Anda di halaman 1dari 46

Nama : Vidya Febrasca

NIM : 31116146

Kelas : 2C

GOLONGAN ANTIBIOTIK

1. Golongan β –laktam
Antibiotik beta-laktam adalah golongan antibiotika yang memiliki
kesamaan komponen struktur berupa adanya cincin beta-laktam dan
umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.
Antibiotik beta laktam merupakan golongan antibiotika yang pertama kali
ditemukan. Meskipun sampai sekarang banyak golongan antibiotika dengan berbagai variasi sifat
dan efaktivitasnya terhadap bakteri, namun demikian antibiotika ini masih sering dipergunakan
sebagai obat pertama dalam mengatasi suatu infeksi. Golongan antibiotika ini secara umum tidak
tahan terhadap pemanasan, mudah rusak suasana asam dan basa serta dapat diinaktifkan oleh
enzim beta laktamase.

Aztreonam. Merupakan antibiotik beta-laktam monosiklik (monobaktam) dengan


spektrum antibakteri terbatas pada kuman aerob Gram negatif termasuk Pseudomonas
aeruginosa, Neisseria meningitidis dan Hemophilus influenzae. Tidak boleh diberikan
tunggal untuk terapi tanpa dasar diagnosa, karena obat ini tidak efektif untuk kuman
Gram positif. Aztreonam juga efektif untuk Neisseria gonorrhoeae, tapi tidak untuk
infeksi klamidia yang menyertainya.
Efek samping serupa dengan beta-laktam pada umumnya, meskipun aztreonam kurang
menimbulkan reaksi hipersensitif pada pasien yang sensitif terhadap penisilin.

Imipenem, suatu karbapenem, memiliki aktifitas spektrum yang luas yang termasuk


terhadap Gram positif anaerob dan aerob dan bakteri Gram negatif. Imipenem, sebagian
mengalami inaktivasi secara enzimatik di ginjal, oleh karena itu diberikan bersama
dengan silastatin, suatu penghambat enzim spesifik, yang menghambat metabolismenya
di ginjal.
Efek samping serupa dengan antibiotik beta-laktam lainnya. Neurotoksisitas pernah
dilaporkan pada dosis sangat tinggi dan pada pasien dengan gagal ginjal.
Meropenem, serupa dengan imipenem, tapi lebih tahan terhadap enzim di ginjal yang
dapat menginaktivasi meropenem sehingga dapat diberikan tanpa silastatin.
Meropenem memiliki potensi untuk menimbulkan seizure yang lebih kecil dan dapat
digunakan untuk mengatasi infeksi sistem saraf pusat. Ertapenem memiliki spektrum
luas terhadap organisme Gram positif, Gram negatif dan anaerob. Diindikasikan untuk
mengatasi infeksi kandungan dan perut dan untuk community acquired
pneumonia, namun tidak aktif terhadap patogen atypical respiratory dan aktivitasnya
terbatas terhadap pneumokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga diindikasikan
unuk mengatasi infeksi kulit dan jaringan lunak pada kaki pasien diabetes melitus.
Tidak seperti imipenem dan meropenem, ertapenem tidak aktif
terhadap Pseudomonas atau Acinetobacter spp. Penggunaan karbapenem pada anak
umumnya dibatasi pada infeksi nosokomial serius yang tidak responsif terhadap
pengobatan standar.
Monografi: 

AZTREONAM
Indikasi: 

infeksi Gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Hemophilus


influenzae dan Neisseria. meningitides.
Peringatan: 

alergi terhadap antibiotik beta-laktam, ganguan fungsi hati, pada gangguan fungsi ginjal
dosis perlu disesuaikan.

Kontraindikasi: 

alergi terhadap aztreonam, wanita hamil atau menyusui.

Efek Samping: 

mual, muntah, diare, kram abdomen, gangguan pengecapan, ulkus mulut, ikterus dan
hepatitis, gangguan darah (trombositopenia dan netropenia), urtikaria dan ruam.

Dosis: 
injeksi intramuskuler atau injeksi intravena selama 3-5 menit atau infus intravena. 1 g
tiap 8 jam atau 2 g tiap 12 jam untuk infeksi berat. Dosis lebih dari 1g hanya diberikan
secara intravena.
BAYI di atas 1 minggu: 30 mg/kg bb, intravena tiap 8 jam. ANAK di atas 2 tahun atau
infeksi berat, 50 mg/kg bb tiap 6-8 jam, maksimum 8 g per hari.
Infeksi saluran kemih, 0,5-1 g tiap 8-12 jam. Gonore dan sistitis, 1 g dosis tunggal.

DORIPENEM
Indikasi: 

Infeksi pada dewasa: pneumonia nosokomial/termasuk pneumonia dengan ventilator;


infeksi intra abdominal dengan komplikasi.

Peringatan: 

Hipersensitif terhadap antibakteri golongan beta laktam, kehamilan, menyusui, perlu


penyesuaian dosis untuk pasien gagal ginjal.

Interaksi: 

Penggunaan bersama asam valproat harus disertai monitoring konsentrasi asam


valproat dalam serum. Tidak dianjurkan penggunaan bersama Probenesid karena bisa
terjadi penurunan klirens ginjal Doripenem.

Kontraindikasi: 

hipersensitif.

Efek Samping: 

sakit kepala, diare, mual, pruritus, infeksi vulvomikosis, kenaikan enzim hati, ruam,
flebitis.

Dosis: 

Pneumonia nosokomial termasuk penumonia dengan ventilator: 500 mg tiap 8 jam


diberikan dengan infus intravena selama 1 atau 4 jam.
Komplikasi infeksi intraabdominal, 500 mg tiap 8 jam diberikan dengan infus intravena
selama 1 jam.

Lama pengobatan biasanya 5-14 hari tergantung pada tempat dan beratnya infeksi
serta respons klinis pasien. Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 18 tahun karena data
keamanan dan efektivitas belum mencukupi. Tidak dianjurkan untuk pasien yang
sedang menjalani hemodialisa.

ERTAPENEM
Indikasi: 

Terapi infeksi sedang hingga berat pada pasien dewasa yang disebabkan oleh strain
mikroorganisme yang peka dan diduga atau terbukti resisten terhadap antibiotik lain,
atau pasien yang tidak dapat mentolerir antibiotik lain pada infeksi intra abdominal
yang kompleks, infeksi kulit dan struktur kulit yang kompleks, Community Acquired
Pneumonia (CAP), infeksi saluran kemih yang kompleks termasuk pielonefritis, infeksi
pelvis akut termasuk endomiometritis postpartum, infeksi pasca bedah ginekologi dan
abortus septik.
Peringatan: 

Hipersensitivitas (antibiotik beta-laktam), gangguan sistem saraf pusat (lesi otak atau r
iwayat kejang), gangguan fungsi ginjal, kehamilan, anak dibawah 18 tahun, lansia.

Interaksi: 

Probenesid: menghambat ekskresi ginjal ertapenem. Asam valproat atau natrium


divalproex: mengurangi konsentrasi asam valproat sehingga meningkatkan risiko
kejang secara tiba-tiba.

Kontraindikasi: 

Reaksi anafilaksis terhadap antibiotik beta-laktam, pemberian secara intramuskular


pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas anestesi lokal tipe amida dan syok berat
atau penyumbatan jantung.

Efek Samping: 
Umum: sakit kepala, komplikasi area vena, flebitis/tromboflebitis, diare, mual, muntah,
ruam, vaginitis. Tidak umum: pusing, somnolen, insomnia, kejang, bingung, ekstravasasi,
hipotensi, sesak napas, kandidiasis mulut, konstipasi, regurgitasi asam, C.
difficile karena diare, mulut kering, dispepsia, anoreksia, eritema, pruritus, nyeri
abdomen, gangguan pengecapan, astenia/letih, kandidiasis, udem/bengkak, nyeri, nyeri
dada, pruritus vagina, reaksi alergi, malaise, infeksi jamur. Frekuensi tidak diketahui:
reaksi anafilaksis, perubahan status mental (agitasi, agresi, mengigau, disorientasi),
penurunan tingkat kesadaran, diskinesia, gangguan cara berjalan, halusinasi, mioklonus,
tremor, gigi berwarna, urtikaria, Drug Rash with Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS syndrome), lemah otot, uji laboratorium: peningkatan ALT, AST
alkalin fosfat dan angka platelet.
Dosis: 

Dewasa, dosis lazim 1 g sekali sehari. Diberikan melalui infus intravena atau injeksi
intramuskular. Bila diberikan intravena, ertapenem harus diinfus selama > 30 menit.
Penggunaan intramuskular dapat digunakan sebagai alternatif dari pemberian
intravena pada kondisi dimana terapi intramuskular merupakan cara yang sesuai.

Lama terapi ertapenem biasanya 3-14 hari tapi dapat bervariasi tergantung dari jenis
infeksi dan patogen penyebabnya (lihat indikasi). Jika diindikasikan secara klinis,
perpindahan ke antibiotik oral dapat dilakukan jika terlihat perbaikan klinis.

