Anda di halaman 1dari 36

FORMULASI SEDIAAN MASK POWDER (MASKER BUBUK) DARI

EKSTRAK ETANOL DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) SEBAGAI


ANTIOKSIDAN

PROPOSAL

KELOMPOK 3
FARMASI 3C

Eka Sri Rahayu (31116112) Rifky Eka Putra (31116135)


Iska Murtiningtias (31116123) Sifa Ulfasari (31116139)
Maulidya Robiatul H (31116125) Siti Homsatun M (31116141)
M. Zulfan Firdaus (31116127) Tina Agustini (31116145)
Nisa Arosa (31116129) Tina Agustini (31116145)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami persembahkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan proposal
penelitian dengan judul “FORMULASI SEDIAAN MASK POWDER (MASKER
BUBUK) DARI EKSTRAK ETANOL DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis
L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN”
Penyusunan proposal penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas matakuliah Bahan Alam Farmasi. Penyusunannya dapat terlaksana dengan
baik berkat dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Hendy Suhendy, M.Si dan Diana Sri Zustika, M.Si selaku dosen
matakuliah Bahan Alam Farmasi;
2. Ihsan Meliyandi, S.Farm., Apt dan Lena Siti Nurjanah, S. Farm selaku
asisten dosen matakuliah Bahan Alam Farmasi;
3. Teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan motivasi,
dukungan dan semangat; dan
4. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu – persatu yang
telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
Walaupun demikian, dalam laporan penelitian ini, peneliti menyadari
masih belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaan penelitian ini. Namun demikian adanya, semoga proposal
penelitian ini dapat dijadikan acuan tindak lanjut penelitian selanjutnya dan
bermanfaat bagi kita semua.

Tasikmalaya, 9 September 2018

Peneliti

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Lat
ar Belakang 1
1.2. Ide
ntifikasi Masalah 3
1.3. Bat
asan Masalah 3
1.4. Ru
musan Masalah 3
1.5. Tuj
uan Penelitian 3
1.6. Ma
nfaat Penelitian 3
1.7. Lo
kasi dan Waktu Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Daun Teh 5
2.2. Morfologi 5
2.3. Klasifikasi 7
2.4. Kandungan Kimia 7
2.4.1. Golongan Fenol 6
2.4.2. Golongan Bukan Fenol 8
2.4.3. Senyawa Aromatis 11
2.4.4. Enzim 11
2.5. Sifat dan Khasiat 12
2.6. Ekstraksi 14

3
2.7. Bentuk Sediaan 14
2.8. Parameter Standar Simplisia 16
2.9. Parameter Standar Ekstrak 17

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Alat dan Bahan 20
3.1.1. Alat 20
3.1.2. Bahan 20
3.2. Sampel Penelitian 20
3.2.1. Penyiapan Sampel 20
3.2.2. Pembuatan Ekstrak 21
3.3. Skrining Fitokimia 21
3.4. Formula 21
3.5. Metode Pembuatan Sediaan 22
3.6. Evaluasi Sediaan 23
3.7. Pengujian Aktivitas Antioksidan 25
DAFTAR PUSTAKA 26

4
5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era global saat ini banyak masyarakat ataupun industri kosmetik

yang mulai memanfaatkan tanaman-tanaman untuk dijadikan sebagai

bahan utama pembuatan suatu produk, terutama di bidang pengobatan.

Saat ini, banyak kaum wanita yang menggunakan berbagai macam sediaan

kosmetika baik yang berfungsi untuk merawat kulit maupun untuk tata

rias. Salah satu sediaan kosmetika yaitu masker wajah, saat ini banyak

masker wajah yang terbuat dari tanaman-tanaman herbal. Hal ini dapat

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mengurangi biaya

kebutuhan dalam pengobatan.

Masker wajah adalah masker kecantikan yang berwujud sediaan gel, pasta

dan serbuk yang dioleskan untuk membersihkan dan mengencangkan

kulit, terutama kulit wajah. Secara sistematik, masker wajah bertindak

merangsang sirkulasi aliran darah maupun limpa, merangsang dan

memperbaiki kulit melalui percepatan proses regenerasi dan memberikan

nutrisi pada jaringan kulit. Masker wajah juga berfungsi sebagai pembawa

bahan-bahan aktif yang berguna bagi kesehatan kulit, seperti ekstrak

tumbuhan, minyak esensial, atau rumput laut yang dapat diserap oleh

permukaan kulit untuk dibawa ke dalam sirkulasi darah (Novita Widya,

2009).

Camellia sinensis yang dikenal dengan teh berasal dari Cina. Camellia

sinensis yang dapat tumbuh pada ketinggian 200-2.300 meter di atas

6
permukaan laut. Tanaman teh memiliki manfaat diantaranya sebagai anti

kanker, antioksidan, antimikroba, antibakteria, pencegah aterosklerosis,

menjaga kesehatan jantung, antidiabetes, menstimulasi sistem imun,

mencegah parkinson, menurunkan kolesterol, mencegah karies gigi,

mencegah bau mulut, melancarkan urine, menghindari stroke, dan

menurunkan tekanan darah. Hal ini disebabkan kandungan bahan kimia

aktif seperti katekin, asam amino, gula, polifenol oksidasi, klorofil dan

karoten yang terdapat pada vakuola (Alamsyah, 2006).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.

Salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas, senyawa

ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam-macam faktor

(Winarsi, 2007).

Tubuh memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat

membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan

meredam dampak negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi, 1997).

Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan penelitian dari ekstrak

Daun Teh (Camellia sinensis) sebagai antioksidan dalam formulasi

sediaan masker. Masker merupakan salah satu jenis perawatan yang

banyak digunakan oleh wanita. Masker sangat bermanfat untuk menjaga

dan merawat kulit wajah, dapat menyegarkan kulit wajah, dapat

mengembalikan sel kulit mati dengan sel kulit baru serta dapat

mengencangkan kulit wajah.

