Anda di halaman 1dari 75

KARYA TULIS ILMIAH

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Candida albicans

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Ahli Madya Analis Kesehatan
Pada STIKes Mega Rezky Makassar

LANY ANDRIANY
14 3145 453 018

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


STIKes MEGA REZKY MAKASSAR
2017

1
ABSTRAK

Lany Andriany. Program Studi DIII Analis Kesehatan. Uji Daya Hambat
Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Candida albicans. ( Dibombing oleh Zakia Bakri dan Sulfiani ).
Daun sirih hijau (Piper betle L.) telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia
sebagai obat tradisional. Ekstrak daun sirih hijau mengandung daya anti jamur
yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya yang mampu menghambat
pertumbuhan berbagai macam jamur. Jamur Candida albicans merupakan salah
satu jamur penyebab masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu flora albous
(keputihan), Candida albicans juga merupakan jamur oportunistik dan
merupakan flora normal pada vagina, tenggorokan dan mulut. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak daun sirih hijau yang dilarutkan dengan
etanol 96% terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Daun sirih yang
digunakan diekstraksi menggunakan metode mesarasi mengasilkan ekstrak kental.
Selanjutnya, berbagai konsentrasi 20%, 40% dan 50% ekstrak daun sirih hijau
tersebut diuji efek anti jamurnya terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans
dengan metode diks. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa semakin
tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih hijau, maka semakin besar pula diameter
daya hambatnya terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Pada penelitian
ini didapatkan hasil ekstrak tertinggi terdapat pada konsentrasi 50% yaitu dengan
zona rata-rata pada inkubasi 24 jam 28,7 mm dan pada inkubasi 48 jam dengan
zona rata-rata 30,1 mm.
Kata Kunci : Daun sirih hijau, Candida albicans, Difusi diks.

Sumber Pustaka : 27 Kepustakaan (2008-2016)

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR BAGAN xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GRAFIK xiii

BAB I : PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang 1

I.2. Rumusan masalah 4

I.3. Tujuan penelitian 5

I.4. Manfaat penelitian 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan umum Ekstrak 6

2.2. Tinjauan umum Daun Sirih Hijau 8

2.3. Tinjauan umum tentang Jamur 11

2.4. Tinjauan umum Jamur Candida albicans 18

3
2.5. Tinjauan umum tentang Anti Jamur 26

2.6. Pengukuran Daya Hambat Mikroba 28

2.7. Faktor-faktor Mempengaruhi Ukuran Zona Hambat 29

2.8. Kerangka teori 31

2.9. Kerangka konsep 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian 33

3.2. Lokasi dan waktu penelitian 33

3.3. Populasi dan Sampel 33

3.4. Teknik pengambilan sampel 34

3.5. Kriteria sampel 34

3.6. Variabel penelitian 34

3.7. Definisi operasional 34

3.8. Alat dan bahan 35

3.9. Prosedur kerja 36

3.10. Analisa data 40

3.11. Alur penelitian 41

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daun Sirih Hijau 9

Gambar 2.2 Candida albicans 19

Gambar 2.3 Jamur Candida di bawah Mikroskop 20

Gambar 2.4 Kultur pada Media PDA 21

Gambar 3.1 Alur penelitian 41

Gambar 4.1 Tabel inkubasi 24 jam 41

Gambar 4.2 Tabel inkubasi 48 jam 41

5
DAFTAR BAGAN

Halaman

Gambar 2.5. Kerangka teori 32

Gambar 3.1. Kerangka konsep 41

Gambar 4.1 Grafik penelitian 44

6
DAFTAR TABEL

Halaman

Gambar 4.1. Inkubasi 24 jam 42

Gambar 4.2. Inkubasi 48 jam 43

7
DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1. Perbandingan inkubasi 24 jam dan 48 jam 42

8
9
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum. Wr.Wb.

Alhamdulilah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT,

yang senantiasa memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat

meneyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Uji Daya Hambat

Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Jamur

Candida albican” ini dapat terselesaikan dengan penuh semangat dan do’a

sekaligus sebagai salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan Program Studi

DIII Analis Kesehatan serta shalawat dan salam pada Nabi Muhamad SAW

sebagai lahiran insan yang tidak ada duanya.

Terkhusus buat kedua orang tua saya ibunda HAPIPA BEDDU dan

ayahanda ISHAK PASAU, serta saudara tercinta (Moh.Andry Pasau) terimakasi

atas segala cinta kasih dan sayang, do’a, dorongan dan semangat yang telah

mengajarkan arti sebuah perjuangan dan kehidupan.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah masih

jauh dari kesempurnaan. Terwujudnya karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari

bimbingan dan arahan dari pembimbing.

Pada kesempatan ini pula, saya sampaikan rasa terimakasi yang setulus-

setulusnya kepada :

1. Bapak H.Alimuddin, SH.,MH.,M.Kn. Selaku Pembina Yayasan

Pendidikan Islam Stikes Mega Rezky Makassar.

10
2. Ibu Hj. Suryani, SH.,MH. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Stikes

Mega Rezky Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. H.M. Rusli Ngatimin, MPH. Sebagai ketua Stikes Mega

Rezky Makassar.

4. Ibu Sulfiani.S.Si., M.Pd selaku ketua prodi DIII Analis Kesehatan STIKes

Mega Rezky Makassar.

5. Ibu Zakia Bakri.S.Si., M.Kes selaku pembimbing 1 atas segala bimbingan

dan perhatiannya disela-sela kesibukannya serta saran dan petunjuk yang

bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

6. Ibu Sulfiani.S.Si., M.Pd selaku pembimbing II atas segala bimbingan dan

perhatiannya disela-sela kesibukannya serta saran dan petunjuk yang

bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

7. Ibu Hernika Tanwar. SKM., M.Kes selaku penguji atas segala pimbingan

dan perhatiannya disela-sela kesibukannya serta memberikan saran dan

petunjuk yang bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah.

8. Seluruh dosen dan staf program D III Analis Kesehatan STIKes Mega

Rezky Makassar.

9. Kak Yayat, Kak Basmiati Amd. Anakes yang selalu membantu dalam

menyelesaikan segala urusan persuratan penulis.

10. Sahabat-sahabat terdekat saya, Siti Rihania, Yummi Permatasari, Triyati,

Nengsi, Rizka Wulandari dan semua mahasiswa 2014 DIII Analis

11
Kesehatan yang telah banyak motivasi dan bantuan dalam bentuk apapun

mulai saat pendidikan sampai terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah berperan dalam menyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini

tidak terlepas dari kekurangan dan ketidak sempurnaan mengingat keterbatasan

kemampuan penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan

Ilmu analis kesehatan.

Wassalamualaikum Waramatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 2017

Penulis

12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia, khususnya di negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi

masih merupakan salah satu penyebab utama kematian. Salah satu agen infeksi

yang sering menjangkit manusia adalah infeksi jamur (Sundari dan Winarno,

2001). Insiden penyakit infeksi oleh jamur meningkat secara dramatis beberapa

tahun belakangan. Jamur sebenarnya merupakan organisme yang tidak begitu

patogen terhadap manusia, tetapi akan menimbulkan penyakit bila keadaan

memungkinkan untuk menginfeksi manusia. (Mansjoer, Suprohaita, Wardhani,

dan Setiowulan, 2000). Sampai saat ini, penyakit infeksi jamur yang cukup tinggi

adalah kandidiasis (Amelia, 2009).

Candidiasis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur dari spesies

Candida albicans. Secara umum jamur adalah flora normal dan sacara alami

hidup pada manusia seperti pada daerah mulut, tenggorokan, vagina dan pada

sistem pencernaan lainnya. Dalam kondisi normal (tidak berlebihan), kehadiran

jamur Candida albicans sebenarnya tidak membahayakan, tetapi jika

pertumbuhan jamur berlebihan maka dapat menyebabkan infeksi (Diah, 2012)

Candida albicans merupakan salah satu jamur penyebab masalah

kesehatan reproduksi pada wanita yaitu fluor albus. Fluor albus (keputihan) atau

keluarnya cairan berlebihan dari genitalia eksterna merupakan hal yang paling

sering dikeluhkan oleh wanita. Infeksi mukosa vagina oleh Candida menjadi

penyebab umum dari keputihan dimana menurut penelitian menunjukkan

13
sebanyak 75% wanita didunia pernah mengalami satu kali kandidiasis vaginalis

sepanjang hidupnya dan sekitar 45% diantaranya mengalami dua kali atau lebih

(Putri. dkk, 2015).

Candidiasis pada vagina menyebabkan iritasi vagina atau vaginitis,

kemerahan dan peradangan sekitar vagina, rasa gatal, keluarnya cairan putih yang

berlebihan, sakit saat buang air seni serta bau menyengat pada vagina (Diah,

2012).

Pengobatan terhadap Candidiasis bisa dilakukan dengan menggunakan

bahan alami. Penggunaan bahan alami sebagai zat penghambat merupakan suatu

langkah pemanfaatan bahan alami untuk kebutuhan hidup. Bahan alami yang

dapat dimanfaatkan seperti menggunakan daun sirih (piperaceae). (Zuraidah,

2015).

Secara tradisional daun sirih (Piper betle L.) dipakai sebagai obat

sariawan, sakit tenggorokan, obat batuk, obat cuci mata, obat keputihan, mimisan,

menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit gigi (Rahman N, 2010).

Selama ini penggunaan ekstrak daun sirih menjadi salah satu pilihan bagi

penderita yang mengalami keputihan. Ekstrak daun sirih ini banyak didapatkan

dalam bentuk cairan yang sudah dikemas didalam botol steril dalam bentuk merek

produk yang beragam. Daun sirih yang biasnya digunakan untuk kebutuhan para

wanita ada bermacam-macam jenis. Diantaranya daun sirih hijau, daun sirih

hutan, sirih merah, dan sirih kuning (Zuraidah, 2015).

Bagian-bagian dari tanaman sirih (Piper betle L.) seperti akar, biji dan

berpotensi untuk pengobatan, tetapi yang paling sering dimanfaatkan adalah

14
bagian daunnya. Komponen aktif daun sirih dipengaruhi oleh umur, jenis daun,

dan sinar matahari. Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri atas

senyawa phenol dan beberapa derivatnya eugenol dan kavikol. Senyawa phenol

dan derivatnya dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Senyawa eugenol bersifat

bakterisida dengan meningkatkan permeabilitas membran bakteri. Senyawa

kavikol selain memberi bau khas pada sirih juga memiliki sifat bakterisida lima

kali lipat dari senyawa fenol lainnya. Berbagai macam penelitian membuktikan

bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) memiliki aktivitas antibakteri.