Pasien dengan gangguan ginjal ringan hingga sedang (bersihan kreatinin > 30


mL/min/1,73 m2): tidak perlu penyesuaian dosis. Gangguan ginjal berat (bersihan
kreatinin < 30 mL/min/1,73 m2) termasuk yang mendapatkan hemodialisis, harus
mendapatkan 500 mg sehari.
Pasien hemodialisis: dosis harian 500 mg ertapenem diberikan dalam 6 jam sebelum
hemodialisis, dosis tambahan 150 mg dianjurkan diberikan setelah hemodialisis, namun
jika ertapenem diberikan setidaknya 6 jam sebelum hemodialisis, dosis tambahan tidak
diperlukan. Gangguan fungsi hati: tidak perlu penyesuaian dosis.
IMIPENEM
Indikasi: 

infeksi gram positif dan gram negatif, aerobik dan anaerobik, profilaksis bedah. Tidak
dianjurkan untuk infeksi SSP.
Peringatan: 

hipersensitif terhadap beta-laktam, gangguan fungsi ginjal, gangguan SSP (misalnya


epilepsi), kehamilan.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas terhadap imipenem atau silastatin, menyusui.

Efek Samping: 

mual, muntah, diare (pernah dilaporkan timbulnya kolitis), gangguan pengecapan,


gangguan darah, uji Coombs positif, reaksi alergi (ruam, urtikaria, anafilaksis, nekrolisis
epidermal toksik), mioklonus, konvulsi, bingung, gangguan fungsi mental, peningkatan
enzim hati dan bilirubin, peningkatan ureum dan kreatinin serum, warna kemerahan di
urin, reaksi lokal berupa nyeri, kemerahan, indurasi dan tromboflebitis.
Dosis: 

injeksi intramuskuler: Infeksi ringan dan sedang 500-750 mg tiap 12 jam. Uretritis dan
servisitis gonokokus, 500 mg dosis tunggal.
Injeksi intravena: 1-2 gram per hari (dalam 3-4 kali pemberian). Untuk kuman yang
kurang sensitif, 50 mg/kg bb/hari (maksimum 4 g/hari). ANAK di atas 3 bulan, 60
mg/kgbb (maksimum 2 g/hari) dibagi dalam 3-4 dosis.
Profilaksis bedah, 1 gram intravena, pada waktu induksi anestesi, diulangi 3 jam
kemudian. Pada operasi dengan risiko infeksi tinggi (misal: kolorektal) dilanjutkan 500
mg,
8 dan 16 jam setelah induksi.

MEROPENEM
Indikasi: 

infeksi gram positif dan Gram negatif, aerobik dan anaerobik.

Peringatan: 

hipersensitivitas terhadap penisilin, sefalosporin dan antibiotik beta-laktam lainnya.


Gangguan fungsi hati, fungsi ginjal, wanita hamil atau menyusui.
Kontraindikasi: 

hipersensitif terhadap meropenem.

Efek Samping: 

mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan uji fungsi hati, trombositopenia, uji Coombs
positif, eosinofilia, netropenia, sakit kepala, parestesia, reaksi lokal.

Dosis: 

injeksi intravena, 500 mg tiap 8 jam. Dapat ditingkatkan dua kali lipat pada infeksi
nosokomial (pneumonia, peritonitis, septikemia dan infeksi pada pasien dengan
netropenia). ANAK 3 bulan sampai 12 tahun, 10-20 mg/kg bb tiap 8 jam. Berat badan
lebih dari 50 kg diberikan dosis DEWASA.Meningitis, 2 g tiap 8 jam. ANAK 40 mg/kg bb
tiap 8 jam.Infeksi saluran napas bawah kronik pada fibrosis kistik, 2 g tiap 8 jam. ANAK
4-12 tahun, 25-40 mg/kg bb tiap 8 jam.

2. Golongan tetrasiklin

Antibiotic golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang


dhasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari
Sterptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin,tetapi juga ddapat diperoleh dari species Streptomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,tetapi merupakan bentu garam
natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering,bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relative stabil. Dalam larutan,kebanyakan tetrasiklin
sangat labil jadi cepat berkurang potensinya.

Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun


karena meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk
infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan
limfogranuloma venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan
streptomisin atau rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme
disease). Tetrasiklin juga digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma
genital, akne, destructive (refractory) periodontal disease, eksaserbasi bronkitis kronis
(karena aktivitasnya terhadap Hemophilus influenzae), dan untuk leptospirosis pada
pasien yang hipersensitif terhadap penisilin (sebagai alternatif dari eritromisin).
Secara mikrobiologis, hanya sedikit jenis organisme yang dapat diatasi dengan
menggunakan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin yang memiliki spektrum luas.
Minosiklin sudah jarang digunakan karena efek samping seperti vertigo dan
pusing. Infeksi pada rongga mulut. Pada dewasa dan anak di atas 12 tahun, tetrasiklin
efektif terhadap kuman anaerob oral namun sudah jarang digunakan karena resistensi.
Obat ini masih mempunyai peranan dalam terapi destructive (refractory) forms of
periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja yang lebih panjang daripada
tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu diberikan satu kali
sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan tetrasiklin lainnya.
Doksisiklin digunakan dalam terapi recurrent aphthous ulceration, herpes oral atau
sebagai terapi tambahan pada gingival scaling dan root planing untuk periodontitis.
Peringatan: Tetrasiklin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan fungsi hati atau yang menerima obat yang bersifat hepatotoksik. Tetrasiklin
dapat meningkatkan kelemahan otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi
lupus eritematosus sistemik. Antasida dan garam Al, Ca, Fe, Mg dan Zn menurunkan
absorpsi tetrasiklin. Susu menurunkan absorpsi demeklosiklin, oksitetrasiklin dan
tetrasiklin. Interaksi lain: Lampiran 1 (tetrasiklin).
Kontraindikasi: Tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh
(terikat pada kalsium) sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang
hipoplasia pada gigi. Obat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 12 tahun,
ibu hamil (lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5). Tetrasiklin tidak boleh diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi
penyakit ginjal, kecuali doksisiklin dan minosiklin.
Efek samping: Efek samping dari tetrasiklin adalah mual, muntah, diare (kolitis akibat
antibiotik jarang dilaporkan), disfagia dan iritasi esofagus. Efek samping lain yang
jarang terjadi adalah hepatotoksisitas, pankreatitis, gangguan darah,
fotosensitivitas (terutama dengan demeklosiklin) dan reaksi hipersensitivitas (ruam,
dermatitis eksfoliatif, sindrom Steven-Johnsons, urtikaria, angioedema, anafilaksis,
perikarditis). Sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat sebagai pertanda
adanya benign intracranial hypertension (terapi dihentikan). Bulging fontanelles pada
bayi telah dilaporkan.
Monografi: 

DEMEKLOSIKLIN
Indikasi: 

lihat tetrasiklin. Lihat juga gangguan sekresi hormon antidiuretik.

Peringatan: 

lihat tetrasiklin

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin.

Efek Samping: 

Fotosensitivitas lebih sering terjadi, pernah dilaporkan terjadinya diabetes insipidus


nefrogenik.

Dosis: 

150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam.

DOKSISIKLIN
Indikasi: 

untuk terapi infeksi-infeksi sebagai berikut: Rocky Mountain spotted fever, demam


tiphoid dan golongan thyphosa, demam Q, demam rickettsialpox and tick yang
disebabkan oleh Rickettsiae; infeksi saluran nafas yang disebabkan Mycoplasma
pneumoniae; Psittacosis yang disebabkan oleh Chlamydia
psittaci; Lymphogranuloma venereum, yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis; infeksi uretra, endocervical, atau rektal tanpa komplikasi pada dewasa
yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis; Trachoma yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis walau penyebab infeksi tidak selalu dapat dihilangkan,
yang dijustifikasi oleh immunoflourescence; Konjungtivitis inklusi yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis dapat diterapi dengan doksisiklin oral tunggal atau
kombinasi dengan obat topikal. Acute epididymo- orchitis yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. 
Granuloma inguinale (donovanosis) yang disebabkan oleh Calymmatobacterium
granulomatis; Louse-borne elapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia
recurrentis; Tick-borne relapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia duttonii;
Nongonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum (T-
Mycoplasma); Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis dan terapi infeksi Malaria
yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum (bila P. falciparum resiten terhadap
klorokuin); Penyakit Lyme awal (tahap 1 dan 2) yang disebabkan oleh Borrelia
burgdorferi. Doksisiklin juga diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan bakteri
Gram negatif (Acinetobacter species, Brucellosis; Bartonellosis); bila uji bakteriologi
mengindikasikan penggunaan obat sesuai. Gonorrhoe tanpa komplikasi yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae; doksisiklin diindikasikan untuk terapi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri gram positif bila uji bakteriologi menunjukkan peka
terhadap doksisiklin:
Streptococcus species: persentase strain Streptococcus pyogenes dan Streptococcus
faecalis tertentu diketahui resisten terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin jangan digunakan
untuk penyakit yang disebabkan Streptococcus kecuali telah diketahui bakteri tersebut
sensitif terhadap tetrasiklin.
Antraks yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, termasuk Antraks (setelah
penggunaan) inhalasi: untuk menurunkan kejadian atau perkembangan penyakit
setelah penggunaan Bacillus anthracis aerosol. Untuk infeksi saluran nafas bagian atas
yang disebabkan oleh kelompok streptococci betahemolitik, penisilin merupakan obat
pilihan yang biasa digunakan, termasuk profilaksis demam rematik. Hal ini termasuk:
Infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae; infeksi pernafasan, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
oleh Staphylococcus aureus; Tetrasiklin bukan merupakan obat pilihan pada terapi
infeksi Staphylococcus. Bila penisilin dikontraindikasikan, doksisiklin merupakan
alternative pada terapi Actinomycosis yang disebabkan oleh spesies Actinomyces;
Infeksi yang disebabkan oleh Clostridium species; Syphilis yang disebabkan
oleh Treponema pallidum dan yang disebabkan oleh Treponema pertenue; Listeriosis
yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes; Vincent’s infection (acute necrotizing
ulcerative gingivitis) yang disebabkan oleh Leptotrichia
buccalis (sebelumnya, Fusobacterium fusiform).
Pada amebiasis usus halus akut, doksisiklin mungkin merupakan terapi pendukung
untuk amebiasis.

