Anda di halaman 1dari 340

POLA

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


WILAYAH SUNGAI KEPULAUAN
YAMDENA-WETAR

TAHUN 2014
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran 2
1.2.1 Maksud 2
1.2.2 Tujuan 2
1.2.3 Sasaran 2
1.2.4 Visi dan Misi 3
1.3 Isu-Isu Strategis 4
1.3.1 Isu Strategis Nasional 4
1.3.2 Isu Strategis Lokal 8

BAB II KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI 15


2.1 Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Sumber
Daya Air dan Peraturan Terkait Lainnya 15
2.2 Kebijakan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air 19
2.2.1 Kebijakan Nasional 19
2.2.2 Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pulau-
Pulau Kecil 21
2.2.3 Kebijakan Lokal 27
2.2.3.1 Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku 27
2.2.3.2 Kebijakan Pembangunan Daerah
Jangka Panjang Provinsi Maluku 34
2.2.3.3 Kebijakan Pemerintah Kabupaten
Maluku Barat Daya 39
2.2.3.4 Kebijakan Pemerintah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat 46

i
2.3 Inventarisasi Data 52
2.3.1 Data Umum 52
2.3.1.1 Geografis 52
2.3.1.2 Kependudukan 63
2.3.1.3 Produk Domestik Rata-Rata Bruto
(PDRB) 67
2.3.1.4 Gugus Pulau 68
2.3.1.5 Topografi 76
2.3.1.6 Geologi 79
2.3.1.7 Penutupan Lahan 87
2.3.1.8 Perubahan Penutupan Lahan 89
2.3.1.9 Pola Ruang 90
2.3.1.10 Bencana 93
2.3.2 Data Sumber Daya Air 96
2.3.2.1 Air Permukaan 96
2.3.2.2 Klimatologi 97
2.3.2.3 Cekungan Air Tanah (CAT) 102
2.3.2.4 Kawasan Hutan 107
2.3.2.5 Oseanografi 110
2.3.2.6 Potensi Erosi Lahan 112
2.3.2.7 Angkutan Sedimen Sungai 116
2.3.2.8 Lahan Kritis 120
2.3.2.9 Analisis Debit Banjir 122
2.3.2.10 Abrasi Akibat Pengaruh Pasang Surut
dan Arus 122
2.3.2.11 Potensi Air Eksisting Tahun 2012 123
2.3.2.12 Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 126
2.3.3 Data Kebutuhan Air 130
2.3.3.1 Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012 130
2.3.3.2 Neraca Air Eksisting Tahun 2012 136
2.3.3.3 Skema Alokasi Air Eksisting Tahun
2012 139
2.3.4 Data Lain-Lain 141
2.3.4.1 Kawasan Strategi Nasional 141

ii
2.3.4.2 Transportasi Laut 142
2.3.4.3 Transportasi Sungai 143
2.3.4.4 Pertanian 143
2.3.4.5 Perkebunan 146
2.3.4.6 Peternakan dan Perikanan 148
2.3.4.7 Industri 149
2.3.4.8 Pertambangan 150
2.3.4.9 Pariwisata 153
2.3.4.10 Kondisi Ekonomi 154
2.4 Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan 155
2.4.1 Konservasi Sumber Daya Air 155
2.4.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air 156
2.4.3 Pengendalian Daya Rusak Air 158
2.4.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air 160
2.4.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran
Masyarakat dan Dunia Usaha 161
2.5 Identifikasi Potensi Yang Bisa Dikembangkan 162
2.5.1 Konservasi Sumber Daya Air 162
2.5.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air 163
2.5.3 Pengendalian Daya Rusak Air 180
2.5.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air 181
2.5.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran
Masyarakat dan Dunia Usaha 182

BAB III ANALISIS DATA 185


3.1 Asumsi, Kriteria, dan Standar 185
3.1.1 Standard Kriteria dan Analisa 185
3.1.2 Analisis 202
3.2 Skenario Kondisi Ekonomi, Politik, dan Perubahan
Iklim 213
3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Rendah 215
3.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sedang 223
3.2.3 Pertumbuhan Ekonomi Tinggi 230
3.3 Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya
Air 238

iii
3.3.1 Konservasi Sumber Daya Air 238
3.3.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air 240
3.3.3 Pengendalian Daya Rusak Air 242
3.3.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air 244
3.3.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran
Masyarakat dan Dunia Usaha 244

BAB IV KEBIJAKAN OPERASIONAL PENGELOLAAN SUMBER


DAYA AIR WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR 247

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Profil Pulau-Pulau Kecil dan Terluar di WS Kepulauan


Yamdena-Wetar 9
Tabel 2.1 Sebaran Pulau-Pulau Kecil pada Kawasan Perbatasan
Laut 23
Tabel 2.2 Kecamatan di Kabupaten Maluku Barat Daya dan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang Masuk di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 57
Tabel 2.3 Nama dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 57
Tabel 2.4 Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 63
Tabel 2.5 Jumlah Dan Penyebaran Penduduk Provinsi Maluku
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 64
Tabel 2.6 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Di Provinsi Maluku
Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 (Rp) 67
Tabel 2.7 Profil Pulau-Pulau Utama di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar 70
Tabel 2.8 Rencana Fungsi Pusat Permukiman di Provinsi Maluku 70
Tabel 2.9 Rencana Struktur Pelayanan Kabupaten Maluku Barat
Daya 74
Tabel 2.10 Penggunaan Lahan di WS Kepulauan Yamdena – Wetar 87
Tabel 2.11 Tutupan Lahan Pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar 89
Tabel 2.12 Rencana Pola Ruang WS Kepulauan Yamdena-Wetar 91
Tabel 2.13 Episenter Gempa Bumi di Sekitar Saumlaki Periode
Januari-Agustus 2008 93
Tabel 2.14 CAT di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 103
Tabel 2.15 Rincian Kawasan Hutan Menurut Kabupaten/Kota Di
Provinsi Maluku 108
Tabel 2.16 Tingkat Kekritisan Lahan Tiap DAS di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar 120

v
Tabel 2.17 Kebutuhan Air Eksisting WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2012 135
Tabel 2.18 Kebutuhan Air Eksisting, Ketersediaan Air Eksisting, dan
Potensi Air Pulau-Pulau Utama dan Pulau-pulau Lain di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 135
Tabel 2.19 Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Jagung Menurut
Kecamatan di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun
2011 144
Tabel 2.20 Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Padi Ladang di
Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011 145
Tabel 2.21 Luas Areal dan Produksi Buah-buahan Komoditi di
Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011 145
Tabel 2.22 Produktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat Tahun 2011 146
Tabel 2.23 Potensial Pemanfaatan Lahan dan Alternatif
Pengembangan Komoditas Pada Setiap Kecamatan di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2011 146
Tabel 2.24 Potensi Sumber Daya Perkebunan 147
Tabel 2.25 Jumlah Produksi Perikanan (Ton/Tahun) Menurut
Komoditi di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011 148
Tabel 2.26 Potensi Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat 149
Tabel 2.27 Industri Yang Berkembang di Kabupaten Maluku Barat
Daya 150
Tabel 2.28 Produk Industri Kerajinan di Wilayah Maluku Tenggara
Barat 150
Tabel 2.29 Potensi Sektor Pariwisata di Kabupaten Maluku Barat
Daya 153
Tabel 2.30 Potensi Sektor Pariwisata di Kabupaten Maluku Tenggara
Barat 153
Tabel 2.31 Gugus Pulau Berdasarkan Potensi Pengembangan di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 165
Tabel 2.32 Identifikasi Potensi Embung atau Infrastruktur Sumber
Daya Air Lainnya Yang Bisa Dikembangkan di WS
Kepulauan Yamdena–Wetar 167

vi
Tabel 2.33 Distribusi Luas Dan Persentase Tutupan Bakau di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat 181
Tabel 3.1 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman 188
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kekritisan Lahan Berdasarkan
Prosentase Lahan Kritis di Suatu DAS 190
Tabel 3.3 Pengaruh Luas DAS terhadap Sediment Delivery Ratio 192
Tabel 3.4 Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Jenis Kota dan
Jumlah Penduduk 194
Tabel 3.5 Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Proses Industri 195
Tabel 3.6 Kebutuhan Air Non Domestik Menurut Jumlah Penduduk 195
Tabel 3.7 Kebutuhan Air Pertanian Berdasarkan Jenis Lahan 196
Tabel 3.8 Kebutuhan Air Peternakan Berdasarkan Jenis Ternak 196
Tabel 3.9 Berbagai Metode Perhitungan Debit Banjir 197
Tabel 3.10 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Klasifikasi Kelas 198
Tabel 3.11 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Klasifikasi Kelas (lanjutan) 200
Tabel 3.12 Aturan Standar Kerapatan Stasiun Hujan Menurut World
Meterological Organization 201
Tabel 3.13 Proyeksi Kebutuhan Air di Wilayah Sungai Kepulauan
Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032 202
Tabel 3.14 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Wetar Tahun 2012 – 2032 207
Tabel 3.15 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Kisar Tahun 2012 – 2032 207
Tabel 3.16 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Moa Tahun 2012 – 2032 208
Tabel 3.17 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Yamdena Tahun 2012 –
2032 208
Tabel 3.18 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Leti Tahun 2012 – 2032 208
Tabel 3.19 Potensi, Ketersediaan Air Terpasang dan Kebutuhan Air
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 215
Tabel 4.1 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan
Ekonomi Rendah) 249
Tabel 4.2 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan
Ekonomi Sedang) 267

vii
Tabel 4.3 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber
Daya Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan
Ekonomi Tinggi) 287

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Usulan Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara


di Kecamatan Tanimbar Selatan 11
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Maluku Barat Daya 54
Gambar 2.2 Peta Administrasi Kabupaten Maluku Tenggara Barat 56
Gambar 2.3 Peta Administrasi WS Kepulauan Yamdena-Wetar 61
Gambar 2.4 Peta WS Kepulauan Yamdena-Wetar 62
Gambar 2.5 Peta Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku 65
Gambar 2.6 Peta Penyebaran Penduduk Provinsi Maluku 66
Gambar 2.7 Peta Wilayah Pengembangan (Gugus Pulau) di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 72
Gambar 2.8 Peta Gugus Pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya 75
Gambar 2.9 Peta Topografi WS Kepulauan Yamdena-Wetar 78
Gambar 2.10 Peta Formasi Geologi WS Kepulauan Yamdena-Wetar 84
Gambar 2.11 Peta Lingkungan Pengendapan WS Kepulauan
Yamdena-Wetar 85
Gambar 2.12 Peta Penyebaran Jenis Batuan WS Kepulauan
Yamdena-Wetar 86
Gambar 2.13 Peta Penutupan Lahan WS Kepulauan Yamdena-Wetar 88
Gambar 2.14 Grafik Perubahan Penutupan Lahan WS Kepulauan
Yamdena-Wetar 89
Gambar 2.15 Peta Rencana Pola Ruang WS Kepulauan Yamdena-
Wetar 92
Gambar 2.16 Peta Sumber Gempa Bawah Laut yang Berpotensi
Tsunami di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 95
Gambar 2.17 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Beberapa Lokasi
Stasiun Hujan Di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 98
Gambar 2.18 Peta Curah Hujan WS Kepulauan Yamdena-Wetar 101
Gambar 2.19 Peta CAT WS Kepulauan Yamdena-Wetar 105
Gambar 2.20 Peta Kedalaman CAT di Provinsi Maluku 106
Gambar 2.21 Peta Kawasan Hutan di Provinsi Maluku 109

ix
Gambar 2.22 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau X 113
Gambar 2.23 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau XI 114
Gambar 2.24 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau XII 115
Gambar 2.25 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau X 117
Gambar 2.26 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau XI 118
Gambar 2.27 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar Gugus Pulau XII 119
Gambar 2.28 Peta Lahan Kritis di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 121
Gambar 2.29 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 123
Gambar 2.30 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di Pulau
Wetar 124
Gambar 2.31 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di Pulau Kisar 124
Gambar 2.32 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di Pulau Moa 125
Gambar 2.33 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di Pulau
Yamdena 125
Gambar 2.34 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012 di Pulau Leti 126
Gambar 2.35 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di WS Kepulauan Yamdena-Wetar 127
Gambar 2.36 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di Pulau Wetar 127
Gambar 2.37 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di Pulau Kisar 128
Gambar 2.38 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di Pulau Moa 128
Gambar 2.39 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di Pulau Yamdena 129
Gambar 2.40 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di Pulau Leti 129

x
Gambar 2.41 Grafik Kebutuhan Air Eksisting WS Kepulauan
Yamdena-Wetar Tahun 2012 131
Gambar 2.42 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Wetar Tahun
2012 132
Gambar 2.43 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Kisar Tahun
2012 132
Gambar 2.44 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Moa Tahun
2012 133
Gambar 2.45 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Yamdena
Tahun 2012 133
Gambar 2.46 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Leti Tahun
2012 134
Gambar 2.47 Neraca Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun
2012 136
Gambar 2.48 Neraca Air di Pulau Wetar Tahun 2012 137
Gambar 2.49 Neraca Air di Pulau Kisar Tahun 2012 137
Gambar 2.50 Neraca Air di Pulau Moa Tahun 2012 138
Gambar 2.51 Neraca Air di Pulau Yamdena Tahun 2012 138
Gambar 2.52 Neraca Air di Pulau Leti Tahun 2012 139
Gambar 2.53 Skema Alokasi Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2012 140
Gambar 2.54 Peta Kawasan Strategi Nasional di Indonesia 141
Gambar 2.55 Peta Lokasi Pertambangan di Kabupaten Maluku
Barat Daya 152
Gambar 2.56 Bak Penampungan Air Hujan di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar 157
Gambar 2.57 Peta Tektonik Aktif Dan Sejarah Gempa Bumi Dari
Wilayah Indonesia Timur 159
Gambar 2.58 Sumber Air di Pulau Wetar (Desa Ilwaki) 164
Gambar 2.59 Sumur di Wonrelli yang ada sejak Jaman Belanda 165
Gambar 2.60 Peta Rencana Stasiun Hujan dan Klimatologi di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar 182
Gambar 3.1 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032 202

xi
Gambar 3.2 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air di Wilayah Sungai
Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032 203
Gambar 3.3 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
Pulau Wetar Tahun 2012 – 2032 204
Gambar 3.4 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
Pulau Kisar Tahun 2012 – 2032 204
Gambar 3.5 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
Pulau Moa Tahun 2012 – 2032 205
Gambar 3.6 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
Pulau Yamdena Tahun 2012 – 2032 205
Gambar 3.7 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk di
Pulau Leti Tahun 2012 – 2032 206
Gambar 3.8 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
Selain di Pulau-Pulau Utama Tahun 2012 – 2032 206
Gambar 3.9 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air Pulau-Pulau Utama di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032 209
Gambar 3.10 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air Selain Pulau-Pulau
Utama di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012
– 2032 209
Gambar 3.11 Grafik Neraca Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2012 – 2032 210
Gambar 3.12 Grafik Neraca Air di Pulau Wetar Tahun 2012 – 2032 211
Gambar 3.13 Grafik Neraca Air di Pulau Kisar Tahun 2012 – 2032 211
Gambar 3.14 Grafik Neraca Air di Pulau Moa Tahun 2012 – 2032 212
Gambar 3.15 Grafik Neraca Air di Pulau Yamdena Tahun 2012 –
2032 212
Gambar 3.16 Grafik Neraca Air di Pulau Leti Tahun 2012 – 2032 213
Gambar 3.17 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah WS Kepulauan Yamdena-Wetar 217
Gambar 3.18 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah Pulau Wetar 218
Gambar 3.19 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah Pulau Kisar 219
Gambar 3.20 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah Pulau Moa 220

xii
Gambar 3.21 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah Pulau Yamdena 221
Gambar 3.22 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Rendah Pulau Leti 222
Gambar 3.23 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang WS Kepulauan Yamdena-Wetar 224
Gambar 3.24 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang Pulau Wetar 225
Gambar 3.25 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang Pulau Kisar 226
Gambar 3.26 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang Pulau Moa 227
Gambar 3.27 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang Pulau Yamdena 228
Gambar 3.28 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Sedang Pulau Leti 229
Gambar 3.29 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi WS Kepulauan Yamdena-Wetar 231
Gambar 3.30 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi Pulau Wetar 232
Gambar 3.31 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi Pulau Kisar 233
Gambar 3.32 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi Pulau Moa 234
Gambar 3.33 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi Pulau Yamdena 235
Gambar 3.34 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi
Tinggi Pulau Leti 236
Gambar 3.35 Skema Alokasi Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2032 237
Gambar 4.1 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Rendah 308
Gambar 4.2 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Rendah 309

xiii
Gambar 4.3 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
untuk Skenario Ekonomi Rendah 310
Gambar 4.4 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya
Air untuk Skenario Ekonomi Rendah 311
Gambar 4.5 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan
Peran Masyarakat dan Dunia Usaha untuk Skenario
Ekonomi Rendah 312
Gambar 4.6 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Sedang 313
Gambar 4.7 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Sedang 314
Gambar 4.8 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
untuk Skenario Ekonomi Sedang 315
Gambar 4.9 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya
Air untuk Skenario Ekonomi Sedang 316
Gambar 4.10 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan
Peran Masyarakat dan Dunia Usaha untuk Skenario
Ekonomi Sedang 317
Gambar 4.11 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Tinggi 318
Gambar 4.12 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
untuk Skenario Ekonomi Tinggi 319
Gambar 4.13 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
untuk Skenario Ekonomi Tinggi 320
Gambar 4.14 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya
Air untuk Skenario Ekonomi Tinggi 321
Gambar 4.15 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan
Peran Masyarakat dan Dunia Usaha untuk Skenario
Ekonomi Tinggi 322

xiv
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai


Kepulauan Yamdena–Wetar (WS Kepulauan Yamdena-Wetar) adalah
merupakan suatu pendekatan holistik, yang merangkup aspek
kuantitas dan kualitas air. Perencanaan tersebut merumuskan
dokumen inventarisasi sumber daya air wilayah sungai, identifikasi
ketersediaan saat ini dan masa mendatang, pengguna air wilayah
sungai, identifikasi ketersediaan saat ini dan masa mendatang,
pengguna air dan estimasi kebutuhan mereka baik pada saat ini
maupun di masa mendatang, serta analisis upaya alternatif agar
lebih baik dalam penggunaan sumber daya air, termasuk evaluasi
dampak dari upaya alternatif terhadap kualitas air, dan rekomendasi
upaya yang akan menjadi dasar dan pedoman dalam pengelolaan
wilayah sungai di masa mendatang.

Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Sumber Daya Air dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi
pengelolaan sumber daya air untuk wilayah sungai di seluruh tanah
air untuk memenuhi kebutuhan, baik jangka menengah maupun
jangka panjang secara berkelanjutan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah melalui Balai


Wilayah Sungai Maluku bermaksud menyiapkan Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar yang akan menjadi
acuan antar instansi dan antar kabupaten, dalam pengelolaan
sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.

1
1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2.1 Maksud

Maksud dari disusunnya Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS


Kepulauan Yamdena-Wetar ini adalah untuk membuat kerangka
dasar dalam pengelolaan Sumber Daya Air WS Kepulauan Yamdena-
Wetar.

1.2.2 Tujuan

Tujuan disusunnya Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS


Kepulauan Yamdena-Wetar secara umum adalah untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan
yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kepentingan masyarakat di WS Kepulauan Yamdena-Wetar,
sedangkan tujuan spesifiknya antara lain:

1. Memenuhi kepentingan dan kebijakan Pemerintah Daerah


Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota dalam WS Kepulauan
Yamdena-Wetar.

2. Memenuhi kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat


sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.

3. Mengupayakan sumber daya air (air, sumber air dan daya air)
yang terkonservasi, berdaya dan berhasil guna, dimana daya
rusak air dapat dikendalikan, dikelola secara menyeluruh,
tepadu, dalam satu kesatuan sistem tata air WS Kepulauan
Yamdena-Wetar.

4. Melakukan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan


dengan selalu memenuhi fungsi lingkungan hidup dan ekonomi
secara selaras serta menjaga keseimbangan antara ekosistem dan
daya dukung lingkungan.

1.2.3 Sasaran

Sasaran dari penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air WS


Kepulauan Yamdena-Wetar adalah untuk memberikan arahan
tentang :

2
 Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar dalam aspek konservasi sumber daya air.
 Kebijakan pendayagunaan sumber daya air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar dengan memperhatikan kebijakan daerah,
termasuk arahan dalam penataan ruang wilayah.
 Kebijakan dalam pengendalian daya rusak air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar.
 Kebijakan dalam pelaksanaan sistem informasi sumber daya air
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.
 Kebijakan dalam pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air WS Kepulauan
Yamdena-Wetar.

1.2.4 Visi dan Misi

Visi Pengelolaan Sumber Daya Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar


adalah “terwujudnya kemanfaatan sumber daya air yang
berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar”

Sedangkan misi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air WS Kepulauan


Yamdena-Wetar adalah:
a. Konservasi sumber daya air yang berkelanjutan di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar.
b. Pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan
kuantitas di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.
c. Pengendalian daya rusak air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.
d. Peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi
sumber daya air dalam pengelolaan sumber daya air di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar.
e. Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan swasta di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar.

3
1.3 Isu-Isu Strategis

1.3.1 Isu Strategis Nasional

A. Millennium Development Goals (MDG’s)


Dalam Millennium Development Goals disebutkan bahwa nantinya
pada Tahun 2015 setidaknya 69% penduduk di suatu daerah
(kabupaten/kota) terlayani kebutuhan air, terutama air
bersihnya. Menurut identifikasi yang telah dilakukan dan
mengacu pada sumber yang ada yaitu sumber air masyarakat di
Provinsi Maluku meliputi air dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), pompa air, sumur, dan mata air. Sejauh ini rumah
tangga yang menggunakan sumber air perpipaan (PDAM) baru
1,04%. Selain melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
masyarakat di provinsi ini juga memperoleh air bersih melalui
mata air maupun air permukaan seperti danau-danau yang
lokasinya mudah dijangkau masing-masing daerah. Jumlah
pelanggan distribusi air dari PDAM adalah 15.856 pelanggan.
Untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat
Daya memiliki jumlah pelanggan sebanyak 399 pelanggan
dengan kemampuan produksi 99.854 m3 dan jumlah yang
terlayani hanya sekitar 0,40%.

Target penyediaan kebutuhan air bersih yang dapat terlayani di


wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya pada tahun 2015 adalah
10% dari total kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan air bersih ini,
lebih difokuskan terhadap penduduk di ibu kota kecamatan dan
daerah sekitarnya. Kemudian, pada akhir tahun perencanaan,
diharapkan dapat mencapai target pelayanan sebesar 60% dari
total kebutuhan air bersih untuk penduduk. Target MDG‟s di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar sulit terpenuhi dikarenakan secara
administrasi tersebar menjadi wilayah-wilayah kepulauan dan
didominasi oleh pulau-pulau kecil.

B. Ketahanan Pangan
Prasarana pengairan di wilayah Provinsi Maluku merupakan
kebutuhan penting dan cukup strategis. Meskipun basis

4
pertumbuhan masyarakat di wilayah ini masih mengandalkan
pada sektor perikanan dan jasa transportasi. Namun kebutuhan
terhadap prasarana ini tetap akan menjadi prioritas pemerintah
di masa mendatang. Di Provinsi Maluku berdasarkan data Badan
Pusat Statistik tahun 2012 untuk data luas panen, rata-rata
produksi padi sawah menurut kabupaten/kota, dapat dilihat
bahwa hanya Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru,
Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Seram Bagian
Timur saja yang memiliki potensi lahan sawah yang sangat
membutuhkan sarana pengairan teknis (irigasi), dan dari
keempat wilayah tersebut Kabupaten Buru memiliki areal luas
panen lebih dari 11.392 hektar, dengan produksi rata-rata 38,21
ton/hektar, apabila dibandingkan dengan Kabupaten Maluku
Tengah yang memiliki kurang lebih 6.764 hektar tetapi produksi
rata-ratanya lebih baik sekitar 39 ton/hektar. Rendahnya
produksi rata-rata per hektar ini diakibatkan karena faktor
penunjang sarana dan prasarana pengairan yang kurang
memadai.

C. Perubahan Iklim (Global Climate Change)


Pulau-pulau kecil seperti di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
sangat rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini karena,
kapasitas adaptasi masyarakat di pulau-pulau kecil relatif lebih
lemah akibat keterbatasan sarana prasarana pendukung, tingkat
pendidikan serta jauh dari jangkauan layanan administrasi dan
sosial. Dengan demikian kerentanannya menjadi lebih tinggi.
Berikutnya, proyeksi kenaikan paras muka air laut akan
meningkatkan erosi pulau-pulau kecil, kehilangan lahan
produktif yang relatif terbatas, meningkatkan resiko badai, dan
instrusi air laut yang mengganggu suplai air bersih di pulau. Dari
kedua fenomena tersebut mengakibatkan banyak sektor yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim yaitu dampak
terhadap ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang, erosi
pantai dan intrusi air laut di pulau-pulau kecil, ancaman bagi
produksi perikanan di pulau-pulau kecil, ancaman bagi

5
pariwisata di pulau-pulau kecil, dampak terhadap infrastruktur,
dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil.

Secara geografis, WS Kepulauan Yamdena-Wetar merupakan


salah satu wilayah yang sangat rawan bencana alam (natural
disaster prone region). Berbagai potensi bencana alam seperti
gempa bumi, letusan gunung api, angin ribut dan kekeringan
hampir dapat dipastikan selalu mengancam. Salah satu
penyebab terjadinya bencana adalah pemanasan global.
Pemanasan global merupakan peningkatan secara gradual
temperatur permukaan global akibat efek emisi gas-gas rumah
kaca (terutama CO2) dari aktivitas manusia (antropogenik).
Akibat yang disebabkan antara lain terjadinya kekeringan lebih
sering, serangga terutama nyamuk yang menularkan malaria dan
demam berdarah berkembang biak lebih cepat, kondisi rawan
pangan makin meningkat, program-program penghijauan yang
sudah dilaksanakan menghadapi masalah besar karena tidak
ada hujan. Fenomena yang ada menunjukkan adanya
kemerosotan kualitas lingkungan dibeberapa wilayah seperti
kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran dan perambahan,
pencemaran air dan udara serta persoalan sampah.

D. Ketersediaan Energi
Kebutuhan penerangan merupakan hal yang sangat mutlak
diperlukan baik sebagai alat penerangan maupun alat produksi.
Produksi listrik PLN wilayah IX (Provinsi Maluku) selama tahun
2005 adalah 231.227.098 KWh dengan produksi tertinggi adalah
PLN Cabang Ambon sebanyak 191.415.177 KWh (82,78%) diikuti
PLN Cabang Tual sebanyak 39.811.921 KWh (17,22%). Jumlah
produksi listrik tersebut yang terjual sebanyak 207.189.547 KWh
(89,60%) dan sisanya untuk pemakaian sendiri oleh PLN
sebanyak 2.854 KWh (1,23%) dan susut sebanyak 21.184 KWh
(9,28%). Untuk produksi listrik di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
pada Sub Ranting Saumlaki sebanyak 6.329.155 KWh dan Sub
Ranting Wonreli sebanyak 1.285.429 KWh.

6
Kondisi tersebut di atas, menunjukkan bahwa wilayah Provinsi
Maluku masih sangat terbatas dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat akan alat penerangan. PT. (Persero) PLN Wilayah
Maluku dan Maluku Utara akan meningkatkan pelayanan listrik
di wilayah pulau terluar yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga, seperti Kabupaten Maluku Barat Daya. Kondisi
geografis wilayah Maluku Barat Daya yang terdiri atas pulau-
pulau sangat cocok untuk dikembangkan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) menggunakan lampu Sehat Super Ekstra
Energi (Sehen).

Wilayah Maluku Barat Daya yang baru terpasang jaringan


listriknya hanya 38% saja. Rata-rata kota kecamatan di
Kabupaten Maluku Barat Daya tidak ada pusat-pusat
pembangkit energi listrik. Kecuali di Kecamatan Babar Timur
seperti Letwurun, Tepa, Kecamatan Babar Barat serta Leti dan
Kecamatan Wonreli-Kisar sudah memiliki Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel (PLTD). Delapan kota kecamatan lainnya termasuk
Wetar yang merupakan pulau terbesar belum tersentuh
pelayanan listrik karena tidak ada jaringannya.

Di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat, dan


Maluku Barat Daya, pemadaman listrik bisa terjadi beberapa
hari. Di daerah-daerah terpencil, kendala utama adalah pasokan
bahan bakar solar sehingga bisa tidak ada listrik selama
beberapa hari. Di Pulau Wetar, Maluku Barat Daya, ada
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang dibangun Tahun 2004
tetapi belum beroperasi hingga sekarang meskipun sudah ada
tiang listrik dan jaringan kabel. Sulitnya mendapat bahan bakar
dan belum ada teknisi mesin menjadi penghalang untuk
pengoperasiannya.

Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) terdapat


di Desa Regoha Pulau Sermata Kabupaten Maluku Barat Daya
yang dibangun tahun 2007 dengan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana bisa memasok
listrik dengan daya 15 kilowatt (KW) untuk 75 rumah. PLTMH di

7
Regoha kini sedang rusak kondisinya dan sementara sedang
dalam perbaikan. Untuk ke depannya PLN di wilayah Provinsi
Maluku telah membuat rencana pengembangan kelistrikan
dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) serta
jaringan transmisi dan gardu induk. PLN akan membangun
beberapa PLTMH secara bertahap dalam beberapa tahun ke
depan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kabupaten Buru,
dan Kabupaten Maluku Tengah. Untuk Tahun 2014, PLN
merencanakan pembangunan PLTMH di Pulau Babar Kabupaten
Maluku Barat Daya.

1.3.2 Isu Strategis Lokal


1. Fisik dan Sumber Daya Alam
 Adanya kendala pengembangan pembangunan yang berkaitan
dengan kondisi alam Maluku yang sebagian bergunung-
gunung. Kendala pengembangan pembangunan juga terjadi
akibat wilayah Provinsi Maluku yang merupakan Provinsi
kelautan, sehingga sebagian besar wilayah merupakan laut.
Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Maluku Barat adalah
± 72.427,2 km2, terdiri dari luas wilayah laut ± 66.575,50 km2
dan luas wilayah darat ± 5.851,8 km2. Untuk Kabupaten
Maluku Tenggara Barat dengan luas 125.422,4 km2, terdiri
dari luas wilayah laut 110.838,4 km2 dan luas wilayah darat
14.584 km2.

 Di sebagian wilayah kualitas air yang ada kurang baik, terkait


dengan proses geologi yang menghasilkan sedimen-sedimen
yang mengandung garam kuat.

 Terdapatnya kawasan-kawasan rawan bencana baik gempa


bumi maupun gunung api.

2. Struktur Tata Ruang


 Beberapa wilayah di Provinsi Maluku memiliki letak atau
posisi yang sulit untuk dijangkau terutama karena adanya
keterbatasan aksesibilitas. Kondisi wilayah provinsi Maluku

8
yang merupakan wilayah kepulauan merupakan salah satu
kendala yang menjadikan beberapa wilayah di provinsi ini
masih sulit dijangkau sehingga terisolir dan terbelakang;

 Adanya kawasan pulau-pulau kecil dan terluar yang menjadi


daerah perbatasan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti
Pulau Batarkusu, Pulau Kisar, Pulau Larat, Pulau Leti, Pulau
Liran, Pulau Masela, Pulau Meatimiarang, Pulau Selaru, dan
Pulau Wetar (Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar)
menjadikan permasalahan sendiri berkaitan dengan aspek
pertahanan dan keamanan, untuk mengantisipasi berbagai
pengaruh asing. Berikut adalah profil pulau-pulau kecil dan
terluar di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti pada Tabel
1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Profil Pulau-Pulau Kecil dan Terluar


di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Jumlah
Kepadatan
Luas Penduduk Isu Terkait
No Nama Pulau Penduduk
(Km2) Tahun 2012 Sumber Daya Air
(Jiwa/Km2)
(Jiwa)
1 Batarkusu 0,000391 Tidak - -
Berpenduduk
2 Kisar 81,83 15.296 187  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
 Adanya sumber air
bersih di Desa
Oirata
 Rencana pemba-
ngunan sumur bor
3 Larat 483,69 19.765 41  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih.
4 Leti 243,30 8.767 36  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
 Sumber air
mengambil dari
Pulau Moa di mata
air daerah Tiakur
 Rencana pemba-
ngunan sumur bor
5 Liran 23,62 817 35  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih

9
Jumlah
Kepadatan
Luas Penduduk Isu Terkait
No Nama Pulau Penduduk
(Km2) Tahun 2012 Sumber Daya Air
(Jiwa/Km2)
(Jiwa)
6 Marsela 48,80 2.879 59  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
 Rencana pemba-
ngunan penyuling
air laut
7 Maitimarang 13,29 40 3  Masyarakat harus
memanggul ember
dan jerigen berkilo-
kilo meter bahkan
terkadang menggu-
nakan perahu me-
nuju sumber mata
air
 Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
8 Selaru 3.667,86 11.488 3  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
9 Wetar 2.622,35 7.937 3  Daerah yang masih
kekurangan sum-
ber air bersih
 Di Kecamatan
Wetar ini, hanya
Desa Kahilin yang
sangat kesulitan
air bersih dan
sumber air ini di-
gunakan untuk
mandi, masak dan
mencuci
Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2012; Hasil Analisis, 2013

3. Sarana dan Prasarana


 Fasilitas perhubungan, seperti jalan yang menghubungkan
antar kabupaten, antar kecamatan, bahkan antar desa belum
memadai, bahkan sebagian besar masih menggunakan jalan
tanah/jalan setapak. Di beberapa wilayah masih
mengandalkan sarana angkutan laut sebagai sarana
penghubung yang sangat dipengaruhi oleh faktor iklim.

 Minimnya prasarana komunikasi seperti jaringan telepon dan


jaringan listrik menjadi kendala dalam upaya pengembangan
aktivitas ekonomi. Di beberapa pulau-pulau kecil bahkan

10
sebagian masih harus mendapat jatah bergiliran untuk
memperoleh fasilitas listrik.

 Fasilitas dan utilitas wilayah secara kuantitas maupun


kualitas masih terbatas, di samping itu distribusi pelayanan
fasilias dan utilitas pun umumnya belum merata.

 Masih terbatasnya teknologi penyediaan energi untuk


mengatasi keterbatasan listrik yang berguna untuk
menunjang perkembangan ekonomi wilayah.

 Kabupaten Maluku Tenggara Barat dipertimbangkan untuk


memiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara yang dapat
dibangun di Kecamatan Tanimbar Selatan seperti pada
Gambar 1.1 sebagai salah satu sentra perikanan tangkap.
Lokasi ini sangat mendukung untuk mencapai akses fishing
ground dan sekalius akses pasar terutama pasar regional dan
ekspor. Hal ini sesuai dengan pengembangan kawasan
andalan Kepulauan Tanimbar, yang diarahkan pada
dukungan pengembangan sentra produksi perikanan
Tanimbar Selatan terutama di Labobar dan sekitarnya, serta
di Lamdesar Timur dan Barat serta kawasan lainnya di
Tanimbar Utara.

Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2009 – 2028


Gambar 1.1 Peta Usulan Lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara
di Kecamatan Tanimbar Selatan

4. Penyediaan Air Bersih


 Kesulitan air tawar menjadi peristiwa biasa bagi penduduk di
pulau-pulau terpencil di Kabupaten Maluku Barat Daya dan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Saat musim kemarau,

11
kesulitan akan air tawar semakin bertambah dimana hujan
tidak turun sedangkan sumber air di gunung berkurang,
padahal, kebutuhan air untuk minum, memasak, mencuci
dan sebagainya tetap ada.

 Kesulitan air seperti itu tidak hanya dialami ratusan


penduduk. Kabupaten Maluku Barat Daya mempunyai 48
pulau, dan 16 pulau di antaranya dihuni dengan jumlah
penduduk 76.350 jiwa. Mereka sudah terbiasa dengan
kesulitan air tawar.

 Saat ini penduduk memiliki tangki penampung air


berkapasitas 1.100 liter di sekitar rumah mereka dimana
secara rutin, truk air mengisi dengan air yang sumbernya dari
gunung.

 Di Pulau Letti tidak ada truk pengangkut air. Untuk


menjangkaunya butuh waktu lima jam menggunakan kapal
dari ibu kota Kabupaten Maluku Barat Daya. Warga
bergotong royong membangun pipa untuk menyalurkan air
dari sumber air ke bak-bak penampungan di sekitar rumah
penduduk. Bak penampungan itu berkapasitas 2.000 liter
sehingga cukup untuk kebutuhan air bersih beberapa
keluarga.

5. Perekonomian
 Masih terbatasnya investasi di sektor-sektor unggulan seperti
kelautan dan perkebunan. Perkebunan dan hasil-hasil laut
umumnya milik petani kecil yang pengolahannya belum
optimal karena terbatasnya investasi.

 Industri-industri pengolahan kayu, hasil laut, atau hasil-hasil


sektor lainnya yang ada di Provinsi Maluku belum mampu
mensejahterakan petani/rakyat kecil.

 Beberapa sektor-sektor lainnya yang cukup potensial, seperti


sektor pariwisata belum berkembang karena minimnya
investasi, masih kurangnya ketersediaan infrastruktur serta
belum adanya program promosi yang terpadu.

12
6. Pembangunan
 Terdapat rentang kendali pemerintahan dari Kota Ambon (ibu
kota provinsi) ke kabupaten-kabupaten karena kondisi
wilayah yang sebagian besar merupakan laut dan jaringan
transportasi yang belum memadai.

 Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki 10 Kecamatan,


dimana 7 (tujuh) kecamatan terluar berbatasan langsung
dengan batas wilayah negara teriotorial dengan Australia,
meliputi: Kecamatan Selaru, Tanimbar Selatan, Wertamrian,
Kormomolin, Tanimbar Utara, dan Yaru.

 Pengembangan kawasan perbatasan, berkaitan dengan


percepatan pembangunan ekonomi di lokasi prioritas
(LOKPRI) desa-desa perbatasan yang berada di kecamatan
sebagai pulau-pulau terluar antar negara yang diarahkan
untuk mendukung daya tahan sosial ekonomi kawasan
masyarakat, meningkatkan peluang dan daya saing ekonomi
masyarakat perbatasan, dan mendukung ketertiban dan
keamanan daerah perbatasan.

 Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perbatasan


Maluku Tenggara Barat – Australia diharapkan dapat
memberikan prinsip-prinsip pengembangan kawasan perbata-
san negara sesuai karakteristik fungsionalnya untuk menge-
jar ketertinggalan dari kawasan yang lebih diperhatikan dan
berkembang ataupun untuk mensinergikan dengan perkem-
bangan kawasan yang berbatasan di negara tetangga. Selain
itu, jakstra spasial ini juga ditujukan untuk menjaga atau
mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya-upaya
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan
dorongan kepentingan negara lain, sehingga kegiatan ekonomi
(budidaya) dapat dilakukan secara lebih selektif dan optimal.

13
7. Transportasi
 Jaringan jalan di Provinsi Maluku masih terbatas dengan
rasio jalan yang masih rendah belum menjangkau seluruh
desa-desa yang ada.
 Kondisi jalan yang menghubungkan antar kabupaten, antar
kecamatan, dan antar desa sebagian besar dalam kondisi
rusak atau masih berupa jalan tanah/jalan setapak sehingga
aksesibilitas masih rendah, bahkan sebagian masih harus
melalui jalur laut.
 Pelabuhan laut di beberapa kabupaten dan kecamatan masih
belum mempunyai kapasitas yang memadai dan konstruksi
dermaga masih perlu ditingkatkan untuk dapat kapal
berlabuh.
 Bandara-bandara yang ada belum semuanya berfungsi secara
optimal.
 Sarana transportasi laut telah berkembang cukup baik,
namun di beberapa rute masih memerlukan kapal-kapal
dengan kapasitas yang lebih besar.

8. Sengketa Tanah Adat


 Status penguasaan lahan dapat menjadi kendali bagi
pengembangan kawasan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.
Hal ini karena kebanyakan lahan-lahan berstatus hak ulayat
atau hak adat.
 Upaya pemanfaatan lahan harus sepengetahuan dan seijin
raja yang menguasai lahan setempat. Pendekatan dan
hubungan dengan raja setempat akan berpengaruh pada
kemudahan perolehan hak atas tanah.
 Permasalahan lainnya adalah arahan peruntukan lahan di
lahan yang tersedia tersebut tidak semuanya diperuntukkan
untuk penggunaan lahan budidaya. Ada beberapa lahan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung atau kawasan kritis. Hal
ini akan berpengaruh pada ketersediaan lahan yang dapat
digunakan sebagai lahan budidaya untuk mewadahi aktivitas
masyarakat.

14
2 BAB II
KONDISI PADA WILAYAH SUNGAI

2.1 Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Sumber Daya Air


dan Peraturan Terkait Lainnya

Berikut merupakan Peraturan Perundang-undangan di bidang


sumber daya air dan peraturan lainnya yang terkait dalam
pengelolaan sumber daya air WS Kepulauan Yamdena-Wetar :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990


tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004


tentang Sumber Daya Air.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004


tentang Perkebunan.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004


Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004


tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008


tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004


Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana.

15
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007


tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008


tentang Pengelolaan Sampah

13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009


tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009


tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009


tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009


tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan.

17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan.

18. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan


Pangan.

20. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah.

21. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang


Perencanaan Kehutanan.

22. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang


Perlindungan Hutan.

23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

24. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

16
25. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara, Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

26. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan


Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan.

27. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana


Tata Ruang Wilayah Nasional.

29. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sumber Daya Air.

30. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

31. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang


Bendungan.

32. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan


Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

33. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

34. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa

35. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan


Pulau-Pulau Kecil dan Terluar.

36. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2008 tentang Dewan


Sumber Daya Air.

37. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan


Nasional Pengelola Perbatasan.

38. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan


Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air.

39. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan


Kawasan Lindung.

17
40. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/M/1993
tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.

41. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 64/PRT/M/1993


tentang Reklamasi Rawa.

42. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 67/PRT/M/1993


tentang Panitia Tata Pengaturan Air Provinsi Daerah Tingkat I.

43. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007


tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
Partisipatif.

44. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32/PRT/M/2007


tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.

45. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04/PRT/M/2008


tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Wilayah Sungai.

46. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2009


Tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Penyusunan Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air.

47. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2010


tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi
Rawa Pasang Surut.

48. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9/PRT/M/2010


tentang Pedoman Pengamanan Pantai.

49. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 390/PRT/M/2007


tentang Penetapan Status Daerah Irigasi Yang Pengelolaannya
Menjadi Wewenang Dan Tanggung Jawab Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2010


tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi
Rawa Pasang Surut.

18
51. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2010
tentang Pedoman Pengamanan Pantai.

52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2010


tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum
Dan Penataan Ruang.

53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2011


tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air.

54. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Tahun 2006


tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun
2007 – 2027.

55. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Barat Daya


Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Maluku Barat Daya Tahun 2010 – 2030.

56. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat


Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat Tahun 2009 – 2028.

2.2 Kebijakan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air


2.2.1 Kebijakan Nasional
Kebijakan pengelolaan sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar juga mengacu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber
Daya Air (Jaknas SDA) yang mencakup :
a) Kebijakan Umum
1) Peningkatan koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumber
daya air.
2) Pengembangan iptek serta budaya terkait air.
3) Peningkatan pembiayaan pengelolaan sumber daya air.
4) Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum.

b) Kebijakan Peningkatan Konservasi Sumber Daya Air Secara


Terus Menerus
1) Peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
2) Peningkatan upaya pengawetan air.

19
3) Peningkatan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
c) Kebijakan Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Masyarakat
1) Peningkatan upaya penatagunaan sumber daya air.
2) Peningkatan upaya penyediaan sumber daya air.
3) Peningkatan upaya efisiensi penggunaan sumber daya air.
4) Peningkatan upaya pengembangan sumber daya air.
5) Pengendalian Pengusahaan sumber daya air.

d) Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air dan Pengurangan


Dampak
1) Peningkatan upaya pencegahan.
2) Peningkatan upaya penanggulangan.
3) Peningkatan upaya pemulihan.

e) Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha


Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
1) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
perencanaan.
2) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pelaksanaan.
3) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pengawasan.

f) Kebijakan Pengembangan Jaringan Sistem Informasi Sumber


Daya Air (SISDA) Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
1) Peningkatan kelembagaan dan sumber daya manusia dalam
pengelolaan SISDA.
2) Pengembangan jejaring SISDA.
3) Pengembangan teknologi Informasi.

Fungsi jaknas sumber daya air :


a) Memberi arah pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional
untuk periode 2011 – 2031.

20
b) Menjadi acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
non kementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang
terkait dengan bidang sumber daya air.
c) Menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
d) Menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan pengelolaan sumber
daya air pada tingkat Provinsi, dan penyusunan rancangan pola
pengelolaan sumber daya air pada strategis nasional.

Visi Jaknas Sumber Daya Air :


Sumber daya air nasional yang dikelola secara menyeluruh terpadu
dan berwawasan lingkungan untuk keadilan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

Misi Jaknas Sumber Daya Air :


a) Meningkatkan konservasi sumber daya air secara terus menerus.
b) Mendayagunakan sumber daya air untuk keadilan dan
kesejahteraan masyarakat.
c) Mengendalikan dan mengurangi daya rusak air.
d) Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan sumber daya air.
e) Membangun jaringan sistem informasi sumber daya air yang
terpadu antar sektor dan antar wilayah.

2.2.2 Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil


Selain mengacu Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air
untuk pengelolaan sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar juga mengacu pada Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pulau-
Pulau Kecil.

Visi pengelolaan pulau-pulau kecil adalah “Terwujudnya Peman-


faatan dan Pelestarian Pulau-pulau Kecil bagi Kesejahteraan,
Keamanan Masyarakat dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)”.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi pengelolaan pulau-


pulau kecil adalah :

21
1. Mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional
dan ketahanan bangsa terutama di wilayah pulau-pulau kecil
perbatasan antar negara;

2. Meningkatkan kesejahteraan dan peranserta masyarakat


setempat dan dunia usaha untuk mengurangi disparitas sosial
ekonomi dan persebaran penduduk antar pulau;

3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pulau-pulau kecil


melalui pemberdayaan masyarakat dan berkembangnya investasi
swasta yang dibarengi dengan upaya pelestarian dan perlin-
dungan lingkungan;

4. Meningkatkan nilai tambah dan dampak ganda (multiplier effect)


dari setiap proses pemanfaatan sumber daya pulau-pulau kecil
terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas dengan
akulturasi budaya dan penguasaan teknologi;

5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya


Manusia (SDM) di pusat dan daerah dalam rangka pengelolaan
pulau-pulau kecil;

6. Mempertahankan fungsi konservasi pada pulau-pulau kecil yang


memiliki karakteristik unik (unique);

7. Menyediakan perangkat hukum yang memadai bagi upaya


pengelolaan pulau-pulau kecil disertai upaya penegakannya.

NKRI merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki


 17.500 pulau yang tersebar di lautan dengan luas 75% dari luas
teritorial RI. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982,
Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta
km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan
laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga
mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya
kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km2 pada
perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal).

Menurut Pasal 47 Ayat 1 Konvensi Hukum Laut Internasional


(UNCLOS) 1982, Negara Kepulauan berhak menarik garis pangkal

22
kepulauan (archipelagic baseline), sebagai dasar pengukuran wilayah
perairannya dari titik-titik terluar dari pulau-pulau terluarnya. Hal
ini menunjukkan nilai strategis pulau-pulau kecil pada kawasan
perbatasan negara sebagai „gatekeeper‟ wilayah kedaulatan Republik
Indonesia.

Kawasan perbatasan sebagai „beranda negara‟ perlu mendapatkan


prioritas penanganan seiring dengan berkembangnya berbagai issues
dan permasalahan yang dihadapi. Pulau-pulau kecil pada kawasan
perbatasan laut yang tersebar pada wilayah NKRI seperti
diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Sebaran Pulau-Pulau Kecil


pada Kawasan Perbatasan Laut
Kawasan Kota-Kota
No Propinsi Pulau-Pulau Kecil
Perbatasan Laut Orientasi
1 Riau Kawasan Kepu- Pulau Nipah, Pulau Ka- Batam,
lauan Riau rimun, Pulau Nongsa, Tanjung Balai
(dengan Pulau Sentut, Pulau Pe- Karimun,
Singapu-ra dan lampong Kuala Enok
Malaysia)
2 Riau Kawasan Ke- Pulau Tongkong Malang Natuna,
puluan Natuna Biru, Pulau Tongkong Singkawang
(dengan Berlayar, Pulau Damar,
Malaysia dan Pulau Mangklai, Pulau
China) Sekatung dan Pulau
Subiu Kecil
3 Kaltim Kawasan Ke- Pulau Sebatik dan Nunukan,
pulauan Nunu- Pulau Nunukan Tarakan
kan (dengan
Malaysia)
4 Sulut Kawasan Kepu- Pulau Miangas, Pulau Tahuna,
lauan Sangihe – Kawio, Pulau Batuba- Manado,
Talaud (dengan waikang, Pulau Kaka- Bitung, Beo
Philipina) rutan, Pulau Intata,
Pulau Marote dan
Pulau Marampit
5 Papua Kawasan Kepu- Pulau Brass, Pulau Liki, Sorong,
lauan Diatas Pulau Bepondi, Pulau Manokwari,
Kepala Burung Fanildo, Pulau Fani, Biak
(dengan negara Pulau Jiew, Pulau Budd
Palau) dan Pulau Mioussu
6 Maluku Kawasan Gu- Pulau Meatimiarang, Atambua,
(WS gus Kepulauan Pulau Masela, Pulau Kupang
Kepulauan Leti dan Babar Batarkusu, Pulau Selaru
Yamdena- (dengan Timor Barat dan Pulau
Wetar) Leste) Asutubun

23
Kawasan Kota-Kota
No Propinsi Pulau-Pulau Kecil
Perbatasan Laut Orientasi
7 NTT Kawasan Pulau Dana dan Pulau Kupang
Kepulauan Alor Mangudu
dengan Timor
Leste dan
Australia
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

Isu dan permasalahan kawasan perbatasan adalah sebagai berikut:

1. Kesenjangan ekonomi dengan negara tetangga yang semakin


tajam dari waktu ke waktu.

2. Pergeseran batas wilayah negara (termasuk patok-patok) yang


cenderung merugikan kepentingan ekonomi dan membahayakan
kedaulatan Republik Indonesia (misal kasus Sipadan – Ligitan
yang telah lepas atau kasus Pulau Miangas di Kepulauan Satal –
Sulut yang rawan sengketa).

3. Semakin maraknya illegal fishing, illegal logging, illegal labour dan


berbagai penyelundupan lainnya dari kota-kota perbatasan
(misal Nunukan – Malaysia, Tahuna – Davao, Batam – Singapura,
Dumai – Malaysia, dsb), yang mengakibatkan hilangnya potensi
devisa RI yang cukup besar.

4. Pelayanan prasarana dan sarana wilayah pada pulau-pulau kecil


pada kawasan perbatasan laut masih sangat terbatas sehingga
kawasan tersebut menjadi relatif terisolir.

Potensi ekonomi pulau-pulau kecil pada kawasan perbatasan belum


dikembangkan secara optimal, misalnya potensi pengembangan
sektor-sektor unggulan, pusat-pusat pertumbuhan, berikut outlet-
outletnya. Pada saat ini, sebagian besar kawasan perbatasan laut
dapat dikelompokkan status perkembangannya ke dalam „kawasan
tertinggal‟.

Berdasarkan misi yang telah ditetapkan, maka pengelolaan pulau-


pulau kecil secara berkelanjutan, dilakukan melalui beberapa
kebijakan, yaitu:

24
1. Meningkatkan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan
untuk menjaga integritas NKRI;

2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya pulau-pulau kecil


secara terpadu, optimal dan lestari untuk kesejahteraan
masyarakat berbasis pelestarian dan perlindungan lingkungan;

3. Meningkatkan pengembangan ekonomi wilayah berbasiskan


pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan
SDM, teknologi dan iklim investasi yang kondusif;

4. Meningkatkan sinkronisasi peraturan perundangan dan


penegakan hukum.

Kebijakan untuk kawasan pulau-pulau kecil dan terluar yang


menjadi daerah perbatasan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti
Pulau Batarkusu, Pulau Kisar, Pulau Larat, Pulau Leti, Pulau Liran,
Pulau Masela, Pulau Meatimiarang, Pulau Selaru, dan Pulau Wetar,
yaitu:

1. Kebijakan dan strategi pengembangan wilayah perairan dan


kelautan.
 Menetapkan batas kepulauan dengan kabupaten tetangganya,
baik dalam satu wilayah provinsi atau antar provinsi.

 Menetapkan satu wilayah gugus yang dikembangkan atau


didorong dalam rangka mendukung pusat pertumbuhan
kabupaten Maluku Barat Daya, melalui penerapan
managemen terpadu (Integrated Coastal Zone Management;
ICZM), sebagai kawasan percontohan.

 Menjaga, melestarikan dan memanfaatkan potensi sumber-


daya perairan, pantai dan laut dengan penerapan sistem
keamanan, sistem budidaya perikanan, dan melalui teknologi
tangkapan yang tepat, dan sesuai, agar tercapai keunggulan
komparative yang berkelanjutan (sustainable comparative
advantage).

 Mewujudkan sumberdaya perairan, pantai, dan kelautan


menjadi kawasan unggulan bagi masyarakat pantai dan

25
pesisir melalui peningkatan kemampuan teknologi dalam
memanfaatkan dan mengelola pesisir dan lautan.

2. Kebijakan dan strategi pengembangan sektor ekonomi.


 Pertanian, dengan pola multiaktivitas agribisnis dan pengem-
bangan pusat-pusat agropolitan. Pengembangan pertanian
harus sinergis dengan pengembangan industri hulu dan
industri hilir yang mampu meningkatkan produktivitas perta-
nian serta kesejahteraan masyarakat.

 Pariwisata, diutamakan wisata bahari, budaya, dan wisata


agro yang mampu memelihara keberlanjutan lingkungan serta
menyediakan lapangan kerja bagi penduduk lokal.
Pengembangan pariwisata diharapkan sebagai salah satu
tujuan wisata domestik dan internasional.

 Perdagangan dan jasa, diutamakan pada kegiatan yang


mampu memantapkan fungsi kawasan-kawasan perkotaan,
terutama di tiap-tiap ibu kota kecamatan.

 Pertambangan, migas, dan panas bumi, diprioritaskan pada


kegiatan untuk pengembangan energi. Potensi sumberdaya
energi yang ada perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin
untuk menjadikannya sebagai pusat pengembangan energi
nasional.

3. Kebijakan dan strategi penataan kawasan strategis.


 Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
perekonomian kabupaten yang produktif, efisien dan mampu
bersaing dalam perekonomian provinsi, nasional dan
internasional.

 Pemanfaatan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi


secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

 Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung


lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan
keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman

26
hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlin-
dungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya.

 Pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek baik sosial,


budaya, dan ekonomi.

 Persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang


untuk memudahkan dalam penempatan sarana dan
prasarana wilayah dan mencegah ketimpangan persebaran
dan kepadatan penduduk antara daerah.

 Pengelolaan pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan yang


merupakan lokasi penempatan titik dasar yang menjadi
penentu kepastian tiga jenis batas di laut, yaitu batas
teritorial laut, batas landas kontinen, dan batas Zona
Ekonomi Eksklusif.

4. Kebijakan dan strategi penataan kawasan strategis.


 Peningkatan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi
orientasi utama.
 Peningkatan sapras penunjang kegiatan sosial – ekonomi
masyarakat.
 Pengembangan kegiatan ekonomi dengan sebesar-besarnya
memanfaatkan sumber daya lokal.

2.2.3 Kebijakan Lokal


2.2.3.1 Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku
RTRW Provinsi Maluku yang disusun pada tahun 2005
mempunyai masa berlaku 15 (lima belas) tahun yaitu sampai
dengan tahun 2020. RTRW tersebut masih mengacu pada
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992, dan belum ditetapkan
menjadi Peraturan Daerah. Dalam perjalanan waktu, dengan
terbitnya Undang-Undang Penataan Ruang yang baru Nomor 26
tahun 2007, RTRW Provinsi Maluku 2005 perlu disesuaikan.
Apalagi bila dikaitkan dengan prasyarat semua peraturan daerah
provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun
atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun

27
terhitung sejak Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
diberlakukan (pasal 78 ayat 4), serta permasalahan yang
ditimbulkan sebagai akibat bencana alam yang terjadi. Terkait
kedua hal tersebut maka Pemerintah Provinsi Maluku menyadari
pentingnya RTRW Provinsi yang mengacu undang-undang yang
baru tersebut serta berbasis mitigasi bencana, terutama dalam
meminimalisasi dampak yang terjadi akibat adanya bencana
alam.

Maka RTRW Provinsi Maluku 2005 direkomendasikan untuk


disempurnakan kembali dengan penyempurnaan RTRW Provinsi
Maluku 2007–2027, mengingat pentingnya upaya pengurangan
risiko bencana sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan
terjadinya bencana alam di Provinsi Maluku, baik bencana gempa
bumi, tanah longsor, maupun bencana tsunami.

A. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Gugus Pulau


Kebijakan ini meliputi :
1. Pengembangan tata ruang Provinsi Maluku menggunakan
pendekatan pengembangan „Laut-Pulau‟. Pengembangan
Provinsi Maluku tidak hanya berasal dari wilayah
administrasi Maluku saja (pusat pemerintahan), tetapi
juga diharapkan adanya pengaruh dari perkembangan
pusat-pusat pertumbuhan di luar Maluku (simpul
pertumbuhan). Maka daripada itu, pendekatan pengem-
bangan „Laut Pulau‟ menganut sistem Pintu Jamak (Multy
Gate) yang menghubungkan pusat-pusat pengembangan
wilayah di Provinsi Maluku ke pusat-pusat pertumbuhan
di luar Maluku.

2. Pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi Maluku


semenjak tahun 2001 dilakukan dengan pendekatan
„Gugus Pulau‟ dengan pembagian berdasarkan kesamaan
ekosistem, sosial budaya (kependudukan), transportasi,
potensi sumber daya alam, dan perekonomian. Masing-
masing Gugus Pulau ini nantinya diharapkan dapat
menjadi wilayah yang mandiri dan mampu memenuhi

28
kebutuhan utama wilayahnya masing-masing dengan
mengandalkan potensi yang dimiliki. Kemandirian Gugus
Pulau ini mencakup aksesibilitas yang baik secara internal
Gugus Pulau maupun eksternal terhadap Gugus Pulau
yang lain, mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya,
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
berkelanjutan.

B. Kebijakan Pengembangan Sarana dan Prasarana


Kebijakan ini meliputi :
1. Untuk menjamin terciptanya sistem transportasi yang
terpadu maka pengembangan transportasi darat dan laut
harus disesuaikan dengan pengembangan tata ruang
wilayah Provinsi Maluku;

2. Pembukaan jalur-jalur pelayaran baru terutama yang


dapat menjangkau pulau-pulau terpencil, sehingga aksesi-
bilitas antar wilayah berkembang dengan wilayah terisolir
dapat tercapai dengan baik;

3. Pengembangan dermaga dan angkutan penyeberangan


untuk meningkatkan hubungan antar pulau yang
jaraknya relatif dekat;

4. Pengembangan jaringan jalan darat dalam wilayah internal


pulau (Pulau Ambon, Pulau Lease, Pulau Seram, Pulau
Buru, Pulau Kei, Pulau Kobror, Pulau Wetar dan Pulau
Yamdena), sehingga aksesibilitas dalam pulau tersebut
dapat mencapai setiap bagian wilayah pulau tersebut.
Dalam hal ini dikaitkan dengan pengembangan fungsi ibu
kota kabupaten yang berada di wilayah daratannya;

5. Pengembangan sarana dan prasarana lain seperti pendi-


dikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, air
minum, listrik, pos, dan telekomunikasi harus tetap
mengacu pada rencana pengembangan sistem pusat-pusat
permukiman dan semaksimal mungkin mendukung
arahan pengembangan kawasan budidaya;

29
6. Prioritas pengembangannya ditujukan pada pembangunan
prasarana transportasi laut sebagai wilayah kepulauan
untuk integrasi wilayah secara internal.

C. Kebijakan Pemantapan Kawasan Lindung


Kebijakan ini meliputi :
1. Pemantapan fungsi lindung pada kawasan lindung yang
masih dapat dipertahankan;

2. Pengembalian fungsi lindung pada kawasan yang


mengalami tumpang tindih dengan kegiatan budidaya atau
lahan kritis yang dapat mengganggu fungsi lindung;

3. Pelarangan dilakukannya kegiatan budidaya yang sudah


ada (yang masih dapat ditolerir) pada kawasan lindung,
sehingga tidak berkembang lebih jauh, dengan tindakan
konservasi secara intensif;

4. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu


fungsi lindung sebagai upaya penertiban pada kawasan
lindung.

D. Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya


Kebijakan ini meliputi :
1. Pengarahan lokasi kegiatan budidaya melalui mekanisme
perijinan (untuk kawasan berskala besar) baik itu dengan
pendekatan insentif maupun disinsentif;

2. Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya


yang tidak sesuai dengan rencana;

3. Pembatasan kegiatan lain yang sudah ada dengan


ketentuan tidak dilakukan pengembangan lebih lanjut;

4. Penyelesaian masalah konflik antara kegiatan budidaya


(status penguasaan lahan, proyek pembangunan,
penggunaan yang telah berlangsung lama) melalui
berbagai ketentuan yang berlaku.

30
E. Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Potensi wilayah pesisir dan laut yang sangat besar di Provinsi
Maluku, maka pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut
diarahkan pada :

1. Kegiatan ekonomi harus memperhatikan kelestarian


kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung;

2. Kegiatan pariwisata di wilayah pesisir dan laut harus


berjalan serasi dengan kegiatan perikanan/nelayan.
Apabila potensi sumber daya perikanan tangkap ataupun
perikanan budidaya besar, maka harus di upayakan
pembagian ruang yang seimbang dan tidak terjadi konflik
antara satu dengan yang lainnya;

3. Apabila kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan


lindung maka kegiatan penangkapan ikan maupun
budidaya perairan dilakukan tanpa atau seminimal
mungkin merusak potensi ekologi seperti terumbu karang,
mangrove, ataupun kegiatan pariwisata lainnya;

4. Apabila ruang wilayah pesisir dan laut mempunyai potensi


kandungan sumber daya alam mineral, maka pemanfaatan
ruang untuk eksploitasi sumber daya mineral tersebut
harus dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan
yang matang akan dampak lingkungan dan terhadap
kegiatan sektor ekonomi lainnya, khususnya yang sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam seperti pariwisata,
pertanian dan perikanan.

F. Kebijakan Pengembangan Kawasan Perikanan dan


Kelautan
Berdasarkan tujuan dan sasaran di atas maka orientasi
pengembangan bidang kelautan diarahkan pada pengem-
bangan meliputi infrastruktur, sumber daya manusia, per-
ikanan tangkap, perikanan budidaya, pasca panen, pesisir

31
dan pengelolaan pulau-pulau kecil, dan pengawasan sumber
daya perairan.

Untuk mendukung orientasi pengembangan perikanan dan


kelautan di Provinsi Maluku, maka arahan kebijakan
pembangunan Perikanan dan Kelautan yang ditempuh antara
lain :

1. Mendorong upaya peningkatan kapasitas infrastruktur


pelabuhan perikanan pantai dan infrastruktur lainnya
yang mendukung percepatan pembangunan perikanan dan
kelautan;

2. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia serta


mendorong pengembangan riset dan teknologi untuk
penyediaan data dan informasi;

3. Pengelolaan perikanan tangkap melalui optimalisasi


pemanfaatan dan pengendalian terhadap sumber daya
perikanan pada kawasan yang indikasi produksinya
menurun;

4. Optimalisasi pemanfaatan kawasan budidaya untuk


mendukung program-program nasional seperti pembinaan
dan pengembangan perikanan budidaya dan pengem-
bangan potensi budidaya perikanan lokal;

5. Peningkatan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan


pengembangan produk yang mengarah pada pengem-
bangan industri perikanan dan kelautan yang terpadu
berbasis masyarakat melalui pengembangan komoditas
unggulan dan berkelanjutan serta meningkatkan promosi
dan market intelligence;

6. Pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir dan


pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan,
pemberdayaan masyarakat sekitarnya serta mendorong
penetapan batas wilayah kelola laut dan implementasi

32
kewenangan di laut, revitalisasi hukum adat dan kearifan
tradisional;

7. Peningkatan pengawasan dan pengendalian sumber daya


Perikanan dan Kelautan melalui penerapan sistem
monitoring, controlling, dan surveillance (MCS), sistem
pengawasan masyarakat (Siswamas), serta perangkat
pendukung untuk operasionalnya.