7
1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1.2.1. Daun teh memiliki khasiat sebagai antioksidan

1.2.2. Belum adanya penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada

sediaan masker bubuk daun teh hijau

1.3. Batasan Masalah

Terkait luasnya permasalahan dan terdapat keterbatasan penulis dalam

penelitian, maka penelitian dibatasi pada pengujian aktivitas antioksidan

dari ekstrak etanol Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

1.4. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh ekstrak daun teh dengan berbagai konsentrasi dalam

formulasi sediaan masker sebagai antioksidan?

1.5. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh ekstrak daun teh dengan berbagai konsentrasi

dalam formulasi sediaan masker sebagai antioksidan.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan

pengetahuan penulis sekaligus untuk memenuhi syarat perkuliahan.

8
2. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini menjadi pengetahuan

tambahan.

3. Bagi masyarakat, dapat mengetahui manfaat dari daun teh sebagai

antioksidan.

1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Laboratorium Farmakognosi STIKes Bakti Tunas Husada

Tasikmalaya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai bulan Desember

2018.

Tabel 1.1. Jadwal Penelitian

September Oktober November

No Kegiatan Minggu-ke Minggu-ke Minggu-ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pembuatan proposal

2. Pengumpulan Daun Teh

(Camellia sinensis)

2. Sortasi

basah,pengeringan dan

pembuatan serbuk

simplisia

3. Skrining serbuk

9
simplisia dan Ekstraksi

4. Pembuatan Masker

5. Uji Evaluasi Masker

6. Penyusunan Laporan

Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10
2.1. Daun Teh

Teh diperoleh dari pengolahan daun tanaman teh (Camellia sinensis)


dari familia Theaceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah
pegunungan Himalaya dan pegunungan yang berbatasan dengan Republik
Rakyat Cina, India, dan Burma. Tanaman ini dapat tumbuh subur di daerah
tanaman tropik dan subtropik dengan menuntut cukup sinar matahari dan curah
hujan sepanjang tahun. (Siswoputranto, 1978)

2.2. Morfologi

Daun teh merupakan daun tunggal. Helai daun berbentuk lanset


dengan ujung meruncing dan bertulang menyirip. Tepi daun lancip atau
bergerigi. Daun tua licin di kedua permukaannya sedangkan pada daun
muda bagian bawahnya terdapat bulu tua licin di kedua permukaannnya
sedangkan pada daun muda bagian bawahnya terdapat bulu halus (Muchtar,
1988)

Dilihat dari warna dan bentuk dari daun-daun kelompok dan daun-
daun mahkota bunga, keduanya hampir sama. Kelompok daun itu akan
berjumlah antara 4-5 helai dan berwarna agak hijau. Sedangkan buah teh
mengandung 3 biji dan berwarna putih. Semakin tua warnanya akan
berubah coklat. Buah teh ini berbentuk bulat dan dan bergaris tengah 1,2
sampai 1,5 cm. (Muljana, 1993)

Batang pohon teh tumbuh dengan lurus dan banyak, akan tetapi batangnya
mempunyai ukuran yang lebih kecil. Dengan demikian maka pohon teh
ini akan tumbuh dengan bentuk yang mirip pohon cemara. Hal itu terjadi
jika pohon the dibiarkan tumbuh tanpa adanya pemangkasan. (Muljana, 1993)

Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab, dan tumbuh baik


pada temperatur yang berkisar antara 10 –30 ̊C pada daerah dengan curah
hujan 2.000 mm per tahun dengan ketinggian 600 2000 m dpl. Tanaman
teh di perkebunan ditanam secara berbaris dengan jarak tanam satu meter.

11
Tanaman teh yang tidak dipangkas akan tumbuh kecil setinggi 50–100 cm
dengan batang tegak dan bercabang-cabang. (Setyamidjaja, 2000)

2.3. Klasifikasi

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan


sebagai berikut (Nazaruddin,1993) :

Kingdom : Plantae
Divisio: Spermatophyta
Sub Divisio: Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Guttiferales
Famili : Theacceae
Genus : Camellia
Species : Camellia sinensis

2.4. Kandungan Kimia

Kandungan senyawa kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi 4


kelompok besar yaitu golongan fenol, golongan bukan fenol, golongan
aromatis, dan enzim. Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung
terjadinya sifat-sifat baik pada teh, apabila pengendaliannya selama pengolahan
dapat dilakukan dengan tepat.

2.4.1. Golongan Fenol

Golongan fenol yang terdapat dalam daun teh adalah :

2.4.1.1. Katekin

Katekin adalah senyawa metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan


oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki

12
aktivitas antioksidan berkat gugus fenol yang dimilikinya. Struktur molekul
katekin memiliki dua gugus fenol (cincin A dan B) dan satu gugus dihidropiran
(cincin C), dikarenakan memiliki lebih dari satu gugus fenol, maka senyawa
katekin sering disebut senyawa polifenol.

Katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks,


tersusun sebagai komponen senyawa katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin
galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan
galokatekin (GC).

Senyawa katekin merupakan senyawa yang paling penting pada daun teh
yang berfungsi sebagai antioksidan yang menyehatkan tubuh. Hasil penelitian
University of Kansas (2007) yang dipresentasikan di America Chemical
Society, menyatakan bahwa katekin dalam teh hijau berkemampuan 100 kali
lebih efektif untuk menetralisir radikal bebas daripada vitamin C dan 25 kali
lebih ampuh dari vitamin E.

Selain itu senyawa katekin juga berperan dalam menentukan sifat produk
teh seperti rasa, warna, dan aroma. Senyawa katekin dalam reaksinya dengan
kafein, protein, peptida, ion tembaga dan siklodekstrin membentuk beberapa
senyawa kompleks yang sangat berhubungan dengan rasa dan aroma. Katekin
menentukan warna seduhan terutama pada teh hitam, pada proses oksidasi
enzimatis (fermentasi) sebagaian katekin terurai menjadi senyawa theaflavin
yang berperan memberi warna kuning dan senyawa thearubigin yang berperan
memberi warna merah kecoklatan.

Selama proses pengolahan teh kandungan katekin akan berkurang.