Pada akne berat yang disebabkan oleh acne vulgaris, doksisiklin mungkin berguna
debagai terapi pendukung. Leptospirosis yang disebabkan oleh genus Leptospira.
Kolera yang disebabkan oleh Vibrio cholerae.
Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis pada keadaan sebagai berikut: Scrub typhus
yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi; Traveler’s diarrhea yang disebabkan
oleh enterotoxigenic Eschericia coli.
Peringatan: 

lihat keterangan di atas. Boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal; ketergantungan
alkohol, fotosensitifitas (hindari paparan dengan sinar matahari atau sinar lampu);
hindarkan pada porfiria.

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas.

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas; anoreksia, kemerahan, dan tinnitus.

Dosis: 

Dosis lazim dewasa: 200 mg pada hari pertama (diberikan sebagai dosis tunggal atau
100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (diberikan
sebagai dosis tunggal atau sebagai dosis 50 mg setiap 12 jam). Untuk mengatasi infeksi
yang lebih berat (terutama infeksi saluran kemih kronis), 200 mg sehari selama perioda
terapi.
Anak di atas 8 tahun: Dosis yang dianjurkan pada anak BB kurang dari atau sama
dengan 45 kg adalah 4,4 mg/kg bb (sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua pada
hari pertama), diikuti dengan 2,2 mg/kg bb (dosis tunggal atau dosis terbagi dua) pada
hari yang berurutan. Pada infeksi yang lebih berat, bisa hingga 4,4 kg/bb.Anak dengan
berat badan lebih dari 45 kg: sama dengan dosis dewasa.

Akne Vulgaris: 50-100 mg per hari hingga 12 minggu.


Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada serviks, rektum atau uretra dimana
gonokokus masih sensitif: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari
dianjurkan ditambah dengan sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini:
sefiksim oral 400 mg dalam dosis tunggal atau seftriakson 125 mg intramuskular dalam
dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal atau ofloksasin oral
400 mg dalam dosis tunggal.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada faring, dimana gonokokus masih sensitif:
Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan ditambah dengan
sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: seftriakson 125 mg
intramuskular dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal
atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.
Tipus atau demam berulang yang disebarkan oleh kutu dapat diatasi dengan dosis oral
tunggal 100 atau 200 mg, tergantung pada keparahan.
Terapi alternatif untuk mengurangi risiko tidak teratasinya atau berulangnya penyakit
demam berulang yang disebarkan oleh kutu, dianjurkan doksisiklin 100 mg setiap 12
jam selama 7 hari. Early Lyme disease (Tahap 1 dan 2): doksisiklin oral 100 mg dua kali
sehari selama 14-60 hari, tergantung dari gejala klinis dan respon.
Infeksi rektal, endoservikal dan uretra tanpa komplikasi, pada dewasa yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis: Oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.
Epididymo-orchitis akut yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae: seftriakson 250 mg IM atau sefalosporin lain
yang sesuai dalam dosis tunggal, plus doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 10
hari.
Non gonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis atau Ureaplasma urealyticum: oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh
hari.
Sifilis primer dan sekunder: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita
sifilis primer atau sekunder dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100
mg dua kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif terapi penisilin.
Sifilis laten dan tersier: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis
sekunder atau tersier dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg
dua kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif dari terapi penisilin jika lama
infeksi diketahui kurang dari satu tahun.Jika tidak, doksisiklin harus diberikan selama
empat minggu.
Acute pelvic inflammatory disease (PID): Pasien rawat inap - Doksisiklin 100 mg setiap
12 jam, plus sefoksitin 2 g intravena setiap enam jam atau sefotetan 2 g IV setiap 12 jam
selama minimal empat hari dan sekurang- kurangnya 24-48 jam setelah kondisi
membaik. Kemudian lanjutkan dengan doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari untuk
melengkapi total terapi selama 14 hari.
Pasien rawat jalan – Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14 hari sebagai
terapi tambahan pada seftriakson 250 mg intramuskular sekali sehari atau sefoksitin 2
g intramuskular, plus probenesid oral 1 g dosis tunggal diminum bersamaan, atau
injeksi sefalosporin generasi ketiga lainnya (misal, seftizoksim atau sefotaksim).
Terapi malaria falsiparum yang resisten pada klorokuin: 200 mg perhari selama
sekurang-kurangnya tujuh hari. Karena adanya potensi infeksi yang semakin parah,
suatu schizonticide dengan kerja cepat seperti kuinin harus selau diberikan dalam
kombinasi dengan doksisiklin, rekomendasi dosis kuinin bervariasi pada area yang
berbeda.
Untuk profilaksis malaria: Dewasa, 100 mg per hari; Anak di atas 8 tahun, 2 mg/kg bb
diberikan sekali sehari, dapat hingga dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai pada 1-2
hari sebelum perjalanan menuju area pandemik malaria. Dilanjutkan selama di sana dan
empat minggu setelah meninggalkan area
tersebut. Lymphogranulomavenereum yangdisebabkan oleh Chlamydia trachomatis:
doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama minimum 21 hari.
Terapi dan profilaksis selektif kolera: Dewasa, 300 mg dosis tunggal.

Pencegahan scrub typhus: Oral, 200 mg sebagai dosis tunggal.


Pencegahan traveler’s diarrhea: Dewasa, 200 mg pada hari pertama perjalanan
(diberikan sebagai dosis tunggal atau 100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan 100 mg
sehari selama tinggal diarea tersebut. Penggunaan di atas 21 hari untuk tujuan
profilaksis belum ada datanya. Pencegahan leptospirosis: Oral, 200 mg setiap minggu
selama tinggal diarea yang berrisiko dan 200 mg pada akhir perjalanan. Penggu- naan di
atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum diketahui pasti efektifitasnya.
Terapi Leptospirosis: Oral, 100 mg dua kali sehari selama 7 hari.
Inhalational anthrax (pasca terpapar): DEWASA: Doksisiklin oral, 100 mg dua kali
sehari selama 60 hari.
ANAK: Berat badan kurang dari 45 kg: 2,2 mg/kg bb, oral, dua kali sehari selama 60
hari. BB lebih dari atau sama dengan 45 kg sama dengan dosis dewasa.

Catatan: kapsul harus ditelan dalam bentuk utuh bersama dengan makanan dan air
yang cukup, dalam posisi duduk atau berdiri. Jika terjadi iritasi lambung, dianjurkan
untuk diminum dengan makanan atau susu. Absorpsi doksisiklin tidak dipengaruhi oleh
adanya makanan atau susu.

MINOSIKLIN
Indikasi: 

lihat tetrasiklin, lihat juga carrier meningokokus.


Peringatan: 

lihat tetrasiklin.

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin, tapi boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal.

Efek Samping: 

lihat juga tetrasiklin; sakit kepala dan vertigo (lebih sering pada wanita); dermatitis
eksfoliatif, pigmentasi (kadang-kadang ireversibel), SLE dan kerusakan hepar.

Dosis: 

100 mg dua kali sehari. Akne: 50 mg dua kali sehari atau 100 mg sekali sehari selama 6
minggu atau lebih.Gonore: dosis awal 200 mg, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam selama
paling sedikit 4 hari untuk laki-laki. Untuk wanita perlu lebih lama.
OKSITETRASIKLIN
Indikasi: 

lihat tetrasiklin.

Peringatan: 

lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria.

Kontraindikasi: 

lihat tetrasiklin; hindari pada porfiria.

Efek Samping: 

lihat tetrasiklin.

Dosis: 

250-500 mg tiap 6 jam.

TETRASIKLIN
Indikasi: 

eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis (lihat juga keterangan di atas), klamidia,


mikoplasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris.

Peringatan: 

gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara intravena), gangguan fungsi ginjal
(lihat Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (tetrasiklin).

Efek Samping: 
mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala dan gangguan
penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan tekanan intrakranial,
hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis.

Dosis: 

oral: 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8
jam.Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.Uretritis non
gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan pertama gagal
atau bila kambuh).

Catatan: 

tablet atau kapsul harus ditelan bersama air yang cukup, dalam posisi duduk atau
berdiri.

Injeksi intravena: 500 mg tiap 12 jam; maksimum 2 g per hari.


Untuk efusi pleura: infus intrapleural 500 mg dalam 30-50 mL NaCl fisiologis.

TIGESIKLIN
Indikasi: 

komplikasi infeksi pada kulit yang disebabkan Escherichia coli, Enterococcus


faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan –
metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S.
constellatus), Streptococcus pyogenes, Enterobacter cloacae, Klebsiella pneumonia,
dan Bacteroides fragilis.
Komplikasi infeksi intra-abdominal yang disebabkan Citrobacter freundii, Enterobacter
cloacae, Escherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi ESBL), Klebsiella
oxytoca, Klebsiella pneumoniae (termasuk isolat yang memproduksi
ESBL), Enterococcus faecalis (hanya isolat rentan – vankomisin), Staphylococcus
aureus (isolat rentan – metisilin dan resisten –), termasuk kasus bakteremia
konkuren, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius, dan S.
constellatus), Bacteroides fragilis, Bacteroides thetaiotamicron, Bacteroides
uniformis, Bacteroides vulgatus, Clostridium perfringens, dan Peptostreptococcus micros.
Peringatan: 

dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme lain, seperti jamur; kehamilan


dan menyusui.

