SKRIPSI
Oleh:
NIM : 021611133162
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
KARIES PROKSIMAL MOLAR KEDUA AKIBAT IMPAKSI
MOLAR KETIGA MANDIBULAR MELALUI PENGAMATAN
RADIOGRAFIK PANORAMIK
SKRIPSI
Oleh:
NIM : 021611133162
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
ELLYONORD DIANA BOSAWER
NIM. 021611133162
Menyetujui
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini diuji pada 23 Agustus 2023
Serta)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rakhmat dan
karuniaNya sehingga skripsi saya dengan judul “Karies Proksimal Molar Kedua Akibat
Universitas Airlangga ini dapat diselesaikan. Izinkanlah saya untuk memperkenalkan dan
1. Dr. Agung Sosiawan, drg., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga dan Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes yang telah memberi kesempatan
2. Dr.Sri Wigati Mardi Mulyani,drg.,M.Kes selaku Ketua Departemen Radiologi yang telah
3. Yunita Savitri, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang memberikan masukan,
arahan, bimbingan, koreksi, serta meluangkan waktu selama proses pembuatan dan
penyusunan skripsi.
4. Otty Ratna Wahyuni, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing serta yang memberikan
masukan, arahan, bimbingan, koreksi, serta meluangkan waktu selama proses pembuatan
5. Dr.Sri Wigati Mardi Mulyani,drg.,M.Kes, Ramadhan Hardani Putra, drg., M.Kes., Ph.D,
dan Aga Satria Nurrachman, drg., Sp.RKG selaku dosen penguji yang memberikan
tanggapan, saran, pendapat, koreksi, dan masukan yang membangun untuk hasil
v
7. Papa, mama, adik – adik tercinta dan tersayang, serta keluarga besar lainnya yang tidak
dapat disebutkan satu – satu, terima kasih atas dukungan doa, motivasinya, finansial,.
8. Shinta, Miranda, Adryan, Samuel, serta teman – teman lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih untuk dukungan doa dan ucapan – ucapan yang
ini.
9. Pihak – pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga ikut berkontribusi
Surabaya,Agustus 2023
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN i
SAMPUL DALAM ii
DAFTAR ISI vi
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Impaksi 5
2.3 Karies 8
vii
2.4 Radiografi Panoramik 14
BAB 5.HASIL
viii
BAB 6. PEMBAHASAN 32
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR LAMPIRAN 42
ix
Daftar Gambar dan Daftar Tabel
Halaman
Gambar 2.2 Diagram ilustrasi posisi tipe dan angulasi molar ketiga
ketiga mandibula
x
BAB I
PENDAHULUAN
Gigi impaksi sering kita temukan dalam kedokteran gigi. Masyarakat pada umumnya
memahami ada gigi geraham bungsu yang letaknya paling belakang rahang. Gigi impaksi
adalah gigi yang mengalami gangguan pada proses tumbuh sempurna. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena beberapa faktor, salah satunya adalah posisi benih gigi yang
abnormal, sehingga gigi tidak dapat erupsi dengan sempurna. Berdasarkan distribusinya, gigi
impaksi banyak ditemukan pada gigi molar ketiga dan lebih banyak pada perempuan
Frekuensi gangguan erupsi terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas
maupun di rahang bawah dan diikuti gigi kaninus rahang atas. Hal ini dikarenakan gigi
molar ketiga merupakan gigi yang terakhir erupsi, sehingga seringkali tidak cukup
ruangan yang tersedia untuk erupsi.(Istiati,1996 ; Syed et al.,2013) Berdasarkan data yang
didapatkan, frekuensi impaksi molar ketiga bervariasi secara substnsial di antara populasi
yang berbeda berkisar antara 18% sampai 70%.(Pillai et al.,2014 ; Hattab, Fahmy &
Selain itu, penyebab gigi impaksi dapat dikelompokkan menjadi penyebab lokal,
sistemik, dan kebiasaan buruk. Gigi impaksi juga dapat disebabkan oleh faktor primer
diantaranya faktor genetika, trauma pada gigi sulung, benih gigi rotasi atau berputar,
premature loss pada gigi sulung dan erupsi gigi kaninus di dalam celah langit - langit,
serta faktor sekunder meliputi kelainan endokrin, defisiensi vitamin D dan febrile disease.
Di samping itu, dampak dari gigi yang mengalami impaksi dapat berupa nyeri
perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang, berdesakan gigi anterior
akibat tekanan gigi impaksi ke anterior, periostitis (dampak dari peradangan jaringan di
sekitar tulang yang disebut periosteum), dan neoplasma.(Siagian, 2011 ; Zarrouq, Karrar &
Awooda,2017).
Sementara itu, Salah satu kelainan patologis paling umum yang disebabkan oleh impaksi
gigi molar ketiga mandibula adalah karies distal pada gigi molar kedua mandibula.
Perkembangan karies pada gigi molar kedua mandibula dipengaruhi oleh pola impaksi gigi
Klasifikasi impaksi gigi molar ketiga yang digunakan salah satunya adalah George
Winter yang mengklasifikasikan impaksi gigi molar ketiga berdasarkan hubungan gigi
impaksi terhadap panjang axis gigi molar kedua mandibula. Winter mengklasifikasikan
Pada penelitian tersebut ini prevalensi menggunakan data sekunder berupa radiografi
panoramik tahun 2018 sampai 2021 sebesar 8,83% dari 1386 data.
Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Muhamad dan Nezar (2016)
di Israel, menunjukkan dari total 1.706 pasien yang datang dan melakukan pemeriksaan
radiografi panoramik, terdapat prevalensi molar ketiga hampir sama pada kedua sisi
rahang kiri (47,8%) dan kanan (52,2%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
impaksi mesioangular (50%) merupakan jenis impaksi yang paling banyak ditemukan.