Kandungan katekin akan mengalami penurunan akibat proses pelayuan,
oksidasi enzimatis, penggilingan, dan pengeringan. Hasil penelitian Karori et al
(2007) mendapatkan bahwa kandungan katekin yang terdegradasi pada
pengolahan teh oolong, teh hijau, dan teh hitam adalah seperti yang tertera pada
tabel.

Penurunan kandungan katekin tertinggi terjadi pada pengolahan teh hitam.


Penurunan kandungan katekin yang tertinggi pada pengolahan teh hitam

13
merupakan keharusan, mengingat katekin sengaja diubah menjadi theaflavin
dan thearubigin untuk menghasilkan cita rasa yang khas.

2.4.1.2. Flavanol

Struktur molekul senyawa flavanol hampir sama dengan katekin tetapi


berbeda pada tingkatan oksidasi dari inti difenilpropan primernya. Flavanol
merupakan satu diantara sekian banyak antioksidan alami yang terdapat dalam
tanaman pangan dan mempunyai kemampuan mengikat logam. Senyawa
flavanol dalam teh kkurang disebut sebagai penentu kualitas, tetapi diketahui
mempunyai aktivitas yang dapat menguatkan dinding pembuluh darah kapiler
dan memacu pengumpulan vitamin C. Flavanol pada daun teh meliputi
senyawa kaemferol, kuarsetin, dan mirisetin dengan kandungan 3-4% dari berat
kering.

2.4.2. Golongan Bukan Fenol

Golongan bukan fenol yang terdapat dalam daun teh adalah :

2.4.2.1. Karbohidrat

Daun teh mengandung karbohidrat meliputi sukrosa, glukosa, dan


fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang terkandung dalam teh adalah 3-5% dari
berat kering daun. Peranan karbohidrat dalam pengolahan teh yaitu dapat
bereaksi dengan asam-asam amino dan katekin, yang pada suhu tinggi akan
membentuk senyawa aldehid yang menimbulkan aroma seperti aroma karamel,
bunga, buah, madu, dan sebagainya.

2.4.2.2. Pektin

14
Pektin terutama terdiri dari pektin dan asam pektat, dengan kandungan
berkisar antara 4,9-7,6% dari berat kering daun. Dalam proses pengolahan teh,
pektin akan terurai menjadi asam pektat dan metil alkohol, sebagian metil
alkohol akan menguap ke udara, tetapi sebagain lagi akan bereaksi dengan
asam-asam organik menjadi ester-ester yang berperan dalam menyusun aroma.
Adapun asam pektat dalam suasana asam akan membentuk gel, dimana gel ini
berfungsi untuk mempertahankan bentuk gulungan daun setelah digiling.
Selanjutnya gel akan membentuk lapisan dipermukaan daun teh, sehingga
berperan dalam mengendalikan proses oksidasi. Pada proses pengeringan
lapisan gel akan mengering membentuk lapisan mengkilat yang sering disebut
bloom dari teh.

2.4.2.3. Alkaloid

Sifat menyegarkan seduhan teh berasal dari senyawa alkaloid yang


dikandungnya, dengan kisaran 3-4% dari berat kering daun. Alkaloid utama
dalam daun teh adalah senyawa kafein, theobromin, dan theofolin. Senyawa
kafein dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas teh. Selama
pengolahan teh, kafein tidak mengalami penguraian, tetapi kafein akan bereaksi
dengan katekin membentuk senyawa yang menentukan nilai kesegaran
(briskness) dari seduhan teh.

2.4.2.4. Protein dan asam-asam amino

Kandungan protein dalam daun teh dirasakan sangat besar peranannya


dalam proses pembentukan aroma pada teh terutama pada teh hitam. Perubahan
utama selama proses pelayuan adalah penguraian protein menjadi asam-asam
amino. Asam amino bersama karbohidrat dan katekin akan membentuk
senyawa aromatis asam amino, yang berupa senyawa hidrokarbon, alkohol,
aldehid, keton, dan ester. Asam amino yang banyak berperan dalam
pembentukan senyawa aromatis adalah alanin, fenil alanin, valin, leusin, dan

15
isoleusin. Adapun kandungan protein dan asam amino bebas pada daun teh
adalah berkisar antara 1,4 – 5 % dari berat kering daun, dimana kandungan
asam amino bebas pada C. Sinensis varietas sinensis lebih tinggi daripada C.
sinensis varietas assamica, sehingga seduhan C. sinensis varietas sinensis
memiliki aroma yang lebih baik.

Kandungan asam amino bebas pada daun teh sebanyak 50% didominasi
oleh asam amino L-theanin, sisanya berupa asam glutamat, asam aspartat, dan
arginin. L-theanin merupakan asam amino yang khas karena hanya ditemukan
didalam daun teh dan beberapa jenis jamur serta beberapa spesies Camellia
yaitu C. javonica dan C. sasanqua. Asam amino L-theanin telah terbukti
mendorong terbentuknya alfa didalam otak yang dapat memberikan rasa
tenang.

2.4.2.5. Klorofil dan Zat Warna yang lain

Kandungan zat warna dalam daun teh sekitar 0,019% dari berat kering
daun teh. Salah satu unsur penentu kualitas teh hijau adalah warnanya,
sehingga klorofil sangat berperan dalam warna hijau pada teh hijau. Dalam
proses oksidasi enzimatis pada pengolahan teh hitam, klorofil yang berwarna
hijau segar mengalami penguraian menjadi feofitin yang berwarna hitam.
Adapun sebagain zat warna karotenoid akan teroksidasi menjadi substansi
mudah menguap yang terdiri dari aldehid dan keton tak jenuh yang berperan
dalam aroma seduhan teh. Sedangkan sebagian lagi karotenoid akan berperan
dalam memberi warna kuning jingga.

2.4.2.6. Asam Organik

Kandungan asam organik dalam daun teh berkisar 0,5-2% dari berat
kering daun. Adapun jenis asam organik yang terkandung dalam daun teh
adalah asam malat, asam sitrat, asam suksinat dan asam oksalat. Dalam proses

16
pengolahan teh, asam-asam organik tersebut akan bereaksi dengan metil
alkohol membentuk senyawa ester yang memiliki aroma yang enak.

