Anda di halaman 1dari 71

FORMULASI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL BIJI

MELINJO (Gnetum gnemon Linn.) DENGAN GELLING AGENT


CARBOPHOL 1% DAN KARBOKSIMETILSELULOSA
NATRIUM 4,5%

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh ijazah Diploma III Farmasi

Oleh :

AYU PUSPITASARI

NIM : 093901S12047

AKADEMI FARMASI MUHAMMADIYAH

CIREBON

2015
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing

Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon

Cirebon, Juni 2015

Pembimbing I Pembimbing II

M. Yani Zamzam, S. Si., M. Farm., Apt. Renny Amelia, M.Sc., Apt.


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan
Tim Penguji Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon

Cirebon, Juni 2015

1. Penguji I

Drs. H.Affair Masnun, M.Si,M.Sc.,Apt. ( )

2. Penguji II

M. Yani Zamzam, S. Si., M. Farm., Apt. ( )

3. Penguji III

Sulistiorini Indriaty,S.Si.,M.Farm.,Apt. ( )

Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon

Direktur

(Drs. H. Arsyad Bachtiar, M. Si.)


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Puspitasari

Tempat, Tanggal Lahir : Kuningan, 25 Desember 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cijambu No.68 RT 02 RW 01 Desa Bojong

Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan.

Pendidikan :

1. TK Nurul Hikmah, Kuningan : Tahun 1999 - 2000

2. SD Negeri 1 Bojong, Kuningan : Tahun 2000 - 2006

3. SMP Negeri 2 Kramatmulya, Kuningan : Tahun 2006 - 2009

4. SMKF Muhammadiyah, Cirebon : Tahun 2009 - 2012

5. Akademi Farmasi Muhammadiyah, Cirebon : Tahun 2012 - 2015


Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Biji Melinjo (Gnetum
Gnemon Linn.) Dengan Gelling Agent Carbophol 1% dan
Karboksimetilselulosa Natrium 4,5%

ABSTRAK
Senyawa antioksidan dapat mengurangi efek buruk radikal bebas terhadap kulit. Biji
melinjo (Gnetum gnemon Linn.) mengandung senyawa antioksidan yang tinggi,
seperti senyawa golongan fenol, vitamin C, dan vitamin E. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui formulasi sediaan gel yang stabil dari ekstrak etanol biji melinjo
(Gnetum gnemon Linn.) dengan menggunakan gelling agent carbophol 940
konsentrasi 1% (formula 1) dan karboksimetilselulosa natrium (Na CMC)
konsentrasi 4,5% (formula 2). Kemudian dilakukan uji organoleptis, homogenitas
dan pH pada suhu ±2°C, ±28°C dan , ±40°C selama 28 hari yang diamati pada tiap
hari ke-7 serta dilakukan pula uji syneresis pada suhu ±40°C selama 6 minggu.
Perbedaan gelling agent carbophol 940 dan Na CMC berpengaruh pada stabilitas
gel. Sediaan gel dengan gelling agent cabophol 940 konsentrasi 1% menghasilkan
gel yang stabil berdasarkan pengamatan organoleptis pada suhu ±2°C dan ±28°C,
serta berdasarkan pengamatan pH dan homogenitas pada semua suhu. Sediaan gel
dengan gelling agent Na CMC memiliki konsistensi terlalu encer selain itu bau dan
pH tidak stabil. Berdasarkan uji syneresis dari kedua formulasi menunjukkan hasil
yang stabil.

Kata kunci: Gel, biji melinjo (Gnetum gnemon Linn.), carbophol 940,
karboksimetilselulosa natrium
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kepada

ALLAH SWT atas segala berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “FORMULASI SEDIAAN GEL

EKSTRAK ETANOL BIJI MELINJO (Gnetum gnemon Linn.) DENGAN

GELLING AGENT CARBOPHOL 1% DAN KARBOKSIMETILSELLULOSA

NATRIUM 4,5%” dengan baik.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai tugas akhir selama 3 tahun menempuh

pendidikan di Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon.

Selama menyusun karya tulis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. H. Arsyad Bachtiar, M.Si., selaku Direktur Akademi Farmasi

Muhammadiyah Cirebon.

2. Bapak M.Yani Zamzam, S.Si., M.Farm., Apt., selaku pembimbing I dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

3. Ibu Renny Amelia, M.Sc., Apt., selaku pembimbing II dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah.

4. Ibunda tercinta (Ibu Sutini), ayahanda tercinta (Bapak Sukri) atas semua do’a

dan dukungan yang selalu diberikan.

5. Adik tercinta yang selalu membantu dan mendukung dalam pengerjaan tugas

akhir ini dari awal hingga akhir.


6. Semua dosen dan staf TU Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon atas

semua bantuannya.

7. Sahabat dan teman-teman seperti Dwi Ayuni Makalimanda, Sinta

Paramudita.S, Riska Fransiska terimakasih atas bantuan dan dukungan kalian.

8. Pihak - pihak lain yang telah membantu.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa

tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang membaca

karya ilmiah ini demi kesempurnaannya. Akhir kata penulis berharap semoga karya

ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Cirebon, Juni 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 4

