SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
JATINANGOR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Dr.Ir. Cucu Suherman VZ M.Si. Dr.agr. Mochamad Arief Soleh, S.P., M.Agr.Sc
NIP. 196010051988031005 NIP. 19800408 2006041002
Mengetahui,
Puji syukur kami ucapkan atas berkah dan rahmat yang diberikan oleh
Penulisan skripsi ini bertujuan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar
Universitas Padjadjaran.
1. Dr. Ir. Cucu Suherman VZ M.Si., sebagai Dosen Pembimbing pertama dan
2. Dr. Mira Ariyanti, S.P., M.P., sebagai Penelaah dan Eso Solihin, S.P., M.P.,
3. Dr. Muhammad Amir Solihin, SP., MT. selaku Kepala Program Studi
penulis.
6. Irfan, Thoriq, Lutfi, Gumay, Sandy, Intan, Bintang, Farid, Lham, Bang
Alfin, Bilbul, serta Rekan bisnis di Taichan Goreng WB dan Faust Coffee
yang telah memberikan doa, bantuan, semangat, serta dukungan yang tidak
Romdhoni dan Ibunda Neneng Munfarida serta Adik Emillia Isni Maulidina dan
anggota keluarga penulis atas do’a, semangat, dan dukungan moril maupun
materil yang diberikan selama penyusunan usulan penelitian ini. Akhir kata,
semoga draft usulan penelitian ini dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan
Penulis
ABSTRAK
v
ABSTRACT
6
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
ABSTRAK 5
ABSTRACT 6
DAFTAR ISI 7
DAFTAR TABEL 9
DAFTAR GAMBAR 10
DAFTAR LAMPIRAN 11
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Kegunaan Penelitian 3
1.5 Kerangka Pemikiran 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Tanaman sela 8
2.2 Tembakau 9
2.3 Kelapa sawit 11
2.4 Butralin 13
BAB III BAHAN DAN METODE 15
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 15
3.2 Alat dan Bahan 15
3.3 Rancangan Penelitian 15
3.3.1 Rancangan Percobaan 15
3.3.2 Rancangan Perlakuan 17
3.3.3 Rancangan Analisis 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian 18
3.5 Pengamatan percobaan 21
3.5.1 Pengamatan Penunjang 22
7
3.5.2 Pengamatan Utama 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1 Pengamatan Penunjang 25
4.1.1 Cuaca di Lahan Percobaan 25
4.1.2 Data Pertumbuhan Kelapa Sawit Monokultur dan Kelapa Sawit
Tumpangsari 27
4.2 Pengamatan Utama 28
4.2.1 Tinggi Tanaman 28
4.2.2 Jumlah Daun 29
4.2.3 Luas Daun 31
4.2.4 Jumlah Tunas Ketiak Daun 32
4.2.5 Diameter Batang 34
4.2.6 Konduktansi Stomata 36
4.2.7 Indeks Klorofil 37
4.2.8 Bobot Basah Daun 39
BAB V PENUTUP 41
5.1 Kesimpulan 41
5.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 46
8
DAFTAR TABEL
9
DAFTAR GAMBAR
10
DAFTAR LAMPIRAN
11
BAB I
PENDAHULUAN
tembakau digunakan sebagai bahan pengobatan dan untuk upacara adat oleh
bangsa pribumi. Tembakau digunakan pertama kali di Amerika Utara, dan masuk
ke Eropa melalui Spanyol (Basyir, 2006). Pada abad ke-16 tanaman tembakau
Jawa. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), luas areal tanam tembakau
pada perkebunan rakyat di wilayah Jawa pada tahun 2015 yaitu 152.900 ha. Luas
tersebut adalah 79% dari keseluruhan luas areal tanam tembakau, dimana total
luas areal yaitu 194.336 ha. Tembakau juga berkontribusi terhadap penerimaan
negara melalui CHT (Cukai Hasil Tembakau) yang sangat signifikan dalam kurun
139,9 triliun rupiah pada tahun 2015 dan meningkat di tahun 2019 menjadi senilai
sistem pola tanam ganda. Salah satu dari 3 tipe pokok sistem tanam ganda
menurut Mangoendidjojo (1983) yaitu pola tanam sela dapat diaplikasikan pada
tembakau. Pola tanam sela adalah suatu bentuk pola tanam polyculture
1
(campuran) yang dilakukan antara jenis tanaman semusim dengan tanaman
tahunan. Sistem ini biasanya dilakukan pada tanaman perkebunan atau tanaman
kehutanan, misalnya perkebunan kelapa sawit, karet atau jati. Pada sistem ini
tanaman semusim ditanam sewaktu tanaman tahunan masih kecil dan belum
produktif
tanaman perkebunan yang berasal dari Afrika barat, di daerah antara Angola dan
Gambia. Kelapa sawit berguna baik sebagai penghasil minyak goreng, minyak
minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun pada akhir abad ke-19,
setelah era revolusi industri (Dinas Perkebunan Indonesia, 2007). Sama halnya
finansial bagi negara dikarenakan kelapa sawit merupakan salah satu penghasil
devisa negara, dan juga menyerap banyak tenaga kerja bagi masyarakat Indonesia
(Indarti, 2014). Hal tersebut menjadi suatu hal positif yang perlu dipertahankan
berupa penurunan produksi tandan buah segar (TBS), peningkatan serangan hama
dan penyakit, gangguan tata guna air, dan secara umum akan meningkatkan biaya
usaha tani (Pahan, 2006). Pengendalian gulma menjadi salah satu pemeliharaan
kebun kelapa sawit karena gulma dapat menyebabkan kerugian dalam usaha tani
kelapa sawit. Pertumbuhan gulma pada pertanaman kelapa sawit harus ditekan
2
sela pada pertanaman kelapa sawit dapat diterapkan untuk membantu menekan
pertanaman kelapa sawit TBM III, selain dapat menghambat pertumbuhan gulma
