Anda di halaman 1dari 126

1

LAPORAN FIELDTRIP
PERTANIAN BERLANJUT

KELAS D, KELOMPOK 2
Anggota:

Lasmarudut Sirait 165040100111067


Rifka Fitriani 165040100111072
Yenaafi Mahdirio S 165040100111078
Destamara Dinda A 165040100111084
Anis Rohmah 165040101111054
Helmy Aulia M 165040101111071
Revanda Bela O 165040101111072
Alya Izaaz A 165040101111083

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2018
2
3

LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,

Asisten Aspek Budidaya Pertanian

(Atika Novita Sari, S.P)


Asisten Aspek Sosial Ekonomi
Pertanian
Asisten Aspek Hama Penyakit
Tumbuhan

(Nurlinda Rifqiah)

(Nor Fifin Sofiana) Asisten Aspek Tanah

Diterima Tanggal :
Jam :
Paraf Penerima :

(Fitri Wijayanti)
4

DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Manfaat 2
II. METODOLOGI 3
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan 3
2.2 Metode Pelaksanaan 3
2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lansekap 3
2.2.2 Pengukuran Kualitas Air 3
2.2.3 Pengukuran Biodiversitas 4
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon 6
2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi 6
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7
3.1 Hasil 7
3.1.1 Kondisi Umum Wilayah 7
3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik 9
3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi 26
BAB 4 PEMBAHASAN UMUM 56
4.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan 56
BAB 5 PENUTUP 60
5.1 Kesimpulan 60
5.2 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 65
5

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


Gambar 1. Foto bersama bapak narasumber di plot 4 114
Gambar 2. Keadaan alam di lokasi fieldtrip 114
Gambar 3. Vegetasi Tumbuhan di lokasi fieldtrip 114
Gambar 4. Sungai di lokasi fieldtrip 114
6

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


Tabel 1. Karakteristik Lansekap Tiap Plot 8
Tabel 2. Kualitas air di semua plot 9
Tabel 3. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Plot 1, 2, 3 dan 4
Lokasi Ngantang 10
Tabel 4. Analisa Vegetasi Gulma pada Plot 1, 2, 3 dan 4 Lokasi Ngantang 12
Tabel 5. Perbandingan Nilai Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Dominansi
Simson (C) 14
Tabel 6. Matrix Koefisien Komunitas 16
Tabel 7. Hasil Pengamatan Keragaman dan Peran Biodiversitas Arthropoda pada
Setiap Plot 17
Tabel 8. Hasil Perhitungan Indeks Keragaman Arthropoda pada Setiap Plot 20
Tabel 9. Hasil Pengamatan Keragaman dan Peran Biodiversitas Penyakit pada
Setiap Plot 22
Tabel 10. Cadangan Karbon Setiap Plot 24
Tabel 11. Rincian Biaya Variabel Tahun-1 Plot 1 27
Tabel 12. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-1 Plot 1 27
Tabel 13. Rincian Biaya Tetap Tahun-1 Plot 1 27
Tabel 14. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-1 Plot 1 27
Tabel 15. Rincian Penerimaan Tahun-1 Plot 1 27
Tabel 16. Rincian Biaya Variabel Tahun-2 Plot 1 28
Tabel 17. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-2 Plot 1 28
Tabel 18. Rincian Biaya Tetap Tahun-2 Plot 1 28
Tabel 19. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-2 Plot 1 29
Tabel 20. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-2 Plot 1 29
Tabel 21. Rincian Biaya Variabel Tahun-3 Plot 1 29
Tabel 22. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-3 Plot 1 29
Tabel 23. Rincian Biaya Tetap Tahun-3 Plot 1 30
Tabel 24. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-3 Plot 1 30
Tabel 25. Penerimaan Usahatani Tahun-3 Plot 1 30
Tabel 26. Rincian Biaya Variabel Tahun-4 Plot 1 30
Tabel 27. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-4 Plot 1 31
Tabel 28. Rincian Biaya Tetap Tahun-4 Plot 1 31
Tabel 29. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-4 Plot 1 31
Tabel 30. Penerimaan Tahun-4 Plot 1 31
Tabel 31. Rincian Biaya Variabel Tahun-5 Plot 1 32
Tabel 32. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-5 Plot 1 32
Tabel 33. Rincian Biaya Tetap Tahun-5 Plot 1 32
Tabel 34. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-5 Plot 1 32
Tabel 35. Penerimaan Tahun-5 Plot 1 32
Tabel 36. Tabulasi Tahun Ke 1-5 Plot 1 33
Tabel 37. Rincian Biaya Variabel Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2 34
7

Tabel 38. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2 34
Tabel 39. Rincian Biaya Tetap Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2 34
Tabel 40. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2 35
Tabel 41. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-1 Plot 2 35
Tabel 42. Biaya Variabel Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2 35
Tabel 43. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2 35
Tabel 44. Rincian Biaya Tetap Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2 36
Tabel 45. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2 36
Tabel 46. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-2 Plot 2 36
Tabel 47. Biaya Variabel Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2 36
Tabel 48. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2 36
Tabel 49. Rincian Biaya Tetap Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2 37
Tabel 50. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2 37
Tabel 51. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-3 Plot 2 37
Tabel 52. Biaya Variabel Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2 37
Tabel 53. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2 37
Tabel 54. Rincian Biaya Tetap Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2 38
Tabel 55. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2 38
Tabel 56. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-4 Plot 2 38
Tabel 57. Biaya Variabel Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2 38
Tabel 58. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2 38
Tabel 59. Rincian Biaya Tetap Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2 39
Tabel 60. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2 39
Tabel 61. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-5 Plot 2 39
Tabel 62. Tabulasi Hasil Tahun 1-5 pada Plot 2 39
Tabel 63. Rincian Biaya Tetap Usahatani Jagung Plot 2 40
Tabel 64. Rincian Biaya Penyusutan Alat Usahatani Jagung 40
Tabel 65. Rincian Biaya Variabel Jagung Plot 2 40
Tabel 66. Rincian Biaya Tenaga Kerja Jagung Plot 2 41
Tabel 67. Penerimaan Usahatani Jagung Plot 2 41
Tabel 68. Rincian Biaya Variabel Plot 3 42
Tabel 69. Rincian Biaya Tenaga Kerja Plot 3 42
Tabel 70. Rincian Biaya Tetap Plot 3 43
Tabel 71. Rincian Biaya Penyusutan Alat Plot 3 43
Tabel 72. Penerimaan Plot 3 43
Tabel 73. Rincian Biaya Variabel Plot 4 44
Tabel 74. Rincian Biaya Tenaga Kerja Plot 4 45
Tabel 75. Rincian Biaya Tetap Plot 4 45
Tabel 76. Rincian Biaya Penyusutan Alat Plot 4 45
Tabel 77. Penerimaan Plot 4 45
Tabel 78. Indikator Keberhasilan Sistem Pertanian di Setiap Plot 56
Tabel 79. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 1 69
Tabel 80. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 2 72
Tabel 81. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 3 73
Tabel 82. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 4 75
8

Tabel 83. Lampiran Keragaman Penyakit pada Setiap Plot 76


Tabel 84. Identifikasi Vegetasi pada Setiap Plot 92

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


Lampiran 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan 65
Lampiran 2. Sketsa Transek Lansekap 67
Lampiran 3. Data-Data Lapangan Lainnya 69
Lampiran 4. Hasil Interview 100
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip 114
9
10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian berlanjut merupakan suatu konsep dimana harmonisasi berbagi
aspek pada suatu lahan pertanian berlangsung dengan baik dan menciptakan
keadaan yang dapt bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Aspek-aspek yang
dapat menunjang pertanian berlanjut meliputi aspek ekologi,ekonomi serta sosial
budaya. Dengan terpenuhinya hubungan yang seimbang antara setiap aspek, maka
tingkat keberlanjutan di sektor pertanian akan baik.
Pencapaian keberlanjutan pada aspek lingkungan artinya para petani telah
melakukan atau menerapkan pratik budidaya yang ramah lingkungan sehingga
menjaga keberlanjutan lahan untuk digunakan sebagai lahan dalam jangka waktu
yang panjang. Menurut Rivai dan Iwan (2011) menyatakan berkelanjutan secara
lingkungan mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Minimnya tindakan
konservasi inilah yang menyebabkan tingkat keberlanjutan lahan pertanian masih
rendah.
Sementara itu dilihat dari aspek sosial budaya, dapat dilihat dari masyarakat
mampu menciptakan kemerataan hasil-hasil pembangunan dan pengembangan
kelembagaan. Menurut Rivai dan Iwan (2011) untuk mencapai keberlanjutan dari
aspek sosial budaya, dibutuhkan dukungan dari masyarakat sekitar dalam
pengembangan usaha tani. Dengan mempertimbangkan bentuk usaha, penyediaan
tenaga kerja, serta kriteria lain yang sesuai dengan adat dan norma masyarakat
sekitar maka tanggapan masyarakat akan lebih baik dan mendukung pengembangan
usaha tani yang berkelanjutan.
Oleh karena itu dibutuhkan analisis keberlanjutan dari berbagai aspek secara
sistematis sehingga dapat melihat hubungan timbal balik antar segala aspek dan
dapat menentukan tingkat keberlanjutan secara lebih baik. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai hasil fieldtrip yang telah dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kec.
Ngantang, Kab. Malang terkait keberlanjutan sistem pertanian yang diterapkan
disana.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui kondisi umum wilayah Desa Tulungrejo, Kecamatan
Ngantang.
2. Mengetahui gambaran tingkat keberlanjutan pertanian di Desa Tulungrejo
yang dilihat dari aspek biofisik.
3. Mengetahui gambaran tingkat keberlanjutan pertanian di Desa Tulungrejo
yang dilihat dari aspek sosial ekonomi.
11

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana kondisi umum wilayah Desa
Tulungrejo, Kecamatan Ngantang.
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran tingkat keberlanjutan pertanian di
Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang.
3. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran tingkat keberlanjutan pertanian di
Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang.
12

II. METODOLOGI

2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan Fieldtrip Pertanian Berlanjut dilaksanakan pada hari Sabtu, 29
September 2018 dari pukul 06.00 WIB s/d Selesai. Tempat pelaksanaan kegiatan
Fieldtrip Pertanian Berlanjut yaitu di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang.
Pengamatan lapang dilakukan pada 4 plot yang terdiri dari perkebunan pinus,
agroforestri, tanaman semusim, dan tanaman semusim + pemukiman.

2.2 Metode Pelaksanaan


2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lansekap
Dalam pengamatan karakteristik Lansekap dibutuhkan alat berupa kompas
untuk mengetahui arah mata angin, kamera untuk mendokumentasikan kondisi
lansekap., klinometer untuk mengukur kelerengan dan alat tulis untuk menggambar
transek.
Langkah kerja dalam pemahaman karakteristik lansekap adalah sebagai
berikut yang pertama tentukan lokasi yang representatif sehingga dapat melihat
lanskap secara keseluruhan, kedua lakukan pengamatan secara menyeluruh
terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada, ketiga isikan data hasil
pengamatan pada kolom penggunaan lahan dan dokumentasikan dengan foto
kamera, keempat isikan data hasil pengamatan pada kolom penggunaan lahan dan
dokumentasikan dengan foto kamera, kelima identifikasi jenis vegetasi yang ada,
isikan hasil identifikasi ke dalam kolom tutupan lahan, keenman lakukan
pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai tingkat kemiringan lereng, serta
tutupan kanopi dan seresahnya dan yang terakhir isikan hasil pengamatan pada form
pengamatan
2.2.2 Pengukuran Kualitas Air
1. Pengambilan Contoh Air
Dalam pengambilan contoh air, maka memerlukan alat yaitu botol air
mineral 600mL (3 buah) sebagai wadah sampel air, spidol permanen untuk
menulis label pada botol sampel air dan kantong Plastik besar (ukuran 5kg)
sebagai wadah botol sampel air. Langkah-langkah pengambilan contoh air
yang petama adalah ambil contoh air dengan menggunkan botol ukuran
600mL (sampai penuh) dan tutup rapat-rapat kemudian beri label dan simpan
contoh air dan segera bawa ke laboratorium untuk di analisa.
2. Pengamatan Kualitas Air Sungai
A. Pengamatan Kekeruhan Air
Dalam pengamatan kekeruhan air, maka memerlukan alat tabung
ransparan (tinggi 45cm) sebagai wadah air dan secchi disc untuk
mengamati kekeruhan air. Langkah-langkah pengambilan contoh air
adalah tuangkan contoh air kedalam tabung/botol air mineral sampai
ketinggian 40cm kemudian aduk air secara merata. Selanjutnya masukan
13

‘Secchi disc’ kedalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan.


Kemudian amati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada
‘Secchi disc’ tidak dapat dibedakan dan baca kedalaman ‘secchi disc’
tersebut.
B. Pengamatan Suhu
Dalam pengamatan suhu air, maka memerlukan termometer
standar untuk mengukur suhu air. Langkah-langkah pengamatan suhu air
adalah catat suhu udara sebelum mengukur suhu di dalam air.
Selanjutnya masukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit.
Kemudian baca suhu saat termometer masih dalam air, atau secepatnya
setelah dikeluarkan dari dalam air. Setelah itu catat pada form
pengamatan.
2.2.3 Pengukuran Biodiversitas
1. Aspek Agronomi
A. Biodiversitas Tanaman
Dalam pengamatan biodiversitas tanaman, maka memerlukan
alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, form pengamatan untuk
memencatat hasil pengamatan papan dada sebagai alas untuk mencatat
dan kamera untuk mendokumentasikan tanaman yang diamati. Langkah-
langkah pengamatan biodiversitas tanaman yang pertama adalah buat
jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis. Kemudian tentukan
titik pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing tutupan lahan
dalam hamparan lanskap. Setelah itu catat karakteristik tanaman
budidaya di setiap tutupan lahan yang telah ditentukan pada hasil
pengamatan dalam bentuk tabel dalam form pengamatan. Selanjutnya
tentukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hamparan lanskap
dan gambarkan sketsa tutupan lahan lanskap pada form pengamatan
B. Keragaman dan Analisa Vegetasi
Dalam pengamatan biodiversitas tanaman, maka memerlukan
kamera untuk mendokumentasikan kegiatan pengamatan, kantong
plastik untuk menyimpan sampel gulma dan kapas sebagai penyerap
alkohol untuk dimasukan ke plastik. Bahan yang dibutuhkan berupa
alkohol 75% untuk mengawetkan gulma. Langkah-langkah pengamatan
keragaman dan analisa vegetasi adalah menentukan 3 titik pengambilan
sampel dengan menggunakan petak 1x1m pada hamparan lanskap secara
acak. Kemudian foto petak kuadrat dengan kamera sehingga seluruh
gulma didalam petak kuadrat dapat terlihat jelas dan identifikasi gulma
yang ada didalam petak kuadrat. Selanjutnya hitung jumlah populasi
gulma dan hitung d1 serta d2. Apabila ada gulma yang tidak dikenal
maka di ambil dan di simpan di kantong plastic (diberi alkohol agar tidak
layu). Setelah itu identifikasi gulma yang belum teridentifikasi dengan
membandingkan foto dari buku atau internet.
14

2. Aspek Hama dan Penyakit


A. Pengamatan Keragaman Arthropoda
1) Yellow Sticky Trap
Dalam pengamatan biodiversitas arthropoda menggunakan
yellow sticky trap memerlukan alat-alat Yellow Sticky Trap untuk
menangkap serangga, kamera untuk mendokumentasikan kegiatan
pengamatan, kantong plastik untuk menyimpan sampel serangga, alat
tulis untuk memberi tanda pada plastik dan kapas sebagai penyerap
alkohol untuk dimasukan ke plastik. Bahan yang dibutuhkan berupa
alkohol 70% untuk mengawetkan sampel serangga. Langkah-langkah
dalam pengamatan menggunakan alat yellow sticky trap yaitu
memasang alat yellow sticky trap pada lokasi pengamatan di tiga titik
berbeda. Kemudian mengamati dan mendokumentasikan serangga
yang terperangkap pada yellow sticky trap dan mengidentifikasi
serangga yang terperangkap.
2) Pitfall
Dalam pengamatan biodiversitas arthropoda menggunakan
pitfall memerlukan gelas aqua yang diisi air dan detergen, kamera
untuk mendokumentasikan kegiatan pengamatan, kantong plastik
untuk menyimpan sampel serangga, alat tulis untuk memberi tanda
pada plastik dan kapas sebagai penyerap alkohol untuk dimasukan ke
plastik. Bahan yang dibutuhkan berupa alkohol 70% untuk membius
ampel serangga. Langkah-langkah dalam pengamatan menggunakan
alat pitfall yaitu memasang alat ptifall yang telah berisi air dan
deterjen agar hewan yang telah masuk kedalam tidak dapat keluar.
Selanjutnya mengamati dan mendokumentasikan serangga yang
terperangkap pada pitfall. Kemudian mengidentifikasi serangga yang
terperangkap.
3) Sweep Net
Dalam pengamatan biodiversitas arthropoda menggunakan
sweepnet untuk menangkap serangga, kamera untuk
mendokumentasikan kegiatan pengamatan, kantong plastik untuk
menyimpan sampel serangga, alat tulis untuk memberi tanda pada
plastik dan kapas sebagai penyerap alkohol untuk dimasukan ke
plastik. Bahan yang dibutuhkan berupa alkohol 70% untuk
mengawetkan sampel serangga. Langkah-langkah dalam pengamatan
menggunakan alat sweep net yaitu melakukan penangkapan serangga
menggunakan sweep net dengan mengayunkan sebanyak tiga kali
sembari berjalan membentuk huruf U. Kemudian mengamati dan
mendokumentasikan serangga yang terperangkap pada sweep net dan
mengidentifikasi serangga yang terperangkap.
15

B. Pengamatan Penyakit
Dalam pengamatan biodiversitas penyakit, maka memerlukan
alat gunting untuk memotong sampel bagian tanaman berpenyakit,
kamera untuk mendokumentasikan kegiatan pengamatan, kantong
plastik untuk menyimpan sampel daun berpenyakit, alat tulis untuk
memberi tanda pada plastik. Langkah-langkah dalam pengamatan
biodiversitas penyakit dapat dilakukan dengan mengamati gejala dan
tanda pada tanaman yang ada dilokasi pengamatan kemudian ambil
bagian tanaman yang memiliki gejala penyakit dan dokumentasikan.
Selanjutnya bungkus menggunakan plastik dan tutup dengan rapat dan
identifikasi penyakit yang menyerang tanaman tersebut.
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon
Langkah-langkah dalam pengamatan biodiversitas penyakit dapat
dilakukan yng pertama dengan melihat vegetasi tanaman yang ada dilokasi
pengamatan. Kemudian menghitung jumlah spesies yang ada pada lokasi
pengamatan. Setelah itu melihat kerapatan dari penggunaan lahan dan
menyesuaikan data dengan literature tabel pendugaan cadangan karbon.
2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
Langkah-langkah dalam pengamatan biodiversitas penyakit dapat
dilakukan sebagai berikut yaitu penjelasan dan diskusi di kelas. Kemudian
kunjungan dan observasi lapang. Setelah itu wawancara petani dan
pembuatan laporan.
16

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Kondisi Umum Wilayah
Pelaksanaan fieldtrip pertanian berlanjut dilaksanakan di Desa Tulungrejo,
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Lokasi ini merupakan salah satu
kawasan sub Daerah Aliran Sungai Kalikonto, dengan kriteria sesuai yang
dibutuhkan untuk kegiatan fieldtrip pertanian berlanjut yaitu memiliki
keanekaragaman jenis penggunaan lahan dalam satu lansekap.
Desa Tulungrejo merupakan daratan sedang dengan ketinggian sekitar 156
mdpl. Secara geografis, desa ini terletak pada posisi 7°21′-7°31′ Lintang Selatan
dan 110°10′-111°40′ Bujur Timur. Secara administrative Desa Tulungrejo dibatasi
oleh desa-desa lain, dimana di sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Kecamatan
Wonosalam Kabupaten Jombang, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waturejo,
sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sumberagung/Kaumrejo, dan sebelah
Timur berbatasan dengan Hutan Kecamatan Pujon. Luas wilayah Desa Tulungrejo
adalah 779,699 Ha. Sebagian besar luas lahannya digunakan sebagai lahan
pertanian, perkebunan, lahan tegalan, dan hutan produksi. Hal ini karena, secara
umum wilayah Desa Tulungrejo mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam
yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan (Pemerintah Kabupaten
Malang, 2012).
Secara umum, penggunaan lahan di Desa Tulungrejo beraneka ragam yaitu
terdapat hutan pinus, agroforestri (pertanaman campuran), tegalan tanaman
semusim, dan pemukiman. Berbagai penggunaan lahan ini memiliki jenis tutupan
lahan yang berbeda dan bervariasi serta kondisi kemiringan yang berbeda-beda.
Berikut merupakan dokumentasi beberapa penggunaan lahan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi lahan di Desa Tulungrejo
memiliki karakteristik lansekap yang beranekaragam. Pada dasarnya, lansekap
adalah konfigurasi khusus dari topografi, tutupan lahan, tata guna lahan, dan pola
pemukiman yang membatasi beberapa aktivitas dan proses alam serta budaya.
Pengamatan karakteristik lansekap dilakukan pada 4 plot yang berbeda dengan jenis
penggunaan lahan dan tutupan lahan yang berbeda. Adapun hasil pengamatan
karakteristik lansekap dari 4 plot (hutan produksi, agroforestri, tanaman semusim,
tanaman semusim dan pemukiman) adalah sebagai berikut.
17

Tabel 1. Karakteristik Lansekap Tiap Plot

No Penggunaan Tutupan Posisi Tingkat Tutupan Jumlah C-


Manfaat Kerapatan
. Lahan Lahan Lereng Kanopi Seresah Spesies Stock
Pinus B A T R Tinggi S 150
Pisang B, D A S R Rendah R 100
Hutan Durian B A S R Rendah R 100
1.
Produksi Belimbing
B A R S Rendah S 150
Wuluh
Trembesi B, D A S T Rendah R 100
Kopi B T R T Tinggi T 80
Lamtoro B T S S Sedang S 50
2. Agroforestri
Durian B T S S Rendah R 20
Pisang B, D T S R Rendah R 20
Tanaman
3. Jagung B B S R Tinggi T 1
Semusim
Tanaman
4. Semusim, Jagung B B S R Tinggi T 1
Pemukiman
Manfaat: B (buah), D (daun), A (akar), K (kayu), B (biji). Posisi lereng: A (atas), T (tengah), B
(bawah). Tingkat tutupan kanopi dan seresah: T (tinggi), S (sedang), R (rendah). Kerapatan: T
(tinggi), S (sedang), R (rendah). Populasi: T (tinggi), S (sedang), R (rendah).
Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas, di dapatkan gambaran
karakteristik lansekap yang berbeda-beda antar penggunaan lahan. Pada plot 1 yang
penggunaan lahannya adalah hutan produksi yang terdapat beberapa jenis tanaman
yaitu pinus, pisang, durian, belimbing wuluh, dan trembesi. Lokasi ini terdapat pada
lereng atas dengan tingkat tutupan kanopi yang berbeda. Untuk tanaman pisang,
durian, dan trembesi memiliki tutupan kanopi sedang. Sementara itu, untuk pinus
memiliki tutupan kanopi yang tinggi dan untuk belimbing wuluh memiliki tutupan
kanopi yang rendah. Seresah pada plot 1 ini juga memiliki tingkat keragaman yang
berbeda. Tanaman pinus, pisang, dan durian memiliki seresah yang Rendah,
sedangkan belimbing wuluh memiliki tingkat seresah yang sedang dan trembesi
memiliki tingkat seresah yang tinggi. Pinus yang di tanam pada plot ini memiliki
keragaman jumlah spesies yang tinggi dengan kerapatan pohon yang sedang.
Sementara itu, pisang, durian, belimbing wuluh, dan trembesi masing-masing
memiliki keragaman jumlah spesies yang rendah. Tetapi, hanya pisang dan durian
yang memilki kerapatan tanaman yang rendah juga. Belimbing wuluh memiliki
kerapatan tanaman yang sedang, trembesi memiliki kerapatan tanaman yang tinggi.
Kemudian, pada plot 2 jenis penggunaan lahannya ialah agroforestri dengan
berbagai perpaduan tanaman. Jenis tanaman yang ada dalam plot ini antara lain
18

ialah, kopi, lamtoro, pisang, dan durian dengan keragaman jumlah spesies yang
berbeda, yaitu tinggi (kopi), sedang (lamtoro), rendah (pisang dan durian). Lokasi
ini berada pada lereng tengah, dengan tingkat tutupan kanopi dan seresah serta
kerapatan pohonnya sedang sampai rendah.
Pada plot 3 yang merupakan lahan tanaman semusim, memiliki jenis tutupan
lahan berupa jagung dengan keragaman jumlah spesies yang tinggi. Lokasi plot 3
berada pada lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi dan seresahnya sedang
sampai rendahi. Tingkat kerapatan penanaman jagung tergolong tinggi. Sedangkan,
pada plot 4 merupakan lahan dengan jenis penggunaan lahan tanaman semusim dan
pemukiman. Lokasi plot 4 berada pada lereng bawah untuk tanaman semusim dan
pemukiman. Jenis tutupan lahan tanaman semusim yang ada ialah jagung dengan
keragaman jumlah spesies yang tinggi, sedangkan tingkat tutupan kanopinya
sedang dan seresahnya tergolong rendah dengan kerapatan pohon tinggi.
Pada dasarnya, jika di amati secara keseluruhan berdasarkan karakteristik
lansekap di atas kondisi umum wilayah Desa Tulungrejo banyak didominasi oleh
lahan pertanian daripada hutan. Sehingga, bisa dikatakan bahwa tipe lansekap
wilayah Desa Tulngrejo merupakan tipe fragemented. Dimana penggunaan lahan
sebagian besarnya di dominasi oleh lahan pertanian, misalnya di plot 1 penggunaan
lahan utamanya adalah hutan produksi pinus, plot 2 adalah agroforestri (campuran
tanaman tahunan dan tanaman semusim), plot 3 adalah tanaman semusim, dan plot
4 adalah tanaman semusim dan pemukiman. Sehingga bisa dikatakan bahwa telah
terjadinya alih fungsi lahan hutan atau ekosistem alami ke lahan pertanian. Selain
itu, di beberapa lokasi penggunaan lahan juga masih tersisa >10% dan tidak lebih
dari 60% habitat hutan alami masih tersisa, misalnya seperti pada hutan produksi.