G. Kebijakan Pengembangan Kawasan Bencana


Dalam lingkup zona-zona bencana, perumusan tata ruang
didasarkan pada pertimbangan:
1. Wilayah Provinsi Maluku di sebelah Utara, dan sebagian di
sebelah Timur dan Barat beresiko terhadap dampak
bencana alam;

2. Adanya beberapa kawasan yang rawan bencana dapat


menjadi kendala dalam pengembangan wilayah;

3. Kawasan-kawasan di wilayah Provinsi Maluku diklasifi-


kasikan dalam zona-zona bencana alam, yaitu:
(1) Zona I Bencana : berpotensi tinggi terhadap bencana
(2) Zona II Bencana : berpotensi sedang terhadap bencana
(3) Zona III Bencana : berpotensi rendah terhadap bencana

Dengan dasar pertimbangan di atas, maka untuk mewu-


judkan tata ruang Provinsi Maluku dalam zona-zona bencana
dengan pendekatan tata ruang meliputi:

1. Mengalihkan orientasi pertumbuhan di daerah yang


mempunyai risiko bencana alam tinggi ke daerah yang
berpotensi rendah terhadap bencana alam;

2. Membatasi pertumbuhan di daerah yang berpotensi tinggi


terhadap bencana alam, serta penerapan teknologi yang
tepat untuk pembangunan di daerah risiko bencana tinggi;

3. Menyiapkan zona-zona penyangga bagi kegiatan evakuasi


akibat bencana alam, dimana zona-zona penyangga ini
harus dipersiapkan untuk penyediaan fasilitas penyela-

33
matan, secara vertikal maupun horizontal, sesuai kondisi
geografis.

H. Kebijakan Kawasan Strategis Nasional


Pemerintah Pusat menetapkan tiga bagian wilayah Provinsi
Maluku sebagai kawasan strategis secara nasional. Kawasan-
kawasan strategis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kawasan Perbatasan Laut Republik Indonesia dengan
negara Timor Leste/Australia;
2. Kawasan Laut Banda; dan
3. Kawasan Perbatasan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang
berhadapan dengan laut lepas.

2.2.3.2 Kebijakan Pembangunan Daerah Jangka Panjang Provinsi


Maluku
Kebijakan pembangunan Provinsi Maluku sebagaimana ter-
cantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Provinsi Maluku Tahun 2005 - 2025 adalah sebagai
berikut:

1. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup


Sasaran:
 Terwujudnya pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya alam dan fungsi lingkungan hidup kepulauan
Maluku yang lestari untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan;
 Terwujudnya pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya alam dan fungsi lingkungan hidup yang seimbang
antara pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian alam
untuk memperoleh nilai tambah yang optimal bagi
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat kepulauan
Maluku;
 Tercapainya peningkatan peran partisipasi aktif masya-
rakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelesta-
rian fungsi lingkungan hidup kepulauan Maluku.

34
Arah Pembangunan Jangka Panjang:
 Pengembangan eksplorasi sumber daya alam hayati dan
non hayati, sumber daya alam terbarukan maupun tidak
terbarukan dengan daya dukungnya bagi kepentingan
pemanfaatan yang rasional, optimal, efisien, lestari dan
berimbang termasuk pencarian sumber alternatif atau
bahan substitusi yang ramah lingkungan;
 Pemeliharaan ketersediaan sumber daya alam guna
menjamin aktivitas yang berkelanjutan melalui rumusan
kebijakan tata ruang kepulauan sebagai tindak sinkro-
nisasi yang mengatur pengelolaan dan pengendalian
sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk
pengelolaan air bersih, pemulihan, rehabilitasi, dan
pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang dan
generasi mendatang;
 Pengembangan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup kepulauan berbasis bio-ekoregion serta
peningkatan pengawasan/pengendalian terhadap penge-
lolaan dan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan
menjamin adanya dukungan dan perlindungan terhadap
kegiatan ekonomi penduduk untuk mendukung kehidupan
dan kualitas generasi ke generasi;
 Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ramah lingkungan untuk menjawab kebutuhan teknologi
ramah lingkungan yang tepat pada kawasan-kawasan
pengembangan daerah dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan
hidup;
 Pengembangan ekonomi lingkungan berbasis kerakyatan
yang bertumpu pada sumber daya alam kepulauan melalui
pengembangan agribisnis dan agroindustri yang ramah
lingkungan;
 Pengembangan sistem perhitungan Produk Domestik
Bruto (PDB) yang berwawasan lingkungan (Green GDB),

35
menerapkan pendekatan berimbang antara mekanisme
pasar, tata nilai, dan regulasi berkeadilan dengan pola
kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat, pengembangan dan
peningkatan akses informasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup;
 Penyediaan produk hukum lingkungan yang memadai dan
responsif serta peningkatan kualitas peran institusi
hukum agar mampu melaksanakan tugas-tugas
penegakan hukum secara profesional untuk menjamin
keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi sumber
daya alam, adanya kepastian hukum atas kepemilikan,
pengelolaan, pemanfaatan nilai tambah sumber daya alam
termasuk pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat
dan lokal;
 Peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengelola
potensi sumber daya alam dan pembangunan berdasarkan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan untuk mewujudkan wilayah laut pulau sebagai
lingkungan hidup yang lestasi dan menjamin kehidupan
generasi ke generasi.

2. Infrastruktur
Sasaran:
 Terwujudnya infrastuktur sosial, ekonomi, pemerintahan
dan penunjang pembangunan lainnya dengan tingkat
pelayanan yang merata dan berkelanjutan untuk
mereduksi disparitas antar wilayah demi peningkatan
kapasitas masyarakat kepulauan Maluku.

Arah Pembangunan Jangka Panjang:


 Tersusunnya jaringan infrastruktur yang terintegrasi satu
sama lain khususnya dermaga laut, lapangan terbang dan
jalan raya dalam satu sistem jaringan inter dan antar
moda yang memadai dan sinergis untuk membuka
keterisolasian wilayah yang dapat mendukung pemba-

36
ngunan daerah berdasarkan konsep gugus pulau dan laut
pulau serta sistem pintu jamak (multigate system) dan
antar provinsi dengan tingkat keselamatan dan jaminan
kelayakan berdasarkan standarisasi yang berlaku;
 Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal sesuai
permintaan kebutuhan, termasuk terpenuhinya elektrivi-
kasi rumah tangga dan elektrivikasi pedesaan serta
tercapainya tingkat efektivitas dan efisiensi baik pembang-
kit, transmisi dan distribusi serta terwujudnya ketenaga-
listrikan yang berbasis pada sumber energi alternatif
/terbarukan;
 Meningkatnya penyelenggaraan sistem pos dan telekomu-
nikasi (telematika) yang efisien guna meminimalkan
rentang kendali sehingga memperluas kegiatan informasi
dan komunikasi;
 Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu
menjaga kelayakan fungsi, pendayagunaan sumber daya
air baik pemanfaatannya maupun pelestarian untuk
kebutuhan masyarakat baik kualitas dan kuantitas;
 Terpenuhi kebutuhan perumahan, prasarana dan sarana
pendukung yang dapat memenuhi kebutuhan hunian
masyarakat dengan dukungan sistem pembiayaan peru-
mahan jangka panjang, efisien dan akuntabel agar
terwujud kota tanpa pemukiman kumuh;
 Terwujudnya penyelenggaraan sistem pemantau, penang-
kal dan proteksi dini terhadap fenomena alam, untuk
meminimalkan hambatan terhadap implementasi
pembangunan.

3. Tata Ruang
Sasaran:
 Terwujudnya integrasi tata ruang kepulauan Maluku
berdasarkan pendekatan gugus pulau dan laut pulau
dalam tata ruang Nasional yang didukung oleh sistem
kelembagaan penataan ruang serta sinkronisasi kebijakan

37
untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat;
 Terwujudnya alokasi pemanfaatan ruang yang konsisten
dan merata berdasarkan prinsip keseimbangan dan
kelestarian dengan pertimbangan akses dan orientasi
pemanfaatan berbasis kepentingan masyarakat;
 Terwujudnya kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah
kepulauan Maluku yang didukung sistem kelembagaan
dan regulasi di tingkat daerah serta partisipasi aktif
masyarakat.

Arah Pembangunan Jangka Panjang:


 Mengoperasionalisasikan ”Rencana Tata Ruang” sesuai
dengan hierarki perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-
Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai
acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar
sektor dan antar wilayah;
 Mengatur pemanfaatan ruang yang memungkinkan
terciptanya aktivitas dan interaksi sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat, antar daerah maupun wilayah;
 Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan
wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga
dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di
sekitarnya dalam suatu ”sistem wilayah pengembangan
ekonomi” yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas
wilayah administrasi, tetapi pertimbangan keterkaitan
mata-rantai proses industri dan distribusi;
 Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengem-
bangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga
wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang
secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan
pembangunannya dengan daerah lain;
 Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan
mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini
cenderung berorientasi inward looking menjadi outward

38
looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan negara tetangga;
 Mendorong dan mengembangkan kawasan-kawasan pem-
bangunan ekonomi seperti Kawasan Sentra Produksi (KSP)
dan Kawasan Tertinggal yang telah ditetapkan di Provinsi
Maluku;
 Penyeimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-
kota besar, menengah, dan kecil secara hierarkis. Oleh
karena itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan
kegiatan ekonomi (forward and backward linkages) sejak
tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi
antara, tahap akhir produksi (final process), sampai tahap
konsumsi (final demand) di masing-masing kota sesuai
dengan hierarkinya;
 Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di
wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah
perdesaan secara sinergis (hasil produksi wilayah
perdesaan merupakan ”backward linkages” dari kegiatan
ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ”sistem
wilayah pengembangan ekonomi”;
 Mengendalikan pertumbuhan kota-kota di Provinsi Maluku
dalam suatu sistem wilayah pembangunan yang compact,
nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertim-
bangkan pembangunan yang berkelanjutan.

2.2.3.3 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya


A. Kebijakan Pengembangan Wilayah Perairan dan Kelautan
Secara umum kebijakan pengembangan wilayah perairan dan
kelautan adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan batas kepulauan Kabupaten Maluku Barat


Daya dengan kabupaten tetangganya, baik dalam satu
wilayah provinsi atau antar provinsi.

2. Menetapkan satu wilayah gugus yang dikembangkan atau


didorong dalam rangka mendukung pusat pertumbuhan

39
Kabupaten Maluku Barat Daya, melalui penerapan
managemen terpadu (Integrated Coastal Zone Management;
ICZM), sebagai kawasan percontohan.

3. Menjaga, melestarikan dan memanfaatkan potensi sumber


daya perairan, pantai dan laut dengan penerapan sistem
keamanan, sistem budidaya perikanan, dan melalui tekno-
logi tangkapan yang tepat, dan sesuai, agar tercapai
keunggulan komparative yang berkelanjutan (sustainable
comparative advantage).

4. Mewujudkan sumber daya perairan, pantai dan kelautan


di seputar wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya menjadi
kawasan unggulan bagi masyarakat pantai dan pesisir
melalui peningkatan kemampuan teknologi dalam meman-
faatkan dan mengelola pesisir dan lautan.

B. Kebijakan Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu


Mewujudkan strategi pembangunan dalam sektor pertanian
terpadu merupakan tugas yang harus diemban oleh berbagai
pihak terkait baik pemerintah maupun sektor swasta yang
memiliki permodalan kuat untuk mewujudkan model ini.
Untuk membentuk masyarakat petani yang memahami model
tersebut di atas perlu suatu mekanisme layanan baru yang
lebih bertitik berat pada azas pemberdayaan membangun
sumber daya insani.

Dalam penerapan konsep International Foundation of Science


(IFS) di masyarakat, permasalahan yang sering dihadapi
adalah rendahnya pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill), dan sikap apatis masyarakat akan program ini sebagai
imbas dari kegagalan-kegagalan program masa lalu yang
bersifat klise, namun tanpa solusi yang nyata maka problem
itu semakin mengkristal.

Pendidikan dan pelalihan ini akan membahas ilmu-ilmu


praktis dan terapan tentang IFS yang dilaksanakan di
beberapa Balai Latihan Pertanian Terpadu (BLPT), antara lain

40
di Pulau Wetar, Pulau Kisar, Pulau Damer, dan Pulau Babar.
Di samping menitikberatkan dalam pengetahuan pertanian
terpadu, program pelatihan ini juga bertujuan untuk
membuka wawasan dan pengembangan pola pikir peserta
pelatihan ke arah pengembangan pertanian modern.

C. Kebijakan Pengembangan Tata Ruang


Implementasi konkret dalam konsepsi dasar pengembangan
wilayah di Kabupaten Maluku Barat Daya diimplementasikan
konsepsi tata ruang Kabupaten Maluku Barat Daya.
Berdasarkan tujuan pembangunan dan konsepsi pengem-
bangan ekonomi dan fisik alam wilayah Kabupaten Maluku
Barat Daya, maka dalam RTRW Kabupaten Maluku Barat
Daya ini diperlukan dasar-dasar pendekatan yang secara
konseptual didasarkan pada konsep Gugus Pulau, dengan
pusat-pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan publik, pusat perdagangan serta lalu lintas arus
barang dan jasa.

Terhadap kawasan tertinggal atau terisolir dan kawasan


perbatasan termasuk kawasan pantai dan gugus kepulauan
kecil, penanganannya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
dilakukan secara menyeluruh dalam arti harus dilakukan
secara integral dengan pengembangan wilayah-wilayah di
sekitarnya didasarkan pada prinsip bahwa pengembangan
wilayah itu, meliputi laut atau wilayah perairan dan sistem di
darat sebagai satuan wilayah pengembangan.

Dalam perkembangan kedepan, pengembangan pusat


pemerintahan nantinya akan berada di Kota Tiakur Pulau
Moa (Kecamatan Moa Lakor). Maka, dalam sistem perkotaan
di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya berubah seiring
dengan adanya kelengkapan fasilitas, serta fungsi dan peran
Kota Tiakur sebagai pusat pemerintahan.

Untuk pembagian orde di wilayah Kabupaten Maluku Barat


Daya adalah sebagai berikut:

41
1. Orde I : Kecamatan Pulau-pulau Terselatan (Kota
Wonrelli), Kecamatan Moa Lakor (Kota Tiakur).

2. Orde II : Kecamatan Leti (Kota Tutukey), Kecamatan


Pulau-pulau Babar (Kota Tepa), Kecamatan
Babar Timur (Kota Letwurung), Kecamatan Moa
Lakor (Kota Klis), Kecamatan Damer (Kota
Wulur).

3. Orde III : Kecamatan Mdona Hiera (Kota Lelang),


Kecamatan Wetar (Kota Ilwaki).

Untuk sistem perkotaan di wilayah Kabupaten Maluku Barat


Daya adalah sebagai berikut:

1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional): Ambon

2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah): Tual

3. PKWp (Pusat Kegiatan Wilayah promosi): Kisar

4. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal promosi): Tiakur, Tepa

5. PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional): Ilwaki

6. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan): Tutukey, Letwurung,


Lurang,Lelang, Wulur, Klis.

7. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan): Luang, Wetan,


Ustutun, Romang, Letode, Weet.

Dalam pengembangan perwilayahan pembangunan dengan


titik berat pada penekanan keterkaitan antar wilayah yang
didukung oleh perkembangan aktifitas ekonomi di daerah
belakangnya, dituangkan dalam perwilayahan gugus pulau
adalah:

1. Wilayah Pengembangan Gugus Pulau I: dengan pusat di


Kota Wonrelli, dengan jangkauan pelayanan, meliputi
Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Kecamatan Wetar, dan
Kecamatan Damer

2. Wilayah Pengembangan Gugus Pulau II: dengan pusat di

42
Kota Tiakur dengan jangkauan pelayanan, meliputi Keca-
matan Leti dan Kecamatan Moa Lakor.;

3. Wilayah Pengembangan Gugus Pulau III : dengan pusat di


Kota Tepa dengan jangkauan pelayanan, meliputi Keca-
matan Pulau-Pulau Babar, Kecamatan Babar timur, dan
Kecamatan Mdona Hiera.

D. Kebijakan Pengembangan Pelayanan Prasarana Air Bersih


Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana sumber daya air, meliputi :

1. Penyediaan sumber-sumber air bersih dengan meman-


faatkan air tanah dalam dan atau sumber-sumber air
permukaan yang memungkinkan untuk dijadikan sumber
air baku. Penyediaan air bersih ini diharapkan akan
mampu melayani kebutuhan air bersih pada pusat-pusat
permukiman pada ibu kota kabupaten dan ibu kota
kecamatan.

2. Mengarahkan pengembangan prasarana air bersih untuk


mendukung pengembangan usaha pertanian tanaman
pangan, terutama pertanian, dan mendukung perkebunan
pada wilayah-wilayah potensial, serta dalam mendukung
pelestarian lingkungan;

3. Meningkatkan kualitas prasarana air bersih, serta mewu-


judkan keterpaduan sistem jaringan air bersih;

E. Kebijakan Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya


Air
Secara umum, kondisi prasarana air bersih yang ada di
wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya masih tergolong
belum memadai, karena hampir seluruh kecamatan, pendu-
duknya menggunakan air hujan, dan air dari sumur untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terdapat beberapa wilayah
untuk kebutuhan di supply oleh PDAM (dalam distribusi
masih menggunakan mobil tangki, belum perpipaan). Air
hujan dan air sumur tersebut, digunakan untuk air minum,

43
mandi, mencuci dan lain-lain. Sehingga, apabila tidak datang
hujan hingga dalam satu minggu, maka kemungkinan besar
penduduk di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya akan
mengalami krisis air bersih.

Penyediaan air bersih di wilayah Kabupaten Maluku Barat


Daya ini, sangat terkait dengan kondisi fisik alam yang
berupa wilayah kepulauan Kondisi ini menjadikan sulitnya
mendapatkan air bersih. Sehingga, sebagian besar penduduk
yang berada di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya, hanya
bisa mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih sehari-hari.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu diupayakan dalam


penyediaan air bersih untuk dapat memenuhi standar
kesehatan. Karena, apabila tidak segera ditangani dan
diupayakan, dimungkinkan akan terjadi krisis air bersih, dan
menjadikan tingkat kesejahteraan penduduk semakin
menurun, dan juga bisa timbul banyak penyakit. Maka atas
dasar tersebut, perlu dilakukan penyediaan air bersih melalui
PDAM, baik dengan pendistribusian perpipaan maupun truk-
truk tangki.

Disamping, penyediaan air bersih, juga perlu melakukan


pengelolaan wilayah sungai strategis nasional untuk melayani
kebutuhan air baku pada kawasan strategis nasional, PKN
dan/atau kawasan andalan salah satunya pada kawasan
Pulau Wetar, dan melakukan pembangunan dan
pemeliharaan Infrastruktur pengairan, meliputi Embung
Pulau Luang, Embung Klis, Embung Tutukey, dan Embung
Ilwaki, serta Pengembangan Infrastuktur Irigasi Lahan Kering
Bendungan Tepa dan Wetar.

F. Kebijakan Penataan Kawasan Pesisir, Kepulauan, Dan


Pulau-Pulau Terluar
Kebijakan penataan kawasan pesisir dan kepulauan
bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pembangunan,

44
kesejahteraan masyarakat, investasi dan memelihara, serta
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

1. Konsep “ring” dapat dilihat dari struktur prasarana


transportasi yang bentuknya mengelilingi/sebagai ring
bagi Kabupaten Maluku Barat Daya.

2. Konsep “radial”, Usaha menghubungkan antara:

- Pedalaman dengan pesisir;

- Perdesaan dengan perkotaan;

- Wilayah pinggiran dengan pusat.

3. Lingkaran paling luar sampai dengan pusat, saling


bergradasi dari ”built up” ke ”unbuilt up”

- Lingkaran terluar merupakan cluster-cluster


Pelabuhan yang sesuai dengan potensi, kendala,
peluang dan tantangan wilayah.

- Pusat-pusat pengumpul dan distribusi di pedalaman


yang merupakan wilayah budidaya pertanian dan
penunjangnya dengan memakai konsep agropolitan.

Masing-masing cluster, secara faktual dan operasional,


merupakan aktivitas kegiatan campuran dan diarahkan
pemanfaatannya berdasarkan konsep „flexible zone’ yang
memakai sistem „dominasi orientasi‟. Strategi penataan
kawasan pesisir dan kepulauan Kabupaten Maluku Barat
Daya, adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi


orientasi utama di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya;

2. Peningkatan sapras penunjang kegiatan sosial – ekonomi


masyarakat;

3. Pengembangan kegiatan ekonomi dengan sebesar-


besarnya memanfaatkan sumber daya lokal.

45
Pengelolaan pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan,
meliputi:

1. Melakukan kerjasama dengan Negara tetangga dalam


aspek pertahanan dan keamanan yang diarahkan untuk
meningkatkan ketahanan regional serta memberantas
berbagai kegiatan ilegal yang merugikan perekonomian;

2. Membangun sarana dan prasarana pengawasan serta


keamanan di pulau-pulau terluar untuk mencegah terja-
dinya kegiatan-kegiatan ilegal.

2.2.3.4 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat


A. Kebijakan Pengembangan Sistem Jaringan Air
Untuk itu penyediaan air khususnya pemenuhan air bersih
untuk penduduk menjadi penting. Kabupaten Maluku
Tenggara Barat yang merupakan daerah kepulauan dengan
sebaran penduduk yang tidak merata dan terdistribusi di
pulau besar dan pulau kecil adalah menjadi penting terutama
karena ketersediaan air di daerah kepulauan sangat terbatas.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih penduduknya,
maka diperlukan strategi yang khusus, sehingga mampu
menjangkau keseluruh wilayah. Adapun strategi pengem-
bangan pemenuhan air bersih di Kabupaten Maluku Tenggara
Barat adalah:

1. Pemenuhan air bersih untuk pulau-pulau besar (Pulau


Tanimbar, Pulau Babar, dan Pulau Wetar)

 Memanfaatkan air tanah atau sungai sebagai air baku.

 Pembentukan PDAM untuk kota-kota kecamatan yang


telah berkembang.

 Pengembangan pemanfaatan sumber-sumber mata air


bagi wilayah yang secara teknis sulit terjangkau oleh
pelayanan air bersih, melalui pengembangan reservoir.

46
 Pengendalian lingkungan sekitar sumber-sumber mata
air dari pencemaran dengan menetapkannya sebagaai
area konservasi.

2. Pemenuhan air bersih untuk pulau-pulau kecil yang


mempunyai sumber air tawar yang cukup besar

 Memanfaatkan reservoir alam atau sungai sebagai


sumber air baku.

 Pengolahan air dan distribusi air dibuat dengan


teknologo yang sangat sederhana, seperti dengan
memanfataatkan sistem gravitasi.

 Membatasi jumlah dan sebaraan penduduk dan


permukiman.

 Pencegahan terjadinya alih fungsi lahan dan


pengendalian lingkungan sekitar sumber-sumber mata
air dari pencemaran dengan menetapkannya sebagai
area konservasi.

3. Pemenuhan air bersih untuk pulau-pulau kecil yang tidak


mempunyai sumber air tawar atau ketersediannya sangat
terbatas

 Memanfaatkan sistem penampungan air hujan (PAH).

 Pengolahan air dan distribusi air dibuat dengan


teknologo yang sangat sederhana, seperti dengan
memanfataatkan sistem gravitasi.

 Mengembangkan instalasi pengolahan air dengan


Sistem Reserve Osmosis (RO).

Dalam pemenuhan air bersih, maka sebagai wilayah


kepulauan, maka melihat kepada faktor klimatologi kepulau-
an yang terkena angin musim dan intensitas curah hujan
yang tinggi, maka penyediaan air bersih dapat secara optimal
dikelola melalui kehadiran dari pada reservoir-reservoir air
yang berskala besar.

47
Di samping itu keberadaan air permukaan khususnya dari
sungai-sungai, maka yang perlu diperhatikan adalah menjaga
ekosistem dan keberadaan tata air yang terkait erat dengan
kawasan konservasi daerah-daerah resapan. Melihat kepada
kondisi keberadaan tata air untuk pulau-pulau yang memiliki
kecenderungan dengan tumbuh serta berkembang menjadi
area permukiman dan area budidaya yang memiliki potensi
ekonomi besar memerlukan penanganan penyediaan air
bersih yang bersifat sistematis.

Untuk wilayah-wilayah yang perkembangannya terbatas dapat


ditopang oleh pengembangan reservoir air dengan kapasitas
kecil, sesuai dengan sumber yang ada dan sebanding dengan
kebutuhannya.

B. Kebijakan Pengelolaan Drainase dan Air Limbah


Saat ini sistem drainase dan air limbah (dalam hal ini air
kotor) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat belum terkelola
dengan baik dan pada umumnya menggunakan sungai-
sungai yang ada, dan masih mengandalkan alam dalam
proses menyerap maupun menyalurkan ke pembuangan
akhir. Pada masa mendatang sistem drainase ini perlu
direncanakan, dengan mempertimbangkan beberapa hal
sebagai berikut:

1. Pembuatan saluran drainase untuk setiap daerah yang


padat penduduknya serta prosentase perkerasan
(bangunan) yang cukup tinggi, seperti jalan-jalan utama,
serta mempertahankaan sungai-sungai sebagai saluran
utama.

2. Pemeliharaan kelestarian sungai.

Sementara itu sistem drainase yang akan dikembangkan


diarahkan sesuai dengan jaringan jalan dan arah aliran
memanfaatkan topografi (kemiringan alamiah) wilayah
Kabupaten Maluku Tenggara. Sistem jaringan drainase juga

48
disesuaikan dengan sungai sebagai jaringan drainase alamiah
yang akan dimanfaatkan untuk saluran pembuangan akhir ke
laut. Jaringan drainase yang akan dikembangkan meliputi:

1. Jaringan drainase primer berupa pasangan yang berada di


sepanjang jalan utama.

2. Jaringan drainase sekunder berupa drainase pasangan


yang berada di sepanjang ruas jalan lainnya.

Untuk sistem air limbah agar tidak mencemari lingkungan


diusahakan pengembangan sistem pembuangan air limbah
terpadu antar lingkungan dengan cara menggunakan sistem
pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada, sehingga
tidak terjadi pencemaran. Jenis pengolahan limbah yang
diusulkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah
pengembangan septic tank dengan sistem terpadu untuk
kawasan perkotaan dan pengembangan jaringan tertutup
untuk kawasan lainnya.

Untuk sistem air limbah agar tidak mencemari lingkungan


diusahakan pengembangan sistem pembuangan air limbah
terpadu antar lingkungan dengan cara menggunakan sistem
pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada, sehingga
tidak terjadi pencemaran. Jenis pengolahan limbah yang
diusulkan untuk Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah
pengembangan septic tank dengan sistem terpadu untuk
kawasan perkotaan dan pengembangan jaringan tertutup
untuk kawasan lainnya. Besarnya air limbah diperkirakan
20% dari kebutuhan air bersih untuk seluruh daerah ini.

C. Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil


Konsep pengembangan penataan ruang wilayah pesisir dan
laut di Kabupaten Maluku Tenggara Barat disusun
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Ekosistem wilayah pesisir dengan daerah lahan atas yang


ada di dalam DAS dan laut terbuka tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berinteraksi satu sama lain, dimana

49
setiap perubahan bentang alam daratan dan dampak
negatif lainnya yang terjadi di ekosisitem daratan pada
akhirnya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir dan
laut.

2. Konsep penataan wilayah pesisir dan laut di wilayah


Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang sebagian besar
wilayahnya merupakan perairan dengan pulau-pulau
kecilnya membutuhkan penataan ruang yang terintegrasi
antara pulau yang satu dengan pulau yang lain. Penataan
pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil di wilayah ini
dilakukan dalam satu gugus pulau atau kluster dengan
memperhatikan keterkaitan ekologi, keterkaitan ekonomi,
dan keterkaitan sosial budaya dalam satu bioekoregion
dengan pulau induk atau pulau lain sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi.

3. Karakteristik fisik wilayah pesisir yang beragam yaitu


perairan laut, pulau-pulau kecil, dataran dikaitkan dengan
pegunungan, maka perlu didelinasi/limitasi wilayah secara
fisik terkait potensi pengembangan kegiatan budidaya
perikanan maupun pertanian.

4. Posisi geografis kawasan pesisir wilayah Kabupaten


Maluku Tenggara Barat yang strategis, merupakan faktor
pendorong terhadap perkembangan penduduk beserta
kegiatan sosial ekonominya saat ini maupun di masa yang
akan datang. Hal ini membawa konsekuensi akan
kebutuhan ruang yang akan semakin meningkat dan
dampak yang ditimbulkannya.

5. Peruntukan ruang bagi pengembangan kegiatan sosial


ekonomi diarahkan pada lokasi-lokasi yang sesuai dengan
potensi dan daya dukung lingkungan yang layak untuk
dikembangkan.

6. Keterkaitan antar kegiatan/sektor yang memanfaatkan


ruang disusun dalam suatu sistem interaksi spasial yang

50
efisien dan efektif secara terpadu melalui pengembangan
transportasi dan pelayanan infrastruktur wilayah.

7. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
didalamnya memuat aturan-aturan mengenai rencana tata
ruang/Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten/Kota. Dalam Undang-undang tersebut disebut-
kan bahwa arahan alokasi ruang di wilayah pesisir dibagi
menjadi 4 (empat) yaitu Rencana Kawasan Konservasi,
Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum dan Rencana
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Rencana alur.

Ditinjau dari karakteristik geografis wilayah Kabupaten


Maluku Tenggara Barat berupa gugus pulau-pulau kecil dan
lautan membutuhkan konsep penataan ruang yang sesuai
dengan undang-undang penataan ruang pesisir dan laut.
Konsep penataan ruang pesisir, pulau-pulau kecil, dan
wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat harus memper-
hatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Keterbatasan daya dukung daratan berupa pulau-pulau


kecil harus menjadi pembatas pemanfaatan ruang darat.

2. Potensi ruang lautan yang luas harus menjadi andalan


pemanfaatan ruang untuk pengembangan wilayah tanpa
melupakan fitrah ruang laut yang merupakan sumber
daya milik bersama (common property right).

3. Sistem pengembangan infrastruktur yang mendorong


interaksi wilayah yang efektif dengan tetap memperhatikan
aspek daya dukung wilayah.

4. Pengembangan sistem kota-kota kecil pertanian (agropolis)


yang berbasis potensi sumber daya pesisir dan lautan.

5. Pengembangan sistem ruang laut yang menjamin


pemanfaatan potensi sumber daya laut yang optimal

51
dengan didukung oleh sistem kelembagaan pemanfaatan
sumber daya milik bersama.

2.3 Inventarisasi Data


2.3.1 Data Umum
2.3.1.1 Geografis
Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan kabupaten hasil
pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Secara
administratif, Kabupaten Maluku Barat Daya terbagi atas 8
(delapan) kecamatan, meliputi Pulau-Pulau Terselatan, Wetar,
Damer, Leti, Moa lakor, Babar Timur, Pulau-Pulau Babar, dan
Mdona Hiera seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan daerah


kepulauan yang terdiri atas kawasan pulau-pulau (merupakan
wilayah darat) dan kawasan laut. Kawasan pulau-pulau yang
merupakan wilayah darat di lingkup wilayah Kabupaten Maluku
Barat Daya terdiri dari pulau-pulau besar maupun pulau-pulau
kecil. Pulau-pulau yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya
adalah Pulau Lirang, Wetar, Gunung Api, Telang, Nyata, Mitan,
Maopora, Kisar, Leti, Moa, Lakor, Sermata, Kapala, Luang,
Terbang Selatan, Terbang Utara, Damer, Dai, Babar, Luang,
Tepa, Wetan, Marsela, Daweloor, dan Dawera.

Luas keseluruhan wilayah kepulauan Kabupaten Maluku Barat


adalah ± 72.427,2 km2, terdiri dari luas wilayah laut ± 66.575,50
km2 dan luas wilayah darat ± 5.851,8 km2 yang terkonsentrasi
pada 3 (tiga) gugus pulau, yaitu Gugus I (Kepulauan Terselatan),
Gugus II (Kepulauan Lemola), Gugus III (Kepulauan Babar),
dengan jumlah pulau secara keseluruhan berjumlah 48 pulau.
Terdapat 6 pulau yang berada pada perairan yang berbatasan
langsung dengan negara lain.

Wilayah perairan Kabupaten Maluku Barat Daya terbagi dalam


empat bentuk, yaitu:

52
1. Selat (yaitu Selat Alor yang membatasi Pulau Alor NTT dan
Pulau Wetar dan selat yang membatasi wilayah Negara Timor
Leste dengan Kabupaten Maluku Barat Daya);
2. Teluk (Teluk Pulau-pulau Terselatan, misalnya teluk di Pulau
Romang atau Pulau Leti);
3. Laut (seperti Laut Banda, Laut Arafura);
4. Perairan dekat pantai.

Bentuk-bentuk wilayah perairan tersebut masing-masing


menuntut konsep dasar pengembangan yang berbeda, seperti
pengembangan wilayah perairan dekat pantai menggunakan
konsep pengembangan pesisir pantai, dan bentuk perairan
lainnya seperti selat, teluk dan laut menggunakan konsep
pengembangan kelautan yang lebih menekankan pada saling
keterkaitan (interelationship) dan saling ketergantungan
(interdependancy) antar pulau baik skala lokal dalam satu
wilayah kabupaten, regional antar kabupaten/KTI (Kawasan
Timur Indonesia) maupun skala nasional antar propinsi dengan
KBI (Kawasan Barat Indonesia).

53
Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Barat Daya 2010 – 2030
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Maluku Barat Daya

54
Secara geografis Kabupaten Maluku Tenggara Barat terletak
antara 60 – 8030‟ Lintang Selatan dan 125045‟ – 1330 Bujur
Timur. Batas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah :
- Sebelah Utara : Laut Banda
- Sebelah Selatan : dengan Laut Timur dan Lautan Arafura
- Sebelah Barat : dengan Selat Ombai dan Selat Wetar
- Sebelah Timur : dengan Laut Arafura

Kabupaten Maluku Tenggara Barat merupakan wilayah serba


pulau, “laut pulau” (wilayah kepulauan) dengan luas 125.422,4
km2, terdiri dari luas wilayah laut 110.838,4 km2 (88,37%) dan
luas wilayah darat 14.584 km2 (11,63%) yang terkonsentrasi
pada 4 (empat ) gugus pulau yaitu:
1. Gugus Pulau Tanimbar luas daratan 5.936 km2.
2. Gugus Pulau-pulau Barbar luas daratan 2.456 km2.
3. Gugus Pulau-pulau Terselatan luas daratan 4.686 km2.
4. Pulau-pulau Leti, Moa Lakor luas daratan 1.506 km2.

Secara administratif Kabupaten Maluku Tenggara Barat terbagi


atas 5 (lima) kecamatan dengan 2 (dua) kecamatan pembantu
/perwakilan kecamatan, 188 buah desa dan 42 anak desa/desa
bawahan, sedangkan secara gografis dan fisik wilayah Maluku
Tenggara Barat dibagi menjadi 4 (empat) gugus pulau yaitu
Gugus Pulau Terselatan, Gugus Pulau Lemola, Gugus Pulau
Babar, dan Gugus Pulau Tanibar dengan jumlah pulau-pulau
secara keseluruhan berjumlah 117 pulau seperti pada Gambar
2.2.

55
Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Tenggara Barat 2009 – 2028
Gambar 2.2 Peta Administrasi Kabupaten Maluku Tenggara Barat

56
WS Kepulauan Yamdena-Wetar memiliki luas wilayah seluas
8.895,74 Km2 dengan posisi 6°40‟00” – 7°58‟20” Lintang Selatan
dan 126°0‟30” – 131°5‟45‟‟ Bujur Timur dimana jumlah DAS
sebanyak 153 DAS. Kabupaten/kota yang masuk di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar beserta nama daerah aliran
sungainya ditunjukkan pada Tabel 2.2, Tabel 2.3, dan Gambar
2.3 sampai dengan Gambar 2.4.

Tabel 2.2 Kecamatan di Kabupaten Maluku Barat Daya


dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang
Masuk di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Persentase
No Kecamatan Kabupaten Luas (Km2)
Luas (%)
1 Wetar Maluku Barat Daya 2.624,55 29,50%
2 Pulau-Pulau Terselatan Maluku Barat Daya 276,67 3,11%
3 Leti Maluku Barat Daya 92,35 1,04%
4 Moa Lakor Maluku Barat Daya 460,49 5,18%
5 Mdona Hiera Maluku Barat Daya 117,39 1,32%
6 Pulau-Pulau Babar Maluku Barat Daya 365,29 4,11%
7 Pulau-Pulau Babar Timur Maluku Barat Daya 388,33 4,37%
8 Damer Maluku Barat Daya 199,20 2,24%
9 Tanimbar Selatan Maluku Tenggara Barat 322,51 3,63%
10 Tanimbar Utara Maluku Tenggara Barat 443,37 4,98%
11 Wuarlabobar Maluku Tenggara Barat 657,36 7,39%
12 Molu Maru Maluku Tenggara Barat 99,81 1,12%
13 Yaru Maluku Tenggara Barat 31,17 0,35%
14 Selaru Maluku Tenggara Barat 349,99 3,93%
15 Wermaktian Maluku Tenggara Barat 1.252,06 14,07%
16 Kormomolin Maluku Tenggara Barat 387,57 4,36%
17 Nirunmas Maluku Tenggara Barat 256,00 2,88%
18 Wertamrian Maluku Tenggara Barat 571,63 6,43%
Luas Wilayah 8.895,74 100,00%
Sumber : Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah
Sungai dan Analisis GIS, 2012
Tabel 2.3 Nama dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Luas Persentase Luas
No Nama DAS
(Km2) (%)
1 DAS Abat 63,88 0,7
2 DAS Aimetang 51,81 0,6
3 DAS Amplawas 64,88 0,7
4 DAS Anggarmasa 74,67 0,8
5 DAS Arma 35,68 0,4
6 DAS Arnau 43,32 0,5
7 DAS Arui 38,76 0,4
8 DAS Asutubun 31,32 0,4
9 DAS Atipas 22,45 0,3
10 DAS Atubuldol 57,56 0,6
11 DAS Bangkota 81,98 0,9

`
57
Luas Persentase Luas
No Nama DAS
(Km2) (%)
12 DAS Basil 72,31 0,8
13 DAS Batimaffudi 13,21 0,1
14 DAS Batumanu 52,89 0,6
15 DAS Binusa 15,00 0,2
16 DAS Bolu 23,98 0,3
17 DAS Bubuan 33,21 0,4
18 DAS Bukrane 22,15 0,2
19 DAS Damar 19,41 0,2
20 DAS Dawera 14,74 0,2
21 DAS Dirkuun 33,76 0,4
22 DAS Eliara 27,08 0,3
23 DAS Elu 11,45 0,1
24 DAS Farnusan 78,98 0,9
25 DAS Fordata 35,87 0,4
26 DAS Frinun 12,22 0,1
27 DAS Fuarbangur 38,97 0,4
28 DAS Hatpas 64,86 0,7
29 DAS Horan 69,95 0,8
30 DAS Huwai 19,45 0,2
31 DAS Ilmamau 58,94 0,7
32 DAS Ilpokil 45,23 0,5
33 DAS Ilputih 38,97 0,4
34 DAS Ilwaki 68,90 0,8
35 DAS Iri 98,76 1,1
36 DAS Itain 38,77 0,4
37 DAS Kabawa 40,44 0,5
38 DAS Kaiwatu 78,76 0,9
39 DAS Kalapa 79,78 0,9
40 DAS Kalbur 58,76 0,7
41 DAS Kaliobar 78,99 0,9
42 DAS Kamatubun 18,93 0,2
43 DAS Kara 35,76 0,4
44 DAS Karata 48,98 0,6
45 DAS Karbubu 78,98 0,9
46 DAS Kebyaratraya 18,99 0,2
47 DAS Kekelalon 80,31 0,9
48 DAS Keswu 78,91 0,9
49 DAS Kilon 35,64 0,4
50 DAS Klishatu 110,18 1,2
51 DAS Koljulu 146,78 1,7
52 DAS Koreare 58,98 0,7
53 DAS Laibobar 69,70 0,8
54 DAS Lawang 129,04 1,5
55 DAS Lebalu 57,98 0,7
56 DAS Lelingluan 85,90 1,0
57 DAS Lermatang 42,80 0,5
58 DAS Lewar 25,75 0,3
59 DAS Liepa 22,24 0,3
60 DAS Lima 30,98 0,3
61 DAS Liran 86,78 1,0
62 DAS Lolan 67,76 0,8
63 DAS Lolotuara 71,85 0,8

`
58
Luas Persentase Luas
No Nama DAS
(Km2) (%)
64 DAS Luang 89,79 1,0
65 DAS Lurang 53,43 0,6
66 DAS Luruannanul 39,78 0,4
67 DAS Mahoni 58,97 0,7
68 DAS Mahuan 43,93 0,5
69 DAS Makatian 31,98 0,4
70 DAS Manol 49,00 0,6
71 DAS Manuweri 17,00 0,2
72 DAS Maopora 15,89 0,2
73 DAS Maru 71,21 0,8
74 DAS Masapun 73,93 0,8
75 DAS Masela 59,70 0,7
76 DAS Matkus 46,64 0,5
77 DAS Meitymiarang 80,35 0,9
78 DAS Metertatan 36,16 0,4
79 DAS Meyonadas 47,74 0,5
80 DAS Mitak 83,34 0,9
81 DAS Mitan 53,31 0,6
82 DAS Molu 83,71 0,9
83 DAS Moning 32,33 0,4
84 DAS Moronan 54,19 0,6
85 DAS Muksana 29,90 0,3
86 DAS Namulun 87,85 1,0
87 DAS Namwaan 134,75 1,5
88 DAS Natral 59,95 0,7
89 DAS Natrool 75,65 0,9
90 DAS Naugeru 41,35 0,5
91 DAS Naumatang 98,78 1,1
92 DAS Ngolin 19,40 0,2
93 DAS Ngun 79,80 0,9
94 DAS Nila 42,27 0,5
95 DAS Nitu 41,98 0,5
96 DAS Nukaha 28,98 0,3
97 DAS Nurjanat 60,81 0,7
98 DAS Nyata 39,98 0,4
99 DAS Oirata Barat 40,89 0,5
100 DAS Otinmeraya 89,78 1,0
101 DAS Papula 71,21 0,8
102 DAS Pigung 19,83 0,2
103 DAS Pilipuang 33,35 0,4
104 DAS Poliu 14,44 0,2
105 DAS Puameti 51,98 0,6
106 DAS Pura-pura 48,68 0,5
107 DAS Rawarat 77,38 0,9
108 DAS Riama 14,05 0,2
109 DAS Rumahsalut 71,22 0,8
110 DAS Sanaruamang 79,80 0,9
111 DAS Sapanang 72,67 0,8
112 DAS Saumlaki 49,13 0,6
113 DAS Seira 29,13 0,3
114 DAS Selaru 49,31 0,6
115 DAS Selu 46,70 0,5

`
59
Luas Persentase Luas
No Nama DAS
(Km2) (%)
116 DAS Sera 90,87 1,0
117 DAS Serua 61,81 0,7
118 DAS Serwaru 124,34 1,4
119 DAS Sinairusi 46,85 0,5
120 DAS Sukeler 16,88 0,2
121 DAS Tambriang 85,95 1,0
122 DAS Tampoh 25,15 0,3
123 DAS Tandula 63,78 0,7
124 DAS Telang 28,98 0,3
125 DAS Terbang Selatan 57,25 0,6
126 DAS Terbang Utara 46,36 0,5
127 DAS Tetsuka 25,18 0,3
128 DAS Themin 75,85 0,9
129 DAS Tolemar 76,45 0,9
130 DAS Tutun Pua 31,33 0,4
131 DAS Ueswan 23,13 0,3
132 DAS Uhak 11,80 0,1
133 DAS Ulain 30,45 0,3
134 DAS Unggar 89,25 1,0
135 DAS Upinyor 78,53 0,9
136 DAS Vatvurat 38,98 0,4
137 DAS Vulmali 75,45 0,8
138 DAS Waat 35,39 0,4
139 DAS Waslieta 85,58 1,0
140 DAS Watmuri 128,90 1,4
141 DAS Watrumiring 87,47 1,0
142 DAS Wayangan 46,55 0,5
143 DAS Wekasyaru 78,97 0,9
144 DAS Welora 85,79 1,0
145 DAS Weolotle 118,28 1,3
146 DAS Werata 32,98 0,4
147 DAS Weratan 37,88 0,4
148 DAS Wermatan 50,95 0,6
149 DAS Werwaru 87,23 1,0
150 DAS Wesiri 132,64 1,5
151 DAS Wetar 46,89 0,5
152 DAS Wolas 81,75 0,9
153 DAS Wotap 77,84 0,9
154 DAS Wunlah 76,40 0,9
155 DAS Yawuru 121,46 1,4
156 DAS Teun 139,47 1,6
Luas DAS 8.895,74 100,00
Sumber : Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan
Wilayah Sungai dan Analisis GIS, 2013

`
60
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.3 Peta Administrasi WS Kepulauan Yamdena-Wetar

61
Sumber : Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai
Gambar 2.4 Peta WS Kepulauan Yamdena-Wetar

62
2.3.1.2 Kependudukan
Dengan jumlah penduduk di Provinsi Maluku tahun 2012
sebanyak 1.630.077 jiwa dan dibandingkan terhadap luas
wilayah daratan Provinsi Maluku sebesar 54.185,00 Km2 maka
kepadatan penduduk rata-rata adalah 30 jiwa/Km2. Wilayah
dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota
Ambon yaitu 721 Jiwa/Km2. Secara rinci mengenai jumlah dan
kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku


Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

Kepadatan
Jumlah Luas
Kabupaten/ Penduduk
No Penduduk Wilayah
Kecamatan Bruto
(Jiwa) (Km2)
(Jiwa/Km2)

Maluku Tenggara Barat dan


1 342.278 15.033,00 23
Maluku Barat Daya
2 Maluku Tenggara dan Tual 153.198 3.665,00 42
3 Maluku Tengah 398.136 11.595,67 34
4 Buru dan Buru Selatan 143.310 9.247,00 15
5 Kepulauan Aru 79.865 6.269,00 13
6 Seram Bagian Barat 158.619 4.046,35 39
7 Seram Bagian Timur 82.699 3.952,08 21
8 Ambon 271.972 377,00 721
Maluku 1.630.077 54.185,00 30
Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2012

Secara umum apabila dibandingkan dengan tingkat kepadatan


penduduk nasional, maka Provinsi Maluku tergolong daerah yang
tingkat kepadatan penduduknya rendah. Hal ini menyebabkan
daerah Maluku menjadi salah satu sasaran pemerataan
penduduk di Indonesia, khususnya penduduk yang berasal dari
Pulau Jawa.

Untuk melihat sebaran penduduk menurut kabupaten/kota


dapat dicari dengan membandingkan antara jumlah penduduk
kabupaten/kota yang bersangkutan jumlah penduduk Provinsi
Maluku secara keseluruhan. Secara rinci penyebaran penduduk
Provinsi Maluku menurut kabupaten/kota secara keseluruhan
dapat dilihat pada Tabel 2.5.

63
Tabel 2.5 Jumlah Dan Penyebaran Penduduk Provinsi Maluku
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012
Luas Jumlah Penyebaran
Kabupaten/
No Wilayah Penduduk Penduduk
Kota
(Km2) (Jiwa) (%)
Maluku Tenggara Barat dan
1 15.033,00 342.278 21,00%
Maluku Barat Daya
2 Maluku Tenggara dan Tual 3.665,00 153.198 9,40%
3 Maluku Tengah 11.595,67 398.136 24,42%
4 Buru dan Buru Selatan 9.247,00 143.310 8,79%
5 Kep Aru 6.269,00 79.865 4,90%
6 Seram Bagian Barat 4.046,35 158.619 9,73%
7 Seram Bagian Timur 3.952,08 82.699 5,07%
8 Ambon 377,00 271.972 16,68%
Maluku 54.185,00 1.630.077 100%
Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2012

Pada tabel di atas memperlihatkan distribusi penduduk di


masing-masing kabupaten. Penduduk tidak tersebar merata di
Provinsi Maluku, sebagian besar penduduk terkonsentrasi pada
beberapa daerah yang sudah lebih berkembang dan memiliki
infrastruktur dasar lebih lengkap seperti di Kabupaten Maluku
Tengah sebesar 24,42%, Kota Ambon 16,68%, dan Maluku
Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya sebesar 21,00%.
Sedangkan daerah dengan distribusi penduduk terkecil di
Provinsi Maluku terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru yang
hanya sebesar 4,90%. Peta kepadatan penduduk di Provinsi
Maluku dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan peta penyebaran
penduduk Provinsi Maluku disajikan pada Gambar 2.6.

64
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027
Gambar 2.5 Peta Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku

65
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027
Gambar 2.6 Peta Penyebaran Penduduk Provinsi Maluku

66
2.3.1.3 Produk Domestik Rata-Rata Bruto (PDRB)
Perkembangan PDRB per kapita Provinsi Maluku selama kurun
waktu tahun 2008 – 2012 berdasarkan harga berlaku terus
mengalami peningkatan, dan peningkatan paling tinggi terjadi
pada kurun waktu tahun 2008 – 2009. Pendapatan per kapita
tertinggi tedapat di Kota Ambon yang pada tahun 2012 mencapai
Rp.4.892.573 atas dasar harga konstan 2007 dan Rp.6.727.055
atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan per kapita
terendah di Provinsi Maluku terdapat di Kabupaten Maluku
Tengah, dimana pada tahun 2012 mencapai Rp.1.759.978 atas
dasar harga berlaku dan Rp.1.253.714 atas dasar harga konstan
2007. Perkembangan pendapatan per kapita di Provinsi Maluku
berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 disajikan pada
Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Di Provinsi


Maluku Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 (Rp)

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012


1. Maluku Tenggara Barat
2.102.333 2.446.306 2.528.756 2.712.778 2.979.052
dan Maluku Barat Daya
2. Maluku Tenggara dan
3.924.399 2.245.291 2.330.424 2.455.917 27.12.566
Kota Tual
3. Aru 1.802.359 2.169.624 2.267.520 2.384.076 2.768.212
4. Maluku Tengah 1.273.759 1.451.278 1.489.996 1.597.990 1.759.978
5. Seram Bagian Barat 1.545.337 1.712.299 1.788.595 1.934.939 2.141.812
6. Seram Bagian Timur 1.545.345 1.519.203 1.560.171 1.681.201 1.8771.352
7. Buru dan Buru Selatan 1.678.996 1.829.267 1.876.097 2.052.672 2.259.948
8. Ambon 4.865.188 5.321.847 5.599.625 6.021.242 6.727.055
Atas Dasar Harga Berlaku 2.193.752 2.472.252 2.573.539 2.763.019 3.652.035
1. Maluku Tenggara Barat
1.928.038 1.964.243 1991200 2.001.317 2.043.061
dan Maluku Barat Daya
2. Maluku Tenggara dan
1.768.126 1.794.440 1831247 1.858.839 1.878.623
Kota Tual
3. Aru 1.644.701 1.688.938 1731403 1.758.906 1.861.869
4. Maluku Tengah 1.169.808 1.205.181 1.217.611 1.221.839 1.253.714
5. Seram Bagian Barat 1.427.698 1.443.939 1.472.779 1.482.426 1.516.626
6. Seram Bagian Timur 1.422.793 1.253.950 1.263.898 1.271.508 1.309.553
7. Buru dan Buru Selatan 1.536.836 1.540.962 1.547.015 1.554.392 1.574.072
8. Ambon 4.487.627 4.396.505 4.559.295 4.706.732 4.892.573
Atas Dasar Harga Konstan
2.017.926 2.031.087 2.078.181 2.118.482 2.604.189
Tahun 2007
Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2013

67
2.3.1.4 Gugus Pulau
Pengembangan wilayah secara umum tidak dapat dilakukan
bersama-sama dalam satu kesatuan tempat dan waktu di setiap
bagian wilayahnya. Hal ini disebabkan setiap bagian wilayah
mempunyai permasalahan dan kendala pembangunan baik yang
menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan (pembiayaan,
aparatur, sumberdaya, pengawasan dan lain-lain) yang berbeda.
Untuk mengembangkan suatu wilayah dibutuhkan tahapan-
tahapan pengembangan dan pemusatan pembangunan pada titik
tertentu yang disebut pusat pengembangan atau pusat
pertumbuhan. Hal ini bukan berarti wilayah lainnya tidak
penting, namun demi efisiensi, ada berbagai kegiatan atau
kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi oleh pusat
pengembangan tanpa harus dibangun di setiap bagian wilayah
atau wilayah pelayanannya.

Pola perwilayahan di Provinsi Maluku sesuai kondisi fisik


daerahnya yang merupakan pulau-pulau, telah dilakukan
pendekatan konsep Gugus Pulau (GP) yang mana di setiap GP
ditetapkan satu pusat utama atau Pusat GP. Untuk menentukan
pusat GP digunakan beberapa pertimbangan antara lain tata
jenjang pusat pelayanan dan jangkauannya, karakteristik kota
dan wilayah sekitarnya, kebijakan yang terkait dan hasil analisis
pola perwilayahan gugus pulau yang telah dilakukan
sebelumnya. Penentuan pola perwilayahan di Provinsi Maluku
mengacu pada faktor pertimbangan di atas sehingga diperoleh
suatu pola yang optimal dan efisien, serta pemerataan dalam
pelayanan fasilitas kehidupan.

Di Provinsi Maluku telah ditetapkan 12 Gugus Pulau (GP) dimana


setiap gugus pulau tersebut memiliki wilayah pelayanannya
masing-masing sesuai dengan daya jangkau pusat-pusat gugus
dan pulau-pulau di sekitarnya, dan sesuai kriteria penetapan
Gugus Pulau tersebut di atas. Gugus Pulau tersebut adalah :

68
1. Gugus Pulau I, Pulau Buru dengan pusat pelayanan di Kota
Namlea;
2. Gugus Pulau II, Seram Barat dengan pusat pelayanan di Kota
Piru dan Kairatu;
3. Gugus Pulau III, Seram Utara dengan pusat pelayanan di Kota
Wahai;
4. Gugus Pulau IV, Seram Timur dengan pusat pelayanan di
Kota Bula;
5. Gugus Pulau V, Seram Selatan dengan pusat pelayanan di
Kota Masohi;
6. Gugus Pulau VI, Kepulauan Banda dan Teon Nila Serua
dengan pusat pelayanan di Kota Bandaneira;
7. Gugus Pulau VII, Ambon dan Pulau-Pulau Lease dengan
pusat pelayanan di Kota Ambon;
8. Gugus Pulau VIII, Kepulauan Kei dengan pusat pelayanan
Kota Tual;
9. Gugus Pulau IX, Kepulauan Aru dengan pusat pelayanan Kota
Dobo;
10. Gugus Pulau X, Pulau Tanimbar dengan pusat pelayanan
Kota Saumlaki;
11. Gugus Pulau XI, Kepulauan Babar dengan pusat pelayanan
Kota Tepa;
12. Gugus Pulau XII, Kepulauan Pulau-pulau Terselatan dan
Wetar dengan pusat pelayanan Kota Serwaru.

Untuk WS Kepulauan Yamdena-Wetar terdapat 3 gugus pulau


yaitu gugus pulau X, XI, dan XII. Pulau Wetar, Pulau Kisar,
Pulau Moa, Pulau Yamdena, dan Pulau Leti di dalam WS
Kepulauan Yamdena-Wetar dipilih sebagai pulau utama pokok
bahasan dikarenakan luasan pulau, jumlah kepadatan penduduk
yang besar, permasalahan sumber daya air yang urgent, dan
merupakan wilayah pusat perekonomian. Berikut ini adalah
profil pulau-pulau utama seperti pada Tabel 2.7 berikut ini.

69
Tabel 2.7 Profil Pulau-Pulau Utama
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Luas Jumlah Kebutuhan Ketersediaan
No Nama Pulau Utama Wilayah Penduduk Air Air Terpasang
(Km2) (Jiwa) (m3/detik) (m3/detik)
1 Pulau Wetar 2.624,55 7.937 0,0098 0,0079
2 Pulau Kisar 276,67 15.296 0,0377 0,0268
3 Pulau Moa 460,49 9.640 0,0211 0,0128
4 Pulau Yamdena 765,88 53.144 0,7462 0,6980
5 Pulau Leti 92,35 8.120 0,1181 0,0766
6 Pulau-Pulau Lain 4.675,80 248.141 0,4591 0,2579

Jumlah 8.895,74 342.278 1,3920 1,08


Sumber : Hasil Analisis, 2013

Untuk memantapkan sistem kota-kota di Provinsi Maluku sesuai


dengan masing-masing orde/hierarki yang direncanakan dalam
kurun waktu 20 tahun yang akan datang, maka perlu rencana
fungsi untuk masing-masing kota yang berada di Provinsi
Maluku sampai dengan akhir tahun perencanaan (Tahun 2027)
yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.
Tabel 2.8 Rencana Fungsi Pusat Permukiman di Provinsi Maluku

Skala Pelayanan
Gugus Pusat
No. Hierarki A B C D E F G H I
Pulau Permukiman
Fungsi Kewenangan

1. PKN/Orde I 7 Ambon Nasional Nasional X X X X X X X X


2. PKW/Orde II 1 Namlea Regional Provinsi X X X X X X X
3. PKW/Orde II 2 Kairatu Sub Regional Kabupaten X X X
4. PKW/Orde II 3 Wahai Sub Regional Kabupaten X X X X
5. PKW/Orde II 4 Werinama Sub Regional Kabupaten X X X
6. PKW/Orde II 4 Bula Sub Regional Kabupaten X X X X X
7. PKW/Orde II 5 Masohi Regional Provinsi X X X X X
8. PKW/Orde II 8 Tual Nasional Provinsi X X X X X X X
9. PKSN 9 Dobo Regional Provinsi X X X X X X
10. PKSN 10 Saumlaki Nasional Nasional X X X X X X X X
11. PKSN 12 Ilwaki Nasional Nasional X X X X X X X
12. PKSP 2 Piru (Dataran Regional Provinsi
X X X X X
Honipopu)
13. PKSP 4 Hunimoa Regional Provinsi X X
14. PKSP 6 Banda Naira Nasional Nasional X X X X X
15. PKSP 9 Benjina Nasional Nasional X X X X X
16. PKSP 11 Tepa Sub Regional Kabupaten X X X X
17. PKSP 12 Serwaru Sub Regional Kabupaten X X X X
18. PKL / Orde III 1 Namrole Regional Kabupaten X X X X
19. PKL / Orde III 1 Leksula Lokal Kecamatan X X X
20. PKL / Orde III 1 Teluk Bara Regional Kabupaten X X X X

70
Skala Pelayanan
Gugus Pusat
No. Hierarki A B C D E F G H I
Pulau Permukiman
Fungsi Kewenangan
21. PKL / Orde III 1 Elfule Sub Regional Kabupaten X X X X
22. PKL / Orde III 1 Waenetat Sub Regional Kabupaten X X X
23. PKL / Orde III 4 Kataloka Lokal Kecamatan X X X
24. PKL / Orde III 5 Amahai Lokal Kecamatan X X X
25. PKL / Orde III 5 Tehoru Lokal Kecamatan X X X
26. PKL / Orde III 7 Saparua Lokal Kecamatan X X X
27. PKL / Orde III 7 Tulehu Lokal Kecamatan X X X X
28. PKL / Orde III 9 Jerol Regional Kabupaten X X X X
29. PKL / Orde III 10 Larat Lokal Kecamatan X X X X
30. PKL / Orde III 11 Lelang Lokal Kecamatan X X X
31. PKL / Orde III 12 Wonreli Regional Kabupaten X X X X X
Sumber : RTRW Provinsi Maluku Tahun 2007 – 2027
Keterangan :
A. Pusat administrasi provinsi
B. Pusat administrasi kabupaten/kota
C. Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran
D. Pusat perhubungan dan komunikasi
E. Pusat produksi pengolahan
F. Pusat pelayanan sosial (kesehatan, pendidikan, dan lain-lain)
G. Pusat pendidikan tinggi
H. Pusat kegiatan pariwisata
I. Pusat pertahanan dan keamanan

Pembagian wilayah pengembangan Provinsi Maluku dalam


konsep gugus pulau dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini.

71
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027 (Gugus Pulau WS Kepulauan Yamdena-Wetar = X, XI, XII)

Gambar 2.7 Peta Wilayah Pengembangan (Gugus Pulau) di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

72
Rencana sistem perwilayahan pengembangan di Kabupaten
Maluku Barat Daya disesuaikan dengan kondisi fisik daerahnya
yang merupakan “wilayah kepulauan”, yang telah dilakukan
pendekatan konsep WP Gugus Pulau (GP) yang mana di setiap
WP Gugus Pulau ditetapkan satu pusat utama atau Pusat WP
Gugus Pulau. Untuk menentukan pusat WP Gugus Pulau
digunakan beberapa pertimbangan antara lain tata jenjang pusat
pelayanan dan jangkauannya, karakteristik kota dan wilayah
sekitarnya, kebijakan yang terkait dan hasil kajian pola
perwilayahan gugus pulau yang telah dilakukan sebelumnya.
Penentuan pola perwilayahan tersebut diharapkan dapat dipero-
leh suatu pola yang optimal dan efisien, serta pemerataan dalam
pelayanan fasilitas kehidupan. Rencana sistem perwilayahan
pengembangan di Kabupaten Maluku Barat Daya ini, dituangkan
dalam perwilayahan gugus pulau sebagai berikut:
1. WP Gugus Pulau I : dengan pusat di Kota Wonrelli, dengan
jangkauan pelayanan, meliputi Kecamatan Pulau-pulau Terse-
latan, Kecamatan Wetar, dan Kecamatan Damer.

2. WP Gugus Pulau II : dengan pusat di Kota Tiakur dengan


jangkauan pelayanan, meliputi Kecamatan Leti dan Keca-
matan Moa Lakor.

3. WP Gugus Pulau III : dengan pusat di Kota Tepa dengan


jangkauan pelayanan, meliputi Kecamatan Pulau-pulau
Babar, Kecamatan Babar timur, dan Kecamatan Mdona Hiera.

Pengembangan masing-masing WP Gugus Pulau ini dilakukan


untuk membentuk pola pelayanan antar kawasan yang efektif
dan efisien. Untuk lebih jelasnya pengembangan WP Gugus
Pulau di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya diilustrasikan
pada Tabel 2.9 dan Gambar 2.8 berikut ini.

