Oleh:
dr.
Pembimbing:
dr.
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa penelitian ini
adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah
i
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi atau lembaga
pendidikan lainya, serta tidak terdapat unsur – unsur yang tergolong plagiarism
diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya
Dr
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tesis yang
ii
berjudul “Prevalensi Kasus Meningoencephalocele Di RSUP Dr. Kariadi Pada
Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Spesialis Bedah dalam Program Studi Dokter Spesialis Bedah di
Pada kesempatan yang baik ini, ingin kami menyampaikan ucapan terimakasih
1. Dr. dr. Dwi Pudjonarko, M.Kes, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
2. dr. Agung Aji Prasetyo, M.Si.Med, Sp.BA selaku Ketua Program Studi
3. dr. x guru sekaligus pembimbing dalam peneulisan ini, atas segala waktu,
tenaga dan bimbingan yang diberikan sehingga karya ilmiah paripurna ini
dapat selesai.
Universitas Diponegoro serta staf yang telah membantu kami selama dalam
iii
5. Pimpinan dan staf Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)
6. Orang tua kami Bapak x dan Ibu x serta kakak kami x dan x SE, atas
7. Yang tercinta istri x, anak kami; x atas kesabaran, dukungan moral dan
paripurna ini.
Kami menyadari bahwa karya ilmiah paripurna ini masih jauh dari sempurna.
Akhir kata, kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang kami
Dr x
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR SAMPUL i
PERNYATAAN KEASLIAN iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Orisinalitas Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Sistem saraf pusat 4
2.2 Disrafia Kranial 15
2.3 Meningocele 17
2.4 Etiologi 19
2.5 Klasifikasi 20
2.6 Gejala Klinis 22
2.7 Patofisiologi 24
2.8 Diagnosis 25
2.9 Komplikasi 27
2.10 Tatalaksana………………………………………………………………….....27
BAB III Kerangka Konsep 30
BAB IV Metode Penelitian 31
3.1 Tahapan 32
3.2 Tempat 32
3.3 Sample 33
3.4 Variabel 34
v
BAB V Hasil Penelitian 35
5.1 Analisis Subjek 35
5.2 Demografi 36
BAB VI Pembahasan 41
BAB VII Kesimpulan dan Saran 23
3.4.5 Besar Sampel 23
3.5 Variabel Penelitian 24
3.5.1 Variabel Bebas 24
3.5.2 Variabel Terikat 24
3.5.3 Variabel Perancu.............................................................................................24
3.6 Definisi Operasional 25
3.7 Cara Pengumpulan Data 25
3.7.1 Alat dan Bahan25
3.7.2 Jenis Data 26
3.7.3 Cara Kerja 26
3.7.3.1 Mengurus Ethical Clearance 26
3.7.3.2 Pengambilan Data Rekam Medis Pasien Bedah Epilepsi 26
3.7.3.3 Pengelompokan Jenis Epilepsi Pasien 26
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Embriologi Tuba Neuralis............................................... 14
Gambar 2 Meningoensefalocele oksipital........................................ 18
Gambar 3 Meningoensefalocele
oksipital ......................................................................... 18
Gambar 4 Diagram lingkaran demografi jenis
kelamin .......................................................................... 35
Gambar 5 Diagram lingkaran usia................................................... 36
Gambar 6 Diagram lingkaran jenis kelamin....... ............................ 36
Gambar 7 Diagram luaran................................................................ 37
Gambar 8 Diagram Tindakan........................................................... 37
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Defek Perkembangan...................................................... 7
Tabel 2 Prevalensi Kelainan Kongenital di India pada Bayi
yang Lahir.................................................................... 13
Tabel 3 Demografi Pasien......................................................... 52
Tabel 4 Hasil Tindakan................................................................ 53
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Insiden cacat lahir ini banyak ditemukan dikawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
meningoensefalokel adalah penyakit akibat kerusakan tabung saraf yang ditandai dengan
penonjolan dari kantong selaput otak berikut jaringan melalui celah atau lubang abnormal
dari tulang tengkorak. Kerusakan tabung saraf itu terjadi pada masa embrio.3
Insiden meningoencephalocele 1-3 per 10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari
seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80%-
ensefalokel, spina bifida) secara konsisten lebih besar pada ibu-ibu dari tingkat sosial
ekonomi rendah daripada mereka yang dari tingkat sosial ekonomi tinggi. Hal ini
berhubungan dengan diet yang dijalani bahwa pada ibu-ibu dari tingkat sosial ekonomi
yang tinggi memiliki diet yang lebih baik dibanding dengan biu-ibu dari tingkat sosial
ekonomi yang rendah. Penelitian Laurence dkk. menunjukkan bahwa wanita yang
mendapat diet adekuat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk neural tube defect
pada anaknya. Namun yang lebih penting adalah edukasi mengenai nutrisi pada ibu-ibu
hamil.1
benjolan diwajah depan tepatnya di daerah hidung dan mata yang timbul sejak lahir.