Interaksi: 

Penggunaan bersamaan dengan warfarin, monitor waktu protrombin atau pemeriksaan


antikoagulan lain; penggunaan bersamaan dengan kontrasepsi oral dapat menurunkan
kemanfaatan obat kontrasepsi oral.

Kontraindikasi: 

riwayat hipersensitif.

Efek Samping: 

mual, muntah,diare, nyeri perut, sakit kepala, hipoproteinemia, peningkatan SGPT dan
SGOT, ruam, peningkatan amilase, peningkatan BUN, phlebitis, dispepsia.
Dosis: 

Dosis awal 100 mg, dilanjutkan dengan dosis 50 mg setiap 12 jam. Infus intravena
tigesiklin sebaiknya diberikan selama kira-kira 30 hingga 60 menit setiap 12 jam. Lama
pengobatan untuk komplikasi kulit atau komplikasi intra abdominal adalah 5 sampai 14
hari. Durasi pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan, tempat
infeksi, kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan bakteri.

Pasien dengan gangguan fungsi hati berat: dosis awal 100 mg dilanjutkan dengan
penyesuaian dosis menjadi 25 mg setiap 12 jam.

Tidak direkomendasikan untuk pasien di bawah 18 tahun.


3. Golongan rifampisin
Rifampisin adalah sebuah golongan antibiotik spektrum luas.Rifampisin adalah
antibiotik yang banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Rifampisin juga efektif menghadapi infeksi Staphylococcus dan Neisseria
meningitidis.
Antibiotik ini merupakan bentuk pengobatan pertama untuk menanggulangi
penyakit tuberkulosis dan lepra. Golongan antibiotik rifampisin pertama kali ditemukan
pada akhir 1950-an, di dalam bakteri tanah Streptomyces medditerranei.

Indikasi: Tuberkulosis, dalam kombinasi dengan obat lain. Leprae Profilaksis meningitis
meningococcal dan infeksi haemophilus influenzae. Brucellosis, penyakit legionnaires,
endocarditis dan infeksi staphylococcus yang berat dalam kombinasi dengan obat lain.
Kontra Indikasi: Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang
terdapat dalam sediaan Penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir
(kemungkinan dengan proease inhibitor), jaundice (penyakit kuning) Dosis dan Cara
Pemakaian: Oral (Dosis IV infusi sama dengan pemberian peroral) Terapi Tuberkulosis
Catatan: Regimen empat obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol) lebih
disukai untuk pengobatan awal, empirik TB Dosis Bayi dan anak-anak < 12 tahun Terapi
harian: 10-20 mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal (maksimal 600 mg/hari) Dua
kali seminggu DOT (directly observed therapy): 10-20 mg/kg (maksimal 600 mg/hari)
Dosis Dewasa Terapi harian: 10 mg/kg/hari biasanya sebagai dosis tunggal (maksimal
600 mg/hari) Dua kali seminggu DOT (directly observed therapy): 10 mg/kg (maksimal
600 mg/hari) 3 kali/minggu: 10 mg/kg (maksimal 600 mg/hari) Infeksi tuberkulosis
latent (yang belum nampak): sebagai alternatif untuk isoniazid: Anak-anak: 10-20
mg/kg/perhari (maksimal: 600 mg/hari) selama 6 bulan Dewasa: 10 mg/kg/hari
(maksimal: 600 mg/hari) selama 4 bulan Profilaksis H. Influenzae (unlabeled use) Bayi
dan anak-anak: 20 mg/kg/hari tiap 24 jam selama 4 hari, tidak lebih dari 600 mg/dosis
Dewasa: 600 mg setiap 24 jam selama 4 hari dewasa: Multibacillary: 600 mg sekali
sebulan selama 24 bulan dalam kombinasi dengan ofloksasin dan minosiklin
Paucibacillary: 600 mg sekali sebulan selama 6 bulan dalam kombinasi dengan dapson
Lesi tunggal: 600 mg sebagai dosis tunggal dalam kombinasi dengan ofloksasin 400 mg
dan minosiklin 100 mg Profilaksis meningitis meningococcal. Bayi, 1 bulan: 10
mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam selama 2 hari Bayi = 1 bulan dan anak-
anak: 20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 12 jam selama 2 hari (maksimal 600
mg/dosis) Dewasa: 600 mg tiap 12 jam selama 2 hari Staphylococcus aureus pada nasal
carrier (unlabeled use): Anak-anak: 15 mg/kg/hari dibagi tiap 12 jam selama 5-10 hari
dalam kobinasi dengan antibiotik lain Dewasa: 600 mg/hari selama 5-10 hari dalam
kombinasi dengan antibiotik lain Penyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan
hepar: penurunan dosis diperlukan untuk meurunkan hepatotoksisitas Hemodialysis
atau peritoneal dialysis: konsentreasi plasma rifampisin tidak signifikan dipengaruhi
oleh hemodialisis atau dialisis peritoneal. Efek Samping: Gangguan saluran cerna
seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi kolitis karena penggunaan
antibiotika) sakit kepala, drowsiness gejala berikut terjadi terutama pada terapi
intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills, demam, dizziness, nyeri
tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock, anemia
hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver,
jaundice(penyakit kuning); flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain dilaporkan:
edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative, toxic epidermal
necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia, gangguan menstruasi urin,
saliva dan sekresitubuh yang lain berwarna orange-merah tromboflebitis dilaporkan
pada penggunaan secara infus pada periode yang lama. Peringatan dan atau Perhatian:
Kerusakan hati (periksa tes fungsi hati dan pemeriksaan darah pada gangguan hati,
ketergantungan alkohol, dan pada terapi dalam jangka waktu yang lama) kerusakan
ginjal (jika digunakan dosis di atas 600 mg sehari) kehamilan dan menyusui porfiria
Penting: pasien yang menggunakan hormon kontrasepsi disarankan untuk
menggantinya dengan alternatif kontrasepsi lain seperti IUD, karena efek obat
kontrasepsi menjadi tidak efektif akibat adanya interaksi obat. Bentuk dan Kekuatan
Sediaan: 1. Kapsul: 150 mg, 300 mg, 450 mg, 600 mg 2. Sirup: 20 mg/ml, 100 mg/120
ml Penyimpanan dan Stabilitas: Serbuk rifampisin berwarna merah kecoklatan. Vial
yang utuh harus disimpan pada suhu kamar dan dihindarkan dari cahaya dan panas
yang berlebihan. Rekonstitusi serbuk untuk injeksi dengan SWFI untuk injeksi larutkan
dalam sejumlah volume yg tepat dengan cairan yang kompatibel (contoh: 100 ml D5W).
Vial yang telah direkontitusi stabil selama 24 jam pada suhu kamar. Stabilitas
parenteral admixture pada penyimpanan suhu kamar (25°C) adalah 4 jam untuk pelarut
D5W dan 24 jam untuk pelarut NS.

4. Golongan aminoglikosida-aminosiklitol

Golongan ini ditemukan dalam rangka mencari anti mikroba untuk mengatasi kuman
gram negative. Tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang
menghasilkan streptomisin,yang aktif terutama terhadap mikroba gram negative
termasuk terhadap basil tuberkolusis.
Kemudian ditemukan lagi berbagai antibiotic lain yang bersifat mirip streptomisin
sehingga antibiotic ini dimasukan dalam satu kelompok yaitu antibiotic golongan
aminoglikosida. Golongan ini mempunyai 2 atau 3 gugusan amino pada rumus
molekulnya.

Golongan ini meliputi amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin dan


tobramisin. Semua aminoglikosida bersifat bakterisidal dan terutama aktif
terhadap kuman bakteri gram negatif. Amikasin, gentamisin dan tobramisin juga aktif
terhadap Pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif terhadap Mycobacterium
tuberculosis dan penggunaan-nya sekarang sebagai cadangan untuk tuberkulosis.
Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna (walaupun ada risiko absorpsi
pada inflammatory bowel disease dan gagal hati), sehingga harus diberikan secara
parenteral untuk infeksi sistemik. Ekskresi terutama melalui ginjal dan terjadi
akumulasi pada gangguan fungsi ginjal.
Sebagian besar efek samping antibiotik golongan ini tergantung dari dosis, oleh karena
itu dosis perlu diperhatikan dengan seksama dan pemberian obat sebaiknya tidak lebih
dari 7 hari. Efek samping utamanya ototoksisitas dan nefrotoksisitas yang biasa terjadi
pada lansia atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Jika terjadi gangguan fungsi ginjal (atau kadar serum yang tinggi sebelum pemberian
obat), interval pemberian harus diperpanjang. Jika gangguan fungsi ginjal berat, maka
dosis sebaiknya diturunkan.

Aminoglikosida dapat mengganggu transmisi neuromuskular dan sebaiknya dihindari


pada pasien miastenia gravis. Dosis besar yang diberikan pada waktu pembedahan
dapat menimbulkan sindrom miastenia yang bersifat sementara pada pasien dengan
fungsi neuromuskular normal.

Aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan bersama diuretika yang potensial ototoksik


(misalnya furosemid). Bila pemberian bersama tidak dapat dihindarkan, jarak
pemberian kedua obat sebaiknya diusahakan sepanjang mungkin.