73
Tabel 2.9 Rencana Struktur Pelayanan
Kabupaten Maluku Barat Daya
Wilayah Rencana Pengembangan
No Fungsi Skala
Pengembangan Infrastruktur
1 WP Gugus Pulau I  Pemerintahan Nasional, Kantor Pemerintah
Kecamatan Regional, dan Kecamatan, BLK,
 Pendidikan Kota Akademi, Pendidikan TK
 Kesehatan sampai menengah dan
 Pariwisata Perguruan Tinggi,
 Komersial/ Puskesmas, Pustu, Pasar
Perdagangan Umum, Dermaga/
 Sosial Budaya Pelabuhan, Historical
 Pertanian dan Building, Tempat
perikanan rekreasi, Dermaga/
Pelabuhan Laut/ Sungai,
 Transportasi
Regional Industri Pengolahan, Sub
Terminal agribisnis (STA),
 Industri Regional
infrastruktur kawasan
 Kawasan Lindung
Perbatasan, Hutan
 Kawasan Lindung Wetar, kawasan
Perbatasan konservasi Danau Tihu
2 WP Gugus Pulau II  Pemerintahan Regional, dan Kantor Pemda
Kabupaten Kota Kabupaten, Rumah Sakit
 Pendidikan Umum Daerah,
 Kesehatan puskesmas, pustu, Pasar
 Perdagangan dan Umum, Dermaga/
jasa Pelabuhan Laut/ Sungai,
 Sosial Budaya infrastruktur kawasan
 Transportasi Perbatasan, Kawasan
Regional Konservasi Gunung
 Kawasan Lindung Kerbau
 Kawasan
Perbatasan
3 WP Gugus Pulau III  Pemerintahan Regional, dan Kantor Pemerintahan
Kecamatan Kota Kecamatan, Pendidikan
 Pendidikan Menengah, puskesmas,
 Kesehatan pustu, Pasar Umum,
 Pertanian dan Pelabuhan, Sub Terminal
perikanan agribisnis (STA), Industri
 Perdagangan dan Pengolahan,
jasa infrastruktur kawasan
 Transportasi Perbatasan.
Regional
 Industri Regional
 Kawasan
Perbatasan
Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2010 – 2030

74
Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2010 – 2030
Gambar 2.8 Peta Gugus Pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya

75
2.3.1.5 Topografi
Kondisi topografi di WS Kepulauan Yamdena-Wetar dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 Pulau Yamdena yang berbentuk memanjang (barat laut-
tenggara) didominasi oleh topografi datar sampai berbukit
(lereng < 30%) dengan elevasi ≤ 240 m di atas muka laut. Di
bagian utara dan selatan pulau ini terdapat daerah dengan
elevasi masing-masing 115 dan 170 m, sementara di bagian
timurnya terdapat daerah dengan elevasi 204 hingga 240 m di
atas muka laut.

 Pulau Wetar yang berbentuk memanjang (barat-timur) dengan


kondisi topografi yang didominasi oleh wilayah berombak
sampai bergunung (lereng > 8%) dengan ketinggian tempat
(elevasi) < 1500 m di atas muka laut. Di bagian barat pulau
ini terdapat dua gunung dengan ketinggian masing-masing
1308 dan 1356 m, di bagian timur terdapat dua gunung
masing-masing dengan ketinggian 1.195 m dan 1.414 m, di
bagian utara terdapat satu gunung dengan ketinggian 1.253
m, dan di bagian selatan terdapat dua gunung dengan
ketinggian masing-masing 981 m dan 1.402 m di atas mula
laut.

 Pulau Babar yang berbentuk agak bulat didominasi oleh


topografi datar sampai berbukit (lereng < 30%). Di bagian
tengah pulau ini terdapat dua gunung yang masing-masing
berada di bagian selatan pulau dengan ketinggian 650 m dan
di bagian utara pulau dengan ketinggian 835 m di atas muka
laut.

 Pulau Moa yang berbentuk memanjang (barat-timur)


didominasi oleh topografi wilayah datar sampai berbukit
(lereng < 30%). Di bagian timur pulau ini terdapat gunung
Kuli (Kerbau) dengan ketinggian 225 m di atas muka laut.

 Pulau Tanimbar
Bentuk lahan di daerah kajian secara makro (makro relief)

76
dibagi atas; dataran (plain), berbukit (hilly) dan bergunung
(mountaineous), bentuk lahan dibagi menjadi datar (0% – 3%),
landai/berombak (3% - 8%), bergelombang (8% - 15%), agak
curam (15% - 30%), curam (30% - 50%) dan sangat curam
(>50%). Kondisi bentuk lahan dan kemiringan lereng serta
luasnya pada Gugus Pulau Tanimbar.

 Pulau Terselatan dan Lemola


Bentuk lahan secara makro (makro relief) terbagi atas:
dataran (plain), berbukit (hilly) dan bergunung (mountain-
neous), bentuk lahan dibagi menjadi datar (0% - 3%), landai
/berombak (3% - 8%), agak curam (15% - 30%), curam (30% -
50%) dan sangat curam (>50%).

Peta topografi WS Kepulauan Yamdena-Wetar disajikan pada


Gambar 2.9 berikut ini.

77
Sumber : Analisis GIS, 2013
Gambar 2.9 Peta Topografi WS Kepulauan Yamdena-Wetar

78
2.3.1.6 Geologi
A. Kondisi Geologi Kepulauan Tanimbar
Satuan/Formasi batuan dapat diuraikan sebagai berikut
(Sumber: Peta Geologi Lembar Kepulauan Tanimbar Maluku
Tenggara) adalah:

 Qa : Aluvium
Lumpur, pasir dan kerikil

 Qs : Formasi Saumlaki
Batu gamping koral, padat, setempat terbreksikan, bagian
bawah konglomerat dengan komponen batu gamping dan
cangkang fosil

 QTb : Formasi Batilembuti


Napal dan napal kapuran

 Tmbm: Anggota Napal, Formasi Batimafudi


Napal bersisipkan batu gamping pasiran.

 Tmb : Formasi Batimafudi


Perselingan batu gamping pasiran, napal, batupasir
gampingan.

 Tpt : Formasi Tangustabun


Perselingan antara lempung, tufa kaca, rijang, batu pasir
kuarsa dan batu gamping.

 M : Kompleks Molu
Terdiri dari batupasir kuarsa, batu gamping, napal, batu
gamping kristal, batu gamping oolit, batu gamping berfosil
spiriferina, rijang, sekis, andesit, piroksen, basal amigdal,
diorit hornblenda, trakit porfir, dan tufa.

Gerakan tektonik yang kuat yang mengakibatkan beberapa


satuan/formasi menjadi terlipat dan tersesarkan. Perlipatan
yang dapat diamati mempunyai arah hampir sejajar dengan
poros Pulau Yamdena yaitu Timur laut-Barat daya. Di pulau
Yamdena bagian Barat, perlipatan itu dapat digolongkan
terbuka, sedang di bagian Timur tertutup.

79
B. Kondisi Geologi Kepulauan Babar
Satuan/Formasi batuan dapat diuraikan sebagai berikut
(Sumber: Peta Geologi Lembar Babar Maluku Tenggara)
adalah :
 Qa : Aluvium
Kerikil, kerakal, pasir, lanau dan lumpur, mengandung
sisa tumbuhan, koral dan cangkang kerang, hasil endapan
sungai dan pantai

 Qk : Konglomerat
Konglomerat aneka bahan dengan komponen fragmen
ultrabasa, gabro, diabas, andesit, basal, batupasir kuarsit,
filit, batulempung, batu gamping malih dan batu gamping
terumbu yang direkat karbonat dan limonit, bersisipan
batupasir konglomeratan.

 Qpg : Batu gamping Koral


Batu gamping koral, bagian bawah berlapis baik dan
bagian atas pejal.

 TQp : Batupasir Kuarsa


Batupasir kuarsa dan napal pada bagian bawah satuan.

 Tmpb : Batuan Bancuh


Bancuh mengandung bongkahan asal batuan malihan
(pPs), batu gamping Permo-Trias (PTRg), serpih Jura (Js)
dan Ofiolit (Of), berasosiasi dengan poton.

 Js : Serpih
Serpih dan serpih lanauan dengan sisipan batulempung,
batulanau, batupasir dan batu gamping.

 PTRg : Batu gamping Krinoid


Batu gamping krinoid, berlapis baik, napal mengandung
fosil yang rusak dan sukar dikenali, serpih mengandung
bintal oksida besi, batupasir litik berangsur menjadi batu
gamping pasiran dan terlipat kuat

80
 pPs : Batuan Malihan
Sekis-klorit-kuarsa, sekis klorit-kuarsa-kalsit, sekis klorit
epidot, sekis klorit-biotit, amfibolit, batu gamping malih
dan filit, diduga asal sedimen klastika dan batu gamping.

 Of : Ofiolit
Serpentit, dunit, gabro, diabas dan lava basal.

Struktur geologi di daerah ini terdiri dari sesar normal dan


sungkup, lipatan, kekar, perdaunan dan diapir. Sesar
Sungkup diduga terjadi bersamaan dengan terbentuknya
bancuh. Sesar normal berarah barat-timur dan barat laut-
tenggara.

C. Kondisi Geologi Pulau Moa Dan Pulau Damer


Satuan/Formasi batuan dapat diuraikan sebagai berikut
(Sumber Peta Geologi Lembar Moa, Damar dan Bandanaira
Maluku) adalah :
 Qa : Aluvium
Pasir, kerikil dan kerakal mengandung pecahan ganggang,
coral dan moluska, endapan pantai

 Qgp : Batu gamping Koral


Batu gamping terumbu, setempat membentuk undak-
undak, sisipan tufa gampingan berbatuapung.

 Tmgp : Batu gamping Klastik


Batu gamping klastika

 TRgp : Batu gamping Berlapis


Batu gamping klastika berlapis baik.

 PTRgp : Batu gamping Merah


Batu gamping klastika, setempat bersisipan tipis serpih
dan batupasir. Satuan ini disetarakan dengan Formasi
Maubisse di Timor.

 Ps : Serpih
Serpih dengan sisipan batupasir, sebagian gampingan.

81
 Qv : Breksi Gunung api
Breksi Vulkanik bersusunan andesit sampai basal, tuf dan
bersisipan napal tufan.

 Tv : Lava
Lava bersusunan andesit sampai basal.

 pTof : Batuan Ultrabasa


Wherlit, serpentinit dan dunit. Terubah kuat.

 pPm : Batuan Malihan


Sekis bersisipan genis, filit dan batugampng malih.

 Tmpb : Satuan Bancuh


Satuan ini terdiri dari bermacam bongkah batuan beku,
batuan sedimen dan batuan malihan yang terkurung
dalam massa-dasar serpih tergerus.

Pulau-pulau Leti, Moa dan Lakor terletak pada jalur busur


luar Banda tak bergunungapi dan pulau-pulau Romang,
Damar, Teun, Nila dan Serua berada pada jalur busur dalam
Banda. Struktur geologi yang terdapat di lembar ini terdiri
dari sesar, lipatan, kekar dan perdaunan. Pada Busur dalam
Banda terjadi sesar normal dan sesar miring sedangkan pada
Busur luar Banda, sesar terdiri dari sesar mendatar mengiri
dan sesar normal. Kejadian ini menyebabkan teraktifkan
kembali struktur tua yakni dengan terjadinya pengangkatan
dan terbentuknya batuan bancuh.

D. Kondisi Geologi Pulau Wetar


Satuan/Formasi batuan dapat diuraikan sebagai berikut
(Sumber : Peta Geologi Lembar Wetar Timur, Nusa Tenggara)
adalah :

 Qal : Aluvium
Kerakal, kerikil, pasir, lanau, berupa endapan sungai dan
pantai.

 Ql : Batu gamping Koral dan breksi koral


Satuan ini tersebar di pinggir pantai Pulau Wetar.

82
 QTv : Batuan Gunung api Tua
Lava, breksi dan tuf berbatuapung.

 Tmpa: Formasi Alor


Lava dan breksi bersusunan andesit sampai basal,
bersisipan batupasir dan tuf.

 Tmn : Formasi Naumatang


Lava dasit, breksi, aglomerat bersusunan dasit, disisipi
batu pasir tufan, tuf dan batupasir gampingan.

 Tm (di,gd,gr,da) : Batuan Terobosan


Diorit (di), granodiorit (gd), granit (gr) dan dasit (da).

 Tmvs : Batuan Gunung api Riolit Sakir


Lava riolit.

 Tmt : Formasi Tihu


Breksi, lava dan tuf bersusunan andesit basal.

 Ttgd : Granodiorit Tamenang


Granodiorit bertekstur porfir.

Termasuk dalam Busur Banda Bergunungapi, akan tetapi


gunung api yang masih giat tidak dijumpai. Struktur geologi
yang terdapat di daerah ini berupa sesar dan lipatan yang
lemah. Sesar di daerah ini memiliki dua arah utama yaitu
timur laut-barat daya dan hampir timur-barat atau sejajar
pulau. Sesar-sesar tersebut berupa sesar geser sinistral dan
sesar turun.

Untuk peta formasi geologi, lingkungan pengendapan, dan


penyebaran jenis batuan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
seperti pada Gambar 2.10 sampai dengan Gambar 2.12
berikut ini.

83
Sumber : Analisis GIS, 2013
Gambar 2.10 Peta Formasi Geologi WS Kepulauan Yamdena-Wetar

84
Sumber : Analisis GIS, 2013
Gambar 2.11 Peta Lingkungan Pengendapan WS Kepulauan Yamdena-Wetar

85
Sumber : Analisis GIS, 2013
Gambar 2.12 Peta Penyebaran Jenis Batuan WS Kepulauan Yamdena-Wetar

86
2.3.1.7 Penutupan Lahan
Pemanfaatan lahan di WS Yamdena – Wetar sebagian besar
masih merupakan hutan alam, hutan lahan kering, kebun
campuran, mangrove, perkebunan, permukiman, rawa, sawah,
semak/belukar, tambak/empang, tanah terbuka, dan tegalan
/ladang sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.10 dan Gambar
2.13 berikut ini.

Tabel 2.10 Penggunaan Lahan di


WS Kepulauan Yamdena – Wetar
Luas
Penggunaan Lahan % Luas
(Km2)
Hutan Alam 3.184,52 35,80%
Hutan Lahan Kering 970,69 10,91%
Kebun Campuran 641,12 7,21%
Mangrove 362,86 4,08%
Perkebunan 104,72 1,18%
Permukiman 30,62 0,34%
Rawa 110,41 1,24%
Semak/Belukar 1.385,90 15,58%
Sungai 98,02 1,10%
Tanah Terbuka 1.428,80 16,06%
Tegalan/Ladang 578,07 6,50%
Total 8.895,74 100,00%
Sumber : Analisis GIS, 2013

87
Sumber : Sumber: RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.13 Peta Penutupan Lahan WS Kepulauan Yamdena-Wetar

88
2.3.1.8 Perubahan Penutupan Lahan
Penutupan lahan di WS Kepulauan Yamdena–Wetar yang berupa
hutan alam, hutan lahan kering, kebun campuran, mangrove,
perke-bunan, permukiman, rawa, sawah, semak/belukar,
tambak/empang, tanah terbuka, dan tegalan/ladang pada
rentang waktu tahun 2007 hingga tahun 2012 sebagian
mengalami perubahan luas seperti pada Tabel 2.11 dan Gambar
2.14 berikut ini.
Tabel 2.11 Tutupan Lahan Pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar
2007 2012
Luas %
Penutupan Luas % Penutupan % Perubahan
Tahun
Lahan Tahun 2007 Luas Lahan Luas
2010
Hutan Alam 3.184,52 35,80% Hutan Alam 3.184,52 35,80% 0,00
Hutan Lahan Kering 970,69 10,91% Hutan Lahan Kering 970,69 10,91% 0,00
Kebun Campuran 641,12 7,21% Kebun Campuran 641,12 7,21% 0,00
Mangrove 363,82 4,09% Mangrove 362,86 4,08% -0,26
Perkebunan 104,72 1,18% Perkebunan 104,72 1,18% 0,00
Permukiman 26,05 0,29% Permukiman 30,62 0,34% 17,54
Rawa 110,41 1,24% Rawa 110,41 1,24% 0,00
Semak/Belukar 1.385,90 15,58% Semak/Belukar 1.385,90 15,58% 0,00
Sungai 98,26 1,10% Sungai 98,02 1,10% -0,24
Tanah Terbuka 1.432,18 16,10% Tanah Terbuka 1.428,80 16,06% -0,24
Tegalan/Ladang 578,07 6,50% Tegalan/Ladang 578,07 6,50% 0,00
Total 8.895,74 100,00% Total 8.895,74 100,00%
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2007-2012


didiWilayah Sungai Yamdena-Wetar
WS Kepulauan Yamdena-Wetar
3.184,52
3.184,52

4.000,00
1.432,18
1.428,80
1.385,90
1.385,90
Luas (Km2)

3.000,00
970,69
970,69

641,12
641,12

2.000,00
578,07
578,07
363,82
362,86

110,41
110,41
104,72
104,72

98,02
98,26
30,62
26,05

1.000,00

0,00

Penggunaan Lahan
LUAS TAHUN 2007 LUAS TAHUN 2010

Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013


Gambar 2.14 Grafik Perubahan Penutupan Lahan WS Kepulauan
Yamdena-Wetar

89
2.3.1.9 Pola Ruang
Tata ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
didefinisikan sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.

Mengacu pada definisi tata ruang maka ”tata ruang air” dapat
didefinisikan sebagai wujud struktur ruang air dan pola ruang
air. Struktur ruang air adalah susunan pusat-pusat sumber daya
air dan sistem infrastruktur keairan yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang air adalah
distribusi peruntukan ruang air dalam suatu wilayah. Untuk air
permukaan, wilayah bisa sistem fluvial (jaringan sungai dan DAS)
dan daerah Non-CAT, untuk air tanah berupa CAT dan untuk air
secara keseluruhan berupa wilayah sungai. Peruntukan ruang
dibagi dua yaitu untuk fungsi lindung sumber daya air (daerah
konservasi) dan untuk fungsi budi daya sumber daya air
(pendayagunaan sumber daya air).

Dalam rencana pola ruang, beberapa hal yang perlu


diperhatikan, antara lain: CAT, wilayah sungai, DAS, kawasan
lindung, kawasan budi daya, kawasan-kawasan kritis yang
dikaitkan dengan batas-batas administrasi (provinsi, kabupaten
/kota). Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan
keterkaitan antar-wilayah sebagai wujud keterpaduan dan sinergi
antar-wilayah yaitu wilayah nasional, wilayah provinsi, dan
wilayah kabupaten/kota, keterkaitan antar-fungsi kawasan
wujud keterpaduan dan sinergi antar-kawasan, antara lain
meliputi keterkaitan antara-kawasan lindung dan kawasan budi
daya, dan keterkaitan antar-kegiatan kawasan merupakan wujud

90
keterpaduan dan sinergi antarkawasan antara lain meliputi
keterkaitan antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Berikut ini pada Tabel 2.12 rencana pola ruang dan Gambar 2.15
peta pola ruang WS Kepulauan Yamdena-Wetar yang mengacu
pada Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun
2007 – 2027.

Tabel 2.12 Rencana Pola Ruang WS Kepulauan Yamdena-Wetar


Luas Persentase
No Rencana Pola Ruang
(Km2) Luas (%)
1 Areal Penggunaan Lahan 387,73 4%
2 Budidaya Hutan 148,61 2%
3 Cagar Alam 4,76 0%
4 Hutan Bakau 203,32 2%
5 Hutan Lindung 491,14 6%
6 Hutan Produksi 701,88 8%
7 Hutan Produksi Konservasi 1.034,39 12%
8 Hutan Produksi Terbatas 748,98 8%
9 Hutan Produksi Tetap 897,75 10%
10 Hutan Produksi yang dapat Dikonservasi 966,40 11%
11 Hutan Suaka Alam 68,17 1%
12 Hutan Suaka Margasatwa 802,64 9%
13 Kawasan Budidaya Hutan 20,09 0%
14 Kawasan Konservasi 675,95 8%
15 Padang Pengembalaan Hutan 473,28 5%
16 Padi 3,71 0%
17 Perkebunan 881,75 10%
18 Permukiman 4,91 0%
19 Pertanian Lahan Kering 370,66 4%
20 Tambak 6,77 0%
21 Tanaman Campuran 2,85 0%
Luas Lahan 8.895,74 100%
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013

91
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.15 Peta Rencana Pola Ruang WS Kepulauan Yamdena-Wetar

92
2.3.1.10 Bencana
WS Kepulauan Yamdena-Wetar secara geografis terletak di laut
Banda, dengan kondisi geologi dan geosikanya sangat
dipengaruhi oleh pola tektonik wilayah Indonesia bagian timur.
Kondisi tektonik wilayah tersebut berada di atas 3 lempeng
dunia, sehingga mengakibatkan terbentuknya tatanan geologi
yang rumit. Wilayah ini sebagian merupakan bagian dari lempeng
Eurasia, yang bergerak relatif ke arah tenggara berinteraksi
dengan lempeng India-Australia yang bergerak relatif ke arah
utara dan lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke barat.

WS Kepulauan Yamdena-Wetar dibagi ke dalam tiga kelas


morfologi, yaitu kelas lereng 0% – 8% (dataran) sampai
berombak, kelas lereng 8% – 30% (perbukitan bergelombang),
dan kelas lereng > 30% (perbukitan curam). Gempa bumi sangat
sering terjadi di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, pada
Tabel 2.13 di bawah ini terekam kejadian gempa pada periode
Januari-Agustus 2008.
Tabel 2.13 Episenter Gempa Bumi di Sekitar Saumlaki
Periode Januari-Agustus 2008
Tanggal Lokasi Magnitude Kedalaman Wilayah

28-Aug-08 7,55 LS – 128,66 BT 5,1 SR 76 Km 299 km Barat Laut Saumlaki


12-Aug-08 722 LS – 130,25 BT 5,2 SR 163 Km 145 km Barat Laut Saumlaki
05-Aug-08 6,00 LS – 130,36 BT 6,9 SR 171 Km 243 km Barat Laut Saumlaki
07-Jul-08 6,96 LS – 129,68 BT 5,4 SR 124 Km 214 km Barat Laut Saumlaki
03-Jul-08 6,39 LS – 131,17 BT 5,3 SR 110 Km 176 km Barat Laut Saumlaki
30-Jun-08 6,85 LS – 130,76 BT 5,2 SR 69 Km 139 km Barat Laut Saumlaki
26-Jun-08 7,03 LS – 131,02 BT 5,6 SR 69 Km 109 km Barat Laut Saumlaki
19-Jun-08 7,35 LS – 130,87 BT 5,6 SR 30 km 85 km Barat Laut Saumlaki
30-Jun-08 6,85 LS - 130,76 BT 5,2 SR 69 km 139 km Barat Laut Saumlaki
7-Jun-08 6,29 LS – 130,39 BT 5,3 SR 134 km 213 km Barat Laut Saumlaki
29-Mar-08 6,94 LS – 130,29 BT 5,3 SR 10 km 161 km Barat Laut Saumlaki
16-Mar-08 6,39 LS – 130,47 BT 5,5 SR 110 km 199 km Barat Laut Saumlaki
13-Feb-08 6,27 LS – 130,37 BT 5,1 SR 75 km 216 km Barat Laut Saumlaki
31-Jan-08 6,19 LS – 129,96 BT 5,9 SR 10 km 248 km Barat Laut Saumlaki
31-Jan-08 6,27 LS – 130,27 BT 5,1 SR 75 km 216 km Barat Laut Saumlaki
Sumber : BPBD Provinsi Maluku, 2009

93
Potensi bencana yang terjadi di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
adalah sebagai berikut:

 Banjir terjadi di sebagian wilayah dataran rendah.

 Kemudian disusul dengan tanah longsor di wilayah morfologi


berbukit, tanah longsor yang terjadi sampai saat ini belum
menimbulkan kerugian yang cukup signifikan, ini karena
lokasi tanah longsor terdapat di wilayah perbukitan yang
cukup terjal dan merupakan hutan lindung.

 Gempa bumi dan tsunami. Untuk peta sumber gempa bawah


laut yang berpotensi tsunami di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar disajikan pada Gambar 2.16

94
Ket : titik-titik merah menunjukan tahun dan tinggi run-up
Sumber : Hamzah Latief, 2002
Gambar 2.16 Peta Sumber Gempa Bawah Laut yang Berpotensi Tsunami di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

95
2.3.2 Data Sumber Daya Air
2.3.2.1 Air Permukaan
Ketersediaan air permukaan tidak hanya pada sungai, danau,
waduk, rawa dan lain-lain, tetapi juga pada lapisan vadose zone
yaitu daerah antara permukaan sampai muka air tanah bebas
(unconfined aquifer). Proses masuknya air hujan ke dalam tanah
adalah melalui infiltrasi menjadi soil water di vadoze
zone/unsaturated zone (Hunt, 1984). Pada saat kandungan air di
unsaturated zone maksimal (mencapai field capacity), maka
secara gravitasi air akan mengalami perkolasi menuju ke
saturated zone yang kemudian disebut air tanah (groundwater)
dan sebagian menjadi aliran antara/interflow (US. Department of
Interior, 1979).

Sumber daya air permukaan yang berasal dari sungai di WS


Kepulauan Yamdena-Wetar merupakan sungai yang tidak pernah
kering. Hal ini bisa dilihat pada musim kemarau, air tetap
mengalir walaupun debitnya kecil. Sungai-sungai tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Pulau Yamdena meliputi Sungai Maktian, Sungai Selwasan,


Sungai Wetar, Sungai Latdalam, Sungai Tamrian, Sungai
Batmafuti, Sungai Lakalway, Sungai Wesor, Sungai Sinmai,
Sungai Kamlili, Sungai Aruibab, dan Sungai Aruidas.

2. Pulau Moa meliputi Sungai Wemusiu dan Sungai Sahlan.

3. Pulau Babar meliputi Sungai Wasliata, Sungai Tepa 1, Sungai


Tepa 2, Sungai Tutuwawang, Sungai Yaltubung, Sungai Air
Besar, Sungai Imroing, Sungai Ahanari, Sungai Tutuwawang,
Sungai Yaltubung, dan Sungai Iliara.

4. Pulau Wetar meliputi Sungai Sabu, Sungai Linwau, Sungai


Arnau, Sungai Noumatang, Sungai Ilputih, Sungai Masapun,
Sungai Karabubu, Sungai Tomiyafat, dan Sungai Ilwaki.

5. Pulau Leti meliputi Sungai Tomra dan Sungai Batumeyau

96
2.3.2.2 Klimatologi
Kondisi iklim WS Kepulauan Yamdena-Wetar secara umum
hampir sama dengan kondisi iklim di daerah Maluku lainnya. Di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang terbagi dalam 3 gugus
pulau ternyata juga memiliki kondisi iklim yang hampir sama
pada setiap gugus pulau, seperti curah hujan iklim wilayah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi angin musim yang bergerak dari dan ke arah ekuator.
Selama periode April – September sirkulasi udara di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar didominasi oleh angin pasat tenggara
atau angin timuran (easterly wind) dari Australia yang dingin dan
relatif kering sehingga kurang mendatangkan hujan terutama
pada bulan Juli, Agustus, dan September.

Selama periode Oktober – Maret, angin pasat timur laut dari


lautan Pasifik dan Asia yang lembab dan panas bertiup secara
dominan dan konvergen menuju ekuator dan akan berubah arah
menjadi barat laut atau angin baratan (westerly wind) menuju
bagian selatan ekuator, diantaranya akan melewati laut Banda
yang cukup luas. Dalam perjalanannya, angin tersebut banyak
mengandung uap air yang akan tercurah sebagai hujan di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar. Selama periode ini umumnya curah
hujan cukup tinggi terutama pada bulan Desember, Januari,
Februari dan Maret. Secara klimatologis, pola iklim di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar adalah pola ekuatorial yang dicirikan
oleh bentuk pola hujan yang bersifat bimodal (dua puncak hujan)
yaitu pada bulan Desember/Januari dan April/Mei.

Berdasarkan data curah hujan di beberapa lokasi di WS


Kepulauan Yamdena-Wetar, maka dapat dikenali daerah kering
dan basah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air
yang penting untuk pembangunan pertanian. Kondisi data
historis curah hujan menunjukkan bahwa wilayah Pulau Wetar
bagian Selatan, Pulau Kisar, dan Kepulauan Lemola merupakan
daerah terkering dengan curah hujan tahunan rata-rata < 1.500
mm. Daerah kering berikutnya adalah Kepulauan Babar, Pulau

97
Selaru, dan Kepulauan Tanimbar dengan curah hujan rata-rata
tahunan antara 1.500 – 2.000 mm. Sebaliknya, daerah cukup
basah di WS Kepulauan Yamdena-Wetar antara lain Pulau
Romang, sebagian Pulau Wetar bagian Utara dan Pulau Damer,
dengan curah hujan rata-rata tahunan > 2.000 mm. Kondisi
curah hujan rata-rata bulanan berbeda menurut data
pengamatan di beberapa stasiun hujan yang ada di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar. Curah hujan rata-rata bulanan
beberapa lokasi stasiun hujan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
disajikan pada Gambar 2.17 berikut ini.

Sumber : BMKG Provinsi Maluku, 2012


Gambar 2.17 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Beberapa Lokasi
Stasiun Hujan Di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

Pengaruh anomali iklim El Nino (kekeringan) tidak begitu kuat


pada wilayah yang dipengaruhi oleh sistem ekuatorial tersebut.
Walaupun pengaruhnya relatif tidak terlalu kuat, namun untuk
WS Kepulauan Yamdena-Wetar yang terdiri dari gugusan pulau-
pulau kecil ini memiliki sensifitas yang tinggi dan daya adaptasi
yang rendah sehingga sangat rentan terhadap dampak yang
ditimbulkan akibat berbagai perubahan seperti kejadian iklim
ekstrim El Nino tersebut maupun La Nina serta kenaikan
permukaan laut akibat pemanasan global.

Distribusi curah hujan bulanan di WS Kepulauan Yamdena-


Wetar dapat dikatakan seragam, namun jumlahnya berbeda-beda

98
antar lokasi/pulau dengan kisaran jumlah curah hujan tahunan
mulai dari yang paling rendah 985 mm di Stasiun Ilwaki Wetar
hingga tertinggi 2.450 mm di Stasiun Hila-Romang.

Secara umum, musim hujan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar


berlangsung selama 6 bulan (bulan Desember sampai dengan
bulan Mei) dan musim kemarau berlangsung selama 6 bulan
(Bulan Juni sampai dengan Bulan Nopember). Pembatasan
antara musim hujan dan musim kemarau tersebut berdasarkan
jumlah dan distribusinya adalah berbeda-beda antar
lokasi/pulau. Antara Bulan Maret sampai dengan April
merupakan masa pancaroba (peralihan musim) dari musim barat
ke musim timur, dan antara September sampai dengan Oktober
merupakan masa pancaroba dari musim timur ke musim barat.

Di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang terbagi dalam 1


gugus pulau ternyata juga memiliki kondisi iklim yang hampir
sama pada setiap gugus pulau, seperti curah hujan, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

a. Gugus Pulau Tanimbar


Berdasarkan peta Zona Agroklimat Provinsi Maluku (LTA – 72,
1986) dan klasifikasi iklim Oldeman (1980), GP Tanimbar
termasuk dalam 3 zona agroklimat, yaitu :
 Zone II.3 : curah hujan tahunan 1500 – 1800 mm,
tercakup di dalam zona D3 (5-6 bulan basah, 4-6 bulan
kering) menurut Oldeman, termasuk Pulau Tanibar dan
pulau-pula bagian timur.

 Zona II.4 : curah hujan tahunan 1800 – 2100 mm,


tercakup di dalam zona C3 (5-6 bulan basah, 4-6 bulan
kering) menurut Oldeman, termasuk Pulau Tanimbar dan
pulau-pulau bagian timur.

 Zona IV.1 : Curah hujan tahunan 3000 – 4000 mm


tercakup di dalamnya zona A2 (> 9 bulan basah, < 2 bulan
kering) menurut Oldeman.

99
b. Gugus Pulau Babar
Berdasarkan peta Zone Agroklimat Provinsi Maluku (LTA-72,
1986) dan klasifikasi iklim Oldeman (1980, Gugus Pulau
Babar hanya meliputi Kepulauan Pulau-Pulau Babar
(Kepulauan Babar dan Pulau Semata) termasuk dalam 2 zone
agroklimat yaitu :
 Zone II.3 : Curah hujan tahunan 1500 – 1800 mm,
tercakup di dalamnya zone D3 (5-6 bulan basah, 5-6 bulan
kering) menurut Oldeman
 Zone IV.1 : Curah hujan tahunan 3000 – 4000 mm,
tercakup di dalamnya zone A2 (>9 bulan basah, < 2 bulan
kering ) menurut Oldeman.

c. Gugus Pulau Lemola dan Terselatan


Berdasarkan peta Zone Agroklimat Provinsi Maluku (LTA-72,
1986) dan klasifikasi iklim Oldeman (1980), Pulau Terselatan
Dan Lemola (Pulau Damar, Romang, Leti, Moa, Lakor, Kisar
dan Wetar) termasuk dalam 4 Zone agroklimat yaitu :
 Zone II.1 : Curah hujan tahunan 900-1200 mm, tercakup
did alamnya zone E4 (<3 bulan basah dan > 6 bulan
kering) menurut Oldeman, berlaku bagi Pulau Kisar dan
Pulau Wetar.
 Zone II.2 : Curah hujan tahunan 1200 – 1500 mm,
tercakup di dalamnya zone E3 (< 3 bulan basah, 4-6 bulan
kering) menurut Oldeman, berlaku bagi Kecamatan
Lemola.
 Zone III.1 : Curah hujan tahunan 2000 – 2500 mm,
tercakup di dalamnya zone C2 (5-6 bulan basah, 2-3 bulan
kering) menurut Oldeman, hanya berlaku bagi Pulau
Romang dan Pulau Damar.
 Zone IV.1 : Curah hujan tahunan 3000 – 4000 mm,
tercakup di dalamnya zone A2 (>9 bulan basah, < 2 bulan
kering) menurut Oldeman.

Peta curah hujan WS Kepulauan Yamdena-Wetar disajikan pada


Gambar 2.18 berikut ini.

100
Sumber : BMKG Provinsi Maluku, 2012
Gambar 2.18 Peta Curah Hujan WS Kepulauan Yamdena-Wetar

101
2.3.2.3 Cekungan Air Tanah (CAT)
Pengisian air tanah (groundwater recharge) terbagi menjadi
groundwater recharge alami dan groundwater recharge buatan.
Proses groundwater recharge alami diawali dengan proses
infiltrasi, dimana infiltrasi adalah proses pergerakan air
menembus ke dalam permukaan tanah dan melalui lapisan
aerasi. Pergerakan selanjutnya adalah perkolasi dimana air
bergerak secara gravitasi menuju lapisan jenuh. Sebagian besar
air tanah didapat dari air hujan, sehingga terjadinya infiltrasi dan
perkolasi sampai ke muka air tanah. Meski demikian, tidak
seluruh air hujan yang sampai ke bumi terinfiltrasi ke dalam
tanah sebagian terintersepsi oleh permukaan tanaman
/dedaunan dan tidak pernah sampai ke tanah, sebagian yang
lain yang hilang adalah karena proses evapotranspirasi.

Saat terjadi proses infiltrasi, air akan mengisi pori-pori tanah. Air
akan menggantikan udara yang mengisi pori dalam tanah
sehingga muka air tanah akan naik. Pergerakan air pada proses
infiltrasi adalah fungsi dari ketebalan dari lapisan tanah tidak
jenuh dan konduktivitas hidrolik vertikal yang tidak jenuh.
Keberadaan impermeabel lapisan tanah, seperti lanau atau
lempung dapat memperlambat proses pengisian air/recharge,
walaupun lapisan tanah tipis. Sedangkan durasi untuk daerah
yang lembab untuk tanah kasar dimana muka air tanah dekat
dengan permukaan hanya membutuhkan waktu beberapa jam.
Pada lahan kering, dengan jarang recharge dan kedalaman muka
air tanah sangat jauh dari permukaan, air akan membutuhkan
beberapa tahun untuk mencapai lapisan tidak jenuh (Fetter,
1994). Kecepatan recharge muka air tanah sangat bervariasi,
tergantung dari banyak hal, seperti ketebalan lapisan tidak
jenuh. Saat lapisan tidak jenuh tidak begitu tebal, recharge dapat
lebih cepat sampai muka air tanah. Umumnya tebal tipisnya
lapisan tidak jenuh tergantung dari topografi, semakin rendah
topografi, semakin tipis lapisan tidak jenuhnya, contohnya pada
daerah dekat danau, pantai, atau di dataran rendah.

102
Untuk menambah keberadaan alamiah air tanah, manusia
mencoba untuk mengisi kolam tampungan air tanah secara
buatan. Recharge buatan ini didefinisikan sebagai penambahan
jumlah/besarnya infiltrasi dari presipitasi atau masuknya air di
permukaan ke dalam tanah baik dengan menggunakan alat,
memperbesar luas penyebaran air, atau secara buatan mengubah
keadaan alami. Banyak metode telah dikembangkan, termasuk
penyebaran air, pengisian melalui lubang, penggalian, sumur,
atau pemompaan dari air permukaan ke dalam tanah. Pemilihan
metode sangat dipengaruhi oleh hal-hal seperti: topografi lokal,
geologi, dan kondisi tanah, jumlah air untuk pengisian, dan dan
pemakaian air. Pada kondisi spesial, nilai lahan, kualitas air,
atau iklim adalah faktor yang penting (Todd, 1959).

Ketersediaan air bagi pemenuhan berbagai kebutuhan, pada


prinsipnya dapat bersumber diri dari 3 (tiga) jenis, yaitu hujan,
air permukaan, dan air tanah. Berikut ini adalah CAT yang ada
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti yang tersaji pada Tabel
2.14 dan Gambar 2.19, untuk peta kedalaman CAT WS
Kepulauan Yamdena-Wetar dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Tabel 2.14 CAT di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

Jumlah Air Tanah


No Luas (juta m3/tahun) Kategori
Nama CAT Provinsi
CAT (Km2) Bebas Tertekan CAT
(Q1) (Q2)
368 Moa 319 Maluku 112 - DK
369 Lakor 113 Maluku 39 - DK
370 Wetan 38 Maluku 17 - DK
371 Emraing 53 Maluku 24 - DK
372 Tela 31 Maluku 14 - DK
373 Tutuwawang 300 Maluku 135 - DK
374 Wuru 50 Maluku 18 - DK
375 Wiliaru 53 Maluku 19 - DK
376 Watidal 169 Maluku 5 - DK
377 Seira 44 Maluku 15 - DK
378 Selaru 66 Maluku 23 - DK
379 Saumlaki 131 Maluku 46 - DK

103
Jumlah Air Tanah
No Luas (juta m3/tahun) Kategori
Nama CAT Provinsi
CAT (Km2) Bebas Tertekan CAT
(Q1) (Q2)
380 Larat 66 Maluku 23 - DK
381 Maysela 50 Maluku 18 - DK
Nb : DK = Dalam Kabupaten
Sumber : Keputusan Presiden No 26 Tahun 2011

104
Sumber : Keputusan Presiden No 26 Tahun 2011
Gambar 2.19 Peta CAT WS Kepulauan Yamdena-Wetar

105
Sumber : Keputusan Presiden No 26 Tahun 2011
Gambar 2.20 Peta Kedalaman CAT di Provinsi Maluku

106
2.3.2.4 Kawasan Hutan
Luas kawasan hutan di Provinsi Maluku berdasarkan Paduserasi
Tata Guna Hutan Kesepakatan dengan Rencana Ruang Wilayah
Provinsi yang selanjutnya menjadi Tata Guna Hutan (Tata Ruang
Provinsi) adalah seluas 4.378.890 ha, yang terdiri dari hutan
konservasi 406.569 ha, hutan lindung 618.744 ha, hutan
produksi terbatas 926.533 ha, hutan produksi tetap 667.513 ha
dan produksi yang dapat dikonversi 1.783.031 ha. Sedangkan
areal penggunaan lain seluas 1.025.160 ha. Rincian kawasan
hutan menurut kabupaten/kota di Provinsi Maluku diperlihatkan
pada Tabel 2.15.

Dengan luasan hutan jumlah yang cukup besar maka sub-sektor


kehutanan merupakan potensi bagi Provinsi Maluku. Namun
demikian, pemanfaatan harus dilakukan secara berkelanjutan
tanpa merusak lingkungan dengan peraturan yang ketat.
Pemanfaatan hutan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di
Provinsi Maluku pada tahun 2012 adalah seluas 1.018.365 ha.
Kawasan hutan di Provinsi Maluku dapat dilihat pada Peta
Kawasan Hutan di Provinsi Maluku, Gambar 2.21.

107
Tabel 2.15 Rincian Kawasan Hutan
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Maluku
Hutan Hutan Hutan
Hutan
Kabupaten / Hutan Lindung Produksi Produksi Produksi
Luas Hutan Konservasi Keterangan
Kota Terbatas Tetap Konversi
(HL)
(HK) (HPK)
(HPT) (HP)
Maluku Tenggara 876.068 45.442 123.838 98.290 196.682 411.816 Luas Daratan =
Barat dan Maluku 5.415.800 Ha
Barat Daya
KBNK/APL =
Maluku Tenggara 82.990 15.419 15.042 2.973 3.796 45.760
1.025.160 Ha
dan Kota Tual

Kepulauan Aru 810.142 5.853 72.328 - 174.469 557.492


Maluku Tengah 752.620 157.408 157.940 219.799 33.026 184.447
Seram Bagian 440.310 108.258 30.871 123.936 10.465 166.780
Barat
Seram Bagian 575.927 98.019 - 271.642 46.161 160.105
Timur
Buru dan Buru 840.833 176.595 6.550 209.893 202.914 244.881
Selatan
Ambon - 11.750 - - - 11.750

Maluku 4.378.890 618.744 406.569 926.533 667.513 1.783.031


Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, 2013

108
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027
Gambar 2.21 Peta Kawasan Hutan di Provinsi Maluku

109
2.3.2.5 Oseanografi
Pola arus perairan Maluku dipengaruhi oleh pasang surut
dimana kecepatan arus di daerah pesisir rata-rata pada waktu
surut sebesar 7 – 8 cm/detik dan waktu pasang 11 cm/detik.
Laut Maluku menerima pasang surut berasal dari Samudera
Pasifik yang merambat melalui laut dalam sehingga tipe pasang
surutnya cenderung mengikuti keadaan di daerah tersebut yang
secara umum bertipe campuran dominasi ganda.

Pada siang hari arus pasang surut di Maluku sangat bervariasi,


sedangkan arus lokal ke arah selatan sampai Barat. Angin dan
arus terlihat relatif tidak berkorelasi sehingga dapat disimpulkan
bahwa arus pada saat tersebut lebih dominan disebabkan oleh
tenaga pasang surut.

Suhu air laut Maluku antara 28OC – 31OC dengan variasi


tahunan sebesar 20OC dan derajat suhu yang lebih tinggi terjadi
di laut Banda, Arafura, Timor dan Selatan Jawa yang dapat
mencapai 40OC. Selama musim barat lapisan homogen mencapai
kedalaman 100 meter dengan suhu berkisar antara 27OC – 28 OC.
Semakin dalam laut suhu air laut dapat mencapai 21OC – 20 OC
dan pada kedalaman 260 meter suhu air laut mencapai 12OC.
Pada bulan Mei suhu di sekitar perairan Maluku dapat mencapai
titik terendah dengan batas terendah yang mencapai sekitar
25,5OC.

Salinitas di perairan Maluku secara umum berkisar antara 32,5 –


33,5 promil dengan variasi tahunan salinitas sekitar 2 promil.
Sedangkan di perairan Maluku Selatan kondisi salinitas berkisar
antara 25 – 30 promil yang banyak dipengaruhi oleh masukan air
tawar dan pada saat surut salinitas mencapai 35 promil. Nilai pH
perairan Maluku berkisar antara 6 – 7. Pada garis pantai pH ini
dapat mengalami penurunan sampai 6 sebagai akibat proses
perombakan sisa tumbuhan oleh mikroorganisme.

Untuk mengetahui ketinggian gelombang laut metode yang


dilakukan diantaranya dengan pemodelan. Selama ini model yang

110
dikembangkan di Indonesia meliputi prediksi untuk harian
(weekly) dan bulanan (monthly). Prakiraan gelombang laut
biasanya sangat penting bagi keperluan pelayaran (maritim) dan
kepentingan kawasan pesisir dan laut terutama untuk informasi
gelombang tinggi yang akan terjadi dan membahayakan sehingga
masyarakat memahami hal tersebut agar terhindar dari hal yang
membahayakan diri mereka.

Gelombang laut yang terjadi di Provinsi Maluku adalah sebagai


berikut:

a. Bulan Januari, Februari, Maret, April: Ketinggian gelombang


yang terjadi bervariasi dari 0,5 m; 0,75 m; 1,25 m; dan 2,0 m
dengan arah angin dari Timur Laut.

b. Bulan Mei, Juni : Ketinggian gelombang yang terjadi


bervariasi dari 0,5 m; 0,75 m; dan 1,25 m dengan arah angin
dari Timur Laut dan Tenggara. Hal ini disebabkan oleh
peralihan musim yang ditandai dengan bergesernya arah
angin yang terjadi.

c. Bulan Juli, Agustus, September, Oktober : Ketinggian


gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m; 0,75 m; 1,25 m,
dan 2,5 m dengan arah angin dari Tenggara.

d. Bulan November, Desember : Ketinggian gelombang yang


terjadi bervariasi dari 0,5 m; 0,75 m; 1,25 m; dan 2,0 m
dengan arah angin dari Tenggara dan Timur Laut. Hal ini
disebabkan oleh adanya peralihan musim.

Provinsi Maluku sebagai salah satu provinsi kepulauan maka


informasi akan gelombang laut sangat penting sekali bagi
transportasi lautnya. Telah banyak kejadian kecelakaan di laut
dimana hal mendasar yang belum dipahami betul adalah tentang
gelombang laut “earny warning system”. Hal ini tentunya harus
ada sinkronisasi dan koordinasi antara berbagai pihak yang
terkait dalam hal tersebut di atas.

111
2.3.2.6 Potensi Erosi Lahan
Kondisi kemiringan lereng dan topografi di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar yang curam merupakan salah satu faktor yang
menentukan besar kecilnya erosi, semakin besar kemiringan
maka akan semakin besar pula potensi erosi yang akan terjadi.
Berdasarkan Analisis yang telah dilakukan, potensi erosi lahan di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar secara umum kecil, namun
beberapa DAS mempunyai potensi yang besar seperti DAS
Pigung, DAS Pilipuang, dan DAS Lurang.

Peta potensi erosi lahan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti


pada Gambar 2.22 hingga Gambar 2.24 berikut ini.

112
Sumber : Sumber: RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.22 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau X

113
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.23 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau XI

114
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.24 Peta Potensi Erosi Lahan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau XII

115
WS Kepulauan Yamdena-Wetar sebagian besar mempunyai
potensi erosi kelas I, yaitu dibawah 60 ton/ha/tahun. Hal ini
dikarenakan banyak struktur batuan muda kapur yang belum
mempunyai ketebalan tanah yang tinggi dan masih tertutup
dengan baik oleh vegetasi baik hutan maupun savanna/padang
rumput. Sebagian besar daerah belum mengalami pengolahan
lahan sehingga memperkecil potensi dari erosi lahan.

2.3.2.7 Angkutan Sedimen Sungai


Berdasarkan hasil Analisis, WS Kepulauan Yamdena-Wetar
sebagian besar mempunyai potensi angkutan sedimen sungai
yaitu dibawah 1 – 15 ton/ha/tahun. Hasil ini selaras dengan
hasil potensi erosi yang mempunyai keterkaitan dengan
angkutan sedimen yang terjadi. Hal ini dikarenakan banyak
struktur batuan muda kapur yang belum mempunyai ketebalan
tanah yang tinggi dan masih tertutup dengan baik oleh vegetasi
baik hutan maupun savanna/padang rumput. Sebagian besar
daerah belum mengalami pengolahan lahan sehingga
memperkecil potensi dari erosi lahan. Peta angkutan sedimen di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar disajikan pada Gambar 2.25
sampai dengan Gambar 2.27

116
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.25 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau X

117
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.26 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau XI

118
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007-2027 dan Analisis GIS, 2013
Gambar 2.27 Peta Angkutan Sedimen di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Gugus Pulau XII

119
2.3.2.8 Lahan Kritis
Tingkat kekritisan lahan yang ada pada masing-masing DAS di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar terbagi menjadi lima yaitu tidak
kritis, agak kritis, potensial kritis, kritis, dan sangat kritis. Lahan
yang tergolong kritis tersebut dapat berupa: tanah gundul yang
tidak bervegetasi sama sekali, ladang alang-alang atau tanah
yang ditumbuhi semak belukar yang tidak produktif, areal
berbatu-batu, berjurang atau berparit sebagai akibat erosi tanah,
tanah yang kedalaman solumnya sudah tipis sehingga tanaman
tidak dapat tumbuh dengan baik, tanah yang tingkat erosinya
melebihi erosi yang diijinkan. Berikut adalah luas lahan kritis
masing-masing DAS di WS Kepulauan Yamdena-Wetar seperti
pada Tabel 2.16 dan Gambar 2.28 berikut ini.
Tabel 2.16 Tingkat Kekritisan Lahan Tiap
DAS di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Luas Persentase Luas
No Tingkat Kekritisan
(Km2) (%)
1 Tidak Kritis 4.285,52 48%
2 Agak Kritis 2.592,72 29%
3 Potensial Kritis 481,49 5%
4 Kritis 916,81 10%
5 Sangat Kritis 619,20 7%

Total 8.895,74 100%


Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013

120
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013
Gambar 2.28 Peta Lahan Kritis di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

121
2.3.2.9 Analisis Debit Banjir
Banjir pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar sangat ditentukan
oleh kondisi topografi, luas, tutupan lahan dan curah hujan yang
terjadi. Debit banjir 2 tahunan pada WS Kepulauan Yamdena-
Wetar berkisar dari 1 – 500 m3/detik tergantung dari kondisi DAS
yang ada, dengan rata-rata debit banjir 2 tahunan adalah 117
m3/detik. Beberapa DAS yang mempunyai debit banjir terbesar
antara lain DAS Wetar, DAS Weratan, DAS Wunlah, DAS
Sanaruamang, DAS Uhak, dan DAS Liepa.

2.3.2.10 Abrasi Akibat Pengaruh Pasang Surut dan Arus


Pasang surut di perairan WS Kepulauan Yamdena-Wetar
umumnya tergolong pasang campuran mirip harian ganda
(predominantly semi diurnal tide) seperti halnya tipe pasang surut
di perairan lain di Maluku pada umumnya. Ciri utama tipe
pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari, dimana pasang pertama selalu lebih besar
dari pasang kedua.

Arus atau resim hidrodinamika di perairan WS Kepulauan


Yamdena-Wetar merupakan kombinasi arus angin dan arus
pasang surut. Arus angin umumnya konstan dan arahnya akan
berubah sesuai dengan musim, sedangkan arus pasut terjadi
secara periodik dalam arah dan kecepatan sesuai dengan tipe
pasut yang berlaku di perairan ini. Pola arus angin permukaan
yang berkembang umumnya memiliki dua pola arah yaitu arus
utara dan timur.

Arus angin dengan kecepatan yang besar dan terjadi di perairan


WS Kepulauan Yamdena-Wetar dapat menghasilkan arus
menyusur pantai (longshore current) yang bertanggungjawab
terhadap perubahan garis pantai dan transpor sedimen. Pada
pulau dengan tipe pantai berpasir seperti beberapa pulau di
Pulau-pulau Tanimbar, Pulau Masela, dan Tanjung Wahar di
Pulau-pulau Babar serta Pantai Sera di Pulau Leti memiliki garis
pantai yang selalu berubah-ubah bentuknya karena pengaruh
jenis arus ini.

122
2.3.2.11 Potensi Air Eksisting Tahun 2012
Potensi air eksisting Tahun 2012 pada WS Kepulauan Yamdena-
Wetar didominasi oleh air permukaan yang bersumber langsung
dari air hujan sebesar 1.850 mm/tahun yang turun pada WS
Kepulauan Yamdena-Wetar yang diperoleh dari data BMKG
Saumlaki dan BMKG daerah sekitarnya selama kurun waktu
2002 – 2012. Potensi air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun
2012 didapatkan bahwa rata-rata potensi air bulanan 16,23
m3/detik, potensi air tertinggi adalah 27,23 m3/detik yang terjadi
pada bulan Mei, sedangkan potensi air terendah adalah 3,37
m3/detik yang terjadi pada bulan September. Fluktuatif potensi
air bulanan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar dapat dilihat pada
Gambar 2.29 berikut ini.

POTENSI
POTENSI AIRAIR DIKEPULAUAN
DI WS WS YAMDENA-WETAR
YAMDENA-WETAR
30,0
27,23
25,0 24,67
22,52 23,16
20,0 20,51
17,55
m3/dtk

16,38
15,0
13,72
11,80
10,0
7,32 6,65
5,0
3,37
0,0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.29 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

Fluktuatif potensi air bulanan pulau-pulau utama di WS Kepulauan


Yamdena-Wetar dapat dilihat pada Gambar 2.30 hingga Gambar
2.34 di bawah ini.

123
POTENSI AIR DI PULAU WETAR
10 8,7934
9 7,9680
8 7,2728 7,4774
6,6218
7
5,6662
6 5,2895
m3/dtk

5 4,4316
3,8108
4
3 2,3623 2,1460
2 1,0881
1
0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.30 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di Pulau Wetar

POTENSI AIR DI PULAU KISAR


0,50
0,3924
0,40 0,3556
0,3245 0,3337
0,2955
0,30 0,2528
m3/dtk

0,2360
0,1977
0,20 0,1700
0,1054 0,0958
0,10 0,0486

0,00
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.31 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di Pulau Kisar

124
POTENSI AIR DI PULAU MOA
1,80
1,5427
1,60 1,3979
1,40 1,2759 1,3118
1,1617
1,20 0,9941
0,9280
m3/dtk

1,00
0,7775
0,80 0,6686
0,60 0,4144 0,3765
0,40 0,1909
0,20
0,00
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.32 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di Pulau Moa

POTENSI AIR DI PULAU YAMDENA


7,00 6,3720
5,7739
6,00 5,2702 5,4184
4,7984
5,00
4,1059
3,8330
m3/dtk

4,00 3,2113
2,7614
3,00
1,7118 1,5551
2,00
0,7885
1,00

0,00
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.33 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di Pulau Yamdena

125
POTENSI AIR DI PULAU LETI
0,40

0,3085
0,2796
0,30 0,2552 0,2624
0,2323
0,1988
m3/dtk

0,1856
0,20 0,1555
0,1337
0,0829 0,0753
0,10
0,0382

0,00
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.34 Grafik Potensi Air Bulanan Tahun 2012
di Pulau Leti

2.3.2.12 Ketersediaan Air Terpasang Tahun 2012


Ketersediaan air terpasang adalah ketersediaan yang mempertim-
bangkan infrastruktur yang ada dalam kaitannya penyediaan
sumber daya air yang diperlukan oleh masyarakat yang berda
pada wilayah sungai terkait. Besarnya ketersediaan air terpasang
pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar adalah 1,08 m3/detik yang
didapatkan dari embung, bak penampungan air hujan,
broncaptering, bak tampung, dan infrastruktur sumber daya air
lainnya. Ketersediaan air terpasang di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar dapat dilihat pada Gambar 2.35 berikut ini.

126
POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG TAHUN 2012
DI WS
DI WILAYAH SUNGAIYAMDENA-WETAR
KEPULAUAN YAMDENA-WETAR
100,00

27,2304
22,5216 23,1552 24,6744 20,5056
17,5464 16,3800
11,8008 13,7232

10,00 7,3152 6,6456

m3/dtk
3,3696

1,00

0,1090 0,1140 0,1070 0,0990 0,1030


0,0790 0,0920 0,0810 0,0920
0,0780
0,10 0,0620 0,0640

0,01
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 17,5464 22,5216 23,1552 24,6744 27,2304 20,5056 11,8008 7,3152 3,3696 6,6456 13,7232 16,3800
Ketersediaan Terpasang 2012 (m³/dtk) 0,0620 0,0790 0,0920 0,1090 0,1140 0,1070 0,0990 0,0810 0,0640 0,0780 0,0920 0,1030

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.35 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang
Tahun 2012 di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

Besarnya ketersediaan air terpasang pulau-pulau besar di WS


Kepulauan Yamdena-Wetar dapat dilihat pada pada Gambar 2.36
hingga Gambar 2.40 berikut ini.

POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG DI PULAU WETAR TAHUN 2012
7,2728 7,4774 7,9680 8,7934 6,6218
10,0000 5,6662 4,4316 5,2895
3,8108
2,3623 2,1460
1,0881
1,0000

0,1000
m³/dtk

0,0100

0,0009 0,0008 0,0008 0,0009 0,0010


0,0010 0,0006 0,0007 0,0005 0,0006
0,0004 0,0004
0,0003

0,0001
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 5,6662 7,2728 7,4774 7,9680 8,7934 6,6218 3,8108 2,3623 1,0881 2,1460 4,4316 5,2895
Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) 0,0006 0,0007 0,0009 0,0008 0,0004 0,0004 0,0003 0,0005 0,0006 0,0008 0,0009 0,0010

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.36 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 di Pulau Wetar

127
POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG DI PULAU KISAR TAHUN 2012
1,0000
0,3924
0,3245 0,3337 0,3556 0,2955
0,2528
0,1700 0,1977 0,2360
0,1054 0,0958
0,1000
0,0486
m³/dtk

0,0100
0,0043 0,0048
0,0031
0,0022 0,0020 0,0023
0,0018 0,0016 0,0017
0,0013
0,0009 0,0008
0,0010

0,0001
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 0,2528 0,3245 0,3337 0,3556 0,3924 0,2955 0,1700 0,1054 0,0486 0,0958 0,1977 0,2360
Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) 0,0022 0,0020 0,0018 0,0016 0,0013 0,0009 0,0008 0,0017 0,0023 0,0031 0,0043 0,0048

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.37 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 di Pulau Kisar

POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG DI PULAU MOA TAHUN 2012
10,0000

1,2759 1,3118 1,3979 1,5427 1,1617


0,9941 0,7775 0,9280
0,6686
1,0000 0,4144 0,3765
0,1909

0,1000
m³/dtk

0,0100

0,0019 0,0016 0,0017


0,0013 0,0011 0,0013
0,0010 0,0009
0,0007
0,0010 0,0005 0,0006
0,0002

0,0001
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 0,9941 1,2759 1,3118 1,3979 1,5427 1,1617 0,6686 0,4144 0,1909 0,3765 0,7775 0,9280
Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) 0,0019 0,0016 0,0013 0,0011 0,0010 0,0009 0,0007 0,0002 0,0005 0,0006 0,0013 0,0017

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.38 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 di Pulau Moa

128
POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG DI PULAU YAMDENA TAHUN 2012
10,0000 6,3720
5,2702 5,4184 5,7739 4,7984
4,1059 3,8330
3,2113
2,7614
1,7118 1,5551

0,7885
1,0000
m³/dtk

0,0890 0,0810
0,1000 0,0730 0,0640 0,0670 0,0740
0,0520 0,0510
0,0410 0,0360 0,0380
0,0320

0,0100
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 4,1059 5,2702 5,4184 5,7739 6,3720 4,7984 2,7614 1,7118 0,7885 1,5551 3,2113 3,8330
Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) 0,0890 0,0810 0,0730 0,0640 0,0520 0,0410 0,0360 0,0320 0,0380 0,0510 0,0670 0,0740

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.39 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 di Pulau Yamdena

POTENSI AIR DAN KETERSEDIAAN AIR TERPASANG DI PULAU LETI TAHUN 2012
1,0000

0,3085
0,2552 0,2624 0,2796 0,2323
0,1988 0,1856
0,1555
0,1337
0,0829 0,0753
0,1000
0,0382
m³/dtk

0,0084 0,0094 0,0073


0,0100 0,0065 0,0069 0,0071 0,0061 0,0059 0,0063
0,0049 0,0046
0,0032

0,0010
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Potensi Air (m³/dtk) 0,1988 0,2552 0,2624 0,2796 0,3085 0,2323 0,1337 0,0829 0,0382 0,0753 0,1555 0,1856
Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) 0,0065 0,0069 0,0071 0,0084 0,0094 0,0073 0,0061 0,0049 0,0032 0,0046 0,0059 0,0063

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.40 Grafik Potensi Air dan Ketersediaan Air Terpasang Tahun
2012 di Pulau Leti

129
2.3.3 Data Kebutuhan Air
2.3.3.1 Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012
Perhitungan kebutuhan air eksisting Tahun 2012 di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar terdiri atas :
1. Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air rumah-tangga,
perkotaan, dan industri dilakukan berdasarkan jumlah pen-
duduk, laju pertumbuhan penduduk, dan indeks kebutuhan
air. Penduduk WS Kepulauan Yamdena-Wetar pada tahun
2012 berjumlah 162.634 jiwa. Dalam kebutuhan air domestik
juga memperhitungkan kebutuhan air untuk pos TNI
berdasarkan jumlah tentara TNI penjaga pos perbatasan
dimana WS Kepulauan Yamdena-Wetar terdiri dari pulau-
pulau terluar yang berbatasan dengan negara Australia dan
Timor-Timur.

2. Kebutuhan Air Non Domestik


Salah satu bagian lain dari kebutuhan air adalah kebutuhan
air Non Domestik (selain RKI), yang terdiri dari kebutuhan air
untuk pelayanan umum, perdagangan, dan penggelontoran di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar.

3. Kebutuhan Air Sawah dan Perkebunan


Kebutuhan air sawah dan kebun ini meliputi pemenuhan
kebutuhan air keperluan untuk lahan persawahan dan
perkebunan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar. Kebutuhan air
untuk sawah dan kebun diperkirakan dari perkalian antara
luas lahan yang diairi dengan kebutuhan airnya per satuan
luas.

4. Kebutuhan Air untuk Ternak


Kebutuhan air rata-rata untuk ternak secara umum dapat
diestimasikan dengan cara mengkalikan jumlah ternak di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar dengan tingkat kebutuhan air.

Kebutuhan air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar untuk rumah


tangga dan perkotaan sebesar 0,36 m3/detik, untuk industri

130
sebesar 0,08 m3/detik, untuk sawah dan kebun sebesar 0,93
m3/detik, dan untuk ternak sebesar 0,01 m3/detik, dan untuk
lain-lain sebesar 0,01 m3/detik dengan total kebutuhan air
sebesar 1,39 m3/detik seperti pada Gambar 2.41 di bawah ini.

Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012


Wilayah Sungai Yamdena-Wetar
WS Kepulauan Yamdena-Wetar
0,160
0,140
0,120
0,100
(m3/dtk)

0,080
0,060
0,040
0,020
0,000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Keb Air untuk RKI 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030
Keb Air untuk Industri 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
Keb Air untuk Sawah & Kebun 0,039 0,077 0,111 0,100 0,049 0,038 0,051 0,062 0,055 0,146 0,127 0,077
Keb Air untuk Ternak 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
Keb Air untuk Lain-Lain 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
Bulan

Keb Air untuk RKI Keb Air untuk Industri Keb Air untuk Sawah & Kebun
Keb Air untuk Ternak Keb Air untuk Lain-Lain

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.41 Grafik Kebutuhan Air Eksisting
WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012

Kebutuhan air pulau-pulau besar di WS Kepulauan Yamdena-Wetar


dapat dilihat pada Gambar 2.42 hingga Gambar 2.46 serta Tabel
2.17 dan Tabel 2.18 berikut ini.