2
Jenis impaksi yang paling sedikit adalah inverted (0,3%). Prevalensi molar ketiga
rahang bawah yang mengalami impaksi pada penelitian ini adalah 19,2%. Beberapa
studi juga melaporkan rata - rata prevalensi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah
adalah dari 9,5% sampai 50%, lebih tinggi pada wilayah Barat seperti Uni-Eropa dan
Di samping itu hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Alsaegh et al.,(2022)
menunjukkan adanya karies distal pada gigi molar kedua mandibula akibat impaksi gigi
molar ketiga mandibula adalah sebanyak 126 (18,36%) dari gigi molar ketiga mandibula
yang impaksi memiliki lesi karies terkait. Diantaranya, 102 (14,86%) menunjukkan karies
distal pada gigi molar kedua mandibula yang berdekatan dengan gigi molar ketiga mandibula,
dan 24 (3,49%) menunjukkan karies pada gigi molar ketiga mandibula yang mengalami
impaksi.
Karies distal pada molar kedua sering dikaitkan dengan impaksi molar ketiga yang
tidak dapat terlihat secara klinis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu radiografik
merupakan pemeriksaan radiografi yang saat ini paling sering digunakan untuk kasus impaksi
molar ketiga, dan merupakan pemeriksaan komplementer pertama dalam eksplorasi molar
ketiga dan patologi terkait. (Kaur et al.,2016 ; Prajapati, Mitra & Vinayak,2017 ;
daerah rahang atas dan rahang bawah dalam satu lembar film.(Ardakani, Behniafar, dan
Booshehri,2011)
Keuntungan panoramik diantaranya semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan
pada film, mencakup tulang wajah dan gigi, gambar mudah dipahami pasien dan media
3
pembelajaran,cocok digunakan pada pasien yang sensitif terhadap rasa muntah. Selain itu,
(Whaites,2003;Farman,2007;Lurie,2000)
Bagaimana distribusi karies proksimal pada molar kedua akibat impaksi gigi molar
Untuk mengetahui distribusi karies proksimal pada molar kedua akibat impaksi gigi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa
pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena
ditutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &
Hutagalung,2015; Fachriani, Novita & Sunnati,2016) Umumnya gigi yang sering mengalami
impaksi ialah gigi posterior (Gambar 1). Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi
jarang ditemukan. Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi ialah gigi molar ketiga
karena terhalang oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.(Gordon,1996;
5
2.1.2 Klasifikasi Gigi Impaksi
Menurut Winter
Menurut sistem klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan sudut
yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi molar kedua
a. Vertikal: sumbu panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua
b. Mesioangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dalam arah
c. Horizontal: sumbu panjang molar ketiga adalah horizontal (dari 80 sampai 100°).
Gambar 2.2. Diagram Ilustrasi posisi tipe dan angulasi molar ketiga yang tidak erupsi
6
2.1.3 Etiologi Gigi Impaksi
Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Dalam literatur, faktor
etiologi impaksi gigi yang paling sering dilaporkan yaitu faktor sistemik, faktor lokal dan
1. Faktor Sistemik
Faktor sistemik yang terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari defisiensi endokrin
anemia, rakhitis, dan defisiensi vitamin (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al, 2019).
2. Faktor Lokal
Faktor lokal yang terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari kegagalan resorpsi gigi
sulung, kehilangan dini gigi sulung, ankilosa dari gigi sulung, jalur erupsi abnormal, adanya
gigi supernumerary, gigi berjejal dan kurangnya ruang pada lengkung gigi, pencabutan dini
gigi sulung, folikel gigi yang membesar seperti kista dentigerous, atau bentuk lain dari
patologi jaringan lunak, penebalan pasca ekstraksi atau perbaikan pasca trauma pada mukosa,
trauma gigi, odontoma, anomali posisi gigi, ankilosis geraham sulung, dilaserasi akar, celah
3. Faktor Genetik
Faktor genetik yang menyebabkan gigi impaksi adalah akibat dari faktor herediter seperti
benih gigi yang malposisi dan adanya alveolar cleft (Kaczor- Urbanowicz et al, 2016; Sarica
et al., 2019)
7
2.2 Karies akibat Gigi Impaksi
Karies yang sering ditemukan akibat gigi impaksi molar ketiga rahang bawah
terletak pada bagian distal molar kedua yang berdekatan. Dalam penelitian sebelumnya, telah
ditunjukkan bahwa tingkat prevalensi karies distal dari molar kedua yang berdekatan terkait
dengan impaksi molar ketiga mandibula bervariasi dari 6% menjadi 32%. (Chang SW et
al.,2009 ; Chu et al.,2003 ; Ozeç I et al.,2009 ; van der Linden W et al.,1995 ; Falci SG et
al.,2012)
2.3.1. Definisi
Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi struktur gigi oleh asam yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dan ditandai dengan terbentuknya kavitas pada permukaan
email, dentin atau sementum. Perjalanan karies bersifat kronis, tidak dapat sembuh sendiri,
dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi bila tidak dilakukan perawatan.(Walmsley
et al.,2007)
Faktor penyebab karies gigi terdiri dari penyebab dalam individu dan penyebab
eksternal individu (Gambar 4). Faktor dalam penyebab karies gigi adalah faktor di dalam
mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi antara lain host,
mikroorganisme, substrat, dan waktu. Sedangkan faktor eksternal individu adalah status
ekonomi, keluarga, pekerjaan, fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi yang
pernah diterima.(Rahmawati,2011).
