OLEH:
Disetujui,
Diketahui,
Koordinator Penelitian
Medan, 2022
Penulis 1 Penulis 2
i
DAFTAR ISI
PRAKATA i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Tanaman Herbal 7
2.1.1 Jahe Merah 8
2.2 Pengeringan 10
2.2.1 Alat Pengering Tipe Rak 14
2.3 Faktor - Faktor yang Mepengaruhi Pengeringan 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 17
3.2 Peralatan 17
3.2.1 Alat Pengering 17
3.2.2 Pengumpulan Data 18
3.3 Tahap – Tahap Penelitian 19
3.4 Diagram Penelitian 20
3.5 Prosedur Penelitian 20
3.5.1 Proses Pengeringan 20
3.5.2 Flowchart Penelitian 21
3.6 Prosedur Perhitungan 22
3.6.1 Perhitungan Laju Pengeringan 22
ii
3.7 Analisa
3.7.1 Analisa Kadar Air 22
3.7.2 Flowchart Analisa Kadar Air 22
3.7.3Analisa Mutu Jahe Merah kering 23
23
DAFTAR PUSTAKA 24
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Proses pengeringan akan memperlambat pertumbuhan bakteri dan jamur
sehingga gabah tidak akan cepat mengalami kerusakan dan penyusutan selama
penyimpanan. Gabah yang diperuntukkan untuk disimpan atau dikenal dengan
gabah kering simpan (GKS) mempunyai standar kadar air antara 14% hingga
18%. Sedangkan untuk keperluan proses penggilingan dikenal dengan gabah
kering giling (GKG) yang mempunyai standar kadar air maksimal 14%. (Putra
dan Novrinaldi. 2019)
Proses pengeringan gabah di Indonesia masih banyak memakai cara
konvensional atau alami dengan penjemuran langsung di bawah sinar matahari,
Kerugian pengeringan alami atau konvensional adalah tergantung cuaca dan
membutuhkan tenaga operasional yang besar, kelemahan lain yaitu tingkat susut
hasil karena tercecer ataupun termakan bintang lebih tinggi, adanya resiko gabah
basah karena hujan, maupun gabah kotor akibat binatang atau kotoran pada lantai
jemur, serta kesulitan dalam mengontrol suhu. (Ramli, dkk. 2017)
Proses pengeringan menggunakan alat pengering buatan memerlukan energi
yang besar sejalan dengan biaya yang besar pula karena membutuhkan bahan
bakar dan energi listrik. Cara yang efisien adalah dengan memanfaatkan panas
buangan sisa pembakaran.
Alat pengering yang dimodifikasi terintegrasi dengan alat pirolisis lebih
efisien, murah dan berguna, karena pada saat alat pirolisis menghasilkan produk
utamanya yaitu arang dan asap cair, panas buangan sisa pembakaran dapat
digunakan untuk proses pengeringan sehingga lebih efisien.
Berikut ini adalah penelitian terdahulu mengenai pengeringan menggunakan
alat Flat bed dryer ( pengering tipe gabah ) :
Tabel 1.3 Penelitian terdahulu mengenai pengeringan:
Nama Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Catrawedar 2018 Pengujian termal Pengering bahwa dengan energi masuk
Gabah Unfixed Flad Bed sebesar 6,396 kW diperlukan
ma, dkk.
waktu 125 menit untuk
menguapkan air yang ada
dalam gabah, dengan efisiensi
termal tertinggi pada rak ke-2
dari bawah.
ancal, et al. 2019 Development of Static Flat- Pengering yang dikembangkan
bed Batch Dryer for Small dapat digunakan secara efektif
Scale Grain Drying untuk pengeringan biji-bijian
2
dalam skala kecil di tempat-
tempat kelembaban relatif
tinggi. Suhu yang lebih tinggi
selama operasi pengeringan,
bagaimanapun, dapat
mempengaruhi karakteristik
kualitas biji-bijian setelah
penggilingan operasi. Jadi
pengaturan suhu harus
digabungkan selama operasi
dengan memvariasikan
laju aliran udara.