Penelitian (Utami dkk, 2015) Kemampuan ekstrak daun sirih hijau dalam

menghambat pertumbuhan jamur disebabkan karena kandungan kimia yang

terdapat pada daun sirih hijau fenol, kavikol, kavibetol, saponin, karvakrol,

eugenol, dan tannin. Kavikol, kavibetol dan karvakrol merupakan turunan dari

fenol yang mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa. Fenol

mampu menurunkan tegangan permukaan sel dan denaturasi protein. Menurut

Pratiwi, Tannin merupakan poliferol yang larut dalam air, saponin dapat merusak

dinding sel. Fenol merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga

dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya

kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini mengakibatkan protein berubah

sifat, aktifitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan

fungsinya. Dengan terdenaturasinya protein sel maka semua aktivitas metabolisme

sel dikatalisis oleh enzim sehingga mikroba atau jamur tidak dapat bertahan

hidup.

15
Dari penelitian (Putri S dan dkk, 2015) Perbedaan yang signifikan juga

terlihat antara ekstrak daun sirih kosentrasi 20% dengan ekstrak daun sirih

kosentrasi 5% dan 10%. Hasil ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang

menunjukan bahwa berefeknya ekstrak daun sirih sebagai antiseptik

dimungkinkan karena kandungan pada ekstrak daun sirih berupa etanol mampu

menurunkan jumlah Candida albicans pada kosentrasi 20% sampai 100%.

Penelitian ini menunjukan bahwa semakin kecil kosentrasi, maka semakin sedikit

yang terdapat di dalam ekstrak, sehingga semakin rendah kemampuannya dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans. Semakin tinggi kosentrasi, maka

semakin tinggi pula kemampuan menghambat pertumbuhan jamur.

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui efektifitas ekstrak daun sirih

hijau (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans”. Yang

merupakan salah satu penyebab kadidiasis. Pengujian aktivitas anti jamur

menggunakan metode Kirby baeur yang dimodifikasi yaitu dengan metode

sumuran dengan cara membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi

dengan jamur (Hermawan. A, 2007).

Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul yaitu “Uji daya hambat ekstrak daun sirih hijau (Piper

betle L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan, yaitu :

Bagaimana kemampuan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam

menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans ?

16
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L)

dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui kosentrasi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L) yang

paling efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

- Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh selama menjalani perkuliahan.

- Dapat mengetahui daya hambat ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)

terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans

1.4.2 Untuk Akademik

Sebagai referensi pengetahuan di bidang mikrobiologi dan sebagai bahan

acuan dalam penelitian selanjutnya.

1.4.3 Untuk Masyarakat

Meningkatkan pemanfaatan bahan alami seabagi tanaman berkhasiat obat

dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

1.4.4 Untuk Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasikan lebih dini dengan

pertumbuhan jamur Candida albicans pada penderita keputihan.

17
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Umum Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau semplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang

ditetapkan (Istiqoma, 2013).

Ada beberapa jenis metode ekstraksi, contohnya :

1. Metode perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah selinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian

bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan

dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini

sampel senantiasa dialirih oleh pelarut baru. Sendangkan kerugiannya adalah

jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit

menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak

pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014).

2. Metode mesarasi

Mesarasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapakali pengocokan atau pengadukan pada temperature

ruang (kamar). Mesarasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang

18
tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi

mesarasi termaksut ektraksi dengan prinsip metode pencapain kosentrasi pada

keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapakali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruang (Istiqoma, 2013).

Maserasi merupakan cara ekstrak yang paling sederhana. Bahan simplisia

yang dihaluskan berupa serbuk kasar, dilarutkan dengan bahan pengekstraksi.

Pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi diantaranya adalah methanol,

etanol, etil asetat, aseton dan astonitril dengan air. Pemilihan pelarut pada

proses ekstraksi dilakukan dengan alasan karena pelarut mampu melarutkan

senyawa yang akan diekstrak, mudah dipisahkan dan dimurnikan kembali

(Damanik dkk., 2014).

Dasar dari mesarasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel

yang rusak, yang berbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan

kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu mesarasi, artinya

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel masuk

kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segerah berakhir. Selama

mesarasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang.

Upaya ini menjamin keseimbangan kosentrasi bahan ekstraksi yang lebih

cepat di dalam cairaan. Sendangkan dalam keadaan diam selama mesarasi

menyebabkan turunanya perpindahan bahan aktif. Secara teopritis pada suatu

mesarasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakiin besar

perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak

hasil yang diperoleh (Damanik dkk., 2014 ; Istiqoma 2013).

19
Kerugian utama dari metode mesarasi ini adalah memakan banyak waktu,

pelarut yang di gunakan cukup banyak dan besar kemungkinan beberapa

senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi

pada suhu kamar. Namun disisi lain, metode mesarasi dapat menghindari

rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).

2.2 Tinjaun Umum Daun Sirih Hijau

2.2.1 Deskripsi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)

Sirih termaksud dalam famili Piperaceae, merupakan jenis tumbuhan

merambat dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih

memiliki daun tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari

bundar telur atau bundar telur lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak

bundar berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung

ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm. daun berwarna hijau, permukaan atas

rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam; permukaan bawah agak

kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya khas, rasanya pedas.

Sendangkan batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak

kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Inayatullah, 2012).

2.2.2 Klasifikaasi Ilmiah Tanaman Daun Sirih Hijau

Kingdom : Plantea (Tumbuhan)

Devision : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Class : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

20
Species : Piper betle Linn (Inayatullah, 2012)

Gambar 2.1. Daun Sirih Hijau (Paper betle L.)

(Sumber. Inayatullah S, 2012)

2.2.3 Kandungan Kimia daun Sirih Hijau (Piper Betle L.)

Tanaman sirih mengandung minyak atsirih 4,2%, komponen utamanya

terdiri dari betle phenol dan beberapa derivetnya di antaranya eugano

allyprocatechine 26,8-42,5%, Cineol 2,4-4,8%, methyl euganul 4,2-15,8%

Caryophyllen (Siskuiterpen) 3-9,8%, hidroksi kavikol, kavikol 7,2-16,7%

kabivetol 2,7-6,2%, estragol, ilyprokatekol 9,6%, karvakol 2,2-5,6%, alkaloid,

terpinen, diastase 0,8-1,8% dan tannin 1-1,3% (Maytasari, 2010).

Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri

1-4,2%, air, protein, lemak, fosfor, vitamin A, B, C, yodium, gula dan pati. Dari

berbagai kandungan tersebut, minyak atsiri terdapat fenol alam yang mempunyai

daya antiseptik 5 kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa dalam membunuh

(Bakterisid dan Fungisid) tetapi tidak sporasi. Minyak atsiri merupakan minyak

yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak

21
atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan berbagai derivetnya. Minyak

atsirih terdirih dari hidrokai kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol,

karbakrol, terpen, seskuterpen, fenilpropan, dan tannin, kavikol merupakan

komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberih bauh khas pada

daun sirih, kavikol dan karvakol yang terdapat pada sirih hijau memiliki efek yang

saling mendukung sehingga keduanya dapat bekerja secara sinergis dalam

menghambat pertumbuhan jamur candida albicans (Gunawan, 2010).

Telah diketahui bahwa beberapa komponen yang dikandung oleh daun

sirih hijau (Piper betle L.) diantaranya bersifat fungisid (antijamur) adalah

kavikol, karvakrol yang memiliki manfaat sebagai antiseptik alami. Karena

sifatnya yang fungisid daun sirih (Piper betle L.) mampu membunuh jamur seperti

Candida albicans (Gunawan, 2010).

Daun sirih hijau yang lebih muda mengandung banyak minyak atsiri

(pemberi bau aromatik khas), diastase dan gula yang jauh lebih banyak

dibandingkan daun yang lebih tua, sedangkan kandungan tanin pada daun muda

dan daun tua adalah sama.

2.2.4 Kegunaan Daun sirih

Daun sirih hijau (Piper betle L.) sejak lama dikenal oleh nenek moyang

sebagai daun multi khasiat, daun sirih selain sebagai bahan utama menginang,

juga memiliki kemampuan stypic (menahan perdarahan), vulnerary

(meneyembuhkan luka kulit), stomachic (obat saluran pencernaan), menguatkan

gigi dan membersihkan gigi dan membersihkan tegorokan. Karvakrol dan kavikol

22
dalam minyak atsirih menimbulkan aroma yang harum. Dua bahan ini bisa

bermanfaat sebagai antiseptik alamai.

Kandungan minyak atsiri dari daun sirih hijau (Piper betle L.) memiliki

daya bunuh kuman (bakteriosid) dan jamur (fungisid) (Maytasari, 2010).

Pada pengobatan tradisional India, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik

yang menghangatkan, bersifat antiseptik, dan bahkan meningkatkan gairah

seksual. Kandungan tannin pada daun sirih dipercaya memiliki khasiat

mengurangi sekresi cairan pada vagina, melindungi fungsi hati, dan mencegah

diare. Sirih juga mengandung arecoline di seluruh bagian tanaman yang

bermanfaat untuk merangsang saraf pusat dan daya piker, meningkatkan gerakan

peristaltik, dan meredakan dengkuran, mencegah ejakulasi dini, dan bersifat

analgesik. Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk

menghilangkan bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah,

sariawan, dan menghilangkan bau badan.

2.3 Tinjaun Umum Tentang Jamur

Jamur adalah mikroorganisme yang termaksut golongan eukariotik dan

jenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki klorofil, sehingga jamur tidak

mampu membentuk makanannya sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya jamur

bergantung pada mikroorganisme lain, oleh karena itu disebut bersifat heterotrof.

Sifat ketergantungan ini jamur dapat berperan sebagai saprofit bila tidak

merugikan hospesnya dan berperan sebagai parasit bila merugikan hospesnya

(Yudistira, 2008).

23
Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut Mikosis. Mikosis yang

mengenai permukaan badan yaitu seperti kulit, rambut, dan kuku. Disebut mikosis

superpesial. Mikosis yang mengenai alat dalam disebut Mikosis profunda atau

mikosis sistemik (Umar, 2010).

Jamur sangat erat hubungnnya dengan kehidupan dan kesehatan manusia,

jamur dapat hidup dimana saja baik di udara, tanah, tubuh manusia. Bahkan ada di

makanan dan minuman, terutama dilingkungan yang cocok baginya berkembang.

