1. Pendahuluan
Data di beberapa Negara bahkan di seluruh dunia VAP merupakan masalah yang
sangat serius untuk di tangani, laporan yang di keluarkan oleh National Healthcare
Safety Network (NHSN) angka kejadian VAP berkisar 25 – 75 ‰.
2. Patogenesis
Kuman gram negatif dan Staphylococcus aureus merupakan koloni yang sering
ditemukan disaluran pernafasan atas saat perawatan lebih dari 5 hari. VAP dapat
pula terjadi akibat makro aspirasi lambung. Bronkoskopi seratoptik, penghisapan
lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mengkontaminasi kuman
patogen kedalam saluran pernafasan bawah.
3. Definisi VAP
Infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakian ventilasi mekanik baik pipa
endotracheal maupun tracheostomi. Ada tiga tanda – tanda infeksi dari klinis pasien
mengalami demam, tachycardia, batuk, perubahan warna sputum, secara
laboratorium peningkatan jumlah leukosit dalam darah dan dalam foto thorax di
dapatkan gambaran infiltrat baru atau persisten. VAP di bagi menjadi dua onset
yaitu onset dini terjadi setelah dua hari sedangkan onset lambat terjadi setelah lima
hari pemasangan ventilasi mekanik.
4. Diagnosis VAP
Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan tiga komponen tanda infeksi sistemik yaitu
demam, takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun
perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru.
<4000 dan>11000 1
Sekret trakea Sedikit 0
Sedang 1
Banyak 2
Purulen +1
Infiltrat terlokalisir 2
Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi
dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi
dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan secara
berkala. Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia
sebelumnya, terutama pneumonia terkait komunitas (Community Acquired
Pneumonia).
Bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka
diagnosis VAP di singkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan
setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS ≥ 6, maka diagnosis
VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS < 6 maka diagnosis VAP disingkirkan.
b. Late onset / kejadian lanjut dengan waktu pemasangan ETT atau ventilator
dengan waktu lebih dari72 atau 96 jam biasanya kuman yang di temukan
adalah:
Pseudomonas aeruginosa
Acinetobacter
Staphylococcus aureus (methicillin resistant) yang sudah resisten terhadap
methicilin dan biasanya kuman2 tersebut sudah banyak yang resisten
terhadap antibiotika
6. Pencegahan VAP
Pencegahan VAP dengan menggunakan sekumpulan aturan atau bundle yang di
keluarkanoleh IHI dan CDC adalah
a. Kebersihan tangan harus dilakukan setiap petugas akan melakukan kegiatan
terhadap pasien yaitu dengan menggunakan lima momen kebersihan tangan
b. Posisi tempat tidur antara 30 sd 45 ° bila tidak ada kontra indikasi misalnya
trauma kepala ataupun cedera tulang belakang
c. Kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2 sd 4 jam dengan menggunakan
bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok gigi setiap 12
jam untuk mencegah timbulnya flaquepada gigi karena flaque merupakan
media tumbuh kembang bakteri pathogen yang pada akhirnya akan masuk ke
dalam paru pasien
d. Manajemen sekresi oroparingeal dan tracheal yaitu
Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan teknik aseptik bila
harus melakukan tindakan tersebut
Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan alat pelindung diri (APD)
Gunakan kateter suction sekali pakai
Tidak sering membuka selang /tubing ventilator
Perhatikan kelembaban pada humidifire ventilator
Tubing ventilator di ganti bila kotor
e. Pengkajian setiap hari ‘sedasi dan extubasi”
Kaji setiap shiff penggunaan obat2an sedasi dan dosis obat tersebut
Kaji secara rutin respon pasien dengan sedasi tersebut dan bangunkan
pasien setiap hari untuk menilai respon pasien untuk dilakukan penyapihan
modus pemberian ventilasi
f. Peptic ulcer disease Prophylaxis di berikan pada pasien – pasien dengan risiko
tinggi
g. Deep Vein Trombosis ( DVT) Prophylaxis
h. Pendidikan dan pelatihan petugas
1. Pendahuluan
Diperkirakan 41.000 infeksi aliran darah primer atau Central line Associated Blood
Stream Infection ( CLABSI ) terjadi di rumah sakit di AS setiap tahun. Infeksi ini
biasanya infeksi serius yang menyebabkan perpanjangan lama hari rawat di rumah
sakit, meningkatkan biaya rumah sakit dan menyebabkan risiko-kematian. Kateter
vena sentral: adalah alat intravaskuler kateter yang dipasang pada pembuluh darah
besar dan bermuara dekat dengan jantung yang digunakan untuk pemberian
cairan/darah, penarikan darah atau pemantauan hemodinamik dan pemberian
therapy.