2.4.2.7. Resin

Resin merupakan senyawa polimer rantai karbon dengan kandungan pada


daun teh sekitar 3% dari berat kering daun. Peranan resin dalam pengolahan teh
adalah turut berperan dalam membentuk bau dan aroma teh. Adapun peranan
lain dari resin adalah meningkatkan daya tahan daun teh terhadap embun beku
(frost).

2.4.2.8. Vitamin-vitamin

Pada daun teh terkandung beberapa jenis vitamin antara lain vitamin A,
B1, B2, B3, B5, C, E dan K. Pada umumnya vitamin-vitamin tersebut sangat
peka terhadap proses oksidasi dan suhu yang tinggi, sehingga kandungan
vitamin tersebut pada teh hijau (tanpa oksidasi) jauh lebih tinggi daripada teh
hitam. Selain itu teh hijau mempunyai kandungan vitamin B (B1, B2, B3, dan
B5) sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat pada serealia
dan sayur. Begitupun kandungan vitamin C lebih tinggi dari buah apel, tomat
ataupun jeruk. Adapun dalam satu cangkir teh hijau mengandung vitamin E
sebanyak 100-200 IU dan vitamin K sebanyak 300-500 IU.

2.4.2.9. Mineral

Kandungan mineral dalam daun teh sekitar 4-5% dari berat kering daun.
Jenis mineral yang terkandung dalam daun teh adalah K, Na, Mg, Ca, F, Zn,
Mn, Cu, dan Se. Dibandingkan dengan mineral lainnya F merupakan mineral

17
yang kandungan tertinggi dalam daun teh, yang mempunyai fungsi penting
dalam mempertahankan dan menguatkan gigi agar terhindar dari karies.

2.4.3. Senyawa Aromatis

Aroma merupakan salah satu sifat yang penting sebagai penentu kualitas
teh, dimana aroma tersebut sangat erat hubungannya dengan substansi aromatis
yang terkandung dalam daun teh. Substansi aromatis pembentuk aroma teh
merupakan senyawa volatile (mudah menguap) baik yang terkandung secara
alamiah pada daun teh maupun yang terbentuk sebagai hasil reaksi biokimia
pada proses pengolahan teh (pelayuan, penggulungan, oksidasi enzimatis,
pengeringan). Substansi aromatis yang terkandung secara alamiah jumlahnya
jauh lebih sedikit daripada yang terbentuk selama proses pengolahan teh.
Adapun senyawa aromatis yang secara alamiah sudah ada pada daun teh
diantaranya adalah linalool, linalool oksida, pfhenuetanol, geraniol, benzil
alkohol, metil salisilat, n-heksanal dan cis-3-heksenol.

Saat ini telah teridentifikasi sekitar 638 senyawa yang bertanggung jawab
terhadap aroma teh. Adapun komponen senyawa tersebut adalah seperti yang
tertera pada tabel.

2.4.4. Enzim-enzim

Enzim yang terkandung dalam daun teh diantaranya adalah invertase,


amilase, beta glukosidase, oksimetilase, protease, dan peroksidase yang
berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia didalam tanaman.
Selain itu terdapat juga enzim polifenol oksidase yang berperan penting dalam
proses pengolahan teh yaitu pada proses oksidasi katekin. Dalam keadaan
normal enzim polifenol oksidase tersimpan dalam kloroplast, adapun senyawa
katekin berada dalam vakuola, sehingga dalam keadaan tidak ada perusakan
sel, kedua bahan tersebut tidak dapat saling bereaksi.

18
Enzim lain yang terkandung dalam daun teh yang menentukan dalam
pembentukan sifat spesifik teh hitam adalah pektase dan klorofillasse yang
masing-masing aktif dalam reaksi perubahan pektin dan klorofil.

2.5. Sifat dan Khasiat

Daun teh mengandung sekitar 30-40% polifenol khususnya katekin yang


berperan sebagai antioksidan yang kuat. Polifenol merupakan senyawa turunan
fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Oksidan fenolik biasanya
digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan,
kosmetik, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol sebagai pennangkap dan
pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Kelompok tersebut sangat
mudah larut dalam air dan lemak, seta dapat bereaksi dengan vitamin C dan E.
Kelompok-kelompok senyawa fenolik terdiri dari asam-asam fenolat dan
flavonoid. Tanaman yang mempunyai potensi yang cukup baik sebagai
penghasil senyawa fenolik. Senyawa yang telah ditemukan yaitu alfa-tokoferol.
Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal bebas
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk melawan penyakit yang
disebabkan oleh radikal bebas seperti penyakit kanker. Senyawa polifenol yang
banyak ditemukan dala buah, sayuran, kacang-kacangan, sereal, teh, dan
anggur. (Hemani., et all. 2005)

Katekin termauk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan


flvonoid, yang banyak terdapat dalam teh hijau. Dalam ekstrak teh terkandung
30-40% katekin. Epigallokatekin merupakan katekin yang snagat pentig dari teh
hijau karena mempunyai daya antioksidan yang cukup tinggi, serta beberapa
dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker. Dalam daun kering teh hijau
terkandung sekitar 30-50 mg flavonoid. (Hemani., et all. 2005)

Katekin teh hijau menghambat karsinogenesis di usus kecil ketika


diberikan selama atau setelah perawatan karsinogen pada tikus percobaan.
Epigallocatechin gallate dan theaflavin digallate dari greentea menghambat
infektivitas dari keduanya influenzaA dan Bvirus (invitro). (Khare, CP. 2007)

19
Teh hijau adalah sumber vitamin K. Daun hijau kering mengandung 1428
mikrogram vitamin K per 100 g daun dibandingkan dengan hanya 262
mikrogram per 100 g daun teh hitam kering. Jumlah vitamin K digunakan untuk
menyeduh teh dan jumlah teh yang dikonsumsi. (Aronson, JK. 2009)

