Anda di halaman 1dari 57

KARIES PROKSIMAL MOLAR KEDUA AKIBAT IMPAKSI

MOLAR KETIGA MANDIBULAR MELALUI PENGAMATAN


RADIOGRAFIK PANORAMIK

SKRIPSI

Oleh:

ELLYONORD DIANA BOSAWER

NIM : 021611133162

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2023
KARIES PROKSIMAL MOLAR KEDUA AKIBAT IMPAKSI
MOLAR KETIGA MANDIBULAR MELALUI PENGAMATAN
RADIOGRAFIK PANORAMIK

SKRIPSI

Oleh:

ELLYONORD DIANA BOSAWER

NIM : 021611133162

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2023
LEMBAR PENGESAHAN

KARIES PROKSIMAL AKIBAT IMPAKSI MOLAR


KETIGA RAHANG BAWAH DENGAN PENGAMATAN
RADIOGRAFIK PANORAMIK
SKRIPSI
Ditujukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Dokter Gigi Di Fakuktas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga Surabaya

Oleh:
ELLYONORD DIANA BOSAWER
NIM. 021611133162
Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

Yunita Savitri,drg.,M.Kes Otty Ratna


NIP. 196206202990022001 Wahyuni,drg.,M.Kes
NIP. 195910232986012001

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini diuji pada 23 Agustus 2023

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

1. Yunita Savitri,drg.,M.Kes. (Ketua Penguji/Pembimbing Utama)

2. Otty Ratna Wahyuni, drg., M. Kes. (Sekretaris Penguji/Pembimbing

Serta)

3. Dr.Sri Wigati Mardi Mulyani., drg., M. Kes. (Anggota Penguji)

4. Ramadhan Hardani Putra,drg.,M.Kes.,Ph.D. (Anggota Penguji)

5. Aga Satria Nurrachman, drg., Sp. RKG. (Anggota Penguji)

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rakhmat dan

karuniaNya sehingga skripsi saya dengan judul “Karies Proksimal Molar Kedua Akibat

Impaksi Molar Ketiga Mandibula dengan Pengamatan Radiografi Panoramik di RSGM

Universitas Airlangga ini dapat diselesaikan. Izinkanlah saya untuk memperkenalkan dan

mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Dr. Agung Sosiawan, drg., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga dan Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes yang telah memberi kesempatan

untuk menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

2. Dr.Sri Wigati Mardi Mulyani,drg.,M.Kes selaku Ketua Departemen Radiologi yang telah

memberikan izin untuk pembuatan skripsi.

3. Yunita Savitri, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang memberikan masukan,

arahan, bimbingan, koreksi, serta meluangkan waktu selama proses pembuatan dan

penyusunan skripsi.

4. Otty Ratna Wahyuni, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing serta yang memberikan

masukan, arahan, bimbingan, koreksi, serta meluangkan waktu selama proses pembuatan

dan penyusunan skripsi.

5. Dr.Sri Wigati Mardi Mulyani,drg.,M.Kes, Ramadhan Hardani Putra, drg., M.Kes., Ph.D,

dan Aga Satria Nurrachman, drg., Sp.RKG selaku dosen penguji yang memberikan

tanggapan, saran, pendapat, koreksi, dan masukan yang membangun untuk hasil

penyusunan skripsi yang baik.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Kedokteran Radiologi Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

v
7. Papa, mama, adik – adik tercinta dan tersayang, serta keluarga besar lainnya yang tidak

dapat disebutkan satu – satu, terima kasih atas dukungan doa, motivasinya, finansial,.

Serta menjadi penyemangat selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Shinta, Miranda, Adryan, Samuel, serta teman – teman lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, terima kasih untuk dukungan doa dan ucapan – ucapan yang

membangun dan memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan penyusunan skipsi

ini.

9. Pihak – pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga ikut berkontribusi

dalam penyusunan skripsi ini.

Surabaya,Agustus 2023

Penulis
vi
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN i

SAMPUL DALAM ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL viii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Impaksi 5

2.1.1 Definisi Impaksi 5

2.1.2 Klasfikasi Impaksi 6

2.1.3 Etiologi Impaksi 7

2.2 Karies Akibat Gigi Impaksi 8

2.3 Karies 8

2.3.1 Definisi Karies 8

2.3.2 Etiologi Karies 8

vii
2.4 Radiografi Panoramik 14

2.4.1 Definisi Radiografi Panoramik 15

2.4.2 Teknik Pengambilan Radiografi Panoramik 15

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik 16

BAB 3. KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep 18

3.2. Keterangan Kerangka Konseptual 19

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 21

4.2 Populasi Penelitian 21

4.3 Sampel Penelitian 21

4.3.1 Kriteria Sampel 21

4.4 Teknik Sampling 22

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian 22

4.6 Variabel Penelitian 22

4.7 Definisi Operasional 22

4.8 Alat dan Bahan 23

4.9 Cara Kerja 23

4.10 Analisis Data 24

4.10.1 Uji Realibilitas Intraclass Correlation Coefficient 24

4.11 Alur Penelitian 25

BAB 5.HASIL

5.1. Hasil Penelitian 26

5.2 Intraclass Corelation Coefficient (ICC) 30

viii
BAB 6. PEMBAHASAN 32

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

DAFTAR LAMPIRAN 42

ix
Daftar Gambar dan Daftar Tabel

Halaman

Gambar 2.1 Berbagai posisi impaksi gigi molar ketiga mandibula 5

Gambar 2.2 Diagram ilustrasi posisi tipe dan angulasi molar ketiga

yang tidak erupsi 6

Gambar 2.3 Posisi pasien saat pengambilan gambar panoramik 16

Gambar 5.1 Diagram jenis kelamin sampel penelitian gigi impaksi

molar ketiga mandibula 27

Tabel 5.1 Jenis kelamin sampel penelitian gigi impaksi molar 26

ketiga mandibula

Tabel 5.2 Jenis gigi impaksi molar ketiga mandibula 27

Tabel 5.3 Pola impaksi molar ketiga mandibula menurut Winter 28

Tabel 5.4 Pola impaksi molar ketiga mandibula menurut Winter 29

yang disertai karies distal molar kedua mandibula

Tabel 5.4 Uji reliabilitas dengan Intraclass Correlation Coefficient

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gigi impaksi sering kita temukan dalam kedokteran gigi. Masyarakat pada umumnya

memahami ada gigi geraham bungsu yang letaknya paling belakang rahang. Gigi impaksi

adalah gigi yang mengalami gangguan pada proses tumbuh sempurna. Hal ini dapat

disebabkan oleh karena beberapa faktor, salah satunya adalah posisi benih gigi yang

abnormal, sehingga gigi tidak dapat erupsi dengan sempurna. Berdasarkan distribusinya, gigi

impaksi banyak ditemukan pada gigi molar ketiga dan lebih banyak pada perempuan

dibanding laki - laki.(Sahetapy et al., 2015).

Frekuensi gangguan erupsi terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas

maupun di rahang bawah dan diikuti gigi kaninus rahang atas. Hal ini dikarenakan gigi

molar ketiga merupakan gigi yang terakhir erupsi, sehingga seringkali tidak cukup

ruangan yang tersedia untuk erupsi.(Istiati,1996 ; Syed et al.,2013) Berdasarkan data yang

didapatkan, frekuensi impaksi molar ketiga bervariasi secara substnsial di antara populasi

yang berbeda berkisar antara 18% sampai 70%.(Pillai et al.,2014 ; Hattab, Fahmy &

Rawasdeh,1995; Eshghpour et al.,2014 ; Quek et al.,2003 ; Gupta et al.,2011)

Selain itu, penyebab gigi impaksi dapat dikelompokkan menjadi penyebab lokal,

sistemik, dan kebiasaan buruk. Gigi impaksi juga dapat disebabkan oleh faktor primer

diantaranya faktor genetika, trauma pada gigi sulung, benih gigi rotasi atau berputar,

premature loss pada gigi sulung dan erupsi gigi kaninus di dalam celah langit - langit,
serta faktor sekunder meliputi kelainan endokrin, defisiensi vitamin D dan febrile disease.