E. Ruang Lingkup Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Melinjo (Gnetum gnemon Linn) 6

B. Eksraksi 8

C. Gel 11

D. Antioksidan 16

E. Uji Stabilitas 17

F. Uji Sifat Fisik Gel 18


G. Syneresis dan Swelling................................................................. 19

H. Pre Formulasi................................................................................ 20

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 28

B. Populasi dan Sampel 28

C. Tempat dan Waktu 28

D. Cara Pengumpulan Data 28

E. Prosedur Penelitian 29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Formula gel 31

Tabel 4.1 Hasil pengamatan ekstrak etanol biji melinjo 35

Tabel 4.2 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ±2°C 36

Tabel 4.3 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ±28°C 36

Tabel 4.4 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ±40°C 37

Tabel 4.5 Hasil pengamatan homogenitas gel 37

Tabel 4.6 Hasil pengamatan pH gel 38

Tabel 4.7 Hasil pengamatan syneresis gel 38


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Melinjo 6

Gambar 2.2 Strukrur carbophol 21

Gambar 2.3 Struktur Na CMC 22

Gambar 2.4 Struktur gliserin 23

Gambar 2.5 Struktur propilenglikol 23

Gambar 2.6 Struktur TEA 24

Gambar 2.7 Struktur butil hidroksi toluen 25

Gambar 2.8 Struktur metil paraben 26

Gambar 2.9 Struktur propil paraben 27


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan formula 1

Lampiran 2 Perhitungan formula 2

Lampiran 3 Gambar pemekatan ekstrak dan ekstrak kental biji melinjo

Lampiran 4 Gambar pembuatan Na CMC menggunakan magnetic stirrer

Lampiran 5 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-0 formula 1

Lampiran 6 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-0 formula 2

Lampiran 7 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-7 formula 1

Lampiran 8 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-7 formula 2

Lampiran 9 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-14 formula 1

Lampiran 10 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-14 formula 2

Lampiran 11 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-21 formula 1

Lampiran 12 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-21 formula 2

Lampiran 13 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-28 formula 1

Lampiran 14 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-28 formula 2

Lampiran 15 Gambar evaluasi gel pengamatan syneresis


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia, dan

mempunyai daya proteksi terhadap pengaruh luar. Kulit sangat mendukung

penampilan seseorang sehingga perlu dirawat, dipelihara, dan dijaga

kesehatannya. Dengan perawatan dan pemeliharaan, maka penampilan kulit

akan terlihat sehat, terawat, serta senantiasa memancarkan kesegaran (Shanti

Septiani dkk, 2012).

Proses perusakan kulit yang ditandai oleh munculnya keriput, sisik,

kering, dan pecah- pecah lebih banyak disebabkan oleh radikal bebas. Selain

tampak kusam dan berkerut, kulit menjadi lebih cepat tua dan muncul flek-

flek hitam. Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisasi radikal bebas

sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan tersebut proses tua

dihambat atau paling tidak “tidak dipercepat” serta dapat mencegah

terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif.

Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun

antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai

dibatasi karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa

antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat

meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu

industri makanan dan obat-obatan beralih mengembangkan antioksidan alami

dan mencari sumber-sumber antioksidan alami baru.


Melinjo adalah tumbuhan berumah dua dan merupakan marga tunggal

(monogenera) dalam suku Gnetaceae, yang termasuk kelompok

Gymnospermae. Kadar antioksidan yang tinggi pada biji melinjo dapat

menghambat radikal bebas dan juga sebagai anti aging. Pada biji melinjo

terkandung senyawa polifenol (fenol sederhana, flavonoid, dan tanin),

senyawa gnemonoside yang merupakan salah satu golongan stilbenoid yang

berperan sebagai senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas.

Selain itu, terkandung pula senyawa vitamin C dan tokoferol.

Berdasarkan penelitian (Shanti Septiani dkk, 2012 ) bahwa masker gel

ekstrak etanol 70% biji melinjo dengan kadar 0,970% menggunakan basis

Polyvinyl Alcohol (PVA) konsentrasi 10% memiliki khasiat sebagai

antioksidan.

Carbophol (Carbomer) merupakan salah satu pembentuk gel yang banyak

digunakan karena dengan konsentrasi yang kecil dapat menghasilkan gel

dengan viskositas yang tinggi (Rowe dkk, 2009). Menurut Handbook of

Pharmaceutical Excipient carbophol sebagai gelling agent pada konsentrasi

0,5%-2%. Carbophol 940 adalah polimer dari asam akrila yang larut dalam

air, etanol 95% dan gliserin (Deni Anggraini, 2011).

Karboksimetilselulosa natrium (Na CMC) merupakan zat dengan warna

putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk

granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis. Na CMC mudah

larut dalam air panas maupun air dingin (Anonim, 1995). Na CMC sering

dijadikan pilihan utama untuk formulasi sediaan oral dan sediaan topikal

karena dapat meningkatkan viskositas. Na CMC dapat digunakan sebagai

gelling agent dalam sediaan gel karena memiliki stabilitas yang baik pada
suasana asam maupun basa (pH 4-10) (Rini Dwiastuti, 2010). Konsentrasi

tinggi 4-6% biasa digunakan untuk produksi gel sebagai basis (Effionora,

2012).

Penggunaan carbophol 940 dan karboksimetilsellulosa natrium

dimaksudkan untuk mendapatkan gel yang stabil selama penyimpanan. Dari

hal tersebut maka diperlukan adanya penelitian tentang “FORMULASI

SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOL BIJI MELINJO (Gnetum gnemon

Linn.) DENGAN GELLING AGENT CARBOPHOL 1% DAN

KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM 4,5%.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diungkapkan maka

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah sediaan gel ekstrak etanol biji melinjo dengan gelling agent

carbophol 940 konsentrasi 1% dan Na CMC konsentrasi 4,5% stabil?

2. Manakah gelling agent yang lebih baik antara carbophol 940 konsentrasi

1% dengan Na CMC konsentrasi 4,5% yang digunakan dalam formulasi

gel ekstrak etanol biji melinjo berdasarkan uji stabilitas?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuat sediaan gel ekstrak etanol biji melinjo dengan gelling agent

carbophol konsentrasi 940 1% dan Na CMC konsentrasi 4,5%.


2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui stabilitas gel ekstrak etanol biji melinjo dengan gelling

agent carbophol konsentrasi 940 1% dan Na CMC konsentrasi 4,5%.

b. Mengetahui gelling agent yang lebih baik antara carbophol 940

konsentrasi 1% dengan Na CMC konsentrasi 4,5% digunakan dalam

formulasi gel ekstrak etanol biji melinjo berdasarkan uji stabilitas.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang

stabilitas sediaan gel ekstrak etanol biji melinjo.

2. Untuk Institusi Pendidikan

Sebagai bahan literatur dalam pembuatan formulasi sediaan gel

ekstrak etanol biji melinjo yang lebih baik pada penelitian berikutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Sampel yang digunakan adalah biji melinjo yang kulitnya berwarna

merah yang diperoleh dari Desa Bojong Kecamatan Kramatmulya Kabupaten

Kuningan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui stabilitas yang

dihasilkan oleh gel ekstrak etanol biji melinjo menggunakan gelling agent

carbophol 940 konsentrasi 1% dan Na CMC konsentrasi 4,5%. Pengamatan

ini meliputi uji organoleptis, pH dan homogenitas pada hari ke 0, 7, 14, 21,

28 pada suhu ±2oC, ±28oC, dan ±40oC. Pengamatan ini juga meliputi uji

syneresis pada suhu ±40oC selama 6 minggu. Penelitian ini dilakukan di


Laboratorium Farmasetika Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon pada

bulan Oktober 2014 s.d Juni 2015.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Melinjo (Gnetum gnemon Linn.)