juga dapat memberikan nilai tambah yang menguntungkan (Armaini & Yoseva,
2012). Penanaman tembakau pada lahan kelapa sawit menjadikan dalam satu
lahan terdapat lebih dari satu jenis tanaman atau biasa disebut sebagai pola tanam
produksi lebih hemat dan resiko kegagalan dapat diperkecil, sehingga lebih
pemeliharaan yang tepat, salah satunya adalah pemangkasan tunas ketiak daun
(topping) akibat dominansi apikal. Tunas ketiak daun akan bersaing terhadap daun
utama untuk nutrisi dan sinar matahari. Keberadaaan tunas ketiak ini juga akan
menjadi sarang OPT (Bakht et al., 2007). Pemangkasan tunas ketiak daun dapat
menjadi pekerjaan yang sangat memakan waktu dan membutuhkan banyak tenaga
kerja jika dilakukan secara mekanik dengan menggunakan tangan. Tunas ketiak
penyakit pada bekas pangkasan. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah
3
Suckering secara kimiawi pada tembakau menggunakan zat penghambat tumbuh
tunas ketiak daun atau biasa disebut dengan suckercide. Butralin merupakan
suckercide yang bersifat lokal sistemik, dapat berpotensi untuk menaikan hasil
produksi tembakau dengan biaya yang relatif lebih murah (Longwee, 2013).
Anjuran konsentrasi yang diberikan untuk butralin pada Tobago 240 EC untuk
satu dosis pemakaian produk adalah 10-20 ml/l air untuk kultivar virginia dan 20-
dan hasil tembakau yang ditanam pada pertanaman kelapa sawit TBM III.
4
kelapa sawit TBM III.
1. Sebagai salah satu acuan bagi petani tembakau dalam penggunaan butralin
yang optimal.
pertumbuhan gulma.
diantaranya adalah intensitas sinar matahari yang rendah, yaitu hanya berkisar
antara 61-69% saja (Sudaryono, 2004). Hal tersebut dikarenakan pada intensitas
sinar matahari yang tinggi, laju transpirasi pada tanaman akan menjadi tinggi yang
pada daun sehingga daun menjadi tebal dan lebih kecil. Keadaan daun tembakau
seperti itu termasuk pada kualitas daun tembakau yang rendah, sehingga intensitas
5
sinar matahari sangat perlu diperhatikan (Sudaryono, 2004). Daun tembakau
kualitas Dekblad adalah daun tembakau dengan tingkat kualitas terbaik dengan
kriteria daun yang tipis dan daun yang lebar. Daun tembakau kualitas Dekblad,
memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi dibandingkan dengan kualitas lainnya
sehingga menuntut kualitas daun tembakau yang tinggi (Nisa et al., 2017).
Intensitas sinar matahari pada tanaman tembakau agar tetap rendah, dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem tanam tumpang sari dengan tanaman yang
memiliki tajuk lebar seperti kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit memiliki tajuk
lebar sehingga dapat menaungi areal lahan di sekitarnya. (Asadi et al., 1991)
menyebutkan bahwa kanopi dari pertanaman kelapa sawit berumur 2-3 tahun
memberikan naungan sebanyak 33-50%. Kelapa sawit memiliki jarak tanam yaitu
9 m x 9 m, dimana area antar tanaman memiliki luasan yang cukup untuk dapat
penelitian memberikan informasi bahwa lahan kelapa sawit TBM III memiliki
ruang tumbuh yang masih kosong sebesar 65% (Sarwendah, 2015). Lahan kosong
pada areal pertanaman kelapa sawit tersebut dapat menjadi salah satu alternatif
tembakau.
Perbedaan morfologi tanaman kelapa sawit dan tembakau serta umur panen
menjadi pendukung kombinasi kedua tanaman dalam sistem tanam tumpang sari.
Kelapa sawit memiliki jenis akar serabut sedangkan tembakau memiliki jenis akar
6
tunggang, memungkinkan pola tanam tumpang sari dapat dilakukan. Sistem
tanam tumpang sari ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan agar
faktor tumbuh tanaman seperti hara, air dan sinar matahari mendukung
beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis yaitu kondisi dimana
lahan dan kesuburan tanah (Handayani, 2011). Penelitian yang dilakukan pada
2010). Penanaman tembakau pada lahan kelapa sawit sebagai tanaman sela,
bunga dan tunas ketiak mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengefisienkan
penggunaan zat hara dan menjaga kualitas daun agar tetap baik (Setiawan &
7
tersebut membuat jalur translokasi asimilat dan biosintesa lainnya terputus,
bunga, akan tumbuh tunas samping pada setiap ketiak daun. Pembuangan tunas
samping menyebabkan daun tembakau akan menjadi lebih panjang, lebar dan
tebal (Hartono, 2011). Pemangkasan bunga dan pembuangan tunas ketiak daun
yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah dengan cara dipotong
Pembuangan tunas ketiak daun secara kimiawi juga dapat mengurangi tenaga
dengan pembuangan tunas ketiak daun secara mekanik. Pembuangan tunas ketiak
daun secara kimiawi dilakukan dengan aplikasi butralin yaitu zat pengatur
Hal tersebut dapat menjadi alternatif yang cukup baik dalam mengendalikan tunas
Center di khan Gardi, Mardan butralin dapat mengurangi jumlah tunas ketiak
daun sebesar 56,6% dan menaikan jumlah hasil produksi daun sebesar 6,4% pada
8
konsentrasi 12 ml/L sebagai suckercide dibandingkan secara mekanik (Bakht et
al., 2007).