Ghiasi,et al 2016 Energy usage and drying pengeringan flad bed dan
capacity of flat-bed and inclined-bed dalam hal durasi
inclined-bed dryers for rough pengeringan, kapasitas
rice drying pengeringan, energi
persyaratan serta kualitas
penggilingan padi dapat
diketahui dalam penelitian ini.
Kita dapat menyimpulkan
bahwa pengeringan dengan
pengering inclined-bed
menghabiskan hampir kurang
dari 90 kW.h ton-1 kekuatan
untuk mengeringkan beras
kasar dari kadar air 20%
menjadi 13% (wb).
Selanjutnya, kapasitas
pengeringan meningkat hingga
25% untuk kedua tingkat suhu
dibandingkan untuk
pengeringan flat-bed. Selain
itu, pengeringan dengan lebih
tinggi suhu (42-43°C) akan
menghilangkan kelembapan
dari beras kasar lebih cepat
yang menyebabkan secara
signifikan lebih besar kapasitas
pengeringan dibandingkan
dengan 38-39°C, hingga
52,77% dan 57,14% untuk
IBD dan pengering flat-bed
masing-masing. Meskipun
semua percobaan dalam
penelitian ini menghasilkan
beras giling dengan indeks
kualitas perdagangan yang
dapat diterima, tetapi
3
pengering flat-bed
menghasilkan beras dengan
lebih seragam dan lebih sedikit
kerusakan.
Maryana,dk 2017 Mekanisme dan kinerja alat Penerapan pengering gabah
k pengeringan gabah dilahan diharapkan dapat mengatasi
rawa berbagai macam kendala dan
masalah spesifik lokasi di
lahan rawa Sumatera Selatan.
Beberapa tipe pengering gabah
telah diintroduksikan ke petani
seperti pengering tipe flat bed
BBM, flat bed bahan bakar
sekam ABC, flat bed bahan
bakar sekam tungku tunggal
model ABC dan pengering
fluidisasi. Penggunaan alat
pengering dapat mempercepat
waktu pengeringan serta
meningkatkan rendemen
giling.
Adu,et al 2021 Influence of energy recovery Pengering flat bed dengan
system on the energy sistem reklamasi panas
efficiency of a flat-bed dryer dikembangkan. Evaluasi
in the drying of turmeric pengering adalah dilakukan
dengan uji 'Tanpa beban' dan
pengeringan kunyit pada
kondisi C-I dan C-II,
menunjukkan tanpa dan
dengan heat-recovery-unit
masing-masing pada suhu
60℃, 65℃ dan 70℃.Efisiensi
termal pengering ditentukan,
pada C-I ditemukan 28, 27 dan
27% pada 60℃, 65℃ dan
70℃ dan pada C-II adalah 42,
42, dan 40% untuk 60℃,
65℃, dan 70℃ masing-
masing.
4
Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan, maka peneliti ingin melakukan
penelitian mengenai efisiensi pengeringan padi agar mendapatkan efisiensi terbaik
dan nilai ekonomis yang rendah.
