Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TENGAH TAHUN

TAHUN ANGGARAN 2019

Judul RPTP:
PRODUKSI SPECIALTY CHEMICAL, PANGAN FUNGSIONAL DAN
FARMASETIKAL SKALA IKM

Judul Kegiatan:
Penelitian Pengembangan Produk Farmasi dan Kosmetik berbasis Minyak
Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Oleh:
Ahmad Gazali Sofwan Sinaga, M.Si., Apt.

TIM PENELITI
KELTI. PENGOLAHAN HASIL DAN MUTU
PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT
2019
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Penelitian Pengembangan Produk Farmasi dan


Kosmetik berbasis Minyak Kelapa Sawit dan
Minyak Inti Kelapa Sawit
2. Nama Unit Kerja : Pusat Penelitian Kelapa Sawit
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Brigjen Katamso No. 51
Medan – 20158
Telp. 061-7862477, Fax. 061-7862488
E-mail : admin@iopri.org
4. Diusulkan melalui : Pusat Penelitian Kelapa Sawit
5. Status Penelitian : Baru/Lanjutan
6. Penanggungjawab Kegiatan :
a. Nama : Ahmad Gazali Sofwan Sinaga, M.Si., Apt.
b. Pangkat/Golongan : Peneliti Muda/III-C
c. Jabatan : -
7. Lokasi Penelitian : Sumatera Utara
8. Agroekosistem :
9. Jangka Waktu Penelitian : 1 Tahun
10. Tahun Dimulai Kegiatan : 2019
11. Biaya : -

Mengetahui/Menyutujui
Kepala Bagian Penelitian PPKS Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Suroso Rahutomo Ahmad Gazali Sofwan Sinaga, M.Si., Apt.

Medan, Juli 2019


Mengesahkan,
Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Dr. Iman Yani Harahap


DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
DAFTAR LAMPIRAN 6
RINGKASAN EKSEKUTIF
EXECUTIVE SUMMARY
I. PENDAHULUAN 7
1. Latar Belakang
2. Dasar Pertimbangan
3. Tujuan
4. Keluaran yang Diharapkan
5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Hasil Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA 13
1. Kerangka Teoritis
2. Hasil-Hasil Penelitian terdahulu
III. METODOLOGI 17
1. Pendekatan ( kerangka pemikiran ),
2. Ruang lingkup kegiatan (tempat, waktu, alat, dan bahan)
3. Metode pelaksanaan penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22
V. MASALAH DAN SOLUSI 23
VI. RENCANA DAN TINDAKLANJUT 24
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Kulit merupakan organ pertama yang terkena polusi oleh zat-zat yang
terdapat di lingkungan hidup kita. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya: udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Faktor-faktor tersebut menyebabkan
perubahan struktural dan fisiologis, perubahan progresif dalam setiap lapisan kulit
dan perubahan dalam penampilan kulit, terutama pada daerah kulit yang terkena
sinar matahari. Biasanya kulit menunjukkan epidermis yang menebal, perubahan
warna, adanya kerutan, dan kehilangan elastisitas yang menyebabkan kulit
menjadi kendur (Wasitaatmadja, 1997).

Selain itu, penuaan kulit juga dirangsang oleh radikal bebas yang
merupakan suatu elektron tubuh yang tidak berpasangan. Radikal bebas tersebut
merusak sel-sel yang ada didalam tubuh guna mencari elektron lain yang ada
didalam sel tubuh agar dapat stabil, sehingga akibatnya sel akan mengalami
penuaan. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya antioksidan. Antioksidan
membantu tubuh untuk menetralisir radikal bebas berbahaya, karena antioksidan
berperan dengan memberikan elektron pada radikal bebas, sehingga radikal bebas
tersebut menjadi stabil. Antioksidan secara alami diproduksi didalam tubuh,
namun antioksidan yang diproduksi dalam tubuh manusia mungkin tidak cukup
untuk menyeimbangkan radikal bebas berlebihan yang dihasilkan. Perlu adanya
antioksidan tambahan dari luar (Oddos, et al., 2012).

Sinar matahari merupakan faktor utama penyebab proses menua pada kulit,
begitu juga dengan kelembaban udara yang rendah menyebabkan kulit menjadi
kering sehingga mempercepat proses menua pada kulit. Indonesia beriklim tropis
dengan sinar matahari yang melimpah dapat menyebabkan risiko tinggi terhadap
kerusakan kulit atau penuaan dini (Fauzi dan Nurmalina, 2012). Hal ini dapat
memicu pembentukan radikal bebas pada kulit yang menyebabkan berbagai
penyakit kulit terutama keriput dan menua, karena kulit adalah organ terbesar
pada tubuh kita dan mempunyai peran penting, seperti penghalang fisik terhadap
faktor mekanis, kimia, panas dan mikroba yang dapat mempengaruhi fisiologis
tubuh (Lalitha dan Jayanthi, 2014).