Benjolan terletak digaris tengah wajah atau kadang disisi kanan–kiri mata. Lokasi
benjolan, terbanyak di daerah wajah depan yang dikenal sebagai daerah ‘fronto
ethmoidal’. Lokasi lain ensefalokel terdapat didaerah atap (vertex), dasar (basis) dan
Umum
Khusus
1.3 Manfaat
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan
10
sistem saraf adalah sel saraf atau neuron Sistem persarafan dibagi 2, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat meliputi otak dan
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak
10
dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges ,
yaitu:
mekanik.
3) Durameter, terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak
Kedua hemisfer otak terletak di atas struktur otak lainnya. Di bawah otak
terletak batang otak, yang terdiri dari mesenchepalon, pons dan medulla
oblongata. Di bawah otak dan di belakang batang otak, terdapat serebellum atau
otak kecil. Korteks serebri tersusun simetris dengan belahan otak kiri dan kanan.
11
frontal, lobus parietal, lobus temporal dan lobus oksipital.
Korteks serebri pada dasarnya adalah lembaran jaringan saraf, dilipat dengan
cara yang memungkinkan area permukaan besar agar sesuai dalam batas-batas
tengkorak. Setiap belahan otak memiliki luas permukaan sekitar 1,3 meter
12
persegi. Sumsum tulang belakang merupakan lanjutan ke bawah dari
otak. Sumsum tulang belakang ini terletak memanjang dari ruas tulang leher
ditransmisikan dengan bantuan interneuron. Selain itu juga berperan sebagai pusat
10
juga mengandung saraf sensorik.
desenden. Badan kelabu yang terisi badan sel berperan dalam integrasi stimulus
yang masuk ke sumsum tulang belakang. Respon dapat terjadi secara transmisi
asenden. Semua kegiatan motorik disalurkan melalui sumsum tulang belakang dan
10
akson perifer.
1) Proses Induktif Primer (Tahap Pertama) pada minggu ke-2 sampai ke-6.
malformasi pada embriologi sistem saraf pusat mungkin terjadi pada setiap tahap,
Arnold-Chiari
4 3 gelembung sefalik Prosensefali, metensefali,
telensefalon, diensefalon
Perkembangan
Ventrikulosisternal
Arnold-Chiari
Proliferasi Sel
abu-abu)
Hidranensefali skhizensefali
porensefali heterotopia
substansia grisea
20 Sulkus primer Lissensefali, mikrogiria,
makrogiria
sistem organ pada kehidupan awal fetus. Istilah kelainan kongenital seharusnya
mengikat pada defek struktural saat bayi dilahirkan. Kelainan kongenital dapat
14
faktor- faktor ekstrinsik).
Kelainan struktural yang berasal dari gangguan pada fase prenatal dapat
ini seringkali tidak akan terdiagnosis secara ultrasonografi (USG) pada awal-awal
kehamilan.