Central Line terdiri dari :
a. Aorta
b. Arteri paru
c. Superior vena cava
d. Inferior vena cava
e. Vena brakiosefalika
f. Vena jugularis internal
g. Vena subklavia
h. Vena iliaka eksternal
i. Vena iliaka umum
j. Vena femoralis
k. pada Neonatus: arteri / vena umbilikus
Kateter Vena sentral memiliki beberapa jenis: single, double dan triple lumen
tergantung kebutuhan dalam penggunaan kepada pasien terhadap produk yang
akan digunakan. Jenis kegunaan kateter terbagi menjadi 2 tipe yaitu :
a. Kateter jangka pendek ( Short-term- catheter) adalah kateter yang langsung
dimasukan kedalam pembuluh darah besar dan digunakan untuk jangka waktu
tidak lebih dari 2 – 3 minggu pada pasien dengan perawatan medis akut
b. Kateter jangka panjang (Long-term-catheter) adalah kateter yang dipasang
dalam pembuluh pada dinding anterior dada seperti Broviac kateter yang
digunakan berjangka waktu panjang misalnya untuk pemberian obat tertentu,
haemodialisa dll
Infeksi Aliran Darah primer dibagi menjadi dua kategori utama yaitu :
a. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) adalah Infeksi yang terjadi didalam darah
tanpa adanya fokus infeksi pada lokasi anatomis lain pada waktu kultur darah
dinyatakan positif. Episode infeksi aliran darah, sekunder terhadap kanul IV
atau arteri, adalah khas dalam klasifikasi infeksi aliran darah primer (definisi
CDC).
b. Infeksi Aliran Darah Sekunder adalah Infeksi Aliran Darah Sekunder terjadi
setelah ditemukannya infeksi dengan mikroorganisme yang sama pada lokasi
organ tubuh yang lainnya.
c. Infeksi aliran darah primer atau Central Line Associated Blood Stream Infection
(CLABSI) dibagi menjadi beberapa Kriteria lagi antara lain:
1) LCBI Kriteria 1
Pasien memiliki hasil biakan darah posisif satu atau lebih kuman
phatogen
Organisme biakan darah tidak berhubungan dengan infeksi di organ
tubuh yang lain
2) LCBI Kriteria 2
Pasien memiliki satu tanda klinis : Demam (>38.C) menggigil atau
hipotensi
tanda dan gejala serta hasil kultur tidak berhubungan dengan infeksi
pada organ yang lain
jika biakan akibat kontaminasi bakteri kulit tubuh maka perlu
dilakukan 2 kali biakan dengan waktu yang berbeda (untuk
membedakan kolonisasi atau bukan )
3) LCBI Kriteria 3
Pasien usia <1 tahun memiliki salah satu tanda atau gejala : demam >
38 .C, Hipotermia(< 36.C), apnea, bradikardia dan
tanda dan gejala serta hasil laboratorium positif tidak berhubungan
dengan infeksi pada organ tubuh yanglain dan
jika biakan akibat Kontaminasi bakteri kulit tubuh maka perlu
dilakukan 2 kali biakan dengan waktu yang berbeda (untuk
membedakan kolonisasi atau bukan )
Blood Stream Infecion atau Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi yang terjadi
pada pasien yang menggunakan Alat sental intra vaskuler (CVC Line) dalam kurun
waktu 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil
kultur positif bakteri phatogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada organ
tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder
5. Pathogenesis IADP/CLABSI
Biofilms
Aggregasi yang kompleks dari pertumbuhan mikrorganisme didalam jaringan
padat (kateter)
terbentuk pada permukaan kateter
Faktor risiko terjadinya infeksi
Gambar .1
a. Kebersihan tangan
Lakukan prosedur kebersihan, baik dengan mencuci tangan dengan sabun dan
air atau menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol. Kebersihan tangan
harus dilakukan antara lain :
sebelum dan setelah meraba area insersi kateter.
sebelum dan setelah melakukan persiapan pemasangan IV
sebelum dan setelah melakukan palpasi area insersi
sebelum dan setelah memasukan, mengganti, mengakses, memperbaiki
atau dressing kateter
ketika tangan diduga terkontaminasi atau kotor
sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan invasif
antara pasien
sebelum menggunakan dan setelah melepas sarung tangan
1. Pendahuluan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada area saluran kemih
dan merupakan 40 % kejadian infeksi yang paling sering terjadi dalam laporan
kejadian infeksi. ISK terbanyak merupakan akibat komplikasi dari pemasangan
urine kateter. Indikasi penggunaan kateter urine tergantung pada diagnosis klinis,
dan sebaiknya sesegera mungkin dilepaskan jika sudah bukan indikasi lagi. ISK
diidentifikasi sebagai infeksi phatogen yang resisten terhadap antibiotik tertentu.