1.6 Hipotesis
tabacum L.) yang ditanam sebagai tanaman sela pada pertanaman kelapa
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berdekatan pada lahan yang sama dan terdapat interaksi diantara tanaman
terutama pada kondisi yang kurang baik serta meningkatkan diversitas tanaman
sebagai alat untuk konservasi lahan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Di daerah yang menerima curah hujan yang rendah untuk
waktu yang singkat, petani sangat tergantung pada curah hujan, untuk produksi
komponen tanaman genjah pada awal musim hujan menjadi aspek penting bagi
petani untuk meningkatkan produktivitas (Egbe, 2010). Waktu tanam yang tepat
melakukan budidaya beberapa jenis tanaman dalam satu luasan lahan. Penanaman
beberapa jenis tanaman atau biasa disebut dengan multiple cropping atau sistem
dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4)
tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah
(Handayani, 2011).
Pola tanam ganda ini memegang peranan yang sangat penting agar dapat
meningkatkan hasil-hasil pertanian. Salah satu dari 3 tipe pokok sistem tanam
ganda yaitu pola tanam sela. Pola tanam sela adalah suatu bentuk pola tanam
tanaman tahunan. Sistem ini biasanya dilakukan pada tanaman perkebunan atau
tanaman kehutanan, misalnya perkebunan kelapa sawit, karet atau jati. Pada
sistem ini tanaman semusim ditanam sewaktu tanaman tahunan masih kecil dan
belum produktif. Beberapa jenis tanaman yang biasanya dilakukan dengan sistem
tumpang sela yaitu jeruk dan jagung, karet dan padi (Mangoendidjojo, 1983).
Pengaturan waktu tanam yang tepat pada pola tanam sela dapat mengantisipasi
2.2 Tembakau
Indonesia. Tanaman tembakau termasuk salah satu tanaman tropis yang berasal
(Cahyono, 2011):
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Nicotiana
tegak, dengan bulu bulu akar. Pada batang tanaman tembakau berdiameter sekitar
penebalan yang ditumbuhi daun dan tunas ketiak daun. Daun tembakau berbentuk
lonjong dengan ujung daunnya runcing, dan daun berbentuk bulat ujung daunnya
berbentuk tumpul. Pada bagian tepi daun agak bergelombang dan licin, dengan
Jumlah daun dalam satu tanaman sebanyak 28-31 helai (Cahyono, 2011).
berlekuk merah dan berwarna merah jambu hingga merah tua pada bagian atas.
Tembakau memiliki buah yang berbentuk bulat lonjong dan berukuran kecil,
dalam satu tanaman terdapat kurang lebih 300 buah. Setiap tanaman rata-rata
Syarat tumbuh bagi tanaman tembakau secara umum dapat tumbuh dengan
baik pada suhu 27°C atau sekitar 22°C - 33°C. pH berkisar 5,5 – 6,5. Tembakau
paling cocok ditanam pada ketinggian dataran sekitar 0 – 900 mdpl dengan curah
cahaya matahari, sehingga harus ditanam pada tempat yang terbuka (Ali &
Hriyadi, 2018).
minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) ini telah diusahakan dalam
bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak
Regnum : Plantae
Divisio : Tracheophyta
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
14
Familia : Palmaceae
Genus : Elaeis
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya lurus, tidak bercabang dan
berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada pada satu
pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun, sedangkan bagian
Kelapa sawit memiliki akar serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder,
dan tersier. Akar tersier dapat menyerap unsur hara lebih optimal dibandingkan
dengan akar lainnya karena keberadaannya ada pada kedalaman 0-60 cm di bawah
permukaan tanah dan jangkauannya dari pangkal batang sepanjang 2-3 meter
(Rustam & Agus, 2011). Batang kelapa sawit berdiameter 25-75 cm, berbentuk
silinder dan tumbuh tegak lurus ke atas. Daun pada tanaman kelapa sawit terdiri
atas pangkal pelepah daun, yaitu tempat duduknya helaian daun, tangkai daun,
duri-duri, helaian anak daun, ujung daun, lidi, tepi daun, dan daging daun. Daun
kelapa sawit tumbuh pada ujung batang. Daun kelapa sawit membentuk susunan
Bentuk wilayah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah datar
sampai bergelombang. Secara umum tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik
tanah lempung berdebu, lempung berliat, dan lempung liat berpasir merupakan
15
tekstur yang paling ideal untuk tanaman kelapa sawit. Kedalaman efektif bagi
kelapa sawit masih toleran terhadap pH asam. Drainase yang baik dibutuhkan
2.4 Butralin
2,6-dinitrobenzeneamine adalah salah satu bahan aktif yang digunakan sebagai zat
sel dan transpor intraseluler pada tanaman dapat terganggu (Hudayya & Jayanti,
2013). Butralin mengurangi persentase jumlah mitosis normal sebesar 35% setelah
1 jam setelah aplikasi, 60% setelah 4 jam aplikasi, dan 90% setelah 24 jam
pemangkasan bunga. Hal tersebut dikarenakan tunas samping akan tumbuh pada
setiap ketiak daun dalam beberapa hari setelah pemangkasan bunga dilakukan.