131
Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012
Pulau Wetar
0,0014
0,0012
0,0012 0,0011
0,00100,0010
0,0010 0,0009
0,0008 0,0008
(m3/dtk)

0,0008 0,0007 0,0007 0,0007

0,0006 0,0005
0,0004
0,0004
0,0002
0,0000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.42 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Wetar
Tahun 2012

Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012


Pulau Kisar
0,0050 0,0046
0,0045 0,00390,00390,0041
0,0040 0,0035
0,0032
0,0035 0,0030
0,0027 0,0027 0,0026
(m3/dtk)

0,0030
0,0025 0,00180,0017
0,0020
0,0015
0,0010
0,0005
0,0000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.43 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Kisar
Tahun 2012

132
Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012
Pulau Moa
0,0030 0,0026
0,0025 0,00220,00220,0023
0,00190,0018
0,0020 0,0017
(m3/dtk)

0,0015 0,0015 0,0014


0,0015
0,00100,0010
0,0010

0,0005

0,0000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.44 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Moa
Tahun 2012

Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012


Pulau Yamdena
0,1000 0,0924
0,0900 0,07780,07690,0812
0,0800 0,0688
0,0700 0,0629 0,0596
0,0539 0,0529
(m3/dtk)

0,0600 0,0508
0,0500
0,03490,0341
0,0400
0,0300
0,0200
0,0100
0,0000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.45 Grafik Kebutuhan Air Eksisting
Pulau Yamdena Tahun 2012

133
Kebutuhan Air Eksisting Tahun 2012
Pulau Leti
0,0160 0,0148
0,0130
0,0140 0,01240,0123
0,0120 0,01000,0100 0,0095
0,0100 0,0086 0,0084
(m3/dtk)

0,0081
0,0080
0,00560,0054
0,0060
0,0040
0,0020
0,0000
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.46 Grafik Kebutuhan Air Eksisting Pulau Leti
Tahun 2012

134
Tabel 2.17 Kebutuhan Air Eksisting WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012
Kebutuhan Air
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Total
(m³/dtk)
Kebutuhan Air untuk
0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,36
Rumah tangga-Kota
Kebutuhan Air untuk
0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,08
Industri
Kebutuhan Air untuk
0,039 0,077 0,111 0,100 0,049 0,038 0,051 0,062 0,055 0,146 0,127 0,077 0,93
Sawah dan Kebun
Kebutuhan Air untuk
0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,01
Ternak
Kebutuhan Air untuk
0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,01
Lain-Lain
Total Kebutuhan Air 0,078 0,115 0,149 0,139 0,087 0,076 0,089 0,100 0,094 0,184 0,166 0,115 1,39
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Tabel 2.18 Kebutuhan Air Eksisting, Ketersediaan Air Eksisting, dan Potensi Air Pulau-Pulau Utama
dan Pulau-pulau Lain di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012
Kebutuhan Air Ketersediaan Air Potensi Air
No Nama Pulau
(m3/detik) (m3/detik) (m3/detik)
1 Pulau Wetar 0,0098 0,0079 62,95
2 Pulau Kisar 0,0377 0,0268 2,81
3 Pulau Moa 0,0211 0,0128 11,04
4 Pulau Yamdena 0,7462 0,6980 45,60
5 Pulau Leti 0,1181 0,0766 2,21
6 Pulau-pulau lain 0,4591 0,2579 70,26

Jumlah Total 1,392 1,08 194,86


Sumber : Hasil Analisis, 2013

135
2.3.3.2 Neraca Air Eksisting Tahun 2012

Analisis neraca air merupakan bagian dari kegiatan pengem-


bangan sumber daya air. Sedangkan neraca air merupakan suatu
gambaran umum mengenai kondisi ketersediaan air dan peman-
faatannya di suatu wilayah. Neraca air WS Kepulauan Yamdena-
Wetar membantu untuk melihat kondisi potensi, kebutuhan dan
keter-sediaan yang terpasang sehingga membantu untuk
pertimbangan pengambilan keputusan di dalam upaya
pemenuhan kebutuhan air.

A. Neraca Air Eksisting di WS Kepulauan Yamdena-Wetar


Pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar ini penting untuk
memperhatikan neraca air di Pulau Wetar, Pulau Kisar, Pulau
Moa, Pulau Yamdena, dan Pulau Leti sebagai pulau yang
memberikan kontribusi terbesar pada WS Kepulauan
Yamdena-Wetar. Grafik neraca air bulanan Tahun 2012 di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.47 berikut ini.

NERACA AIR WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.47 Neraca Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2012

136
B. Neraca Air Eksisting Pulau-Pulau Besar di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar
Berikut ini adalah neraca air pada masing-masing pulau
besar di WS Kepulauan Yamdena-Wetar eksisting tahun 2012
sebagai-mana terlihat pada gambar 2.48 hingga 2.52 berikut
ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.48 Neraca Air di Pulau Wetar Tahun 2012

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.49 Neraca Air di Pulau Kisar Tahun 2012

137
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 2.50 Neraca Air di Pulau Moa Tahun 2012

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.51 Neraca Air di Pulau Yamdena Tahun 2012

138
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 2.52 Neraca Air di Pulau Leti Tahun 2012

2.3.3.3 Skema Alokasi Air Eksisting Tahun 2012


Berdasarkan skema alokasi air eksisting tahun 2012, diketahui
bahwa Pulau Leti mengalami defisit kebutuhan air paling tinggi
yaitu 24,2 liter/detik dan Pulau Wetar mengalami defisit
kebutuhan air paling kecil yaitu 1,4 liter/detik seperti yang
terlihat pada Gambar 2.53 berikut ini.

139
-8,5
Pulau
Wetar Danau Tihu WUNIAIN 24,5
4,6 0,5 Pulau
Leti 26,7
0,4
1,6 TUTUKEY 9,1 8,3 4,8 13,3
1,3 6,9 6,2
ILWAKI
48,6 21,1 4,4
-24,2 LURUMBUN
-1,4 17,3

-12,2

9,8
2,6 23,7 395,7
7,8 181,9
Defisit Air
Pulau
WONRELI 2,4 17,6 SAUMLAKI
Surplus Air Kisar
14,4 3,1 -9,3
Danau
KLIS
Pulau
Mata Air -7,1 1,9 Yamdena
Sumur Dangkal -5,9
3,7
Bak Penampungan Air Hujan
Pulau
Usaha Pemerintah Skala Kecamatan
Demand RKI Tahun 2012
Moa Dalam
Embung Eksisting liter/detik
Embung Rencana
1
Supply dalam Pulau

Gambar 2.53 Skema Alokasi Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012

140
2.3.4 Data Lain-Lain
2.3.4.1 Kawasan Strategi Nasional
Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan. Hal ini karena secara nasional KSN
berpengaruh sangat penting terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah di dalamnya yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. Di dalam PP No. 26/2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
ditetapkan 76 KSN yang memiliki kepentingan ekonomi,
lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya
alam dan teknologi tinggi, serta pertahanan dan keamanan.

Kota Saumlaki di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kota


Ilwaki di Kabupaten Maluku Barat Daya termasuk sebaran 9
kawasan perbatasan dan 26 pusat kegiatan strategi nasional
yang ada di Indonesia seperti pada Gambar 2.54 di bawah ini.

SAUMLAKI

ILWAKI

Sumber : PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional


Gambar 2.54 Peta Kawasan Strategi Nasional di Indonesia

141
Kota Saumlaki, yang terletak di Kepulauan Tanimbar memiliki
keterkaitan dengan wilayah Sulawesi Tenggara (Pulau Buton)
melalui pergerakan laut (Jalur Transportasi Penyeberangan Antar
Provinsi). Selain itu Kota Saumlaki juga merupakan simpul
pergerakan bagi penduduk dari Sulawesi Tenggara yang akan
menuju ke Tual. Kota Saumlaki merupakan Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) dalam RTRW Nasional.

Kota Ilwaki merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan


pertahanan dan keamanan. Kawasan strategis ini diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara.
Disamping itu, mengacu di struktur ruang nasional, Ilwaki
menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan. Pengembangan
kawasan ini diarahkan untuk tujuan pertahanan keamanan.

2.3.4.2 Transportasi Laut


Sistem transportasi laut di Provinsi Maluku telah dilayani oleh
armada pelayaran laut dan antar pulau yang pelayanannya
berskala internasional, nasional, regional dan lokal, seperti
armada kapal penumpang Pelni, Nusantara, Perintis, serta
armada kapal rakyat. Untuk armada kapal laut untuk
penumpang cepat sampai Tahun 2005 sudah terdapat 2 kapal,
sedangkan untuk perintis sebanyak 5 kapal. Disamping itu,
armada laut juga didukung oleh kapal penyeberangan sebanyak
10 kapal. Keberadaan armada laut tersebut dilengkapi dengan
adanya berbagai perusahaan terkait, baik yang dikelola oleh
pemerintah, perusahaan swasta maupun perseorangan, antara
lain perusahaan pelayaran, ekspedisi muatan dan perusahaan
bongkar muat.

Provinsi Maluku dengan karakteristik sebagai wilayah kepulauan


memiliki banyak pelabuhan, yaitu sebanyak 48 pelabuhan umum
dengan kriteria PL (Pelabuhan Lokal), PN (Pelabuhan Nasional),
PR (Pelabuhan Regional). Sebagian besar pengoperasian
pelabuhan tersebut dilaksanakan oleh PT. Pelindo dan sebagian

142
lainnya dioperasikan oleh Kementerian Perhubungan, Pemerintah
Daerah, Pertamina, Swasta, LON LIPI, dan Kementerian
Perikanan dan Kelautan Disamping itu, masih terdapat 6
pelabuhan yang lain, yaitu 3 pelabuhan khusus untuk
kehutanan, 1 pelabuhan khusus untuk penelitian dan 1
pelabuhan khusus untuk pertambangan.

Dari jumlah pelabuhan umum diatas, sebagian besar dari


pelabuhan tersebut sudah berkonstruksi beton dan hanya
sebagian kecil yang berkonstruksi beton kayu. Terdapat beberapa
Pelabuhan Nasional (berdasarkan SK Menhub Km 53/02) di
Provinsi Maluku sampai dengan Tahun 2005, antara lain
pelabuhan Ambon, Amahai, Dobo, Lida-lida Atop Bandanaira,
Maluku Tenggara, Namlea, Saumlaki, Tual, Tulehu dan Wonreli.

Pelabuhan yang merupakan pelabuhan utama dan berfungsi


sebagai pelabuhan ekspor terdapat di Ambon dan Tual. Kedua
pelabuhan tersebut berperan sebagai pusat koleksi distribusi
inter regional maupun intra regional yang berfungsi sebagai pintu
gerbang (gateway port) ke wilayah Indonesia Bagian Timur dan
wilayah lainnya seperti Pelabuhan Surabaya, Ujung Pandang,
Bitung dan negara Timor Leste. Khusus di Pelabuhan Ambon,
pada Tahun 2005 tercatat kegiatan bongkar muat penumpang
dan barang sebanyak 1.444.769 ton/m3, muat sebanyak
1.241.545 ton/m3, sedangkan arus penumpang adalah penum-
pang naik sebanyak 161.826 orang dan penumpang turun
sebanyak 178.956 orang.

2.3.4.3 Transportasi Sungai


Transportasi pada Kabupaten Maluku Barat Daya dan Maluku
Tenggara Barat didominasi oleh transportasi laut dan sungai.
Transportasi antar pulau dilayani oleh kapal perintis dan kapal-
kapal tongkang.

2.3.4.4 Pertanian
Jagung merupakan tanaman yang diusahakan oleh hampir
semua masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya karena

143
merupakan makanan pokok. Berdasarkan data dari BPS tahun
2012 dari luas area lahan jagung yang sudah ada kurang lebih
baru 80% yang berproduksi, hal ini dapat dijadikan peluang
untuk meningkatkan kapasitas produksi baik seperti pada Tabel
2.19 berikut ini.
Tabel 2.19 Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Jagung Menurut
Kecamatan di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011

Kecamatan Luas Areal (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

Wetar 1.400 1.045 1.567


PP. Terselatan 3.200 2.800 4.200
Damer 136 110 165
Leti 1.180 1.048 1.572
Moa Lakor 1.322 1.102 1.653
Mdona Hyera 399 334 501
PP. Babar 1.352 812 1.218
Babar Timur 1.410 854 1.281
Total 10.399 8.105 12.157
Keterangan: PP = Pulau-pulau
Sumber: Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Berdasarkan rencana pembangunan daerah, sentra pengem-


bangan padi ladang diarahkan di kecamatan Pulau-pulau Babar
yang akan dijadikan sebagai lumbung pangan Kabupaten Maluku
Barat Daya. Total luas lahan sebesar 10.399 Ha dengan kondisi
iklim dan topografi yang mendukung memberikan peluang yang
besar untuk berinvestasi. Total produksi padi ladang yang ada
pada tahun 2011 baru mencapai 465 ton/tahun seperti pada
Tabel 2.20. Dari data yang ada dapat diperkirakan tingkat
produktifitas lahan hanya mencapai kurang lebih 1 ton/ha/
tahun. Hal ini dapat menjadi peluang untuk meningkatkan
kapasitas produksi baik dengan penerapan sistem pertanian yang
baik dan efisien melalui penyuluhan dan pelatihan maupun
dengan meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk
menaikan indeks pertanian.

144
Tabel 2.20 Luas Areal, Luas Panen dan Produksi Padi Ladang
di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011
Kecamatan Luas Areal (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Wetar 170 159 174
PP. Terselatan 114 100 110
Damer 49 33 36
Leti 16 11 12
Moa Lakor 12 8 8
Mdona Hyera 18 12 13
PP. Babar 110 47 51
Babar Timur 137 56 61
Total 656 456 465
Keterangan: PP = Pulau-pulau
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Jeruk manis yang berasal dari Pulau Kisar yang biasanya secara
lokal disebut Lemon Kisar merupakan salah satu komoditas
unggulan Nasional karena mempunyai cita rasa yang lebih manis
dari rata-rata jeruk manis di daerah lain sehingga dapat
diinvestasi dalam bentuk hasil olahan seperti juice maupun
dalam bentuk buah segar. Berdasarkan data luas lahan
perkebunan seperti pada Tabel 2.21, jeruk baru separuhnya
yang berproduksi sehingga masih dapat dikembangkan dan
dioptimalkan.
Tabel 2.21 Luas Areal dan Produksi Buah-buahan Komoditi
di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011
Komoditi Luas Areal (Ha) Luas Panen (Ha)
Jeruk 1.534 850
Mangga 309 215
Pepaya 38 29
Pisang 1.363 915
Jambu 17 10
Nangka 37 11
Nanas 23 15
Sukun 173 92
Sirsak 7 6
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Potensi luas lahan untuk pengembangan kegiatan pertanian dan


perkebunan mencapai 472.540 Ha seperti pada Tabel 2.22 dan Tabel
2.23. Jenis komoditas tanaman pangan yang cukup potensial adalah
padi ladang (beras merah), jagung, ketela, kacang tanah (kacang
gajah), kacang hijau, ubi jalar, sayur-sayuran (hortikultura), jeruk

145
kisar (komoditi unggulan untuk investasi), pisang, dan bawang
merah.
Tabel 2.22 Produktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten
Maluku Tenggara Barat Tahun 2011
Luas
Luas
Areal Produksi Produktivitas
No Komoditi Panen
Tanam (Ton) (Ton/Ha)
(Ha)
(Ha)
1 Padi 1.281 1.048 1.075 1,1
2 Jagung 929 879 935 0,9 - 1,1
3 Kedelai 25 20 18 0,9
4 Ubi Kayu 431 402 2.392 6
5 Ubi Jalar 387 362 2.265 6,5
6 Ubi-Ubian Lain 810 756 4.981 6,6
7 Kacang Tanah 625 574 586,3 0,9 - 1,0
8 Kacang Hijau 672 603 484 0,8
9 Kacang-Kacangan Lain 663 534 404 0,8
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Maluku Tenggara Barat, 2012

Tabel 2.23 Potensial Pemanfaatan Lahan dan Alternatif


Pengembangan Komoditas Pada Setiap Kecamatan
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2011
Ha
No Kecamatan Kawasan Lahan
Pulau kebun Wanatani Tambak Total
Hutan Kering

Tanimbar
1 1.661,12 4.983,35 7.475,02 10.797,25 1.661,12 26.577,86
Selatan

2 Selaru 415,28 39.036,23 0 0 0 39.451,51

3 Wertamrian 249,17 10.797,25 16.611,16 7.475,02 415,28 35.547,88

4 Wermaktian 2.491,67 62.291,85 58.969,6 20.764 11.627,81 156.144,93

Tanimbar
5 0 10.797,25 19.102,83 0 1.661,12 31.561,20
Utara

6 Yaru 0 4.152,79 0 0 0 4.152,79

7 Wuar labobar 415,28 19.102,83 7.475,02 830,56 830,56 28.654,25

8 Komomolin 0 58.969,62 4.983,35 0 0 63.952,97

9 Nirunmas 0 53.155,71 0 0 0 53.155,71


Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2012

2.3.4.5 Perkebunan
Beberapa daerah di Kabupaten Maluku Barat Daya seperti
Damer, Romang, Wetar, Babar, dan Sermatang mempunyai

146
kondisi iklim yang cocok untuk pengembangan tanaman cengkih
dan pala. Total luas lahan yang tersedia untuk pengembangan
cengkih adalah 15.250,97 Ha sedangkan untuk pala adalah
sebesar 21.067,05 Ha seperti pada Tabel 2.24 berikut ini.
Tabel 2.24 Potensi Sumber Daya Perkebunan
Luas Lahan (Ha)
Kecamatan
Kelapa Cengkih Pala Jambu Mete Kopi Cokelat
Wetar 14.930,73 7.166,75 7.763,98 8.958,44 4.777,83 5.375,06
PP. Terselatan 2.398,38 1.767,22 1.640,99 2.524,60 1.262,30 1.136,07
Damer 2.264,50 3.396,75 6.793,00 2.947,56 2.717,40 2.490,95
Leti 1.779,90 - - 1.557,40 - -
Moa Lakor 4.432,40 - - 3.878,53 - -
Mdona Hyera 1.840,02 188,72 283,08 849,24 330,26 377,44
PP. Babar 3.979,21 1.474 2.210,67 2.947,56 1.915,91 1.179,02
Babar Timur 3.632,85 1.257,53 2.375,33 2.943,85 1.117,80 978,08
Total 35.257,99 15.250,97 21.067,05 26.607,18 12.121,50 11.536,62
Keterangan: PP = Pulau-pulau
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Komoditas tanaman perkebunan yang dominan di kembangkan


oleh masyarakat di kabupaten Maluku Barat Daya terdiri dari
kelapa, jambu mete, pala, kopi, cengkeh dan coklat. Pada tahun
2011, produksi perkebunan terbesar adalah kelapa dimana pada
tahun 2007 produksinya mencapai 45.693 ton disusul oleh
jambu mete yang produksinya mencapai 6.673 ton. Berbeda
dengan hutan luas lahan perkebunan di wilayah MTB relatif
masih sangat terbatas yaitu hanya sebesar 27.082 hektar atau
19% dari total luas wilayah. Jenis tanaman perkebunan yang
paling luas diusahakan adalah kelapa dalam yakni 20.959 hektar
atau 77% dari total luas lahan perkebunan. Luas tanaman selain
kelapa adalah jambu mete (4.878 hektar) disusul masing-masing
cengkeh (113 hektar) pala (14 hektar) kopi (135 hektar) dan
coklat (58 hektar).

Tanaman perkebunan lain yang cukup potensial selain kelapa


adalah jambu mete yang luasnya mencapai 615 hektar. Tanaman
ini tampaknya menghadapi kendala produksi dan produktifitas
rendah karena diintroduksi dari luar daerah Kabupaten Maluku
Tenggara Barat sehingga masih perlu pengamatan secara

147
berkelanjutan. Selain jambu mete ada juga tanaman coklat
seluas 150 hektar.

2.3.4.6 Peternakan dan Perikanan


Total populasi ternak kerbau di Kabupaten Maluku Barat Daya
pada Tahun 2011 sebesar 24.088 ekor dengan populasi terbesar
di kecamatan Moa Lakor yaitu sebesar 23.012 ekor. Ternak
kambing merupakan ternak yang sangat familiar disini, populasi
terbesar berada di kecamatan Moa Lakor yaitu sebesar 43.039
ekor dari total populasi sebesar 94.048 ekor dengan konsentrasi
terbesar berada di pulau Lakor. Kambing yang dikembangkan di
pulau Lakor adalah jenis Peranakan Etawah (PE) yang biasanya
oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya menyebutnya
kambing Lakor.

Komoditas rumput laut merupakan salah satu jenis komoditi


yang umur produksinya sangat pendek sehingga secara ekonomis
sangat menguntungkan untuk dibudidayakan. Kualitas rumput
laut di Kabupaten Maluku Barat Daya sangat tinggi karena
mempunyai laut yang tidak tercemar. Jumlah produksi
perikanan menurut komoditi di Kabupaten Maluku Barat Daya
disajikan pada Tabel 2.25.

Tabel 2.25 Jumlah Produksi Perikanan (Ton/Tahun) Menurut


Komoditi di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2011
Ikan Pelagis Ikan Pelagis Ikan Rumput
Kecamatan
Kecil Besar Demersal Laut
Wetar 11,40 86 249,20 29,27
PP. Terselatan 13,43 41 518,62 14,98
Damer 14,40 36 121,20 0,00
Leti 17,60 31 101,59 0,00
Moa Lakor 13,00 28 372,92 0,00
Mdona Hyera 46,08 39 1.210,07 52,02
PP. Babar 31,68 43 978,34 63,00
Babar Timur 20,16 50 1.106,81 69,64

Total 167,75 353,37 4.658,75 228,91


Keterangan : PP = Pulau-pulau
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Jenis-jenis ternak yang diusahakan antara lain adalah sapi,


kerbau, kambing, domba, babi dan kuda, serta jenis-jenis
unggas, dengan total populasi ternak mencapai 144.550 ekor.

148
Jenis ternak yang paling potensial adalah kambing, babi, kerbau
dan sapi. Sedangkan populasi ternak unggas mencapai
3.036.236 ekor ayam buras dan 167.903 ekor itik. Ternak sapi
lebih banyak diusahakan di Tanimbar Selatan (1.297 ekor). Jenis
ternak kambing dan babi terdapat hampir di seluruh kecamatan
dengan populasi tertinggi untuk kambing ada di Kecamatan
tanimbar Utara sebesar 417 ekor dan untuk babi ada di
Kecamatan Selaru sebesar 3.291 ekor.

Dengan luas laut hampir 90% dari total luas wilayah, Kabupaten
Maluku Tenggara Barat memiliki potensi kelautan dan perikanan
yang sangat melimpah. Beberapa komoditas yang terkandung di
wilayah lautnya berpotensi besar sebagai penentu meningkatnya
perekonomian daerah sekaligus pendapatan masyarakat. Potensi
perikanan dan kelautan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
disajikan pada Tabel 2.26.
Tabel 2.26 Potensi Perikanan dan Kelautan
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Potensi
No Jenis Ikan Lestari
(ton/tahun)

1 Cakalang 103,3
2 Udang 26,6
3 Kembung 105,7
4 Julung 67,3
5 Teri 96,9
6 Layang 139
7 Selar 173,4
8 Tuna 59,7
Sumber : Profil Kabupaten Maluku
Tenggara Barat, 2012

2.3.4.7 Industri
Beberapa industri yang sudah berkembang di Kabupaten Maluku
Barat Daya dan memiliki potensi besar adalah pengolahan
minyak atsiri. Beberapa varian dari minyak atsiri yang
diusahakan di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya adalah
minyak kayuputih, minyak cengkih dan minyak lawang,
meskipun masih berskala usaha kecil namun jika dikembangkan

149
dengan baik dapat menjadi alternatif sumber pendapatan daerah
yang cukup menjanjikan. Industri pengolahan minyak kayu putih
yang sudah ada saat ini berada di wilayah Pulau-pulau Babar
dengan kapasitas terpasang total 2.100 kg. Industri minyak
Cengkih berada di kecamatan Damer dengan kapasitas terpasang
sebesar 772,5 kg sedangkan industri minyak lawang berada di
Kecamatan Wetar dengan kapasitas terpasang sebesar 6.000 liter
seperti pada Tabel 2.27.

Tabel 2.27 Industri Yang Berkembang


di Kabupaten Maluku Barat Daya
Kapasitas
Jenis Industri Kecamatan Desa Sentra Unit Usaha
Terpasang
Minyak Kayu Putih PP. Babar 4 14 2.100 Kg
Minyak Cengkih Damer 2 5 772,5 Kg
Minyak Lawang Wetar 1 1 6.000 liter
Ikat Tenun PP. Babar 3 5 1.400 Lembar
Babar Timur 6 6 3.000 Lembar
PP. Terselatan 6 6 1.600 Lembar
Keterangan: PP = Pulau-pulau
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Industri kerajinan yang telah berkembang di Kabupaten Maluku


Tenggara Barat antara lain adalah industri minyak kayu putih,
anyam-anyaman, tenun ikat, dan patung tumbur. Industri
kerajinan yang tersebar di hampir seluruh wilayah kecamatan
kecamatan ini sangat berpotensi sebagai pendukung industri
wisata seperti pada Tabel 2.28 berikut ini.
Tabel 2.28 Produk Industri Kerajinan
di Wilayah Maluku Tenggara Barat
No Jenis Produk Lokasi Produksi Pengrajin

1 Minyak Kayu Putih Pulau Barbar 15.000 kg/tahun 148 orang


2 Anyam-anyaman Tersebar merata 17.500 unit/tahun 250 orang
3 Tenun Ikat Tersebar merata 48.000 lembar/tahun 686 orang
4 Patung Tumbur Tanimbar Selatan 7.000 unit/tahun 140 orang
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

2.3.4.8 Pertambangan
Sumber daya pertambangan di Kabupaten Maluku Barat Daya
cukup banyak yaitu :

150
1. Logam Dasar (Emas/Au, Perak/Ag dan Tembaga/Cu) berada
di Pulau Wetar, Romang dan Babar.
2. Galena (Pb) berada di Pulau Romang.
3. Pasir Besi (Fe) berada di Pulau Luang, Sermatang dan
Romang.
4. Chromit (Cr) berada di Pulau Moa.
5. Mangan (Mn) berada di Pulau Romang.
6. Barite (Ba) berada di Pulau Wetar dan Romang.
7. Mika berada di Pulau Babar.
8. Belerang (S) berada di Pulau Damer.
9. Minyak dan Gas Bumi berada di Blok Marsela.

Pulau Wetar memiliki banyak hasil tambang yang dapat


dieksploitasi untuk membangun Maluku. Lapisan tanah yang
ada di Wetar terdiri atas tiga bagian yaitu barit, emas/perak dan
tembaga. Kandungan tembaga yang ada di Wetar atau yang
dikenal di dunia Internasional dengan nama Wetar Cooper
merupakan jenis tembaga premium atau dengan kualitas terbaik
di dunia yang memiliki kadar 99,99999%. Tembaga jenis ini
dihargai $150 di atas harga pasaran. Ini merupakan hasil yang
dikeluarkan laboratorium Intertek yang sudah memiliki standar
internasional.

Untuk peta lokasi penambangan di Kabupaten Maluku Barat


Daya seperti pada Gambar 2.55 berikut ini.

151
Sumber : Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku, 2012
Gambar 2.55 Peta Lokasi Pertambangan di Kabupaten Maluku Barat Daya

152
2.3.4.9 Pariwisata
Potensi pariwisata Maluku Barat Daya terdiri dari berbagai jenis
wisata dengan beberapa objek yang bisa dikembangkan, dengan
dukungan sarana dan prasarana yang baik diharapkan industri
pariwisata dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah
dan penduduk yang tinggal disekitarnya. Beberapa objek wisata
yang terdapat di Kabupaten Maluku Barat Daya dapat dilihat
pada Tabel 2.29 berikut.

Tabel 2.29 Potensi Sektor Pariwisata


di Kabupaten Maluku Barat Daya

No Jenis Wisata Obyek Wisata

Pantai Nama, pantai Kiasar, pantai Purpura, dan


1 Wisata Pantai
lain-lain.
Benteng Volens Haven, Benteng Deles Haven yang
Wisata
2 merupakan peninggalan Belanda di Pulau Kisar,
Sejarah
Eriam Lady Nelsodi Desa Tutuwawang,
Danau Tihu di pulau Wetar, Air Panas di Desa
Wisata Cagar
3 Kehli, Gunung Kerbau, Air terjun Weope di Pulau-
Alam
pulau Babar
Wisata
4 Tarian Peuk, tarian Seka, dan lain-lain.
Budaya
Sumber : Kabupaten Maluku Barat Daya Dalam Angka, 2012

Obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan oleh para investor


meliputi obyek wisata pantai, wisata agro, wisata sejarah, wisata
buru, dan wisata budaya seperti pada Tabel 2.30. Hingga saat ini,
potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sehingga
sangat membutuhkan uluran tangan investor.

Tabel 2.30 Potensi Sektor Pariwisata


di Kabupaten Maluku Tenggara Barat

No Jenis Wisata Obyek Wisata

Kawasan Pantai Wenluan, Tanjung 8, Tutu, serta Segitiga MAN


1 Wisata Pantai
(Pulau Matakus, Angwarmase dan Nustabun)
2 Wisata Agro Desa Bomaki, Kisar, Seira, Fordata, dan Otimmer
Finduar, Tumbur, Sangliat Dol, Arui Bad, Lingat, Lermatan,
3 Wisata Sejarah
Lamdesar Timur, Otimmer, Rumean, Adaut, dan Lat-Dalam
4 Wisata Buru Hutan Yamdena dam Hutan Moa
Berbagai jenis tari-tarian adat Tanimbar, Taman wisata Patung
5 Wisata Budaya Kristus Raja di Pantai Wenluan, serta berbagai cerita dan
peninggalan budayawan dan rokhaniawan
Sumber : Kabupaten Maluku Tenggara Barat Dalam Angka, 2012

153
2.3.4.10 Kondisi Ekonomi
a. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat
diukur melalui tingkat pencapaian nilai PDRB. Demikian pula
untuk WS Kepulauan Yamdena-Wetar yang lintas kabupaten
yakni Kabupaten Maluku Barat daya dan Maluku Tenggara
Barat. Apabila dilihat dari hasil perhitungan nilai PDRB
Kabupaten Maluku Barat daya dan Maluku Tenggara Barat
tampak bahwa nilainya terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.

Angka pendapatan regional perkapita Provinsi Maluku atas


dasar harga berlaku pada tahun 2012 sebesar 3.068.985 naik
dari tahun 2011 sebesar 2.763.019. Sedangkan menurut
harga konstan 2007 yang merupakan riil domestik regional
perkapita 2.118.482 pada tahun 2011 dan menjadi 2.183.541
pada tahun 2012, sehingga mengalami pertumbuhan sebesar
3,17%.

b. Kontribusi PDRB Kabupaten Maluku Tenggara Barat dalam


WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Kabupaten
Maluku Tenggara Barat atas dasar harga konstan tahun 2012
tercatat sebesar 391.617,39 juta rupiah. Hal ini berarti
mengalami pertumbuhan sebesar 3,85% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, sebesar 377.107,20 juta rupiah.

c. Kontribusi PDRB Kabupaten Maluku Barat Daya dalam WS


Kepulauan Yamdena-Wetar
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Kabupaten
Maluku Barat Daya atas dasar harga konstan tahun 2012
tercatat sebesar 173.246,90 juta rupiah. Hal ini berarti
mengalami pertumbuhan sebesar 5,04% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, sebesar 164.930,34 juta rupiah.

d. Sektor Dominan Dalam Pertumbuhan Ekonomi


Berdasarkan hasil Analisis pertumbuhan ekonomi daerah

154
diatas, dapat dilihat bahwa sektor yang paling dominan dalam
pertumbuhan ekonomi di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
yakni sektor pertanian diikuti sektor industri dan
pertambangan, hal ini dapat dilihat pada PDRB Provinsi
Maluku, PDRB Kabupaten Maluku Barat Daya dan PDRB
Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Secara lengkap urutan
peranan sector ekonomi dalam perekonomian Maluku adalah
1. Pertanian; 2. Perdagangan, Hotel, Restoran; 3. Jasa-Jasa;
4. Pengangkutan dan Komunikasi; 5. Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan; 6. Industri Pengolahan; 7. Bangunan;
8. Pertambangan dan Penggalian; 9. Listrik dan Air Minum.

2.4 Identifikasi Kondisi Lingkungan dan Permasalahan


Identifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan ditinjau dalam 5
(lima) aspek pengelolaan sumber daya air yaitu konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak
air, sistem informasi sumber daya air dan pemberdayaan dan
peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha.

2.4.1 Konservasi Sumber Daya Air


Permasalahan dalam konservasi sumber daya air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar antara lain adalah:

1. Kurangnya pengendalian pengolahan lahan sehingga mengaki-


batkan kekritisan lahan dimana luas lahan kritis dan sangat
kritis mencapai 16% area pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar
atau sekitar 35 hutan mengalami kerusakan, hal ini diakibatkan
oleh pembalakan liar dan pembukaan lahan, illegal logging.

2. Belum adanya perlindungan sumber air dalam hubungannya


dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada
sumber air, daerah tangkapan sumber air, danau dan sumber-
sumber air yang ada sehingga kestabilan dan kelestarian sumber
air menurun akibat dari Banyaknya pembukaan lahan hutan
pada daerah hulu untuk perkebunan dan permukiman serta
ladang berpindah yang mengganggu daerah tangkapan air dan
kelestarian sumber air yang ada.

155
3. Kurangnya pengendalian pengolahan lahan sehingga 4% wilayah
darat WS Kepulauan Yamdena-Wetar mengalami laju erosi
sedang – berat, yang diikuti oleh laju sedimen layang yang besar
pula, sehingga berpengaruh terhadap keberadaan sumber air
yang ada dan penurunan kualitas air. Terdapat 28 DAS yang
membutuhkan prioritas penanganan erosi dan sedimentasi.

4. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan lahan


kurang memperhatikan perlindungan terhadap sumber air,
seperti merubah arah aliran air, penyudetan, penyempitan/
penggeseran tampungan alami sumber air untuk mempermudah
pelaksanaan atau memperluas pemanfaatan lahan.

5. Kurangnya sarana dan prasarana infrastruktur pengawetan air


berupa bending, bak-bak tampungan dsb. Sehingga hanya
mampu menyimpan dan mengawetkan sekitar 0,24 m3/dtk atau
5% dari masih potensi ketersediaan air yang ada pada WS
Kepulauan Yamdena-Wetar.

6. Buruknya instalasi pengolahan air limbah dari penggunaan air


bersih domestik dan non domestik sehingga limbah yang
dihasilkan mencemari dan menurunkan kualitas air pada sungai
atau sumber air lain pada daerah hilir. Sarana sanitasi yang
kurang sesuai dengan standar dan kelayakan menyebabkan
kebocoran/rembesan air limbah bercampur dengan aliran air
yang mengisi sumber air atau penampungan air.

2.4.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air


Permasalahan dalam pendayagunaan sumber daya air di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar antara lain adalah:
1. Belum adanya penetapan zona pemanfaatan dan peruntukan
sumber air yang menyebabkan tumpang tindih pemanfaatan
lahan terkait pemanfaatan sumber air.
2. Belum adanya penetapan dan penyusunan prioritas pemanfaatan
dan peruntukan air pada sumber air sehingga terjadi
ketimpangan dalam pemerataan pemenuhan kebutuhan air

156
3. Kurangnya penyediaan sumber daya air sehingga terdapat 4
kecamatan yang belum memiliki sarana prasarana penampungan
air sebagai mekanisme penyediaan sumber daya air, kebutuhan
air sehari-hari dipenuhi sehari oleh masyarakat. Infrastruktur
penyediaan sumber daya air hanya dapat melayani 20,1%
kebutuhan air yang ada. Kondisi saat ini, sebagian besar
penduduk di WS Kepulauan Yamdena-Wetar sebagian besar
masyarakat memenuhi kebutuhan air bersih dengan
mengandalkan bak penampungan dari air hujan, dikarenakan
kemampuan dalam penyediaan air baku untuk air bersih tidak
mencukupi karena operasional dari PDAM hanya berasal dari
sumur-sumur dalam. Ketersediaan air eksisting dari bak
penampungan air hujan saat ini di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar sebesar 1,08 m3/detik dengan angka kebutuhan air
sebesar 1,39 m3/detik sehingga masih defisit. Pada Gambar 2.56
adalah salah satu contoh bak penampungan air hujan di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar.

Gambar 2.56 Bak Penampungan Air Hujan


di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

157
4. Penggunaan sumber daya air sebagian besar hanya mampu
diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan air minum dan
kebutuhan rumah tangga dengan perkiraan penggunaan hanya
sebesar 60 – 80 liter/detik/hari, sedang kebutuhan lain seperti
pertanian, perternakan, perindustrian masih belum terpenuhi
dengan baik.
5. Ketersediaan air untuk kebutuhan usaha tani sangat berkaitan
dengan karakteristik geologi yang membentuk pulau-pulau di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar. Sifat karang yang berpori (porous)
dan permeabel akibat proses pelarutan telah menciptakan
akuifer karang (kars) dengan sistim drainase internal (sungai
bawah tanah) dan air tanah menjadi sangat jauh dari
permukaan. Implikasinya, petani sulit memperoleh sumber air
permukaan (seperti sungai, drainase alam, air tertampung) di
desa-desa kajian. Untuk kebutuhan air bersih masyarakat
memperoleh air dari sumur gali (kedalaman 5 – 6 m, air berasal
dari mata air yang keluar dari sisi karang) dan sumur resapan
(air hujan dari tiris rumah yang dialirkan masuk ke dalam
sumur), sedangkan untuk lahan pertanian hanya bergantung
pada hujan.
6. Belum termanfaatkannya potensi sungai, danau, rawa, dan
sumber air permukaan lainnya yang ada secara optimal.
7. Alokasi pemenuhan kebutuhan air untuk pengusahaan sumber
daya air seringkali tidak seimbang sehingga pengusahaan
sumber air yang dekat dengan sumber air dan berkapasitas besar
saja yang mendapat, banyak bidang yang belum mendapatkan
air sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.

2.4.3 Pengendalian Daya Rusak Air


Permasalahan dalam pengendalian daya rusak air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar antara lain adalah:
1. Dari sisi kerawanan bencana, WS Kepulauan Yamdena-Wetar
merupakan wilayah yang memiliki luas kawasan kerentanan
bencana yang besar mencapai 97% dari total wilayahnya. Dengan
demikian dalam kaitannya dengan ketersedian lahan

158
pembangunan maka dari sisi bencana sangat kecil
ketersediaannya. Dengan kata lain, pengembangan wilayah ini
harus benar-benar memperhatikan aspek resiko bencana dalam
membangun kawasan kawasan yang bersifat strategis.
2. Seluruh wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, baik
perairan maupun daratan, berpotensi terhadap bencana gempa
bumi. Sedangkan potensi bencana tsunami diperkirakan terjadi
di wilayah pantai timur Pulau Yamdena dan Teluk Saumlaki
serta pantai pada gugus kepulauan lainnya yang menghadap
Laut Banda merupakan daerah yang mempunyai risiko paling
tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Potensi tanah longsor
dapat terjadi wilayah-wilayah dengan bentuk morfologi
perbukitan curam dan dibentuk dari batuan/litologi yang
berasosiasi dengan napal, lempung dan tufa lapuk serta terdapat
struktur sesar/patahan dan kekar. Potensi banjir terjadi di
wilayah-wilayah dataran rendah, seperti sebagian kota Saumlaki
dan kota-kota lainnya. Peta tektonik aktif dan sejarah gempa
bumi dari Wilayah Indonesia Timur dapat dilihat pada Gambar
2.57 berikut ini.

Sumber : Danny Hilman Natawidjaja, 2007


Gambar 2.57 Peta Tektonik Aktif Dan Sejarah Gempa Bumi
Dari Wilayah Indonesia Timur

159
3. Kurangnya sarana dan prasarana pencegah atau penahan daya
rusak air seperti penahan banjir, check dam dan sebagainya
sehingga daya rusak air tidak tereduksi bilamana terjadi.
4. Belum terbentuk sistem koordinasi yang baik pada saat terjadi
bencana akibat daya rusak air sehingga akan memperlambat
penanganan saat terjadi bencana.
5. Adanya potensi kerusakan pantai (abrasi pantai).
6. Belum ada sistem yang disepakati dalam pemulihan bencana
akibat daya rusak air sehingga akan memperlambat didalam
pemulihan akibat bencana.

2.4.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air


Permasalahan dalam sistem informasi sumber daya air di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar antara lain adalah:

1. Belum ada lembaga dan sumber daya manusia untuk


pengelolaan sistem informasi sumber daya air sehingga
menyulitkan untuk pemanfaatan dan pengumpulan data di
dalam pengelolaan sumber daya air.

2. Belum ada kerja sama dan jaringan antar penyedia data dan
informasi sumber daya air sehingga informasi dan data sumber
daya air hanya mampu dimanfaatkan secara terbatas dan
sektoral.

3. Tinjauan Terhadap Kelengkapan Data, Data yang tercatat di


beberapa lokasi sungai terutama di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar sendiri baik pencatatan digital maupun pencatatan biasa
sangat minim dan kelengkapan data hampir tidak memenuhi
syarat dalam analisis data yang diperlukan.

4. Tinjauan Terhadap Kondisi Stasiun, Sistem Operasi dan


Pemeliharaannya, stasiun baik hidrologi maupun klimatologi di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar masih sangat minim
keberadaannya. Kondisinya pun tidak cukup baik, baik sistem
operasi dan pemeliharaannya juga belum terkelola dengan baik.
Masyarakat sendiri juga banyak yang belum mengetahui manfaat

160
dari stasiun tersebut, dan kurangnya koordinasi dalam
pengelolaan stasiun tersebut maka kondisi stasiun tersebut tidak
berkembang dengan baik. Untuk kedepannya perlu dibentuk
suatu sistem operasi dan pemeliharaan stasiun yang baik dengan
melibatkan pihat-pihak terkait termasuk masyarakat.

5. Tinjauan terhadap sistem informasi sumber daya air, di WS


Kepulauan Yamdena-Wetar sistem informasi sumber daya air
masih sangat minim, sehingga untuk kedepannya diperlukan
pengelolaan sistem informasi Sumber Daya Air dengan baik yang
menyediakan informasi sumber daya air bagi semua pihak yang
berkepentingan dalam bidang sumber daya air.

Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi, seluruh


instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum,
organisasi, dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan
kegiatan berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan
Laporan hasil kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang sumber
daya air. Yang dimaksud dengan kegiatan berkaitan dengan
sumber daya air adalah kegiatan studi, penelitian, seminar,
lokakarya, kegiatan pemberdayaan masyarakat, kegiatan
pembangunan sarana dan/atau prasarana yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya air.

2.4.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha
Permasalahan dalam pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat dan dunia usaha di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
antara lain adalah:
1. Konflik penggunaan lahan yang teridentifikasi adfalah tumpang
tindih antara penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian,
perkebunan dengan hutan suaka alam maupun dengan fungsi
kawasan lainnya.

2. Masyarakat dan dunia usaha belum dilibatkan dalam


perencanaan sumber daya air, sehingga menimbulkan pro-kontra

161
dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur sumber daya air.

3. Belum ada peran masyarakat dan dunia usaha yang terpadu


dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dikarenakan
informasi dan pemahaman tentang peran masyarakat dan dunia
usaha, masyarakat dan dunia usaha melakukan hal-hal penting
bagi masing-masing yang seringkali bertentangan satu dengan
yang lain termasuk dengan perencanaan pemerintah.

4. Masyarakat dan dunia usaha belum dilibatkan dalam


pengawasan pengelolaan sumber daya air sehingga banyak
infrastruktur sumber daya air yang mengalami kerusakan karena
banyaknya wilayah yang tidak mampu dipantau oleh instansi
pemilik secara menerus. Pemanfaatan sumber daya air juga
seringkali tidak berjalan sesuai perencanaan.

2.5 Identifikasi Potensi Yang Bisa Dikembangkan


Identifikasi potensi yang bisa dikembangkan ditinjau dalam 5 (lima)
aspek pengelolaan sumber daya air yaitu konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air,
sistem informasi sumber daya air dan pemberdayaan dan
peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha.

2.5.1 Konservasi Sumber Daya Air


Potensi sumber daya air yang bisa dikembangkan dalam usaha
konservasi sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar antara
lain adalah:
1. Saat ini pada bidang kehutanan tidak ditemukan adanya industri
pengolahan (hilir). Hal ini disebabkan kegiatan utama saat ini
adalah memperbaiki lahan kritis dengan penanaman komoditas
kehutanan yang ramah lingkungan dan produktif secara ekonomi
dalam jangka panjang. Namun demikian dalam jangka panjang
tanaman kayu yang telah ditanam diperkirakan akan dipanen.
Hasil panen akan menciptakan industri pengolahan kayu
sekaligus sumber kesempatan bekerja dan berusaha serta
perbaikan pendapatan dan taraf hidup.

162
2. Air tanah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat khususnya di
Kepulauan Tanimbar umumnya berada pada kedalaman 2
sampai dengan 15 meter dengan kondisi payau, sedangkan
daerah yang jauh dari pantai berada pada kedalaman 15 sampai
dengan 50 meter dimana airnya tawar dan biasa dipakai untuk
kebutuhan masyarakat seperti mandi, minum dan kebutuhan
rumah tangga lainnya.

3. Hutan Yamdena memiliki suatu nilai tersendiri karena


didalamnya ditemukan salah satu jenis pohon langka “Torim”
yang hanya terdapat di 2 tempat di dunia yaitu Brasil dan
Indonesia (Tanimbar). Selain itu banyak juga diantara spesies
tumbuhan dan hewan langka seperti jenis anggrek, kupu-kupu
serta jenis lainnya yang belum sempat teridentifikasi.

2.5.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air


Potensi sumber daya air yang bisa dikembangkan dalam usaha
pendayagunaan sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
antara lain adalah:
1. Rencana pembangunan embung dalam rangka penambahan
sumber air baku di 72 lokasi tersebar dengan potensi volume
genangan sebesar 6.203.432 m3 dan debit 0,3934 m3/detik.

2. Terdapat lahan-lahan potensial yang tersebar di beberapa pulau


seperti Yamdena, Wetar dan Babar belum dimanfaatkan untuk
pengembangan pertanian (tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan).

3. Di WS Kepulauan Yamdena-Wetar tersebar lahan yang sesuai


untuk pengembangan pertanian lahan kering karena faktor jenis
tanah dan kedalaman efektif tanah. Untuk Kabupaten Maluku
Tenggara Barat luas wilayah yang dapat digunakan sebagai
usaha pertanian lahan kering dan hortikultura adalah sekitar
68.034,27 ha dengan jenis komoditas yang sesuai untuk
diusahakan antara lain padi ladang, jagung, kacang tanah,
kacang hijau, kacang tunggak, kacang merah, kedelai, ubi jalar,
keladi, uwi, gembili, dan tanaman hortikultura.

163
4. Untuk sektor perkebunan di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
terdapat enam komoditas tanaman perkebunan. Dari ke enam
komoditas tersebut, komoditas tanaman kelapa merupakan
komoditas tanaman perkebunan yang paling merata
penyebarannya. Tanaman kelapa berdasarkan penyebaran luas
areal panen dan jenis komoditi yang aktif diperdagangkan dan
prospektif untuk perindustrian ke depan dapat ditetapkan
sebagai komoditas perkebunan unggulan secara regional.

5. Di Pulau Wetar terutama di Desa Ilwaki masyarakat


mengandalkan sumur-sumur air bersih dan menggunakan
sistem droping ke rumah-rumah. Sebagian masyarakat antri
untuk mendapatkan air di sumur yang ada sekitar 1 km dari
desa seperti yang terlihat pada Gambar 2.58 berikut ini.

Gambar 2.58 Sumber Air di Pulau Wetar (Desa Ilwaki)

Sumber air bersih di Wonrelli berasal dari sumur-sumur yang


sudah ada sejak lama bahkan ada sumur berusia ratusan tahun
(sejak jaman Belanda) dan kedalaman sumur di wonrelli sekitar 1
– 2 meter. Sumur-sumur yang berada dekat pantai berasa asin.
Sungai-sungai yang sangat tergantung hujan sebagian besar
mengalami kekeringan. Sumur yang ada di Wonrelli dapat dilihat
pada Gambar 2.59 berikut ini.

164
Gambar 2.59 Sumur di Wonrelli yang ada sejak Jaman Belanda

6. Adanya potensi pengembangan pada gugus pulau di WS


Kepulauan Yamdena-Wetar seperti pada Tabel 2.31 berikut ini.

Tabel 2.31 Gugus Pulau Berdasarkan Potensi Pengembangan


di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Fungsi dan
No Gugus Pulau Prioritas Rencana Pengembangan Infrastruktur
Pengembangan
1 Pulau 1. Perikanan Fasilitas pelayanan publik tingkat
Tanimbar 2. Pertanian provinsi, pelabuhan nasional dan
3. Kehutanan penyeberangan, bandara pusat
4. Perkebunan penyebaran tersier, jaringan jalan darat
5. Industri yang terintegrasi dengan jalur
6. Pendidikan penyeberangan sehingga membentuk
Trans Maluku.
2 Kepulauan 1. Pertambangan Fasilitas pelayanan publik tingkat
Babar 2. Perikanan provinsi, pelabuhan regional dan
3. Peternakan penyeberangan, jaringan jalan darat yang
4. Pariwisata terintegrasi dengan jalur penyeberangan
5. Pertahanan sehingga membentuk Trans Maluku.
3 Kepulauan 1. Perikanan Fasilitas pelayanan publik tingkat
Pulau-pulau 2. Pariwisata provinsi, pelabuhan regional dan
Terselatan 3. Pertahanan penyeberangan, bandara, jaringan jalan
dan Wetar darat yang terintegrasi dengan jalur
penyeberangan sehingga membentuk
Trans Maluku.
Sumber : RTRW Provinsi Maluku 2007 – 2027

7. Untuk beberapa wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat,


kebutuhan air dipenuhi dari jaringan air bersih PDAM Kabupaten
Maluku Tenggara Barat. Sumber air baku untuk PDAM ini
berasal dari mata air Evu yang terletak di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat. Mata air ini memiliki potensi debit air yang
besar, yaitu mencapai 625 m3/detik.

165
8. WS Kepulauan Yamdena–Wetar memiliki total aset
pendayagunaan sumber daya air sebanyak kurang lebih 90
embung, Bak Penampungan Air Hujan (BPAH), Broncaptering,
Bak Tampung, Sumur dan lain-lain beserta sarana dan
prasarana pendistribusian air. Selain itu juga terdapat sekitar 72
potensi embung/infrastruktur sumber daya air lainnya yang bisa
dikembangkan seperti Tabel 2.32 di bawah ini.

166
Tabel 2.32 Identifikasi Potensi Embung atau Infrastruktur Sumber Daya Air Lainnya
Yang Bisa Dikembangkan di WS Kepulauan Yamdena–Wetar
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

Pulau-pulau S.8⁰ 4‟ 19.7”


1 Abusur Kisar 54.000 0,0034
Terselatan E.127⁰ 9‟ 58.3”

Pulau-pulau S.8⁰ 5‟ 19.3”


2 Kotalama Kisar 92.400 0,0059
Terselatan E.127⁰ 8‟ 47.3”

Pulau-pulau S.8⁰ 2‟ 0.1”


3 Lebelau Kisar 68.100 0,0043
Terselatan E.127⁰ 10‟ 20.5”

Pulau-pulau S.8⁰ 3‟ 28.3‟


4 Yawuru Kisar 80.000 0,0051
Terselatan E.127⁰9‟44.9”

167
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

Pulau-pulau S.8⁰ 3‟ 26.4”


5 Woorono Kisar 80.000 0,0051
Terselatan E.127⁰ 9‟ 43.3”

Rumleher Pulau-pulau S.8⁰ 1‟ 53.9”


6 Kisar 80.000 0,0051
Utara Terselatan E.127⁰ 9‟ 26.3”

Pulau-pulau S.8⁰ 5‟ 13.5‟


7 Oirata Barat Kisar 80.000 0,0051
Terselatan E.127⁰11‟21.4”

58.800 0,0037

S.8⁰ 10‟ 57.2”


8 Tutukey Leti Lemola
E.127⁰ 40‟ 57.3”
94.608 0,0060

168
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

S.8⁰ 11‟ 17”


9 Tomra Leti Lemola 60.000 0,0038
E.127⁰ 38‟ 52.8”

61.200 0,0039
S.8⁰ 13‟ 08.2”
10 Baturneau Leti Lemola
E.127⁰ 37‟ 46.2”
94.608 0,0060

66.495 0,0042
S.8⁰ 9‟ 32.7”
11 Luhuleli Leti Lemola
E.127⁰ 40‟ 54.2”
94.608 0,0060

S.8⁰ 9‟ 33.4”
12 Nuwewang Leti Lemola 66.000 0,0042
E.127⁰ 40‟ 54.2”

169
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya
S.8⁰ 12‟ 23.9”
13 Serwaru Leti Lemola 94.608 0,0060
E.127⁰ 36‟ 55.9”

S.8⁰ 12‟ 19.3”


14 Tutuaru Leti Lemola 57.600 0,0037
E.127⁰ 39‟ 51.4”

68.000 0,0043
S.8⁰ 9‟ 43.8”
15 Kaiwatu Moa Mola
E.127⁰ 42‟ 31.2”

94.608 0,0060

S.8⁰ 10‟ 21.1”


16 Tounwawan Moa Mola 167.640 0,0106
E.127⁰ 57‟ 4.9”

170
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

S.8⁰ 10‟ 46.7”


17 Klis Moa Mola 82.100 0,0052
E.127⁰ 59‟ 5.6”

S.8⁰ 10‟ 25.3”


18 Siota Moa Mola 143.750 0,0091
E.127⁰ 58‟ 38”

50.960 0,0032

S.8⁰ 10‟ 49.6”


19 Luang Barat Luang Mdona Hiera
E.128⁰ 41‟ 46.7”
486 0,000003

S.8⁰ 10‟ 38.6”


20 Luang Timur Luang Mdona Hiera 60.000 0,0038
E.128⁰ 42‟ 11.8”

171
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

27.000 0,0017
S.8⁰ 11‟ 38.4”
21 Elo Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 51‟ 51.1”
94.608 0,0060

36.000 0,0023
S.8⁰ 12‟ 59”
22 Lelang Sermata Mdona Hiera
E. 128⁰ 56‟ 25.4”
94.608 0,0060

32.400 0,0021
S.8⁰16‟7.33”
23 Regoha Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 59‟22.01”
94.608 0,0060

27.000 0,0017

S.8⁰ 13‟ 27.8”


24 Batu Gajah Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 58‟ 1.8”
94.608 0,0060

172
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

35.000 0,0022
S.8⁰ 11‟ 38.4”
25 Rotnama Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 51‟ 51.1”
94.608 0,0060

38.000 0,0024
S.8⁰ 11‟ 53.6”
26 Mahaleta Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 56‟ 1.5”

94.608 0,0060

S.8⁰ 12‟ 16.3”


27 Ds. Malanno Sermata Mdona Hiera 94.608 0,0060
E.129⁰ 00‟ 16.7”

28.900 0,0018
S.8⁰ 12‟ 53.8”
28 Pupliora Sermata Mdona Hiera
E.128⁰ 0‟ 4.4”
94.608 0,0060

S.8⁰ 12‟ 51.0”


29 Rumkisar Sermata Mdona Hiera 94.608 0,0060
E.128⁰ 57‟ 44.2”
S.8⁰ 11‟ 58.1”
30 Ds. Gerwali Sermata Mdona Hiera 94.608 0,0060
E.128⁰ 53‟ 58.8”

173
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya
S.8⁰ 13‟ 19.1”
31 Ds. Loltulul Sermata Mdona Hiera 94.608 0,0060
E.128⁰ 52‟ 23.6”

27.000 0,0017
S.7⁰ 48‟ 77.2”
32 Atulbul Da Yamdena Wer-Tamrian
E.131⁰ 25‟ 41.4”
94.608 0,0060

S.7⁰ 48‟ 13.1”


33 Atubul Dol Yamdena Wer-Tamrian 38.155 0,0024
E.131⁰ 27‟ 16”

25.000 0,0016
S.7⁰ 46‟ 50.0”
34 Amdasa Yamdena Wer-Tamrian
E.131⁰ 28‟ 62.0”
DAERAH GENANGAN

94.608 0,0060

174
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

S.7⁰ 45‟ 59.8”


35 Sangliat Dol Yamdena Wer-Tamrian 55.800 0,0035
E.131⁰ 64.5”

S.7⁰ 43‟ 61.00”


36 Aruibab Yamdena Wer-Tamrian 24.960 0,0016
E.131⁰ 30‟ 73.8”

37.500 0,0024
TUBUH EMBUNG

S.7⁰ 48‟ 13.1”


37 Lorulun Yamdena Wer-Tamrian
E.131⁰ 27‟ 16”
94.608 0,0060

175
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

230.000 0,0146 DAERAG GENANGAN

S.7⁰ 42‟ 52.4”


38 Aruidas Yamdena Wer-Tamrian
E.131⁰ 32‟ 15.9”
94.608 0,0060

36.000 0,0023
S.7⁰ 51‟ 84.2”
39 Tumbur Yamdena Wer-Tamrian
DAERAH GENANGAN

E.131⁰ 22‟ 13.1”


94.608 0,0060

Tanimbar S.7⁰ 56‟ 13.1”


40 Ilngei Yamdena 94.608 0,0060
Selatan E.131⁰ 08‟ 03.7”
Tanimbar S.7⁰ 55‟ 50.8”
41 Kabiarat Yamdena 94.608 0,0060
Selatan E.131⁰ 12‟ 46.8”
S.7⁰ 33‟ 56.1”
42 Batu Putih Yamdena Wermaktiam 60 0,0000004
E.131⁰ 12‟ 12.1”

S.7⁰ 55‟ 57.4”


43 Ilwaki Wetar Wetar 37.000 0,0023
E.126⁰ 25‟ 84.5

176
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya

S.7⁰ 53‟ 38.5”


44 Pota Kecil Wetan Babar Timur 28.800 0,0018
E.129⁰ 29‟ 40.8”

S.7⁰ 50‟ 89.6”


45 Romean Fordata Yaru 45.000 0,0029
E.131⁰ 22‟ 52.2”

S.7⁰ 50‟ 89.6”


46 Rumngeur Fordata Yaru 36.000 0,0023
E.131⁰ 22‟ 52.2”

S.7⁰ 48‟ 30.4”


47 Nakramto Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 40‟ 34.1”
S.7⁰ 48‟ 51.2”
48 Kroing Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 38‟ 10.2”
S.7⁰ 48‟ 51.2”
49 Letwurung Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 38‟ 10.2”

177
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya
S.7⁰ 49‟ 03.5”
50 Kokwari Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 44‟ 36.3”
S.7⁰ 49‟ 03.2”
51 Analutur Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 44‟ 36.6”
S.7⁰ 48‟ 55.8”
52 Menuweri Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 47‟ 24.1”
S.7⁰ 50‟ 06.6”
53 Tutuwawan Babar Babar Timur 94.608 0,0060
E.129⁰ 49‟ 29.1”
S.7⁰ 59‟ 04.3”
54 Yaltubung Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 46‟ 41.7”
S.8⁰ 00‟ 11.2”
55 Watrupun Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 44‟ 13.8”
S.7⁰ 59‟ 45.8”
56 Manuwui Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 41‟ 53.5”
S.7⁰ 58‟ 19.5”
57 Elwyar Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 40‟ 23.4”
S.7⁰ 56‟ 53.4”
58 Waitota Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 38‟ 53.5”
S.7⁰ 56‟ 27.4”
59 Yatoke Babar Babar Barat 94.608 0,0060
E.129⁰ 37‟ 10.7”
S.9⁰ 09‟ 07.3”
60 Namtabung Selaru Selaru 94.608 0,0060
E.130⁰ 59‟ 41.2”
S.8⁰ 12‟ 09.1”
61 Fursui Selaru Selaru 250 0,000001
E.130⁰ 55‟ 02.5”
S.7⁰ 07‟ 51.3”
62 Babar Barat Damer Damer 94.608 0,0060
E.128⁰ 33‟ 53.5”
S.7⁰ 06‟ 42.6”
63 Babar Timur Damer Damer 94.608 0,0060
E.128⁰ 37‟ 05.8”
S.7⁰ 07‟ 41.3”
64 Kumur Damer Damer 94.608 0,0060
E.128⁰ 38‟ 51.6”
S.7⁰ 09‟ 00.3”
65 Wulur Damer Damer 94.608 0,0060
E.128⁰ 36‟ 18.1”

178
Nama
Volume Debit
Embung/ Lokasi
No. Kecamatan Genangan Terpasang Koordinat Dokumentasi
Infrastruktur (Pulau)
(m3) (m3/detik)
SDA lainnya
S.8⁰ 08‟ 32.2”
66 Babiotang Marsela Babar Timur 324 0,000002
E.129⁰ 51‟ 32.7”
S.8⁰ 08‟ 32.2”
67 Uwili Marsela Babar Timur 324 0,000002
E.129⁰ 51‟ 32.7”
S.8⁰ 09‟ 35.5”
68 Serili Marsela Babar Timur 324 0,000002
E.129⁰ 50‟ 57.1”
S.8⁰ 10‟ 58.6”
69 Letelola Besar Marsela Babar Timur 324 0,000002
E.129⁰ 51‟ 25.1”
S.8⁰ 09‟ 58.8”
70 Letelola Kecil Marsela Babar Timur 324 0,000002
E.129⁰ 52‟ 22.6”
S.8⁰ 09‟ 56.3”
71 Sera Lakor Lakor 60 0,0000004
E.128⁰ 35‟ 18.7”
S.8⁰ 10‟ 09.1”
72 Werwawan Lakor Lakor 60 0,0000004
E.128⁰ 36‟ 44.1”
Total 6.204.524 0,3933

Sumber : Balai Wilayah Sungai Maluku, 2013

179
9. Desa Tumbur terletak kurang lebih 18 km dari Kota Saumlaki.
Hasil kerajinan tangan dan keterampilan yang terkenal dari desa
ini adalah berbagai ukiran dari kayu, bambu, anyaman, dan
tenunan dalam berbagai jenis, bentuk dan motif. Di samping itu
Desa Tumbur juga merupakan salah satu desa sejarah Perang
Dunia II yang dipakai Jepang sebagai basis pertahanan berupa
goa-goa bawah tanah. Desa ini dapat dikembangkan sebagai
wisata budaya dengan berintikan kehidupan sosial budaya
masyarakat sehingga tetap mempertahankan jati diri masyarakat
juga sekaligus dapat memenuhi kebutuhan wisatawan.

10. Potensi utama yang terdapat di Pulau Kisar adalah jeruk kisar
yang mempunyai ciri khas dan sudah terkenal terutama di
kepulauan Maluku dan sudah dipasarkan ke luar negeri.
Kawasan Kisar yang menjadi sentra penghasil jeruk Kisar perlu
dikembangkan menjadi salah satu wisata agro yang ada di
Kabupaten Maluku Barat Daya.

11. Pulau Moa adalah salah satu pulau kecil di Kabupaten Maluku
Barat Daya yang di dalamnya ditemukan berbagai jenis hewan di
antaranya kerbau/tedong dengan jumlah yang sangat banyak
dan berukuran besar. Diharapkan ada pola atau bentuk
pemanfaatan yang optimal baik untuk kepentingan pemanfaatan
daging maupun dapat dikembangkan sebagai suatu atraksi
wisata.

2.5.3 Pengendalian Daya Rusak Air


Potensi sumber daya air yang bisa dikembangkan dalam usaha
pengendalian daya rusak air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
antara lain adalah:

1. Di Pulau Yamdena keberadaan mangrove tersebar di beberapa


pulau dan didominasi oleh Rhizophora dan bruguera, secara rinci
di tampilkan dalam Tabel 2.33 berikut ini.

180
Tabel 2.33 Distribusi Luas Dan Persentase Tutupan Bakau
di Kabupaten Maluku Tenggara Barat

No Nama Pulau Jenis Pohon

Rhizopora Stylosa, Rhizophra Apiculata, Bruguiera


1 Larat
Gymnnorrhhiza, Cerriops Tagal, Sonertia Alba
2 Seira Rhizopora Stylosa, Rhizophra Apiculata,
3 Wahub Rhizopora Stylosa, Rhizophra Apiculata,
4 Wuliaru Rhizopora Stylosa,
5 Kore Rhizopora Stylosa, Bruguiera Gymnnorrhhiza
Sumber : RTR Pesisir dan Kelautan Wilayah Maluku dan Maluku Utara, 2012

2. Mangrove di Pulau Wetar terdapat di Pulau Wetar Sendiri dan


Pulau Lirang dengan luasan ± 1,43 Km2 dan didominasi oleh
tumbuhan Sonertia Alb, Baringtonia Asiatica, Hibiscus
Tilianceaus, Nypha Fructicans dan Acanthus licifolius.

3. Mangrove di Pulau Larat didominasi oleh Rhizopora Stylosa,


Bruguiera Gymnnorrhhiza, Rhizophra Apiculata, Bruguiera
Gymnnorrhhizal dan lain-lain.

4. Terumbu karang di Maluku Tenggara Barat tersebar di Pulau


Tanimbar Selatan yang meliputi Pulau Wutat, Pulau Wuryaru,
Pulau Kisui dan Pulau Selu dengan keragaman jenis yang cukup
tinggi. Selain itu terdapat juga di Pulau Wetar dan Pulau Lirang
yang terdiri dari 128 spesies.

2.5.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air


Potensi sumber daya air yang bisa dikembangkan dalam usaha
sistem informasi sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
antara lain adalah:

1. Role sharing antar institusi pengelola sumber daya air, yang


memungkinkan sharing sistem informasi sumber daya air; dan

2. Pengembangan sumber daya manusia dan jaringan informasi


sumber daya air yang terpadu dan berbagi data informasi antar
institusi pengelola data informasi.