Selain faktor- faktor yang ada di dalam mulut yang langsung berhubungan
dengan karies, terdapat faktor - faktor yang tidak langsung yang disebut faktor resiko
8
eksternal, yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies.
Faktor eksternal antara lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi. Ada
a. Faktor Internal
a) Mikroorganisme
Mikroorganisme ialah faktor paling penting dalam proses awal terjadinya karies.
merupakan suatu lapisan yang berisi bakteri beserta produk - produknya, yang terbentuk
pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan
terbentuk melalui serangkaian tahapan. Asam terbentuk dari hasil fermentasi sakar diet oleh
bakteri di dalam plak gigi. Sumber utamanya adalah glukosa yang masuk dalam plak gigi,
sedangkan secara kuantitatif, sumber utama glukosa adalah sukrosa. Penyebab utama
terbentuknya asam tadi adalah S.Mutans serotipe c yang terdapat di dalam plak karena
bekteri ini memetabolisme sukrosa menjadi asam lebih cepat daripada bakteri lain.
(Kidd,2013)
b) Host
Terbentuknya karies pada gigi diawali dengan adanya plak yang mengandung
bakteri. Oleh karena itu daerah gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat
memungkinkan diserang karies. Daerah – daerah yang mudah diserang karies tersebut
adalah:
1) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar
9
3) Email pada tepian di daerah servikal gigi sedikit di atas tepi gingiva.
4) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya
plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium.
5) Tepi tumpatan yang tidak tertutup dengan baik.
6) Permukaman gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
c) Substrat
memproduksi asam, diikuti oleh demineralisasi email .tidak semua karbohidrat benar -
benar kariogenik. Produksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa lebih cepat dibandingkan
dengan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik,
d) Waktu
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari saliva
ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari
atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat
b. Faktor Eksternal
a) Ras
Amat sulit menentukan pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi. Namun,
keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan presentase karies
yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras tertentu dengan ukuran
rahang yang kecil, sehingga gigi - geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur.
10
Dengan keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempersulit pembersihan gigi, dan ini
b) Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Milhahn-Turkeheim yang dikutip dari Tarigan pada
gigi molar pertama, didapatkan hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita lebih
tinggi daripada pria. Dibanding dengan molar kanan, persentase karies molar kiri lebih tinggi
karena faktor penguyahan dan pembersihan dari masing - masing bagian gigi.
c) Usia
Sepanjang hidup dikenal ada 3 fase umur yang dilihat dari gigi-geligi, yaitu
periode gigi campuran, dimana molar pertama yang paling sering didapati adanya
karies. Anak usia 6 - 12 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti cara memelihara
kebersihan gigi dan rongga mulut. Anak - anak usia sekolah perlu mendapat perhatian
khusus, sebab pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang.
d) Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat
bersifat membersihkan gigi ini adalah apel, jambu air, bengkuang, dan lain
pada gigi amat merusak gigi, seperti bonbon, coklat, biskuit, dan lain
11
sebagainya. Karies terjadi ketika proses remineralisasi menjadi lebih lambat
Karies yang terdapat pada sepertiga servikal semua gigi. Gigi terdiri dari tiga bagian
Ada banyak jenis radiografi yang menggunakan teknologi dua dimensi (2D) atau tiga dimensi
1. Radiografi Intraoral
Teknik radiografi intra-oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi
dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan gambaran lengkap
rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto.
(Whaites,2009) Radiografi jenis ini adalah radiografi 2D yang paling umum di mana reseptor
gambar seperti film dipaparan secara langsung atau tanpa menggunakan layar intensif,
photostimulable phosphor (PSP), charge coupled device (CCD), atau semikonduktor oksida
1) Radiografi Bitewing
Suatu film radiografik intraoral dengan tangkai di tengah tempat gigi-geligi beroklusi untuk
menahan film pada posisinya. Film digunakan untuk menghasilkan gambar dari mahkota baik
gigi geligi mandibula maupun maksila. Pencitraan atau penggambaran mahkota gigi dan
12
2) Radiografi Oklusal
Radiograf oklusal adalah radiografi intraoral yang menempatkan film di antara gigi-gigi yang
saling beroklusi. Radiograf ini dibuat untuk memperlihatkan gigi-gigi anterior atas (oklusal
atas standar), gigi-gigi posterior (oklusal oblik atas), gigi bawah (true occlusal bawah, oklusal
bawah 45 derajat, atau oklusal oblik bawah) pencitraan atau penggambaran pada area mulut
yang lebih luas. Mesin sinar-X yang sama digunakan yang dapat dipasang di dinding atau
Teknik radiografi ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan
tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien. Foto Rontgen ekstraoral
yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto panoramik, sedangkan macam
Radiografi Panoramik
Foto rontgen panoramik menghasilkan gambar yang memperlihatkan struktur facial termasuk
mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan
untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi,
menggunakan tabung sinar-X dan reseptor gambar yang berputar di sekitar pasien untuk
Gambar sinar-X 2D diproduksi menggunakan reseptor gambar yang dapat berupa film
dengan layar yang mengintensifkan, PSP, CCD atau sensor konversi langsung yang
menyediakan tomogram bidang lengkung gigi dan rahang. Radiografi panoramik memiliki
13
resolusi spasial yang lebih rendah daripada radiografi intraoral. Biasanya diterapkan dalam
kasus perencanaan atau penggambaran perawatan atau untuk kontrol pasca operasi.
3. Cephalometric Radiography
Biasanya unit sefalometri tergabung dalam mesin panoramik dan menggunakan alat
kepala khusus. Reseptor gambar paling sering sama dengan yang digunakan untuk radiografi
panoramik. Radiografi sefalometri diterapkan untuk mengevaluasi kepala dan leher serta
simetri seluruh wajah dan juga dalam diagnosis ortodontik dan rencana perawatan.