Kaum wanita tidak lepas dari tuntuntan untuk tampil cantik dan menarik,
begitu juga pada kaum pria dituntut untuk menjaga penampilannya (Kunto, 2007),
dengan demikian untuk menghambat proses penuaan penting mengendalikan
pembentukan radikal bebas yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status
dengan antioksidan selular (Winarsi, dkk., 2013).

Zat antioksidan yang mampu menghambat oksidasi sebagai pertahanan


terhadap kerusakan oksidatif pada kulit, sehingga sel harus dilengkapi dengan
berbagai jenis antioksidan yang akan bekerja melawan molekul oksidan tersebut
(Ardhie, 2011). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda,
memperlambat dan mencegah proses oksidasi (Panjaitan, dkk., 2008). Terapi anti-
aging akan lebih baik dilakukan sedini mungkin di saat seluruh fungsi sel-sel tubuh
masih sehat dan berfungsi dengan baik. Kemajuan teknologi dan ilmu kosmetika
dapat digunakan untuk menurunkan dan penghambatan penuaan, sehingga kulit
dapat terlihat lebih muda (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Salah satu sumber antioksidan alami adalah tanaman kelapa sawit yang
diolah menjadi minyak kelapa sawit. Senyawa karotenoid yang terdapat pada
minyak kelapa sawit merupakan senyawa penting bagi tubuh yang berperan
sebagai antioksidan. Minyak kelapa sawit dalam keadaan alami mengandung
komponen bioaktif (sering disebut “fitonutrien”) dengan jumlah sekitar 0,5-1% dari
total ekstrak buah sawit yang bersifat menunjang kesehatan. Minyak kelapa sawit
mengandung nilai nutrisi tinggi berupa komponen mayor seperti asam lemak
jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh ganda, bahkan
komponen minor (nutrisi alami) seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan
skualen.

Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang mengandung berbagai


komposisi asam lemak esensial maupun non esensial bagi tubuh. Komponen mayor
minyak kelapa sawit diantaranya asam palmitat (44–45%), asam stearat (4,1–
4,5%), asam oleat (39,2-39,3%), asam linoleat (8-10%) dan asam linolenat (0,2–
0,4%). Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pembawa pada
suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk
kosmetik.

Senyawa antioksidan yang terkandung pada minyak dapat digunakan untuk


mencegah kerusakan yang disebabkan oleh degradasi. Senyawa antioksidan di
dalam tubuh berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, sehingga tubuh
terlindungi dari berbagai macam penyakit degenaratif dan memperlambat proses
penuaan (aging). Dibandingkan dengan antioksidan sintetis, antioksidan alami,
ebih aman, mudah diserap tubuh, memiliki fungsi biologis lebih cepat dan lebih
efektif dalam mencegah kanker (Sinaga dan Siahaan, 2015).

Anti-aging merupakan bagian dari kosmetik yang mengandung bahan untuk


mengurangi kerutan (wrinkle) dan meningkatkan level kelembaban (moisture) dari
kulit. Fungsi utama dari sediaan anti-aging adalah mengurangi kerutan (wrinkle)
dan bintik noda (spot). Dewasa ini semakin banyak perkembangan dalam sistem
penghantaran dalam kosmetik untuk meningkatkan penetrasi, mengoptimalkan
biaya penggunaan bahan aktif dan efektivitas terapi. Dalam kosmetik, yang
menjadi perhatian utama adalah untuk mencapai sel kulit (Muliyawan dan
Suriana, 2013).

Nanoemulsi terbentuk dari proses dispersi dari satu fase cair ke dalam fase
cair lainnya untuk membentuk droplet. Nanoemulsi memiliki ukuran globul yang
sangat kecil dapat mencegah terjadinya creaming, sedimentasi, koalesens.
Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih
banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan
adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas
zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.
Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum pada
kulit (Gupta, et al., 2010; Devarajan dan Ravichandran, 2011)
2. Dasar Pertimbangan

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah menghasilkan produk kosmetik


yang berbasis minyak, dengan modifikasi mikroemulsi menggunakan surfaktan dan
co-surfaktan. Penggunaan minyak kelapa sawit sangat stabil bila diemulsikan
dalam bentuk sediaan krim dan lotion. Penggunaan kombinasi surfaktan dan co-
surfaktan juga melalui dasar pertimbangan penelitian oleh Duraivel, et al., (2014)
yang telah memformulasi minyak biji kelor dengan konsentrasi minyak 5, 10, 15%
sebagai fase minyak dalam pembuatan sediaan nanoemulsi dan krim terhadap
aktivitas anti-aging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi nanoemulsi
ditemukan lebih efektif dibandingkan formulasi krim. Hal ini menunjukkan bahwa
minyak biji kelor memiliki aktivitas anti-aging yang baik dan tidak menunjukkan
efek iritasi pada kulit.