3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik


1. Kualitas Air
Tabel 2. Kualitas air di semua plot

Lokasi Pengambilan Sampel Air

Parameter Satuan Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3 UL1 UL2 UL3

Kekeruhan cm 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40

Suhu °C 23 23 23 24 24 24 24 25 26 30 30 29

Ph - 5.75 5.75 5.75 5.94 5.94 5.94 5.94 5.94 5.94 5.81 5.81 5.81

DO mg/L 0.006 0.006 0.006 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.04 0.04 0.04
19

Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air dengan parameter kekeruham,


suhu,pH, dan DO (Dissolve Oxygen), dimana sampel diambil di 3 titik di tiap plot
dengan hasil sebagai berikut. Hasil dari pengamatan parameter kekeruhan adalah
40cm di semua titik. Pengamatan dilakukan dengan secchi disc untuk melihat
kekeruhan air. Kekeruhan pada perairan pada umumnya diakibatkan oleh materi
suspensi seperti tanahliat atau lempung, endapan lumpur, partikel endapan,
plankton, dan organisme mikorskopis lainnya (NN, 1988). Kekeruhan air dapat
berpengaruh secara langsung terhadap terjadinya gangguan respirasi, penurunan
kadar oksigen, gangguan terhadap habitat, serta menghambat penetrasi cahaya.
Dapat disimpulkan berdasarkan data yang didapat,bahwa indikator kekeruhan air di
setiap plot yang diamati memiliki kekeruhan yang masih dapat menunjang
kehidupan makhluk hidup (Efendi, 2003).
Hasil dari pengamatan parameter suhu pada plot 1 hingga plot 4 mendapatkan
hasil yang berikasr antara 23-30oC. Suhu tertinggi pada plot 4, UL 1 dan UL 2,
dimana penggunaan lahan dari plot 4 adalah tanaman semusim dan pemukiman.
Suhu pada plot 1 hingga plot 4 merupakan kisaran suhu yang mendukung
pertumbuhan organisme berkisar antara 20-30oC (Efendi, 2003). Sementara pada
parameter pH, didapatkan hasil 5,75-5,94 dimana pH paling tinggi berada di plot 2
dan 3. pH di plot 1 hingga plot 4 tergolong asam. Menurut Yuliastuti (2011), pH
ideal air yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki nilai sekitar 6,5-
7,5.
Berdasarkan pengamatan pada parameter DO, didapatkan hasil yaitu pada plot
1 hingga plot 4 antara 0,006-0,04. DO dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
suhu lingkungan, tekanan atmosfer, dan aktivitas ion (Lewis, 2006). Dissolve
oxygen atau oksigen terlarut merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk
proses respirasi bagi organisme air. Berdasarkan hasil data pengamatan pada plot 1
hingga plot 4, menurut PP no. 82 tahun 2001 pasal 8, pH dengan nilai 5,75-5,94
tergolong kelas IV (kelas IV, pH=5-9). Sementara DO 0,006-0,04 juga tergolong
dalam kelas IV (kelas IV, DO=0-3). Hal inidapat disimpulkan bahwa air pada plot
1 hingga plot 4 masuk ke kategori kelas IV. Menurut PP no. 82 tahun 2001 pasal 8,
kualitas air kelas IV diperuntukkan untuk mengairi tanaman dan/atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut, air pada lokasi pengambilan sampel
cocok digunakan untuk mengairi tanaman-tanaman budidaya.

2. Biodiversitas Tanaman
a. Keragaman Tanaman Bernilai Ekonomi
Dari hasil pengamatan keragaman tanaman bernilai ekonomi dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Plot 1, 2, 3
dan 4 Lokasi Ngantang
20

Populasi Sebaran
Nama
No Jenis Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot
Tanaman
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Kopi T TA PT TA TA SB SM TA TA
2 Lamtoro T TA PS TA TA TA SB TA TA
3 Jagung S TA TA PT PT TA TA SM SM
4 Pinus T PT TA TA TA SM TA TA TA
5 Pisang S PR PR TA TA SB SB TA TA
6 Trembesi T PR TA TA TA SB TA TA TA
7 Durian T PR PR TA TA SB SB TA TA
Belimbing
8 T PR TA TA TA SB TA TA TA
Wuluh

Keterangan: T: Tahunan, S: Semusim, PT: Populasi Tinggi, PS: Populasi


Sedang, PR: Populasi Rendah, TA: Tidak Ada, SM: Sebaran
Merata, SK: Sebaran Berkelompok, SB: Sebaran Tidak
Beraturan
Berdasarkan data pengamatan diatas dapat diketahui bahwa pada
plot 1 dengan penggunaan lahan hutan terdapat tanaman bernilai
ekonomi berupa pinus dengan populasi tinggi dan sebaran merata,
tanaman pisang dengan populasi rendah dan sebaran tidak beraturan,
trembesi dengan populasi rendah dan sebaran tidak beraturan, durian
dan belimbing wuluh dengan populasi rendah dan sebaran tidak
beraturan.
Pada plot 2 dengan penggunaan lahan agroforestri tanaman
bernilai ekonomi yang ditemukan adalah kopi dengan populasi tinggi
dan sebaran merata, lamtoro dengan populasi sedang dan sebaran
tidak merata, pisang dengan populasi rendah dan sebaran tidak merata,
durian dengan populasi rendah dan sebaran tidak merata.
Pada plot 3 dengan penggunaan lahan tanaman semusim dan plot
4 dengan penggunaan lahan tanaman semusim+pemukiman tanaman
bernilai ekonomi pada keduanya adalah jagung dengan populasi tinggi
dan sebaran merata.
Dapat disimpulkan bahwa biodiversitas tanaman bernilai
ekonomi pada tipe penggunaan lahan yaitu hutan produksi dan
agroforestri memiliki tingkat biodiversitas tanaman yang tinggi,
dimana hal tersebut dapat dilihat dari beragamnya vegetasi yang
ditemukan pada tipe penggunaan lahan tersebut, sedangkan , pada
penggunaan lahan tanaman semusim dan tanaman semusim +
pemukiman memiliki tingkat biodiversitas tanaman yang rendah
karena hanya terdapat tanaman jagung saja. Semakin beranekaragam
komponen biotik, maka semakin tinggi keanekaragaman. Sebaliknya
21

semakin kurang beranekaragaman maka dikatakan keanekaragaman


rendah (Riberu, 2002). Hal serupa juga diungkap oleh Bohn dan Huth
(2017) yang menyatakan bahwa pada hutan dan agroforestri terdapat
biodiversitas (keanekaragaman) yang tinggi yang berdampak pada
produktivitas.
b. Analisa Vegetasi Gulma
Berikut ini adalah hasil pengamatan vegetasi gulma yang
dilakukan saat kegiatan fieldtrip Pertanian Berlanjut pada plot 1, plot
2, plot 3, dan plot 4 dengan penggunaan lahan secara berurutan yaitu
hutan produksi, agroforestri, tanaman semusim, serta tanaman
semusim + pemukiman.

Tabel 4. Analisa Vegetasi Gulma pada Plot 1, 2, 3 dan 4 Lokasi Ngantang

SDR (%)
Nama Gulma
No Jenis
(Nama Ilmiah) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
1 Teki (C. rotundus) T 25.8931 26.14011 34.80352
Urang aring
2 S 11.68852
(Eclipta Prostrata l)
Meniran
3 (Phyllantus L 3.080063 20.53208
Urinaria)
rumput gajah
4 (Pennisetum S 46.0685
Purpureum)
suket ngawan
5 (Echinochloa crus- S
galli (L.) 12.8184
pulmonaria
6 L
montana lej 13.87164
Culantro/walangi
7 (eryngium foetidum S
l) 8.458724
rumput dallis
8 (paspalum S
dilatatum) 4.014148
9 Krokot (Portulaca) L 46.22547 7.512563
Teki Kuning
10 T
(Cyperus eculentus) 21.36201
22

Wedusan
11 (Ageratum L 26.871 6.272416 7.683238
conyzoides)
Bayam Duri
12 (Amaranthus S 22.5358
spinosus L.)
Kakawatan
13 (Cynodon dactylon S
L.) 5.959
Kremah
14 (Altenathera sessilis S
L.) 5.89107
Ketepeg kecil
15 L
(Cassia tora) 5.14567
Udelan (Cyperus
16 T 7.70434
kyllingia)
Keterangan: L: Daun Lebar, S: Daun Sempit, T: Teki-Tekian
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada plot 1 dengan tipe
penggunaan lahan hutan produksi terdapat 7 jenis gulma yaitu urang-
aring, meniran, rumput gajah, suket ngawan, Pulmonaris Montana,
cullantro, dan rumput dallis dengan nilai SDR tertinggi adalah rumput
gajah yaitu sebesar 46.0685% atau dapat diketahui gulma dominan yang
terdapat pada plot 1 adalah gulma berdaun sempit, sedangkan pada plot 2
yaitu agroforestri terdapat 7 jenis gulma yaitu bayam duri, wedusan,
kakawatan, kremah, ketepeng kecil, teki ladang, dan udelan dengan nilai
SDR tertinggi adalah wedusan yaitu sebesar 26.871% atau dapat diketahui
gulma dominan yang terdapat pada plot 2 adalah gulma berdaun lebar
sehingga dapat direkomendasikan untuk upaya pegendalian digunakan
aplikasi herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh hal tersebut sesuai
pendapat Saitama dkk (2016) yang menyatakan bahwa pengendalian
gulma berdaun lebar dapat direkomendasikan dengan menggunakan
herbisida pra tumbuh (pree emergence) sebagai upaya pencengahan yang
dilakukan setelah panen dan juga herbisida purna tumbuh (post
emergence) yang dilakukan setelah tanaman setinggi 45 cm.
Pada plot 3 yaitu tanaman semusim terdapat 4 jenis gulma yaitu
rumput teki, krokot, teki kuning, wedusan dengan SDR tertinggi adalah
krokot yaitu sebesar 46.22547% atau dapat diketahui gulma dominan yang
terdapat pada plot 2 adalah gulma berdaun lebar sehingga dapat
direkomendasikan untuk upaya pegendalian digunakan aplikasi herbisida
pra tumbuh dan purna tumbuh hal tersebut sesuai pendapat Saitama dkk
(2016) yang menyatakan bahwa pengendalian gulma berdaun lebar dapat
direkomendasikan dengan menggunakan herbisida pra tumbuh (pree
23

emergence) sebagai upaya pencengahan yang dilakukan setelah panen dan


juga herbisida purna tumbuh (post emergence) yang dilakukan setelah
tanaman setinggi 45 cm. Hal serupa juga disampaikan oleh Menurut
Odero dan Dusky (2014), Yang menyatakan bahwa untuk pengendalian
gulma tahunan dan berdaun lebar pada tebu keprasan dapat menggunakan
herbisida pra tumbuh K-4 serta aplikasinya harus di lakukan segera setelah
panen atau sebelum gulma tumbuh.
Pada plot 4 yaitu tanaman semusim+pemukiman ditemukan empat
jenis gulma yaitu teki, meniran, krokot, babadotan dengan nilai SDR
tertinggi adalah krokot yaitu sebesar 34.80352% atau dapat diketahui
gulma dominan yang terdapat pada plot 2 adalah gulma berdaun lebar
sehingga dapat direkomendasikan untuk upaya pegendalian digunakan
aplikasi herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh hal tersebut sesuai
pendapat Saitama dkk (2016) yang menyatakan bahwa pengendalian
gulma berdaun lebar dapat direkomendasikan dengan menggunakan
herbisida pra tumbuh (pree emergence) sebagai upaya pencengahan yang
dilakukan setelah panen dan juga herbisida purna tumbuh (post
emergence) yang dilakukan setelah tanaman setinggi 45 cm. Hal serupa
juga disampaikan oleh Menurut Odero dan Dusky (2014), Yang
menyatakan bahwa untuk pengendalian gulma tahunan dan berdaun lebar
pada tebu keprasan dapat menggunakan herbisida pra tumbuh K-4 serta
aplikasinya harus di lakukan segera setelah panen atau sebelum gulma
tumbuh.
Perbandingan Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’) dan
Indeks Dominansi Simson (C)
Dari empat jenis tutupan lahan yaitu hutan produksi, agroforestri,
semusim dan tanaman semusim + pemukiman, dihasilkan Nilai Indeks
Keragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Dominansi Simson (C)
sebagai berikut:
Tabel 5. Perbandingan Nilai Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks
Dominansi Simson (C)

No Lokasi H’ C
1 Hutan 1.59 0.27
2 Agroforestri 1.72 0.21
3 Semusim 1.21 0.33
Pemukiman
4
& Semusim 1.19 0.35
Keterangan: L: Daun Lebar, S: Daun Sempit, T: Teki-Tekian
Dari ke empat jenis tutupan lahan yang ada, didapati Nilai Indeks
Keragaman Shannon-Wiener (H’) pada penggunaan lahan hutan sebesar
24

1.59, pada agroforestri sebesar 1.72, pada tanaman semusim sebesar 1.21
dan pada pemukiman+tanaman semusim sebesar 1.19, hal tersebut
menunjukkan bahwa semua tipe penggunaan lahan memiliki nilai 1,0 < H’
< 3,322. Dari nilai tersebut berarti pada semua tipe penggunaan lahan
mempunyai keanekaragaman yang termasuk dalam kategori sedang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Saitama dkk (2016), Besaran H’ < 1
menunjukkan keanekaragaman tergolong rendah, H’ = 1-3.32
menunjukkan keanekaragaman tergolong sedang, H’ > 3.322
menunjukkan keanekaragaman spesies tergolong tinggi. Dari hasil analisis
data tersebut dapat diketahui bahwa indeks keragaman tertinggi terdapat
pada plot hutan dan agroforestri karena pada kedua plot tersebut terdapat
keragaman yang tinggi serta jenis gulma yang ditemukan pada kedua plot
tersebut menunjukkan hasil yang terbanyak disbanding kedua plot lainnya
hal tersebut didukung oleh pernyataan Insafitri (2010) yang menyatakan
bahwa semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan
semakin besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu
masing-masing jenis. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kamal
(2011) yang menyatakan bahwa keanekaragaman spesies umumnya
meningkat sejalan dengan meningkatnya keragaman struktur komunitas, .
Dengan perhitungan Indeks Dominansi Simson (C) didapati hasil
bahwa pada penggunaan lahan hutan Indeks Dominansi Simson (C)
sebesar 0.27, pada agroforestri sebesar 0.21, pada tanaman semusim
sebesar 0.33 dan pada pemukiman+tanaman semusim sebesar 0.35 hal
tersebut menunjukkan bahwa pada semua tipe penggunaan lahan memiliki
nilai mendekati angka 0. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa tidak
terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur
komunitas dalam keadaan stabil. Hal ini didukung oleh pernyataan Sagar
dan Gyan P. Sharma (2012) bahwa Indeks dominansi berkisar antara 0-1.
Semakin mendekati D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang
mendominasi dan sebaliknya semakin mendekati D = 1, berarti pada lokasi
terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya. Dari hasil tersebut
indeks dominasi tertinggi terdapat pada plot tanaman semusim dan plot
tanaman semusim+pemukiman hal dapat disebabkan karena rendahnya
tingkat keragaman gulma pada plot tersebut dibandingkan kedua plot
lainnya. Hal tersebut sesuai pendapat Tetrasani (2012) yang menyatakan
bahwa dalam komunitas yang keanekaragamannya tinggi, maka suatu
jenis tidak akan bisa dominan dan sebaliknya dalam komunitas yang
keanekaragamannya rendah, maka satu atau dua jenis akan menjadi
dominan.
25

Matrix Koefisien Komunitas


Dari empat jenis tutupan lahan yaitu hutan produksi, agroforestri,
semusim dan tanaman semusim + pemukiman, didapati matrix koefisien
komunitas sebagai berikut.
Tabel 6. Matrix Koefisien Komunitas

Pemukiman
Plot Hutan Agroforestri Semusim
& Semusim

Hutan 100,00

Agroforestri 20.51282 100,00

Semusim 13.4715 19.76744 100,00

Pemukiman
23.37662 46.42857 21.21212 100,00
& Semusim

Dari matrix koefisien komunitas diatas dapat diketahui bahwa hasil


perhitungan koefisien komunitas antara hutan dan agroforestri adalah
sebesar 20.5% yang artinya kedua lahan memiliki persamaan komposisi
vegetasi sebesar 20.5% atau perbedaan sebesar 79.5%. Pada penggunaan
lahan tanaman semusim dan hutan perhitungan koefisien komunitasnyaa
adalah sebesar 13,47% yang artinya kedua lahan memiliki persamaan
vegetasi sebesar 13,47% atau perbedaan sebesar 86,53%. Pada
penggunaan lahan tanaman semusim dan agroforestri hasil perhitungan
koefisien komunitasnya sebesar 19,76% yang artinya pada kedua
penggunaan lahan terdapat persamaan vegetasi sebesar 19,76% atau
perbedaan sebesar 80,24%. Pada penggunaan lahan tanaman
semusim+pemukiman dan hutan hasil perhitungan koefisien komunitas
adalah sebesar 23,37% yang artinya terdapat persamaan vegetasi sebesar
23,37% atau perbedaan sebesar 76,63%. Pada penggunaan lahan tanaman
semusim+pemukiman dan agroforestri hasil perhitungan koefisien
komunitas adalah sebesar 46,4% yang artinya terdapat persamaan vegetasi
sebesar 46,4% atau perbedaan sebesar 53.6%. Pada penggunaan lahan
tanaman semusim+pemukiman dan tanaman semusim hasil perhitungan
koefisien komunitas adalah sebesar 21,2% yang artinya terdapat
persamaan vegetasi sebesar 21,2% atau perbedaan sebesar 78.8%.
Dari hasil perhitungan diatas kesamaan vegetasi antar spesies
menunjukkan nilai dibawah 75% yang berarti lebih banyak terdapat
perbedaan vegetasi antar masing-masing plot yang diamati atau bisa
disebut dengan berbeda nyata hal tersebut sesuai dengan pendapat
26

Tanasale (2012) yang menyatakan bahwa komunitas gulma antara


Stadium TBM dengan TM berbeda nyata karena nilainya < 75%.

3. Keragaman Arthropoda dan Pengamatan Penyakit


Pengamatan biodiversitas arthropoda dan penyakit dilakukan di 4
plot yang berbeda. Lokasi pengamata dilakukan di Desa Tulungrejo, Kec.
Ngantang, Kab. Malang. Penggunaan lahan plot 1 adalah hutan dengan
vegetasi pohon pinus, penggunaan lahan plot 2 adalah agroforestri dengan
vegetasi kopi, penggunaan lahan plot 3 adalah tanaman semusim dengan
vegetasi jagug manis, dan penggunaan lahan plot 4 adalah pemukiman
dengan tanaman semusim vegetasi jagung manis.
● Keragaman Arthropoda
Berikut merupakan tabel data hasil pengamatan biodiversitas
arthropoda.

Tabel 7. Hasil Pengamatan Keragaman dan Peran Biodiversitas Arthropoda


pada Setiap Plot

Titik Peran
Pengambilan Nama Serangga Hama Musuh Serangga
Sampel Alami Lain
Semut Hitam (Dolichoderus 48
thoracicus)
Plot 1 Laba-laba Kecil (Patu digua) 1
Nyamuk Hutan (Aedes 2
albopictus)
Lebah (Xylocopa Confusa) 2
Laba-laba Tanah (Gnaphosidae) 2
Kumbang Daun Berduri 1
(Dactylispa issikii)
Semut Tentara Hitam 1
(Dolichoderus thoracicus)
Belalang Coklat (Phlaeoba 2
fumosa)
Belalang Kayu (Valanga 1
nigricornis)
Laba-laba (Araneus diadematus) 2
Semut Rang-rang (Oecophylla 42
smaragdina)
Kumbang Koksi (Coelophora 2
inaequalis)

Jangkrik (Gryllidae) 1

Nyamuk (Culicidae) 1
27

Lalat Apung (Episyrphus 9


Plot 2 balteatus)
Kumbang Kubah Spot 5
(Epilachna sparsa)
Kutu daun (Aphid sp.) 12
Belalang (Atractomorpha 1
crenulata)
Lalat Buah (Bactrocera) 10
Belalang (Caelifera) 1
Laba-laba (Araneus diadematus) 1
Semut Hitam (Dolichoderus 19
Thoracius)
Semut Merah (Oecophylla 13
smaragdina)
Jangkrik (Gryllidae) 1
Kecoa (Blattidae) 23
Kumbang Kubah (Epilachna 3
sparsa)
Kutu Kebul (Bemisia tabaci) 1
Lalat Rumah (Musca domestica) 6
Plot 3 Kepik Hijau (Nezara viridula) 1
Kumbang Spot M (Menochillus 1
sexmaculatus)
Semut (Dolichoderus 5
thoracicus)
Tawon (Polistes sp.) 15
Belalang Coklat (Phlaeoba 4
fumosa)
Kumbang Spot M (Menochillus 2
sexmaculatus)
Lalat Buah (Drosphila 3
melanogaster)
Mimik 38
Semut Hitam (Dolichoderus 3
Plot 4 thoracicus)
Kumbang penggerek biji 4
(Prostephanus truncatus H)

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa jumlah arthopoda terdapat


pada plot hutan yaitu sebanyak 107 ekor terdiri dari 13 spesies yaitu
arthopoda yang berperan sebagai musuh alami diantaranya: Semut Rang-
rang (Oecophylla smaragdina) sebanyak 42 ekor, Laba-laba Kecil (Patu
digua) sebanyak 1 ekor, laba-laba (Araneus diadematus) dan laba-laba
Tanah (Gnaphosidae) masing-masing sebanyak 2 ekor, sedangkan
arthopoda yang berperan sebagai hama diantaranya: Belalang Coklat
28