5
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel tetap dan variabel
berubah sebagai berikut:
1. Variabel Tetap
Tabel 1.4 Variabel Tetap
Variabel Keterangan
Berat Padi 150 gram
Kecepatan Udara 10 m/s
2. Variabel Berubah
Tabel 1.5 Variabel Berubah
Variabel Keterangan
Suhu Udara Panas 50oC, 60oC dan 70oC
Tinggi Bed 20cm, 40cm, dan 60cm
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PADI
Padi adalah salah satu komoditas pangan yang paling penting bagi bangsa
Indonesia karena merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Tanaman
padi termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut
(Kartasapoetra, 1988):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Graminales
Family : Gramineae
Sub Family : Oryzae
Genus : Oryzae
Spesies : Oryza sativa, L
Sifat-sifat fisik padi antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel,
penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi. Berikut
gambar struktur padi dapat dilihat pada gambar 2.1
Keterangan:
1. Beras (Kayopsis)
2. Palea
3. Lemma
4. Rakhilla
5. Lemma Mandul
6. Pedicel (Tangkai Padi)
7
Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85 – 90%
dari berat kering beras. Kandungan dari pentosan berkisar antara 2 – 2,5% dan
gula 0,6 – 1,4% dari beras pecah kulit (Winarno, 1997). Komposisi kimia beras
pecah kulit dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beras Putih Kulit per 100 Gram
Keterangan Nilai
Energi Karbohidrat 79 g 1,527 kJ (365 kkal)
Gula 72 g
Serat Pangan 0,12 g
Lemak 0,66 g
Protein 7,13 g
Air 11,62 g
Thiamin (Vit.B1) 0,070 mg (5%)
Riboflavin (Vit.B2) 0,049 mg (3%)
Niasin (Vit.B3) 1,6 mg (11%)
Asam Panthotenat (B5) 1,014 mg (20%)
Vitamin B6 0,164 mg(13%)
Folat (Vit.B9) 8 µg (2%)
Kalsium 28 mg (3%)
Besi 0,80 mg (6%)
Magnesium 25 mg (7%)
Mangan 1,088 mg (54%)
Fosfor 115 mg (16%)
Potassium 115 mg (2%)
Seng 1,09 mg (11%)
(Sumber Data Nutrisi USDA, 2009)
2.2 PENGERINGAN
Pengeringan zat padat merupakan pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair
dari suatu bahan sehingga dapat mengurangi kandungan sisa zat cair yang
terkandung dalam zat padat itu sampai suatu nilai tertentu. Proses pengeringan
pada dasarnya menyangkut proses perpindahan panas dan perpindahan massa
yang terjadi secara bersamaan. Pertama - tama sumber panas ditransfer dari
medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi proses penguapan air, uap
air yang terbentuk dapat dipindahkan melalui permukaan bahan ke medium
sekitarnya (Hasibuan dan Alfikri, 2019).
Pengeringan juga dapat menurunkan biaya serta memudahkan dalam proses
penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Pengeringan juga bertujuan untuk
8
memperpanjang umur simpanan produk. Sasaran utama pengeringan ialah
menurunkan kadar air atau aktivitas air, menghambat pertumbuhan bakteri,
menurunkan aktivitas enzim, serta menurunkan laju perubahan kimia yang tidak
diinginkan sehingga dapat membuat produk disimpan lebih tahan lama dengan
mutu yang lebih terjaga (Ummah, dkk. 2016). Sebelum melakukan proses
pengeringan, sebaiknya harus diketahui terlebih dahulu data dari suatu bahan yang
akan digunakan salah satunya yaitu kadar air. Dimana kadar air ini merupakan
banyaknya air yang dikandung pada suatu bahan/padatan kering, ada 2 cara untuk
mengetahui kadar air yaitu basis kering (bk) dan basis basah (bb). Untuk
menghitung kadar air dari suatu bahan, digunakan persamaan berikut ini untuk
menghitung basis basah dan basis kering :
W t −W d 2.1
M db (basis kering) = ×100 %
Wt
W t −W d 2.2
M wb (basis basah) ×100 %
Wt
Keterangan:
(Trisanto,dkk,2018)
9
tekanan dan temperatur yang sama disebut dengan kelembapan relatif atau
relative humidity (RH) (Geankoplis, 1993).