Pengaruh infeksi tergantung pada interaksi yang terjadi antara bakteri yang
mengkontaminasi saluran kemih dan mekanisme pertahanan tubuh dari host nya
sendiri. infeksi yang terjadi paling sering antara lain:
Cystitis adalah infeksi yang terjadi pada kandung kemih (Infection of bladder),
gejalanya bersifat lokal dan merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah
Pyelonephritis adalah infeksi pada bagian ginjal atau infeksi salurah kemih
bagian atas. gejalanya cenderung bersifat sistemik, seperti demam menggigil
dan denyut jantung yang cepat
2. Patofisiologi
Saluran kemih merupakan area steril, namun karena adanya flora usus bagian
bawah yang dapat meimbulkan kolonisasi dari bakteri maka akan mempengaruhi
resiko terjadinya infeksi. Saat terjadi kontak pada area saluran kemih maka bakteri
dapat mengkontaminasi kandung kemih melalui uretra, namun pada kondisi
tertentu bakteri tersebut dapat dihancurkan melalui mekanisme pertahanan tubuh
dari kandung kemih. Namun ketika benda asing seperti urine kateter dipasang
maka akan mempengaruhi mekanisme pertahan tubuh sehingga tidak mampu lagi
melawan bakteri yang masuk ke dalam area saluran kemih dan akan menimbulkan
dampak infeksi. Infeksi akan terjadi akibat flora dari pasien sendiri (endogenous)
atau dari tangan petugas kesehatan saat melakukan pemasangan urine kateter
yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Laki-laki memiliki urethra lebih panjang dari pada perempuan sehingga perempuan
lebih berisiko terjadi cystitis. Isolasi phtahogen yang paling sering adalah
Escherichia coli (80 %) atau coagulase negative sthaphylococci, namun bakteri lain
klebsiella spp dan Proteus spp berisiko penyebab infeksi. Sebagian besar bakteri
ini menghasilkan biofilm dan sulit dijangkau oleh mekanisme pertahan tubuh atau
agen antimikroba. Pada kondisi infeksi aliran darah maka mikroba dapat memasuki
ginjal melalui sistim pembuluh darah. Abses ginjal yang berhubungan dengan
tuberkulosis, obstruksi akibat adanya batu ginjal, tumor atau kerusakan pada
saluran kemih dapat juga menyebabkan risko infeksi
1. Pendahuluan
Pengendalian Infeksi Daerah Operasi ( IDO ) atau Surgical Site Infeksi (SSI)
adalah suatu cara yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kejadian
infeksi setelah tindakan operasi misalnya: operasi mata.
Klasifikasi infeksi luka operasi Insisional :
Superfisial
Deep
Organ/ rongga
Resiko infeksi luka operasi = Jumlah bakteri yang masuk X Virulensi
Resistensi pasien
Paling banyak infeksi luka operasi bersumber dari pathogen flora endogenous kulit
pasien, membrane mukosa. Bila membrane mukosa atau kulit di insisi, jaringan
terekxpose resiko dengan flora endogenous.
Sumber exogenous dari infeksi luka operasi adalah:
- Tim bedah
- Lingkungan ruang operasi
- Peralatan, instrumen dan alat kesehatan
- Kolonisasi mikroorganisme
- Daya tahan tubuh lemah
- Lama rawat inap pra bedah
Pra Bedah
a. Persiapan pasien sebelum pembedahan
i. Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih dahulu infeksi
nya sebelum hari pembedahan elektif, dan jika perlu tunda hari
pembedahan sampai infeksi tersebut sembuh. (Kategori I)
ii. Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar
daerah bedah dan atau akan mengganggu jalanya pembedahan
(Kategori I)
iii. Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat
sebelum pembedahan dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik (Bila
tidakada pencukur listrik gunakan silet baru) (Kategoroi I)
iv. Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula
darah yang terlalu rendah sebelum pembedahan. (Kategori II)
v. Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari
pembedahan elektif. (Kategori II)
vi. Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari sebelum hari
pembedahan (Kategori II)
vii. Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk
menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit dengan
anti septik (Kategori II)
viii. Gunakan zat anti septic kulit yang sesuai untuk persiapan kulit (Kategori
II)
ix. Oleskan zat antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari
bagian tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah
cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan membuat insisi baru
atau memasang drain bila diperlukan.(Kategori III)
x. Masa rawat inap sebelum pembedahan diusahakan sesingkat mungkin
dan cukup waktu untuk persiapan bedah yang memadai (Katergori III)
xi. Tidak ada rekomendasi mengenai penghentian atau pengurangan steroid
sistemik sebelum pembedahan
xii. Tidak ada rekomendasi mengenai makanan tambahan yang berhubungan
dengan pencegahan infeksi untuk pra bedah
xiii. Tidak ada rekomendasi untuk memberikan mupirocin melalui lubang
hidung untuk mencegah ILO
xiv. Tidak ada rekomendasi untuk mengusaahakan oksigenisasi pada luka
untuk mencegah ILO.