(Phlaeoba fumosa) sebanyak 2 ekor, Belalang Kayu (Valanga nigricornis)


sebanyak 1 ekor, dan Kumbang Koksi (Coelophora inaequalis) sebanyak
2 ekor, dan yang terakhir arthopoda yang sebagai serangga lain
diantaranya: Jangkrik (Gryllidae, Semut Tentara Hitam (Dolichoderus
thoracicus), Kumbang Daun Berduri (Dactylispa issikii) yang masing-
masing sebanyak 1 ekor, Lebah (Xylocopa Confusa) sebanyak 2 ekor,
Nyamuk Hutan (Aedes albopictus) sebanyak 2 ekor, Semut Hitam
(Dolichoderus Thoracius) sebanyak 48 ekor
Kemudian jumlah arthopoda terbanyak kedua adalah agroforestri
sebanyak 99 ekor terdiri dari 13 spesies berbeda, yang berperan sebagai
musuh alami diantaranya: Lalat Apung (Episyrphus balteatus) sebanyak 9
ekor, Kumbang Kubah Spot (Epilachna sparsa) sebanyak 5 ekor, Belalang
(Atractomorpha crenulata), Belalang (Caelifera), Laba-laba (Araneus
diadematus) masing-masing sebanyak 1 ekor, Semut Merah (Oecophylla
smaragdina) sebanyak 13 ekor dan Kumbang Kubah (Epilachna sparsa)
sebanyak 3 ekor. Sedangkan arthopoda yang berperan sebagai hama
diantaranya: Kutu daun (Aphid sp.) sebanyak 12 ekor, Lalat Buah
(Bactrocera) sebanyak 10 ekor, Kecoa (Blattidae) sebanyak 23 ekor.
Sedangkan arthopoda yang berperan sebagai serangga lain adalah Jangkrik
(Gryllidae) dan Nyamuk (Culicidae) yang masing-masing sebanyak 1 ekor
dan Semut Hitam (Dolichoderus Thoracius) sebanyak 19 ekor.
Kemudian jumlah arthopoda terbanyak ketiga adalah pada plot
pemukiman+tanaman semusim sebanyak 54 ekor terdiri dari 6 spesies
diantaranya yang berperan sebagai musuh alami adalah Kumbang Spot M
(Menochillus sexmaculatus) sebanyak 2 ekor. Arthopoda yang berperan
sebagai hama diantaranya: Belalang Coklat (Phlaeoba fumosa) sebanyak
4 ekor, Lalat Buah (Drosphila melanogaster) sebanyak 3 ekor, dan
Kumbang penggerek biji (Prostephanus truncatus H) sebanyak 4 ekor.
Sedangkan arthopoda yang berperan sebagai serangga lain, diantaranya:
Nyamuk (Culicidae) sebanyak 38 ekor dan Semut Hitam (Dolichoderus
thoracicus) sebanyak 3 ekor.
Terakhir adalah pada plot pemukiman dengan jumlah 29 ekor terdiri
dari 6 spesies yang berbeda diantaranya yang berperan sebagai hama
adalah Kutu Kebul (Bemisia tabaci) dan Kepik Hijau (Nezara viridula)
yang masing-masing sebanyak 1 ekor, arthopoda yang berperan sebagai
serangga lain diantaranya: Tawon (Polistes sp.) sebanyak 15 ekor, Lalat
(Musca domestica) sebanyak 6 ekor, Semut (Dolichoderus thoracicus)
sebanyak 5 ekor, sedangkan arthopoda yang berperan sebagai musuh alami
adalah Kumbang Spot M (Menochillus sexmaculatus) sebanyak 1 ekor.
Dari hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa jumlah
arthopoda terbanyak terdapat pada plot hutan, hal tersebut dapat terjadi
karena pada plot hutan terdapat biodiversitas vegetasinya lebih tinggi
29

dibandingkan plot lainnya, tingginya biodiversitas yang ada dapat


memberikan manfaat bagi serangga yang hidup didalamnya baik sebagai
tempat berlindung, tempat hidup, maupun penyedia sumber makanan
sehingga semakin beragam ekosistem maka semakin banyak serangga
yang hidup didalamnya. Sedangkan jumlah arthopoda terkecil terdapat
pada plot tanaman semusim dimana pada plot tersebut biodiversitas
vegetasinya rendah sehingga keragaman vegetasi yang dapat memberikan
manfaat baik sebagai tempat hidup maupun tempat penyedia sember
makanan bagi arthopoda tidak tersedia. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Kamal (2011) yang menyatakan bahwa keanekaragaman spesies
umumnya meningkat sejalan dengan meningkatnya keragaman struktur
komunitas, perbedaan struktur komunitas yang menyusun masing-masing
tipe habitat juga turut mempengaruhi keragaman serangga. Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Price (1997) yang menyatakan bahwa
diversitas akan mempengaruhi stabilitas komunitas dengan memberikan
keseimbangan faktor fisik, dalam hal ini biodiversitas akan membentuk
kompleksitas dalam jaring-jaring makanan dan meningkatkan interaksi
antara anggota populasi yang mencakup hubungan mutualisme maupun
kompetisi.
Berikut ini merupakan hasil perhitungan indeks keragaman
Arthopoda pada keempat plot.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Indeks Keragaman Arthropoda pada Setiap Plot

Titik Indeks Indeks Dominasi Indeks


Pengambilan Keragaman (D) Kemerataan
Sampel (H’) Pielou (E)
Plot 1 1,33 0,3574 0,51
Plot 2 1,98 0,1481 0,82
Plot 3 1,32 0,8146 0,74
Plot 4 1,07 0,5081 0,59

Dari data diatas dapat diketahui bahwa indeks keragaman


arthopoda pada keempat plot menunjukkan tingkat keragaman arthopoda
sedang karena masih pada rentang antara 1 dan 3, akan tetapi pada plot
tanaman semusim+pemukiman menunjukkan tingkat keragaman
arthopoda terendah karena nilai H’ sebesar 1,07. Hal tersebut sesuai
pendapat Adelina dkk (2016) yang menyatakan Kriteria nilai indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ≤ 1 : keanekaragaman rendah, 1<
< 3 : Keanekaragaman sedang ≥ 3 : Keanekaragaman tinggi. Keragaman
arthopoda pada hutan dan agroforestri menunjukkan nilai tertinggi
dibandingkan dua plot lainnya karena pada plot hutan dan agroforestri
biodiversitas vegetasinya lebih tinggi dibandingkan kedua plot lainnya,
tingginya biodiversitas yang ada dapat memberikan manfaat bagi serangga
30

yang hidup didalamnya baik sebagai tempat berlindung, tempat hidup,


maupun penyedia sumber makanan sehingga semakin beragam ekosistem
maka semakin banyak serangga yang hidup didalamnya. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Kamal (2011) yang menyatakan bahwa
keanekaragaman spesies umumnya meningkat sejalan dengan
meningkatnya keragaman struktur komunitas, perbedaan struktur
komunitas yang menyusun masing-masing tipe habitat juga turut
mempengaruhi keragaman serangga. Pendapat serupa juga dikemukakan
oleh Price (1997) yang menyatakan bahwa diversitas akan mempengaruhi
stabilitas komunitas dengan memberikan keseimbangan faktor fisik, dalam
hal ini biodiversitas akan membentuk kompleksitas dalam jaring-jaring
makanan dan meningkatkan interaksi antara anggota populasi yang
mencakup hubungan mutualisme maupun kompetisi.
Sedangkan indeks dominasi menunjukkan pada plot 3 dan 4 yaitu
tanaman semusim+pemukiman dan tanaman semusim nilai indeks
dominasinya mendekati nilai 1 yang berarti bahwa pada plot tanaman
terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya yaitu pada plot 3
terdapat dominasi tawon dengan jumlah spesies sebanyak 15 ekor dan
pada plot 4 terdapat dominasi dari nyamuk dengan jumlah spesies
sebanyak 38 ekor, sedangkan pada dua plot lainnya menunjukkan nilai
yang mendekati 0 yang berarti tidak ada spesies yang mendominasi spesies
lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Saitama dkk (2016) yang
menyatakan bahwa Indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. D = 0, berarti
tidak terdapat spesies yang mendominasi. D = 1, berarti pada lokasi
terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya. Adanya dominasi
pada plot 3 dan 4 tersebut dapat disebabkan karena rendahnya tingkat
keragaman arthopoda pada ekosistem tersebut. Hal tersebut sesuai
pendapat Tetrasani (2012) yang menyatakan bahwa dalam komunitas yang
keanekaragamannya tinggi, maka suatu jenis tidak akan bisa dominan dan
sebaliknya dalam komunitas yang keanekaragamannya rendah, maka satu
atau dua jenis akan menjadi dominan.
Indeks kemerataan menunjukkan bahwa plot hutan produksi, plot
pemukiman serta plot pemukiman+tanaman semusim menunjukkan
bahwa komunitas labil, sedangkan pada agroforestri termasuk komunitas
stabil. Hal tersebut sesuai pendapat Adelina dkk (2016) yang menyatakan
Kriteria indeks kesamarataan : 0 < E ≤ 0,5 : Komunitas tertekan, 0,5 < E ≤
0,75 : Komunitas labil, 0,75 < E ≤ 1 : Komunitas stabil. Nilai indeks
kemerataan pada plot hutan menunjukkan nilai indeks kemerataan terkecil,
padahal jumlah spesies penyusun pada plot tersebut lebih banyak
dibandingakan pada plot lainnya, rendahnya nilai indeks kemerataan hutan
salah satunya dapat disebabkan karena tidak meratanya persebaran spesies
arthopoda walaupun secara keseluruhan jumlah arthopoda pada plot hutan
31

menunjukkan jumlah terbanyak, hal tersebut didukung oleh pernyataan


Adelina dkk (2016) yang mengungkapkan bahwa semakin kecil nilai
indeks kesamarataan spesies maka penyebaran spesies tidak merata,
artinya dalam komunitas ini tidak ada spesies yang mendominasi sehingga
kemungkinan tidak ada persaingan dalam mencari kebutuhan untuk hidup.
Lokasi Nama Jenis Pathogen dan Gejala Jumlah Daun Jumlah Daun
Pengambilan Penyakit dalam Satu yang Terserang
Sampel Tanaman
Plot 2 Agroforestri Karat daun Jamur 56 27
(kopi) kopi Hemileia vastatrix. Gejala 41 19
tersebut ditimbulkan bercak 49 31
kuning 52 14
127 39
Plot 3 Semusim Karat Daun Puccinia polysora, Bercak 15 0
(Jagung) kecil berwarna oren 11 1
kemerahan pada permukaan 13 0
daun bagian atas atau bawah 12 1
15 0
Hawar Daun Helminthosporium turcicum, 15 0
Bercak kecil berbentuk oval 11 1
yang kemudian memanjang 13 2
berbentuk elips kemudian 12 1
berkembang menjadi nekrotik 15 1

Plot 4 Karat daun (Helmithosporium maydis) 6 2


Pemukiman Terdapat bercak – bercak
(Jagung) kecil berwarna kuning atau 4 1
coklat pada permukaan
daun bagian atas atau
bawah
Hawar daun (Puccinia polysora), Bercak 6 3
kecil berbentuk oval yang 5 3
kemudian berkembang 4 4
menjadi nekrotik
Sedangkan indeks kemerataan tertinggi terdapat pada plot
agroforestri yang memang spesies penyusunnya tergolong banyak dan
merata dibandingkan dengan plot pemukiman+ tanaman semusim dan
tanaman semusim. Hal tersebut didukung oleh penilitian Adelina dkk
(2016) yang menunjukkan nilai indeks kesamarataan pada stasiun dua dan
stasiun tiga di atas 0,75 disebabkan kelimpahan spesies pada hutan rakyat
tersebut tersebar secara merata atau populasi masing- masing spesies tidak
ada yang mendominasi setara terhadap jumlah spesies, jika kelimpahan
spesies tersebar secara merata maka kekayaan spesiesnya dianggap tinggi.
● Pengamatan Penyakit
Tabel 9. Hasil Pengamatan Keragaman dan Peran Biodiversitas Penyakit
pada Setiap Plot
32

Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 2 agroforestri dari lima sampel


tanaman yang diamati, didapati nilai indeks penyakit rata-rata sebesar 23,7 %. Hal
ini tergolong ringan dan tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil produksi
komoditas kopi. Serangan H. vastatrix pada tanaman kopi dapat berkurang
dikarenakan agroforestri yang diterapkan pada plot ini. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Supriadi dan Pranowo (2015), bahwa selain pelestarian
keanekaragaman hayati sistem pengelolaan lahan dengan pola agroforestri juga
dapat menekan serangan penyakit.
Pada plot 3 semusim dengan komoditas jagung terdapat tanda gejala yang
dicirikan dengan penyakit karat daun dan hawar daun. Menurut Burhanudin (2015)
penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora. Gejala
awal pada tanaman jagung yang terinfeksi penyakit karat adalah adanya bisul
(pustules) pada kedua permukaan daun bagian atas dan bawah dengan warna coklat
kemerahan tersebar pada permukaan daun dan berubah warna menjadi hitam
kecoklatan setelah teliospora berkembang. Pada tingkat serangan berat, daun
menjadi kering sehingga mematikan tanaman. Menurut surtikanti (2009), Penyakit
hawar daun yang disebabkan cendawan Helminthosporium sp. Tanaman jagung
yang terserang cendawan ini menampakkan gejala berupa bercak coklat kelabu
seperti jerami pada permukaan daun dengan ukuran panjang 5 –15 cm dan lebar 1–
2 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 3 semusim dari lima sampel
tanaman yang diamati, didapati nilai indeks penyakit karat daun rata-rata sebesar
3% dan nilai indeks penyakit hawar daun rata-rata sebesar 7,2 %. Hal ini tergolong
sangat ringan dan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi komoditas jagung.
Kondisi geografi dan lingkungan di Desa Tulungrejo yang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman jagung membuat tanaman jagung dapat tumbuh dengan optimal
sehingga mampu meminimalisi serangan Helminthosporium sp dan Puccinia
polysora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yunasfi (2002), bahwa tiap jenis
tanaman memerlukan syarat mengenai faktor fisik atau kimia tertentu untuk
pertumbuhannya yang optimal. Desa Tulungrejo merupakan daratan sedang dengan
ketinggian sekitar 156 mdpl. Secara geografis, desa ini terletak pada posisi 7°21′-
7°31′ Lintang Selatan dan 110°10′-111°40′ Bujur Timur. Kondisi ini telah sesuai
dengan syarat tumbuh jagung. Berdasarkan Karya Tani Mandiri (2010), tanaman
jagung menghendaki daerah yang beriklim sedang hingga subtropik atau tropis
yang basah dan di daerah yang terletak antara 0-500° LU hingga 0-400° LS dengan
daerah yang optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 0-600 mdpl.

Pada plot 4 pemukiman dengan komoditas jagung, didapatkan nilai indeks


penyakit rata-rata sebesar 7,2% dan nilai indeks penyakit hawar daun rata-rata
sebesar 19,2%. Hal ini tergolong sangat ringan dan tidak berpengaruh terhadap hasil
produksi komoditas jagung. Adapun tanda dan gejala pada tanaman jagung tersebut
33

yang dicirikan dengan penyakit karat daun dan hawar daun. Menurut Burhanudin
(2015) penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora.
Gejala awal pada tanaman jagung yang terinfeksi penyakit karat adalah adanya
bisul (pustules) pada kedua permukaan daun bagian atas dan bawah dengan warna
coklat kemerahan tersebar pada permukaan daun dan berubah warna menjadi hitam
kecoklatan setelah teliospora berkembang. Pada tingkat serangan berat, daun
menjadi kering sehingga mematikan tanaman.
Menurut semangun (1991), Cendawan Helminthosporium sp. banyak
membentuk konidia pada lingkungan dengan kelembaban udara antara 97 –98%
dan suhu antara 20 –30°C. Hal tersebut sesuai dengan keadaan suhu di plot 4
berkisar antara 23-30oC. Namun tingkat serangan Helminthosporium sp maupun
Puccinia polysora pada plot ini dapat dikurangi karena penggunaan pestisida kimia
oleh petani secara rutin.

Tingkat Tutupan C-
Penggunaan Tutupan Posisi Jumlah
Plot Manfaat Kerapatan Stock/tanama
Lahan Lahan Lereng Kanopi Seresah spesies
(ton/ha)
Pinus B A T R Tinggi S 150
Pisang B, D A S R Rendah R 100
Hutan Durian B A S R Rendah R 100
1
Produksi Belimbing
B A R S Rendah S 150
Wuluh
Trembesi B, D A S T Rendah T 250
Kopi B T R T Tinggi T 80
Lamtoro B T S S Sedang S 50
2 Agroforestri
Durian B T S S Rendah R 20
Pisang B, D T S R Rendah R 20
Tanaman
3 Jagung B B S R Tinggi T 1
Semusim
Tanaman
Semusim
4 Jagung B B S R Tinggi T 1
dan
Pemukiman
4. Cadangan Karbon
Tabel 10. Cadangan Karbon Setiap Plot

Keterangan:
Manfaat : B (Buah), D (Daun), A (Akar), B (Biji)
Posisi Lereng : A (Atas), T (Tengah), B (Bawah)
Tingkat Tutupan Kanopi dan Seresah : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah)
34

Kerapatan : T (Tinggi), S (Sedang), R (Rendah)


Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai C-Stock pada setiap sistem
penggunaan lahan memiliki nilai yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian
tentang pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah, pada berbagai sistem
penggunaan lahan akan memberikan nilai yang berbeda (Van Noordwijk, 2002).
Plot-1 yaitu penggunaan lahan hutan produksi memiliki nilai pendugaan cadangan
karbon plot 1 yaitu sebesar 150 ton ha-1. Plot 1 berada pada lereng atas dengan
tutupan lahan yang beragam yaitu berupa pinus, pisang, durian, belimbing wuluh,
dan trembesi. Nilai pendugaan cadangan karbon pada plot ini lebih tinggi
dibandingkan plot lainnya. Hal ini disebabkan karena pada lahan hutan memiliki
kemampuan menyimpan karbon yang baik. Menurut Hairiah dan Harayu (2007),
hutan merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem
penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis
pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang
penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian
atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan
merosot.
Penggunaan lahan pada plot 2 yaitu lahan agroforestri berada pada lereng
tengah. Jenis tutupan lahan berupa kopi, lamtoro, durian, dan pisang. Pada plot ini
pendugaan nilai cadangan karbon sebesar 80 ton ha-1. Pada plot 3 dan 4 masing-
masing memiliki nilai cadangan karbon yang rendah yaitu senilai 1 ton ha-1. Plot 3
berada pada lereng bawah dengan penggunaan lahan tanaman semusim memiliki
tutupan lahan jagung, sementara plot 4 juga berada pada lereng bawah dengan
penggunaan lahan tanaman semusim dan pemukiman serta memiliki tutupan lahan
jagung. Pada ketiga plot tersebut terdapat perbandingan nilai pendugaan cadangan
karbon pada lahan agroforestri lebih besar daripada lahan tanaman semusim dan
pemukiman. Widianto dkk (2003), menyatakan bahwa bila ditinjau dari cadangan
karbon, sistem agroforestri lebih menguntungkan daripada sistem pertanian
berbasis tanaman musiman maupun hutan tanaman karena adanya pepohonan yang
memiliki biomassa tinggi dan masukan serasah yang bermacam-macam kualitasnya
serta terjadi secara terus-menerus. Pada plot 3 dan 4 yang memiliki cadangan
karbon rendah dapat dilakukan upaya untuk peningkatan penyerapan cadangan
karbon dengan cara menanam dan memelihara pohon karena tanaman berkayu
dapat menyerap karbon lebih baik.
Adanya perbedaan nilai cadangan karbon pada pada setiap sistem
penggunaan lahan dipengaruhi oleh vegetasi yang ada didalamnya. Semakin
beragam tumbuhan yang ada semakin besar pula tempat penimbunan atau cadangan
carbon yang ada. Selain itu, juga dipengaruhi oleh adanya kerapatan pada sistem
penggunaan lahan tersebut. Pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan
kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang
mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah (Hairiah dan Rahayu,
2007).
35

Jumlah cadangan karbon selain dipengaruhi oleh struktur dan komposisi


vegetasi penyusun lahan juga dipengaruhi oleh besarnya nilai diameter batang dari
vegetasi itu sendiri. Boreel, dkk (2005) menjelaskan bahwa total kandungan karbon
sangat dipengaruhi oleh diameter pohon dan kerapatan, akan tetapi faktor kerapatan
tidak memberikan total kandungan karbon yang besar apabila diameter pohonnya
kecil. Putri dan Wulandari (2015) menyatakan bahwa pohon dengan diameter besar
dapat menyimpan lebih banyak karbon karena kontribusi utama biomasa yaitu pada
batang. Pernyataan ini juga terbukti dari pengamatan pada keempat plot dimana
nilai cadangan karbon paling besar terdapat pada lahan hutan produksi dan
agroforestri yang umumnya memiliki vegetasi dengan batang yang berukuran besar
seperti pinus, kopi, dan durian. Sementara itu pada lahan semusim dan pemukiman
yang hanya terdapat vegetasi jagung dengan batang yang berukuran kecil sehingga
nilai cadangan karbonnya juga lebih rendah.

3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi


1. Economically Viable
Salah satu indikator suatu pertanian dikatakan berlanjut adalah
apabila pertanian memiliki keberlangsungan secara ekonomi
(economically viable). Berkelanjutan secara ekonomis berarti suatu
kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan kapital (capital maintenance) dan penggunaan sumber daya
serta investasi secara efisien (Rivai dan Iwan, 2011).

Plot 1. Hutan Produksi


Pada plot 1, petani yang menjadi narasumber adalah Bapak Suwono.
Jenis komoditas yang dibudidayakan Pak Suwono adalah kopi dan pinus.
Lahan yang digunakan Bapak Suwono adalah lahan garapan sakap dengan
sistem bagi hasil >50% seluas 0,5 ha. Bapak Suwono tidak membuat bibit
sendiri sehingga Bapak Suwono membeli seluruh bibit yang diguankan
dalam budidaya. Namun, Bapak Suwono membuat sendiri seluruh
pupuknya. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang dipakai
sebagai pupuk dasar pada awal proses pengolahan lahan dan pupuk hijau
dari sisa-sisa tanaman. Modal yang digunakan Bapak Suwono dalam
kegiatan budidaya adalah berasal dari diri sendiri. Hasil budidaya Bapak
Suwono tidak ada yang dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi karena
karena petani masih menjual hasil produksi dalam kondisi mentah
langsung kepada tengkulak sehingga keuntungan yang didapatkan relatif
kecil.
Berikut tabel pengeluaran dan pendapatan usahatani untuk menganalisis
kelayakan usahatani.
36

Tahun Ke-1
Tabel 11. Rincian Biaya Variabel Tahun-1 Plot 1

No Jumlah Harga Per


Uraian Biaya (Rp)
. (Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit 500 biji 300 150.000
2. Pupuk kandang 20 karung 10.000 200.000
Total Biaya 350.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 12. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-1 Plot 1

No Keteranga Jumlah Jumla Jumlah HO Upah/ Total


. n Orang h Hari Jam/Hari K HOK (Rp)
Tenaga Kerja Laki-Laki
Penyiapan 35.00 157.50
1. 3 3 4 0,45
lahan 0 0
35.00 105.00
2. Penanaman 3 2 4 3
0 0
35.00
3. Pemanenan 1 4 3 01,5 52.500
0
262.50
Total Biaya
0

Tabel 13. Rincian Biaya Tetap Tahun-1 Plot 1

No Jumlah Satua Musim Tanam


Uraian Tahun (Rp)
. (unit) n (Rp)
1. Sakap 0,5 Ha - -
Total Biaya 0

Tabel 14. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-1 Plot 1

Harga Harga
Awal Akhir Umur Biaya
Jumlah
No. Uraian Per Per Ekonomis Penyusuta
(unit)
Unit Unit (tahun) n
(Rp) (Rp)
1. Cangkul 2 45.000 10.000 10 7.000
2. Sabit 1 24.000 10.000 10 5.000
Pemangka
3. 1 60.000 5.000 10 3.800
s
Total 15.800

Tabel 15. Rincian Penerimaan Tahun-1 Plot 1


37

No. Keterangan Jumlah (unit) Satuan Harga per Satuan


1. Kopi 0 kg 5.000
Total Penerimaan 0

TVC = 350.000 + 262.500


= Rp 612.500
TFC = 0
TC = TFC + TVC
= 612.500 + 0
= Rp 612.500
TR = 0 x 5.000
=0

Tahun Ke-2
Tabel 16. Rincian Biaya Variabel Tahun-2 Plot 1

No Jumlah Harga Per


Uraian Biaya (Rp)
. (Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit - - -
2. Pupuk kandang 20 karung 10.000 200.000
Total Biaya 200.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 17. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-2 Plot 1

No Keteranga Jumlah Jumla Jumlah HO Upah/ Total


. n Orang h Hari Jam/Hari K HOK (Rp)
Tenaga Kerja Laki-Laki
35.00 105.00
1. Perawatan 2 4 3 0,45
0 0
105.00
Total Biaya
0

Tabel 18. Rincian Biaya Tetap Tahun-2 Plot 1

No Jumlah Satua Musim Tanam


Uraian Tahun (Rp)
. (unit) n (Rp)
1. Sakap 0,5 Ha - -
Total Biaya 0
38

Tabel 19. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-2 Plot 1

Harga Harga
Awal Akhir Umur Biaya
Jumlah
No. Uraian Per Per Ekonomis Penyusuta
(unit)
Unit Unit (tahun) n
(Rp) (Rp)
1. Cangkul 2 45.000 10.000 10 7.000
2. Sabit 1 24.000 10.000 10 5.000
Pemangka
3. 1 60.000 5.000 10 3.800
s
Total 15.800

Tabel 20. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-2 Plot 1

No. Keterangan Jumlah (unit) Satuan Harga per Satuan


1. Kopi 0 kg 5.000
Total Penerimaan 0
TVC = 200.000 + 105.000
= Rp 305.000
TFC = 15.800
TC = TFC + TVC
= 305.000 + 15.800
= Rp 305.000
TR = 0 x 5.000
=0

Tahun Ke-3
Tabel 21. Rincian Biaya Variabel Tahun-3 Plot 1

No Jumlah Harga Per


Uraian Biaya (Rp)
. (Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit - - -
2. Pupuk kandang 20 karung 10.000 200.000
Total Biaya 200.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 22. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-3 Plot 1


39

No Keteranga Jumlah Jumla Jumlah HO Upah/ Total


. n Orang h Hari Jam/Hari K HOK (Rp)
Tenaga Kerja Laki-Laki
35.00 105.00
1. Perawatan 2 4 3 0,45
0 0
105.00
Total Biaya
0

Tabel 23. Rincian Biaya Tetap Tahun-3 Plot 1

No Jumlah Satua Musim Tanam


Uraian Tahun (Rp)
. (unit) n (Rp)
1. Sakap 0,5 Ha - -
Total Biaya 0

Tabel 24. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-3 Plot 1

No. Harga Harga


Awal Akhir Umur Biaya
Jumlah
Uraian Per Per Ekonomis Penyusuta
(unit)
Unit Unit (tahun) n
(Rp) (Rp)
1. Cangkul 2 45.000 10.000 10 7.000
2. Sabit 1 24.000 10.000 10 5.000
Pemangka
3. 1 60.000 5.000 10 3.800
s
Total 15.800