Tunas ketiak daun yang tumbuh, jika tidak dikendalikan akan berkompetisi
nutrisi sehingga kualitas daun tembakau menurun. Selain itu, tunas samping yang
sudah terlanjur tumbuh besar akan sulit dan membutuhkan biaya yang semakin
leghemoglobin, dan ureida yang signifikan dalam fraksi bintil kedelai (Mahmoud
pengurangan panjang tunas, jumlah daun per tanaman, dan jumlah cabang per
tanaman, serta total bobot kering dan bobot basah pada tanaman adas (Meena &
Mehta, 2009)
BAB III
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2020 hingga bulan Maret
(mdpl). Lahan tersebut juga memiliki iklim dengan tipe C (Ferguson & Schmidt,
1951).
oven, meteran, leaf porometer model SC-1, Chlorophyll Content Meter model
perkebunan kelapa sawit umur 2,5 tahun dengan jarak tanam 9 m x 9 m, Tobago
(RAK) yang terdiri dari tujuh perlakuan. Setiap perlakuan diulang empat kali,
17
Total keseluruhan tanaman adalah 280 tanaman . Data dianalisis secara statistik
dengan uji F pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya perlakuan
yang berbeda nyata. Bila uji F berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut
18
19
Bentuk umum model linier aditif dari Rancangan Acak Kelompok (RAK)
sebagai berikut:
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan:
i = 1, 2, … , t dan j = 1, 2, … , r
μ = Rataan umum
berikut:
(a). Menentukan Hipotesis Dengan bentuk hipotesis yang diuji untuk pengaruh
perlakuan yaitu:
diamati)
1. Persiapan tanam
Areal tanam tembakau adalah lahan di sela diantara tanaman kelapa sawit
herbisida kemudian dibantu dengan dicangkul. Setelah lahan bersih dari gulma,
dibuat untuk tiap jenis perlakuan dengan ukuran 6 m x 0,5 m dengan jarak antar
pada bedengan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang sapi dengan
21
dosis 1,43 kg per bedengan. Lahan kemudian dibiarkan selama 1 minggu sebelum
2. Pembibitan
mendapatkan bibit. Benih ditanam pada persemaian dengan cara ditabur. Benih
terlebih dahulu benih dicampur dengan abu sebelum ditebar supaya kecambah
tidak terlalu tumbuh berdempetan dan tumbuh secara merata pada persemaian.
Benih yang sudah tumbuh, dipindahkan ke kokeran setelah berumur 14 hari untuk
3. Penanaman
pada lubang tanam dan dibumbun dengan tanah. Penanaman bibit tembakau
dilakukan pada sore hari ketika sinar matahari sudah tidak lagi terik. Setiap bibit
sebagian sinar matahari untuk menjaga penguapan pada bibit tidak berlebihan.
4. Pemeliharaan Tanaman
22
penyiangan gulma dan pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) yang
mati menggunakan tanaman tembakau yang baru dengan umur yang sama.
seragam.
dan pupuk susulan. Pupuk dasar diberikan sebelum penanaman. Pupuk susulan
yang diberikan berupa urea, TSP dan KCl, dengan total dosis berturut-turut 4,6
serangan hama.
5. Topping
pembungaan pertama mulai mekar yaitu pada umur 11 MST. Bagian yang
dipangkas adalah mulai dari bunga sampai daun muda. Topping dilakukan
6. Aplikasi butralin
digunakan adalah merk dagang Tobago 240 EC dengan total kebutuhan untuk
butralin dengan dosis sesuai dengan tiap perlakuan, yaitu 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20
ml, 25 ml, dan 30 ml. Sekat yang terbuat dari plastik mulsa dipasang di antara
hari.
7. Panen
atasnya. Pengukuran luas daun dilakukan bersamaan ketika panen. Daun ke-5,
10, dan 15 yang sudah siap panen, diukur terlebih dahulu sebelum dipanen dan
dikumpulkan dengan daun lainnya. Panen pertama kali dilakukan dilakukan saat
terdiri dari:
Tumpangsari
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung titik tumbuh
tertinggi tanaman. Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dan meteran.
Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah aplikasi butralin dilakukan yaitu pada
Luas daun yang diukur dengan cara mengukur panjang dan lebar daun
ke-5, 10 dan 15 (dihitung dari yang paling bawah) setiap kali panen, kemudian
didasarkan pada persamaan rata-rata panjang kali lebar daun dikali jumlah daun
Luas daun pertanaman = (rata-rata (panjang x lebar daun) ke-5, 10 dan 15) x
setiap ketiak daun. Jumlah tunas samping dihitung setelah aplikasi butralin
dengan alat leaf porometer (Decagon, inc. US), kemudian dicatat hasil
pengukurannya. Daun yang diukur adalah daun kedua dari pucuk tanaman,
karena merupakan daun bagian atas yang terkena sinar matahari. Pengamatan
diamati setelah aplikasi butralin dilakukan yaitu pada 15 dan 17 minggu setelah
tanam (MST).