Setelah tahap penyesuaian awal, kadar air basis kering akan menurun secara
linier secara waktu, maka hal ini disebut dengan pengeringan. Hal ini juga diikuti
dengan pernurunan kadar air basis kering terhadap waktu dengan tak-linier,
setelah waktu yang lama maka padatan tersebut telah mencapai kesetimbangannya
dan pengeringan berhenti. Berdasarkan persamaan berikut, laju pengeringan (R),
didefinisikan sebagai :
−Ls dX 2.3
R=
A dt
sd1vdsv1993)
dimana :
R = Laju pengeringan (kg H2O/h m2)
Ls = Berat padatan yang dikeringkan (kg)
A = Luas permukaan (m2)
X = Kadar air basis kering
t = Waktu pengeringan (h)
10
Gambar 2.2 Tipe laju pengeringan dengan kondisi pengeringan konstan
(Modak,dkk.2009)
11
pengeringan dibuat dengan mem-plot kadar air dan waktu, digunakan untuk
menggambarkan kehilangan air (atau perilaku pengeringan) bahan selama proses
pengeringan.Pada umumnya ada dua tahap laju pengeringan, yaitu: laju
pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.
1. Laju Pengeringan Konstan
Laju pengeringan konstan dapat terjadi pada lapisan air bebas yang
terdapat pada permukaan suatu bahan. Pada laju pengeringan ini terjadi cepat,
dimana kecepatan penguapan air pada tahapan ini dapat disamakan dengan
kecepatan penguapan air bebas. Besaran laju pengeringan ini bergantung pada
lapisan yang terbuka,perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah,
koefisien pindah massa, serta kecepatan aliran udara pengering. Selama periode
awal pengeringan, laju pengeringan ditinjau dari tiga parameter pengeringan
eksternal yaitu kecepatan udara, suhu udara dan kelembaban udara. Jika kondisi
lingkungan konstan, maka laju pengeringan akan konstan.(Raihan,2021).
2 Laju Pengeringan Menurun
Laju pengeringan menurun biasanya terjadi setelah periode pengeringan
konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam bahan ke
permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari bahan.
Proses pengeringan dengan laju menurun sangat tergantung pada sifat-sifat alami
bahan yang dikeringkan. Laju perpindahan massa selama proses ini dikendalikan
oleh perpindahan internal bahan. Periode laju pengeringan menurun meliputi 2
proses yaitu perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan dan perpindahan uap
air dari permukaan ke udara sekitar. Kadar air kritis (critical moisture content)
menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.
Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari
dalam bahan ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air
maksimum dari bahan (Hani, 2012).
12
udara pengering adalah suhu, kecepatan, aliran udara pengering dan kelembaban
udara. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan
adalah ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan. Faktor -
faktor yang berpengaruh dalam laju pengeringan tersebut adalah :
a. Bentuk Bahan
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan berdifusi ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Sehingga
untuk mempercepat proses berdifusinya air, bahan yang akan dikeringkan akan
dipotong-potong untuk mempercepat pengeringannya, dikarenakan :
(1) Pemotongan atau pengirisan bahan akan memperluas permukaan bahan dan
mengurangi ketebalan bahan sehingga mempercepat penguapan air dair
bahan.
(2) Potongan - potongan kecil atau ketebalan bahan yang tipis mengurangi jarak
dimana panas harus bergerak sampai ke bagian tengah bahan. Potongan kecil
atau ketebalan bahan yang tipis juga akan mengurangi jarak yang dilalui air
dari bagian tengah bahan yang harus keluar keluar dari bahan tersebut.
13
Setiap bahan khususnya bahan pangan mempunyai keseimbangan RH
masing-masing, yaitu kelembaban di suhu tertentu dimana air pada bahan tidak
mengalami penguapan dan bahan tidak menyerap uap air dari udara. Dengan
syarat, Jika RH Udara < RH Keseimbanagan maka bahan masih dapat
dikeringkan.Jika RH Udara > RH Keseimbangan maka bahan akan menyerap air
dari udara.(Rohanah, 2006)
d. Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan membawa uap air tersebut dari permukaan bahan ke
lingkungan. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan dengan
baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan semakin
cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003).
e. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara di sekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan (Supriyono, 2003).