Gambar 2.1 Melinjo (Anonim, 2013)

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Gymnospermae

Kelas : Gnetinae

Ordo : Gnetales

Famili : Gnetaceae

Genus : Gnetum

Spesies : Gnetum gnemon (Tri Tuti Nur’aini, 2013)

2. Morfologi

Tanaman melinjo adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka

(Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia Tropik dan Pasifik

Barat. Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berumah dua (dioecious) dari

famili Gnetaceae. Batangnya kokoh dan daunnya tunggal berbentuk oval


dengan ujung tumpul. Bijinya tidak besar dengan bentuk bulat atau lonjong

untuk setiap buah. Tumbuhan ini mulai berbuah pada umur 3-4 tahun.

Melinjo adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan keadaan tanah

yang kurang baik (Tri Tuti Nur’aini, 2013).

3. Kandungan Kimia

Senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji buah melinjo adalah

senyawa yang mengandung gugus fenolik yang berada dalam kelompok

stilbenoid yang berperan sebagai antioksidan. Selain itu, menurut Balai

Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Litbang Departemen Pertanian

Republik Indonesia, menyatakan bahwa melinjo juga memiliki kandungan

karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang cukup tinggi (Tri Tuti

Nur’aini, 2013).

4. Manfaat Melinjo

Pemanfaatan tanaman melinjo sangat banyak. Kulit batang pohon melinjo

dapat dijadikan tali untuk jala atau tali panjat. Kayunya dapat digunakan

untuk perkakas dapur, bahkan dapat diproses menjadi kertas yang kualitasnya

baik. Manfaat lain tanaman melinjo adalah dapat digunakan sebagai tanaman

pelindung di sekitar rumah, tanaman sela di pinggir tegakan hutan atau

tanaman penghijauan di tanah-tanah terbuka dan sebagai tanaman untuk

konversi tanah.

Selain itu kandungan senyawa kimia dalam melinjo juga bermanfaat

dalam kesehatan. Oleh karena efeknya yang berhubungan terhadap penyakit


kardiovaskular, kanker payudara, kanker colorectal, kanker prostat,

peradangan dan penuaan (Tri Tuti Nur’aini, 2013).

B. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat

aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian

pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut

tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk

menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini

didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut,

dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

2. Jenis-Jenis Ekstraksi (Dirjen POM, 1986)

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara

panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara

dingin dengan cara maserasi dan perkolasi.

3. Cara-Cara Ekstraksi (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)

a. Ekstraksi secara maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan

didalam sel.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat

aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat aktif

yang mudah mengembang dalam cairan penyari tidak mengandung

benzoin, sitrak dan lain-lain.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol

atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah

timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan

pada awal penyarian.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya

kurang sempurna.

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia

dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan

penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari

cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya

dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah

pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup,

dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan

dipisahkan.
b. Ekstraksi secara soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara

berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap

penyari akan naik melalui pipa sampzsing, kemudian diembunkan lagi

oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam

simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh

cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian

seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari

seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.

c. Ekstraksi secara perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5

bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-

kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam

perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan

selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit,

sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana,

ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.

d. Ekstraksi secara penyulingan

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia

yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang

tinggi pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari

dilakukan dengan penyulingan.


e. Ekstraksi secara refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan

penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin

tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap,

uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali

menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi

ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

C. Gel

1. Definisi Gel

Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem

semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang

kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel

merupakan sediaan semi padat digunakan pada kulit, umumnya sediaan

tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai pelunak

kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif)

(Lachman et al, 1994).

Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi,

koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai

basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk

obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada

kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan

pewangi dan pasta gigi (AG. Sofwan, 2011).


Beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit.

b. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit.

c. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis.

d. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik.

e. Pelepasan obatnya baik.

2. Dasar Gel

a. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik,

bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi

antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik

tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur

yang khusus (Ansel, 1989).

b. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik

yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya

tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari

tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid

hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang

lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung

komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (AG.

Sofwan, 2011).
3. Sifat Gel

Penampilan gel adalah transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid

yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak

membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi. Terbentuknya

gel dengan struktur tiga dimensi disebabkan adanya cairan yang

terperangkap, sehingga molekul pelarut tidak dapat bergerak (Nurmitaris,

2012). Sifat gel yang sangat khas yaitu :

a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi

larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume.

a. Syneresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam massa

gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan

dipaksa ke luar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.

b. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi atau aliran

viskoelastis. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari

komponen pembentuk gel.

4. Karakteristik

Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah

inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen farmasi lain. Pemilihan

bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat

seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah

dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan

botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal (Nurmitaris, 2012).


5. Klasifikasi

Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik dari masing-

masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik dan anorganik

berdasarkan sifat fase koloidal. Magma bentonit merupakan contoh dari gel

anorganik, sedangkan gel organik sangat spesifik mengandung polimer

sebagai pembentuk gel. Selanjutnya dibagi-bagi berdasarkan sifat-sifat kimia

molekul organik yang terdispersi. Kebanyakan gom alam seperti gom arab,

karagen dan gom xantan adalah polisakarida anionik sejumlah selulosa yang

merupakan hasil sintesa, merupakan pembentuk gel yang efektif seperti

hidroksipropil selulosa dan metilhidroksipropil selulosa. Sifat pelarut akan

menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organogel

(dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan

gelatin merupakan hidrogel, sedangkan organogel adalah plastibase yang

merupakan polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak

mineral dan didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut

rendah dikenal sebagai xerogel, sering dihasilkan dengan cara penguapan

pelarut, sehingga menghasilkan kerangka gel (Nurmitaris, 2012).

6. Senyawa Pembentuk gel

Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk

jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk

dalam kelompok ini adalah: gom alam, turunan selulosa, dan karbomer

(Fitriamali, 2012).
a. Gom alam

Gom yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai sasaran

yang diinginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air (misal

tragakan) atau melalui cara interaksi kimia (misal Na.alginat dan

kalsium). Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena

ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya,

sedangkan sisanya tersolvasi. Beberapa gom alam yang digunakan

sebagai pembentuk gel antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin, gom

xantan, dan gelatin.

b. Carbophol

Carbophol membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam media air,

yang diperdagangkan dalam bentuk asam, pertama-tama didispersikan

terlebih dahulu. Sesudah udara terperangkap keluar sempurna, gel akan

terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Pemasukan

muatan negatif sepanjang rantai polimer menyebabkan kumparan lepas

dan berekspansi.

c. Turunan selulosa

Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan karena

itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari sistem

dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang lazim untuk

mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena terjadi

depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah

metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa

(larut dalam cairan polar organik).


D. Antioksidan

Antioksidan adalah suatu zat yang diperlukan tubuh untuk menetralisir

radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas

terhadap sel normal (Mely Mailandri, 2012). Radikal bebas merupakan molekul

yang tidak stabil karena kehilangan elektronnya. Untuk menjadi stabil, radikal

bebas akan mengambil elektron dari molekul atau sel lain dalam tubuh kita.