4. Cone-beam CT (CBCT)
Karena fakta bahwa daerah maksilofasial mencakup anatomi 3D yang cukup kompleks,
seringkali pencitraan tradisional gagal mengatasi hal tersebut masalah klinis pasien. Evolusi
teknologi sinar-X telah berhasil memperkenalkan metode pencitraan baru yang dapat
membantu mengatasi masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah CBCT gigi yang
menggunakan bentuk kerucut atau piramid Sinar-X diarahkan pada bidang pandang
maksilofasial (FOV) yang dikejar. Reseptor gambar dalam sistem sinar-X ini adalah detektor
panel datar (FPD) atau detektor CMOS. Mesin tersebut mirip dengan unit panorama yang
selain detektor digital, memiliki perangkat lunak canggih untuk menghasilkan gambar 3D.
Pasien berdiri atau duduk dalam banyak kasus. C-arm unit sinar-X berputar di sekitar pasien,
mengambil beberapa akuisisi yaitu mulai dari 200 hingga 600 gambar tergantung pada waktu
akuisisi dan sejauh mana jalur revolusi, yang digunakan untuk menghasilkan gambar 3D.
14
kedokteran gigi dengan mengorbankan dosis radiasi yang lebih tinggi.(Kiljunen et
al.,2015;UNSCEAR,2010; MacDonald,2017)
5. Multi-detector CT (MDCT)
Prosedur pencitraan ini melibatkan pemindai MDCT konvensional yang memiliki perangkat
lunak gigi khusus untuk mencitrakan seluruh area mulut dan jaringan sekitarnya. Pasien tidak
berdiri seperti di CBCT tetapi dia berbaring di tempat tidur CT persis seperti yang dia
lakukan untuk CT scan. MDCT modern menggunakan sinar berbentuk kipas yang melebar
dan detektor 2D yang menghasilkan gambar submilimeter (sekecil 0,5 mm) dengan waktu
rotasi sub-detik. Teknik ini secara umum memberikan dosis yang lebih tinggi daripada CBCT
gigi meskipun ada penelitian dalam literatur terbaru yang menyelidiki berbagai protokol
teknis dan teknologi pemindai MDCT yang dapat memberikan kualitas gambar yang dapat
Radiografi panoramik adalah sebuah teknik untuk membuat gambaran tomografik tunggal
dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan mandibular serta
mendiagnosa gangguan pada rahang yang membutuhkan cakupan yang lebih luas
terutama pada evaluasi trauma, lokasi gigi molar ketiga, manifestasi penyakit sistemik,
lesi yang luas pada rahang, pertumbuhan gigi geligi dan lain - lain. (Carver et al.,2006)
15
2.4.2 Teknik Pengambilan Radiografi Panoramik
berikut(Carver et al.,2006):
3. Jelaskan pada pasien bite holder yang digunakan dan pemasukan kaset film.
7. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk
11. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam
saat penyinaran.
16
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik
1. Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, mencakup tulang
4. Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya
3-4 menit (termasuk waktu yang diperlukan untuk posisi pasien dan paparan)
6. Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film, sehingga mudah untuk
7. Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi periodontal dan penilaian
orthodontik.
2. Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan struktur jaringan keras.
4. Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film
5. Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak langsung dapat menurunkan
kualitas gambar.
17
6. Teknik pemeriksaan ini tidak cocok untuk anak-anak di bawah lima tahun atau pasien
7. Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu dan beberapa struktur
18
BAB III
KERANGKA KONSEP
Faktor Lokal
Karies Distal
Molar Kedua
Mandibula
Radiografi Panoramik Faktor Sistemik
Faktor Genetik
Klasifikasi Winter
Mesioangular
Vertikal
Distoangular
Horizontal Keterangan :
Transversal = Diteliti
= Tidak Diteliti
Inverted
19
3.2. Keterangan Kerangka Konsptual
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa
pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena
tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &
Hutagalung,2015; Fachriani, Novita & Sunnati,2016) Gigi yang sering mengalami impaksi
adalah gigi posterior (Gambar 1). Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi
lebih jarang ditemukan. Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi ialah gigi
molar ketiga karena terhalang oleh gigi tetangga, tulang atau jaringan lunak sekitarnya.
Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Ada 3 faktor yang
paling sering menjadi penyebab yaitu faktor lokal, sistemik, dan genetik. Faktor lokal yang
terkait dengan impaksi gigi adalah akibat dari kegagalan resorpsi gigi sulung,
kehilangan dini gigi sulung, ankilosa dari gigi sulung, jalur erupsi yang abnormal, adanya
gigi supernumerary, gigi berjejal dan kurangnya ruang pada lengkung gigi, pencabutan
dini gigi sulung, folikel gigi yang membesar, kista dentigerous, tumor, atau bentuk lain dari
patologi jaringan lunak, penebalan pasca ekstraksi atau perbaikan pasca trauma pada
mukosa, trauma gigi, odontoma, anomali posisi gigi, ankilosis geraham sulung, dilaserasi
akar, celah alveolus (Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al.,2019). Faktor sistemik
yang terkait dengan impaksi gigi merupakan akibat dari defisiensi endokrin (misalnya
rakhitis, dan defisiensi vitamin.(Kaczor-Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al, 2019) Faktor
genetik impaksi gigi adalah akibat dari faktor herediter seperti benih gigi yang
malposisi dan adanya alveolar cleft.(Kaczor- Urbanowicz et al, 2016; Sarica et al., 2019)
20
Menurut klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan
sudut yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi
molar kedua mandibula. Klasifikasi Winter diantaranya adalah vertikal, yaitu sumbu
panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua (dari 0 sampai 10°),
mesioangular yaitu sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dengan
arah mesial (dari 11 sampai 79 °), horizontal yaitu sumbu panjang molar ketiga miring
dengan arah horizontal (dari 80 sampai 100°), distoangular yaitu sumbu panjang molar
ketiga miring ke arah belakang/posterior dari molar kedua (dari –11 sampai –79°), transversal
yaitu mahkota yang menghadap ke arah bukal atau lingual, dan invert yaitu mahkota
Karies gigi terjadi karena proses demineralisasi struktur gigi oleh asam yang
permukaan email, dentin atau sementum. Perjalanan karies bersifat kronis, tidak dapat
sembuh sendiri, dan akhirnya dapat menyebabkan kehilangan gigi bila tidak dilakukan
perawatan.(Walmsley et al.,2007)
tunggal dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan
yang lebih luas terutama pada evaluasi trauma, lokasi gigi molar ketiga, manifestasi
penyakit sistemik, lesi yang luas pada rahang, pertumbuhan gigi -geligi dan lain - lain.