(Teguh & Firmansyah, 2008 ; Bourzgui et al.,2012 ; Edwyn et al., 2015)

Di samping itu, dampak dari gigi yang mengalami impaksi dapat berupa nyeri

neuralgik, resorbsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikular,

perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang, berdesakan gigi anterior

akibat tekanan gigi impaksi ke anterior, periostitis (dampak dari peradangan jaringan di

sekitar tulang yang disebut periosteum), dan neoplasma.(Siagian, 2011 ; Zarrouq, Karrar &

Awooda,2017).

Sementara itu, Salah satu kelainan patologis paling umum yang disebabkan oleh impaksi

gigi molar ketiga mandibula adalah karies distal pada gigi molar kedua mandibula.

Perkembangan karies pada gigi molar kedua mandibula dipengaruhi oleh pola impaksi gigi

molar ketiga mandibula.(Prajapati, Ruchi & Vinayak, 2017 ; McArdle et al.,2018)

Klasifikasi impaksi gigi molar ketiga yang digunakan salah satunya adalah George

Winter yang mengklasifikasikan impaksi gigi molar ketiga berdasarkan hubungan gigi

impaksi terhadap panjang axis gigi molar kedua mandibula. Winter mengklasifikasikan

impaksi molar ketiga yaitu mesioangular,vertikal,horizontal,distoangular,transversal,dan

inverted.(Muhamad Hussein & Nezar, 2016)

Pada penelitian tersebut ini prevalensi menggunakan data sekunder berupa radiografi

panoramik tahun 2018 sampai 2021 sebesar 8,83% dari 1386 data.

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Muhamad dan Nezar (2016)

di Israel, menunjukkan dari total 1.706 pasien yang datang dan melakukan pemeriksaan

radiografi panoramik, terdapat prevalensi molar ketiga hampir sama pada kedua sisi

rahang kiri (47,8%) dan kanan (52,2%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

impaksi mesioangular (50%) merupakan jenis impaksi yang paling banyak ditemukan.

2
Jenis impaksi yang paling sedikit adalah inverted (0,3%). Prevalensi molar ketiga

rahang bawah yang mengalami impaksi pada penelitian ini adalah 19,2%. Beberapa

studi juga melaporkan rata - rata prevalensi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah

adalah dari 9,5% sampai 50%, lebih tinggi pada wilayah Barat seperti Uni-Eropa dan

Afrika. (Muhamad Hussein & Nezar, 2016)

Di samping itu hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Alsaegh et al.,(2022)

menunjukkan adanya karies distal pada gigi molar kedua mandibula akibat impaksi gigi

molar ketiga mandibula adalah sebanyak 126 (18,36%) dari gigi molar ketiga mandibula

yang impaksi memiliki lesi karies terkait. Diantaranya, 102 (14,86%) menunjukkan karies

distal pada gigi molar kedua mandibula yang berdekatan dengan gigi molar ketiga mandibula,

dan 24 (3,49%) menunjukkan karies pada gigi molar ketiga mandibula yang mengalami

impaksi.

Karies distal pada molar kedua sering dikaitkan dengan impaksi molar ketiga yang

tidak dapat terlihat secara klinis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu radiografik

panoramik untuk mendiagnosis kasus gigi impaksi tersebut. Radiografik panoramik

merupakan pemeriksaan radiografi yang saat ini paling sering digunakan untuk kasus impaksi

molar ketiga, dan merupakan pemeriksaan komplementer pertama dalam eksplorasi molar

ketiga dan patologi terkait. (Kaur et al.,2016 ; Prajapati, Mitra & Vinayak,2017 ;

Hashemipour, Arashlow & Hanzei,2013 ; Falci et al.,2012)

Radiografi panoramik merupakan prosedur ekstraoral sederhana yang menggambarkan

daerah rahang atas dan rahang bawah dalam satu lembar film.(Ardakani, Behniafar, dan

Booshehri,2011)

Keuntungan panoramik diantaranya semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan

pada film, mencakup tulang wajah dan gigi, gambar mudah dipahami pasien dan media

3
pembelajaran,cocok digunakan pada pasien yang sensitif terhadap rasa muntah. Selain itu,

kelebihan radiologi panoramik yang dapat memuat keseluruhan maksilomandibular sehingga

dapat menampilkan gigi molar impaksi lebih dari satu regio.

(Whaites,2003;Farman,2007;Lurie,2000)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana distribusi karies proksimal pada molar kedua akibat impaksi gigi molar

ketiga mandibular melalui pengamatan radiografi panoramik?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui distribusi karies proksimal pada molar kedua akibat impaksi gigi

molar ketiga mandibular melalui pengamatan radiografik panoramik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk menentukan tindakan preventif dalam rencana perawatan pada pasien.

2. Untuk memberikan informasi tentang distribusi karies proksimal akibat impaksi

gigi molar ketiga mandibular.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Impaksi

2.1.1 Definisi Gigi Impaksi

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa

pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena

ditutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &

Hutagalung,2015; Fachriani, Novita & Sunnati,2016) Umumnya gigi yang sering mengalami

impaksi ialah gigi posterior (Gambar 1). Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi

jarang ditemukan. Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi ialah gigi molar ketiga

karena terhalang oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.(Gordon,1996;

Arisetiadi, Hutomo & Separini,2017)

Gambar 2.1.Berbagai posisi impaksi gigi molar ketiga mandibula.(Mozartha,2011)

5
2.1.2 Klasifikasi Gigi Impaksi

Menurut Winter

Menurut sistem klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan sudut

yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi molar kedua

mandibula. Klasifikasi Winter adalah sebagai berikut (Nik et al, 2017) :

a. Vertikal: sumbu panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua

(dari 0 sampai 10°).

b. Mesioangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dalam arah

mesial (dari 11 sampai 79°).

c. Horizontal: sumbu panjang molar ketiga adalah horizontal (dari 80 sampai 100°).

d. Distoangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah belakang/posterior dari

molar kedua (dari –11 sampai –79°).

e. Transversal : mahkota yang menghadap ke arah bukal atau lingual

f. Invert : mahkota mengarah ke kanal alveolar inferior

Gambar 2.2. Diagram Ilustrasi posisi tipe dan angulasi molar ketiga yang tidak erupsi

6
2.1.3 Etiologi Gigi Impaksi

Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Dalam literatur, faktor

etiologi impaksi gigi yang paling sering dilaporkan yaitu faktor sistemik, faktor lokal dan

faktor genetik (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al.,2019)

1. Faktor Sistemik

Faktor sistemik yang terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari defisiensi endokrin

(misalnya hipotiroidisme), terapi radiasi, disostosis kleidokranial, amelogenesis imperfekta,

anemia, rakhitis, dan defisiensi vitamin (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al, 2019).

2. Faktor Lokal

Faktor lokal yang terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari kegagalan resorpsi gigi

sulung, kehilangan dini gigi sulung, ankilosa dari gigi sulung, jalur erupsi abnormal, adanya

gigi supernumerary, gigi berjejal dan kurangnya ruang pada lengkung gigi, pencabutan dini

gigi sulung, folikel gigi yang membesar seperti kista dentigerous, atau bentuk lain dari

patologi jaringan lunak, penebalan pasca ekstraksi atau perbaikan pasca trauma pada mukosa,

trauma gigi, odontoma, anomali posisi gigi, ankilosis geraham sulung, dilaserasi akar, celah

alveolus (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al.,2019)

3. Faktor Genetik

Faktor genetik yang menyebabkan gigi impaksi adalah akibat dari faktor herediter seperti

benih gigi yang malposisi dan adanya alveolar cleft (Kaczor- Urbanowicz et al, 2016; Sarica

et al., 2019)

7
2.2 Karies akibat Gigi Impaksi

Karies yang sering ditemukan akibat gigi impaksi molar ketiga rahang bawah

terletak pada bagian distal molar kedua yang berdekatan. Dalam penelitian sebelumnya, telah

ditunjukkan bahwa tingkat prevalensi karies distal dari molar kedua yang berdekatan terkait

dengan impaksi molar ketiga mandibula bervariasi dari 6% menjadi 32%. (Chang SW et

al.,2009 ; Chu et al.,2003 ; Ozeç I et al.,2009 ; van der Linden W et al.,1995 ; Falci SG et

al.,2012)

2.3 Karies Gigi

2.3.1. Definisi

Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi struktur gigi oleh asam yang

dihasilkan oleh mikroorganisme dan ditandai dengan terbentuknya kavitas pada permukaan

email, dentin atau sementum. Perjalanan karies bersifat kronis, tidak dapat sembuh sendiri,

dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi bila tidak dilakukan perawatan.(Walmsley

et al.,2007)

2.3.2 Etiologi Karies Gigi

Faktor penyebab karies gigi terdiri dari penyebab dalam individu dan penyebab

eksternal individu (Gambar 4). Faktor dalam penyebab karies gigi adalah faktor di dalam

mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi antara lain host,

mikroorganisme, substrat, dan waktu. Sedangkan faktor eksternal individu adalah status

ekonomi, keluarga, pekerjaan, fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi yang

pernah diterima.(Rahmawati,2011).