7. Indeks klorofil
26
Meter model CCM-200 Plus. Pengukuran dilakukan pada daun kedua dari
Pengukuran ini dilakukan setelah aplikasi butralin dilakukan yaitu pada 15 dan
BAB IV
pertumbuhan tembakau. Beberapa faktor iklim tersebut adalah suhu udara, curah
hujan, cahaya matahari dan kelembaban udara. Data iklim tersebut merupakan
hasil pengamatan yang dilakukan oleh Stasiun Cuaca Ciparanje dari bulan
November 2020 sampai Maret 2020 yang mana merupakan rentang waktu
keempat faktor iklim terlihat stabil, kecuali pada data penyinaran matahari yang
22,62 - 23,38 ℃, curah hujan berkisar 5,05 - 15,82 mm, penyinaran matahari
syarat tumbuh bagi tanaman tembakau. Rata-rata suhu paling tinggi tercatat yaitu
sebesar 23,38 ℃ pada bulan November 2020. Syarat tumbuh bagi tanaman
tembakau secara umum dapat tumbuh dengan baik pada suhu 27°C atau sekitar
22°C - 33°C. Tanaman tembakau bawah naungan yang ditanam pada suhu
28
dibawah batas minimum atau diatas batas suhu maksimal akan terganggu
sangat rendah. Menurut (Sudaryono) diperlukan rata-rata curah hujan rata-rata per
bulan kurang lebih 175 mm untuk dapat menghasilkan daun tembakau yang
penurunan hingga 37,60 % dari bulan November 2020 hingga Februari 2021,
29
kemudian meningkat pada bulan Maret 2020 sebesar 27,87 %. Intensitas cahaya
yang terlalu rendah akan menghasilkan produk fotosintesis yang tidak maksimal,
termasuk tinggi. Rata-rata kelembaban udara tertinggi tercatat pada bulan Maret
2021 yaitu sebesar 90,87 %, sedangkan rata-rata kelembaban udara ideal adalah
proses fotosintesis.
Tumpangsari
sistem monokultur pada semua variabel yaitu jumlah pelepah, panjang pelepah,
Pola Tanam
Variabel
Monokultur Polikultur
Jumlah pelepah (buah) 19.75 21.75
Panjang pelepah (cm) 180 186
Lingkar batang (cm) 41.75 63.25
Konduktansi stomata (mmol/m s) 2
145.05 142.75
Kadar klorofil 17.2 24.48
30
kelapa sawit TBM III yang ditanam secara monokultur. Menurut Turmudi (2002)
komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam sarana produksi dan resiko
kegagalan dapat diperkecil. Sehingga areal kosong pada lahan kelapa sawit TBM
tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 1 menunjukan bahwa aplikasi butralin pada
dengan penelitian yang telat dilakukan oleh Soliman (2010) bahwa penggunaan
butralin memberikan hasil tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pembuangan tunas ketiak daun secara mekanik (Soliman & Hamza, 2010).
Soliman (2010) juga mengamati bahwa tunas ketiak daun tidak hanya menyerap
nitralin, butralin pada konsentrasi yang tinggi dapat mengurangi panjang akar
10 ml/L merupakan konsentrasi yang paling baik dan efektif dalam memberikan
tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 2 menunjukan bahwa aplikasi butralin pada
Tabel 2. Jumlah daun (helai) tembakau pada berbagai macam konsentrasi Butralin
(ml/L)
untuk melihat dampak yang ditimbulkan terhadap hormon endogen pada tunas
daun maupun pada batang (Campbell & Reece, 2002). Aplikasi butralin pada
daun.
signifikan pada Tobago 240 EC dengan konsentrasi 10 ml/L, namun tidak berbeda
jaringan ketiak daun yang terputus, mengakibatkan nutrisi dan zat hara yang
tersedia lebih banyak untuk pertumbuhan jaringan tanaman yang lain. Jumlah
daun yang tinggi pada perlakuan Tobago 240 EC 10 ml/L dipengaruhi oleh
pertumbuhan tunas ketiak daun yang terhambat pada perlakuan yang sama (Tabel
4).
tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 3 menunjukan bahwa aplikasi butralin pada
(aplikasi Tobago 240 EC 30 ml/L), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.
Tabel 3. Rata-rata luas daun ke-5, ke-10, dan ke-15 (cm2) pada berbagai macam
konsentrasi Butralin (ml/L)
a1 332.537 c
a2 385.404 bc
a3 651.950 a
a4 570.133 ab
a5 537.437 ab
a6 422.979 abc
a7 272.645 c
Keterangan:
1) Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji lanjut Tukey pada taraf nyata 5%.