2) Deformitas, yaitu kelainan posisi, ukuran, bentuk tubuh yang timbul pada
fetus yang semula tumbuh normal akibat faktor-faktor mekanis. Kelainan ini
terjadi bila janin yang normal secara genetik mengalami perubahan struktural
Band Syndrome.
kesakitan dan kematian tinggi dan memerlukan intervensi medis, dan kelainan
kongenital minor merupakan gangguan perkembangan yang kurang memberikan
14
kelangsungan hidup penderita.
struktural yang terjadi pada janin baik oleh faktor genetik maupun lingkungan,
15
yang terjadi pada suatu bagian pada otak dan/atau sumsum tulang belakang.
Kelainan kongenital mayor terjadi pada 3 – 4% kelahiran hidup dan 70% dari
kelainan kongenital mayor disebabkan oleh obat dan 1% disebabkan oleh polusi
3
lingkungan.
Sebuah studi di Iran dengan subjek bayi baru lahir hingga anak berusia 8
t
ahun melaporkan prevalensi kelainan kongenital 29,4 tiap 1000 kelahiran hidup,
yang meliputi kelainan fungsi dengan atau tanpa defek struktural. Kelainan
kongenital sistem saraf pusat tercatat sebanyak 26 dari 220 bayi lahir hidup,
16
microsefalus 1,8%. Sedangkan di Brazil, tercatat sejak Juli 1999 hingga
Maret 2001 angka kelainan kongenital sekitar 1,7% dari seluruh kelahiran hidup,
dengan malformasi minor sebanyak 66% dari seluruh kelainan kongenital. Defek
tuba neuralis paling sering terjadi, dengan 7 kasus spina bifida, 5 kasus
17
dan mikrosefalus dari total 55 kasus.
Tabel 2: Prevalensi Kelainan Kongenital di India pada Bayi yang Lahir antara 1 Januari
8
2005 hingga 31 Juli 2007.
Sistem Saraf Pusat per 1000 kelahiran Persentase
Mikrosefalus 3 0.32%
Malformation
Hidrosefalus 2
0.21% Meningoensefalokel 1
0.1% Meningomyelokel 2
0.21% Ensefalokel 1
0.1%
Meningokel 1 0.1%
Tube Defects (NTD) Pada stadium dini pembentukan lempeng neural terbentuk
inilah yang kemudian menjadi jaringan otak dan medula spinalis. Proses
penutupan tuba neuralis ini berlangsung selama minggu ketiga hingga keempat
18
kehidupan embrio dan biasanya sebelum wanita mengetahui kehamilannya .
Proses neuralisasi mulai pada garis tengah dorsal dan berlanjut ke arah sefal dan
kaudal. Penutupan yang paling akhir terjadi pada ujung posterior yaitu pada hari
11,19
ke-28.
somites tampak jelas pada masing-masing sisi tuba neuralis. B. Tampak belakang dari
11
embrio manusia pada hari ke-23.
NTD terjadi karena kesalahan induksi oleh korda spinalis yang terletak
NTD. Sekitar 80% bayi yang lahir dengan bentuk defek ini masih dapat hidup
selama periode baru dilahirkan, tetapi mayoritas terbesar (85%) dari bayi-bayi
yang berhasil hidup akan memiliki kecacatan yang sedang atau berat seumur
12,20
hidup mereka.
1) Anensefalus
11,21
kematian segera sesudah bayi dilahirkan.
tabung neural disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat
ditindak dan karenanya menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf.
Herniasi dura dan jaringan otak melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel)
spina bifida.3,4
bifida: satu per 3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di
Eropa dan Amerika, sedang sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel
14
meningoensefalokel lebih sering pada wanita, sedang pria lebih sering pada
berkaitan dengan herniasi dura, karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak
bergejala. 5
yang berasal dari kulit yang persisten terdapat diruang intrakranial, yang
protuberansia oksipital eksterna, dan beberapa rambut sering tumbuh dari sinus.
Lainnya, lokasi yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin
dan berakhir sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer
serebeler. Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala
massa intrakranial. Sinus dermal mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat
meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa menimbulkan
meningitis. 5
15
3. Ensefalokel: berisi hanya jaringan otak didalam sefalokel.
dengan ventrikel.
Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak ditutupi kulit. Sefalokel dapat
2.3 Meningoensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba
neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial
akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini
dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV; tidak
tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital, kecuali pada orang
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal
saja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal
16
dan jaringan/parenkhim otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi
didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil bertangkai atau
struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup oleh kulit
membran tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di
9,10
frantal.
17
Gambar 3. Meningoensefalokel pada regio frontonasal
paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan
2.4 Etiologi
oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang
defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga
sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil
18
menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar konsepsi
2.5 Klasifikasi
I. Ensefalomeningokel oksipital
A. Interfrontal
B. Fontanel anterior
C. Interparietal
D. Fontanel posterior
E. Temporal
A. Nasofrontal
B. Naso-ethmoidal
C. Naso-orbital
A. Transethmoidal
B. Sfeno-ethmoidal
C. Transsfenoidal
V. Kranioskhisis
19
A. Kranial, fasial atas bercelah
C. Oksipitoservikal bercelah
terletak diatas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior, yang terletak dibawah
menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen
magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini
Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat yang umum
dari sefalokel; hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang
20
berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel
1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian
orbital superior.
21
displasia dan masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya
retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata.
dan otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar,
maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak
displastik adalah anomali yang berhubungan yang terletak dibagian lain dari
badan. 6
anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens hidrosefalus lebih tinggi pada
22
sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus yang
mielomeningokel. 6
2.7 Patofisiologi
dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk
Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan
menghasilkan protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut
dan korteks serebri, serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling
lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi
frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek
penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama
atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini
23
dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin)
2.8 Diagnosis
sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya
pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang,
perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau
tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan dengan ventrikulografi dan
holoprosensefali didi- agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 7,13
24
Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningoensefalokel
menampakkan kalsifikasi pada foto polos dan meluas kedalam ruang intrakranial.
Tumor ini menjadi maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor
MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam
2.9 Komplikasi
dideteksi dengan USG adalah kista otak, miensefalus (fusi tulang occiput
total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala
25
a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)
b. Gangguan perkembangan
c. Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
g. Ataksia
h. Kejang.12
2.10 Penatalaksanaan
saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel
yang berisi jaringan otak biasanya diakhiri dengan kematian dari anak.9
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,
tindalan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui
meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda
sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight
dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak. 7
26
Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki dengan wire mesh, plastik
atau tulang, tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi sukar dipastikan oleh
15 orang (38%) meninggal dan dari 25 orang yang hidup 14 orang (56%)
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang
direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa
steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpaparmenjadi
kering. 9
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat
mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat
tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas
yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis
Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin
tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan
wadah. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat
27
spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus
28
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
KERANGKA TEORI
Kelainan
Kongenital pada
otak
Gangguan
Gangguan Gangguan Pembentukan Gangguan
Neurolasi Regionalisasi Korteks Myelinisasi
Infeksi TORCH
Meningoenchepalo
cele
Meningoenchepalo Meningoenchepalo
cele Oksipital Meningoenchepalo cele Konceksitas Meningoenchepalo
cele Sincipital cele Basal
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
kasus, distribusi kasus antara populasi laki laki – perempuan, dan distribusi
April 2020.
instalasi rekam medik RSUP Dr. Kariadi secara konsekutif sampling. Data
yang dikumpulkan berupa data diri pasien, diagnosis pre operasi, laporan
30
3.4 Variabel penelitian
operasional ukur
1. Distribusi usia pada Usia pasien Digolongkan Ordinal
medis. Data
merupakan
data
sekunder.
2. Distribusi jenis Jenis kelamin Digolongkan Nominal
rekam medis.
Data
merupakan
data
sekunder.
3. Diagnosis Diagnosis Digolongkan Nominal
31
merupakan e posterior
data
sekunder.
4. Hasil pemeriksaan Hasil Digolongkan Nominal
patologi e
rekam medis.
Data
merupakan
data
sekunder.
kasus pada pasien laki laki – perempuan, distribusi usia pasien saat dioperasi,
2018-Desember 2019.