Jamur dapat menganggu kesehatan melalui toksin yang dihasilkan. Laporan para

ahli baik kesehatan maupun gizi/makanan menyatakan bahwa 80-90 % dari

berbagai bentuk jamur berkaitan erat dengan makanan dan minuman sehari hari

yang dikonsumsi. Sejumlah penelitian banyak memperkuat pernyataan tersebut.

2.3.1 Klasifikasi Jamur

Jamur merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga bersifat

heterotrof. Jamur terdiri atas jamur bersel satu dan bersel banyak, struktur

tubuhnya disesuaikan dengan cara reproduksi dan cara memperoleh makanannya.

Beberapa jamur bersel banyak, benang-benang hifanya membentuk alat

reproduksi dan salah satu bentuknya adalah gametangium untuk menghasilkan

gamet jantan dan gamet betina. Alat reproduksi jamur yang lain adalah

sporangium yakni berfungsi menghasilkan spora seksual dan sporra aseksual.

Jamur dibagi menjadi 6 devinisi, yaitu :

1. Mixomycotina (jamur lender)

Mixomycotina merupakan jamur yang paling sederhana mempunyai dua

fase hidup, yaitu :

24
1) Fase vegetative (fase lender) yang dapat bergerak seperti amuba.

2) Fase tubuh buah

Reproduksi jamur ini secara vegetative dengan spora, yaitu spora kembar

yang disebut myxoflagelata. Contoh spesies physarum potycephalum.

2. Oomycotina

Tubuhnya terdiri atas benang/hifa tidak bersekat, bercabang-cabang dan

banyak mengandung inti.

Reproduksi jamur ini adalah :

1) Vegetative : yang hidup di air dengan spora ngium dan konidia.

2) Generative : bersatunya gamet jantan dan betina membentuk oospore yang

selanjutnya tumbuh menjadi individu baru.

Contoh spesies jamur ini adalah :

a) Saprolegnia Sp : hidup sapropit pada bangkal ikan, serangga darat maupun

serangga air

b) Phytophora infestans yang merupakan penyebab penyakit busuk pada

kentang.

3. Zygomycotina

Tubuh multiseluler, habitat umumnya didarat sebagai saprofit, hifa tidak

bersekat. Reproduksi jamur ini dan jenis spesiesnya adalah :

1) Vegetatif : dengan Spars

2) Genetatif : dengan konjugasi hifa (+) dengan hifa (-) yang akan

menghasilkan zigospora yang nantinya akan tumbuh menjadi individu

baru.

25
Contoh spesies Zygomycotina adalah :

a) Mucor mucedo jamur ini hidup dikontrakan ternak dan roti,

b) Rhizopus oligosporus banyak ditemukan pada jamur tempe.

4. Ascomytina

Tubuh ada yang uniseluler dan ada yang multiseluler, Ascomycotina :

multiseluler, hifanya bersekat dan berinti banyak. Hidupnya ada yang bersifat

parasit, sapropit, dan ada yang bersimbiosis dengan ganggang membentuk

lichens (lumut kerat).

Reproduksi jamur ini adalah :

1) Vegetative : pada jamur uniseluler membentuk tunas-tunas, yang

multiseluler membentuk spora dari konidi

2) Generative : membentuk askus yang menghasilkan askospora.

Contoh spesies adalah :

a) Sasharomyces : sehari-hari dikenal sebagai ragi, yang berguna untuk

membuat bir, roti, maupun alkohol dan mampu mengubah glukosa

menjadi alkohol dan CO2 dengan proses fermentase.

b) Neurospora sitophila : jamur oncom.

c) Peniciliium nojajum dan peniciilium roqueforti berguna untuk

mengharumkan keju,

d) Penicilium camemberti dan Peniciilium roqueforti berguna untuk

mengharumkan keju,

e) Aspergillus oryzae untuk membuat sake dan kecap.

f) Aspergilus vaentii untuk membuat kecap.

26
g) Aspergillus flavus menghasilkan racun aflatoksin hidup pada biji-

bijian. Glaviceps purpurea hidup sebagai parasite pada bakal buah

Gramineae.

5. Basidiumycotina

Ciri khasnya alat reproduksi generatifnya berupa basidium sebagai badan

penghasil spora. Kebanyakan anggota spesies jamur ini adalah :

1) Volvariella volvacea : jamur merang, dapat dimakan dan dibudi dayakan .

2) Auricularia polytricha : jamur kuping dapat dimakan dan sufdah

dibudidayakan

3) Xobasidium muscaria :parasite pada pohon the.

4) Amanita muscaria dan amanita phalloides : jammur beracun habitat

didaerah subtropics.

5) Ustilago maydis : jamur api, parasite pada jagung

6) Fuccinia graminis : jamur karat, parasite pada gandum.

6. Buterqmycotin

Nama lainnya fungi imperfecti (jamur tidak sempurna) dinamakan

demikian karena pada jamur ini belum diketahui dengan pasti cara pembiakan

secara generative. Contoh spesies jamur ini adalah : jamur oncom sebelum

diketahui pembiakan generatifnya dinamakan monilia sitophila tetapi serelah

diketahui pembiakan generatifnya yang berupa askus namanya diganti

menjadi eurospora sitophola dimasukkan kedalam ascomycotina. Banyak

penyakit kulit karena jamur dari golongan ini, misalnya : Epidermaphyton Sp.

Penyebab penyakit kurap.

27
2.3.2 Struktur dan Morfologi Jamur

Koloni jamur dapat di liihat secara mikroskopik, tapi pada kenyataanya

masing-masing selnya bersifat makroskopik. Jamur tersusun dari benang-benang

memanjang dan berhubungan dari ujung ke ujung, benang ini dinamakan hifa.

Banyak anggota hifanya dibatasi oleh dinding penyekat disebut septa. Septa ini

membagi hifa menjadi banyak sel dan tiap sel dilengkapi dengan inti (Nukleus)

susunan demikian disebut hifa bersepta. Tetapi dari beberapa kelas terdapat septa,

hingga tampak sebagai satu sel yang memanjang dan terdapat nucleus dalam

jumlah yang banyak, hifa semacam ini disebut hifa senositik. Apabila benang-

benang hifa ini bercabang dan mementuk anyaman disebut miselium.

Hifa pada umumnya mempunyai septa, tetapi apabila dari satu spora jamur

membentuk hifa semu sebagai contoh dari hifa semu dapat di jumpai pada sel-sel

ragi(yeast). Sehingga tampak menyerupai hinga sehingga anyaman dari semu itu

sendiri itu disebut muselium. Untuk mendeterminasi dan mengidentifikasi jenis

jamur dapat digolongkan berdasarkan 3 bentuk jamur yaitu (Samidjo, 2001), yaitu

1. Koloni

Koloni adalah kumpulan jamur sejenis yang terdapat pada ruangan yang

sama. Koloni jamur dapat digunakan untuk mempermudah dalam identifikasi

karena memiliki bentuk, sifat, dan warna yang berbeda antara masing-masing

jamur.

2. Koloni ragi (yeast colony), terdiri dari sel-sel ragi membentuk tunas dan pada

jamur-jamur tertentu ada yang membentuk askospora.

28
3. Koloni menyerupai ragi (yeast like colony), terdiri dari sel-sel ragi dan

miselium semu (Pseudomisellium). Sel-sel ragi membentuk tuna, tetapi tidak

membentuk askospora.

4. Koloni filament (filamentous colony). Terdiri atas hifa sejati yang membentuk

miselium dan juga membentuk spora.

5. Hifa

Hifa merupakan benang-benang (filament) yang terdiri dari komponen

dinding sel, cairan sel, (protoplasma) dan inti (nukleus). Pada umumnya hifa

mempunyai sekat (septa) pertumbuhannya terjadi pada ujung hifa di bagi /

dibedakan menjadi tiga macam yaitu : hifa vegetative, hifa udara dan hifa

produktif (hifa generative). Menurut bentuknya hifa, dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu hifa bersepta, hifa tidak bersepta dan hifa semu. Hifa bersepta

merupakan bentuk benang yang dibatasi oleh dinding pemisah, sehingga

terpisah-pisah menjadi banyak sel-sel. Hifa tidak bersepta merupakan hifa

yang didalamnya tidak dibatasi oleh sekat-sekat / dinding. Hifa ini tampak

sebagi sel-sel yang memanjang seperti pipa. Hifa semu merupakan hifa yang

akan menyerupai rangkain sel-sel , tetapi sel-sel tersebut sewaktu-waktu dapat

terpisah (contoh pada yeast/ragi). Menurut warnanya, hifa pada

menifestasinya ada yang berwarna dan tidak berwarna. Warna hifa sebanarnya

merupakan pigmen yang dihasilkan pada spora-spora jamur yang berumur

muda dan tua ternyata jga mempengaruhi warna koloni jamur. Jamur yang

termaksut dalam family dermatiacae hifanya berwarna hitam atau tengguli tua,

sendangkan jamur yang termaksut family Moniliacea biasnya tidak berwarna.

29
6. Spora

Spora jamur merupkan alat reproduksi. Reproduksi jamur dapat dilakukan

secara vegetative dan generative. Oleh sebab itu spora yang dihasilkan oleh

jamur dibedakan menjadi dua macam yaitu spora seksual dan spora aseksual.

Spora seksual ada empat macam, yaitu : askopora, badsidispora, zigospora,

dan oospore. Askospora dibentuk oleh dua sel yang sama bentuknya misalnya.

Pada golongan phycomycetes. Oospore dibentuk oleh dua sel yang berbeda

bentuknya misalnya pada golongan phycomycetes. Spora aseksual ada tiga

macam, yaitu talospora, konidiosora dan sporangiospora. Talospora dan

klamidospora. Konidospora dibentuk oleh konidiofora, misalnya mikrokonidia

dan makrokonidia. Sporangiospora dibentuk dalam sporangium.

2.4 Tinjaun Umum Jamur Candida albicans

2.4.1 Pengertian Candida albicans

Candida albicans adalah spesies cendawan potogen dari golongan

deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik

yang disebut kandidiasis pada kulit, mukos, dan organ dalam manusia. Beberpa

karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis

dengan diameter 3-5 𝜇m dan dapat memproduksi pseuduhifa. Spesies Candida

albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk

hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikrorganisme ini juga dapat berubah

dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang,

lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki

kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.