Selain faktor- faktor yang ada di dalam mulut yang langsung berhubungan

dengan karies, terdapat faktor - faktor yang tidak langsung yang disebut faktor resiko

8
eksternal, yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies.

Faktor eksternal antara lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat

ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi. Ada

dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal yaitu :

a. Faktor Internal

a) Mikroorganisme

Mikroorganisme ialah faktor paling penting dalam proses awal terjadinya karies.

Mikroorganisme tersebut memfermentasi karbohidrat untuk memproduksi asam. Plak gigi

merupakan suatu lapisan yang berisi bakteri beserta produk - produknya, yang terbentuk

pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan

terbentuk melalui serangkaian tahapan. Asam terbentuk dari hasil fermentasi sakar diet oleh

bakteri di dalam plak gigi. Sumber utamanya adalah glukosa yang masuk dalam plak gigi,

sedangkan secara kuantitatif, sumber utama glukosa adalah sukrosa. Penyebab utama

terbentuknya asam tadi adalah S.Mutans serotipe c yang terdapat di dalam plak karena

bekteri ini memetabolisme sukrosa menjadi asam lebih cepat daripada bakteri lain.

(Kidd,2013)

b) Host

Terbentuknya karies pada gigi diawali dengan adanya plak yang mengandung

bakteri. Oleh karena itu daerah gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat

memungkinkan diserang karies. Daerah – daerah yang mudah diserang karies tersebut

adalah:

1) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar

dan pit palatal insisif.

2) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak.

9
3) Email pada tepian di daerah servikal gigi sedikit di atas tepi gingiva.
4) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya
plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium.
5) Tepi tumpatan yang tidak tertutup dengan baik.
6) Permukaman gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

c) Substrat

Makanan dan minuman yang bersifat fermentasi karbohidrat lebih signifikan

memproduksi asam, diikuti oleh demineralisasi email .tidak semua karbohidrat benar -

benar kariogenik. Produksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa lebih cepat dibandingkan

dengan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik,

walaupun gula lain juga berpotensi kariogenik (Tarigan, 2014)

d) Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari saliva

ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari

atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat

kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd,2013).

b. Faktor Eksternal

Beberapa faktor eksternal penyebab terjadinya karies gigi, yaitu:(Tarigan, 2014)

a) Ras

Amat sulit menentukan pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi. Namun,

keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan presentase karies

yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras tertentu dengan ukuran

rahang yang kecil, sehingga gigi - geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur.

10
Dengan keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempersulit pembersihan gigi, dan ini

akan mempertinggi persentase karies pada ras tersebut.

b) Jenis Kelamin

Dari pengamatan yang dilakukan oleh Milhahn-Turkeheim yang dikutip dari Tarigan pada

gigi molar pertama, didapatkan hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita lebih

tinggi daripada pria. Dibanding dengan molar kanan, persentase karies molar kiri lebih tinggi

karena faktor penguyahan dan pembersihan dari masing - masing bagian gigi.

c) Usia

Sepanjang hidup dikenal ada 3 fase umur yang dilihat dari gigi-geligi, yaitu

periode gigi campuran, dimana molar pertama yang paling sering didapati adanya

karies. Anak usia 6 - 12 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti cara memelihara

kebersihan gigi dan rongga mulut. Anak - anak usia sekolah perlu mendapat perhatian

khusus, sebab pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang.

d) Makanan

Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat

dibagi mejadi 2, yaitu :

1. Komposisi dari makanan yang menghasilkan energi. Misalnya, karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, serta mineral - mineral. Unsur - unsur tersebut

berpengaruh pada masa pra-erupsi dan pasca-erupsi dari gigi geligi.

2. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan. Makanan yang bersifat

membersihkan gigi yang dapat mengurangi kerusakan pada gigi. Makanan

bersifat membersihkan gigi ini adalah apel, jambu air, bengkuang, dan lain

sebagainya. Sebaliknya makanan - makanan yang bertekstur lunak dan melekat

pada gigi amat merusak gigi, seperti bonbon, coklat, biskuit, dan lain
11
sebagainya. Karies terjadi ketika proses remineralisasi menjadi lebih lambat

dibandingkan proses demineralisasi.

Karies yang terdapat pada sepertiga servikal semua gigi. Gigi terdiri dari tiga bagian

yaitu sepertiga insisal, sepertiga tengah, sepertiga servikal.

2.4 Dental Radiografi

Ada banyak jenis radiografi yang menggunakan teknologi dua dimensi (2D) atau tiga dimensi

(3D) yang digunakan dalam radiologi kedokteran gigi.

1. Radiografi Intraoral

Teknik radiografi intra-oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi

dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan gambaran lengkap

rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto.

(Whaites,2009) Radiografi jenis ini adalah radiografi 2D yang paling umum di mana reseptor

gambar seperti film dipaparan secara langsung atau tanpa menggunakan layar intensif,

photostimulable phosphor (PSP), charge coupled device (CCD), atau semikonduktor oksida

logam komplementer (CMOS) ditempatkan di mulut pasien. Penempatan film tergantung

pada daerah mulut yang akan diperiksa atau diteliti yaitu;

1) Radiografi Bitewing

Suatu film radiografik intraoral dengan tangkai di tengah tempat gigi-geligi beroklusi untuk

menahan film pada posisinya. Film digunakan untuk menghasilkan gambar dari mahkota baik

gigi geligi mandibula maupun maksila. Pencitraan atau penggambaran mahkota gigi dan

puncak alveolar yang berdekatan.(Whaites, 2007;Vandenberghe,Jacobs, dan Bosmans,2010)

12
2) Radiografi Oklusal

Radiograf oklusal adalah radiografi intraoral yang menempatkan film di antara gigi-gigi yang

saling beroklusi. Radiograf ini dibuat untuk memperlihatkan gigi-gigi anterior atas (oklusal

atas standar), gigi-gigi posterior (oklusal oblik atas), gigi bawah (true occlusal bawah, oklusal

bawah 45 derajat, atau oklusal oblik bawah) pencitraan atau penggambaran pada area mulut

yang lebih luas. Mesin sinar-X yang sama digunakan yang dapat dipasang di dinding atau

portabel.(Whaites, 2007;Vandenberghe,Jacobs, dan Bosmans,2010)\

2. Teknik Radiografi Ekstraoral

Teknik radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan

tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien. Foto Rontgen ekstraoral

yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto panoramik, sedangkan macam

lainnya adalah lateral foto, chephalometri dan lain-lain (Whaites, 2007).

Radiografi Panoramik

Teknik Foto Rontgen Panoramik

Foto rontgen panoramik menghasilkan gambar yang memperlihatkan struktur facial termasuk

mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan

untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi,

mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma (Whaites, 2007) Radiografi panoramik

menggunakan tabung sinar-X dan reseptor gambar yang berputar di sekitar pasien untuk

mencitrakan atau menggambarkan maksila dan mandibula, serta struktur pendukungnya.

Gambar sinar-X 2D diproduksi menggunakan reseptor gambar yang dapat berupa film

dengan layar yang mengintensifkan, PSP, CCD atau sensor konversi langsung yang

menyediakan tomogram bidang lengkung gigi dan rahang. Radiografi panoramik memiliki

13
resolusi spasial yang lebih rendah daripada radiografi intraoral. Biasanya diterapkan dalam

kasus perencanaan atau penggambaran perawatan atau untuk kontrol pasca operasi.