BAB V
HASIL PENELITIAN
32
4.1 Analisis Subjek
2019.
Parameter Jumlah
Jenis Kelamin
Laki-Laki 19 (53%)
Perempuan 17 (47%)
Usia
Patologi Anatomi
Meningoencephalocele 11 (31%)
Meningocele 22 (61%)
33
Meningomyelocele 3 (8%)
Encephalocele 0 (0%)
Tabel 4. Hasil Luaran, Tindakan dan Length of Stay Pasien Defek Tuba Neuralis
Hasil Luaran
Hidup 30 (84%)
Meninggal 6 (16%)
Tindakan
Cito 22 (61%)
Elektif 14 (39%)
Lengtht of Stay
Meningoencephalocele 4 hari
Meningocele 4 hari
Meningomyelocele 3 hari
Encephalocele 3 hari
pada sampel penelitian terdistribusi rata sebesar 53% pada pasien laki laki
dan 47% perempuan, distribusi usia pasien saat dioperasi paling banyak
34
pada sampel penelitian yaitu pada usia <6 bulan sebesar 39%, diagnosis
hasil luaran paling banyak pada sampel penelitian adalah hidup 92%,
sebagian besar pasien menjalani operasi cito 61%, length of stay rata rata
(4 hari).
47%
53%
Laki-laki Perempuan
35
Usia (%)
36%
39%
25%
8%
31%
61%
Meningoenchepalocele Meningocele
Meningomyelocele Enchepalocele
36
Hasil Luaran
0.86
14
Hidup Meninggal
Tindakan
39%
61%
Cito Elektif
Gambar 8. Tindakan
37
Length Of Stay
4.5
4
3.5
3
2.5
Hari
2
1.5
1
0.5
0
Meningoencephalocele Meningocele Meningomyelocele Encepalocele
Diagnosis
Length Of Stay
BAB VI
38
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
semarang pada bulan April 2020. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
distribusi kasus antara populasi laki laki – perempuan, dan distribusi usia pada
kariadi dari bulan Januari 2018 sampai Desember 2019. Sebanyak 14 pasien
neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida
dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium
bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III sampai dengan
minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat
seluruh bagian tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital,
5,6,7,8,13,14
kecuali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal.
39
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang
mengandung bahan yang terotegenik.12 Etiologi tersering dari kasus ini adalah
kekurangan asam folat pada ibu hamil. Menurut studi yang dilakukan di India
studi yang dilakukan di Iran didapatkan bahwa terdapat 3,18 % dari seluruh
kongenital meningoenchepalocele. 17
Januari 2018 hingga Desember 2019. Berdasarkan data penelitian yang kami
dapat tidak terdapat perbedaan distribusi gender antara laki laki dan perempuan.
Hasil penelitian Li Xue pada tahun 2020 yang menyatakan bahwa ratio kajadian
pada laki-laki dan perempuan adalah 2,2:1.18 Penelitian yang dilakukan di Phnom
Penh antara tahun 2004-2009 menyatakan bahwa terdapat 108 subjek berjenis
10
kelamin laki-laki dan 92 pasien berjenis kelamin perempuan. Terdapat beberapa
penelitian lain menyatakan tidak adanya perbedaan antara gender laki- laki dan
hal gender.
40
Sebanyak 14 pasien berumur kurang dari 6 bulan sementara 9 pasien
berumur antara 6 bulan sampai 12 bulan, sedangkan 13 pasien berusia lebih dari
12 bulan. Pasien lebih banyak yang berumur kurang dari 6 bulan diakbatkan orang
tua pasien mengetahui anaknya mengalami kelainan sehingga orang tua pasien
Pada penelitian ini, lama rawat inap (Length of stay) rata rata pasien
selama 10 hari dan 1-year mortality rate dilaporkan sebesar 34%.25 Sedangkan
perbaikan encephalocele dengan rata rata usia 1 tahun 6 bulan dan length of stay
rata rata 8.6±4.9 hari.26 Penelitian lain oleh Oncel dkk pada 30 neonatus dengan
tindakan yang lebih awal menurunkan length of stay dan penggunaan antibiotik
secara signifikan.27
penelitian epidemiologis semakin banyak sampel maka akan semakin baik hasil
bisa dilakukan multi center dengan durasi penelitian yang lebih lama.