KADAR SERUM. Pemantauan kadar obat dalam serum dapat menghindari kadar yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga dapat mencegah toksisitas dan juga
menjamin efikasi. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, kadar aminoglikosida
sebaiknya diukur setelah 3 atau 4 regimen dosis ganda harian. Pasien dengan gangguan
ginjal memerlukan pengukuran kadar aminoglikosida yang lebih awal dan lebih sering.
Untuk regimen dosis ganda harian, sampel darah sebaiknya diambil kira-kira 1 jam
setelah pemberian intramuskular atau intravena (kadar puncak) dan juga sesaat
sebelum pemberian dosis berikutnya (kadar terendah). Untuk regimen dosis sekali
sehari, lihat panduan pemantauan kadar serum. Pengukuran kadar serum sebaiknya
dilakukan pada semua pasien, termasuk anak, bayi, neonatus, lansia, dan pasien obes
dan fibrosis sistik, atau pada pemberian dosis tinggi atau pada gangguan ginjal.
Dosis satu kali sehari. Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali sehari dalam dosis
terbagi, namun sekarang lebih sering digunakan dosis satu kali sehari asalkan kadar
serum memadai. Namun demikian sebaiknya mengacu pada panduan lokal mengenai
kesetaraan dosis dengan kadar dalam serum.
Fibrosis sistik. Untuk anak dengan fibrosis sistik kadang diperlukan aminoglikosida
secara parenteral dalam dosis yang lebih tinggi karena klirens aminoglikosida
meningkat. Tobramisin dalam sediaan nebulizer dapat digunakan untuk infeksi paru
oleh pseudomonas pada fibrosis sistik, namun resistensi dapat terjadi dan pada
beberapa anak tidak responsif terhadap obat.
Endokarditis. Gentamisin digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain untuk
terapi endokarditis bakterial. Kadar serum gentamisin sebaiknya diukur dua kali
seminggu dan perlu lebih sering pada gangguan ginjal. Streptomisin dapat digunakan
sebagai alternatif dalam endokarditis enterokokal yang resisten terhadap
gentamisin. Gentamisin merupakan aminoglikosida yang banyak dipilih dan digunakan
secara luas untuk terapi infeksi serius. Gentamisin memiliki spektrum antibakteri yang
luas, tapi tidak efektif terhadap kuman anaerob, serta memiliki aktifitas yang lemah
terhadap Streptococcus hemolyticus dan pneumokokus. Bila digunakan pada terapi
infeksi berat yang tidak berdasarkan diagnosa yang belum diketahui penyebabnya,
sebaiknya dikombinasi dengan penisilin dan/atau metronidazol. Gentamisin digunakan
dalam kombinasi dengan antibiotik lain untuk terapi endokarditis.
Dosis muatan dan dosis pemeliharaan gentamisin dapat dihitung berdasarkan berat
badan pasien dan fungsi ginjal (misalnya: menggunakan nomogram); penyesuaian dosis
dilakukan berdasarkan kadar gentamisin dalam serum. Dosis tinggi kadang
diindikasikan pada infeksi berat, terutama pada neonatal atau
pasien immunocompromised. Sebaiknya pemberian jangan lebih dari 7
hari. Amikasin lebih stabil daripada gentamisin terhadap inaktivasi enzim. Amikasin
digunakan pada terapi infeksi serius yang disebabkan oleh basilus Gram negatif yang
resisten terhadap gentamisin.
Netilmisin memiliki aktivitas yang sama dengan gentamisin, namun ototoksisitas lebih
jarang terjadi pada pasien yang memerlukan terapi lebih dari 10 hari. Netilmisin aktif
terhadap sejumlah basilus Gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin namun
dibandingkan gentamisin atau tobramisin, kurang efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa.
Tobramisin memiliki aktivitas yang serupa dengan gentamisin. Dibandingkan dengan
gentamisin, tobramisin sedikit lebih aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, tapi
kurang aktif terhadap kuman gram negatif lainnya. Tobramisin dapat diberikan melalui
nebulizer berdasarkan siklus dasar (28 hari diberi tobramisin diikuti dengan periode 28
hari bebas tobramisin) untuk terapi infeksi paru kronis fibrosis sistik
karena Pseudomonas aeruginosa. Namun, resistensi dapat muncul sehingga beberapa
pasien tidak responsif terhadap terapi.
Neomisin terlalu toksik bila diberikan secara parenteral. Obat ini hanya digunakan
untuk infeksi kulit, mukosa dan untuk mengurangi populasi bakteri di kolon sebelum
operasi atau pada kegagalan fungsi hati. Pemberian per oral dapat menyebabkan
malabsorpsi. Pada pasien dengan kegagalan fungsi hati, sebagian kecil neomisin akan
diabsorpsi. Karena pasien seperti ini juga akan mengalami uremia, dapat terjadi
akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan ototoksisitas. Neonatus. Karena
aminoglikosida dieliminasi terutama melalui ginjal, pemberian obat pada neonatus
harus memperhitungkan perubahan filtrasi glomerulus. Pada pasien neonatus yang
diberi regimen dosis tunggal, mungkin diperlukan perpanjangan interval dosis menjadi
lebih dari 24 jam jika kadar terendahnya ternyata masih terlalu tinggi.
Monografi: 

AMIKASIN
Indikasi: 

infeksi Gram negatif yang resisten terhadap gentamisin.

Peringatan: 

lihat gentamisin.

Kontraindikasi: 

lihat gentamisin.

Efek Samping: 

lihat gentamisin.

Dosis: 
injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus, 15 mg/kg bb/hari dibagi dalam 2 kali
pemberian. Lihat juga catatan di atas.
Keterangan: 

kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 30 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh
lebih dari 10 mg/liter.

GENTAMISIN
Indikasi: 

septikemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya, infeksi bilier,
pielonefritis dan prostatitis akut, endokarditis karena Streptococcus
viridans atau Streptococcus faecalis (bersama penisilin), pneumonia nosokomial, terapi
tambahan pada meningitis karena listeria.
Peringatan: 

gangguan fungsi ginjal, bayi dan lansia (sesuaikan dosis, awasi fungsi ginjal,
pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma); hindari penggunaan jangka
panjang. Lihat juga keterangan di atas.

Interaksi: 

lampiran 1 (aminoglikosida).

Kontraindikasi: 

kehamilan, miastenia gravis.

Efek Samping: 

gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada


pemberian jangka panjang, kolitis karena antibiotik.

Dosis: 

injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus, 2-5 mg/kg bb/hari (dalam dosis


terbagi tiap 8 jam). Lihat juga keterangan di atas. Sesuaikan dosis pada gangguan fungsi
ginjal dan ukur kadar dalam plasma. ANAK di bawah 2 minggu, 3 mg/kg bb tiap 12 jam;
2 minggu sampai 2 tahun, 2 mg/kg bb tiap 8 jam. Injeksi intratekal: 1 mg/hari, dapat
dinaikkan sampai 5 mg/hari disertai pemberian intramuskuler 2-4 mg/kg bb/hari
dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Profilaksis endokarditis pada DEWASA 120 mg. Untuk
ANAK di bawah 5 tahun 2 mg/kg bb.
Keterangan: 

Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah (trough)
tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.

KANAMISIN
Indikasi: 

(lihat catatan di atas).

Peringatan: 

lihat gentamisin.

Kontraindikasi: 

lihat gentamisin.

Efek Samping: 

lihat gentamisin.

Dosis: 

injeksi intramuskuler, 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 12 jam. Lihat juga keterangan
di atas.
Injeksi intravena: 15-30 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 8-12 jam.
Keterangan: 

kadar puncak tidak boleh lebih dari 30 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh lebih dari
10 mg/liter.

NEOMISIN
Indikasi: 
sterilisasi usus sebelum operasi. Lihat juga keterangan di atas.

Peringatan: 

lihat gentamisin. Terlalu toksik untuk penggunaan sistemik.

Kontraindikasi: 

lihat gentamisin.

Efek Samping: 

lihat gentamisin. Lihat juga keterangan di atas. Hindari penggunaan pada obstruksi usus
dan gangguan fungsi ginjal.

Dosis: 

oral, 1 gram tiap 4 jam.

NETILMISIN
Indikasi: 

infeksi berat kuman gram negatif yang resisten terhadap gentamisin.

Peringatan: 

lihat gentamisin.

Kontraindikasi: 

lihat gentamisin.

Efek Samping: 

lihat gentamisin.

Dosis: 

injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus: 4-6 mg/kg bb/hari sebagai dosis


tunggal atau dosis terbagi tiap 8 -12 jam. Pada infeksi berat dosis dapat naik sampai 7,5
mg/kg bb/hari dalam tiga kali pemberian (dosis segera diturunkan bila terdapat
perbaikan klinis, biasanya setelah 48 jam). NEONATUS kurang dari 1 minggu: 3 mg/kg
bb tiap 12 jam; di atas 1 minggu, 2,5-3 mg/kg bb tiap 12 jam; ANAK 2-2,5 mg/kg bb tiap
8 jam. Infeksi saluran kemih, 150 mg/hari (dosis tunggal) selama 5 hari. Gonore: 300
mg dosis tunggal.
Keterangan: 

kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 12 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh
lebih dari 2 mg/liter.

TOBRAMISIN
Indikasi: 

lihat gentamisin dan catatan di atas.

Peringatan: 

lihat gentamisin.

Kontraindikasi: 

lihat gentamisin.