Tabel 25. Penerimaan Usahatani Tahun-3 Plot 1

No. Keterangan Jumlah (unit) Satuan Harga per Satuan


1. Kopi 0 kg 5.000
Total Penerimaan 0
TVC = 200.000 + 105.000
= Rp 305.000
TFC = 15.800
TC = TFC + TVC
= 305.000 + 15.800
= Rp 320.800
TR = 0 x 5.000
=0

Tahun ke-4
40

Tabel 26. Rincian Biaya Variabel Tahun-4 Plot 1

No Jumlah Harga Per


Uraian Biaya (Rp)
. (Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit - - -
2. Pupuk kandang 20 karung 10.000 200.000
Total Biaya 200.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 27. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-4 Plot 1

No Keteranga Jumlah Jumla Jumlah HO Upah/ Total


. n Orang h Hari Jam/Hari K HOK (Rp)
Tenaga Kerja Laki-Laki
35.00 105.00
1. Perawatan 2 4 3 0,45
0 0
35.00
2. Pemanenan 2 3 3 2,25 78.750
0
183.75
Total Biaya
0

Tabel 28. Rincian Biaya Tetap Tahun-4 Plot 1

No Jumlah Satua Musim Tanam


Uraian Tahun (Rp)
. (unit) n (Rp)
1. Sakap 0,5 Ha - -
Total Biaya 0

Tabel 29. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-4 Plot 1


Harga
Harga Umur
Jumlah Akhir Biaya
No. Uraian Awal Per Ekonomis
(unit) Per Unit Penyusutan
Unit (Rp) (tahun)
(Rp)
1. Cangkul 2 45.000 10.000 10 7.000
2. Sabit 1 24.000 10.000 10 5.000
3. Pemangkas 1 60.000 5.000 10 3.800
Total 15.800

Tabel 30. Penerimaan Tahun-4 Plot 1

No. Keterangan Jumlah (unit) Satuan Harga per Satuan


1. Kopi 280 kg 5.000
Total Penerimaan 1.400.000
TVC = 200.000 + 183.750
41

= Rp 383.750
TFC = 15.800
TC = TFC + TVC
= 383.000 + 15.800
= Rp 399.550
TR = 280 x 5.000
= 1.400.000

Tahun ke-5
Tabel 31. Rincian Biaya Variabel Tahun-5 Plot 1

No Jumlah Harga Per


Uraian Biaya (Rp)
. (Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit - - -
2. Pupuk kandang 20 karung 10.000 200.000
Total Biaya 200.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 32. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-5 Plot 1

No Keteranga Jumlah Jumla Jumlah HO Upah/ Total


. n Orang h Hari Jam/Hari K HOK (Rp)
Tenaga Kerja Laki-Laki
35.00 105.00
1. Perawatan 2 4 3 0,45
0 0
35.00
2. Pemanenan 2 3 3 2,25 78.750
0
183.75
Total Biaya
0

Tabel 33. Rincian Biaya Tetap Tahun-5 Plot 1

No Jumlah Satua Musim Tanam


Uraian Tahun (Rp)
. (unit) n (Rp)
1. Sakap 0,5 Ha - -
Total Biaya 0

Tabel 34. Rincian Biaya Penyusutan Alat Tahun-5 Plot 1


42

Harga Harga
Awal Akhir Umur Biaya
Jumlah
No. Uraian Per Per Ekonomis Penyusuta
(unit)
Unit Unit (tahun) n
(Rp) (Rp)
1. Cangkul 2 45.000 10.000 10 7.000
2. Sabit 1 24.000 10.000 10 5.000
Pemangka
3. 1 60.000 5.000 10 3.800
s
Total 15.800

Tabel 35. Penerimaan Tahun-5 Plot 1

No. Keterangan Jumlah (unit) Satuan Harga per Satuan


1. Kopi 280 kg 5.000
Total Penerimaan 1.400.000

TVC = 200.000 + 183.750


= Rp 383.750
TFC = 15.800
TC = TFC + TVC
= 383.000 + 15.800
= Rp 399.550
TR = 280 x 5.000
= 1.400.000

Tabel 36. Tabulasi Tahun Ke 1-5 Plot 1

Benefit
Discount Pv
Tahun Biaya Revenue Benefit Komulati Pv Biaya
Factor Revenue
f
1 628.300 0 -628.300 -628300 0,93 584.465 0
2 320.800 0 -320.800 -949100 0,87 277.599 0
3 320.800 0 -320.800 -1269900 0,80 258.231 -
4 399.550 1.400.000 1.000.450 -269450 0,75 299.183 1.048.321
5 399.550 1.400.000 1.000.450 731.000 0,70 278.310 975.182
Total 2.069.000 2.800.000 731.000 1.697.788 2.023.503

Suku Bunga Bank BRI = 7,50%


NPV = PV Revenue – PV Biaya
= Rp 2.023.503 – 1.697.788
= 325.714
43

IRR = 18%
Net B/C = PV Penerimaan/ PV Biaya
= 2.023.503/1.697.788
= 1,191
Dari kegiatan budidaya kopi yang dilakukan oleh Bapak Suwono ,
NPV yang dihasilkan adalah sebesar Rp 325.714 yang berarti bahwa nilai
NPV > 0. Nilai tersebut berarti usahatani kopi tersebut akan memberikan
keuntungan sebesar Rp 325.714 setelah terdapat suku bunga kredit sebesar
7,5%. Analisa Net B/C pada usahatani durian milik Bapak Suwono
menghasilkan nilai Net B/C sebesar 1,191 yang berarti untuk setiap nilai
pengeluaran sekarang sebesar Rp 1 mendapatkan penerimaan sebesar Rp.
1,191. Hasil B/C ratio tersebut menunjukkan bahwa usahatani kopi yang
dilakukan Bapak Suwono dapat layak untuk diusahakan karena telah
melebihi ketentuan kelayakan usahatani yaitu B/C Ratio >1.

Plot 2. Agroforestri
Petani yang menjadi narasumber adalah Bapak Trisulo yang
mengelola lahan agroforestri. Lahan yang digunakan oleh Bapak Trisulo
adalah milik sendiri yang terdiri dari lahan sawah seluas <0,25 ha yang
ditanami jagung dan lahan tegalan seluas 0,386 ha yang ditanami kopi,
durian, waru, pisang, dan nangka. Pada lahan tegalan, Bapak Trisulo
membudidayakan kopi dan membuat sendiri bibit yang digunakan.
Sedangkan pada lahan sawah, Bapak Trisulo membuat sebagian bibitnya
dan sebagian lagi dibeli. Pupuk yang digunakan sebagian dibuat sendiri
seperti pupuk kandang yang dibuat dari kotoran ternak sapi milik Bapak
Trisulo dan sebagian lagi dibeli seperti pupuk urea dan pupuk ZA. Dalam
melakukan usahatani, modal yang digunakan Bapak Trisulo dalam
kegiatan budidaya adalah modal sendiri dan hasil budidaya Bapak Trisulo
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

Berikut tabel pengeluaran dan pendapatan usahatani untuk menganalisis


kelayakan usahatani:
Kopi
Tahun-1
Tabel 37. Rincian Biaya Variabel Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Harga Per Unit


Keterangan Total (Rp)
Unit n (Rp)
Bibit 425 Biji 0 0
Pupuk
150 kg 0 0
Kandang
44

Total 0

Tabel 38. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2

Upah
Tenaga Jumlah Jumlah Jumlah Upah/
HOK Buruh
Kerja orang hari jam/hari HOK
(Rp)
Penyiapan
2 3 4 3 30000 90000
Lahan
Penanama
2 2 4 2 30000 60000
n
Perawatan 1 4 3 1,5 30000 45000
Total 150000

Tabel 39. Rincian Biaya Tetap Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,38 Ha 100.000 38.000

Tabel 40. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-1 Usahatani Kopi Plot 2

Harga
Jumla Harga Akhir Tahun Penyusutan
Keterangan Satuan Awal
h Unit (Rp) Ekonomis (Rp)
(Rp)
Cangkul 2 Buah 55000 25000 10 6000
Pemangkas 1 Buah 75000 30000 10 4500
Sabit 1 Buah 35000 10000 10 5000
Total 15500

Tabel 41. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-1 Plot 2

Harga Per
Keterangan Jumlah Unit Satuan
Satuan
Kopi 0 Kg 5000

TVC = 0 + 150.000
= Rp 150.000
TFC = 38.000 + 25.500
= Rp 53.500
TC = TFC + TVC
= 150.000 + 53.500
45

= Rp 203.500
TR = 0 x 5.000
= Rp 0

Tahun-2
Tabel 42. Biaya Variabel Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Harga Per Unit


Keterangan Total (Rp)
Unit n (Rp)
Pupuk
150 kg 0 0
Kandang
Total 0

Tabel 43. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2

Upah
Tenaga kerja Jumlah Jumlah Jumlah Upah/
HOK Buruh
perempuan orang hari jam/hari HOK
(Rp)
Perawatan 2 4 3 3 30000 90000
Total 90000

Tabel 44. Rincian Biaya Tetap Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,38 Ha 100.000 38.000

Tabel 45. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-2 Usahatani Kopi Plot 2


Jumlah Harga Awal Harga Akhir Tahun Penyusutan
Keterangan Satuan
Unit (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
Cangkul 2 Buah 55000 25000 10 6000
Pemangkas 1 Buah 75000 30000 10 4500
Sabit 1 Buah 35000 10000 10 5000
Total 15500

Tabel 46. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-2 Plot 2

Harga Per
Keterangan Jumlah Unit Satuan
Satuan
Kopi 0 Kg 5000

TVC = 0 + 90.000
46

= Rp 90.000
TFC = 38.000 + 15.500
= Rp 53.500
TC = TFC + TVC
= 90.000 + 53.500
= Rp 143.500
TR = 0 x 5.000
= Rp 0

Tahun-3
Tabel 47. Biaya Variabel Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Harga Per Unit


Keterangan Total (Rp)
Unit n (Rp)
Pupuk
150 kg 0 0
Kandang
Total 0

Tabel 48. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2

Tenaga kerja Jumlah Jumlah Jumlah Upah Buruh


HOK Upah/HOK
laki-laki orang hari jam/hari (Rp)
Perawatan 2 4 3 3 30000 90000
Total 90000

Tabel 49. Rincian Biaya Tetap Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,38 Ha 100.000 38.000

Tabel 50. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-3 Usahatani Kopi Plot 2

Keteranga Jumlah Harga Awal Harga Akhir Tahun Penyusutan


Satuan
n Unit (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
Cangkul 2 Buah 55000 25000 10 6000
Pemangkas 1 Buah 75000 30000 10 4500
Sabit 1 Buah 35000 10000 10 5000
Total 15500

Tabel 51. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-3 Plot 2

Harga Per
Keterangan Jumlah Unit Satuan
Satuan
47

Kopi 0 Kg 5000
TVC = 0 + 90.000
= Rp 90.000
TFC = 38.000 + 15.500
= Rp 53.500
TC = TFC + TVC
= 90.000 + 53.500
= Rp 143.500
TR = 0 x 5.000
= Rp 0

Tahun-4
Tabel 52. Biaya Variabel Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Harga Per Unit


Keterangan Total (Rp)
Unit n (Rp)
Pupuk
150 kg 0 0
Kandang
Total 0

Tabel 53. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2

Upah
Tenaga kerja Jumlah Jumlah Jumlah Upah/
HOK Buruh
laki-laki orang hari jam/hari HOK
(Rp)
Perawatan 2 2 4 2 35000 70000
Pemanenan 1 2 4 1 35000 35000
Total 105000

Tabel 54. Rincian Biaya Tetap Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,38 Ha 100.000 38.000

Tabel 55. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-4 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Harga Awal Harga Akhir Tahun Penyusutan


Keterangan Satuan
Unit (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
Cangkul 2 Buah 55000 25000 10 6000
Pemangkas 1 Buah 75000 30000 10 4500
Sabit 1 Buah 35000 10000 10 5000
Total 15500
48

Tabel 56. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-4 Plot 2

Harga Per
Keterangan Jumlah Unit Satuan
Satuan
Kopi 418 Kg 21000

TVC = 0 + 105.000
= Rp 105.000
TFC = 38.000 + 15.500
= Rp 53.500
TC = TFC + TVC
= 105.000 + 53.500
= Rp 158.500
TR = 418 x 21.000
= Rp 8.778.000

Tahun-5
Tabel 57. Biaya Variabel Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Harga Per Unit


Keterangan Total (Rp)
Unit n (Rp)
Pupuk
150 kg 0 0
Kandang
Total 0

Tabel 58. Rincian Biaya Tenaga Kerja Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2

Upah
Tenaga kerja Jumlah Jumla Jumlah Upah/
HOK Buruh
perempuan orang h hari jam/hari HOK
(Rp)
Perawatan 2 4 3 3 30000 90000
Pemanenan 2 3 3 2,25 30000 67500
15750
Total
0

Tabel 59. Rincian Biaya Tetap Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,38 Ha 100.000 38.000

Tabel 60. Rincian Biaya Penyusutan Tahun-5 Usahatani Kopi Plot 2

Keteranga Jumlah Harga Awal Harga Akhir Tahun Penyusutan


Satuan
n Unit (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
Cangkul 2 Buah 55000 25000 10 6000
49

Pemangkas 1 Buah 75000 30000 10 4500


Sabit 1 Buah 35000 10000 10 5000
Total 15500

Tabel 61. Penerimaan Usahatani Kopi Tahun-5 Plot 2

Harga Per
Keterangan Jumlah Unit Satuan
Satuan
Kopi 418 Kg 21000

TVC = 0 + 157.500
= Rp 157.500
TFC = 38.000 + 15.500
= Rp 53.500
TC = TVC + TFC
= 157.500 + 53.500
= Rp 211.000
TR = 418 x 21.000 = Rp 8.778.000
Tabel 62. Tabulasi Hasil Tahun 1-5 pada Plot 2

Benefit
Discount Pv
Tahun Biaya Revenue Benefit Komulati Pv Revenue
Factor Biaya
f
1 203.500 0 -203.500 -203500 0,93 189.302 0
2 143.500 0 -143.500 -347000 0,87 124.175 0
3 143.500 0 -143.500 -490500 0.80 115.512 0
4 158.500 8.778.000 8.619.500 8.129.000 0,75 118.685 6.572.971
16.696.00
5 211.000 8.778.000 8.567.000 0,70 146.974 6.114.392
0
Total 860.000 2.800.000 16.696.000 694.648 12.687.363

Suku Bunga Bank BRI : 7,50%


NPV = PV Penerimaan – PV Biaya
= 12.687.363 – 694.648
= 11.992.715
Net B/C = PV Penerimaan/PV Biaya
= 12.687.363/694.648
= 18,26
NPV yang dihasilkan dari kegiatan budidaya kopi yang dilakukan
oleh Bapak Trisulo adalah sebesar Rp 325.714 yang berarti usahatani kopi
tersebut akan memberikan keuntungan karena NPV > 0 yaitu sebesar Rp
325.714. Usahatani kopi dilakukan oleh Bapak Trisulo layak untuk
diusahakan karena diperoleh nilai analisa Net B/C > 1 yaitu sebesar 18,26.
50

Ini berarti setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1 mendapatkan


penerimaan sebesar Rp. 18,26.

Jagung
Tabel 63. Rincian Biaya Tetap Usahatani Jagung Plot 2

Jumlah Satua Tahun Musim Tanam


Keterangan
Unit n (Rp) (Rp)
Pajak 0,25 Ha 100.000 25.000

Tabel 64. Rincian Biaya Penyusutan Alat Usahatani Jagung

Biaya
Keteranga Harga Harga Tahun
Jumlah penyusuta
n awal (Rp) akhir (Rp) ekonomi
n (Rp)
Cangkul 1 85.000 20.000 10 6.500
Sabit 1 45.000 5.000 10 4.000
Total Biaya Penyusutan 10.500

Tabel 65. Rincian Biaya Variabel Jagung Plot 2

Uraian Jumlah (kg) Harga/Satuan Total Biaya (Rp)


Benih 3 kg 49000/kg 147.000
Pupuk:
Urea 200 kg 90000/sak 360.000
ZA 100 kg 70000/sak 140.000
Pestisida kimia 2 kg 28000/kg 56.000
Total Biaya Variabel 703.000
Keterangan: 1 sak = 50 kg

Tabel 66. Rincian Biaya Tenaga Kerja Jagung Plot 2

Tenaga Jumlah
Jumlah Jumla Jumla Upah/HOK Total
Kerja Laki- Jam/Har
Orang h Hari h HOK (Rp) Upah
Laki i
Pengolahan
2 1 8 2 35.000 70000
lahan
Total Upah 70000
51

Tabel 67. Penerimaan Usahatani Jagung Plot 2

Luas Jumlah Nilai


Jenis
Tanam Produksi Harga/unit Produksi
Tanaman
(Ha) (kg) (Rp)
Jagung 0,25 700 2.500 1.750.000

TVC = 703.000 + 70.000


= Rp 773.000
TFC = 25.000 + 10.500
= Rp 35.500
TC = TFC + TVC
= 35.500 + 773.000
= Rp 808.500
TR = 700 x 2.500
= Rp 1.750.000
Π = TR -TC
= Rp 1.750.000 – 808.500
= Rp 941.500
R/C ratio = TR / TC
= Rp 1.750.000,00/ Rp 808.500,00
= 2,16
𝑇𝑇 808.500
BEP Rupiah = = = 1.155
𝑇 700
𝑇𝑇 808.500
BEP Unit = = = 323,4
𝑇 2.500

Dari data yang diperoleh, total biaya yang dikeluarkan oleh Bapak
Wibowo dalam budidaya jagung adalah sebesar Rp 808.500 dan
penerimaan yang diperoleh adalah sebesar Rp 1.750.000. Sehingga dari
kegiatan budidaya jagung diperoleh keuntungan sebesar Rp 941.500 dan
hasil perhitungan analisis R/C Ratio yaitu sebesar 2,16. Hail R/C ratio
tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung layak diusahakan dan
setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp. 2,16.

Plot 3. Tanaman Semusim


Penggunaan lahan pada plot 3 adalah lahan tanaman semusim yang
ditanami tanaman kol. Narasumber pada plot ini adalah Bapak Juari. Kol
ditanam secara monokultur pada lahan sewaan seluas 0,5 ha. Bapak Juari
menggunakan bibit yang dibuat sendiri sehingga Bapak Juari tidak
membeli bibit dari luar. Namun, Bapak Juari tidak membuat sendiri
pupuknya, melainkan membeli di toko pertanian. Pupuk yang digunakan
52

adalah pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, KCl, dan NPK. Modal
yang digunakan Bapak Juari dalam kegiatan budidaya adalah modal
sendiri dan hasil budidaya Bapak Juari tidak ada yang dimanfaatkan untuk
kebutuhan konsumsi karena karena semua hasil panen langsung kepada
tengkulak.
Berikut tabel pengeluaran dan pendapatan usahatani untuk menganalisis
kelayakan usahatani:

Tabel 68. Rincian Biaya Variabel Plot 3

Input Unit Harga/unit Jumlah Biaya


Benih 60 bungkus 18.500/bungkus 1.110.000
Pupuk:
Urea 5 karung 105.000/karung 525.000
Ponska 2 karung 125.000/karung 250.000
KCl 5 karung 350.000/karung 1.750.000
NPK 1 karung 480.000/karung 480.000
Pupuk Kandang 1 karung 480.000/karung 480.000
Pestisida Kimia 2 botol 125.000/botol 250.000
Total Biaya 4.845.000
Keterangan: 1 karung = 50kg

Tabel 69. Rincian Biaya Tenaga Kerja Plot 3

Tenaga Jumla Jumlah


Jumla Upah Buruh
kerja laki- h jam/har HOK Upah/HOK
h hari (Rp)
laki orang i
Penyiapan
2 1 3 0,75 35000 26250
Lahan
Penanama
1 3 3 1,125 35000 39375
n
Pemanena
1 2 3 0,75 35000 26250
n
Total Biaya 91875

Tabel 70. Rincian Biaya Tetap Plot 3

Jumlah Tahun Musim Tanam


Keterangan Unit Satuan (Rp) (Rp)
Sewa lahan 0,5 Ha 3000000 500000

Tabel 71. Rincian Biaya Penyusutan Alat Plot 3


53

Jumlah Harga Awal Harga Akhir Tahun Penyusutan


Keterangan Satuan
Unit (Rp) (Rp) Ekonomis (Rp)
Cangkul 2 Buah 45000 10000 10 7000
Sabit 1 Buah 24000 5000 10 3800
Total Biaya 10800

Tabel 72. Penerimaan Plot 3

Nilai
Jenis Luas Jumlah
Harga/Unit Produksi
Tanaman Lahan (ha) Produksi (kg)
(Rp)
Rp20.000.00
Kubis 0,5 10.000 Rp 2.000 /kg
0

TVC = 4.845.000 + 91.875


= Rp 4.936.875
TFC = Rp 500.000 + 10.800
= Rp 510.800
TC = TFC + TVC
= 4.936.875 + 510.800
= Rp 5.447.675
TR =PxQ
= 10.000 x 2.000
= Rp 20.000.000
Π = TR -TC
= Rp 20.000.000 – 5.447.675
= Rp 14.552.325
R/C Ratio = TR/TC
= 20.000.000/5.447.675
= 3,67
𝑇𝑇 5.447.675
BEP Rupiah = = = 544,76
𝑇 10.000
𝑇𝑇 5.447.675
BEP Unit = = = 2.723,8
𝑇 2.000
Berdasarkan data yang telah diperoleh, total biaya yang dikeluarkan
oleh Bapak Juari dalam kegiatan budidaya adalah sebesar Rp 5.447.675
dan hasil penerimaan yang diterima adalah sebesar Rp 20.000.000. Dari
hasil penerimaan dan biaya yang dikeluarkan maka Bapak Juari
mendapatkan keuntungan yaitu sebesar Rp 14.552.325. Hasil perhitungan
analisis R/C Ratio terhadap usahatani kol yang dilakukan oleh Bapak Juari,
didapat hasil sebesar 3,67. Ini berarti setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan
akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 3,67. Hasil R/C Ratio tersebut
menunjukkan bahwa usahatani kol yang dilakukan Bapak Juari layak
untuk diusahakan karena memenuhi ketentuan kelayakan usahatani yaitu
54

R/C Ratio >1. Dengan perhitungan BEP, didapatkan hasil BEP unit dan
BEP rupiah. BEP rupiah diperoleh hasil 544,76 yang artinya titik impas
untuk harga komoditas kol adalah Rp 544,76. BEP unit diperoleh sebesar
2.723,8 yang artinya pada jumlah 2.723,8 kg telah mencapai titik impas
untuk 1 musim tanam.

Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman


Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Wibowo, jenis
komoditas yang dibudidayakan adalah jagung yang ditanam secara
monokultur. Budidaya jagung Bapak Wibowo menggunakan lahan sawah
sewaan seluas 0,5 ha. Bibit yang digunakan Bapak Wibowo merupakan
bibit yang dibuat sendiri. Bapak Wibowo juga membuat sendiri sebagian
pupuk yang digunakan dalam budidaya seperti pupuk kandang yang
berasal dari kotoran ternak kambing yang dipelihara Bapak Wibowo.
Dalam kegiatan budidaya, Bapak Wibowo menggunakan biaya yang
berasal dari diri sendiri dan hasil budidaya Bapak Wibowo dimanfaatkan
untuk kebutuhan konsumsi.
Berikut tabel pengeluaran dan pendapatan usahatani untuk menganalisis
kelayakan usahatani.

