pemanfaatan dituangkan dalam bentuk naskah


perjanjian kerja sama pemanfaatan antara Pengguna Barang dengan mitra
kerja

Penyerahan BMN yang menjadi objek kerja sama pemanfaatan dituangkan


dalam berita acara serah terima

Pengguna Barang menyampaikan laporan pelaksanaan kerja sama


pemanfaatan kepada Pengelola Barang

Gambar 5-19: Tahapan Pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan BMN


di Lingkungan Kemenhan/ TNI dan POLRI

E. Penjualan BMN

Penjualan BMN dilaksanakan dengan cara:


1. Melalui lelang, dengan berpedoman pada ketentuan

yang berlaku;
Tanpa melalui lelang, untuk:
a. kendaraan dinas perorangan pejabat negara
yang dijual kepada pejabat negara; dan
b. BMN lainnya, ditetapkan lebih lanjut oleh
Pengelola Barang berdasarkan pertimbangan
yang diberikan oleh Pengguna Barang dan
instansi teknis terkait;
Berikut tahapan pelaksanaan penjualan BMN:

Persiapan Pengusulan Penjualan


PPBMNW sesuai kewenangannya, membentuk tim internal yang bertugas
untuk melakukan persiapan pengusulan penjualan

Menyiapkan dokumen anggaran beserta kelengkapannya


Melakukan penelitian data administratif bangunan
Menyampaikan hasil penelitian secara berjenjang kepada Pengguna Barang.

1
189
1

Permintaan Persetujuan dan Pelaksanaan Penjualan


Pengguna Barang mengajukan permintaan persetujuan atas penjualan
bangunan kepada Pengelola Barang

Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang melakukan penghapusan


barang dimaksud dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna dengan menerbitkan keputusan Pengguna Barang tentang
penghapusan barang dimaksud

Gambar 5-20: Tahapan Pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan BMN


di Lingkungan Kemenhan/ TNI dan POLRI
F. Tukar Menukar BMN

1. Tukar menukar BMN dilaksanakan setelah


mendapatkan persetujuan Pengelola Barang;
Tukar menukar BMN dapat dilakukan dalam hal:
a. BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang
sudah tidak sesuai dengan Rencana Umum
Tata Ruang wilayah dan penataan kota;
b. BMN belum dimanfaatkan secara optimal;
c. penyatuan BMN yang lokasinya terpencar;
d. pelaksanaan rencana strategis
pemerintah/negara; atau
e. BMN selain tanah dan/atau bangunan yang
ketinggalan teknologi sesuai
kebutuhan/kondisi/peraturan perundang-
undangan.
Tukar menukar BMN berupa tanah dan/atau
bangunan dilaksanakan setelah dilakukan kajian
berdasarkan aspek ekonomis dan/atau aspek
yuridis:

190
a. aspek ekonomis, antara lain:
1) tidak tersedianya anggaran untuk
pemenuhan kebutuhan fasilitas;
2) kajian terhadap nilai aset yang dilepas dan
nilai aset pengganti; dan
3) menguntungkan negara.
b. aspek yuridis, antara lain:
1) Rencana Umum Tata Ruang wilayah dan
penataan kota; dan
2) Peraturan perundang-undangan yang
terkait.
Pihak yang dapat melaksanakan tukar menukar
BMN adalah Pengguna Barang atau pejabat yang
diberi kuasa;
Mitra tukar menukar meliputi:
a. Pemerintah Daerah;
b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah;
d. Badan Hukum Milik Pemerintah lainnya; dan
e. Swasta, baik yang berbentuk badan hukum
maupun perorangan.
Mitra tukar menukar ditentukan melalui pemilihan
calon mitra tukar menukar yang diikuti sekurang-
kurangnya 5 (lima) peserta/peminat, kecuali
dilakukan dengan Pemerintah Daerah dan pihak-
pihak yang mendapatkan penugasan dari
Pemerintah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum;
BMN yang dapat dilakukan tukar-menukar
meliputi:

191
a. tanah dan/atau bangunan yang status
penggunaannya ada pada Pengguna Barang;
dan
b. selain tanah dan/atau bangunan kecuali
Alutsista.
Ketentuan lebih terinci mengenai tata cara
pelaksanaan tukar menukar tanah dan/atau
bangunan mengikuti peraturan perundang -
undangan tentang tukar menukar.
Mengajukan Permohonan Tukar Menukar
Kuasa Pengguna Barang mengajukan permohonan
persetujuan tukar-menukar tanah dan/atau bangunan

Penelitian dan pelaksanaan Tukar Menukar


Melakukan penelitian kelayakan permohonan tukar
menukar, baik dari aspek teknis, ekonomis, maupun yuridis

Melakukan penelitian data administrasi

Melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan


yang akan dipertukarkan untuk mencocokkan data
administratif yang ada, termasuk melakukan perhitungan
nilai BMN yang akan ditukarkan

Pengguna Barang menerbitkan ijin prinsip tukar menukar


kepada Kuasa Pengguna Barang dan menindaklanjuti
dengan mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau
bangunan kepada Pengelola Barang

setelah menerima izin prinsip dari Pengelola Barang,


Pengguna Barang membentuk tim yang anggotanya terdiri
dari unsur Pengelola Barang, Pengguna Barang dan instansi
teknis yang kompeten untuk melakukan tender pemilihan
mitra tukarmenukar dan melakukan pembahasan dengan
mitra mengenai rincian kebutuhan barang pengganti