Penelitian yang dilakukan oleh Elfiyani (2011) telah berhasil membuat


formulasi ketokonazol dalam bentuk sediaan nanoemulsi gel dan melakukan uji
penetrasi menggunakan membran sintetis yang menghasilkan ketokonazol yang
terpenetrasi sebesar 61,85% yang lebih baik dari sediaan krim konvensional
sebesar 1,3% dalam waktu 6 jam. Gozali, dkk., (2009) telah berhasil melakukan
pengujian terhadap stabilitas nanoemulsi selama penyimpanan kurang lebih 90
hari. Pembuatan formula nanoemulsi menggunakan minyak kelapa sebagai fase
minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan etanol sebagai kosurfaktan.

Pengembangan formula juga telah dilakukan oleh Iskandar, et al (2016)


tentang sediaan krim vitamin E, dari penelitian tersebut lebih meneliti mengenai
kemampuan penetrasi vitamin E dengan pengaruh berbagai pembawa atau
surfaktan yang divariasikan. Vitamin E yang diformulasikan dalam bentuk sediaan
spray nanoemulsi dan krim mempunyai stabilitas yang baik. Vitamin E yang
diformulasikan dalam bentuk spray nanoemulsi terbukti membantu dan berfungsi
sebagai anti-aging yang lebih baik dari pada krim vitamin E.
3. Tujuan

a. Tujuan Akhir

• Menghasilkan produk Smix surfaktan - cosurfaktan sebagai carrier minyak


sawit olein merah

• Menghasilkan produk anti penuaan dengan teknologi nanoemulsi untuk


mempercepat proses absorbsi dan efektivitas

b. Tujuan Antara/Tahun Berjalan

• Mengetahui pengaruh kombinasi Smix Surfaktan - cosurfaktan terhadap


stabilitas nanoemulsi minyak sawit olein merah

• Mengetahui stabilitas senyawa bioaktif dari minyak sawit olein merah


dalam nanoemulsi Smix

• Melakukan formulasi dan pengujian stabilitas sediaan nanoemulsi gel serta


uji efektivitas dosis

4. Keluaran

a. Keluaran Akhir

• Produk Smix carrier minyak sawit olein merah

• Produk kosmetik anti penuaan water base dengan kombinasi nanoemulsi


minyak sawit olein merah

b. Keluaran Antara/Tahun Berjalan

• Memperoleh kombinasi formula Smix surfaktan - cosurfaktan yang stabil


menghasilkan nanoemulsi yang stabil

• Memperoleh konsentrasi minyak sawit olein merah yang stabil pada


campuran nanoemulsi Smix
• Memperoleh formula nanoemulsi pada bentuk gel yang stabil dan memiliki
efektivitas terhadap penuaan secara klinis

5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Penelitian ini bermanfaat untuk menghasilkan produk kosmetik water base


dengan bahan aktif minyak kelapa sawit menggunakan teknologi nanoemulsi.
Produk waterbase seperti gel dan serum tidak mudah dikombinasi dengan minyak
karena tidak bercampur dan relatif tidak stabil sehingga dibutuhkan teknologi
nanoemulsi. Saat ini produk gel dan serum merupakan pilihan banyak wanita yang
sensitif terhadap bahan kosmetik berbahan minyak (oleobase).
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teoritis

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti


dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi seluruh
organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara
langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997). Penuaan bisa terjadi
saat memasuki umur 20-30 tahun (Noormindhawati, 2013). Penuaan ini tidak
dapat dihindari, namun dengan merawat kulit sebelum terjadi penuaan dapat
memperlambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Rosi, 2012).

Proses aging atau penuaan dibagi dua yaitu, penuaan primer, proses yang
berlangsung secara bertahap diikuti perubahan tubuh sepanjang hidup dan
merupakan masa yang tak terelakkan akibat akumulasi kerusakan biokimia
menyebabkan pergerakan melambat, penglihatan kabur, gangguan pendengaran,
kemampuan beradaptasi terhadap stres rendah, resistensi (ketahanan) terhadap
infeksi menurun. Penuaan sekunder, proses penuaan yang terjadi akibat dari
penyakit dan cara hidup yang buruk (misalnya tidak olahraga, merokok, kelebihan
lemak) dan bisa dicegah, melalui gaya hidup sehat atau pengobatan modern.
(Arsiwala, et al., 2013; Medicinus, 2011).

Anti-aging adalah sebuah proses yang berguna untuk mencegah,


memperlambat atau membalikkan efek penuaan agar dapat membantu siapa saja
hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia. Penuaan dapat dicegah dengan
cara menghindari radikal bebas, menggunakan tabir surya, mengonsumsi air putih,
tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, istirahat yang cukup dan menghindari
stress (Noormindhawati, 2013).