Tabel 73. Rincian Biaya Variabel Plot 4

Jumlah Harga Per


No. Uraian Biaya (Rp)
(Unit) Satuan (Rp)
1. Bibit 8 bungkus 75.000 600.000
2. Pupuk Urea 5 karung 105.000 525.000
3. Pupuk SP-36 1 karung 110.000 110.000
4. Pupuk ZA 1 karung 90.000 90.000
5. Pestisida Kimia 2 kg 30.000 60.000
Total 1.385.000

Tabel 74. Rincian Biaya Tenaga Kerja Plot 4

Jumlah Jumla Jumlah Upah/ Total


No. Keterangan HOK
Orang h Hari Jam/Hari HOK (Rp)
Tenaga kerja laki-laki
55

Pengolahan
1. 2 1 8 2 35.000 70.000
Lahan
2. Penanaman 1 1 8 1 35.000 35.000
3. Panen 2 1 8 2 35.000 70.000
Total 175.000

Tabel 75. Rincian Biaya Tetap Plot 4

Jumlah
No. Uraian Harga (Rp) Biaya (Rp)
(unit)
1. Sewa lahan 5.000 m2 3.500.000 583.333
Total 583.333

Tabel 76. Rincian Biaya Penyusutan Alat Plot 4

Jumla Harga Awal Harga Akhir Umur Biaya


No. Uraian h Per Unit Per Unit Ekonomis Penyusuta
(unit) (Rp) (Rp) (tahun) n
Cangku
1. 2 85.000 10.000 10 15.000
l
2. Sabit 3 45.000 5.000 10 8.000
Total 23.000

Tabel 77. Penerimaan Plot 4

Jumlah Harga per


No. Keterangan Satuan
(unit) Satuan
1. Jagung 2.400 kg 2.000
Total 4.800.000

TVC = 1.385.000 + 175.000


= Rp 1.560.000
TFC = Rp 583.333 + 23.000
= Rp 606.333
TC = TFC + TVC
= 606.333 + 1.560.000
= Rp 2.166.333
TR = 2.400 x 2.000
= Rp 4.800.000
Π = TR -TC
= Rp 4.800.000 – 2.166.333
= Rp 2.633.667
R/C Ratio = TR/TC
= 4.800.000/2.166.333
= 2,21
56

𝑇𝑇 2.166.333
BEP Rupiah = = = 902,63
𝑇 2.400
𝑇𝑇 2.166.333
BEP Unit = = = 1.083,1
𝑇 2.000

Berdasarkan data diatas, diperoleh hasil perhitungan total biaya yang


dikeluarkan oleh Bapak Wibowo dalam budidaya jagung adalah sebesar
Rp 2.166.333 dan penerimaan yang diperoleh adalah sebesar Rp
4.800.000. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa Bapak Wibowo
mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.633.667 dan hasil perhitungan
analisis R/C Ratio terhadap usahatani jagung yaitu sebesar 2,21 Artinya
setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp. 2,21. Hasil R/C ratio ini menunjukkan bahwa usahatani jagung
layak untuk diusahakan karena telah melebihi memiliki nilai R/C Ratio >1.
Melalui perhitungan BEP, didapatkan hasil BEP rupiah sebesar 902,63
yang artinya titik impas untuk harga komoditas kol adalah Rp 902,63. BEP
unit diperoleh sebesar 1.083,1 yang artinya pada jumlah 1.083,1 kg telah
mencapai titik impas untuk 1 musim tanam.

2. Ecologically Sound
Plot 1. Hutan Produksi
a. Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan
landscape.
Pak Suwono adalah petani yang menggarap lahan tegal dan
hutan. Lahan yang dimiliki berupaka hutan produksi seluas 0,5 ha
dengan sistem bagi hasil dengan pihak PERHUTANI yang digunakan
untuk budidaya kopi dan pinus. Kerjasama antar PERHUTANI dan
petani memiliki beberapa keuntungan dari segi ekologi, salah satunya
bertujuan untuk menjaga lingkungan, dengan menjaga pohon-pohon
di arean hutan tersebut agar tidak ditebang. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga biodiversitas yang ada di lahan hutan milik Pak Suwono
masih beragam dan terjaga sehingga baik hewan, tumbuhan dan
organisme tanah serta manusia juga mendapatkan manfaatnya
khususnya dalam kegiatan budidaya pertanian
b. Sistem pertanian berorientasi ramah lingkungan dan biodiversitas.
Dalam kegiatan usahataninya, Pak Suwono menggunakan dua
jenis pupuk yaitu organik dan sintetis. Selain itu, penggunaan
pestisida kimia juga masih dilakukan. Pada dasarnya, pak Suwono
telah mengerti pentingnya menggunakan pupuk organik untuk
menjaga kondisi lingkungan. Sedangkan penggunaan pestisida
sintetis jarang dilakukan karena minimnya serangan hama. Minimnya
serangan hama ini tentu dipengaruhi oleh keanekaragaman
biodiversitas yang ada. Adapun penggunaan pestisida selalu
57

berdasarkan pengamatan dan sesuai dosis yang dianjurkan sehingga


residu dari penggunaan bahan sintetis dapat diminimalkan. Euis
Amalia (2016) medapati pestisida berlebihan berdampak pada
rawannya komoditi tersebut terhadap residu pestisida.
c. Pelestarian sumberdaya alam oleh masyarakat
Salah satu bentuk pelestarian yang dilakukan ialah dengan
melakukan kerjasama antar pihak PERHUTANI dengan petani.
Adapun kerjasama yang dilakukan ialah sistem bagi hasil yang
memberi manfaat berupa kesempatan melakukan budidaya dan
menjadi sumber penghasilan bagi petani. Usaha kerjasama ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat
sekaligus menjaga keanekaragaman biodiversitas di hutan. Perjanjian
serta kerjasama antara PERHUTANI dan Pak Suwono atau petani
lainnya membuat mitra juga turut menjaga lingkungan sebagaimana
yang telah ditetapkan oleh PERHUTANI.
d. Meminimalisasi resiko-resiko alamiah yang mungkin terjadi di lapang
Resiko alamiah yang dapat terjadi pada hutan produksi salah
satunya tanah longsor, turunnya biodiversitas, terhambatnya
penyerapan air. Dengan upaya menjaga pohon-pohon yang berada di
lahan garapan agar tidak ditebang atau dialih-fungsikan tentunya
kerjasama tersebut dapat meminimalisasi resiko alamiah seperti tanah
longsor, pengurangan biodiversitas, dan dampak lainnya yang dapat
merugikan petani dan lingkungan sekitar. Fungsi dari penanaman
pohon ialah untuk menyerap air dan menahan terjadinya run-off.
Plot 2. Agroforestri
a. Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan
landscape.
Dalam budidaya pertanian yang dilakukan oleh Pak Trisulo di
lahan agroferesti seluas 0,3 ha yang ditananami berbagai macam
komoditas pertanian, seperti waru, kopi, pisang, dan durian sehingga
menambah keanekaragaman hayati didalamnya. Pada lahan
agroforestri (tegal) mengingat jumlah keanekaragaman yang tinggi
yakni berupa lima komoditas tanaman. Banyaknya keanekaragaman
yang ada di lahan agroforestri tentunya menghasilkan dampak yang
baik bagi lingkungan, salah satunya ialah tingginya keanekaragaman
biodiversitas.Jika dibandingakan dengan lahan monokultur, kondisi
lahan agrofirestri di Desa tulungrejo masih terbilang cukup baik
karena belum tercemar oleh pabrik-pabrik maupun pengalih fungsian
lahan non pertanian.
b. Sistem pertanian berorientasi pada ramah lingkungan dan
biodiversitas.
58

Dilihat dari sisi ekologi, dalam penggunaan pupuk, Pak


Trisulo menggunakan pupuk organik dan pupuk sintetis. Tetapi Pak
Trisulo lebih banyak menggunakan pupuk organik. Alasan
penggunaan pupuk organik sendiri dinilai lebih ramah lingkungan
karena tidak merusak tanah. Sesuai dengan Adiyaningsih (2009)
Menurunnya kadar bahan organik tanah merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Namun demikian memang dalam
usahataninya pak Trisulo juga masih menggunakan bahan sintetis
walapun hanya digunakan untuk merangsang tanaman agar cepat
berbuah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam usahatani Pak
Trisulo masih belum berorientasi pada ramah lingkungan karena
masih digunakannya bahan sintetis didalam usahataninya meskipun
dalam jumlah yang relatif kecil.
c. Pelestarian sumberdaya alam oleh masyarakat
Salah satu bentuk pelestarian yang dilakukan ialah dengan
mempelajari manfaat dari biodiversitas yang ada. Salah satunya ialah
mengetahui manfaat pupuk kandang yang digunakan untuk
meningkatkan kesuburan tanahnya. Selain itu, petani juga
menggunakan tanaman naungan (pinus) untuk menaungi tanaman
kopi. Alasan penggunaan pupuk kandang sendiri dinilai lebih ramah
lingkungan karena tidak merusak tanah. Adiyaningsih (2009)
Menurunnya kadar bahan organik tanah merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi.
d. Meminimalisasi resiko-resiko alamiah yang mungkin terjadi di lapang
Dalam melakukan usahatani, pak Trisulo mengupayakan
untuk mengurangi penggunaan bahan sintetis megingat dampaknya
yang kurang baik bagi lingkungan. Salah satunya ialah penggunaan
pupuk yang tidak 100% berbahan sintetis menunjukan upaya untuk
meminimalisir resiko dari penggunaan bahan kimia. Sesuai dengan
Ardiyaningsih (2009) yang menjelaskan bahwa usaha pertanian
dengan mengandalkan bahan kimia seperti pupuk anorganik dan
pestisida kimiawi yang telah banyak dilakukan pada masa lalu dan
berlanjut hingga ke masa sekarang telah banyak menimbulkan
dampak negatif yang merugikan.

Plot 3. Tanaman Semusim


a. Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan
landscape.
59

Pada plot tanaman semusim. Pak Juari membudidayakan


kubis untuk usahataninya. Budidaya kubis yang ditekuninya
menggunakan sistem monokultur. Sehingga, keanekaragaman
biodiversitas yang ada dilahan budidaya menjadi rendah. Melihat
kondisi yang ada, sebagai upaya peningkatan keanekaragaman di
lahan, kondisi tersebut dapat diupayakan dengan cara menggunakan
sistem tumpang sari. Tumpangsari sendiri bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan. Tidak hanya itu,
tumpangsari juga bertujuan untuk memperoleh hasil produksi yang
optimal, dan menjaga kesuburan tanah. Tumpangsari sendiri
merupakan bentuk pola tanam yang membudidayakan lebih dari
satujenis tanaman dalam satuan waktu tertentu. (Surtinah et al, 2015)
b. Sistem pertanian berorientasi pada ramah lingkungan dan
biodiversitas.
Usahatani yang dilakukan oleh Pak Juari menggunakan
kombinasi pupuk organik dan pupuk sintetis. Dalam melakukan
budidaya kubis, pupuk sintetis cenderung mendominasi dalam
pengaplikasiannya. Hal ini ditunjukan dengan pemberian kotoran
ternak mentah tanpa melakukan pengolahan dalam jumlah yang
sedikit. Jika ditinjau dari pola tanam, pola tanam monokultur tentunya
memiliki ragam biodiversitas yang rendah jika dibandingkan dengan
pola tanam polikultur/tumpangsari yang memiliki keanekaragaman
biodiversitas lebih tinggi.
Selain itu, ditinjau dari penggunaan input (pupuk & pestisida).
Usahatani yang dilakukan belum bisa dikatakan ramah lingkungan.
Hal ini ditunjukan dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang
masih didominasi penggunaan bahan sintetis. Penggunaan pupuk dan
pestisida juga sangat intensif khususnya pada awal tanam dan sebagai
langkah preventif yang dilakukan seminggu sekali. Namun demikian,
pak Juari bukannya tidak mengerti akan bahaya penggunaan bahan
sintetis dalam usahatani yang dilakukan. Namun demikian, hal ini
dilakukan karena dinilai lebih efektif dan memiliki hasil yang lebih
optimal
c. Pelestarian sumberdaya alam oleh masyarakat
Pada usahatani milik pak Juari dapat dilihat bahwa belum ada
upaya pelestarian yang dilakukan. Hal ini didasari oleh
perlakuan/penggunaan pestisida yang dilakukan setiap seminggu
sekali sebagai upaya/tindakan preventif. Tindakan tersebut dapat
menimbulkan terjadinya resistensi hama dan membunuh musuh alami
yang ada.
d. Meminimalisasi resiko-resiko alamiah yang mungkin terjadi di lapang
60

Sebagai upaya untuk meminimalisir resiko usahatani. Pak


Juari melakukan seleksi pada benih/bibit yang akan ditanam. Seleksi
benih dilakukan dengan cara merendam benih dengan air. Benih yang
baik akan tenggelem sementara yang buruk akan tengelam Bahkan
dalam budidaya kubis benih yang digunakan merupakan benih hasil
olahan beliau. Pada proses pemanenan kubis, tanaman yang siap
panen langsung diambil kemudian dijual kepada tengkulak dengan
harga Rp 2000,-/kg. Setelah melakukan proses panen. Lahan tanam
langsung dibersihkan kemudian dilakukan pengolahan sebelum
digunaka untuk tanam selanjutnya. Hal tersebut dapat meminimalkan
resiko pertumbuhan rumput di area lahan miliknya.
Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman
a. Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan
landscape.
Pada plot tanaman semusim dan pemukiman. Terdapat lahan
budidaya terletak berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Lahan
ini dimanfaatkan untuk budidaya jagung manis. Adalah pak Wibowo
yang merupakan pemilik lahan seluas 0,5 ha itu. Budidaya jagung
manis yang ditekuninya menggunakan sistem monokultur. Budidaya
dengan sistem monokultur merupakan budidaya tanaman dengan
hanya menggunakan satu jenis tanaman atau tanpa menggunakan
jenis-jwnis tanaman lain. Seperti halnya dengan lahan monokultur
sebelumnya. Penanaman dengan sistem monokultur rentan kaitanya
dengan serangan hama dana penyakit (Winarto, 2003). Berkaitan
dengan keanekaragaman biodiversitas yang ada dilahan budidaya
monokultur tentunya menjadi rendah jika dibanding budidaya dengan
sistem tumpansari. Adapun beberapa biodiversitas yang ada ialah
tanam budidaya (jagung) lalu ada beberapa pepohonan yang berada di
pingiran pematang sawah. Melihat kondisi yang ada, sebagai upaya
peningkatan keanekaragaman di lahan, kondisi tersebut dapat
diupayakan dengan cara menggunakan sistem tumpang sari
b. Sistem pertanian berorientasi pada ramah lingkungan dan
biodiversitas.
Dalam kegiatan usahataninya, Pak Wibowo menggunakan
kombinasi pupuk organic dan pupuk sintetis. Hal ini dilakukan untuk
menekan biaya penggunaan input pertanian. Menyadari pentingnya
penggunaan bahan (input) sintetis, pak Wibowo juga telah
menemukan forumla pestisida organik yang berasal dari kotoran-
kotoran hewan ternak. Jika dilihat secara keseluruhan memang
usahatani milik pak Wibowo belum bisa dikatakan ramah lingkungan.
Namun demikian upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
61

penggunaan bahan sintetis patut dijadikan contoh bagi petani yang


masih mengandalkan bahan sintetis dalam melakukan budidayanya.
c. Pelestarian sumberdaya alam oleh masyarakat
Upaya pelestarian yang dilakukan ialah melakukan
pencegahan hama dengan cara menggunakan pestisida berdasarkan
pengamatan kondisi lahan. Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya resistensi hama dan membunuh musuh alami yang ada.
Dampak resistensi OPT terhadap pestisida secara ekonomi dan sosial
sangat besar. Dampak tersebut menjadikan petani harus mengeluarkan
biaya pengendalian lebih besar, karena mereka terpaksa menggunakan
dosis yang lebih tinggi atau membeli pestisida baru yang lebih mahal
d. Meminimalisasi resiko-resiko alamiah yang mungkin terjadi di lapang
Sebagai upaya mengantisipasi resiko-resiko yang dapat
terjadi. Pak Wibowo menerapkan beberapa tindakan preventif seperti
pensortiran benih yang akan ditanam. Seleksi benih dilakukan dengan
cara merendam benih dengan air. Benih yang baik akan tenggelem
sementara yang buruk akan tengelam. Dalam melakukan budidaya,
beliau juga mengaplikasikan benih dari kreatifitas sendiri. Dari segi
perawatan, penggunaan pupuk berjalan silih berganti mulai organic
sampai dengan sintetis. Hal inilah yang menjadikan pertanian pak
Wibowo dinilai belum ramah lingkungan. Penggunaan bahan sintetis
memang belum bisa dihindari lantaran adanya ketergantungan dari
bahan sintetis itu sediri. Pada proses panen, jagung manis yang siap
panen langsung diambil dan dilakukan proses sortasi kemudian dijual
kepada tengkulak dengan harga Rp 2000,-/kg. Setelah melakukan
proses panen. Lahan tanam langsung dibersihkan kemudian dilakukan
pengolahan sebelum digunaka untuk tanam selanjutnya.

3. Socially Just
Indikator keberhasilan pertanian dengan menggunakan asas keadilan
atau Socially just dapat meliputi beberapa kategori. Adapaun indikator
keberhasilan pertanian menggunakan asas keadilan dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Kebutuhan Dasar Sebagai Pengelola Pertanian
a. Penggunaan fungsi lahan pertanian
Penggunaan lahan-lahan yang ada di desa Tulungrejo terbagi menjadi
beberapa bagian. Diantaranya hutan produksi milik PERHUTANI dan
lahan sawah atau tegalan milik masyarakat. Pada hutan produksi
didominasi tanaman-tanaman tahunan seperti kopi dan pinus.
Pengelolaannya bekerjasama dengan masyarakat. Hutan produksi dan plot
agroforestri menggunakan pola tanam tumpangsari yang mana pola tanam
tersebut memberikan banyak keuntungan diantaranya efektifitas lahan
serta peningkatan biodiversitas lahan.
62

Adapun kondisi tersebut berbanding terbalik dengan lahan milik


masyarakat yang ada. Lahan milik masyarakat umumnya dikelola
menggunakan sistem tanam monokultur yang mana sistem tanam tersebut
memiliki kekurangan berupa tingginya potensi serangan penyakit dan
hama tanaman. Pada lahan masyarakat, umumnya didominasi oleh
tanaman-tanaman semusim seperti jagung manis dan kembang kol. Untuk
budidaya tanaman seperti padi hanya dilakukan setahun sekali, tepatnya
pada musim hujan.
b. Keanekaragaman, kepemilikan dan pelestarian keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati yang terlihat pada bentang lahan dapat dikatakan
sudah beragam, pengelolaan hutan produksi, agroforestri, tanaman
semusim sudah baik jika dilihat secara keseluruhan. Akan tetapi apabila
dilihat pada skala plot keragaman hayati hanya berkisar satu atau dua jenis
spesies atau dapat dikatakan kurang beragam. Minimnya keragaman jenis
spesies tersebut, salah satunya dapat disebabkan oleh pemanfaatan yang
bersifat eksploitasi secara berlebih. Sesuai Charlie Heatubun (2016) yang
menyatakan bahwa turunnya keanekaragaman hayati disebabkan oleh
pemanfaatan berlebihan seperti konversi habitat/areal lahan
keanekaragaman hayati menjadi industry atau pemukiman.
Sebagai contoh ialah pada lahan pertanian semusim yang seluruhnya
menggunakan bahan sintetis yang tentunya memiliki dampak yang kurang
baik bagi lingkungan sekitar. Dengan masih adanya pemanfaatan bahan
sintetis pada pengelolaan pertanian maka dapat disimpulkan pertanian
tersebut belum ramah lingkungan. Memang jika dilihat kondisi saat ini,
ketergantungan lahan pada bahan sisntetis juga tidak mudah untuk
dihilangkan namun demikian jika dipertahankan justru dapat merusak
lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh plot agroforestri dan hutan
produksi, dengan meningkatkan keanekaragaman jenis tanaman maka
kondisi lahan akan lebih membaik, upaya penggunaan pupuk organic dan
pestisida organic tentunya dapat mendukung upaya perbaikan lahan agar
tidak terus menerus bergantung pada penggunaan bahan sintetis.
c. Pemuliaan dan Pengembangan
Pemuliaaan atau kegiatan yang dilakukan petani untuk menjadikan
kegiatan pertaniannya lebih bermutu tidak diterapkan oleh beberapa petani
di desa Tulungrejo. Sebagai contoh ialah pada petani tanaman semusim.
Hal ini dikarenakan orientasi petani terhadap hasil dan menganggap
semakin banyaknya bahan sintetis yang diberikan maka hasil yang didapat
juga akan banyak. Namun demikian, tidak semua petani terpaku hanya
pada penggunaan bahan-bahan sintetis. Beberapa petani juga
menggunakan bahan alami setempat khususnya kotoran hewan sebagai
pupuk dan pestisida.
Penggunaan media alami atau organic tersebut memang diperlukan
mengingat dampak negative yang ditimbulkan dari penggunaan bahan
sintetis yang terus menerus. Sebagai contoh ialah pak Wibowo yang
menggunakan kotoran hewan sebagai pupuk kandang melalui proses
63

fermentasi. Adapun prosedur pembuatannya ialah menggunakan kotoran


hewan dan seresah seresah organic lainnya yang kemudian melalui proses
penggilingan (homogenisasi) dapat menghasilkan pupuk mentah. Tidak
berhenti disitu, upaya selanjutnya ialah melakukan fermentasi dengan
menggunakan carian EM4 lalu ditutup rapat selama dua minggu hingga
bisa digunakan atau diaplikasikan pada lahan. Selain digunakan sebagai
pupuk, kotoran hewan ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
alami bagi tanaman budidayanya. Adapun pengaplikasian pestisida sangat
cocok untuk tanaman sayur-sayuran. Walau demikian, pak Wibowo juga
tetap mencampurkan beberapa bahan sintetis sebagai bahan pestisidanya.
d. Saling menukar & menjual benih di masyarakat
Pada desa Tulungrejo tidak ditemukan adanya kegiatan barter pada
lokasi survei khususnya untuk penyediaan benih. Benih yang digunakan
untuk budidaya selanjutnya biasanya diperoleh dari sisa tanaman
sebelumnya. Untuk memenuhi kebutuhan benih, petani lebih memilih
untuk membeli benih pada ruko pertanian.
e. Memperoleh informasi pasar
Perolehan informasi pasar mengenai harga komoditi, diperoleh
petani melalui tengkulak ketika akan menjual hasil panennya. Namun
demikian, para petani cenderung lebih mudah “dipermainkan” oleh
tengkulak terkait kesepakatan harga yang dicapai. Hal ini dikarenakan
petani tidak mendapat informasi terkait kondisi/kebutuhan pasar.
2. Memiliki karakteristik humanistic
Memiliki karakteristik humanistic yang berarti adanya perhatian khusus
mengenai kehidupan hewan, tumbuhan, serta manusia. Memiliki
karakteristik humanistic yang berarti adanya perhatian khusus mengenai
kehidupan hewan, tumbuhan, serta manusia. Pada pelaksanaannya,
perhatian terhadap ketiga elemen tersebut memang masih jarang diteemui
sebagaimana penggunaan pestisida atau pupuk sintetis yang masih sering
diaplikasikan. Akan tetapi upaya untuk memperbaiki juga terus dilakukan.
Seperti pada plot agroforestri dan hutan produksi yang memanfaatkan
seresah tanaman kopi dengan tujuan mempengaruhi kelueluasaan
pertumbuhan akar sehingga terbentuk pori-pori biota tanah untuk tumbuh.
Dengan adanya upaya tersebut maka dapat dilihat bahwa ada interaksi
humanistic antara mahkluk hidup satu dengan yang lainnya.
3. Martabat dasar semua mahluk hidup dihormati
Pemanfaatan sumberdaya alam juga harus diimbangi dengan upaya
perawatannya. Seperti halnya suautu hubungan timbal balik, Lahan yang
terus dieksploitasi tentu juga butuh untuk diberikan timbal balik. Sebagai
contoh ialah pemberian bahan organic pada lahan yang dimanfaatkan yang
mana tindakan ini bertujuan untuk merawat lahan tersebut. Hal ini
berbanding terblik jika kita terus menerus menggunakan bahan sintetis
yang kemudian akan merusak kemampuan daripada lahan itu sendiri.
64

Tidak hanya lahan, keanekaragaman biodiversitas juga harus dijaga.


Sebagai contoh ialah melakukan sterilisasi hama berdasarkan pengamatan.
Seperti misalnya terjadi serangan hama pada tanaman jagung, tindakan
yang dilakukan oleh petani tidak langsung memberikan proteksi berupa
penyemprotan pestisida. Melainkan melakukan pengmatan terlebih dahulu
terkait tingkat serangan yang didapat. Apabila belum menyentuh ambang
batas ekonomi (merugikan) maka perlakuannya tidak langsung
menggunakan pestisida. Sebagaiman yang kita ketahui bersama jika
penggunaan pestisida sintetis dapat memberikan dampak yang kurang baik
bagi lingkungan. Pemanfaatan pestisida sintetis yang tidak sesuai dosis
dan pengamatan tentunya dapat menimbulkan resistensi terhadap hama
yang ada. Selain itu penggunaan pestisida sintetis secara masal dapat
membunuh musuh alami yang ada pada lahan sehingga kondisi lahan akan
semakin memburuk. Selaras dengan pernyataan tersebut,Maryeke
Moninga (2012) menjelaskan bahwa penggunaan pestisida yang
berlebihan telah banyak membunuh musuh-musuh alami sehingga
memungkinkan hama-hama serangga dapat berkembang tanpa kendali dan
mengakibatkanterjadinya ledakan-ledakan populasi hama yang sangat
merusak tanaman pertanian Maka dari itu, pemanfaatan sumberdaya alam
harus sesuai dengan upaya perawatannya.