30
Candida albicans merupakan jamur demorfik karena kemampuanya untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

berkembang menjadi blatospora dan menghasilkan kecambah yang akan

membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor ekstrenal

yang mempengaruhinya (Hendrawati, 2010).

Vulvovaginitis oleh Candida atau kandidiasis vagina sering terjadi pada

penderita diabetes militus karena kadar gula darah dan urin yang tinggi, serta pada

wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina (Amelia, 2009).

Gambar 2.2 Candida albicans

(Sumber: Misnadiarly, 2014)

2.4.2 Klasifikasi Candida albicans

Regnum : Eucaryotae

Subdivisio : Fungi

Class : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Familiar : Cryptococcaceae

Genus : Candida

31
Spesies : Candida albicans (Febiola, 2012)

2.4.3 Morfologi

Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan

kompleks dengan tebal dinding sel 100-300 nm. Dinding sel Candida albicans

berfungsi untuk memberi bentuk pada sel, melindungi sel jamur dari

lingkungannya, berperan dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat

antigenik. Dinding sel tersebut juga merupakan target dari beberapa antimikotik

(Munawwaroh, 2016).

Infeksi yng dapat disebabkan dari Candida albicans khususnya bagi

wanita adalah mengakibatkan masalah keputihan. Keputihan yang ditimbulkan

dari jamur Candida albicans ini adalah rasa gatal yang amat sangat pada Miss V

atau yang bisa dikenal dengan vaginitis (Damayanti, 2012).

Candida albicans tampak sebagai jamur lonjong, sel-sel bertunas, gram

positif, berukuran 2-3 x 4-6 μm, memanjang menyerupai hifa (pseudohifa) dengan

permukaan halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuning-kuningan.

Gambar 2.3 Jamur Candida albicans di bawah Microskop

(Sumber: Magdalena, 2009)

32
Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat Potato Dekstrosa

Agar, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin

dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua.

Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan

dan berbau asam seperti aroma tape (Febiola, 2012).

Sel jamur Candida albicans berbentuk bulat atau bulat lonjong. Koloninya

pada medium padat sedikit menimbul dari permukaan medium, dengan

permukaan halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau

ragi. Besar koloni bergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu

sebagai benang-benang halus yang masuk kedalam medium. pada medium cair

jamur biasanya tumbuh pada dasar tabung (Ariningsih, 2009).

Gambar 2.4. Kultur pada media PDA, Candida albicans

(Sumber: Artanto, 2008)

Candida albicans dikembangkanbiakan secara invitro pada media SDA

(Sabaroud Glukosa Agar) atau PDA (Potatos Dexstrose Agar) selama 2-4 hari

pada suhu 37oC atau suhu ruang. Besar koloni jamur ini tergantung pada umur

33
biakan. Bagian tepi koloni Candida albicans berhifa semu sebagai benang-benang

halus yang masuk kedalam media, pada media cair biasanya tumbuh pada dasar

tabung (Munawwaroh, 2016).

2.4.4 Sifat Pertumbuhan

Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi

pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh

dalam perbenihan pada suhu 28oC – 37oC. Candida albicans membutuhkan

senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan

dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.

Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan

metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob (Febiola, 2012).

Jamur Candida memperbanyak diri dengan cara seksual yaitu spora yang

dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dengan membentuk tunas.

Spora Candida albicans disebut dengan Blastospora atau sel ragi Candida

albicans membentuk pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkain blastospora

yang bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk tersebut maka dikatakan bahwa

Candida albicans menyerupai ragi atau yeast (Jawetz, 2004).

2.4.5 Patogenesis

Candida albicans dapat membentuk blatospora dan hifa, baik dalam

biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat

dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan

kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan.

Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat pathogenesis tidak

34
berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blatospora

atau hifa didalam jaringan (Amelinda et al, 2012).

Candida albicans merupkan jamur oportunistik. Untuk bisa menginfeksi,

perlu faktor perdisposisi atau keadaan yang menguntungkan untuk pertumbuhan

jamur. Faktor predisposisi yang di hubungkan dengan meningkatkan insiden

kandiasis antara lain :

1. Faktor endogen terdiri dari umur, imunologik, dan perubahan fisologik, seperti

kehamilan, karena pH dalam vagina, kegemukan, karena banyak keringat

(debility), karena tidak adanya daya dari tubuh (latrogenik), karena rusaknya

sel-sel endorinopati, adanya gangguan gula darah pada kulit (diabetes),

keadaan umum yang buruk dan turunya imunitas.

2. Faktor eksogen terdiri dari iklim, panas, kelembaban menyebabkan perspirasi

meningkat, kebersihan kulit, kontak dengan penderita, kebiasaan merendam

kaki terlalu lama dalam air menyebabkan mudahnya masuk jamur,

pengobatan.

1) Candidiasis mulut sering pada pedhet juga hewan dewasa, berupa bercak

putih pada mulut atau lidah. Bila diangkat akan tampak dasar yang

kemerahan dan erisive. Parleche berupa lesi pada sudut mulut yang

berbentuk fisur, terasa perih dan nyeri bila tersentuh makan atau air.

Faktor predisposisinya adalah defisiensi riboflavin.

2) Vulvovaginanalis sering terjadi pada penderita dibetes mellitus karena

kadar gula darah dan urin yang tinggi serta pada wanita hamil karena

35
penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Gejala gatal daerah vulva, rasa

panas, nyeri sesudah miksis, keluarnya cairan kental putih.

3) Candidiasis mukokotan kronik biasanya karena kekurangan leukosit atau

system hormonal. Biasanya terdapat pada penderita dengan defisiensi sifat

genetik.

4) Candidiasis intertriginosa terjadi dilipatan ketiak, lipat paha, lipat

payudara, antara jari tangan dan kaki. Gejalanya berupa bercak

kemerahan, bersisik, basah, dan keliling lesi-lesi satelit dengan maserasi

berwarna keputihan ditengahnya. Candiasis perianal berupa maserasi

seperti infeksi dan menimbulkan pruritus.

5) Candiasis generalitas terdapat vesikel pada glabrous skin, lipat payudara,

inter gluteal, umbilikalis. Terjadi pada bayi yang ibunya menderita

vaginitis atau imunologik.

6) Menigitis gejala panas dingin, peningkatan leukosit, peningkatan jumlah

protein (Sidna, 2008)

2.4.6 Epidemologi

Candida albicans dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikrorganisme

yang menetap di dalam saluran yang berhubungan dengan lingkungan luar

(rectum, rongga mulut dan vagina). Prefalensi infeksi Candida albicans pada

manusia duhubungkan dengan kekebalan tubuh yang menurun, sehingga invasi

dapat terjadi (Amelinda et al. 2012).

36
2.4.7 Gambaran Klinis

2.4.7.1 Candidiasis Vaginalis

Candidiasis Vaginalis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang

terjadi disekitar vagina. Umumnya menyerang orang-orang yang imunya lemah.

Candidiasis dapat menyerang wanita disegala usia, terutama usia pubertas.

Keparahanya berbeda antara satu wanita dengan wanita lain dan dari waktu ke

waktu pada wanita yang sama (Widyatun, 2012).

Candidiasis Vaginalis disebabkan oleh jamur Candida albicans. Selain di

vagina dapat menyerag organ lain yaitu kulit, mukosa oral, bronkus, paru-paru,

usus dll. Candida biasanya tidak ditularkan melaui hubungan seksual (Widyatun,

2012).

Candida albicans adalah sel jamur sel tunggal, berbentuk bulat samapi

oval. Jumlah sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya di temukan pada manusia. Dari

semua spesies yang ditemukan pada manusia, Candida albicans lah yang paling

patogen. Candida albican memperbnyak diri dengan membentuk blatospora

(budding cell). Blatospora akan saling bersambung dan bertambah panjang

sehingga membentuk pseudohifa. Membentuk pseudohifa lebih verulen dan

invasive dari pada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar

sehingga lebih sulit di fagositosis oleh magrofag. Selain itu, pseudohifa

mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada suatu filamenya sehingga

jumlah elemen infeksiusnya yang ada lebih besar (Irianto, 2012).

37
2.4.7.2 Gejala kandidiasis

Gejala kandidiasis mungkin bervariasi tergantung pada daerah yang

terkena/terpapar. Infeksi pada vagina atau vulva dapat menyebabkan rasa gatal

yang parah, rasa terbakar, rasa sakit, dan iritasidan menimbulkan bercak-bercak

keputihan atau abu-abu keputihan pada kulit/dinding vagina (Irianto, 2013).

2.5 Tinjaun Umum Tentang Anti Jamur

Efek antibiotik yang diharapkan terjadi pada satu wilayah tubuh, akan

berefek negative pada wilaya lain jika pemakayanya berlebihan, contohnya di

wilaya genital/kemaluan. Bakteri flora yang normal yang terdapat pada daerah

kemaluan dan tidak berbahaya bagi tubuh akan banyak yang terbunuh oleh

antibiotik ini. Gejalanya, akan muncul kemerahan dan rasa gatal (jamuran pada

genital wanita dan genital pria) yang dapat berlangsung selama periode pemakain

antibiotik, antibiotik yang digunakan yaitu :

1. Ketokonazol

Ketokonazol yang merupakan obat anti jamur sistemik pertama yang

berspektrum luas dan termaksut turunan imidazole sintetik yang bersifat

lipofilik dan larut dalam air pada pH asam. Ketokonazol tropical yang

biasanya digunakan untuk perawatan kandidiasis vaginalis adalah pada

kosentrasi 200 mg, karena pada kosentrasi tersebut ketokonazol sudah mampu

menghambat pertumbuhan Candida albicans pada kandidiasis vaginalis secara

in vitro. Obat ini dapat menghambat demetilasi lanosterol menjadi ergosterol

yang merupakan sterol penting untuk membran jamur, penghambat ini dapat

38
mengganggu fungsi membran daan meningkatkan permeabilitas dari dinding

sel jamur (Munawwaroh, 2016).

2. Interaksi Obat Ketokonazol

Dengan menghambat sitokrom P-450, ketokanozol dapat meningkatkan

efek toksik siklosprin, fenition dan antogonis antihistamin-HI, terfenadin dan

astemizol. Pemberian azole oral dengan terfenadin, astemizol, atau cisapride

dapat meningkat kosentrasi plasmanya melalui penghambatan metabolisme

obat-obat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan distrimia jantung yang parah,

termaksut takikardi ventrikuler dan kematian (Irianto, 2014).