Kosmetika anti-aging pada umumnya mengandung bahan aktif yang


mengandung antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas.
Antioksidan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron yang
sangat diperlukan oleh radikal bebas agar tidak menjadi berbahaya (Putro, 1997).
Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Karotenoid dan vitamin E adalah antioksidan alami yang dibutuhkan oleh
tubuh kita guna sebagai penangkal radikal bebas (Wetipo, dkk., 2013), dan
menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Putro, 1997), dan
merupakan sumber utama pembentuk vitamin A untuk melindungi kulit dari
bahaya sinar matahari (Rohmatussolihat, 2009), serta meredam oksigen singlet
serta pendeaktivasi radikal bebas (Panjaitan, dkk., 2008).

Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat
stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik fase terdispers atau fase kontinyu
bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan sampai suatu massa setengah
padat (semisolid). Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari
0,1-10 μm, walaupun partikel sekecil 0,01 μm dan sebesar 100 μm bukan tidak
biasa dalam beberapa sediaan (Martin, dkk., 1993).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus


cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan
yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Zat-zat
pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung
dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara
luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan
makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan
untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Lachman, dkk.,
1994).

Emulgel merupakan campuran emulsi dan gel. Pada kenyataannya


keberadaan bahan pembentuk gel pada fase air mengubah emulsi sederhana
menjadi emulgel. Sistem minyak dalam air dalam emulgel digunakan untuk
menjerat obat lipofilik sedangkan obat hidrofilik dikemas pada sistem air dalam
minyak (Haneefa, et al., 2013). Gelling agent yang terdapat dalam sistem emulsi ini
memungkinkan formulasi menjadi stabil, dengan menurunkan tegangan
permukaan (Utami, 2012).
Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparan, tembus cahaya dan merupakan
dispersi minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul
surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500 nm (Shakeel, et al., 2008).

Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang transparan atau translucent.


Nanoemulsi memiliki beberapa keuntungan antara lain memiliki luas permukaan
yang lebih besar dan bebas energi. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah dalam
ketidakstabilan seperti pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens, dan
sedimentasi. Nanoemulsi juga dapat dibentuk dengan formulasi yang bervariasi
seperti krim, gel cairan, spray, foam. Selain itu, nanoemulsi juga tidak toksik, dan
tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit
maupun membran mukosa (Shah, et al., 2010).

2. Hasil Penelitian Terdahulu/Kajian Teoritis Pendukung

Minyak sawit olein merah merupakan minyak yang diproses dari minyak
sawit mentah tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan
mempertahankan kandungan karotenoidnya. Bleaching bertujuan menghilangkan
sebagian besarbahan pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi
warna pada minyak, sekitar 80% karotenoid hilang selama proses bleaching.
Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit olein merah memiliki
aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat
minyak sawit olein merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Njoku, et al.,
2010).

Namun kenyataan dalam industri pengolahan kelapa sawit, berbagai jenis


proses pengolahan secara intensif merusak komponen minor tersebut. Hasil
penelitian Naibaho, (1990), melaporkan bahwa proses pengolahan tandan buah
segar kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan kadar komponen bioaktif
seperti karotenoid dan kualitas lainnya. Seperti hasil penelitian tersebut, rata-rata
penurunan nilai karotenoid sekitar 28,9%.

Untuk memperbaiki stabilitas dan kelarutannya dalam air, karotenoid dapat


dilarutkan dalam fase minyak dalam emulsi minyak dalam air (o/w) sehingga
dapat dengan mudah diformulasikan. Nanoteknologi memberikan peluang untuk
meningkatkan kelarutan suatu komponen aktif dan meningkatkan
bioavailabilitasnya, di bidang farmasi dan obat-obatan, pembuatan partikel
berskala nanometer menunjukkan peningkatan kelarutan dalam air, dan mengarah
pada peningkatan ketersediaan biologis (bioavailabilitas).

Beberapa hasil penelitian mengenai pembentukan nanoemulsi β karoten


dengan agen pembawa medium chain triglyceride (MCT), long chain triglyceride
(LCT) seperti minyak jagung, menyatakan bahwa sistem nanoemulsi tersebut
mampu mempertahankan kestabilan β karoten terhadap agregasi, pemisahan
akibat gravitasi, oksidasi, meningkatkan kelarutan, bioaccessibility dan
bioavailabilitas β karoten (Yuliasari dan Hamdan, 2012).