2) Perlakuan a1 = kontrol; a2 = aplikasi Butralin 5 ml/L; a 3 = aplikasi Butralin 10 ml/L; a 4 =
aplikasi Butralin 15 ml/L; a5 = aplikasi Butralin 20 ml/L; a 6 = aplikasi Butralin 25 ml/L; a 7
= aplikasi Butralin 30 ml/L
panjang, lebar dan tebal. Pertumbuhan daun tersebut disebabkan oleh terputusnya
jalur translokasi asimilat ke jaringan tunas ketiak daun, sehingga nutrisi dan zat
hara terakumulasi di jaringan lain salah satunya yaitu adalah daun (Hartono,
dapat meningkatkan luas daun pada daun tengah dan daun atas (Li, 2003).
tunas samping tanaman tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 4 menunjukkan
ml/L) memberikan pengaruh berbeda nyata lebih tinggi secara nilai dibandingkan
Tabel 4. Jumlah tunas ketiak daun (buah) pada berbagai macam konsentrasi
Butralin (ml/L)
a2 17.5 bc 17.5 bc
a3 17.5 bc 17.5 bc
a4 17 c 17 c
a5 21.5 ab 21.5 ab
a6 22.5 a 23 a
a7 22.7 a 23.2 a
Keterangan:
1) MST = minggu setelah tanam
2) Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji lanjut Tukey pada taraf nyata 5%.
3) Perlakuan a1 = kontrol; a2 = aplikasi Butralin 5 ml/L; a 3 = aplikasi Butralin 10 ml/L; a 4 =
aplikasi Butralin 15 ml/L; a5 = aplikasi Butralin 20 ml/L; a 6 = aplikasi Butralin 25 ml/L; a 7
= aplikasi Butralin 30 ml/L
memiliki jumlah tunas ketiak daun paling sedikit dan tidak bertambah di
daun sampai waktu panen (Li, 2003). Berlawanan dengan anjuran pemakaian
dilakukan oleh Elmore (1992) bahwa golongan dinitroanilin seperti nitralin dan
perkembangan akar dan tunas (Elmore, 1992). Jumlah tunas ketiak daun pada
tanaman tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 5 menunjukkan bahwa aplikasi
Tabel 5. Diameter batang (cm) pada berbagai macam konsentrasi Butralin (ml/L)
memberi warna hijau pada tumbuhan. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan
38
hasil asimilasi tetap tertinggal dalam jaringan untuk pemeliharaan sel (Surtinah,
2007). Asimilat lainnya diekspor ke daerah pemanfaatan vegetatif yang terdiri dari
ml/L) memiliki kondisi ukuran daun yang lebih lebar dibandingkan dengan
tanaman pada perlakuan lain akibat pengaruh aplikasi butralin. Butralin secara
tanaman tembakau.
ml/L).
fotosintesis (Soleh et al., 2017). Salisbury & Ross (1995) menyatakan bahwa
yaitu faktor eksternal berupa intensitas cahaya matahari serta konsentrasi CO2 dan
faktor internal berupa asam absisat (ABA). Asam absisat (ABA) merupakan salah
ABA dalam sel pagar (guard cell). Akumulasi ABA menjadi sinyal menutupnya
stomata (Mastur, 2016). Kandungan ABA pada tunas ketiak daun tanaman
tanaman tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 7 menunjukkan bahwa aplikasi
memiliki nilai indeks klorofil paling tinggi secara nilai yaitu sebesar 78,67
Tabel 7. Indeks klorofil (CCI) pada berbagai macam konsentrasi Butralin (ml/L)
15 MST 17 MST
a1 39.4 c 30 b
a2 56.8 b 35.8 b
a3 76.4 a 78.6 a
a4 69 ab 65.2 ab
a5 66.5 ab 56.2 ab
a6 66.1 ab 45.3ab
a7 57.9 b 42 ab
Keterangan:
1) MST = minggu setelah tanam
2) Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji lanjut Tukey pada taraf nyata 5%.
3) Perlakuan a1 = kontrol; a2 = aplikasi Butralin 5 ml/L; a 3 = aplikasi Butralin 10 ml/L; a 4 =
aplikasi Butralin 15 ml/L; a5 = aplikasi Butralin 20 ml/L; a 6 = aplikasi Butralin 25 ml/L; a 7
= aplikasi Butralin 30 ml/L
Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti air, gula atau
karbohidrat, temperatur, dan unsur-unsur hara (Hendriyani & Setiari, 2009). Laju
awal, kemudian stabil (Ma et al., 2018). Konsentrasi IAA yang rendah memacu
pemanjangan sel-sel akar. Akar merupakan organ vegetatif dimana fungsi akar
adalah sebagai alat pertautan tanaman ke tanah, alat penyalur nutrisi dari tempat
serapan ke organ lain tanaman (Amir, 2016). Cakupan akar yang luas
memungkinkan suplai nutrisi tanaman cukup akibat penyerapan hara yang lancar.
Naungan alami yang berasal dari tajuk tanaman kelapa sawit juga
butralin lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Menurut Rotundo et al. (2004)
Tabel 8. Rata-rata bobot basah daun (gr) pada berbagai macam konsentrasi
Butalin (ml/L)
Hasil analisis untuk bobot basah daun selama 4 minggu setelah perlakuan,
bobot basah daun tanaman tembakau. Hasil uji Tukey pada Tabel 8 menunjukan
perlakuan a5 (aplikasi Butralin 20 ml/L) memiliki nilai bobot basah daun tertinggi
(aplikasi Butralin 30 ml/L), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
43
diikuti oleh perlakuan 10 ml/L, 15 ml/L, dan 25 ml/L yang secara statistik tidak
berbeda nyata dengan berat berturut yaitu 585,425 gr, 594,075 gr, dan 579,7 gr.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
berikut:
konsentrasi terbaik terhadap jumlah daun, jumlah tunas ketiak daun, dan
5.2 Saran
pertumbuhan tembakau.