192
1

Pengguna Barang mengajukan permohonan ijin pelaksanaan

Pengguna Barang menerbitkan surat persetujuan tukar-

Pengguna Barang dan mitra tukar-menukar


menandatangani naskah perjanjian tukar-menukar

Mitra tukar-menukar melaksanakan pekerjaan pengadaan/


pembangunan barang pengganti sesuai dengan surat
perjanjian tukar-menukar

Pengguna Barang membentuk tim untuk melakukan


penelitian kelengkapan dokumen barang pengganti

Pengguna Barang melaporkan hasil pelaksanaan tukar


menukar kepada Pengelola Barang

Gambar 5-21: Tahapan Tukar Menukar BMN di Lingkungan


Kemenhan/ TNI dan POLRI
G. Hibah BMN
1. Hibah BMN dilaksanakan setelah mendapatkan

persetujuan Pengelola Barang;


2. Pihak yang dapat melaksanakan hibah BMN adalah

Pengguna Barang;
3. BMN yang dapat dihibahkan meliputi:

a. Tanah dan/atau bangunan yang telah


diserahkan kepada Pengelola Barang atau yang
dari awal pengadaannya direncanakan untuk
dihibahkan sesuai yang tercantum dalam
dokumen penganggaran; dan
b. Selain tanah dan/atau bangunan dan Alutsista.

193
4. Pihak yang dapat menerima hibah adalah:

a. Dalam negeri:
1) lembaga/organisasi kemasyarakatan;
2) lembaga/organisasi kepemudaan;
3) lembaga/organisasi kependidikan;
4) lembaga/organisasi swasta; dan
5) Pemerintah Daerah.
b. Luar negeri;
1) negara asing; dan
2) lembaga internasional.
5. persyaratan BMN untuk dapat dihibahkan:

a. bukan merupakan barang rahasia negara;


b. bukan merupakan Alutsista; dan
c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi dan penyelenggaraan
pemerintahan negara.
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau
berdasarkan ketentuan perundangundangan,
ditentukan untuk dihibahkan; dan
dipergunakan untuk pembangunan fasilitas umum
sesuai ketentuan perundang-undangan.

194
Mengajukan Usulan Kerja Hibah BMN
Kuasa Pengguna Barang mengajukan usulan hibah BMN
berupa tanah dan/atau bangunan kepada Pengguna Barang
dengan disertai penjelasan/pertimbangan dilaksanakannya
hibah dan data-data pendukung yang diperlukan

Penilaian Usulan dan pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan


Pengguna Barang membentuk tim internal untuk melakukan
persiapan pengusulan hibah tanah dan/atau bangunan

Melakukan penelitian data administratif

Melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan


yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data

Tim internal menyampaikan laporan hasil penelitian data


administratif dan fisik kepada Pengguna Barang

Pengguna Barang mengajukan permintaan persetujuan


hibah tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang

Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang


melakukan serah terima atas tanah dan/atau bangunan
yang akan dihibahkan dengan penerima hibah, yang
dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan
naskah hibah

Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang


melaksanakan penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna dengan
menerbitkan keputusan penghapusan dan melaporkan

Gambar 5-22: Tahapan Pelaksanaan Hibah BMN di Lingkungan


Kemenhan/ TNI dan POLRI

195
5.12 PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BMN PADA
KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS
A. Pemanfaatan dan Penggunaan BMN
Pemanfaatan dan penggunaan BMN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan antara KKKS
dengan:
a. KKKS lain;
b. pihak lain; atau
c. KKKS baru yang ditunjuk untuk mengelola Wilayah
Kerja.
Pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain dilakukan dalam
bentuk
a. pemanfaatan bersama; dan/atau
b. sewa.
Pemanfaatan BMN oleh Pihak lain dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan
berdasarkan permohonan SKK Migas melalui Menteri.
B. Pemindahtanganan BMN
Pemindahtanganan BMN dapat dilakukan melalui:
a. penjualan;
b. penetapan status penggunaan;
c. hibah;
d. pemindahan kepemilikan (transfer of title) kepada
pihak lain di luar negeri atau pihak lain di dalam
negeri; dan

196
e. beli balik (buy back) oleh pemasok/vendor/pabrikan
di luar negeri atau pemasok/vendor/pabrikan
di dalam negeri.
Tahapan pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN di
lingkungan Kementerian ESDM untuk pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya mengacu kepada
tahapan pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN pada
bagian 5.1 dan 5.2.

6. PEMANTAUAN PENGADAAN TANAH

6.1 PEMANTAUAN STATUS PAKET KEGIATAN PENGADAAN


TANAH
Pemantauan status paket kegiatan pengadaan tanah
merupakan kegiatan yang dilakukan secara berjenjang di
tingkat balai, unit kerja dan unit organisasi di lingkungan
Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kegiatan pemantauan
dilakukan untuk mengidentifikasi paket-paket kegiatan
yang memerlukan pengadaan tanah. Data-data yang
diperlukan dalam kegiatan ini adalah:
1. Nama paket kegiatan;

2. Satuan kerja dan unit kerja penanggung jawab


kegiatan;
3. Lokasi kegiatan;

4. Tematik kegiatan;

5. Kebutuhan pagu kegiatan dan tanah; dan

6. Luas kebutuhan tanah.

197
Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi …..
Status: DD/MM/YYYY
No. Nama Paket/ Kegiatan Lokasi Paket/ Kegiatan Unit Kerja Eselon II Tematik Kegiatan Pagu Luas Kebutuhan Lahan Jumlah Bidang
(Rp Ribu) (m2) Tanah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
SATKER …....
1 Rp -