4. Culturally Acceptable
1) Selaras atau sesuai dengan sistem budaya yang berlaku
Kegiatan budidaya pada dasarnya memiliki cara-cara tertentu
untuk mencapai hasil yang memuaskan. Antusiasme masyarakat akan
kebudayaan yang ada juga masih tinggi. Hal ini dilihat dari beberapa
kebudayaan yang ada terkait kegiatan bertani. Masyarakat desa
Tulungrejo masih menjaga nilai budaya yang ada didaerahnya dimana
hal ini didasari oleh kebiasaan dan bentuk rasa syukur masyarakat
terhadap apa yang diperolehnya juga harus memberi dampak bagi
lingkungan sekitarnya. Masyarakat desa umumnya selalu membagi
hasil pertanian yang didapat dalam bentuk syukuran bersama saat
masa panen tiba atau secara mandiri membagikan sebagian hasil
panen kepada tetangga-tetangganya. Tidak hanya itu, mashyarakat
juga masih menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan
budidaya. Tanda alam tersebut biasa disebut dengan “Pranoto
Mangsa” dimana aktivitas tersebut merupakan aktivitas untuk
membaca tanda-tanda alam yang muncul. Kebudayaan yang ada pada
setiap plot umumnya sama antara satu dan yang lain. Hal ini
dimungkinkan mengingat masyarakat (petani) berada dalam satu
domisili wilayah yang sama.
65

2) Hubungan serta institusi yang ada mampu menggabungkan nilai-nilai


kemanusiaan
Dikutip dari KBBI Institusi merupakan lembaga yang disusun
berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan seperti perkumpulan,
paguyuban, organisasi sosial. Kelompok tani merupakan salah satu
lembaga yang memilki peran untuk menggabungkan nilai
kemanusiaan. Pada desa Tulungrejo, terdapat kelompok tani yang
memfasilitasi masyarakat (petani). Namun demikian peranan dari
kelompok tani desa Tulungrejo kurang berjalan sehingga peranan
tersebut kurang dapat dimanfaatkan.
Selain kelompok tani, terdapat lembaga PERHUTANI yang
merupakan pengelola hutan produksi dan agroforestri. Dalam
pengelolaannya, PERHUTANI melibatkan masyrakat. Kerjasama
tersebut berupa bagi hasil dari pihak petani dan PERHUTANI.
Adanya kerjasama dengan PERHUTANI memberikan manfaat
berkaitan dengan perawatan kondisi hutan. Dengan adanya kerjasama
ini masyarakat (petani) diikut sertakan untuk merawat hutan dan
lingkungannya dengan bentuk imbal balik berupa izin untuk
memanfaatkan lahan yang ada dan menjadikannya sebagai sumber
mata pendapatan bagi bagi petani.
3) Fleksibel atau luwes
Seiring berjalannya waktu, modernisasi industri terus
berkembang. Tak terkecuali industri pertanian yang terus
menunjukkan perkembangan. Pada desa Tulungrejo, pemanfaatan
teknologi belum seutuhnya diterapkan. Hal ini disebabkan karena
minimnya pengetahuan terkait perkembangan serta keterbatasan
modal/akses untuk mengaplikasikan. Sebagai contoh ialah
keberadaan kelompok tani yang belum memberikan andil besar
terhadap perkembangan & penerapan teknologi dalam budidaya ini.
Hal ini merupakan efek daripada kurang aktifnya kegiatan kelompok
tani yang ada. Pentingnya peran kelompok tani dalam kegiatan
pertanian juga di dukung oleh pernyataan Daniel Matnari, kelompok
tani terhadap peningkatan produksi, motivasi petani serta efektivitas
penerimaan bantuan sarana produksi dari kelompok tani kepada
anggota kelompok tani.

BAB 4 PEMBAHASAN UMUM


66

4.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan


Tabel 78. Indikator Keberhasilan Sistem Pertanian di Setiap Plot

Indikator
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Keberhasilan
Produksi B B A B
Air C C C C
Karbon A B D D
Arthropoda C C C C
dan penyakit
Gulma C C C C
Keterangan : (D) Kurang, (C) Sedang, (B) Baik, (A)Sangat baik

a. Indikator keberhasilan produksi


Apabila ditinjau dari indikator economically viable, maka plot 3
semusim termasuk dalam kategori sangat baik karena diperoleh nilai B/C
Ratio sebesar 3,67, kemudian untuk plot 4 semusim dan pemukiman
termasuk dalam kondisi baik dengan nilai R/C Ratio sebesar 2,21. Pada
plot 2 termasuk dalam kategori baik karena diperoleh nilai R/C Ratio
sebesar 2,16. Sedangkan pada plot 1 hutan produksi termasuk dalam
kategori baik karena diperoleh nilai R/C Ratio sebesar 1,191 . Hasil analisis
kelayakan usaha menunjukkan bahwa semua usahatani yang dijalankan
sudah layak dan berkelanjutan karena memiliki R/C Ratio dan B/C Ratio
yang lebih dari 1.
Apabila ditinjau dari indikator ecologically sound, maka pada plot 1
hutan produksi termasuk kedalam kategori baik karena dilakukan kerjasama
antar PERHUTANI dan petani yang memiliki beberapa keuntungan dari
segi ekologi, salah satunya bertujuan untuk menjaga lingkungan, dengan
menjaga pohon-pohon di arean hutan tersebut agar tidak ditebang.
Sedangkan pada plot 2 agroforestri juga memiliki biodiversitas yang cukup
tinggi serta memperhatikan faktor lingkungan dengan penggunaan pupuk
organik sebab dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak merusak tanah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Suntoro (2007), bahwa pupuk organik
tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan
menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman
dan hasilnya, serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.
Sehingga pada plot 2 agroforestri termasuk kategorikan baik. Pada plot 4
semusim dan pemukiman dengan sistem monokultur menyebabkan
biodiversitas rendah dan masih menggunakan pupuk anorganik dan
pestisida kimia namun terdapat upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisir penggunaan bahan sintetis contohnya dengan menemukan
forumula pestisida organik yang berasal dari kotoran-kotoran hewan ternak
67

Sehingga termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan pada plot 3 semusim


termasuk kedalam kategori kurang karena penerapan sistem monokultur dan
penggunaan pupuk dan pestisida juga sangat intensif khususnya pada awal
tanam dan sebagai langkah preventif yang dilakukan seminggu sekali.
Apabila ditinjau dari indikator socially just, maka yang paling baik
yaitu pada plot 1 hutan produksi dan plot 2 agroforestri karena sistem yang
diterapkan sudah cukup baik, mulai dari keanekaramannya hingga sosial
masyarakatnya pun sudah baik. Pada plot tersebut dilakukan peningkatkan
keanekaragaman jenis tanaman agar kondisi lahan akan lebih membaik,
upaya penggunaan pupuk organic dan pestisida organic tentunya dapat
mendukung upaya perbaikan lahan Pada plot 4 semusim dan pemukiman
socially just termasuk kategori sedang, sedangkan pada plot ke 3 masih
kurang karena pemuliaaan atau kegiatan yang dilakukan petani untuk
menjadikan kegiatan pertaniannya lebih bermutu tidak diterapkan karena
orientasi petani terhadap hasil dan menganggap semakin banyaknya bahan
sintetis yang diberikan maka hasil yang didapat juga akan banyak
Apabila ditinjau dari indikator culturally acceptable, maka kondisi
plot 1 hutan produksi termasuk baik. Hubungan sosial yang berjalan baik
antara petani dan PERHUTANI tidak hanya memberi dampak secara
ekonomi pada petani namun memberi dampak baik bagi ekologi. Pada plot
2 agroforestri, plot 3 semusim, dan plot 4 semusim dan pemukiman petani
melakukan hubungan sosial antar masyarakat dengan melakukan praktik
budaya seperti tasyakuran setelah panen. Namun hubungan antara petani
dalam kelompoktani masih sangat mini sehingga tidak ada wadah bagi
petani untuk melakukan organisasi dalam usaha pertaniannya. Sehingga
plot 2 agroforestri, plot 3 semusim, dan plot 4 semusim dan pemukiman
termasuk kategori kurang.

b. Indikator keberhasilan air


Kualitas air pada lokasi pengamatan diuji dengan melihat indikator
fisik dan kimianya. Pada lokasi pengamatan indikator keberhasilan pada
plot 1 hutan produksi hingga plot 4 semusim dan pemukiman masuk ke
kategori kelas IV. Menurut PP no. 82 tahun 2001 pasal 8, kualitas air kelas
IV diperuntukkan untuk mengairi tanaman dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sehingga
berdasarkan pernyataan tersebut, air pada lokasi pengambilan sampel cocok
digunakan untuk mengairi tanaman-tanaman budidaya. Sehingga plot 1
hutan produksi hingga plot 4 semusim dan pemukiman berada pada kategori
sedang.

c. Indikator keberhasilan karbon


68

Plot 1 hutan produksi memiliki nilai cadangan karbon plot 1 hutan


produksi yaitu sebesar 100 - 150 ton ha-1. Menurut Hairiah dan Harayu
(2007), hutan merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan
dengan sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami
dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang
banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Jika di lihat dari tingkat
cadangan karbon, penggunaan lahan sebagai lahan hutan produksi berlanjut
secara aspek ekologi namun tidak pada aspek ekonomi karena memiliki
tingkat cadangan karbon yang tinggi namun manfaat yang belum terkelola
secara ekonomi. Sehingga plot 1 hutan produksi secara ekologi tergolong
pada kategori sangat baik.
Sedangkan, nilai cadangan karbon pada plot 2 agroforestri adalah 20
– 80 ton ha-1. Pada plot ini tingkat tutupan kanopi, seresah, jumlah spesies
tanaman, dan kerapatan dalam keadaan sedang sampai rendah. Jika di lihat
dari tingkat cadangan karbon, penggunaan lahan sebagai agroforestri
berlanjut secara aspek ekologi dan aspek ekonomi karena memiliki tingkat
cadangan karbon yang cukup tinggi dan telah mengelola manfaat secara
ekonomi. Sehingga plot 2 agroforestri secara ekologi tergolong pada
kategori baik.
Pada plot 3 semusim dan 4 masing-masing memiliki nilai cadangan
karbon yang rendah yaitu senilai 1 ton ha-1. Plot 3 semusim dan 4 memiliki
tutupan kanopi sedang dan seresah rendah, serta jumlah spesies dan
kerapatannya tinggi Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), menyatakan
bahwa jumlah cadangan karbon antar lahan tergantung pada
keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya, serta
cara pengelolaannya. Kerapatan yang tinggi mengakibatkan rendahnya laju
biomassa tanaman yang disebabkan oleh tingginya persaingan tanaman
dalam mengambil unsur hara. Dari tingkat cadangan karbon, penggunaan
lahan sebagai tanaman semusim tidak berlanjut secara ekologi karena
cadangan karbonnya rendah yang mengindikasikan tingkat emisi karbon
tinggi, namun manfaat ekonomi yang didapat lumayan tinggi. Sehingga plot
3 semusim dan 4 secara ekologi tergolong pada kategori kurang.

d. Indikator keberhasilan arthropoda dan penyakit


Salah satu indikator keberhasilan pertanian berlanjut adalah
terciptanya kesehatan lingkungan dimana keberadaan populasi arthopoda
menjadi bagian didalamnya. Terdapat nilai indeks keanekaragaman sesuai
pendapat Adelina dkk (2016) yang menyatakan Kriteria nilai indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ≤ 1 : keanekaragaman rendah, 1< x
< 3 : Keanekaragaman sedang ≥ 3 : Keanekaragaman tinggi. Berdasarkan
data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa indeks keragaman pada plot 1
hutan produksi sebesar 1,33, pada plot 2 agroforestry sebesar 1,98, pada plot
69

3 semusim sebesar 1,32 dan pada plot 4 semusim dan pemukiman sebesar
1,07. Data seluruh plot menunjukkan tingkat keankaragaman sedang karena
masih pada 1< x < 3, sehingga plot 1 hutan produksi, 2 agroforestry, dan 3
tanaman tergolong dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil pengamatan plot 1 hutan produksi yaitu
perkebunan pinus tidak ada tanda dan gejala penyakit. Sedangkan pada plot
2 agroforestri dari lima sampel tanaman yang diamati, didapati nilai indeks
penyakit rata-rata sebesar 23,7%. Hal ini tergolong ringan dan tidak terlalu
berpengaruh terhadap hasil produksi komoditas kopi. Pada plot 3 semusim
didapati nilai indeks penyakit rata-rata sebesar 3%. Hal ini tergolong sangat
ringan dan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi komoditas jagung.
Pada plot 4 semusim dan pemukiman didapati nilai indeks penyakit hawar
daun rata-rata sebesar 19,2 %. Hal ini tergolong ringan dan tidak terlalu
berpengaruh terhadap hasil produksi komoditas jagung.

e. Indikator keberhasilan gulma


Indikator keberlanjutan gulma dapat dilihat dari nilai indeks
keragaman Shannon-weiner dan indeks simpson yang di dapat dari
perhitungan vegetasi gulma. Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’)
pada plot 1 hutan produksi sebesar 1.59, pada plot 2 agroforestri sebesar
1.72, pada plot 3 semusim sebesar 1.21 dan pada plot 4 semusim dan
pemukiman sebesar 1.19. hal ini menunjukkan bahwa semua tipe
penggunaan lahan mempunyai keanekaragaman yang termasuk dalam
kategori sedang. Menurut sumitro (1985) dalam Ariani (2004), menyatakan
bahwa makin stabil suatu ekosistem akan semakin banyak didapatkan
keanekaragaman spesies, baik spesies yang umum maupun yang jarang
dijumpai sebagai akibat penyesuaian terhadap keadaan lingkungannya.
Perhitungan Indeks Dominansi Simson (C) didapati hasil bahwa
pada penggunaan lahan hutan Indeks Dominansi Simson (C) pada plot 1
hutan produksi sebesar 0.27, plot 2 agroforestri sebesar 0.21, plot 3 semusim
sebesar 0.33 dan pada plot 4 pemukiman dan semusim sebesar 0.35. Hal
tersebut menunjukkan bahwa plot 1 hutan produksi hingga plot 4 semusim
dan pemukiman tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya
atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sehingga berdasarkan data
tersebut plot 1 hutan produksi hingga plot 4 semusim dan pemukiman
tergolong pada kategori sedang.
70

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada lokasi pengamatan yaitu Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,
Kabupaten Malang. Desa Tulungrejo memiliki karakteristik lansekap yang
beraneka ragam. Pada lokasi yang diamati terdiri atas 4 plot yaitu, plot 1 yang
penggunaan lahannya sebagai hutan produksi, plot 2 sebagai agroforestri, plot 3
sebagai areal tanaman semusim dan plot 4 merupakan lokasi tanaman semusim dan
pemukiman. Pada indikator kualitas air, air pada lokasi pengamatan cocok
digunakan untuk mengairi tanaman-tanaman budidaya. Memiliki pH yang asam
(5,75-5,94) dan DO yang bernilai kecil (0,006-0,04) disimpulkan bahwa air pada
plot 1 hutan produksi hingga plot 4 semusim dan pemukiman masuk ke kategori
kelas IV. Menurut PP no. 82 tahun 2001 pasal 8, kualitas air kelas IV diperuntukkan
untuk mengairi tanaman dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pada indikator agronomi pada lokasi pengamatan dapat diketahui bahwa
setiap plot tidak terdapat spesies yang terlalu mendominasi spesies lainnya atau
struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sedangkan jika dilihat dari pertumbuhan
gulma didapatkan hasil dalam keaadaan cukup seimbang pada setiap plot yang
diamati Pada indikator aspek hama dan penyakit diketahui bahwa jumlah hama
lebih sedikit dibandingkan dengan musuh alami dan serangga lain sehingga
keseimbangan ekosistem masih terjaga.
Pada indikator karbon, berdasarkan hasil perhitungan cadangan karbon
diketahui bahwa hutan produksi dan agroforestri berlanjut secara aspek ekologi,
sedangkan tanaman semusim dan semusim dan pemukiman tidak berlanjut secara
aspek ekologi karena cadangan karbon yang rendah.
Indikator keberhasil aspek sosial ekonomi dapat dilihat dari produksinya.
Hasil dari setiap plot jika ditinjau dari aspek produksinya sudah berhasil dan layak.
Hal ini dapat dilihat dari analisi R/C dan B/C rasio yang lebih dari 1.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan indikator Culturally
acceptable menjadi perhatian yang utama Karena berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukan, kelompok tani yang ada di Desa Tulungrejo tidak berjalan
dengan baik. Sehingga petani di Desa Tulungrejo akan kesulitan dalam
pengorganisasian kegiatan usaha tani secara bersama-sama. Kelompok tani
merupakan wadah bagi para petani untuk bekerja saling bahu membahu untuk
memajukan usaha taninya. Oleh karena itu, perlu dibangun kelompok tani di Desa
Tulungrejo agar petani Desa Tulungrejo mampu meningkatkan hasil pertaniannya
dan mampu mencapai pertanian berkelanjutan.
Saran untuk kegiatan praktikum, diharapkan agar lebih awal dalam
membagikan format laporan mengingat kesibukan asisten yang bermacam-macam
71

sehingga tidak dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat dan melakukan
pengkolektifan data ketika kelas praktikum mengingat aspek dan materi dalam mata
kuliah berlanjut sangat banyak dan berkaitan. Terimakasih.
72

DAFTAR PUSTAKA

Adelina, Maya. Sugeng. Harianto dan Nuning Nurcahyani. 2016. Keanekaragaman


Jenis Burung di Hutan Rakyat Pekon Kelungu Kecamatan Kotaagung
Kabupaten Tanggamus. Jurnal Sylva LestariVol. 4(2): 51—60.

Amalia.E. 2016. Residu Pestisida pada Tanaman Hortikultura (Studi Kasus di Desa
Cihanjuang Rahayu Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat).
Jurnal Agrikultura 2016, 27 (1): 23-29 ISSN 0853-2885

Ardiyaningsih. 2009. The Development Of Sustainability Agriculture By Subtituting


An Organic Fertilizer To Organic Fertilizer. ISSN 1410-1939. Jambi:
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus
Pinang Masak, Mendalo Darat.

Boreel, Loppies, Tetelay. 2015. Pendugaan Cadangan Karbon atas Permukaan


Tanah pada Tipe Penggunaan Lahan Dusung di Palu Ambon.

Bohn, Friedrich J.and Andreas Huth. 2017. The importance of forest structure to
biodiversity–productivity relationships. J. The Royal Society. Vol 4(1)

Efendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan di Berbagai Macam
Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestri Centre - ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya, , Indonesia. 77 p.

Heatubun, Charlie. 2016. Penelitian dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati


Dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. Manokwari: Universitas
Papua.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia di Area


Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan. 3 (1) :
1-6.

Kamal, M. Yustiani dan Rahayu. 2011. Keanekaragaman Jenis Arthopoda di Gua


Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, Oku Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian Sains Vol 14(1): 13-27.

Lewis, Michael. 2006. Dissolved Oxygen (version 2.1). Virginia: USGS Water
Quality Information.
M. Mareyeke. 2012. Diversity of Natural Enemies Species on Wet Rice-Field Insect
Pests in South Minahasa Regency Volume 18 No. 2 Jurusan Hama
danPenyakit Tumbuhan. Manado: Fakultas Pertanian Unsrat Manado.
73

Nair, K.S.S dan Sumardi 2000 Insect pests and diseases of major plantation species.
Dalam: Nair, K.S.S. (ed.) Insect pests and diseases in Indonesian forests: an
assessment of the major treats, research efforts and literature. CIFOR,
Bogor,Indonesia.

NN. 1988. Guidelines for Drinking Water Quality (vol 1). Belgium: World Health
Organization.

Odero, D.C and J.A. Dusky. 2014. Weed Management In Sugarcane. Agronomy
Department, IFAS Extension Florida.

Price, PW. 1997. Insect Ecology, Third Edition. New York: John Willey and Sons,
Inc.

Putri, A.H.M. dan C. Wulandari. 2015. Potensi Penyerapan Karbon pada Tegakan
Damar Mata Kucing (Shorea javanica) di Pekon Gunung Kemala Krui
Lampung Barat. Jurnal Sylva Lestari 3 (2) : 13–20.

Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur 1(1):130-132

Saitama, Akbar. Eko Widaryanto dan Karuniawan Puji Wicaksono. 2016.


Komposisi Vegetasi Gulma Pada Tanaman Tebu Keprasan Lahan Kering
di Dataran Rendah Dan Tinggi. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 4 (5): 406-
415

Sagar dan Gyan P. Sharma. 2012. Measurement of alpha diversity using Simpson
index (1/λ): the jeopardy. J. Environmental Skeptics and Critics. Vol
1(1):23-24.
Suntoro, 2007. Pertanian sehat ramah lingkungan. Solo : Fakultas Pertanian UNS.
Supriadi H, Pranowo D. 2015. Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (Prospects
of Agroforestri Development Based on Coffee in Indonesia). Sukabumi:
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Indonesian Research
Institute for Industrial and Beverage Crops.

Tanasale, Vilma L. Studi Komunitas Gulma di Pertanaman Gandaria (Bouea


Macrophylla Griff.) pada Tanaman Belum Menghasilkan dan Menghasilkan
di Desa Urimessing Kecamatan Nusaniwe Pulau Ambon. Jurnal Budidaya
Pertanian, Vol. 8 (1): 7-12.

Tetrasani, Yogama. 2012. Keanekaragaman Serangga pada Perkebunan Apel Semi


Organik dan Anorganik Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal
Ekologi: 1-6.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. Bandung:
CV. Nuansa Aulia.
74

Van Noordwijk. 2002. Carbon Stock Assessment For a Forestto-Coffee Conversion


Landscape in Sumberjaya (Lampung, Indonesia): From Allometric Equation
to Land Use Change Analysis, Science in China, 45: 75-86

Widianto, H. Kurniatun, S. Didik, A. S. Mustofa. 2003. Fungsi dan Peran


Agroforestri. World Agroforestri Centre (ICRAF).

Yuliastuti. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Yunasfi, 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Dan
Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur. Sumatera Utara: Universitas
Sumatera Utara.
75

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan

Plot 1. Hutan Produksi

Pinus

Pisang

Lamtoro

Rerumputan
Durian

Belimbing Trembes
wuluh i

Sungai Jalan Setapak

Plot 2. Agroforestri
76

Keterangan :

= pinus = pisang = kopi

Plot 3. Tanaman Semusim

Plot 4. Tanaman Semusim + Pemukiman


77

Lampiran 2. Sketsa Transek Lansekap

Plot 1. Hutan Produksi

Plot 2. Agroforestri

Keterangan :

= pinus = pisang = kopi


78

Plot 3. Tanaman Semusim

Plot 4. Tanaman Semusim + Pemukiman


79

Lampiran 3. Data-Data Lapangan Lainnya


a. Aspek Hama dan Penyakit Tanaman
● Keragaman Arthropoda

Tabel 79. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 1

No Nama Gambar Peran Jumlah

Laba-laba kecil Musuh


1. 1
(Patu Digua) Alami

Semut hitam
Serangga
2. (Dolichoderus 2
Lain
Thoracicus Smith)

Nyamuk Hutan Serangga


3. 2
(Aedes albopictus) Lain

Lebah
4. Hama 2
(X. Confusa)
80

Laba-laba Tanah Musuh


5. 2
(Gnaphosidae) Alami

Kumbang Daun
Serangga
6. Berduri 1
Lain
(Dactylispa issikii)

Serangga
7. 1
Lain

8. Hama 2

Belalang Kayu
9. (Valanga Hama 1
nigricornis)

Musuh
10. Laba-laba Alami 2
81

(Araneus
diadematus)

No Nama Gambar Peran Jumlah

Semut hitam
Serangga
11. (Dolichoderus 46
Lain
Thoracicus Smith)

Semut Rang-rang
Musuh
12. (Oecophylla 42
Alami
smaragdina)

Kumbang Koksi
13. (Coelophora Hama 2
inaequalis)

Jangkrik Serangga
14. 1
(Gryllidae) Lain
82

Tabel 80. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 2

No Nama Gambar Peran Jumlah

Nyamuk
1 Serangga lain 1
(Culicidae)

Lalat apung
2 (Episyrphus Musuh alami 9
balteatus)

Kumbang kubah spot


3 Musuh alami 8
(Epilachna sparsa)

Kutu daun
4 Hama 12
(Aphid SP)

Belalang
5 Musuh alami 2
(Caelifera)

Lalat buah
6 Hama 10
(Bactrocera)

Laba-laba
7 (Araneus Musuh alami 1
diadematus)
83

No Nama Gambar Peran Jumlah

Semut hitam
8 (Dolichoderus Musuh alami 19
Thoracicus)

Semut merah
9 (Oecophylla Musuh alami 13
smaragdina)

Jangkrik
10 Serangga lain 1
(Gryllidae)

Kecoa
11 Serangga lain 23
(Blattidae)

Tabel 81. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 3

No Nama Gambar Peran Jumlah

Semut
1. (Dolichoderus Serangga lain 5
thoracicus)
84

Lalat
2. Serangga lain 3
(Musca domestica)

Tawon
3. Serangga lain 15
(Polistes sp.)