(Vandenberghe,Jacobs, dan Bosmans,2010)

3. Cephalometric Radiography

Biasanya unit sefalometri tergabung dalam mesin panoramik dan menggunakan alat

pemosisian kepala untuk menghasilkan radiografi ekstra-oral 2D dengan alat penanganan

kepala khusus. Reseptor gambar paling sering sama dengan yang digunakan untuk radiografi

panoramik. Radiografi sefalometri diterapkan untuk mengevaluasi kepala dan leher serta

simetri seluruh wajah dan juga dalam diagnosis ortodontik dan rencana perawatan.

(Vandenberghe,Jacobs, dan Bosmans,2010)

4. Cone-beam CT (CBCT)

Karena fakta bahwa daerah maksilofasial mencakup anatomi 3D yang cukup kompleks,

seringkali pencitraan tradisional gagal mengatasi hal tersebut masalah klinis pasien. Evolusi

teknologi sinar-X telah berhasil memperkenalkan metode pencitraan baru yang dapat

membantu mengatasi masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah CBCT gigi yang

menggunakan bentuk kerucut atau piramid Sinar-X diarahkan pada bidang pandang

maksilofasial (FOV) yang dikejar. Reseptor gambar dalam sistem sinar-X ini adalah detektor

panel datar (FPD) atau detektor CMOS. Mesin tersebut mirip dengan unit panorama yang

selain detektor digital, memiliki perangkat lunak canggih untuk menghasilkan gambar 3D.

Pasien berdiri atau duduk dalam banyak kasus. C-arm unit sinar-X berputar di sekitar pasien,

mengambil beberapa akuisisi yaitu mulai dari 200 hingga 600 gambar tergantung pada waktu

akuisisi dan sejauh mana jalur revolusi, yang digunakan untuk menghasilkan gambar 3D.

Teknologi tertentu, yang dikembangkan 15 tahun terakhir telah merevolusi praktik

14
kedokteran gigi dengan mengorbankan dosis radiasi yang lebih tinggi.(Kiljunen et

al.,2015;UNSCEAR,2010; MacDonald,2017)

5. Multi-detector CT (MDCT)

Prosedur pencitraan ini melibatkan pemindai MDCT konvensional yang memiliki perangkat

lunak gigi khusus untuk mencitrakan seluruh area mulut dan jaringan sekitarnya. Pasien tidak

berdiri seperti di CBCT tetapi dia berbaring di tempat tidur CT persis seperti yang dia

lakukan untuk CT scan. MDCT modern menggunakan sinar berbentuk kipas yang melebar

dan detektor 2D yang menghasilkan gambar submilimeter (sekecil 0,5 mm) dengan waktu

rotasi sub-detik. Teknik ini secara umum memberikan dosis yang lebih tinggi daripada CBCT

gigi meskipun ada penelitian dalam literatur terbaru yang menyelidiki berbagai protokol

teknis dan teknologi pemindai MDCT yang dapat memberikan kualitas gambar yang dapat

diterima pada dosis radiasi rendah.(Widmann et al.,2017; Lin et al.,2017)

2.4.1 Radiografi Panoramik

2.4.1.1 Definisi Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik adalah sebuah teknik untuk membuat gambaran tomografik tunggal

dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan mandibular serta

struktur pendukungnya. Gambaran radiografi panoramik banyak digunakan untuk

mendiagnosa gangguan pada rahang yang membutuhkan cakupan yang lebih luas

terutama pada evaluasi trauma, lokasi gigi molar ketiga, manifestasi penyakit sistemik,

lesi yang luas pada rahang, pertumbuhan gigi geligi dan lain - lain. (Carver et al.,2006)

15
2.4.2 Teknik Pengambilan Radiografi Panoramik

Prosedur teknik pengambilan gambar panoramik yang direkomendasikan adalah sebagai

berikut(Carver et al.,2006):

1. Cuci tangan dan gunakan pakaian pelindung.

2. Jelaskan pada pasien prosedur dan pergerakan alat.

3. Jelaskan pada pasien bite holder yang digunakan dan pemasukan kaset film.

4. Gunakan paparan film yang tepat.

5. Pakaikan pelindung apron pada pasien.

6. Pasien diinstruksikan menutup bibir dan menekan lidah ke palatum.

7. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk

berpegangan agar tetap seimbang.

8. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka

bersentuhan pada tempat dagu (chin rest)

9. Collimator harus digunakan sesuai dengan ukuran yang diinginkan (median

sagital dan gigi anterior).

10. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

11. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam

saat penyinaran.

12. Lakukan pajanan sinar-X

Posisi pasien saat pengambilan radiografi panoramik (Pasler,1993)

16
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik

a) Kelebihan radiografi panoramik (Carver et al.,2006) :

1. Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, mencakup tulang

wajah dan gigi.

2. Pasien menerima dosis radiasi yang rendah

3. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut

4. Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya

3-4 menit (termasuk waktu yang diperlukan untuk posisi pasien dan paparan)

5. Gambar mudah dipahami pasien dan media pembelajaran.

6. Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film, sehingga mudah untuk

menilai adanya fraktur.

7. Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi periodontal dan penilaian

orthodontik.

8. Permukaan antral, dinding depan dan belakang tampak dengan baik.

b) Kekurangan Radiografi Panoramik(Carver et al.,2006) :

1. Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh, struktur atau abnormalitas

yang bukan di bidang tumpu yang tidak jelas.

2. Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan struktur jaringan keras.

3. Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang tumpu.

4. Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film

menghasilkan distorsi dan magnifikasi pada gambaran.

5. Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak langsung dapat menurunkan

kualitas gambar.

17
6. Teknik pemeriksaan ini tidak cocok untuk anak-anak di bawah lima tahun atau pasien

non-kooperatif karena lamanya waktu paparan.

7. Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu dan beberapa struktur

akan keluar dari fokus.

18
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep


Impaksi Molar Ketiga
Mandibula Etiologi Impaksi

Faktor Lokal
Karies Distal
Molar Kedua
Mandibula
Radiografi Panoramik Faktor Sistemik

Faktor Genetik

Klasifikasi Winter

Angulasi Impaksi Molar


Ketiga

Mesioangular

Vertikal

Distoangular

Horizontal Keterangan :

Transversal = Diteliti
= Tidak Diteliti
Inverted

19
3.2. Keterangan Kerangka Konsptual

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa

pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena

tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &

Hutagalung,2015; Fachriani, Novita & Sunnati,2016) Gigi yang sering mengalami impaksi

adalah gigi posterior (Gambar 1). Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi

lebih jarang ditemukan. Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi ialah gigi

molar ketiga karena terhalang oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.

(Gordon,1996; Arisetiadi, Hutomo & Separini,2017)

Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Ada 3 faktor yang

paling sering menjadi penyebab yaitu faktor lokal, sistemik, dan genetik. Faktor lokal yang

terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari kegagalan resorpsi gigi sulung,

kehilangan dini gigi sulung, ankilosa dari gigi sulung, jalur erupsi yang abnormal, adanya

gigi supernumerary, gigi berjejal dan kurangnya ruang pada lengkung gigi, pencabutan

dini gigi sulung, folikel gigi yang membesar, kista dentigerous, tumor, atau bentuk lain dari

patologi jaringan lunak, penebalan pasca ekstraksi atau perbaikan pasca trauma pada

mukosa, trauma gigi, odontoma, anomali posisi gigi, ankilosis geraham sulung, dilaserasi

akar, celah alveolus (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al.,2019). Faktor sistemik

yang terkait dengan impaksi gigi merupakan akibat dari defisiensi endokrin (misalnya

hipotiroidisme), terapi radiasi, disostosis kleidokranial, amelogenesis imperfekta, anemia,

rakhitis, dan defisiensi vitamin.(Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al, 2019) Faktor

genetik impaksi gigi adalah akibat dari faktor herediter seperti benih gigi yang

malposisi dan adanya alveolar cleft.(Kaczor- Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al., 2019)