Minum teh menurunkan kehilangan thiamine dan thiamine difosfat dalam


urin dan serum darah masing-masing tetapi meningkatkan kerugian niacin.
Ekstrak air panas teh hitam memfasilitasi penyerapan Ca dalam tubuh secara
eksperimental. Teh dapat menurunkan ketersediaan kalori. (Khare, CP. 2007)

Zhao et al. menemukan bahwa ekstrak dan metabolit Camellia sinensis


adalah inhibitor aktivitas β-laktamase. Mereka menunjukkan bahwa kombinasi
epigallocatechin gallate (EGCg, konstituen utama katekin teh) dengan penisilin
menunjukkan sinergisme terhadap 21 isolat klinis dari S. aureus penicillinase.
Selain mengikat langsung ke peptidoglikan, penghambatan aktivitas
penisilinase oleh EGCg terjadi dalam mode tergantung dosis, dan konsentrasi
penghambatan 50% dari 10 μg mL-1 diamati. Pada penelitian lain, ekstrak
heksana daun dan ranting spondias mombin menunjukkan respon positif untuk
uji penghambatan laktamase. Minyak tanpa warna, turunan asam anakardat
(SB-202742), diidentifikasi sebagai konstituen aktif. (Ahmad, Iqbal., et all.
2006)

Camellia sinensis telah dilaporkan mengurangi efek warfarin. Seorang pria


kulit putih berusia 44 tahun yang menggunakan warfarin memiliki INR 3,8. Dia
kemudian minum teh hijau 0,5-1 gallon / hari (4,5 l / hari) selama sekitar 1
minggu dan INR turun menjadi 1,37. Dia berhenti minum teh hijau dan INR
naik menjadi 2,55. (Aronson, JK. 2009)

Teh, jika ditambahkan ke makanan, secara signifikan menurunkan


ketersediaan zat besi. Susu sama efektifnya dengan asam askorbat dalam
melawan efek menekan teh pada ketersediaan zat besi (invitro). (Khare, CP.
2007)

20
2.6. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat


aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudia semua atau hampir semua pelarut diuapka dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. (Anonim. 2014)

Penyarian (ekstraksi) adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair, simplisia yang disari,
mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti
serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. (Anonim. 1986)

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam)


: adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu
direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan
dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995).

2.7. Bentuk Sediaan


2.7.1. Definisi Masker

Masker adalah sediaan kosmetika topikal yang digunakan diwajah dalam


bentuk pasta, atau cairan atau juga dalam bentuk serbuk (pulvis), lalu dibiarkan
mengering atau bereaksi dengan bahan yang dapat memperbaiki kondisi kulit
dengan cara menghasilkan efek pengencangan kulit sebaik efek
pembersihannya.

2.7.2. Bentuk- Bentuk Masker

Masker terdiri atas berbagai macam bentuk. Berikut ini adalah macam-
macam masker dan penggunaannya

21
2.7.2.1. Masker Bubuk

Masker ini terdiri dari bahan serbuk (kaolin, titanium dioksida, magnesium
karbonat), gliserin, air suling, hidrogen peroksida. Berfungsi memutihkan,
mengencangkan kulit. Dalam penggunaannya bahan bubuk tersebut
dicampurkan dengan aqua destilator atau air mawar hingga menjadi adonan
kental. Dalam membuat adonan tersebut memerlukan keahlian agar tidak terlalu
cair maupun tidak terlalu kental dan mudah dioleskan pada kulit wajah.

2.7.2.2. Masker Gelatin (Pell off Mask)

Masker ini membentuk tembus terang (transparan) pada kulit. Bahan dasar
atau basis adalah bersifat jelly dari gum, latex, dan biasanya dkemas dalam
tube. Penggunaannya langsung diratakan pada kulit wajah. Adapun cara
mengangkatnya dengan cara mengelupas, diangkat pelan-pelan secara utuh
mulai dagu keatas sampai jidat dan berakhir di dahi. Jenis masker yang ada
dipasaran biasanya tergantung merk ada untuk semua jenis kulit ada yang
dibedakan berdasarkan jenis kulit.

2.7.2.3. Masker bahan alami (Biological Mask)

Masker ini dibuat dari bahan- bahan alami misalnya ekstrak dari buah-
buahan atau sayur-sayuran, kuning telur, putih telur, susu, madu, minyak zaitun
dan sebagainya.

Dalam hal ini sediaan masker yang akan dibuat adalah masker dalam
bentuk serbuk atau (pulvis). Sediaan serbuk sendiri merupakan campuran kering
bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian baik secara oral
atau untuk pemakaian luar seperti masker ini. Karena masker ini dalam bentuk
serbuk maka harus memenuhi persyaratan serbuk secara umum yaitu kering,
halus dan homogen. Selain itu juga harus memenuhi kriteria dari sediaan

22
masker itu sendiri yaitu cepat mengering dalam bentuk lapisan fi lm pada kulit
wajah tetapi dapat dengan mudah dibersihkan dengan proses pengelupasan,
memberikan rasa lembut dan kencang pada kulit wajah setelah pemakaian,
aman serta dermatologis dan tidak toksik.

2.7.3. Fungsi Masker Wajah

Masker berfungsi untuk menigkatkan taraf kebersihan, kesehatan dan


kecantikan kulit, memperbaiki dan merangsang kembali aktivitas sel kulit.
Seperti pada fungsi bahan kosmetik lain yang pada umumnya bertujuan untuk
menyegarkan , mengencangkan, dan sebagai antioksidan. Adapun kegunaan
sediaan masker secara umum yaitu:

1) Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif


2) Mengangkat kotoran dan sel-sel tanduk yang terdapat pada kulit
3) Memperbaiki dan mengencangkan kulit
4) Memberi nutrisi, menghaluskan serta melembabkan kulit
5) Mencegah dan mengurangi kerusakan pada kulit
6) Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit.