Pemberian azote oral dengan midazolam menyebabkan peningkatan

kosentrasi plasma dan memungkinkan serta memperpanjang efek hipnotik dan

sedatif agen-agen ini. Obat ini juga meningkatkan kadar tolbutamin dan

warfrin. Rifampsin, suatu indusersistem sitokrom P-450 dapat memperpendek

masa kerja ketokanozol dan azol lainnya. obat-obat yang menurunkan

keasaman lambung seperti penyakit H-2reseptor dan antasida juga

menurunkan absorbsi obat ini (Irianto, 2014).

3. Efek Samping Ketokonazol

Efek samping yang sering timbul dalam penggunaan ketokonazol berupa

mual dan muntah. Ketokonazol sistematik tersedia dalam sediaan tablet 200

mg. Dosis yang dianjurka pada dewasa adalah 200-400 mg perhari.

Keunggulan dari ketokonazol adalah sebagai obat berspektrum luas, tidak

resisten, efek samping minimal dan harga yang terjangkau. Oleh karena itu,

39
obat ini paling banyak digunakan dalam pengobatan antifungi (Munawwaroh,

2016).

4. Kontrak Indikasi

Ketokonazol dan amfoterisin B tidak boleh diberikan bersama (Irianto,

2014).

2.6 Pengukuran Daya Hambat Mikroba

Pada pengukuran daya hambat mikroba yang diukur adalah respon

pertumbuhan mikroorganisme terhadap zat antibakteri. Berikut beberapa contoh

cara pengujian antibakteri terhadap mikroorganisme :

2.6.1 Metode Difusi Agar (disk)

Kertas diks ( paper disc ) ditetesi dengan suatu antibiotic yang akan diuji,

selanjutnya di letakkan pada media agar yang telah diinokulasi dengan

mikroorganisme uji secara merata dipermukaan agar plate. Difusi antibiotic dari

disk ke medium agar akan menyebabkan terjadinya penghambat pertumbuhan

mikroorganisme uji disekitar paper disc pada jarak tertentu pada peper disc.

Diameter hambatan yang terbentuk tersebut merupakan sifat sensitivitas dari

mikroorganisme terhadap antibiotika yang di uji yang terdapat dalam paper disc

(Syarif, 2014).

40
2.6.2 Metode Difusi Agar (sumuran)

Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Pada

metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat

antimikroba. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode cakram

kertas, metode silinder, dan metode lubang/sumuran. Pada metode

lubang/sumuran dibuat lubang/sumuran pada agar padat yang telah diinokulasi

dengan jamur. Jumlah dan letak lubang/sumuran disesuaikan dengan tujuan

penelitian, kemudian setiap lubang/sumuran diisi dengan ekstrak yang akan diuji.

Setelah dilakukan inkubasi, dilakukan pengamatan untuk melihat ada tidaknya

zona hambat di sekeliling lubang/sumuran (Prayoga, 2013).

2.7 Faktor-Faktor Teknis Yang Mempengaruhi Ukuran Zona Hambat

Dalam Metode Difusi Agar

Kerapatan inokulasi atau kepekaan inoculum ( Inoculum Density )

1. Bila inokulasi terlalu tipis, maka zona inhibisinya akan menjadi lebih luas,

meskipun sensivitasnya dari mikroorganisme uji tidak berubah, sehingga

strain-strain yang relative resisten mungkin akan dilaporkan sebagai sensitif.

2. Sebaliknya bila inoculum terlalu pekat, maka ukuran zona berukuran dan

strain – strain yang diuji yang sensitive mungkin dilaporkan resisten.

3. Suhu Inkubasi

Secara normal, uji sensivitas diinkubasi pada suhu 35 – 37oC untuk

pertumbumbuhan optimal. Bila suhu direndahkan, maka yang dibutuhkan

41
untuk pertumbuhan efektif diperpanjang dan akan terbentuk zona yang lebih

luas.

4. Waktu inkubasi

Kebanyakan metode sensitivas menggunakan waktu atau lama

inkubasi antara 16 – 18 jam. Bila dalam keadaan darurat, beberapa laporan

menyatakan dapat menggunakan waktu inkubasi 6 jam, namun hal ini tidak di

anjarkan untuk pekerjaan rutinitas dan hasilnya harus selalu ditetapkan setelah

waktu inkubasi.

5. Pengaruh pH

Adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan

perbedaan jumlah zat uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul

zat uji. Selain itu pH berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri.

6. Komposisi media

Komposisi medium agar mempengaruhi ukuran daya hambat (karena

adanya efek terhadap kecepatan pertumbuhan mikroorganisme), kecepatan

difusi antibiotika dan aktivasi dari zat – zat pembentukan medium ( Syarif

2014 ; Rostinawati, 2009 ).

7. Kelemahan dan kelebihan metode difusi agar

Kelebihan dari metode ini adalah biyayanya yang relative hemat

sendangkan kelemahan dari metode ini yaitu cara pembuatan media dalam

metode ini lebih rumit ( Syarif, 2014).

42
2.8 Kerangka Teori

Daun sirih hijau (Piper betle L.) memiliki aroma yang khas karena

mengandung minyak atsiri. Didalam minyak atsiri terdapat kandungan kimia yang

meliputi eugenol, methyleugenol, karvakrol, karvikol, alilkatekol, kavibetol,

sienol, estragol, karoten, tiamin, ribovlafin, asam nikotinat, vitamin C, tannin,

gula, pati dan asam amino. Telah diketahui bahwa beberapa komponen yang

dikandung oleh daun sirih hijau (Piper betle L.) diantaranya bersifat fungisid

(antijamur) adalah kavikol, karvakrol yang memiliki manfaat sebagai antiseptik

alami. Karena sifatnya yang fungisid daun sirih (Piper betle L.) mampu

membunuh jamur seperti Candida albicans (Gunawan, 2010).

Candida albicans merupakan salah satu jamur penyebab masalah

kesehatan reproduksi pada wanita yaitu fluor albus. Fluor albus (keputihan) atau

keluarnya cairan berlebihan dari genitalia eksterna merupakan hal yang paling

sering dikeluhkan oleh wanita (Putri. Dkk, 2015).

Pengujian aktivitas anti jamur menggunakan metode Kirby baeur yang

dimodifikasi yaitu dengan metode kertas dikst dengan cara membuat meletakan

kertas diks di atas padat yang telah diinokulasi dengan jamur (Hermawan. A,

2007).

Pada metode kertas diks di letakan di atas media padat yang telah

diinokulasi dengan jamur. Jumlah kertas diks yang diletakan diatas disesuaikan

dengan tujuan penelitian, kemudian setiap kertas diks diisi dengan ekstrak yang

akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, dilakukan pengamatan untuk melihat ada

tidaknya zona hambat di sekeliling lubang/sumuran (Prayoga, 2013).

43
2.9 Kerangka Konsep

Ekstrak daun sirih hijau Manfaat Ekstrak dain sirih hijau


menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans
Kandungan minyak atsiri

Menghambat pertumbuhan jamur


Kosentrasi 20%, 40%, 50%
Candida albicans

Uji sensitivitas Daya hambat

Metode Difusi

Zona hambat

Keterangan :

Variabel Terikat (mempengaruhi)

Variabel Bebas (dipengaruhi)

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

44
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimental labolatoris dengan

cara kuantitatif metode difusi untuk melihat kemampuan ekstrak daun sirih hijau

(Piper betle L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gowa, Kecamatan

Bontomarannu, Kelurahan Bontomanai. Untuk ekstraksi dilaksanakan di Tekhnik

Kimia Universitas Hasanuddin. Pengujian daya hambat dilaksanakan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana dilaksanakan pada bulan Juni 2017

3.3 Populasi, dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah daun sirih hijau (Piper betle L.)

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sirih

hijau (Paper betle L.) yang di peroleh dari Kabupaten Gowa, Kecamatan

Bontomarannu, Kelurahan Bontomanai.

45
3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah secara purposive

sampling.

3.5 Kreteria Sampel

- Daun muda

- Pucuk pertama sampai tangkai ke enam

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah efektivitas ekstrak daun sirih

hijau (Piper betle L.) konsentrasi 20%, 40%, 50%.

3.6.2 Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah zona hambat pertumbuhan

jamur Candida albicans.

3.7 Definisi Oprasional

1. Ekstrak Daun Sirih adalah cairan yang di peroleh dari hasil ekstrak kemudian

di encerkan sesuai kosentrasi 20%, 40%, dan 50%

2. Pertumbuhan jamur Candida albicans didefinisikan sebagai kemapuan jamur

untuk tumbuh yang menyebabkan infeksi pada manusia dilakukan secara

invitro yang diinokulasikan pada media SDA yang telah diberikan ekstrak

daun Sirih hijau dalam berbagai macam kosentrasi yang ditandai dengan

adanya zona hambat disekeliling paper disk.

46
3. Uji sensitivitas jamur merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat

kerentanan jamur terhadap zat antijamur untuk mengetahui senyawa murni

yang memiliki aktivitas antijamur

4. Media SDA adalah media selektif untuk pertumbuhan jamur dan menghambat

pertumbuhan bakteri.

5. Metode difusi cakram yang digunakan adalah antibiotik yang mengandung

sejumlah obat tertentu yang kemudian diletakan pada permukaan medium

padat yang sebelumnya telah diinokulasi dengan jamur uji. Setelah diinkubasi

dalam jangka waktu tertentu akan tampak zona hambat disekitar cakram.

3.8 Alat dan Bahan

3.8.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu : Inkubator, almunium foil,

tabung reaksi, mikropipet, kertas diks, bunsen, korek api, ose, vortex, cawan petri,

rak tabung, autoclave, erlenmeyer, kamera, pingset dan jangka sorong, gunting,

toples, rotary rotavapor, oven, neraca analitik.

3.8.2 Bahan

Ekstrak daun sirih hijau, Kultur biakan Candida albican, aquadest steril,

Media, Sabaroad Dekstrokse Agar (SDA), masker, hendscon, tisu, almunium foil,

spidol, Mc farland 0,5%, NaCl 0,9%, kertas saring, antibiotik ketokonazol, dan

pelarut etanol 96%.

47
3.9 Prosedur Kerja

3.9.1 Tahap Persiapan

1. Proses pengambilan dan persiapan

Sampel daun sirih hijau (Piper betle L.) di ambil langsung di pohonnya

di daerah Gowa

2. Sterilisasi alat dan bahan

Alat-alat yang digunkan untuk uji aktivitas jamur seperti alat-alat gelas

yang berupa tabung reaksi ditutup dengan kapas secukupnya. Labu takar, dan

alat-alat gelas lainnya dibungkus kertas dengan rapat dimasukan kedalam oven

(pemanasan kering) dan disterilkan pada suhu 121oC selama 2 jam. Sterilisasi

ose disterilkan dengan pemanasan diatas Bunsen.