Efek Samping: 

lihat gentamisin.

Dosis: 

injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus 3 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi


tiap 8 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 5 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi tiap 6-8 jam (turunkan menjadi 3 mg/kg bb/hari setelah terjadi perbaikan
klinis). NEONATUS: 2 mg/kg bb tiap 12 jam. BAYI/ANAK di atas 1 minggu 2-2,5 mg/kg
bb tiap 8 jam.
Infeksi saluran kemih, 2-3 mg/kg bb/hari, intramuskular, dosis tunggal.
Keterangan: 
kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh
lebih dari 2 mg/liter.

5. Golongan makrolida
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan

ciri suatu cincin lakton ( biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom ) di mana terkait
gula gula deoksi. Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah
Pikromisin,diisolasi pada tahun 1950.

Makrolida adalah salah satu kelas poliketida merupakan sekelompok obat (khususnya
antibiotik) yangaktivitasnya disebabkan karena keberadaan cincin makrolida,cincin
lakton besar yang berikatan dengan satu atau lebihgula amino (desosamin) dan gula
netral (kladinosa).

Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang mirip dengan penisilin, sehingga obat


ini digunakan sebagai alternatif pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Indikasi
eritromisin mencakup infeksi saluran napas, whooping cough, penyakit legionnaire dan
enteritis karena kampilobakter. Meskipun antibiotik ini aktif terhadap banyak
stafilokokus yang resisten terhadap penisilin, namun akhir-akhir ini resistensi juga
ditemukan terhadap eritromisin; Eritromisin memiliki aktivitas yang lemah
terhadap Hemophilus influenzae. Eritromisin juga aktif terhadap klamidia dan
mikoplasma.
Eritromisin menyebabkan mual, muntah dan diare pada beberapa pasien. Untuk infeksi
ringan hingga sedang, efek samping ini dapat dihindarkan dengan pemberian dosis
rendah (250 mg 4 kali sehari), tapi untuk infeksi yang lebih serius seperti Legionella
pneumonia dibutuhkan dosis yang tinggi.
Azitromisin adalah makrolida yang aktivitas nya terhadap bakteri Gram positif sedikit
lebih lemah dibanding eritromisin, tetapi lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif
seperti Hemophilus influenzae. Kadar plasma azitromisin sangat rendah, tapi kadarnya
dalam jaringan jauh lebih tinggi. Waktu paruh azitromisin yang panjang dalam jaringan
memungkinkan obat ini diberikan dalam dosis satu kali sehari. Azitromisin dapat
digunakan untuk Lyme disease.
Klaritromisin merupakan derivat eritromisin dengan aktivitas yang lebih kuat
dibandingkan dengan senyawa induknya. Kadar dalam jaringan lebih tinggi daripada
kadar eritromisin. Obat ini diberikan dua kali sehari.
Efek samping azitromisin dan klaritromisin pada saluran cerna lebih sedikit
dibandingkan dengan eritromisin.

Spiramisin juga termasuk makrolida.


Infeksi rongga mulut. Eritromisin merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi rongga
mulut pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau infeksi yang penyebabnya adalah
bakteri penghasil beta-laktamase. Namun, sekarang banyak organisme telah resisten
atau segera terbentuk resistensi terhadap eritromisin, sehingga penggunaannya
dibatasi hanya dalam jangka pendek. Metronidazol mungkin lebih dipilih sebagai
alternatif untuk penisilin.
Untuk profilaksis infeksi endokarditis pada pasien yang alergi terhadap penisilin,
digunakan klindamisin oral dosis tunggal.

Monografi: 

AZITROMISIN
Indikasi: 

infeksi-infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka, infeksi saluran nafas atas
(tonsillitis, pharingitis), infeksi saluran nafas bawah (bronchitis, pneumonia), infeksi
kulit & jaringan lunak, penyakit hubungan seksual (Sexually Transmitted Disease),
urethritis, cervicitis yang berkaitan dengan Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
urealyticum dan Neisseria gonorrhoea.
Peringatan: 
lihat di eritromisin; kehamilan (Lampiran 4) atau menyusui (Lampiran 5).

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (Makrolida).

Kontraindikasi: 

gangguan fungsi hati.

Efek Samping: 

lihat eritromisin; juga anoreksia, dyspepsia, flatulens, konstipasi, pankreatitis, hepatitis,


syncope, pusing, sakit kepala, mengantuk, agitasi, ansietas, hiperaktivitas, asthenia,
paraesthesia, konvulsi, neutropenia ringan, trombositopenia, interstisial nephritis, gagal
ginjal akut, arthralgia, fotosensitivitas, jarang: gangguan pengecap, lidah berwarna
pucat, dan gagal hati.
Dosis: 

500 mg sekali sehari selama 3 hari. ANAK di atas 6 bulan, 10 mg/kg bb sekali sehari
selama 3 hari; berat badan 15-25kg, 200mg sekali sehari selama 3 hari; berat badan 26-
35 kg, 300 mg sekali sehari selama 3 hari; berat badan 36-45 kg, 400 mg sekali sehari
selam 3 hari.

Infeksi klamidia genital tanpa komplikasi dan urethritis non-gonococcal, 1 g sebagai


dosis tunggal.
ERITROMISIN
Indikasi: 

sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis
kampilobakter, pneumonia, penyakit Legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus,
prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difetri dan pertusis.
Peringatan: 

gangguan fungsi hati dan porfiria ginjal, perpanjangan interval QT (pernah dilaporkan
takikardi ventrikuler); porfiria; kehamilan (tidak diketahui efek buruknya) dan
menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI).
Interaksi: 

lampiran 1 (eritromisin dan makrolida lain).Aritmia: hindari penggunaan bersama


astemizol atau terfenadin, hindari juga kombinasi dengan cisaprid.

Kontraindikasi: 

penyakit hati (garam estolat)

Efek Samping: 

mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya; gangguan
pendengaran yang reversibel pernah dilaporkan setelah pemberian dosis besar; ikterus
kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).

Dosis: 

oral: DEWASA dan ANAK di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam
(lihat keterangan di atas); pada infeksi berat dapat dinaikkan sampai 4 g/hari. ANAK
sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat
dosis dapat digandakan.Akne: 250 mg dua kali sehari, kemudian satu kali sehari setelah
1 bulan.Sifilis stadium awal, 500 mg 4 kali sehari selama 14 hari.Infus intravena: infeksi
berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg bb/hari secara infus kontinu atau dosis terbagi
tiap 6 jam; infeksi ringan 25 mg/kg bb/hari bila pemberian per oral tidak
memungkinkan.

KLARITROMISIN
Indikasi: 

infeksi saluran napas bagian atas (seperti: faringitis/tonsillitis yang


disebabkan Staphylococcus pyogenes dan sinusitis maxillary akut yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae), infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan
lunak, otitis media; terapi tambahan untuk eradikasi Helicobacter pylori pada tukak
duodenum (lihat bagian 1.3).
Peringatan: 
lihat pada eritromisin; gangguan fungsi ginjal (Lampiran 3); kehamilan (Lampiran 4);
wanita menyusui (Lampiran 5).

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (makrolida); Aritmia: hindarkan pengunaan bersama pimozide,


terfenadin.

Efek Samping: 

lihat juga eritromisin; dispepsia, sakit kepala, gangguan indra perasa dan penciuman,
hilangnya warna gigi dan lidah, stomatitis, glossitis, dan sakit kepala;
lebih jarang: hepatitis, arthralgia, dan myalgia; jarang: tinnitus; sangat
jarang:pankreatitis, pusing, insomnia, mimpi buruk, ansietas, bingung, psikosis,
paraesthesia, konvulsi, hipoglikemia, gagal ginjal, leucopenia, dan
trombositopenia; pada pemberian infus intravena: kelunakan local, flebitis.
Dosis: 

oral: 250 mg tiap 12 jam selama 7 hari, pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai
500 mg tiap 12 jam selama 14 hari. ANAK dengan berat badan kurang dari 8 kg, 7,5
mg/kg bb dua kali sehari; 8-11 kg (1-2 tahun), 62,5 mg dua kali sehari; 12-19 kg (3-6
tahun), 125 mg dua kali sehari; 20-29 kg (7-9 tahun), 187,5 mg dua kali sehari; 30-40 kg
(10-12 tahun), 250 mg dua kali sehari.Infus intravena: 500 mg dua kali sehari pada vena
besar; tidak dianjurkan untuk anak-anak.

ROKSITROMISIN
Indikasi: 

infeksi THT, bronkopulmonal, genital (kecuali infeksi gonokokal), dan kulit yang
disebabkan oleh organisme yang sensitif terhadap roksitromisin.

Peringatan: 

insufisiensi hati, miastenia gravis, pasien dengan kelainan perpanjangan interval QT


bawaan, pasien yang mengonsumsi antiaritmia kelas IA dan III, kehamilan, menyusui.

Interaksi: 
derivat ergot, terfenadin, digoksin, antiaritmia Kelas IA dan III, midazolam.

Kontraindikasi: 

hipersensitivitas, terapi kombinasi dengan ergotamin dan preparat sejenis lainnya.