2 Rp -

3 Rp -
Rp -
dst. Rp -
SATKER …....
1 Rp -

2 Rp -

3 Rp -
Rp -
dst. Rp -

Keterangan Pengisian:
(1) Nomor
(2) Diisi dengan Nama Paket Kegiatan sesuai dengan nama di e-Monitoring
(3) Diisi dengan lokasi paket kegiatan dengan format Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi (Contoh: Kecamatan Simboro, Kebupaten Mamuju, Sulawesi Bar
(4) Drop-down List Unit Kerja Eselon II pembina kegiatan:
a. SANITASI untuk Dit. Sanitasi;
b. AM untuk Dit Air Minum;
c. PKP untuk Dit. PKP;
d. BPB untuk Dit. BPB; atau
e. PS untuk Dit. PS.
(5) Drop-down List Tematik pelaksanaan kegiatan untuk kegiatan PSN, KSPN, Direktif Presiden/Menteri, Kegiatan Reguler, atau Pengadaan Tanah untuk K

198
(6) Diisi dengan Pagu Kegiatan TA 2021 dalam Rupiah Ribu (x1.000) dengan angka tanpa simbol titik (.) ataupun (,) ataupun Rupiah (Rp)

Tabel 6-1 Form Pemantauan Status Paket Kegiatan Pengadaan Tanah


(7) Diisi dengan luas kebutuhan lahan dalam meter persegi
(8) Diisi dengan jumlah bidang tanah yang dibutuhkan
6.2 PEMANTAUAN TAHAP PERENCANAAN
Pemantauan tahap perencanaan dilakukan sebagai
langkah antisipatif dan pemetaan risiko serta pemetaan
potensi permasalahan untuk dilakukan tindakan-tindakan
preventif. Kegiatan pemantauan tahap perencanaan
dilakukan untuk mengidentifikasi data dan informasi
perencanaan dan persiapan pengadaan tanah,
diantaranya:
1. Status penyusunan DPPT;

2. Luas kebutuhan tanah;

3. Jumlah bidang tanah;

4. Penanggung jawab pengadaan tanah;

5. Klasifikasi hak-hak atas tanah;

6. Bentuk pengadaan tanah; dan

7. Timeline pengadaan tanah.

199
Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi …..
Status: DD/MM/YYYY
Status Penyusunan DPPT Status Objek Pengadaan Tanah Berdasarkan Dokumen DPPT
Pengajuan Perubahan DPPT
Persiapan Pelaksanaan Penetapan
DPPT (Jika Diperlukan)
Nama Paket/ Penanggung
No. Pengajuan Jumlah Klasifikasi Bentuk Ket.
Kegiatan Pembentukan Rapat Permintaan Data Penyampaian Pemberitahuan Revisi Pengajuan Jawab
Pengolahan Penetapan DPPT kepada Luas Lahan (m²) Bidang Hak-hak Atas Pengadaan
Persiapan Pertanahan dan Data Pertanahan Penyusunan Perubahan DPPT dari dan/atau Perubahan DPPT Pengadaan
Tim Penyusun dan Analisa Naskah Gubernur/ Tanah Tanah Tanah
dengan Data Teknis dan Data Teknis Naskah DPPT ketua pelaksana Adendum kepada Gubernur/ Lahan
DPPT Data DPPT Bupati/Wali
Anggota Tim Lainnya Lainnya Pengadaan Tanah DPPT Bupati/Wali Kota
Kota
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
SATKER …....
1 0 1.1
1.2
1.3
dst
Total - -
2 0 2.1
2.2
2.3
dst
Total - -
3 0
0
dst. 0
SATKER …....
1 0 1.1
1.2
1.3
dst
Total - -
2 0 2.1
2.2
2.3
dst
Total - -
3 0
0
dst. 0

Tabel 6-2 Form Pemantauan Tahap Perencanaan


200
Keterangan Pengisian :

201
6.3 PEMANTAUAN KEMAJUAN PENGADAAN TANAH
Pemantauan kemajuan pengadaan tanah dilakukan secara
berkala untuk mengidentifikasi progress dan
permasalahan pengadaan tanah untuk dilakukan
pengambilan kebijakan sebagai langkah tindak lanjut
dalam menghindari/ meminimalisasi permasalahan-
permasalahan di masa depan. Kegiatan pemantauan
kemajuan pengadaan tanah dilakukan untuk
mengidentifikasi data dan informasi kemajuan
pelaksanaan pengadaan tanah, diantaranya:
1. Progres pelaksanaan pengadaan tanah saat ini;

2. Kesesuaian/ deviasi progress saat ini dibandingkan

dengan timeline rencana;


3. Permasalahan; dan

4. Rencana tindak lanjut.

202
Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi …..
Status: DD/MM/YYYY

No. Nama Status Objek Pengadaan Tanah Progres Saat Ini Progres (%) Permasalahan dan Tindak Lanjut
Paket/ Luas Lahan (m²) Jumlah Penanggung Jawab Klasifikasi Hak- Bentuk Pengadaan Luas (m²) Bidang Luas Bidang Permasalahan Rencana
Kegiatan Bidang Tanah Pengadaan Lahan hak Atas Tanah Tanah (%) (%) Tindak Lanjut
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
SATKER …....
1 1.1 - -
1.2 - -
1.3 - -
dst - -
Total - -
2 2.1 - -
2.2 - -
2.3 - -
dst - -
Total - -
3 - -
- -
dst. - -
SATKER …....
1 1.1 - -
1.2 - -
1.3 - -
dst - -
Total - -
2 2.1 - -
2.2 - -
2.3 - -
dst - -
Total - -
3 - -
- -
dst. - -