41
42
BAB VII
5.1 Kesimpulan
Umum Pusat Dr Kariadi Semarang pada tahun 2019 adalah umur kurang
dari 6 bulan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga
43
2. Perlu dilakukan penelitian multicenter sehingga hasilnya lebih
komprehensif
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, B.; Arvin K.; Buku Ilmu Kesehatan Anak 15th edition; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2000.
2. Meadow, R.; Simon N.; Lecture Notes: Pediatrika 7th edition; Erlangga; 2003.
3. Hull, D.; Derek I.J.; Dasar-Dasar Pediatri 3rd edition; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2008.
4. Saanin, S.; Disrafisme Kranial; in Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah
Saraf; Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang;
available at: http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html;
2008.
5. Muscari, M.E.; Keperawatan Pediatrik 3rd edition; Penerbit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta; 2005.
6. Dorland, W.A.N.; Kamus Kedokteran Dorland; Penerbit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta; 2002.
7. Fenichel, G.M.; Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders Company;
Philadelphia; 2001.
8. Tsementzis, S.A.; Differential Diagnosis of Neurology and Neurosurgery;
Thieme Stuttgart; New York; 2000.
9. Sjamsuhidajat, R.; Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta; 2005.
10. Lubis, N.U.; Encephalocele; in CKD – Cermin Dunia Kedokteran Magazine;
Kalbe Farma; PT. Temprint; Jakarta; 2009.
11. Adeleye AO, Olowookere KG. Central nervous system
congenital anomalies: a prospective neurosurgical observational study
from Nigeria. Congenit Anom [internet]. 2009 [disitasi 2020 April 3]
49(4):258-61. Diunduh dari: www.ncbi.nlm.nih.gov
12. Lorenzo D, Cynthia A, Muin K, David E. Neural-tube defects. The New
England Journal of Medicine [internet]. 1999 [disitasi 2020 April 3]
341:1509-19. Diunduh dari: pedclerk.bsd.uchicago.edu
45
13. Ahmed A, Adnan K, Alaa N, Shomous N. Occipital Meningoencephalocele
case report and review of current literature [internet]. 2017 [disitasi 2020
April 3]. Diunduh dari: cnjounal.biomedcentral.com
14. Ngiep O, Frederic L, Jim G, Louisa D, Bruno J, Frank ER. Frontoenthmiodal
meningoencephalocele: apraisal of 200 operated cases [internet]. 2010
[disitasi 2020 April 3]. 6:541-49. Diunduh dari: thejns.org
15. Gump WC. Endoscopic Endonasal Repair Of Congenital Defect Of The
Anterior Skull Base: Developmental Consideration and Surgical Outcomes. J
Neurol Surg B Skull Base.2015;76(4):291-295.
16. Velho V, Naik H, Survashe P, et al. Management Strategies of Cranial
Enchepaloceles: A Neurosurgical Challenge. Asian J
Neurosurg.2019;14(3):718-724.
17. Rehman L, Farooq G, Bukhari I. Neurosurgical Intervention for Occipital
Enchephalocele. Asian J Neurosurg.2018;13(2):233-237
18. Li X, Dong G, Wu Y, Tao J. Nasal meningoenchepalocele: A Retrospective
Study of Clinicopathological Feature and Diagnosis Of 16 Patients.2020.49
19. Ziade G, Hamdan A, Homsi MT, et al. Spontaneus Transethmoidal
Mengioceles in Adults: Case Series With Emphasis on Surgical Management.
Scientific World Jornal.2016
20. Zoli M, Farneti P, Ghirelli M et al. Meningocele and Meningoenchepaloce of
the Lateral Wall of Sphenoidal Sinus: The Role of Endoscopic Endonasal
Surgery. J World Neurosurg. 2016;87:91-97
21. Abe T, Ludecke DK, Wada A. Transpenoidal Cephalocele In Adult: A Report
of Two Cases and Review Of The Literature.Acta Neurichir 2000;142(4)397-
400.