Proses pengambilan elektron dari sel-sel tubuh menyebabkan kerusakan sel.

Antioksidan dapat digolongkan kedalam dua kelas: pertama yaitu antioksidan

preventif, yang mengurangi kecepatan inisiasi (permulaan) rantai reaksi, dan

yang kedua antioksidan pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi

berantai. Antioksidan preventif mencakup enzim katalase serta peroksidasi lain

bereaksi dengan ROOH, dan zat-zat khelasi ion. Antioksidan pemutus-rantai

sering berupa senyawa fenol atau amin aromatik.

Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi

kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa

contoh antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya untuk makanan dan

penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil

hidroksi toluene (BHT), propil galat dan tert-butil hidroksi quinon (TBHQ).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau

polifenolik yang dapat berupa golongan flavanoid, kumarin dan tokoferol.

Golongan flavanoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,

flavonol, isoflavon, katekin, flavonon dan kalkon.


E. Uji Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat

kimia, fisika, mikrobiologi dan biofarmasi dalam batas yang telah ditentukan

selama masa simpan. Pengujian stabilitas memungkinkan ditetapkannya cara

penyimpanan yang direkomendasikan, periode uji ulang, masa edar bahan baku

atau produk serta kelebihan jumlah yang perlu ditambahkan kepada suatu

formulasi produk obat (N. Daud, 2012).

Pengujian stabilitas produk obat hendaklah dilakukan dengan cara:

1. Pengujian jangka panjang mutu produk obat untuk suatu jangka waktu yang

ditentukan, terbagi dalam beberapa interval: minimal setiap tiga bulan untuk

tahun pertama, enam bulan untuk tahun kedua serta selanjutnya sekali setiap

tahun dan dengan kondisi penyimpanan tertentu. Khusus bahan baku/produk

jadi yang peka terhadap panas hendaklah disimpan pada suhu rendah yang

akhirnya akan ditetapkan menjadi suhu penyimpanan jangka panjang. Lama

periode pengujian biasanya ditentukan oleh masa edar yang diperkirakan bagi

produk obat tersebut.

2. Pengujian dipercepat mutu produk obat selama 3-6 bulan terbagi sedikitnya

dalam empat interval waktu dengan kondisi yang diperberat, seperti

temperatur dan kelembaban tinggi, pemaparan cahaya dan sebagainya.

Dengan cara pengujian stabilitas dipercepat laju penguraian obat dapat

diperkirakan dan stabilitas produk dapat diramalkan untuk kondisi

penyimpanan tertentu, yakni 150°C di atas suhu penyimpanan jangka panjang

dengan kelembaban yang sesuai.

3. Jenis pengujian stabilitas jangka panjang, jangka pendek dan alternatif untuk:
Obat generik, obat dengan variasi mayor dan variasi minor, bets yang diuji

minimal 2 bets. Obat baru, bets yang di uji minimal 3 bets.

F. Uji Sifat Fisik Gel

1. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis biasa dilakukan secara makroskopis dengan

mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan, dan bentuk

sediaan (N. Hidayati, 2014).

2. pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH idealnya

sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan untuk

menghindari iritasi. pH normal kulit manusia berkisar antara 4,5–6,5 .

3. Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan secara visual. Homogenitas

gel diamati pada object glass di bawah cahaya, diamati apakah terdapat

bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang stabil harus

menunjukkan susunan yang homogen.

4. Viskositas

Viskositas merupakan gambaran suatu benda cair untuk mengalir.

Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya,

pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat penting

pada saat pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan kelembaban. Selain
itu, viskositas juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan

hayatinya. Semakin tinggi viskositas, waktu retensi pada tempat aksi akan

naik, sedangkan daya sebarnya akan menurun. Viskositas juga menentukan

lama lekatnya sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan

baik. Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan menambahkan polimer.

5. Daya sebar

Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Sediaan yang

memiliki daya sebar yang baik sangat diharapkan pada sediaan topikal. Daya

sebar sediaan semipadat berkisar pada diameter 3 cm-5cm.

6. Daya lekat

Daya lekat berkaitan dengan kemampuan sediaan untuk menempel pada

lapisan epidermis. Semakin besar daya lekat gel, maka semakin baik

penghantaran obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai daya lekat

sediaan semipadat. Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah lebih

dari 1 detik.

G. Syneresis dan Swelling

Mekanisme ketidakstabilan dalam gel dibagi menjadi 2, yaitu syneresis dan

swelling (Maya Septia, 2007).

1. Syneresis

Syneresis merupakan proses keluarnya cairan yang terjerat dalam gel

akibat adanya kontraksi matriks dalam sistem gel. Syneresis dapat terjadi

selama peyimpanan dan menyebabkan gel mengerut secara alamiah. Pada


saat pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk gel

yang tegar. Kontraksi terjadi berhubungan dengan relaksasi akibat adanya

tekanan elastis yang terbentuk selama pembentukan gel. Adanya perubahan

pada ketegaran gel akan akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah,

sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Syneresis dapat

terjadi pada hidrogel dan organogel. Perubahan temperatur dapat

menyebabkan gel mengalami syneresis sehingga gel dapat kembali menjadi

bentuk padat atau bentuk cairnya.

2. Swelling

Gel dapat mengembang (swelling) karena komponen pembentuk gel dapat

mengabsorpsi larutan sehingga terjadi penambahan volume. Pelarut akan

berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan

gel. Pengembangan gel kurang sempurna apabila terjadi ikatan silang antar

polimer dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel

berkurang.

H. Pre Formulasi

1. Carbophol

a. Sinonim : Acritamer, acrylic acid polymer, carbomer,

carbopol.

b. Pemerian : Serbuk putih, lembut, higroskopis, bau khas.

c. Kelarutan : Larut dalam air panas.

d. Titik lebur : -

e. Konsentrasi : 0,5% - 2%.


f. Tidak tercampurkan : Dengan penol, polimer kationik, asam kuat dan

tidak bisa diwarnai dengan resorcinol.

g. Kegunaan : Gelling agent, emulsing agent, suspending agent,

pengikat tablet, stabilitas emulsi.