(Carver et al.,2006)
21
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Airlangga.
RSGMP Universitas Airlangga periode 2018 – 2021 yang sesuai dengan kriteria sampel
penelitian.
A. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang memiliki impaksi molar ketiga rahang bawah.
B. Kriteria Eksklusi
1. Adanya superimpose pada area regio gigi molar ketiga mandibula yang
mengalami impaksi.
3. Adanya ghost image yang mengenai gigi molar molar ketiga mandibula yang
22
4. Adanya karies yang meluas sampai seluruh mahkota molar kedua mandibula.
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling
yakni pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan definisi
1. Pasien impaksi molar ketiga rahang bawah adalah pasien yang memiliki gigi molar
ketiga gagal tumbuh dengan normal ke dalam lengkung gigi pada saat masa
pertumbuhannya karena tertutup oleh tulang atau jaringan di sekitar gigi tersebut.
2. Karies proksimal molar kedua adalah karies yang terletak pada bagian distal molar
23
3. Radiografi panoramik adalah teknik untuk membuat gambaran tomografik tunggal
dari struktur fasial yang melibatkan baik lengkung gigi pada maksila dan mandibular
2. Laptop
RSGMP Universitas Airlangga pada tahun 2018 - 2021 sesuai dengan kriteria
yang dibutuhkan.
peneliti berdasarkan klasifikasinya dan karies distal pada molar kedua akibat
Uji reliabilitas ialah suatu uji untuk mengukur sejauh mana data dapat
memberikan hasil yang konsisten dan stabil (Pasianus dan Kana, 2021). Uji reliabilitas
pada penelitian ini menggunakan Intraclass Correlation Coefficient (ICC). Nilai ICC
merupakan rasio varians objek terhadap varians total. Nilai ICC berkisar dari nol
24
sampai satu (0 ≤ ICC ≤ 1). ICC mendekati nilai satu yang menunjukkan adanya reliabilitas
instrumen mendekati sempurna, sedangkan nilai ICC mendekati nol (0) atau rendah dapat
terjadi karena ketidak konsistensi instrumen, ketidakstabilan objek yang diukur dan
karena situasi pengukuran yang tidak mendukung.(Mehta et al, 2018; Zaki, 2017) Kriteria
nilai ICC kurang dari 0,4, maka dinyatakan rendah, nilai diantara 0,4 sampai 0,75
dinyatakan sedang hingga baik, dan nilai ≥ 0,75 dinyatakan tinggi atau sangat baik.
(Zaki,2017)
25
4.11 Alur Penelitian
Pengamatan radiografi
panoramik oleh 3 pengamat
Pengolahan data
Analisis Data
Tabel
Kesimpulan
26
BAB V
HASIL PENELITIAN
Data sekunder yang digunakan sebagai data penelitian telah dikumpulkan dari RSGMP
Universitas Airlangga tahun 2018 sampai 2021 didapatkan data radiografi panoramik
sebanyak 1.386. Kemudian data tersebut diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
oleh peneliti bersama dengan 2 dosen pembimbing, lalu didapatkan data sebesar 157 sampel
yang sesuai dengan kriteria inklusi pada kasus impaksi gigi molar tiga mandibula yang
disertai adanya karies distal pada molar kedua mandibula pada pasien RSGMP Universitas
Airlangga. Data pada penelitian ini diambil dari pengamatan peneliti bersama dengan 2 dosen
pembimbing untuk hasil pengamatan yang sama, namun untuk hasil yang berbeda secara
27
5.1. 1.Jenis Impaksi Gigi Molar Ketiga Mandibula
Pada penelitian ini ditemukan kasus impaksi molar ketiga mandibula unilateral lebih
Distoangular 8 3,5 %
Vertikal 19 8,3 %
Horizontal 88 38,4 %
Transversal 5 2,2 %
Inverted 2 0,9 %
Tabel 5.1 Pola Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Menurut Winter berdasarkan
Tabel 5.3 menunjukan tipe impaksi pada kasus impaksi gigi molar berdasarkan
angulasinya.