Kutu kebul
4. Hama 1
(Bemisia tabaci)

Lalat rumah
5. Serangga lain 3
(Musca domestica)

Kepik hijau (Nezara


6. Hama 1
Viridula)
85

Kumbang Spot M
7. (Menochillus Musuh alami 1
sexmacullatus)

Tabel 82. Lampiran Keragaman Arthropoda pada Plot 4

No Nama Gambar Peran Jumlah

Kumbang kubah spot


M
1. Musuh Alami 2
(Menochillus
sexmaculatus)

Belalang Coklat
2. (Melanoplus Hama 4
differentialis)

Semut Hitam
3. (Dolichoderus Serangga Lain 3
thoracicus)

Lalat Buah
4. (Drosophila Hama 3
melanogaster)
86

Kumbang Penggerek
biji
5. Hama 4
(Prostephanus
truncatus H)

6. nyamuk Serangga lain 38

Tabel 83. Lampiran Keragaman Penyakit pada Setiap Plot

Plot Nama Lokal Nama ilmiah Dokumentasi


1 Tidak terdapat penyakit
2 Karat daun kopi Hemileia vastatrix

3 Karat daun Puccinia polysora

Hawar daun Helmithosporium


turcicum
87

4. Bercak Daun (Helmithosporium


maydis)

5. Penyakit Bulai (Peronosclerospora


maydis)

Perhitungan Indeks Keragaman dari Setiap Plot


Plot 1
1. Indeks Keragaman (H’)
H’ = -∑(Pi ln Pi)
H’ = -(48/107 ln 48/107 + 1/107 ln 1/107 + 2/107 ln 2/107 + 2/107 ln 2/107 +
2/107 ln 2/107 + 1/107 ln 1/107 + 1/107 ln 1/107 + 2/107 ln 2/107 + 1/107
ln 1/107 + 2/107 ln 2/107 + 42/107 ln 42/107 + 2/107 ln 2/107 + 1/107 ln
1/107)
H’ = -(-0,35 + (-0,04) + (-0,07) + (-0,07) + (-0,07) + (-0,04) + (-0,04) + (-0,07)
+ (-0,07) + (-0,04) + (-0,36) + (-0,07) + (-0,04))
H’ = 1,33
2. Indeks Dominansi (D)
D = ∑(ni/N)2
D = (48/107) 2 + (1/107) 2 + (2/107) 2 + (2/107) 2 + (2/107) 2 + (1/107) 2 +
(1/107) 2 + (2/107) 2 + (1/107) 2 + (2/107) 2 + (42/107) 2 + (2/107) 2 + (1/107)
2

D = 0,2012 + 0,000081 + 0,0003 + 0,0003 + 0,0003 + 0,000081 + 0,000081 +


0,0003 + 0,000081 + 0,0003 + 0,1540 + 0,0003 + 0,000081
D = 0,3574
3. Indeks Kemerataan Pielou (E)
E = H’/ln (s)
E = 1,33/ln 13
E = 0,51
Plot 2
88

1. Indeks Keragaman (H’)


H’ = -∑(Pi ln Pi)
H’ = -(1/99 ln 1/99 + 9/99 ln 9/99 + 8/99 ln 8/99 + 12/99 ln 12/99 + 2/99 ln 2/99 +
10/99 ln 10/99 + 1/99 ln 1/99 + 19/99 ln 19/99 + 13/99 ln 13/99 + 1/99+1/99 +
23/99 ln 23/99)
H’ = - (-0,04-0,21-0,2-0,25-0,07-0,23,-0,04,-0,31-0,26-0,04-0,33)
H’ = 1,98

2. Indeks Dominansi (D)


D = ∑(ni/N)2
D = (1/99)2 + (9/99)2 + (8/99)2 + (12/99)2 + (2/99)2 + (10/99)2 + (1/99)2 + (19/99)2
+ (13/99)2 + (1/99)2 + (23/99)2
D=0,0001+0,0082+0,0065+0,0146+0,0004+0,0102+0,0001+0,0368+0,0172+0,0001+
0,0539
D = 0,1481
3. Indeks Kemerataan Pielou (E)
E = H’/ln (s)
E = 1,98/ln11
E = 0,825
Plot 3
1. Indeks Keragaman (H’)
H’ = -∑(Pi ln Pi)
H’ = -(1/29 ln 1/29 + 3/29 ln 3/29 + 3/29 ln 3/29 + 5/29 ln 5/29+1/29 ln 1/29+1/29
ln 1/29+15/29 ln 15/29)
H’ = -(-0,12-0,16-0,16-0,3-0,12-0,12-0,34)
H’ = 1,32
2. Indeks Dominansi (D)
D = ∑(ni/N)2
D = 3(1/29)2 + 2(3/29)2 + (5/29)2 + (15/29)2
D = 0,0036+ 0,021+0,49+0,03+0,27
D = 0,8146
3. Indeks Kemerataan Pielou (E)
E = H’/ln (s)
E = 1,32/ln 7
E = 0,68
Plot 4
1. Indeks Keragaman (H’)
H’ = -∑(Pi ln Pi)
H’ = -(2/54 ln 2/54 + 3/54 ln 3/54 + 38/54 ln 38/54 + 3/54 ln 3/54 + 4/54 ln 4/54)
H’ = -(-0,12-0,16-0,24-0,16-0,19)
H’ = 0,87
2. Indeks Dominansi (D)
D = ∑(ni/N)2
89

D = (2/54)2 + (3/54)2 + (38/54)2 + (3/54)2 + (4/54)2


D = 0,0013+ 0,003+0,49+0,003+0,0054
D = 0,5027
3. Indeks Kemerataan Pielou (E)
E = H’/ln (s)
E = 0,87/ln6
E = 0,48

Perhitungan Intensitas Penyakit

Plot 2
Perhitungan Indeks Penyakit Plot 2.1
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(29 × 0) + (16 × 1) + (5 × 2) + (6 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
3 × 56
44
𝑇𝑇 = × 100%
168
𝑇𝑇 = 26%

Perhitungan Indeks Penyakit Plot 2.2


∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(22 × 0) + (10 × 1) + (3 × 2) + (6 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
3 × 41
34
𝑇𝑇 = × 100%
123
𝑇𝑇 = 28%

Perhitungan Indeks Penyakit Plot 2.3


∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(18 × 0) + (17 × 1) + (3 × 2) + (6 × 3) + (5 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
4 × 49
61
𝑇𝑇 = × 100%
196
𝑇𝑇 = 31%
90

Perhitungan Indeks Penyakit Plot 2.3


∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(38 × 0) + (10 × 1) + (4 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
2 × 52
18
𝑇𝑇 = × 100%
104
𝑇𝑇 = 17%

Perhitungan Indeks Penyakit Plot 2.3


∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(88 × 0) + (19 × 1) + (5 × 2) + (5 × 3) + (10 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
4 × 127
84
𝑇𝑇 = × 100%
508
𝑇𝑇 = 16,5%
plot 3
Perhitungan Indeks Penyakit karat daun tanaman 1
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
1 × 15
𝑇𝑇 = 0 × 100%
𝑇𝑇 = 0%
Perhitungan Indeks Penyakit karat daun tanaman 2
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (0 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
0 × 11
𝑇𝑇 = 0 × 100%
𝑇𝑇 = 0%
Perhitungan Indeks Penyakit karat daun tanaman 3
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
91

(0 × 0) + (0 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
0 × 13
𝑇𝑇 = 0 × 100%
𝑇𝑇 = 0%
Perhitungan Indeks Penyakit karat daun tanaman 4
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
1 × 12
𝑇𝑇 = 0, ,083 × 100%
𝑇𝑇 = 8,3%
Perhitungan Indeks Penyakit karat daun tanaman 5
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (0 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
0 × 15
𝑇𝑇 = 0 × 100%
𝑇𝑇 = 0%

Perhitungan Indeks Penyakit hawar daun tanaman 1


∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (0 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
0 × 15
𝑇𝑇 = 0 × 100%
𝑇𝑇 = 0%
Perhitungan Indeks Penyakit hawar daun tanaman 2
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
1 × 11
𝑇𝑇 = 0,09 × 100%
92

𝑇𝑇 = 9%
Perhitungan Indeks Penyakit hawar daun tanaman 3
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (1 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
2 × 13
𝑇𝑇 = 0,12 × 100%
𝑇𝑇 = 12%
Perhitungan Indeks Penyakit hawar daun tanaman 4
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
1 × 12
𝑇𝑇 = 0,083 × 100%
𝑇𝑇 = 8,3%
Perhitungan Indeks Penyakit hawar daun tanaman 5
∑(𝑇 × 𝑇)
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(0 × 0) + (1 × 1) + (0 × 2) + (0 × 3) + (0 × 4)
𝑇𝑇 = × 100%
0 × 15
𝑇𝑇 = 0,067 × 100%
𝑇𝑇 = 6,7%
plot 4
Perhitungan Indeks Penyakit 4.1
∑ 𝑇×𝑇
𝑇𝑇 = × 100%
𝑇×𝑇
(2 × 2)
𝑇𝑇1 = × 100%
(6 × 4)
4
= × 100% = 17%
24
Perhitungan Indeks Penyakit 4.2
(1 × 3)
𝑇𝑇2 = × 100%
(4 × 4)
3
= × 100% = 19%
16
93

Perhitungan Indeks Penyakit 4.3


(2 × 1) + (1 × 2)
𝑇𝑇3 = × 100%
(6 × 4)
4
= × 100% = 17%
24
Perhitungan Indeks Penyakit 4.4
(2 × 2) + (1 × 3)
𝑇𝑇4 = × 100%
(5 × 4)
7
= × 100% = 35%
20
Perhitungan Indeks Penyakit 4.5
(2 × 1) + (1 × 2) + (1 × 3)
𝑇𝑇5 = × 100%
(4 × 4)
7
= × 100% = 44%
16

Perhitungan Indeks Keragaman (H’)

Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Plot 1 (Hutan Produksi)


Urang-Aring (Eclipta prostata L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
35,07 35,07
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,25
Meniran (Phyllantus urinaria)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
9,24 9,24
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 300 )
H’ = 0,1
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
138,21 138,21
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
300 300
H’ = 0,36
Suket Ngawan (Echinochloa crus-galli L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
38,46 38,46
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,26
Pulmonaria Montana lej
94

𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
41,61 41,61
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ =0,27
Culantro (Eryngium foetidum)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
25,38 25,38
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,2
Rumput Dallis (Paspalum dilatatum)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
𝑛 𝑛
12,04 12,04
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,13
● Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Plot 2 (Agroforestri)
Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
67,61 67,61
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,34
Babadotan (Agerantum conyzoides L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
80,61 80,61
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,35
Kakawatan (Cynodon dactylon L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
17,88 17,88
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,17
Kremah (Altenathera sessilis L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
17,67 17,67
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
300 300
H’ = 0,17
Ketepeg Kecil (Cassia tora)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
15,44 15,44
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,15
Teki Ladang (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
95

77,68 77,68
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,35
Udelan (Cyperus killingia)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
23,11 23,11
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,20
● Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Plot 3 (Tanaman semusim)
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
78,4
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 (78,4) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,35
Krokot (Portulaca)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
𝑛 𝑛
138,68 138,68
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
300 300
H’ = 0,36
Teki Kuning (Cyperus eculentus)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
64,09 64,09
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,33
Wedusan (Ageratum conyzoides)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
18,82 18,82
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,17
Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Plot 4 (Tanaman semusim dan
Pemukiman)
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
102,63 102,63
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( ) (𝑛𝑛 )
300 300
H’ = 0,35
Meniran (Phyllanthus debilis)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
60,41 60,41
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,36
Krokot (Portulaca)
96

𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
21,94 21,94
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,24
Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
𝑛𝑛 𝑛𝑛
H’= − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 𝑛 ) (𝑛𝑛 )
𝑛
21,84 21,84
H’ = − ∑𝑛
𝑛=𝑛 ( 300 ) (𝑛𝑛 )
300
H’ = 0,24

Perhitungan Indeks Dominansi


Perhitungan Indeks Dominansi pada Plot 1 (Hutan Produksi)
Urang-Aring (Eclipta prostata L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
36,07 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,01
Meniran (Phyllantus urinaria)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
9,24 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,001
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
138,21 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ ]
300
C = 0,21
Suket Ngawan (Echinochloa crus-galli L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
38,46 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,02
Pulmonaria Montana lej
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
41,61 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,02
Culantro (Eryngium foetidum)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
97

25,38 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,01
Rumput Dallis (Paspalum dilatatum)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
12,04 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,0016

Perhitungan Indeks Dominansi (C) Plot 2 (Agroforestri)


Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
67,61 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,05
Babadotan (Agerantum conyzoides L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
80,61 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,07
Kakawatan (Cynodon dactylon L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
17,88 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,003
Kremah (Altenathera sessilis L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
17,67 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,003
Ketepeg Kecil (Cassia tora)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
15,44 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,0026
Teki Ladang (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
77,68 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,07
98

Udelan (Cyperus killingia)


𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
23,11 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,01

Perhitungan Indeks Dominansi (C) Plot 3 (Tanaman Semusim)


Rumput Teki (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
78,4 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,07
Krokot (Portulaca)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
138,68 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ ]
300
C = 0,21
Teki Kuning (Cyperus eculentus)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
64,09 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,05
Wedusan (Ageratum conyzoides)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
18,82 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,004
Perhitungan Indeks Dominansi (C) Plot 4 (Tanaman Semusim dan
Pemukiman)
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
102,63 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ ]
300
C = 0,25
Meniran (Phyllanthus debilis)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
60,41 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,09
99

Krokot (Portulaca)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
21,94 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,01
Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
𝑛𝑛 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [𝑛]
21,84 2
C = ∑𝑛
𝑛=𝑛 [ 300 ]
C = 0,01
100

b. Aspek Budidaya Pertanian


● Biodiversitas Tumbuhan
Tabel Perhitungan Analisa Vegetasi plot 1

Spesies LBA KM KN FM FN DM DN IV SDR H' C

Urang aring (Eclipta 0.


2143.1 2.7 11.6 1.0 23.1 0.3 0.4 35.1 11.7 -0.3
Prostrata L) 0
Meniran (Phyllantus 0.
535.8 0.3 1.4 0.3 7.7 0.1 0.1 9.2 3.1 -0.1
Urinaria) 0
rumput gajah 138. 0.
531057.4 4.0 17.4 1.0 23.1 70.8 97.7 46.1 -0.4
(Pennisetum Purpureum) 2 2
suket ngawan
0.
(Echinochloa crusgalli 7234.6 5.0 21.7 0.7 15.4 1.0 1.3 38.5 12.8 -0.3
0
L.)
0.
Pulmonaria Montana lej 778.9 6.0 26.1 0.7 15.4 0.1 0.1 41.6 13.9 -0.3
0
Culantro (Eryngium 0.
1589.6 4.0 17.4 0.3 7.7 0.2 0.3 25.4 8.5 -0.2
Foetidum L.) 0
Rumput Dallis 0.
12.6 1.0 4.3 0.3 7.7 0.0 0.0 12.0 4.0 -0.1
(Paspalum Dilatatum) 0
100. 100. 300. 0.
Total 543351.9 23.0 4.3 72.4 100.0 100.0 -1.6
0 0 0 3

Tabel Perhitungan Analisa Vegetasi plot 2

Spesies LBA KM KN FM FN DM DN IV SDR H' C


Bayam Duri
(Amaranthus 23766.7 5.3 33.3 0.7 22.2 3.2 12.1 67.6 22.5 -0.3 0.1
spinosus L.)
Babadotan
120626.
(Ageratum 1.3 8.3 0.3 11.1 16.1 61.2 80.6 26.9 -0.4 0.1
2
conyzoides L.)
Kakawatan
(Cynodon 1017.4 1.0 6.3 0.3 11.1 0.1 0.5 17.9 6.0 -0.2 0.0
dactylon L.)
Kremah
(Altenathera 615.4 1.0 6.3 0.3 11.1 0.1 0.3 17.7 5.9 -0.2 0.0
sessilis L.)
Ketepeg kecil
314.0 0.7 4.2 0.3 11.1 0.0 0.2 15.4 5.1 -0.2 0.0
(Cassia tora)
Teki ladang
(Cyperus 43628.8 5.3 33.3 0.7 22.2 5.8 22.1 77.7 25.9 -0.3 0.1
rotundus)
101

Udelan
(Cyperus 7234.6 1.3 8.3 0.3 11.1 1.0 3.7 23.1 7.7 -0.2 0.0
kyllingia)
197203. 16. 100. 100. 100. 300. 100.
Total 3.0 26.3 -1.7 0.2
0 0 0 0 0 0 0

Tabel Perhitungan Analisa Vegetasi plot 3


Spesies LBA KM KN FM FN DM DN IV SDR H' C
Rumput
Teki 14. -
522.5 35.5 1.0 37.5 0.1 5.4 78.4 26.1 0.1
(Cyperus 7 0.4
rotundus)
Krokot
4221. 23. 138. -
(Portulaca 57.3 1.0 37.5 0.6 43.9 46.2 0.2
2 7 7 0.4
)
Teki
Kuning 4415. -
2.3 5.6 0.3 12.5 0.6 45.9 64.1 21.4 0.0
(Cyperus 6 0.3
eculentus)
Wedusan
(Ageratum -
452.2 0.7 1.6 0.3 12.5 0.1 4.7 18.8 6.3 0.0
conyzoides 0.2
)
9611. 41. 100. 100. 300. 100. -
Total 100.0 2.7 1.3 0.3
5 3 0 0 0 0 1.2

Tabel Perhitungan Analisa Vegetasi plot 4


K F D SD
Spesies LBA KN FN DN IV H' C
M M M R
17544. 104. 0.
Teki 1.0 4.3 0.7 40.0 2.3 60.1 34.8 -0.3
9 4 2
Meniran
11304. 0.
(Phyllanthus 0.7 2.9 0.3 20.0 1.5 38.7 61.6 20.5 -0.4
0 1
debilis)
Krokot(Portulaca 0.
317.9 0.3 1.4 0.3 20.0 0.0 1.1 22.5 7.5 -0.2
) 0
Wedusan
0.
(Ageratum 44.2 0.7 2.9 0.3 20.0 0.0 0.2 23.0 7.7 -0.2
0
conyzoides)
29211. 11. 100. 100. 211. 0.
Total 2.7 1.7 3.9 70.5 1.2
0 6 0 0 6 4

Tabel Perhitungan Matrix Koefisien Komunitas plot 1 dan 3

Nilai Indeks Dominansi 0.3


102

Nilai Indeks Keragaman


Shannon-Wiener -1.6
Nilai Kerapatan Terendah Plot
1 1.3
Nilai Kerapatan Terendah Plot
3 3.0
Nilai W 4.3
64.
A+B 3
13.5
Nilai Koefisien Komunitas 0.1 %

Tabel Perhitungan Matrix Koefisien Komunitas plot 2 dan 3

Nilai Indeks Dominansi 0.2


Nilai Indeks Keragaman
Shannon-Wiener -1.7
Nilai Kerapatan Terendah Plot
2 2.7
Nilai Kerapatan Terendah Plot
3 3.0
Nilai W 5.7
57.
A+B 3
19.8
Nilai Koefisien Komunitas 0.2 %

Tabel Perhitungan Matrix Koefisien Komunitas plot 1 dan 4

Nilai Indeks Dominansi 0.3


Nilai Indeks Keragaman
Shannon-Wiener -1.6
Nilai Kerapatan Terendah Plot
1 1.3
Nilai Kerapatan Terendah Plot
4 1.7
Nilai W 3.0
25.
A+B 7
23.4
Nilai Koefisien Komunitas 0.2 %

Tabel Perhitungan Matrix Koefisien Komunitas plot 3 dan 4

Nilai Indeks Dominansi 0.3


103

Nilai Indeks Keragaman


Shannon-Wiener -1.2
Nilai Kerapatan Terendah Plot
3 3.0
Nilai Kerapatan Terendah Plot
4 1.7
Nilai W 4.7
44.
A+B 0
21.2
Nilai Koefisien Komunitas 0.2 %

Tabel Perhitungan Matrix Koefisien Komunitas plot 2 dan 4

Nilai Indeks Dominansi 0.2


Nilai Indeks Keragaman
Shannon-Wiener -1.7
Nilai Kerapatan Terendah Plot
2 2.7
Nilai Kerapatan Terendah Plot
4 1.7
Nilai W 4.3
18.
A+B 7
46.4
Nilai Koefisien Komunitas 0.5 %

Aspek Budidaya Pertanian

Tabel 84. Identifikasi Vegetasi pada Setiap Plot

Plot D
Titik Spesies Total
1 2 3 1 2
Urang aring (Eclipta prostrata l) 5 2 1 8 11 9.5
Plot 1 Meniran (Phyllantus Urinaria) 1 1 5.5 9.5
(hutan)
Rumput Gajah (Pennisetum
3 2 7
purpureum) 12 35 47
104

Suket Ngawan (Echinochloa crus-galli


12 3
(L.) 15 12 16
Pulmonaria Montana lej 3 15 18 3 21

Culantro (Eryngium foetidum l) 12 12 15 6


Rumput Dallis (Paspalum dilatatum) 3 3 2 4
Bayam Duri (Amaranthus spinosus
6 10
(L.)) 16 58 6
Babadotan (Ageratum conyzoides (L.)) 4 4 56 14
Kakawatan (Cynodon dactylon (L.)) 3 3 9 8
Plot 2
(Agroforestr Kremah (Altenathera sessilis (L.)) 3 3 8 7
i)
Ketepeg kecil (Cassia tora) 2 2 16 2.5

Teki ladang (Cyperus rotundus) 13 3 16 41 11.5


Udelan (Cyperus kyllingia) 4 4 24 8
Rumput Teki (Cyperus rotundus) 19 7 18 44 12 4.3
17.6
Krokot (Portulaca) 33 18 20
Plot 3 71 7 8.3
(Semusim) Teki Kuning (Cyperus eculentus) 7 7 15 10
Wedusan (Ageratum conyzoides) 2 2 8 6
Teki 1 2 3 23 13
Plot 4 Meniran (Phyllanthus debilis) 2 2 15 16
(semusim+
pemukiman) Krokot 1 1 11.5 3.5
Bandotan 2 2 3 5

Catalog Gulma
Plot 1. Hutan Produksi
105

1. Urang Aring (Eclipta prostrata L.)


Nama Ilmiah : Eclipta prostrata L.
Sinonim : Eclipta adpressa Moench
Nama umum : Urang Aring
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophtya
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Eclipta L
Spesies : Eclipta prostrata
2. Meniran (Phyllanthus urinaria L.)
Nama Ilmiah : Phyllanthus urinaria L.
Sinonim : Phyllanthus niruri L.
Nama umum : Meniran
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Ordo : Malpighiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllantus L.
Spesies : Phyllantus urinaria L.

3. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)


Nama Ilmiah : Pennisetum purpureum
Sinonim : Pennisetum purpureum
benthami
Nama umum : Rumput Gajah
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum purpureum
4. Suket Ngawan (Echinochloa crus-galli L.)
106

Nama Ilmiah : Echinochloa crus-galli L.


Sinonim : Echinochloa caudata Roshev.
Nama umum : Suket ngawan, gulma jawan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Genus : Echinochloa
Spesies : Echinochloa crus-galli L.
5. Pulmonaria montana lej
Nama Ilmiah : Pulmonaria montana lej
Sinonim : Pulmonaria angustifolia
Nama umum :-
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Ordo : Boraginales
Famili : Boraginaceae
Genus : Pulmonaria
Spesies : Pulmonaria montana lej
6. Culantro (Eryngium foetidum L.)
Nama Ilmiah : Eryngium foetidum L.
Sinonim : Eryngium antihystericum Rottler
Nama umum : Culantro, ketumbar panjang
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Eryngium
Spesies : Eryngium foetidum L.
7. Rumput Dallis (Paspalum dilatatum)
Nama Ilmiah : Paspalum dilatatum
Sinonim : Digitaria dilatata Coste
Nama umum : Rumput dallis
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Paspalum
Spesies : Paspalum dilatatum
107

Plot 2. Agroforestri
1. Teki Ladang (Cyperus rotundus)
Nama Ilmiah : Cyperus rotundus
Sinonim :-
Nama Umum : Teki ladang
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
2. Ketepeg kecil (Cassia tora)
Nama Ilmiah : Cassia tora
Sinonim : Senna tora (L.) Roxb
Nama Umum : Ketepeg kecil
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Senna Mill
Spesies : Senna tora (L.) Roxb
3. Teki Udelan (Cyperus kyllingia Endl.)
Nama Ilmiah : Cyperus kyllingia Endl.
Sinonim : Rhynchospora colorata
Nama Umum : Teki Udelan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Cyperaceae
Genus : Rhynchospora vahl
Spesies : Cyperus kyllingia Endl.
4. Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)
Nama Ilmiah : Amaranthus spinosus L.
Sinonim :-
108

Nama umum : BayamDuri


Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
` Ordo : Caryophyllales
Famili : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus spinosus L.
5. Bandotan (Ageratum conyzoidesL.)
Nama Ilmiah : Ageratum conyzoides L.
Sinonim :-
Nama Umum : Bandotan/Wedusan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
6. Kakawatan (Cynodon dactylon L.)
Nama Ilmiah : Cynodon dactylon L.
Sinonim :-
Nama Umum : Kakawatan/Suket Grinting
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poacea
Genus : Cynodon
Spesies : Cynodon dactylon
7. Kremah (Altenathera sessilis L.)
Nama Ilmiah : Altenathera sessilis L.
Sinonim :-
Nama Umum : Kremah
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Caryophyllales
109

Famili : Amaranthaceae
Genus : Alternathera
Spesies : Alternathera sessilis L.