14
panas atau gas panas hasil pembakaran. Rendahnya konsumsi energi dan kualitas
produk yang dihasilkan lebih baik. Jika tekanan steam dijaga konstan dan lebih
banyak energi yang diambil, suhu akan meningkat dan saturated steam akan
menjadi superheated steam. Beberapa alat pengering konveksi dapat dibuat
menjadi superheated steam seperti fluidised bed, flash, rotary, conveyor type dan
spray. Penambahan sumber panas misalnya radiasi dan konduksi dapat juga
ditambahkan kedalam alatnya.
Dimana memiliki beberapa kelebihan yaitu sisa pengeringan yaitu steam
memungkinkan untuk merecover semua panas laten lalu di supply kembali ke alat
pengering, reaksi tidak mengalami oksidasi, laju pengeringan yang lebih tinggi.
(Mujumdar dan Sakamon, 2008).
15
2.7 PENGERINGAN BUATAN
Pada pengering buatan terdapat berbagai macam alat pengering sesuai
dengan bahan yang akan dikeringkan seperti tray dryer untuk bahan berupa slice,
spray dryer untuk bahan berupa cairan ataupun flat bed dryer untuk bahan berupa
butiran, dll :
1). Tray Dryer
16
2). Spray Dryer
17
dilakukanlah suatu inovasi yaitu mesin flat bed dryer untuk mengeringkan hasil
pertanian. Di sisi lain, mesin tersebut didesain sangat kompleks, dengan prinsip
kerja yang mengacu pada forced convection, sehingga cara pembuatan, dan
pengoperasianya tidak mudah, serta perlu mengatur ketebalan gabah dalam ruang
pengering karena bed pengeringnya tidak bergerak (fixed bed)
(Catrawedarma,2018). Flat-bed dryer (FBD) adalah pengering mekanis dengan
sederhana fitur desain dan operasi. Sangat mudah untuk membangun
menggunakan bahan yang tersedia dan murah dengan pengoperasian yang mudah
tanpa tenaga terampil. operasi dari Flat bed dryer selalu menghasilkan gradien
kelembaban antara lapisan bawah dan lapisan atas bed dryer. Untuk mengatasi
masalah ini, pemilihan pengeringan yang cermat parameter untuk mencapai
efektivitas dan keseragaman proses pengeringan harus dilakukan. Untuk itu,
penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh suhu pada pengeringan kinerja,
kualitas dan karakteristik fisik dari bahan kering biji-bijian sepert padi
menggunakan flat bed dryer (Syariffuddeen,2020).
q ¿=m¿ . C p . T ¿ ( 2.4 )
m¿ =ρ . A . V ( 2.5 )
Dimana :
q ¿=laju energi udara pengering(Watt )
m¿ =laju aliran massaudara pengering(kg/s )
c p=kalor spesifik udara pada tekanankonstan( J /kg . K )
18
T ¿=temperatur udara pengering(K)
2
A=luasan permukaan aliranudara masuk ruang pengering(m )
V =kecepatan aliran masuk udara pengering(m/s) .dihitung dengan persamaan
2.5
3).Efisiensi termal, yaitu perbandingan antara energi panas yang berguna pada
proses pengeringan dengan energi panas yang memasuki rak pengering, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
q˙ p
n ρ= ×100 % (2.8)
q̇¿
Dimana :
n ρ=¿ Efisiensi termal alat pengering
q̇ p=¿ laju energi panas penguapan (Watt)
q̇ ¿=laju energi udara pengering(Watt )
(Catrawedarma,dkk.2018)
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
20
dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Skema Alat Pengering Tipe Flat Bed Menggunakan Panas dari Alat
Pirolisis Untuk Pengeringan Padi
Keterangan gambar:
1. Tungku Pemanas Gas
2. Blower
3. Alat Pirolisis
4. Tempat Udara Panas
5. Flat Bed Dryer
6. Trap
7. Tangki Penampung Tar
8. Tangki Pendingin
9. Tangki Penampung Asap Cair
21
Gambar 3.2 Anemometer
2. Hygrometer
Alat yang digunakan untuk merekam temperatur dan RH dalam ruang
pengering.