3. Stasiun hujan dan klimatologi yang ada pada Wilayah Sungai


Kepulauan Yamdena-Wetar hanya terdapat di Kota Saumlaki,
Pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

181
Berdasarkan hasil Analisis kerapatan stasiun hujan dan
klimatologi pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar, maka
diperlukan sedikitnya 3 stasiun hujan dan klimatologi Posisi
stasiun hujan dan klimatologi dapat dilihat pada Gambar 2.60
berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 2.60 Peta Rencana Stasiun Hujan dan Klimatologi
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

Rencana stasiun hujan dan klimatologi adalah pada kota A


(Wonreli) di Pulau Kisar, Kota B (Wulur) di Pulau Damer dan Kota
C (Saumlaki) di Pulau Yamdena. Kota-kota tersebut merupakan
ibu kota kecamatan yang berpenghuni dan mempunyai aparatur
pemerintahan sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan
operasional dan pemeliharaan. Lokasi dari rencana stasiun hujan
mewakili kebutuhan data pada WS Kepulauan Yamdena-Wetar
oleh karena memungkinkan dilaksanakan intrepetasi informasi
hidrologi dan klimatologi.

2.5.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha
Potensi sumber daya air yang bisa dikembangkan dalam usaha
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar antara lain adalah:

182
1. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan petani tentang pola
pertanian di WS Kepulauan Yamdena-Wetar sangat berkaitan
dengan sistem pertanian yang ada saat ini di setiap kecamatan,
yaitu usaha tani lahan kering (tadah hujan) yang masih
subsisten dengan pola ladang berpindah-pindah (shifting
cultivation). Sistem pertanian subsisten adalah pertanian
swasembada (self-sufficiency) dimana petani fokus pada usaha
membudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cukup
untuk mereka sendiri dan keluarga. Sistem pertanian subsisten
ini sudah dijalankan secara turun temurun dan telah menjadi
tradisi (budaya), sehingga sangat berkaitan dengan perilaku dan
pola pertanian masyarakat hingga saat ini.

2. Pola usaha tani tanaman pangan di WS Kepulauan Yamdena-


Wetar umumnya berupa kombinasi padi ladang (gogo) dan jagung
pada musim tanam-1 (Desember-Maret), dan diikuti kombinasi
kacang-kacangan, umbi-umbian dan sayur-sayuran pada musim
tanam-2 (Mei-Juli), dan masa bero (Agustus-Oktober).

3. Tinjauan terhadap Kuantitas dan Peran Organisasi Masyarakat


serta Dunia Usaha.

Untuk meningkatkan peran masyarakat dalam kegiatan operasi


dan pemeliharaan perlu dibentuk wadah semacam perhimpunan
petani pemakai air (P3A), namun dengan cakupan tanggung
jawab lebih luas yakni mencakup kegiatan operasi dan
pemeliharaan sungai, termasuk di dalamnya pengaturan
distribusi air.

Masyarakat juga dapat melakukan partisipasi dalam pengelolaan


wilayah sungai. Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat
diartikan sebagai upaya terencana untuk melibatkan masyarakat
dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Sedangkan dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya


air, dunia usaha terutama pihak swasta sangat berpengaruh
dalam pengelolaan sumber daya air WS Kepulauan Yamdena-
Wetar. Keikutsertaan swasta (dalam hal ini pihak investor) dalam

183
kegiatan pemeliharaan sungai jelas akan mengurangi beban
biaya pemeliharaan yang ditanggung oleh pemerintah.

184
3 BAB III
ANALISIS DATA

3.1 Asumsi, Kriteria, dan Standar

3.1.1 Standard Kriteria dan Analisa

A. Standard Kriteria Kesesuaian Lahan

Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan


klasifikasi kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang
dikembangkan di Indonesia oleh Puslittanak (1993), metode
Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana Induk
Nasional HTI (Hacket, 1991 dan National Masterplan Forest
Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing
mempunyai penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga
berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada pemilihan jenis
tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada
tanaman keras.

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan


dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau
persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh
karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching.
Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu :
sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak
sesuai (N). Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga
mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat
yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman),
g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada
klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat.
Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit
lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti
bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang
mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang

185
sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil
akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek
dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan
klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi
apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut
dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai
faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.

Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi


data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan
untuk setiap jenis tanaman. Contoh beberapa kriteria pertum-
buhan tanaman dapat dilihat pada Prinsip klasifikasi kesesuaian
lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu:

1. Kategori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian


terendah.

2. Pada kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang
berbeda, semua sub kelas yang ada perlu disebut dan tidak
ada prioritas.

Bila suatu wilayah akan dinilai tingkat kesesuaiannya terhadap


tanaman jati (Tectona grandis), maka diperlukan inventarisasi
kondisi iklim, tanah dan lahannya. Hasil inventarisasi tersebut
kemudian dicocokkan dengan kriteria tempat tumbuh tanaman.

a) Kriteria Kawasan Lindung

Dalam menentukan kesesuaian lahan untuk arahan


pemanfaatan kawasan lindung yang berdasarkan pada
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, digunakan faktor
penciri untuk penatagunaan hutan kesepakatan yaitu faktor-
faktor fisik lingkungan yang meliputi:

1. Kemiringan lereng; dinyatakan dalam persen (%);

2. Faktor jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi;

3. Faktor curah hujan harian rata-rata.

186
b) Kriteria Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan


fungsi utama untuk dibudidayakan berdasarkan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya
buatan.

1. Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan


basah di mana untuk pengairannya dapat diperoleh secara
alami maupun teknis, tanaman pangan lahan kering
untuk tanaman palawija, hortikultura atau tanaman
pangan.

 Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian lahan


Basah.
Kegiatan pertanian lahan basah adalah kegiatan
pertanian yang memerlukan air terus menerus
sepanjang tahun, dengan komoditas utamanya adalah
padi sawah.

 Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian lahan


Kering.
Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi
pengembangan pengairan dapat di kembangkan untuk
pertanian lahan kering.

 Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Tana-


man Tahunan/Perkebunan.
Tidak berbeda dengan kriteria untuk pertanian lahan
kering, kriteria lahan untuk tanaman tahunan, seperti
pori air tersedia, reaksi tanah, banjir dan genangan,
drainase /permeabilitas, erodibilitas, salinitas dan zone
agroklimat relatif sama. Akan tetapi, tanaman tahunan
membutuhkan kedalaman efektif tanah yang lebih
dalam yaitu minimal 100 cm dengan batas ambang
lebih besar dari 50 cm.

187
2. Kawasan Budidaya Non Pertanian

 Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman

Kemiringan lahan yang sesuai untuk kawasan


permukiman adalah pada lereng kelas 0% – 15%
(Malbery, 1972). Permukiman penduduk dengan segala
fasilitas pendukungnya paling ideal berada pada
kemiringan 0%-18%. Kemiringan diatas 8% sampai
18% masih dapat diterima dengan pembatasan
kepadatan bangunan. Sedangkan kemiringan 15%
sampai 25% dapat diterima tetapi harus didukung
dengan teknologi dan biaya konstruksi yang cukup
tinggi untuk menjamin keselamatan dan keamanan
baik bangunan maupun tanahnya. Secara jelas kriteria
kesesuaian lahan untuk kegiatan permukiman dapat
dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman


Sesuai Tidak
No. Kriteria Sesuai
Bersyarat Sesuai
1. Lereng < 15% 15% – 25% > 25%
2. Drainase Tidak pernah Periodik Tergenang
tergenang permanen
3. Kualitas Tawar Payau Asin
Air Tanah
4. Tekstur Halus-Sedang Agak Kuarsa
Tanah Berkuarsa
Sumber : Permen PU No. 41/PRT/M/2007, tentang Pedoman
Kriteria Teknis Kawasan Budidaya

 Kesesuaian Lahan Untuk Industri


Ketentuan pemerintah tentang penggunaan tanah bagi
pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan
Presiden Nomor 33 Tahun 1990 pasal 2, menyatakan
adalah bahwa kegiatan pembangunan kawasan
industri tidak dapat dilakukan pada:
 Kawasan pertanian;
 Kawasan hutan produksi;
 Kawasan lindung.

188
 Kawasan pertanian di atas yang dimaksud,
dijelaskan pada pasal 3 Keputusan Presiden Nomor
33 Tahun 1990 adalah sebagai berikut:
 Kawasan tanaman lahan basah yang berupa sawah
dengan pengairan dari jaringan irigasi;
 Lahan berpotensi irigasi yang dicadangkan untuk
usaha tani dengan fasilitas irigasi.

Kawasan hutan produksi meliputi hutan produksi


terbatas dan hutan produksi tetap. Kawasan lindung
yang dimaksud sebagaimana yang diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.

a) Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pertambangan


Analisis kesesuaian untuk kawasan pertambangan
megacu kepada Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruangan di Daerah, yaitu sebagai berikut :
 Kriteria kawasan pertambangan sesuai dengan yang
ditetapkan Kementerian Pertambangan untuk daerah
masing-masing, yang mempunyai bahan tambang
bernilai tinggi.
 Dalam lingkup wilayah Provinsi terdapat beberapa
daerah/kawasan yang memiliki potensi pertambangan
(batuan dan mineral).

B. Standard Kriteria DAS Kritis


Cara/rumus perhitungan lahan kritis sebagai berikut :

LK x 100%
PLLK = -----------------
A

di mana :
PLLK = Persentase Luas Lahan Kritis (Ha)
LK = Luas Lahan Kritis dan Sangat Kritis (Ha)
A = Luas DAS (Ha)

189
Kriteria penilaian kekritisan lahan berdasarkan prosentase lahan
kritis di suatu DAS dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kekritisan Lahan Berdasarkan


Prosentase Lahan Kritis di Suatu DAS
Persentase Kesesuaian Kualifikasi
No Skor
Penggunaan Lahan Prioritas
1. 90 < KPL ≤ 100 1 Sangat Rendah
2. 75< KPL ≤ 90 2 Rendah
3. 60 < KPL ≤ 75 3 Sedang
4. 50 < KPL ≤ 60 4 Tinggi
5. PKL < 50 5 Sangat Tinggi
Sumber : Departemen Kehutanan, 2003

Untuk penentuan lahan kritis pada Penyusunan Pola Pengelolaan


Sumber Daya Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar ini
menggunakan data sekunder yang sudah ada yaitu dari Ditjen
Planologi Kementerian Kehutanan.

C. Standard Analisis Potensi Erosi


Untuk memprediksi laju potensi erosi suatu luasan permukaan
lahan dilakukan dengan metode pendekatan parameter The
Universal Soil Loss Equation (USLE), yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1978). Dengan menggunakan model
perhitungan kehilangan tanah seperti yang dikemukakan oleh
Wischmeir dan Smith, maka perkiraan besarnya jumlah erosi
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

A=R.K.L.S.C.P

Dengan :
A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas lahan
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kecuraman lereng
C = Faktor vegetasi penutup lahan dan pengelolaan tanaman
P = Faktor tindakan konservasi tanah

 Peta tata guna lahan digunakan untuk menentukan jenis


penggunaan lahan yang ada di masing-masing DAS yang ada
di wilayah sungai.

190
 Data tata guna lahan digunakan untuk menghitung nilai
pengelolaan tanaman (C) dan faktor konservasi lahan (P)
dalam menentukan produktivitas lahan di masing-masing
DAS di WS Kepulauan Yamdena-Wetar pada saat ini.

 Peta topografi digunakan untuk menentukan kemiringan


lereng (S) dan panjang lereng (L) dalam memperkirakan
besarnya erosi yang terjadi di masing-masing DAS yang ada di
wilayah sungai.

 Penentuan nilai erosivitas hujan (R) dilakukan dengan melihat


kondisi atau keadaan curah hujan yang terjadi di masing-
masing DAS yang ada di wilayah sungai. Data curah hujan
yang terkumpul selama sepuluh tahun diambil rata-ratanya
dan nilai R dihitung.

 Untuk menentukan faktor erodibilitas tanah (K) dilakukan


dengan melihat peta jenis tanah dan dilihat jenis tanah yang
ada di sekitar masing-masing DAS di wilayah sungai dan
dihitung dengan menggunakan monograf nilai (K) (Asdak C,
2007).

 Faktor lainnya adalah distribusi butiran (tekstur) tanah,


kandungan bahan organik, struktur tanah, dan permeabilitas
tanah harus diketahui.

D. Standard Analisis Angkutan Sedimen


Dalam studi ini dalam memperkirakan besarnya sedimentasi
yang masuk dan terangkut sungai menggunakan rumus-rumus
empiris yang ada. Konsep yang banyak digunakan dalam
perhitungan sedimen dikenal dengan Sediment Delivery Ratio
(SDR), yaitu perbandingan antara sediment yield dengan gross
erosion. Nilai SDR ini dipengaruhi oleh luas DAS, topografi DAS
dan kerapatan drainasenya, relief dan panjang kemiringan DAS,
serta pengaruh curah hujan dan limpasan yang terjadi
(Gottschalk dalam Chow, 1964). Pengaruh luas DAS terhadap
nilai SDR dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

191
Tabel 3.3 Pengaruh Luas DAS
terhadap Sediment Delivery Ratio
Luas DAS Luas DAS SDR
Log Luas DAS
(Km2) (ha) (%)
0,1 10 1,0 53
0,5 50 1,7 39
1 100 2,0 35
5 500 2,7 27
10 1000 3,0 24
50 5000 3,7 15
100 10.000 4,0 13
200 20.000 4,3 11
500 50.000 4,7 8,5
26.000 2.600.000 6,4 4,9
Sumber : Robinson dalam Arsyad, 1989

Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil


dari proses erosi potensial untuk diendapkan di bagian sungai
atau tempat-tempat rendah tertentu. Tidak semua erosi aktual
akan menjadi sedimen dan ini tergantung dari nisbah antara
volume sedimen hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran
sungai dengan volume sedimen yang bisa diendapkan dari lahan
di atasnya (SDR = Sediment Delivery Ratio).

Pendugaan laju sedimen potensial yang terjadi di suatu DAS


dihitung dengan persamaan Weischmeier dan Smith, 1958,
sebagai berikut:

Spot = Eakt x SDR

dengan :

SDR = Sediment Delivery Ratio

Spot = Sedimentasi potensial

Eakt = Erosi aktual

E. Standard Analisis Pertumbuhan Penduduk


Proyeksi penduduk dihitung bedasarkan pada asumsi bahwa
pertumbuhan penduduk bersifat linier dari tahun ke tahun.
Dengan demikian, proyeksi penduduk tersebut menggunakan
rumus proyeksi penduduk linear yaitu :

Pt = P0 (1 + r)n

192
di mana :

Pt = Jumlah penduduk tahun terakhir

P0 = Jumlah penduduk tahun awal

1 = Konstanta (angka tetap)

r = Pertumbuhan penduduk (%)

n = Selisih tahun antara Pt dan P0

Jumlah penduduk awal yang dijadikan dasar perhitungan adalah


penduduk pada tahun awal data. Sedangkan untuk tingkat
pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah tingkat
pertumbuhan penduduk rata-rata masing-masing kabupaten
/kota periode tahun data.

Sementara itu seperti disebutkan sebelumnya, jumlah penduduk


awal yang dijadikan dasar penghitungan adalah penduduk
Tahun 2012. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, rentang waktu perencanaan
untuk RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. Dengan
demikian proyeksi penduduk pun harus mengikuti yaitu 20
tahun sehingga proyeksi penduduk dianalisis hingga Tahun
2032.

F. Standard Analisis Ketersediaan Air


Ketersediaan sumber daya air sangat berhubungan erat dengan
curah hujan dan kondisi klimatologi yang terjadi didaerah
tersebut dan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan
suatu wilayah sungai yang dinyatakan dalam keandalan debit
yang dapat disediakan dalam rangka memenuhi kebutuhan di
dalam maupun di luar wilayah sungai tersebut.

Debit andalan merupakan debit yang dapat diandalkan untuk


suatu reabilitas tertentu. Untuk keperluan irigasi biasanya
digunakan debit andalan dengan reabilitas 80%. Artinya dengan
kemungkinan 80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau
sama dengan debit tersebut, atau sistem irigasi boleh gagal sekali
dalam lima tahun. Untuk keperluan air minum dan industri

193
maka dituntut reabilitas yang lebih tinggi, yaitu sekitar 90%.
Prosedur dan formula yang dipakai untuk menghitung
ketersediaan air/debit andalan menggunakan Metode FJ. Mock.

G. Standard Kebutuhan Air


1. Domestik
Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari seperti
halnya minum, memasak, mandi-cuci-kakus (MCK), dan lain-
lain. Namun demikian untuk keperluan perencanaan, untuk
memprediksi kebutuhan air bersih domestik pada masa yang
akan datang dipergunakan pendekatan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya berdasarkan jenis daerah dan
jumlah penduduk seperti pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4 Kebutuhan Air Domestik


Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Kebutuhan Air
No Kategori Kota
(Jiwa) (liter/orang/hari)
1 Pedesaan 3.000 – 20.000 60 – 90
2 Kota Kecil 20.000 – 100.000 90 – 100
3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 100 – 120
4 Kota Besar 500.000 – 1.000.000 120 – 150
5 Metropolitan > 1.000.000 150 – 210
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya, 2006

Berdasarkan jumlah penduduk di WS Kepulauan Yamdena-


Wetar yaitu antara 100.000 jiwa – 500.000 jiwa sehingga
dikategorikan kota sedang, maka untuk kriteria standard
kebutuhan air domestik diambil 120 liter/orang/hari.

Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses


industri, termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja
industri dan pendukung kegiatan industri. Besarnya standar
kebutuhan industri adalah sebagai berikut :

 Untuk pekerja industri, kebutuhan air merupakan


kebutuhan air domestik yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan pekerja pabrik. Adapun kebutuhan air tersebut
adalah 60 liter/pekerja/hari.

194
 Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi sesuai
dengan Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5 Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Proses Industri

Kebutuhan Air
Jenis Industri Jenis Proses Industri
(liter/hari)
Industri rumah
tangga Belum ada rekomendasi yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan air rumah tangga
Industri kecil
Minuman ringan 1.600 – 11.200
Industri sedang Industri es 18.000 – 67.000
Kecap 12.000 – 97.000
Minuman ringan 65.000 – 7,8 juta
Industri besar Industri pembekuan ikan dan
225.000 – 1,35 juta
biota perairan lainnya

Industri tekstil Proses pengolahan tekstil 400 – 700 liter/kapita/hari

Sumber : Ditjen Cipta Karya Tahun, 2006

Karena untuk jenis industri di suatu daerah beragam,


maka untuk analisis kebutuhan air industri nantinya akan
digunakan besaran nilai 500 liter/orang/hari.

2. Non Domestik
Kebutuhan air non domestik atau sering juga disebut
kebutuhan air perkotaan (municipal) adalah kebutuhan air
untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial, fasilitas
pariwisata, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas
pendukung kota lainnya misalnya pembersihan jalan,
pemadam kebakaran, sanitasi dan penyiraman tanaman
perkotaan. Besarnya kebutuhan air non domestik dapat
diperoleh dengan prosentase dari jumlah kebutuhan rumah
tangga, berkisar antara 25% – 40% dari kebutuhan air rumah
tangga seperti pada Tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6 Kebutuhan Air Non Domestik
Menurut Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Non Domestik
No Jumlah Penduduk
(% kebutuhan Air Domestik)
1 > 500.000 40
2 100.000 – 500.000 35
3 < 100.000 25
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya, 2006

195
Karena jumlah penduduk di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
yang berkisar antara 100.000 jiwa – 500.000 jiwa, maka
kebutuhan air non domestik diambil 35% dari kebutuhan air
domestiknya.

3. Pertanian
Kebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air
keperluan untuk lahan pertanian yang dilayani oleh suatu
sistem irigasi teknis, setengah teknis maupun sederhana.
Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian
antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhan airnya per
satuan luas seperti pada Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7 Kebutuhan Air Pertanian


Berdasarkan Jenis Lahan
Kebutuhan Air
Jenis Lahan
(liter/detik/ha)
Sawah (padi) 1,5
Ladang (palawija) 0,4
Perkebunan 0,9
Sumber : Technical Report National Water Policy, 1992 dalam
Direktorat Pengairan dan Irigasi BAPPENAS Tahun 2006

4. Peternakan
Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan
mengacu pada hasil penelitian dari FIDP yang dimuat dalam
Technical Report National Water Resources Policy Tahun 1992
seperti pada Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Kebutuhan Air Peternakan


Berdasarkan Jenis Ternak
Jenis Ternak Kebutuhan Air (liter/ekor/hari)
Sapi/kerbau/kuda 40
Kambing/domba 5
Babi 6
Unggas 0,6
Sumber : Technical Report National Water Policy, 1992 dalam
Direktorat Pengairan dan Irigasi BAPPENAS Tahun 2006

H. Standard Kriteria Perhitungan Debit Banjir


Ada beberapa metode untuk menghitung besarnya debit banjir
rencana antara lain Metode Der Weduwen, Metode Haspers,
Metode Melchior dan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I.

196
Tetapi karena WS Kepulauan Yamdena-Wetar memiliki luasan
yang besar > dari 1.000 km2, maka metode yang akan digunakan
untuk menghitung debit banjir yaitu Metode Haspers dan
Melchior. Berikut ini akan ditampilkan beberapa metode analisis
debit banjir rencana yang dikaitkan dengan parameter luasan
DAS seperti pada Tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9 Berbagai Metode Perhitungan Debit Banjir

Parameter Berdasarkan
No Metode Perhitungan
Luasan DAS
1 Rasional Untuk DAS dengan luas ≤ 40 ha
2 Der Weduwen Untuk DAS dengan luas ≤ 100 km 2
3 Haspers Tidak memperhatikan luasan DAS
4 Melchior Untuk DAS dengan luas ≥ 100 km 2
Sumber : Rancangan Pedoman Teknis Bahan Konstruksi Bangunan Sipil,
Departemen Pekerjaan Umum, 2006

Berdasarkan tabel di atas, maka pemilihan perhitungan debit


banjir rencana di WS Kepulauan Yamdena-Wetar ini akan
menggunakan Metode Haspers. Pemilihan terhadap Metode
Haspers ini dikarenakan dalam analisisnya tidak memperhatikan
luasan DAS, sehingga cocok digunakan untuk DAS dengan
luasan besar maupun kecil.

I. Standard Kualitas Air


Tingkat pencemaran sungai, dapat diketahui dengan cara
menganalisis Status Mutu Air (SMA). SMA yaitu suatu tingkat
kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau baik
dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku
mutu air. Agar SMA diketahui paramaeter kualitas air yang
diukur harus mengikuti parameter yang ditentukan dalam
kriteria, selain itu jumlah pengukuranpun lebih dari satu kali.
Sebagai gambararan status mutu air dari PP 82/2001 diuraikan
dalam klasifikasi dan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001, tentang
“Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”
terdiri dari empat kelas sebagai berikut:
 Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-
syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

197
 Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
 Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
 Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

Untuk standar kualitas air baku harus mengacu pada peraturan-


peraturan yang telah ada. Adapun standar tersebut disajikan
pada Tabel 3.10 dan 3.11 berikut ini.
Tabel 3.10 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Klasifikasi Kelas
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
FISIKA
Deviasi temperatur
Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi
Temperatur C dari keadaan
3 3 3 5
alamiahnya
Residu
mg/L 1000 1000 1000 2000
Tersuspensi
Bagi pengolahan air
minum secara
Residu
mg/L 50 50 400 400 konvensional,
Tersuspensi
residu tersuspensi
< 5000mg/L
KIMIA ANORGANIK
Apabila secara
alamiah diluar
rentang tersebut,
pH - 6–9 6–9 6–9 5–9
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
Angka batas
DO mg/L 6 4 3 0
minimum
Total fosfat,
mg/L 0,2 0,2 1 5
sebagai P

198
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
Nitrat mg/L,NO 3 –N 10 10 20 20
Bagi perikanan,
amonia bebas utk
Amoniak mg/L,NH3 N 0,5 (-) (-) (-)
ikan peka <0,02
mg/l sebagai NH 3
Arsen mg/L, As 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L,Co 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L,Ba 1 (-) (-) (-)
Boron Mg/L,B 1 1 1 1
Selenium mg/L,Se 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L,Cd 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) Mg/L,Cr 0,05 0,05 0,05 1
Bagi pengolahan air
minum
Tembaga mg/L.Cu 0,02 0,02 0,02 0,2
konvensional, Cu <
1 mg/L
Bagi pengolahan air
minum
Besi mg/L,Fe 0,3 (-) (-) (-)
konvensional, Fe <
5 mg/L
Bagi pengolahan air
minum
Timbal mg/L,Pb 0,03 0,03 0,03 1
konvensional, Pb <
01mg/L
Mangan mg/L,Mn 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L,Hg 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air
minum
Seng mg/L,Zn 0,05 0,05 0,05 2
konvensional, Zn <
5 mg/L
Khlorida Mg/L,Cl 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L,CN 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida Mg/L,F 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan air
minum
Nitrit,sbg N mg/L,NO2-N 0,05 0,05 0,05 (-)
konvensional,
NO2 –N < 1 mg/L
Sulfat mg/L,SO4 400 (-) (-) (-)
Bagi air baku air
Klorin Bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) minum tidak
dipersyaratkan
Bagi pengolahan air
Belerang minum konvensio-
mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
sbg H2S nal, S sebagai H2S <
0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
Bagi pengolahan air
Fecal coliform Jml/100mL 100 1000 2000 2000 minum konvensio-
nal, Fecal coliform
< 2000 jml/100
Total Coliform Jml/100mL 1000 5000 10.000 10.000 mL, dan Total
coliform < 10.000
jml/100 mL

199
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
RADIOAKTIVITAS
Gross A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross B Bq/L 1 1 1 1
Sumber : PP No.82/2001 Tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air

Tabel 3.11 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Klasifikasi Kelas


(lanjutan)
KELAS
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
KIMIA ORGANIK
Minyak dan Lemak g/L 1000 1000 1000 (-)
Detergent sbg MBAS g/L 200 200 200 (-)
Senyawa Fenol g/L 1 1 1 (-)
BHC g/L 210 210 210 (-)
Aldrien/Dieldrin g/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane g/L 3 (-) (-) (-)
DDT g/L 2 2 2 2
Heptachlor dan
g/L 18 (-) (-) (-)
H.Epoxide
Lindane g/L 56 (-) (-) (-)
Methoxychlor g/L 35 (-) (-) (-)
Endrin g/L 1 4 4 (-)
Toxaphan g/L 5 (-) (-) (-)
Keterangan: Mg = milligram Bq = Bequerel

MBAS =
Nilai diatas merupakan batas
g = mikrogram Methylene Blue
maksimum, kecuali pH dan DO
Active Substance
Logam berat
pH, merupakan nilai rentang yang
mL= mililiter merupakan logam
tidak boleh kurang dan lebih
tersuspensi
Nilai DO Arti (-), bahwa pada kelas tersebut,
merupakan batas parameter tersebut tidak
minimum dipersyaratkan
Sumber : PP No.82/2001 Tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air

J. Standard Kerapatan Stasiun Hidroklimatologi di Wilayah


Sungai
Kerapatan (density) stasiun hujan dalam DAS mempakan salah

200
satu faktor penting dalam analisis hidrologi, terutama yang
menyangkut parameter hujannya. Hal ini berkaitan dengan
berapa besar sebaran dan kerapatan stasiun hujan dalam suatu
DAS dapat memberikan data yang mewakili DAS yang
bersangkutan, serta berapa besar sebaran dan kerapatannya
berpengaruh terhadap tingkat kesalahan nilai rerata datanya. Hal
ini terbukti masih belum adanya petunjuk yang baku tentang
metode yang tepat tentang pola penempatan dan penyebaran
stasiun penakar hujan. WMO (World Meterological Organization)
memiliki standar kerapatan stasiun hujan seperti pada Tabel
3.12 berikut ini.
Tabel 3.12 Aturan Standar Kerapatan Stasiun Hujan
Menurut World Meterological Organization
Kisaran Norma-Norma
Kisaran Norma- Sementara Yang
Norma Jaringan Diperbolehkan Dalam
Tipe Wilayah Minimum Kondisi-Kondisi
(Luas Dalam km2 Yang Sulit
untuk 1 Stasiun) (Luas Dalam
km2/stasiun)
Wilayah datar pada zona iklim 600 – 900 900 – 3000
sedang, mediteran, dan tropika
Wilayah bergunung-gunung pada 100 – 250 250 – 1000
zona iklim sedang, mediteran, dan (pada kondisi yang sulit
tropika dapat melebihi 2000)
Kepulauan-kepulauan pegunungan 25 250 – 1000
yang kecil dengan presipitasi yang (pada kondisi yang sulit
sangat tidak beraturan, jaringan dapat melebihi 2000)
hidrografi sangat rapat
Zona-zona arid dan kutub (tidak 1500 – 10000
termasuk gurun-gurun yang luas)
Sumber : Seyhan dalam WMO Tahun 1977

Berdasarkan aturan standar WMO tersebut maka dapat dibuat


asumsi bahwa jika terdapat dua stasiun hujan, namun salah
satu stasiun hujan tidak memiliki data hujan untuk kurun
waktu tertentu, maka data stasiun hujan yang ada dapat
diasumsikan sama untuk menggantikan data stasiun hujan yang
kosong jika letak stasiun hujan yang tak memiliki data terliput
dalam area stasiun hujan yang memiliki data menurut standar
WMO.

201
3.1.2 Analisis
A. Analisis Kebutuhan Air
1. Kebutuhan Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar.
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Maluku Barat Daya
adalah sebesar 0,67%/tahun dan di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat sebesar 1,56%/tahun. Penduduk di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar pada tahun 2012 sebesar 342.278
jiwa dan hasil proyeksi angka pertumbuhan penduduk
meningkat menjadi 352.416 jiwa pada tahun 2032 yang
terdiri dari penduduk di Kabupaten Maluku Barat Daya dan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat seperti pada Gambar 3.1.
342.278

348.202

350.233

351.496

352.416
400.000

350.000

237.025
236.593
236.000
235.044
232.239

300.000
Penduduk (Jiwa)

250.000

200.000

115.391
114.903
114.233
113.158
110.039

150.000

100.000

50.000

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Kabupaten Maluku Barat Daya Kabupaten Maluku Tenggara Barat Wilayah Sungai Yamdena-Wetar

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.1 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032

Adapun hasil proyeksi kebutuhan air pada WS Kepulauan


Yamdena-Wetar meliputi kebutuhan air rumah tangga dan
perkotaan, industri, sawah, kebun, ternak, dan lain-lain
dapat dilihat pada Tabel 3.13 dan Gambar 3.2 berikut ini.
Tabel 3.13 Proyeksi Kebutuhan Air di Wilayah Sungai
Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032

Kebutuhan Air (m³/detik) 2012 2017 2022 2027 2032

Kebutuhan Air untuk Rumah


0,36 0,40 0,45 0,50 0,55
tangga-Perkotaan

Kebutuhan Air untuk Industri 0,08 0,09 0,10 0,11 0,12

Kebutuhan Air untuk Sawah dan


0,93 0,89 0,85 0,81 0,77
Kebun

202
Kebutuhan Air (m³/detik) 2012 2017 2022 2027 2032

Kebutuhan Air untuk Ternak 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05

Total Kebutuhan Air 1,39 1,42 1,45 1,48 1,51


Sumber : Hasil Analisis, 2013

Proyeksi Kebutuhan Air (m³/dtk)


1,55

1,50

1,45

1,40

1,35 1,39 1,42 1,45 1,48 1,51

1,30
2012
2017
2022
2027
2032

Kebutuhan Air (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.2 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air di Wilayah Sungai
Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032

2. Kebutuhan Air Pulau-Pulau Utama di WS Kepulauan


Yamdena-Wetar.

Pertumbuhan penduduk di Pulau Wetar adalah sebesar 0,31%


per tahun, di Pulau Kisar sebesar 0,44% per tahun, di Pulau
Moa sebesar 0,36% per tahun, di Pulau Yamdena sebesar
0,44% per tahun, dan di Pulau Leti sebesar 0,33% per tahun.
Penduduk pulau-pulau utama di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar pada tahun 2012 sebesar 94.137 jiwa dan hasil
proyeksi angka pertumbuhan penduduk meningkat menjadi
95.323 jiwa pada tahun 2032 seperti pada Gambar 3.3
sampai Gambar 3.8.

203
Pertumbuhan Penduduk di Pulau Wetar
8.012
8.006
8.020 7.996
8.000 7.981
Penduduk (Jiwa)

7.980
7.960 7.937
7.940
7.920
7.900
7.880

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.3 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di Pulau Wetar Tahun 2012 – 2032

Pertumbuhan Penduduk di Pulau Kisar

15.550 15.502
15.484
15.458
15.500
15.417
Penduduk (Jiwa)

15.450
15.400
15.350 15.296
15.300
15.250
15.200
15.150

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.4 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di Pulau Kisar Tahun 2012 – 2032

204
Pertumbuhan Penduduk di Pulau Moa
9.746
9.737
9.750 9.724
9.702
Penduduk (Jiwa)

9.700
9.640
9.650

9.600

9.550

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.5 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di Pulau Moa Tahun 2012 – 2032

Pertumbuhan Penduduk di Pulau Yamdena

53.861
54.000 53.796
53.708
53.800 53.565
Penduduk (Jiwa)

53.600
53.400 53.144
53.200
53.000
52.800
52.600

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.6 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di Pulau Yamdena Tahun 2012 – 2032

205
Pertumbuhan Penduduk di Pulau Leti

8.220 8.202
8.195
8.185
8.200
8.168
Penduduk (Jiwa)

8.180
8.160
8.140 8.120
8.120
8.100
8.080
8.060

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.7 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
di Pulau Leti Tahun 2012 – 2032

Pertumbuhan Penduduk di Selain Pulau Utama

249.049
249.200 248.968
248.856
249.000
248.675
Penduduk (Jiwa)

248.800
248.600
248.400 248.141
248.200
248.000
247.800
247.600

2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.8 Grafik Proyeksi Jumlah Pertumbuhan Penduduk
Selain di Pulau-Pulau Utama Tahun 2012 – 2032

206
Adapun hasil proyeksi kebutuhan air pada pulau-pulau
utama di WS Kepulauan Yamdena-Wetar meliputi kebutuhan
air rumahtangga-perkotaan, industri, sawah, kebun, dan
ternak dapat dilihat pada Tabel 3.14 sampai dengan Tabel
3.18 dan Gambar 3.9 sampai dengan Gambar 3.10 berikut
ini.

Tabel 3.14 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Wetar


Tahun 2012 – 2032
Kebutuhan Air Pulau Wetar
2012 2017 2022 2027 2032
(m³/detik)
Kebutuhan Air untuk Rumah
0,0055 0,0058 0,0061 0,0064 0,0067
Tangga-Perkotaan

Kebutuhan Air untuk Industri 0,0011 0,0012 0,0013 0,0014 0,0015

Kebutuhan Air untuk Sawah dan


0,0022 0,0021 0,0020 0,0019 0,0018
Kebun

Kebutuhan Air untuk Ternak 0,0004 0,0005 0,0006 0,0007 0,0008

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,0006 0,0007 0,0008 0,0009 0,0010

Total Kebutuhan Air 0,0098 0,0103 0,0108 0,0113 0,0118

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Tabel 3.15 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Kisar


Tahun 2012 – 2032
Kebutuhan Air Pulau Kisar
2012 2017 2022 2027 2032
(m³/detik)
Kebutuhan Air untuk Rumah
0,0201 0,0209 0,0217 0,0225 0,0233
Tangga dan Perkotaan

Kebutuhan Air untuk Industri 0,0072 0,0074 0,0076 0,0078 0,0090

Kebutuhan Air untuk Sawah dan


0,0067 0,0065 0,0063 0,0061 0,0059
Kebun
Kebutuhan Air untuk Ternak 0,0016 0,0017 0,0018 0,0019 0,0020

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,0021 0,0022 0,0023 0,0024 0,0025

Total Kebutuhan Air 0,0377 0,0387 0,0397 0,0407 0,0427

Sumber : Hasil Analisis, 2013

207
Tabel 3.16 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Moa Tahun 2012 – 2032
Kebutuhan Air Pulau Moa
2012 2017 2022 2027 2032
(m³/detik)
Kebutuhan Air untuk Rumah
0,0114 0,0118 0,0122 0,0126 0,0129
Tangga dan Perkotaan
Kebutuhan Air untuk Industri 0,0040 0,0041 0,0044 0,0045 0,0046
Kebutuhan Air untuk Sawah dan
0,0037 0,0036 0,0036 0,0035 0,0034
Kebun

Kebutuhan Air untuk Ternak 0,0009 0,0010 0,0011 0,0012 0,0013

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,0011 0,0012 0,0013 0,0014 0,0015

Total Kebutuhan Air 0,0211 0,0217 0,0226 0,0232 0,0237


Sumber : Hasil Analisis, 2013

Tabel 3.17 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Yamdena Tahun 2012 – 2032
Kebutuhan Air Pulau Yamdena
2012 2017 2022 2027 2032
(m³/detik)
Kebutuhan Air untuk Rumah Tangga
0,2355 0,2514 0,2671 0,2826 0,2979
dan Perkotaan
Kebutuhan Air untuk Industri 0,0841 0,0877 0,0913 0,0949 0,0985
Kebutuhan Air untuk Sawah dan
0,4176 0,4008 0,3842 0,3678 0,3516
Kebun
Kebutuhan Air untuk Ternak 0,0041 0,0043 0,0045 0,0047 0,0049

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,0049 0,0051 0,0053 0,0055 0,0057

Total Kebutuhan Air 0,7462 0,7493 0,7524 0,7555 0,7586


Sumber : Hasil Analisis, 2013

Tabel 3.18 Proyeksi Kebutuhan Air Pulau Leti Tahun 2012 – 2032
Kebutuhan Air Pulau Leti
2012 2017 2022 2027 2032
(m³/detik)
Kebutuhan Air untuk Rumah
0,0387 0,0493 0,0600 0,0708 0,0817
Tangga dan Perkotaan

Kebutuhan Air untuk Industri 0,0135 0,0147 0,0159 0,0171 0,0183

Kebutuhan Air untuk Sawah


0,0631 0,0539 0,0447 0,0355 0,0263
dan Kebun
Kebutuhan Air untuk Ternak 0,0013 0,0011 0,0013 0,0015 0,0017

Kebutuhan Air untuk Lain-Lain 0,0015 0,0017 0,0019 0,0021 0,0023

Total Kebutuhan Air 0,1181 0,1207 0,1238 0,1270 0,1303

Sumber : Hasil Analisis, 2013

208
Proyeksi
ProyeksiKebutuhan AirPulau-Pulau
Kebutuhan Air Pulau-Pulau Utama
Utama
3
di Wilayah SungaiYamdena-Wetar
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (m (m³/dtk)
/dtk)

0,7462

0,7444

0,7424

0,7402
0,8000

0,7378
0,7000

0,6000

0,5000
m3/dtk

0,4000

0,3000

0,1181

0,1207
0,2000
0,0377

0,1238
0,0098
0,0211

0,0387

0,1270
0,0103
0,0217

0,0397

0,1303
0,1000

0,0108

0,0226

0,0407
0,0113

0,0232

0,0427
0,0000

0,0118

0,0237
2012
2017
2022
2027
2032

Kebutuhan Air Pulau Wetar (m³/dtk) Kebutuhan Air Pulau Kisar (m³/dtk)
Kebutuhan Air Pulau Moa (m³/dtk) Kebutuhan Air Pulau Yamdena (m³/dtk)
Kebutuhan Air Pulau Leti(m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.9 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air Pulau-Pulau Utama
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032

Proyeksi Kebutuhan Air Selain Pulau-Pulau Utama


3
di WS
Wilayah SungaiYamdena-Wetar
Kepulauan Yamdena-Wetar (m(m³/dtk)
/dtk)

0,6000

0,5000

0,4000
m3/dtk

0,5597
0,5336
0,5067
0,4802

0,3000
0,4591

0,2000

0,1000

0,0000
2012 2017 2022 2027 2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.10 Grafik Proyeksi Kebutuhan Air Selain Pulau-Pulau Utama
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2012 – 2032

209
B. Analisis Neraca Air
Neraca air merupakan perbandingan antara potensi air,
ketersediaan air terpasang, dan kebutuhan air di suatu wilayah
untuk melihat kapasitas sumber daya airnya. Berikut ini akan
disajikan grafik neraca air Tahun 2012 hingga Tahun 2032 di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar dan pulau-pulau besar yang memiliki
luas dominan/cukup besar di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
seperti pada Gambar 3.11 sampai dengan Gambar 3.16.

1. Neraca Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar

NERACA AIR WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR TAHUN 2012-2032

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.11 Grafik Neraca Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun 2012 – 2032

210
2. Neraca Air Pulau-Pulau Utama di WS Kepulauan Yamdena-
Wetar

NERACA AIR PULAU WETAR


7,2728 7,4774 7,9680 8,7934
10,0000 5,6662 6,6218
4,4316 5,2895
3,8108
2,3623 2,1460
1,0881
1,0000

0,1000
m³/dtk

0,0100

0,0013 0,0009 0,0014


0,0012 0,0012 0,0011 0,0010 0,0010
0,0007 0,0009 0,0008 0,0009 0,0009 0,0008 0,0009 0,0010
0,0006 0,0007 0,0006
0,0010 0,0004 0,0005
0,0011 0,0006 0,0012
0,0010 0,0010 0,0009 0,0004 0,0003
0,0008
0,0008 0,0007 0,0007 0,0007
0,0005
0,0004

0,0001

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) Kebutuhan Air 2012 (m³/dtk) Kebutuhan Air 2032 (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.12 Grafik Neraca Air di Pulau Wetar
Tahun 2012 – 2032

NERACA AIR PULAU KISAR


1,0000
0,3556 0,3924
0,3245 0,3337 0,2955
0,2528 0,2360
0,1700 0,1977
0,1054 0,0958
0,1000
0,0486
m³/dtk

0,0100
0,0045 0,0045 0,0047 0,0052
0,0048
0,0041 0,0038 0,0043
0,0033 0,0036 0,0033 0,0031 0,0032
0,0022 0,0024
0,0023 0,0023
0,0039 0,0039
0,0020 0,0018
0,0041 0,0035
0,0016 0,0017 0,0046
0,0032 0,0027 0,0030
0,0013 0,0026
0,0018 0,0017
0,0010
0,0027
0,0009 0,0008

0,0001

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) Kebutuhan Air 2012 (m³/dtk) Kebutuhan Air 2032 (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.13 Grafik Neraca Air di Pulau Kisar
Tahun 2012 – 2032

211
NERACA AIR PULAU MOA
10,0000

1,2759 1,3118 1,3979 1,5427


0,9941 1,1617
0,7775 0,9280
1,0000 0,6686
0,4144 0,3765
0,1909

0,1000
m³/dtk

0,0100
0,0019
0,0025 0,0025 0,0026 0,0029
0,0016 0,0022 0,0021 0,0020
0,0013 0,0018 0,0018 0,0017
0,0011 0,0009 0,0013 0,0013 0,0013 0,0017
0,0026
0,0022 0,0022 0,0023 0,0010
0,0019 0,0018 0,0017 0,0015 0,0010
0,0010 0,0015 0,0010 0,0014
0,0007 0,0006
0,0005
0,0002

0,0001

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) Kebutuhan Air 2012 (m³/dtk) Kebutuhan Air 2032 (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.14 Grafik Neraca Air di Pulau Moa
Tahun 2012 – 2032

NERACA AIR PULAU YAMDENA


10,0000 6,3720
5,2702 5,4184 5,7739
4,7984
4,1059 3,8330
3,2113
2,7614
1,7118 1,5551

1,0000 0,7885
m³/dtk

0,0972 0,1084
0,0938
0,0890 0,0929 0,0848
0,1000 0,0810 0,0730 0,0789 0,0740
0,0640 0,0699 0,0696 0,0689 0,0670
0,0668
0,0520 0,0509 0,0510
0,0501 0,0924
0,0778 0,0769 0,0812 0,0410 0,0380
0,0688 0,0629 0,0360
0,0539 0,0320
0,0536 0,0529 0,0508
0,0349 0,0341

0,0100

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) Kebutuhan Air 2012 (m³/dtk) Kebutuhan Air 2032 (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.15 Grafik Neraca Air di Pulau Yamdena
Tahun 2012 – 2032

212
NERACA AIR PULAU LETI
1,0000

0,2796 0,3085
0,2552 0,2624 0,2323
0,1988 0,1856
0,1555
0,1337
0,0829 0,0753
0,1000

0,0382
m³/dtk

0,0182 0,0200
0,0176 0,0175
0,0152 0,0152 0,0138 0,0147 0,0136 0,0148
0,0124 0,0123 0,0130 0,0133
0,0100 0,0100 0,0095 0,0108 0,0106
0,0084 0,0094 0,0086 0,0084
0,0100 0,0073 0,0081
0,0065 0,0069 0,0071 0,0063
0,0061 0,0056 0,0054 0,0059
0,0049 0,0046
0,0032

0,0010

Potensi Air (m³/dtk) Ketersediaan Air Terpasang (m³/dtk) Kebutuhan Air 2012 (m³/dtk) Kebutuhan Air 2032 (m³/dtk)

Sumber : Hasil Analisis, 2013


Gambar 3.16 Grafik Neraca Air di Pulau Leti
Tahun 2012 – 2032

3.2 Skenario Kondisi Ekonomi, Politik, dan Perubahan Iklim


Skenario yang digunakan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar didasarkan atas kondisi perekonomian,
politik, perubahan iklim dan finansial Negara untuk membiayai
program-program pembangunan tersebut.

a. Skenario Kondisi Pertumbuhan Ekonomi


Dalam analisis pertumbuhan ekonomi dikategorikan kedalam
skenario pertumbuhan ekonomi rendah, sedang, dan tinggi
dengan kriteria sebagai berikut :
 Skenario pertumbuhan ekonomi rendah apabila pertumbuhan
ekonomi < 4,5%
 Skenario pertumbuhan ekonomi sedang apabila pertumbuhan
ekonomi 4,5%-6,5%
 Skenario pertumbuhan ekonomi tinggi apabila pertumbuhan
ekonomi > 6,5%

Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Kabupaten Maluku


Barat Daya atas dasar harga konstan tahun 2012 tercatat
sebesar 173.246,90 juta rupiah. Hal ini berarti mengalami
pertumbuhan sebesar 5,04% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, sebesar 164.930,34 juta rupiah.

213
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Kabupaten Maluku
Tenggara Barat atas dasar harga konstan tahun 2012 tercatat
sebesar 391.617,39 juta rupiah. Hal ini berarti mengalami
pertumbuhan sebesar 3,85% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, sebesar 377.107,20 juta rupiah.

b. Skenario Kondisi Politik


WS Kepulauan Yamdena-Wetar merupakan gerbang pintu terluar
dengan Negara Timor Leste, sehingga mempunyai strategis
penting terkait keamanan dan ketahanan nasional. Hal ini
berdampak terhadap arah kebijakan politik dan ekonomi
perbatasan yang akan dilaksanakan.

c. Skenario Perubahan Iklim


Berdasarkan data dan informasi, terjadi pergeseran musim hujan
dan perubahan intensitas hujan dalam kurun waktu 2009 – 2012
walaupun tidak terlalu signifikan, diduga hal ini disebabkan
adanya perubahan iklim global (Global Climate Change), namun
pola baru dari perubahan iklim belum dapat ditentukan
mengingat rentang data perugbahan iklim yang masih pendek.

d. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Air Berdasarkan Skenario


Pertumbuhan Ekonomi
Skenario pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu
barometer yang digunakan dalam penyusunan pola pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai. Skenario ini dibuat dalam 3
(tiga) kondisi yaitu pada saat ekonomi rendah, ekonomi sedang
dan ekonomi tinggi.

Untuk lebih jelasnya mengenai ketiga skenario yang dikaitkan


dengan penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dapat
dilihat penyediaan air dan kebutuhan air di tiap skenario pada
Tabel 3.19 berikut ini.

214
Tabel 3.19 Potensi, Ketersediaan Air Terpasang dan
Kebutuhan Air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Tahun
No Uraian
2012 2017 2022 2027 2032
A. Potensi Air(m3/detik) 194,86 194,86 194,86 194,86 194,86
B. Kebutuhan Air (m3/detik) 1,39 1,42 1,45 1,48 1,51
C. Penyediaan Air :
1 Ekonomi Tinggi (m3/detik) 1,08 1,29 1,48 1,56 1,56
2 Ekonomi Sedang (m3/detik) 1,08 1,25 1,40 1,48 1,48
3 Ekonomi Rendah (m3/detik) 1,08 1,19 1,35 1,43 1,43
Sumber : Hasil Analisis, 2013

Dari tabel di atas nilai untuk penyediaan air untuk tiap-tiap


skenario berbeda. Untuk penyediaan air diasumsikan bahwa di
skenario ekonomi tinggi akan terjadi upaya yang cukup banyak
dalam hal peningkatan penyediaan air, hal ini didukung oleh
baiknya kondisi ekonomi dan politik suatu pemerintahan. Dan
untuk skenario ekonomi sedang, maka upaya tersebut akan
berkurang sehingga mempengaruhi juga penyediaan air.
Sedangkan untuk skenario ekonomi rendah untuk kebutuhan
airnya akan berada di bawah kondisi skenario ekonomi tinggi dan
sedang. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi keku-
rangan suplai air didasarkan pada skenario pertumbuhan
ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi rendah, sedang, dan
tinggi.

3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Rendah


Pertumbuhan ekonomi rendah diasumsikan bahwa pertumbuhan
ekonomi WS Kepulauan Yamdena-Wetar lebih rendah bila
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional (<
4,5% per tahun). Berdasarkan asumsi tersebut, maka usaha
penyediaan air antara lain :
1. Pembangunan 42 embung pada DAS prioritas dalam kurun
waktu 20 tahunan.
2. Pembangunan sumur dan bak tampung dan BPAH.
3. Pembangunan broncaptering pada mata air.
4. Rehabilitasi 300 Ha hutan lindung yang kritis.
5. Konversi 1.700 Ha hutan produksi yang kritis menjadi hutan
lindung.

215
6. Operasi dan pemeliharaan embung dan sarana sumber daya air
lainnya.

Adapun upaya pemenuhan kebutuhan air untuk skenario ekonomi


rendah dapat dilihat pada Gambar 3.17 sampai dengan Gambar 3.22
berikut ini.

216
Strategi
Strategi Ketersediaan Air Skenario
Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi
“Ekonomi Rendah"
Rendah”Wilayah
WS Kepulauan
Sungai Yamdena-Wetar
Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 194,86 m³/dt
194,86 m3/dt

Upaya :
2 -. Pembangunan 16 embung = 0,05 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,015 m3/dt
1,8 -. Konversi 1.200 ha hutan produksi yang kritis = 0,06 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
1,6 1,51
1,42 1,45 1,48
1,39
1,4 1,43
m3/detik

1,43
1,35 1,35
1,2
1,19 1,19
1 1,08 1,08

0,8
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt Upaya :
0,4 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,005 m3/dtk -. Pembangunan 12 embung = 0,044 m3/dtk
-. Rehabilitasi 300 ha hutan lindung yang kritis = 0,021 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Konversi 500 ha hutan produksi yang kritis = 0,025 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0,2
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.17 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah WS Kepulauan Yamdena-Wetar

217
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Rendah" Wilayah
Pulau Wetar
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 62,928
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
62,928 m3/dt
Upaya :
2 -. Upaya :
Pembangunan 16 embung = 0,05 m3/dtk
-. -.Pembangunan
Pembangunansumur,
sumur,bak
bak tampung,dan
tampung, dan BPAH
BPAH = 0,0004
= 0,015 m3/dt
m3/dt
1,8 -. -.Konversi
Pembangunan
1.200 habroncaptering
hutan produksipada mata
yang air==0,06
kritis 0,0003 m3/dtk
m3/dtk
-. -.O&P
O&P embungdan
embung dan sarana
sarana SDA
SDA lainnya= 0,01
lainnya = 0,0002 m3/dtk
m3/dtk
1,6
1,41 1,44 1,46 1,48
1,39 1,43
1,4
m3/detik

1,43
1,35 1,35 0,0118
1,2 0,0108 0,0113 0,0118
0,0103
1,19 1,19
0,0098 0,0118
1,08 1,08 0,0109 0,0109
1
0,0100 0,0100
0,8
0,0079 0,0079
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt Upaya :
0,4 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,005 m3/dtk -. Pembangunan
Upaya : 12 embung = 0,044 m3/dtk
Upaya :
-. Rehabilitasi 300 ha hutan lindung yang kritis = 0,021 m3/dtk -.-. Pembangunan
Pembangunan sumur,
sumur, bak
bak tampung,
tampung, dan
dan BPAH
BPAH == 0,000
0,02 m3/dt
4m3/dt
-. Pembangunan
Konversi 500 ha1 hutan
embung = 0,021yang
produksi m3/dtk
kritis = 0,025 m3/dtk -.-. Pembangunan
O&P embung dan sarana SDApada
broncaptering lainnya = 0,01
mata air =m3/dtk
0,0003 m3/dtk
0,2
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.18 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah Pulau Wetar

218
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Rendah" Wilayah Sungai Yamdena-Wetar
Pulau Kisar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 194,86 m³/dt
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 2,808 m³/dt 194,86 m3/dt
2,808 m3/dt
2 Upaya :
Upaya :
-. Pembangunan 16 embung = 0,05 m3/dtk
1,8 -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,015 m3/dt
1,6 -. Konversi 1.200 ha hutan produksi1,41
yang kritis = 0,06 m3/dtk 1,44
1,39
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk 1,46 1,48
1,43
1,4
1,43
m3/detikm3/detik

Upaya : 1,35 1,35


1,2 -. Pembangunan sumur, bak tampung,1,19
dan BPAH = 0,0003 m3/dt 1,19 0,0712
1 -. Pembangunan broncaptering pada
1,08 mata air = 0,0003 m3/dtk
1,08
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk 0,0712
0,8
0,6 Upaya :
-. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk Upaya :
0,4 0,0494
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt
0,0387 -. Pembangunan
0,0397 12 embung = 0,044
0,0407m3/dtk
0,0494 0,0427
0,2 0,0377
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,005 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Rehabilitasi 300 ha hutan lindung yang kritis = 0,021 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0 -. Konversi 500 ha hutan produksi yang kritis = 0,025 m3/dtk
2012 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya
2017 = 0,01 m3/dtk 2022
Tahun 2027 2032
0,0268 0,0276
0,0268 0,0276 Upaya :
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0003 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0003 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.19 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah Pulau Kisar

219
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Rendah" Wilayah
Pulau Moa
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 11,040
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
11,040 m3/dt
Upaya :
2 -. Pembangunan 16 embung = 0,05 m3/dtk Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,015 m3/dtsumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt
-. Pembangunan
1,8 -. Konversi 1.200 ha hutan produksi yang kritis-. =Pembangunan
0,06 m3/dtk broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01-.m3/dtkO&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
1,6
1,41 1,44 1,46 0,0374 1,48
1,39
Upaya : 1,43
1,4 -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt 0,0374
m3/detik

1,43
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk 1,35 1,35
1,2 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
1,19 1,19
1 1,08 1,08 0,0226 0,0232 0,0237
0,0211 0,0217

0,8
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk
0,0164 0,0164
0,0146 0,0146
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt
0,4 0,0128 0,0128
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,005 m3/dtk
-. Rehabilitasi 300 ha hutan lindung yang kritis = 0,021 m3/dtk Upaya :
0,2 -. Konversi 500 ha hutan produksi yang kritis = 0,025 m3/dtk -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.20 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah Pulau Moa

220
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Rendah" Wilayah
Pulau Yamdena
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 45,600
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
45,600 m3/dt
Upaya
Upaya::
2 -.-. Pembangunan
Pembangunan16 embung==0,042
2 embung 0,05 m3/dtk
m3/dtk
-.-. Pembangunan
Pembangunan sumur,
sumur,bak
baktampung,
tampung,dan
danBPAH
BPAH==0,015 m3/dt
0,0016 m3/dtk
1,8 -.-. Konversi 1.200 ha hutan produksi yang kritis = 0,06 m3/dtk
Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
-.-. O&P
O&Pembung
embungdandansarana
saranaSDA
SDAlainnya
lainnya==0,01
0,0002m3/dtk
m3/dtk
1,6
0,9
1,41 1,44 1,46 1,48
1,39 1,43
1,4
m3/detik

0,8172 1,43
1,35 1,35
1,2 0,8172
1,19
0,7493 1,190,7928
0,7524 0,75550,7928 0,7586
0,7462
1 1,08 1,08
0,7474 0,7474
0,8
0,7 Upaya :
0,6980 0,6980 -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dt
Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
0,4 -.-. Pembangunan
Pembangunan 2broncaptering
embung = 0,042
pada m3/dtk
mata air = 0,005 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
-.-. Pembangunan sumur, bak tampung,
Rehabilitasi 300 ha hutan lindung yang dan BPAH
kritis = 0,0016
= 0,021 m3/dt
m3/dtk
-.-. Pembangunan
Konversi 500 habroncaptering pada
hutan produksi mata
yang air==0,025
kritis 0,0016 m3/dtk
m3/dtk
0,2 -.-. Rehabilitasi 40dan
ha hutan
O&P embung saranalindung yang kritis
SDA lainnya = 0,01= m3/dtk
0,0040 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,5
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.21 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah Pulau Yamdena

221
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Rendah" Wilayah
Pulau Leti
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan
Kebutuhan Air
Air Penyediaan
PenyediaanAir
Air Potensi
PotensiAir
Air: :194,86
2,208 m³/dt
m³/dt
194,86 m3/dt
2,208 m3/dt
Upaya :
2 Upaya : 16 embung = 0,05 m3/dtk
-. Pembangunan
-. Pembangunan
-. Pembangunan 1 embung
sumur, bak = 0,021
tampung, m3/dtk
dan BPAH = 0,015 m3/dt
1,8 -. Pembangunan
-. Konversi 1.200 ha hutansumur, bakyang
produksi tampung,
kritis =dan
0,06BPAH = 0,0009 m3/dt
m3/dtk
-. Pembangunan
-. O&P embung broncaptering
dan sarana SDA lainnya =pada
0,01mata air = 0,0009 m3/dtk
m3/dtk
1,6
0,2 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
1,41 1,44 1,46 1,48
1,39 1,43
1,4
m3/detik

1,43
1,35 1,35
1,2 0,1456
1,19 1,19 0,1303 0,1456
0,1207 0,1238 0,1270
0,1181
1 1,08 1,08
0,1226 0,1226
0,8
0,0996 0,0996
Upaya : Upaya :
0,6 -. Pembangunan 14 embung = 0,048 m3/dtk
0,0766 0,0766 -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,005 m3/dt -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt
0,4 Upaya :
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,005 m3/dtk
-.-.Pembangunan 1 embung -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk
Rehabilitasi 300 ha hutan= lindung
0,021 m3/dtk
yang kritis = 0,021 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
-.-.Pembangunan
Konversi 500 hasumur,
hutanbak tampung,
produksi yangdan BPAH
kritis = 0,0009
= 0,025 m3/dt
m3/dtk
0,2 -.-.Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk
O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.22 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Rendah Pulau Leti

222
3.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sedang

Pertumbuhan ekonomi sedang diasumsikan bahwa pertumbuhan


ekonomi WS Kepulauan Yamdena-Wetar sama dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional (4,5% - 6,5% per tahun).
Berdasarkan asumsi tersebut, maka usaha penyediaan air antara
lain :
1. Pembangunan 52 embung pada DAS prioritas dalam kurun
waktu 20 tahunan.
2. Pembangunan sumur dan bak tampung dan BPAH.
3. Pembangunan broncaptering pada mata air.
4. Rehabilitasi 400 Ha hutan lindung yang kritis.
5. Konversi 2.200 Ha hutan produksi yang kritis menjadi hutan
lindung.
6. Operasi dan pemeliharaan embung dan sarana sumber daya air
lainnya.

Adapun upaya pemenuhan kebutuhan air untuk skenario ekonomi


sedang dapat dilihat pada Gambar 3.23 sampai Gambar 3.28 berikut
ini.