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)

Gambar 2.2 Struktur carbophol (Rowe dkk, 2009)

2. Natrii Carboxymethylcellulosum

a. Sinonim : Akucell, carmellosum natricum, cellulose gum,

CMC sodium.

b. Pemerian : Serbuk atau granul; putih atau krem; higroskopik.

c. Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk larutan

koloidal; tidak larut dalam etanol, dalam eter dan

dalam pelarut organik lain.

d. Titik lebur : -

e. Konsentrasi : 3-6%.

f. Tidak tercampurkan : Dengan asam kuat, garam larut dan beberapa logam

lainnya seperti aluminium, merkuri, dan seng. Dan

tidak tercampukan juga dengan xanthan gum.


g. Kegunaan : Gelling agent

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)

Gambar 2.3 Struktur Na CMC (Rowe.dkk, 2009)

3. Glycerolum

a. Sinonim : Glicerol, glycerine.

b. Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa

manis; tidak berbau; hanya boleh berbau khas

lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik;

netral terhadap lakmus.

c. Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol;

tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam

minyak lemak dan dalam minyak menguap.

d. Titik lebur : 17,8 o C.

e. Konsentrasi : 5-15%.

f. Tidak bercampur : Dengan kromium trioksid, kalium horat, atau

kalium permanganat.

g. Kegunaan : Humektan.

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)


HO OH

OH

Gambar 2.4 Struktur gliserin (Rowe dkk, 2009)

4. Propilenglikol

a. Sinonim : Propilenglikol.

b. Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berbau, tidak berwarna

rasa agak manis dan higroskopik.

c. Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P,

dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter p.

d. Jarak didih : Pada suhu 185o sampai 189 o C.

e. Kosentrasi : 10% - 20%.

f. Tidak tercampur : Dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak

lemak.

g. Khasiat : Humektan

(Anonim, 1995 dan Rowe.dkk, 2009)

Gambar 2.5 Struktur propilenglikol (Rowe dkk, 2009)


5. Trietanolamin (TEA)

a. Sinonim : TEA, tealan, triethyloalamine, trolaminum.

b. Pemerian : Cairan tidak berwarna; berbau kuat, amoniak.

c. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan

etanol, dengan eter dan dengan air dingin.

d. Titik lebur : (20 – 21)o C.

e. Konsentrasi : 2% - 4%.

f. Tidak bercampur : Dengan asam membentuk garam dan ester: dengan

tembaga membentuk garam kompleks: dengan

garam-garam logam berat menyebabkan hilangnya

warna dan pengendapan.

g. Kegunaan : Alkalizing agent, emulsifying agent.

(Rowe dkk, 2009)

HO OH

OH

Gambar 2.6 Struktur TEA (Rowe dkk, 2009)

6. Butil Hidroksitoluen

a. Sinonim : BHT, ionol

b. Pemerian : Hablur padat, putih, bau khas, lemah

c. Kelarutan : Tidak larut dalam air dan propilenglikol; mudah

larut dalam etanol, dalam kloroform dan eter


d. Titik Lebur : 70°C

e. Konsentrasi : 0,0075-0,1

f. Tidak bercampur : Senyawa pengoksidasi kuat, garam besi

menyebabkan perubahan warna dan pengurangan

aktivitas.

g. Kegunaan : Antioksidan

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)

OH

(H3C)3C C(CH3)3

CH3

Gambar 2.7 Struktur butil hidroksi toluen (Rowe dkk, 2009)

7. Metil Paraben

a. Sinonim : Metilparaben, metil p-hidroksibenzoate.

b. Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hamper tidak berbau,

tidak mempunyai rasa, kemudian akan membakar

diikuti rasa tebal.

c. Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air

mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan

dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter dan

dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60

bagian gliserol p panas, dan dalam 40 bagian


minyak lemak nabati panas, jika didinginkan

larutan tetap jernih.

d. Titik lebur : 125o C sampai 128o C.

e. Konsentrasi : 0,02% - 0,3%.

f. Tidak bercampur : Surfaktan anionic, bentonit, magnesium trisilikat,

talk, tragakan, sodium alganite, esensial oil,

sorbitol, dan atropin.

h. Kegunaan : Pengawet.

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)

Gambar 2.8 Struktur metil paraben (Rowe dkk, 2009)

8. Propylis Paraben

a. Sinonim : Nipasol, propyl p-hydroxybenzoate.

b. Pemerian : Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa.

c. Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam

air dan etanol 30%.

d. Titik lebur : -

e. Konsentrasi : 0,01-0,6 %.

f. Tidak bercampur : Surfaktan non-ionik.


g. Kegunaan : Pengawet.

(Anonim, 1995 dan Rowe dkk, 2009)

O
CH
O

HO

Gambar 2.9 Struktur propil paraben (Rowe dkk, 2009)

9. Aqua Destilata

a. Sinonim : Air suling.

b. Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak

mempunyai rasa.

c. Titik didih : 100oC.

d. Tidak bercampur : Minyak lemak.

e. Kegunaan : Pelarut.

(Anonim, 1979)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara objektif.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan adalah sediaan gel antioksidan

menggunakan ekstrak etanol biji melinjo dengan gelling agent carbophol 940

konsentrasi 1% dan karboksimetilsellulosa natrium konsentrasi 4,5% yang dibuat

di laboratorium Famasetika Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon.

C. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorim Farmasetika Akademi Farmasi

Muhammadiyah Cirebon yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 s.d Juni

2015.

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan secara

observasi eksperimen. Pengumpulan data primer dilakukan dengan

melakukan penelitian secara langsung terhadap masalah yang sedang diamati

untuk diuji agar memperoleh hasil yang diharapkan.


2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung penelitian yang diperoleh dari data-

data dan keterangan yang didapat dari beberapa buku dan sumber yang

mampu menunjang penelitian.

E. Prosedur Penelitan

1. Alat

a. Timbangan digital tipe (RADWAG® AS 160/C/2)

b. Mortir dan stamper

c. Magnetic stirrer (79-1 Magnetic stirrer)

d. Gelas ukur 100 ml (Pyrex)

e. Beaker glass 500 ml (Pyrex)

f. Cawan porselen

g. Batang pengaduk

h. Sudip

i. Pot Salep

j. pH indikator

k. Lemari pendingin

l. Oven tipe FCD-2000

m. Blender (Philips)

n. Rotary evaporator (IKA®RV 10 basic)

o. Water bath

p. Kaca

2. Bahan

a. Ekstrak etanol biji melinjo


b. Carbophol 940 (PT. Bratacem)

c. Karboksimetilselulosa natrium (PT. Bratacem)

d. Griserin (CV. Mustika Lab)

e. Propilenglikol (PT. Bratacem)

f. Triaethanolamin (CV. Mustika Lab)

g. Butil hidroksi toluen (CV. Mustika Lab)

h. Metil paraben (PT. Brataco)

i. Propil paraben (CV. Mustika Lab)

j. Aqua destilata (PT. Brataco)

3. Prosedur Kerja

a. Cara pembuatan ekstrak etanol biji melinjo

1) Biji melinjo dikupas kemudian dirajang.