2.8. Parameter Standar Simplisia

Penetapan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,


pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar abu, penetapan kadar sari larut
etanol, penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar air. Secara umum,
penetapan ini dilakukan untuk mengetahui batasan atau standarisasi bahan dan
mengetahui kriteria umum kualitas bahan yang akan digunakan. (Sutarna, T.H.,
dkk. 2013)

Pemeriksaan makroskopik dilakukan untuk mengetahui kebenaran


simplisia yang sesuai dengan pustaka sedangkan pemeriksaan mikroskopik
terhadap serbuk kasar simplisia untuk mencari ciri spesifik yang dapat
digunakan sebagai identitas tanaman. Penetapan kadar abu total dilakukan

23
untuk mengetahui kandungan mineral yang terkandung di dalam simplisia.
Persyaratan kadar abu total yaitu ≤ 7% b/b. Penetapan kadar sari larut air dan
kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang larut
dalam air dan etanol. Untuk menunjukkan apakah simplisia lebih tersari dalam
pelarut air atau dalam pelarut etanol. (Sutarna, T.H., dkk. 2013)

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air pada


simplisia. Kadar air yang berlebih pada simplisia dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan mikroba, jamur, reaksi enzimatis atau proses hidrolisis. Kadar air
yang dipersyaratkan yaitu ≤ 10%. Penetapan kadar air dilakukan dengan cara
destilasi menggunakan pelarut toluen yang telah dijenuhkan terlebih dahulu
dengan air selama 24 jam. Hal tersebut dimaksudkan agar pada saat destilasi,
toluen yang digunakan tidak mengikat air yang terkandung dalam simplisia,
sehingga persen kadar air yang dihasilkan akurat. (Sutarna, T.H., dkk. 2013)

2.9. Parameter Standar Ekstrak

Ekstrak di standarisasi dengan dua parameter yaitu parameter spesifik dan


parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas, organoleptik,
senyawa kimia larut air dan etanol, kandungan kimia. Sedangkan parameter non
spesifik meliputi susut pengeringan, kadar air, abu, cemaran logam, dan bobot
jenis. (Najib, A., dkk., 2017)

2.9.1. Penetapan Parameter Spesifik

2.9.1.1. Parameter Identitas Ekstrak

Parameter identitas ekstrak dilakukan dengan tujuan memberikan identitas


objektif dari nama tumbuhan. Deskripsi tata nama mencakup nama ekstrak,
nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan serta nama Indonesia
tumbuhan (Depkes RI, 2000).

24
2.9.1.2. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan pengenalan awal yang sederhana seobjektif


mungkin. Uji organoleptik dilakukan dengan pengamatan terhadap bentuk,
warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).

2.9.1.3. Uji Senyawa yang Larut dalam Air

Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-


kloroform menggunakan labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Uapkan 20 ml
filtrate hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara.
Residu dipanaskan pada suhu 105 ºC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI,
2000). Persyaratan mutu kadar sari larut air yaitu lebih besar dari 6% (>6%)
(Najib, A., dkk., 2017)

2.9.1.4. Kadar Senyawa yang Larut dalam Etanol

Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol


(95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan
menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan penguap yang telah ditera, residu dipanaskan pada suhu 105ºC
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
etanol terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, 2000).

Menggunakan pelarut etanol dikarenakan berdasarkan sifat pelarut yang


digunakan like disolve like karena senyawa target cenderung bersifat polar
sehingga digunakan pelarut yang bersifat polar yakni etanol.

25
2.9.1.5. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Sejumlah ekstrak etanol daun teh ditambah 3 tetes pereaksi FeCl3.


Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya polifenol. (Apsari dan
Susanti, 2011)

2.9.2. Penetapan Parameter Non Spesifik

2.9.2.1. Penetapan Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan


dimasukan kedalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menitdan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan
botol hingga merupakan lapisan setebal kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian
dimasuka kedalam ruang pengering. Dibuka tutupnya, keringkan pada suhu
105ºC hingga botol tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Kemudian
keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).

2.9.2.2. Kadar Air

Metode gravimetri Masukan lebih kurang 1 gram ekstrak dan ditimbang


seksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105ºC selama 5
jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam
sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %
(Depkes RI, 2000).

2.9.2.3. Penetapan Kadar Abu Total

Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram ekstrak yang telah digerus dan
ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang.

26
Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas. Saring melalui
kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukan filtrat kedalam krus. Uapakan, pijarkan ingga bobot tetap.
Timbang, hitung kadar abu terhada bahan yang telah dikeringkan diudara
(Depkes RI, 2000).

2.9.2.4. Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml


asam sulfat encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, pijarkan
hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar kadar abu yang tidak larut dalam
asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

2.9.2.5. Bobot Jenis

Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan


menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu
25ºC. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20ºC, masukkan ke dalam
piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25ºC, buang
kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari
bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak dengan bobot air, dalam
piknometer pada suhu 25ºC. (Najib, A., dkk., 2017)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

27
3.1.1. Alat

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel daun teh hijau Camellia
sinensis L diantaranya kantong plastik, pisau, gunting, kertas label dan alat tulis.
Untuk skrinning fitokimia dan identifikasi metabolit sekunder senyawa katekin
alat yang digunakan meliputi penumbuk, oven, rak tabung reaksi, pengaduk,
spatula, cawan porselin, kertas saring, corong kaca, maserator, gelas ukur, sarung
tangan, masker, hotplate, rotary vacuum evaporator.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan berupa sampel daun teh hijau camellia sinensis L
dan bahan yang digunakan untuk menguji suatu kandungan total senyawa ialah
suatu pelarut yang sesuai dengan suatu sifat senyawa yang akan di uji. Pelarut
yang digunakan untuk ekstraksi daun teh hijan dengan senyawa target polifenol
khususnya ketekin.

3.2. Sampel Penelitian

3.2.1. Penyiapan Sampel

Sampel daun teh hijau Camellia sinensis L dimana daun teh hijau ini
didapat kan dari Kabupaten Tasikmalaya. Daun teh hijau Camellia sinensis L
yang telah diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir, setelah itu daun the
hijau tersebut di jemur hingga daun the hijau kering kemudian setelah itu daun the
hijau di blender hingga halus sampai menjadi serbuk , kemudian setelah itu serbuk
the hijau di saring dengan menggunakan pengayak mesh 230 dan kemudian
dimasukan kedalam kantung plastik pengayakan digunakan agar serbuk yang di
dapat akan lebih halus.