20
Menurut klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan

sudut yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi

molar kedua mandibula. Klasifikasi Winter diantaranya adalah vertikal, yaitu sumbu

panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua (dari 0 sampai 10°),

mesioangular yaitu sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dengan

arah mesial (dari 11 sampai 79 °), horizontal yaitu sumbu panjang molar ketiga miring

dengan arah horizontal (dari 80 sampai 100°), distoangular yaitu sumbu panjang molar

ketiga miring ke arah belakang/posterior dari molar kedua (dari –11 sampai –79°), transversal

yaitu mahkota yang menghadap ke arah bukal atau lingual, dan invert yaitu mahkota

mengarah ke kanal alveolar inferior. (Nik et al, 2017)

Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi struktur gigi oleh asam yang

dihasilkan oleh mikroorganisme dan ditandai dengan terbentuknya kavitas pada

permukaan email, dentin atau sementum. Perjalanan karies bersifat kronis, tidak dapat

sembuh sendiri, dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi bila tidak dilakukan

perawatan.(Walmsley et al.,2007)

Radiografi panoramik adalah sebuah teknik untuk membuat gambaran tomografik

tunggal dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan

mandibular serta struktur pendukungnya. Gambaran radiografi panoramik banyak

digunakan untuk mendiagnosa gangguan pada rahang yang membutuhkan cakupan

yang lebih luas terutama pada evaluasi trauma, lokasi gigi molar ketiga, manifestasi

penyakit sistemik, lesi yang luas pada rahang, pertumbuhan gigi -geligi dan lain - lain.

(Carver et al.,2006)

21
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan studi observasional deskriptif.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien dengan gigi impaksi yang melakukan

pemeriksaan radiografi panoramik pada periode 2018 – 2021 di RSGMP

Universitas Airlangga.

4.3 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah data sekunder radiografi panoramik pasien

RSGMP Universitas Airlangga periode 2018 – 2021 yang sesuai dengan kriteria sampel

penelitian.

4.3.1 Kriteria Sampel

A. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang memiliki impaksi molar ketiga rahang bawah.

2. Bagian apikal gigi molar ketiga sudah terbentuk dengan sempurna

3. Hasil evaluasi mutu radiografi panoramik baik.

B. Kriteria Eksklusi
1. Adanya superimpose pada area regio gigi molar ketiga mandibula yang

mengalami impaksi.

2. Adanya superimpose pada area gigi molar kedua mandibula.

3. Adanya ghost image yang mengenai gigi molar molar ketiga mandibula yang

impaksi dan molar kedua mandibula.

22
4. Adanya karies yang meluas sampai seluruh mahkota molar kedua mandibula.

4.4 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling

yakni pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan definisi

operasional agar mencapai sesuai dengan tujuan penelitian.

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

Universitas Airlangga Surabaya dan dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan

(Juli – Agustus 2023).

4.6 Variabel Penelitian

Variabel 1 : Pasien impaksi gigi molar ketiga mandibula.

Variabel 2 : Klasifikasi Winter

Variabel 3 : Karies distal pada gigi molar kedua mandibula.

Variabel 4 : Radiografi panoramik.

4.7 Definisi Operasional Penelitian

1. Pasien impaksi molar ketiga rahang bawah adalah pasien yang memiliki gigi molar

ketiga gagal tumbuh dengan normal ke dalam lengkung gigi pada saat masa

pertumbuhannya karena tertutup oleh tulang atau jaringan di sekitar gigi tersebut.

(Sahetapy et al.,2015; Fachriani Z et al.,2016)

2. Karies proksimal molar kedua adalah karies yang terletak pada bagian distal molar

kedua yang berdekatan. (Falci et al.,2012)

23
3. Radiografi panoramik adalah teknik untuk membuat gambaran tomografik tunggal

dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan mandibular

serta struktur pendukungnya. (Carver et al.,2006)

4.8 Alat dan Bahan


1. Data sekunder radiografi panoramik

2. Laptop

3. IBM SPSS Versi 22

4.9 Cara Kerja

1. Peneliti mengajukan laik etik penelitian dan izin klinik.

2. Peneliti mengumpulkan sampel data sekunder radiografi panoramik pasien di

RSGMP Universitas Airlangga pada tahun 2018 - 2021 sesuai dengan kriteria

yang dibutuhkan.

3. Gambar radiografi panoramik yang sesuai dengan kriteria dipindahkan ke laptop

peneliti dan dimasukkan ke dalam satu folder.

4. Gambar radiografi panoramik yang sudah dikumpulkan kemudian diamati oleh 3

peneliti berdasarkan klasifikasinya dan karies distal pada molar kedua akibat

angulasi impaksi molar ketiga mandibula.

5. Melakukan analisis data dengan membuat persentase.

4.10 Analis Data

Analis data dilakukan dengan membuat persentase.

4.10.1. Uji Realibilitas Intraclass Correlation Coefficient

Uji reliabilitas ialah suatu uji untuk mengukur sejauh mana data dapat

memberikan hasil yang konsisten dan stabil (Pasianus dan Kana, 2021). Uji reliabilitas

pada penelitian ini menggunakan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Nilai ICC

merupakan rasio varians objek terhadap varians total. Nilai ICC berkisar dari nol

24
sampai satu (0 ≤ ICC ≤ 1). ICC mendekati nilai satu yang menunjukkan adanya reliabilitas

instrumen mendekati sempurna, sedangkan nilai ICC mendekati nol (0) atau rendah dapat

terjadi karena ketidak konsistensi instrumen, ketidakstabilan objek yang diukur dan

karena situasi pengukuran yang tidak mendukung.(Mehta et al, 2018; Zaki, 2017) Kriteria

nilai ICC kurang dari 0,4, maka dinyatakan rendah, nilai diantara 0,4 sampai 0,75

dinyatakan sedang hingga baik, dan nilai ≥ 0,75 dinyatakan tinggi atau sangat baik.

(Zaki,2017)

25
4.11 Alur Penelitian

Pengajuan laik etik dan izin


klinik

Pengambilan data sekunder


radiografi panoramik di RSGMP
Universitas Airlangga

Seleksi kriteria sampel

Pengamatan radiografi
panoramik oleh 3 pengamat

Pengolahan data

Analisis Data

Tabel

Kesimpulan

26
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Data sekunder yang digunakan sebagai data penelitian telah dikumpulkan dari RSGMP

Universitas Airlangga tahun 2018 sampai 2021 didapatkan data radiografi panoramik

sebanyak 1.386. Kemudian data tersebut diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

oleh peneliti bersama dengan 2 dosen pembimbing, lalu didapatkan data sebesar 157 sampel

yang sesuai dengan kriteria inklusi pada kasus impaksi gigi molar tiga mandibula yang

disertai adanya karies distal pada molar kedua mandibula pada pasien RSGMP Universitas

Airlangga. Data pada penelitian ini diambil dari pengamatan peneliti bersama dengan 2 dosen

pembimbing untuk hasil pengamatan yang sama, namun untuk hasil yang berbeda secara

signifikan maka data diambil dari hasil pengamatan 2 dosen pembimbing.

27
5.1. 1.Jenis Impaksi Gigi Molar Ketiga Mandibula

Pada penelitian ini ditemukan kasus impaksi molar ketiga mandibula unilateral lebih

banyak (53,5%) dibandingkan bilateral (46,5%).

Tipe Impaksi Jumlah Persentase

Mesioangular 107 46,7 %

Distoangular 8 3,5 %

Vertikal 19 8,3 %

Horizontal 88 38,4 %

Transversal 5 2,2 %

Inverted 2 0,9 %

Total 229 100 %

Tabel 5.1 Pola Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Menurut Winter berdasarkan

Angulasinya terhadap Gigi Molar Kedua Mandibula

Tabel 5.3 menunjukan tipe impaksi pada kasus impaksi gigi molar berdasarkan

angulasinya.

Tabel 5.2 Pola Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Menurut Winter berdasarkan

Angulasinya disertai Karies Distal Molar Kedua Mandibula

Pola Impaksi Molar

Ketiga Mandibula disertai Frekuensi Persentase

Karies Distal Molar Kedua

Mandibula

Mesioangular 87 57,2 %

28
Distoangular 0 0%

Vertikal 8 5,3 %

Horizontal 55 36,2 %

Transversal 2 1,3 %

Inverted 0 0%

Total 152 100 %

Tabel 5.3 menunjukan karies distal pada molar kedua mandibula akibat pola impaksi

pada kasus impaksi gigi molar tiga paling banyak terdapat pada mesioangular (57,2 %)

5.1.2 Sampel karies proksimal molar kedua akibat impaksi molar ketiga mandibula

pada radiografi panoramik.