223
Strategi
Strategi Ketersediaan
Ketersediaan Air
Air Skenario “Ekonomi Sedang"
Skenario "Ekonomi Sedang” Wilayah
WS Kepulauan
Sungai Yamdena-Wetar
Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
Upaya :
2 -. Pembangunan 14 embung = 0,044 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Konversi 1.600 ha hutan produksi yang kritis = 0,08 m3/dtk
1,8
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk

1,6 1,48
1,48
1,39 1,42 1,40
1,48 1,51
m3/detik

1,4 1,45
1,40
1,2 1,25 1,25

1 1,08 1,08

0,8
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,02 m3/dtk Upaya :
0,4 -. Pembangunan 18 embung = 0,052 m3/dtk
-. Rehabilitasi 400 ha hutan lindung yang kritis = 0,03 m3/dtk
-. Konversi 600 ha hutan produksi yang kritis = 0,03 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
0,2 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.23 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang WS Kepulauan Yamdena-Wetar

224
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Sedang" Wilayah
Pulau Wetar
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 62,928
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
62,928 m3/dt
Upaya :
0,02
2 -. Pembangunan
Upaya : 14 embung = 0,044 m3/dtk
-. Pembangunan sumur,bak
-. Pembangunan sumur, baktampung,
tampung,dan danBPAH
BPAH==0,0005
0,02 m3/dt
m3/dt
1,8 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0005m3/dtk
-. Konversi 1.600 ha hutan produksi yang kritis = 0,08 m3/dtk
-.-.O&P
O&Pembung
embungdan
dansarana
saranaSDA
SDAlainnya
lainnya==0,0002
0,01 m3/dtk
m3/dtk
1,6 1,48
1,48
0,015 1,39 1,41 1,40
1,46
m3/detik

1,4 1,44 1,48


1,40
0,0122 0,0122
1,2 1,25 0,0110
1,25
0,0103
0,0098 0,0113 0,0118
0,01
1 1,08 1,08 0,0108 0,0110
0,0100 0,0100
0,8
0,0079
Upaya : 0,0079
0,6 -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk
0,005 -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt Upaya :
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,02 m3/dtk Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,000 4m3/dt
0,4 Upaya : -. Pembangunan 18 embung =pada
0,052 m3/dtk
-. Rehabilitasi 400 ha hutan lindung yang kritis = 0,03 m3/dtk -. Pembangunan broncaptering mata air = 0,0003 m3/dtk
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Konversi 600 ha hutan produksi yang kritis = 0,03 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,2 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.24 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang Pulau Wetar

225
Strategi
Strategi Ketersediaan
Ketersediaan Air Air Skenario
Skenario "Ekonomi
"Ekonomi Sedang"
Sedang" Wilayah
Pulau Kisar Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 194,86 m³/dt
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 2,808 m³/dt 194,86 m3/dt
2,808 m3/dt
Upaya :
2
-. Pembangunan 14 embung = 0,044 m3/dtk Upaya :
0,2
1,8 -. Pembangunan sumur, bak tampung,
Upaya : dan BPAH = 0,02 m3/dt -. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk
0,18 1,6 -. Konversi 1.600 ha hutan-.produksi yang kritis
Pembangunan = 0,08 m3/dtk
1 embung = 0,021 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana-. SDA 1,41
lainnya = 0,01
Pembangunan m3/dtk
sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0003 m3/dt 1,48 1,48
1,39 1,40
0,16 1,4 1,44m3/dtk
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0003 1,46 1,48
m3/detik

-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk 1,40


0,14 1,2 1,25 1,25
m3/detik

1,08
1 Upaya : 1,08
0,12 -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk 0,1124 0,1124
0,8
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0003 m3/dt
0,1 Upaya :
0,6 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0003 m3/dtk
-. -. embung
O&P Pembangunan
dan 20 embung
sarana = 0,058
SDA lainnya m3/dtkm3/dtk
= 0,0002
0,08 0,4 -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt 0,0704
Upaya :
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,02 m3/dtk -. Pembangunan 18 embung = 0,052 m3/dtk
0,06 0,2 -. Rehabilitasi 400 ha hutan lindung yang kritis = 0,03 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung,0,0704
dan BPAH = 0,02 m3/dt
0,0377 0,0387 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0 -. Konversi 600 ha hutan produksi yang kritis = 0,03 m3/dtk
0,04 0,0486 0,0486
2012 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya
2017 = 0,01 m3/dtk 0,0397
2022 0,0407
2027 2032
0,0427
Tahun
0,02 0,0268 0,0268

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.25 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang Pulau Kisar

226
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Sedang" Wilayah
Pulau Moa
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 11,040
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
11,040 m3/dt
Upaya :
0,08
2 -. Pembangunan 14 embung = 0,044 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan UpayaBPAH: = 0,02 m3/dt
-. Konversi 1.600 ha hutan produksi yang kritis = 0,08 m3/dtk
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
1,8
0,07 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya -.= 0,01 m3/dtk
Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk
1,6 1,48
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk 1,48
0,0584 0,0584
0,06 1,39 1,41 1,40
1,46
m3/detik

1,4 1,44 1,48


1,40
0,05
1,2 1,25 1,25
Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt 0,0374
0,04
1 1,08
-. 1,08
Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,0374
0,8
0,03
Upaya :
0,6 -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk
0,02 -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt 0,0226 0,0232 0,0237
0,0211
-. Pembangunan broncaptering pada0,0217
mata air = 0,02 m3/dtk Upaya :
0,4 -. Pembangunan 18 embung = 0,052 m3/dtk
-. Rehabilitasi 400 ha hutan lindung yang kritis = 0,03 m3/dtk
0,0146
-. Konversi 600 ha hutan produksi yang0,0128
kritis = 0,03 m3/dtk -.0,0146
Pembangunan sumur,
Upaya :bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
0,01 0,0128
0,2 -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk -. O&P embung dan
-. sarana SDA lainnya
Pembangunan = 0,01=m3/dtk
1 embung 0,021 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.26 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang Pulau Moa

227
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Sedang" Pulau
Wilayah
Yamdena
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 45,600
194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
45,600 m3/dt
Upaya :
Upaya :
2
1 -. Pembangunan 14 embung = 0,044 m3/dtk
-. Pembangunan 3 embung = 0,063 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dtk
-. Konversi 1.600 ha hutan produksi yang kritis = 0,08 m3/dtk
0,95
1,8 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
1,6
0,9 0,8812 1,48
1,48
1,39 1,41 0,8568
1,40
1,46 0,8812
m3/detik

0,85
1,4 1,44 1,48
0,8568
1,40
1,2
0,8 1,25 1,25
0,7904 0,7904
0,75
1 1,08 1,08 0,7555
0,7524 0,7586
0,7462 0,7493
0,8
0,7
0,6980
Upaya : 0,6980 Upaya :
0,65
0,6 -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dt
-. -.
Pembangunan
Pembangunan 4 embung = 0,084pada
broncaptering m3/dtk
mata air = 0,02 m3/dtk Upaya : -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
0,4
0,6 -. Pembangunan 18 embung
-. -.
Pembangunan sumur,
Rehabilitasi 400 bak tampung,
ha hutan dan kritis
lindung yang BPAH==0,03
0,0016 m3/dt
m3/dtk -. O&P embung= dan
0,052 m3/dtk
sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
-. -.
Pembangunan
Konversi 600broncaptering padayang
ha hutan produksi matakritis
air ==0,0016 m3/dtk
0,03 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
0,55
0,2 -. -.
Rehabilitasi
O&P embung50 ha hutan
dan lindung
sarana yang kritis
SDA lainnya = 0,0050
= 0,01 m3/dtkm3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,5
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.27 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang Pulau Yamdena

228
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Sedang" Wilayah
Pulau Leti
Sungai Yamdena-Wetar
Kebutuhan
Kebutuhan Air
Air Penyediaan
PenyediaanAir
Air Potensi
PotensiAir
Air: :194,86
2,208 m³/dt
m³/dt
194,86 m3/dt
2,208 m3/dt
Upaya :
0,25
2 -. Pembangunan
Upaya : 14 embung = 0,044 m3/dtk
-. Pembangunan sumur,2bak
-. Pembangunan tampung,
embung danm3/dtk
= 0,042 BPAH = 0,02 m3/dt
-. Konversi 1.600 ha hutansumur,
-. Pembangunan produksi
bakyang kritis =dan
tampung, 0,08 m3/dtk
BPAH = 0,0009 m3/dt
1,8
-. O&P -.
embung dan sarana
Pembangunan SDA lainnyapada
broncaptering = 0,01mata
m3/dtk
air = 0,0009 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
1,6
0,2 0,1876 0,1876
1,48
1,48
1,39 1,41 1,40
1,46
m3/detik

1,4 1,44 1,48


1,40
0,1436
0,15
1,2 1,25 1,25
0,1436
1 1,08 1,08
0,1238 0,1270 0,1303
0,1181 0,1207
0,8
0,1
Upaya : 0,0996 0,0996
0,6 -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk
0,0766 Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung,0,0766 dan BPAH = 0,02 m3/dt
Upaya : -. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk
0,05
0,4 -.
Upaya :Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,02 m3/dtk
-. Pembangunan
-. Pembangunan 18 embung =sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt
0,052 m3/dtk
-. Rehabilitasi 400 ha hutan lindung
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk yang kritis = 0,03 m3/dtk
-. Pembangunan
-. Pembangunan sumur, bakbroncaptering
tampung, dan pada
BPAHmata airm3/dt
= 0,02 = 0,0009 m3/dtk
0,2 -. -.Pembangunan
Konversi 600 ha hutanbak
sumur, produksi
tampung,yang kritis
dan BPAH= 0,03 m3/dtk
= 0,0009 m3/dt -. O&P
-. O&P embung danembung dan sarana
sarana SDA lainnyaSDA lainnya
= 0,01 = 0,0002 m3/dtk
m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.28 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Sedang Pulau Leti

229
3.2.3 Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Pada skenario ini, diasumsikan pertumbuhan ekonomi WS
Kepulauan Yamdena-Wetar lebih tinggi daripada tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional (> 6,5% per tahun). Berdasarkan
asumsi tersebut, maka usaha penyediaan air antara lain :
1. Pembangunan 72 embung pada DAS prioritas dalam kurun
waktu 20 tahunan.
2. Pembangunan sumur dan bak tampung dan BPAH.
3. Pembangunan broncaptering pada mata air.
4. Rehabilitasi 500 Ha hutan lindung yang kritis.
5. Konversi 2.740 Ha hutan produksi yang kritis menjadi hutan
lindung.
6. Operasi dan pemeliharaan embung dan sarana sumber daya air
lainnya.

Adapun upaya pemenuhan kebutuhan air untuk skenario ekonomi


tinggi dapat dilihat pada Gambar 3.29 sampai dengan Gambar 3.34
dan skema alokasi air WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2032
disajikan pada Gambar 3.35.

230
Strategi
StrategiKetersediaan
Ketersediaan Air
Air Skenario “Ekonomi Tinggi"
Skenario "Ekonomi Tinggi” Wilayah Sungai Yamdena-Wetar
WS Kepulauan Yamdena-Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 194,86 m³/dt
194,86 m3/dt
Upaya :
2 -. Pembangunan 22 embung = 0,06 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
1,8 -. Konversi 2.000 ha hutan produksi yang kritis = 0,1 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
1,56
1,6 1,48 1,56
1,42 1,45 1,48
1,39
1,4 1,48 1,51
1,29
m3/detik

1,2 1,29
1,08
1 1,08

0,8

0,6 Upaya :
-. Pembangunan 30 embung = 0,08 m3/dtk Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt -. Pembangunan 20 embung = 0,058 m3/dtk
0,4 -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,02 m3/dtk -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,02 m3/dt
-. Rehabilitasi 500 ha hutan lindung yang kritis = 0,035 m3/dtk -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0,2 -. Konversi 740 ha hutan produksi yang kritis = 0,04 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,01 m3/dtk
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.29 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi WS Kepulauan Yamdena-Wetar

231
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Tinggi" Pulau Wetar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 62,928 m³/dt
62,928 m3/dt
Upaya :
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0004 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0004 m3/dtk
-. Rehabilitasi 25 ha hutan lindung yang kritis = 0,0008 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,0137
0,0137
0,0118
m3/detik

0,0108 0,0118
0,0103
0,0098 0,0100 0,0113 0,0118
0,0100
0,0079
0,0079

Upaya :
Upaya : -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.30 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi Pulau Wetar

232
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Tinggi" Pulau Kisar
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 2,808 m³/dt
2,808 m3/dt

0,2
Upaya :
-. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk
0,1754
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0003 m3/dt 0,1754
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0003 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
m3/detik

Upaya :
0,1124
-. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk 0,1124
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0003 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0003 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0,0696
0,0696
0,0377 0,0387 0,0397
0,0407 0,0427
0,0268
0,0268

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.31 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi Pulau Kisar

233
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Tinggi" Pulau Moa
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 11,040 m³/dt
11,040 m3/dt

Upaya :
Upaya : -. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt 0,1004
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk 0,1004
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
m3/detik

Upaya :
-. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk 0,0584
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0008 m3/dt 0,0584
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0008 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0,0356
0,0356

0,0211 0,0217 0,0226 0,0232 0,0237


0,0128
0,0128
0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.32 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi Pulau Moa

234
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Tinggi" Pulau Yamdena
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 45,600 m³/dt
45,600 m3/dt
Upaya :
-. Pembangunan 4 embung = 0,084 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk 0,9452
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk 0,9208 0,9452
0,9208
0,9

0,8334
m3/detik

0,8334

0,7462 0,7493 0,7524 0,7555 0,7586


Upaya :
0,7 0,6980 -. Pembangunan 1 embung = 0,021 m3/dtk
0,6980 -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
Upaya : -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
-. Pembangunan 6 embung = 0,126 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0016 m3/dt
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0016 m3/dtk
-. Rehabilitasi 75 ha hutan lindung yang kritis = 0,0060 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
0,5
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.33 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi Pulau Yamdena

235
Strategi Ketersediaan Air Skenario "Ekonomi Tinggi" Pulau Leti
Kebutuhan Air Penyediaan Air Potensi Air : 2,208 m³/dt
2,208 m3/dt
Upaya :
-. Pembangunan 2 embung = 0,042m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt 0,2296
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk 0,2296
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0,2

0,1646
0,1646
m3/detik

0,1206
0,1207 0,1238 0,1270 0,1303
0,1181 0,1206

Upaya :
0,0766 -. Pembangunan 3 embung = 0,063m3/dtk
0,0766
Upaya : -. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt
-. Pembangunan 2 embung = 0,042 m3/dtk -. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk
-. Pembangunan sumur, bak tampung, dan BPAH = 0,0009 m3/dt -. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk
-. Pembangunan broncaptering pada mata air = 0,0009 m3/dtk
-. O&P embung dan sarana SDA lainnya = 0,0002 m3/dtk

0
2012 2017 2022 2027 2032
Tahun

Gambar 3.34 Grafik Pemenuhan Kebutuhan Air Skenario Ekonomi Tinggi Pulau Leti

236
+28,5
Pulau
Wetar E. Ilwaki Danau Tihu WUNIAIN 24,5
2,3 4,6 0,5 Pulau 4,2
Leti +99,3 E. Nuwewang 26,7
0,4 3,8
E. Tomra E. Luhuleli
2,4 13,3
1,6 TUTUKEY ` 4,2 9,1
8,3 E. Lorulun 4,86,2
1,3 6,9 E. Atulbul Da
ILWAKI ` `
48,6 21,1 1,7 4,4
E. Atubul Dol LURUMBUN
+1,9 E. Baturneau
17,3 2,4 ` +19,3
E. Tumbur
3,9 E. Seweru E. Tutukey 2,3 `
6,0 E. Tutuaru 3,7
4,3 5,1 E. Amdasa
1,6 ` `
E. Lebelau E. Irumleher Utara 3,7 `
5,1
E. Sangliat Dol E. Aruibab `
9,8 6,0 3,5 1,6 E. Aruidas
E. Yawuru 10,6 E. Ilngei 14,6
2,6 E. Tounwawan 9,1 23,7 395,7
4,3 E. Siota ` 181,9
Pulau 5,1 E. Kaiwatu 7,8
Defisit Air E. Woorono E. Kabiarat
WONRELI 2,4 17,6 SAUMLAKI ` 6,0
Surplus Air Kisar
14,4 3,1 E. Klis
Danau
E. Abusur KLIS 5,2 +138,8
+13,7 3,4 Pulau
Mata Air
1,9 Yamdena
Sumur Dangkal E. Kotalama E. Oirata Barat +76,7
5,9 3,7 5,1
Bak Penampungan Air Hujan
Pulau
Usaha Pemerintah Skala Kecamatan
Demand RKI Tahun 2032
Moa Dalam
Embung Eksisting liter/detik
Embung Rencana
2
Supply dalam Pulau

Gambar 3.35 Skema Alokasi Air WS Kepulauan Yamdena-Wetar Tahun 2032

237
3.3 Alternatif Pilihan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air
Alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air di WS
Kepulauan Yamdena-Wetar merupakan rangkaian upaya atau
kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan
pengelolaan sumber daya air sesuai dengan skenario kondisi WS
Kepulauan Yamdena-Wetar.

3.3.1 Konservasi Sumber Daya Air


Strategi pengelolaan sumber daya air pada aspek konservasi sumber
daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar diperinci berdasarkan
sub aspek, yaitu :
a) Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air.
 Inventarisasi dan Analisis lahan kritis berserta keterkaitannya
dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat sekitar
yang menyebabkan pembalakan liar, pembukaan lahan dan
illegal logging.

 Sosialisasi terkait penanganan lahan kritis bersama


masyarakat dan instansi yang berkepentingan.

 Rehabilitasi hutan atau reboisasi dengan tanaman produktif


sepanjang tahun.

 Penebangan pilih yang mendukung perlindungan sumber air


yang ada.

 Pembangunan check dam, tanggul, teras bangku dan


bangunan untuk memulihkan kondisi lahan.

 Pemantauan kekritisan lahan.

 Inventarisasi dan analisis wilayah perlindungan daerah


tangkapan air, danau, dan sumber air dalam keterkaitannya
dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya.

 Sosialisasi terkait pentingnya perlindungan daerah tangkapan


air, danau dan sumber air bersama masyarakat dan instansi
yang berkepentingan.

 Pembentukan zoning wilayah perlindungan daerah tangkapan


air, danau, dan sumber air.

238
 Pemantauan dan perlindungan daerah tangkapan air, danau
dan sumber-sumber air, daerah hulu.

 Inventarisasi dan analisis erosi dan sedimentasi dalam


keterkaitannya dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya.

 Sosialiasai terkait rehabilitasi hutan, pengolahan lahan yang


tepat, dampak erosi terhadap kelestarian sumber air

 Sosialiasai pengolahan lahan pertanian dengan menggunakan


metode kontur agar kesejahteraan penduduk terus meningkat
selaras dengan penekanan laju erosi dan sedimentasi lahan.

 Rehabilitasi hutan yang mengalami tererosi dan daerah yang


mengalami erosi pada daerah hulu di.

 Pembuatan teras bangku teknis, check dam pada daerah-


daerah dengan tingkat erosi tinggi.

 Penanaman pada lahan hasil sedimentasi pada check dam.

 Koordinasi dengan instasi-instasi yang ada dalam kaitannya


dengan perlindungan terhadap sumber air ketika melakukan
pembangunan-pembangunan infrastruktur dan pengem-
bangan wilayah.

b) Peningkatan Upaya Pengawetan Air


 Penetapan prioritas dan lokasi strategis embung atau
bangunan pengawetan air lainnya.

 Pembangunan embung pada DAS prioritas.

 Pembangunan sumur dan bak tampung dan BPAH.

 Pembangunan broncaptering pada mata air.

 Rehabilitasi 500 Ha hutan lindung yang kritis.

 Rehabilitasi konversi 740 Ha hutan produksi yang kritis


menjadi hutan lindung.

 Konversi 8.100 Ha hutan produksi menjadi hutan lindung.

 Operasi dan pemeliharaan embung dan sarana sumber daya


air lainnya.

239
c) Peningkatan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
 Inventarisasi data dan kondisi kualitas air per DAS serta
aspek-aspek penyebab pencemaran air yang ada.

 Pengawasan dan pengarahan terkait pembuatan dan


perbaikan fasilitas sanitasi yang baik.

 Pembuatan stasiun-stasiun pemantau kualitas air yang ada.

3.3.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air


Strategi pengelolaan sumber daya air pada aspek pendayagunaan
sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar diperinci
berdasarkan sub aspek, yaitu:
a) Peningkatan Upaya Penatagunaan Sumber Daya Air
 Melakukan identifikasi dan Analisis tentang daerah
pemanfaatan sumber air terkait aspek sosial–budaya–ekonomi
dan aspek pembangunan lainnya

 Penetapan zona pemanfaatan dan peruntukan sumber daya


air yang memperhatikan prioritas pemanfaatan

 Sosialisasi zona pemanfaatan terhadap masyarakat di


wilayah.

 Menetapkan alokasi ruang untuk pembangunan kawasan


permukiman, kawasan industri dan industri di luar kawasan
guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian untuk mewu-
judkan kawasan ramah lingkungan.

 Pengawasan dan pengelolaan zona pemanfaatan sumber daya


air.

 Inventarisasi dan identifikasi kependudukan dan rencana


pembangunan terkait pemanfaatan air pada sumber air.

 Penetapan prioritas peruntukan air sesuai kebutuhan dan


daya dukung tampungan sumber air yang ada.

 Melibatkan seluruh pemilik kepentingan dalam penyusunan


rencana tindak pengelolaan sumber daya air untuk mening-

240
katkan kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam menganti-
sipasi dampak perubahan iklim.

 Pemantauan dan pengontrolan peruntukan air sesuai dengan


prioritas kebutuhan yang telah ditentukan.

b) Peningkatan Upaya Penyediaan Sumber Daya Air


 Inventarisasi dan identifikasi sarana dan prasarana penye-
diaan sumber daya air beserta lokasi strategis sarana dan
prasarana penyediaan sumber daya air tersebut.

 Mengutamakan penyediaan air untuk pemenuhan kebutuhan


pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat pada
sistem irigasi yang sudah ada dan penduduk yang berdomisili
di dekat sumber air dan/atau sekitar jaringan pembawa air.

 Pembangunan sarana dan prasarana penyedia air selaras


dengan perkembangan kebutuhan air yang ada di dan
penambahan sarana prasarana penampungan air selaras
dengan perkembangan kebutuhan air yang ada.

 Pengawasan dan pengelolaan sarana dan prasarana penye-


diaan air yang telah ada.

c) Peningkatan Upaya Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Air


 Mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian
penggunaan sumber daya air.

 Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku peng-


gunaan sumber daya air yang berlebihan.

 Meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh para pengguna.

 Melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan


sumber daya air.

d) Peningkatan Upaya Pengembangan Sumber Daya Air


 Mengembangkan sistem penyediaan air baku untuk
memenuhi kebutuhan air RKI dengan mengutamakan
pemanfaatan air permukaan.

241
 Meningkatkan pengembangan sumber daya air termasuk
sumber air irigasi alternatif dalam skala kecil dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian.

 Meningkatkan pengembangan sumber daya air termasuk


sumber air irigasi alternatif dalam skala kecil dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian.

e) Pengendalian Pengusahaan Sumber Daya Air


 Mengalokasikan kebutuhan air untuk pengusahaan sumber
daya air sesuai strategis dan prioritas pengusahaan, seperti
perhotelan, pariwisata, air minum, industri, tanpa mengu-
rangi kebutuhan air pokok sehari-hari dan air pertanian.

 Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan dan


pengawasan terhadap pengusahaan sumber daya air.

 Meningkatkan peran perseorangan, badan usaha, dan


lembaga swadaya masyarakat dalam pengusahaan sumber
daya air dengan izin pengusahaan.

 Pemantauan dan pengawasan terhadap pengusahaan sumber


daya air.

3.3.3 Pengendalian Daya Rusak Air


Strategi pengelolaan sumber daya air pada aspek pengendalian daya
rusak air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar diperinci berdasarkan
sub aspek, yaitu :
a) Peningkatan Upaya Pencegahan
 Memetakan dan menetapkan kawasan rawan bencana.

 Mengintegrasikan perencanaan pembangunan dan sistem


pengendalian banjir.

 Sosialisasi dan pelatihan untuk peningkatkan kemampuan


adaptasi masyarakat terhadap banjir, pengetahuan akan
penyebab banjir dan penanganannya.

 Meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh


para pemilik kepentingan.

242
 Melakukan pengendalian aliran air di sumber air.

 Pembuatan infrastruktur penahan atau pencegah banjir


seperti tanggul, polder, dsb.

 Penanaman pohon pada daerah-daerah yang gundul/terbuka.

b) Peningkatan Upaya Penanggulangan


 Menetapkan mekanisme penanggulangan kerusakan dan
/atau bencana akibat daya rusak.

 Melaksanakan sosialisasi mekanisme penanggulangan


kerusa-kan dan/atau bencana akibat daya rusak air.

 Mengembangkan sistem prakiraaan dan peringatan dini


untuk mengurangi dampak daya rusak air pada setiap
kawasan rawan bencana terkait air.

 Meningkatkan pengetahuan, kesiap-siagaan, dan kemampuan


masyarakat dalam menghadapi bencana akibat daya rusak
air, antara lain dengan melakukan simulasi dan peragaan
mengenai cara-cara penanggulangan bencana oleh para
pemilik kepentingan.

 Memperbaiki sistem dan meningkatkan kinerja penang-


gulangan bencana akibat daya rusak air.

 Menyusun sistem penganggaran yang sesuai dengan kondisi


darurat untuk penanggulangan daya rusak air.

 SID penanganan kerusakan pantai .

 Pembangunan konstruksi pengaman kerusakan pantai.

 Penanaman bakau.

 Pengawasan pemanfaatan pesisir.

 Operasi dan pemeliharaan, Pemantauan serta evaluasi


kerusakan pantai.

c) Peningkatan Upaya Pemulihan


 Koordinasi terkait pembentukan sistem kerja pemulihan
akibat bencana yang meliputi instansi-instansi terkait.

243
 Sosialisasi dan simulasi penanganan bencana yang meliputi
masyarakat dan instansi-instansi yang berkepentingan.

3.3.4 Sistem Informasi Sumber Daya Air


Strategi pengelolaan sumber daya air pada aspek sistem informasi
sumber daya air di WS Kepulauan Yamdena-Wetar diperinci
berdasarkan sub aspek, yaitu:
a) Peningkatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pengelola
SISDA

 Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai


instansi dan lembaga pengelola data dan informasi sumber
daya air.

 Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan


/atau mengembangkan SISDA.

 Membentuk dan/atau mengembangkan instansi pengelola


data dan informasi sumber daya air terpadu di wilayah
sungai.

 Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam


lembaga pengelola SISDA oleh para pemilik kepentingan.

 Meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam


pengelolaan data dan informasi sumber daya air.

b) Pengembangan Jejaring SISDA


 Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan
SISDA.

 Membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga


pusat dan daerah serta antarsektor dan antar wilayah.

 Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dan dunia


usaha dalam pengelolaan SISDA.

3.3.5 Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia


Usaha
Strategi pengelolaan sumber daya air pada aspek pemberdayaan dan
peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha di WS Kepulauan

244
Yamdena-Wetar diperinci berdasarkan sub aspek, yaitu :
a) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam
Perencanaan
 Sosialisasi untuk peningkatkan pemahaman serta kepedulian
masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya kesela-
rasan fungsi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dari
sumber daya air.

 Mengundang dan melibatkan tokoh masyarakat dan dunia


usaha dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya
air.

 Memberikan pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan


kepada masyarakat agar mampu berperan dalam peren-
canaan pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik
kepentingan.

b) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam


Pelaksanaan
 Membuka informasi dan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menyampaikan
masukan, berperan dalam proses pelaksanaan yang menca-
kup pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan;
dan memberikan insentif dan pengharagaan kepada yang
telah berprestasi dalam menyukseskan program pengelolaan
sumber daya air.

 Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan


dan pelatihan, serta pendampingan dalam pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan.

c) Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam


Pengawasan
 Membuka kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha
untuk berperan dalam pengawasan pengelolaan sumber daya
air dalam bentuk pelaporan dan pengaduan.

245
 Menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan
masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan pengelolaan
sumber daya.

 Menindak lanjuti laporan dan pengaduan yang disampaikan


oleh masyarakat dan dunia usaha.

 Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidikan


dan pelatihan, serta pendampingan dalam pengawasan penge-
lolaan sumber daya air oleh para pemilik kepentingan.

246
4 BAB IV
KEBIJAKAN OPERASIONAL
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR

Kebijakan operasional adalah arahan pokok untuk melaksanakan strategi


pengelolaan sumber daya air yang telah ditentukan. Kebijakan operasional
pegelolaan sumber daya air pada dasarnya merupakan ketentuan yang
telah disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dijadikan pedoman,
pegangan dan petunjuk bagi instansi pelaksana dalam upaya meren-
canakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan
pengendalian daya rusak air. Dengan mengacu pada arah kebijakan
nasional dan memperhatikan kajian terhadap isu-isu utama yang ada di
WS Kepulauan Yamdena-Wetar serta analisis atas kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman terhadap pengelolaan sumber daya air, disusunlah
kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air di WS Kepulauan
Yamdena-Wetar yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan agenda
pengelolaan sumber daya air selama 20 tahun ke depan, sebagai
penjabaran pelaksanaan misi dalam rangka mewujudkan visi pengelolaan
sumber daya air yang telah disepakati bersama.

Kebijakan operasional dalam pengelolaan sumber daya air mencakup 5


(lima) aspek pengelolaan sumber daya air, yaitu: aspek konservasi sumber
daya air, aspek pendayagunaan sumber daya air, aspek pengendalian daya
rusak, aspek sistem informasi sumber daya air serta aspek kelembagaan
dan peran masyarakat. kebijakan operasional pengelolaan sumber daya air
ditinjau berdasarkan faktor kondisi ekonomi, yaitu kondisi ekonomi
rendah, ekonomi sedang, dan ekonomi tinggi. Berdasarkan Pedoman Basin
Water Resources Planning (BWRP) tahun 2005, asumsi pertumbuhan
ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi rendah < 4,5%, pertumbuhan
ekonomi sedang 4,5% – 6,5%, dan pertumbuhan ekonomi tinggi > 6,5%.

247
Berdasarkan kelima aspek pengelolaan sumber daya air dan skenario yang
didasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut di atas, maka disusun
tabel kebijakan operasional pola pengelolaan sumber daya air dan peta
tematik di WS Kepulauan Yamdena-Wetar yang secara lengkap dapat
dilihat pada tabel dan gambar berikut.

248
Tabel 4.1 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan Ekonomi Rendah)
A. Aspek Konservasi Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Perlindungan Kurangnya Lahan kritis dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialisasi terkait  BWS Maluku
dan Pelestarian pengendalian sangat kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis penanganan lahan  Bappeda
Sumber Air pengolahan lahan berkurang sesuai berserta berserta berserta keterkaitan- kritis bersama Provinsi
sehingga dengan prioritas keterkaitannya keterkaitannya nya dengan kondisi masyarakat dan Maluku
mengakibatkan penanganan dengan kondisi dengan kondisi sosial- sosial-ekonomi- instansi yang  Dinas
kekritisan sosial-ekonomi- ekonomi-budaya budaya masyarakat berkepentingan. Kehutanan
lahandimana luas budaya masyarakat masyarakat sekitar sekitar yang  Rehabilitasi dan Provinsi
lahan kritis dan sekitar yang yang menyebabkan menyebabkan reboisasi lahan kritis Maluku
sangat kritis menyebabkan pembalakan liar, pembalakan liar,  Penebangan pilih  Dinas
mencapai 16% area pembalakan liar, pembukaan lahan pembukaan lahan yang mendukung Pekerjaan
pada WS pembukaan lahan dan illegal logging. dan illegal logging. perlindungan sumber Umum Provinsi
Kepulauan dan illegal logging.  Sosialisasi terkait  Sosialisasi terkait air Maluku
Yamdena-Wetar  Sosialisasi terkait penanganan lahan penanganan lahan  Pemantauan
atau sekitar 35 penanganan lahan kritis bersama kritis bersama kekritisan lahan
hutan mengalami kritis bersama masyarakat dan masyarakat dan
kerusakan hal ini masyarakat dan instansi yang instansi yang
diakibatkan oleh instansi yang berkepentingan. berkepentingan.
pembalakan liar berkepentingan.  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi hutan
dan pembukaan atau reboisasi dengan atau reboisasi dengan
lahan, illegal tanaman produktif tanaman produktif
logging. sepanjang tahun di sepanjang tahun di
DAS: Rumah salut, DAS: Rumah salut,
Selaru, Kamatubun, Selaru, Kamatubun,
Lermatang, Lermatang,
Kebyaratraya. Kebyaratraya,
 Penebangan pilih Maopora, Rawarat,
yang mendukung Saumlaki, Bukrane,
perlindungan sumber Kilon, Atubuldol,
air Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin, Weratan,
Lelingluan, Namulun,
Maru
 Penebangan pilih
yang mendukung
perlindungan sumber
air
 Pemantauan
kekritisan lahan

249
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Belum adanya  Terbentuk  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialiasai terkait  BWS Maluku
perlindungan imventarisasi Analisis wilayah Analisis wilayah Analisis wilayah pentingnya  Bappeda
sumber air dalam daerah tangkapan perlindungan perlindungan daerah perlindungan daerah perlindungan daerah Provinsi
hubung-annya air, danau dan daerah tangkapan tangkapan air, danau, tangkapan air, tangkapan air, danau Maluku
dengan kegiatan sumber – sumber air, danau, dan dan sumber air dalam danau, dan sumber dan sumber air  Dinas
pem-bangunan dan air yang ada. sumber air dalam keterkaitannya air dalam bersama masyarakat Kehutanan
pemanfaatan lahan  Terbentuk zoning keterkaitannya dengan kondisi sosial- keterkaitannya dan instansi yang Provinsi
pada sumber air, wilayah dengan kondisi ekonomi-budaya. dengan kondisi berkepentingan. Maluku
daerah tang-kapan perlindungan sosial-ekonomi-  Sosialiasai terkait sosial-ekonomi-  Pembentukan zoning  Dinas
sumber air, danau daerah tangkapan budaya. pentingnya budaya. wilayah Pekerjaan
dan sumber – air, danau dan  Sosialiasai terkait perlindungan daerah  Sosialiasai terkait perlindungan daerah Umum Provinsi
sumber air yang sumber – sumber pentingnya tangkapan air, danau pentingnya tangkapan air, danau Maluku
ada sehingga air perlindungan dan sumber air perlindungan daerah dan sumber air.
kestabilan dan  Pengawasan daerah tangkapan bersama masyarakat tangkapan air, danau
kelestarian sumber pemanfaatan air, danau dan dan instansi yang dan sumber air
air menurun akibat lahan pada sumber air bersama berkepentingan. bersama masyarakat
dari Banyaknya daerah hulu yang masyarakat dan  Pembentukan zoning dan instansi yang
pembukaan lahan berfungsi sebagai instansi yang wilayah perlindungan berkepentingan.
hutan pada daerah resapan air. berkepentingan. daerah tangkapan air,  Pembentukan zoning
hulu untuk danau dan sumber wilayah perlindungan
perkebunan dan air. daerah tangkapan
permukiman serta air, danau dan
ladang berpindah sumber air.
yang mengganggu
daerah tangkapan
air dan kelestarian
sumber air yang
ada.
Kurangnya  Pengolahan tanah  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan prioritas  BWS Maluku
pengendalian di daerah hulu Analisis erosi dan Analisis erosi dan Analisis ero-si dan penanganan erosi  Bappeda
pengolahan lahan mengindahkan sedimentasi dalam sedimentasi dalam sedimen-tasi dalam  Pengolahan tanah di Provinsi
sehingga 4% kaidah konservasi keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya daerah hulu Maluku
wilayah darat WS sehingga laju dengan kondisi dengan kondisi sosial- dengan kondisi mengindahkan  Dinas
Kepulauan erosi dan sosial-ekonomi- ekonomi-budaya. sosial-ekonomi- kaidah konservasi Kehutanan
Yamdena-Wetar sedimentasi budaya.  Sosialiasai terkait budaya. sehingga laju erosi Provinsi
mengalami laju berkurang  Sosialiasai terkait rehabilitasi hutan,  Sosialiasai terkait dan sedimentasi Maluku
erosi sedang –  Rehabilitasi hutan rehabilitasi hutan, pengolahan lahan rehabilitasi hutan, berkurang  Dinas
berat, yang diikuti dan lahan dan pengolahan lahan yang tepat, dampak pengolahan lahan  Rehabilitasi hutan Pekerjaan
oleh laju sediment penanganan erosi yang tepat, dampak erosi terhadap yang tepat, dampak dan lahan dan Umum Provinsi
layang yang besar pada DAS yang erosi terhadap kelestarian sumber erosi terhadap penanganan erosi Maluku
pula, sehingga ada sesuai kelestarian sumber air kelestarian sumber pada DAS yang ada
berpengaruh dengan prioritas air.  Sosialiasai air sesuai dengan
terhadap yang telah ada,  Rehabilitasi hutan pengolahan lahan  Sosialiasai prioritas yang telah
keberadaan sumber sehingga yang mengalami pertanian dengan pengolahan lahan ada, sehingga
air yang ada dan mendukung erosi berat dan menggunakan metode pertanian dengan mendukung

250
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
penurunan kualitas konservasi daerah yang kontur agar kesejah- menggunakan metode konservasi sumber
air. Terdapat 28 sumber daya air mengalami erosi teraan penduduk kontur agar kesejah- daya air
DAS yang  Penanaman pada daerah hulu. terus meningkat teraan pendu-duk
membutuhkan tanaman produksi di DAS : Arma, selaras dengan terus me-ningkat
prioritas tahunan Arnau, Huwai, penekanan laju erosi selaras dengan pene-
penanganan erosi  Pembangunan Ilmamau, Iri, Itain, dan sedimentasi kanan laju erosi dan
dan sedimentasi infrastruktur Kaliobar. lahan. sedimentasi lahan.
untuk  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi hutan
mengurangi laju yang mengalami atau reboisasi dengan
erosi dan tererosi dan daerah tanaman produktif
sedimentasi yang mengalami erosi sepanjang tahun di
lahan. pada daerah hulu di DAS : Rumahsalut,
DAS : Arma, Arnau, Selaru, Kamatubun,
Huwai, Ilmamau, Iri, Lermatang,
Itain, Kaliobar, Kebyaratraya,
Karbubu, Klishatu, Maopora, Rawarat,
Koreare, Liepa, Lolan, Saumlaki, Bukrane,
Mahoni, Makatian Kilon, Atubuldol,
Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin, Weratan,
Lelingluan, Namulun,
Maru
Pelaksanaan Pelaksanaan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dan  BWS Maluku
pembangunan pembangunan instasi-instasi yang instasi-instasi yang instasi-instasi yang kerjasama terkait  Bappeda
infrastruktur dan infrastruktur dan ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya perlindungan Provinsi
pemanfaatan lahan pemanfaatan lahan dengan dengan perlindungan dengan perlindungan terhadap sumber Maluku
kurang selaras dengan perlindungan terhadap sumber air terhadap sumber air airdalam  Dinas
memperhatikan perlindungan terhadap sumber air ketika melakukan ketika melakukan pelaksanaan Pekerjaan
perlindungan terhadap sumber air. ketika melakukan pembangunan – pembangunan – pembangun. Umum Provinsi
terhadap sumber pembangunan – pembangunan pembangunan Maluku
air, seperti pembangunan infrastruktur dan infrastruktur dan
merubah arah infrastruktur dan pengembangan pengembangan
aliran air, pengembangan wilayah. wilayah.
penyudetan, wilayah.
penyempitan/
penggeseran
tampungan alami
sumber air untuk
mempermudah
pelaksanaan atau
memperluas
pemanfaatan lahan.

251
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
2. Pengawetan Air Kurangnya sarana Terbentuk  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  BWS Maluku
dan prasaranan infrastruktur yang dan lokasi strategis dan lokasi strategis dan lokasi strategis dan lokasi strategis  Dinas
infrastrktur dapat menyimpan embung atau embung atau embung atau embung atau Pekerjaan
pengawetan air atau mengawetkan air bangunan bangunan pengawetan bangunan bangunan Umum Provinsi
berupa bending, sehingga seluruh pengawetan air air lainnya. pengawetan air pengawetan air Maluku
bak-bak kebutuhan air pada lainnya.  Pembangunan 30 lainnya. lainnya.
tampungan dsb. WS Yamdena – Wetar  Pembangunan 14 Embung pada DAS  Pembangunan 42  Pembangunan
Sehingga hanya terpenuhi. Embung pada DAS prioritas Embung pada DAS infrastruktur
mampu menyimpan prioritas  Pembangunan Sumur prioritas pengawetan dan
dan mengawetkan  Pembangunan dan Bak Tampung  Pembangunan Sumur penyimpanan air
sekitar 0,24 m3/dtk Sumur dan Bak dan BPAH dan Bak Tampung untuk memenuhi
atau 5% dari masih Tampung dan BPAH  Pembangunan dan BPAH kebutuhan air pada
potensi  Pembangunan Broncaptering pada  Pembangunan WS Yamdena –
ketersediaan air Broncaptering pada mata Air Broncaptering pada Wetar.
yang ada pada WS mata Air  Rehabilitasi 500 Ha mata Air  Rehabilitasi Hutan
Yamdena – Wetar.  Rehabilitasi 500 Ha Hutan Lindung yang  Rehabilitasi 500 Ha Lindung yang Kritis
Hutan Lindung yang Kritis Hutan Lindung yang  Rehabilitasi Konversi
Kritis  Rehabilitasi Konversi Kritis Hutan Produksi Yang
 Rehabilitasi Konversi 740 Ha Hutan  Rehabilitasi Konversi Kritis Menjadi Hutan
740 Ha Hutan Produksi Yang Kritis 740 Ha Hutan Lindung
Produksi Yang Kritis Menjadi Hutan Produksi Yang Kritis  Operasi dan
Menjadi Hutan Lindung Menjadi Hutan pemeliharaan
Lindung  Konversi 12.500 Ha Lindung bangunan
 Operasi dan Hutan Produksi  Konversi 37.500 Ha pengawetan air.
pemeliharaan Menjadi Hutan Hutan Produksi
Embung dan Lindung Menjadi Hutan
Sarana Sumber  Operasi dan Lindung
Daya Air lainnya pemeliharaan Embung  Operasi dan
dan Sarana Sumber pemeliharaan
Daya Air lainnya Embung dan Sarana
Sumber Daya Air
lainnya
3. Pengelolaan Buruknya instalasi Limbah domestik dan  Inventarisasi data  Inventarisasi data dan  Inventarisasi data dan  Pembuatan stasiun –  BWS Maluku
Kualitas Air dan pengolahan air non – domestik sudah dan kondisi kualitas kondisi kualitas air kondisi kualitas air stasiun pemantau  Bappeda
Pengendalian limbah dari terolah dan tidak air per DAS serta per DAS serta aspek – per DAS serta aspek – kualitas air yang ada. Provinsi
Pencemaran Air penggunaan air mencemari sumber – aspek – aspek aspek penyebab aspek penyebab  Pengawasan dan Maluku
bersih domestik sumber air yang ada. penyebab pencemaran air yang pencemaran air yang pengarahan terkait  Dinas
dan non domestik pencemaran air yang ada. ada. pembuatan dan Lingkungan
sehingga limbah Kualitas air pada ada.  Pengawasan dan  Pengawasan dan perbaikan fasilitas Hidup Provinsi
yang dihasilkan seluruh WS Yamdena pengarahan terkait pengarahan terkait sanitasi yang baik. Maluku
mencemari dan – Wetar terpantau pembuatan dan pembuatan dan  Dinas
menurunkan dan terkontrol dengan perbaikan fasilitas perbaikan fasilitas Pekerjaan
kualitas air pada baik. sanitasi yang baik. sanitasi yang baik. Umum Provinsi
sungai atau sumber  Pembuatan stasiun – Maluku
air lain pada daerah

252
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
hilir. stasiun pemantau
Sarana sanitasi kualitas air yang ada
yang kurang sesuai di Pulau : Kisar, Leti,
dengan standar dan Moa, Luang, Sermata,
kelayakan Yamdena, Wetar,
menyebabkan Wetan, Fordata,
kebocoran / Babar
remberan air
limbah bercampur
dengan aliran air
yang mengisi
sumber air atau
penampungan air

253
B. Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Penetapan zona Belum adanya Terbentuk zona  Melakukan  Melakukan  Melakukan  Penetapan zona  BWS Maluku
pemanfaatan penetapan zona pemanfaatan identifikasi dan identifikasi dan identifikasi dan pemanfaatan dan  Bappeda
sumber air pemanfaatan dan sumber air Analisis tentang Analisis tentang Analisis tentang peruntukan sumber Provinsi
peruntukan sumber sehingga daerah pemanfaatan daerah pemanfaatan daerah pemanfaatan daya air yang Maluku
air yang menyebabkan peruntukan air dari sumber air terkait sumber air terkait sumber air terkait memperhatikan  Dinas
tumpang tindih sumber air aspek sosial – budaya aspek sosial – budaya aspek sosial – budaya prioritas Pekerjaan
pemanfaatan lahan terhadap – ekonomi dan aspek – ekonomi dan aspek – ekonomi dan aspek pemanfaatan Umum
terkait pemanfaatan kebutuhan yang pembangunan pembangunan pembangunan  Sosialisasi zona Provinsi
sumber air. ada dapat lainnya lainnya lainnya pemanfaatan dan Maluku
terakomodasi  Penetapan zona  Penetapan zona  Penetapan zona prioritas
secara terus pemanfaatan dan pemanfaatan dan pemanfaatan dan pemanfaatannya
menerus. peruntukan sumber peruntukan sumber peruntukan sumber  Menetapkan alokasi
daya air yang daya air yang daya air yang ruang untuk
memperhatikan memperhatikan memperhatikan pembangunan
prioritas prioritas prioritas kawasan
pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan permukiman,
 Sosialisasi zona  Sosialisasi zona kawasan industri dan
pemanfaatan pemanfaatan industri di luar
terhadap masyarakat terhadap masyarakat kawasan guna
di Pulau : Kisar, di wilayah Pulau : mengurangi alih
Romang, Letti, Moa, Kisar, Romang, Letti, fungsi lahan
Lakor, Sermata. Moa, Lakor, Sermata, pertanian untuk
 Menetapkan alokasi Luang, Babar, Dai, mewujudkan
ruang untuk Marsela, Dawelor, kawasan ramah
pembangunan Dawera, Damer, lingkungan.
kawasan Liran, Yamdena,  Pengawasan dan
permukiman, Wetar, Fordata, pengelolaan zona
kawasan industri dan Babar, Selaru, pemanfaatan sumber
industri di luar Damer, Lakor. daya air.
kawasan guna  Menetapkan alokasi
mengurangi alih ruang untuk
fungsi lahan pembangunan
pertanian untuk kawasan
mewujudkan permukiman,
kawasan ramah kawasan industri dan
lingkungan. industri di luar
 Pengawasan dan kawasan guna
pengelolaan zona mengurangi alih
pemanfaatan sumber fungsi lahan
air. Di seluruh pulau pertanian untuk
berpenghuni mewujudkan
kawasan ramah

254
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
lingkungan.
 Pengawasan dan
pengelolaan zona
pemanfaatan sumber
daya air.
2. Penetapan dan Belum adanya Penetapan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan prioritas  BWS Maluku
Penyusunan penetapan dan peruntukan air identifikasi identifikasi identifikasi peruntukan air  Bappeda
peruntukan air penyusunan prioritas pada sumber air kependudukan dan kependudukan dan kependudukan dan sesuai kebutuhan Provinsi
pada sumber air pemanfaatan dan untuk memenuhi rencana rencana rencana dan daya dukung Maluku
peruntukan air pada berbagai pembangunan pembangunan pembangunan tampungan sumber  Dinas
sumber air sehingga kebutuhan sesuai terkait pemanfaatan terkait pemanfaatan terkait pemanfaatan air yang ada Pekerjaan
terjadi ketimpangan dengan daya air pada sumber air air pada sumber air air pada sumber air  Melibatkan seluruh Umum
dalam pemerataan dukung dan daya di Pulau : Kisar, di Pulau : Kisar, di Pulau : Kisar, pemilik kepentingan Provinsi
pemenuhan kebutuhan tampung sumber Romang, Moa, Lakor, Romang, Letti, Moa Romang, Letti, Moa dalam penyusunan Maluku
air air Sermata. Lakor, Sermata, Lakor, Sermata, rencana tindak
 Penetapan prioritas Babar, Dai, Marsela, Babar, Dai, Marsela, pengelolaan sumber
peruntukan air Dawelor, Dawera. Dawelor, Dawera, daya air untuk
sesuai kebutuhan  Penetapan prioritas Damer, Liran, meningkatkan
dan daya dukung perun-tukan air Yamdena, Wetar, kemampuan adaptasi
tampungan sumber sesuai kebutuhan Fordata, Babar, dan mitigasi dalam
air yang ada di Pulau dan daya dukung Selaru, Damer, mengantisipasi
: Kisar, Romang, tampungan sumber Lakor. dampak perubahan
Moa, Lakor, Sermata. air yang ada di Pulau  Penetapan prioritas iklim
: Kisar, Romang, peruntukan air  Pemantauan dan
Letti, Moa Lakor, sesuai kebutuhan pengontrolan
Sermata, Babar, Dai, dan daya dukung peruntukan air
Marsela, Dawelor, tampungan sumber sesuai dengan
Dawera. air yang ada di Pulau prioritas kebutuhan
 Melibatkan seluruh : Kisar, Romang, yang telah
pemilik kepentingan Letti, Moa Lakor, ditentukan.
dalam penyusunan Sermata, Babar, Dai,
rencana tindak Marsela, Dawelor,
pengelolaan sumber Dawera, Damer,
daya air untuk Liran, Yamdena,
meningkatkan Wetar, Fordata,
kemampuan adaptasi Babar, Selaru,
dan mitigasi dalam Damer, Lakor.
mengantisipasi  Melibatkan seluruh
dampak perubahan pemilik kepentingan
iklim dalam penyusunan
 Pemantauan dan rencana tindak
pengontrolan pengelolaan sumber
peruntukan air daya air untuk
sesuai dengan meningkatkan
prioritas kebutuhan kemampuan adaptasi

255
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
yang telah dan mitigasi dalam
ditentukan dilokasi: mengantisipasi
Pulau Kisar, Romang, dampak perubahan
Letti, Moa Lakor, iklim
Sermata, Babar, Dai,  Pemantauan dan
Marsela, Dawelor, pengontrolan
Dawera. peruntukan air
sesuai dengan
prioritas kebutuhan
yang telah
ditentukan dilokasi
Pulau : Kisar,
Romang, Letti, Moa
Lakor, Sermata,
Babar, Dai, Marsela,
Dawelor, Dawera,
Damer, Liran,
Yamdena, Wetar,
Fordata, Babar,
Selaru, Damer,
Lakor.
3. Penyediaan Kurangnya penyediaan Tersedia sarana dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Mengutamakan  BWS Maluku
Sumber Daya Air sumber daya air prasarana identifikasi sarana identifikasi sarana identifikasi sarana penyediaan air untuk  Bappeda
sehingga terdapat 4 penyediaan sumber dan prasarana dan prasarana dan prasarana pemenuhan Provinsi
kecamatan yang belum daya air sehingga penyediaan sumber penyediaan sumber penyediaan sumber kebutuhan pokok Maluku
memiliki sarana kebutuhan air yang daya air beserta daya air beserta daya air beserta sehari-hari dan  Dinas
prasarana ada dapat tersedia lokasi strategis lokasi strategis lokasi strategis irigasi bagi pertanian Pekerjaan
penampungan air dengan cukup dan sarana dan sarana dan sarana dan rakyat pada sistem Umum
sebagai mekanisme menerus. prasarana prasarana prasarana irigasi yang sudah Provinsi
penyediaan sumber penyediaan sumber penyediaan sumber penyediaan sumber ada dan penduduk Maluku
daya air, kebutuhan daya air tersebut. daya air tersebut. daya air tersebut. yang berdomisili di
air sehari – hari  Mengutamakan  Mengutamakan  Mengutamakan dekat sumber air
dipenuhi sehari oleh penyediaan air untuk penyediaan air untuk penyediaan air untuk dan/atau sekitar
masyarakat. pemenuhan pemenuhan pemenuhan jaringan pembawa air
Infrastruktur kebutuhan pokok kebutuhan pokok kebutuhan pokok  Pembangunan sarana
penyediaan sumber sehari-hari dan sehari-hari dan sehari-hari dan dan prasarana
daya air hanya dapat irigasi bagi pertanian irigasi bagi pertanian irigasi bagi pertanian penyedia air selaras
melayani 20,1% rakyat pada sistem rakyat pada sistem rakyat pada sistem dengan
kebutuhan air yang irigasi yang sudah irigasi yang sudah irigasi yang sudah perkembangan
ada. Terdapat ada dan penduduk di ada dan penduduk di ada dan penduduk di kebutuhan air yang
kecamatan – dekat sumber air dekat sumber air dekat sumber air ada
kecamatan yang dan/atau sekitar dan/atau sekitar dan/atau sekitar
mengalami kekurangan jaringan pembawa air jaringan pembawa air jaringan pembawa air
air. di Kecamatan : di Kecamatan: di Kecamatan:
Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan,

256
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Wertamrian, Kecamatan Wertamrian,  Pengawasan dan
Wermaktian, Selaru, Wertamrian, Wermaktian, Selaru, pengelolaan sarana
Yaru, Pulau-pulau Wermaktian, Selaru, Yaru, Pulau-pulau dan prasarana
Terselatan, Wetar, Yaru, Pulau-pulau Terselatan, Wetar, penyediaan air yang
Damer, Pulau-pulau Terselatan, Wetar, Damer, Pulau-pulau telah ada.
Babar Timur. Damer, Pulau-pulau Babar Timur,
 Pembangunan sarana Babar Timur, Wuarlabobar,
dan prasarana Wuarlabobar, Nirunmas,
penyedia air selaras Nirunmas, Kormomolin,
dengan Kormomolin, Tanimbar Utara.
perkembangan Tanimbar Utara.  Pembangunan sarana
kebutuhan air yang  Pembangunan sarana dan prasarana
ada di Kecamatan: dan prasarana penyedia air selaras
Wuarlabobar, penyedia air selaras dengan
Nirunmas, dengan perkembangan
Kormomolin, perkembangan kebutuhan air yang
Tanimbar Utara. kebutuhan air yang ada di Kec:
 Pembangunan ada di Kec: Wuarlabobar,
embung : Ilwaki, Wuarlabobar, Nirunmas,
Atulbul Da, Atubul Nirunmas, Kormomolin,
Dol, Tutukey, Luang Kormomolin, Tanimbar.
Barat, Luang Timur, Tanimbar Utara.  Pengawasan dan
Elo, Lelang, Regoha,  Pengawasan dan pengelolaan sarana
Batu Gajah, pengelolaan sarana dan prasarana
Rotnama, Mahaleta, dan prasarana penyediaan air yang
Ds. Malanno, penyediaan air yang telah ada.
Pupliora. telah ada.  Pembangunan
 Pembangunan embung : Woorono,
embung : Lebelau, Klis, Batu Putih,
Tounwawan, Aruidas, Nuwewang, Bebar
Tumbur, Ilngei, Barat, Bebar Timur,
Baturneau, Luhuleli, Kumur, Wulur,
Letwurung, Kokwari, Babiotang, Uwili,
Analutur, Menuweri, Serili, Letelola Besar.
Tutuwawan,
Yaltubung,
Watrupun, Manuwui,
Elwyar.

4. Penggunaan Penggunaan sumber  menjamin  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  BWS Maluku
Sumber Daya Air daya air sebagian besar ketersediaan perangkat perangkat perangkat perangkat  Bappeda
hanya mampu Sumber Daya kelembagaan untuk kelembagaan untuk kelembagaan untuk kelembagaan untuk Provinsi
diprioritaskan untuk Air bagi pengendalian pengendalian pengendalian pengendalian Maluku
pemenuhan kebutuhan pengguna penggunaan sumber penggunaan sumber penggunaan sumber penggunaan sumber  Dinas
air minum dan Sumber Daya daya air. Lokasi: daya air. Lokasi: daya air. Lokasi: daya air Pekerjaan

257
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
kebutuhan rumah Air yang Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan,  Meningkatkan Umum
tangga dengan mempunyai hak Wertamrian, Wertamrian, Wertamrian, penegakan hukum Provinsi
perkiraan penggunaan guna air di Wermaktian, Selaru Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, pelanggaran Maluku
hanya sebesar 60 – 80 wilayah sungai  Meningkatkan Tanimbar Utara, Tanimbar Utara, pemakaian air
ltr/dtk/hari, sedang yang penegakan hukum Yaru, Wuarlabobar Yaru, Wuarlabobar,  Meningkatkan
kebutuhan lain seperti bersangku-tan terhadap pelaku  Meningkatkan Nirunmas, efisiensi penggunaan
pertanian,  memelihara penggunaan sumber penegakan hukum Kormomolin, Pulau- air
perternakan, Sumber Daya daya air yang terhadap pelaku pulau Terselatan,  Melakukan
perindustrian masih Air dan berlebihan Lokasi: penggunaan sumber Wetar, Damer pemantauan dan
belum terpenuhi prasarana-nya Tanimbar Selatan, daya air yang Pulau-pulau Babar evaluasi atas
dengan baik agar terpelihara Wertamrian, berlebihan Lokasi: Timur penggunaan sumber
fungsinya Wermaktian, Selaru Tanimbar Selatan,  Meningkatkan daya air
 Melakukan  Meningkatkan Wertamrian, penegakan hukum  Melakukan
pemantauan efisiensi penggunaan Wermaktian, Selaru, terhadap pelaku pemantauan dan
dan evaluasi air oleh para Tanimbar Utara, penggunaan sumber evaluasi atas
atas pengguna Lokasi: Yaru, Wuarlabobar, daya air yang penggunaan sumber
penggunaan Tanimbar Selatan,  Meningkatkan berlebihan Lokasi: daya air
Sumber Daya Wertamrian, efisiensi penggunaan Tanimbar Selatan,
Air Wermaktian, Selaru, air oleh para peng- Wertamrian,
guna Lokasi: Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Selatan, Tanimbar Utara,
Wertamrian, Yaru, Wuarlabobar,
Wermaktian, Selaru, Nirunmas,
Tanimbar Utara, Kormomolin, Pulau-
Yaru, Wuarlabobar pulau Terselatan,
 Pemantauan dan Wetar, Damer, Pulau-
evaluasi atas pulau Babar Timur
penggunaan Sumber  Meningkatkan
Daya Air, Lokasi: efisiensi penggunaan
Tanimbar Selatan, air oleh para
Wertamrian, pengguna Lokasi:
Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,
Tanimbar Utara, Wertamrian,
Yaru, Wuarlabobar, Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara,
Yaru, Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur
 Melakukan
pemantauan dan
evaluasi atas
penggunaan sumber

258
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
daya air, Lokasi:
Tanimbar Selatan,
Wertamrian,
Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara,
Yaru, Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur

5. Pengembangan Belum Air permukaan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  BWS Maluku
sumber daya air termanfaatkannya pada sungai, sistem penyediaan air sistem penyediaan air sistem penyedia-an sistem penyediaan air  Bappeda
dilaksanakan potensi sungai, danau, danau, rawa, dan baku untuk baku untuk air baku un-tuk untuk memenuhi Provinsi
untuk rawa, dan sumber air sumber air memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan kebutuhan air rumah Maluku
meningkatkan permukaan lainnya permukaan lain air RKI dengan air RKI dengan air RKI dengan tangga, perkotaan,  Dinas
kemanfaatan yang ada secara mengalami mengutamakan mengutamakan mengutamakan dan industri serta Pekerjaan
fungsi optimal pengembangan pemanfaatan air pemanfaatan air pemanfaatan air pertanian dengan Umum
sehingga permukaan; Lokasi: permukaan; Lokasi: permukaan; Lokasi: mengutamakan air Provinsi
meningkatkan Pulau Moa Pulau Moa, Lakor, Pulau Moa, Lakor, permukaan; Maluku
manfaat dan  Meningkatkan  Meningkatkan Selaru, Babar
kualitas kehidupan pengembangan pengembangan  Meningkatkan
masyarakat sekitar. sumber daya air sumber daya air pengembangan
termasuk sumber air termasuk sumber air sumber daya air
irigasi alternatif dalam irigasi alternatif dalam termasuk sum-ber air
skala kecil dalam skala kecil dalam irigasi al-ternatif
rangka mempertahan- rangka mempertahan- dalam skala kecil
kan dan kan dan dalam rangka
meningkatkan meningkatkan memper-tahankan
produksi perta-nian. produksi perta-nian. dan meningkatkan
Lokasi: Pu-lau Moa Lokasi: Pu-lau Moa, produksi perta-nian.
Lakor Lokasi: Pu-lau Moa,
Lakor, Selaru, Babar
6. Pengusahaan Alokasi pemenuhan Terbentuk  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  BWS Maluku
Sumber Daya Air kebutuhan air untuk pengusahaan kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk  Bappeda
pengusahaan sumber sumber daya air pengusahaan SDA pengusa-haan SDA pengusa-haan SDA pengusahaan sumber Provinsi
daya air seringkali berdasarkan prinsip sesuai strategis dan sesuai strategis dan sesuai strategis dan daya air sesuai Maluku
tidak seimbang keselarasan antara prioritas prioritas prioritas pengu- strategis dan prioritas  Dinas
sehingga pengusahaan kepentingan sosial, pengusahaan, seperti pengusahaan, seperti sahaan, seperti pengusahaan tanpa Pekerjaan
sumber air yang dekat lingkungan hidup, perhotelan, perhotelan, perhotelan, pari- mengurangi Umum
dengan sumber air dan dan ekonomi, pariwisata, air pariwisata, air wisata, air mi-num, kebutuhan air pokok Provinsi
berkapasitas besar saja dengan tetap minum, industri, minum, industri, industri, tanpa sehari – hari dan air Maluku
yang mendapat, memperhatikan tanpa mengurangi tanpa mengurangi mengurangi pertanian
banyak bidang yang asas keadilan dan kebutuhan air pokok kebutuhan air pokok kebutuhan air pokok  Pemantauan dan

259
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
belum mendapatkan kelestarian untuk, sehari – hari dan air sehari – hari dan air sehari – hari dan air pengawasan terhadap
air sehingga tidak kesejahteraan pertanian. Lokasi: pertanian. Lokasi: pertanian. Lokasi: pengusahaan sumber
dapat berkembang masyarakat; Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, daya air.
dengan baik. Wertamrian, Wertamrian, Wertam-rian,  Meningkatkan peran
Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, Wermak-tian, Selaru, perseorangan, badan
Tanimbar Utara, Tanimbar Utara, Tanimbar Utara, Yaru, usaha, dan lembaga
Yaru, Wuarlabobar Yaru, Wuarlabobar, Wuarlabo-bar, swadaya masyarakat
Nirunmas, Nirunmas, dalam pengusahaan
Kormomolin, Pulau- Kormomolin, Pulau- sumber daya air
pulau Terselatan pulau Terselatan, dengan izin
 Mengembangkan dan Wetar, Damer, Pulau- pengusahaan;
menerapkan sistem pulau Babar Timur
pemantauan dan  Mengembangkan dan
pengawasan terhadap menerapkan sistem
pengusahaan sumber pemantauan dan
daya air. Lokasi: pengawasan terhadap
Tanimbar Selatan, pengusahaan sumber
Wertamrian, daya air. Lokasi:
Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,
Tanimbar Utara, Wertamrian,
Yaru, Wuarlabobar, Wermaktian, Selaru,
Nirunmas, Tanimbar Utara, Yaru,
Kormomolin, Pulau- Wuarlabobar,
pulau Terselatan Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur
 Meningkatkan peran
perseorangan, badan
usaha, dan lembaga
swadaya masyarakat
dalam pengusahaan
sumber daya air
dengan izin
pengusahaan

260
C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Pencegahan fisik dan Kurangnya sarana Daya rusak air  Memetakan dan  Memetakan dan  Memetakan dan  Penetapan peta  BWS Maluku
non fisik dan prasarana terantisipasi dan menetapkan kawasan menetapkan kawasan menetapkan kawasan rawan bencana.  Bappeda
pencegah atau tereduksi dengan baik rawan bencana rawan bencana rawan bencana  Perencanaan terpadu Provinsi
penahan daya sehingga  Sosialisasi dan  Mengintegrasikan  Mengintegrasikan pembangunan dan Maluku
rusak air seperti meminimalkan pelatihan untuk perencanaan perencanaan sistem pengendalian  Dinas
penahan banjir, kerugian yang dapat peningkatkan pembangunan dan pembangunan dan banjir Pekerjaan
check dam dan timbuk ketika terjadi kemampuan adaptasi sistem pengendalian sistem pengendalian  Sosialisasi dan Umum
sebagainya bencana. masyarakat terhadap banjir; banjir; pelatihan untuk Provinsi
sehingga daya banjir, pengetahuan  Sosialisasi dan  Sosialisasi dan peningkatkan Maluku
rusak air tidak akan penyebab banjir pelatihan untuk pelatihan untuk adaptasi masyarakat,  BNPB
tereduksi bilamana dan penanganannya. peningkatkan peningkatkan ke- pengetahuan akan  BPBD Provinsi
terjadi. kemampuan adaptasi mampuan adap-tasi penyebab banjir dan Maluku
masyarakat terhadap masyarakat terhadap penanganannya.
banjir, pengetahuan banjir, pengetahuan  Pelestarian hutan
akan penyebab banjir akan penyebab banjir  Melakukan
dan penanganannya. dan penanganannya. pengendalian aliran
 Meningkatkan dan  Meningkatkan dan air di sumber air
menjaga kelestarian menjaga kelestarian
fungsi hutan oleh para fungsi hutan oleh para
pemilik kepentingan. pemilik kepentingan.
 Melakukan
pengendalian aliran
air di sumber air
2. Penanggulangan Belum terbentuk Terbentuk sistem  Menetapkan meka-  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan meka-  BWS Maluku
daya rusak air sistem koordinasi koordinasi nisme penanggula- mekanisme mekanisme nisme penanggu-  Bappeda
yang baik pada penanganan bencana ngan kerusakan dan penanggulangan penanggulangan langan kerusakan Provinsi
saat terjadi yang baik sehingga /atau bencana akibat kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau dan/atau bencana Maluku
bencana akibat kerusakan dan daya rusak bencana akibat daya bencana akibat daya akibat daya rusak  Dinas
daya rusak air kerugian yang timbul  Melaksanakan sosia- rusak rusak  Melaksanakan sosia- Pekerjaan
sehingga akan segera tertangani lisasi mekanisme  Melaksanakan  Melaksanakan lisasi mekanisme Umum
memperlambat dengan baik. penanggulangan sosialisasi mekanisme sosialisasi mekanisme penanggulangan Provinsi
penanganan saat kerusakan dan/atau penanggulangan penanggulangan kerusakan dan/atau Maluku
terjadi bencana. bencana akibat daya kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau bencana akibat daya  BNPB
rusak air bencana akibat daya bencana akibat daya rusak air  BPBD Provinsi
 Mengembangkan rusak air rusak air  Mengembangkan Maluku
sistem prakiraaan  Mengembangkan  Mengembangkan sistem prakiraaan
dan peringatan dini sistem prakiraaan dan sistem prakiraaan dan dan peringatan dini
untuk mengurangi peringatan dini untuk peringatan dini untuk untuk mengurangi
dampak daya rusak mengurangi dampak mengurangi dampak dampak daya rusak
air pada setiap daya rusak air pada daya rusak air pada air pada setiap
kawasan rawan setiap kawasan rawan setiap kawasan rawan kawasan rawan
bencana terkait air; bencana terkait air; bencana terkait air; bencana terkait air

261
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Adanya Potensi Kerusakan pantai  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  BWS Maluku
Kerusakan Pantai dapat dicegah / Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai  Bappeda
(Abrasi Pantai) dikurangi. Pantai Sera di Pulau Pulau-pulau Pulau-pulau  Penanaman bakau Provinsi
Leti Tanimbar, di Pulau- Tanimbar, Pulau  Pengawasan Maluku
 Penanaman bakau pulau Babar serta Masela pemanfaatan pesisir  Dinas
 Pengawasan Pantai Sera di Pulau  Penanaman bakau Pekerjaan
pemanfaatan pesisir. Leti  Pengawasan Umum
 Penanaman bakau pemanfaatan pesisir Provinsi
 Pengawasan Maluku
pemanfaatan pesisir

3. Pemulihan akibat Belum ada sistem  Rehabilitasi dan  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Merehabilitasi dan  BWS Maluku
bencana yang disepakati rekonstruksi pembentukan sistem pembentukan sistem pembentukan sistem merekonstruksi  Bappeda
dalam pemulihan kerusakan kerja pemulihan kerja pemulihan kerja pemulihan kerusakan prasarana Provinsi
bencana akibat prasarana sumber akibat bencana yang akibat bencana yang akibat bencana yang sumber daya air dan Maluku
daya rusak air daya air dan meliputi instansi – meliputi instansi – meliputi instansi – memulihkan fungsi  Dinas
sehingga akan memulihkan fungsi instansi terkait. instansi terkait. instansi terkait. lingkungan hidup Pekerjaan
memperlambat lingkungan hidup  Sosialisasi dan  Sosialisasi dan  Sosialisasi dan dengan Umum
didalam dengan simulasi penanganan simulasi penanganan simulasi penanganan mengalokasikan dana Provinsi
pemulihan akibat mengalokasikan bencana yang bencana yang meliputi bencana yang meliputi yang cukup. Maluku
bencana dana yang cukup. meliputi masyarakat masyarakat dan masyarakat dan  Mengembangkan  BNPB
 Pengembangan dan instansi – instansi – instansi instansi – instansi peran masyarakat  BPBD Provinsi
peran masyarakat instansi yang yang berkepentingan. yang berkepentingan. dan dunia usaha Maluku
dan dunia usaha berkepentingan. dalam kegiatan yang
dalam kegiatan terkoordinasi untuk
yang terkoordinasi pemulihan akibat
untuk pemulihan bencana daya rusak
akibat bencana air
daya rusak air  Memulihkan dampak
 Pemulihan dampak sosial dan psikologis
sosial dan akibat bencana
psikologis akibat terkait air oleh para
bencana terkait air pemilik kepentingan.
oleh para pemilik
kepentingan.