Tabel 5.2 Pola Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Menurut Winter berdasarkan
Mandibula
Mesioangular 87 57,2 %
28
Distoangular 0 0%
Vertikal 8 5,3 %
Horizontal 55 36,2 %
Transversal 2 1,3 %
Inverted 0 0%
Tabel 5.3 menunjukan karies distal pada molar kedua mandibula akibat pola impaksi
pada kasus impaksi gigi molar tiga paling banyak terdapat pada mesioangular (57,2 %)
5.1.2 Sampel karies proksimal molar kedua akibat impaksi molar ketiga mandibula
(a) (b)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar (a) Mesioangular disertai karies proksimal; (b) Horizontal disertai karies proksimal; (c)
29
5.1.3. Prevalensi Karies Proksimal akibat Impaksi Molar Ketiga Mandibula
Untuk menghitung prevalensi kasus karies proksimal molar kedua yang diakibatkan oleh
Total karies
Prevalensi = X 100 %
Total gigi impaksi
154
Prevalensi = X 100%
229
Prevalensi = 67,248%
Prevalensi = 67,25%
Jadi, prevalensi karies proksimal molar kedua mandibula akibat impaksi molar ketiga
Berikut hasil uji reliabilitas dengan ICC (Intraclass Correlation Coefficient) pada data pola
impaksi molar ketiga mandibula berdasarkan angulasinya dan karies distal molar kedua
mandibula akibat angulasi pola impaksi molar ketiga mandibula menggunakan IBM SPSS
Versi 22.
30
Tabel 5.4 Uji Reliabilitas dengan ICC (Intraclass Correlation Coefficient)
Correlation Coefficient
mandibula
mandibula
Pada tabel 5.9, nilai ICC untuk angulasi impaksi molar ketiga diperoleh hasil 0,979 atau
mendekati nilai satu (1) artinya reliabilitas dan validitas antar kedua peneliti mendekati
sempurna atau sangat baik. Nilai reliabilitas ICC untuk karies distal molar kedua diperoleh
hasil 0,888 atau mendekati nilai satu (1) artinya reliabilitas dan validitas antar kedua peneliti
31
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di RSGMP Universitas Airlangga karena merupakan salah satu
rumah sakit pendidikan bidang kedokteran gigi yang fokus pada pelayanan kesehatan gigi
dan mulut. RSGMP juga memiliki layanan Radiologi Kedokteran Gigi yang merupakan
pemeriksaan penunjang untuk banyak kasus di bidang kedokteran gigi, salah satunya adalah
pemeriksaan gigi impaksi dan karies. Informasi tentang pola impaksi molar ketiga mandibula
ini bermanfaat untuk kepentingan pendidikan dan juga dapat berguna untuk peningkatan
radiografi panoramik pasien dari tahun 2018 sampai 2021, dan setelah dilakukan seleksi
diperoleh sebesar 157 (8,83%) sampel dari 1386 yang sesuai kriteria.
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal tumbuh ke dalam lengkung gigi dalam masa
pertumbuhan normal atau gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena
tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya.(Sahetapy, Anindita &
pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Hal ini
dikarenakan gigi molar ketiga merupakan gigi yang terakhir erupsi, sehingga seringkali
Penelitian sebelumnya yang dipublikasikan telah melaporkan prevalensi gigi impaksi yang
berkisar antara 6,9 hingga 76,6%.(Peltola,1993; Chu,Li dan Liu,2003). Banyak penelitian
yang dilakukan di berbagai belahan dunia telah melaporkan prevalensi variabel molar ketiga
32
impaksi, berkisar antara 16,7% hingga 68,6%.(Karter dan Worthington,2016;Saberi dan
Penelitian ini juga menemukan kasus gigi impaksi molar ketiga unilateral lebih tinggi
(53,3%) dibandingkan bilateral (46,4%). Temuan tersebut sejalan atau konsisten dengan
penelitian lain seperti Kumar et al,2017 yang menemukan bahwa kasus unilateral lebih
umum Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor ras, etnis, ataupun genetika.
Pada penelitian ini, didapatkan hasil impaksi molar ketiga mandibula dengan angulasi
(2,2%), dan inverted (0,6%). Data menunjukkan bahwa impaksi paling banyak dan paling
sedikit terjadi pada pola impaksi dengan angulasi mesioangular (47,3%) dan inverted (0,6%).
Hasil pada penelitian ini mendekati hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Muhamad
dan Nezar (2016) di Israel yang menunjukkan bahwa impaksi mesioangular (50%)
merupakan jenis impaksi yang paling banyak ditemukan. Jenis impaksi yang paling
sedikit adalah inverted (0,3%). Prevalensi molar ketiga rahang bawah yang mengalami
impaksi pada penelitian ini adalah 19,2%. Beberapa studi juga melaporkan rata - rata
prevalensi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. (Muhamad Hussein & Nezar, 2016)
Penelitian lain juga dilakukan oleh Jaron dan Trybek,2021 yang menunjukkan jenis impaksi
yang paling umum, yaitu impaksi mesioangular (52,56%). Laporan serupa juga telah
dikonfirmasi pada tahun 2016 oleh Nagaraj dan rekan penulis (Nagaraj et al.,2016) yang
menyajikan impaksi mesioangular pada 47,1% pasien, serta banyak peneliti lain.(2 Quek et
dkk. menyajikan analisis radiografi pantografi dari 1200 subjek, dimana 33,33% subjek
33
mengamati prevalensi impaksi mesioangular (52,89%) kasus pada penduduk Eritrea.(Kumar
et al.,2017)
Pada penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa adanya karies yang disebabkan oleh
impaksi molar ketiga mandibula. Karies disebutkan sebagai salah satu gambaran patologi
umum yang berhubungan dengan gigi molar ketiga mandibula dan gigi di dekatnya. Ada
pendapat bahwa posisi dan kemiringan gigi berperan peran utama dalam proses
Gigi yang erupsi sebagian tidak ikut serta dalam proses pengunyahan sehingga lebih
dan Kidd,2003) Karena gigi geraham ketiga bawah dan atas adalah yang paling banyak gigi
umum tertutup, perikoronitis berhubungan dengan kebersihan mulut yang buruk dan area
pembersihan diri yang lebih rendah terhadap akumulasi makanan dan mikroorganisme yang
tidak bisa dibersihkan melalui penyikatan normal dan flossing, menyebabkan perkembangan
karies. Selama 40 tahun terakhir, kejadian impaksi gigi telah meningkat tumbuh di populasi
Pada penelitian ini, ditemukan jenis atau pola impaksi gigi molar ketiga mandibula yang
paling banyak menyebabkan karies distal pada molar kedua mandibula adalah angulasi
mesioangular (57,2%), kemudian diikuti oleh impaksi molar ketiga mandibula angulasi
horizontal (36,2%) . Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Mohammed Amjed Alsaegh (2022) yang menemukan bahwa impaksi mesioangular dikaitkan
dengan karies distal pada molar kedua mandibula yang berdekatan dengan impaksi molar
ketiga, kemudian diikuti oleh karies distal pada molar kedua mandibula akibat impaksi
34
horizontal. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menemukan hasil yang
Hasil tersebut dikarenakan puncak mesial gigi molar ketiga yang impaksi mesioanguler
bersentuhan di atas cemento enamel junction sehingga ruang dan titik kontak di antara gigi
molar kedua dan molar ketiga yang impaksi tidak memadai untuk dilakukan pembersihan
mulut sehari – hari yang berdampak adanya lesi karies proksimal distal pada gigi molar
kedua.