3.2.2. Pembuatan Ekstrak

28
Pengumpulan dan penyiapan daun teh hijau, kemudian daun teh hijau
dicuci bersih, dikeringkan dan dimasukkan kedalam oven simplisia dengan suhu
50°C selama 1-2 hari. Daun teh hijau dinyatakan sudah kering jika mudah
dipatahkan.

Pada proses ekstraksi daun teh hijau digunakan metode ekstraksi panas
dengan alat soxhlet menggunakan pelarut etanol 96%v/v. Pemanasan dilakukan
pada suhu 70 – 80oC selama 3 hari. Proses ekstraksi dilakukan hingga serbuk
simplisia tersari sempurna yang ditandai dengan jernihnya pelarut yang menetes
dari kondensor kelabu alas bulat. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian
dikentalkan dengan rotavapor sehingga bebas pelarut dan dipekatkan pada tangas
air hingga diperoleh ekstrak kental. (Sutarna, dkk. 2013)

3.3. Skrining Fitokimia

3.3.1. Uji Alkaloid

4 g ekstrak sampel yang dihaluskan ditambahkan kloroform secukupnya


kemudian haluskan lagi. Tambahkan 10 mL ammonia dan 10 mL kloroform
kemudian saring larutan kedalam tabung reaksi tambahkan asam sulfat 2N
sebanyak 10 tetes kedalam filtrat. Kocok, biarkan beberapa lama sampai terbentuk
dua lapisan. Lapisan atas di bagi ke dalam tiga tabung reaksi. Analisis ketiga
larutan tersebut dengan pereaksi Mayer, Draggendorff, dan Wagner.
Terbentuknya endapan menunjukan bahwa sampel mengandung Alkaloid. Reaksi
dengan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan putih, dengan pereaksi
Dragendorff akan terbentuk endapan merah jingga, dan dengan pereaksi Wagner
akan terbentuk endapan merah kecoklatan.

3.3.2. Uji Flavonoid

Ekstrak kental dipanaskan dengan campuran logam magnesium dan asam


klorida 5 N, kemudian disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat
berwarna merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol. Untuk lebih memudahkan
pengamatan, sebaiknya dilakukan percobaan blanko. (Harborne, 1987)

29
3.3.3. Uji Saponin

Ekstrak kental 10mL dikocok vertikal di dalam tabung reaksi selama 10


detik, kemudian biarkan selama 10 detik. Saponin ditunjukan dengan
terbentuknya busa setinggi 1-10cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit.
Pada penambahan 1 tetes HCl 1N busa tidak hilang. (Depkes RI, 1995)

3.3.4. Uji Polifenol dan Tanin

Ekstrak kental 1mL direaksikan dengan larutan FeCl 10%, jika terjadi warna biru
tua atau hitam kehijauan menunjukan adanya tanin dan polifenol (Robinson,
1991)

3.3.5. Uji Triterpenoid

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan pereaksi Libermann-


Burchard. Ekstrak kenal 2 mL diuapkan dalam cawan penguap. Residu dilarutkan
dengan 0,5 mL kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat.
Selanjutnya tambahkan 2 mL asam sukfat pekat melalui dinding tabung.
Terbentuk cincin kecoklatan atau ungu pafa perbatasan larutan menunjukan
adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukan
adanya sterol.

3.3.6. Uji Minyak Atsiri

1mL lrutan uji diuapkan di atas cawan porselin ingga diperoleh residu.
Hasil positif ditandai dengan bau khas yang dihasilkan oleh residu tersebut.

3.4. Formula

30
No Bahan Kegunaan Formula
(%)

1 Ekstrak etanol Zat aktif


daun teh

2 Pati beras ketan Pengisi


putih

3 Na CMC Pengikat

4 Air suling Pembasah qs

3.5. Metode Pembuatan Sediaan

Pembuatan serbuk masker dilakukan dengan metode granulasi basah


dengan cara ditimbang semua bahan, dibuat mucilago Na CMC dengan
mengembangkannya dalam air panas. Pati beras dan ekstrak daun teh hasil dari
proses ekstraksi dicampur hingga homogen, kemudian ditambahkan mucilago,
massa dikepal, kemudian diayak dengan ayakan mesh 12. Granulat basah
dikeringkan dalam oven suhu 60°C hingga kering. Granul kemudian dihaluskan
dalam lumping dan diayak dengan ayakan mesh 230. (Ismail, dkk. 2017)

3.6. Evaluasi Sediaan

3.6.1. Pengujian Terhadap Sediaan Serbuk Masker Wajah Daun Teh Hijau

3.6.1.1. Pengamatan Organoleptis

Analisis organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, dan bau dari


sediaan serbuk masker wajah daun teh hijau.

3.6.1.2. Pengujian Ukuran Partikel Granul Sediaan

31
Serbuk sampel ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diayak dengan
ayakan bersusun dengan nomor mesh 5, 10, 18, 35, 120, 230, dan 325 selama 5
menit dengan kecepatan 80 rpm. Granul kemudian ditimbang dari masing-masing
nomor mesh pada ayakan. Ukuran granul dinyatakan dengan satuan mm sesuai
dengan diameter ayakan yang dilewati oleh 100 % granul.

3.6.1.3. Laju Alir dan Sudut Istirahat

Uji laju daya alir dilakukan dengan cara, serbuk sampel ditimbang
sebanyak 10 gram kemudian dimasukkan kedalam corong yang disumbat bagian
bawahnya. Corong di letakkan terlebih dahulu pada statif dan klem dengan tinggi
dasar corong 0,25 inci yang dibawahnya ada kertas grafik. Kemudian dihitung
waktu mengalir granul pada corong hingga berhenti mengalir menggunakan
stopwatch.

Untuk uji sudut istirahat, tinggi tumpukan granul dari uji laju alir tadi
diukur menggunakan jangka sorong. Setelah itu diukur diameter tumpukan granul
kemudian dihitung sudut istirahatnya.