2) Cuci dengan air bersih yang mengalir.

3) Biji melinjo dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlebih

dahulu lalu dipanaskan dalam oven.

4) Setelah kering, biji melinjo diserbukan dengan cara diblender

kemudian di ayak.

5) Timbang 100 gram serbuk biji melinjo, masukkan ke dalam bejana.

6) Kemudian dituang dengan 750 ml etanol 70% v/v, di tutup dan

dibiarkan selama 5 hari, aduk, serkai, ampas diperas, cuci ampas

dengan cairan penyari hingga diperoleh seluruh sari sebanyak 1000

ml.

7) Pindahkan dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung

dari cahaya selama 2 hari.


8) Setelah itu ekstrak etanol cair di tuangkan ke dalam labu alas bulat

rotary evaporator, pada suhu 70ºC dalam 70 rpm untuk memekatkan

ekstrak sehingga etanol yang terkandung dalam ekstrak etanol cair

menyusut.

9) Ekstrak cair kemudian diuapkan menggunakan penangas air (water

bath) hingga diperoleh ekstrak kental.

b. Formula gel

Tabel 3.1 Formula gel

Jumlah (%)
Nama Bahan
F1 F2
Ekstrak etanol biji
0,97 0,97
melinjo
Carbophol 940 1 -
Karboksimetilselullosa
- 4,50
natrium
Gliserin 12 12
Propilenglikol - 10
TEA 2 2
Butil hidroksi toluen 0,10 0,10
Metilis paraben 0,20 0,20
Propil paraben 0,40 0,40
Aqua destilata ad 100 100
Sumber: Shanti Septiani dkk, 2012

c. Cara Pembuatan

1) Formula 1
a) Carbophol 940 dikembangkan dalam air dengan suhu 70-80°C

selama 1 jam sambil digerus di dalam mortir hangat dengan aqua

destilata panas 20 kali carbophol, gerus sampai terbentuk

campuran homogen.

b) Setelah mengembang tambahkan metil paraben dan propil paraben

yang sudah dilarutkan dengan aqua destilata panas ke dalam

mortir, gerus hingga homogen.

c) Tambahkan BHT yang sudah dilarutkan dengan etanol 95%, gerus

sampai homogen.

d) Tambahkan gliserin ke dalam mortir yang telah berisi carbophol

940 yang sudah dikembangkan, gerus hingga homogen.

e) Tambahkan TEA yang sudah dilarutkan dengan aqua destilata

panas, masukan sedikit demi sedikit ke dalam mortir, gerus

sampai homogen.

f) Tambahkan ekstrak etanol biji melinjo yang sudah dilarutkan

dengan aqua destilata sedikit demi sedikit ke dalam mortir sambil

digerus hingga homogen.

g) Tambahkan sisa aqua destilata ke dalam mortir, sambil digerus

hingga gel homogen.

2) Formula 2

a) Na-CMC dimasukan ke dalam beaker glass tambahkan aqua

destilata panas sebanyak 20 kali jumlah Na-CMC aduk

menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit dengan

menggunakan pemanasan.
b) Setelah 15 menit pemanasan dihentikan, tambahkan metil paraben

dan propil paraben yang sudah dilarutkan dengan aqua destilata

panas masukan ke dalam magnetic stirrer, putar hingga homogen.

c) Tambahkan BHT yang sudah dilarutkan dengan etanol 95%, putar

sampai homogen.

d) Tambahkan gliserin dan propilenglikol ke dalam magnetic stirrer,

putar hingga homogen.

e) Tambahkan TEA yang sudah dilarutkan dengan air panas, sedikit

demi sedikit ke dalam magnetic stirrer, putar sampai homogen.

f) Tambahkan ekstrak etanol biji melinjo yang sudah dilarutkan

dengan air sedikit demi sedikit ke dalam magnetic stirrer hingga

homogen.

g) Tambahkan sisa aqua destilata ke dalam magnetic stirrer, putar

hingga gel homogen.

4. Evaluasi Sediaan Gel dan Uji Stabilitas

a. Pemeriksaan organoleptis

1) Ambil masing-masing gel secukupnya.

2) Amati bentuk, warna dan bau yang secara organoleptis.

3) Gel diamati pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 serta pada suhu ±2oC,

±28oC dan ±40oC.

b. Pemeriksaan homogenitas
1) Oleskan 0,1 gram gel pada kaca transparan 1 kemudian tutup dengan

kaca transparan 2.

2) Amati apakah sediaan menunjukan susunan yang homogen.

3) Gel diamati pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 serta pada suhu ±2oC,

±28oC dan ±40oC.

c. Pemeriksaan pH

1) Ambil kertas indikator universal.

2) Celupkan pH indikator ke dalam gel.

3) Hasilnya sesuaikan dengan standar pH.

4) Gel diamati pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 serta pada suhu ±2oC,

±28oC dan ±40oC.

d. Uji Syneresis

1) Masukan 3 gram gel ke dalam botol kaca.

2) Simpan pada suhu ±40o C di oven selama 6 minggu.

3) Amati apakah terdapat cairan yang keluar dan berada di atas

permukaan gel.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 4.1 Hasil pengamatan ekstrak etanol biji melinjo

Parameter Ekstrak Etanol


Bentuk Cair
Bau Bau Khas Melinjo
Warna Coklat
Jumlah ekstrak kental 13,40 gram

Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol Biji Melnjo

Rendemen = Jumlah ekstrak kental x 100%

Jumlah simplisia

= 13,40 gram x 100%

100 gram

= 13,40%

Tabel 4.2 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ± 2°C


Formula Hari ke- Bentuk Bau Warna
F1 0 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
7 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
14 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
21 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
28 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
F2 0 Cair Khas Melinjo Lemah Coklat
7 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
14 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
21 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
28 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat

Tabel 4.3 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ±28°C

Formula Hari ke- Bentuk Bau Warna


F1 0 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
7 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
14 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
21 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
28 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
F2 0 Cair Khas Melinjo Lemah Coklat
7 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
14 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
21 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat
28 Cair Khas Melinjo Sedang Coklat

Tabel 4.4 Hasil pengamatan organoleptis gel pada suhu ±40° C

Formula Hari ke- Bentuk Bau Warna


F1 0 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
7 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Muda
14 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Tua
21 Semi Padat Khas Melinjo Lemah Kuning Tua
28 Semi Padat Khas Melinjo Sedang Kuning Tua
F2 0 Cair Khas Melinjo Lemah Coklat
7 Cair Khas Melinjo Kuat Coklat
14 Cair Khas Melinjo Kuat Coklat
21 Cair Khas Melinjo Kuat Coklat
28 Cair Khas Melinjo Kuat Coklat