262
D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Belum ada Terdapat kelembagaan  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  BWS Maluku
Kelembagaan dan lembaga dan resmi dan dikenal di dalam pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan  Bappeda
Sumber Daya sumber daya WS Yamdena _ Wetar yang pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di Provinsi
Manusia Pengelola manusia untuk mampu mengelola berbagai instansi dan berbagai instansi dan berbagai instansi dan berbagai instansi dan Maluku
SISDA pengelolaan informasi Sumber Daya Air lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola  Dinas
sistem informasi dan mendistribusikannya data dan informasi data dan informasi data dan informasi data dan informasi Pekerjaan
sumber daya air untuk berbagai sumber daya air sumber daya air sumber daya air sumber daya air Umum
sehingga kepentingan.  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan Provinsi
menyulitkan ketersediaan dana ketersediaan dana ketersediaan dana ketersediaan dana Maluku
untuk untuk membentuk untuk membentuk untuk membentuk untuk membentuk  BNPB
pemanfaatan dan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau  BPBD Provinsi
pengumpulan data mengembangkan mengembangkan mengembangkan mengembangkan Maluku
di dalam SISDA SISDA SISDA SISDA
pengelolaan  Membentuk dan/atau  Membentuk dan/atau  Membentuk dan/atau
sumber daya air. mengembangkan mengembangkan mengembangkan
instansi pengelola instansi pengelola instansi pengelola
data dan informasi data dan informasi data dan informasi
sumber daya air sumber daya air sumber daya air
terpadu di wilayah terpadu di wilayah terpadu di wilayah
sungai sungai sungai
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
kemampuan sumber kemampuan sumber kemampuan sumber
daya manusia dalam daya manusia dalam daya manusia dalam
lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola
SISDA oleh para SISDA oleh para SISDA oleh para
pemilik kepentingan; pemilik kepentingan; pemilik kepentingan;
2. Pengembangan Belum ada kerja  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  BWS Maluku
Jejaring SISDA sama dan jaringan yang yang yang yang  Bappeda
antar penyedia mengkoordinasikan mengkoordinasikan mengkoordinasikan mengkoordinasikan Provinsi
data dan informasi pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA Maluku
sumber daya air  Membangun jejaring  Membangun jejaring  Membangun jejaring  Membangun jejaring  Dinas
sehingga informasi SISDA antara SISDA antara SISDA antara SISDA antara Pekerjaan
dan data sumber instansi dan lembaga instansi dan lembaga instansi dan lembaga instansi dan lembaga Umum
daya air hanya pusat dan daerah pusat dan daerah pusat dan daerah pusat dan daerah Provinsi
mampu serta antarsektor dan serta antarsektor dan serta antarsektor dan serta antarsektor dan Maluku
dimanfaatkan antar wilayah antar wilayah antar wilayah antarwilayah  BNPB
secara terbatas  Meningkatkan kerja  Meningkatkan kerja  Meningkatkan kerja  Meningkatkan kerja  BPBD Provinsi
dan sektoral sama dengan sama dengan sama dengan sama dengan Maluku
masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan
dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam
pengelo-laan SISDA pengelo-laan SISDA pengelo-laan SISDA pengelo-laan SISDA

263
E. Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha

Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Masyarakat dan Adanya peran  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  BWS Maluku
Peran dunia usaha masyarakat dan dunia peningkatkan peningkatkan peningkatkan peningkatkan  Bappeda
Masyarakat dan belum dilibatkan usaha dalam pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta Provinsi
Dunia Usaha dalam perencanaan sumber kepedulian kepedulian kepedulian kepedulian Maluku
dalam perencanaan daya air sehingga selaras masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan  Dinas
Perencanaan sumber daya air, antara perencanaan dan dunia usaha dunia usaha dunia usaha dunia usaha Pekerjaan
sehingga kebutuhan masyarakat – mengenai mengenai mengenai  Melibatkan tokoh Umum
menimbulkan pro- dunia usaha. pentingnya pentingnya pentingnya masyarakat dan Provinsi
kontra dalam keselarasan fungsi keselarasan fungsi keselarasan fungsi dunia usaha dalam Maluku
pelaksanaan sosial, ekonomi, sosial, ekonomi, sosial, ekonomi, penyusunan
pembangunan dan lingkungan dan lingkungan dan lingkungan kebijakan pengelolaan
infrastruktur hidup dari sumber hidup dari sumber hidup dari sumber sumber daya air;
sumber daya air. daya air; daya air; daya air;  Memberikan
 Memberikan  Memberikan  Memberikan pendidikan dan
pendidikan dan pendidikan dan pendidikan dan pelatihan, serta
pelatihan, serta pelatihan, serta pelatihan, serta pendampingan
pendampingan pendampingan pendampingan kepada masyarakat.
kepada kepada kepada
masyarakat agar masyarakat agar masyarakat agar
mampu berperan mampu berperan mampu berperan
dalam dalam dalam
perencanaan perencanaan perencanaan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya air sumber daya air sumber daya air
oleh para pemilik oleh para pemilik oleh para pemilik
kepentingan. kepentingan. kepentingan.

2. Peningkatan Belum ada peran Terjadinya peranan  Membuka  Membuka  Membuka  Sosialisasi terkait  BWS Maluku
Peran masyarakat dan masyarakat dan dunia informasi dan informasi dan informasi dan informasi dan  Bappeda
Masyarakat dan dunia usaha yang usaha dalam kesempatan yang kesempatan yang kesempatan yang kesempatan yang Provinsi
Dunia Usaha terpadu dalam pelaksanaan pengelolaan seluas-luasnya seluas-luasnya seluas-luasnya seluas-luasnya Maluku
dalam pelaksanaan sumber air yang kepada kepada kepada kepada masyarakat  Dinas
Pelaksanaan pengelolaan SDA mendatangkan manfaat masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan dan dunia usaha Pekerjaan
dikarenakan bagi semua pihak terkait dunia usaha dunia usaha dunia usaha untuk menyampaikan Umum
informasi dan pengelolaan sumber daya untuk untuk untuk masukan, berperan Provinsi
pemahaman air secara menyampaikan menyampaikan menyampaikan dalam proses Maluku
tentang peran berkesinambungan. masukan, masukan, masukan, pelaksanaan
masyarakat dan berperan dalam berperan dalam berperan dalam konstruksi, operasi
dunia usaha, proses proses proses dan pemeliharaan;
masyarakat dan pelaksanaan yang pelaksanaan yang pelaksanaan yang  Pengharagaan kepada
dunia usaha mencakup mencakup mencakup yang telah berprestasi
melakukan hal-hal pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan dalam menyukseskan

264
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
penting bagi konstruksi, serta konstruksi, serta konstruksi, serta program pengelolaan
masing-masing operasi dan operasi dan operasi dan sumber daya air.
yang seringkali pemeliharaan pemeliharaan pemeliharaan  Pendidikan dan
bertentangan satu  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan pelatihan, serta
dengan yang lain kemampuan kemampuan kemampuan pendampingan dalam
termasuk dengan masyarakat masyarakat masyarakat pelaksanaan
perencanaan melalui melalui pendidikan melalui pendidikan pengelolaan sumber
pemerintah. pendidikan dan dan pelatihan, dan pelatihan, daya air
pelatihan, serta serta serta
pendampingan pendampingan pendampingan
dalam dalam dalam
pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya air sumber daya air sumber daya air
oleh para pemilik oleh para pemilik oleh para pemilik
kepentingan. kepentingan. kepentingan.
3. Peningkatan Masyarakat dan Masyarakat dan dunia  Membuka  Membuka  Membuka  Menetapkan prosedur  BWS Maluku
Peran dunia usaha usaha mengambil peran kesempatan kesempatan kesempatan penyampaian laporan  Bappeda
Masyarakat dan belum dilibatkan dalam pengawasan kepada kepada kepada dan pengaduan Provinsi
Dunia Usaha dalam infrastruktur Sumber masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan Maluku
dalam pengawasan Daya Air sehingga dunia usaha dunia usaha dunia usaha dunia usaha  Dinas
Pengawasan pengelolaan mendatangkan manfaat untuk berperan untuk berperan untuk berperan  Menindak lanjuti Pekerjaan
sumber daya air secara adil dan dalam pengawasan dalam pengawasan dalam pengawasan laporan dan Umum
sehingga banyak berkelanjutan. pengelolaan pengelolaan pengelolaan pengaduan yang Provinsi
infrastruktur sumber daya air sumber daya air sumber daya air disampaikan Maluku
Sumber Daya Air dalam bentuk dalam bentuk dalam bentuk  Pendidikan dan
yang mengalami pelaporan dan pelaporan dan pelaporan dan pelatihan, serta
kerusakan karena pengaduan. pengaduan. pengaduan. pendampingan dalam
banyaknya  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan pengawasan
wilayah yang tidak prosedur prosedur prosedur pengelolaan sumber
mampu dipantau penyampaian penyampaian penyampaian daya air oleh para
oleh instansi laporan dan laporan dan laporan dan pemilik kepentingan.
pemilik secara pengaduan pengaduan pengaduan
menerus. masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan
Pemanfaatan dunia usaha dunia usaha dunia usaha
sumber daya air dalam pengawasan dalam pengawasan dalam pengawasan
juga seringkali pengelolaan pengelolaan pengelolaan
tidak berjalan sumber daya sumber daya sumber daya
sesuai  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
perencanaan. kemampuan kemampuan kemampuan
masyarakat masyarakat masyarakat
melalui melalui pendidikan melalui pendidikan
pendidikan dan dan pelatihan, dan pelatihan,
pelatihan, serta serta serta

265
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
pendampingan pendampingan pendampingan
dalam pengawasan dalam pengawasan dalam pengawasan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan
sumber daya air sumber daya air sumber daya air
oleh para pemilik oleh para pemilik oleh para pemilik
kepentingan. kepentingan. kepentingan.

266
Tabel 4.2 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan Ekonomi Sedang)
A. Aspek Konservasi Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Perlindungan Kurangnya Luas Lahan kritis dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialisasi terkait  BWS Maluku
dan Pelestarian pengendalian sangat kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis penanganan lahan  Bappeda
Sumber Air pengolahan lahan berkurang sesuai berserta berserta berserta kritis bersama Provinsi
sehingga terjadi dengan prioritas keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya masyarakat dan Maluku
kekritisan lahan penanganan dengan kondisi dengan kondisi dengan kondisi instansi yang  Dinas
dimana lahan kritis sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- berkepentingan. Kehutanan
dan sangat kritis budaya masyarakat budaya masyarakat budaya masyarakat  Rehabilitasi dan Provinsi
bertambah sekitar yang sekitar yang sekitar yang reboisasi lahan kritis Maluku
mencapai 16% area menyebabkan menyebabkan menyebabkan  Penebangan pilih  Dinas
pada WS Kepulauan pembalakan liar, pembalakan liar, pembalakan liar, yang mendukung Pekerjaan
Yamdena-Wetar pembukaan lahan pembukaan lahan pembukaan lahan perlindungan sumber Umum
atau sekitar 35 dan illegal logging. dan illegal logging. dan illegal logging. air Provinsi
hutan mengalami  Sosialisasi terkait  Sosialisasi terkait  Sosialisasi terkait  Pemantauan Maluku
kerusakan hal ini penanganan lahan penanganan lahan penanganan lahan kekritisan lahan
diakibatkan oleh kritis bersama kritis bersama kritis bersama
pembala-kan liar masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan
dan pembukaan instansi yang instansi yang instansi yang
lahan, illegal berkepentingan. berkepentingan. berkepentingan.
logging.  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi hutan
atau reboisasi atau reboisasi
dengan tanaman dengan tanaman
produktif sepanjang produktif sepanjang
tahun di DAS : tahun di DAS :
Rumahsalut, Selaru, Rumahsalut, Selaru,
Kamatubun, Kamatubun,
Lermatang, Lermatang,
Kebyaratraya. Kebyaratraya,
Maopora, Rawarat,
Saumlaki, Bukrane,
Kilon, Atubuldol,
Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin, Weratan,
Lelingluan,
Namulun, Maru
 Pemantauan
kekritisan lahan

267
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Belum adanya  Terbentuk  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialiasai terkait  BWS Maluku
perlindungan imventarisasi Analisis wilayah Analisis wilayah Analisis wilayah pentingnya  Bappeda
sumber air dalam daerah tangkapan perlindungan daerah perlindungan daerah perlindungan daerah perlindungan daerah Provinsi
hubungannya air, danau dan tangkapan air, tangkapan air, tangkapan air, tangkapan air, danau Maluku
dengan kegiatan sumber – sumber danau, dan sumber danau, dan sumber danau, dan sumber dan sumber air  Dinas
pembangunan dan air yang ada. air dalam air dalam air dalam bersama masyarakat Kehutanan
pemanfaatan lahan  Terbentuk zoning keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya dan instansi yang Provinsi
pada sumber air, wilayah dengan kondisi dengan kondisi dengan kondisi berkepentingan. Maluku
daerah tangkapan perlindungan sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- sosial-ekonomi-  Pembentukan zoning  Dinas
sumber air, danau daerah tangkapan budaya. budaya. budaya. wilayah perlindungan Pekerjaan
dan sumber – air, danau dan  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait daerah tangkapan air, Umum
sumber air yang ada sumber – sumber pentingnya pentingnya pentingnya danau dan sumber Provinsi
sehingga kestabilan air perlindungan daerah perlindungan daerah perlindungan daerah air. Maluku
dan kelestarian  Pengawasan tangkapan air, danau tangkapan air, tangkapan air,  Pemantauan dan
sumber air pemanfaatan dan sumber air danau dan sumber danau dan sumber perlindungan daerah
menurun akibat lahan pada bersama masyarakat air bersama air bersama tangkapan air, danau
dari Banyaknya daerah hulu yang dan instansi yang masyarakat dan masyarakat dan dan sumber – sumber
pembukaan lahan berfungsi sebagai berkepentingan. instansi yang instansi yang air, daerah hulu.
hutan pada daerah resapan air. berkepentingan. berkepentingan.
hulu untuk  Pembentukan zoning  Pembentukan zoning
perkebunan dan wilayah wilayah
permukiman serta perlindungan daerah perlindungan daerah
ladang berpindah tangkapan air, tangkapan air,
yang mengganggu danau dan sumber danau dan sumber
daerah tangkapan air. air.
air dan kelestarian  Pemantauan dan
sumber air yang perlindungan daerah
ada. tangkapan air,
danau dan sumber –
sumber air, daerah
hulu.
Kurangnya  Pengolahan tanah  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan prioritas  BWS Maluku
pengendalian di daerah hulu Analisis erosi dan Analisis erosi dan Analisis erosi dan penanganan erosi  Bappeda
pengolahan lahan mengindahkan sedimentasi dalam sedimentasi dalam sedimentasi dalam  Pengolahan tanah di Provinsi
sehingga 4% kaidah konservasi keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya daerah hulu Maluku
wilayah darat WS sehingga laju erosi dengan kondisi dengan kondisi dengan kondisi mengindah-kan  Dinas
Kepulauan dan sedimentasi sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- kaidah konservasi Kehutanan
Yamdena-Wetar berkurang budaya. budaya. budaya. sehingga laju erosi Provinsi
mengalami laju  Rehabilitasi hutan  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait dan sedimentasi Maluku
erosi sedang – berat, dan lahan dan rehabilitasi hutan, rehabilitasi hutan, rehabilitasi hutan, berkurang  Dinas
yang diikuti oleh penanganan erosi pengolahan lahan pengolahan lahan pengolahan lahan  Rehabilitasi hutan Pekerjaan
laju sediment layang pada DAS yang yang tepat, dampak yang tepat, dampak yang tepat, dampak dan lahan dan Umum
yang besar pula, ada sesuai dengan erosi terhadap erosi terhadap erosi terhadap penanganan erosi Provinsi
sehingga prioritas yang kelestarian sumber kelestarian sumber kelestarian sumber pada DAS yang ada Maluku
berpengaruh telah ada, air. air air sesuai dengan

268
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
terhadap sehingga  Rehabilitasi hutan  Sosialisasi  Sosialisasi prioritas yang telah
keberadaan sumber mendukung yang mengalami erosi pengolahan lahan pengolahan lahan ada, sehingga
air yang ada dan konservasi berat dan daerah pertanian dengan pertanian dengan mendukung
penurunan kualitas sumber daya air yang mengalami erosi menggunakan menggunakan konservasi sumber
air. Terdapat 28  Penanaman pada daerah hulu. di metode kontur agar metode kontur agar daya air
DAS yang tanaman produksi DAS : Arma, Arnau, kesejahteraan kesejahteraan  Penanaman tanaman
membutuhkan tahunan Huwai, Ilmamau, Iri, penduduk terus penduduk terus produksi tahunan
prioritas  Pembangunan Itain, Kaliobar. meningkat selaras meningkat selaras
penanganan erosi infrastruktur dengan penekanan dengan penekanan
dan sedimentasi untuk laju erosi dan laju erosi dan
mengurangi laju sedimentasi lahan. sedimentasi lahan.
erosi dan  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi hutan
sedimentasi yang mengalami atau reboisasi
lahan. tererosi dan daerah dengan tanaman
yang mengalami produktif sepanjang
erosi pada daerah tahun di DAS :
hulu di DAS : Arma, Rumahsalut, Selaru,
Arnau, Huwai, Kamatubun,
Ilmamau, Iri, Itain, Lermatang,
Kaliobar, Karbubu, Kebyaratraya,
Klishatu, Koreare, Maopora, Rawarat,
Liepa, Lolan, Saumlaki, Bukrane,
Mahoni, Makatian Kilon, Atubuldol,
Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin, Weratan,
Lelingluan,
Namulun, Maru

Pelaksanaan Pelaksanaan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dan  BWS Maluku
pembangunan pembangunan instasi-instasi yang instasi-instasi yang instasi-instasi yang kerjasama terkait  Bappeda
infrastruktur dan infrastruktur dan ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya perlindungan Provinsi
pemanfaatan lahan pemanfaatan lahan dengan perlindungan dengan perlindungan dengan perlindungan terhadap sumber Maluku
kurang selaras dengan terhadap sumber air terhadap sumber air terhadap sumber air airdalam pelaksanaan  Dinas
memperhatikan perlindungan ketika melakukan ketika melakukan ketika melakukan pembangun. Pekerjaan
perlindungan terhadap sumber air. pembangunan – pembangunan – pembangunan – Umum
terhadap sumber pembangunan pembangunan pembangunan Provinsi
air, seperti merubah infrastruktur dan infrastruktur dan infrastruktur dan Maluku
arah aliran air, pengembangan pengembangan pengembangan
penyudetan, wilayah. wilayah. wilayah.
penyempitan/

269
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
penggeseran
tampungan alami
sumber air untuk
mempermudah
pelaksanaan atau
memperluas
pemanfaatan lahan.
2. Pengawetan Air Kurangnya sarana Terbentuk  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  BWS Maluku
dan prasaranan infrastruktur yang dan lokasi strategis dan lokasi strategis dan lokasi strategis dan lokasi strategis  Dinas
infrastrktur dapat menyimpan embung atau embung atau embung atau embung atau Pekerjaan
pengawetan air atau mengawetkan air bangunan bangunan bangunan bangunan pengawetan Umum
berupa bending, sehingga seluruh pengawetan air pengawetan air pengawetan air air lainnya. Provinsi
bak-bak tampungan kebutuhan air pada lainnya. lainnya. lainnya.  Pembangunan Maluku
dsb. Sehingga WS Yamdena – Wetar  Pembangunan 20  Pembangunan 34  Pembangunan 52 infrastruktur
hanya mampu terpenuhi. embung pada DAS embung pada DAS embung pada DAS pengawetan dan
menyimpan dan prioritas prioritas prioritas penyimpanan air
mengawetkan  Pembangunan Sumur  Pembangunan  Pembangunan untuk memenuhi
sekitar 0,24 m3/dtk dan Bak Tampung Sumur dan Bak Sumur dan Bak kebutuhan air pada
atau 5% dari masih dan BPAH Tampung dan BPAH Tampung dan BPAH WS Yamdena – Wetar.
potensi ketersediaan  Pembangunan  Pembangunan  Pembangunan  Rehabilitasi Hutan
air yang ada pada Broncaptering pada Broncaptering pada Broncaptering pada Lindung yang Kritis
WS Yamdena – mata Air mata Air mata Air  Rehabilitasi Konversi
Wetar.  Rehabilitasi 500 Ha  Rehabilitasi 500 Ha  Rehabilitasi 500 Ha Hutan Produksi Yang
Hutan Lindung yang Hutan Lindung yang Hutan Lindung yang Kritis Menjadi Hutan
Kritis Kritis Kritis Lindung
 Rehabilitasi Konversi  Rehabilitasi Konversi  Rehabilitasi Konversi  Operasi dan
740 Ha Hutan 740 Ha Hutan 740 Ha Hutan pemeliharaan
Produksi Yang Kritis Produksi Yang Kritis Produksi Yang Kritis bangunan pengawetan
Menjadi Hutan Menjadi Hutan Menjadi Hutan air.
Lindung Lindung Lindung
 Operasi dan  Konversi 7000 Ha  Konversi 21.000 Ha
pemeliharaan Hutan Produksi Hutan Produksi
bangunan Menjadi Hutan Menjadi Hutan
pengawetan air. Lindung Lindung
 Operasi dan  Operasi dan
pemeliharaan pemeliharaan
bangunan bangunan
pengawetan air. pengawetan air.

3. Pengelolaan Buruknya instalasi Limbah domestik dan  Inventarisasi data dan  Inventarisasi data  Inventarisasi data  Pembuatan stasiun –  BWS Maluku
Kualitas Air dan pengolahan air non – domestik sudah kondisi kualitas air dan kondisi kualitas dan kondisi kualitas stasiun pemantau  Bappeda
Pengendalian limbah dari terolah dan tidak per DAS serta aspek – air per DAS serta air per DAS serta kualitas air yang ada. Provinsi
Pencemaran Air penggunaan air mencemari sumber – aspek penyebab aspek – aspek aspek – aspek  Pengawasan dan Maluku
bersih domestik dan sumber air yang ada. pencemaran air yang penyebab penyebab pengarahan terkait  Dinas

270
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
non domestik Kualitas air pada ada. pencemaran air yang pencemaran air yang pembuatan dan Lingkungan
sehingga limbah seluruh WS Yamdena  Pembuatan stasiun – ada. ada. perbaikan fasilitas Hidup
yang dihasilkan – Wetar terpantau dan stasiun pemantau  Pengawasan dan  Pengawasan dan sanitasi yang baik. Provinsi
mencemari dan terkontrol dengan kualitas air yang ada pengarahan terkait pengarahan terkait Maluku
menurunkan baik. di Pulau : Kisar, Leti, pembuatan dan pembuatan dan  Dinas
kualitas air pada Moa perbaikan fasilitas perbaikan fasilitas Pekerjaan
sumber air pada sanitasi yang baik. sanitasi yang baik. Umum
daerah hilir. Sarana  Pembuatan stasiun –  Pembuatan stasiun – Provinsi
sanitasi yang stasiun pemantau stasiun pemantau Maluku
kurang sesuai kualitas air yang ada kualitas air yang ada
dengan standar dan di Pulau : Kisar, Leti, di Pulau : Kisar, Leti,
kelayakan Moa, Luang, Moa, Luang,
menyebabkan Sermata, Yamdena, Sermata, Yamdena,
rembesan air limbah Wetar Wetar, Wetan,
bercampur dengan Fordata, Babar
aliran air yang
mengisi sumber air

271
B. Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Penetapan zona Belum adanya Terbentuk zona  Melakukan identifikasi  Melakukan identifikasi  Melakukan identifikasi  Penetapan zona  BWS Maluku
pemanfaatan penetapan zona pemanfaatan dan Analisis tentang dan Analisis tentang dan Analisis tentang pemanfaatan dan  Bappeda
sumber air pemanfaatan dan sumber air daerah pemanfaatan daerah pemanfaatan daerah pe-manfaatan peruntukan sumber Provinsi
peruntukan sumber air sehingga sumber air terkait sumber air terkait sumber air terkait daya air yang Maluku
yang menyebabkan peruntukan air aspek sosial – budaya aspek sosial – budaya – aspek sosial – budaya – memperhatikan  Dinas
tumpang tindih dari sumber air – ekonomi dan aspek ekonomi dan aspek ekonomi dan aspek prioritas Pekerjaan
pemanfaatan lahan terhadap pembangunan lainnya pembangunan lainnya pembangunan lainnya pemanfaatan Umum
terkait pemanfaatan kebutuhan yang  Penetapan zona  Penetapan zona  Penetapan zona pe-  Sosialisasi zona Provinsi
sumber air. ada dapat pemanfaatan dan pemanfaatan dan manfaatan dan perun- pemanfaatan dan Maluku
terakomodasi peruntukan sumber peruntukan sumber tukan sumber daya air prioritas
secara terus daya air yang daya air yang yang memperhati-kan pemanfaatannya
menerus. memperhatikan memperhatikan prioritas peman-faatan  Menetapkan alokasi
prioritas pemanfaatan prioritas pemanfaatan  Sosialisasi zona pe- ruang untuk
 Sosialisasi zona manfaatan terhadap pembangunan
pemanfaatan terhadap masyarakat di wilayah kawasan
masyarakat di Pulau : Pulau: Kisar, Romang, permukiman,
Kisar, Romang, Letti, Letti, Moa, Lakor, Ser- kawasan industri
Moa, Lakor, Sermata. mata, Luang, Babar, dan industri di luar
 Menetapkan alokasi Dai, Marsela, Dawelor, kawasan guna
ruang untuk Dawera, Damer, Liran, mengurangi alih
pembangunan Yamdena, Wetar, fungsi lahan
kawasan permukiman, Fordata, Babar, Selaru, pertanian untuk
kawasan industri dan Damer, Lakor. mewujudkan
industri di luar  Menetapkan alokasi kawasan ramah
kawasan guna ruang untuk pem- lingkungan.
mengurangi alih fungsi bangunan kawasan  Pengawasan dan
lahan pertanian untuk permukiman, kawasan pengelolaan zona
mewujudkan kawasan industri dan industri di pemanfaatan
ramah lingkungan. luar kawasan guna sumber daya air.
 Pengawasan dan mengurangi alih fungsi
pengelolaan zona lahan pertanian untuk
pemanfaatan sumber mewujudkan kawasan
air. Di seluruh pulau ramah lingkungan.
berpenghuni  Pengawasan dan pe-
ngelolaan zona pe-
manfaatan sumber
daya air.

272
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
2. Penetapan dan Belum adanya Penetapan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan prioritas  BWS Maluku
Penyusunan penetapan dan peruntukan air identifikasi identifikasi identifikasi peruntukan air  Bappeda
peruntukan air penyusunan prioritas pada sumber air kependudukan dan kependudukan dan kependudukan dan sesuai kebutuhan Provinsi
pada sumber pemanfaatan dan untuk memenuhi rencana rencana pembangunan rencana pembangunan dan daya dukung Maluku
air peruntukan air pada berbagai pembangunan terkait terkait pemanfaatan air terkait pemanfaatan air tampungan sumber  Dinas
sumber air sehingga kebutuhan sesuai pemanfaatan air pada pada sumber air di pada sumber air di air yang ada Pekerjaan
terjadi ketimpangan dengan daya sumber air di Pulau : Pulau : Kisar, Romang, Pulau : Kisar, Romang,  Melibatkan seluruh Umum
dalam pemerataan dukung dan daya Kisar, Romang, Moa, Letti Moa Lakor, Letti, Moa Lakor, pemilik kepentingan Provinsi
pemenuhan kebutuhan tampung sumber Lakor, Sermata. Sermata, Babar, Dai, Sermata, Babar, Dai, dalam penyusunan Maluku
air air  Penetapan prioritas Marsela, Dawelor, Marsela, Dawelor, rencana tindak
peruntukan air sesuai Dawera. Dawera, Damer, Liran, pengelolaan sumber
kebutuhan dan daya  Penetapan prioritas Yamdena, Wetar, daya air untuk
dukung tampungan peruntukan air sesuai Fordata, Babar, Selaru, meningkatkan
sumber air yang ada kebutuhan dan daya Damer, Lakor. kemampuan
di Pulau : Kisar, dukung tampungan  Penetapan prioritas adaptasi dan
Romang, Moa, Lakor, sumber air yang ada di peruntukan air sesuai mitigasi dalam
Sermata. Pulau : Kisar, Romang, kebutuhan dan daya mengantisipasi
Letti, Moa Lakor, dukung tampungan dampak perubahan
Sermata, Babar, Dai, sumber air yang ada di iklim
Marsela, Dawelor, Pulau : Kisar, Romang,  Pemantauan dan
Dawera. Letti, Moa Lakor, pengontrolan
 Melibatkan seluruh Sermata, Babar, Dai, peruntukan air
pemilik kepentingan Marsela, Dawelor, sesuai dengan
dalam penyusunan Dawera, Damer, Liran, prioritas kebutuhan
rencana tindak Yamdena, Wetar, yang telah
pengelolaan sumber Fordata, Babar, Selaru, ditentukan.
daya air untuk Damer, Lakor.
meningkatkan  Melibatkan seluruh
kemampuan adaptasi pemilik kepentingan
dan mitigasi dalam dalam penyusunan
mengantisipasi rencana tindak
dampak perubahan pengelolaan sumber
iklim daya air untuk
 Pemantauan dan meningkatkan
pengontrolan kemampuan adaptasi
peruntukan air sesuai dan mitigasi dalam
dengan prioritas mengantisipasi
kebutuhan yang telah dampak perubahan
ditentukan di lokasi iklim
Pulau: Kisar, Romang,  Pemantauan dan
Letti, Moa Lakor, pengontrolan
Sermata, Babar, Dai, peruntukan air sesuai
Marsela, Dawelor, dengan prioritas
Dawera. kebutuhan yang telah
ditentukan dilokasi

273
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Pulau : Kisar, Romang,
Letti, Moa Lakor,
Sermata, Babar, Dai,
Marsela, Dawelor,
Dawera, Damer, Liran,
Yamdena, Wetar,
Fordata, Babar, Selaru,
Damer, Lakor.
3. Penyediaan Kurangnya penyediaan Tersedia sarana  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Mengutamakan  BWS Maluku
Sumber Daya sumber daya air dan prasarana identifikasi sarana identifikasi sarana dan identifikasi sarana dan penyediaan air  Bappeda
Air sehingga terdapat 4 penyediaan dan prasarana prasarana penyediaan prasarana penyediaan untuk pemenuhan Provinsi
kecamatan yang belum sumber daya air penyediaan sumber sumber daya air sumber daya air kebutuhan pokok Maluku
memiliki sarana sehingga daya air beserta lokasi beserta lokasi strategis beserta lokasi strategis sehari-hari dan  Dinas
prasarana kebutuhan air strategis sarana dan sarana dan prasarana sarana dan prasarana irigasi bagi Pekerjaan
penampungan air yang ada dapat prasarana penyediaan penyediaan sumber penyediaan sumber pertanian rakyat Umum
sebagai mekanisme tersedia dengan sumber daya air daya air tersebut. daya air tersebut. pada sistem irigasi Provinsi
penyediaan sumber cukup dan tersebut.  Mengutamakan  Mengutamakan yang sudah ada dan Maluku
daya air, kebutuhan air menerus.  Mengutamakan penyediaan air untuk penyediaan air untuk penduduk yang
sehari – hari dipenuhi penyediaan air untuk pemenuhan kebutuhan pemenuhan kebutuhan berdomisili di dekat
sehari oleh masyarakat. pemenuhan pokok sehari-hari dan pokok sehari-hari dan sumber air
Infrastruktur kebutuhan pokok irigasi bagi pertanian irigasi bagi pertanian dan/atau sekitar
penyediaan sumber sehari-hari dan irigasi rakyat pada sistem rakyat pada sistem jaringan pembawa
daya air hanya dapat bagi pertanian rakyat irigasi yang sudah ada irigasi yang sudah ada air
melayani 20,1% pada sistem irigasi dan penduduk di dekat dan penduduk di dekat  Pembangunan
kebutuhan air yang ada. yang sudah ada dan sumber air dan/atau sumber air dan/atau sarana dan
Terdapat kecamatan – penduduk di dekat sekitar jaringan sekitar jaringan prasarana penyedia
kecamatan yang sumber air dan/atau pembawa air di pembawa air di air selaras dengan
mengalami kekurangan sekitar jaringan Kecamatan : Tanimbar Kecamatan : Tanimbar perkembangan
air. pembawa air di Selatan, Wertamrian, Selatan, Wertamrian, kebutuhan air yang
Kecamatan : Tanimbar Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, ada
Selatan, Wertamrian, Yaru, Pulau-pulau Yaru, Pulau-pulau
Wermaktian, Selaru, Terselatan, Wetar, Terselatan, Wetar,
Yaru, Pulau-pulau Damer, Pulau-pulau Damer, Pulau-pulau
Terselatan, Wetar, Babar Timur, Babar Timur,
Damer, Pulau-pulau Wuarlabobar, Wuarlabobar,  Pengawasan dan
Babar Timur. Nirunmas, Nirunmas, pengelolaan sarana
 Pembangunan sarana Kormomolin, Tanimbar Kormomolin, Tanimbar dan prasarana
dan prasarana Utara. Utara. penyediaan air yang
penyedia air selaras  Pembangunan sarana  Pembangunan sarana telah ada.
dengan perkembangan dan prasarana dan prasarana
kebutuhan air yang penyedia air selaras penyedia air selaras
ada di Kecamatan: dengan perkembangan dengan perkembangan
Wuarlabobar, kebutuhan air yang kebutuhan air yang
Nirunmas, ada di Kecamatan: ada di Kecamatan:
Kormomolin, Wuarlabobar, Wuarlabobar,

274
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Tanimbar Utara. Nirunmas, Nirunmas, Kecamatan
 Pembangunan Kormomolin, Tanimbar Kormomolin, Tanimbar
embung : Ilwaki, Utara. Utara
Abusur, Atulbul Da,  Pengawasan dan  Pengawasan dan
Atubul Dol, Amdasa, pengelolaan sarana pengelolaan sarana
Sangliat Dol, Tutukey, dan prasarana dan prasarana
Luang Barat, Luang penyediaan air yang penyediaan air yang
Timur, Elo, Lelang, telah ada. telah ada.
Regoha, Batu Gajah,  Pembangunan embung  Pembangunan embung
Rotnama, Mahaleta, : Lebelau, Tounwawan, : Woorono, Rumleher
Ds. Malanno, Aruidas, Tumbur, Utara, Klis, Batu
Pupliora, Rumkisar, Ilngei, Baturneau, Putih, Nuwewang,
Ds. Gerwali, Ds. Luhuleli, Letwurung, Serwaru, Bebar Barat,
Loltulul. Kokwari, Analutur, Bebar Timur, Kumur,
Menuweri, Tutuwawan, Wulur, Babiotang,
Yaltubung, Watrupun. Uwili, Serili, Letelola
Besar, Letelola Kecil,
Sera, Werwawan.
4. Penggunaan Penggunaan sumber  menjamin  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  BWS Maluku
Sumber Daya daya air sebagian besar ketersediaan perangkat perangkat perangkat perangkat  Bappeda
Air hanya mampu SDA bagi kelembagaan untuk kelembagaan untuk kelembagaan untuk kelembagaan untuk Provinsi
diprioritaskan untuk pengguna pengendalian pengendalian pengendalian pengendalian Maluku
pemenuhan kebutuhan SDA yang penggunaan sumber penggunaan sumber penggunaan sumber penggunaan sumber  Dinas
air minum dan mempunyai daya air. Lokasi: daya air. Lokasi: daya air. Lokasi: daya air Pekerjaan
kebutuhan rumah hak guna air Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan,  Meningkatkan Umum
tangga dengan di wilayah Wertamrian, Wertamrian, Wertamrian, penegakan hukum Provinsi
perkiraan penggunaan sungai yang Wermaktian, Selaru Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, pelanggaran Maluku
hanya sebesar 60 – 80 bersangku-  Meningkatkan Tanimbar Utara, Yaru, Tanimbar Utara, Yaru, pemakaian air
ltr/dtk/hari, sedang tan penegakan hukum Wuarlabobar Wuarlabobar,  Meningkatkan
kebutuhan lain seperti  memelihara terhadap pelaku  Meningkatkan Nirunmas, efisiensi
pertanian, perternakan, SDA dan penggunaan sumber penegakan hukum Kormomolin, Pulau- penggunaan air
perindustrian masih prasarana- daya air yang terhadap pelaku pulau Terselatan,  Melakukan
belum terpenuhi dengan nya agar berlebihan Lokasi: penggunaan sumber Wetar, Damer pemantauan dan
baik terpelihara Tanimbar Selatan, daya air yang Pulau-pulau Babar evaluasi atas
fungsinya Wertamrian, berlebihan Lokasi: Timur penggunaan
 melakukan Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,  Meningkatkan Sumber Daya Air
pemantauan  Meningkatkan Wertamrian, penegakan hukum  Melakukan
dan evaluasi efisiensi penggunaan Wermaktian, Selaru, terhadap pelaku pemantauan dan
atas air oleh para Tanimbar Utara, Yaru, penggunaan sumber evaluasi atas
penggunaan pengguna Lokasi: Wuarlabobar daya air yang penggunaan SDA
SDA Tanimbar Selatan,  Meningkatkan efisiensi berlebihan Lokasi:
Wertamrian, penggunaan air oleh Tanimbar Selatan,
Wermaktian, Selaru para pengguna Lokasi: Wertamrian,
Tanimbar Selatan, Wermaktian, Selaru,
Wertamrian, Tanimbar Utara, Yaru,

275
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Wermaktian, Selaru, Wuarlabobar,
Tanimbar Utara, Yaru, Nirunmas,
Wuarlabobar, Kormomolin, Pulau-
 pemantauan dan pulau Terselatan,
evaluasi atas Wetar, Damer, Pulau-
penggunaan Sumber pulau Babar Timur
Daya Air, Lokasi:  Meningkatkan efisiensi
Tanimbar Selatan, penggunaan air oleh
Wertamrian, para pengguna Lokasi:
Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,
Tanimbar Utara, Yaru, Wertamrian,
Wuarlabobar Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara, Yaru,
Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur
 Melakukan
pemantauan dan
evaluasi atas
penggunaan Sumber
Daya Air, Lokasi:
Tanimbar Selatan,
Wertamrian,
Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara, Yaru,
Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur

276
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
5. Pengembangan Belum Air permukaan  Mengembangkan  Mengembangkan sistem  Mengembangkan sistem  Mengembangkan  BWS Maluku
sumber daya air termanfaatkannya pada sungai, sistem penyediaan air penyediaan air baku penyediaan air baku sistem penyediaan  Bappeda
dilaksanakan potensi sungai, danau, danau, rawa, dan baku untuk memenuhi untuk memenuhi untuk memenuhi air untuk memenuhi Provinsi
untuk rawa, dan sumber air sumber air kebutuhan air rumah kebutuhan air rumah kebutuhan air rumah kebutuhan air Maluku
meningkatkan permukaan lainnya permukaan lain tangga, perkotaan, dan tangga, perkotaan, dan tangga, perkotaan, dan rumah tangga,  Dinas
kemanfaatan yang ada secara optimal mengalami industri dengan industri dengan industri dengan perkotaan, dan Pekerja-an
fungsi pengembangan mengutamakan mengutamakan mengutamakan industri serta Umum
sehingga pemanfaatan air pemanfaatan air pemanfaatan air pertanian dengan Provinsi
meningkatkan permukaan; Lokasi: permukaan; Lokasi: permukaan; Lokasi: mengutamakan air Maluku
manfaat dan Pulau Moa. Pulau Moa, Pulau Pulau Moa, Lakor, permukaan;
kualitas  Meningkatkan Lakor. Selaru, Babar.  Mengembangkan dan
kehidupan pengembangan sumber  Meningkatkan  Meningkatkan menyediakan insentif
masyarakat daya air termasuk pengembangan sumber pengembangan sumber untuk keperluan
sekitar. sumber air irigasi daya air termasuk daya air termasuk sum- pembangkit listrik
alternatif dalam skala sumber air irigasi ber air irigasi alternatif tenaga air melalui
kecil dalam rangka alternatif dalam skala dalam skala kecil dalam rawa, sungai, danau,
mempertahan-kan dan kecil dalam rangka rangka memper- waduk
meningkatkan mempertahan-kan dan tahankan dan
produksi pertanian. meningkatkan produksi meningkatkan produksi
Lokasi: Pulau Moa. pertanian. Lokasi: pertani-an. Lokasi:
 Meningkatkan Pulau Moa, Pulau Pulau Moa, Lakor,
pengembangan sumber Lakor. Selaru, Babar.
daya air termasuk  Meningkatkan  Meningkatkan
sumber air irigasi pengembangan sumber pengembangan sumber
alternatif dalam skala daya air termasuk daya air termasuk
kecil dalam rangka sumber air irigasi sumber air irigasi
mempertahan-kan dan alternatif dalam skala alternatif dalam skala
meningkatkan kecil dalam rangka kecil dalam rangka
produksi pertanian. mempertahan-kan dan mempertahan-kan dan
Lokasi: Pulau Moa, meningkatkan produksi meningkatkan produksi
pertanian. Lokasi: pertanian. Lokasi:
Pulau Moa, Pulau Pulau Moa, Pulau
Lakor, Lakor, Pulau Selaru,
 Mengembangkan dan Pulau Babar
menyediakan insentif  Mengembangkan dan
untuk keperluan menyediakan insentif
pembangkit listrik untuk keperluan
tenaga air melalui rawa, pembangkit listrik
sungai, danau, waduk. tenaga air melalui rawa,
Lokasi: Pulau Moa, sungai, danau, waduk
Pulau Lakor, Lokasi: Pulau Moa,
Pulau Lakor, Pulau
Selaru, Pulau Babar

277
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
6. Pengusahaan Alokasi pemenuhan Terbentuk  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  BWS Maluku
Sumber Daya kebutuhan air untuk pengusahaan kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk  Bappeda
Air pengusahaan sumber sumber daya air pengusahaan SDA pengusahaan SDA pengusahaan SDA pengusahaan Provinsi
daya air seringkali tidak berdasarkan sesuai strategis dan sesuai strategis dan sesuai strategis dan sumber daya air Maluku
seimbang sehingga prinsip prioritas pengusahaan, prioritas pengusahaan, prioritas pengusahaan, sesuai strategis dan  Dinas
pengusahaan sumber keselarasan seperti perhotelan, seperti perhotelan, seperti perhotelan, prioritas Pekerjaan
air yang dekat dengan antara pariwisata, air minum, pariwisata, air minum, pariwisata, air minum, pengusahaan tanpa Umum
sumber air dan kepentingan industri, tanpa industri, tanpa industri, tanpa mengurangi Provinsi
berkapasitas besar saja sosial, lingkungan mengurangi kebutuhan mengurangi kebutuhan mengura-ngi kebutuhan kebutuhan air pokok Maluku
yang mendapat, banyak hidup, dan air pokok sehari – hari air pokok sehari – hari air pokok sehari – hari sehari – hari dan air
bidang yang belum ekonomi, dengan dan air pertanian. dan air pertanian. dan air pertanian. pertanian
mendapatkan air tetap Lokasi: Tanimbar Lokasi: Tanimbar Lokasi: Tanimbar  Pemantauan dan
sehingga tidak dapat memperhatikan Selatan, Wertamrian, Selatan, Wertamrian, Selatan, Wertamrian, pengawasan
berkembang dengan asas keadilan dan Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, terhadap
baik. kelestarian untuk, Tanimbar Utara, Yaru, Tanimbar Utara, Yaru, Tanimbar Utara, Yaru, pengusahaan
kesejahteraan Wuarlabobar Wuarlabobar, Wuarlabobar, sumber daya air.
masyarakat;  Mengembangkan dan Nirunmas, Kormomolin, Nirunmas, Kormomolin,  Meningkatkan peran
menerapkan sistem Pulau-pulau Terselatan Pulau-pulau Terselatan, perseorangan, badan
pemantauan dan  Mengembangkan dan Wetar, Damer, Pulau- usaha, dan lembaga
pengawasan terhadap menerapkan sistem pulau Babar Timur swadaya masyarakat
pengusahaan sumber pemantauan dan  Mengembangkan dan dalam pengusahaan
daya air. Lokasi: pengawasan terhadap menerapkan sistem sumber daya air
Tanimbar Selatan, pengusahaan sumber pemantauan dan dengan izin
Wertamrian, daya air. Lokasi: pengawasan terhadap pengusahaan;
Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan, pengusahaan sumber
Tanimbar Utara, Yaru, Wertamrian, daya air. Lokasi:
Wuarlabobar. Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,
Tanimbar Utara, Yaru, Wertamrian,
Wuarlabobar, Wermaktian, Selaru,
Nirunmas, Kormomolin, Tanimbar Utara, Yaru,
Pulau-pulau Terselatan. Wuarlabobar,
 Meningkatkan peran Nirunmas, Kormomolin,
perseorangan, badan Pulau-pulau Terselatan,
usaha, dan lembaga Wetar, Damer, Pulau-
swadaya masyarakat pulau Babar Timur.
dalam pengusahaan  Meningkatkan peran
sumber daya air dengan perseorangan, badan
izin pengusahaan usaha, dan lembaga
swadaya masyarakat
dalam pengusahaan
sumber daya air dengan
izin pengusahaan
 Pemantauan dan
pengawasan terhadap
pengusahaan sumber

278
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
daya air. Lokasi:
Tanimbar Selatan,
Wertamrian,
Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara, Yaru,
Wuarlabobar,
Nirunmas, Kormomolin,
Pulau-pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur

279
C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Pencegahan fisik Kurangnya sarana Daya rusak air  Memetakan dan  Memetakan dan  Memetakan dan  Penetapan peta rawan  BWS Maluku
dan non fisik dan prasarana terantisipasi dan menetapkan kawasan menetapkan kawasan menetapkan kawasan bencana.  Bappeda
pencegah atau tereduksi dengan rawan bencana rawan bencana rawan bencana  Perencanaan terpadu Provinsi
penahan daya baik sehingga  Sosialisasi dan  Mengintegrasikan  Mengintegrasikan pembangunan dan Maluku
rusak air seperti meminimalkan pelatihan untuk perencanaan perencanaan sistem pengendalian  Dinas
penahan banjir, kerugian yang dapat peningkatkan pembangunan dan pembangunan dan banjir Pekerjaan
check dam dan timbuk ketika terjadi kemampuan adaptasi sistem pengendalian sistem pengendalian  Sosialisasi dan Umum
sebagainya bencana. masyarakat terhadap banjir; banjir; pelatihan untuk Provinsi
sehingga daya banjir, pengetahuan  Sosialisasi dan  Sosialisasi dan peningkatkan adaptasi Maluku
rusak air tidak akan penyebab banjir pelatihan untuk pelatihan untuk masyarakat,  BNPB
tereduksi bilamana dan penanganannya. peningkatkan peningkatkan pengetahuan akan  BPBD Provinsi
terjadi.  Penanaman pohon kemampuan adaptasi kemampuan adaptasi penyebab banjir dan Maluku
pada daerah – daerah masyarakat terhadap masyarakat terhadap penanganannya.
yang gundul / banjir, pengetahuan banjir, pengetahuan  Pelestarian hutan
terbuka. akan penyebab banjir akan penyebab banjir  Melakukan
dan penanganannya. dan penanganannya. pengendalian aliran air
 Meningkatkan dan  Meningkatkan dan di sumber air
menjaga kelestarian menjaga kelestarian  Pembuatan
fungsi hutan oleh para fungsi hutan oleh para infrastruktur penahan
pemilik kepentingan. pemilik kepentingan. atau pencegah banjir
 Melakukan  Melakukan  Penanaman pohon
pengendalian aliran air pengendalian aliran air
di sumber air di sumber air
 Penanaman pohon  Pembuatan
pada daerah – daerah infrastruktur penahan
yang gundul / terbuka. atau pencegah banjir
seperti tanggul, polder,
dsb.
 Penanaman pohon
pada daerah – daerah
yang gundul / terbuka.
2. Penanggulangan Belum terbentuk Terbentuk sistem  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  BWS Maluku
daya rusak air sistem koordinasi koordinasi mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme  Bappeda
yang baik pada penanganan bencana penanggulangan penanggulangan penanggulangan penanggulangan Provinsi
saat terjadi yang baik sehingga kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau Maluku
bencana akibat kerusakan dan bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya  Dinas
daya rusak air kerugian yang timbul rusak rusak rusak rusak Pekerjaan
sehingga akan segera tertangani  Melaksanakan  Melaksanakan  Melaksanakan  Melaksanakan Umum
memperlambat dengan baik. sosialisasi mekanisme sosialisasi mekanisme sosialisasi mekanisme sosialisasi mekanisme Provinsi
penanganan saat penanggulangan penanggulangan penanggulangan penanggulangan Maluku
terjadi bencana. kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau  BNPB
bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya  BPBD Provinsi

280
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
rusak air rusak air rusak air rusak air Maluku
 Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan
sistem prakiraaan dan sistem prakiraaan dan sistem prakiraaan dan sistem prakiraaan dan
peringatan dini untuk peringatan dini untuk peringatan dini untuk peringatan dini untuk
mengurangi dampak mengurangi dampak mengurangi dampak mengurangi dampak
daya rusak air pada daya rusak air pada daya rusak air pada daya rusak air pada
setiap kawasan rawan setiap kawasan rawan setiap kawasan rawan setiap kawasan rawan
bencana terkait air bencana terkait air bencana terkait air bencana terkait air
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
pengetahuan, kesiap- pengetahuan, kesiap- pengetahuan, kesiap- pengetahuan, kesiap-
siagaan, dan siagaan, dan siagaan, dan siagaan, dan
kemampuan kemampuan kemampuan kemampuan
masyarakat dalam masyarakat dalam masyarakat dalam masyarakat dalam
menghadapi bencana menghadapi bencana menghadapi bencana menghadapi bencana
akibat daya rusak air, akibat daya rusak air, akibat daya rusak air, akibat daya rusak air,
antara lain dengan antara lain dengan antara lain dengan antara lain dengan
melakukan simulasi melakukan simulasi melakukan simulasi melakukan simulasi
dan peragaan dan peragaan mengenai dan peragaan mengenai dan peragaan
mengenai cara-cara cara-cara cara-cara mengenai cara-cara
penanggulangan penanggulangan penanggulangan penanggulangan
bencana oleh para bencana oleh para bencana oleh para bencana oleh para
pemilik kepentingan; pemilik kepentingan; pemilik kepentingan; pemilik kepentingan;
 Memperbaiki sistem  Memperbaiki sistem  Memperbaiki sistem  Memperbaiki sistem
dan meningkatkan dan meningkatkan dan meningkatkan dan meningkatkan
kinerja kinerja kinerja kinerja
penanggulangan penanggulangan penanggulangan penanggulangan
bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya
rusak air rusak air rusak air rusak air
 Menyusun sistem  Menyusun sistem  Menyusun sistem  Menyusun sistem
penganggaran yang penganggaran yang penganggaran yang penganggaran yang
sesuai dengan kondisi sesuai dengan kondisi sesuai dengan kondisi sesuai dengan kondisi
darurat untuk darurat untuk darurat untuk darurat untuk
penanggulangan daya penanggulangan daya penanggulangan daya penanggulangan daya
rusak air rusak air rusak air rusak air
Adanya Potensi Kerusakan pantai  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  BWS Maluku
Kerusakan Pantai dapat dicegah / Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai  Bappeda
(Abrasi Pantai) dikurangi. Pantai Sera di Pulau Pulau-pulau Tanimbar, Pulau-pulau Tanimbar,  Penanaman bakau Provinsi
Leti di Pulau-pulau Babar Pulau Masela dan  Pengawasan Maluku
 Penanaman bakau serta Pantai Sera di Tanjung Wahar di pemanfaatan pesisir  Dinas
 Pengawasan Pulau Leti Pulau-pulau Babar  Operasi dan Pekerjaan
pemanfaatan pesisir.  Penanaman bakau serta Pantai Sera di pemeliharaan, Umum
 Pengawasan Pulau Leti, Pemantauan serta Provinsi
pemanfaatan pesisir  Penanaman bakau evaluasi kerusakan Maluku
 Pengawasan pantai
pemanfaatan pesisir

281
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
3. Pemulihan Belum ada sistem  Rehabilitasi dan  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Merehabilitasi dan  BWS Maluku
akibat bencana yang disepakati rekons-truksi pembentukan sistem pembentukan sistem pembentukan sistem merekonstruksi  Bappeda
dalam pemulihan kerusa-kan kerja pemulihan kerja pemulihan akibat kerja pemulihan akibat kerusakan prasarana Provinsi
bencana akibat prasarana sumber akibat bencana yang bencana yang meliputi bencana yang meliputi sumber daya air dan Maluku
daya rusak air daya air dan meliputi instansi- instansi-instansi instansi-instansi memulihkan fungsi  Dinas
sehingga akan memu-lihkan instansi terkait. terkait. terkait. lingkungan hidup Pekerjaan
memperlambat fungsi lingkungan  Sosialisasi dan  Sosialisasi dan simulasi  Sosialisasi dan simulasi dengan Umum
didalam hidup dengan simulasi penanganan penanganan bencana penanganan bencana mengalokasikan dana Provinsi
pemulihan akibat mengalokasikan bencana yang meliputi yang meliputi yang meliputi yang cukup. Maluku
bencana dana yang cukup. masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan  Mengembangkan  BNPB
 Pengembangan instansi-instansi yang instansi-instansi yang instansi-instansi yang peran masyarakat dan  BPBD Provinsi
peran masyarakat berkepentingan. berkepentingan. berkepentingan. dunia usaha dalam Maluku
dan dunia usaha kegiatan yang
dalam kegiatan terkoordinasi untuk
yang terkoordinasi pemulihan akibat
untuk pemulihan bencana daya rusak
akibat bencana air
daya rusak air  Memulihkan dampak
 Pemulihan sosial dan psikologis
dampak sosial dan akibat bencana terkait
psikologis akibat air oleh para pemilik
bencana terkait kepentingan.
air oleh para
pemilik
kepentingan.

282
D. Aspek Ketersediaan Data dan Sistem Informasi Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi Lembaga/
Hasil Analisis Kebijakan
No Sub Aspek Target Yang Instansi
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional
Ingin Dicapai Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Belum ada Terdapat kelembagaan  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  BWS
Kelembagaan lembaga dan resmi dan dikenal di pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan Maluku
dan Sumber sumber daya dalam WS Kepulauan pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di  Bappeda
Daya Manusia manusia untuk Yamdena-Wetar yang berbagai instansi berbagai instansi berbagai instansi berbagai instansi Provinsi
Pengelola SISDA pengelolaan mampu mengelola dan lembaga dan lembaga dan lembaga dan lembaga Maluku
sistem informasi informasi Sumber Daya pengelola data dan pengelola data dan pengelola data dan pengelola data dan  Dinas
sumber daya air Air dan informasi sumber informasi sumber informasi sumber informasi sumber Pekerjaan
sehingga mendistribusikannya daya air daya air daya air daya air Umum
menyulitkan untuk berbagai  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan Provinsi
untuk kepentingan. ketersediaan dana ketersediaan dana ketersediaan dana ketersediaan dana Maluku
pemanfaatan untuk membentuk untuk membentuk untuk membentuk untuk membentuk  BNPB
dan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau  BPBD
pengumpulan mengembangkan mengembangkan mengembangkan mengembangkan Provinsi
data di dalam SISDA SISDA SISDA SISDA Maluku
pengelolaan  Membentuk  Membentuk  Membentuk  Membentuk
sumber daya air. dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
mengembangkan mengembangkan mengembangkan mengembangkan
instansi pengelola instansi pengelola instansi pengelola instansi pengelola
data dan informasi data dan informasi data dan informasi data dan informasi
sumber daya air sumber daya air sumber daya air sumber daya air
terpadu di wilayah terpadu di wilayah terpadu di wilayah terpadu di wilayah
sungai sungai sungai sungai
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
kemampuan kemampuan kemampuan
sumber daya sumber daya sumber daya
manusia dalam manusia dalam manusia dalam
lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola
SISDA oleh para SISDA oleh para SISDA oleh para
pemilik pemilik pemilik
kepentingan; kepentingan; kepentingan;
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
peran masyarakat peran masyarakat peran masyarakat
dan dunia usaha dan dunia usaha dan dunia usaha
dalam pengelolaan dalam pengelolaan dalam pengelolaan
data dan informasi data dan informasi data dan informasi
sumber daya air sumber daya air sumber daya air
2. Pengembangan Belum ada kerja  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  BWS
Jejaring SISDA sama dan lembaga yang lembaga yang lembaga yang lembaga yang Maluku
jaringan antar mengkoordinasi- mengkoordinasi- mengkoordinasi- mengkoordinasi-  Bappeda
penyedia data kan pengelolaan kan pengelolaan kan pengelolaan kan pengelolaan Provinsi
dan informasi SISDA SISDA SISDA SISDA Maluku
SDA sehingga  Membangun  Membangun  Membangun  Membangun  Dinas
informasi dan jejaring SISDA jejaring SISDA jejaring SISDA jejaring SISDA

283
Sasaran/ Strategi Lembaga/
Hasil Analisis Kebijakan
No Sub Aspek Target Yang Instansi
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional
Ingin Dicapai Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
data SDA hanya antara instansi dan antara instansi dan antara instansi dan antara instansi dan Pekerjaan
diman-faatkan lembaga pusat dan lembaga pusat dan lembaga pusat dan lembaga pusat dan Umum
secara terbatas daerah serta antar- daerah serta daerah serta daerah serta Provinsi
dan sektoral sektor dan antar antarsektor dan antarsektor dan antarsektor dan Maluku
wilayah antar wilayah antar wilayah antarwilayah  BNPB
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan  BPBD
kerja sama dengan kerja sama dengan kerja sama dengan kerja sama dengan Provinsi
masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan Maluku
dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam
pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA

284
E. Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Masyarakat dan Adanya peran  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  BWS Maluku
Peran dunia usaha masyarakat dan dunia peningkatkan peningkatkan peningkatkan peningkatkan  Bappeda
Masyarakat dan belum dilibatkan usaha dalam pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta Provinsi
Dunia Usaha dalam perencanaan sumber kepedulian kepedulian kepedulian kepedulian Maluku
dalam perencanaan daya air sehingga selaras masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan  Dinas
Perencanaan sumber daya air, antara perencanaan dan dunia usaha dunia usaha dunia usaha dunia usaha Pekerjaan
sehingga kebutuhan masyarakat – mengenai mengenai mengenai  Melibatkan tokoh Umum
menimbulkan pro- dunia usaha. pentingnya pentingnya pentingnya masyarakat dan Provinsi
kontra dalam keselarasan fungsi keselarasan fungsi keselarasan fungsi dunia usaha Maluku
pelaksanaan sosial, ekonomi, sosial, ekonomi, sosial, ekonomi, dalam
pembangunan dan lingkungan dan lingkungan dan lingkungan penyusunan
infrastruktur hidup dari sumber hidup dari sumber hidup dari sumber kebijakan
sumber daya air. daya air; daya air; daya air; pengelolaan
 Memberikan  Memberikan  Memberikan sumber daya air;
pendidikan dan pendidikan dan pendidikan dan  Memberikan
pelatihan, serta pelatihan, serta pelatihan, serta pendidikan dan
pendampingan pendampingan pendampingan pelatihan, serta
kepada kepada masyarakat kepada masyarakat pendamping-an
masyarakat agar agar mampu agar mampu kepada
mampu berperan berperan dalam berperan dalam masyarakat.
dalam perencanaan perencanaan
perencanaan pengelolaan pengelolaan
pengelolaan sumber daya air sumber daya air
sumber daya air oleh para pemilik oleh para pemilik
oleh para pemilik kepentingan. kepentingan.
kepentingan.
2. Peningkatan Belum ada peran Terjadinya peranan  Membuka  Membuka  Membuka  Sosialisasi terkait  BWS Maluku
Peran masyarakat dan masyarakat dan dunia informasi dan informasi dan informasi dan informasi dan  Bappeda
Masyarakat dan dunia usaha yang usaha dalam kesempatan yang kesempatan yang kesempatan yang kesempatan yang Provinsi
Dunia Usaha terpadu dalam pelaksanaan pengelolaan seluas-luasnya seluas-luasnya seluas-luasnya seluas-luasnya Maluku
dalam pelaksanaan sumber air yang kepada kepada masyarakat kepada masyarakat kepada  Dinas
Pelaksanaan pengelolaan SDA mendatangkan manfaat masyarakat dan dan dunia usaha dan dunia usaha masyarakat dan Pekerjaan
dikarenakan bagi semua pihak terkait dunia usaha untuk untuk untuk dunia usaha Umum
informasi dan pengelolaan sumber daya menyampaikan menyampaikan menyampaikan untuk Provinsi
pemahaman air secara masukan, masukan, berperan masukan, berperan menyampaik-an Maluku
tentang peran berkesinambungan. berperan dalam dalam proses dalam proses masukan,
masyarakat dan proses pelaksanaan yang pelaksanaan yang berperan dalam
dunia usaha, pelaksanaan yang mencakup mencakup proses
masyarakat dan mencakup pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan
dunia usaha pelaksanaan konstruksi, serta konstruksi, serta konstruksi,
melakukan hal-hal konstruksi, serta operasi dan operasi dan operasi dan
penting bagi operasi dan pemeliharaan pemeliharaan pemelihara-an;

285
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
masing-masing pemeliharaan  Meningkatkan  Meningkatkan  Pengharagaan
yang seringkali  Meningkatkan kemampuan kemampuan kepada yang telah
bertentangan satu kemampuan masyarakat melalui masyarakat melalui berprestasi dalam
dengan yang lain masyarakat pendidikan dan pendidikan dan menyukseskan
termasuk dengan melalui pendidikan pelatihan, serta pelatihan, serta program
perencanaan dan pelatihan, pendampingan pendampingan pengelolaan
pemerintah. serta dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan sumber daya air.
pendampingan pengelolaan pengelolaan  Pendidikan dan
dalam pelaksanaan sumber daya air sumber daya air pelatihan, serta
pengelolaan oleh para pemilik oleh para pemilik pendampingan
sumber daya air kepentingan. kepentingan. dalam
oleh para pemilik pelaksanaan
kepentingan. pengelolaan
sumber daya air
3. Peningkatan Masyarakat dan Masyarakat dan dunia  Membuka  Membuka  Membuka  Menetapkan  BWS Maluku
Peran dunia usaha usaha mengambil peran kesempatan kesempatan kesempatan prosedur  Bappeda
Masyarakat dan belum dilibatkan dalam pengawasan kepada kepada masyarakat kepada masyarakat penyampaian Provinsi
Dunia Usaha dalam infrastruktur SDA masyarakat dan dan dunia usaha dan dunia usaha laporan dan Maluku
dalam pengawasan sehingga mendatangkan dunia usaha untuk untuk berperan untuk berperan pengaduan  Dinas
Pengawasan pengelolaan manfaat secara adil dan berperan dalam dalam pengawasan dalam pengawasan masyarakat dan Pekerjaan
sumber daya air berkelanjutan. pengawasan pengelolaan pengelolaan dunia usaha Umum
sehingga banyak pengelolaan sumber daya air sumber daya air  Menindak lanjuti Provinsi
infrastruktur SDA sumber daya air dalam bentuk dalam bentuk laporan dan Maluku
yang mengalami dalam bentuk pelaporan dan pelaporan dan pengaduan yang
kerusakan karena pelaporan dan pengaduan. pengaduan. disampaikan
banyaknya pengaduan.  Menetapkan prose-  Menetapkan prose-  Pendidikan dan
wilayah yang tidak  Menetapkan prose- dur penyampaian dur penyampaian pelatihan, serta
mampu dipantau dur penyampaian laporan dan penga- laporan dan penga- pendampingan
oleh instansi laporan dan penga- duan masyarakat duan masyarakat dalam
pemilik secara duan masyarakat dan dunia usaha dan dunia usaha pengawasan
menerus. dan dunia usaha dalam pengawasan dalam pengawasan pengelolaan
Pemanfaatan dalam pengawasan pengelolaan pengelolaan sumber daya air
sumber daya air pengelolaan sumber daya sumber daya oleh para pemilik
juga seringkali sumber daya  Meningkatkan  Meningkatkan kepentingan.
tidak berjalan  Meningkatkan ke- kemampuan kemampuan
sesuai mampuan masya- masyarakat melalui masyarakat melalui
perencanaan. rakat melalui pen- pendidikan dan pendidikan dan
didikan dan pelati- pelatihan, serta pelatihan, serta
han, serta pen- pendampingan pendampingan
dampingan dalam dalam pengawasan dalam pengawasan
pengawasan pe- pengelolaan pengelolaan
ngelolaan sumber sumber daya air sumber daya air
daya air oleh para oleh para pemilik oleh para pemilik
pemilik kepenting- kepentingan. kepentingan.
an.