3.6.1.4. Kadar kelembaban

Sampel serbuk ditimbang tepat dalam sebuah gelas timbang sebanyak 1


gram, dikeringkan pada suhu 105o C selama 2 jam. Selanjutnya dibiarkan
mendingin dalam sebuah eksikator. Ditimbang berat setelah sampel dingin
(R.voight, 1971: 583 dan FI, 1979: 807).

3.6.2. Pengujian sediaan pasta hasil rekontruksi Serbuk Masker Wajah Daun
Teh Hijau

3.6.2.1. Uji Daya Serap Air

Ditimbang sampel sebanyak 5 gram, Kemudian ditetesi dengan air


menggunakan buret. Lalu diamati jumlah air yang mampu diserap sampai sediaan

32
dan air memisah (Anonim, 2012). Uji daya serap air diukur sebagai bilangan air
yang digunakan untuk mengkarekterisasi basis absorpsi. (R.voight, 1971: 377)

3.6.2.2. Uji pH

Pada sediaan ditambahkan air hingga membentuk pasta kemudian diukur


pH sediaan. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH ke
dalam sediaan masker yang telah direkonstruksi.

3.6.2.3. Uji Daya Sebar

Sampel serbuk yang telah berbentuk pasta ditimbang sebanyak 1 gram


kemudian diletakkan ditengahtengah plastic transparan yang dibawahnya terdapat
kertas garfik, kemudian ditutup dengan plastik lain yang telah ditimbang beratnya
terlebih dahulu, didiamkan selama 1 menit. Kemudian diukur diameter sebar
sampel. Setelah itu ditambah beban dengan berat 2 gram dan didiamkan selama 1
menit, kemudian diukur diameter sebarnya. Dilakukan perlakuan yang sama
secara terus – menerus pada beban 4 dan 6 gram, kemudian diukur diameter sebar
sediaan.

3.6.2.4. Pengamatan Daya Lekat

Masker serbuk daun teh hijau yang telah berbentuk pasta ditimbang
sebanyak 1 gram kemudian diletakkan diatas obyek gelas setelah itu ditutup
kembali menggunakan obyek gelas yang lainnya lalu ditekan dengan beban 50
gram selama 1 menit. Diangkat salah satu objek gelas kemudian dicatat waktu
pelepasan sediaan dari obyek gelas.

3.6.2.5. Pengamatan Homogenitas

33
Masker serbuk daun teh hijau yang telah berbentuk pasta dioleskan pada
lempeng kaca secara merata, kemudian diamati secara visual homogenitas dari
masker.

3.7. Pengujian Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan instrumen


spektrofotometri uv-visible terhadap ekstrak yang didasarkan pada
kemampuannya untuk menangkap radikal bebas DPPH. Pengujian ini dilakukan
dengan mengukur penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimum
516,0 nm setelah direaksikan dengan larutan uji yaitu ekstrak etanol daun teh
hijau dengan berbagai konsentrasi. Hasil reaksi antara larutan pereaksi DPPH
dengan larutan uji ekstrak etanol daun teh hijau menunjukkan perubahan warna
dari ungu menjadi kuning, dimana H+ merupakan atom hidrogen yang
mengandung satu proton dan satu elektron yang berasal dari senyawa peredam
radikal bebas yang akan bereaksi dengan DPPH membentuk senyawa
DPPHidrazin yang stabil.

Kemampuan antioksidan untuk meredam radikal bebas dinyatakan dengan


IC50 yang dihitung dari persamaan regresi linier antara konsentarsi larutan uji
dengan persen peredaman dimana hubungannya berbanding lurus yaitu semakin
tinggi konsentrasi zat uji maka semakin tinggi pula persen peredaman. IC50
merupakan konsentrasi efektif larutan uji yang diperlukan untuk menurunkan 50%
intensitas dibandingkan larutan pereaksi. (Ismail, dkk. 2014)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Iqbal., Farrukh Aqil and Mohammad Owais. 2006. Modern


Phytomedicine Turning Medical Plants into Drug. India: WILEY-VCH
Verlag GmbH & Co. KgaA.

34
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Indonesia.

Anonim. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan


Indonesia.

Anonim. 1986. Sediaan Galenika. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.

Aronson, JK. 2009. Meyler’s Side Effect of Herbal Medicines. United Kingdom:
Elsevier.

Departemen Kesehata RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Terbitan kedua. Bandung: ITB

Hemani., Mono Rahardjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Ismail, I., Ningsi, S., Tahar, N., & Aswandi. 2014. PENGARUH JENIS
PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIKA SEDIAAN SERBUK
MASKER WAJAH KULIT BUAH SEMANGKA (CITRULLUS
VULGARIS SCHRAD). JF FIK UINAM. 2(2): 80-86.

Khare, CP. 2007. Indian Medicinal Plants. New Delhi: Springer.

Mitsui , T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsivier Science, Halaman


38-46

Muljana, W., 1993. Bercocok Tanam Teh. Aneka Ilmu: Semarang.

Muchtar, J. 1988. Botani Tanaman Teh. Dalam Kursus Latihan Kerja Budidaya
Tanaman Teh Angkatan ke-1. Gambung: BPTK.

Nazarudin dan Paimin F.B. 1993. Teh, Pembudidayaan dan Pengolahan. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Robinson, T., 1991. The Organic Constituen of Higher Plants. 6th Edition.
Department of Biochemistry. University of Massachusetts

Setyamidjaja, D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Yogyakarta:


Kanisius.

35
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi, dan Coklat Internasional.
Jakarta: Gramedia.

Sutarna, T.H., Ngadeni, A., & Anggiani, R. 2013. FORMULASI SEDIAAN


MASKER GEL DARI EKSTRAK ETANOL DAUN TEH HIJAU
(Camellia sinensis L.) DAN MADU HITAM (Apisdorsata) SEBAGAI
ANTIOKSIDAN. KARTIKA JURNAL ILMIAH FARMASI. 1(1): 17-23.

36

Anda mungkin juga menyukai