(a) (b)

(a) (b)

(c) (d)
Gambar (a) Mesioangular disertai karies proksimal; (b) Horizontal disertai karies proksimal; (c)

Vertikal disertai karies proksimal; (d) Transversal disertai karies proksimal

29
5.1.3. Prevalensi Karies Proksimal akibat Impaksi Molar Ketiga Mandibula

Untuk menghitung prevalensi kasus karies proksimal molar kedua yang diakibatkan oleh

impaksi molar ketiga, digunakan rumus :

Total karies
Prevalensi = X 100 %
Total gigi impaksi

154
Prevalensi = X 100%
229

Prevalensi = 67,248%

Prevalensi = 67,25%

Jadi, prevalensi karies proksimal molar kedua mandibula akibat impaksi molar ketiga

mandibula adalah sebanyak 67,25%.

5.2. Analisis Data

5.2.1. Uji Reliabilitas

Berikut hasil uji reliabilitas dengan ICC (Intraclass Correlation Coefficient) pada data pola

impaksi molar ketiga mandibula berdasarkan angulasinya dan karies distal molar kedua

mandibula akibat angulasi pola impaksi molar ketiga mandibula menggunakan IBM SPSS

Versi 22.

30
Tabel 5.4 Uji Reliabilitas dengan ICC (Intraclass Correlation Coefficient)

Uji Reliabilitas Intraclass Average Kategori

Correlation Coefficient

Pola impaksi molar ketiga 0,979 Sangat Baik

mandibula

Karies distal molar kedua 0,888 Sangat Baik

mandibula

Pada tabel 5.9, nilai ICC untuk angulasi impaksi molar ketiga diperoleh hasil 0,979 atau

mendekati nilai satu (1) artinya reliabilitas dan validitas antar kedua peneliti mendekati

sempurna atau sangat baik. Nilai reliabilitas ICC untuk karies distal molar kedua diperoleh

hasil 0,888 atau mendekati nilai satu (1) artinya reliabilitas dan validitas antar kedua peneliti

mendekati sempurna atau sangat baik.

31
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di RSGMP Universitas Airlangga karena merupakan salah satu

rumah sakit pendidikan bidang kedokteran gigi yang fokus pada pelayanan kesehatan gigi

dan mulut. RSGMP juga memiliki layanan Radiologi Kedokteran Gigi yang merupakan

pemeriksaan penunjang untuk banyak kasus di bidang kedokteran gigi, salah satunya adalah

pemeriksaan gigi impaksi dan karies. Informasi tentang pola impaksi molar ketiga mandibula

ini bermanfaat untuk kepentingan pendidikan dan juga dapat berguna untuk peningkatan

mutu pelayanan RSGMP Universitas Airlangga.

Penelitian di RSGMP Universitas Airlangga ini menggunakan sampel data sekunder

radiografi panoramik pasien dari tahun 2018 sampai 2021, dan setelah dilakukan seleksi

diperoleh sebesar 157 (8,83%) sampel dari 1386 yang sesuai kriteria.

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa

pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena

tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &

Hutagalung,2015; Fachriani, Novita & Sunnati,2016) Frekuensi gangguan erupsi terbanyak

pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Hal ini

dikarenakan gigi molar ketiga merupakan gigi yang terakhir erupsi, sehingga seringkali

tidak cukup ruangan yang tersedia untuk erupsi.(Istiati,1996 ; Syed et al.,2013)

Penelitian sebelumnya yang dipublikasikan telah melaporkan prevalensi gigi impaksi yang

berkisar antara 6,9 hingga 76,6%.(Peltola,1993; Chu,Li dan Liu,2003). Banyak penelitian

yang dilakukan di berbagai belahan dunia telah melaporkan prevalensi variabel molar ketiga

32
impaksi, berkisar antara 16,7% hingga 68,6%.(Karter dan Worthington,2016;Saberi dan

Ebrahimipour,2016;Kumar et al.,2017;Syed et al.,2017; McArdle et al.,2018)

Penelitian ini juga menemukan kasus gigi impaksi molar ketiga unilateral lebih tinggi

(53,3%) dibandingkan bilateral (46,4%). Temuan tersebut sejalan atau konsisten dengan

penelitian lain seperti Kumar et al,2017 yang menemukan bahwa kasus unilateral lebih

umum Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor ras, etnis, ataupun genetika.

Pada penelitian ini, didapatkan hasil impaksi molar ketiga mandibula dengan angulasi

mesioangular (47,3%), distoangular (3,5%), vertikal (8,8%), horizontal (37,6%), transversal

(2,2%), dan inverted (0,6%). Data menunjukkan bahwa impaksi paling banyak dan paling

sedikit terjadi pada pola impaksi dengan angulasi mesioangular (47,3%) dan inverted (0,6%).

Hasil pada penelitian ini mendekati hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Muhamad

dan Nezar (2016) di Israel yang menunjukkan bahwa impaksi mesioangular (50%)

merupakan jenis impaksi yang paling banyak ditemukan. Jenis impaksi yang paling

sedikit adalah inverted (0,3%). Prevalensi molar ketiga rahang bawah yang mengalami

impaksi pada penelitian ini adalah 19,2%. Beberapa studi juga melaporkan rata - rata

prevalensi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. (Muhamad Hussein & Nezar, 2016)

Penelitian lain juga dilakukan oleh Jaron dan Trybek,2021 yang menunjukkan jenis impaksi

yang paling umum, yaitu impaksi mesioangular (52,56%). Laporan serupa juga telah

dikonfirmasi pada tahun 2016 oleh Nagaraj dan rekan penulis (Nagaraj et al.,2016) yang

menyajikan impaksi mesioangular pada 47,1% pasien, serta banyak peneliti lain.(2 Quek et

al.,2003; Al-Anqudi et al.,2014; Eshghpour et al.,2014; Elkhateeb dan Awad,2018) Padhye

dkk. menyajikan analisis radiografi pantografi dari 1200 subjek, dimana 33,33% subjek

menunjukkan impaksi mesioangular menurut Winter.(Padhye et al.,2013) Kumar juga dkk.

33
mengamati prevalensi impaksi mesioangular (52,89%) kasus pada penduduk Eritrea.(Kumar

et al.,2017)

Pada penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa adanya karies yang disebabkan oleh

impaksi molar ketiga mandibula. Karies disebutkan sebagai salah satu gambaran patologi

umum yang berhubungan dengan gigi molar ketiga mandibula dan gigi di dekatnya. Ada

pendapat bahwa posisi dan kemiringan gigi berperan peran utama dalam proses

perkembangan karies.(Knutsson et al.,1996; Bataineh, Albashaireh dan Hazza’a,2002)

Gigi yang erupsi sebagian tidak ikut serta dalam proses pengunyahan sehingga lebih

menguntungkan bagi bakteri akumulasi dibandingkan gigi yang erupsi sempurna.(Fejerskov

dan Kidd,2003) Karena gigi geraham ketiga bawah dan atas adalah yang paling banyak gigi

umum tertutup, perikoronitis berhubungan dengan kebersihan mulut yang buruk dan area

pembersihan diri yang lebih rendah terhadap akumulasi makanan dan mikroorganisme yang

tidak bisa dibersihkan melalui penyikatan normal dan flossing, menyebabkan perkembangan

karies. Selama 40 tahun terakhir, kejadian impaksi gigi telah meningkat tumbuh di populasi

yang berbeda.(Alling, Helfrick dan Alling,2003)

Pada penelitian ini, ditemukan jenis atau pola impaksi gigi molar ketiga mandibula yang

paling banyak menyebabkan karies distal pada molar kedua mandibula adalah angulasi

mesioangular (57,2%), kemudian diikuti oleh impaksi molar ketiga mandibula angulasi

horizontal (36,2%) . Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Mohammed Amjed Alsaegh (2022) yang menemukan bahwa impaksi mesioangular dikaitkan

dengan karies distal pada molar kedua mandibula yang berdekatan dengan impaksi molar

ketiga, kemudian diikuti oleh karies distal pada molar kedua mandibula akibat impaksi

34
horizontal. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menemukan hasil yang

setara.(Umar et al.,2017; Prajapati,Mitra, and Vinayak,2017 ; Ozeç,2009)

Hasil tersebut dikarenakan puncak mesial gigi molar ketiga yang impaksi mesioanguler

bersentuhan di atas cemento enamel junction sehingga ruang dan titik kontak di antara gigi

molar kedua dan molar ketiga yang impaksi tidak memadai untuk dilakukan pembersihan

mulut sehari – hari yang berdampak adanya lesi karies proksimal distal pada gigi molar

kedua.