Keterangan Pengisian:
(1) Nomor
(2) Nama Paket Kegiatan terisi otomatis dari Form A
(3) Luas lahan total yang dibutuhkan (dalam meter persegi)
(4) Jumlah bidang total yang dibutuhkan
(5) Diisi dengan penanggung jawab pengadaan lahan/perizinan
(6) Diisi dengan Klasifikasi Hak-hak Atas Tanah [Hak Milik/Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai/Hak Sewa/Hak Membuka Tanah/Hak Memungut Hasil Hutan/Hak-hak Lain
(7) Diisi dengan bentuk pengadaan tanah:
(8) Diisi dengan progres luas lahan yang telah dibebaskan (dalam meter persegi)

Tabel 6-3 Form Pemantuan Kemajuan Pengadaan Tanah


(9) Diisi dengan progres jumlah bidang yang telah dibebaskan
(10) Persentase progres luas lahan yang telah dibebaskan terisi otomatis (11)/(9)x100%
(11) Persentase progres bidang lahan yang telah dibebaskan terisi otomatis (12)/(10)x100%

203
(12) Diisi dengan uraian singkat permasalahan yang masih terjadi (pending matters)
(13) Diisi dengan uraian singkat rencana tindak lanjut dilengkapi dengan jadwal (tanggal) rencana penyelesaian
6.4 PELAPORAN PEMANTAUAN PENGADAAN TANAH
Pelaporan pemantauan pengadaan tanah dilakukan setiap
bulan berdasarkan progres pelaksanaan pengadaan tanah.
Pelaporan pemantauan pengadaan tanah disampaikan
dalam bentuk nota dinas dari Kepala Balai kepada Direktur
Jenderal Cipta Karya, yang memuat:
1. Progres pelaksanaan pengadaan tanah;

2. Permasalahan pengadaan tanah; dan

3. Rencana tindak lanjut.

Berikut tahapan pemantauan pengadaan tanah:

Pemantauan Perencanaan Pengadaan Tanah

Menyusun daftar paket pekerjaan yang membutuhkan


pengadaan tanah

Mengidentifikasi perencanaan pengadaan tanah berupa data


dan informasi perencanaan serta potensi permasalahan/
risiko pengadaan tanah

Menyusun mitigasi terhadap risiko/ respon terhadap risiko

Pemantauan Kemajuan Pengadaan Tanah


Mengidentifikasi progress dan permasalahan pengadaan
tanah berupa progress saat ini dan deviasinya terhadap

Mengidentifikasi permasalahan dan rencana tindak lanjut

204
1

Pelaporan Pemantauan Pengadaan Tanah


Melakukan rekapitulasi kemajuan pelaksanaan pengadaan
tanah, permasalahan dan rencana tindak lanjut

Menyusun Nota Dinas kemajuan pelaksanaan pengadaan


tanah, permasalahan dan rencana tindak lanjut

Gambar 6-1: Tahapan Pemantauan Pengadaan Tanah

7. PEMBENTUKAN SATUAN TUGAS DAN TIM PERCEPATAN


PENGADAAN TANAH
7.1 STRUKTUR SATUAN TUGAS PERCEPATAN PENGADAAN
TANAH.
Satuan Tugas Percepatan Pengadaan Tanah ditetapkan oleh
Direktur Jenderal CIpta Karya, paling sedikit terdiri atas:
1) Tim Pengarah;
2) Tim Pelaksana;
3) Sekretariat.

7.1.1 TIM PENGARAH


Tim Pengarah Satuan Tugas Percepatan Pengadaan
Tanah terdiri dari:
1) Direktur Jenderal Cipta Karya;
2) Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya;
3) Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan
Infrastruktur Permukiman;
4) Direktur Air Minum;
5) Direktur Sanitasi;
6) Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman;
7) Direktur Bina Penataan Bangunan;

205
8) Direktur Prasarana Strategis;
9) Direktur Kepatuhan Intern;
10) Direktur Bina Teknik Permukiman dan
Perumahan.

7.1.2 TIM PELAKSANA


Tim Pelaksana Satuan Tugas Percepatan Pengadaan
Tanah terdiri dari:
1) Kasubdit Koordinasi Pengadaan Tanah,
Pemantauan, dan Evaluasi;
2) Kabag Keuangan, Pengelolaan Barang Milik
Negara dan Barang Persediaan Bencana;
3) Kabag Hukum dan Komunikasi Publik;

4) Kasubdit Perencanaan Teknis Sistem Penyediaan


Air Minum;
5) Kasubdit Perencanaan Teknis Sanitasi;
6) Kasubdit Perencanaan Teknis Pengembangan
Kawasan Permukiman;
7) Kasubdit Perencanaan Teknis Penataan
Bangunan;
8) Kasubdit Perencanaan Teknis Prasarana
Strategis;
9) Kasubdit Pembinaan dan Pengembangan
Kepatuhan Intern dan Manajemen Risiko;
10) Kasubdit Keandalan Bangunan Gedung;
11) Kepala Balai di lingkungan Direktorat Jenderal
Cipta Karya.