Efek Samping: 

mual, muntah, nyeri epigastrik (dispepsia), diare (terkadang berdarah), gejala


pankreatitis, reaksi hipersensitivitas seperti eritema multiform, urtikaria, ruam kulit,
pruritus, purpura, angioedema, jarang terjadi reaksi sistemik seperti bronkospasme,
reaksi seperti anafilaksis, pusing, sakit kepala, paraestesia, gangguan pengecapan
(termasuk ageusia), gangguan penciuman (termasuk anosmia), telah dilaporkan: udema
seluruh tubuh, asma, udema glottic, exoliative dermatitis, sindrom Steven-Johnson,
peningkatan sementara kadar enzim transaminase dan/atau fosfatase alkali, terutama
kolestatis atau hepatitis akut hepatoselular (terkadang bersamaan dengan jaundice),
eosinofilia, superinfeksi, halusinani.
Dosis: 

dewasa: 300 mg 1 kali sehari atau 2 x 150 mg 1 kali sehari atau 150 mg 2 kali sehari,
pada pagi dan malam hari, anak: 24-40 kg, 100 mg 2 kali sehari pada pagi dan malam
hari, dosis yang digunakan 5-8 mg/kg bb/hari dalam 2 dosis terpisah selama tidak lebih
dari 10 hari, sebaiknya diberikan sebelum makan.

6. Golongan linkosamida
Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif terhadap kuman Gram positif
termasuk stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga aktif terhadap kuman
anaerob, misalnya bakteroides. Sering dipakai sebagai alternatif penisilin
antistafilokokus pada infeksi tulang dan sendi serta infeksi-infeksi abdominal.
Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti dengan superinfeksi C. difficile, dalam bentuk
kolitis pseudomembranosa yang fatal.
 Linkomisin

 Indikasi:
Linkomisin diindikasikan untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh
stafilokokus, streptokokus, pneumokokus.

Kontra Indikasi:

Hipersensitif terhadap linkomisin dan klindamisin.

Tidak diindikasikan untuk pengobatan infeksi bakteri yang ringan atau terhadap
infeksi oleh virus.

Pada penggunaan untuk infeksi berat (life threating) digunakan preparat linkomisin
parenteral.

Jangan digunakan pada bayi yang baru lahir.

Komposisi: 
Tiap kapsul mengandung 272,4 mg linkomisin hidroklorida setara dengan 250 mg
linkomisin.

Tiap kapsul mengandung 545 mg linkomisin hidroklorida setara dengan 500 mg


linkomisin.

Cara Kerja Obat:

Linkomisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisida tergantung


konsentrasi obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab infeksi. Linkomisin
menghambat sintesa protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang
mengakibatkan terhambatnya pembentukan ikatan peptida.

Dosis: 
Dewasa: 500 mg setiap 6 – 8 jam.

Anak-anak berumur lebih dari 1 bulan: 30 – 60 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3
– 4.

Untuk infeksi yang disebabkan oleh kuman streptokokus betha-haemolitikus,


pengobatan paling sedikit 10 hari.

Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis 25 – 30% dari dosis penderita dengan
penderita ginjal normal.

Agar dapat diabsorpsi optimal dianjurkan untuk tidak makan kecuali minum air 1 jam
sebelum dan 1 – 2 jam sesudah minum obat ini.

Peringatan dan Perhatian:

Bila terjadi diare, pemakaian linkomisin harus dihentikan.

Selama terapi linkomisin jangka panjang, tes fungsi hati dan hitung sel darah harus
dilakukan secara periodik.

Linkomisin tidak dindikasikan untuk bayi yang baru lahir.

Keamanan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui.

Efek Samping:

Saluran pencernaan, seperti mual, muntah dan diare.

Reaksi hipersensitif, seperti rash dan urtikaria.

Rasa yang tidak umum seperti haus, letih dan kehilangan bobot tubuh
(pseudomembranous colitis).
Hematopoietik: Neutropenia, leukopenia, agranulositosis.

7. Golongan streptogramin
Streptogramins efektif untuk mengobati vancomycin-resistant  Staphylococcus
aureus (VRSA) and vancomycin-resistant  Enterococcus (VRE).Terbagi dalam dua
kelompok streptogramin A and streptogramin B.

 Quinupristin/dalfopristin

Merupakan kombinasi dari dua antibiotik untuk mengobati penyakit akibat infeksi
dari staphylococci dan vancomycin-resistant Enterococcus faecium.

 Pristinamycin

Merupakan obat untuk infeksi dari  staphylococcal .

 Virginiamycin

Merupakan antibiotik yang digunakan untuk mencegah kontaminasi bakteri dalam


sebuah perusahaan.
8. Golongan antibiotika polipeptida
Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E. Merupakan kelompok
antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida dan secara selektif aktif terhadap
kuman gram negatif, misalnya psedudomonas maupun kuman-kuman koliform yang
lain.

Polimksin B

Golongan/Kelas Terapi
 Obat Topikal untuk Kulit
Indikasi
Infeksi bakteri pada kulit
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oleskan pada kulit, 1-4 kali sehari

9. Golongan antibiotik glikopeptida


Antibiotik glikopeptida vankomisin dan teikoplanin memiliki aktivitas bakterisidal
terhadap bakteri Gram positif aerob dan anaerob termasuk stafilokokus yang multi
resisten. Namun, terdapat laporan menurunnya kepekaan Staphylococcus aureus dan
meningkatnya resistensi enterokokus terhadap glikopeptida.
Vankomisin diberikan melalui injeksi intravena untuk profilaksis dan pengobatan
endokarditis dan infeksi berat lainnya yang disebabkan oleh kokus gram positif. Masa
kerjanya cukup panjang sehingga dapat diberikan tiap 12 jam, tetapi pemberian dengan
frekuensi yang lebih jarang mungkin diperlukan pada neonatus prematur yang
mengalami ketidakmatangan fungsi ginjal.
Vankomisin terutama diekskresikan melalui ginjal dan diperlukan penyesuaian dosis
pda gangguan fungsi ginjal.

Teikoplanin sangat mirip dengan vankomisin, namun memiliki lama kerja yang lebih
panjang secara signifikan sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Berbeda dengan
vankomisin, teikoplanin dapat diberikan melalui injeksi intramuskular dan intravena.

Monografi: 

VANKOMISIN
Indikasi: 

lihat keterangan di atas.

Peringatan: 

hindari penyuntikan yang cepat (risiko reaksi anafilaktoid); gangguan fungsi ginjal,
lansia, pasien dengan riwayat gangguan pendengaran. Perlu dilakukan uji fungsi ginjal
dan urinalisis, hitung jenis sel darah. Pada lansia atau pasien gangguan fungsi ginjal,
periksa fungsi pendengaran dan kadar vankomisin dalam plasma; kehamilan dan
menyusui. Absorpsi sistemik dapat terjadi pada pemberian berulang atau bila ada
peradangan saluran cerna.

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (vankomisin).

Efek Samping: 
setelah pemberian parenteral: nefrotoksisitas termasuk gagal ginjal dan nefritis
interstisial; ototoksisitas (hentikan bila timbul tinitus); gangguan darah seperti
netropenia (biasanya setelah 1 minggu atau dosis kumulatif 25 g), kadang-kadang
agranulositosis dan trombositopenia; mual, demam, menggigil, eosinofilia, anafilaksis,
ruam (termasuk sindrom Stevens-Johnson, dermatitis eksfoliatif dan vaskulitis); flebitis.
Pada infus cepat dapat terjadi hipotensi berat (termasuk syok dan henti jantung), napas
meninggi, sesak napas, urtikaria, pruritus, kemerahan pada tubuh bagian atas (red man
syndrome), nyeri dan kram otot punggung dan dada.
Dosis: 

oral, 125 mg tiap 6 jam selama 7-10 hari,untuk kolitis pseudo membranosa. ANAK di
atas 5 tahun, 5 mg/kg bb tiap 6 jam.
Injeksi intravena: 500 mg selama 60 menit atau lebih, tiap 6 jam; atau 1 g selam 100
menit tiap 12 jam. NEONATUS sampai 1minggu, dosis awal 15 mg/kg bb dilanjutkan 10
mg/kg bb tiap 12 jam. BAYI 1-4 minggu, mula-mula 15 mg/kg bb dilanjutkan dengan 10
mg/kg bb tiap 8 jam. Di atas 1 bulan, 10 mg/kg bb tiap 8 jam.
Profilaksis endokarditis.

Catatan: 

Dilakukan pemeriksaan kadar dalam darah. Kadar puncak maksimum 30 mg/liter,


kadar lembah maksimum 10 mg/liter.

10. Golongan antibiotik lain – lain

Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun dapat menyebabkan efek


samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik. Oleh karena itu, obat ini
sebaiknya dicadangkan untuk penanganan infeksi yang mengancam jiwa, terutama
akibat Hemophilus influenzae dan demam tifoid. Kloramfenikol juga digunakan pada
fibrosis sistik untuk mengatasi infeksi pernafasan karena Burkholderia cepacia yang
resisten terhadap antibiotik lain. Sindrom Grey baby dapat terjadi setelah pemberian
dosis tinggi pada neonatus dengan metabolisme hati yang belum matang. Untuk
menghindarkan hal ini dianjurkan untuk melakukan monitoring kadar plasma.
Kloramfenikol juga tersedia dalam bentuk tetes mata (lihat 11.1) dan tetes telinga
(12.1.1).
Monografi: 

KLORAMFENIKOL

Indikasi: 

lihat keterangan di atas.

Peringatan: 

hindari pemberian berulang dan jangka panjang. Turunkan dosis pada gangguan fungsi
hati dan ginjal. Lakukan hitung jenis sel darah sebelum dan secara berkala selama
pengobatan. Pada neonatus dapat menimbulkan grey baby syndrome. (Periksa kadar
dalam plasma).