3. Sterilisasi basah

Alat dan bahan yang tidak tahan pemanasan kering seperti media,

dimasukan ke dalam autoclave (pemanasaan basah) pada suhu 134oC selama

5 menit.

4. Pembuatan Media selektif

Media SDA 65 g dilarutkan dalam 100 ml akuadest pada Erlemeyer

kemudian di panaskan di atas Water bat sampai mendidih dan diperoleh

larutan jernih ditambahkan 8 mg obat kloramfenikol. Kemudian di streilkan

dalam autoclave pada suhu 121oC selam 15 menit setelah itu di tuang ke

dalam beberapa cawan petri dan kemudian di diamkan hingga mengeras.

48
3.9.2 Tahap Pelaksanaan

1. Pembuatan control positif

Larutan kontrol positif (+) yang digunakan yaitu ketokonazol 2%. dibuat

dengan cara menimbang 2 gr ketokonazol kemudian dilarutkan dengan

aquades steril sebanyak 100 ml.

2. Pembuatan suspensi jamur

1) Disiapakan alat dan bahan

2) Dipipet larutan NaCl 0,9 % sebanyak 5 ml dan dimasukan kedalam tabung

reaksi.

3) Dengan menggunakan ose standar diambil koloni jamur uji (Candida

albicans) kemudian dicelupkan kedalam tabung reaksi yang berisi NaCl

0,9%

4) Dihomogenkan dengan menggunakan vortex dibandingkan dengan standar

Mac Farlan 0.5%

Standar Mac Farland

- H2So4 1% = 9,5 ml + BaCL . 1,175 % = 0,5 ml

- Reaksi H2So4 + BaCL HCL + Ba2So4

3. Pembuatan Ekstrak Daun Sirih Hijau

1) Daun sirih yang digunakan adalah daun sirih hijau

2) Daun sirih segar yang telah dipetik sebanyak 1 kg dibersihkan dari

kotoran, dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan.

3) Selanjutnya, daun sirih tersebut dikeringkan dengan mengunakan fresh

dryer selama ± 2 x 24 jam dengan suhu -40oC .

49
4) Daun sirih yang dikeringkan, dipotong-potong dan di haluskan dengan

blender, kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik

sebanyak 800 gr.

5) Pembuatan ekstrak ini menggunakan cara maserasi, yaitu dengan

merendam simplisia daun sirih ke dalam pelarut etanol 96% sebanyak 1

L dan diaduk satu kali setiap hari selama 3 hari.

6) Hasil ekstrak disaring dengan menggunakan corong yang telah di alasi

dengan kertas saring.

7) Hasil ekstrak di mesarasi kembali dengan pelarut yang baru.

8) Residunya di pisahkan dan filtrat yang di peroleh diuap kan dengan

rotavapor sehingga diperoleh ekstrak etanol.

9) Kemudian ekstrak diencerkan untuk di buat seri konsentrasi 20%, 40%,

50%.

4. Pembuatan konstrasi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ekstrak daun sirih hijau dipipet sebanyak :

Untuk kosentrasi 20% : dipipet ekstrak 2 ml + Akuadest 8 ml

Untuk kosentrasi 40% : dipipet ekstrak 4 ml + Akuadest 6 ml

Untuk kosentrasi 50% : dipipet ekstrak 5 ml + Akuadest 5 ml

3) Dengan volume masing-masing sebanyak 10 ml

4) Beri label pada masing-masing botol yang telah diisi ekstrak daun sirih

hijau sesuai dengan konsetrasi yang dibuat.

50
5. Pengujian efektivitas ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap jamur

Candida albicans

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Dituang media SDA cair yang telah kedalam cawan petri yang berisi

media SDA yang telah padat sebanyak 20 ml.

3) Digoreska suspense jamur Candida albicans diatas media SDA

4) Masing-masing kertas disk direndam dengan ekstrak daun sirih dengan

kosentrasi 20%, 40%, 50%, ketokonazol (kontrol positif).

5) Diletakan 4 buah kertas disk pada permukaan Media SDA yang telah

diinokulasikan jamur Candida albican.

6) Masing-masing kertas disk direndam dengan ekstrak daun sirih dengan

kosentrasi 20%, 40%, 50%, ketokonazol (kontrol positif).

7) Media SDA yang telah diberikan perlakuan tersebut dinkubasi selama 24

jam dan 48 jam pada suhu 37oC.

8) Dilakukan pengukuran diameter zona hambat dengan menggunakan

jangka sorong.

51
3.10 Analisa Data

Hasil uji labolatorium akan disajikan dalam bentuk table dan selanjutnya

dianalis secara deskriptif.

52
3.11 Alur Penelitian

Sampel

Preparasi sampel

Ekstrak kosentrasi 20%, 40%,


50%, K (+), K (-)

Medium SDA

Strain Candida albicans

Uji Sensitivitas

Hasil penelitian

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar. 3.1 : Alur Penelitian

53
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengukuraan Labolatorium dari 3 kosentrasi ini ekstrak

daun sirih hijau yang di uji pada jamur Candida albicans pada tanggal 6 – 14 Juni

2017 di Teknik Kimia Unirversitas Hasanuddin Makassar dan di Labolatorium

Mikrobiologi Universitas Hasanuddin, maka di peroleh hasil pengukuraan pada

tabel berikut :

4.1.1 Tabel 4.1 hasil pengukuran zona hambat ekstrak daun sirih hijau
(Piper betle L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans pada
inkubasi 24 jam.

Pengulangan Zona Hambat (mm) Ekstrak Daun Sirih Hijau


20% 40% 50% Kontrol (+)
1 21,6mm 21,2 mm 29,8 mm 25,4 mm
2 13 mm 26,5 mm 27,6 mm 20 mm
3 - - - -
Rata-rata 17,3 mm 23,85 mm 28,7 mm 22,7 mm
Respon hambatan Kuat Sangat kuat Sangat kuat Sangat Kuat
Keterangan Sensitiv= Intermediet= Resisten= Lemah=
>20 mm 10-20 mm 6-10 mm ≤5 mm

Ket : K+ (Kontrol positif) = Ketokonazol 2%


Zona hambat : Sangat Kuat (Sensitiv) > 20 mm, Kuat (Intermediet) 10-20 mm,
Sedang (Resisten) 6-10 mm, Lemah ≤ 5 mm.
Berdasarkan pada tabel 4.1 pada konsentrasi ekstrak daun sirih hijau

(Piper betle L.) di dapatkan rata-rata zona hambat pada konsentrasi 20% sebesar

17,3 mm, konsentrasi 40% sebesar 23,85 mm, dan pada konsentrasi 50% sebesar

28,7 mm.

54
Tabel 4.2 hasil penelitian uji daya hambat ekstrak daun sirih hijau (Piper
betle L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans pada
inkubasi 48 jam.
Perlakuan Zona Hambat (mm) Ekstrak Daun Sirih Hijau
20% 40% 50% Kontrol
(+)
1 20 mm 20 mm 30,2 mm 20 mm
2 17 mm 33 mm 20 mm 20 mm
3 20 mm 20 mm 40 mm 20 mm
Rata-rata 19 mm 24,3 mm 30,1 mm 20 mm

Zona hambatan Kuat Sangat kuat Sangat kuat Kuat


Keterangan Sensitiv= Intermediet= Resisten= Lemah=
>20 mm 10-20 mm 6-10 mm ≤5 mm

Ket : K+ (Kontrol positif) = Ketokonazol 2%


Zona hambat : Sangat Kuat (Sensitiv) > 20 mm, Kuat (Intermediet) 10-20 mm,
Sedang (Resisten) 6-10 mm, Lemah ≤ 5 mm.

Berdasarkan pada tabel 4.2 pada konsentrasi ekstrak daun sirih hijau

(Piper betle L.) di dapatkan rata-rata zona hambat pada konsentrasi 20% sebesar

19 mm, konsentrasi 40% sebesar 24,3 mm, dan pada konsentrasi 50% sebesar

30,1mm.

Perbandingan hasil diameter rata-rata zona hambat ekstrak daun sirih

hijau. Terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans pada berbagai konsentrasi

dengan inkubasi 24 jam dan 48 jam. Dapat dilihat pada gambar berikut :

55
40
Rata-rata diameter zona hambat
35

30

25
(mm)

20 1 x 24 jam
2 x 24 jam
15

10

5
20% 40% 50% Kontrol +
Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hasil Diamaeter Zona Hambat Antara


Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Hijau Dengan Zona Hambat
Pertumbuhan Jamur Candida albicans Pada Masa Inkubasi 24 jam
dan 48 jam.

Bardasarkan gambar pada grafik diatas menunjukan bahwa dari hasil

inkubasi pengujian ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan jamur Candida

albicans memperlihatkan peningkatan diameter zona hambat dari masa inkubasi

24 jam ke masa inkubasi 48 jam.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan

untuk mengambarkan keterangan langsung daya hambat ekstrak daun sirih hijau

(Piper betle L.). Sampel diambil di kabupaten Gowa, Kecamatan Bontomarannu,

Kelurahan Bontomanai. Sampel daun sirih yang diambil adalah daun muda yaitu

pucuk pertama sampai tangkai keenam. Hal ini dilakukan pada daun sirih yang

lebih muda akan lebih banyak mengandung minyak atsiri (pemberi bau aromatik

khas).

56
Sampel yang didapat kemudian dibawah ke laboratorium kimia Fakultas

Tehnik Kimia Universitas Hasanuddin untuk dilakukan proses ekstrak daun sirih

dan pembuatan kosentrasi ekstrak serta pengujian aktivitas anti jamur dilakukan

di Labolatorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin.

Dalam penelitian ini, digunakan metode mesarasi untuk ekstrak daun sirih

hijau. Ektraksi adalah suatu proses pemisahan atau penarikan zat kimia dari bahan

yang tidak larut dengan menggunakan pelarut tertentu. Mesarasi adalah salah satu

jenis metode ekstraksi yang paling sederhana yang bertujuan untuk menarik zat-

zat yang berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.

Pelarut yang digunakan dalam ekstrak ini adalah etanol 96% merupakan alkohol

murni sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna dan

merupakan alkohol yang paling sering digunakaan dalam kehidupan sehari-hari.