7.1.3 SEKRETARIAT
Sekretarian Satuan Tugas Percepatan Pengadaan
Tanah terdiri dari Pejabat Fungsional di lingkungan
Direktorat Jenderal Cipta Karya.
206
7.2 TIM PERCEPATAN PENGADAAN TANAH
Tim Percepatan Pengadaan Tanah terdiri atas, antara lain:
1) Kasubag Umum dan Tata Usaha;
2) Kasi Pelaksanaan Wilayah;
3) Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Wilayah;
4) Pejabat Fungsional di lingkungan Balai;
5) Pejabat Pemerintah Daerah.
7.3 TUGAS SATGAS PERCEPATAN PENGADAAN TANAH DAN
TIM PERCEPATAN TANAH
Satuan Tugas dan Tim Percepatan Pengadaan Tanah
memiliki tugas, yaitu:
1) melaksanakan pemantauan penyelenggaraan
pengadaan tanah;
2) memastikan penyediaan lahan guna menjamin
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya
tepat waktu, tepat mutu, tepat administrasi, tepat biaya;
3) mendukung koordinasi pengadaan tanah dalam
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
4) memberi masukan kebijakan dan strategi pengadaan
tanah;
5) menyusun laporan.
Tim Pengarah, mempunyai Tugas;
1) menentukan arah kebijakan pelaksanaan percepatan
pengadaan tanah pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya;
2) memberikan dukungan dalam kaitan koordinasi lintas
instansi, antar Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupatan/ Kota,
BUMN/ BUMD, Swasta dan Masyarakat, untuk
percepatan pengadaan tanah pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya.
207
Tim Pelaksana, mempunyai tugas;
1) merencanakan program percepatan pengadaan tanah
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
2) melaksanakan pembinaan kepada Tim Percepatan
Tanah terkait pengadaan tanah pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya;
3) melaksanakan koordinasi, pemantauan, dan
pengendalian pengadaan tanah pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya;
4) melakukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan
kemampuan sumber daya manusia untuk
meningkatkan dan memperkuat kinerja pengadaan
tanah pembangunan sarana prasarana bidang Cipta
Karya; dan
5) menyampaikan laporan progres pengadaan tanah
secara berkala kepada Tim Pengarah berupa potensi
dan permasalahan serta kebutuhan tindakan turun
tangan dalam mengantisipasi permasalahan
pelaksanaan pembangunan di masa depan.

208
Sekretariat, mempunyai tugas;
1) melaksanakan tugas harian dan operasional dari
Satuan Tugas Perencanaan dan Pengendalian
2) mengumpulkan data dan informasi terkait dengan
kegiatan percepatan pengadaan tanah pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya;
3) memfasilitasi dan membina Tim Percepatan Tanah
terkait dengan kegiatan percepatan pengadaan tanah
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
4) memfasilitasi koordinasi, pemantauan, dan
pengendalian pengadaan tanah pembangunan sarana
prasarana bidang Cipta Karya;
5) memberi dukungan teknis, administrasi, dan logistik
kepada Tim Pengarah dan Tim Pelaksana terkait dengan
kegiatan percepatan pengadaan tanah pembangunan
sarana prasarana bidang Cipta Karya;
6) menyusun masukan dan evaluasi hasil dari
pelaksanaan kegiatan percepatan pengadaan tanah
pembangunan sarana prasarana bidang Cipta Karya;
7) memfasilitasi pelaksanaan peningkatan kapasitas
kelembagaan dan kemampuan sumber daya manusia
untuk meningkatkan dan memperkuat kinerja
pengadaan tanah pembangunan sarana prasarana
bidang Cipta Karya;
8) menyampaikan bahan pelaporan progres pengadaan
tanah secara berkala kepada Tim Pengarah berupa
potensi dan permasalahan serta kebutuhan tindakan
turun tangan dalam mengantisipasi permasalahan
pelaksanaan pembangunan di masa depan.

209
8.

Pelaksana Mutu Baku


No Prosedur Instansi Terkait Instansi Yang Tim Utama/
Kantor Pertanahan Kelengkapan Waktu (HK) Output
Lainnya Memerlukan Tanah Pendamping

1 Mulai -

SK Tim Penyusunan
2 Membentuk Tim Penyusun DPPT
DPPT
Rencana Kerja,
Melaksanakan rapat persiapan dengan tim SK Tim Penyusunan
3 Metodologi,
penyusun DPPT
ListKebutuhan Data
Surat Permintaan
4 Menyampaikan surat permintaan data List Kebutuhan Data
Data
Surat Balasan dan
Menyampaikan surat balasan permintaan Surat Permintaan
5 Profil Data
data terkait pertanahan Data
pertanahan
Menyampaikan surat balasan permintaan Surat Balasan dan
Surat Permintaan
6 data terkait data dukung instansi terkait Profil Data dukung
Data
lainnya intansi

Melakukan pengolahan dan analisa data Hasil Analisis dan


8 Profil Data
sesuai dengan kompetensi dan keahliannya Kajian
BAGAN ALUR STANDAR OPERASIONAL

Menuangkan Hasil pengolahan dan analisa Hasil Analisis dan


9 Dokumen DPPT
data kedalam naskah DPPT Kajian

10 Menyetujui muatan DPPT Dokumen DPPT Hasil Persetujuan

11 Menetapkan DPPT Dokumen DPPT Surat Penetapan

210
8.1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYUSUNAN DPPT
Pelaksana Mutu Baku

No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Gubernur/ Pengelola/ Pengguna


Tim Tim Tim Kajian Instansi Waktu
Kepala Memerlukan Bupati/ Barang/ masyarakat Kelengkapan Output
Verifikasi Persiapan Keberatan Terkait (HK)
Desa Tanah Walikota terdampak