Minyak olein sawit merah lebih dianjurkan digunakan sebagai bahan


pembawa pada suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan
aktif pada produk kosmetik.Minyak sawit olein merah mengandung karotenoid
615-1100 ppm, vitamin E 820-1300 ppm, skualen 250-600 ppm, dan fitosterol
120-550 ppm (Siahaan dan Sinaga, 2018). Menurut Basiron (2007), manfaat dari
minyak sawit olein merah yang tidak dihilangkan kandungan karotennya selama
pengolahan dapat digunakan, karena minyak sawit olein merah berperan sebagai
carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen. Minyak sawit olein merah
dapat juga digunakan sebagai pewarna alami. Karotenoid, vitamin C, dan vitamin E
adalah antioksidan alami yang bermanfaat untuk melawan serangan radikal bebas,
penyebab penuaan, dan berbagai jenis kanker (Sayuti dan Yenrina, 2015).
III. METODOLOGI

1. Pendekatan (Kerangka Pemikiran)

Berdasarkan teori yang dipaparkan di atas, dapat dirangkum menjadi suatu


kerangka teori dan digunakan sebagai dasar melakukan penelitian. Minyak ini
lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pembawa pada suplemen
makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk kosmetik.
Kerangka teori formulasi minyak sawit olein merah dalam sediaan nanoemulsi dan
nanoemulsi gel terhadap aktivitas anti-aging.

Minyak Sawit Olein Merah

Smix (Surfactant - Co Surfactant)

Nanoemulsi

Modifikasi Formula Produk

Produk Kosmetik Waterbase

Pengujian Efektivitas Produk secara


klinis

Penuaan Kulit Faktor internal (sakit,


kurang asupan gizi, ras,
dan genetik)
Faktor eksternal (sinar
matahari, radikal bebas,
Perbaikan Kulit stres)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2. Ruang Lingkup (tempat, waktu, alat, dan bahan)

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) selama 1 tahun
(Januari - Desember) 2019.
B. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas


laboratorium, timbangan analitis (Satorius), pH meter (Eco Testr), magnetic stirrer
(BOECO Germany), hot plate, particle size analyzer (PSA), homogenizer (Ika T25
Digital ultra-turrax), skin analyzer (Aram), piknometer 50 ml (Pyrex), viskometer
(Brookfield), stopwatch, lumpang dan alu, sentrifugator (Thermo), oven
(Memmert), lemari pendingin.

C. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit olein
merah yang diproduksi sesuai paten sederhana No (S0020180304) oleh PPKS,
tween 80, tween 20, sorbitol, propilen glikol, metil paraben, propil paraben,
akuabidestilata, carboxymethycellulose, gliserin.

3. Metode Penelitian

A. Pengaruh Rasio Surfaktan dan Kosurfaktan terhadap Nanoemulsi

Beberapa surfaktan dan kosurfaktan dicampur dengan rasio 3:1, 2:1, 1:1,
1:0, 1:2, dan 1:3. Campuran Smix juga dikombinasikan dengan minyak olein
merah dengan rasio 9:1, 8:1, 7:1, 6:1, 5:1, 4:1, 3:1, 2:1, 1:1, 4:6 (0,7:1), 3:7
(0,43:1), dan 1:9. Perlakuan dilakukan pengujian thermodinamic stability testing,
analisis ukuran globular, viskositas, rheologi, pH, dan refaktif index.

B. Pengaruh Minyak Sawit Olein terhadap stabilitas nanoemulsi

Tahap uji coba pembuatan nanoemulsi menggunakan Tween 80 sebagai


surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan. Berdasarkan riset sebelumnya telah
diketahui bahwa rasio yang tepat yaitu 40:20.
Tabel 1. Kombinasi Smix dan Minyak Sawit Olein Merah

Komposisi Formula (g)


Blanko F1 F2 F3
Minyak sawit olein merah - 5 10 15
Tween 80 40 40 40 40
Sorbitol 20 20 20 20
Aquadest (ad) 100 100 100 100

Pembuatan nanoemulsi minyak sawit olein merah yaitu ditimbang minyak sawit
olein merah, lalu dicampurkan ke dalam larutan sorbitol 60% yang telah ditimbang
ke dalam gelas beaker, lalu diaduk homogeny menggunakan magnetic stirrer pada
kecepatan 5000 rpm selama 30 menit (Fase minyak).

Dicampurkan metil paraben, propil paraben,yang telah ditimbang ke dalam


gelas beaker kemudian diatas hot plate hingga larut sempurna. Selanjutnya
didinginkan larutan kemudian dimasukkan tween 80 yang telah ditimbang
kedalam fase air dan diaduk dengan batang pengaduk sampai homogen, selanjutya
dimasukkan magnetic stirrer ke dalam gelas beaker pada kecepatan 5000 rpm
selama 30 menit (Fase air).

Kemudian ditambahkan fase minyak kedalam fase air dengan cara


meneteskannya sedikit demi sedikit dengan menggunakan pipet tetes, lalu
dihomgekan dengan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 3000-5000 rpm
selam 30 menit pada suhukamar hingga homogen dan terbentuk nanoemulsi yang
jernih dan transparan, selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan
ultarturrax selama 30 menit dengan kecepatan 10.000 rpm lalu dihasilkan
nanoemulsi minyak sawit olein merah.

C. Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Gel

Pembuatan nanoemulsi gel serupa dengan pembuatan nanoemulsi hanya


saja ditambahkan ke dalamnya basis gel untuk menambah kekentalan dan
meningkatkan kenyamanan pada aplikasinya melalui kulit. Nanoemulsi dan basis
gel dibuat terpisah, dimana komposisi nanoemulsi yang digunakan sama dengan
komposisi nanoemulsi minyak sawit olein merah sebelumnya.

Tabel 2. Komposisi basis gel

Bahan Formula (g)


CMC 2
Gliserin 5
Aquadest Ad 100

Pembuatan basis gel CMC yaitu ditimbang CMC lalu ditambahkan dengan
sebagian jumlah aquadest 20 kali banyaknya air pada suhu 90°C, lalu
dikembangkan massa CMC di dalam lumpang yang telah dipanaskan di dalam
penangas air yang berisi aqua destilata yang telah dipanaskan dengan cara
menaburkan CMC sedikit demi sedikit di atas aqua destilata panas, lalu
dihomogenkan di dalam lumpang hingga terbentuk basis gel yang kental dan
transparan, kemudian ditetesi sedikit demi sedikit gliserin, lalu dihomogenkan
kembali di dalam lumpang.

D. Pengujian Efektivitas Anti-Aging Produk

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak


12 orang dengan kriteria (3 orang blanko usia 25, 25, 26 tahun), (3 orang
konsentrasi 5% usia 27, 28, 29 tahun), (3 orang konsentrasi 10% usia 30, 34, 38
tahun), (3 orang konsentrasi 15% usia 38, 39, 49 tahun) yang dipakai kulit mata
kanan dan kiri bagian lateral (menyamping) dan dibagi untuk masing-masing
perbedaan konsentrasi sediaan.

Perawatan membagikan sediaan nanoemulsi untuk kulit mata kanan bagian


lateral dan nanoemulsi gel untuk kulit mata kiri bagian lateral minyak sawit olein
merah sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan untuk dipakai dirumah. Pemakaian
sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel dilakukan dengan cara pengolesan hingga
merata setiap dua kali sehari yaitu malam dan pagi hari selama 4 minggu.

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit mata bagian lateral
atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai uji, seperti: kadar air
(moisture), pori (pore), dan noda (melanin), kerutan (wrinkle), dan sensitivitas
(sensitivity) dengan menggunakan skin analyzer. Prosedur pengukurannya,
bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tisu halus, rangkaikan alat
skin analyzer dan hubungkan dengan komputer, sehingga hasil pengukuran dapat
ditampilkan. Pasangkan lensa perbesaran 30x, skin analyzer yang telah terpasang
lensa diletakkan di atas permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol
capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil akan tampil pada layar komputer.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Rasio Surfaktan dan Kosurfaktan terhadap Nanoemulsi

Pada penelitian ini dilakukan kombinasi surfaktan dan kosurfaktan untuk


memperoleh campuran stabil. Penggunaan tween 80 dan tween 20 merupakan
jenis surfaktan yang memiliki HLB sesuai dengan minyak sawit olein merah untuk
menghasilkan mikro emulsi. Penggunaan ko-surfaktan sangat mempengaruhi daya
kohesi - adhesi dari minyak Sawit olein merah sehingga dapat mempengaruhi
ukuran partikel dari emulsi yang dihasilkan. Jenis ko-surfaktan yang dapat
digunakan biasanya seperti etanol, propanol, etilen glikol, propilen glikol, dan
sorbitol. Penggunaan kosurfaktan sorbitol yang paling stabil menghasilkan produk
Smix memiliki pH dan viskositas yang stabil.

B. Pengaruh Minyak Sawit Olein terhadap stabilitas nanoemulsi

Pada penelitian tahap ini dihasilkan campuran Smix dengan tween 80 :


sorbitol dengan perbandingan 40:20 dikombinasi minyak sawit olein merah
dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, dan 15% menghasilkan sediaan yang
berwarna kuning transparan dan berbau khas, dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
4.3 sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel pada awal pembuatan, Gambar 4.2
dan 4.4 sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel setelah 12 minggu.