Tabel 4.5 Hasil pengamatan homogenitas gel

Formula Suhu Homogenitas hari ke-


Penyimpanan 0 7 14 21 28
F1 ±2°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
±28°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
±40°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
F2 ±2°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
±28°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
± 40°C Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

Tabel 4.6 Hasil pengamatan pH gel

Formula Suhu pH hari ke-


Penyimpanan 0 7 14 21 28
F1 ±2°C 5 6 6 6 6
±28°C 5 6 6 6 6
±40°C 5 6 6 6 6
F2 ±2°C 8 9 9 9 9
±28°C 8 9 9 8 8
±40°C 8 9 9 8 8

Tabel 4.7 Hasil pengamatan syneresis gel

Formula 1 Formula 2

Gel tidak menunjukkan syneresis Gel tidak menunjukkan syneresis


karena air tidak keluar ke karena air tidak keluar ke
permukaan gel. permukaan gel.

B. Pembahasan

Ekstrak etanol biji melinjo didapatkan dengan cara mengekstraksi

simplisia biji melinjo sebanyak 100 gram menggunakan pelarut etanol 70%.

Cara ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Dipilih cara ini untuk

menghindari terjadinya peruraian senyawa karena panas serta tergolong

sederhana dan murah. Hasil ekstrak kental etanol biji melinjo yaitu 13,40

gram. Rendemen yang diperoleh yaitu 13,40%.

Penelitian ini terdiri dari dua formulasi, pada formulasi kesatu

menggunakan gelling agent carbophol 940 konsentrasi 1% sedangkan pada

formulasi kedua menggunakan Na CMC konsentrasi 4,5% dan eksipien lain

berupa gliserin, propilenglikol, trietanolamin, butil hidroksi toluene, metil

paraben dan propel paraben. Gliserin dan propilenglikol digunakan sebagai

humektan yang memiki kemampuan untuk mengikat air (hidrasi), sehingga


sediaan menjadi tetap lembab dan tidak kering. TEA digunakan untuk

mengatur pH dari sediaan. Butil hidroksi toluen digunakan sebagai antiosida

dari formulasi sedangkan nipagin dan nipasol berfungsi sebagai pengawet

(Shanti Septiani dkk, 2012). Penggunaan kombinasi pengawet yaitu untuk

memperluas aktivitas pengawet karena gel memiliki kadar air yang cukup

banyak sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Sediaan disimpan

dalam 3 suhu yaitu ±2°C, ±28°C, ±40°C kemudian dilakukan uji stabilitas

fisika dan kimia yang meliputi organoleptis, homogenitas dan pH yang

diamati selama 28 hari. Serta melakukan uji syneresis dengan menyimpan

sediaan dalam suhu ±40°C selama 6 minggu.

Dari pengujian organoleptis formula 1 menghasilkan gel yang semi solid

sedangkan formula 2 sediaan kurang padat (terlalu encer). Secara umum

formula 2 tidak menghasilkan gel yang baik karena konsistensi kurang padat,

meskipun demikian pengujian yang lainnya seperti uji pH, homogenitas dan

syneresis tetap dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya

pengadukan gelling agent.

Dari hasil evaluasi organoleptis dari kedua formulasi sediaan gel tidak

mengalami perubahan yang berarti pada suhu dingin dan suhu kamar selama

28 hari. Sedangkan pada suhu ±40°C sediaan gel formula 1 mengalami

perubahan warna pada hari ke-14 yaitu dari warna kuning muda menjadi

kuning tua, sedangkan formula 2 tetap. Sediaan gel formula 2 pada suhu

dingin dan suhu kamar mengalami perubahan bau pada hari ke-7 yaitu dari

bau khas melinjo lemah menjadi bau khas melinjo sedang, sedangkan pada

suhu panas mengalami perubahan bau pada hari ke-7 yaitu dari bau khas

melinjo lemah menjadi bau khas melinjo kuat. Perubahan pada evaluasi
organoleptik diduga dikarenakan terjadinya interaksi antara bahan aktif

dengan komponen pembentuk gel pada kondisi dan kelembaban yang tinggi

sehingga mampu mempengaruhi kestabilan formula sediaan gel.

Dari hasil pengamatan homogenitas dari kedua formula sediaan gel yang

disimpan pada suhu dingin, suhu kamar dan suhu panas selama 28 hari

menunjukkan susunan yang homogen dengan tidak terlihatnya butiran kasar.

Sedangkan berdasarkan pengamatan pH pada formula ke-1 mengalami

kenaikan pH setelah hari ke-0 yaitu dari pH 5 ke 6 tetapi masih pada pH

normal kulit manusia berkisar antara 4,5–6,5 (N. Hidayati, 2014). Pada

formula ke-2 pH sediaan gel tidak stabil dan melebihi pH normal kulit terjadi

pada semua suhu. Pada suhu dingin di hari ke-7 sampai hari ke-28 pH

mengalami kenaikan yaitu dari 8 ke 9. Sedangkan pada suhu kamar dan suhu

panas pH mengalami kenaikan pada hari ke-7 sampai hari ke-14 yaitu dari 8

ke 9 dan mengalami penurunan pH pada hari ke-21 sampai hari ke-28 yaitu

dari pH 9 menjadi 8. Perubahan pH disebabkan oleh komponen-komponen

pada sediaan didominasi oleh bahan yang bersifat basa. Selain itu terjadi

penurunan nilai pH selama penyimpanan dapat terjadi karena pengaruh CO2,

karena CO2 bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam. Hasil

pengamatan syneresis dari kedua formulasi menunjukkan sediaan gel stabil

setelah disimpan pada suhu ±40°C selama 6 minggu.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Perbedaan gelling agent carbophol 940 dan Na CMC berpengaruh pada stabilitas

gel.

2. Sediaan gel dengan gelling agent cabophol 940 konsentrasi 1% (formula 1)

menghasilkan gel yang stabil berdasarkan pengamatan organoleptis pada suhu ±2°C

dan ±28°C, serta berdasarkan pengamatan pH dan homogenitas pada semua suhu.

3. Sediaan gel dengan gelling agent Na CMC memiliki konsistensi terlalu encer selain

itu bau dan pH tidak stabil.

4. Sediaan gel berdasarkan uji syneresis dari kedua formulasi menunjukkan hasil yang

stabil.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan yaitu :

1. Untuk menjaga pH dari formulasi perlu penambahan dapar sehingga dapat

mempertahankan pH sediaan.