Mengajukan DPPT kepada Gubernur/ Surat


1 Naskah DPPT
Bupati/ Walikota Permohonan

Surat
2 Membentuk Tim Verifikasi SK Tim Verifikasi
Permohonan

Hasil Peninjauan
3 Melakukan Peninjauan Lokasi SK Tim Verifikasi
Lokasi
PENGADAAN TANAH

Melakukan verifikasi terhadap materi


Tidak Hasil Peninjauan
4 muatan DPPT dan dituangkan dalam Ya Hasil Verifikasi
Lokasi
lembar verifikasi

Menyampaikan lembar verifikasi sebagai


5 Hasil Verifikasi Lembar Verifikasi
laporan hasil verifikasi

Laporan Hasil
6 Menyetujui laporan hasil verifikasi Lembar Verifikasi
verifikasi

Laporan Hasil SK Gubernur Tim


7 Membentuk Tim Persiapan
verifikasi Persiapan

SK Gubernur Tim SK Gubernur


8 Membentuk Sekertariat Tim Persiapan
Persiapan Sekertariat Tim

Menyusun Rencana Kerja Persiapan SK Gubernur Rencana Kerja


9
Pengadaan Tanah Sekertariat Tim Persiapan
8.2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERSIAPAN

211
Pelaksana

No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Gubernur/ Pengelola/ Pengguna


Tim Tim Tim Kajian Instansi
Kepala Memerlukan Bupati/ Barang/ masyarakat Kelengkapan Output
Verifikasi Persiapan Keberatan Terkait
Desa Tanah Walikota terdampak

Surat
Menyusun surat pemberitahuan rencana Rencana Kerja Pemberitahuan
10
pembangunan Persiapan dari Ketua Tim
Persiapan
Surat
Menyampaikan undangan Pemberitahuan
11 Undangan
pemberitahuan secara langsung dari Ketua Tim
Persiapan

Menyampaikan undangan
12 Undangan Tanda Terima
pemberitahuan kepada masyarakat

Surat
Pemberitahuan
Menyiapkan Pemberitahuan secara tidak Pemberitahuan
13 melalui media
langsung melalui media elektronik dari Ketua Tim
elektronik
Persiapan
Surat
Melaksanakan pemberitahuan rencana Berita Acara
Pemberitahuan
14 pembangunan kepada masyarakat pada Kegiatan
dari Ketua Tim
lokasi rencana pembangunan Sosialisasi
Persiapan
Melakukan pengumpulan data awal
BA Kegiatan
15 Pihak yang Berhak dan Objek Data Awal
Sosialisasi
Pengadaan Tanah

Melaksanakan kegiatan perizinan dan/


atau perubahan status objek tanah
berstatus kawasan hutan, tanah kas
Surat Pemberian
16 desa, tanah wakaf, tanah ulayat, Data Awal
Izin
dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat/
Pemda/BUMN/BUMD/BUMDes, serta
lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Menyusun daftar sementara Pihak yang Daftar


17 Data Awal
Berhak, dan Objek Pengadaan Tanah Sementara

212
Pelaksana
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Gubernur/ Pengelola/ Pengguna
Tim Tim Tim Kajian Instansi
Kepala Memerlukan Bupati/ Barang/ masyarakat Kelengkapan Output
Verifikasi Persiapan Keberatan Terkait
Desa Tanah Walikota terdampak

Menyampaikan undangan konsultasi


18 Daftar Sementara Surat Undangan
publik secara langsung

Menandatangani tanda terima atas


19 Surat Undangan Tanda Terima
undangan yang telah diterima

Menyampaikan Pemberitahuan
Konsultasi Publik melalui: (1)
Surat
Pengumuman di kantor Kelurahan/ Desa
Pemberitahuan
20 atau nama lain atau kecamatan; (2) Surat Undangan
secara tidak
media cetak/ elektronik (Untuk pihak
langsung
yang terdampak tidak diketahui
keberadaannya)
Menjelasakan mengenai rencana Daftar
21 Pengadaan Tanah dalam Konsultasi Sementara, Notulensi Acara
Publik melalui proses dialogis Undangan

Menyampaikan keberatan atas lokasi Surat Pernyataan


22 Daftar Sementara
rencana pembangunan Keberatan

Melaporkan keberatan atas lokasi


Surat Pernyataan Surat Laporan
23 rencana pembangunan pada Konsultasi
Keberatan Keberatan
Publik ulang

Surat Laporan SK Gubernur Tim


24 Membentuk Tim Kajian Keberatan
Keberatan Kajian Keberatan

Hasil
Menginventarisasi masalah yang SK Gubernur Tim
25 Inventarisasi
menjadi alasan keberatan Kajian Keberatan
Permasalahan
Hasil
Melakukan pertemuan atau klarifikasi
26 Inventarisasi Hasil Klarifikasi
dengan pihak yang berkeberatan;
Permasalahan
Membuat rekomendasi diterima atau Hasil
27 Hasil Klarifikasi
ditolaknya keberatan. Rekomendasi

D E

213
Pelaksana
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Gubernur/ Pengelola/ Pengguna
Tim Tim Tim Kajian Instansi
Kepala Memerlukan Bupati/ Barang/ masyarakat Kelengkapan Output
Verifikasi Persiapan Keberatan Terkait
Desa Tanah Walikota terdampak