286
Tabel 4.3 Matriks Kebijakan Operasional Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
di WS Kepulauan Yamdena-Wetar (Pertumbuhan Ekonomi Tinggi)
A. Aspek Konservasi Sumber Daya Air
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Perlindungan Kurangnya Lahan kritis dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialisasi terkait  Dinas
dan Pelestarian pengendalian sangat kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis Analisis lahan kritis penanganan lahan Kehutanan
Sumber Air pengolahan lahan berkurang sesuai berserta berserta berserta kritis bersama Provinsi
sehingga dengan prioritas keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya masyarakat dan Maluku
mengakibatkan penanganan dengan kondisi dengan kondisi dengan kondisi instansi yang  Dinas
lahan menjadi kritis sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- berkepenting-an. Pekerjaan
dimana luas lahan budaya masyarakat budaya masyarakat budaya masyarakat  Rehabilitasi dan Umum Provinsi
kritis dan sangat sekitar yang sekitar yang sekitar yang reboisasi lahan Maluku
kritis mencapai menyebabkan menyebabkan menyebabkan kritis  BWS Maluku
16% area pada WS pembalakan liar, pembalakan liar, pembalakan liar,  Penebangan pilih  Bappeda
Kepulauan pembukaan lahan pembukaan lahan pembukaan lahan yang mendukung Provinsi
Yamdena-Wetar dan illegal logging. dan illegal logging. dan illegal logging. perlindungan Maluku
atau sekitar 35  Sosialisasi terkait  Sosialisasi terkait  Sosialisasi terkait sumber air
hutan mengalami penanganan lahan penanganan lahan penanganan lahan  Pembangunan
kerusakan, hal ini kritis bersama kritis bersama kritis bersama infrastruktur
diakibatkan oleh masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan untuk pemulihan
pembalakan liar instansi yang instansi yang instansi yang kondisi lahan
dan pembukaan berkepentingan. berkepentingan. berkepentingan.  Pemantauan
lahan, illegal  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi kekritisan lahan
logging. atau reboisasi dengan hutan/reboisasi dgn
tanaman produktif tanaman produktif
sepanjang tahun di sepanjang tahun di
DAS : Rumahsalut, DAS : Rumahsalut,
Selaru, Kamatubun, Selaru, Kamatubun,
Lermatang, Lermatang,
Kebyaratraya. Kebyaratraya,
 Penebangan pilih Maopora, Rawa-rat,
yang mendukung Saumlaki, Bukrane,
perlindungan sumber Kilon, Atubuldol,
air yang ada. Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin, Weratan,
Lelingluan, Namulun,
Maru
 Penebangan pilih
yang mendukung
perlindungan sumber
air yang ada.
 Pembangunan check

287
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
dam, tanggul, teras
bangku dan
bangunan untuk
memulihkan kondisi
lahan pada DAS :
Rumahsalut, Selaru,
Kamatubun,
Lermatang,
Kebyaratraya,
Maopora,Rawa-rat,
Saumlaki, Bukrane,
Kilon, Atubuldol,
Tampoh, Atipas,
Wotap, Kaliobar,
Themin,Wera-tan,
Lelingluan, Namulun,
Maru
 Pemantauan
kekritisan lahan
Belum adanya per-  Terbentuk  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Sosialiasai terkait  BWS Maluku
lindungan sumber imventarisasi Analisis wilayah Analisis wilayah Analisis wilayah per- pentingnya  Bappeda
air dalam hubung- daerah perlindungan daerah perlindungan daerah lindungan daerah perlindungan Provinsi
annya dengan kegi- tangkapan air, tangkapan air, tangkapan air, tangkapan air, danau, daerah tangka- Maluku
atan pembangunan danau dan danau, dan sumber danau, dan sumber dan sumber air dalam pan air, danau  Dinas
dan pemanfaatan sumber – air dalam air dalam keterkaitannya de- dan sumber air Kehutanan
lahan pada sumber sumber air yang keterkaitannya keterkaitannya ngan kondisi sosial- bersama Provinsi
air, daerah tang- ada. dengan kondisi dengan kondisi ekonomi-budaya. masyarakat dan Maluku
kapan sumber air,  Terbentuk sosial-ekonomi- sosial-ekonomi-  Sosialiasai terkait instansi yang  Dinas
danau dan sumber zoning wilayah budaya. budaya. pentingnya perlin- berkepenting-an. Pekerjaan
–sumber air yang perlindungan  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait dungan daerah tang-  Pembentukan Umum Provinsi
ada sehingga kesta- daerah pentingnya pentingnya kapan air, danau dan zoning wilayah Maluku
bilan dan kelestari- tangkapan air, perlindungan daerah perlindungan daerah sumber air bersama perlindungan
an sumber air me- danau dan tangkapan air, danau tangkapan air, danau masyarakat dan ins- daerah tangkapan
nurun akibat dari sumber-sumber dan sumber air dan sumber air tansi yang berkepen- air, danau dan
banyaknya pembu- air bersama masyarakat bersama masyarakat tingan. sumber air.
kaan lahan hutan  Pengawasan dan instansi yang dan instansi yang  Pembentukan zoning  Pemantauan dan
pada daerah hulu pemanfaatan berkepentingan. berkepentingan. wilayah perlindungan perlin-dungan
untuk perkebunan lahan pada  Pembentukan zoning daerah tangkapan air, daerah tangkapan
dan permukiman daerah hulu wilayah perlindungan danau dan sumber air, danau dan
serta ladang yang berfungsi daerah tangkapan air. sumber-sumber
berpindah yang sebagai resapan air, danau dan  Pemantauan dan air, daerah hulu.
mengganggu daerah air. sumber air. perlindungan daerah
tangkapan air dan tangkapan air, danau
kelestarian sumber dan sumber-sumber
air yang ada. air, daerah hulu.

288
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Kurangnya  Pengolahan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan  BWS Maluku
pengendalian tanah di daerah Analisis erosi dan Analisis erosi dan Analisis erosi dan prioritas  Bappeda
pengolahan lahan hulu sedimentasi dalam sedimentasi dalam sedimentasi dalam penanganan erosi Provinsi
sehingga 4% mengindah-kan keterkaitannya keterkaitannya keterkaitannya  Pengolahan tanah Maluku
wilayah darat WS kaidah dengan kondisi dengan kondisi dengan kondisi di daerah hulu  Dinas
Kepulauan konservasi sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- sosial-ekonomi- mengindahkan Kehutanan
Yamdena-Wetar sehingga laju budaya. budaya. budaya. kaidah konservasi Provinsi
mengalami laju erosi dan  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait  Sosialiasai terkait sehingga laju erosi Maluku
erosi sedang – sedimentasi rehabilitasi hutan, rehabilitasi hutan, rehabilitasi hutan, dan sedimentasi  Dinas
berat, yang diikuti berkurang pengolahan lahan pengolahan lahan pengolahan lahan berkurang Pekerjaan
oleh laju sediment  Rehabilitasi yang tepat, dampak yang tepat, dampak yang tepat, dampak  Rehabilitasi hutan Umum Provinsi
layang yang besar hutan dan lahan erosi terhadap erosi terhadap erosi terhadap dan lahan dan Maluku
pula, sehingga dan penanganan kelestarian sumber kelestarian sumber kelestarian sumber penanganan erosi
berpengaruh erosi pada DAS air. air air pada DAS yang
terhadap yang ada sesuai  Rehabilitasi hutan  Sosialiasai  Sosialiasai ada sesuai dengan
keberadaan sumber dengan prioritas, yang mengalami erosi pengolahan lahan pengolahan lahan prioritas yang
air yang ada dan sehingga berat dan daerah pertanian dengan pertanian dengan telah ada,
penurunan kualitas mendukung yang mengalami erosi menggunakan menggunakan metode sehingga
air. Terdapat 28 konservasi pada daerah hulu. di metode kontur agar kontur agar mendukung
DAS yang sumber daya air DAS Arma, DAS kesejahteraan kesejahteraan konservasi
membutuhkan Penanaman Arnau, DAS Huwai, penduduk terus penduduk terus sumber daya air
prioritas tanaman DAS Ilmamau, DAS meningkat selaras meningkat selaras  Penanaman
penanganan erosi produksi Iri, DAS Itain, DAS dengan penekanan dengan penekanan tanaman produksi
dan sedimentasi tahunan Kaliobar. laju erosi dan laju erosi dan tahunan
 Pembuatan  Pembuatan teras sedimentasi lahan. sedimentasi lahan.  Pembangunan
Bangunan bangku teknis, check  Rehabilitasi hutan  Rehabilitasi hutan infrastruktur
Pengendali erosi dam pada daerah- yang mengalami yang mengalami untuk mengurangi
dan sedimentasi daerah dengan tererosi dan daerah tererosi dan daerah laju erosi dan
lahan tingkat erosi tinggi yang mengalami erosi yang mengalami erosi sedimentasi
pada DAS : Arma, pada daerah hulu di pada daerah hulu di lahan.
Arnau, Huwai, DAS : Arma, Arnau, DAS : Arma, Arnau,
Ilmamau, Iri, Itain, Huwai, Ilmamau, Iri, Huwai, Ilmamau, Iri,
Kaliobar. Itain, Kaliobar, Itain, Kaliobar,
Karbubu, Klishatu, Karbubu, Klishatu,
Koreare, Liepa, Lolan, Koreare, Liepa, Lolan,
Mahoni, Makatian. Mahoni, Makatian,
 Pembuatan teras Maru, Masela,
bangku teknis, check Metertatan,
dam pada daerah- Meyonadas, Molu,
daerah dengan Ngun, Rawarat,
tingkat erosi tinggi Selaru, Sera,
pada DAS : Arma, Sinairusi, Tampoh,
Arnau, Huwai, Tutun Pua, Wetar,
Ilmamau, Iri, Itain, Wotap.
Kaliobar, Karbubu,  Pembuatan teras

289
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
Klishatu, Koreare, bangku teknis, check
Liepa, Lolan, Mahoni, dam pada daerah-
Makatian daerah dengan
tingkat erosi tinggi
pada DAS : Arma,
Arnau, Huwai,
Ilmamau, Iri, Itain,
Kaliobar, Karbubu,
Klishatu, Koreare,
Liepa, Lolan, Mahoni,
Makatian, Maru,
Masela, Metertatan,
Meyonadas, Molu,
Ngun, Rawarat,
Selaru, Sera,
Sinairusi, Tampoh,
Tutun Pua, Wetar,
Wotap.
 Penanaman pada
lahan hasil
sedimentasi pa-da
check dam.
Pelaksanaan pem- Pelaksanaan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dengan  Koordinasi dan  Dinas
bangunan infras- pembangunan instasi-instasi yang instasi-instasi yang instasi-instasi yang kerjasama terkait Pekerjaan
truktur dan peman- infrastruktur dan ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya ada dalam kaitannya perlindungan Umum Provinsi
faatan lahan ku- pemanfaatan lahan dengan perlindungan dengan perlindungan dengan perlindungan terhadap sumber Maluku BWS
rang memperhati- selaras dengan terhadap sumber air terhadap sumber air terhadap sumber air airdalam Maluku
kan perlindungan perlindungan ketika melakukan ketika melakukan ketika melakukan pelaksanaan  Bappeda
terhadap sumber terhadap sumber pembangunan – pembangunan – pembangunan – pembangun. Provinsi
air, seperti air. pembangunan pembangunan pembangunan Maluku
merubah arah infrastruktur dan infrastruktur dan infrastruktur dan
aliran air, pengembangan pengembangan pengembangan
penyudetan, wilayah pada wilayah. wilayah.
penyempitan/
penggeseran
tampungan alami
sumber air untuk
mempermudah
pelaksanaan atau
memperluas
pemanfaatan lahan.
2. Pengawetan Air Kurangnya sarana Terbentuk  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan prioritas  Penetapan  BWS Maluku
dan prasaranan infrastruktur yang dan lokasi strategis dan lokasi strategis dan lokasi strategis prioritas dan  Dinas
infrastrktur dapat menyimpan embung atau embung atau embung atau lokasi strategis Pekerjaan
pengawetan air atau mengawetkan bangunan bangunan bangunan embung atau Umum Provinsi

290
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
berupa bending, air sehingga seluruh pengawetan air pengawetan air pengawetan air bangunan Maluku
bak-bak kebutuhan air pada lainnya. lainnya. lainnya. pengawetan air
tampungan dsb. WS Yamdena –  Pembangunan 30  Pembangunan 52  Pembangunan 72 lainnya.
Sehingga hanya Wetar terpenuhi. embung pada DAS embung pada DAS embung pada DAS  Pembangunan
mampu menyimpan prioritas prioritas prioritas infrastruktur
dan mengawetkan  Pembangunan sumur  Pembangunan sumur  Pembangunan sumur pengawetan dan
sekitar 0,24 m3/dtk dan bak tampung dan bak tampung dan bak tampung penyimpanan air
atau 5% dari masih dan BPAH dan BPAH dan BPAH untuk memenuhi
potensi  Pembangunan  Pembangunan  Pembangunan kebutuhan air.
ketersediaan air broncaptering pada broncaptering pada broncaptering pada  Rehabilitasi hutan
yang ada pada WS mata air mata air mata air lindung yang kritis
Yamdena – Wetar.  Rehabilitasi 500 Ha  Rehabilitasi 500 Ha  Rehabilitasi 500 Ha  Rehabilitasi
hutan lindung yang hutan lindung yang hutan lindung yang konversi hutan
kritis kritis kritis produksi yang
 Rehabilitasi Konversi  Rehabilitasi Konversi  Rehabilitasi Konversi kritis menjadi
740 Ha hutan 740 Ha hutan 740 Ha hutan hutan lindung
produksi yang kritis produksi yang kritis produksi yang kritis  Operasi dan
menjadi hutan menjadi hutan menjadi hutan pemeliharaan
lindung lindung lindung bangunan
 Operasi dan  Konversi 2700 Ha  Konversi 8.100 Ha pengawetan air.
pemeliharaan hutan produksi hutan produksi
bangunan menjadi hutan menjadi hutan
pengawetan air. lindung pada lindung pada
catchment embung catchment embung.
 Operasi dan  Operasi dan
pemeliharaan pemeliharaan embung
embung dan sarana dan sarana sumber
sumber daya air daya air lainnya
lainnya
3. Pengelolaan Buruknya instalasi Limbah domestik  Inventarisasi data  Inventarisasi data  Inventarisasi data dan  Pembuatan  Dinas
Kualitas Air dan pengolahan air dan non – domestik dan kondisi kualitas dan kondisi kualitas kondisi kualitas air stasiun-stasiun Lingkungan
Pengendalian limbah dari sudah terolah dan air per DAS serta air per DAS serta per DAS serta aspek- pemantau kualitas Hidup Provinsi
Pencemaran Air penggunaan air tidak mencemari aspek-aspek aspek-aspek aspek penyebab air yang ada. Maluku
bersih domestik sumber-sumber air penyebab pencema- penyebab pencemaran air yang  Pengawasan dan  Bappeda
dan non domestik yang ada. ran air yang ada. pencemaran air yang ada. pengarahan terkait Provinsi
shg limbah Kualitas air pada  Pembuatan stasiun- ada.  Pengawasan dan pembuatan dan Maluku
yangdihasilkan seluruh WS stasiun pemantau  Pengawasan dan pengarahan terkait perbaikan fasilitas  BWS Maluku
mencemari dan Yamdena – Wetar kualitas air yang ada. pengarahan terkait pembuatan dan sanitasi yang baik.  Dinas
menurunkan terpantau dan ter- di Pulau : Kisar, Leti, pembuatan dan perbaikan fasilitas Pekerjaan
kualitas air pada kontrol dengan baik. Moa, Luang, Sermata. perbaikan fasilitas sanitasi yang baik. Umum Provinsi
sungai atau sumber sanitasi yang baik.  Pembuatan stasiun- Maluku
air lain pada daerah  Pembuatan stasiun- stasiun pemantau
hilir. Sarana stasiun pemantau kualitas air yang
sanitasi yang kualitas air yang ada. ada. di Pulau : Kisar,
kurang sesuai di Pulau : Kisar, Leti, Leti, Moa, Pulau

291
Strategi
Hasil Analisis Sasaran/Target Kebijakan Lembaga/
No Sub Aspek
Permasalahan Yang Ingin Dicapai Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional Instansi Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
dengan standar dan Moa, Luang, Sermata, Luang, Sermata,
kelayakan Yamdena, Wetar, Yam-dena, Wetar,
menyebabkan Wetan, Fordata, Wetan, Fordata,
rembesan air Babar. Babar, Pulau Selaru,
limbah bercam-pur Damer, Marsela,
dengan aliran air Lakor
yang mengisi
sumber air

292
B. Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Penetapan zona Belum adanya Terbentuk zona  Melakukan  Melakukan  Melakukan  Penetapan zona  BWS Maluku
pemanfaatan penetapan zona pemanfaatan sumber identifikasi dan identifikasi dan identifikasi dan pemanfaatan dan  Bappeda
sumber air pemanfaatan dan air sehingga Analisis tentang Analisis tentang Analisis tentang peruntukan sumber Provinsi
peruntukan sumber peruntukan air dari daerah pemanfaatan daerah pemanfaatan daerah pemanfaatan daya air yang memper- Maluku
air yang menyebabkan sumber air terhadap sumber air terkait sumber air terkait sumber air terkait hatikan prioritas  Dinas
tumpang tindih kebutuhan yang ada aspek sosial – aspek sosial – budaya aspek sosial – budaya pemanfaatan Pekerjaan
pemanfaatan lahan dapat terakomodasi budaya – ekonomi – ekonomi dan aspek – ekonomi dan aspek  Sosialisasi zona Umum
terkait pemanfaatan secara terus menerus. dan aspek pemba-ngunan pembangunan pemanfaatan dan Provinsi
sumber air. pembangunan lainnya lainnya prioritas Maluku
lainnya  Penetapan zona  Penetapan zona pemanfaatannya
 Penetapan zona pemanfaatan dan pemanfaatan dan  Menetapkan alokasi
pemanfaatan dan peruntukan sumber peruntukan sumber ruang untuk
peruntukan sumber daya air yang daya air yang pembangunan kawasan
daya air yang memperhatikan memperhatikan permukiman, kawasan
memperhatikan prioritas pemanfaatan prioritas pemanfaatan industri dan industri di
prioritas  Sosialisasi zona  Sosialisasi zona luar kawasan guna
pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan mengurangi alih fungsi
terhadap masyarakat terhadap masyarakat lahan pertanian untuk
di Pulau : Kisar, di wilayah Pulau : mewujudkan kawasan
Romang, Letti, Moa, Kisar, Romang, Letti, ramah lingkungan.
Lakor, Sermata. Moa, Lakor, Sermata,  Pengawasan dan
 Menetapkan alokasi Luang, Babar, Dai, pengelolaan zona
ruang untuk pem- Marsela, Dawelor, pemanfaatan sumber
bangunan kawasan Dawera, Damer, daya air.
permukiman, Liran, Yamdena,
kawasan industri dan Wetar, Fordata,
industri di luar Babar, Selaru,
kawasan guna Damer, Lakor.
mengurangi alih  Menetapkan alokasi
fungsi lahan ruang untuk pemba-
pertanian untuk ngunan kawasan per-
mewujudkan kawasan mukiman, kawasan
ramah lingkungan. industri dan industri
 Pengawasan dan di luar kawasan guna
pengelolaan zona pe- mengurangi alih fung-
manfaatan sumber si lahan pertanian
air. Di seluruh pulau untuk mewujudkan
berpenghuni kawasan ramah
lingkungan.
 Pengawasan dan
pengelolaan zona
pemanfaatan SDA.

293
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
2. Penetapan dan Belum adanya Penetapan peruntukan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Penetapan prioritas  BWS Maluku
Penyusunan penetapan dan air pada sumber air identifikasi identifikasi identifikasi peruntukan air sesuai  Bappeda
peruntukan air penyusunan prioritas untuk memenuhi kependudukan dan kependudukan dan kependudukan dan kebutuhan dan daya Provinsi
pada sumber pemanfaatan dan berbagai rencana rencana pemba- rencana dukung tampungan Maluku
air peruntukan air pada kebutuhan sesuai pembangunan ngunan terkait pembangunan terkait sumber air yang ada  Dinas
sumber air sehingga dengan daya dukung terkait pemanfaatan pemanfaatan air pada pemanfaatan air pada  Melibatkan seluruh Pekerjaan
terjadi ketimpangan dan daya tampung air pada sumber air sumber air di Pulau : sumber air di Pulau : pemilik kepentingan Umum
dalam pemerataan sumber air di Pulau : Kisar, Kisar, Romang, Letti, Kisar, Romang, Letti dalam penyusunan Provinsi
pemenuhan kebutuhan Romang, Moa, Lakor, Moa Lakor, Sermata, Moa Lakor, Sermata, rencana tindak Maluku
air Sermata. Babar, Dai, Marsela, Babar, Dai, Marsela, pengelolaan sumber
 Penetapan prioritas Dawelor, Dawera. Dawelor, Dawera, daya air untuk
peruntukan air  Penetapan prioritas Damer, Liran, meningkatkan
sesuai kebutuhan peruntukan air sesuai Yamdena, Wetar, kemampuan adaptasi
dan daya dukung kebutuhan dan daya Fordata, Babar, dan mitigasi dalam
tampungan sumber dukung tampungan Selaru, Damer, Lakor. mengantisipasi dampak
air yang ada di Pulau sumber air yang ada  Penetapan prioritas perubahan iklim.
: Kisar, Romang, di Pulau : Kisar, peruntukan air sesuai  Pemantauan dan
Moa, Lakor, Romang, Letti, Moa kebutuhan dan daya pengontrolan
Sermata. Lakor, Sermata, dukung tampungan peruntukan air sesuai
Babar, Dai, Marsela, sumber air yang ada dengan prioritas
Dawelor, Dawera. di Pulau : Kisar, kebutuhan yang telah
 Melibatkan seluruh Romang, Letti, Moa ditentukan.
pemilik kepentingan Lakor, Sermata,
dalam penyusunan Babar, Dai, Marsela,
rencana tindak Dawelor, Dawera,
pengelolaan sumber Damer, Liran,
daya air untuk Yamdena, Wetar,
meningkatkan Fordata, Babar,
kemampuan adaptasi Selaru, Damer, Lakor.
dan mitigasi dalam  Melibatkan seluruh
mengantisipasi pemilik kepentingan
dampak perubahan dalam penyusunan
iklim. rencana tindak
 Pemantauan dan pengelolaan sumber
pengontrolan daya air untuk
peruntukan air sesuai meningkatkan
dengan prioritas kemampuan adaptasi
kebutuhan yang telah dan mitigasi dalam
ditentukan di lokasi mengantisipasi
Pulau : Kisar, dampak perubahan
Romang, Letti, Moa iklim.
Lakor, Sermata,  Pemantauan dan
Babar, Dai, Marsela, pengontrolan
Dawelor, Dawera. peruntukan air sesuai
dengan prioritas

294
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
kebutuhan yang telah
ditentukan di lokasi
Pulau : Kisar,
Romang, Letti, Moa
Lakor, Sermata,
Babar, Dai, Marsela,
Dawelor, Dawera,
Damer, Liran,
Yamdena, Wetar,
Fordata, Babar,
Selaru, Damer, Lakor.
3. Penyediaan Kurangnya penyediaan Tersedia sarana dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Inventarisasi dan  Mengutamakan  BWS Maluku
Sumber Daya sumber daya air prasarana penyediaan identifikasi sarana identifikasi sarana identifikasi sarana penyediaan air untuk  Dinas
Air sehingga terdapat 4 sumber daya air dan prasarana dan prasarana dan prasarana pemenuhan kebutuhan Pekerjaan
kecamatan yang belum sehingga kebutuhan air penyediaan sumber penyediaan sumber penyediaan sumber pokok sehari-hari dan Umum
memiliki sarana yang ada dapat tersedia daya air beserta daya air beserta daya air beserta irigasi bagi pertanian Provinsi
prasarana dengan cukup dan lokasi strategis lokasi strategis lokasi strategis rakyat pada sistem Maluku
penampungan air dan menerus. sarana dan sarana dan prasarana sarana dan prasarana irigasi yang sudah ada  Bappeda
kekurangan air sebagai prasarana penyediaan sumber penyediaan sumber dan penduduk yang Provinsi
mekanisme penyediaan penyediaan sumber daya air tersebut. daya air tersebut. berdomisili di dekat Maluku
sumber daya air, daya air tersebut.  Mengutamakan  Mengutamakan sumber air dan/atau
kebutuhan air sehari –  Mengutamakan penyediaan air untuk penyediaan air untuk sekitar jaringan
hari dipenuhi sehari penyediaan air pemenuhan sehari- pemenuhan sehari- pembawa air
oleh masyarakat. untuk pemenuhan hari dan irigasi bagi hari dan irigasi bagi  Pembangunan sarana
Infrastruktur sehari-hari dan pertanian rakyat pada pertanian rakyat pada dan prasarana penyedia
penyediaan sumber irigasi bagi pertanian sistem irigasi yang sistem irigasi yang air selaras dengan
daya air hanya dapat rakyat pada sistem sudah ada dan sudah ada dan perkembangan
melayani 20,1% irigasi yang sudah penduduk di dekat penduduk di dekat kebutuhan air yang ada
kebutuhan air yang ada dan penduduk di sumber air/sekitar sumber air/sekitar  Pengawasan dan
ada. dekat sumber jaringan pembawa air jaringan pembawa air pengelolaan sarana dan
air/sekitar jaringan di Kec : Tanimbar di Kec : Tanimbar prasarana penyediaan
pembawa air di Kec : Selatan, Wertamrian, Selatan, Wertamrian, air yang telah ada.
Tanimbar Selatan, Wermaktian, Wermaktian, Selaru,
Wertamrian, Selaru,Yaru, Yaru, Pulau-pulau
Wermaktian, Selaru, Kecamatan Pulau- Terselatan, Wetar,
Yaru, Pulau-pulau pulau. Terselatan, Damer, Pulau-pulau
Terselatan, Wetar, Wetar, Damer, Pulau- Babar Timur,
Damer, Pulau-pulau pulau Babar Timur, Wuarlabobar,
Babar Timur. Wuarlabobar, Nirunmas,
 Pembangunan Nirunmas, Kormomolin,
sarana dan Kormomolin, Tanimbar Utara.
prasarana penyedia Tanimbar Utara.  Pembangunan sarana
air selaras dengan  Pembangunan sarana dan prasarana
perkembangan dan prasarana penyedia air selaras
kebutuhan air yang penyedia air selaras dengan

295
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
ada di Kec: dengan perkem- perkembangan
Wuarlabobar, bangan kebutuhan air kebutuhan air yang
Nirunmas, yang ada di ada di Kec:
Kormomoli, Kecamatan Wuarlabobar,
Tanimbar Utara. Wuarlabobar, Nirunmas,
 Pembangunan Kecamatan Nirunmas, Kormomolin,
embung : Ilwaki, Kecamatan Tanimbar Utara.
Abusur, Kotalama, Kormomolin,  Pengawasan dan
Kaiwatu, Atulbul Da, Kecamatan Tanimbar pengelolaan sarana
Atubul Dol, Amdasa, Utara. dan prasarana
Sangliat Dol,  Pengawasan dan penyediaan air yang
Aruibab, Lorulun, pengelolaan sarana telah ada.
Tutukey, Tomra, dan prasarana  Pembangunan
Luang Barat, Luang penyediaan air yang embung : Woorono,
Timur, Elo, Lelang, telah ada. Rumleher Utara,
Regoha, Batu Gajah,  Pembangunan Oirata Barat, Klis,
Rotnama, Mahaleta, embung : Lebelau, Siota, Batu Putih,
Ds. Malanno, Yawuru, Tounwawan, Nuwewang, Serwaru,
Pupliora, Rumkisar, Aruidas, Tumbur, Tutuaru, Bebar Barat,
Ds. Gerwali, Ds. Ilngei, Kabiarat, Bebar Timur, Kumur,
Loltulul, Pota Kecil, Baturneau, Luhuleli, Wulur, Babiotang,
Romean, Rumngeur, Letwurung, Kokwari, Uwili, Serili, Letelola
Nakramto, Kroing. Analutur, Menuweri, Besar, Letelola Kecil,
Tutuwawan, Sera, Werwawan.
Yaltubung, Watrupun,
Manuwui, Elwyar,
Waitota, Yatoke,
Namtabung, Fursui.
4. Penggunaan Penggunaan sumber  menjamin  Mengembang-kan  Mengembang-kan  Mengembang-kan  Mengembang-kan  BWS Maluku
Sumber Daya daya air sebagian besar ketersediaan perangkat perangkat perangkat perangkat kelembagaan  Dinas
Air hanya mampu Sumber Daya Air kelembagaan untuk kelembagaan untuk kelembagaan untuk untuk pengendalian Pekerjaan
diprioritaskan untuk bagi pengguna pengendalian pengendalian pengendalian penggunaan sumber Umum
pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Air penggunaan sumber penggunaan sumber penggunaan sumber daya air Provinsi
air minum dan yang mempunyai daya air. Lokasi: daya air. Lokasi: daya air. Lokasi:  Meningkatkan Maluku
kebutuhan rumah hak guna air di Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, Tanimbar Selatan, penegakan hukum  Bappeda
tangga dengan wilayah sungai yang Wertamrian, Wertamrian, Wertamrian, pelanggaran pemakaian Provinsi
perkiraan penggunaan bersangkutan Wermaktian, Selaru. Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, air Maluku
hanya sebesar 60 – 80  memelihara sumber  Meningkatkan Tanimbar Utara, Tanimbar Utara,  Meningkatkan efisiensi
ltr/dtk/hari, sedang daya air dan penegakan hukum Yaru, Wuarlabobar. Yaru, Wuarlabobar, penggunaan air
kebutuhan lain seperti prasarananya agar terhadap pelaku  Meningkatkan Nirunmas,  Melakukan pemantauan
pertanian, perternakan, terpelihara penggunaan sumber penegakan hukum Kormomolin, Pulau- dan evaluasi atas
perindustrian masih fungsinya daya air yang terhadap pelaku pulau Terselatan, penggunaan sumber
belum terpenuhi  melakukan berlebihan Lokasi: penggunaan sumber Wetar, Damer daya air
dengan baik pemantauan dan Tanimbar Selatan, daya air yang Pulau-pulau Babar  Melakukan pemantauan
evaluasi atas Wertamrian, berlebihan Lokasi: Timur dan evaluasi atas

296
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
penggunaan Wermaktian, Selaru. Tanimbar Selatan,  Meningkatkan penggunaan sumber
sumber daya air Wertamrian, penegakan hukum daya air
 Meningkatkan Wermaktian, Selaru, terhadap pelaku
efisiensi penggunaan Tanimbar Utara, penggunaan sumber
air oleh para Yaru, Wuarlabobar. daya air yang
pengguna Lokasi:  Meningkatkan berlebihan Lokasi:
Tanimbar Selatan, efisiensi penggunaan Tanimbar Selatan,
Wertamrian, air oleh para Wertamrian,
Wermaktian, Selaru pengguna Lokasi: Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Selatan, Tanimbar Utara,
Wertamrian, Yaru, Wuarlabobar,
Wermaktian, Selaru, Nirunmas,
Tanimbar Utara, Kormomolin, Pulau-
Yaru, Wuarlabobar pulau Terselatan,
 Melakukan Wetar, Damer, Pulau-
pemantauan dan pulau Babar Timur.
evaluasi atas  Meningkatkan
penggunaan sumber efisiensi penggunaan
daya air, Lokasi: air oleh para
Tanimbar Selatan, pengguna Lokasi:
Wertamrian, Tanimbar Selatan,
Wermaktian, Selaru, Wertamrian,
Tanimbar Utara, Wermaktian, Selaru,
Yaru, Wuarlabobar, Tanimbar Utara,
Yaru, Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur
 Melakukan peman-
tauan dan evaluasi
atas penggunaan
sumber daya air,
Lokasi: Tanimbar
Selatan, Wertamrian,
Wermaktian, Selaru,
Tanimbar Utara,
Yaru, Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur

297
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
5. Pengembangan Belum Air permukaan pada  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan  Mengembangkan sistem  BWS Maluku
sumber daya air termanfaatkannya sungai, danau, rawa, sistem penyediaan air sistem penyediaan air sistem penyediaan air penyediaan air untuk  Bappeda
dilaksanakan potensi sungai, danau, dan sumber air baku untuk baku untuk memenuhi baku untuk memenuhi kebutuhan Provinsi
untuk rawa, dan sumber air permukaan lain memenuhi kebutuhan air RKI memenuhi kebutuhan air rumah tangga, Maluku
meningkat-kan permukaan lainnya mengalami kebutuhan air rumah dengan menguta- air RKI dengan perkotaan, dan industri  Dinas
kemanfaatan yang ada secara pengembangan tangga, perkotaan, makan pemanfaatan menguta-makan serta pertanian dengan Pekerjaan
fungsi optimal sehingga meningkatkan dan industri dengan air permukaan; Lokasi pemanfaatan air mengutamakan air Umum
manfaat dan kualitas mengutamakan Pulau : Wetar, permukaan di lokasi permukaan; Provinsi
kehidupan masyarakat pemanfaatan air Yamdena, Moa, Lakor, Pulau: Wetar,  Mengembangkan dan Maluku
sekitar. permukaan; Lokasi  Meningkatkan Yamdena, Moa, Lakor, menyediakan insentif
Pulau: Wetar, pengembangan Selaru, Babar untuk keperluan
Yamdena sumber daya air  Meningkatkan pembangkit listrik
 Meningkatkan termasuk sumber air pengembangan tenaga air melalui rawa,
pengembangan irigasi alternatif dalam sumber daya air sungai, danau, waduk
sumber daya air skala kecil dalam termasuk sumber air
termasuk sumber air rangka irigasi alternatif dalam
irigasi alternatif mempertahankan dan skala kecil dalam
dalam skala kecil meningkatkan rangka mempertahan-
dalam rangka produksi pertanian. kan dan
mempertahan-kan Lokasi Pulau : Wetar, meningkatkan
dan meningkatkan Yamdena, Moa, Lakor. produksi pertanian.
produksi pertanian.  Mengembangkan dan Lokasi Pulau Wetar,
Lokasi Pulau : Wetar, menyediakan insentif Yamdena, Moa, Lakor,
Yamdena untuk keperluan Selaru, Babar
PLTA melalui rawa,  Mengembang-kan dan
sungai, danau, waduk. menyediakan insentif
Lokasi Pulau : Wetar, untuk keperluan
Yamdena, Moa, Lakor. PLTA melalui rawa,
sungai, danau, waduk.
Lokasi Pulau : Wetar,
Yamdena, Moa, Lakor,
Selaru, Babar

6. Pengusahaan Alokasi pemenuhan Terbentuk pengusahaan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  Mengalokasikan  BWS Maluku
Sumber Daya kebutuhan air untuk sumber daya air kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk kebutuhan air untuk  Bappeda
Air pengusahaan sumber berdasarkan prinsip pengusahaan sumber pengusahaan sumber pengusahaan sumber pengusahaan sumber Provinsi
daya air seringkali keselarasan antara daya air sesuai daya air sesuai daya air sesuai daya air sesuai strategis Maluku
tidak seimbang kepentingan sosial, strategis dan prioritas strategis dan prioritas strategis dan prioritas dan prioritas  Dinas
sehingga pengusahaan lingkungan hidup, dan pengusahaan, seperti pengusahaan, seperti pengusahaan, seperti pengusahaan tanpa Pekerjaan
sumber air yang dekat ekonomi, dengan tetap perhotelan, perhotelan, pariwisata, perhotelan, pariwisata, mengurangi kebutuhan Umum
dengan sumber air dan memperhatikan pariwisata, air air minum, industri. air minum, industri. air pokok sehari – hari Provinsi
berkapasitas besar saja asas keadilan dan minum, industri,. Lokasi: Tanimbar Lokasi: Tanimbar dan air pertanian Maluku
yang mendapat, kelestarian untuk, Lokasi: Tanimbar Selatan, Wertamrian, Selatan, Wertamrian,  Pemantauan dan
banyak bidang yang kesejahteraan Selatan, Wertamrian, Wermaktian, Selaru, Wermaktian, Selaru, pengawasan terhadap
belum mendapatkan masyarakat; Wermaktian, Selaru, Tanimbar Utara, Yaru, Tanimbar Utara, Yaru, pengusahaan sumber

298
Sasaran/Target Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Yang Ingin Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
air sehingga tidak Tanimbar Utara, Wuarlabobar, Wuarlabobar, daya air.
dapat berkembang Yaru, Wuarlabobar Nirunmas, Nirunmas,  Meningkatkan peran
dengan baik.  Mengembangkan dan Kormomolin, Pulau- Kormomolin, Pulau- perseorangan, badan
menerapkan sistem pulau Terselatan pulau Terselatan, usaha, dan lembaga
pemantauan dan  Mengembang-kan dan Wetar, Damer, Pulau- swadaya masyarakat
pengawasan terhadap menerapkan sistem pulau Babar Timur dalam pengusahaan
pengusahaan sumber pemantauan dan  Mengembangkan dan sumber daya air dengan
daya air. Lokasi: pengawasan terhadap menerapkan sistem izin pengusahaan;
Tanimbar Selatan, pengusahaan sumber pemantauan dan
Wertamrian, daya air. Lokasi: pengawasan terhadap
Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan, pengusahaan sumber
Tanimbar Utara, Wertamrian, daya air. Lokasi:
Yaru, Wuarlabobar, Wermaktian, Selaru, Tanimbar Selatan,
Tanimbar Utara, Yaru, Wertamrian,
Wuarlabobar, Wermaktian, Selaru,
Nirunmas, Tanimbar Utara, Yaru,
Kormomolin, Pulau- Wuarlabobar,
pulau Terselatan. Nirunmas,
 Meningkatkan peran Kormomolin, Pulau-
perseorangan, badan pulau Terselatan,
usaha, dan lembaga Wetar, Damer, Pulau-
swadaya masyarakat pulau Babar Timur
dalam pengusahaan  Meningkatkan peran
sumber daya air perseorangan, badan
dengan izin usaha, dan lembaga
pengusahaan swadaya masyarakat
dalam pengusahaan
sumber daya air
dengan izin
pengusahaan
 Pemantauan dan
pengawasan terhadap
pengusahaan sumber
daya air.
Lokasi:Tanimbar
Selatan, Wertamrian,
Wermaktian, Selaru,
Tanim-bar Utara,
Yaru, Wuarlabobar,
Nirunmas,
Kormomolin, Pulau-
pulau Terselatan,
Wetar, Damer, Pulau-
pulau Babar Timur

299
C. Aspek Pengendalian Daya Rusak Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Target Lembaga/
No Sub Aspek Kebijakan Operasional
Permasalahan Yang Ingin Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai (2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Pencegahan fisik dan Kurangnya sarana Daya rusak air  Memetakan dan  Memetakan dan  Memetakan dan  Penetapan peta rawan  BWS Maluku
non fisik dan prasarana terantisipasi dan menetapkan kawasan menetapkan menetapkan kawasan bencana.  Bappeda
pencegah atau tereduksi dengan baik rawan bencana kawasan rawan rawan bencana  Perencanaan terpadu Provinsi Maluku
penahan daya rusak sehingga  Sosialisasi dan bencana  Mengintegrasikan pembangunan dan  Dinas Pekerjaan
air seperti penahan meminimalkan pelatihan untuk  Mengintegrasikan perencanaan sistem pengendalian Umum Provinsi
banjir, check dam kerugian yang dapat peningkatkan perencanaan pembangunan dan banjir Maluku
dan sebagainya timbuk ketika terjadi kemampuan adaptasi pembangunan dan sistem pengendalian  Sosialisasi dan  BNPB
sehingga daya rusak bencana. masyarakat terhadap sistem pengendalian banjir; pelatihan untuk  BPBD Provinsi
air tidak tereduksi banjir, pengetahuan banjir;  Sosialisasi dan peningkatkan adaptasi Maluku
bilamana terjadi. akan penyebab banjir  Sosialisasi dan pelatihan untuk masyarakat,
dan penanganannya. pelatihan untuk peningkatkan pengetahuan akan
 Penanaman pohon peningkatkan kemampuan adaptasi penyebab banjir dan
pada daerah – daerah kemampuan masyarakat terhadap penanganannya.
yang gundul / adaptasi banjir, pengetahuan  Pelestarian hutan
terbuka. masyarakat akan penyebab banjir  Melakukan
terhadap banjir, dan penanganannya. pengendalian aliran air
pengetahuan akan  Meningkatkan dan di sumber air
penyebab banjir dan menjaga kelestarian  Pembuatan
penanganannya fungsi hutan oleh para infrastruktur penahan
 Meningkatkan dan pemilik kepentingan. atau pencegah banjir
menjaga kelestarian  Melakukan  Penanaman pohon
fungsi hutan oleh pengendalian aliran air
para pemilik di sumber air
kepentingan.  Pembuatan
 Melakukan infrastruktur penahan
pengendalian aliran atau pencegah banjir
air di sumber air seperti tanggul, polder,
 Penanaman pohon dsb.
pada daerah –  Penanaman pohon pada
daerah yang gundul daerah – daerah yang
/ terbuka. gundul / terbuka.
2. Penanggulangan Belum terbentuk Terbentuk sistem  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan  BWS Maluku
daya rusak air sistem koordinasi koordinasi penanganan mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme  Bappeda
yang baik pada saat bencana yang baik penanggulangan penanggula-ngan penanggulangan penanggulangan Provinsi Maluku
terjadi bencana sehingga kerusakan kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau  Dinas Pekerjaan
akibat daya rusak air dan kerugian yang bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya bencana akibat daya Umum Provinsi
sehingga akan timbul segera rusak rusak rusak rusak Maluku
memperlambat tertangani dengan baik.  Melaksanakan  Melaksanakan  Melaksanakan  Melaksanakan  BNPB
penanganan saat sosialisasi mekanisme sosialisasi sosialisasi mekanisme sosialisasi mekanisme  BPBD Provinsi
terjadi bencana. penanggulangan mekanisme penanggulangan penanggulangan Maluku
kerusakan dan/atau penanggula-ngan kerusakan dan/atau kerusakan dan/atau
bencana akibat daya kerusakan dan/atau bencana akibat daya bencana akibat daya

300
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Target Lembaga/
No Sub Aspek Kebijakan Operasional
Permasalahan Yang Ingin Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai (2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
rusak air. bencana akibat daya rusak air. rusak air;
 Mengembangkan rusak air.  Mengembangkan sistem  Mengembangkan
sistem prakiraaan dan  Mengembangkan prakiraaan dan sistem prakiraaan dan
peringatan dini untuk sistem prakiraaan peringatan dini untuk peringatan dini untuk
mengurangi dampak dan peringatan dini mengurangi dampak mengurangi dampak
daya rusak air pada untuk mengurangi daya rusak air pada daya rusak air pada
setiap kawasan rawan dampak daya rusak setiap kawasan rawan setiap kawasan rawan
bencana terkait air air pada setiap bencana terkait air bencana terkait air.
 Meningkatkan kawasan rawan  Meningkatkan  Meningkatkan
pengetahuan, kesiap- bencana terkait air pengetahuan, kesiap- pengetahuan, kesiap-
siagaan, dan  Meningkatkan siagaan, dan siagaan, dan
kemampuan pengetahuan, kemampuan kemampuan
masyarakat dalam kesiap-siagaan, dan masyarakat dalam masyarakat dalam
menghadapi bencana kemampuan menghadapi bencana menghadapi bencana
akibat daya rusak air, masyarakat dalam akibat daya rusak air, akibat daya rusak air,
antara lain dengan menghadapi antara lain dengan antara lain dengan
melakukan simulasi bencana akibat daya melakukan simulasi melakukan simulasi
dan peragaan rusak air, antara dan peragaan mengenai dan peragaan
mengenai cara-cara lain dengan cara-cara mengenai cara-cara
penanggulangan melakukan simulasi penanggulangan penanggulangan
bencana oleh para dan peragaan bencana oleh para bencana oleh para
pemilik kepentingan; mengenai cara-cara pemilik kepentingan; pemilik kepentingan;
 Memperbaiki sistem penanggulangan  Memperbaiki sistem  Memperbaiki sistem
dan meningkatkan bencana oleh para dan meningkatkan dan meningkatkan
kinerja pemilik kinerja penanggulangan kinerja
penanggulangan kepentingan; bencana akibat daya penanggulangan
bencana akibat daya  Memperbaiki sistem rusak air bencana akibat daya
rusak air dan meningkatkan  Menyusun sistem rusak air
 Menyusun sistem kinerja penanggula- penganggaran yang  Menyusun sistem
penganggaran yang ngan bencana sesuai dengan kondisi penganggaran yang
sesuai dengan kondisi akibat daya rusak darurat untuk sesuai dengan kondisi
darurat untuk air penanggulangan daya darurat untuk
penanggulangan daya  Menyusun sistem rusak air penanggulangan daya
rusak air penganggaran yang rusak air
sesuai dengan
kondisi darurat
untuk penanggula-
ngan daya rusak air
Adanya Potensi Kerusakan pantai dapat  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  SID Penanganan  BWS Maluku
Kerusakan Pantai dicegah / dikurangi. Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai di Kerusakan pantai  Bappeda
(Abrasi Pantai) Pantai Sera di Pulau Pulau-pulau. Pulau-pulau Tanimbar,  Penanaman bakau Provinsi Maluku
Leti Tanimbar, di Pulau- Pulau Masela dan  Pengawasan  Dinas Pekerjaan
 Penanaman bakau pulau Babar serta Tanjung Wahar di pemanfaatan pesisir Umum Provinsi
 Pengawasan Pantai Sera di Pulau Pulau-pulau Babar  O danP, Pemantauan Maluku
pemanfaatan pesisir. Leti serta Pantai Sera di serta evaluasi

301
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Target Lembaga/
No Sub Aspek Kebijakan Operasional
Permasalahan Yang Ingin Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Dicapai (2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
 Pembangunan Pulau Leti, kerusakan pantai
Konstruksi  Pembangunan
Pengaman Konstruksi Pengaman
Kerusakan Pantai di Kerusakan Pantai
Pulau-pulau  Penanaman bakau
Tanimbar, di Pulau-  Pengawasan
pulau Babar serta pemanfaatan pesisir
Pantai Sera di Pulau
Leti  Operasi dan
 Penanaman bakau pemeliharaan,
 Pengawasan Pemantauan serta
pemanfaatan pesisir evaluasi kerusakan
pantai
3. Pemulihan akibat Belum ada sistem  Rehabilitasi dan  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Koordinasi terkait  Merehabilitasi dan  BWS Maluku
bencana yang disepakati rekonstruksi pembentukan sistem pembentukan pembentukan sistem merekonstruksi  Bappeda
dalam pemulihan kerusakan kerja pemulihan akibat sistem kerja kerja pemulihan akibat kerusakan prasarana Provinsi Maluku
bencana akibat daya prasarana sumber bencana yang meliputi pemulihan akibat bencana yang meliputi sumber daya air dan  Dinas Pekerjaan
rusak air sehingga daya air dan instansi-instansi bencana yang instansi-instansi memulihkan fungsi Umum Provinsi
akan memperlambat memulihkan fungsi terkait. meliputi instansi- terkait. lingkungan hidup Maluku
didalam pemulihan lingkungan hidup  Sosialisasi dan instansi terkait.  Sosialisasi dan simulasi dengan  BNPB
akibat bencana dengan simulasi penanganan  Sosialisasi dan penanganan bencana mengalokasikan dana  BPBD Provinsi
mengalokasikan bencana yang meliputi simulasi yang meliputi yang cukup. Maluku
dana yang cukup. masyarakat dan penanganan masyarakat dan  Mengembangkan
 Pengembangan instansi-instansi yang bencana yang instansi-instansi yang peran masyarakat dan
peran masyarakat berkepentingan. meliputi masyarakat berkepentingan. dunia usaha dalam
dan dunia usaha dan instansi- kegiatan yang
dalam kegiatan yang instansi yang terkoordi-nasi untuk
terkoordinasi untuk berkepentingan. pemulihan akibat
pemulihan akibat bencana daya rusak
bencana daya rusak air
air  Memulihkan dampak
 Pemulihan dampak sosial dan psikologis
sosial dan psikologis akibat bencana terkait
akibat bencana air oleh para pemilik
terkait air oleh para kepentingan.
pemilik kepentingan.

302
D. Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Belum ada Terdapat kelembagaan  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  Menata ulang  BWS Maluku
Kelembagaan dan lembaga dan resmi dan dikenal di dalam pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan pengaturan dan  Bappeda
Sumber Daya sumber daya WS Kepulauan Yamdena- pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di pembagian tugas di Provinsi
Manusia Pengelola manusia untuk Wetar yang mampu berbagai instansi dan berbagai instansi dan berbagai instansi dan berbagai instansi dan Maluku
SISDA pengelolaan mengelola informasi lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola lembaga pengelola data  Dinas
sistem informasi Sumber Daya Air dan data dan informasi data dan informasi data dan infor-masi dan informasi sumber Pekerjaan
sumber daya air mendistribusikannya sumber daya air sumber daya air sumber daya air daya air Umum
sehingga untuk berbagai  Meningkatkan  Membentuk dan/atau  Meningkatkan  Meningkatkan Provinsi
menyulitkan kepentingan. ketersediaan dana mengembangkan ketersediaan da-na ketersediaan dana untuk Maluku
untuk untuk membentuk instansi pengelola untuk mem-bentuk membentuk dan/atau  BNPB
pemanfaatan dan dan/atau data dan informasi dan/ atau mengem- mengembangkan SISDA  BPBD Provinsi
pengumpulan data mengembangkan sumber daya air bangkan SISDA  Membentuk dan/atau Maluku
di dalam SISDA terpadu di wilayah  Membentuk dan/atau mengembangkan
pengelolaan  Membentuk dan/atau sungai mengembangkan instansi pengelola data
sumber daya air. mengembangkan  Meningkatkan instansi pengelola dan informasi sumber
instansi pengelola kemampuan sumber data dan informasi daya air terpadu di
data dan informasi daya manusia dalam sumber daya air wilayah sungai
sumber daya air lembaga pengelola terpadu di wilayah  Meningkatkan
terpadu di wilayah SISDA oleh para sungai kemampuan sumber
sungai pemilik kepentingan  Meningkatkan daya manusia dalam
 Meningkatkan peran kemampuan sumber lembaga pengelola SISDA
masyarakat dan daya manusia dalam oleh para pemilik
dunia usaha dalam lembaga pengelola kepentingan;
pengelolaan data dan SISDA oleh para  Meningkatkan peran
informasi sumber pemilik kepentingan; masyarakat dan dunia
daya air  Meningkatkan peran usaha dalam pengelolaan
masyarakat dan data dan informasi
dunia usaha dalam sumber daya air
pengelolaan data dan
informasi sumber
daya air
2. Pengembangan Belum ada kerja  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  Menetapkan lembaga  BWS Maluku
Jejaring SISDA sama dan jaringan yang mengkoordinasi- yang mengkoordinasi- yang mengkoordinasi- yang mengkoordinasikan  Bappeda
antar penyedia kan pengelolaan kan pengelolaan kan pengelolaan pengelolaan SISDA Provinsi
data dan informasi SISDA SISDA SISDA  Membangun jejaring Maluku
sumber daya air  Membangun je-jaring  Membangun jejaring  Membangun jejaring SISDA antara instansi  Dinas
sehingga informasi SISDA an-tara SISDA antara SISDA antara dan lembaga pusat dan Pekerjaan
dan data sumber instansi dan lembaga instansi dan lembaga instansi dan lembaga daerah serta antarsektor Umum
daya air hanya pusat dan daerah pu-sat dan daerah pu-sat dan daerah dan antarwilayah Provinsi
mampu serta antarsektor dan serta antarsektor dan serta antarsektor dan  Meningkatkan kerja Maluku
dimanfaatkan antar wilayah antar wilayah antar wilayah sama dengan  BNPB
secara terbatas  Meningkatkan kerja  Meningkatkan kerja  Meningkatkan kerja masyarakat dan dunia  BPBD Provinsi

303
Sasaran/ Strategi
Hasil Analisis Lembaga/
No Sub Aspek Target Yang Kebijakan Operasional
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Instansi Terkait
Ingin Dicapai
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
dan sektoral sama de-ngan sama de-ngan sama dengan usaha dalam pengelolaan Maluku
masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan SISDA
dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam
pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA pengelolaan SISDA

304
E. Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha
Sasaran/ Strategi Lembaga/
Hasil Analisis Kebijakan
No Sub Aspek Target Yang Instansi
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional
Ingin Dicapai Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
1. Peningkatan Masyarakat dan Adanya peran  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  Sosialisasi untuk  BWS
Peran dunia usaha belum masyarakat dan dunia peningkatkan peningkatkan peningkatkan peningkatkan Maluku
Masyarakat dilibatkan dalam usaha dalam pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta pemahaman serta  Bappeda
dan Dunia perencanaan sumber perencanaan sumber kepedulian kepedulian kepedulian kepedulian Provinsi
Usaha dalam daya air, sehingga daya air sehingga masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan Maluku
Perencanaan menimbulkan pro- selaras antara dunia usaha dunia usaha dunia usaha dunia usaha  Dinas
kontra dalam perencanaan dan mengenai mengenai mengenai  Melibatkan tokoh Pekerjaa
pelaksanaan kebutuhan masyarakat pentingnya pentingnya pentingnya masyarakat dan n Umum
pembangunan – dunia usaha. keselarasan fungsi keselarasan fungsi keselarasan fungsi dunia usaha Provinsi
infrastruktur sosial, ekonomi, dan sosial, ekonomi, dan sosial, ekonomi, dan dalam Maluku
sumber daya air. lingkungan hidup lingkungan hidup lingkungan hidup penyusunan
dari sumber daya dari sumber daya dari sumber daya kebijakan
air; air; air; pengelolaan
 Mengundang dan  Mengundang dan  Mengundang dan sumber daya air;
melibatkan tokoh melibatkan tokoh melibatkan tokoh  Memberikan
masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan pendidikan dan
dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam pelatihan, serta
penyusunan penyusunan penyusunan pendampingan
kebijakan kebijakan kebijakan kepada
pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber masyarakat.
daya air daya air daya air
 Memberikan  Memberikan  Memberikan
pendidikan dan pendidikan dan pendidikan dan
pelatihan, serta pelatihan, serta pelatihan, serta
pendampingan pendampingan pendampingan
kepada masyarakat kepada masyarakat kepada masyarakat
agar mampu agar mampu agar mampu
berperan dalam berperan dalam berperan dalam
perencanaan perencanaan perencanaan
pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber
daya air oleh para daya air oleh para daya air oleh para
pemilik kepentingan. pemilik kepentingan. pemilik kepentingan.
2. Peningkatan Belum ada peran Terjadinya peranan  Membuka informasi  Membuka informasi  Membuka informasi  Sosialisasi terkait  BWS
Peran masyarakat dan masyarakat dan dunia dan kesempatan dan kesempatan dan kesempatan informasi dan Maluku
Masyarakat dunia usaha yang usaha dalam yang seluas-luasnya yang seluas-luasnya yang seluas-luasnya kesempatan yang  Bappeda
dan Dunia terpadu dalam pelaksanaan kepada masyarakat kepada masyarakat kepada masyarakat seluas-luasnya Provinsi
Usaha dalam pelaksanaan pengelolaan sumber air dan dunia usaha dan dunia usaha dan dunia usaha kepada Maluku
Pelaksanaan pengelolaan SDA yang mendatangkan untuk menyampai- untuk menyampai- untuk menyampai- masyarakat dan  Dinas
dikarenakan manfaat bagi semua kan masukan, kan masukan, kan masukan, dunia usaha Pekerja-
informasi dan pihak terkait berperan dalam berperan dalam berperan dalam untuk an
pemahaman tentang pengelolaan sumber proses pelaksanaan proses pelaksanaan proses pelaksanaan menyampai-kan Umum
peran masyarakat daya air secara yang mencakup yang mencakup yang mencakup masukan, Provinsi

305
Sasaran/ Strategi Lembaga/
Hasil Analisis Kebijakan
No Sub Aspek Target Yang Instansi
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional
Ingin Dicapai Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
dan dunia usaha, berkesinambungan. pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan berperan dalam Maluku
melakukan hal-hal konstruksi, serta OP; konstruksi, serta OP; konstruksi, serta OP; proses
penting masing yang dan memberikan dan memberikan dan memberikan pelaksanaan
seringkali insentif dan insentif dan insentif dan konstruksi,
bertentangan satu pengharagaan pengharagaan pengharagaan operasi dan
dengan yang lain kepada yang telah kepada yang telah kepada yang telah pemeliharaan;
termasuk dengan berprestasi dalam berprestasi dalam berprestasi dalam  Pengharagaan
perencanaan menyukses-kan menyukses-kan menyukses-kan kepada yang telah
pemerintah. program pengelolaan program pengelolaan program pengelolaan berprestasi dalam
sumber daya air. sumber daya air. sumber daya air. menyukses-kan
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan program
kemampuan kemampuan kemampuan pengelolaan
masyarakat melalui masyarakat melalui masyarakat melalui sumber daya air.
pendidikan dan pendidikan dan pendidikan dan
pelatihan, serta pelatihan, serta pelatihan, serta  Pendidikan dan
pendampingan pendampingan pendampingan pelatihan, serta
dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan pendamping-an
pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber dalam
daya air oleh para daya air oleh para daya air oleh para pelaksanaan
pemilik kepentingan. pemilik kepentingan. pemilik kepentingan. pengelolaan
sumber daya air
3. Peningkatan Masyarakat dan Masyarakat dan dunia  Membuka  Membuka  Membuka  Menetapkan  BWS
Peran dunia usaha belum usaha mengambil kesempatan kepada kesempatan kepada kesempatan kepada prosedur Maluku
Masyarakat dilibatkan dalam peran dalam masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan penyampaian  Bappeda
dan Dunia pengawasan pengawasan dunia usaha untuk dunia usaha untuk dunia usaha untuk laporan dan Provinsi
Usaha dalam pengelolaan sumber infrastruktur Sumber berperan dalam berperan dalam berperan dalam pengaduan Maluku
Pengawasan daya air sehingga Daya Air sehingga pengawasan pengawasan pengawasan masyarakat dan  Dinas
banyak infrastruktur mendatangkan pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber dunia usaha Pekerja-
SDA yang mengalami manfaat secara adil daya air dalam daya air dalam daya air dalam  Menindak lanjuti an
kerusakan karena dan berkelanjutan. bentuk pelaporan bentuk pelaporan bentuk pelaporan laporan dan Umum
banyaknya wilayah dan pengaduan. dan pengaduan. dan pengaduan. pengaduan yang Provinsi
yang tidak mampu  Menetapkan  Menetapkan  Menetapkan disampaikan Maluku
dipantau oleh prosedur prosedur prosedur  Pendidikan dan
instansi pemilik penyampaian penyampaian penyampaian pelatihan, serta
secara menerus. laporan dan laporan dan laporan dan pendamping-an
Pemanfaatan sumber pengaduan pengaduan pengaduan dalam
daya air juga masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan pengawasan
seringkali tidak dunia usaha dalam dunia usaha dalam dunia usaha dalam pengelolaan
berjalan sesuai pengawasan pengawasan pengawasan sumber daya air
perencanaan. pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber oleh para pemilik
daya air daya air daya air kepentingan.
 Menindak lanjuti  Menindak lanjuti  Menindak lanjuti
laporan dan penga- laporan dan penga- laporan dan penga-
duan yang duan yang duan yang
disampaikan oleh disampaikan oleh disampaikan oleh

306
Sasaran/ Strategi Lembaga/
Hasil Analisis Kebijakan
No Sub Aspek Target Yang Instansi
Permasalahan Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Operasional
Ingin Dicapai Terkait
(2012-2017) (2012-2022) (2012-2032)
masyara-kat dan masyara-kat dan masyara-kat dan
dunia usaha dunia usaha dunia usaha
 Meningkatkan  Meningkatkan  Meningkatkan
kemampuan kemampuan kemampuan
masyarakat melalui masyarakat melalui masyarakat melalui
pendidikan dan pendidikan dan pendidikan dan
pelatihan, serta pelatihan, serta pelatihan, serta
pendampingan pendampingan pendampingan
dalam pengawasan dalam pengawasan dalam pengawasan
pengelolaan sumber pengelolaan sumber pengelolaan sumber
daya air oleh para daya air oleh para daya air oleh para
pemilik kepentingan. pemilik kepentingan. pemilik kepentingan.

307
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.1 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Rendah
308
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.2 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Rendah
309
Gambar 4.3 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air untuk Skenario Ekonomi Rendah

310
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.4 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Rendah
311
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.5 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha untuk
Skenario Ekonomi Rendah
312
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.6 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Sedang
313
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.7 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Sedang
314
Gambar 4.8 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air untuk Skenario Ekonomi Sedang
315
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.9 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Sedang
316
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.10 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha untuk
Skenario Ekonomi Sedang
317
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.11 Peta Tematik Aspek Konservasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Tinggi
318
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.12 Peta Tematik Aspek Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Tinggi
319
Gambar 4.13 Peta Tematik Aspek Pengendalian Daya Rusak Air untuk Skenario Ekonomi Tinggi
320
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.14 Peta Tematik Aspek Sistem Informasi Sumber Daya Air untuk Skenario Ekonomi Tinggi
321
WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

sumber daya air

WS KEPULAUAN YAMDENA WETAR:

Gambar 4.15 Peta Tematik Aspek Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat dan
Dunia Usaha untuk Skenario Ekonomi Tinggi
MENTERI PEKERJAAN UMUM

322

DJOKO KIRMANTO

Anda mungkin juga menyukai