Interaksi: 

lihat Lampiran 1 (kloramfenikol).

Kontraindikasi: 

wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria.

Efek Samping: 

kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat berlanjut
menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual, muntah,
diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.

Dosis: 
oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis (pada infeksi
berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera diturunkan
bila terdapat perbaikan klinis).
ANAK: epiglotitis hemofilus, meningitis purulenta, 50-100 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi. BAYI di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb/hari (dibagi dalam 4 dosis). 2 minggu-1
tahun, 50 mg/kg bb/hari (dibagi 4 dosis).

TIAMFENIKOL

Indikasi: 

infeksi yang disebabkan oleh Salmonella sp., Hemophilus influenzae (terutama infeksi


meningeal), Rickettsia, lyphogranuloma-psittacosis, dan bakteri Gram negatif penyebab
bakterimiameningitis; tidak digunakan untuk hepatobilier dan gonore.
Peringatan: 

hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya; pemakaian dalam waktu
lama perlu dilakukan pemeriksaan hematologik secara berkala; sesuaikan dosis pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal, hentikan penggunaan apabila timbul
retikulositopenia, leukopenia, trombositopenia atau anemia; lama pemakaian sebaiknya
tidak melebihi batas waktu yang ditentukan; kehamilan dan menyusui (dapat
menembus plasenta dan diekskresikan melalui ASI); hati-hati pada bayi baru lahir (2
minggu pertama) dan bayi prematur (untuk menghindari timbulnya sindrom Grey);
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya mikroorganisme yang tidak
sensitif termasuk fungi dan bakteri.

Interaksi: 
penggunaan bersama kloramfenikol dapat mengakibatkan resistensi silang; hati-hati
bila digunakan bersama dengan obat-obat yang juga dimetabolisme oleh enzim-enzim
mikrosom hati, seperti dikumarol, fenitoin, tolbutamid, dan fenobarbital.

Kontraindikasi: 

hipersensitif terhadap tiamfenikol; gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat; tindakan
pencegahan infeksi bakteri dan pengobatan infeksi trivial, infeksi tenggorokan dan
influenza.

Efek Samping: 

diskrasia darah (anemia aplastik, anemia hipoplastik, trombositopenia dan


granulositopenia), gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, glositis, stomatitis dan
diare), reaksi hipersensitif (demam, ruam angioedema, dan urtikaria), sakit kepala,
depresi mental, neuritis optik dan sindrom grey.

Dosis: 

Dewasa, anak-anak, dan bayi berusia di atas 2 minggu, 50 mg/kg bb sehari dalam dosis
terbagi 3-4 kali sehari.Bayi prematur, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali
sehari. Bayi berusia di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi 4 kali
sehari.

Pengunaan klindamisin sangat terbatas karena efek sampingnya yang serius. Efek


toksik serius kebanyakan adalah kolitis terkait dengan antibiotik, yang dapat fatal dan
paling sering terjadi pada usia setengah baya dan wanita lansia, khususnya setelah
pembedahan. Walaupun efek samping ini dapat terjadi oleh sebagian besar antibiotik,
namun paling sering terjadi dengan klindamisin. Oleh karena itu, bila terjadi diare,
maka pengobatan harus segera dihentikan.
Klindamisin aktif terhadap kokus Gram positif, termasuk stafilokokus yang resisten
terhadap penisilin, juga terhadap bakteri anaerob seperti Bacteroides fragilis. Obat ini
terkonsentrasi dalam tulang dan diekskresi di urin dan empedu.
Klindamisin direkomendasikan untuk infeksi tulang dan sendi karena stapilokokus,
seperti osteomielitis dan sepsis intra abdominal. Infeksi mulut. Klindamisin tidak
boleh digunakan secara rutin untuk terapi infeksi mulut karena mungkin tidak lebih
efektif daripada penisilin dalam mengatasi bakteri anaerob dan dapat menimbulkan
resistensi silang dengan bakteri yang resisten terhadap eritromisin. Klindamisin dapat
digunakan untuk mengatasi abses dentoalveolar yang tidak dapat diatasi oleh penisilin
atau metronidazol.
Monografi: 

KLINDAMISIN

Indikasi: 

Infeksi serius akibat bakteri anaerob atau bakteri aerob gram positif. Infeksi serius
saluran nafas (emfiema, pnemonitis anaerob, abses paru), infeksi serius jaringan lunak
dan kulit, septikemia, infeksi intra-abdomen (peritonitis, abses intra-abdomen), infeksi
ginekologi (endometritis, selulitis pelvis pasca operasi vagina, abses tuboovarium non-
gonokokal, salpingitis, atau inflamasi pelvis ketika diberikan bersamaan dengan
antibiotik untuk bakteri aerob gram negatif), servisitis karena Chlamydia trachomatis,
infeksi mulut (abses periodontal, periodontitis), terapi toksoplasmik ensefalitis pada
pasien dengan AIDS (kombinasi bersama pirimetamin). Klindamisin dapat menjadi
pilihan untuk pasien alergi golongan penisilin.

Peringatan: 

Neonatus, anak-anak, kehamilan, menyusui, diare, kolitis, kolitis pseudomembran,


meningitis, gangguan lambung, mengemudi. Gangguan fungsi ginjal dan gangguan
fungsi hati, perlu pemantauan fungsi hati dan fungsi ginjal pada pengobatan jangka
panjang.

Interaksi: 
Eritromisin: kemungkinan memiliki efek antagonis. Golongan penghambat
neuromuskular: mengubah mekanisme kerja dari obat golongan tersebut.

Kontraindikasi: 

Hipersensitivitas.

Efek Samping: 

Umum: kolitis pseudomembran, diare, nyeri abdomen, gangguan pada tes fungsi hati,
ruam makulopapular. Tidak umum: eosinofilia, dysgeusia, hipotensi, cardiorespiratory
arrest, mual, muntah, urtikaria, pada pemberian injeksi: nyeri dan abses. Jarang:
eritema multiforme, poliartritis, pruritus. Frekuensi tidak diketahui: agranulositosis,
leukopenia, neutropenia, trombositopenia, reaksi anafilaktik, Drug reaction with
eoshiphilia and systemic symptoms (DRESS), esofagitis, ulkus esofagus, ikterus,
nekrolisis epidermal toksis, sindroma Steven Johnson, dermatitis eksfoliatif, dermatitis
bulosa, infeksi vagina, Acute Generalised Exanthematous Pustulosis (AGEP), iritasi pada
tempat penyuntikan.
Dosis: 

Oral: Infeksi serius. Dewasa, 150-300 mg tiap 6 jam. Infeksi lebih serius. 300-450 mg tiap


6 jam. Anak, 8-16 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Sebaiknya diminum dengan
segelas air.
Penyakit inflamasi pelvis. Klindamisin fosfat 900 mg secara intravena tiap 6 jam
ditambah gentamisin intravena/intramuskular dengan dosis awal 2 mg/kg dilanjutkan
1,5 mg/kg tiap 8 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal dilanjutkan sampai 48
jam hingga pasien membaik. Selanjutnya diberikan doksisiklin oral 100 mg, 2 kali sehari
untuk melengkapi durasi terapi hingga 10-14 hari. Sebagai terapi alternatif, diberikan
klindamisin oral 450 mg, 4 kali sehari untuk melengkapi durasi terapi hingga 10-14
hari.
Servisitis karena Chlamydia trachomatis. 450 mg 4 kali sehari selama 10-14 hari
Terapi toksoplasmik ensefalitis pada pasien AIDS. Intravena: 600-1200 mg tiap 6 jam
selama 3 minggu, dilanjutkan dengan klindamisin 300 mg tiap 6 jam atau 450 mg tiap 8
jam selama 3 minggu. Dikombinasi dengan pirimetamin: 100-200 mg dibagi dalam 2
dosis selama 1-2 hari, dilanjutkan dengan 75 mg/hari. Asam folinat 10-20 mg/hari
harus diberikan pada pirimetamin dosis tinggi.
Infeksi streptokokus β-hemolitik. Terapi klindamisin selama minimal 10 hari.

ASAM FUSIDAT

Asam fusidat bermanfaat untuk infeksi stafilokokus. Asam fusidat atau fusidic
acid adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Obat ini biasa
diresepkan untuk mata yang sedang mengalami belekan atau konjungtivitis, infeksi
pada kulit dan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri terutama jenis
stafilokokus.
Masalah kulit lainnya seperti impetigo dan folikulitis umumnya juga dapat
diobati dengan fusidic acid. Obat ini umumnya tersedia dalam bentuk salep kulit atau
salep mata, adapun bentuk obat minum dan injeksi diberikan untuk kondisi infeksi yang
meluas, sistemik dan sudah parah. Sediaan asam fusidat Salep/ krim, tablet dan injeksi.
Seperti halnya obat-obatan lainnya yang memiliki efek yang tidak diinginkan.
Obat ini juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai
berikut: Efek yang sering muncul Gatal (pruritis) Ruam Reaksi sensitif pada kulit
(dermatitis dan eksim) Iritasi pada sekitar infeksi (kemerahan dan rasa terbakar).
Efek yang jarang muncul Peradangan pada mata (untuk kasus konjungtivitis)
Biduran atau galigata Kulit melepuh.
Efek Overdosis Asam Fusidat Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan efek
overdosis dengan gejala seperti kesulitan bernafas, pembengkakan pada wajah dan
tenggorokan, muncul ruam yang menyebar dan parah.

Anda mungkin juga menyukai