Etanol ini bersifat lebih selektif, kapang dan bakteri sulit tumbuh dalam etanol

20% ke atas, tidak beracun, netral absorbsinya baik, etanol dapat bercampur

dengan air (bersifat polar) pada segala perbandingan, etanol tidak menyebabkan

pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. dan

dapat menghambat kerja enzim dari mikroorganisme.

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketokonazol.

Ketokonazol merupakan obat anti jamur sistemik pertama yang berspektum luas

yang bersifat lipofilik dan larut dalam air dan bersifat fugisidal. Aktivitasnya

menghambat sintesis egosterol sebuah molekul sterol ysng di produksi oleh fungi

sebagai dinding sel mikroorganisme. Kontrol positif di gunakan dalam penelitian

57
ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamur yang digunkan apakah masih layak

untuk diuji.

Hasil ekstrak yang didapat kemudian dibuat 3 konsentrasi konsentrasi 20%

,40%, dan 50%. Pembuatan konstrasi ini didasarkan pada penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh (Putri S dan dkk, 2015). Konsentrasi yang dibuat kemudian

dilarutkan menggunakan akuades steril, tujuan menggunakan aquadest steril

karena akuades steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba

hidup, baik itu patogen dan non patogen.

Proses pembiakan jamur Candida albicans pada media SDA (Sabouraud

Dekstrose Agar) di cawan petri menggunakan teknik inokulasi, sehingga jamur

dapat tersebar secara merata pada permukaan media. Pemilihan media SDA

sebagai media pembiakan jamur karena SDA merupakan media standar WHO

yang baik untuk menguji efektivitas anti jamur dengan metode difusi cakram.

Fungsi dari media SDA adalah media selektif untuk pertumbuhan jamur dengan

menghambat pertumbuhan bakteri. Fungsi yang terkandung dari media SDA

yaitu, Mycological peptone menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang di

perlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam media SDA, glukosa dalam

konsentrasi yang tinggi dimasukan sebagai sumber energi dan agar sebagai bahan

pemadat.

Metode yang digunakan dalam menguji daya hambat ekstrak daun sirih

hijau terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans ini adalah metode difusi

cakram. Metode ini merupakan metode paling umum untuk menguji kepekaan

mikroorganisme terhadap bahan yang diuji, dan juga memiliki beberapa kelebihan

58
yang dibutuhkan antara lain, mudah dilakukan, alat dan bahan mudah diperoleh,

dan dapat menguji lebih dari satu bahan anti mikroba.

Berdsarkan hasil pengukuran, inkubasi selama 24 jam diamati terdapat

zona hambat yaitu zona dimana jamur tidak tumbuh pada sekitar disk akibat

pengaruh dari ekstrak daun sirih hijau terhadap pertumbuhan jamur Candida

albicans aktivitas anti jamur dalam menghambat diperoleh bahwa pada

konsentrasi 20% didapatkan diameter zona hambat dengan rata-rata 17,3 mm,

kuat (intermediet) konsentrasi 40% didapatkan diameter zona hambat dengan

rata-rata 23,85 mm, sangat kuat (sensitiv) konsentrasi 50% didapatkan diameter

zona hambat dengan rata-rata 28,7 mm sangat kuat (sensitiv), dan konsentrasi.

Sedangkan pada kontrol positif didapatkan diameter zona hambat dengan rata-rata

22,7 mm sangat kuat (sensitiv), dapat dikatakan adanya zona hambat, bersifat

sensitiv pada semua konstrasi dan antibiotik. Namun pada plate ke 3 cuman terjadi

sedikit pertumbuhan, karena adanya perlakuan yang berbeda untuk jamur yaitu

dengan masa inkubasi lebih lama akan lebih baik untuk pertubuhannya. Diameter

hambatan pertumbuhan jamur ini di tandai dengan adanya zona bening disekitar

kertas cakram, sedangkan warna keruh pada media menunjukan adanya

pertumbuhan jamur.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan diameter zona

hambat yang terbentuk yaitu variasi media, ukuran inokulum, waktu inkubasi,

temperatur, dan faktor lingkungan. Selain itu dipengaruhi oleh ketidaksamaan

ketebalan agar, dan hal ini dapat mempengaruhi difusi anti mikroba atau aktivitas

kerja anti mikroba.

59
Pada Inkubasi 48 jam terjadi peningkatan efektivitas daya hambat ekstrak

daun sirih hijau terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans diperoleh bahwa

pada konsentrasi 20% didapatkan diameter zona hambat dengan rata-rata 19 mm

kuat (intermediet), pada konsentrasi 40% diameter zona hambat dengan rata-rata

24,3 mm sangat kuat (sensitiv), pada konsentrasi 50% diameter zona hambat

dengan rata-rata 30,1 mm sangat kuat (sensitiv). Sendangkan pada kontrol positif

didapatkan diameter zona hambat dengan rata-rata 20 mm kuat (intermediet),

dapat dikatakan adanya zona hambat, bersifat sensitiv pada semua konsentrasi dan

pada antibiotik bersifat intermediet (kuat).

Haryadi (2012) menyatakan bahwa aktivitas antimikroba dapat

meningkat jika faktor lingkungan mendukung (suhu, kondisi fisik kimia jamur,

konsentrasi zat dan lain sebagainya). Menurut Haryadi (2012) beberapa antijamur

yang bersifat bakteriostatik dapat berubah menjadi bakterisidal jika digunakan

dengan konsentrasi tinggi dan diinkubasi lebih lama.

Pada kontrol positif ketokonazol terjadi penurunan diameter zona hambat

masa inkubasi 24 jam dan 48 jam yang diduga akibat adanya viskositas atau

kekentalan yang dapat mempengaruhi zona hambat karena semakin tinggi

viskositas maka proses difusi zat anti jamur ke dalam media semakin rendah.

Hasil penelitian ini menunjukan kontrol positif bersifat fungisidal atau dapat

membunuh jamur sehingga disebut zona radikal yaitu zona dimana disekitar diks

tidak ditemukan pertumbuhan jamur.

60
Menurut Greenwood (2005) menyatakan bahwa apabila diameter zona

hambat >20 mm maka respon hambatan pertumbuhannya sangat kuat (sensitive),

10-20 mm respon hambatan pertumbuhannya kuat (intermediet), 6-10 mm respon

hambatan pertumbuhannya sedang (resisten) dan respon hambatan pertumbuhan

dinyatakan lemah jika diameter zona hambat ≤ 5 mm. Berdasarkan referensi

tersebut ekstrak daun sirih hijau yang diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam

mempunyai respon hambatan pertumbuhan yang kuat.

Ekstrak daun sirih dapat membunuh pertumbuhan jamur karena

mengandung beberapa komponen yang berkhasiat, dua diantaranya yang bersifat

fugisid karvikol dan karvakol yang merupakan turunan dari fenol yang

mempunyai daya anti septik 5 kali lebih kuat di banding fenol biasa (Bakterisid

dan Fungisid). Kemampuan ekstrak daun sirih hijau memiliki efektivitas sebagai

anti jamur dikarenakan zat-zat aktif yang dikandung oleh tumbuhan ini.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang pernah dilakukan, ekstrak daun sirih

hijau ini mengandung senyawa aktif fenol, dan fenol ini mempunyai turunan

yaitu karvakol, kavikol, eugenol dan tanin .Seperti yang telah di jelaskan bahwa

komponen fugisid daun sirih hijau (Piper betle L.) terdapat pada karvakol dan

kavikol, yang memiliki efek yang saling mendukung sehingga senyawanya dapat

bekerja secara sinergis mengambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

Mekanisme kerja zat fenol yang terdapat dalam ekstrak daun sirih dapat

membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel jamur,

hal ini mengakibatkan protein berubah sifat, aktifitas biologisnya menjadi rusak

sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya. Dengan terdenaturasinya

61
protein sel maka semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim sehingga

mikroba atau jamur tidak dapat bertahan hidup. Dan eugonol sebagai anti mikroba

melalui peningkatan permeabilitas membran jamur.

Tanin merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antifungi.

Mekanisme antifungi yang di miliki tanin yaitu kemampuanya menghambat

sintesis khitin yang digunakan untuk membentuk dinding sel pada jamur dan

merusak membran sel sehingga pertumbuhan jamur terhambat. Tanin juga

merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding

sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel.

Berdasarkan grafik 4.1, menunjukan adanya peningkatan dimeter zona

hambat dari masa inkubasi 24 jam ke masa inkubasi 48 jam. Sifat suatu

antijamur dapat disimpulkan sebagai fungistatik ataupun fungisidal dengan

membandingkan hasil pengukuran zona hambatan pada saat masa inkubasi yaitu

24 jam dan 48 jam. Pada grafik ditunjukkan hasil daya hambat ekstrak daun

sirih hijau terhadap jamur Candida albicans mengalami peningkatan zona

hambatan yaitu zona bening yang terbentuk disekitar sumur setelah masa

inkubasi 48 jam.

Menurut Mycek et al (2001), suatu antimikroba bersifat bakteriostatik dan

fungistatik, jika suatu senyawa antimikroba mampu menghambat pertumbuhan

mikroba jika pemberian secara terus-menerus dan jika penambahan senyawa

dihentikan atau habis maka pertumbuhan mikroba akan meningkat. Sedangkan

untuk bakteriosidal dan fungisidal jika suatu senyawa antimikroba mampu

62
membunuh dan menghentikan aktivitas fisiologis dari mikroba uji meskipun

pemberian senyawa dihentikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi zona hambat diantaranya adalah

kekeruhan suspensi jamur, waktu pengeringan/pengeresapan suspensi jamur

kedalam media SDA, temperatur inkubasi, waktu inkubasi yang lebih lama

dibutuhkan untuk pertumbuhan efektif diperpanjang dan akan terbentuk zona yang

lebih luas, tebalnya media dan jarak antara disc obat.

Hasil uji daya hambat ekstrak daun sirih pada berbagai konsentrasi

menunjukkan efektif dalam membunuh pertumbuhan jamur Candida albicans.

Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh

Putri S dan dkk (2015). menunjukan bahwa berefeknya ekstrak daun sirih sebagai

antiseptik dimungkinkan karena kandungan pada ekstrak daun sirih berupa fenol

mampu menurunkan jumlah Candida albicans pada kosentrasi 20% sampai 100%.