Catatan:
1. Beberapa dokter membiarkan luka insisi bedah yang bersih terbuka tanpa kasa ,
ternyata dari sudut penyembuhan hasilnya baik
2. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi bedah yang bersih dapat
pulih dengan baik walaupun tanpa kasa.
3. Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya tingkat kemungkinan
terjadinya infeksi bila luka dibiarkan terbuka tanpa kasa.
4. Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka bedah dengan kasa steril
sesuai prosedur pembedahan, dengan tujuan :
- menutupi luka terhadap kontaminasi mikroorganisme dari tangan
- Menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat kering
- Memberikan tekanan pada luka supaya dapat menahan perdarahan
perdarahan superficial
- Melindungi ujung luka dari trauma lainnya.
Sulit diprediksi penyakit menular apa yang akan muncul, sehingga penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi akan selalu tergantung dengan pola transmisi
dari penyakit yang muncul tersebut. Seperti kasus Ebola saat ini sedang mewabah di
Afrika Barat, maka penerapan PPI pada kasus ini adalah kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi penyakit berdasarkan kontak melalui pencegahan
dengan menggunakan APD untuk melindungi petugas atau orang lain yang kontak
dengan pasien Ebola. Untuk itu APD digunakan sesuai standar yang sudah ada.
Adapun beberapa rekomendasi WHO untuk penyakit Ebola)
1. Penerapan kewaspadaan standar pada semua pasien terlepas dari gejala dan
tanda yang ada;
2. Isolasi pasien suspek atau konfirmasi Ebola dalam ruangan tersendiri (single bed)
atau jika tidak memungkinkan bisa di kohort dengan pasien diagnosis yang
sama. Tidak boleh mencampurkan pasien suspek dan konfirmasi didalam satu
kamar/ruangan. Pastikan aksesnya aman dan terbatas hanya untuk yang
berkepentingan serta tersedianya alat-alat yang memadai khusus untuk pasien
yang dirawat tersebut;
3. Perlu penunjukkan petugas khusus (terlatih) untuk penanganan kasus Ebola
dengan tugas-tugas yang sudah dirincikan dengan baik;
4. Pastikan semua petugas atau pengunjung memakai APD yang lengkap saat
memasuki ruangan dan melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) secara
teratur sesuai ‘five moments’ dari WHO. Adapun APD yang digunakan adalah
minimal: sarung tangan, gaun, boot atau sepatu tertutup dilapis dengan shoe
cover, masker, dan penutup mata (google atau face shield) untuk melindungi dari
cipratan. Selalu lakukan ‘risk assessment’ untuk menentukan APD yang akan
digunakan. (Tambahan: Beberapa rekan ahli menyarankan face shield karena lebih
dapat memberikan perlindungan dari percikan terhadap wajah dibandingkan
dengan kacamata pelindung (google) yang hanya menutup bagian mata dan
terkadang berembun sehingga kesulitan untuk melihat);
5. Pastikan suntikan dan prosedur phlebotomy dilakukan dengan aman serta
management limbah tajam. Limbah tajam ditempatkan pada kontainer khusus yang
tahan tusukan;
6. Pastikan dilakukan pembersihan lingkungan yang potensial tercemar dengan baik,
lakukan dekontaminasi pada permukaan alat yang dipakai, penanganan linen kotor
serta sampah/limbah yang ada. Dalam proses ini, pastikan petugas yang
melakukan kegiatan tersebut juga terlindungi dan menggunakan APD yang sesuai
dan melakukan hand hygiene secara teratur;
7. Pastikan pengelolaan sampel di laboratorium dilakukan dengan aman;
8. Pastikan pengelolaan mayat dilakukan dengan prinsip pengendalian infeksi yang
ketat sampai dengan pemakaman
Lakukan evaluasi segera atau perawatan dan jika diperlukan dilakukan isolasi pada petugas
kesehatan atau seseorang yang terpajan dengan darah atau cairan tubuh dari pasien
suspek atau konfirmasi Ebola.