Sebuah studi sebelumnya menunjukkan bahwa impaksi molar ketiga mandibula angulasi
distal molar kedua mandibula dan menekan permukaan distal molar kedua mandibula,
Ozec dkk. (Ozec et al.,2009) juga melaporkan bahwa titik kontak pada cemento enamel
junction molar kedua mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap
perkembangan karies distal. Penelitan yang dilakukan oleh (Haddad et al.,2021) ditemukan
bahwa angulasi gigi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan karies
distal pada gigi yang berdekatan. Dalam penelitian (Haddad et al.,2021), 74,4% dari seluruh
karies distal terjadi dengan adanya impaksi molar ketiga mandibula dengan angulasi
mesioangular dan horizontal, dalam urutan frekuensi yang menurun.(Falci et al.,2012; Ozeç
et al.,2009)
Sementara itu, pada penelitian ini tidak ditemukan karies proksimal pada molar kedua
mandibula akibat impkais molar ketiga mandibula dengan angulasi distoangular. Penemuan
ini sejalan dengan penelitian oleh (AlHobail et al.,2019) yang juga menemukan impaksi
permukaan distal gigi molar kedua. Faktanya, lesi karies distal pada gigi molar kedua
35
ditemukan paling sedikit terjadi pada impaksi distoangular. Oleh karena itu, penelitian
sebelumnya melaporkan impaksi distoangular sebagai faktor protektif terhadap karies gigi.
Prevalensi karies gigi molar kedua distal yang terkait dengan impaksi molar ketiga sebagian
atau seluruhnya dilaporkan bervariasi 1% hingga 47%.(Ozeç et al,2009;28 Sheikh, Riaz dan
penelitian (AlHobail et al.,2019) melaporkan 48,6% prevalensi karies permukaan distal gigi
molar kedua yang terdapat pada gigi molar ketiga. Penelitian ini menunjukkan hasil
prevalensi kasus impaksi molar ketiga mandibula yang menyebabkan karies sebanyak
67,25%.
Di samping itu, selama pengamatan sampel foto panoramik berlangsung terdapat beberapa
kendala seperti adanya superimposed gigi molar kedua dan molar ketiga pada beberapa
36
BAB VII
7.1 KESIMPULAN
Total sampel penelitian yang termasuk dalam kriteria penelitian sebanyak 157 sampel dari
1386 sampel. Distribusi karies proksimal pada molar kedua mandibula akibat impaksi molar
ketiga mandibula adalah impaksi molar ketiga mandibula mesioangular 57,2%, impaksi
inverted 0%. Prevalensi kasus karies proksimal atau karies distal pada molar kedua akibat
7.2 SARAN
molar tiga rahang bawah secara komprehensif di populasi Indonesia, khususnya Surabaya dan
daerah sekitarnya dari data sekunder rumah sakit gigi dan mulut lain maupun data dari
37
Daftar Pustaka
Al-Anqudi, S.M.; Al-Sudairy, S.; Al-Hosni, A.; Al-Maniri, A. Prevalence and Pattern of
Third Molar Impaction: A retrospective study of radiographs in Oman. Sultan. Qaboos. Univ.
AlHobail, S. Q., Baseer, M. A., Ingle, N. A., Assery, M. K., AlSanea, J. A., & AlMugeiren,
O. M. (2019). Evaluation Distal caries of the second molars in the presence of third molars
Alling CC, Helfrick JF, Alling RD. Impacted Teeth. Philadelphia: W.B. Saunders; 2003
Anindita P.S, dan Sahetapy T., 2015. Prevalensi Gigi Impaksi Molar Tiga Partial Erupted
Arisetiadi KNA, Hutomo LC, Septarini NW. Hubungan antara gigi impaksi molar ketiga
dengan kejadian karies molar kedua berdasarkan jenis kelamin dan usia pada
Bataineh AB, Albashaireh ZS, Hazza’a AM. The surgical removal of mandibular third
38
Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and
Chang SW, Shin SY, Kum KY, Hong J. Correlation study between distal caries in the
mandibular secondmolarand the eruption status of the mandibular third molar in the Korean
population. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral RadiolEndod.2009; 108: 838-843.