D E

Hasil Surat Ketua Tim


28 Menyampaikan hasil rekomendasi
Rekomendasi Kajian

Menetapkan diterima atau ditolaknya Tidak Surat Gubernur


Surat Ketua Tim
29 keberatan atas lokasi rencana menerima/
Kajian
pembangunan Ya menolak
Laporan
Surat Gubernur
Membatalkan rencana pembangunan pembatalan/
30 menerima
atau memindahkan lokasi pemindahan
keberatan
lokasi
Menyusun Berita Acara kesepakatan BA kesepakatan
32 Notulensi Acara
lokasi lokasi

Menyampaikan Berita Acara BA kesepakatan Surat Ketua Tim


33
Kesepakatan Lokasi lokasi Persiapan

Mengajukan permohonan Penetapan Surat


BA kesepakatan
34 Lokasi atas dasar hasil kesepakatan Permohonan
lokasi
sesuai BA Penlok

Menerbitkan Keputusan Penetapan Surat


SK Penetapan
35 Lokasi (Berlaku untuk jangka waktu 3 Permohonan
Lokasi
tahun dan dapat diperpanjang 1 kali) Penlok

Menyampaikan Keputusan Penetapan SK Penetapan


36 Tanda Terima
Lokasi kepada Kantor Wilayah Lokasi

Mengumumkan Penetapan Lokasi SK Penetapan Laporan


37
pembangunan Lokasi Pengumuman

Mengumpulkan, mengelompokkan, Data


Hasil kompilasi
38 mengolah, dan menyimpan dalam pelaksanaan
data
bentuk data elektronik dan/atau analog persiapan

214
Pelaksana Mutu Baku

Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana

DPPT, dokumen
Mengajukan permohonan pelaksanaan Surat
1 tahap persiapan,
tanah kepada kantor wilayah Permohonan
dll

Menyampaikan surat balasan


Surat
2 permohonan dan permintaan penjelasan/ Surat Tanggapan
Permohonan
pemaparan

Menyampaikan penjelasan/pemaparan Hasil Pemaparan/


3
PENGADAAN TANAH

mengenai permohonan pelaksanaan Surat Tanggapan Penjelasan


Pengadaan Tanah Pengadaan tanah

Hasil Pemaparan/
Kajian
4 Mengkajii dokumen permohonan Penjelasan
Permohonan
Pengadaan tanah

Tidak Kajian
5 Menyampaikan hasil verifikasi Hasil Verifikasi
Permohonan
Ya
Membuat berita acara penerimaan
6 permohonan pelaksanaan pengadaan Hasil Verifikasi Berita Acara
tanah

Menerbitkan Keputusan Kepala Kantor


7 Wilayah tentang Penugasan Berita Acara SK Penugasan
Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Susunan
Kepala Kantor Wilayah membentuk
8 SK Penugasan keanggotaan Tim
pelaksana pengadaan tanah
Pelaksana

Menyusun Rencana Kerja Pelaksanaan Rencana Kerja


9 SK Penugasan
Pengadaan Tanah Pelaksanaan
8.3 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN

215
Pelaksana Mutu Baku
Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana
G

Membentuk Satgas pelaksana


10 SK Penugasan SK Satgas
Pengadaan Tanah

Menyampaikan surat pemberitahuan Surat


Rencana Kerja
11 rencana akan dimulainya kegiatan Pemberitahuan
Pelaksanaan
inventarisasi dan identifikasi. dan Undangan

Menyampaikan surat pemberitahuan dan Surat


12 undangan pemberitahuan kepada Pemberitahuan Tanda Terima
masyarakat dan Undangan

Rencana Jadwal,
Satgas melakukan penyiapan Rencana Kerja
13 tersedianya
inventarisasi dan identifikasi Pelaksanaan
Peralatan, dll

Rencana Jadwal,
Data Pengukuran
14 Melakukan pengukuran dan pemetaan tersedianya
dan Pemetaan
Peralatan, dll

Menyusun peta bidang tanah hasil Data Pengukuran Peta bidang


15
pengukuran dan pemetaan dan Pemetaan tanah

Peta bidang
Melakukan pengumpulan data Peta bidang
16 tanah dan daftar
inventarisasi dan identifikasi tanah
nominative

Menyerahkan Hasil inventarisasi dan Hasil Inventarisasi


17 Berita Acara
identifikasi dan Identifikasi

Mengumumkan hasil inventarisasi dan


identifikasi di kantor kelurahan/ desa, Hasil
18 Berita Acara
kantor kecamatan, dan lokasi Pengumuman
pembangunan
Mengajukan keberatan secara tertulis
Hasil
19 kepada ketua pelaksana Pengadaan Surat Keberatan
Pengumuman
Tanah
H

216
Pelaksana Mutu Baku
Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana
H

Menugaskan Satgas untuk melakukan


20 verifikasi dan perbaikan hasil Surat Keberatan Surat Penugasan
inventarisasi dan identifikasi

Melakukan verifikasi dan perbaikan hasil


21 Surat Penugasan Berita Acara
inventarisasi dan identifikasi

Menyerahkan hasil inventarisasi dan Hasil Verifikasi


Surat
22 identifikasi kepada instansi yang dan perbaikan
Penyerahan
memerlukan tanah hasil inventarisasi
Surat Penyerahan
Menerima hasil inventarisasi dan Surat 'Tanda
23 dan Hasil
identifikasi Terima
inventarisasi