45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
S
i
November
Tanggal
Max Min Rata-rata
1 28.8 13.6 23.00
2 28.4 13.4 22.10
3 29 14 22.00
4 29.6 13.6 24.20
5 29.4 12.6 23.50
6 29.8 14 24.20
7 26.6 12.6 23.40
8 28.4 13 22.90
9 28.6 12 22.30
10 29 12.4 23.90
11 30 14 24.60
12 27.8 14.4 22.60
13 29 13 23.80
14 30 14.6 24.30
15 29 13.6 24.00
16 30 14.2 24.60
17 29.8 15 24.30
18 28.6 15.8 24.30
19 30 14.8 24.20
20 29.6 14.4 24.40
21 28.4 13.4 24.00
22 29.4 12.8 23.30
23 27 15.4 22.30
24 28.6 13.6 22.60
25 27 13.4 21.90
26 29 12.8 23.20
27 28 13 22.60
28 27 12.8 23.70
29 26.2 12.6 22.60
30 28.2 12.4 22.60
31
Jumlah 860.2 407.2 699.4
Rata-rata 28.7 13.6 23.3
Desember Januari
Tanggal
Max Min R Max Min R
1 28.6 13 22.2 28 12 23.4
2 29 11.6 22.7 29 13 23.7
3 28 12 23.6 28.4 14 23.2
4 30 14 23.9 27 12.4 21.6
5 25 12 22.4 27 14 22.4
6 25 11.6 22.2 27.4 13.2 22.8
7 27 13.4 21.6 27 13 23.0
8 28.6 12.8 22.8 26.6 14.6 23.2
9 28.8 11 22.3 27.8 15 22.8
10 29 11.4 22.9 26 14.8 22.1
11 27.4 11.6 22.1 26.4 14 22.3
12 28.2 13 22.7 28 13.8 23.1
13 27 12.6 21.6 28.4 15 23.1
14 28 13.8 22.4 26.4 15.4 22.5
15 27.6 14 22.9 27 13.8 23.2
16 26 13.6 21.6 26.6 14.4 22.3
17 28.6 12.8 22.7 28.6 13.4 22.6
18 27 13 21.8 28 13.8 22.8
19 28.8 13.8 22.9 26 13.4 22.4
20 28.6 14 22.5 24.6 12.6 21.8
21 28.4 12 23.4 24.8 13.6 21.9
22 27.8 15 22.7 27 14 22.0
23 28.8 14 23.0 27.4 14.4 22.4
24 24 15 23.4 25.4 14.2 22.5
25 29.4 14 22.9 26 13.4 22.3
26 27 12 22.5 27.6 12.8 23.9
27 28 13.4 22.2 26 13.4 22.0
28 27.6 13.6 23.5 27.8 13.8 22.8
29 28 13 23.6 24.6 12.8 21.8
30 27 14.2 22.4 24.4 13.6 21.4
31 27 13.4 22.6 26 13 22.5
Jumlah 864.2 404.8 702 831.2 831 698.8
Rata-rata 27.9 63 22.6 26.8 26.8 22.5
Februari Maret
Tanggal
Max Min R Max Min R
1 27.8 13 23.0 29.4 15.6 23.6
2 26.6 13.8 23.5 28.4 15.8 23.7
3 27.6 14 22.9 27.4 14.4 22.7
4 27.4 13.6 22.5 27.6 14.8 22.2
5 28 14.4 22.8 27.6 13.8 22.0
6 26.4 12.4 22.8 28 15 22.2
7 26.4 12.6 22.6 26.6 14.2 22.1
8 27 13 22.9 26 14 22.9
9 28 14.4 23.4 27.4 14 22.2
10 28.6 14.4 23.3 27.6 14.6 22.7
11 29 15 23.5 28.8 14 23.2
12 29.6 14.6 24.2 28.8 14.2 22.9
13 30 14 24.3 29 14.6 22.9
14 28 14.8 23.6 28.6 13 22.2
15 29.4 15 24.1 27.4 13.8 22.0
16 27.8 14 23.3 27.6 14.2 22.3
17 27 15.4 23.1 28 13.2 21.7
18 27 12.6 22.2 27 14 21.9
19 23 11 21.2 28.4 14.4 22.2
20 24 12.8 21.3 27 13 22.9
21 24.6 11.6 21.2 27.4 13.4 22.2
22 27.6 12.6 22.1 28 14.4 22.7
23 27.6 13.4 21.2 27.4 14.6 22.7
24 25.6 13.2 22.1 28 14.6 22.6
25 25.4 13 21.8 27.6 14 22.1
26 25.6 12 22.1 28.8 13.8 22.5
27 28.6 13.6 23.1 28 14 23.2
28 29.8 12.6 23.9 28.4 13 23.2
29 29.8 14 23.5
30 27 13.6 23.3
31 28 13.4 22.7
Jumlah 765.4 375.8 638.5 865 437.4 679.7
Rata-rata 27.4 13.4 22.8 28 14.1 22.0
Penyinar
Curah
an
Hujan Kelembaban Udara (%)
Matahari
Tanggal (mm)
(%)
Desembe
Desember Januari Desember Januari Januari
r
1 5.5 - 62.5 62.5 93.0 86.0
2 - - 62.5 37.5 94.0 89.0
3 9.0 3.0 50.0 25.0 92.0 92.0
4 - 14.0 75.0 25.0 86.0 93.0
5 - 22.5 12.5 37.5 89.0 92.0
6 1.5 - - 62.5 93.0 89.0
7 5.5 1.0 12.5 12.5 91.0 89.0
8 - 0.0 87.5 50.0 89.0 92.0
9 0.0 2.0 25.0 62.5 86.0 93.0