Sebuah studi sebelumnya menunjukkan bahwa impaksi molar ketiga mandibula angulasi

mesioangular tumbuh ke arah mesioangular dan puncaknya bersentuhan dengan permukaan

distal molar kedua mandibula dan menekan permukaan distal molar kedua mandibula,

sehingga menyebabkan karies distal pada molar kedua mandibula.(Ozeç,2009)

Ozec dkk. (Ozec et al.,2009) juga melaporkan bahwa titik kontak pada cemento enamel

junction molar kedua mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap

perkembangan karies distal. Penelitan yang dilakukan oleh (Haddad et al.,2021) ditemukan

bahwa angulasi gigi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan karies

distal pada gigi yang berdekatan. Dalam penelitian (Haddad et al.,2021), 74,4% dari seluruh

karies distal terjadi dengan adanya impaksi molar ketiga mandibula dengan angulasi

mesioangular dan horizontal, dalam urutan frekuensi yang menurun.(Falci et al.,2012; Ozeç

et al.,2009)

Sementara itu, pada penelitian ini tidak ditemukan karies proksimal pada molar kedua

mandibula akibat impkais molar ketiga mandibula dengan angulasi distoangular. Penemuan

ini sejalan dengan penelitian oleh (AlHobail et al.,2019) yang juga menemukan impaksi

distoangular tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian karies

permukaan distal gigi molar kedua. Faktanya, lesi karies distal pada gigi molar kedua

35
ditemukan paling sedikit terjadi pada impaksi distoangular. Oleh karena itu, penelitian

sebelumnya melaporkan impaksi distoangular sebagai faktor protektif terhadap karies gigi.

(Knutsson et al.,1996; AlHobail et al.,2019)

Prevalensi karies gigi molar kedua distal yang terkait dengan impaksi molar ketiga sebagian

atau seluruhnya dilaporkan bervariasi 1% hingga 47%.(Ozeç et al,2009;28 Sheikh, Riaz dan

Shafi,2012; McArdle, McDonald dan Jones,2014; Srivastava et al.,2017) Secara umum,

penelitian (AlHobail et al.,2019) melaporkan 48,6% prevalensi karies permukaan distal gigi

molar kedua yang terdapat pada gigi molar ketiga. Penelitian ini menunjukkan hasil

prevalensi kasus impaksi molar ketiga mandibula yang menyebabkan karies sebanyak

67,25%.

Di samping itu, selama pengamatan sampel foto panoramik berlangsung terdapat beberapa

kendala seperti adanya superimposed gigi molar kedua dan molar ketiga pada beberapa

sampel, sehingga menyebabkan kesulitan dalam menyeleksi karies proksimal.

36
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Total sampel penelitian yang termasuk dalam kriteria penelitian sebanyak 157 sampel dari

1386 sampel. Distribusi karies proksimal pada molar kedua mandibula akibat impaksi molar

ketiga mandibula adalah impaksi molar ketiga mandibula mesioangular 57,2%, impaksi

horizontal 36,2% ; impaksi distoangular 0% ; impaksi vertikal 5,3% ; transversal 1,3% ;

inverted 0%. Prevalensi kasus karies proksimal atau karies distal pada molar kedua akibat

impaksi moar ketiga mandibula sebanyak 67,25%.

7.2 SARAN

Penelitian selanjutnya disaranakan untuk mendapatkan gambaran pola klasifikasi impaksi

molar tiga rahang bawah secara komprehensif di populasi Indonesia, khususnya Surabaya dan

daerah sekitarnya dari data sekunder rumah sakit gigi dan mulut lain maupun data dari

wilayah di Indonesia lainnya.

37
Daftar Pustaka

Al-Anqudi, S.M.; Al-Sudairy, S.; Al-Hosni, A.; Al-Maniri, A. Prevalence and Pattern of

Third Molar Impaction: A retrospective study of radiographs in Oman. Sultan. Qaboos. Univ.

Med. J. 2014, 14, 388–392.

AlHobail, S. Q., Baseer, M. A., Ingle, N. A., Assery, M. K., AlSanea, J. A., & AlMugeiren,

O. M. (2019). Evaluation Distal caries of the second molars in the presence of third molars

among Saudi patients. Journal of International Society of Preventive & Community

Dentistry, 9(5), 505.

Alling CC, Helfrick JF, Alling RD. Impacted Teeth. Philadelphia: W.B. Saunders; 2003

Anindita P.S, dan Sahetapy T., 2015. Prevalensi Gigi Impaksi Molar Tiga Partial Erupted

Pada Masyarakat Desa Totabuan. Jurnal E-Gigi, 3(2), 2–7.

Arisetiadi KNA, Hutomo LC, Septarini NW. Hubungan antara gigi impaksi molar ketiga

dengan kejadian karies molar kedua berdasarkan jenis kelamin dan usia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali Dent J. 2017;1(1):29-38.

Bataineh AB, Albashaireh ZS, Hazza’a AM. The surgical removal of mandibular third

molars: A study in decision making. Quintessence Int 2002;33:613-7.

Bourzgui F, Sebbar M, Abidine Z, Bentahar Z. Textbook Management of Dental Impaction.

Faculty of Dentistry. Marocco: University of Hassan II AinChok Marocco; 2012. p.219-46.

38
Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and

Evaluation. New York : Churchill Livingstone.

Chang SW, Shin SY, Kum KY, Hong J. Correlation study between distal caries in the

mandibular secondmolarand the eruption status of the mandibular third molar in the Korean

population. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral RadiolEndod.2009; 108: 838-843.

Chu FC, Li TK, Lui VK, Newsome PR, Chow RL, Cheung LK. Prevalence of impacted teeth

and associated pathologies-- a radiographic study of the Hong Kong Chinese

population.Hong Kong Med J. 2003; 9: 158-163.

Elkhateeb S.M.; Awad S.S. Accuracy of panoramic radiographic predictor signs in the

assessment of proximity of impacted third molars with the mandibular canal. J. Taibah Univ.

Med Sci. 2018, 3, 254–261.

Eshghpour M, Nezadi A, Moradi A, Shamsabadi RM, Rezaei NM, Nejat A. Pattern of

mandibular third molar impaction: a cross-sectional study in Northeast of Iran. Niger J Clin

Prac 2014;17:673–7

Fachriani Z, Novita CF, Sunnati. Distribusi frekuensi faktor penyebab ekstraksi gigi pasien di

rumah sakit umum dr. Zainoel abidin banda aceh periode mei-juli 2016. J Caninus Dent.

2016;1(4):36

Falci SG, de Castro CR, Santos RC, de Souza Lima LD, Ramos-Jorge ML, Botelho AM, et

al. Association between the presence of a partially erupted mandibular third molar and the

existence of caries in the distal of the second molars. Int J Oral Maxillofac Surg. 2012; 41:

1270- 1274.

39
Fejerskov O, Nyvad B, Kidd EAM. Pathology of dental caries. Dalam: Fejerskov O, Kidd E,

Nyvad B, Baelum V. Dental caries. The disease and its clinical management. 2nd ed.

Oxford. Blackwell Munksgaard Ltd; 2015: 35.

Fejerskov O, Kidd E. Dental Caries: The Disease and Its Clinical Management. 2nd ed.

Oxford: Blackwell Publishing Ltd.; 2008

Gupta S, Bhowate RR, Nigam N, Saxena S. Evaluation of impacted mandibular third molar

by panoramic radiography. ISNR Dent 2011;2011:406714.

Haddad Z., Khorasani, M., Bakhshi, M., & Tofangchiha, M. (2021). Radiographic position of

impacted mandibular third molars and their association with pathological

conditions. International journal of dentistry, 2021.