Melakukan pengadaan jasa Penilai


24 Hasil Inventarisasi Hasil Pengadaan
Pertanahan

Surat Penunjukan
Menunjuk Penilai Publik atau pejabat Hasil Pengadaan
25 Penilai Publik
yang ditunjuk oleh Menteri Gagal
atau Pejabat

Menetapkan hasil pengadaan jasa penilai


dengan surat keputusan ketua pelaksana Hasil Pengadaan
26 SK Penetapan
pengadaan atau Penilai Publik atau Berhasil
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

Menyerahkan peta bidang tanah, daftar


27 nominatif dan salinan DPPT kepada SK Penetapan Berita Acara
penilai/ penilai publik

Melakukan penilaian dengan Peta bidang


melaksanakan inspeksi ke lapangan tanah, daftar Hasil Inspeksi
28 30
untuk menentukan besarnya nilai Ganti nominatif dan Lapangan
Kerugian salinan DPPT

217
Pelaksana Mutu Baku
Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana
I

Menyampaikan perbedaan data nominatif Hasil


Hasil Inspeksi
29 dan/atau peta bidang tanah dengan hasil perbandingan
Lapangan
inspeksi ke lapangan Data

Hasil
Melakukan perbaikan data nominatif
30 perbandingan Berita Acara
dan/atau peta bidang tanah
Data

Melakukan penjelasan/pemaparan atas


hasil penilaian di hadapan pelaksana Hasil Perbaikan Hasil Penjelasan
31
Pengadaan Tanah dan Instansi yang data dan Pemaparan
Memerlukan Tanah

Menyerahkan hasil penilaian kepada Hasil Penjelasan


32 Berita Acara
ketua pelaksana dan Pemaparan

Menyampaikan undangan musyawarah


Surat dan
33 penetapan bentuk Ganti kepada pihak Berita Acara
Undangan
yang berhak

Menyampaikan undangan musyawarah


Surat dan
34 penetapan bentuk Ganti Kerugian Tanda Terima
Undangan
kepada Pihak yang Berhak

Melaksanakan musyawarah penetapan Surat dan


35 Notulensi Acara
bentuk Ganti dengan pihak yang berhak Undangan
Tidak
Menyepakati besarnya nilai Ganti
36 Kerugian dan menentukan bentuk Ganti Notulensi Acara Berita Acara
Ya
Kerugian

J K

218
Pelaksana Mutu Baku
Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana
J K

Melakukan verifikasi kesesuaian data


pada daftar nominatif dan peta bidang
tanah dengan dokumen atau warkah
37 Berita Acara Hasil Verifikasi
objek dan subjek Pengadaan Tanah
serta bentuk Ganti Kerugian berdasarkan
hasil musyawarah

Bukti penerimaan
38 Melakukan pemberian ganti kerugian Hasil Verifikasi
Ganti Kerugian

Mendokumentasikan pelaksanaan Hasil


39 pemberian ganti kerugian dengan foto Pendokumentasi
dan/ atau video. an

Menyampaikan permintaan penitipan


BA Penyepakatan
40 Ganti Kerugian kepada Instansi yang Berita Acara
Ganti Kerugian
Memerlukan Tanah

Mengajukan permohonan penitipan Ganti BA Permintaan


41 Kerugian kepada ketua pengadilan Penitipan Ganti Berita Acara
negeri Kerugian
BA Permohonan
Melakukan penetapan persetujuan Surat Penetapan
42 Penitipan Ganti
penitipan Persetujuan
Kerugian
Melakukan penitipan ganti kerugian
Surat Penetapan
43 dengan menyerahkan ganti kerugian Berita Acara
Persetujuan
kepada pengadilan negeri

L M

219
Pelaksana Mutu Baku

Kepala Kantor
No Prosedur Lurah/ Instansi Yang Penilai/ Kepala Wakt
Pihak yang Satgas Satgas Ketua Wilayah/ Pengadilan
Kepala Memerlukan penilai Kantor Kelengkapan u Output
Berhak B A Satgas Ketua Negeri
Desa Tanah publik Pertanahan (HK)
Pelaksana

L
M

Melakukan pelepasan hak objek


pengadaan tanah kepada negara Bukti penerimaan Berita Acara,
44
dihadapan kantor pertanahan atau Ganti Kerugian Surat pernyataan,
pejabat yang ditunjuk

BA Penyerahan
Melakukan pencatatan hapusnya hak
Ganti Kerugian Surat Pencatatan
45 pada buku tanah dan daftar umum
Kepada Hapusnya Hak
pendaftaran tanah lainnya
Pengadilan

Menyerahkan data pelaksanaan Hasil


46 pengadaan tanah kepada Instansi yang Pelaksanaan Berita Acara
memerlukan tanah Pengadaan

Hasil Surat
Mengajukan permohonan sertipikat Hak
47 Pelaksanaan Permohonan
Atas Tanah
Pengadaan Sertipikat

Menerbitkan surat ukur yang didasarkan Surat


Penerbitan Surat
48 atas peta bidang tanah hasil pengukuran Permohonan
Ukur
dan pemetaan batas keliling lokasi Sertipikat

Menyelesaikan permohonan sertipikat Penerbitan Surat Penerbitan


49
hak atas tanah Ukur Sertipikat

Penerbitan
50 Menerima sertipikat Tanda Terima
Sertipikat

DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA,

Ir. DIANA KUSUMASTUTI, M.T.

220
NIP. 196707171996032002
8.4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYERAHAN HASIL
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Direktorat Jenderal Cipta Karya

http://ciptakarya.pu.go.ig

Anda mungkin juga menyukai