Plot 3. Tanaman Semusim


1. Rumput Teki (Cyperus rotundus)
Nama Ilmiah : Cyperus rotundus
Sinonim : C.odoratus Osbeek
Nama umum : Rumput teki
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
2. Krokot (Portulaca oleracea)
Nama Ilmiah : Portulaca oleracea
Sinonim : Portulacaria oleraceae L.
Nama umum : Krokot
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca oleracea L.
110

3. Teki Kuning (Cyperus eculatus)


Nama Ilmiah : Cyperus eculatus
Sinonim : Chlorocyperus aureus
Nama umum : Teki Kuning
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Poales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : C. Esculentus
4. Wedusan (Ageratum conyzoides)
Nama Ilmiah : Ageratum conyzoides
Sinonim : Ageratum ciliare
Nama umum : Wedusan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Campanulatae
Famili : Compositae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides

Plot 4. Pemukiman dan Tanaman Semusim


1. Meniran (Phyllantus urinaria)
Nama Ilmiah : Phyllantus urinaria
Sinonin :-
Nama Umum : Meniran
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheaphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllanthus L.
Spesies : Phyllantus urinaria
2. Babadotan (Ageratum conyzoides (L.))
Nama Ilmiah : Ageratum conyzoides (L.)
Sinonim :-
Nama Umum : Babadotan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
111

Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asteralas
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides (L.)
3. Rumput Teki (Cyperus rotundus L)
Nama Ilmiah : Cyperus rotundus L
Sinonim :-
Nama Umum : Rumput Teki
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Liliopsida
Kelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L
4. Krokot (Portulaca)
Nama Ilmiah : Portulaca
Sinonim :-
Nama Umum : Krokot
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca oleracea L.

Lampiran 4. Hasil Interview


112

Plot 1. Hutan Produksi


Narasumber : Bapak Suwono
1. Macam/jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis
tanaman, semakin berkelanjutan).
Lahan yang digunakan : Lahan hutan
Jenis komoditas : Kopi dan pinus
2. Akses terhadap sumber daya pertanian: luas lahan yang dimiliki
Bapak Juari.
Jenis Lahan Tanah Milik SewaSakap (Bagi Hasil)Jumlah (Ha)

Sawah (Ha) 0 0 0 0

Tegal (Ha) 0 0 0 0

Hutan Produksi (Ha) 0 0 0,5 0,5

Jumlah (Ha) 0 0 0,5 0,5

Penilaian penguasaan lahan : 2, karena lahannya >50% sakap


Penilaian bibit tanaman : 1, karena 0% membuat sendiri
Penilaian pupuk : 5, karena 100% membuat sendiri
Penilaian modal : 5, karena 100% milik sendiri
3. Apakah produksi pertanian dapat memenuhi kebutuhan
konsumsi?
Penilaian untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi yaitu termasuk pada skor 1
yaitu 0% terpenuhi karena hasil produksi pertanian tidak dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi karena petani masih menjual hasil
produksi dalam kondisi mentah langsung kepada tengkulak sehingga
keuntungan yang didapatkan relatif kecil.
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang
dibudidayakan?
Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah kopi dan pinus. Hasil panen
langsung dibeli semua oleh tengkulak, sehingga penilaian untuk akses
pasar termasuk pada skor 5 yaitu tersedia akses pasar dengan harga
wajar.
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak?
Iya, karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Petani mengetahui
bahwa penggunaan input kimia tidak ramah lingkungan.
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
113

Sumber penghasilan petani dari bidang pertanian berasal dari produksi


usahatani kopi dan pinus. Sedangkan, dari bidang peternakan, petani
tidak memiliki hewan ternak. Penilaian diversifikasi sumber-sumber
pendapatan termasuk pada skor 1, yaitu petani memiliki 1 jenis
sumber penghasilan.
7. Kepemilikan ternak
Penilaian untuk kepemilikan ternak yaitu termasuk pada skor 1 karena petani
tidak memiliki ternak.
8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak
Bapak Suwono tidak memiliki ternak sehingga tidak ada pengelolaan produk
sampingan seperti kotoran ternak.
9. KearifanLokal
a. Kepercayaan adat/isitadat
Bersih desa yang dilakukan setiap tahun pada Bulan Dzulhijah, setiap
hari Jumat Kliwon
b. Pranoto mongso
Ya, Menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian
c. Penggunaan Bahan-Bahan alami setempat untuk
pupuk/pengendalian hama
Ya, menggunakan kotoran hewan ternak untuk pupuk sebanyak 20
karung.
d. Kegiatanmasyarakat
Ada kegiatan gotong royong ketika membuat saluran irigasi dan
kegiatan rutin dalam kelompok tani.
10. Kelembagaan
Bapak Suwono merupakan anggota kelompok tani Rukun Makmur.

11. Tokoh Masyarakat


-
12. Analisis Usahatani dan Kelayakan Usaha

Suku Bunga Bank BRI : 7,50%


NPV : 325.714
IRR : 18%
Net B/C : 1,1918
GFFI : 325.714

Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian


1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja asal
para penduduk desa?
114

Desa dibuka sejak tahun 1816, sebagian besar penduduk yang tinggal
di daerah sini berasal dari Jawa Tengah dan Madura.
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian di
desa ini?
Tidak, karena terdapat kesepakatan dari masyarakat dan lahan ini masih
merupakan lahan Perhutani.
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun
terakhir ini? Bila ya, digunakan untuk apa dan siapa yang
membuka (penduduk desa setempat/ dari luar desa).
Ada pembukaan areal hutan untuk pertanian yaitu digunakan untuk
kebun kopi. Pihak yang membuka pengalihan fungsi lahan tersebut
yaitu beberapa penduduk desa setempat dan pihak luar yang
melakukan kerjasama dengan pihak PERHUTANI.
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani
yang dimanfaatkan masyarakat di desa?
Ada perubahan, luasan hutan menjadi berkurang semenjak dikelola
oleh PERHUTANI yang digunakan sebagai kebun kopi dimana kebun
kopi tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa.
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
(1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan tersebut?
Pihak yang membuat peraturan adalah kelompok tani dan pihak
Perhutani.
(2) Apa ada sanksi bila tidak mematuhi peraturan tersebut? Bila
ya, sebutkan sanksinya dan siapa yang akan member sanksi
-
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan
masyarakat dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana tempatnya?
Tidak ada tempat yang secara adat dilindungi.
7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
-

Plot 2. Agroforestri
Narasumber : Pak Trisulo
Luas lahan pribadi 0,5 ha
1. Macam/jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis
tanaman, semakin berkelanjutan).
Lahan yang digunakan : Tegal dan sawah
Jenis komoditas tegal : kopi, durian, waru, pisang, nangka
Jenis komoditas sawah : jagung
Skor lahan tegal : 5, karena terdiri dari 5 jenis tanaman
Skor lahan sawah : 1, karena terdiri dari 1 jenis tanaman
115

2. Akses terhadap sumber daya pertanian: luas lahan yang dimiiki


Bapak Trisulo.
Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sikap (Bagi Hasil)Jumlah (Ha)

Sawah (Ha) <0,25 0 0 0,2

Tegal (Ha) 0,386 0 0 0,386

Pekarangan (Ha) 0 0 0 0

Jumlah (Ha) 0,5 0 0 0,5

Penilaian penguasaan lahan sawah : 5, karena 100% milik sendiri


Penilaian penguasaan lahan tegal : 5, karena 100% milik sendiri
Penilaian bibit tanaman lahan sawah : 2, karena 25% membuat sendiri
Penilaian bibit tanaman lahan tegal : 5, karena 100% membuat sendiri
Penilaian pupuk : 3, karena 50% membuat sendiri
Penilaian modal : 5, karena 100% milik sendiri
3. Apakah produksi pertanian dapat memenuhi kebutuhan
konsumsi?
Ya, dapat terpenuhi 100% sehingga penilaiannya 5.
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang
dibudidayakan?
a. Jenis tanaman: jagung, harga 2.000-3.000/kg
Skor 3, karena harga yang tersedia di bawah standar. Petani menjual hasil
panennya di pasar sekitar.
b. Jenis tanaman: Kopi, harga 21.000/kg
Skor 5, karena harga yang tersedia sudah wajar
c. Janis tanaman: Durian, harga 5.000.000/tebasan
Skor 5, karena harga yang tersedia sudah wajar
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak?
Mengetahui, karena petani menggunakan pupuk kandang untuk
meningkatkan kesuburan tanahnya. Selain itu, petani juga
menggunakan tanaman naungan untuk kopi. Alasan penggunaan
pupuk kandang adalah karena tingkat kesuburan tanah yang
dihasilkan lebih tahan lama.
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Pertanian : ya
Peternakan : ya, memiliki 2 ekor sapi perah
Skor 3 karena memiliki 2 jenis sumber penghasilan
7. Kepemilikan ternak
116

Skor 5, karena memiliki ternak sapi


8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan digunakan untuk bahan pembuatan pupuk
kandang atau pupuk organik. Penggunaan kotoran ternak untuk pupuk
organic dilakukan pengolahan dengan cara homogensiasi dan
difermentasi menggunakan EM4. Penilaian untuk cara pengaplikasian
pupuk kandang yaitu termasuk pada skor 5.
9. KearifanLokal
a. Kepercayaan adat/isitadat
Bersih desa yang dilakukan setiap tahun pada Bulan Dzulhijah, setiap
hari Jumat Kliwon
b. Pranoto mongso
Ya, Menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian
c. Penggunaan Bahan-Bahan alami setempat untuk
pupuk/pengendalian hama
Ya, menggunakan kotoran hewan ternak untuk pupuk.

d. Kegiatan masyarakat
Ada kegiatan gotong royong ketika membuat saluran irigasi dan kegiatan
rutin dalam kelompok tani.
10. Kelembagaan
Tidak ada kelompok tani yang resmi, melainkan hanya ada kelompok tani
yang berkumpul dalam bentuk paguyuban untuk menentukan masa
tanam.
11. Tokoh Masyarakat
-
12. Analisis Usahatani dan Kelayakan Usaha
TVC = 703.000 + 70.000
= Rp 773.000
TFC = 25.000 + 3.500
= Rp 28.500
TC = TFC + TVC
= 28.500 + 773.000
= Rp 801.500
TR = 700 x 2.500
= Rp 1.750.000
GFFI = Y.Py - ∑𝑇𝑇−1 𝑇𝑇. 𝑇𝑇
= 700 x 2.500 – (TVC)
= Rp 1.750.000,00 – Rp 773.000,00
= Rp 977.000,00
R/C ratio = TR / TC
117

= Rp 1.750.000,00/ Rp 801.500,00
= 2,18
Seluruh hasel panen dijual dalam bentuk kopi yang sudah diolah (diose) ke
pasar Ngantang oleh petani seharga Rp21.000,00/kg.

Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian


1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja
asal para penduduk desa?
Desa dibuka sejak tahun 1816, sebagian besar penduduk yang tinggal di
daerah tersebut berasal dari Jawa Tengah, Malang Selatan,
Kediri, dan Madura.
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian
di desa ini?
Tidak, karena dengan bertani saja sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup.
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun
terakhir ini? Bila ya, digunakan untuk apa dan siapa yang
membuka (penduduk desa setempat/ dari luar desa).
Ada pembukaan areal hutan untuk pertanian, yaitu digunakan untuk kebun
kopi. Pihak yang membuka pengalihan fungsi lahan tersebut yaitu
beberapa penduduk desa setempat dan pihak luar yang melakukan
kerjasama dengan pihak PERHUTANI.
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani
yang dimanfaatkan masyarakat di desa?
Ada perubahan, luasan hutan menjadi berkurang semenjak dikelola oleh
PERHUTANI yang digunakan sebagai kebun kopi. Dimana kebun
kopi tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa.
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan
tersebut?
Perhutani melarang pembukaan lahan hutan. Hutan boleh digunakan
untuk menanam (budidaya) tetapi tidak boleh menebang pohon
asli di hutan.
2) Apa ada sanksi bila tidak mematuhi peraturan tersebut?
Bila ya, sebutkan sanksinya dan siapa yang akan member
sanksi
Sanksi berupa hukuman penjara yang akan diajukan oleh Perhutani
Ngantang kepada pihak yang berwajib.
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan
masyarakat dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana
tempatnya?
Tempat yang dilindungi yaitu tempat sakral (punden) yang berada di dekat
pemukiman desa.
118

7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?


Tempat tersebut dianggap sakral oleh masyarakat sekitar dari sejarah turun
temurun.

Plot 3. Tanaman Semusim


Narasumber:Pak Juari
59 tahun
Luas lahan yang digarap 0,5 ha
Pola tanam monokultur

1. Macam/jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis


tanaman, semakin berkelanjutan).
Lahan yang digunakan: Lahan sawah
Jenis komoditas: kol
Jenis tanaman untuk lahan sawah: 1 jenis skor 1
2. Akses terhadap sumber daya pertanian: luas lahan yang dimiiki
Bapak Juari.
Tana Sakap
Sew Jumlah
Jenis Lahan h (bagi
a (ha)
Milik hasil)
Sawah (ha) 0,5 0,5
Tegal (ha)
Pekarangan
(ha)
Jumlah (ha) 0,5
Penilaian untuk penguasaan lahan sawah yaitu tergolong skor
3 karena lahan yang dimiliki Bapak Juari merupakan lahan sewa
>50%. Bapak Juari menyewa lahan sawah sebesar 0,5 ha.
Penilaian untuk bibit tanaman apakah membuat sendiri atau
membeli yaitu termasuk skor 5 karena Bapak Juari membuat sendiri
bibitnya (100%). Penilaian untuk pupuk apakah membuat sendiri
atau membeli yaitu termasuk pada skor 1 karena Bapak Juari tidak
membuat sendiri pupuknya, melainkan membeli semua pupuknya di
toko pertanian. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang
dipakai sebagai pupuk dasar pada awal proses pengolahan lahan.
Penilaian untuk modal yaitu tergolong pada skor 5 karena modal
Bapak Juari 100% berasal dari diri sendir.
3. Apakah produksi pertanian (sayuran kubis) dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi?
Penilaian untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi yaitu termasuk pada skor 1
yaitu 0% terpenuhi karena semua hasil panen dijual kepada tengkulak.
119

4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang


dibudidayakan?
a. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah kol. Hasil panen kol langsung
dibeli semua oleh tengkulak dengan harga Rp2000/kg, sehingga
penilaian untuk akses pasar termasuk pada skor 5 yaitu tersedia akses
pasar dengan harga wajar.
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak?
Tidak, karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia masih intensif yakni
ketika awal tanam dan ketika kelihatan hama (1x seminggu). Petani
mengetahui bahwa penggunaan input kimia tidak ramah lingkungan
tetapi petani tetap mengggunakan input kimia karena lebih efektif dan
hasil panennya bagus serta cepat.
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Sumber penghasilan petani dari bidang pertanian berasal dari produksi
usahatani kol, padi, dan bawang merah. Sedangkan dari bidang
peternakan, petani memiliki hewan ternak berupa kambing dan sapi,
tapi petani tidak mendapat penghasilan dari hewan ternak tersebut
hanya kotoran sebagai pupuk (sangat sedikit). Selain, berusahatani, istri
petani juga melakukan pekerjaan sampingan yaitu sebagai pedagang
toge untuk menambah penghasilan. Penilaian diversifikasi sumber-
sumber pendapatan termasuk pada skor 3, yaitu petani memiliki 2 jenis
sumber penghasilan.
7. Kepemilikan ternak
Penilaian untuk kepemilikan ternak yaitu termasuk pada skor 5 karena petani
memiliki ternak kambing dan sapi.
8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan digunakan untuk bahan pembuatan pupuk
kandang atau pupuk organik. Penggunaan kotoran ternak untuk pupuk
organik tidak dilakukan pengolahan namun langsung diaplikasikan dan
juga jumlah pupuk yang didapat dari kotoran ternak sangat sedikit.
Sehingga penilaian untuk cara pengaplikasian pupuk kandang yaitu
termasuk pada skor 3.

9. Kearifan Lokal
a. Kepercayaan adat/isitadat
Adat istiadat yang dilakukan di desa tersebut yaitu membuat sesajen pada saat
menanam padi dan tumpengan saat panen raya.
10. Kelembagaan
120

Bapak Juari merupakan anggota gapoktan, gapoktan mengadakan pertemuan


tiap 6 bulan sekali. Selain itu, terdapat koperasi sebagai salah satu
lembaga pemasaran di desa.
11. Tokoh Masyarakat
12. Analisis Usahatani dan Kelayakan Usaha
TVC = 4.845.000 + 91.875
= Rp 4.936.875
TFC = Rp 500.000 + 3.600
= Rp 503.600
TC = TFC + TVC
= 4.936.875 + 503.600
= Rp 5.440.475
TR =PxQ
= 10.000 x 2.000
= Rp 20.000.000
R/C Ratio = TR/TC
= 20.000.000/5.440.475
= 3,67
Berdasarkan hasil perhitungan analisis R/C Ratio terhadap
usahatani sawi, didapat hasil sebesar 3,67. Hasil R/C Ratio tersebut
menunjukkan bahwa usahatani sawi yang dilakukan Bapak Juari dapat
dikatakan efisien dan layak untuk diusahakan karena telah melebihi
ketentuan kelayakan usahatani yaitu R/C Ratio >1.

Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian


1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja
asal para penduduk desa?
Desa dibuka sejak tahun 1816, sebagian besar penduduk yang tinggal di
daerah sini berasal dari Jawa Tengah dan Madura.
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian
di desa ini?
Tidak boleh melakukaan pembukaan hutan (aturan pemerintah).
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun
terakhir ini? Bila ya, digunakan untuk apa dan siapa yang
membuka (penduduk desa setempat/ dari luar desa).
Ada pembukaan areal hutan untuk pertanian yaitu digunakan untuk kebun
kopi. Pihak yang membuka pengalihan fungsi lahan tersebut yaitu
beberapa penduduk desa setempat dan pihak luar yang melakukan
kerjasama dengan pihak PERHUTANI.
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani
yang dimanfaatkan masyarakat di desa?
121

Ada perubahan, luasan hutan menjadi berkurang semenjak dikelola oleh


PERHUTANI yang digunakan sebagai kebun kopi dimana kebun
kopi tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa.
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan
tersebut?
Dilarang melakukan pembukaan hutan.
2) Apa ada sangsi bila tidak mematuhi peraturan tersebut?
Bila ya, sebutkan sanksinya dan siapa yang akan memberi
sanksi
Sanksi berdasarkan hukum pemerintah karena merupakan aturan dari
pemerintah.
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan
masyarakat dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana
tempatnya?
Tempat yang dilindungi yaitu tempat sakral (punden) yang berada
di dekat pemukiman desa.
7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
Tempat tersebut dianggap sakral oleh masyarakat sekitar dari sejarah turun
temurun.

Plot 4. Tanaman Semusim + Pemukiman


Narasumber : Pak Wibowo
59 tahun
Luas lahan yang digarap 0,5 ha
Pola tanam monokultur
1. Macam/jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis
tanaman, semakin berkelanjutan).
Lahan yang digunakan : Lahan sawah
Jenis komoditas : Jagung
Jenis tanaman untuk lahan sawah : 1 jenis skor 1

2. Akses terhadap sumber daya pertanian: luas lahan yang dimiliki


Bapak Juari.
Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sikap (Bagi Hasil)Jumlah (Ha)
122

Sawah (Ha) 0 0,5 0 0,5

Tegal (Ha) 0 0 0 0

Pekarangan (Ha) 0 0 0 0

Jumlah (Ha) 0 0,5 0 0,5

Penilaian penguasaan lahan sawah : 3, karena >50% lahan sewa


Penilaian bibit tanaman lahan sawah : 5, karena 100% membuat sendiri
Penilaian pupuk : 3, karena 50% membuat
sendiri
Penilaian modal : 5, karena 100% milik
sendiri
3. Apakah produksi pertanian (jagung) dapat memenuhi kebutuhan
konsumsi?
Penilaian untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi yaitu termasuk pada skor 5
yaitu 100% terpenuhi.
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang
dibudidayakan?
Hasil panen kol langsung dibeli semua oleh tengkulak sehingga penilaian
untuk akses pasar termasuk pada skor 5 yaitu tersedia akses pasar
dengan harga wajar.
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak?
Tidak, karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia masih intensif yakni
ketika awal tanam dan ketika kelihatan hama (1x seminggu). Petani
mengetahui bahwa penggunaan input kimia tidak ramah lingkungan
tetapi petani tetap mengggunakan input kimia karena lebih efektif dan
hasil panennya bagus serta cepat.
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Sumber penghasilan petani dari bidang pertanian berasal dari produksi
usahatani jagung. Sedangkan, dari bidang peternakan, petani memiliki
hewan ternak berupa kambing, tapi petani tidak mendapat penghasilan
dari hewan ternak tersebut hanya kotoran sebagai pupuk. Penilaian
diversifikasi sumber-sumber pendapatan termasuk pada skor 3, yaitu
petani memiliki 2 jenis sumber penghasilan.
7. Kepemilikan ternak
Penilaian untuk kepemilikan ternak yaitu termasuk pada skor 5 karena petani
memiliki ternak kambing.
8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak
123

Kotoran ternak yang dihasilkan digunakan untuk bahan pembuatan pupuk


kandang atau pupuk organik. Penggunaan kotoran ternak untuk pupuk
organic dilakukan pengolahan dengan cara homogensiasi dan
difermentasi menggunakan EM4. Selain itu, kotoran ternak juga
diolah dan digunakan untuk pestisida sehingga penilaian untuk cara
pengaplikasian pupuk kandang yaitu termasuk pada skor 5.
9. KearifanLokal
a. Kepercayaan adat/isitadat
Adat istiadat yang dilakukan di desa tersebut yaitu membuat syukuran
saat panen.
b. Pranoto mongso
Ya, Menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian
c. Penggunaan Bahan-Bahan alami setempat untuk
pupuk/pengendalian hama
Ya, menggunakan kotoran hewan ternak yang diolah dengan sedikit
bahan sintetis untuk pestisida.
d. Kegiatan masyarakat
Adanya kegiatan kelompok tani, irigasi.
10. Kelembagaan
Bapak Wibowo merupakan anggota kelompok tani, Tani Luhur. Akan tetapi,
kelompok tani tersebut tidak berjalan. Namun, ada koperasi benama
Sumber Makmur yang berjalan.
11. Tokoh Masyarakat
-
12. Analisis Usahatani dan Kelayakan Usaha
TVC = 1.385.000 + 175.000
= Rp 1.560.000
TFC = Rp 583.333 + 7.667
= Rp 591.000
TC = TFC + TVC
= 591.000 + 1.560.000
= Rp 2.151.000
TR = 2.400 x 2.000
= Rp 4.800.000

R/C Ratio = TR/TC


= 4.800.000/2.151.000
= 2,23
Berdasarkan hasil perhitungan analisis R/C Ratio terhadap usahatani
jagung, didapat hasil sebesar 2,23. Hasil R/C Ratio tersebut
124

menunjukkan bahwa usahatani jagung yang dilakukan Bapak Wibowo


dapat dikatakan efisien dan layak untuk diusahakan karena telah
melebihi ketentuan kelayakan usahatani yaitu R/C Ratio >1.

Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian


1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja
asal para penduduk desa?
Desa dibuka sejak tahun 1816, sebagian besar penduduk yang tinggal di
daerah sini berasal dari Jawa Tengah dan Madura.
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian
di desa ini?
Tidak, karena tidak boleh melakukan pembukaan hutan (aturan
pemerintah).
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun
terakhir ini? Bila ya, digunakan untuk apa dan siapa yang
membuka (penduduk desa setempat/ dari luar desa).
Ada pembukaan areal hutan untuk pertanian yaitu digunakan untuk kebun
kopi. Pihak yang membuka pengalihan fungsi lahan tersebut yaitu
beberapa penduduk desa setempat dan pihak luar yang melakukan
kerjasama dengan pihak PERHUTANI.
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani
yang dimanfaatkan masyarakat di desa?
Ada perubahan, luasan hutan menjadi berkurang semenjak dikelola oleh
PERHUTANI yang digunakan sebagai kebun kopi dimana kebun
kopi tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa.
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan
tersebut?
Dilarang melakukan pembukaan hutan.
2) Apa ada sanksi bila tidak mematuhi peraturan tersebut?
Bila ya, sebutkan sanksinya dan siapa yang akan member
sanksi
Sanksi berdasarkan hokum pemerintah karena merupakan aturan dari
pemerintah.
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan
masyarakat dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana
tempatnya?
Tempat yang dilindungi yaitu tempat sakral (punden) yang berada di dekat
pemukiman desa.
7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
125

Tempat tersebut dianggap sacral oleh masyarakat sekitar dari


sejarah turun temurun.

Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip


126

Gambar 1. Foto bersama bapak narasumber di plot 4

Gambar 2. Keadaan alam di lokasi fieldtrip

Gambar 3. Vegetasi Tumbuhan di lokasi fieldtrip

Gambar 4. Sungai di lokasi fieldtrip

Anda mungkin juga menyukai