2. Untuk memperbaiki konsistensi perlu penambahan konsentrasi Na CMC.

3. Akan lebih baik dalam membuat gel untuk kedua formulasi menggunakan cara yang

sama yaitu dengan menggunakan magnetic stirrer.

4. Untuk memperbaiki homogenitas yaitu menggunakan homogeniser.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Jakarta; Departemen Kesehatan RI

Anonim. 1986, Sediaan Galenik, Jakarta; Departemen Kesehatan RI

Anonim. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta; Departemen Kesehatan RI

Effionora Anwar. 2012, Eksipien dalam Sediaan Farmasi Karakteristik dan Aplikasi,

Jakarta; Dian Rakyat

Howard C Ansel. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta; UI Press

J.B.Haborne. 1987, Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan, Bandung; ITB

Leon Lachman,dkk. 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Jakarta; UI Press

Raymond C Rowe.,dkk. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, London;

The Pharmaceutical Press

Soekidjo Notoatmodjo.2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta; Rineka

Cipta

Anonim, Melinjo Dimers dalam http:// hosodanutritional.com/, tanggal 8 Desember

2014

AG Sofwan, Tinjauan Pustaka dalam http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/ 24596/4/Chapter%20II.pdf, tanggal 7 November 2014

Deni Anggraeni, Formulasi Dan Uji In Vitro Granul Mukoadesif Salbutamol Sulfat

Menggunakan Kombinasi Polimer Carbopol 940p Dan Hidroksipropil


Selulosa dalam http://pasca.unand.ac.id/id/wp-

content/uploads/2011/09/Artikel6.pdf, tanggal 5 November 2014

Fitriamali, Tinjauan Pustaka dalam http:// digilib.ump.ac.id/../jhptump-a-fitriamali-

170-2-babii.pdf, tanggal 22 Oktober 2014

Mely Mailandri, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Granicia kyda Rox. Dengan

Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi Yang Aktif dalam

http:// lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291069-S1324-Mely%20Mailandari.pdf,

tanggal 16 November 2014

N. Daud, Tinjauan Pustaka dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/

39081/4/ Chapter%20II.pdf, tanggal 15 Novenber 2014

N. Hidayati, Pendahuluan dalam http://repository.ugm.ac.id/downloadfile/.../S1-

2014-301248-chapter1.pdf/, tanggal 28 Februari 2015

Nurmitaris, Tinjauan Pustaka dalam http:// digilib.ump.ac.id/download.php?id=663,

tanggal 22 Oktober 2014

Rini Dwiastuti, Pengaruh Penambahan Cmc (Carboxymethyl Cellulose) Sebagai

Gelling Agent Dan Propilen Glikol Sebagai Humektan Dalam Sediaan Gel

Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia Sinensis L) dalam

https://www.usd.ac.id/lembaga/.../2010%20Mei06%20Rini_Dwiastuti.pdf,

tanggal 28 Februari 2015

Santi Septiani,dkk, Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan dari Ekstrak Etanol

Biji Melinjo (Gnetum gnemon Linn) dalam http://jurnal.unpad.ac.id/

ejournal/article/download/1175/1159, tanggal 16 September 2014


Tri Tuti Nur’aini, Identifikasi Kandungan Senyawa Kiimia di dalam Ekstrak Etanol

dari Kulit Luar, Kulit Keras dan Daging Buah Pada Melinjo(Gnetum gnemon

L) dalam http://lib.ui.ac.id/unggah/?q=system/files/TriTN-Skripsi-FMIPA-

Naskah Ringkas-2013.pdf/, tanggal 5 November 2014


Lampiran 1 Perhitungan formula 1

Nama Bahan Jumlah (%)


Ekstrak etanol biji melinjo 0,97
Carbophol 940 1
Gliserin 12
TEA 2
Butil hidroksi toluen 0,10
Metilis paraben 0,20
Propil paraben 0,40
Aqua destilata ad 100

0,97
1. Ekstrak etanol biji melinjo = x 100 = 0,97
100

1
2. Carbophol 940 = x 100 = 1
100

12
3. Gliserin = x 100 = 12
100

2
4. TEA = x 100 = 2
100

0,10
5. Butil hidroksi toluene = x 100 = 0,10
100

0,20
6. Metilis Paraben = x 100 = 0,20
100

0,40
7. Propil paraben = x 100 = 0,40
100

8. Aqua destilata = 100-(0,97+1+12+2+0,10+0,20+0,40)

= 83,33

Lampiran 2 Perhitungan formula 2

Nama Bahan Jumlah (%)


Ekstrak etanol biji melinjo 0,97
Karboksimetilselullosa natrium 4,50
Gliserin 12
Propilenglikol 10
TEA 2
Butil hidroksi toluen 0,10
Metilis paraben 0,20
Propil paraben 0,40
Aqua destilata ad 100

0,97
1. Ekstrak etanol biji melinjo = x 100 = 0,97
100

4,50
2. Karboksimetilselullosa natrium = x 100 = 4,50
100

12
3. Gliserin = x 100 = 12
100

10
4. Propilenglikol = x 100 = 10
100

2
5. TEA = x 100 = 2
100

0,10
6. Butil hidroksi toluene = x 100 = 0,10
100

0,20
7. Metilis Paraben = x 100 = 0,20
100

0,40
8. Propil paraben = x 100 = 0,40
100

9. Aqua destilata = 100-

(0,97+4,50+12+10+2+0,10+0,20+0,40)

= 69,83

Lampiran 3 Gambar pemekatan ekstrak dan ekstrak kental biji melinjo


Pemekatan ekstrak

Ekstrak kental biji melinjo

Lampiran 4 Gambar pembuatan Na CMC menggunakan magnetic stirrer


Lampiran 5 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-0 formula 1
Pengamatan homogenitas

Pengamatan pH

Lampiran 6 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-0 formula 2


Pengamatan homogenitas

Pengamatan pH
Lampiran 7 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-7 formula 1

Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan

Organoleptis

a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 8 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-7 formula 2


Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan

Organoleptis

a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 9 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-14 formula 1


Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan

Organoleptis

a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 10 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-14 formula 2


Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan Organoleptis

a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 11 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-21 formula 1

Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan Organoleptis


a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 12 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-21 formula 2

Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan Organoleptis


a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 13 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-28 formula 1

Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan Organoleptis


a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 14 Gambar evaluasi gel pengamatan hari ke-28 formula 2

Pengamatan Homogenitas Pengamatan pH Pengamatan

Organoleptis
a. Suhu ±2°C

b. Suhu ±28°C

c. Suhu ±40°C

Lampiran 15 Gambar evaluasi gel pengamatan syneresis


Formula 1 dan 2

Anda mungkin juga menyukai