F1
BLANKO F3
F2

Gambar 4.1 Campuran Smix Surfaktan:Cosurfaktan dan minyak sawit olein


merah pada awal penyimpanan
F1 F2
BLANKO
F3

Gambar 4.2 Campuran Smix Surfaktan:Cosurfaktan dan minyak sawit olein


merah setelah 12 minggu penyimpanan

Evaluasi data pengamatan organoleptis Campuran Smix dilakukan selama


penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu, sediaan campuran
Smix disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan warna, bau, pembentukan
creaming serta pemisahan fase. Hasil evaluasi stabilitas produk campuran Smix
surfaktan : cosurfaktan dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data pengamatan organoleptik campuran Smix penyimpanan 12 minggu

Formula Lama penyimpanan (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Warna B Bening

F1 Kuning

F2 Kuning

F3 Jingga
Bau B Khas

F1 Khas

F2 Khas

F3 Khas

Creaming B Tidak terdapat peruahan

F1 Tidak terdapat peruahan

F2 Tidak terdapat peruahan

F3 Tidak terdapat peruahan

Pemisahan B Tidak terdapat peruahan


fase
F1 Tidak terdapat peruahan

F2 Tidak terdapat peruahan

F3 Tidak terdapat peruahan


Keterangan:
F1 : Campuran Smix tween 80:sorbitol + minyak sawit olein merah 5%
F2 : Campuran Smix tween 80:sorbitol + minyak sawit olein merah 10%
F3 : Campuran Smix tween 80:sorbitol + minyak sawit olein merah 15%
- : Tidak terdapat perubahan
+ : Terdapat perubahan

Gambar 4.3 Penentuan tipe emulsi campuran Smix

Hasil penentuan tipe emulsi dapat dilihat pada gambar 4.3 Campuran Smix
F1, F2, dan F3 memiliki tipe emulsi o/w dengan penambahan metilen biru.
Penyebaran warna biru yang merata dan tidak terbentuk butiran pada emulsi yang
dihasilkan menunjukkan ukuran partikel yang kecil dan tersebar merata (Ditjen
POM, 1985)

Gambar 4.3 Perubahan pH campuran Smix selama penyimpanan


Selama penyimpanan terjadi penurunan pH campuran Smix pada suhu
kamar, hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh hidrasi air pada campuran.
Penurunan pH pada penyimpanan selama 12 minggu masih berada dalam kisaran
stabil, sehingga dapat dilanjutkan untuk pembuatan formula nanoemulsi gel.

Gambar 4.4 Pengaruh penyimpanan terhadap viskositas campuran Smix

Penentuan viskositas campuran Smix dilakukan dengan menggunakan


viskometer brookfield DV-E dengan spindle 4. Hasil viskositas menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan selama penyimpanan. Selama penyimpanan terjadi penurunan
pH yang dapat disebabkan karena hidrasi air sehingga kekentalan campuran
meningkat.

Tabel 4.2 Pengujian ukuran partikel campuran Smix setelah 12 minggu

Rerata dan Distribusi Ukuran Partikel (nm)

Formula Minggu ke-12


Minggu ke-0 Cycling Test
Suhu 4ºC Suhu 25ºC Suhu 40ºC
67,64 136,11 358,91 198,31 101,54
F1
(23,45 - 154,92) (42,67 - 323,68) (42,67 n- 323,68) (58,9 - 489,91) (37,16 - 223,93)
94,17 371,37 150,35 229,74 115,76
F2
(30,91 - 223,93) (128,86 - 851,36) (51,30 - 338,93) (67,63 - 562,49) (35,49 - 281,91)
113,38 380,6 187,09 315,03 134,64
F3
(38,91 - 257,11) (107,18 - 977,5) (77,65 - 371,63) (89,15 - 813,05) (46,79 - 309,11)
Tabel. 4.2 menunjukkan bahwa campuran Smix memiliki ukuran partikel
yang relatif kecil. Rerata ukuran partikel pada masing-masing formula F1, F2, dan
F3 pada ukuran < 1000 nm. Nilai rerata ukuran partikel tersebut diketahui bahwa
ukuran masing- masing globul berbeda, namun ukuran tersebut masih dalam range
yang diterima untuk ukuran nanoemulsi. Pada umumnya penggunaan konsentrasi
surfaktan dan kosurfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan karena adanya
peningkatan absorpsi surfaktan diantara minyak–air sehingga memperkecil ukuran
globul dari campuran. Selain itu, kombinasi antara peningkatan konsentrasi
surfaktan dan energi pengadukan cenderung menghasilkan penurunan ukuran
globul (Salager, et al., 2002).

Gambar 4.5 Pengujian stabilitas campuran Smix dengan metode sentrifugasi

Pengujian sentrifugasi dilakukan untuk menguji stabilitas fisika dari campuran


Smix dengan kecepatan 3800 rpm selama 5 jam yang dapat dianalogkan dengan gaya
gravitasi (penyimpanan) yang akan dialami campuran Smix selama 1 tahun. Hasil
pengujian tidak mengalami pemisahan fase, sehingga dapat dinyatakan stabil pada
penyimpanan 1 tahun (Jufri dan Natalia, 2014).
V. MASALAH DAN SOLUSI

a. Masalah

Penelitian membutuhkan waktu dan biaya yang relatif lama dan besar

b. Solusi

Perlu bantuan pembiayaan secara eksternal untuk kegiatan penelitian


tersebut
VI. RENCANA DAN TINDAKLANJUT

Penelitian akan dilanjutkan untuk melakukan formulasi sediaan gel dengan


kombinasi campuran Smix minyak sawit olein merah.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesmpulan

- Campuran Smix yang memiliki hasil jernih dengan pH dan viskositas yang
stabil menggunakan tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai
cosurfaktan dengan perbandingan 40:20

- Campuran Smix dengan minyak Sawit olein merah juga memiliki stabilitas
yang baik dengan penyimpanan selama 12 minggu. Pengujian rerata dan
distribusi ukuran partikel seluruh formula memiliki ukuran partikel < 1000
nm. Pengujian stabilitas fisik menggunakan metode sentrifugasi menunjukkan
bahwa seluruh formula tidak mengalami pemisahan dan dapat bertahan
selama 1 tahun penyimpanan pada suhu kamar.

b. Saran

- Perlu dilakukan pengujian beberapa parameter untuk melengkapi kajian


stabilitas dari campuran Smix
DAFTAR PUSTAKA

Arsiwala S, et al., (2013). Evaluation of topical antiwrinkle and firming (awf) for
women, antiwrinkle and firming (afm) for menand deep wrinkles for
wrinkles on face and neck. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research.6 (3).
Basiron,Y. (2007). Palm Oil Production Through Sustainable Plantations. Eur. J.
Lipid Sci. Technol. 109:289-295.
Haneefa, K.P.M., Easo, S., Hafsa, P.V., Mohanta, G.P., dan Nayar, C. (2013).
Emulgel : An Advanced Review. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research.5(12): 255.
Jufri, M dan Natalia, M. (2014). Physical Stability and Antibacterial activity of
Black Cumin Oil (Nigella sativa L.) Nanoemulsion Gel. International Journal of
Pharm Tech Research6 (4). 1162-1169.
Lachman, L., H.A. Lieberman dan J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal.1079-1083,
1104-1105.
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik Dasar-Dasar
Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Volume Kedua, Edisi Ketiga. Jakarta:
Universitas Indonesia. Halaman 1095-1096, 1135-1136, 1144-1145.
Medicinus. (2011). Anti Aging. Scientific Journal of Pharmaceutical Development
and Medical Application. 24(1): 4-8
Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. Halaman 21, 312.
Naibaho, P.M., (1990). Penggunaan Minyak Sawit Sebagai Sumber Provitamin A dan
Dampaknya terhadap Perkembangan Industri Minyak Sawit. Pusat Penelitian
Perkebunan Medan. Halaman: 40-45.
Njoku, P.C., Egbukole, M.O and Enenebeaku, C.K. (2010). Physio-Chemical
Characteristics and Dietary Metal Levels of Oil from Elaeis guineensis
Species. Pakistan Journal of Nutrition. 9(2): 137-140.
Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: Kompas
Gramedia. Halaman 2, 5, 74-77, 89.
Panjaitan, D.T., Budi, P., dan Leenawaty, L. (2008). Peranan Karotenoid Alami
Dalam Menangkal Radikal Bebas di Dalam Tubuh. e-USU Repository.
Putro, D. S. (1997). Agar Awet Muda. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Halaman 2,3,16,17.
Rohmatussolihat. (2009). Antioksidan Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia.
BioTrends. 4(1): 5.
Rosi, A. (2012). Cantik dan Bugar Sepanjang Usia. Jogjakarta: Andi Jogjakarta.
Halaman 4.
Sayuti, K., dan Yenrina, R. (2015). Antioksidan, Alami dan Sintetik. Cetakan
Pertama. Padang: Andalas University Press. Halaman 11- 12.
Shah, P., Bhalodia D., Shelat P. (2010). Nanoemulsion: A Pharmaceutical Review,
Sys Rev Pharm. 1(1):25-26.
Salager, J. L., J. M. Anderez, M. I. Briceno, de Sanchez, M. P., and de Gouveia M. R.
(2002). Formulation and Composition Variables as well as Stirring Energy.
Rev. Tec. Ing. Univ. Zulia. 25 (3): 16
Shakeel, F., Baboota, S., Ahuja, A., Ali, J., Aqil, M.,and Shafiq,S. (2008). Stability
evaluation of celecoxib nanoemulsion containing tween 80. Thai Journal
Pharm. Sci. 32, 49.
Utami, S.S. (2012).Formulasi dan Uji Penetrasi in VitroNanoemulsi, Nanoemulsi
Gel, dan Emulsi Gel Kurkumin. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Indonesia.
Halaman17-69.
Yuliasari, S dan Hamdan, (2012). Karakterisasi Nanoemulsi Minyak Sawit Merah
Yang Disiapkan Dengan High Pressure Homogenizer. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. Halaman: 25-28

Anda mungkin juga menyukai