Penelitian ini menunjukan bahwa semakin kecil kosentrasi, maka semakin sedikit

yang terdapat di dalam ekstrak, sehingga semakin rendah kemampuannya dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans. Semakin tinggi kosentrasi, maka

semakin tinggi pula kemampuan menghambat pertumbuhan jamur.

Penelitian Inayatullah S, (2012) mengenai Estrak daun sirih hijau terbukti

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Semakin besar

konsentrasi maka semakin besar pula daya hambatnya terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang

di lakukan.

63
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di dapatkan hasil ekstrak

daun sirih hijau dapat membunuh pertumbuhan jamur Candida labicans. Dimana

semakin besar konsentrasinya maka semakin besar pula zona hambat terhadap

pertumbuhan jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelezar dan Chan (1986),

bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu bahan antimikroba maka aktivitas

antimikrobanya semakin besar pula zona hambatan.

Penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak daun sirih dapat membunuh

pertumbuhan jamur Candida albicans, hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak

daun sirih bersifat fungisidal. fungisidal merupakan senyawa antimikroba yang

mampu membunuh pertumbuhan jamur (membunuh pertumbuhan).

64
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara labolatorik, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Hasil ekstrak daun sirih hijau dapat membunuh pertumbuhan jamur Candida

albicans. Kemampuan ekstrak daun sirih hijau memiliki efektivitas sebagai

anti jamur dikarenakan zat-zat aktif yang dikandung oleh tumbuhan ini yang

bersifat fungisidal.

2. Dari 3 konsentrasi yang dibuat, yang paling efektiv adalah pada konsentrasi

50% baik itu inkubasi 24 jam dan 48 jam, dengan melihat terbentuknya

diameter zona hambat yang semakin meningkat.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian

dengan meningkatkan konsentrasi diatas 50% terhadap pertumbuhan jamur

Candida albicans dan jamur penyebab patogen lainnya.

2. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagian zat aktif senyawa kimia

ekstrak daun sirih hijau yang mempunyai efek paling berpotensi dalam

menurunkan jumlah koloni Candida albicans.

65
DAFTAR PUSTAKA

Amelia Putri, 2009. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kandidiasis Vagina
Pada Akseptor Kontrasepsi Hormonal. Fakultas Kedokteran Sebelas
Maret Surakarta
Amelinda. Rahma Teta. 2012. Candida albicans. HTTP://CANDIDA ALBICANS-
BEIBIS-A-17. Htm, diakses 6 Mei 2016
Ariningsih, R. I. 2009. Isolasi Streptomyces dari Rizosfer Familia Poaceae yang
berpotensi menghasilkan Antijamur terhadap Candida albicans.
Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Artanto sidna, 2008. Candidiasis dan pathogenesis. Avilable From URL : http://
adasidna.blogspot.com/2008/03/candidiasis-patogenesis-dan.html.
Accessed : Februari 11 2013. Makassar
Damanik, Desta Dona Putri dkk., 2014. Ektrak Katekin Dari daun Gambir
(Uncaria gambir roxb) dengan metode Mesarasi. Fakultas Teknik
Kimia. Universitas Sumatera Utara
Damayanti, Yuanita. 2012. Jamur Candida albicans. http// Keputihan Jahat Jamur
Candida albicans . htm, diakses 6 Mei 2016.
Diah, 2012. Candida Vaginalis. nhttp://pengertian.Candida Vaginalis . Jurnal.
Bidan. Diah.html. diakses Mei 2016
Febiola, 2012. Uji Daya Antijamur Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza)
Dalam Pasta Sebagai Pembersih Gigi Tiruan Resin Ekrilik
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Skripsi. FKG Universitas
Jember.
Hendrawati. 2010. Candida albican. Dikutip http://mikrobia.files.wordpress.com.
(10 November 2010).
Hermawan, A., Hana, E., dan Tyasningsi, W. 2007. Pengaruh Estrak Daun Sirih
(Piper betle L.) Terhadap Pembuhanrtu Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga.
Irianto. K, 2013. Mikrobiologi Medis (Medical Microbiology). Yrama Widya
Bandung. ALFABETA, cv Bandung
Inayatullah S, 2012. Ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Program Studi
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. Jakarta

66
Irianto, K. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis.
ALFABETA, cv Bandung.
Istiqoma, 2013. Perbandinga Metode ekstraksi Mesarasi dan sokletasi Terhadap
Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piper rerofracti Fructus). Program
Studi Faramsi. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta :
Jakarta
Munawwaroh R, 2016. Uji Aktivitas Antijamur Jamu Madura “Empot Super”
Terhadap Jamur Candida albicans. Skripsi. Fakultas Sain dan
Teknologi Universitas Islam Negri (UIN) : Malang
Magdalena, Dr. 2009 Candida Albicans Departemen Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Usu
Maytasari M.Galu, 2010. Perbedaan Efek Antifungi Minyak Atsiri Daun Siri
Hijau, Minyak Atsiri Daun Siri Merah dan Resik-V Sabun Siri
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Secara Invitro. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senywa, Dan Identifikasi Senywa Aktif.
Program Studi Farmasi Fakultyas Ilmu Kedokteran UIN Alauddin
Makassar : Makassar
Prayoga, Eko. 2013. Perbandingan Efek Ekstrak Daun Siri Hijau (Piper betle L)
Dengan metode Difusi Disk dan Sumuran Terhadap Pertumbuhan
Bkteri Staphylococcus aureus. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negri Syarif Hidyatullah Jakarta :
Jakarta
Putri. Dkk, 2015. Perbandingan Daya Hambat Larutan Antiseptic Povidone
Iodine Dengan Ekstrak Daun Sirih Terhadap Candida Albicans
Secara In Vitro. Jurnal kesehatan andalas 4 (3)
Rostinawati, Tina. 2009. Aktivitas antibakteri Ekstrak Etanol Buga Rosela
(Hibicus sabdariffa L.) Terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi
dan Stapylococcus Aureus dengan metode Difusi Agar. Fakultas
Farmasi. Universitas Padjadjaran Jatinangor : Jatinangor
Syarif, Andi Muh. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Manggis
(Gracinia Mangostana L) Terhadap Shigella sp. Jurusan Analis
Kesehatan. Stikes Mega Rezky Makassar : Makassar
Umar, B. (2012). Penuntun Praktikum Mikologi.
Utami dkk, 2015. Pengaruh Jenis Sirih Dan Variasi Konsentrasi Ekstrak Terhadap
Pertumbuhan Jamur Candida Albicans. Dosen Jurusan Tadris IPA
Biologi FITK IAIN Mataram

67
Widyatun, Diah, 2012. Pengertian Candida albicans. http://jurnal.pengertian.
Candidiasis Vaginalis_Jurnal Bidan Diah.htm, diakses 6 Mei 2016.
Yudistira. 2008. Penuntun dan Laporan Praktikum Mikologi.
Zuraidah, 2015. Pengujian Ekstrak Daun Sirih (Piper sp) yang di gunakan oleh
para Wanita di Gapong Dayah Bubue, Pidie dalam Mengatasi
Kandidiasis Akibat Cendawan Candida albicans. Dosen FTK
Program Studi Pendidikan UIN Ar-Raniry, Ba

68
L

N
69
Lampiran 1

a) Pembuatan Media SDA (Sabaroud Dextrokse Agara)

Komposisi Media SDA :

a. Mycological pepton 10 gr

b. Glukosa 40 gr

c. Agar 15 gr

Pembuatan Media SDA :

1. Disterilkan cawan petri serta erlenmeyer pada autoklave pada suhu 121oC

selama 15 menit.

2. Ditimbang media sesuai dengan volume yang di butuhkan dengan rumus

perhitungan :

𝑔𝑟 ×𝑣𝑜𝑙
Gr = 1000 𝑚𝑙

Dimana :

a. Gram adalah jumlah gram yang akan ditimbang

b. gr adalah jumlah gram yang tertera pada botol media SDA dalam 1000

ml akuadest

c. Vol adalah volume media yang akan dibuat.

𝑔𝑟 ×𝑣𝑜𝑙
Gr = 1000 𝑚𝑙

65 ×100
= 1000 𝑚𝑙

= 6,5 gram

3. Stelah ditimbang kemudian dilarutkan 6,5 gram media dalam 100 ml

akuadest menggunakan Water bat.

70
4. Disterilkan media dengan menggunakan autoklave pada suhu 121oC

selama 15 menit.

5. Ditambahkan obat kloramfenikol sebanyak 8 gram/petridiks

6. Dituang media pada plate steril, dimana masing-masing plate berisi ±20 ml

medi SDA.

7. Dibiarkan hingga padat dimasukan kedalam lemari pendingin dengan

posisi terbalik.

b) Pembuatan Larutan Standar Mac Farland 0,5%

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dipipet larutan BaCl2 1,175% sebanyak 0,5 ml kedalam tabung reaksi.

3. Ditambahkan larutan H2SO4 1% sebanyak 9,5 ml kemudian

dihomogenkan.

c) Pembuatan konsentrasi ekstrak daun sirih hijau

a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.

b. Ekstrk daun sirih hijau dipipet sebanyak :

M1 . V1 = M2 . V2

100 = 20 × 10

= 2 ml

Untuk konsentrasi 20% :dipipet ekstrak 2 ml + Akuadest 8 ml

Untuk konsentrasi 40% :dipipet ekstrak 4 ml + Akuadest 6 ml

Untuk konsentrasi 50% :dipipet ekstrak 2 ml + Akuadest 5 ml

c. dengan volume masing-masing sebanyak 10 ml

71
d. Diberi label pada masing-masing botol yang telah diisi ekstrak daun sirih

hijau sesuai dengan konsentrasi yang dibuat.

72
Lampiran 2

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Pengambilan sampel Gambar 2 Alat pengering daun

Gambar 3 Daun sirih hijau Gambar 4 Daun sirih dihaluskan

Gambar 5 Direndam dengan Etanol Gambar 6 Pengekstrakn daun sirih

73
Lampiran 3

Gambar 7 Hasil Ekstrak Daun Sirih Gambar 8 Pembuatan Konsentrasi

Gambar 9 konsentrasi 20%, 40% & 50%Gambar 10 Pengenceran jamur

Gambar 11 Pemberian Antibiotik Gambar 12 Kontrol Positif

74
Lampiran 4

Gambar 13 Pemberian Antibiotik Gambar 14 Pemberian kontrol positif

Gambar 15 Masa Inkubasi 24 jam Gambar 16 Pengukuran pada 24 jam

Gambar 17 Setelah inkubasi 48 jam Gambar 18 Pengukuran pada 48 jam

75

Anda mungkin juga menyukai