3. Neraca Elektrik
Alat yang digunakan untuk mengukur/menimbang berat dari sampel yang
dikeringkan.
4. Oven
Alat yang digunakan untuk dapat menentukan kadar air sampel sebelum dan
sesudah pengeringan
22
Gambar 3.5 Oven
23
3.4 Diagram Penelitian
Kalibrasi
Alat Pengolahan Analisa hasil
suhu,kecepatan
Pengering Data pengering
udara
Gambar 3.6 Diagram Kerja Pengering flat bed Menggunakan Udara Panas Dari
Alat Pirolisis Pada Pengeringan padi.
24
3.5.2 Flowchart Penelitian
Prosedur penelitian dalam bentuk flowchart sebagai berikut :
Mulai
Tidak
Apakah massa
sampel sudah
konstan?
Ya
Data diperoleh
Ya
Apakah masih
ada variasi suhu
dan kecepatan?
Tidak
Selesai
25
3.6 Prosedur Perhitungan
3.6.1 Perhitungan Laju Pengeringan
Untuk menghitung laju pengeringan, maka perlu diketahui perubahan massa
sampel pada waktu tertentu. Kemudian data diselesaikan dengan menggunakan 2
persamaan:
dM c Mco−Mct
Laju Pengeringan= = (3.2)
dt t t −t 0
Keterangan:
Mc : Kadar air
Mco : Kadar air mula-mula
Mct : Kadar air pada waktu tertentu
t0 : Waktu mula-mula
tt : Waktu tertentu
dM c : Perubahan kadar air
dt : Perubahan waktu
3.7 Analisa
3.7.1 Analisa Kandungan Air
1. Aluminium foil ditimbang terlebih dahulu.
2. padi segar diletakkan diatas aluminium foil dan ditimbang sebanyak 5 gram
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C (±50C) selama 24 jam.
3. padi dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator lalu
ditimbang beratnya.
4. Perlakuan diulang dengan interval waktu 30 menit sampai berat sampel
konstan.
5. Kadar air dihitung dengan rumus:
26
3.7.2 Analisa Kebutuhan Energi
1. Kompor gas dihidupkan untuk memanaskan tangki pirolisis dan di catat
waktu dan tempratur suhu yang digunakan untuk memanaskan tangki
pirolisis.
27
yang sudah dicatat dan dihitung.
Mulai
Selesai
28
3.7.6 Flowchart Analisa Kebutuhan Energi Hasil Pengeringan Padi
Mulai
Selesai
29
3.7.7 Flowchart Analisa Efisiensi Termal Pengeringan Padi
Mulai
Selesai
30
3.7.8 Flowchart Analisa Biaya Pengeringan Padi
Mulai
Selesai
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Haryani, Kristinah, Suherman, dan Suryanto. 2015. Model Lapis Tipis
Pengeringan Menggunakan Metode Pengering Rak. Universitas
Diponogoro: Semarang.
33
Supu, R.D., A. Diantini dan J. Levita. 2018. Red Ginger (Zingiber Officinale Var.
Rubrum): Its Chemical Constituents, Pharmacological Activities and
Safety. FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi, 8(1): 25-31.
Vachlepi, Afrizaldan Didin Suwardin. 2014. Pengeringan karet remah berbasis
sumber energi biomassa. Warta Perkaretan, 33(2), 103-112.
Winata, A.M. dan R. Prasetiyo.2010. Karakteristik Pengeringan Gabah Pada Alat
Pengering Kabinet (Tray Dryer) Menggunakan Sekam Padi Sebagai
Bahan Bakar. Universitas Diponegoro: Semarang.
Zamharir, Sukmawaty, dan A. Priyati. 2016. Analisis Pemanfaatan Energi Panas
pada Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan
Menggunakan Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Jurnal Ilmiah
Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 4(2): 264-274.
34