10 3.0 99.0 75.0 6.3 94.0 93.0
11 0.0 23.0 12.5 56.3 91.0 94.0
12 1.0 1.5 50.0 68.8 88.0 91.0
13 - 62.0 - 62.5 92.0 90.0
14 - 1.0 56.3 12.5 90.0 94.0
15 2.5 12.0 25.0 12.5 92.0 94.0
16 25.0 - 25.0 25.0 93.0 92.0
17 6.5 24.0 62.5 75.0 91.0 92.0
18 14.5 - - 75.0 94.0 88.0
19 2.5 1.5 100.0 6.3 88.0 94.0
20 - 2.5 62.5 - 89.0 95.0
21 - 3.5 50.0 12.5 89.0 95.0
22 3.0 56.0 25.0 50.0 92.0 92.0
23 30.0 2.5 37.5 43.8 92.0 90.0
24 4.0 1.5 75.0 - 90.0 92.0
25 53.0 4.0 12.5 6.3 87.0 93.0
26 3.5 20.5 25.0 37.5 93.0 92.0
27 1.5 12.0 25.0 - 91.0 95.0
28 4.5 - 62.5 50.0 92.0 89.0
29 0.0 - 37.5 - 92.0 96.0
30 3.0 7.0 12.5 - 92.0 96.0
31 4.0 1.5 37.5 37.5 91.0 92.0
Jumlah 183.0 377.5 1256.3 1012.5 2816.0 2854.0
Rata-rata 6.1 12.6 41.9 33.8 93.9 95.1
Stasiun : Faperta UNPAD
55
Penyinar
Curah
an
Hujan Kelembaban Udara (%)
Tanggal Matahari
(mm)
(%)
Februari Maret Februari Maret Februari Maret
1 - - 75.0 75.0 89.0 88.0
2 4.5 20.5 50.0 50.0 88.0 89.0
3 3.5 - 12.5 50.0 91.0 89.0
4 4.0 19.5 37.5 43.8 91.0 92.0
5 7.5 69.0 62.5 50.0 92.0 91.0
6 3.5 5.0 - 50.0 93.0 92.0
7 9.5 7.0 25.0 12.5 94.0 93.0
8 16.5 7.0 12.5 - 92.0 93.0
9 - 6.5 62.5 37.5 88.0 92.0
10 1.0 - 37.5 50.0 89.0 90.0
11 - - 87.5 87.5 89.0 88.0
12 - 25.0 50.0 62.5 86.0 90.0
13 - 24.0 37.5 87.5 79.0 89.0
14 - - 12.5 75.0 83.0 88.0
15 - 0.0 50.0 25.0 87.0 89.0
16 - 12.0 12.5 50.0 89.0 93.0
17 - 2.5 - 75.0 89.0 92.0
18 - 19.0 37.5 62.5 90.0 90.0
19 30.0 8.5 - 75.0 95.0 94.0
20 5.0 19.0 - 62.5 95.0 91.0
21 14.5 1.5 12.5 62.5 95.0 92.0
22 - 31.5 37.5 75.0 93.0 91.0
23 3.5 30.5 - 62.5 93.0 90.0
24 - 42.0 - 62.5 91.0 94.0
25 2.0 70.0 6.3 37.5 91.0 94.0
26 11.0 17.0 25.0 100.0 93.0 90.0
27 2.0 - 37.5 25.0 91.0 91.0
28 - 29.5 50.0 100.0 87.0 91.0
29 17.0 100.0 88.0
30 3.0 25.0 93.0
31 4.0 62.5 90.0
1793.
Jumlah 118.0 490.5 831.3 2523.0 2817.0
8
56
intensitas sinar matahari yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga
bentuk daun serta letak daun (Treshow, 1970). Intensitas sinar matahari yang tepat
bagi tanaman dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap produksi tanaman
tersebut. Tanaman dengan intensitas sinar matahari yang sesuai dapat memberikan
keuntungan, salah satunya adalah pertambahan luas daun dan tinggi tanaman.
selisih luas daun sebesar 356.55 cm 2 pada 4 MST (Sulistyaningsih, dkk., 2005).
Pertumbuhan dan hasil produksi tembakau dapat lebih baik dengan kegiatan
suckering secara kimiawi (Bakht et al., 2007)., sehingga cocok diaplikasikan pada
tembakau sebagai tanaman sela pada pertanaman kelapa sawit TBM III
Kondisi tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan buah menjadikan
tembakau sebagai tanaman sela pada areal tanam kelapa sawit selain membantu
cahaya yang lebih banyak atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman,
oleh Suci (2018) pada pengaruh macam-macam intensitas sinar matahari terhadap
matahari, didapatkan lebar daun yang semakin menurun (Suci & Heddy, 2018).
kelapa sawit TBM III akan memberikan intensitas sinar matahari yang lebih
rendah karena adanya tajuk kelapa sawit sehingga dapat memacu pertambahan
luas daun.