Hattab FN, Fahmy MS, Rawashedeh MA. Impaction status of third molars in Jordanian

students. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Radiol Endod 1995;79:24–9.

Iman T dan Firmansyah D, 2008. Fraktur Patologis Mandibula Akibat Komplikasi

Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah. Indonesian Journal of Dentistry. 15(4), 192-195

Istiati S. Hubungan antara molar ketiga impaksi dengan imunilogik psikoneurotik dan

psikoneuroimunologik. Majalah Ilmiah KG, FKG USAKTI 1996; 2 (Edisi Khusus Foril V):

630.

Kaur R, Kumar Ac, Garg R, Sharma S, Rastogi T, Gupta Vv. Early prediction of mandibular

third molar eruption/impaction using linear and angular measurements on digital panoramic

radiography: a radiographic study. Indian J Dent 2016;7(2):66–9

Knutsson K, Brehmer B, Lysell L, Rohlin M. Pathoses associated with mandibular third

molars subjected to removal. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod

1996;82:10-7.

40
Kumar Pillai A, Thomas S, Paul G, Singh SK, Moghe S. Incidence of impacted third molars:

a radiographic study in People’s hospital, Bhopal, India. J Oral Biol Craniofac Res

2014;4:76–81.

Kumar VR, Yadav P, Kahsu E, Girkar F, Chakraborty R. Prevalence and pattern of

mandibular third molar impaction in Eritrean population: a retrospective study. J Contemp

Dent Pract. 2017;18(2):100–6.

Kusumasmara A.T, Ardhana W dan Christnawati, 2013. Perawatan Impaksi Gigi Premolar

Pertama Mandibula Pada Maloklusi Angle Klas II Divisi 2 Subdivisi Dengan Teknik Begg.

Maj Ked Gi, 20(1), 92–98.

McArdle LW, Andiappan M, Khan I, Jones J, McDonald F. Diseases associated with

mandibular third molar teeth. Br Dent J. 2018

Muhamad AH, Nezar W. 2016. Prevalence of Impacted Mandibular Third Molars in

Population of Arab Israeli: A Retrospective Study. IOSR Journal of Dental and Medical

Sciences, 15(Issue 1 Ver. VII):80-89.

Nik TH, Jalayer T, Beymouri A, Shahroudi AS, Eftekhari A. Identifying the Most Accurate

Available Space Analysis Method for Predicting Mandibular Third Molar Eruptionor

Impaction by Means of Panoramic Radiographs. Iran Journal Orthodontics 2017; 12(1): 1, 3,

9-10.

Ozeç I, HergünerSiso S, Taşdemir U, Ezirganli S,Göktolga G. Prevalence and factors

affecting the formation of second molardistalcaries in a Turkish population. Int J Oral

Maxillofac Surg. 2009; 38: 1279-1282.

41
Padhye M.N.; Dabir A.V.; Girotra C.S.; Pandhi V.H. Pattern of mandibular third molar

impaction in the Indian population: A retrospective clinico-radiographic survey. Oral Surg.

Oral Med. Oral Pathol. Oral Radiol. 2013, 116, 161–166.

Pedersen G. Buku Ajar Bedah Mulut Editor Drg.Lilian Yuwono. ed. I. Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. 1996.

Prajapati VK, Mitra R, Vinayak KM. Pattern of mandibular third molar impaction and its

association to caries in mandibular second molar: a clinical variant. Dent Res J (Isfahan).

2017;14(2):137–42

Quek SL, Tay CK, Tay KH, Toh SL, Lim KC. Pattern of third molar impaction in a

Singapore Chinese population: a retrospective radiographic survey. Int J Oral Maxillafac

Surg 2003;32:548–52.

Sahetapy DT, Anindita PS, Hutagalung BS. Prevalensi gigi impaksi molar tiga partial

erupted pada masyarakat desa totabuan. J e-GiGi (eG). 2015;3(2):641–2.

Saleh E., Prihartiningsih, dan Rahardjo, 2015. Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula

Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous secara Ekstraoral. Majalah Kedokteran Gigi

Klinik, 1(2), 85–91.

Secic S, Prohic S, komsic S dan Vukovic A, 2013. Incidence of Impacted Mandibular Third

Molars in Population of Bosnia and Herzegovina: a retrospective radiographic study.

Journal of Health Sciences, 3(2), 151–158.

Siagian K.V,2011. Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah Dengan

Komplikasinya Pada Dewasa Muda. Jurnal Biomedik, 3(3), 186–194.

Srivastava N, Shetty A, Goswami RD, Apparaju V, Bagga V, Kale S. Incidence of distal

caries in mandibular second molars due to impacted third molars: Nonintervention strategy of

42
asymptomatic third molars causes harm? A retrospective study. Int J Appl Basic Med Res

2017;7:15-9

Syed KB, Kota Z, Ibrahim M, Bagi MA, Assiri MA. 2013. Prevalence of Impacted Molar

Teeth Among Saudi population in Asir Region, Saudi Arabia – A retrospective study of 3

years. Journal of International Oral Health, 5(1):43-7

Tarigan, Rasinta. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC Edwina,Kidd dan Sally Joyston. 2013.

Van der Linden W, Cleaton-Jones P, Lownie M. Diseases and lesions associated with third

molars. Review of 1001 cases. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral RadiolEndod.1995; 79:

142-145.

Walmsley AD, Walsh TF, Lumley PJ, Burke FJT, Shortall ACC, Hayes-Hall R, et al.

Restorative dentistry. 2nd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier; 2007. h. 57-64.

Whaites, E. (2007). Essentials of Dental Radiography And Radiology (4 th ed). Spain:

Elsevier ltd: 91-252.

Whaites, E. (2009). Radiography and Radiology for Dental Care Proffesionals (2th ed).

London: Chrucill Livingstone

Zarrouq S.A, Karrar M.A dan Awooda E.M, 2017. Evaluation of the Symptoms and Pattern

of Impaction of Mandibular Third Molars Among Undergraduate Dental Students from the

University of Medical Sciences and Technology (UMST), Sudan. Scholars Journal of Dental

Sciences (SJDS), 4(1), 22-26.

43
Lampiran 1

44
Lampiran 2

Jenis Kelamin Sampel Penelitian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 82 52,2 52,2 52,2

Laki-laki 75 47,8 47,8 100,0

Total 157 100,0 100,0

Jenis Impaksi Molar Ketiga Mandibula

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Unilateral 84 53,5 53,5 53,5

Bilateral 73 46,5 46,5 100,0

Total 157 100,0 100,0

Pola Impaksi Molar Ketiga Mandibula berdasarkan Angulasinya

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mesioangular 107 46,7 46,7 46,7

Distoangular 8 3,5 3,5 50,2

Vertikal 19 8,3 8,3 58,5

Horizontal 88 38,4 38,4 96,9

Transversal 5
45 2,2 2,2 99,1

Inverted 2 ,9 ,9 100,0
Total 229 100,0 100,0
Pola Impaksi Molar Ketiga Mandibula disertai Karies Proksimal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mesioangular 87 57,2 57,2 57,2

Vertikal 8 5,3 5,3 62,5

Horizontal 55 36,2 36,2 98,7

Transversal 2 1,3 1,3 100,0

Total 152 100,0 100,0

Karies Proksimal Molar Kedua Mandibula


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Intraclass Correlation Coefficient Pola Impaksi Molar Ketiga Mandibula
Valid Tidak ada karies proksimal 75 32,8 32,8 32,8
95% Confidence Interval F Test with True Value 0
Ada karies proksimal 154 67,2 67,2 100,0
Intraclass Upper
Total 229 100,0 100,0
Correlationb Lower Bound Bound Value df1 df2 Sig

Single Measures ,726a ,673 ,773 8,938 228 456 ,000


Average
,888c ,860 ,911 8,938 228 456 ,000
Measures

Two-way mixed effects model where people effects are random and measures effects are fixed.
a. The estimator is the same, whether the interaction effect is present or not.
b. Type C intraclass correlation coefficients using a consistency definition. The between-measure
variance is excluded from the denominator variance.
c. This estimate is computed assuming the interaction effect is absent, because it is not estimable
otherwise.

46
47

Anda mungkin juga menyukai