22. Abdel aziz M, El Borasty H, Qotb M, et al. Nasal Enchepalocele: Endoscopic
Exicion With Anastetic Consideration. Int J Pediatr Otorhinolaryngol
2010;74:869-873
23. Aghtong S, Wiwanitkit V. Enchepalomeningocele Cases Over 10 Years in
Thailand: A case series. BMC Neurol 2002;2:3
46
24. Jabre A, Tabaddor R, Samaraweera R. Transspenoidal Cephalocele in Adult
A. J Surg Neurol. 2000;54(2);183-188.
25. Xu LW, Vaca SD, He JQ, Nalwanga J, Muhumuza C, Kiryabwire J,
Ssenyonjo H, Mukasa J, Muhumuza M, Grant G. Neural tube defects in
Uganda: follow-up outcomes from a national referral hospital. Neurosurg
Focus. 2018 Oct;45(4):E9. doi: 10.3171/2018.7.FOCUS18280. PMID:
30269577.
26. Mahajan C, Rath GP, Dash HH, Bithal PK. Perioperative management of
children with encephalocele: an institutional experience. J Neurosurg
Anesthesiol. 2011 Oct;23(4):352-6. doi: 10.1097/ANA.0b013e31821f93dc.
PMID: 21633311.
27. Oncel, M. Y., Ozdemir, R., Kahilogulları, G., Yurttutan, S., Erdeve, O., &
Dilmen, U. (2012). The effect of surgery time on prognosis in newborns with
meningomyelocele. Journal of Korean Neurosurgical Society, 51(6), 359–
362. https://doi.org/10.3340/jkns.2012.51.6.359
47
LAMPIRAN
Frequency Table
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 7 50.0 50.0 50.0
Perempuan 7 50.0 50.0 100.0
Total 14 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <6 bulan 7 50.0 50.0 50.0
6-12 bulan 6 40.0 40.0 40.0
>1 tahun 1 10.0 10.0 100.0
Total 14 100.0 100.0
Diagnosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Meningoencephalocele 12 80.0 80.0 80.0
frontoethmoid
Meningoencephalocele 2 20.0 20.0 20.0
posterior
Total 14 100.0 100.0
PA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Meningoencephalocele 14 100.0 100.0 100.0
48
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JenisKelamin * Diagnosis 14 100.0% 0 0.0% 14 100.0%
Usia * Diagnosis 14 100.0% 0 0.0% 14 100.0%
PA * Diagnosis 14 100.0% 0 0.0% 14 100.0%
JenisKelamin * Diagnosis
Crosstab
Diagnosis
Meningoenceph
alocele Meningoenceph
frontoethmoid alocele posterior Total
JenisKelamin Laki-Laki Count 7 0 7
% within Diagnosis 50% 0.0% 50.0%
Perempuan Count 5 2 7
% within Diagnosis 30% 100.0% 50.0%
Total Count 12 2 14
% within Diagnosis 100.0% 100.0% 100.0%
Usia * Diagnosis
Crosstab
Diagnosis
Meningoenceph
alocele Meningoenceph
frontoethmoid alocele posterior Total
Usia <6 bulan Count 5 2 7
% within Diagnosis 30% 100.0% 50.0%
6-12 bulan Count 6 0 4
% within Diagnosis 40,0% 0.0% 40.0%
>1 tahun Count 1 0 1
% within Diagnosis 10% 0.0% 10.0%
Total Count 12 2 14
% within Diagnosis 100.0% 100.0% 100.0%
49
PA * Diagnosis
Crosstab
Diagnosis
Meningoenceph
alocele Meningoenceph
frontoethmoid alocele posterior Total
PA Meningoencephalocele Count 12 2 14
% within Diagnosis 100.0% 100.0% 100.0%
Total Count 12 2 14
% within Diagnosis 100.0% 100.0% 100.0%
50