Chu FC, Li TK, Lui VK, Newsome PR, Chow RL, Cheung LK. Prevalence of impacted teeth
Elkhateeb S.M.; Awad S.S. Accuracy of panoramic radiographic predictor signs in the
assessment of proximity of impacted third molars with the mandibular canal. J. Taibah Univ.
mandibular third molar impaction: a cross-sectional study in Northeast of Iran. Niger J Clin
Prac 2014;17:673–7
Fachriani Z, Novita CF, Sunnati. Distribusi frekuensi faktor penyebab ekstraksi gigi pasien di
rumah sakit umum dr. Zainoel abidin banda aceh periode mei-juli 2016. J Caninus Dent.
2016;1(4):36
Falci SG, de Castro CR, Santos RC, de Souza Lima LD, Ramos-Jorge ML, Botelho AM, et
al. Association between the presence of a partially erupted mandibular third molar and the
existence of caries in the distal of the second molars. Int J Oral Maxillofac Surg. 2012; 41:
1270- 1274.
39
Fejerskov O, Nyvad B, Kidd EAM. Pathology of dental caries. Dalam: Fejerskov O, Kidd E,
Nyvad B, Baelum V. Dental caries. The disease and its clinical management. 2nd ed.
Fejerskov O, Kidd E. Dental Caries: The Disease and Its Clinical Management. 2nd ed.
Gupta S, Bhowate RR, Nigam N, Saxena S. Evaluation of impacted mandibular third molar
Haddad Z., Khorasani, M., Bakhshi, M., & Tofangchiha, M. (2021). Radiographic position of
Hattab FN, Fahmy MS, Rawashedeh MA. Impaction status of third molars in Jordanian
students. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Radiol Endod 1995;79:24–9.
Istiati S. Hubungan antara molar ketiga impaksi dengan imunilogik psikoneurotik dan
psikoneuroimunologik. Majalah Ilmiah KG, FKG USAKTI 1996; 2 (Edisi Khusus Foril V):
630.
Kaur R, Kumar Ac, Garg R, Sharma S, Rastogi T, Gupta Vv. Early prediction of mandibular
third molar eruption/impaction using linear and angular measurements on digital panoramic
molars subjected to removal. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod
1996;82:10-7.
40
Kumar Pillai A, Thomas S, Paul G, Singh SK, Moghe S. Incidence of impacted third molars:
a radiographic study in People’s hospital, Bhopal, India. J Oral Biol Craniofac Res
2014;4:76–81.
Kusumasmara A.T, Ardhana W dan Christnawati, 2013. Perawatan Impaksi Gigi Premolar
Pertama Mandibula Pada Maloklusi Angle Klas II Divisi 2 Subdivisi Dengan Teknik Begg.
Population of Arab Israeli: A Retrospective Study. IOSR Journal of Dental and Medical
Nik TH, Jalayer T, Beymouri A, Shahroudi AS, Eftekhari A. Identifying the Most Accurate
Available Space Analysis Method for Predicting Mandibular Third Molar Eruptionor
9-10.
41
Padhye M.N.; Dabir A.V.; Girotra C.S.; Pandhi V.H. Pattern of mandibular third molar
Pedersen G. Buku Ajar Bedah Mulut Editor Drg.Lilian Yuwono. ed. I. Buku Kedokteran
Prajapati VK, Mitra R, Vinayak KM. Pattern of mandibular third molar impaction and its
association to caries in mandibular second molar: a clinical variant. Dent Res J (Isfahan).
2017;14(2):137–42
Quek SL, Tay CK, Tay KH, Toh SL, Lim KC. Pattern of third molar impaction in a
Surg 2003;32:548–52.
Sahetapy DT, Anindita PS, Hutagalung BS. Prevalensi gigi impaksi molar tiga partial
Saleh E., Prihartiningsih, dan Rahardjo, 2015. Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula
Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous secara Ekstraoral. Majalah Kedokteran Gigi
Secic S, Prohic S, komsic S dan Vukovic A, 2013. Incidence of Impacted Mandibular Third
caries in mandibular second molars due to impacted third molars: Nonintervention strategy of
42
asymptomatic third molars causes harm? A retrospective study. Int J Appl Basic Med Res
2017;7:15-9
Syed KB, Kota Z, Ibrahim M, Bagi MA, Assiri MA. 2013. Prevalence of Impacted Molar
Teeth Among Saudi population in Asir Region, Saudi Arabia – A retrospective study of 3
Tarigan, Rasinta. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC Edwina,Kidd dan Sally Joyston. 2013.
Van der Linden W, Cleaton-Jones P, Lownie M. Diseases and lesions associated with third
molars. Review of 1001 cases. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral RadiolEndod.1995; 79:
142-145.
Walmsley AD, Walsh TF, Lumley PJ, Burke FJT, Shortall ACC, Hayes-Hall R, et al.
Restorative dentistry. 2nd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier; 2007. h. 57-64.
Whaites, E. (2009). Radiography and Radiology for Dental Care Proffesionals (2th ed).
Zarrouq S.A, Karrar M.A dan Awooda E.M, 2017. Evaluation of the Symptoms and Pattern
of Impaction of Mandibular Third Molars Among Undergraduate Dental Students from the
University of Medical Sciences and Technology (UMST), Sudan. Scholars Journal of Dental
43
Lampiran 1
44
Lampiran 2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Transversal 5
45 2,2 2,2 99,1
Inverted 2 ,9 ,9 100,0
Total 229 100,0 100,0
Pola Impaksi Molar Ketiga Mandibula disertai Karies Proksimal
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Two-way mixed effects model where people effects are random and measures effects are fixed.
a. The estimator is the same, whether the interaction effect is present or not.
b. Type C intraclass correlation coefficients using a consistency definition. The between-measure
variance is excluded from the denominator variance.
c. This estimate is computed assuming the interaction effect is absent, because it is not estimable
otherwise.
46
47